hukum kelembagaan negara

13

Click here to load reader

description

semester 3

Transcript of hukum kelembagaan negara

Page 1: hukum kelembagaan negara

Soal dan Pembahasan

Tugas Hukum Kelembagaan Negara

1. Soal :

Mahkamah Konstitusi Austria dapat memutus perkara impeachment

terhadap pejabat tinggi Negara yang diduga melakukan pelanggaran

hukum dalam menjalankan kewenangannya. Jelaskan sifat sanksi dan

cakupannya serta uraikan apakah Mahkamah Konstitusi Indonesia

mempunyai kewenangan sejenis!

Pembahasan :

Saya menggunakan referensi buku yaitu buku “Model-Model

Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara”, Jimly Asshiddiqie, 2006,

penerbit Konstitusi Press. Dalam buku ini pada halaman 123 point kelima

yaitu Peradilan Impeachment Austria (Austria menganut Continental

Model) disebutkan bahwa MK Austria dapat diminta untuk menjalankan

tugas peradilan dalam rangka impeachment terhadap pejabat tinggi Negara

karena kelalaiannya memenuhi kewajiban/hak atau pelanggaran hukum

yang dilakukannya dalam menjalankan jabatannya, sesuai dengan aturan

yang tercantum dalam article 142 ayat (1) Konstitusi Austria.

Pada halaman yang sama, juga dijelaskan mengenai sanksi yang dapat

dijatuhkan atas perkara impeachment ini bila terbukti adalah sanksi

pemberhentian dari jabatan. Namun, apabila pelanggaran yang terbukti

hanya menyangkut pelanggaran ringan maka MK berwenang

menjatuhkan sanksi yang ringan pula, yaitu dengan hanya menyatakan

bahwa pelanggaran ringan yang dimaksud memang terbukti telah

dilakukan oleh oleh pejabat yang bersangkutan. Pernyataan MK tersebut

sudah dianggap cukup sebagai sanksi atas pelanggaran yang ringan

tersebut, seperti yang diamanatkan dalam article 142 ayat (2) Konstitusi

Austria.

Menurut halaman 7-8 buku “Komisi Yudisial dan Eksaminasi

Publik Menuju Peradilan yang Bersih dan Berwibawa”, Sirajuddin dan

Page 2: hukum kelembagaan negara

Zulkarnain, 2006, Citra Aditya Bakti, point e.Memutus pendapat DPR, di

Indonesia dalam ketentuan pasal 7A dan 7B UUD 1945 mensyaratkan

implementasi substantif untuk memecat presiden dan atau wapres harus

melalui prosedur tertentu, yaitu usul pemberhentian (impeachment) yang

dilakukan DPR kepada MPR harus diuji keabsahannya terlebih dahulu

oleh MK. Dalam hal ini DPR meminta MK menguji keabsahan

pendapatnya. Permintaan DPR kepada MK harus didukung oleh 2/3

anggota DPR yang hadir dalam siding Paripurna yang dihadiri sekurang-

kurangnay 2/3 jumlah anggota DPR. Para hakim konstitusilah yang

memeriksa, mengadili, dan memutus apakah pendapat/dakwaan DPR

kepada Presiden dan atau wakil presiden benar, Karen itu sah atau

sebaliknya. Dalam forum MK yang diperiksa adalah pendapat dan alasan-

alasannya yang berarti dakwaan yang diajukan DPR. Jika MK memutus

dugaan DPR terbukti, langkah berikutnya DPR dapat menyelenggarakan

sidang paripurna untuk mengusulkan pemberhentian presiden atau wakil

presiden kepada MPR. Dalam waktu 30 hari sejak menerima usulan DPR,

MPR bersidang untuk memutuskan usulan DPR itu. Namun jika MK tidak

menemukan adanya bukti pelangaaran hukum, dengan sendirinya DPR

tidak dapat mengusulkan pemberhentian Presiden dan atau wakil presiden

yang berarti pula tidak dapat dilaksanakan sidang istimewa MPR.

Menyimak uraian dari buku ini, maka MK di Indonesia juga menerapkan

impeachment terhadap pejabat Negara yang melakukan pelanggaran

hukum saat melaksanakan jabatan atau menyalahgunakan wewenangnya.

Sanksinya pun sama, yakni pemberhentian jabatan sesuai dengan

penjelasan di atas.

Page 3: hukum kelembagaan negara

2. Soal :

Munculnya Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga khusus yang

mempunyai fungsi-fungsi tertentu berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

sesungguhnya bukan merupakan hal yang baru. Mengapa demikian?

