Infeksi CMV Dalam Kehamilan

45
BAB I PENDAHULUAN Infeksi Cytomegalovirus (CMV) merupakan bagian dari infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes Simplex Virus). Infeksi CMV dikenal berdampak negatif terhadap janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil yang terinfeksi. Infeksi CMV pada ibu hamil sering bersifat silent, tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau menimbulkan gejala minim bagi ibu, namun dapat memberi dampak yang berat bagi fetus yang dikandung. Infeksi CMV juga menyebabkan infeksi kongenital bagi bayi yang dilahirkan. Keadaan seperti ini perlu dideteksi dengan cepat sehingga dapat diberikan pengelolaan yang tepat. Infeksi CMV tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan dapat berdiri sendiri karena selain pada ibu hamil dan fetus, CMV dapat menyerang individu lainnya. Prevalensi infeksi CMV sangat tinggi, dan walaupun umumnya bersifat silent, infeksi CMV ternyata dapat memicu banyak komplikasi pada berbagai sistem tubuh. 1

description

Referat Obsgyn

Transcript of Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Page 1: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

BAB IPENDAHULUAN

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) merupakan bagian dari infeksi TORCH

(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes Simplex Virus). Infeksi

CMV dikenal berdampak negatif terhadap janin atau fetus yang dikandung oleh

wanita hamil yang terinfeksi. Infeksi CMV pada ibu hamil sering bersifat silent,

tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau menimbulkan gejala minim bagi ibu,

namun dapat memberi dampak yang berat bagi fetus yang dikandung. Infeksi

CMV juga menyebabkan infeksi kongenital bagi bayi yang dilahirkan. Keadaan

seperti ini perlu dideteksi dengan cepat sehingga dapat diberikan pengelolaan

yang tepat.

Infeksi CMV tidak selalu bergabung dalam infeksi TORCH, melainkan dapat

berdiri sendiri karena selain pada ibu hamil dan fetus, CMV dapat menyerang

individu lainnya. Prevalensi infeksi CMV sangat tinggi, dan walaupun umumnya

bersifat silent, infeksi CMV ternyata dapat memicu banyak komplikasi pada

berbagai sistem tubuh.

Diagnosis infeksi CMV tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan latar belakang

klinik saja, terlebih bila tidak dijumpai keluhan atau hanya menimbulkan keluhan

yang mirip dengan infeksi virus pada umumnya. Deteksi secara laboratorik

diperlukan untuk menunjang diagnosis. Sejauh ini, pemeriksaan laboratorium

untuk mendeteksi infeksi CMV banyak dilakukan oleh pasangan pranikah,

prahamil, atau wanita hamil yang mempunyai riwayat kelainan kehamilan

termasuk keguguran atau ingin punya anak, serta bayi baru lahir cacat.

1

Page 2: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Pengetahuan tentang CMV dan respons imun terhadap CMV perlu dipelajari

dalam rangka mengetahui mekanisme tubuh untuk memberikan perlindungan, dan

bagaimana kegagalan usaha perlindungan terjadi hingga mengakibatkan

timbulnya berbagai penyakit atau manifestasi klinik infeksi CMV. Interpretasi

hasil pemeriksaan laboratorium perlu dipelajari, agar dapat diketahui adanya

infeksi asimtomatik, status infeksi, kemungkinan penyebaran infeksi baik di

dalam ataupun di luar tubuh. Semua hal tersebut diperlukan dalam upaya

memberikan wawasan untuk membantu penatalaksanaan infeksi CMV,

melakukan pengobatan seawal mungkin, mencegah dampak negatif, baik pada

individu dengan imunitas yang baik maupun immunocompromised, serta

mencegah penyebaran atau penularan penyakit.

2

Page 3: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cytomegalovirus merupakan virus dari famili Herpetoviridae subfamili β

berukuran sedang yang mengandung double stranded DNA. Nukleokapsid

berukuran garis tengah 110 nm, simetri kubikal dan memiliki 162 kapsomer.

Selubung virus mengandung lipoprotein dan mempunyai diameter antara 150 nm

dan 200 nm (Drew, 2004; Soedarto, 2010).

2.2 Epidemiologi

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas dan terjadi endemik tanpa

tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan

keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang dewasa, hasil

pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat

kurang lebih 1% setiap tahun. Di negara berkembang, lebih dari 80-90%

masyarakat terinfeksi oleh CMV (Griffiths, 2004). Lisyani dalam observasi

selama setahun pada tahun 2004, mendapatkan dari 395 penderita tanpa keluhan

yang memeriksakan diri untuk antibodi anti-CMV, 344 menunjukkan hasil

pemeriksaan IgG (imunoglobulin G) seropositif, 7 dari 344 penderita tersebut juga

disertai IgM positif, dan 3 penderita hanya menunjukkan hasil IgM positif. Total

seluruhnya 347 orang atau 87,8% menunjukkan seropositif. Hasil observasi ini

menyokong pendapat bahwa sangat banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh

CMV, dan sebagian besar sudah berjalan kronik dengan hanya IgG seropositif,

tanpa menyadari bahwa hal tersebut telah terjadi (Budipardigdo, 2007).

3

Page 4: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal

yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi

luas di antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar 0,2–3%, ada

pula sebesar 0,7-4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari

seluruh kehamilan. Ogilvie melaporkan bahwa penularan seperti ini terjadi kira-

kira pada 1 dari 3 kasus wanita hamil. Infeksi fetus in utero yang terjadi ketika ibu

mengalami reaktivasi, reinfeksi, biasanya bersifat asimtomatik saat lahir dan

kurang menimbulkan sequelae (gejala sisa) dibandingkan dengan infeksi primer.

Hal ini disebabkan karena antibodi IgG anti-CMV maternal dapat melewati

plasenta dan bersifat protektif. Keadaan asimtomatik saat lahir dijumpai pada 5–

17%, ada pula yang melaporkan 90% dari infeksi CMV kongenital. Infeksi

kongenital simtomatik dapat terjadi bila ibu terinfeksi dengan strain CMV lain.

Numazaki melaporkan sekitar 7% kasus dengan gejala cytomegalic inclusion

disease (CID) dijumpai pada saat lahir, sedangkan Lipitz melaporkan sebesar 10 –

15%, dan dapat menimbulkan risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang

progresif (progressive sensorineural hearing loss atau SNHL), atau defek

perkembangan neurologik (retardasi mental) di kemudian hari. Progresivitas

komplikasi neurologik ini berhubungan dengan infeksi CMV yang persisten,

replikasi virus atau respons tubuh anak (Budipardigdo, 2007).

