IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN DI CV....

86
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki tiga perempat wilayah berupa laut (5,8 juta km 2 ) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi lestari ikan laut seluruhnya 6,4 juta ton/tahun atau sekitar 7 % dari total potensi ikan laut dunia. Artinya jika kita dapat mengendalikan tingkat penangkapan ikan laut lebih kecil dari 6,4 juta ton/tahun maka kegiatan usaha perikanan tangkap semestinya dapat berlangsung secara (Dahuri, 2004). Salah satu potensi laut yang perlu dikembangkan yakni ikan tuna. Ikan tuna merupakan salah satu komoditi perikanan Indonesia yang banyak diminati oleh konsumen luar negeri karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi. . Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging, lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin). Ikan tuna di Indonesia yang paling banyak di ekspor salah satunya tuna loin beku (Wicaksono, 2009). Loin tuna adalah potongan ¼ memanjang ikan tuna, terdiri atas sisi kiri atas, sisi kiri bawah, sisi kanan atas dan sisi kanan bawah, tidak termasuk kepala, tulang tengah dan ekor ikan. Keunggulan teknik loin adalah tidak membutuhkan 1

description

IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Transcript of IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN DI CV....

Page 1: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki tiga perempat wilayah berupa laut (5,8 juta km2) dan

merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi lestari ikan laut

seluruhnya 6,4 juta ton/tahun atau sekitar 7 % dari total potensi ikan laut dunia.

Artinya jika kita dapat mengendalikan tingkat penangkapan ikan laut lebih kecil

dari 6,4 juta ton/tahun maka kegiatan usaha perikanan tangkap semestinya dapat

berlangsung secara (Dahuri, 2004). Salah satu potensi laut yang perlu

dikembangkan yakni ikan tuna.

Ikan tuna merupakan salah satu komoditi perikanan Indonesia yang

banyak diminati oleh konsumen luar negeri karena rasanya yang lezat dan bergizi

tinggi. . Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging, lemak

antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral

kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin,

riboflavin dan niasin). Ikan tuna di Indonesia yang paling banyak di ekspor salah

satunya tuna loin beku (Wicaksono, 2009). Loin tuna adalah potongan ¼

memanjang ikan tuna, terdiri atas sisi kiri atas, sisi kiri bawah, sisi kanan atas dan

sisi kanan bawah, tidak termasuk kepala, tulang tengah dan ekor ikan.

Keunggulan teknik loin adalah tidak membutuhkan waktu yang lama untuk proses

pembuatannya, berbeda dengan teknik steak yang membutuhkan waktu lama

dalam proses dikarenakan pemotongan bentuk daging ikan tuna menjadi kecil

(Junianto, 2003).

Negara-negara importir tuna loin diantaranya adalah Jepang, USA,

Australia, dan beberapa negara Eropa, telah mensyaratkan agar negara-negara

yang mengekspor produknya telah menerapkan program manajemen mutu

berdasarkan konsep HACCP (Hazzard Analysis and Critical Control Point)

karena akan memberikan jaminan mutu bahwa produk yang dihasilkan aman

(safe) untuk dikonsumsi, layak mutunya dalam arti higienis, dan tidak merugikan

secara ekonomi bagi konsumen (junianto, 2003)

 

1

Page 2: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

 HACCP (Hazzard Analysis and Critical Control Point) merupakan suatu

sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses

yang rawan terhadap resiko bahaya signifikan yang terkait dengan ketidak amanan

pangan (Codex Alimentarius Commission, 2001). HACCP menekankan

pentingnya mutu keamanan pangan, untuk itu dalam penerapannya HACCP wajib

diterapkan pada perusahaan pengolahan perikanan terutama pada seluruh mata

rantai proses pengolahan produk tuna loin beku dengan mengidentifikasi CCP

mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Muhandri dan Kadarisman

2006).

CV. Cahaya Mandiri Gorontalo adalah perusahaan yang bergerak dalam

bidang pengolahan tuna loin beku yang menerapkan konsep HACCP pada setiap

proses pengolahan tuna loin, dengan tujuan untuk menjaga keamanan produk

yang dihasilkan. Hal ini dilakukan karena CV. Cahaya Mandiri merupakan cabang

pabrik pengolahan tuna loin dari PT. Era Mandiri yang bertempat di Jakarta, yang

sudah melakukan ekspor kebeberapa negara (Amerika, Kanada, Jepang, Malaysia,

Singapura) sehingga pengiriman produk oleh CV. Cahaya Mandiri ke PT. Era

Mandiri wajib menerapkan konsep HACCP disetiap proses pengolahan tuna loin.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis merasa perlu untuk melihat

secara langsung bagaimana penerapan HACCP di CV. Cahaya Mandiri Gorontalo

pada setiap tahapan proses pengolahan tuna loin dan adakah tindakan pencegahan

yang dilakukan oleh CV. Cahaya Mandiri Gorontalo untuk mencegah CCP

apabila pada salah satu tahapan produksi teridentifikasi CCP.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan praktek kerja lapangan (PKL) ini adalah

1. Mengetahui penerapan HACCP (Hazzard Analysis Critical Control Point )

pada produk tuna loin beku di CV. Cahaya Mandiri Gorontalo

2. Mengetahui tahapan proses yang teridentifikasi CCP.

1.3 Manfaat

1. Menambah wawasan sebagai mahasiswa teknologi hasil perikanan.

2. Memberikan informasi tentang penerapan HACCP pada proses

pembekuan ikan tuna yang baik dan tepat.

2

Page 3: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Tuna

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu.

mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah

dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip

punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil.

Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap

pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang

berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan,

1996).

Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan

lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g

daging. Lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna

mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan

vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin) (Murniyati dan Sunarman, 2000).

Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna (Thunnus sp) per 100 g daging.

Species Protein Lemak Karbohidrat Abu

Bluefin 28,30 g 1,40 g 0,10 g 1,50 g

Southern Bluefin 23,60 g 9,30 g 0,10 g 1,40 g

Yellow Fin 22,20 g 2,10 g 0,10 g 1,40 g

Skipjack 25,80 g 2,00 g 0,40 g 1,40 g

Marlin 25,40 g 3,00 g 0,10 g 1,40 g

Mackerel 19,80 g 16,50 g 0,10 g 1,10 g

Sumber : Murniyati dan Sunarman (2000)

Pada CV. Cahaya Mandiri tuna yang digunakan sebagai bahan baku

pembuatan loin terdiri dari dua jenis yaitu tuna mata besar dan madidihang.

3

Page 4: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

2.1.1 Karakteristik Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)

T. obesus termasuk jenis tuna besar, sirip dada cukup panjang yakni

mencapai 33-35 cm. Warna bagian bawah dan perut putih, garis sisi pada ikan

yang hidup seperti sabuk berwarna biru membujur sepanjang badan, sirip

punggung pertama berwarna kuning terang, sirip punggung kedua dan sirip

dubur berwarna kuning muda, jari-jari sirip tambahan (finlet) berwarna kuning

terang, dan hitam pada ujungnya. Panjang cagak maksimum lebih dari 200 cm,

pada umumnya 180 cm. Ukuran layak tangkap pada ikan dimulai pada saat ikan

telah dewasa mencapai ukuran tertentu (Junianto, 2003). Menurut Magfiroh

(2000), bahwa ukuran di Laut Banda untuk ikan jantan 146,1 cm dan betina

133,5 cm, di Western Indian Ocean untuk jantan 86,85 cm dan betina 88,08 cm.

Gaspersz 1997 dalam Dahyar (2009), menyatakan bahwa T.obesus

mempunyai ciri-ciri luar sebagai berikut :

a. Sirip ekor mempunyai lekukan yang dangkal pada pusat celah sirip ekor.

b. Setelah dewasa matanya relatif besar dibandingkan dengan tuna yang lain.

c. Profil badan seluruh bagian dorsal dan ventral melengkung secara merata.

d. Sirip dada pada ikan dewasa, 1/4 - 1/3 kali fork length (FL).

e. Sirip dada lebih panjang dari T. albacores dan selalu melewati belakang

sebuah garis di antara tepi-tepi anterior sirip punggung kedua dan sirip

anal.

f. Mempunyai 7-10 garis yang berwarna putih dan tidak terputus-putus,

menyilang tegak lurus pada sisi-sisi bagian bawah, jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan tuna sirip kuning.

Di Indonesia, daerah penyebaran tuna, termasuk T.obesus, secara

horisontal meliputi perairan barat dan selatan Sumatera, selatan Jawa, Bali dan

Nusa Tenggara, Laut Banda dan sekitarnya, Laut Sulawesi dan perairan Barat

Papua. Semua jenis tuna terdapat di Indonesia kecuali tuna sirip biru utara dan

tuna sirip hitam, karena tuna sirip biru utara menghuni Samudera Pasifik dan

Atlantik, sedangkan tuna sirip hitam hanya terdapat di Samudera Atlantik

(Gaspersz, 1997 dalam Dahyar 2009)

4

Page 5: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Menurut Ditjen Perikanan (1990), bahwa klasifikasi T. obesus adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub Class : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scombroidae

Family : Scombridae

Genus : Thunnus

Species : Thunnus obesus

Bentuk tubuh dari T. obesus secara utuh dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tuna mata besarSumber : (Ditjen Perikanan, 1990).

2.1.2 Karakteristik Tuna Madidihang (Thunnus albacores)

T. albacores merupakan ikan pengembara samudera, yakni mengarungi

samudera dengan bergerombol dan perenang cepat karena bentuk tubuhnya yang

dinamis. T. albacores memiliki ciri-ciri yaitu bentuk badan yang memanjang,

bulat seperti cerutu, tapisan insang 26-34 pada busur insang pertama, memiliki

dua cuping/lidah di antara kedua sirip perutnya, jari-jari keras sirip punggung

pertama 13-14, dan 14 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti 8-10 jari

sirip tambahan. Kemudian sirip dubur berjari-jari lemah 14-15, lalu 7-10 jari-jari

sirip tambahan.

5

Page 6: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Untuk jenis-jenis dewasa, sirip punggung kedua dan dubur tumbuh sangat

panjang, sirip dada cukup panjang. Badan bersisik kecil-kecil, korselet (jalur sisik

khusus yang mengelilingi badan di daerah sekitar sirip dada) bersisik agak besar

tetapi tidak nyata. Termasuk ikan buas, predator, karnivor, dapat mencapai 195

cm, umumnya 50-150 cm, hidup bergerombol kecil (Ditjen Perikanan, 1990).

Warna tubuh T. albacores bagian atas berpadu antara hitam dan keabu-

abuan, kuning perak pada bagian bawah, sirip-sirip punggung, perut. Sirip

tambahan kuning cerah berpinggiran gelap. Pada perut terdapat kurang lebih 20

garis putus-putus warna putih pucat melintang (Ditjen Perikanan,1990).

Setiap jenis ikan tuna mempunyai kebiasaan/kesukaan pada suhu air laut

yang berbeda-beda, sehingga untuk menentukan daerah penangkapan tuna harus

disesuaikan dengan suhu air sesuai dengan jenis ikan tuna yang akan ditangkap,

sedangkan T. albacores menyukai suhu perairan yang hangat seperti laut tropis

(Gaspersz,1997 dalam Dahyar 2009)

Menurut Ditjen Perikanan (1990), T. albacores dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Percomorphi

Famili : Scombridae

Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus albacores

Adapun bentuk tubuh dari T. albacores dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Thunnus albacores, Sumber : (Ditjen Perikanan, 1990).

6

Page 7: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

2.2 Mutu Ikan Tuna (Thunnus sp.)

Mutu merupakan totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang

kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dipersyaratkan. Mutu sering

diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap

persyaratan atau kebutuhan yang diberikan oleh pelanggan (Soen’an, 2004).

