Rigor Mortis

21
TUGAS MAKALAH ILMU FAAL MEKANISME RIGOR MORTIS PADA OTOT LURIK Disusun oleh : Ahmad Fauzi 05.70.0081/A Kelompok : C

description

makalah

Transcript of Rigor Mortis

Page 1: Rigor Mortis

TUGAS MAKALAH ILMU FAAL

MEKANISME RIGOR MORTIS

PADA OTOT LURIK

Disusun oleh :

Ahmad Fauzi

05.70.0081/A Kelompok : C

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN 2006/2007

Page 2: Rigor Mortis

Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat sehat kepada

kita sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ilmu FAAL. Tugas makalah ini saya

susun dengan tujuan sebagai tugas tambahan. Selain itu, sasaran saya dalam menyusun

makalah ini untuk menetahui MEKANISME DARI RIGORMORTIS (pada ikan)

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini belum sempurna

sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada :

dr. Meivy I S selaku pembimbing praktikum.

Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam

penyusunan tugas makalah ilmu faal ini.

Surabaya, 2 April 2007

Penyusun

2

Page 3: Rigor Mortis

Daftar Isi

Kata Pengantar ………………………………………………………………… 2

Daftar Isi ………………………………………………………………………. 3

BAB I ………………………………………………………………………….. 5

Pendahuluan ………………………………………………………..

Latar belakang …………………………………………………… 4

BAB II …………………………………………………………………………. 5

Pembahasan ……………………………………………………….. 5

Factor penyebab kerusakan ikan …………………………………. 5

Komposisi fisik dan kimiawi ikan ………………………….. 5

- Komposisi fisik dan kimiawi ……………………….. 5

- Mekanisme perubahan fisik ikan setelah mati …. 7

- Prinsip mencegah kerusakan ………. 8

BAB III ………………………………………………………………………… 14

Kesimpulan ……………………………………………………….. 14

Daftar Pustaka ……………………………………………………. 15

3

Page 4: Rigor Mortis

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ”segar”

adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan

pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara penanganan pertama

saat panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut mempertahankan mutunya

selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya sampai siap

dikonsumsi. Agar dapat melakukan penanganan hasil perikanan secara benar untuk

mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan

lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara

penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi

penyebab kerusakan tersebut. Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan

saat dipanen merupakan ciri atau kriteria mutu (kesegaran)-nya sekaligus merupakan

penyebab dominan kerusakan mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi

dan benturan/tekanan fisik.

Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera

setelah dipanen dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah

menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan salah satu cara

yang paling cocok untuk menangani ikan setelah dipanen sampai saat siap untuk diolah

lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan mudah untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi

tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang

ikan saat ini. Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah

penyebab kerusakan lainnya seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik,

diperlukan sarana yang cocok dalam jumlah cukup.

4

Page 5: Rigor Mortis

BAB II

PEMBAHASAN

FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN IKAN

Penyebab utama kerusakan ikan dilihat dari sumbernya meliputi penyebab dari

keadaan ikan itu sendiri pada saat ditangkap dan penyebab dari kondisi diluar tubuh

ikan. Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya sendiri meliputi kondisi fisik dan

komposisi kimiawi ikan, sedangkan kerusakan dari luar tubuh ikan disebabkan oleh

kontaminasi dan tekanan atau benturan fisik yang dialami ikan selama penanganannya

dilakukan. Dengan mengetahui mekanisme penyebab terjadinya kerusakan dapat

diupayakan langkah-langkah pencegahan untuk menghambat proses penurunan mutu

ikan.

1. Komposisi fisik dan kimiawi ikan

1.1. Komposisi fisik dan kimiawi ikan

Dari bentuk fisiknya bagian tubuh ikan yang dapat dimakan (edible portion) adalah

dagingnya, sedangkan bagian tubuh lainnya seperti kepala, insang, isi perut, kulit, sirip

dan tulang merupakan bagian yang tidak dapat dimakan meskipun pada jenis ikan

tertentu bagian ini merupakan produk perikanan eksklusif yang mahal harganya setelah

mendapatkan perlakuan pengolahan/penanganan khusus. Daging atau otot ikan karena

kandungan zat gizinya adalah merupakan bagian tubuh ikan yang lazim menjadi target

untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging ikan segar secara umum terdiri dari 16-

24% protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64-81% air. Komposisi inilah yang

menyebabkan daging ikan segar menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba

(jasad renik), dimana mikroba mencerna atau mengurai zat gizi tersebut menjadi

senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan daging ikan menjadi rusak atau busuk.