2.3 Virologi Cytomegalovirus

Virus Cytomegalovirus (CMV) termasuk keluarga virus Herpes. Sekitar 50%

sampai 80% orang dewasa memiliki antibodi anti CMV. Infeksi primer virus ini

terjadi pada usia bayi, anak-anak, dan remaja yang sedang dalam kegiatan seksual

aktif. Penderita infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang khusus, tetapi virus

terus hidup dengan status laten dalam tubuh penderita selama bertahun – tahun

(Karger, 2001).

Bersama dengan Cytomegalovirus hewan, Cytomegalovirus manusia (HCMV)

juga disebut dalam literatur terbaru sebagai manusia herpesvirus 5 (HHV-5), milik

keluarga Herpesviridae, subfamili Betaherpesvirinae, Cytomegalovirus genus.

Nama ini berasal dari fakta bahwa CMV menyebabkan pembesaran sel yang

4

Page 5: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

terinfeksi (cytomegaly) dan mendorong badan inklusi karakteristik. Genom

HCMV terdiri dari DNA untai ganda dengan sekitar 230.000 pasangan basa.

Genom ini tertutup oleh kapsid icosahedral (diameter 100-110 nm, 162

capsomers). Antara kapsid dan amplop virus terdapat lapisan protein yang dikenal

sebagai tegument. Amplop virus berasal dari membran sel. Setidaknya delapan

glikoprotein virus yang berbeda tertanam di lapisan ganda lipid. Partikel virus

matang memiliki diameter 150-200 nm. Seperti semua herpesvirus, HCMV

sensitif terhadap pH rendah, agen lipiddissolving, dan panas. HCMV memiliki

waktu paruh sekitar 60 menit pada 37°C dan relatif stabil pada -20°C. Perlu

disimpan di setidaknya -70°C untuk mempertahankan infektivitasnya (Karger,

2001).

Gambar 1. HCMV Human Cytomegalovirus (Karger, 2001).

Virus CMV akan aktif apabila host mengalami penurunan kondisi fisik, seperti

wanita yang sedang hamil atau orang yang mengalami pencangkokan organ tubuh.

Jika infeksi pada wanita hamil terjadi pada awal kehamilannya maka kelainan

yang ditimbulkan semakin besar (Karger, 2001).

Hanya sekitar 5 hingga 10 bayi yang terinfeksi CMV selama masa kehamilan

menunjukkan gejala kelainan sewaktu dilahirkan. Gejala klinis yang umum

dijumpai adalah berat badan rendah, hepatomegali, splenomegali, kulit kuning,

radang paru -paru, dan kerusakan sel pada jaringan syaraf pusat. Gejala non syaraf

akan muncul pada beberapa minggu pertama, cacat pada jaringan syaraf yang

5

Page 6: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

akan berlanjut menjadi kemunduran mental, gangguan pendengaran, gangguan

penglihatan, anensefali, dan mikrosefali (Karger, 2001).

CMV lebih sering menyerang mata yang dapat dengan cepat menyebabkan

kebutaan. Bila tidak diobati, CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh dan

menginfeksi ke beberapa organ lain sekaligus. Risiko infeksi CMV paling tinggi

terjadi bila sel CD4 kurang dari 100 (Karger, 2001).

2.4 Transmisi CMV

Risiko mendapatkan sitomegalovirus (CMV) melalui kontak biasa sangat kecil.

Virus ini biasanya ditularkan dari orang yang terinfeksi kepada orang lain melalui

kontak langsung dari cairan tubuh, seperti urin, air liur, atau ASI. CMV ditularkan

secara seksual dan dapat menyebar melalui organ-organ transplantasi dan transfusi

darah (Karger, 2001).

Orang yang terinfeksi CMV dapat menularkan virus. Anak-anak kecil sering

menularkan CMV selama berbulan-bulan setelah mereka pertama terinfeksi.

Walaupun orang tua dari anak-anak yang terinfeksi dapat ikut terinfeksi dari anak-

anak mereka, CMV tidak menyebar dengan mudah (Karger, 2001).

Meskipun CMV dapat ditularkan melalui ASI, infeksi yang terjadi dari pemberian

ASI biasanya tidak menimbulkan gejala atau penyakit pada bayi. Namun, infeksi

CMV setelah lahir dapat menyebabkan penyakit pada bayi lahir prematur atau

BBLR. Oleh karena itu, ibu bayi tersebut harus berkonsultasi dengan penyedia

layanan kesehatan tentang pemberian ASI (Karger, 2001).

2.4.1 Transmisi CMV selama Kehamilan

Di Amerika Serikat, sekitar 30-50% wanita tidak pernah terinfeksi CMV. Sekitar

1-4 dari setiap 100 wanita yang belum pernah terinfeksi CMV mengalami infeksi

(pertama) primer CMV selama kehamilan. Sekitar sepertiga dari wanita (33 dari

6

Page 7: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

setiap 100) yang terinfeksi CMV untuk pertama kalinya selama kehamilan akan

meneruskan infeksi pada bayi mereka (Karger, 2001).

Di Amerika Serikat, sekitar 50-80% wanita telah terinfeksi CMV pada usia 40

tahun. Jika seorang wanita terinfeksi CMV sebelum hamil, risiko menularkan

virus ke janinnya sekitar 1 dalam 100. Pada wanita hamil, dua transmisi yang

paling umum untuk CMV melalui hubungan seksual dan melalui kontak dengan

urin dan air liur anak-anak muda dengan infeksi CMV (Karger, 2001).

2.4.2 Penularan CMV ke Bayi sebelum Lahir

Penularan/transmisi CMV berlangsung secara horisontal, vertikal, dan hubungan

seksual. Transmisi horisontal terjadi melalui infeksi droplet dan kontak dengan air

ludah dan air seni. Sementara itu, transmisi vertikal adalah penularan proses

infeksi maternal ke janin. Infeksi CMV kongenital umumnya terjadi karena

transmisi transplasental selama kehamilan dan diperkirakan 0,5%-2,5% dari

populasi neonatal. Di masa peripartum, infeksi CMV timbul akibat pemaparan

terhadap sekresi serviks yang telah terinfeksi melalui air susu ibu dan tindakan

transfusi darah. Dengan cara ini prevalensi diperkirakan 3-5% (Prawirohardjo,

2010). Transmisi selama kehamilan trimester I memiliki resiko sebesar 36%,

sedangkan pada trimester III resiko penularan meningkat menjadi 77,6%

(Lazzarotto et al, 2011).

2.5 Patogenesis Infeksi Cytomegalovirus

CMV adalah virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vitro dan in vivo.

Efek patologis infeksi CMV adalah sel yang membesar dengan badan inklusi

virus (viral inclusion bodies). Sel yang terkena sitomegali juga terlihat pada

infeksi yang disebabkan oleh Betaherpesvirinae lain. Secara mikroskopis, sebutan

bagi sel ini adalah mata burung hantu. Walaupun merupakan suatu dasar

diagnosis, tampilan histologis seperti ini hanya ada sedikit atau tidak ada pada

organ terinfeksi (Akhter & Wills, 2010).