Menurut Nasution (2004), mutu adalah sesuatu yang memenuhi atau sama dengan

persyaratan (Conformance To Recuirements). Komoditas ikan yang sedikit saja

dari persyaratan, maka dapat dikatakan tidak berkualitas dan dapat ditolak oleh

perusahaan yang menjadi tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah

sesuai dengan keinginan pelanggan, dan kebutuhan sebuah perusahaan.

Ikan tuna dalam perdagangannya dikelompokkan menurut standar atau

mutu daging yang terbagi menjadi empat tingkat mutu yaitu grade A, B, C, dan

D. Pengujian tingkatan mutu ikan dilakukan dengan cara menusukkan coring

tube yaitu suatu alat berbentuk batang, tajam, dan terbuat dari besi. Coring tube

dimasukkan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip atau ekor kanan dan kiri,

sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna.

Mutu dengan grade A (terbaik) diekspor ke Jepang, grade B dan C

biasanya diekspor ke Amerika dan Uni Eropa, sedangkan grade C dan D

dipasarkan lokal. Ciri-ciri untuk masing-masing grade adalah sebagai berikut

(Fadly diacu dalam Cahya, 2010):

1. Grade A

Ciri-ciri ikan tuna grade A adalah sebagai berikut:

a. Warna daging untuk tuna madidihang adalah merah seperti darah segar dan

untuk tuna mata besar dagingnya berwarna merah tua seperti bunga mawar,

serta tidak ada pelangi.

b. Mata bersih, terang, dan menonjol.

c. Kulit normal, warna bersih, dan cerah.

d. Tekstur daging untuk madidihang tuna keras, kenyal, dan elastis dan untuk

Tuna Mata besar dagingnya lembut, kenyal dan elastis.

e. Kondisi ikan (penampakannya) bagus dan utuh.

7

Page 8: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

2. Grade B

Ciri-ciri ikan tuna grade B adalah sebagai berikut:

a) Warna daging merah, terdapat pelangi otot daging agak elastis, jaringan

daging tidak pecah.

b) Mata bersih, terang dan menonjol.

c) Kulit normal, bersih, dan sedikit berlendir.

d) Tidak ada kerusakan fisik.

3. Grade C

Ciri-ciri ikan tuna grade C adalah sebagai berikut:

a) Warna daging kurang merah dan ada pelangi.

b) Kulit normal dan berlendir.

c) Otot daging kurang elastis.

d) Kondisi ikan tidak utuh atau cacat, umumnya pada bagian punggung atau

dada.

4. Grade D

Ciri-ciri ikan tuna grade D adalah sebagai berikut:

a) Warna daging agak kurang merah dan cenderung berwarna coklat dan pudar.

b) Otot daging kurang elastis, lemak sedikit dan ada pelangi.

c) Teksturnya lunak dan jaringan daging pecah.

d) Terjadi kerusakan fisik pada tubuh ikan, seperti daging ikan yang sudah

sobek, mata ikan yang hilang, dan kulit terkelupas.

2.3 Tuna Loin Beku

Tuna loin beku adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku

tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penerimaan, penyiangan atau

tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, sortasi

mutu, pembungkusan (wrapping), pembekuan, penimbangan, pengepakan,

pelabelan dan penyimpanan (BSN 2006). Penanganan dan pengolahan ikan tuna

loin menurut SNI 01-4104.3-2006 adalah sebagai berikut:

8

Page 9: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

1. Penerimaan

Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk

mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat,

cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,40 C.

2. Penyiangan atau tanpa penyiangan

Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan

cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat

dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya

dengan suhu pusat produk maksimal 4,40 C.

3. Pencucian

Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir

secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk

maksimal 4,40 C. Pencucian  ini bertujuan untuk menghilangkan sisa kotoran dan

darah yang menempel di tubuh  ikan sehingga  bebas dari kontaminasi bakteri

pathogen (SNI, 2006).

4. Pembuatan Loin

Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian

secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan

saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,40 C. Pembuatan loin ini

bertujuan untuk mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan

dan bebas dari kontaminasi bakteri pathogen (SNI, 2006).

5. Pengulitan dan perapihan

Tulang, daging hitam (dark meat) dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga

bersih. Pengkulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter serta

tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,40 C (SNI, 2006).

6. Sortasi Mutu

Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang,

duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati,

cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,40 C (SNI, 2006).

7. Pembungkusan (Wrapping)

Loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual

vakum dan tidak vakum secara cepat. Proses pembungkusan dilakukan secara

9

Page 10: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal

4,4°C (SNI, 2006).

8. Pembekuan

Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku

(freezer) seperti ABF, CDF, Brain hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal -

180C dalam waktu maksimal 4 jam (SNI, 2006).

9. Penimbangan

Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah

dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap

mempertahankan suhu pusat produk maksimal -180C. Tujuan dari penimbangan

ini adalah mendapatkan berat loin yang sesuai dengan ukuran yang telah

ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri pathogen (SNI, 2006).

10. Pengepakan

Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan

plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter

sehingga melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi

dan penyimpanan serta sesuai dengan label(SNI, 2006).

11. Pengemasan

Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis,

pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya

kontaminasi dari luar terhadap produk.

12. Pelabelan dan pemberian kode

Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan agar diberi

tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan

disertai keterangan jenis produk; berat bersih produk; nama dan alamat lengkap unit

pengolahan secara lengkap; bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan

tersebut; tanggal, bulan dan tahun produksi; dan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.

13. Penyimpanan

Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu

maksimal -250C dengan penyimpangan suhu maksimal ± 20C. Penataan produk dalam

gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat

merata dan memudahkan pembongkaran.

10

Page 11: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

2.4 Histamin

Histamin adalah senyawa amina biogenik yang terbentuk dari asam amino

histidin akibat reaksi dengan enzim decarboxylase (Sumner et a,. 2004). Amina

biogenik adalah komponen biologi aktif yang secara normal diproduksi melalui

proses dekarboksilasi dari asam amino dan ada dalam berbagai makanan seperti

ikan, produk dari ikan, daging merah, keju, dan makanan fermentasi. Keberadaan

amina biogenik dalam makanan ini merupakan indikator makanan itu sudah busuk

(Keer et al, 2002).

Histidin yang terdapat dari daging ikan erat sekali hubungannya dengan

terbentuknya histamin dalam daging. Semua daging yang berwarna gelap tinggi

kandungan histidin. Kandungan histidin dalam daging ikan tuna segar berkisar

dari 745 sampai 1460 mg%. Ikan-ikan berdaging putih kandungan histidin rendah

dan ketika busuk tidak menghasilkan histamin sampai 10 mg% setelah dibiarkan

48 jam pada suhu 250 C (Keer et al, 2002).

Histamin terbentuk karena adanya kesalahan selama proses penanganan

dan pengolahan. Jika pada saat penangkapan tidak ditangani dengan tepat maka

histidin yang terkandung pada ikan jenis scombroid tersebut dapat diubah menjadi

senyawa toksik yang disebut dengan histamin (Dalgaard et al, 2008). Penanganan

adalah faktor kunci untuk menghambat terbentuknya histamin pada tuna.

Histamin umumnya terbentuk pada temperatur tinggi (>200 C). Pendinginan dan

pembekuan yang cepat segera setelah ikan mati merupakan tindakan yang sangat

penting dalam upaya mencegah pembentukan histamin.

Pembentukan histamin dapat terjadi melalui dua cara yaitu autolisis dan

aktivitas bakteri. Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim selama

proses autolisis lebih rendah dibandingkan dengan histamin yang dihasilkan oleh

aktivitas bakteri selama proses pembusukkan berlangsung. Pada kondisi optimum

jumlah maksimum histamin yang dapat diproduksi melalui proses autolisis tidak

dapat melebihi 10-15 mg/100 gram daging ikan. (Dalgaard et al, 2008).

11

Page 12: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Selama proses kemunduran mutu, bakteri memproduksi enzim

dekarboksilase yang akan mengubah histidin dan asam amino lain pada daging

ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin (dari ornitin),

kadaverin (dari lisin), dan spermidin dan spermin (dari arginin) (Eitenmiller dan

De Souza, 1984 dalam Lehane dan Olley, 2000). Toksisitas histamin bertambah

ketika ada amin biogenik lain yang ikut dikonsumsi seperti putresin dan kadaverin

(Rossi et al, 2002).

Jika produksi enzim decarboxylase telah terjadi, maka akan terus menerus

dihasilkan histamin meskipun pertumbuhan bakteri telah dihambat dengan suhu

dingin hingga 40 C. Produksi histamin akan semakin meningkat meskipun telah

disimpan pada ruangan pendingin (Sumner et al. 2004). Bakteria jenis Proteus

morganii, Klebsiella pneumonia, Hafnia alvei, Clostridium perfringens,

Enterobacter aerogenes,, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella

planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang

menyebabkan histamin terbentuk sampai tingkat membahayakan pada suhu 17 –

300C (Kanki et al., 2002). Bakteri Morganella psychrotolerant dan

Photobacterium phosphoreum dapat memproduksi histamin pada suhu dingin,

dimana sebanyak 31% ikan yang disimpan pada suhu -10 C sampai 50 C terdapat

histamin sampai kadar 500 ppm (Emborg dan Dalgaard, 2008).

2.5 HACCP (Hazzard Analysis Critical Control Point)

  HACCP (Hazzard Analysis and Critical Control Point) merupakan suatu

sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses

yang rawan terhadap resiko bahaya signifikan yang terkait dengan ketidak amanan

pangan (Codex Alimentarius Commission, 2001).

Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai

bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada

pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan pangan, karena itu

sebagai suatu sistem jaminan mutu keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan

pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan mulai dari bahan baku

sampai produk dikonsumsi (Muhandri dan Kadarisman 2006).

12

Page 13: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan sistematik untuk

mengakses bahaya-bahaya dan resiko-resiko yang berkaitan dengan pembuatan,

distribusi dan penggunaan produk pangan. Sistem HACCP ini dikembangkan atas

dasar identifikasi titik pengendalian kritis (Critical control point) dalam tahap

pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan resiko bahaya. (Thaheer 2005).

2.5.1 Prinsip HACCP

Secara umum, program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip yang

dikembangkan oleh NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological

Criteria for Foods). Ketujuh prinsip itu adalah (Muhandri dan Kadarisman 2006) :

1)   Analisa bahaya (hazzard),  identifikasi, dan tindakan pencegahan

Bahaya adalah suatu kondisi atau faktor baik biologis, kimiawi, maupun

fisika, yang dapat menyebabkan makanan tidak aman untuk dikonsumsi atau

merugikan konsumen. Proses identifikasi atas bahaya kerugian di dalam suatu

proses atau produk yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kesehatan, keamanan, dan

ekonomi.

2)   Identifikasi pengendalian titik-titik kritis (CCP)

Control Point (CP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur yang memiliki

faktor-faktor biologis, kimiawi, maupun fisikawi dapat dikendalikan. Critical

Control Point (CCP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur yang pengendaliannya

dapat ditetapkan, bahayanya dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai

batas yang diterima. Selain itu CCP  adalah titik kritis dimana bila gagal

melakukan tindakan-tindakan pengawasan/pengontrolan akan menyebabkan

resiko penolakan konsumen.

3)   Penetapan batas-batas kritis (Critical limit)

Batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap tindakan

pencegahan pada suatu CCP. Untuk setiap CCP harus ditentukan batas-batas

kritisnya. Batas-batas kritis tersebut meliputi : persyaratan teknis/administrasi,

definisi batasan penolakan, toleransi atas persyaratan penolakan. 

4)   Penetapan prosedur pemantauan (Monitoring)

Pemantauan adalah tindakan yang terencana dan berurut dari suatu

observasi atau pengukuran untuk mengetahui apakah CCP berada dalam control,

dan untuk menghasilkan catatan yang akurat untuk keperluan verifikasi. Tujuan

13

Page 14: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

pemantauan adalah untuk menelusuri operasi dari suatu proses, untuk mengetahui

apakah suatu proses harus dirubah/disesuaikan, untuk mengidentifikasi

penyimpangan yang terjadi pada suatu CCP, untuk menyediakan dokumen tertulis

dari sistem pengendalian proses.

