INFEKSI DALAM KEHAMILAN

11
 INFEKSI DALAM KEHAMILAN Secara umum infeksi dalam kehamilan berdasarkan penyebabnya dikelompokan menjadi tiga penyebab, yaitu : 1. Infeksi Virus ; meliputi varisella zooster, influenza, parotitis, rubeola, virus pernafasan, enterovirus, parfovirus, rubella, sitomegalovirus. 2. Infeksi bakteri ; meliputi Streptokokus grup A, Streptokokus grup B, Listeriosis, Salmonella, Shigella, Mourbus Hansen. 3. Infeksi protozoa; meliputi Toksoplasmosis, Amubiasis, amubiasis, infeksi  jamur. 1.Varicella – zooster Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella bertambah parah selama kehamilan. Paryani dan Arvin (1986) melaporkan bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami pneumonitis. Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal. Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua atau mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised). Pencegahan Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan mencegah atau memperlemah infeksi varisella pada orang rentan yang terpajan apabila diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m. Efek pada janin Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi dapat menyebabkan malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa korioretinitis, atrofi korteks serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang tungkai. Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu. Pajanan pada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi varisella kongenital, dan bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada usia beberapa bulan (Chiang dkk, 1995). Janin yang terpajan virus tepat sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum terbentuk, mengalami ancaman serius, bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat diseminata, yang sering kali mematikan. 2.Influenza Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae, meliputi influenza tipe A dan tipe B. Influenza A lebih serius dari pada B. Penyakit ini tidak mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul pneumonia, prognosis menjadi serius. Haris (1919) melaporkan angka kematian kasar ibu hamil sebesar 27 %, yang meningkat menjadi 50% apabila terjadi pneumonia. Pencegahan Center for Disease Control and Prevention(1998) menganjurkan vaksinasi terhadap influenza bagi semua wanita hamil setelah trimester pertama. Berapa pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis kronik, misalnya dibetes atau  jantung, divaksinasi. Amantadin berespon baik dan spesifik terhadap virus-virus influenza A apabila diberikan dalam 48 jam setelah awitan gejala. Efek pada janin Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A menyebabkan malformasi kongenital atau kelainan pada bayi.

Transcript of INFEKSI DALAM KEHAMILAN

Page 1: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 1/11

INFEKSI DALAM KEHAMILAN

Secara umum infeksi dalam kehamilan berdasarkan penyebabnya dikelompokan

menjadi tiga penyebab, yaitu :

1. Infeksi Virus ; meliputi varisella zooster, influenza, parotitis, rubeola, virus

pernafasan, enterovirus, parfovirus, rubella, sitomegalovirus.

2. Infeksi bakteri ; meliputi Streptokokus grup A, Streptokokus grup B, Listeriosis,

Salmonella, Shigella, Mourbus Hansen.

3. Infeksi protozoa; meliputi Toksoplasmosis, Amubiasis, amubiasis, infeksi

 jamur.

1.Varicella – zooster

Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella

bertambah parah selama kehamilan. Paryani dan Arvin (1986) melaporkan

bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami

pneumonitis. Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal.

Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang lebih

tua atau mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised).

Pencegahan

Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan mencegah atau

memperlemah infeksi varisella pada orang rentan yang terpajan apabila

diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m.

Efek pada janin

Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi dapat menyebabkan

malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa korioretinitis, atrofi

korteks serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang tungkai.

Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu. Pajananpada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi varisella

kongenital, dan bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada usia

beberapa bulan (Chiang dkk, 1995). Janin yang terpajan virus tepat sebelum dan

saat persalinan ketika antibodi ibu belum terbentuk, mengalami ancaman serius,

bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat diseminata, yang

sering kali mematikan.

2.Influenza

Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae, meliputi

influenza tipe A dan tipe B. Influenza A lebih serius dari pada B. Penyakit ini tidak

mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul pneumonia,prognosis menjadi serius. Haris (1919) melaporkan angka kematian kasar ibu

hamil sebesar 27 %, yang meningkat menjadi 50% apabila terjadi pneumonia.

Pencegahan

Center for Disease Control and Prevention(1998) menganjurkan vaksinasi

terhadap influenza bagi semua wanita hamil setelah trimester pertama. Berapa

pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis kronik, misalnya dibetes atau

 jantung, divaksinasi. Amantadin berespon baik dan spesifik terhadap virus-virus

influenza A apabila diberikan dalam 48 jam setelah awitan gejala.

Efek pada janin

Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A menyebabkan malformasikongenital atau kelainan pada bayi.

Page 2: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 2/11

3.Parotitis

Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai yang

disebabkan oleh paramiksovirus RNA. Virus terutama menginfeksi kelenjar liur,

tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen, pankreas dan organ lain. Parotitis

selama kehamilan tidak lebi parah dibanding pada orang dewasa tidak hamil dan

tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik (Ouhilal, 2000). Vaksin

 Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR kontraindikasi bagi

wanit haml.

Efek pada janin

 Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan angka kematian janin

maupun anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital sangat jarang dijumpai.