7

Page 8: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Gambar 2. Pewarnaan hematoxylin-eosin pada potongan paru menunjukan

inklusi mata burung hantu yang tipikal (Wiedbrauk, dalam Akhter & Wills, 2010)

Virus CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di

permukaan sel inang, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam

vakuole di sitoplasma, lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat

menuju ke nukleus sel inang (uncoating) (Budipardigdo, 2007). Riwayat infeksi

CMV sangat kompleks, setelah infeksi primer, virus diekskresi melalui beberapa

tempat dan ekskresi virus dapat menetap beberapa minggu, bulan, bahkan tahun

sebelum virus hidup laten. Episode infeksi ulang sering terjadi, karena reaktivasi

dari keadaan laten dan terjadi pelepasan virus lagi. Infeksi ulang juga dapat terjadi

eksogen dengan strain lain dari CMV. Infeksi CMV dapat terjadi setiap saat dan

menetap sepanjang hidup. Virus hidup dormant dalam sel inang tanpa

menimbulkan keluhan atau hanya keluhan ringan seperti common cold. Replikasi

virus merupakan faktor risiko penting untuk penyakit dengan manifestasi klinik

infeksi CMV. Penyakit yang timbul melibatkan peran dari banyak molekul baik

yang dimiliki oleh CMV sendiri maupun molekul tubuh inang yang terpacu

aktivasi atau pembentukannya akibat infeksi CMV. CMV dapat hidup di dalam

bermacam sel seperti sel epitel, endotel, fibroblas, leukosit polimorfonukleus,

makrofag yang berasal dari monosit, sel dendritik, limfosit T (CD4+ , CD8+),

limfosit B, sel progenitor granulosit-monosit. CMV menyebabkan infeksi sistemik

dan menyerang banyak macam organ antara lain kelenjar ludah, tenggorokan,

8

Page 9: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

paru, saluran cerna, hati, kantong empedu, limpa, pankreas, ginjal, adrenal, otak

atau sistem syaraf pusat. Virus dapat ditemukan dalam saliva, air mata, darah,

urin, semen, sekret vagina, air susu ibu, cairan amnion dan lain-lain cairan tubuh.

Ekskresi yang paling umum ialah melalui saliva, dan urin dan berlangsung lama,

sehingga bahaya penularan dan penyebaran infeksi mudah terjadi. Ekskresi CMV

pada infeksi kongenital sama seperti pada ibu, juga berlangsung lama

(Budipardigdo, 2007).

Reaktivasi, replikasi dan reinfeksi umum terjadi secara intermiten, meskipun

tanpa menimbulkan keluhan atau kerusakan jaringan. Replikasi DNA virus dan

pembentukan kapsid terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel terinfeksi CMV

dapat berfusi satu dengan yang lain, membentuk satu sel besar dengan nukleus

yang banyak. Endothelial giant cells (multinucleated cells) dapat dijumpai dalam

sirkulasi selama infeksi CMV menyebar. Sel berinti ganda yang membesar ini

sangat berarti untuk menunjukkan replikasi virus, yaitu apabila mengandung

inklusi intranukleus berukuran besar seperti mata burung hantu (owl eye)

(Budipardigdo, 2007).

Respons imun seseorang memegang peran penting untuk mengeliminasi virus

yang telah menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang baik

(imunokompeten), infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi, namun

penyakit dapat menjadi berat bila individu berada dalam keadaan immature

(belum matang), immunosuppressed (respons imun tertekan) atau

immunocompromised (respons imun lemah), termasuk ibu hamil dan neonatus,

penderita HIV (human immunodeficiency virus), penderita yang mendapatkan

transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan dan yang menderita penyakit

keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang tertekan atau lemah, belum

mampu membangun respons baik seluler maupun humoral yang efektif, sehingga

dapat mengakibatkan nekrosis atau kematian jaringan yang berat, bahkan fatal

(Budipardigdo, 2007).

9

Page 10: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Respons imun terhadap infeksi CMV sama seperti infeksi virus pada umumnya,

bersifat kompleks meliputi respons imun seluler maupun humoral. Kontrol yang

cepat dan segera pada infeksi akut dilakukan oleh sistem imun yang diperantarai

oleh sel NK (natural killer), sel T CD8+ dan dengan bantuan sel T CD4+. Sel NK,

anggota limfosit nonT-nonB yang beredar dalam sirkulasi darah dan jaringan,

merupakan komponen nonspesifik dari sistem imun bawaan, akan mengenali sel

inang yang terinfeksi virus, kemudian menghancurkan sel tersebut dengan cara

lisis proteolitik. Pada awal infeksi akut, dalam respons imun spesifik, antigen

virus diproses oleh makrofag antigen presenting cells (APC), dipresentasikan ke

sel limfosit T CD4+ (T helper) yang memproduksi sitokin dan memicu proliferasi

klon tunggal sel T sitotoksik atau sitolitik (CD8+) yang tersensitasi. Sel T CD8+

yang teraktivasi kemudian secara spesifik akan menghancurkan sel inang yang

mengekspresikan antigen virus yang berikatan dengan major histocompatibility

complex (MHC) atau human leucocyte antigen (HLA) kelas I di permukaan sel.

MHC atau HLA kelas I dijumpai pada hampir semua sel berinti. Respons imun ini

ditargetkan terhadap bermacam antigen seperti protein IE1, IE2, gB dan pp 65.

Sel T-CD4+ spesifik juga memegang peran penting di dalam mengontrol infeksi

virus dengan cara melepaskan interferon γ ( IFN-γ ) yang kemudian mengaktifkan

makrofag sebagai fagosit. Imunitas yang diperantarai sel ini memegang peran

utama untuk menekan aktivitas virus yang menetap secara laten (Budipardigdo,

2007).

Respons imun humoral terbentuk karena fragmen antigen yang berikatan dengan

molekul MHC kelas II dipresentasikan oleh APC kepada limfosit T-CD4+.

Produksi sitokin terpacu untuk mengaktifkan sel B, kemudian sel B berproliferasi

dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi atau

imunoglobulin. IgM muncul pertama kali, setelah itu dengan mutasi somatik yang

terjadi pada limfosit B yang terstimulasi antigen, maka akan terjadi isotype

switching dan terbentuk isotype immunoglobulin yang lain seperti IgG, IgA, IgE,

dan IgD. Antibodi yang terbentuk pada awalnya memiliki kekuatan mengikat

antigen yang masih lemah, selanjutnya terjadi affinity maturation terhadap

sebagian dari sel B, sehingga menghasilkan antibodi yang mampu mengikat

10

Page 11: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

antigen dengan kuat. Kekuatan ikatan antibodi terhadap antigen ini disebut high-

affinity dan high avidity. Antibodi IgG adalah yang paling utama melakukan

neutralisasi dan eliminasi terhadap CMV yang beredar dalam sirkulasi. IgG

tersebut adalah antibody anti-gB (anti-glikoprotein B) yang merupakan antibodi

terhadap antigen paling imunogenik dari amplop CMV (Budipardigdo, 2007).