Oleh karena itu tujuan utama penanganan ikan segar adalah mencegah terjadinya hal ini.

Komposisi kimiawi daging ikan tergantung tergantung antara lain kepada jenis ikan,

kematangan atau kedewasaan dan musim. Salah satu bentuk protein daging ikan adalah

berupa enzim yang meskipun jumlahnya hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai

5

Page 6: Rigor Mortis

komposisi daging ikan pada saat ikan hidup melakukan gerakan di air. Bagian

komposisi daging ikan yang berperan dalam pergerakan otot ikan hidup adalah

glikogen otot, suatu bentuk senyawa gulasederhana yang dikandung otot daging dalam

jumlah sedikit sebagai cadangan energi. Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh

enzim menghasilkan energi untuk gerakan otot dengan limbah berupa asam laktat, air

dan CO2. Limbah ini secara aerob diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui

respirasi dan urin ikan. Apabila ikan mati, proses ini terjadi secara anaerob dan kerja

enzim menjadi tak terkendali dalam mengurai glikogen otot yang ada didalam daging

menghasilkan energi berupa ketegangan otot daging ikan sehingga tubuh ikan menjadi

kaku – sulit/tidak dapat dilipat yang lazim

disebut sebagai keadaan rigormortis Limbahnya terutama asam laktat akan tertimbun

didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis

tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak

persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan

dalam kondisi rigormortis Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini

adalah sejak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses

kerusakan daging oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, karena selama keadaan

tersebut tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba

pembusuk. Setelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging karena

menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang sesuai

bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. Bagian tubuh ikan hidup yang selalu

mengandung mikroba adalah lendir dipermukaan kulit, insang dan isi perut,

dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan pusat konsentrasi mikroba pengurai-

pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke daging ikan melalui permukaan kulit

yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan bagian dalam dinding perut yang luka

untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi daging sehingga ikan menjadi menurun

mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk isi perut ikan, selain mikroba juga

mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak dsb sehingga harus dijaga jangan

sampai pecah selama penanganannya agar enzim-enzim tersebut tidak merusak dinding

perut ikan bagian dalam yang selanjutnya juga merusak daging ikannya.

6

Page 7: Rigor Mortis

1.2. Mekanisme perubahan fisik ikan setelah kematiannya

Perubahan fisik ikan yang terjadi pada proses kematian ikan karena diangkat dari air

atau tercekik adalah :

- Saat proses kematian akan keluar lendir dipermukaan tubuh ikan dengan jumlah yang

berlebihan dan ikan akan mengelepar mengenai benda disekelilingnya. Apabila benda

yang terkena benturan ikan cukup keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan menjadi

memar dan luka-luka.

- Selanjutnya setelah ikan mati secara perlahan-lahan akan mengalami kekakuan tubuh

(rigormortis) yang diawali dari ujung ekor menjalar kearah bagian kepalanya. Lama

kekakuan ini tergantung dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya.

- Setelah proses rigormortis selesai, kerusakan ikan akan mulai terlihat berupa

perubahan-perubahan : berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya

warna insang, berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, untuk ikan bersisik

menjadi lebih mudah lepas sisiknya dan kehilangan kecemerlangan warna ikan, bau

berubah dari segar menjadi asam.

- Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan bertambahnya tingkat

penurunan mutu ikan, sampai yang terakhir ikan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi

manusia atau busuk. Menilai kesegaran ikan yang paling mudah adalah menggunakan

metode indrawi atau organoleptik dengan mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif

terhadap perubahan mutu dagingnya, seperti warna/rupa, rasa, kekenyalan dan

kekompakan daging, kondisi mata, kondisi insang, dinding perut, bau atau aroma.

Berikut ini ciri-ciri indrawi ikan segar dan penyimpangan dari ciri tersebut

menunjukkan telah terjadinya penurunan atau perubahan mutunya. Ciri-ciri indrawi

ikan segar :

Rupa dan warna: mata masih jernih, warna merah insang, kecemerlangan

kulit/sisik dan warna putih-merah dagingnya spesifik jenis ikan dalam keadaan

segar dan bersih.

