EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA...

123
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: YUNIATI NURAINI NIM: 11140480000020 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/ 2018 M

Transcript of EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA...

Page 1: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM

PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN

DALAM UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

YUNIATI NURAINI

NIM: 11140480000020

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

ii

Page 3: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

iii

Page 4: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

iv

Page 5: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

v

ABSTRAK

Yuniati Nuraini. 11140480000020. Efektivitas Kebijakan Hukum Pemerintah

Kota Tangerang Selatan Dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.

Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439

H/ 2018 M. x +79 halaman + 40 lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas kebijakan

hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Tangerang Selatan dalam upaya

pencegahan korupsi khususnya gratifikasi. Penelitian ini menganalisis kebijakan

hukum pemerintah kota Tangerang Selatan berupa Peraturan Walikota Tangerang

Selatan Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi dan

Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor 700/kep.188-huk/2015 Tentang

Pembentukan Unit Gratifikasi di Lingkungan Pemerintahan Tangerang Selatan.

Penelitian ini menggunakan studi penelitian normatif-empiris/sosiologis

yang merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dan hukum

empiris/sosiologis. Metode penelitian normatif-empiris/sosiologis mengenai

implementasi ketentuan hukum normatif yang dikeluarkan pemerintah kota

Tangerang Selatan berupa Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 17

Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi dan Keputusan Walikota

Tangerang Selatan Nomor 700/kep.188-huk/2015 Tentang Pembentukan Unit

Gratifikasi.

Kesimpulan skripsi ini, pada dasarnya efektivitas kebijakan hukum

pemerintah kota Tangerang Selatan dalam upaya pencegahan korupsi khususnya

gratifikasi dapat dikatakan sudah efektif, walaupun masih terdapat beberapa hal

yang perlu di perbaiki. Namun, melihat usaha dari pemerintah kota Tangerang

Selatan dapat diberi apresiasi karena telah sangat memperhatikan tindak pidana

korupsi khususnya gratifikasi dan telah sangat berupaya untuk mencegah tindak

pidana tersebut dengan beberapa upaya dan hasil yang cukup signifikan.

Kata Kunci : Efektivitas, Kebijakan Hukum, Pencegahan

Korupsi, Gratifikasi.

Pembimbing : Dr. Supriyadi Ahmad, M.A.

Daftar Pustaka : 1984 sampai 2017

Page 6: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

vi

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بســــــــــــــــــم هللا الر

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya,

penyusunan skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM

PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG SELATAN DALAM UPAYA

PENCEGAHAN KORUPSI”. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan skripsi

ini untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menemukan beberapa hambatan,

namun berkat bantuan, dukungan serta motivasi dari berbagai pihak, akhirnya

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Meski begitu tentu

penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan

kritik yang membangun dari semua pihak sangat dirahapkan oleh Penulis demi

perbaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan

penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada

yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Para Wakil Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum., sekertaris Program Studi

Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Supriyadi Ahmad, M.A., Dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membantu peneliti

dalam menyelesaikan skripsi ini, serta bersedia membimbing peneliti

dengan penuh kesabaran, ketelitian, dan tidak henti-hentinya memberikan

masukan, saran maupun kritik serta motivasi yang membangun demi

kebaikan serta terselesaikannya skripsi ini.

4. Pejabat Inspektoran Kota Tangerang Selatan, Unit Pengendalian

Gratifikasi (UPG) dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang telah

Page 7: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

vii

memberikan kesempatan peneliti untuk dapat menimba ilmu dan

memberikan data-data guna penulisan skripsi ini.

5. Seluruh pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bagian Tata

Usaha Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberi fasilitas untuk

mengadakan studi kepustakaan dan memberi pelayanan guna penulisan

skripsi ini.

6. Kepada pihak-pihak terkait terutama kedua orang tua peneliti Ayahanda

dan Ibunda yang telah dengan sabar mendidik peneliti mulai dari lahir

hingga sekarang tanpa merasa lelah dan selalu memberikan doa kepada

peneliti. Serta kepada pihak-pihak yang tidak dapat di sebutkan satu

persatu oleh peneliti, tidak ada yang dapat peneliti berikan kecuali doa dan

ucapan terimakasih.

Demikian peneliti ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi para

pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 10 Juli 2018

PENELITI

Yuniati Nuraini

NIM: 11140480000020

Page 8: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7

D. Metode Penelitian ....................................................................... 8

E. Sistematika Penulisan ................................................................. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KORUPSI DAN

GRATIFIKASI

A. Kerangka Konsep ........................................................................ 12

1. Konsep Efektivitas ............................................................... 12

2. Konsep Kebijakan Hukum ................................................... 15

3. Konsep Korupsi ................................................................... 18

B. Kajian Teoretis ............................................................................ 22

1. Teori Efektivitas .................................................................. 22

2. Teori Kesadaran Hukum ...................................................... 25

3. Teori Gratifikasi ................................................................... 26

C. Review (Tinjauan Ulang) Hasil Studi Terdahulu ....................... 30

Page 9: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

ix

BAB III DATA PENELITIAN TENTANG PEMERINTAH KOTA

TANGERANG SELATAN DAN PRAKTIK KORUPSI

SERTA GRATIFIKASI

A. Data Kota Tangerang Selatan ..................................................... 33

1. Profil Kota Tangerang Selatan ............................................. 33

a. Visi Misi ...................................................................... 33

b. Sejarah ......................................................................... 34

c. Geografis....................................................................... 39