CMV kongenital terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu

menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada kurang lebih 0,5–

1% dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren. Viremia pada ibu hamil

dapat menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta,

menuju ke fetus baik pada infeksi primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi

rekuren endogen, yang mungkin akan menimbulkan risiko tinggi untuk kerusakan

jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi primer lebih tinggi daripada

reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Infeksi transplasenta juga dapat

terjadi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat sepanjang kehamilan, namun

infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan menimbulkan penyakit yang

lebih berat (Dwindra, 2009).

Respons imun pada fetus dan anak diperantarai sel yang terbentuk 1 minggu

sebelum respons humoral, mencapai puncak sama dengan respons humoral.

Respons imun seluler mulai dapat terdeteksi dengan baik pada umur fetus 22

minggu. Aktivasi dan diferensiasi sel T CD4+ dapat terjadi, meskipun kemampuan

untuk menghasilkan IFN-γ masih lemah. Hasil suatu studi menyatakan bahwa

peran sel T CD4+ spesifik dengan frekuensi yang tinggi pada neonatus

memungkinkan terjadi stimulasi terhadap imunitas seluler, sehingga infeksi CMV

kongenital bersifat asimtomatik. Respons imun humoral dimulai pada 9–11

minggu kehamilan, namun kadar antibodi dalam sirkulasi tetap rendah sampai

pertengahan kehamilan, kecuali terdapat virus dalam titer tinggi dan ada

perkembangan reseptor antigen di permukaan sel keadaan ini, kadar antibodi

meningkat dengan predominan IgM. Pada infeksi kongenital, IgG maternal dapat

menembus plasenta masuk ke sirkulasi fetus, sedangkan IgM atau IgA yang

terdeteksi pada darah tali pusat neonatus, menunjukkan bahwa antibodi tersebut

11

Page 12: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

diproduksi oleh fetus atau bayi sendiri yang terinfeksi secara vertikal dari ibu.

Pada reaktivasi, antibodi anti-CMV terbentuk adekuat, sebaliknya terjadi defek

imunitas yang diperantarai sel dengan penurunan jumlah sel NK dan T CD8+

(Budipardigdo, 2007).

2.6 Manifestasi Klinis dan Komplikasi

1. Manifestasi Klinis Secara Umum

Pada populasi dewasa normal, CMV bersifat dormant (tidak aktif) dalam

tubuh. CMV hanya bermanifestasi jika kekebalan tubuh orang

bersangkutan merosot. Misalnya, mendapat transplantasi organ, sedang

menjalani kemoterapi atau terinfeksi HIV. Pada sebagian orang, infeksi

primer CMV pada saat dewasa menimbulkan infeksi mononukleosis.

Gejalanya mirip infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, antara

lain; demam, rash (bintik merah) di tubuh, pembengkakan kelenjar limfe

di leher, rasa capai hebat, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot,

pembesaran hati dan limpa. Gejala ini, sebagaimana gejala flu, bisa

sembuh sendiri tanpa diobati. Cukup beristirahat dua sampai enam

minggu. Antara tiga dan dua belas minggu setelah terinfeksi beberapa

pasien mungkin mengalami demam, kelelahan umum dan kelenjar

bengkak. Pasien dengan risiko tinggi dapat mengembangkan pneumonia

dan batuk. Komplikasi infeksi CMV dijabarkan sebagai berikut (Kauser,

2010):

a. Cytomegalovirus pneumonia didefinisikan sebagai tanda-tanda dan

gejala penyakit paru dalam kombinasi dengan deteksi CMV dalam

cairan

bronchoalveolar atau jaringan paru-paru. Tingkat tertinggi pneumonia

CMV serta keparahan terbesar terjadi antara penerima transplantasi

paru-paru yang berisiko.

b. Cytomegalovirus hepatitis didefinisikan sebagai bilirubin tinggi dan

atau tingkat enzim hati dalam kombinasi dengan deteksi CMV tanpa

adanya penyebab lain untuk hepatitis. Hepatitis telah sering diamati

pada pasien dengan infeksi CMV primer dan mononukleosis. Tingkat

12

Page 13: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

enzim hepatoseluler mungkin ringan dan transiently meningkat dan

dalam kasus yang jarang, penyakit kuning dapat berkembang.

Prognosis hepatitis CMV pada host imunokompeten biasanya

menguntungkan, tetapi kematian telah dilaporkan pada pasien

imunosupresi.

c. CMV gastritis dan kolitis adalah kombinasi dari gejala pada saluran

atas dan bawah GI. Lesi mukosa terlihat pada endoskopi. CMV dapat

menginfeksi saluran pencernaan dari rongga mulut melalui usus besar.

Manifestasi khas penyakit adalah lesi ulseratif. Dalam rongga mulut

ini dapat dibedakan dari ulkus yang disebabkan oleh HSV atau

ulserasi aphthous. Gastritis dapat muncul sebagai sakit perut dan

bahkan hematemesis, sedangkan kolitis lebih sering muncul sebagai

penyakit diare.

d. Cytomegalovirus penyakit SSP merupakan gejala SSP dalam

kombinasi dengan deteksi CMV dalam CSF.

e. Cytomegalovirus retinitis adalah salah satu infeksi oportunistik yang

paling umum pada orang dengan AIDS, biasanya mereka dengan

jumlah CD4+ di bawah 50 sel/uL. Meskipun jumlah kasus mengalami

penurunan dengan penggunaan ART, kasus baru tetap dilaporkan.

Individu dengan retinitis CMV biasanya menunjukkan penurunan

progresif ketajaman visual, yang dapat berkembang menjadi kebutaan

jika tidak diobati. Unilateral dan bilateral penyakit mungkin ada.

Pengobatan jangka panjang CMV diperlukan untuk mencegah

kambuh retinitis (Kauser, 2010).

2. Manifestasi klinis pada Ibu Hamil :

Umumnya >90% infeksi CMV pada ibu hamil asimpomatik, tidak

terdeteksi secara klinis. Gejala yang timbul tidak spesifik, yaitu: demam,

lesu, sakit kepala, sakit otot dan nyeri tenggorok. Wanita hamil yang

terinfeksi CMV akan menyalurkan pada bayi yang dikandungnya,

sehingga bayi yang dikandungnya akan mendapatkan kelainan kongenital.

Selain itu wanita yang hamil dapat mengalami keguguran akibat infeksi

CMV (Kauser, 2010).