Bau: segar spesifik jenis dan mempunyai bau rumput laut segar.

Daging elastis (kenyal), padat dan kompak, apabila dicicip berasa netral dan

sedikit manis.

7

Page 8: Rigor Mortis

1.3. Prinsip mencegah kerusakan

Prinsip mencegah atau menghambat kerusakan ikan oleh faktor komposisi fisik dan

kimiawi ikan adalah :

- Memberi perlakuan suhu rendah terhadap ikan segera setelah ditangkap atau dipanen,

karena proses enzimatis dan aktifitas mikroba pengurai daging akan sangat dihambat

pada suhu mendekati 0°C (3 s/d 5°C). Suhu rendah ikan ini harus dipertahanlan

selama pencucian, penyiangan, pengemasan, penyimpanan dan distribusinya.

- Mempercepat dan mempermudah kematian ikan segera setelah diangkat dari air

dengan cara mendinginkannya dalam air es dingin atau segera memukul kepalanya

tepat dibagian otak khsus untuk ikan berukuran besar seperti tuna, layaran dsb yang

ditangkap dengan pancing (rawe atau long-line)

- Khusus untuk ikan berukuran besar diikuti dengan pembuangan darah ikan (bleeding),

karena darah merupakan media penyebaran mikroba pembusuk dari insang ke daging

ikan melalui pembuluh darah ikan.

- Menyiangi dengan membuang insang dan isi perut ikan sebagai pusat konsentrasi

mikroba alami.

- Mencuci ikan segera setelah ditangkap, mati dan disiangi, dengan tujuan membersihkan

lendir dipermukaan tubuhnya yang merupakan salah satu pusat konsentrasi mikroba

pembusuk yang secara alami ada di tubuh ikan, dan sisa-sisa darah selama proses

penyiangan.

2. Kontaminasi

Kontaminasi adalah penularan kotoran, mikroba pembusuk atau patogen (penyebab

penyakit) dan bahan kimia berbahaya ke tubuh ikan yang berasal dari lingkungan

disekelilingnya saat masih hidup, saat ditangani diatas kapal dan didarat, sehingga ikan

yang tertular menjadi tercemar dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi meskipun

kondisinya segar.

Prinsip untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara lain :

- Menangkap / memelihara ikan di perairan yang tidak tercemar oleh kotoran, mikroba

pembusuk atau patogen (penyebab penyakit) dan bahan kimia berbahaya.

8

Page 9: Rigor Mortis

- Menggunakan air bersih dengan standar air bahan baku untuk diminum untuk mencuci

dan mengemas ikan, mencuci peralatan dan bangunan di tempat-tempat melakukan

penanganan ikan.

- Menggunakan es yang dibuat dari air bersih, disimpan, diangkut dan dihancurkan

dengan peralatan yang bersih.

- Menggunakan bahan pengemas, peralatan dan bangunan yang bersih, dimana

permukaannya yang bersentuhan langsung dengan ikan harus cukup halus dan bersih,

serta mudah dibersihkan.

- Melindungi ikan dengan menempatkannya dalam wadah yang terlindung dari

serangga, binatang pengerat

- Memisahkan wadah ikan yang berbeda jenis dan mutunya.

- Menyiapkan wadah-wadah untuk penampung limbah cair atau padat sesuai dengan

rencana pengelolaannya. Wadah-wadah yang digunakan untuk menampung limbah

padat dan saluran-saluran penampung limbah cair harus dalam keadaan tertutup agar

tidak dihinggapi serangga pencemar (lalat, kecoa dsb.).

- Mencuci semua peralatan dan bangunan (permukaan lantai, dinding, wastafel) tempat

menangani ikan setiap kali pekerjaan penanganan ikan akan dimulai dan setelah

diakhiri.

3. Tekanan dan benturan fisik

Tekanan dan benturan fisik yang dialami ikan selama penangkapan dan penanganannya

diatas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik pada

tubuh ikan seperti dagingnya memar, tubuhnya luka, perutnya pecah dsb. Tekanan dan

benturan fisik atas ikan harus dihindari pada tahapan-tahapan kegiatan penanganan ikan

di atas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan. Prinsip cara

menghindarinya antara lain :

- Memahami tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap ikan dan di

pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.