Pembahasan :

Dalam buku “Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik Menuju Peradilan

yang Bersih dan Berwibawa”, Sirajuddin dan Zulkarnain, 2006, Citra

Aditya Bakti, halaman 10, gagasan tentang perlunya lembaga baru sejenis

dengn Komisi Yudisial bukanlah gagasan yang baru. Sebab, dalam

pembahasan RUU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

Tahun 1968 sempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama

Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH). Majelis ini diharapkan

berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir

mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan

pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan /

hukuman jabatan para hakim yang diajukan, baik oleh Mahkamah Agung

maupun oleh Menteri Kehakiman. Namun, dalam perjuangannya ide

tersebut menemui kegagalan sehingga tidak berhasil menjadi materi

muatan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Sehingga, dilihat dari uraian

buku ini, menurut saya sejak saat itu sebenarnya Komisi Yudisial sudah

ada walaupun hanya sekedar gagasan.

Kedudukan dari Komisi Yudisial dapat termuat dalam ketentuan

Pasal 1 Butir ke-1 Undang Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi

Yudisial yang menyatakan bahwa “Komisi Yudisial adalah lembaga

negara sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945”. Ketentuan ini menegaskan bahwa

kedudukan Komisi Yudisial adalah sebagai lembaga negara yang

keberadaannya bersifat konstitusional. Berkaitan dengan itu, menurut

Pasal 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

“Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam

Page 4: hukum kelembagaan negara

pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh

kekuasaan lain”. Kemandirian Komisi Yudisial itu dijamin oleh ketentuan

Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

bahwa: “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku

hakim”.

Selanjutnya mengenai wewenang dan tugas dari Komisi Yudisial

Republik Indonesia dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 24A Ayat

(3) dan Pasal 24B Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang diimplementasikan dalam Pasal 13 Undang

Undang No. 22 Tahun 2004 pada pokoknya wewenang dari Komisi

Yudisial adalah:

1) Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada Dewan Perwakilan

Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai

hakim agung oleh Presiden; dan

2) Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

  Dari apa yang telah diuraikan di atas, maka jelaslah mengenai kedudukan,

wewenang dan tugas dari Komisi Yudisial Republik Indonesia sebagai

lembaga negara yang mandiri yang salah satu kewenangannya adalah

melakukan fungsi pengawasan terhadap hakim agung dan hakim pada

badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung dan hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Page 5: hukum kelembagaan negara

3. Soal :

Jelaskan peran-peran yang dapat dilakukan oleh Komisi Yudisial di

berbagai Negara untuk menciptakan kemandirian kekuasaan kehakiman

yang bebas dan mandiri!

Pembahasan :

Referensi wajib yang digunakan untuk menjawab soal nomor 5 ini adalah

sesuai anjuran Bp.Isharyanto selaku dosen Hukum Kelembagaan Negara

Kelas C yaitu buku A.Ahsin Thohari, Komisi Yudisial & Reformasi

Peradilan. Pada halaman 15 buku ini, menurut A.Ahsin Thohari, argumen

utama bagi terwujudnya (raison d’atre) Komisi Yudisial di dalam suatu

Negara hukum, adalah:

(1) komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang

intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur

masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya

monitoring secara internal,

(2) komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara

kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman

(judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin

kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga

khususnya kekuasaan pemerintah,

(3) dengan adanya Komisi Yuidisial, tingkat efisiensi dan efektivitas

kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak

hal, baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring hakim agung

maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman,

(4) terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap

putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah

lembaga khusus (Komisi Yudisial), dan

(5) dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman

(judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan

hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya Komisi Yudisial yang

Page 6: hukum kelembagaan negara

bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak

mempunyai kepentingan politik.

Dari buku tersebut dapat diuraikan bahwa Komisi Yudisial adalah

Lembaga Negara yang bersifat mandiri dan mempunyai peranan yang

sangat penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang

merdeka melalui kewenangannya mengusulkan pengangkatan hakim

agung serta melakukan pengawasan (pengawasan eksternal) terhadap

hakim agung dan hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Pada prinsipnya

ketentuan Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia,tidak saja merupakan landasan hukum terhadap kehadiran

Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, tetapi juga

menjadi landasan hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum dengan

memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan

checks and balances, dalam arti walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku

kekuasaan kehakiman namun fungsinya berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman, yaitu fungsi pengawasan. Jadi jelaslah bahwa Komisi Yudisial

adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang salah satu

wewenangnya adalah melakukan  pengawasan terhadap hakim, yang 

meliputi hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua

lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim

Mahkamah Konstitusi.

