Hygiene Rigor mortis

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan baik. Dengan demikian dalam proses pemotongan sampai pengolahan perlu diperhatikan supaya menghasilkan daging yang berkualitas. Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun atas unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel). Hygiene pangan Page 1

description

hygiene pangan

Transcript of Hygiene Rigor mortis

Page 1: Hygiene Rigor mortis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan

sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya

dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging

bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak

ditangani dengan baik. Dengan demikian dalam proses pemotongan sampai

pengolahan perlu diperhatikan supaya menghasilkan daging yang berkualitas.

Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun

atas unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang

berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan

kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada

lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi

berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai

dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel). 

Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai

terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar

perannya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pasca rigor. Kesalahan

penanganan pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis dapat mengakibatkan

mutu daging menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark

firm dry) atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan karena dingin (cold

shortening) atau rigor yang terbentuk setelah pelelehan daging beku (thaw rigor).

Kelainan-kelainan mutu yang terjadi pascamerta ternak dapat dihindari

jika pengetahuan tentang mekanisme rigor mortis dan perubahan pascarigor

daging dapat diterapkan dengan baik pada penanganan pascapanen ternak. Secara

ilmiah otot baru dapat dikatakan daging jika proses rigor mortis telah terbentuk

dan dilanjutkan dengan proses pematangan otot (aging) sehingga otot menjadi

Hygiene pangan Page 1

Page 2: Hygiene Rigor mortis

lebih ekstensibel dan mebrikan kualitas yang lebih baik dibanding pada saat

prarigor.

1.2  Rumusan Masalah

            1. Bagaimana proses rigor mortis itu terjadi pada ternak?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi waktuterbentuknya rigor

mortis?

1.3  Tujuan

1. Untuk mengetahui proses-proses dalam rigor mortis

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi waktu

terbentuknya rigor mortis.

Hygiene pangan Page 2

Page 3: Hygiene Rigor mortis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sumber Energi Otot

Untuk mempertahankan kehidupan dan aktivitas ternak, makanan

merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi. Kelebihan karbohidrat

yang berasal dari pakan yang dikonsumsi akan dirubah dalam tubuh ternak

menjadi glikogen (pati hewan) yang akan disimpan didalam hati dan otot.

Glikogen ini akan dirombak menjadi asam laktat (anaerob) atau asam piruvat

(aerob) dan akan menghasilkan ATP (adenosine tri fosfat). Pada otot ATP akan

digunakan untuk proses kontraksi dan relaksasi sehingga memungkinkan ternak

untuk bergerak atau beraktivitas. Dengan demikian otot strip (otot skelet=rangka

tubuh) disebut sebagai alat pergerakan tubuh atau sebagai eneriy mekanik. Karena

otot terdiri dari unsur-unsur kimia (C, H, O) maka disebut juga sebagai energi

kimiawi. Pada saat ternak telah mengalami kematian maka otot yang semasa

hidup ternak disebut sebagai energi mekanik dan energi kimiawi akan disebut

sebagi energi kimiawi saja karena setelah rigor mortis terbentuk maka akativitas

kontraksi tidak tejadi lagi.

Sesaat setelah ternak mati maka sisa-sisa glikogen dan khususnya ATP

yang terbentuk menjelang ternak mati akan tetap digunakan untuk kontraksi otot

sampai ATP habis sama sekali dan pada saat itu akan terbentuk rigor mortis

ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel lagi).

Produksi ATP dari glikogen melalui tiga jalur yakni:

1. Glikolisis; perombakan glikogen menjadi asam laktat (produk akhir) atau

melalui pembentukan terlebih dahulu asam piruvat (dalam keadaan aerob)

kemudian menjadi asam laktat (anaerob). Pada kondisi ini akan terbentuk

3 mol ATP

2. Siklus asam trikarboksilat (siklus krebs); sebagian asam piruvat hasil

perombakan glikogen bersama produk degradasi protein dan lemak akan

Hygiene pangan Page 3

Page 4: Hygiene Rigor mortis

masuk kedalam siklus asam trikarboksilat yang menghasilkan CO2 dan

atom H. Atom H kemudian masuk ke rantai transport elektron dalam

mitochondria untuk menghasilkan H2O serta 30 mol ATP.

3. Hasil glikolisis berupa atom H secara aerob via rantai transport elektron

dalam mitochondria bersama dengan O2 dari suplai darah akan

menghasilkan H2O dan 4 mol ATP.