4.Rubeola (campak)

Virus tampaknya tidak bersifat teratogenik, tetapi terjadi peningkatan frekuensi

abortus dan BBLR pada kehamilan dengan penyulit campak (Siegel dan Fuerst,

1966). Apabila seorang wanita menderita campak sesaat sebelum melahirkan ,

timbul resiko infeksi serius yang cukup besar pada neonatus, terutama pada bayipreterm. Imunisasi pasif dapat dicapai dengan pemberian globulin serum imun 5

ml i.m dalam 3 hari setelah terpajan. Vaksinasi aktif tidak diberikan selama

kehamilan, tetapi wanita yang rentan secara rutin divaksinasi postpartum.

5.Rubella

Rubela atau campak Jerman, yaitu suatu penyakit yang biasanya tidak begitu

penting pada keadaan tidak hamil,pernah menjadi penyebab langsung hasil-

akhir kehamilan yang jelek dan bahkan lebih serius lagi, penyebab malformasi

kongenital berat. Hubungan antara rubela maternal dan malformasi kongenital

serius, pertama-tama dikenali oleh Gregg (1942), seorang ahli oftalmologi

Australia.Pencegahan

Untuk memberantas penyakit infeksi ini sama sekali, pendekatan berikut

dianjurkan untuk mengimunisasikan populasi dewasa, khususnya populasi

wanita usia reproduktif:

• Pendidikan bagi para petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat luas

mengenai bahaya infeksi rubella.

• Vaksinasi bagi para ibu yang rentan sebagai bagian dari perawatan medis dan

obstetrik rutin

• Vaksinasi bagi semua wanita yang datang ke klinik keluarga berencana

• Pengenalan dan vaksinasi bagi wanita yang belum memiliki kekebalan sesudah

• melahirkan bayi atau mengalami abortus

• Vaksinasi bagi wanita yang tidak hamil dan mempunyai kerentanan yang

diketahui lewat pemeriksaan serologi sebelum perkawinan

• Jaminan imunitas bagi semua petugas rumab sakit yang dapat terpapar pasien

rubela

• atau yang meng¬alami kontak dengan ibu hamil

Vaksinasi rubela dianjurkan agar tidak dilakukan sesaat sebelum kehamilan atau

pada saat kehamilan, mengingat vaksin tersebut merupakan virus hidup yang

dilemahkan. The Centers for Disease Control (1987b) telah mempertahankan pencatatan

Page 3: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 3/11

sejak tabun 1971 untuk memantau efek vaksinasi terhadap janin. Sampai tahun

1986, 1.176 wanita yang rentan terhadap infeksi rubela telab diimunisasi dalam

waktu 3 bulan sejak pembuahan dan untungnya tidak terdapat bukti yang

menunjukkan bahwa pemberian vaksin tersebut menimbulkan malformasi pada

bayi atau janin. Kasus¬ kasus di mana wanita yang rentan diimunisasi selama

keha¬milannya harus dilaporkan ke bagian pencatatan ini (Centers for Disease

Control, Atlanta, Georgia, 404-329-1870).

Diagnosis

Diagnosis rubela kadangkala sulit ditegakkan. Bukan hanya gambaran klinisnya

yang serupa dengan penyakit lain, namun juga kasus-kasus subklinis dengan

viremia dan infeksi pada embrio serta janin tidak tcrdapat. Tidak adanya anti¬

bodi terhadap rubela menunjukkan defisiensi imunitas. Adanya antibodi

menandakan respon imun terhadap viremia rubela, yang mungkin sudah

diperoleh di suatu tempat sejak beberapa minggu atau bertahun-tahun

sebelumnya. Jika antibodi rubela maternal terlihat pada saat terpapar rubela

atau sebelumnya, maka kekhawatiran ibu bisa diten-teramkan karenakemungkinan janin terkena infeksi tersebut sangat kecil. Orang yang tidak kebal

dan mendapatkan viremia akan memperlihatkan titer antibodi yang puncaknya

terjadi 1 hingga 2 minggu sesudah dimulainya gejala ruam, atau 2 hingga 3

minggu sesudah onset viremia, mengingat viremia secara klinis terlihat lebih

dabulu sebagai penyakit yang nyata sekitar 1 minggu sebelumnya. Karena itu

kece¬patan respon antibodi dapat mempersulit diagnosis, kecuali bila serum

sudah diantbil dahulu dalam waktu beberapa hari sesudah dimulainya gejala

ruam. Jika, misalnya, spesimen pertama diambil 10 hari sesudah ruam, maka

de¬teksi antibodi tidak akan berhasil membedakan antara kedua kemungkinan

ini: (1) bahwa penyakit yang baru saja terjadi benar-benar rubela; atau (2)bahwa penyakit tersebut bukan rubela, namun orang tersebut sudah kebal

terhadap rubela.

 Terlihatnya IgM yang spesifik pada ibu hamil menunjukkan suatu infeksi primer

dalam waktu beberapa bulan.

 Tes yang paling sering digunakan adalah HI (hemaglutination inhibition) tes.

Pada tes ini terlihat rubela antibodi menghalangi aglutinasi dari sel darah merah

oleh virus rubela. Pereriksaan ini membutuhkan waktu dan teknik yang kompleks

sehingga digantikan dengan dengan teknik pemeriksaan yang lain. Metode yang

baru berupa ELISA (enzyme linked immunoabsorbent assay), PHA (passive

agglutination), IFA (Immunofluoresence assay), RIA (radioimmunoassay), danradial immunodiffusion tes.