5)   Penetapan tindakan koreksi (Corective action)

Tindakan koreksi adalah prosedur yang harus diikuti ketika suatu

penyimpangan atau kesalahan untuk memenuhi batas kritis terjadi. Tujuan

penetapan tindakan koreksi adalah untuk mengoreksi dan menghilangkan

penyebab penyimpangan dan mengembalikan control proses, untuk

mengidentifikasi produk yang dihasilkan selama proses yang menyimpang dan

menentukan posisinya. 

6)   Penetapan sistem pencatatan (Record keeping)

Catatan yang harus disimpan sebagai bagian dalam sistem HACCP. Semua

yang dipantau harus dicatat, semua tindakan koreksi harus dicatat, agar lebih

sistematis pencatatan dilakukan menggunakan formulir yang distandarkan,

pedoman dalam membuat formulir yaitu memuat tentang semua informasi yang 

dipantau/koreksi, mencantumkan data penunjang untuk memudahkan pelacakan

seperti (waktu, tanggal, jenis, lot, nama/tandatangan yang melakukan pencatatan,

dan lain-lain), akan lebih baik bila semua data yang dikumpulkan dapat

dikompilasikan di dalam suatu program komputer sehingga dengan mudah dapat

dievaluasi.

7)   Penetapan prosedur verifikasi

Verifikasi adalah penerapan dari suatu metode, prosedur, pengujian dan

audit sebagai tambahan kegiatan pemantauan untuk mengvalidasi dan menentukan

kesesuaian dengan “Rancangan HACCP” atau perlu dimodifikasi. Untuk

menjamin dan memastikan bahwa program Hazzard Analisis Critical Control

Point) (HACCP) berjalan di dalam jalur yang tepat dan dilakukan dengan baik,

secara internal maupun eksternal. Secara internal oleh pihak manajemen

perusahaan sendiri (plant manajer yang ditunjang oleh uji laboratorium sebagai

pendukung), secara eksternal oleh pihak pemerintah yang dilakukan secara wajib

dan rutin.

14

Page 15: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

2.5.2 Penerapan HACCP (Hazzard Analysis Critical Control Point)

HACCP dari perkembangannya diakui dapat memenuhi beberapa tujuan

manajemen industri pangan untuk memberikan jaminan bahwa industri tersebut

telah memproduksi produk yang aman setiap saat, memberikan bukti sistem

produksi dan penanganan produk yang aman, memberikan rasa percaya diri pada

produsen akan jaminan keamanannya, memberikan kepuasan kepada pelanggan

akan konfirmasinya terhadap standar internasional, memenuhi standar dan

regulasi pemerintah, dan menggunakan sumberdaya secara efektif dan efisien

(Dian, 2012).

Menurut Abdurohman (2007), aplikasi HACCP terdiri dari 12 tahapan,

yaitu:

1. Menyusun tim HACCP

Tim ini haru dipilih oleh pihak manajemen (komitmen pihak manajemen

adalah syarat paling awal yang harus ada untuk mensukseskan studi).

Perencanaan, organisasi dan identifikasi sumber-sumber daya yang penting

adalah tiga kondisi yang penting untuk penerapan metode HACCP yang berhasil.

Kesuksesan studi ini tergantung pada pengetahuan dan kompetensi

anggota-anggota tim terhadap produk, proses dan potensi bahaya yang perlu

diperhatikan, pelatihan yang sudah mereka jalani tentang prinsip-prinsip metode

ini, dan kompetensi pelatih. Tergantung pada kasusnya, tim ini bisa terdiri dari 4-

10 orang yang menguasai produk proses dan potensi bahaya yang hendak

diperhatikan. Sebagai acuan, tim HACCP ini terdiri dari pemimpin produksi,

quality control, bagian teknis dan perawatan.

2. Mendeskripsikan produk

Deskripsi produk menjelaskan karakteristik umum (komposisi, volume,

struktur), bahan pengemas dan cara pengemasan, kondisi penyimpanan, informasi

tentang pelabelan, instruksi tentang pengawetan dan penggunaannnya, kondisi

distribusi, dan kondisi penggunaan oleh konsumen. Pada prakteknya, informasi ini

juga perlu dikumpulkan untuk bahan mentah, bahan baku, produk antara, dan

produk yang harus diproses ulang jika bahan-bahan tersebut memiliki

karakteristik tertentu.

15

Page 16: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

3. Identifikasi Pengguna

Tujuan penggunaan harus didasarkan penggunaan yang diharapkan oleh

konsumen akhir. Pada kasus-kasus tertentu, populasi yang sensitif harus

dipertimbangkan, tujuannya adalah :

a. Untuk mendaftar umur simpan yang diharapkan, penggunaan produk secara

normal, petunjuk penggunaan, penyimpangan yang dapat diduga dan masih

masuk akal, kelompok konsumen yang akan menggunkaan produk tersebut,

dan kelompok konsumen pada sensitif terhadap produk tersebut.

b. Untuk menentukan konsistensi petunjuk penggunaan dengan kondisi

penggunaan yang sesungguhnya.

c. Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan

peraturan yang dibuat.

d. Jika perlu untuk mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan produk

atau proses yang baru untuk menjamin keamanan konsumen.

4. Penyusunan Bagan Alir Proses

Diagram alir adalah penyajian yang mewakili tahapan-tahapan operasi

yang saling berkesinambungan. Diagram alir proses akan mengidentifikasi

tahapan-tahapan proses yang penting (dari penerimaan hingga perjalanan akhir

produk yang sedang dipelajari). Diagram alir adalah suatu gambaran yang

sistimatis dari urutan tahapan atau pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan

dalam produksi atau dalam menghasilkan pangan tertentu. Bentuk diagram alir

tergantung perusahaan, dapat berbentuk kata dan garis (lebih mudah dimengerti)

atau menggunakan simbol.

5. Pemeriksaan Bagan Alir di Lapangan

Tujuan dari tahapan ini adalah memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat

berdasarkan tahapan-tahapan proses serta pergerakan produk dan pekerja di lokasi

pengolahan pangan. Seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan. Proses

verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan tentang proses yang

dilakukan di pabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk

pada shift yang berbeda.

16

Page 17: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Jika tahap ini tidak dilakukan dengan teliti maka analisa yang dilakukan

selanjutnya bisa keliru. Potensi bahaya yang sesungguhnya bisa tidak

teridentifikasi dan titik-titik yang bukan titik pengendalian kritis teridentifikasi

sebagai CCP. Dengan demikian perusahaan telah membuang-buang sumber daya

dan tingkat keamanan produk menjadi berkurang.

6. Analisis Bahaya Pada Setiap Tahap dan Cara Pencegahannya

Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi

mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan

mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani

dalam rencana HACCP. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menentukan potensi

bahaya yang mana yang sepenuhnya telah dapat dikendalikan dengan upaya

pengendalian yang telah dilakukan pada program yang telah disyaratkan

sebelumnya, bangunan, peralatan, sanitasi, pelatihan perseorangan, penyimpanan,

dan transportasi.

Masing-masing upaya pengendalian perlu dibuat dalam bentuk resmi ke

dalam prosedur yang didefinisikan dengan baik atau instruksi kerja yang dibuat

oleh tim HACCP dan keefektifannya perlu dikaji ulang dengan

mempertimbangkan seluruh informasi ilmiah yang telah dikumpulkan pada tahap

pendahuluan protokol.

7. Menentukan Titik Pengendalian Kritis

Critical Control Point (CCP) adalah suatu langkah pengendalian suatu

titik, tahapan dari suatu proses yang dapat dilakukan dan perlu diterapkan untuk

mencegah bahaya keamanan pangan atau menguranginya sampai pada tingkat

yang dapat diterima. Untuk mengidentifikasi CCP biasanya dapat menggunakan

rumus Decision Tree (Diagram 1).

17

Page 18: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

P1

P 2

P 3

P 4

Gambar 3 :Diagram contoh pohon keputusan untuk identifikasi TKK (SNI, 2011)

18

Apakah ada tindakan pengendalian yang bersifat mencegah ?

Ya Tidak

Apakah pengendalian pada tahap ini diperlukan untuk pengamanan ?

Tidak Bukan TKK Berhenti (*)

Ya

Lakukan modifikasi tahapan, proses atau produk

Apakah tahapan dirancang khusus untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkata yang dapat diterima ? (**)

Ya

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima ? (**)

TidakYa Bukan TKK Berhenti (*)

Akankah langkah berikutnya menghilangkan bahaya yang teridentifikasi atau mengurangi kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima? (**)

Ya Tidak

Bukan TKK Berhenti (*)

TITIK KENDALI KRITIS (TKK)

Page 19: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Keterangan :* Lanjutkan kebahaya yang diidentifikasi berikutnya dalam uraian proses.** Tingkat yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima perlu diidentifikasi disemua tujuan dalam mengidentifikasi TKK dari rencana HACCP.

8. Penetapan Batas Kritis untuk Masing-masing CCP

Critical limit/batas kritis adalah suatu kriteria yang memisahkan antara

kondisi yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Tahapan ini harus

memungkinkan untuk dibuat pada masing-masing CCP dari satu atau beberapa

batas kritis, berikut pengawasannya yang menjamin pengendalian CCP. Suatu

batas kritis adalah kriteria yang harus diperoleh dengan cara pengendalian yang

berhubungan dengan CCP. Parameter untuk penyusunan batas kritis harus dipilih

sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan perbaikan

ketika batas kritis terlampaui. Kriteria yang sering digunakan untuk batas kritis

yaitu: suhu, bahan pengawet, kandungan air, pH, kadar chloor, kadar garam, berat

tuntas, isi dalam kemasan.

9. Penetapan Tindakan Pemantauan Pada Setiap CCP

Monitoring adalah tindakan melakukan serentetan pengamatan atau

pengukuran yang direncanakan dari parameter pengendali untuk menilai apakah

CCP dalam kendali. Metode yang dapat memberikan jawaban yang cepat akan

lebih baik untuk digunkan. Hal ini terutama berupa pengamatan fisik, pengukuran

fisik atau kimia. Metode mikrobiologi jarang digunakan sebab terlalu lama, terlalu

banyak sampel yang harus diambil agar hasilnya nyata secara statistik. Disisi lain,

metode analisa mikrobiologi berguna untuk menyusun analisis potensi bahaya dan

mengkaji ulang bahwa sistem tersebut bekerja dengan efisien.

10. Menetapkan Tindakan Koreksi Jika Terjadi Penyimpangan

Corrective action/tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus

diambil apabila hasil pemantauan pada titik kendali kritis menunjukkan

kehilangan kendali. Tindakan koreksi merupakan tindakan yang harus diambil

ketika hasil pemantauan pada CCP menunjukan kegagalan pengendalian. Semua

penyimpangan yang terjadi tidak dapat diantisipasi sehingga tindakan perbaikan

tidak boleh dilakukan sebelumnya, dengan demikian disarankan untuk menduga

kasus penyimpangan yang paling sering terjadi dan atau mendefinisikan

19

Page 20: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

mekanismenya, pengaturannya, pihak yang berwenang, serta tanggung jawab

secara umum untuk diterapkan setelah terjadi penyimpangan apapun juga.

11. Penyusunan Prosedur Verifikasi

Kegiatan verifikasi terdiri dari dua kegiatan yaitu, validasi dan verifikasi.

Validasi adalah kegiatan memperoleh bukti bahwa unsur-unsur dari rencana

HACCP berjalan efektif. Sedangkan verifikasi adalah penerapan metode,

prosedur, pengujian dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk

menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP. Tujuan dari verifikasi adalah

untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja efektif. Tahapan ini meliputi

prosedur pengkajian, pengujian, dan audit untuk mengkaji ulang bahwa sistem

HACCP bekerja secara efektif, dan modifikasi yang harus dibuat di dlaam sistem

HACCP dan dokumen pendukungnya ketika proses atau produk dimodifikasi.