Dengan demikian melalui tiga jalur ini glikogen otot pertama-tama dirubah

menjadi glukosa mono fosfat kemudian dirombak menjadi CO2 dan H2O serta 37

mol ATP.

Adenosin tri fosfat (ATP) akan digunakan sebagai sumber energi untuk

kontraksi, memompa ionCa2 pada saat relaksasi, dan mengatur laju keseimbangan

Na dan K.

Cepat lambatnya waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis

sangat tergantung pada sedikit banyaknya ATP yang tersedia pada saat ternak

disembelih. Kondisi ternak yang kurang istirahat menjelang disembelih

dan terutama pada kondisi stress atau kecapaian/kelelahan akan mempercepat

terbentuknya rigor mortis.

gambar1. produksi ATP melalui tiga jalur

Hygiene pangan Page 4

Page 5: Hygiene Rigor mortis

2.2 Rigor Mortis

Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih

diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan

terjadinya kekakuan pada otot. Padas sat kekakuan otot itulah disebut sebagai

terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat.

Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada

jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia

terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati.

Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat

menjelang disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga

proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada

saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh

enzim ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat.

Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH

daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya

rigor mortis. Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu

yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan

menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak

bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.

2.2.1 Fase Rigor Mortis

Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor

mortis dan fase pascarigor. Pada fase prarigor dibedakan atas fase penundaan dan

fase cepat seperti terlihat pada gambar 2.

Pada gambar 2 terlihat waktu pascamerta yang dibutuhkan untuk proses

rigor mortis pada otot yang berasal dari ternak kelinci. Pada grafik a

memperlihatkan waktu proses rigor mortis yang berlangsung sempurna; fase

penundaan membutuhkan waktu 8 jam dan fase cepat 3 jam. Waktu yang

dibutuhkan terbentuknya rigor mortis adalah 11 jam. Pada grafik b

Hygiene pangan Page 5

Page 6: Hygiene Rigor mortis

memperlihatkan waktu rigor mortis pada kelinci yang mengalami

kecapaian/kelelahan dimana waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor

mortis adalah 5 jam. Pada grafik c adalah proses rigor mortis yang terjadi sangat

cepat kurang dari 1 jam (30 menit) yang terjadi pada ternak kelinci yang sudah

sangat kelelahan (kehabisan sumber energi). Ketiga grafik ini (a, b, c)

menunjukkan bahwa waktu terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada

jenis ternak dan kondisi ternak sebelum mati; makin terkuras energi maka makin

cepat terbentuknya rigor mortis

gambar2. proses rigor mortis kelinci (a.normal, b.kelelahan, c.energi sangat terkuras

2.2.2 Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis

Aktomiosin

Aktomiosin adalah pertautan antara miofilamen tebal (myosin) dan

miofilamen tipis (aktin) pada organisasi miofibriler otot (Modul Struktur Otot)

dan mengakibatkan terjadinya kekakuan otot. Pada saat ternak masih hidup maka

pertautan kedua miofilamen ini (tebal dan tipis) berlangsung

secara reversible (ulang alik) yakni kontraksi dan relaksasi. Ketika kedua

miofilamen bergesek maka dikatakan terjadi kontraksi dan sarkomer (panjang

serat) akan memenedek sebaliknya pada saat kedua miofilamen saling melepas

Hygiene pangan Page 6

Page 7: Hygiene Rigor mortis

(tidak terjadi pergesekan) maka disebut terjadi relaksasi ditnadai dengan sarkomer

memanjang.

Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai

ATP habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang

mayat) dan tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak

daging karena akan sangat terasa alot.

Perubahan Karakter Fisikokimia

Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis

mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi.

Kekakuan ini secara perlahan akan kembali menjadi ekstensibel akibat kerja

sejumlah enzim pencerna protein diantaranya cathepsin (lihat proses maturasi).

Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih

berkontraksi) didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut

sebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek sampai 40% dan

mengakibatkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada saat

dimasak (lihat modul V). Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untuk

dikonsumsi sekalipun tingkat keempukannya tidak sebaik jika dikonsumsi pada

fase pascarigor. Ini dimungkinkan karena adanya enzim Ca+2 dependence protease

(CaDP) atau calpain yang berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna

protein jika ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh pada saat reticulum sarkoplasmik

dipompa pascakontraksi otot.

pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah

rigor mortis terbentuk secara sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah

rigor mortis sudah terbentuk tetapi pH otot masih diatas pH akhir yang normal

(pH>5.5 – 5.8). pH akhir otot yang tinggi pada saat rigor mortis terbentuk

memberikan sifat fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam

pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada saat prarigor,

dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan dalam pengolahan. pH

Hygiene pangan Page 7

Page 8: Hygiene Rigor mortis

asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding capacity) akan menurun,

sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan memberikan daya ikat air yang tinggi.

Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik

isoelektrik mengakibatkan otot menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar

(mudah terurai). Hal ini bisa terjadi pada ternak babi atau ayam yang mengalami

stress sangat berat menjelang disembelih dan akibatnya proses rigor mortis

berlangsung sangat cepat; bisa beberapa menit pada ternak babi.

Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir

normal (5.5 – 5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.

2.2.3 Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dan

tergantung pada:

1. Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor

mortis lebih singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada

kasus PSE (pale soft exudative) dibanding dengan pada sapi yang

membutuhkan waktu 24 jam pada kondisi rigor mortis sempurna.

Dikatakan sempurna jika rigor mortis terjadi selama 24 jam pada ternak

dengan kondisi cukup istirahat dan full glikogen sebelum disembelih dan

suhu ruangan sekitar 15°C.

2. Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu

berbeda dari jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau

tidak cukup istirahat sebelum disembelih akan memebutuhkan waktu yang

lebih cepat untuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup

istirahat dan tidak stress pada saat menjelang disembelih.

3. Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun

otot yakni serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat

pada ternak yang tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding

dengan serat merah. Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak

Hygiene pangan Page 8

Page 9: Hygiene Rigor mortis

memperlihatkan pH awal lebih tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih

rendah. Aktivitas ATP ase yang lemah akan membutuhkan waktu yang

lebih lama untuk menghabiskan ATP. Dengan demikian pada otot merah

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuknya rigor mortis.

Maturasi (aging) Pada Daging

Maturasi adalah proses secara alamiah yang terjadi pada daging selama

penyimpanan dingin (2 – 5°C setelah ternak disembelih yang memberikan

dampak terhadap perbaikan palatabilitas daging tersebut khususnya pada daerah

rib dan loin.

Selama maturasi akan terjadi pemecahan atau fragmentasi protein

miofibriler oleh enzim-enzim alami menghasilkan perbaikan keempukan daging,

khususnya pada bagian rib dan loin. Pada suhu 2º C, waktu yang dibutuhkan

utnuk pematangan daging adalah 10 - 15 hari, namun dengan alasan ekonomi

waktu diturunkan menajdi 7 - 8 hari. Akibat permintaan penyediaan daging yang

cepat dan berkembangnya pasar swalayan dan toko-toko daging yang dilengkapi

dengan rantai pendingin maka waktu maturasi ditingkat RPH dipersingkat

menjadi 1- 2 hari; setelah rigor mortis terbentuk karkas (whole and retail cuts)

sudah bisa didistribusikan ke pasar swalayan atau toko daging, dengan harapan

proses aging akan berlangsung selama display produk daging tersebut.

Faustman (1994) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk

maturasi adalah 12 hari untuk daging sapi, 3-5 hari untuk daging babi, dan 1-2

hari untuk daging ayam.

Selama aging akan terjadi perbaikan keempukan daging yang secara fisik

diakibatkan oleh terjadinya fragmentasi miofibriler akibat kerja enzim pencerna

protein. Ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam proses

pengempukan ini yakni calcium dependence protease (CaDP) atau nama lainnya

calpain (µ dan m-calpain) yang intens bekerja pada saat prarigor dan kelompok

cathepsin yang aktif bekerja pada saat pascarigor. Keduanya berperan dalam

mendegradasi protein miofibriler. Calpain dalam aktivitasnya akan dihambat oleh

Hygiene pangan Page 9

Page 10: Hygiene Rigor mortis

enzim calpastatin (inhibitor calpain), sehingga efektivitasnya terhadap perbaikan

keempukan akan sangat tergantung pada jumlah enzim inhibitor tersebut.

Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh aging terhadap keempukan seperti

berikut:

Pada suhu + 1º C, peningkatan keempukan terjadi dalam 15 hari dan

khususnya pada minggu kedua (Dumont, 1952).