Sindrom Rubella Kongenital

Pada rubela seperti halnya pada infeksi virus yang lain, konsep tentang bayi

yang terinfeksi versus bayi yang terjangkit harus dipahami. Rubela merupakan

teratogen yang poten, dan 80 % dari ibu yang mendapatkan infeksi rubela serta

ruam dalam usia kehamilan 12 minggu akan mempunyai janin dengan infeksi

kongenital (Miller dkk., 1982).

Pada kehamilan minggu ke-13 hingga ke-14, insiden ini besarnya 54 persen, dan

pada akhir trimester kedua 25 persen. Dengan semakin tinggi usia kehamilan,

semakin kecil kemungkinan bagi infeksi tersebut untuk menimbulkan kelainankongenital. Sebagai contoh, cacat rubela terlihat pada semua bayi yang terbukti

Page 4: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 4/11

menderita infeksi intrauteri sebelum usia gestasional 11 minggu, namun hanya

35 persen bayi yang terinfeksi pada usia gestasional 13 hingga 16 minggu.

Meskipun tidak terlihat cacat pada 63 anak yang terinfeksi setelah usia

gestasional 16 minggu, namun anak-anak tersebut diikuti perkembangannya

dalam waktu 2 tahun, dan extended rubella syndrome dengan panensefalitis

progresif dan diabetes tipe 1 mungkin baru terlihat secara klinis setelah usia dua

puluh atau tiga pulub tahun. Kernungkinan sepertiga dari bayi yang asimtomatik

pada saat lahir akan memperlihatkan cedera pertumbuhan tersebut (American

College of Ob¬stetricians and Gynecologists, 1988).

Sindroma rubela kongenital mencakup satu atau lebih abnormnalitas berikut:

1. Kelainan mata, termasuk katarak, glaukoma, mi¬kroftalmia dan berbagai

abnormalitas lainnya

2. Penyakit jantung, termasuk patent ductus arte¬riosus defek septum jantung

dan stenosis arteri

3. Pulmonalis

4. Cacat pendengaran5. Cacat sistem saraf pusat termasuk meningoensefalitis

6. Retardasi pertumbuhan janin

7. Trombositopenia dan anemia

8. Hepatosplenomegali dan ikterus

9. Pneumonitis interstisialis difusa kronis

10. Perubahan tulang

11. Abnormalitas kromosom

6. Sitomegalovirus

Sitomegalovirus merupakan organisme yang ada di mana-¬mana serta pada

hakekatnya menginfeksi sebagian besar manusia, bukti adanya infeksi janinditemukan di antara 0,5 –2 % dari semua neonatus. Sesudah terjadinya infeksi

primer yang biasanya asimtomatik, 10 % infeksi pada janin menimbulkan

simtomatik saat kelahiran dan 5-25 % meninggalkan sekuele. Pada beberapa

negara infeksi CMV 1 % didapatkan infeksi in utro dan 10-15 % pada masa

prenatal(5) Virus tersebut menjadi laten dan terdapat reaktivasi periodik dengan

pelepasan virus meskipun ada antibodi di dalam serum. Antibodi humoral

diproduksi, namun imunitas yang diperanta¬rai oleh sel tampaknya merupakan

mekanisme primer untuk terjadinya kesembuhan, dan keadaan kekebalan yang

terganggu baik terjadi secara alami maupun akibat pemakaian obat-obatan akan

meningkatkan kecenderungan timbulnya infeksi sitomegalovirus yang serius.Diperkirakan bahwa berkurangnya surveilans imun yang diperantarai oleh sel,

menyebabkan janin-bayi tersebut berada dalam risiko yang tinggi untuk

terjadinya sekuele pada infeksi ini.

Infeksi Maternal

 Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan meningkatkan risiko

terjadinya infeksi sitomegalovirus maternal. Infeksi kebanyakan asimptomatik,

tetapi 15 % mempunyai mononucleosis like syndrome dengan gejala: demam,

paringitis, limpodenopathy, dan polyartritis. Jadi, infeksi primer yang ditularkan

kepada janin pada sekitar 40 persen kasus, lebih sering berkaitan dengan

morbiditas parah (Stagno dkk., 1986). Meskipun infeksi transplasental tidakuniversal, janin yang terinfeksi lebih besar kemungkinannya disertai dengan

Page 5: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 5/11

infcksi maternal selama paruh-pertama kehamilan. Sebagaimana virus herpes

lainnya, imunitas maternal terhadap sitomegalovirus tidak mencegah timbulnya

rekurensi (reaktivasi) dan juga tidak mencegah terjadinya infeksi kongenital.

Dalam kenyataannya, mengingat sebagian besar infeksi selama kehamilan

bersifat rekuren, mayoritas neonatus yang terinfeksi secara kongenital dilahirkan

dari wa¬nita-wanita ini. Untungnya, infeksi kongenital yang terjadi akibat infeksi

rekuren lebih jarang disertai dengan sekuele yang terlihat secara klinis dari pada

infeksi kongenital yang disebabkan oleh infcksi primer.