- Menyiapkan peralatan dan perlengkapan handling yang cocok dengan jenis-ukuran

ikan dan kondisi tempat penanganan dengan jumlah cukup. antara lain meliputi wadah

9

Page 10: Rigor Mortis

dan peralatan bongkar muat ikan yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan

pemindahan, pengangkutan dan penyimpanan ikan.

- Setiap saat melakukan pemindahan ikan agar selalu berusaha mencegah atau

melindungi ikan dari perlakuan kasar atau tekanan fisik yang dapat melukai ikan atau

membuat dagingnya memar. Oleh karena itu harus diusahakan seminimal mungkin

melakukan pemindahan ikan

C. PENDINGINAN IKAN DENGAN ES

Perlu disadari bahwa untuk menjaga mutu hasil perikanan produksi nelayan dan petani

ikan sejak dipanen sampai dengan konsumen ikan segar/basah diperlukan penanganan

dengan prinsip “rantai dingin (cold-chain)”. Lebih lanjut berdasarkan kondisi sosial

ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan segar menunjukkan, bahwa

penggunaan es (dalam bentuk bongkahan/balok/pecahan, curai atau atau dicampur

dengan air laut) paling cocok sebagai upaya penanganan. Kondisi ideal perbandingan es

minimal yang digunakan dan ikan selama penanganan adalah dijaga agar selalu satu

dibanding satu. Fakta juga menunjukkan bahwa ketersediaan es di pangkalan

pendaratan ikan (PPI-Fish Landing Center /FLC) jauh dari memadai sehingga harus

didatangkan dari luar untuk perbekalan nelayan maupun memenuhi kebutuhan di PPI.

Dengan demikian wadah berupa peti es (es+ikan) dengan isolasi yang memadai (cool-

box) menjadi faktor penentu dari efektitas dan efesiensi pemakaian es dalam menjaga

mutu ikan. Agar dapat menggunakan es secara efektif dan efisien perlu difahami sifat

fisik es dalam kaitannya dengan kemampuannya untuk mendinginkan dan dasar cara

menghitung keperluan es dalam suatu kegiatan peyimpanan ikan dengan es didalam

cool box. Selain itu juga diperlukan beberapa peralatan bantu minimal termometer

(untuk mengukur suhu), meteran (untuk mengukur dimensi), timbangan (untuk

mengukur berat).

10

Page 11: Rigor Mortis

1. Sifat fisik es

Sifat fisik es penting yang berkaitan dengan kemampuannya untuk mendinginkan antara

lain adalah :

- Panas jenis (PJ) es, yaitu jumlah kalor (panas) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu

sebesar 1° C per kg es, nilainya adalah 0.5 kilo kalori (kalori)/ °C/ kg es

- Panas lebur (PL) es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melebur 1 kg es

menjadi 1 kg air pada suhu 0°C, nilainya adalah 80 kalori / kg es.

- PJ air lelehan es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar

1° C per kg air (air lelehen es), nilainya adalah 1 kalori / kg air

- Bentuk es. Es dalam bentuk curah (flaked /crushed ice) lebih efektif (cepat) dalam

mendinginkan dari pada bentuk es balok (block ice) karena lebih luas permukaannya,

sehingga juga lebih cepat cair. Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es

semakin cepat kemampuan mendinginkannya dan semakin mudah mencair.

2. Dasar perhitungan kebutuhan es.

Dalam menghitung kebutuhan es untuk kegiatan penanganan ikan, selain sifat fisik es

juga harus diketahui kondisi fisik lingkungan, sifat fisik wadah (cool box), sifat fisik

ikan dan lama penyimpanan, karena fakta ini diperlukan dalam menghitung jumlah

panas (H) yang harus diambil oleh es yang digunakan untuk mendinginkan. Kondisi

fisik lingkungan yang harus diketahui adalah suhu air laut atau media pemeliharaan ikan

(untuk memperkirakan suhu ikan yang dipanen), suhu udara, dan suhu air yang

digunakan untuk penanganan. Wadah ikan segar disini adalah meliputi palkah kapal

ikan, cool box, maupun box berisolasi dari truk pengangkut ikan. Sifat fisik wadah yang

perlu diketahui adalah :

- Dimensi (untuk menghitung luas permukaan, volume dan ketebalan dinding wadah).