12. Penetapan Prosedur Pencatatan yang Efektif

Prosedur HACCP harus di dokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat

dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis dan tepat sangatlah

penting untuk aplikasi yang efisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.

Sistem ini juga harus menjelaskan bagaimana orang-orang yang ada di dalam

pabrik dilatih untuk menerapkan rencana HACCP dan harus memasukan bahan-

bahan yang digunakan dalam pelatihan pekerja. Tahapan penetapan prosedur

pencatatan/dokumentasi dari rencana HACCP umumnya dilaksanakan sebelum

dilakukannya penetuan prosedur verifikasi, akan tetapi dapat pula dilakukan

setelah prosedur verifikasi selesai disusun. Jika dokumentasi rencana HACCP

disusun setelah prosedur verifikasi dilaksanakan, maka dokumen HACCP juga

mencakup prosedur verifikasi yang telah ada.

20

Page 21: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan

Praktek kerja lapangan dilaksanakan mulai pada 01 - 31 Maret 2013 di

CV. Cahaya Mandiri, Desa Botu Barani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten

Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.

3.2 Alat dan bahan

Alat

1. Timbangan 14. Injeksi Tuna Loin 28 jarum

2. Coring Tube 15. Timbangan digital3. Golok 16. spons4. Meja 17. Topi5. Keranjang. 20 kg dan 50 kg 18. Bots6. Sikat 19. Masker7. Pisau Potong 20. Mesin vacuum

8. Pisau Fillet 21. Alas tangan9. Pisau tulang 10. Wadah penampungan air11. Talenan 100 x 100 cm12. Talenan 50 cm x 100 cm13. Thermometer

Bahan

Lembar kuisioner

3.3 Metode yang digunakan

Metode pengumpulan data

1) Data primer

a) Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan

karyawan.

b) Observasi partisipatif melalui pengamatan langsung di CV.

Cahaya Mandiri dan mengikuti semua proses produksi.

21

Page 22: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

2) Data sekunder

Data penunjang diperolah dari studi literature, buku, laporan hasil

penelitian dan lain sebagainya.

Metode analisis data

Data yang terkumpul selama pelaksanaan dilapangan dianalisis

secara deskriptif. Dengan pencarian informasi yang bersumber dari

data primer yaitu mengumpulkan data langsung dari pengamatan,

wawancara dan turun langsung dalam proses pengolahan tuna loin.

3.4 Objek Pengamatan

Adapun objek yang diamati dalam praktek kerja lapang (PKL) ini adalah

Penerapan HACCP pada CV. Cahaya Mandiri mulai dari pembentukan TIM,

HACCP, deskripsi produk, identifikasi pengguna, penyusunan diagram alir proses

produksi, konfirmasi bagan alir dilapangan, analisis potensi bahaya, identifikasi

CCP, penetapan batas kritis, tindakan pemantauan untuk setiap CCP, tindakan

koreksi, prosedur verifikasi dan dokumentasi HACCP.

22

Page 23: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Perusahaan

Pada awalnya perusahaan Cahaya Mandiri dikenal dengan sebutan CV.

Era Mandiri. Perusahaan ini mulai berdiri pada tahun 1991 yang bertempat di

desa Botu Barani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango dan

bekerja sama dengan PT. Sinar Ponula Deheto (SPD). Selama 13 tahun yakni

dari tahun 1991-2004 perusahaan Era Mandiri terikat kontrak dengan PT. Sinar

Ponula Deheto.

Tahun 2004 perusahaan Era Mandiri mulai berdiri sendiri dengan lokasi

pabrik di Kelurahan Tenda (Pabean) selama 5 tahun, sehingga tepatnya pada

tanggal 21 Maret 2010 perusahaan Era Mandiri berubah menjadi CV. Cahaya

Mandiri hingga sekarang yang bertempat di Desa Botu Barani, Kecamatan

Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Perusahaan ini

bergerak dibidang pembekuan loin tuna, dengan hasil rata-rata per bulan yakni

13 ton dan tergantung pada ketersediaan/masuknya bahan baku. Daerah

pengumpulan bahan baku yang dijadikan produk loin tuna beku hanya seputaran

Bone Pesisir sehingga kegiatan produksi tidak berjalan aktif.

CV. Cahaya Mandiri lokasinya strategis dan di dukung oleh beberapa

faktor yakni lokasi bangunannya dekat dengan pinggiran pantai sehingga

memudahkan nelayan untuk memasukan ikan serta memiliki alat tangkap yang

merupakan hasil kerja sama pimpinan perusahaan dengan kepala Dinas

Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo. Hasil produksi yakni produk loin

tuna beku di kirim ke PT. Era Mandiri Jakarta karena CV. Cahaya Mandiri

merupakan cabang pabrik pengolahan tuna loin dari PT. Era Mandiri. Produk

yang dikirim dilakukan uji Histamin dan Mikrobiologi dan selanjutnya di ekspor

kebeberapa Negara tetangga, bahkan ada juga yang di ekspor ke Amerika

dengan harga jual produk tuna loin beku yakni Rp. 95.000/kg.

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

CV. Cahaya Mandiri memiliki jumlah karyawan 12 orang dengan masing-

masing bagian yakni :

23

Page 24: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

1. Pimpinan Perusahaan

Pimpinan perusahaan CV. Cahaya Mandiri memiliki tanggung jawab penuh

untuk mengawasi proses produksi berlangsung serta memiliki wewenang dalam

memutuskan dan menguji kualitas mutu bahan baku ikan tuna secara organoleptik

sebelum masuk ke ruang produksi.

2. Administrasi

Tanggung jawab seorang administrasi adalah mengatur dan mencatat semua

pembukuan yang menyangkut tentang keuangan perusahaan baik mengenai

pengeluaran, keuntungan, maupun gaji karyawan.

3. Kepala Produksi

Kepala produksi memiliki tanggung jawab dan wewenang pada proses

produksi tuna loin dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan

beku.

4. Kepala Mekanik

Tugas dari seorang kepala mekanik yakni mengawasi semua yang

berhubungan dengan mesin, baik mesin untuk penerangan, mesin chilling, ABF,

serta cold storage.

5. Kepala Sanitasi

Kepala sanitasi bertanggung jawab mengenai kebersihan dan kesehatan

karyawan sebelum dan sesudah proses produksi loin tuna. Adapun Struktur

Organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Organisasi Perusahaan (Sumber CV. Cahaya Mandiri).

24

ASEP KOSITAPimpinan

Siti RohanaAdministrasi

RohimKepala Produksi & QC

ElinKepala Mekanik

SantoKepala Sanitasi

Karyawan Produksi

1. Oyong 4. Santy 7. None2. Manto 5. Amhat 8. Ais3. Alhy 6. Anas

Page 25: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

4.2 Penerapan HACCP Dalam Proses Pengolahan Tuna Beku

Penerapan prinsip-prinsip HACCP pada CV. Cahaya Mandiri terdiri dari

tugas-tugas sebagai berikut :

1. Pembentukan Tim HACCP

Tim HACCP pada CV. Cahaya Mandiri terdiri dari 3 orang, yang masing-

masing adalah Manajer, Kepala Produksi, quality control dan Kepala Sanitasi.

Untuk kepala produksi dan QC jabatannya dipegang oleh satu orang karena

diantara karyawan belum ada yang memiliki sertifikat HACCP selain dari 3 orang

tim. Tim HACCP pada CV. Cahaya Mandiri dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Tim HACCP pada CV. Cahaya Mandiri

HACCP TEAM

Rohim Kepala Produksi dan QC

Elin Kepala Mekanik

SantoKepala Sanitasi

Sumber: CV. Cahaya Mandiri

Jumlah tim sebaiknya maksimum 5 orang dan minimum 3 orang yang

memiliki keahlian dibidangnya dengan dibuktikan adanya sertifikat pada masing-

masing tim HACCP. Sebagai acuan, tim HACCP ini terdiri dari pemimpin

produksi, quality control, bagian teknis dan perawatan (Abbdurohman, 2007).

2. Deskripsi Produk

Tahapan aplikasi HACCP ini bertujuan untuk mengetahui komposisi utama

produk, karakteristik produk, pengemasan, struktur kimia/fisik, informasi

keamanan, cara penyimpanan, perlakuan pengolahan, petunjuk penggunaan dan

metode pendistribusian. Deskripsi produk pada CV. Cahaya Mandiri dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi produk pada CV. Cahaya Mandiri

25

Page 26: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Nama Produk Frozen Tuna

Nama Spesies Thunnus Albacores, Thunnus Obesusu

Asal bahan bakuPenangkapan dengan menggunakan kapal Hand Line diperairan Indonesia

Penerimaan Bahan bakuDari Pemasok, dibawa menggunakan mobil pick up dengan suhu <4,40C

Produk Akhir Tuna Loin Beku

Tipe KemasanKemasan dalam : Menggunakan plastik PE dan di vacuum Kemasan Luar : Menggunakan Carton, Styrofoam

Penyimpanan Dalam ruangan beku dengan suhu diatur di-250C

Daya Awet Satu tahun dalam kondisi beku (suhu <-18 0C)

Label/SpesifikasiKode Perusahaan, Tanggal Produksi, Berat Bersih, Mutu.

Penggunaan Produk akhir Untuk dimasak sebelum dikonsumsi.

Sumber : CV. Cahaya Mandiri

3. Identifikasi Pengguna

Produk tuna loin beku pada CV. Cahaya Mandiri mempunyai segmen

pasar untuk masyarakat, biasanya konsumen mengkonsumsi produk tuna loin ini

sudah dalam bentuk olahan yang lebih lanjut, tapi untuk konsumen Asia (Jepang)

produk Tuna loin ini dikonsumsi dalam keadaan segar tanpa ada pengolahan yang

lebih lanjut biasanya dibuat Sashimi. Menurut SNI, 2011 Identifikasi pengguna

26

Page 27: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

sebaiknya didasarkan pada kegunaan yang diharapkan dari produk oleh

konsumen.

4. Menyusun Bagan Alir

Untuk memudahkan proses pengolahan maka CV. Cahaya Mandiri membuat

diagram alir yang disusun oleh tim HACCP. Diagram alir tersebut mencakup

semua tahapan proses pengolahan tuna loin beku mulai dari penerimaan bahan

baku sampai pada proses pendistribusian. Diagram alir proses disusun dengan

tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses

ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan

kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya

yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.

Menurut SNI (2011), Bagan alir sebaiknya mencakup semua tahapan

dalam proses untuk produk tertentu. Bagan alir yang sama dapat digunakan untuk

sejumlah produk yang dihasilkan menggunakan tahapan proses yang serupa.

Ketika menerapkan HACCP untuk suatu operasi tertentu, pertimbangan sebaiknya

diberikan pada tahapan sebelumnya dan yang mengikuti operasi tersebut. Adapun

bagan alir pada CV. Cahaya Mandiri adalah sebagai berikut (Diagram 2)

27

Page 28: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

28

1.Penerimaan dan Pemilihan

3.Pendinginan Sementara 2.Penimbangan 1

4.Pencucian 5.Buang Kepala dan Loin

6.Buang Kulit & Pengikisan

7.penimbangan 2 8.Perlakuan Clear Smoke

9.Pendinginan 2

10.Perlakuan Ozon

11.Retouching12.Pengemasan & Penimbangan

13.Vacuum

14.Pembekuan 15.Pengepakan

16.Penyimpanan Beku

17.Pengisian Container

CCP 2

CCP 1

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pengolahan (Sumber CV. Cahaya Mandiri)

Page 29: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

5. Konfirmasi Bagan Alir Dilapangan

Untuk memastikan kebenaran dari diagram alir yang telah dibuat, tim

HACCP pada CV. Cahaya Mandiri selalu melakukan pengecekan secara langsung

dari penerimaan dan pemilihan bahan baku sampai pada penyimpanan beku,

apakah setiap karyawan sudah melakukan penerapan GMP dan SSOP pada setiap

proses pengolahan tuna loin. Untuk Pengecekan diagram alir pada CV. Cahaya

Mandiri dilakukan oleh kepala produksi dan kepala sanitasi. Pengecekan

dilakukan pada saat pasokan bahan baku melimpah dan jika bahan baku yang

masuk sedikit biasanya pengecekan hanya dilakukan oleh kepala produksi.