Infeksi Kongenital

Infeksi sitomegalovirus kongenital yang disebut penyakit inklusi sitomegalik,

menimbulkan suatu sindrom yang mencakup berat badan lahir rendah,

mikrosefalus, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, retardasi mental serta

motorik, gangguan sensorineural, hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik

dan purpura trombositopenik. Angka mortalitas di antara bayi yang terinfeksi

secara kongenital ini dapat mencapai 20 – 30 %, dan lebih 90 % bayi yang

berhasil hidup ternyata mendcrita retardasi mental, gangguan pendengaran,gangguan perkembangan psikoniotorik, epilepsy atau pun gangguan sistern

saraf pusat lainnya (Pass dkk., 1980).

Diagnosis

Prenatal diagnosis efek infeksi pada janin dapat deteksi dengan USG dan

Magnetic Resonace Imaging dengan ditemukan mikrosephal, vetriculomegali dan

serebral kalsifikasi.. Gold standar diagnosis infeksi CMV adalah kutur virus.

Diagnosis infeksi primer dibuat berdasarkan peningkatan titer IgG sebesar empat

kali lipat pada serum, baik dalam keadaan akut maupun konvalesensi yang

diukur sekaligus, atau dibuat dengan mendeteksi antibodi 1gM terhadap

sitomegalovirus di dalam serum maternal. Sayangnya, tidak satupun di antarakedua metode ini yang benar-benar akurat dalam memastikan infeksi maternal.

Celakanya tidak ada metode yang handal untuk memeriksa efek dari infeksi

 janin tersebut, termasuk pemeriksaan sonografi atau kultur cairan amnion untuk

menemukan sitomegalovirus.

USG dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi CMV tetapi terbatas dimana

 janin sudah mengalami gejala yang berat

7. Streptokokus grup B

Group Streptoccocus B (GBS) adalah penyebab dari infeksi kongenital yang

bInfeksi rat pada neonatus pada setiap 1000 kelahiran hidup atau 12.000 sampai

15.000 bayi setiap tahunnya di Amerika. Ini menjadi penyebab korioamnionitis,post partum endometritis dan sepsis pada ibu serta penyebab terpenting

terjadinya asfiksia intra uterine.(5)

Dalam tahun 1970-an, infeksi streptokokus grup B pada neonatus mengalami

peningkatan luar biasa, tetapi kemudian pada banyak rumah sakit terjadi

penurunan frekuensi infeksi tersebut. Penyebab terjadinya peningkatan yang

mencolok atau penurunan berikutnya tidak dengan jelas. Transmisi intrapartum

streptokokus grup B dari traktus genitalis maternal dengan kolonisasi kuman

tersebut kepada janin, dapat menimbulkan sepsis berat pads bayi segera

sesudah dilahirkan. Tergantung pada populasi yang diteliti, sebanyak 10 hingga

40 persen ibu data stadium kehamilan lanjut mengalami kolonisasi streptokokusgrup B dalam traktus genitalis bagian distal, dan separuh dari bayi yang baru

Page 6: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 6/11

dilahirkan akan terkena infeksi ini serta mengalami kolonisasi kuman tersebut.

Antibodi yang ditransmisikan dari ibu akan melindungi kebanyakan bayi ini;

tetapi, 1 hingga 2 persen dari bayi tersebut akan menderita kelainan secara

klinis. Bayi-bayi prematur atau dengan berat badan lahir yang rendah

merupakan bayi yang menghadapi risiko paling tinggi, namun lebih separuh dari

kasus-kasus sepsis streptokokus neonatal ternyata berupa neonatus yang aterm.

Bagi bayi yang mengalami infeksi ini, angka mortalitasnya mendekati 25 persen.

Pada septikemia akibat streptokokus grup B yang menandai penyakit dengan

onset dini, tanda-tanda sakit yang serius biasanya terjadi dalam waktu 48 jam

sesudah bayi lahir. Yang khas, selaput ketuban sudah pecah bebe¬rapa saat

sebelum persalinan, atau persalinan tersebut ter¬jadi sebelum waktunya. Bayi

dengan berat badan lahir yang rendah menghadapi kemungkinan lcbih besar

untuk menderita infeksi klinis serius. Tanda-tanda infeksi dengan onset dini

mencakup gawat pernafasan, apnea dan syok.

Karena itu, dari awal dokter harus sudah dapat membedakan antara kelainan

akibat gawat pernafasan idiopatik dan takipnea sepintas pada neonatus.Pengobatan segera de¬ngan pemberian antibiotik di saroping penanganan

masalah respirasinya, harus dilakukan untuk mempertahankan ke¬langsungan

hidup bayi. Angka mortalitas pada penyakit dengan onset yang dini bervariasi

dari 30 hingga 90 persen, dan prognosis untuk bayi prematur lebih buruk

Penyakit dengan onset lanjut biasanya terlihat sehagai meningitis yang timbul

sate minggu atau lebih sesudah la¬hir. Meskipun serotipe pada penyakit dengan

onset dini bervariasi antara bayi yang satu dengan lainnya, nantun

mikroorganisme yang paling sering ditemukan dalam tubuh bayi adalah

mikroorganisme yang sama seperti yang tcr¬dapat di dalam vagina ibu. Kendati

demikian, kasus-kasus meningitis paling sering discbabkan oleh mikroorganismeserotipe III. Angka mortalitasnya, meskipun cukup tinggi, lebih rendah pada

meningitis dengan onset lanjut dari pada sepsis dengan onset dini.