Perbaikan keempukan sebanyak 28,2 % dan 22 % masing-masing untuk

hari kelima dan hari ke 15. Setelah itu perbaikan keempukan yang dicapai

hanya 6,2 % dari hari ke 15 sampai hari ke 35 (Hiner dan Hanhins, 1941)

Peningkatan keempukan daging pada hari ke tujuh penyimpanan pada

suhu 4º C sebesar 10 % dan meningkat menjadi 31 % setelah penyimpanan

17 hari (Moran dan Smith (1929)

Pada daging sapi Bali penggemukan dan tanpa penggemukan

(pemeliharaan tradisional) : peningkatan keempukan sebesar 21,83 %

selama 12 hari aging dimana 8,90 % diantaranya diperoleh pada hari

ketiga (Abustam, 1995)

Keempukan pada sapi pemeliharaan tradisional lebih baik dibanding

dengan sapi penggemukan (17,15 % vs 14,49 %) (Abustam, 1995)

Wu dkk (1981, 1982) maturasi: solubilitas kolagen intramuskuler

meningkat.

Stanley dan Brown (1973) waktu maturasi meningkat, solubilitas kolagen

intramuskuler juga meningkat: 13 hari maturasi, 29% kolagen

tersolubilisasi. Peningkatan ikatan silang termolabil dari kolagen epimisial

dan kolagen intramuskuler selama 21 hari maturasi (Pfeiffer dkk, 1972).

Jenis Aging

Ada dua jenis aging pada karkas/daging

Hygiene pangan Page 10

Page 11: Hygiene Rigor mortis

dry aging, karkas utuh atau potongan utama karkas secara terbuka (tanpa

ditutupi atau dikemas) ditempatkan pada ruangan pendingin pada suhu 0–

1,11°C (32-34°F), kelembaban relative 80-85 %, kecepatan udara 0,5-2,5

m/det, selama 21 – 28 hari

wet aging, daging dimaturasikan pada kantong plastic hampa udara, suhu

0-1,11°C (32-34°C) Kelembaban dan kecepatan udara bukan merupakan

keharusan yang diperlukan pada maturasi tertutup (wet aging).

Faktor Pembatas Aging

Kelembaban; kelembaban yang tinggi akan menagkibatkan pertumbuhan

mikroba yang berlebihan. Pada kelembabab rendah mengakibatkan

pengkerutan yang berlebihan. Kelembaban relative 85% memperlambat

pertumbuhan mikroba dan kehilangan cairan daging akan menurun

Suhu; pada suhu yang tinggi akan mempercepat perkembangan

keempukan namun pertumbuhan mikroba juga meningkat

Kecepatan udara; pada kecepatan udara rendah akan mengakibatkan

kondensasi air berlebihan pada produk yang mana akan menghasilkan

aroma dan flavor yang menyimpang (off-flavor), dan pembusukan. Sedang

pada kecepatan udara tinggi akan menagkibatkan pengeringan permukaan

karkas yang berlebihan

Efektivitas Aging

Waktu dan tingkat kecepatan aging merupakan variable-variable

pascamerta yang mempengaruhi keempukan daging

Tingkat kecepatan aging; beberapa karkas atau potongan-potongannya

mengalami pengempukan sangat cepat sedang yang lainnya

pengempukannya terjadi secara perlahan

Hygiene pangan Page 11

Page 12: Hygiene Rigor mortis

Waktu aging; pada otot dengan jaringan ikat yang sedang sampai tinggi

pada umumnya tidak begitu empuk setelah waktu aging yang cukup

dimana frgagmentasi jaringan ikat tidak cukup selama aging

Survey National Beef Tenderness 1991 memperlihatkan bahwa maturasi

daging sapi 3 – 90 hari, rata-rata 17 hari sebelum dijual eceran. Melebihi

28 hari, nilai tambahnya sedikit terhadap perbaikan palatabilitas dan

mungkin merusak ditandai dengan pertumbuhan mikroba yang tidak

diinginkan dan perubahan flavor

Tenderloin; merupakan otot yang paling empuk sehingga waktu yang

diperlukan untuk aging tidak terlalu lama.

Loin; merupakan otot relative empuk dimana fragmentasi miofibriler

tinggi, jumlah jaringan ikat (kolagen) sedikit, pola aging sama dengan eye

of the round (semitendinosus0 yang merupakan otot kurang empuk dimana

fragmentasi rendah dan kuantitas jaringan ikat (kolagen) yang lebih

banyak.