Menurut Mortimore dan Carrol (2005), keakuratan diagram alir harus diperiksa

dengan mengamati jalannya proses dan membandingkan setiap langkah proses

dengan diagram.

6. Analisis Potensi Hazzard

Dari hasil analisis Bahaya potensial yang dilakukan oleh Tim HACCP CV.

Cahaya Mandiri mengelompokkan 3 jenis bahaya yang dapat terjadi pada produk

tuna loin beku yaitu bahaya fisik, Biologis dan Kimia. Untuk bahaya fisik yang

terindentifikasi pada penerimaan bahan baku, dimana terdapat kecacatan fisik

seperti adanya luka tusukan pada daging ikan dan tekstur daging ikan yang kurang

baik. Bahaya biologis yang dapat teridentifikasi pada CV. Cahaya Mandiri yaitu

E.Coli, Salmonela, V.Cholera, dan V.Parahemalyticus. Tindakan pencegahan

yang dilakukan yaitu dengan membunuh bakteri dengan menggunakan

desinfektan pada tahapan proses produksi. Bahaya kimia yang teridentifikasi yaitu

pembentukan Histamin pada saat proses produksi berlangsung. Pencegahan yang

dilakukan oleh CV. Cahaya Mandiri untuk menghindari terjadinya pembentukan

Histamin yaitu dengan menerapkan GMP dan SSOP pada setiap tahapan produksi.

Untuk lebih jelasnya Analisis bahaya pada CV. Cahaya Mandiri dapat dilihat pada

Lampiran 1

Penentuan bahaya dilakukan pada setiap tahapan proses produksi,

sehingga bahaya yang teridentifikasi dapat dengan segera ditangani. Tindakan

pencegahan merupakan tindakan penghambatan bahaya ke dalam produk dan

mengacu pada prosedur operasi dimana pada setiap tahap pekerja dipekerjakan

(Sarwono, 2007)

29

Page 30: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

7. Identifikasi Critical Control Point (CCP)

Penentuan CCP pada proses pengolahan tuna loin beku di CV. Cahaya

Mandiri dilakukan dengan menerapkan pohon keputusan, yang berisi urutan

pertanyaan dalam menentukan apakah termasuk suatu titik kendali kritis (lihat

Gambar 3). Mungkin ada lebih dari satu CCP dimana pengendalian diterapkan

untuk mengatasi bahaya yang sama. Penentuan suatu CCP dalam sistem HACCP

dapat dipermudah dengan penerapan pohon keputusan, yang menunjukan suatu

pendekatan yang pemikiran yang logis (SNI, 2011).

Penentuan CCP pada CV. Cahaya Mandiri dalam setiap proses pengolahan

adalah sebagai berikut :

A. Penerimaan Bahan Baku

CV. Cahaya Mandiri mendapat pasokan bahan baku berasal dari nelayan

lokal dan armada kapal tuna yang merupakan hasil kerja sama pimpinan

perusahaan dengan kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo. Ikan

tuna dari pemasok dimasukkan ke ruang penerimaan dengan cepat dan hati-hati,

kemudian diletakkan di tempat penyortiran. Tujuan pemilahan / penyortiran

adalah memilih ikan yang bermutu baik untuk diolah menjadi loin. Untuk

mendapatkan hasil ikan yang bermutu baik, maka dicek dengan menggunakan alat

pengecek yakni stecker yang dilakukan oleh karyawan berpengalaman (Cheker)

dan diawasi langsung oleh kepala produksi. Ikan tuna selain dicek kualitasnya

juga di sortir berdasarkan ukuran dan berat total. Ada tiga bahaya potensial yang

akan terjadi yaitu pertumbuhan bakteri, Kerusakan fisik, dan histamin.

Bahaya potensial yang pertama pada tahapan ini adalah pertumbuhan

bakteri yang disebabkan kondisi sanitasi yang kurang baik diruang penerimaan.

Bahaya ini bukan merupakan Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu :

P1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan SSOP 3 dengan prosedur sebagai berikut:

Ruangan penerimaan (lantai dan dinding) selalu dibersihkan dengan

sabun, kemudian disanitasi menggunakan chlorine sebesar 100 sampai 150

ppm sebelum dan setelah proses produksi.

30

Page 31: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Ruangan prosesing (lantai dan dinding) selalu dibersihkan menggunakan

sabun, kemudian di sanitasi menggunakan chlorine sebesar 100 sampai

150 ppm sebelum dan setelah proses produksi.

Menurut SNI (2006), Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji

secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian

ditangani secara hati- hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk

maksimal 4,40 C.

Bahaya potensial kedua pada tahapan ini yaitu kerusakan fisik yang

disebabkan oleh penanganan yang kasar oleh nelayan pada saat menagkap ikan

tuna. Bahaya ini ditandai degan adanya kecacatan fisik seperti adanya luka

tusukan pada daging ikan, tekstur daging ikan yang kurang baik serta ada

kecurigaan lain seperti bau tidak sedap (anyir). Bahaya ini bukan merupakan

Critical Control Point (CCP), Sesuai dengan jawaban pohon keputusan yang telah

diterapkan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

karena bahaya kerusakan fisik ini dapat dikendalikan dengan melakukan

pengamatan secara langsung terhadap ikan dengan melihat apakah terdapat luka

dan bau tidak sedap, sehingga tidak ada tindakan pencegahan terhadap bahaya

kerusakan fisik ini, dan apabila teridentifikasi adanya kerusakan fisik pada loin

maka loin akan dikembalikan.

Bahaya potensial ketiga pada tahapan ini yaitu kandungan Histamin yang

disebabkan oleh peningkatan suhu. Selama penulis magang di CV. Cahaya

Mandiri, penulis tak pernah melihat adanya kegiatan pengujian histamin yang

dilakukan setiap kedatangan bahan baku.

Menuurut pedoman atau panduan yang ada di CV. Cahaya Mandiri Upaya

untuk mencegah bahaya kandungan histamin yaitu dengan melakukan pengujian

histamin setiap kedatangan bahan baku di laboratorium eksternal dan akan ditolak

jika kandungan Histamin > 50 ppm/ lot.

Bahaya ini merupakan Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu :

31

Page 32: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Ya

P 2 : Apakah bahaya ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya

sampai tingkat yang diterima ? Tidak

P 3 : Apakah kontaminasi dari bahaya yang telah diidentifikasi melewati tingkat

yang diperkenankan atau dapat meningkat sehingga melebihi batas yang

diperbolehkan ? Ya

P 4 : Apakah Proses selanjutnya dapat menghilangkan bahaya atau mampu

mengurangi bahaya sampai batas yang diterima ? Tidak

Tindakan pencegahan yang dilakukan pada CV. Cahaya

Mandiri untuk mengidentifikasi adanya pembentukan histamin

pada tuna loin pada saat penerimaan bahan baku yang ditemui

dilapangan yaitu:

Dilakukan pengukuran suhu pada setiap ikan yang masuk,

apa bila suhu ikan diatas 80C maka ikan tuna tersebut

dikembalikan karena diduga adanya kandungan histamin.

Melihat sampel daging ikan yang diambil dengan alat stecker,

apabila daging ikan terlihat pucat dan teksturnya kurang padat maka ikan

tuna dikembalikan karena diduga sudah terbentuknya kandungan

histamin.

Di uji secara Organoleptik, apabila terdapat luka tusukan pada

daging ikan dan kecurigaan lain seperti bau tidak sedap (anyir) maka ikan

tuna dikembalikan karena diduga sudah terbentuknya kandungan

histamin.

Penanganan adalah faktor kunci untuk menghambat

terbentuknya histamin pada tuna. Histamin umumnya dibentuk

pada temperatur tinggi (>20 °C). Pendinginan dan pembekuan yang

cepat segera setelah ikan mati merupakan tindakan yang sangat

penting dalam upaya mencegah pembentukan histamin (Dalgaard et

al., 2008).

Produksi enzim decarboxylase telah terjadi, maka akan terus menerus

dihasilkan histamin meskipun pertumbuhan bakteri telah dihambat dengan suhu

32

Page 33: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

dingin hingga 40C. Produksi histamin akan semakin meningkat meskipun telah

disimpan pada ruangan pendingin (Sumner et al. 2004). Bakteria jenis Proteus

morganii, Klebsiella pneumonia, Hafnia alvei, Clostridium perfringens,

Enterobacter aerogenes,, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella

planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang

menyebabkan histamin terbentuk sampai tingkat membahayakan pada suhu 17 –

300C (Kanki et al., 2002).

Gambar 6. Penerimaan bahan baku dan Sortasi Mutu

B. Penimbangan 1

Setelah ikan diterima diruangan penerimaan bahan baku, maka selanjutnya

ikan ditimbang untuk mengetahui berat ikan tersebut. Pada proses ini bahaya

potensial yang timbul adalah pertumbuhan bakteri (E. coli, Salmonela, dan V.

cholera). Penyebab bahaya tersebut diakibatkan oleh kondisi sanitasi timbangan

dan karyawan yang kurang baik. Bahaya pada proses ini tidak termasuk dalam

Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan SSOP 4 dan SSOP 5. SSOP 4 yaitu kebersihan /

kesehatan karyawan dengan prosedur sebagai berikut:

Semua karyawan dalam kondisi sehat saat menangani produk.

Seragam kerja (topi, masker, apron, sarung tangan, dan sepatu boot) harus

selalu dalam keadaan bersih.

Pencucian seragam karyawan (topi, masker dan baju) dilakukan setiap

hari.

Dilarang meludah, merokok, makan dan minum diruangan pengolahan.

33

Page 34: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Dilarang menggunakan perhiasan (anting, cincin, kalung dsb) diruangan

proses

Karyawan tidak diperkenankan untuk menggunakan seragam kerja keluar

pabrik, selama istirahat serta ketika pergi ke toilet.

SSOP 5 Sanitasi Timbangan dengan prosedur:

Semua timbangan setelah proses produksi dibersihkan dengan sabun cair,

dibilas menggunakan air bersih dan disanitasi dengan air chlorine 50 ppm.

Khusus untuk timbangan digital hanya papan cetakan yang disanitasi.

Timbangan yang digunakan telah dicek dan dikalibrasi sebelumnya.

Cara penimbangan I dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7. Penimbangan ikan tuna

C. Pencucian (Washing)

Setelah ikan tuna ditimbang kemudian diberi kode menurut jenis, berat,

dan tingkat kesegaran (grade A, B, C, dan lokal). Ikan tuna yang sudah diberi

kode, disikat dan dibersihkan dengan menggunakan air yang bercampur

desinfektan (Mikrolene) dengan konsentrasi 25 ppm. Tujuan penggunaan

desinfektan yakni untuk membersihkan bakteri yang ada dipermukaan tubuh ikan.

Pencucian ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 8.

34

Page 35: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Gambar 8. Pencucian ikan tuna dengan desinfektan (Mikrolene)

Bahaya potensial yang mungkin terjadi pada proses ini adalah kondisi

sanitasi air yang kurang baik sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri.

Bahaya ini tidak termasuk dalam Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan GMP 3 dan SSOP 1 yaitu pencucian dengan

prosedur sebagai berikut :

Setiap ikan dibersihkan dan dicuci dengan menggunakan air mengalir,

pencucian harus menggunakan air dingin untuk mempertahankan suhu

pusat ikan tetap < 4.4 0C.

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran yang

masih menempel pada kulit ikan.

SSOP 1 yaitu pengadaan air dan es dengan prosedur sebagai berikut :

Air diperoleh dari perusahaan air minum daerah (PDAM), kemudian

dikumpulkan dalam bak penampungan yang tersedia diperusahaan. Jalur

antara pipa air bersih dengan air kotor dipisahkan.