Diagnosis

Diagnosis yang terbaik adalah dengan kolonisasi antepartum dari kolonisasi ibu

yang diambil dari sepertiga bawah vagina dan daerah anorektal untuk dilakukan

kultur, yang tidak adekuat untuk intrapartum skrenning.

Pada pasien yang sedang bersalin diagnosis cepat dengan melakukan sediaan

hapus dari vagina. Karena sensitifitasnya yang rendah maka tes deteksi GBS ini

hanya dilakukan pada pada pasien dengan resiko tinggi adanya sepsis neonatus

dan memerlukan pengobatan segera.8. Listeriosis

Organisme ini adalah gram positip dimana 1 sampai 5 persen dari dewasa

memiliki lesteria yang ditemukan di feses. Transmisi ditemukan dari makanan

yang terkontaminasi atau susu yang busuk. Sering ditemukan pada penderita

usia muda- tua, wanita hamil, penderita dengan daya tahan yang turun. Pada

wanita hamil hanya berupa asimtomatik seperti panas badan influenza. Wanita

dengan listeriosis dapat menyebabkan fetal infeksi yang terlihat beruapa

disseminated granulomatous lesion. Pada bayi kemungkinan untuk terkena

infeksi ini sebesar 50 persen. manifestasi pada bayi setelah tiga atau empat

minggu setelah lahir. Infeksi ini serupa dengan dengan yang disebabkan olehgrup B haemolytic.streptococcus.

Page 7: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 7/11

9. Morbus Hansen

Penyakit lepra (kusta) ditularkan oleh penderita lepra setelah hubungan erat dan

lama. Biasanya penularan terjadi dalam masa kanak-kanak, akan tetapi mas

latennya sangat lama , masa inkubasinya bervariasi dari beberapa bulan sampai

beberapa tahun.

Infeksi laten menjadi nyata atau penyakitnya menjadi lebih jelas oleh faktor-

faktor yang menjadi daya tahan penderita, seperti purbertas , kehamilan, dan 6

bulan pertama setelah kelahiran , karena itu penderita sebaiknya tidak menjadi

hamil. Dalam penanganan lepra dalam kehamilan yang penting ialah

pencegahan anak terhadap infeksi.

Mycobacterium dapat dijumpai dalam plasenta dan tali pusat. Walaupun

demikian, seperti halnya dengan tuberculosis, infeksi kongenital sangat jarang.

Duncan (1980), melaporkan dalam penelitiannya terhadap penderita lepra yang

hamil, bahwa bayi yang dilahirkan lebih sering mengalami pertumbuhan janin

yang terhambat dan plasentanyapun berukuran lebih kecil dari

normal.Pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut mengalamiketerlambatan pula. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh status imunitas yang

rendah pada ibu. Bila seorang ibu mengalami infeksi lepra, pemisahan anak-

anak dari ibunya sejak kelahiran sangat dianjurkan, sampai ibunya sembuh

benar. Apabila tidak, maka 25 % kemungkinan anaknya menderita lepra.

Pengobatan memerlukan waktu yang sangat lama (sampai beberapa tahun).

Sekarang diberikan dengan obat-obat sulfa (diaminodietilsulfon), juga dalam

kehamilan. Berdasarkan penelitian diketahui pula bahwa ibu yang menderita

lepra dan mendapat poengobatan sulfa, dapat kontak dengan bayinya pada saat

menyusui saja. Dengan cara ini penularan tidak akan terjadi.

10. Toksoplasmosis Toksoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh Toxoplasma

gondii. Infeksi ditularkan lewat or¬ganisme berkista dengan memakan daging

mentah atau kurang matang, dan terinfeksi protozoa tersebut atau lewat kontak

dengan kotoran kucing yang terinfeksi, atau infeksi ini dapat terjadi secara

kongenital melalui penularan trans¬plasenta.

Patogenesis

Imunitas maternal tampaknya memberikan perlindungan terhadap penularan

transplasental parasit tersebut; dengan demikian, agar terjadi toksoplasmosis

kongenital, ibu harus mendapatkan infeksi tersebut selama kehamilannya.

Sekitar sepertiga dari para wanita di Amerika Serikat, mendapatkan antibodipelindung sebelum hamil dan kadar antibodi ini lebih tinggi di antara wanita

yang memelihara kucing seba¬gai binatang kesayangan.

Keluhan mudah lelab, nyeri otot dan kadangkala limfadenopati ditemukan pada

ibu yang terinfeksi, namun in¬feksi maternal tersebut paling sering terjadi

secara subkli¬nis. Infeksi pada kehamilan dapat mcnyebabkan abortus atau

mengakibatkan bayi lahir-hidup dengan gejala penya¬kit tersebut. Risiko

terjadinya infeksi meningkat menurut lamanya kehamilan dan kurang-lebih

15,30 serta 60 persen dalam trimester pertama, kedua dan ketiga (Remington

dan Desmonts, 1983).