13

Page 14: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

3. Manifestasi Klinis pada Bayi

Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, Infeksi pada

kehamilan sebelum 16 minggu dapat mengakibatkan kelainan kongenital

berat. Gejala klinik infeksi CMV pada bayi baru lahir jarang ditemukan.

Dari hasil pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10% dari seluruh

kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV hanya 30-

40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari semua yang prematur

setengahnya disertai Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). 10% dari janin

yang menunjukkan tanda-tanda infeksi kongenital mati dalam dua minggu

pertama. infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas gejalanya. Gejala

infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang tanpa gejala apa

pun sampai berupa demam, kuning (jaundice), gangguan paru,

pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati dan limpa, bintik merah di

sekujur tubuh, serta hambatan perkembangan otak (microcephaly). Hal ini

bisa menyebabkan buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian. Tetapi ada

juga yang baru tampak gejalanya pada masa pertumbuhan dengan

memperlihatkan gangguan neurologis, mental, ketulian dan visual.

Komplikasi yang dapat muncul pada infeksi CMV antara lan (Firman,

2009) :

a. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain:

meningoencephalitis, kalsifikasi, mikrosefali, gangguan migrasi

neuronal, kista matriks germinal, ventriculomegaly dan hypoplasia

cerebellar). Penyakit SSP biasanya menunjukan gejala dan tanda

berupa: kelesuan, hypotonia, kejang, dan pendengaran defisit.

b. Kelainan pada mata meliputi korioretinitis, neuritis optik, katarak,

koloboma, dan mikroftalmia.

c. Sensorineural hearing defisit (SNHD) atau kelainan pendengaran

dapat terjadi pada kelahiran, baik unilateral atau bilateral, atau dapat

terjadi kemudian pada masa kanak-kanak. Beberapa pasien memiliki

pendengaran normal untuk pertama 6 tahun hidup, tetapi mereka

kemudian dapat mengalami perubahan tiba-tiba atau terjadi gangguan

pendengaran. Di antara anak-anak dengan defisit pendengaran,

14

Page 15: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

kerusakan lebih lanjut dari pendengaran terjadi pada 50%, dengan usia

rata-rata perkembangan pertama pada usia 18 bulan (kisaran usia 2-70

bulan). Gangguan pendengaran merupakan hasil dari replikasi virus

dalam telinga bagian dalam.

d. Hepatomegali dengan kadar bilirubin direk transaminase serum

meningkat. Secara patologis dijumpai kolangitis intralobar, kolestasis

obstruktif yang akan menetap selama masa anak. Inclusian dijumpai

pada sel kupffer dan epitel saluran empedu.

Bayi dengan infeksi CMV kongenital memiliki tingkat mortalitas 20-30%.

Kematian biasanya disebabkan disfungsi hati, perdarahan, dan intravaskuler

koagulopati atau infeksi bakteri sekunder (Kim, 2010).

15

Page 16: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Diagnosis Infeksi CMV

1. Diagnosis Klinis

a. Riwayat Klinis

CMV adalah virus herpes double-stranded DNA. Tingkat seropositif

CMV meningkat dengan usia. Lokasi geografis, kelas sosial

ekonomi dan bekerja pameran faktor lain juga mempengaruhi risiko

infeksi. Infeksi CMV membutuhkan kontak dekat melalui air liur,

urin dan cairan tubuh lainnya. Kemungkinan rute transmisi adalah

kontak seksual, transplantasi organ, transmisi transplasenta,

penularan melalui ASI dan transfusi darah (jarang) (Marino et al,

2010).

Reaktivasi primer atau infeksi berulang dapat terjadi selama

kehamilan dan dapat menyebabkan infeksi CMV kongenital. Infeksi

transplasental dapat mengakibatkan pembatasan pertumbuhan

intrauterin, gangguan pendengaran sensorineural, kalsifikasi

intrakranial, mikrosefali, hidrosefalus, hepatosplenomegali,

psikomotorik keterbelakangan dan atrofi optik (Marino et al, 2010).

Masa inkubasi infeksi perinatal bervariasi antara 4 dan 12 minggu

(rata-rata, 8 minggu). Jumlah virus pada bayi dengan infeksi

perinatal lebih sedikit dibandingkan yang berkembang di infeksi

kongenital, infeksi ini bersifat kronis, virus dapat bertahan selama

bertahun-tahun. Kebanyakan bayi dengan infeksi perinatal adalah

asimtomatik, karena bayi memiliki antibodi ibu (IgG) terhadap

16

Page 17: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

CMV. Sebaliknya, 15-25% bayi prematur yang terinfeksi dapat

mengembangkan penyakit klinis, seperti pneumonia, hepatitis atau

penyakit sepsis dengan gejala apnea, bradikardia,

hepatosplenomegali, distensi usus, anemia, trombositopenia dan

fungsi hati yang abnormal. Infeksi CMV yang didapat karena

tranfusi pada bayi prematur dengan bayi lahir sangat rendah berat

badan mungkin mengalami gejala-gejala menyerupai CID (Kim,

2010).

Infeksi maternal lebih mungkin disebabkan reaktivasi virus laten dan

dengan demikian tidak menimbulkan gejala atau bermanifestasi

sebagai demam rendah, malaise dan mialgia. Infeksi primer CMV

biasanya tanpa gejala, tetapi nyata bisa sebagai gambar

mononukleosislike, dengan demam, kelelahan dan limfadenopati.

Perempuan yang berada dalam kontak yang dekat dengan anak-anak

atau anak-anak di prasekolah, pekerja penitipan atau pekerja

kesehatan berisiko lebih tinggi terhadap infeksi (Marino et al, 2010).

b. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada gejala spesifik yang muncul pada kehamilan dengan

infeksi CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV bawaan, tidak

ada gejala yang muncul saat lahir, tetapi dapat mengembangkan

sekuel di kemudian hari. Gejala yang mungkin muncul adalah

splenomegali, ptekie atau jaundice. Infeksi CMV bawaan, terjadi

pada 5-10% bayi, ditandai dengan jaundice, hepatosplenomegali,

ruam ptekie, gangguan pernapasan dan keterlibatan neurologis, yang

mungkin termasuk mikrosefali, retardasi motor, kalsifikasi serebral,

lesu dan kejang (Marino et al, 2010).

c. Pemeriksaan Penunjang

CMV biasanya diisolasi dari urin dan air liur, tetapi dapat diisolasi

dari cairan tubuh lainnya, termasuk susu payudara, sekresi leher

17

Page 18: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

rahim, cairan ketuban, sel-sel darah putih, cairan serebrospinal,

sampel tinja dan biopsi. Tes terbaik untuk diagnosis infeksi bawaan

atau perinatal adalah isolasi virus atau demonstrasi reaksi berantai

materi CMV genetik (PCR) dari urin atau air liur bayi baru lahir.