Peran Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang mandiri

berwenang mengawasi (lembaga pengawas eksternal) terhadap hakim

yaitu hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan

peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah

Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik, yang bersifat preventif sampai dengan yang bersifat represif

bertujuan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

Page 7: hukum kelembagaan negara

martabat, serta perilaku hakim. Kehadiran Komisi Yudisial antara lain

disebabkan tidak efektifnya pengawasan internal yang ada di badan

peradilan dan tidak adanya kehendak yang kuat dari pimpinan badan

peradilan untuk menindaklanjuti hasil pengawasan internal. Kehadiran

Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal sangat penting dan

menuntut hakim untuk selalu menjunjung tinggi hukum, kebenaran,

integritas, kode etik, dan keadilan dalam menjalankan wewenang dan

tugasnya sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan,

demi terpeliharanya kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Selain itu, demi mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bebas

dan mandiri peran yang dilakukan Komisi Yudisial melakukan langkah-

langkah dan strategi yang progresif dan proaktif dalam rangka menjaga

dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim

seperti menyusun dan mengusulkan draft Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang Undang (Perpu) tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 22

Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial kepada Presiden melalui Menteri

Hukum dan HAM. Draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang

tersebut semata-mata bertujuan untuk mengatasi berbagai penyalahgunaan

wewenang badan peradilan, memulihkan kewibawaan badan peradilan,

serta memulihkan kepercayaan masyaratakat dan pencari keadilan

terhadap hakim sebagai penyelenggara utama fungsi pengadilan.

Sebagai pelengkap untuk mencoba dapat menjawab pertanyaan

nomor 5 ini, saya menggunakan referensi tambahan, yaitu buku yang

berkaitan dengan Komisi Yudisial (KY), buku tersebut berjudul “Komisi

Yudisial dan Eksaminasi Publik Menuju Peradilan yang Bersih dan

Berwibawa”, Sirajuddin dan Zulkarnain, 2006, Citra Aditya Bakti. Pada

halaman 30-35 buku ini, terdapat point B mengenai kekuasaan kehakiman

dalam sebuah Negara Hukum haruslah mandiri dan terlepas dari campur

tangan apa pun dan dari mana pun. Bagir Manan menyebutkan bahwa

alasan kekuasaan kehakiman harus madiri karena merupakan sendi bagi

Page 8: hukum kelembagaan negara

kehidupan demokrasi, jaminan penghormatan dan perlindungan HAM,

sendi tegaknya paham Negara konstitusi agar kekuasaan Negara dibatasi,

menjamin netralitas bila terjadi sengketa antara warga Negara dengan

pemerintah/Negara, dan dasar bagi berfungsinya sistem hukum dengan

baik. Kemandirian Kekuasaan kehakiman telah diatur dalam berbagai

peraturan baik dalam jangkauan nasional maupun internasional, yaitu pasal

10 Deklarasi Umum HAM (DUHAM), Resolusi Majelis Umum PBB

tanggal 13 Desember 1958 yang menggariskan Prinsip-Prinsip Dasar

Kemandirian Kekuasaan Kehakiman / Peradilan, Penjelasan Pasal 24 UUD

1945, Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 pasca amandemen dan UU No.4 tahun

2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Yang perlu digarisbawahi bahwa

kekuasaan kehakiman tidak saja mandiri secara kelembagaan tapi juga

dalam proses peradilan dan kemandirian hakimnya. Kemandirian proses

peradilan diindikasikan dalam proses pemeriksaan perkara, pembuktian

hingga pada yang dijatuhkan. Kemandirian hakim sangat penting karena

hakim secara fungsional merupakan inti dalam proses penyelenggaraan

peradilan. Sehingga demi terciptanya check and balances serta

akuntabilitas keterlibatan pihak/lembaga lain dalam hal yang berhubungan

dengan peradilan, jelas diperlukan tapi tetap pada kerangka jaminan

independensi kekuasaan kehakiman. Secara umum peran-peran yang dapat

dilakukan oleh KY berbagai Negara demi terwujudnya kemandirian

kekuasaan kehakiman yakni sesuai amanat UU No.4 tahun 2004 tentang

kekuasaan kehakiman :

Menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap

perkara yang diajukan

Mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang

Membantu pencari keadilan dalam mengatasi hambatan demi

tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Tidak menolak perkara karena dianggap tidak jelas hukumnya, tapi

wajib diperiksa dan diadili.

Page 9: hukum kelembagaan negara

Sikap hakim yang harus dijunjung tinggi yang terdapat dalam kode

kehormatan hakim tercermin sebagai lambang atau sifat hakim yang

disebut Pancadharma Hakim yang tentunya sangat berpengaruh dalam

kemandirian kekuasaan kehakiman.