Virulensi infeksi janin lebih besar kalau infeksi maternal didapat secara awaldalam kehamilan-untungnya keadaan ini jarang terjadi. Kurang dari sepuluh

Page 8: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 8/11

persen neonatus dengan toksoplasmosis kongenital memperlihatkan tanda¬

tanda sakit secara klinis pada scat lahir. Bayi yang terkena biasanya

mcmperlihatkan tanda-tanda penyakit yang menyeluruh dengan berat badan

lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia. Sebagian bayi terutama

men¬derita penyakit neurologi dengan konvulsi, kalsifikasi in¬trakranial dan

hidrosefalus atau mikrosefalus. Kedua kelompok bayi tersebut pada akhirnya

akan mengalami korioretinitis.

Diagnosis

 Tes yang paling membantu untuk menegakkan diagnosis ini adalah Sabin-

fieldman dye tes dan IgM- IFA ( IgM indirect fluorosence antibody tes).

Sabin- fieldman tes ini dilakukan pada akut infeksi frekuensi 2 bulan untuk

mencapai kadar maksimum yaitu lebih dari 300 IU/ml atau bahkan lebih dari

3000 IU/ml. Titer yang tinggi didapatkan untuk beberapa bulan atau tahun. Titer

yang rendah didapatkan sepanjang hidup.

Pedoman untuk interpretasi adalah:

1. Bila dye tes ini negatip tidak imun dan resiko pada kehamilaya.2. Bila dye tes positip perlu dilakukan segera tes IgM- IFA dan bila Tes IgM- IFA

hasilnya negatip, pasen sudah terinfeksi sebelum masa kehamilan.

3. Jika dye tes dibawah 300 IU/ml dan IgM-IFA positip, dye tes harus diulang 3

minggu kemudian. Jika ada peningkatan titer artinya pasen terinfeksi dua bilan

sebelumnya dan kemungkinan terjadinya infeksi kongenital.

4. Jika dye tes diatas 300 IU/ml dan IgM- IFA positip kemungkinan besar ibu

menderita toksoplasma aktif dan janin kemungkinan terinfeksi.

Infeksi kongenital didiagnosa dari :

1. Didapatkan toksoplasma dari cairan amnion dan darah janin.

2. Ditemukan IgM antibodi spesifik dan gamma glutamiltransferase dalam darahbayi setelah 22 miinggu.

Vaksinasi Pada Ibu Hamil

Submitted by sarimpi on 24 February 2011 - 2:29pm

Share

Vaksinasi buat ibu hamil yang lazim dilakukan di Indonesia cuma TT (Tetanus Toksoid).

Dilakukan sekali sebelum hamil dan sekali lagi seharusnya dilakukan malah sebelum

menikah. Kalau sebelum nikah atau sebelum hamil belum pernah mendapat vaksinasi ini,

 berarti saat hamil si ibu harus memperoleh suntikan TT sebanyak dua kali. Yakni selagi

hamil muda dan sebulan kemudian.Yang penting 2 bulan sebelum melahirkan si ibu sudah

komplet mendapatkan 'paket' suntikan ini.

Sebab, jika lewat dari waktu itu atau malah sudah dekat waktu melahirkan, kemungkinan

 besar belum sempat terbentuk antibodi atau daya imunitas untuk memerangi tetanus yang

mungkin menerpa saat melahirkan.

Page 9: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 9/11

DIANGGAP HARUS KB

Ironisnya, kendati sudah dicanangkan pemerintah melalui Departemen Kesehatan, banyak 

 pasangan muda yang justru menghindarinya. Selidik punya selidik, ternyata sekitar 90 persen

dari mereka ini menganggap, langkah pemerintah untuk menihilkan angka kejadian tetanus

tersebut justru sebagai penghambat kehamilan alias keharusan ber-KB!Boleh jadi karena dulu pemerintah terlalu gencar menggalakkan program KB,hingga semua upaya dari pemerintah

'dicap' sebagai media ber-KB.

Diperlukan upaya semua pihak untuk melakukan re-education pada masyarakat bahwa

 pemberian suntikan/vaksinasi TT justru diperlukan untuk menjaga janinnya kalau dalam

waktu dekat langsung hamil si ibu sudah mendapat daya imunitas terhadap tetanus.

Dengan pemberian vaksinasi TT menjelang nikah diharapkan bila yang bersangkutan tak 

disuntik lagi selama kehamilannya, minimal sudah terbentuk kekebalan dalam dirinya.

Kalaupun harus diberikan dua kali tak lain agar imunitas yang terbentuk diharapkan bisa

memberi respons terhadap serangan infeksi yang mungkin terjadi saat persalinan.

Pertimbangan utama yang membuat vaksinasi TT bisa diberikan pada ibu hamil,karena

vaksinasi ini ada yang terbuat dari protein tertentu hingga aman dan bisa diberikan pada ibu

hamil. Tidak seperti vaksinasi lainnya semisal rubella, varicella, meningitis, tokso ataupun

vaksinasi lain yang tak boleh diberikan pada ibu hamil karena merupakan virus yang

dilemahkan hingga terlarang untuk diberikan karena dikhawatirkan malah mengganggu atau

merusak kehamilan.Itu sebabnya tidak ada jenis vaksinasi lain yang bisa diberikan selain TT

yang harus diberikan sebelum hamil.