Sensitivitas PCR dengan spesimen urin adalah 89% dan spesifisitas

96%. Sampel urine dapat didinginkan (4℃) tetapi tidak boleh beku

dan disimpan pada suhu kamar. Tingkat pemulihan virus 93% dalam

urin setelah 7 hari pendinginan, kemudian menurun menjadi 50%

setelah 1 bulan (Kim, 2010).

Peningkatan titer IgG empat kali lipat di dalam sera pasangan atau

anti-CMV IgM yang positif kuat berguna mendiagnosis infeksi, tes

serologis tidak dianjurkan untuk diagnosis infeksi pada bayi baru

lahir. Hal ini dikarenakan deteksi IgG anti-CMV pada bayi baru lahir

mencerminkan antibodi yang diperoleh dari ibu melalui

transplasental dan antibodi tersebut dapat bertahan sampai 18 bulan.

Uji IgM juga dapat bernilai positif palsu dan negatif palsu,

Computed tomography (CT) lebih sensitif untuk mendeteksi

kalsifikasi intracranial. MRI dapat digunakan untuk mendeteksi

gangguan migrasi neuronal dan lesi parenkim serebral (Kim, 2010).

Amniosentesis merupakan tes diagnostik prenatal tunggal yang

paling berharga, sedangkan PCR atau kultur virus dari cairan

ketuban, mempunyai tingkat spesifisitas dan sensitivitas yang sama.

Kuantitatif PCR menunjukkan 105 genom/mL cairan ketuban yang

mungkin mengandung prediktor gejala infeksi congenital.

Ultrasonografi kelainan janin pada wanita hamil dengan infeksi

primer atau berulang biasanya menunjukkan gejala infeksi janin.

Kelainan sonografi janin yang dilaporkan termasuk

oligohidroamnios, pembatasan pertumbuhan intrauterin,

microcephaly, ventriculomegaly, kalsifikasi intrakranial, hipoplasia

18

Page 19: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

corpus callosum, asites, hepatosplenomegali, hypoechogenic bowel,

efusi pleura dan pericardial (Kim, 2010).

2. Diagnosis Banding

a. Toxoplasmosis

a) Gejala (Marino et al, 2010) :

i. First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation

pada CNS, mikrosefali, hidrosefalus dan kematian perinatal.

ii. Second half of pregnancy : Ringan/asimtomatik, demam (flu

like syndrome, limpadenopati, servikal, aksila, namun tidak

sakit.

Gejala-gejala ini muncul selama beberapa minggu s/d bulan.

Anemia, lekopenia, kadang lekositosis. Dapat terjadi

chorioretinitis dan kelainan pada CNS setelah beberapa bulan

atau beberapa tahun kemudian.

b) Pemeriksaan Penunjang (Marino et al, 2010) :

i. IgM Toxoplasma gondii sangat baik dalam mendiagnosa

toxoplasmosis kongenital dan didapat.

ii. IgM antibodi tidak bisa menembus plasenta

iii. IgG dapat menembus plasenta

iv. IgG pada bayi akan berkurang dan habis yang didapat dari

ibunya. Selanjutnya akan dibentuk sendiri pada usia 2-3

bulan

v. IgM tidak ditemukan pada bayi. Diagnosa Toxoplasmosis

pada bayi dipastikan dengan deteksi peningkatan IgG pada

bayi berumur 2-3 bulan dan 6 bulan, dimana pada waktu itu

IgG dari Ibu sudah habis.

vi. Serodiagnosis pada wanita hamil titer tunggal tidak

mempunyai arti klinis, oleh karenanya perlu 2x pengujian

(2x) sedikitnya (secara serial).

vii. Serokonversi IgG dari negatif menjadi positif memastikan

infeksi akut primer.

19

Page 20: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Kenaikan titer IgG yang bermakna adalah 4x pada

pemeriksaan serial, menunjukkan infeksi akut (parah)

b. Rubella

a) Gejala (Marino et al, 2010) :

Gejala klinis Rubella bervariasi setiap orang dan sulit dikenali.

Gejalanya mirip dengan infection mononucleosis, drug induced

rashes. Pada wanita hamil dengan infeksi primer bisa menularkan

ke janin dengan masa inkubasi 2 – 3 minggu rata-rata ± 18 hari.

Kelainan kongenital tergantung pada saat mana terjadi infeksi

pada waktu hamil. Infeksi pada bulan pertama kehamilan dapat

menyebabkan fetal malformation ± 50% – 80%, 25% pada bulan

kedua dan 17% pada bulan ketiga. Congenital Rubella Syndrome

dapat terjadi pada infeksi di trimester 1 kehamilan. Kelainan

lainnya adalah CHD (PDA, VSD dan PT), katarak,

chorioretinitis, microcephaly, retardasi mental dan deafness.

b) Pemeriksaan Penunjang (Marino et al, 2010)

:

Infeksi rubella primer pada penderita dari rubella dijumpai

antibodi IgM sesuai dengan gejala klinis yang ada. Pada infeksi

rubella primer akut, IgM dapat dideteksi hampir pada 100% kasus

yaitu pada hari 4-15 setelah munculnya ruam, menurun setelah

36-70 hari, dan menghilang setelah 180 hari Reinfeksi

asimptomatik pada wanita hamil berbahaya untuk fetus, dengan

karakteristik IgG meninggi dan tidak dijumpai IgM. Pemeriksaan

IgM ini tidak hanya untuk wanita hamil tapi perlu juga untuk

wanita yang belum hamil. IgG meningkat cepat pada hari ke 7 s/d

21 kemudian menurun, dan tetap tinggal sebagai pelindung

c. Herpes

a) Gejala (Marino et al, 2010) :

i. HSV-1

Vesikel-vesikel di sekitar mulut, acute ginggivostomatitis.

Infeksi

20

Page 21: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

HSV-1 primer dapat menyebabkan follicular congjungtivitis

dengan kemosis, edema dan ulks kornea. Herpes labialis dan

dendritic corneal ulcers paling sering merupakan manifestasi

infeksi HSV-1 rekuren. Pada keadaan parah dapat

menyebabkan HSV encephalitis.

ii. HSV-2

Infeksi HSV-2 merupakan infeksi pada genital dan dapat

menyebabkan infeksi pada bayi pada waktu proses kelahiran.

Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2 pada ibu hamil

asimtomatis. Lesi ulserativ, pain fever, disuria, dan

lymphadenopathy selalu dijumpai.

b)Pemeriksaan Penunjang (Marino et al, 2010) :

Virus dapat diisolasi dari vesicular fluid, ulcer scraping, throat

swabs, salifa, CSF dan pada jaringan yang terinfeksi, bufficoat,

urine, rectal cultures. Virus mempunyai sifat cytopathogenic

effects (CPE) dan berkembang biak sangat cepat dalam 24 jam,

tetapi pemeriksaan cara ini memerlukan waktu yang lama.