Untuk mempermudah perhitungan umumnya cukup diperhitungkan ukuran dan

ketebalan struktur isolasinya. Sifat fisik ikan penting yang perlu diketahui untuk

keperluan mendinginkannya adalah :

11

Page 12: Rigor Mortis

- PJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan

komposisi kimiawinya. PJ ikan basah secara umum adalah = 0.85-0.90

kalori/°C/kg..

- VJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan

bentuknya dan komposisi kimiawi-nya. Berat jenis ikan basah secara umum = 0,8 oleh

karena itu VJ ikan basah lk. = 1,25 liter (dm3) per kg. Lama penyimpanan perlu

diketahui untuk menghitung beban panas harian akibat masuknya (penetrasi) panas dari

luar wadah selama penyimpanan. Dan ini akan diperhitungkan terhadap kebutuhan es

harian yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap dingin.

3. Menghitung kebutuhan es

Urutan menghitung kebutuhan es (berat bukan volume) dapat dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

- Menghitung jumlah es yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar

tetap = 0°C (T0) apabila suhu diluar wadah = Tl :

• Menghitung luas permukaan wadah, misalnya = L

• Apabila tebal isolasi = t cm, dan koefisien pindah panasnya = K, maka jumlah

penetrasi panas yang masuk kedalam wadah dengan kondisi tersebut = L x t x x (T1-

T0)xK kalori per jam.

• Jumlah es yang diperlukan untuk mengatasi Panas Penetrasi = {Lt(T1-T0)K}/ 80kg es

per jam….. (1)

- Menghitung kapasitas (volume) wadah dan jumlah ikan yang dapat disimpan

dalam wadah:

• Volume bagian dalam wadah (kapasitas wadah), dimana produk hasil perikanan segar-

basah akan disimpan, misal-nya diperoleh V1.

• Dengan demikian jika digunakan perbandingan es : ikan 1 : 1, maka volume ikan 0,5

V1 dengan berat 0,5V1 / VJ ikan 0,5V1 / 1,25 kg, sedangkan volume es 0,5V1 dengan

berat 0,5V1 / 1,11 kg………………….(2)

- Menghitung jumlah es untuk mendinginkan (chilling) ikan dari suhunya saat

ditangkap/dipanen (T2 = suhu air laut atau air tambak) menjadi 0°C (T0) dalam wadah :

• Jumlah panas yang harus dibuang untuk mendinginkan ikan = (0,5V1/1,25) kg x (T2-

T0) x PJ ikan = (0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85 kalori.

12

Page 13: Rigor Mortis

• Jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan = {(0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85} /

80 kg …………… .(3)

- Jumlah es yang dibutuhkan total {(1) x jam penyimpanan} + (2) + (3) kg.

- Apabila chilling telah dilakukan diluar wadah, sehingga saat ikan

dimasukkan suhunya sudah = 0°C, maka total es yang dibutuhkan untuk

penyimpanan akan berkurang menjadi = {(1) x jam penyimpanan} + (2) kg.

13

Page 14: Rigor Mortis

BAB III

KESIMPULAN

Dari keterangan diatas dapat di simpulakan bahwa mekanisme dari rigor mortis

sirkulasi berhenti sehingga :

Otot skelet kekurangan nutrien & oksigen.

Fiber otot skelet kehabisan ATP dalam beberapa jam.

SR tidal lagi memompa Ca2+ dari sarkoplasma.

Ca2+ berdifusi dari CES & SR kedalam sarkoplasma.

Konsentrasi Ca+ dalam sarkoplasma naik.

Ca2+ mengikat diri pada troponin C

Tripomyosin bergeser membuka aktif site.

Terjadi ikatan antara kepala myosin & aktin.

Ikatan tersebut tidak lepas tanpa ATP.

14

Page 15: Rigor Mortis

Daftar pustaka

Guyton, Fisiologi Manusia. EGC ,1995

Guyton&Hall,Fisologi Kedokteran,edisi 9,EGC,1997

Ganong WF,Fisiologi kedokteran,edisi 10,EGC,1990

15