MESTI LANGSUNG BER-KB

Sementara untuk vaksinasi lain, semisal TORCH tak disarankan dilakukan dalam keadaan

hamil. Agar lebih safe sekaligus untuk menghindari dampak merugikan/membahayakan,

mereka yang mendapat vaksinasi TORCH, minimal 3 bulan setelah suntik, justru tak 

diperbolehkan hamil dan disarankan langsung ber-KB untuk sementara waktu. Sebab jika

sampai hamil sebelum tenggang waktu tersebut, ditakutkan virus TORCH yang ganas ini bisa

menimbulkan kecacatan pada bayi, sekalipun sudah dilemahkan. Kendati boleh jadi terhadap

si ibu, virus dalam vaksin tadi tak memberi reaksi berarti karena tubuhnya sudah memperoleh

kekebalan.

Berbeda dengan campak/varicella pada anak-anak. Bila sudah pernah terinfeksi,kekebalannya boleh dibilang seumur hidup. Dalam arti, kalau sudah terkena penyakit tersebut

tidak akan terkena lagi. Sementara rubella, kendati sudah pernah divaksin semasa kanak-

kanak, belum tentu "aman" dari ancaman penyakit ini saat menikah kelak. Begitu juga halnya

dengan vaksinasi untuk kasus-kasus TORCH. Kekebalan yang terbentuk hanya akan

melindungi untuk waktu-waktu tertentu saja. Hingga bisa saja ketika daya tahan tubuhnya

menurun, yang bersangkutan terkena meski sudah mendapat vaksinasi.

Hampir semua jenis vaksin memiliki virulensi (kemampuan menginfektir/menimbulkan

infeksi pada orang) sangat lemah. Sementara pada prinsipnya, tubuh individu yang

 bersangkutan sendiri akan membentuk sistem kekebalan saat virus serupa menyerang.

Page 10: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 10/11

Semisal, kala terserang pilek atau sakit-sakit lain dalam "kadar" ringan/biasa. Dengan begitu,

saat terserang penyakit yang sama dalam porsi yang lebih berat sekalipun, tubuh telah

memiliki antibodinya.

Kendati begitu, ibu yang pernah sakit kuning di masa kecilnya harus lebih berhati-hati.

Artinya, bukan tidak mungkin dulu ia cuma terkena hepatitis tipe A yang tidak terlalumenimbulkan masalah dibanding hepatitis jenis B maupun C yang pasti membutuhkan

 penanganan berbeda karena dampak yang ditimbulkan pun berbeda. Sebabnya dalam

kepustakaan disebutkan setiap orang yang pernah terkena sakit kuning semasa kecil dalam

kurun waktu 5-15 tahun mendatang berisiko mengalami sirosis atau pengerasan hati.Ini

terbilang fatal dan bisa berakhir dengan kematian.

Karena itu,ibu hamil yang ketahuan positif terinfeksi hepatitis atau punya lingkungan yang

rawan, semisal tinggal serumah dengan pengidap hepatitis, bayinya akan terkena infeksi

serupa dalam 24 jam pertama. Apalagi hepatitis menular dan bisa ditularkan lewat sentuhan.

Hingga belakangan ini kepada para ibu gencar dianjurkan untuk cek HbsAg untuk 

mengetahui apakah mereka mengidap atau tidak.

BERKEMUNGKINAN CACAT

Sayangnya pemberian vaksinasi tanpa melalui plasenta juga tidak mungkin karena vaksinasi

apa pun pasti akan melalui aliran darah si ibu menuju janinnya. Bahkan di awal kehamilan

(usia 2-8 minggu yang kerap disebut masa embriologi), belum ada barrier/penghalang karena

 plasenta pun belum terbentuk. Saat itu plasenta masih berbentuk desidua yang bisa dilewati

kuman atau virus apa saja. Hingga sangat rawan terhadap berbagai kemungkinan cacat yang

muncul akibat serangan kuman atau virus yang masuk tadi.

Kendati begitu, bukan berarti setelah terbentuk plasenta pada kehamilan usia 4-5 bulan, lantas

masuknya "bahaya" tadi tidak menimbulkan masalah. Paling tidak, bisa terhambat karena

 plasenta sudah berfungsi sebagai barier yang menghadang masuknya kuman-kuman. Itulah

mengapa kalaupun pemberian vaksinasi TT yang pertama terlambat diberikan, lantas

dipaksakan masuk sesudah usia kehamilan cukup tua,nyaris tak ada gunanya lagi karena

sudah terlalu dekat dengan waktu persalinan sementara kekebalan tubuh yang diharapkan

 boleh jadi belum terbentuk.