Antibodi IgM HSV-1 & IgM HSV-2 muncul pada infeksi primer

atau reaktivasi. IgM pada infeksi primer bertahan s/d 9 bulan

pada beberapa pasien. Pengambilan sampel untuk IgG setelah 2-

7 minggu Anti HSV IgG positif pada neonatus, yang didapat

dari ibu hanya bertahan 6 bulan. Jika negatif infeksi bawaan

dapat diabaikan.

Cara pemeriksaan :

i. Citology dan Histology

ii. Immunoflourescence

iii. Enzim Immuno Assay dan Immunoblotting

Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan yang paling baik

dilakukan untuk menentukan adanya infeksi HSV, juga untuk

diagnosa primary infection jika titer antibodi terjadi peningkatan

4 kali atau lebih.

21

Page 22: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

3.2 Penatalaksanaan Infeksi CMV

Pilihan terapi terbaik dan pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir dan

valgansiklovir. Pilihan lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet dan

cidofovir (Schleiss, 2010).

a. Terapi medikamentosa

Pemberian terapi anti-Cytomegalovirus hanya setelah konsultasi dengan

ahli yang mengerti dengan dosis dan efek berat. Agen antiviral dapat

diberikan pada terapi penyakir Cytomegalovirus yang sudah ditegakan

atau sebagai profilaksis (seperti terapi preventif) jika risiko perkembangan

penyakit ini tinggi (seperti pada penerima organ transplan) (Schleiss,

2010).

Antivirus nukleosida adalah agen antivirus yang sesungguhnya aktif

melawan Cytomegalovirus, meskipun immunoglobulin dapat menyediakan

efek antivirus, yang sebagian besar dikombinasikan dengan obat-obat ini.

Obat-obat ini bekerja pada target molekuler yang umum yang dinamakan

DNA polimerase virus. Gansiklovir adalah sebuah analog nukleosida

asiklik, sedangkan cidofovir adalah fosfanat nukleosid asiklik. Setiap

bahan harus difosforilasi ke dalam bentuk trifosfat sebelum dapat

dihambat oleh polimerase Cytomegalovirus. Produk gen virus, UL97

fosfotranferase memediasi langkah untuk monofosforilasi untuk

gansiklovir. Foscarnet bukan merupakan analog nukleosida sejati, tetapi

dapat juga secara langsung menghambat polimerase virus (Schleiss, 2010).

Gansiklovir umumnya digunakan sebagai terapi preemptive pada penerima

organ transplan yang berisiko tinggi mengalami perkembangan penyakit

(seperti penerima organ transplan yang seronegatif terhadap organ

transplan dari donor seropositif). Asiklovir per oral dan pernteral juga

telah sukses digunakan untuk profilaksis organ padat transplantasi

(penerima seronegatif). Meskipun demikian, asiklovir tidak pernah

digunakan untuk terapi penyakit Cytomegalovirus yang aktif. Formulasi

22

Page 23: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

oral dibuktikan untuk digunakan pada pasien HIV dewasa yang

mengalami retinitis Cytomegalovirus. Meskipun demikian

bioavailabilitasnya kurang dan tidak ada data yang mendukung pada anak-

anak (Schleiss, 2010).

Sekuel neurologi dari Cytomegalovirus kongenital umumnya tuli

sensorineural, berkembang pada posnatal, kemunculan hasilnya dari

percobaan terminasi kolaborasi bangsa-bangsa masih menarik diteliti.

Gansiklovir intravena membawa perkembangan atau stabilisasi

pendengaran pada sejumlah balita usia 6 bulan. Laporan kasus

menyarankan efikasi gansiklovir untuk penyakit neonatus akut dengan

pengancaman jiwa penyakit Cytomegalovirus (seperti pneumonia)

(Schleiss, 2010).

Alternatif gansiklovir meliputi trisodium fosformat (PFA) dan cidofovir.

Pengalaman dokter anak dengan obat ini terbatas. Meskipun berpotensi

digunakan dalam latar belakang resisten gansiklovir, toksisitas antivirus

ini cukup besar. Penggunaan obat-obatan ini pada pasien pediatrik hanya

pada kondisi perkecualian. Meskipun obat ini memiliki aktivitas

perlawanan terhadap virus ini tingkat sedang, dosis tinggi acyclovir oral

dan valacyclovir telah digunakan untuk profilaksis penyakit ini dengan

individu risiko tinggi seperti yang telah disebutkan, tetapi tidak sesuai

pada terapi penyakit aktif. Terapi oral dengan valgansiklovir

dipertimbangkan untuk diinvestigasi pada anak (Schleiss, 2010).

1) Gansiklovir

Gansiklovir terlisensi untuk terapi infeksi CMV. Nukleotida

asiklik sintetik secara struktural serupa dengan guanin. Struktur

tersebut serupa pada acyclovir yang membutuhkan fosforilasi aktivitas

antiviral. Enzim yang bertanggung jawab untuk fosforilasi adalah

produk gen UL97 virus, sebuah protein kinase. Resistensi dapat terjadi

pada penggunaan jangka panjang, secara umum terjadi karena mutasi

gen ini. Indikasi obat ini untuk anak immunocompromised seperti

23

Page 24: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

infeksi HIV, postransplan, dan lain-lain jika secara klinis dan virologis

membuktikan penyakit spesifik berakhirnya organ yang spesifik

(Schleiss, 2010).

Pada balita, terapi antiviral dengan gansiklovir mungkin berguna

menurunkan prevalensi sekuel perkembangan neural, umumnya tuli

sensorineural. Sebuah penelitian mengenai penyakit alergi dan

infeksiinstitusi nasional di negara peneliti menunjukkan perbaikan

relatif pada pendengaran pada tuli simtomatik kongenital CMV yang

diterapi dengan gansiklovir. Meskipun demikian, terapi pada neonatus

harus dikonsultasikan oleh ahlinya (Schleiss, 2010).

2) Immunoglobulin

Imunoglobulin digunakan sebagai imunisasi pasif untuk mencegah

penyakit Cytomegalovirus simtomatik. Strategi ini telah digunakan

pada kontrol penyakit Cytomegalovirus pada pasien

immunocompromised pada era aantivirus prenuklosida. Bukti pada

kehamilan menyarankan infus Ig CMV pada wanita dengan infeksi

primer dapat mencegah transmisi dan memeperbaiki kondisi kelahiran

(Schleiss, 2010).

3) Valgansiklovir (VGCV)

Valgansiklovir (VGCV) adalah sebuah prodrug turunan valyl dari

gansiklovir. Setelah absorbsi di intestinum, moase valine cepat diurai

oleh hepar menghasilkan GCV. Zat ini inaktif dan membutuhkan

trifosforilasi untuk aktivitas virostatis (Schleiss, 2010).

b. Pembedahan

Terapi operatif yang dibutuhkan seperti pada kejadian dengan cerebral

palsy yaitu dengan operasi ortopedik dan gastrotomy. Gastrotomy

dilakukan untuk mengganti nutrisi untuk ke enteral (Schleiss, 2010).