Air yang digunakan untuk penanganan produk telah melalui system filtrasi

dan ultraviolet kemudian diberi larutan chlorine sebanyak 20 sampai 50

ppm.

Pemeriksaan sensorik seperti rasa, warna dan bau dilakukan setiap hari

sebelum air tersebut digunakan.

35

Page 36: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

D. Pendinginan Sementara (Temporary Chilling)

Ikan tuna yang sudah dibersihkan, dimasukkan ke dalam bak pendingin

yang sudah diberi es dengan suhu diatur antara 0°C sampai 4,4°C selama 15

sampai dengan 20 menit. Tujuan dari pendinginan sementara ini adalah untuk

menormalisasikan suhu tubuh ikan, karena suhu tubuh ikan di atas kapal

penangkap tidak memenuhi standar karena adanya keterbatasan es yang

digunakan sebagai media pendingin. Biasanya suhu tubuh ikan tuna pada saat

dilakukan pembongkaran dari atas kapal penangkap hanya berkisar 5° C sampai

6° C. Pendinginan sementara dapat dilihat pada Gambar 9

Gambar 9. Pendinginan sementara

Bahaya potensial pada tahapan ini adalah peningkatan suhu yang dapat

menyebabkan proses terbentuknya histamin pada ikan tuna. Bahaya pada proses

ini tidak termasuk dalam Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan GMP 4 yaitu pendinginan sementara dengan

prosedur:

Sebelum ikan diproses, ikan yang telah dibersihkan terlebih dahulu

dimasukkan kedalam bak pendingin yang berisi es. Suhu diset < 4.4 0C

Pendinginan bertujuan untuk mempertahankan suhu ikan tuna tetap < 4.4 0C

E. Pemotongan Kepala dan Loin (De-heading and loining)

36

Page 37: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Ikan tuna yang telah dicelupkan kedalam bak yang berisi es selama 15 atau

20 menit, kemudian di angkat dan di potong bagian kepala, sirip, dan pangkal

ekor secara manual menggunakan pisau potong yang bersih dan hati-hati. Cara

pemotongan kepala yakni sayatan pisau dimulai dari sirip dada sampai sirip perut,

setelah penyayatan kemudian ikan tuna di balik, dilanjutkan lagi dengan

penyayatan seperti diatas sampai kepala ikan tuna terlepas. Proses pemotongan

kepala ikan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pemotongan kepala ikan tuna

Pemotongan kepala ikan dilakukan secara cepat dan meja yang digunakan

untuk pemotongan slalu dibersihkan setiap satu kali pemotongan ikan dengan

menggunakan air mengalir yang telah dicampur Multquant (desinfektan). Tujuan

penggunaan Multquant adalah sebagai desinfektan (membunuh bakteri) dan untuk

mencuci peralatan yang kontak langsung dengan produk. Multquant yang

digunakan pada CV. Cahaya Mandiri dapat dilihat pada Gambar 11.

37

Page 38: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Gambar 11. Mult Quant

Setelah pemotongan kepala selesai selanjutnya ikan tuna dibawa pada

ruangan pengolahan untuk pembentukan loin. Pembentukan loin dimulai dengan

membelah daging ikan menjadi 4 bagian sepanjang bagian gurat sisi (linear

lateralis), lalu dilakukan pemotongan dari bagian perut yang disayat dengan

menggunakan pisau stainless sampai pangkal ekor dan dari bagian punggung

sampai pangkal ekor seperti tampak pada Gambar 12.

Gambar 12. Pembuatan loin

Jika ditemukan loin yang jelek maka loin tersebut langsung dipisahkan.

Pemotongan dilakukan untuk memenuhi permintaan dari pembeli dan

mempermudah pada saat pengolahan. Papan dan pisau pemotongan yang

digunakan untuk pembentukan loin dibersihkan dengan air mengalir yang

dicampur dengan Multquant untuk mengurangi resiko kontaminasi pada produk

loin. Kepala dan tulang ikan yang telah terpisah dari daging tidak langsung

dibuang, tetapi ditampung dalam bak plastik yang besar untuk dijual kembali pada

pembeli.

38

Page 39: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Bahaya potensial pada proses ini adalah peningkatan suhu yang dapat

menyebabkan proses terbentuknya histamin dan kondisi sanitasi peralatan yang

kurang baik. Bahaya yang pada proses ini tidak termasuk dalam Critical Control

Point (CCP) berdasarkan pohon keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan menerapkan GMP 5 dan SSOP 2. GMP 5 yaitu

pemotongan kepala dan loin dengan prosedur:

Ikan tuna dipotong pada bagian kepala dan sirip secara manual dengan

menggunakan pisau stainless yang bersih dan hati-hati, kemudian ikan

dibelah menjadi empat bagian, masing-masing dua bagian perut dan dua

bagian punggung. Jika ditemukan loin jelek maka loin tersebut langsung

dipisahkan.

Pemotongan dilakukan untuk memenuhi permintaan dari pembeli dan

mempermudah pengolahan.

Ikan dibersihkan dan dicuci dengan menggunakan air mengalir, pencucian

harus menggunakan air dingin untuk mempertahankan suhu pusat ikan

tetap < 4.4 0C.

SSOP 2 yaitu peralatan yang kontak langsung pada produk dengan prosedur

sebagai berikut :

Setelah produksi selesai semua peralatan dibersihkan dengan sabun cair,

dibilas menggunakan air bersih dan disanitasi dengan air chlorine 50 ppm.

Sebelum operasi harian dimulai, semua peralatan dibersihkan

menggunakan air bersih dan air chlorine 50 ppm.

Setiap 1 jam semua peralatan dicuci menggunakan air chlorine 50 ppm

dan sebelum istirahat siang

Menurut SNI (2006), Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah

ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan

secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk

4,40 C.

F. Pembuangan Kulit (Skinning) dan Pengikisan (Trimming)

39

Page 40: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Satu persatu loin tuna dibuang kulitnya menggunakan pisau trimming

yang bersih dan hati-hati. Kulit ikan sesegera mungkin dipindahkan dari meja,

kemudian dibawa ke tempat pembuangan untuk menghindari terjadinya

kontaminasi. Setelah tuna loin dikeluarkan dari kulit kemudian dilakukan

perapihan (Trimming). Trimming adalah proses perapihan, karena setelah di fillet

kemungkinan daging masih terlihat berantakan sehingga perlu dilakukan

perapihan yakni dengan menghilangkan sisa-sisa kulit, tulang, dan daging merah

yang masih menempel pada daging tuna loin sebelum ditimbang. Proses trimming

dilakukan oleh karyawan proses dan diawasi kepala produksi, lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pembuangan kulit ikan tuna.

Bahaya potensial pada tahapan ini adalah pertumbuhan bakteri yang

disebabkan oleh kondisi sanitasi peralatan yang kurang baik. Bahaya pada proses

ini tidak termasuk Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon keputusan

yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan menerapkan SSOP 2 yaitu peralatan yang

kontak langsung pada produk dengan prosedur:

Setelah produksi selesai semua peralatan dibersihkan dengan sabun cair,

dibilas menggunakan air bersih dan disanitasi dengan air chlorine 50 ppm.

Sebelum operasi harian dimulai, semua peralatan dibersihkan

menggunakan air bersih dan air chlorine 50 ppm.

40

Page 41: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Setiap 1 jam semua peralatan dicuci menggunakan air chlorine 50 ppm

dan sebelum istirahat siang

G. Penimbangan 2 (Weighing 2)

Semua loin yang sudah dirapihkan kemudian ditimbang satu per satu

secara cepat dan hati-hati menggunakan timbangan elektronik. Penimbangan

bertujuan untuk mengetahui berapa banyak loin yang telah diproses kemudian

di catat oleh petugas pencatat dan di awasi oleh kepala produksi, untuk

penimbangan 2 dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Penimbangan 2

Potensi bahaya pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri yang disebabkan

oleh kondisi sanitasi timbangan dan karyawan kurang baik. Bahaya pada proses

ini tidak termasuk Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon keputusan

yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan SSOP 4 dan SSOP 5. SSOP 4 yaitu kebersihan

/ kesehatan karyawan dengan prosedur sebagai berikut:

Semua karyawan dalam kondisi sehat saat menangani produk.

Seragam kerja (topi, masker, apron, sarung tangan, dan sepatu boot) harus

selalu dalam keadaan bersih.

Pencucian seragam karyawan (topi, masker dan baju) dilakukan setiap

hari.

Dilarang meludah, merokok, makan dan minum diruangan pengolahan.

Dilarang menggunakan perhiasan (anting, cincin, kalung dsb) diruangan

proses

41

Page 42: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Karyawan tidak diperkenankan untuk menggunakan seragam kerja keluar

pabrik, selama istirahat serta ketika pergi ke toilet.

SSOP 5 Sanitasi Timbangan dengan prosedur:

Semua timbangan setelah proses produksi dibersihkan dengan sabun cair,

dibilas menggunakan air bersih dan disanitasi dengan air chlorine 50 ppm.

Khusus untuk timbangan digital hanya papan cetakan yang disanitasi.

Timbangan yang digunakan telah dicek dan dikalibrasi sebelumnya.

H. Penyuntikan CO (clear smoke)

Tuna loin yang sudah ditimbang kemudian dibawa ke ruang clear smoke

untuk dilakukan penuntikan CO. Penambahan CO dilakukan dengan penyuntikan

kedalam beberapa bagian daging tuna loin secara merata menggunakan jarum

suntik. Tuna loin kemudian dikemas sementara menggunakan plastik PE

(Polyetilen) dan pada saat itu juga CO ditiupkan ke dalam plastik menggunakan

sprayer agar permukaan daging terlihat merah secara merata. Semua peralatan

yang digunakan dalam ruangan clear smoke bersih. Penyuntikan CO bertujuan

untuk meningkatkan warna dan tekstur dari daging tuna loin. Penyuntikan CO

dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Penyuntikan CO

Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri yang

disebabkan kondisi sanitasi peralatan yang kurang baik. Bahaya pada proses ini

tidak termasuk Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan menerapkan SSOP 2 yaitu peralatan yang

kontak langsung pada produk dengan prosedur:

42

Page 43: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Setelah produksi selesai semua peralatan dibersihkan dengan sabun cair,

dibilas menggunakan air bersih dan disanitasi dengan air chlorine 50 ppm.

Sebelum operasi harian dimulai, semua peralatan dibersihkan

menggunakan air bersih dan air chlorine 50 ppm.

Setiap 1 jam semua peralatan dicuci menggunakan air chlorine 50 ppm

dan sebelum istirahat siang

I. Pendinginan 2 (Chilling 2)

Produk loin yang telah disuntik dengan gas CO selanjutnya dimasukkan

kedalam ruang pendinginan selama 24 jam agar warna daging tetap kelihatan

merah karena telah disuntik dengan gas CO. Bahaya potensial pada proses ini

adalah Histamin. Bahaya ini disebabkan oleh penyimpangan suhu yang terjadi

dalam ruang pendingin. Upaya untuk mencegah bahaya tersebut adalah jika

terdeteksi oleh QC suhu tinggi > 3,30C maka perekam data di cek untuk

mengevaluasi durasi waktu pada suhu tertinggi. Fluktuasi suhu lebih dari 3,30C

selama kurang dari 2,5 jam, maka produk dipindahkan kedalam styrofoam yang

telah diberi es dengan suhu diset 00C.

Berdasarkan pohon keputusan bahaya ini termasuk dalam Critical

Control Point (CCP).