Selain itu, didasari pula pada pertimbangan dari berbagai penelitian bahwa pemberian

vaksinasi apa pun tetap memberikan dampak yang merugikan terhadap janin. Riskan sekali

kalau vaksinasi yang dimaksudkan memberi kekebalan pada si ibu malah berkemungkinanmenimbulkan kecacatan bayi. Terlebih jenis Tokso, Rubella, dan Citomegalo yang sama

 bahayanya untuk janin muda usia maupun janin siap lahir. Sebab virus jenis ini sasaran

utamanya adalah daerah otak. Bisa jadi karena sawar penolak jaringannya sangat minim,

hingga kepala memang teramat rawan terhadap berbagai kemungkinan infeksi.Otak 

merupakan pusat susunan syaraf sekaligus pusat pengendali semua aktivitas tubuh. Hingga

 bisa saja tidak tampak cacat, tapi si bayi mengalami ketulian atau katarak kongenital yang

membuat padangannya kabur.

Kecacatan semacam itu baru tampak di kemudian hari saat anak berusia 3-4 tahun. Infeksi

yang sudah ada sejak dalam rahim tapi dampaknya baru terlihat belakangan semacam ini

disebut infeksi intrauterine yang merupakan salah satu dampak buruk akibat infeksi golonganTORCH.

Page 11: INFEKSI DALAM KEHAMILAN

5/11/2018 INFEKSI DALAM KEHAMILAN - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-dalam-kehamilan 11/11

PENAPISAN SELEKTIF

Sedangkan bila TORCH sudah mengenai ibu yang hamil, akan lebih sulit lagi upaya

 penyelamatan terhadap ibu maupun janinnya. Jika diberikan obat pun saat sudah terkena, tak 

lain hanya untuk mencegah tingkat keparahan/progresivitasnya. Sementara mengurangi atau

malah menghilangkannya, nyaris mustahil. Kuman-kuman golongan berbahaya ini jikamengenai si ibu di awal-awal kehamilan biasanya akan menyebabkan abortus spontan.

Hingga boleh dibilang si ibu maupun janinnya "terselamatkan".

Sebaliknya, kalau abortus tidak terjadi berarti infeksi tersebut berlangsung terus. Terutama

 jika setelah periksa laboratorium, IgM-nya positif, maka dipastikan yang bersangkutan

terinfeksi penyakit tertentu. Sementara kalau hanya IgG-nya yang positif berarti dulu dia

 pernah terinfeksi, namun sekarang tidak lagi. Jika suatu saat nanti diadakan pemeriksaan

kembali terjadi peningkatan IgG yang bermakna berarti terjadi infeksi ulang.

Kendati begitu IgM dan IgG yang positif bukan merupakan indikator utama yang

mengharuskan seseorang dianjurkan mendapat vaksinasi atau tidak mengingat mahalnya

 biaya vaksinasi tertentu ini. Semisal biaya untuk TORCH yang mencapai Rp 1 juta lebih.

Hingga para ginekolog umumnya akan mengadakan penapisan selektif hanya pada mereka

yang berkemungkinan terkena infeksi tersebut.

Artinya, mereka yang karena kebiasaan maupun pekerjaan memang berisiko besar terhadap

kemungkinan penyakit tersebut. Semisal yang bersangkutan harus bersentuhan dengan tanah

atau binatang tertentu yang merupakan media virus tertentu, kendati penyebab penyakit

sebetulnya ada di mana saja dan tak bisa diketahui dengan mata telanjang.Mereka yang

diduga berkemungkinan terinfeksi ini prosentasenya jauh lebih sedikit dibanding mereka

yang "aman".

TINDAKAN ANTISIPATIF

Seperti halnya pada balita, kondisi ibu saat pemberian vaksinasi pun harus dalam keadaan fit.

Hingga bila sedang pilek atau tak enak badan, sebaiknya ditunda saja. Begitu juga reaksi

sesaat yang muncul seperti demam. Membangun sistem kekebalan tubuh yang prima dengan

membiasakan hidup sehat jauh lebih baik hasilnya ketimbang upaya membangun kekebalan

tubuh lewat vaksinasi.

Bentuk antisipasi untuk menghindari rubella, contohnya, bisa dilakukan relatif amat

sederhana. Semisal ibu hamil agar menjauhi makanan setengah matang atau malah tak dimasak sama sekali.Meski angka kejadiannya sangat jarang di Indonesia, ada baiknya

dicegah. Begitu juga saat makan buah sebaiknya kulitnya dikupas dan biasakan cuci bersih

kedua tangan dengan sabun sebelum makan maupun menyentuh/mengolah bahan-bahan

makanan.

Begitu juga dengan prinsip pemeriksaan sepanjang kehamilan setiap 3 bulan, sebulan, 2

minggu sekali kemudian meningkat jadi seminggu sekali di minggu-minggu terakhir 

kehamilan. Sasaran pemeriksaan antenatal untuk menjaga agar wanita hamil lebih sehat

dibanding sewaktu tidak/belum hamil. Dengan kondisi yang sehat, otomatis sistem kekebalan

tubuhnya secara keseluruhan jadi bagus. Pertimbangan lain adalah untuk mendeteksi secara

dini apabila terjadi kelainan/penyakit yang mungkin menyerang si ibu. Selain agar si ibudapat melahirkan dengan sehat, baik ibu maupun bayinya sehat secara fisik dan mental.