24

Page 25: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

3.3 Pencegahan Infeksi CMV

Telah diketahui bahwa infeksi primer pada ibu memiliki dampak klinis yang lebih

besar terhadap fetus dibandingkan dengan infeksi berulang eksogen atau

reaktivasi infeksi. Pencegahan merupakan hal yang sulit dilakukan karena CMV

ada dimana saja dan dapat menyerang semua kalangan usia (Lazzarotto et al,

2011). Ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan.

3.3.1 Skrining

Sampai saat ini, belum ada negara yang dapat melakukan skrining pada wanita

hamil dengan infeksi primer CMV. Skrining seharusnya dilakukan pada awal

masa kehamilan. Pendapat lain mengatakan skrining tidak perlu dilakukan karena

terbukti tidak ada vaksin yang efektif yang dapat menatalaksana wanita hamil

dengan infeksi CMV (Lazzarotto et al, 2011).

3.3.2 Hygiene Intervention

Meskipun kontroversial, ada beberapa cara yang diduga berperan meminimalkan

resiko infeksi kongenital akibat CMV. Air liur dan urine seseorang yang

mengandung CMV sangat berperan dalam transmisi/penularan CMV kepada

wanita hamil (Lazzarotto et al, 2011). Waspada dan hati-hati pada waktu

mengganti popok bayi, cuci tangan dengan baik sesudah mengganti popok bayi

dan buanglah kotoran bayi di jamban yang saniter. Wanita usia subur yang

bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja dikamar bersalin dan bangsal anak)

sebaiknya memperhatikan prinsip tindakan kewaspadaan universal; sedangkan

pada tempat penitipan anak dan anak prasekolah lakukan prosedur standar yang

ketat tentang kebersihan perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap

anak-anak dengan retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik (Chin,

2000).

3.3.3 Vaksinasi

25

Page 26: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin dikemukakan telah

memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi primer dan dapat

diberikan kepada penderita yang akan menjalan cangkok organ. Namun, program

imunisasi terhadap infeksi CMV masih jarang dilakukan di negara-negara

berkembang. Pada pemberian transfusi darah, resipien dengan CMV negatif

idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV negatif pula.

3.3.4 Deteksi Laboratorik

Deteksi laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan pada setiap donor

maupun resipien yang akan mendapat transfusi darah atau cangkok organ. Apabila

terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada pemeriksaan serial yang

dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka darah donor seharusnya

tidak diberikan kepada resipien mengingat dalam kondisi tersebut infeksi atau

reinfeksi masih berlangsung. Seorang wanita hendaknya menunda untuk hamil

apabila secara laboratorik dinyatakan terinfeksi CMV primer akut. Bayi baru lahir

dari ibu yang menderita infeksi CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV untuk

mengetahui infeksi kongenital (Budipardigdo, 2007).

Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang seronegatif

dengan darah donor dengan seropositif CMV. Hindari transplantasi jaringan organ

dari donor seropositif CMV kepada resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak

dapat dihindari, maka pemberian IG hiperimun atau pemberian antivirus

profilaktik mungkin menolong (Chin, 2000).

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar yang dapat dilakukan antara

lain (Chin, 2000) :

1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat:

laporan resmi tidak diperlukan,

2. Isolasi: tidak dilakukan. Lakukan tindakan

kewaspadaan terhadap sekret yang dikeluarkan oleh penderita yang diduga

mengekskresikan virus.

26

Page 27: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

3. Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap

discharge dari penderita yang dirawat di Rumah Sakit dan terhadap benda-

benda yang tercemar.

4. Karantina tidak dilakukan.

5. Imunisasi kontak : vaksin secara komersial tidak

tersedia.

6. Investigasi kontak dan sumber infeksi tidak

dilakukan, karena tingginya angka prevalensi orang yang tidak

menunjukkan gejala klinis di masyarakat.

27

Page 28: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi

endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada

populasi dengan keadaan sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60-70% orang

dewasa, menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi

CMV. Kejadian infeksi CMV pada Ibu hamil sangat tinggi dan menyebabkan

kelainan congenital pada janin. Diagnosis dini dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang penting untuk menentukan status infeksi dan

terapi untuk pencegahan mortalitas dan morbiditas.

4.2 Saran

a. Perlunya sosialisasi pencegahan infeksi TORCH termasuk di dalamnya

infeksi CMV untuk mengurangi risiko kelainan congenital pada janin

b. Perlunya tindakan skrining infeksi TORCH yang tersebar luas dan

terjangkau di sarana pelayanan kesehatan

28

Page 29: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

Akhter, Kauser dan Wills, Todd S. 2010. Cytomegalovirus. eMedicine Infectious Disease. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/215702-overview. Diakses 1 Juni 2014.

Budipardigdo S, Lisyani. 2007. Kewaspadaan Terhadap Infeksi Cytomegalovirus Serta Kegunaan Deteksi Secara Laboratorik. Universitas Diponegoro: Semarang

Chin, J. 2000. Infeksi Sitomegalovirus. Dalam: Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. h.143-4

Dwindra M. 2009. Infeksi Cytomegalovirus. Universitas Riau : Riau

Firman F, Wirakusumah,. 2009. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) Kongenital dan Permasalahannya. Diakses tanggal 30 Mei 2014. Diunduh dari: http://www.fmrshs.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65:infeksi-Cytomegalovirus-cmv-kongenital-dan permasalahannya&catid=39:artikel&Itemid=57

Griffiths PD, 2002: Emery VC. Cytomegalovirus. Dalam: Clinical Virology. Washington: ASM Press. h.433-55

Karger, Freiburg. 2001. Cytomegalovirus (CMV). Diunduh dari: http://www.cdc.gov/cmv/transmission.html. Diakses pada 30 Mei 2014

Kim CS. 2010. Congenital and Perinatal Cytomegalovirus Infection. Korean Journal of Pediatrics. 53(1): 14-20.

Lazzarotto T, Guerra B, Gabrielli L, Lanari M, Landini MP. 2011. Update on Prevention, Diagnosis, and Management Cytomegalovirus Infection During Pregnancy. European Society of Clinical Microbiology and Infectious Disease. 17: 1285-1293.

Marino T, B Laartz, SE Smith, SG Gompf, K Allaboun, JE Marinez, et al. 2010. Viral Infections and Pregnancy. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview. Diakses pada 30 Mei 2014

29

Page 30: Infeksi CMV Dalam Kehamilan

Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Schleiss MR, 2010. Cytomegalovirus Infection: Treatment & Medication. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/963090-treatment Diakses pada 30 Mei 2014

30