Shank dan chuck; merupakan otot dengan keempukannya dapat diterima

konsumen melalui penggilingan menjadi daging cincang. Namun demikian

perbaikan besar dalam keempukan dicapai melalui metoda pemasakan

yang tepat daripada melalui aging.

Sekalipun aging berpengaruh terhadap perbaikan palatabilitas (khususnya

keempukan), namun demikian pemuliabiakan, pemberian pakan,

pengolahan dan persiapan, semuanya berperan penting dalam pemenuhan

akhir dari kesukaan konsumen.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk melihat effektivitas aging

adalah pertimbangan ekonomi. Maturasi pada daging sapi membutuhkan

ruangan penyimpanan pendinginan, yang mana membutuhkan biaya untuk

pengadaan dan pemeliharaan ruangan tsb.

Hygiene pangan Page 12

Page 13: Hygiene Rigor mortis

Penyimpanan daging sapi lebih lama dari 7-10 hari membutuhkan biaya

yang lebih mahal. Dengan alasan ekonomi ini maka beberapa Negara

mulai melakukan aging yang tidak terlalu lama 2-6 hari pascamerta.

Problem berkaitan dengan aging

Daging sapi menjadi busuk atau bau dan flavor yang menyimpang dapat

terjadi karena:

1. Pendinginan karkas yang kurang tepat.

2. Karkas akan menyerap bau ruangan aging.

3.Sanitasi yang kurang baik, dan kontaminasi dengan mikroorganisme

menyebabkan bau dan flavor menyimpang dan pembusukan.

4. Aging yang berlebihan akan menghasilkan akumulasi mikroorganisme.

5. Pengkerutan akan terjadi selama maturasi. Makin lama maturasi, makin besar

kehilangan berat

6. Maturasi pada karkas yang telah jadi (finished-carcasses) akan menghasilkan

pengkerutan yang berlebihan, pengeringan pada daerah permukaan, dan

diskolorasi. Pengeringan dan diskolorasi daerah permukaan harus dibersihkan

dan dijauhkan. Penyiangan ini dapat berarti terhadap kehilangan yang

dipertimbangkan pada produk.

Hygiene pangan Page 13

Page 14: Hygiene Rigor mortis

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu:

Konversi otot menjadi daging diawali pada saat ternak setelah mati dimana

sejumlah perubahan biokimia dan bifisk terjadi pada rangkaian kegiatan

proses terbentuknya rigor mortis dan dilanjutkan pada kegiatan pascarigor.

Secara ilmiah otot baru dapat dikatakn daging setelah melalui perubahan-

perubahan biokimia dan biofisik tersebut. Perubahan biokimia berupa

proses glikolisis yakni perombakan glikogen menjadi asam laktat yang

akan mengakibatkan kekakuan otot dikenal sebagai instalasi rigor mortis

dan dilanjutakn dengan proses aging untuk memperbaiki tingkat

keempukan daging. Sejumlah perubahan biofisik yang terjadi selama

proses rigor mortis dan pasca rigor seperti perubahan-perubahan atribut

yang berkaitan dengan kualitas daging: warna, citarasa, bau, dan

keempukan.

Proses rigor mortis yang berlangsung tidak sempurna karena pengaruh

sebelum ternak disembelih dan penanganan pascapanen yang tidak tepat

dapat mengakibatkan kelainan mutu pada daging seperti DFD, DCB, PSE,

cold shortening dan thaw rigor.

Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bisa bervariasi

karena jenis ternak, individu ternak dan jenis serat.

Aging merupakan proses alami yang biasanya memperbaiki keempukan

pada kondisi pendinginan. Enzim alami seperti calpain dan cathepsin akan

memecahkan protein spesifik otot menjadi fragmen-fragmen yang lebih

kecil dan akibatnya daging menjadi empuk terutama daerah loin dan rib.

Jika aging pascamerta besar peranannya terhadap perubahan-perubahan

protein miofibriler, maka pada protein jaringan ikat (kolagen) hampir tak

berarti.

Hygiene pangan Page 14

Page 15: Hygiene Rigor mortis

Ada perubahan solubilitas dan ikatan silang kolagen (peningkatan

thermolabil) dan yang lainnya menyatakan tidak ada perubahan pada

jaringan ikat intramuskuler selama maturasi

Effektivitas maturasi, dari segi ekonomi dapat dipertimbangkan untuk

menurunkan lama maturasi dari 7-10 hari menjadi 2-6 hari

Hygiene pangan Page 15