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Ya

P 2 : Apakah bahaya ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya

sampai tingkat yang diterima ? Tidak

P 3 : Apakah kontaminasi dari bahaya yang telah diidentifikasi melewati tingkat

yang diperkenankan atau dapat meningkat sehingga melebihi batas yang

diperbolehkan ? Ya

P 4 : Apakah Proses selanjutnya dapat menghilangkan bahaya atau mampu

mengurangi bahaya sampai batas yang diterima ? Tidak

J. Penanganan Setelah Clear Smoke (Retouching)

Retouching adalah proses penanganan kembali (pengikisan) yang

dilakukan secara cepat dan hati-hati terhadap loin yang baru dikeluarkan dari

ruang pendingin (chilling room). Pengikisan dilakukan menggunakan pisau

43

Page 44: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

stainless yang bersih dengan tujuan untuk menghilangkan daging hitam, kulit dan

benda asing yang masih melekat pada daging tuna loin. Setelah tuna loin

dilakukan pengikisan kemudian permukaan daging tuna loin dibersihkan dengan

menggunakan spons agar lendir akibat perlakuan chilling yang menempel pada

permukaan daging tuna loin menjadi bersih. Tuna loin yang sudah bersih

kemudian di timbang dengan standar berat kecil dari 5 kg, apabila berat tuna loin

lebih dari 5 kg maka di potong agar beratnya tidak lebih dari 5 kg yang di

sesuaikan dengan permintaan pembeli. Retouching atau penanganan loin tuna

setelah di chilling yakni dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Penanganan setelah clear smoke

Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri yang

disebabkan oleh kondisi sanitasi peralatan dan karyawan yang kurang baik.

Bahaya tersebut tidak termasuk Critical Control point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan SSOP 2 dan SSOP 4. SSOP 2 yaitu peralatan

yang kontak langsung pada produk dengan prosedur:

Setelah produksi selesai semua peralatan dibersihkan dengan sabun cair,

dibilas menggunakan air bersih dan disanitasi dengan air chlorine 50 ppm.

Sebelum operasi harian dimulai, semua peralatan dibersihkan

menggunakan air bersih dan air chlorine 50 ppm.

Setiap 1 jam semua peralatan dicuci menggunakan air chlorine 50 ppm

dan sebelum istirahat siang

SSOP 4 yaitu kebersihan / kesehatan karyawan dengan prosedur sebagai berikut:

44

Page 45: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Semua karyawan dalam kondisi sehat saat menangani produk.

Seragam kerja (topi, masker, apron, sarung tangan, dan sepatu boot) harus

selalu dalam keadaan bersih.

Pencucian seragam karyawan (topi, masker dan baju) dilakukan setiap

hari.

Dilarang meludah, merokok, makan dan minum diruangan pengolahan.

Dilarang menggunakan perhiasan (anting, cincin, kalung dsb) diruangan

proses

Karyawan tidak diperkenankan untuk menggunakan seragam kerja keluar

pabrik, selama istirahat serta ketika pergi ke toilet.

K. Pengemasan dan Penimbangan (Wrapping and Weighing)

Setiap loin yang sudah dilakukan pengelapan kemudian ditimbang satu

persatu dan dimasukkan ke dalam plastik PE yang bersih. Pengemasan dan

penimbangan bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada saat

penyimpanan serta mengetahui jumlah produk yang akan di ekspor.

Plastik PE untuk mengemas daging tuna loin disertai dengan kode

produksi yang meliputi tanggal pemotongan, berat, dan tingkat mutu kesegaran.

Penimbangan dan pengemasan dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Penimbangan dan Pengemasan

Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri (E. coli,

Salmonela) yang disebabkan oleh kondisi sanitasi karyawan yang kurang baik.

Bahaya tersebut tidak termasuk Critical Control point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu:

45

Page 46: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan SSOP 4 yaitu kebersihan / kesehatan

karyawan dengan prosedur sebagai berikut:

Semua karyawan dalam kondisi sehat saat menangani produk.

Seragam kerja (topi, masker, apron, sarung tangan, dan sepatu boot) harus

selalu dalam keadaan bersih.

Pencucian seragam karyawan (topi, masker dan baju) dilakukan setiap

hari.

Dilarang meludah, merokok, makan dan minum diruangan pengolahan.

Dilarang menggunakan perhiasan (anting, cincin, kalung dsb) diruangan

proses

Karyawan tidak diperkenankan untuk menggunakan seragam kerja keluar

pabrik, selama istirahat serta ketika pergi ke toilet.

L. Vacum (Vacuum)

Produk yang telah dimasukkan kedalam plastik kemudian dikeluarkan

udara dengan menggunakan mesin vacum. Pada saat proses vacum berlangsung

dihindari adanya penumpukan produk pada mesin vacum karena akan

mengakibatkan peningkatan suhu sehingga proses vacum dilakukan dengan cepat

dan tepat. Tujuan dari pemvakuman yaitu untuk mencegah kontaminasi pada saat

penyimpanan. Cara pemvakuman seperti pada Gambar 18.

Gambar 18. Pemvakuman loin tuna

Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri yang

disebabkan oleh kondisi sanitasi plastik dan karyawan kurang baik. Bahaya

46

Page 47: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

tersebut tidak termasuk Critical Control point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan SSOP 4 kebersihan / kesehatan karyawan

dengan prosedur:

Semua karyawan dalam kondisi sehat saat menangani produk.

Seragam kerja (topi, masker, apron, sarung tangan, dan sepatu boot) harus

selalu dalam keadaan bersih.

Pencucian seragam karyawan (topi, masker dan baju) dilakukan setiap

hari.

Dilarang meludah, merokok, makan dan minum diruangan pengolahan.

Dilarang menggunakan perhiasan (anting, cincin, kalung dsb) diruangan

proses

Karyawan tidak diperkenankan untuk menggunakan seragam kerja keluar

pabrik, selama istirahat serta ketika pergi ke toilet.

M. Pembekuan (Freezing)

Produk yang telah divacum selanjutnya di lakukan proses pembekuan.

Pembekuan ini menggunakan metode pembekuan dengan udara dingin yang

beroperasi pada suhu -350 C selama 8 jam dalam ruangan ABF. Tujuan

pembekuan ini adalah untuk menjaga produk agar segar

Bahaya potensial pada proses ini adalah pertumbuhan bakteri yang

disebabkan oleh terjadinya penyimpangan suhu pembekuan, sehingga untuk

mencegah hal tersebut terjadi maka suhu pembekuan dicek melalui display setiap

1 jam oleh mekanik atau quality control (QC). Bahaya tersebut tidak termasuk

dalam Critical Control Point (CCP).

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Menurut SNI (2006), loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan

dengan alat pembeku seperti ABF hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal

–18 °C dalam waktu maksimal 4 jam.

47

Page 48: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

N. Pengemasan (Packing)

Setelah semua loin beku, kemudian dimasukkan dalam box atau karung

yang bersih dan ditandai dengan kode perusahaan, tanggal potong, grade, berat

dan nomor karung atau box. Pengepakan bertujuan untuk melindungi produk

selama penyimpanan dan dalam perjalanan menuju tempat tujuan. Pembersihan

karung atau box terlebih dahulu dilakukan sebelum proses pengepakan, hal

tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya pertumbuhan bakteri yang

disebabkan oleh kontaminasi produk dengan bahan pengemas.

Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri yang

disebabkan kondisi sanitasi bahan pengemas yang kurang baik. Bahaya pada

proses ini tidak termasuk Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon

keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan membersihkan karung atau box. Pembersihan

dilakukan sebelum proses produksi dimulai dengan menggunakan sabun dan

dicuci kembali dengan air bersih dengan tujuan untuk menghindari terjadinya

penumpukan desinfektan pada produk.

O. Penyimpanan Beku (Cold Storage)

Setelah produk dipacking, proses selanjutnya adalah penyimpanan didalam

gudang cold storage atau penyimpanan dingin dengan suhu operasional berkisar

antara -18 0C sampai dengan -30 0C.

Dalam ruang penyimpanan dingin ini udara harus berhembus merata

kesemua ruangan. Sistem penyimpanan produk diatur dan ditata sedemikian rupa

48

Page 49: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

berdasarkan jenis produk dan size sehingga pada saat dilakukan distribusi produk

tersebut mudah dilakukan proses bongkar muat. Proses penyimpanan/penyusunan

hendaklah dilakukan dengan baik dan penuh kehati-hatian sehingga tidak akan

menimbulkan kerusakan pada box atau karung.

Bahaya potensial pada tahapan ini adalah penyimpangan suhu yang dapat

menyebabkan terbentuknya histamin pada produk. Bahaya pada proses ini tidak

termasuk Critical Control Point (CCP) berdasarkan pohon keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan GMP penyimpanan beku dengan prosedur:

Setelah semua loin beku, loin dimasukkan dalam cold storage dengan suhu

penyimpanan di set – 25 oC ± 0 oC , penyimpanan loin di cold storage

harus dilakukan dengan rapi, antara produk yang satu dan lain dengan

jaraknya diatur sedemikian rupa agar sirkulasi udara di cold storage

berjalan dengan baik.

Cold storage di set untuk bisa mempertahankan suhu pusat ikan

< - 18 oC ± 0 oC.

P. Pengisian Dalam Kontainer (Loading)

Produk-produk yang berada dalam ruangan penyimpanan dingin kemudian

dikeluarkan untuk dimasukkan dan disusun kedalam kontainer yang sebelumnya

telah disetting suhunya hingga -25 0C untuk menjaga suhu produk. Bahaya

potensial pada proses ini adalah pertumbuhan bakteri yang disebabkan oleh

peningkatan suhu. Bahaya ini tidak termasuk dalam Critical Control Point (CCP)

berdasarkan pohon keputusan yaitu:

P 1 : Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap

bahaya yang telah diidentifikasi ? Tidak

Karena dapat dikendalikan dengan GMP pengisian ke kontainer dengan prosedur:

Seluruh box atau karung disusun didalam truk thermoking dengan rapi

serta memperhatikan sirkulasi udara didalamnya. Pengisian kedalam truk

thermoking dilakukan secepat mungkin untuk menghindari terjadinya

peningkatan suhu yang dapat menyebabkan produk jadi rusak. Suhu

thermoking di set – 20 oC.

49

Page 50: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Untuk memastikan bahwa sirkulasi udara didalam thermoking berjalan

dengan baik dan mempertahankan suhu pusat ikan < - 18 oC ± 0 oC selama

menuju tempat tujuan maka dilakukan pengecekan suhu didalam

thermoking.

CV. Cahaya Mandiri melayani permintaan dari pedagang yang ingin tuna

milik mereka dibuat loin. Prosesnya dimulai dari penerimaan, penimbangan I,

pencucian, pemotongan kepala, loin, pembuangan kulit, pengikisan, penimbangan

II, dan penyuntikan CO. Setelah itu loin dikemas menggunakan plastik PE

kemudian dicelupkan kedalam air untuk membuang udara yang ada didalam

kemasan sehingga plastik menempel pada permukaan tuna loin. Setelah itu ujung

plastik diikat untuk menghindari udara masuk kedalam loin. Kemudian loin

diserahkan kepada pedang untuk dikemas kedalam styrofoam yang berisi es untuk

dipasarkan sekitaran daerah Gorontalo.

8. Penetapan Batas Kritis

Penetapan batas kritis pada CV. Cahaya Mandiri umumnya sudah

ditetapkan oleh perusahaan PT. Era Mandiri dan disesuaikan dengan hasil

observasi yang dilakukan oleh tim HACCP CV. Cahaya Mandiri pada setiap

tahapan produksi, di mulai dari penerimaan bahan baku hinga ekspor. Dari hasil

observasi yang dilakukan batas kritis yang sudah menjadi kesepakatan oleh tim

HACCP terdapat pada penerimaan bahan baku dan penyimpanan dingin, karena

pada tahapan produksi lain titik kritisnya dapat dikendalikan dengan GMP dan

SSOP yang diterapkan pada perusahaan. Untuk lebih jelasnya penetapan batas

kritis dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Penetapan batas kritis

CCP BAHAYA BATAS KRITIS

Penerimaan Bahan Baku

Penyimpanan Dingin

Histamin

Histamin

< 50 ppm tiap ikan

Temperature < 3,30C

Sumber : CV. Cahaya Mandiri

50

Page 51: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Menurut Sarwono (2007), batas kritis merupakan batas toleransi yang

harus dipenuhi pada setiap penetapan CCP untuk mengendalikan bahaya secara

efektif. Batas-batas kritis pada CCP ditetapkan berdasarkan referensi dan standar

teknis serta observasi unit produksi. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara

produk aman dan tidak aman, sehingga setiap CCP mudah teridentifikasi dan

dijaga oleh operator proses produksi.

9. Tindakan Pemantauan Untuk setiap CCP

Prosedur pemantauan pada CV. Cahaya Mandiri dilakukan dengan

memantau suhu dan aspek organoleptik pada tahapan penerimaan bahan baku.

Untuk bahaya histamin dengan cara megukur suhu ikan, uji organoleptik dan

Melihat sampel daging ikan yang diambil dengan alat stecker, apabila daging ikan

terlihat pucat dan teksturnya kurang padat (kenyal) maka ikan tuna dikembalikan

karena diduga sudah terbentuknya kandungan histamin.

Pada ruang penyimpanan dingin dilakukan pemantauan pada suhu. Suhu

pada ruangan penyimpanan dingin harus < 3,30C. Prosedur pemantauan ini

dilakukan dengan cara menggunakan perekam data untuk merekam fluktuasi suhu.

Prosedur ini dilakukan di ruang penyimpanan dingin oleh quality control (QC).

Menurut SNI (2001) pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan

terjadwal atas suatu CCP yang berhubungan dengan batas kritisnya. Prosedur

pemantauan harus mampu untuk mendeteksi hilangnya pengendalian pada CCP.

Selanjutnya pemantaun sebaiknya memberikan informasi ini tepat waktu untuk

membuat penyesuaian sehingga menjamin pengendalian proses untuk mencegah

terlanggarnya batas kritis.

10. Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi pada proses penerimaan bahan baku yang dilakukan pada

CV. Cahaya Mandiri adalah pemeriksaan semua suhu ikan saat penerimaan.

Apabila ditemukan ikan yang suhunya diatas 8 0C dan tekstur daging kurang padat

maka ikan tuna akan ditolak (reject). Pembentukan histamin yang di tunjukan

dengan suhu ikan yang tinggi pada setiap penerimaan apabila suhu ikan diatas 5 0C maka dilakukan tindakan untuk menurunkan suhu ikan dengan menambahkan

es dan terus mengawasi suhu dan waktu sampai dibawah batas kritis. Selama

penulis magang di CV. Cahaya Mandiri, penulis tak pernah melihat adanya

51

Page 52: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

kegiatan pengujian histamin yang dilakukan setiap kedatangan bahan baku.

Tindakan pencegahan yang dilakukan pada CV. Cahaya Mandiri untuk

mengidentifikasi adanya pembentukan histamin pada tuna loin pada saat

penerimaan bahan baku yang ditemui dilapangan yaitu dengan melakukan

pengukuran suhu pada ikan yang masuk, Melihat sampel daging ikan yang

diambil dengan alat stecker, dan di uji secara Orgonoleptik.

Pada proses penyimpanan dingin tindakan koreksi yang dilakukan adalah

jika terdeteksi oleh QC suhu tinggi atau suhu tiap hari > 3,3 0C maka perekam

data di cek untuk mengevaluasi durasi waktu pada suhu tertinggi. Fluktuasi suhu

lebih dari 3,3 0C selama kurang dari 2,5 jam, maka produk dipindahkan kedalam

styrofoam yang telah diberi es dengan suhu diset 00C.

Menurut Sarwono (2007), Tindakan koreksi dilakukan jika terjadi

penyimpangann terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi harus spesifik

pada setiap CCP dengan menyesuaikan kembali penyimpangan yang terjadi

(Puspita, 2001). Tindakan-tindakan harus menjamin bahwa CCP telah berada

dibawah kendali. Tindakan-tindakan yang dilakukan juga harus mencakup

disposisi yang tepat dari produk yang terpengaruh (SNI, 2011).

11. Prosedur Verifikasi

Kegiatan verifikasi pada pengolahan tuna loin beku pada CV. Cahaya

Mandiri dilakukan pada setiap CCP teridentifikasi dengan prosedur yang

dilakukan antara lain, kalibrasi alat ukur, peninjauan CCP, pemeriksaan

mikrobiologi serta meninjau keluhan konsumen. Prosedur verifikasi pada proses

penerimaan bahan baku dilakukan dengan meninjau laporan hasil pengawasan dan

tindakan koreksi. Uji Histamin dilakukan di PT. Era Mandiri Jakarta dan hasil

dikirim melalui email. Setelah itu dilakukan review, tindakan perbaikan serta

perifikasi laporan setiap ada hasil test yang telah dilakukan. Pada proses

penyimpanan dingin tindakan verifikasi dilakukan dengan melakukan cek secara

manual setiap 1 jam sekali setiap hari oleh mekanik. Koreksi juga dilakukan pada

proses pengemasan dan pelabelan.

Menurut Puspita (2001), verifikasi merupakan kegiatan evaluasi atau

pengkajian terhadap rancangan HACCP untuk membuktikan bahwa sistem

HACCP yang diterapkan bekerja secara efektif.

52

Page 53: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

12. Dokumentasi HACCP

Dokumentasi hasil rancangan HACCP pada pengelolaan tuna loin beku

pada PT. Cahaya Mandiri (diterapkan pada setiap tahap atau proses yang termasuk

CCP) disusun sebagai bukti otentik pelaksanaan HACCP. Dokumen HACCP ini

dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan tindakan koreksi dan perbaikan

sistem serta memudahkan pemeriksaan oleh pihak terkait. Menurut ILSI Eropa

(1993), dokumentasi merupakan bagian penting pada HACCP untuk meyakinkan

bahwa informasi yang telah dikumpulkan dalam proses dapat diperoleh bagi

siapapun yang terlibat di dalamnya, selain itu juga dapat meyakinkan bahwa

sistem tetap berkesinambungan dalam jangka panjang.

53

Page 54: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan:

1. Penerapan HACCP pada CV. Cahaya Mandiri sudah dapat diterapkan dengan

cukup baik mulai dari pembentukan TIM, HACCP, deskripsi produk,

identifikasi pengguna, penyusunan diagram alir proses produksi, konfirmasi

bagan alir dilapangan, analisis potensi hazzard, identifikasi CCP, penetapan

batas kritis, tindakan pemantauan untuk setiap CCP, tindakan koreksi,

prosedur verifikasi dan dokumentasi HACCP.

2. CCP pada proses pengolahan Tuna Loin beku pada CV.Cahaya Mandiri

teridentifikasi terdapat pada tahapan penerimaan bahan baku, dan pendinginan

2 (Chilling 2).

6.1 Saran

1. Untuk pabrik pengolahan hasil perikanan khususnya CV. Cahaya Mandiri agar

kiranya lebih memperhatikan lagi keamanan produk yang dihasilkan karena

dalam proses pengolahan tuna loin CV. Cahaya Mandiri tidak dilengkapi

dengan alat pendeteksi logam. Alat pendeteksi logam merupakan bagian dari

HACCP yang seharusnya ada pada perusahaan pengolahan produk perikanan,

dengan fungsi untuk menjamin suatu produk yang dihasilkan benar-benar

bebas dari kontaminasi logam.

2. Pimpinan perusahaan perlu meninjau kembali pengujian Histamin yang ada di

CV. Cahaya Mandiri karena tidak sesuai dengan buku pedoman HACCP yang

ada diperusahaan. Selama penulis magang tidak pernah melihat adanya

kegiatan pengujian Histamin dan melihat Laboratorium External yang

digunakan untuk pengujian Histamin.

54

Page 55: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

55

Page 56: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

DAFTAR PUSTAKA

Abdurohman. 2007. Penyusuna Dokumen rencana Hazzard Analysis And Critical Control Point (HACCP) pada Produk Crissant pada Di PT. Ciptayasa Pangan mandiri Pulogadung Jakarta. [Skripsi]. Bogor. Istitu Pertanian Bogor

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Tuna Loin Beku. Jakarta: BSN

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International Code of Practice General Principles of Food Hygiene. Rev. 4. Food and Agriculture Organization/Word Health Organization. Rome, Italy.

Codex Alimentarius Commission. 2001. Food hygiene. Basic Texts. 2nd ed.

CV. Cahaya Mandiri. 2010. Program Manajemen Mutu Terpadu Berdasarkan Konsepsi HACCP Dari Pengolahan Tuna Beku. Gorontalo

Dahyar MA. 2009. evaluasi efektivitas pengendalian resiko bahaya histamin pada titik kendali kritis (critical control point-ccp) proses pengolahan tuna loin beku dengan metode lean six sigma. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Dalgaard P, Emborg J, A Kjolby, ND Sorensen and NZ Ballin. 2008. Histamin and biogenic amines : formation and importance. in seafood dalam T Borresen (edited), Improving Seafood Products for the Customer. North America : Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC.

Dian, 2012. Hazzard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sebagai Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan.. [Online], Diakses Tanggal 5 Februari 2013.

Direktorat Jendral Perikanan. 1990/1993. Pengolahan Hasil Perikanan Dan Klasifikasi Ikan Tuna. Direktorat Jendral Perikanan Jakarta.

Ditjen Perikanan. 1996. Pertemuan Teknis Pembinaan Mutu Hasil Perikanan dan Latihan Penerapam HACCP. Departemen Pertanian. Jakarta

Emborg J and Dalgaard P. 2008. Modelling the effect of temperature, corbon dioxide, water activity and pH on growth and histamin formation by Morganella psychrotolerant. Food Microbiology (128): 226-233.

Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta: CV Liberty.

Junianto. 2003. Klasifikasi Ikan Tuna. Kanasius. Yogyakarta.

56

Page 57: IDENTIFIKASI HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN TUNA LOIN  DI CV. CAHAYA MANDIRI GORONTALO

Latifah, L. 2001. Mempelajari Aspek Pengendalian Mutu Proses Pembekuan Ikan Tuna (Thunnus Albacores) Di PT. Tirta Raya Mina (persero) Pekalongan. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Lehane L and Olley J. 2000. Histamin fish poisoning revisited. International Journal of Food Microbiology 58: 1-37.

Kanki M, Yoda T and Tsukamoto T. 2002. Klebsiella pneumoniae Produces No Histamin: Raoultella planticola and Raoultella ornithinolytica Strains Are Histamin Producers. Enviromental Microbiology 68:. 3462–3466.

Keer M, Paul L and Sylvia A .2002. Effect of Storage Condition on Histamin Formation in Fresh and Canned Tuna. Commision by Food Safety Unit. Dalam www.foodsafety.vic.gov.au.

Maghfiroh, 2000. Pengaruh Pemakaian Bahan Pengikat terhadap Karakteristik Nugget. [Skripsi]. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan.

Muhardi T, Kadarisman D. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanasius. Yogyakarta.

Nasution, 2004. Mutu Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rossi S, Lee C, Ellis PC and Pivarnik LF. 2002. Biogenic amine formation in bigeye tuna steak and skipjack tuna. Journal of Food Chemistry and Toxicolog (67): 2056-2060.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2006. Tuna Loin Mentah Beku. SNI 01-4104-2006. Jakarta. Badan Standar Nasional.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2011. Rekomendasi Nasional Kode Praktis – Prinsip Umum Higiene Pangan. CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, IDT. Jakarta. Badan Standar Nasioanal.

Sumner J, Ross T and Ababouch L. 2004. Application of Risk Assessment in the Fish Industry. Roma: Food and Agriculture Organization of The United Nation.

Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta. Buku Aksara.

Soen’an. 2004. Komposisi Kimia Ikan Tuna. PT. Penebar Swadaya.

Wicaksono, D. 2009. Asesmen Resiko Histamin Selama Proses Pengolahan Pada Industri Tuna Loin. Bogor. Institu Pertanian Bogor.

57