B. Data Praktik Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi di Kota

Tangerang Selatan ....................................................................... 40

1. Praktik Tindak Pidana Korupsi di Tangerang Selatan

Sebelum adanya Kebijakan Hukum ..................................... 42

2. Praktik Gratifikasi di Tangerang Selatan Sebelum adanya

Kebijakan Hukum ................................................................ 44

3. Praktik Tindak Pidana Korupsi di Tangerang Selatan

Setelah adanya Kebijakan Hukum ....................................... 45

4. Praktik Gratifikasi di Tangerang Selatan Setelah adanya

Kebijakan Hukum ................................................................ 48

C. Perbandingan Sebelum dan Sesudah adanya Kebijakan

Hukum ...................................................................................... 48

D. Data Wawancara dengan Pejabat Inspektorat Pemerintahan

Kota Tangerang Selatan ............................................................ 49

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN HUKUM PENCEGAHAN

TINDAK GRATIFIKASI DI PEMERINTAHAN KOTA

TANGERANG SELATAN

A. Faktor Meningkatnya Korupsi dan Gratifikasi ........................... 53

B. Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi di

Tangerang Selatan ....................................................................... 54

C. Analisis Kebijakan Hukum Pencegahan Gratifikasi di

Pemerintahan Kota Tangerang Selatan ....................................... 59

Page 10: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

x

1. Analisis Pembentukan Kebijakan Hukum Pencegahan

Gratifikasi .......................................................................... 59

2. Analisis Implementasi Kebijakan Hukum Pencegahan

Gratifikasi .......................................................................... 64

3. Analisis Efektivitas Kebijakan Hukum Pencegahan

Gratifikasi .......................................................................... 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 70

B. Rekomendasi ............................................................................ 71

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 80

Page 11: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, negara Indonesia di

mana pemerintah di daerah merupakan bagian integralnya, telah memiliki

tujuan akhir. Tujuan akhir itu ialah suatu masyarakat adil makmur, materiil

dan spriritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang

dirumuskan lebih terperinci dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945

yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pelaksanaan dilakukan melalui tugas-tugas umum pemerintah dan

tugas-tugas pembangunan yang memerlukan suatu sistem administrasi

Pemerintahan Daerah yang dalam melaksanakan tugasnya hendaknya lebih

mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan diri sendiri.1

Namun, pada realitanya justru banyak pejabat daerah yang tidak menjalankan

tugas dan wewenangnya dengan baik. Salah satunya yaitu dengan melakukan

penyelewengan-penyelewengan anggaran negara yang diberikan oleh

Pemerintah Pusat kepadanya. Kegiatan tersebut adalah kegiatan merugikan

masyarakat dan negara untuk menguntungkan diri sendiri, atau bisa disebut

korupsi.

Korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah atau bahkan pejabat negara

oleh elite pemerintahan merupakan keprihatinan bangsa Indonesia. Ironisnya,

justru sering dikatakan bahwa korupsi telah menjadi tradisi, untuk tidak

mengatakan sebagai budaya pemerintahan Indonesia. Korupsi yang telah

menjadi “karakter” pada masa Orde Baru hingga rezim pemerintahan saat ini

telah menjadi penghambat utama dalam menciptakan praktik pemerintahan

1 Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 1996), h.7.

Page 12: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

2

yang baik (good governance). Bahkan telah menjadi sekedar pembungkus

kejahatan-kejahatan tindak korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat

publik, dari tingkat pusat sampai paling rendah.2

Korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah atau bahkan pejabat negara

oleh elite pemerintahan merupakan keprihatinan bangsa Indonesia. Ironisnya,

justru sering dikatakan bahwa korupsi telah menjadi tradisi, untuk tidak

mengatakan sebagai budaya pemerintahan Indonesia. Korupsi yang telah

menjadi “karakter” pada masa Orde Baru hingga rezim pemerintahan saat ini

telah menjadi penghambat utama dalam menciptakan praktik pemerintahan

yang baik (good governance).

Korupsi memiliki banyak jenis, salah satunya yaitu memberi atau

menerima hadiah dari suatu jabatan yang dimilikinya, atau yang biasa disebut

dengan gratifikasi. Gratifikasi dalam arti luas, yakni antara lain pemberian

gratifikasi uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket

perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma,

dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri

maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana

elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Gratifikasi juga merupakan kejahatan yang harus diberantas karena

sangat merugikan keuangan negara dan memperburuk citra seorang pejabat

mulai dari daerah hingga pejabat pusat.

Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang

dilakukan secara konvensiaonal melalui auditor, kepolisian dan kejaksaan

selama ini terbukti mengalami hambatan, karena auditor dan penegak

hukumpun turut melakukan korupsi. Untuk itu dibuatlah suatu lembaga

independen yang bebas dari kekuasaan manapun yaitu Komisi Pemberantasan

korupsi (KPK) dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang

2 Pius S. Prasetyo, Korupsi dan Integritas Dalam ragam Perspektif, (Jakarta: Pusat

Studi Indonesia-Arab PSIA, 2013), h.3.

Page 13: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

3

pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional, serta

berkesinambungan.3

Berdasarkan hal diatas menurut peneliti, selain dari adanya lembaga

khusus untuk memberantas tindak pidana korupsi haruslah ada

kesinambungan pengawasan atau pencegahan oleh setiap sendi-sendi

pemerintahan, salah satunya yaitu Pemerintahan Daerah.4 Korupsi yang

dilakukan mulai dari pejabat tinggi hingga pejabat daerah perlu diperhatikan

khususnya di tingkat pemerintah sehingga semakin banyak yang melakukan

pencegahan maka tidak pidana korupsi juga dapat diminimalisir khusunya di

daerah Tangerang Selatan yang kiranya masih terdapat tindak korupsi yang

dilakukan oleh beberapa pejabat atau pemerintah daerah. Hal tersebut dapat

diimplementasikan melalui sebuah kebijakan hukum yang dibuat oleh

Pemerintah Daerah yang bersangkutan khususnya dalam hal pencegahan dan

pemberantasan gratifikasi.

Kebijakan hukum selalu memiliki tujuan tertentu atau merupakan

tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan yang dianggap benar oleh

pemerintah untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu.5 Dalam suatu tindak

pidana korupsi yang menjadi extra ordinary crime haruslah di berantas oleh

pemerintah. Bukan hanya diberantas melainkan juga dicegah keberadaanya.

Salah satu solusi dari pencegahan tersebut ialah membuat kebijakan hukum

yang dapat mencegah tindak pidana korupsi.

Seiring berjalannya waktu pemerintah mulai memikirkan bahwa upaya

pemberantasan saja tidak cukup untuk menangani permasalahan kejahatan ini.

Oleh karena itu dibutuhkan upaya preventif (pencegahan) yang berguna untuk

mencegah tindak pidana ini agar jangan sampai terjadi terus-menerus. Dari

pemikiran inilah maka dikeluarkan Peraturan Walikota yang mengatur

3 Surachmin, Suhandi Cahaya, Strategi & Teknik Korupsi mengetahui untuk

mencegah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.84. 4 Robert Kligaard, dkk, “Menuntun Pemberantasan Korupsi (dalam pemerintah

daerah)”, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h.1. 5 O.C. Kaligis, “Dasar Hukum Mengadili Kebijakan Publik”, (Bandung: P.T. Alumni,

2012), h.1.

Page 14: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

4

tentang pedoman pengendalian gratifikasi dan mengeluarkan Keputusan

Walikota tentang unit pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemerintah

Kota Tangerang Selatan yang merupakan salah satu upaya pencegahan tindak

pidana korupsi.

Dalam pembentukan kebijakan tersebut haruslah diteliti lebih

mendalam untuk dapat mengetahui penyusunan, legitimasi dan

implementasinya di masyarakat. Agar dapat melihat efektivitas dari dibuatnya

kebijakan tersebut. Serta perlu adanya evaluasi dan hasil yang dapat terwujud

dari dibuatnya kebijakan tersebut dan melihat keikutsertaan masyarakat

dalam pembuatan kebijakan tersebut.

Menurut peneliti untuk mengkaji lebih dalam kebijakan hukum yang

dibuat oleh Pemerintah Daerah khususnya kota Tangerang Selatan dalam

upaya mencegah tindak pidana korupsi khususnya tentang pencegahan

gratifikasi, karena kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota yang

memiliki masyarakat cerdas, modern dan religiuus sesuai dengan motto dari

kota Tangerang Selatan, namun masih saja terdapat kasus-kasus pelanggaran

tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat setempat khususnya

gratifikasi. Sehingga Kota Tangerang Selatan perlu untuk di dianalisis lebih

mendalam terkait hal bagaimana pelaksanaan kebijakan hukum yang dibuat

dalam upaya pencegahan korupsi khususnya gratifikasi.

Menurut peneliti hal ini perlu diteliti, karena masih memiliki

permasalahan dan menimbulkan pertanyaan di masyarakat pada umunya dan

sebagai evaluasi pemerintah daerah pada khususnya. Peneliti hendak

menuangkan masalah tersebut dalam sebuah karya ilmiah skripsi yang

kemudian berjudul EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM

PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN DALAM UPAYA

PENCEGAHAN KORUPSI.

Page 15: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

5

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang, terdapat beberapa persoalan yang

berkaitan dengan optimalisasi kebijakan hukum Pemerintah Daerah Kota

Tangerang Selatan dalam upaya pencegahan korupsi. Dari latar belakang

berfikir tersebut terdapat berbagai masalah yang muncul yaitu:

a. Pengaturan dan sanksi bagi pelaku tindak pidana korupsi perlu

dipertegas

b. Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi

perlu diperjelas

c. Kebijakan hukum Pemerintah Daerah dalam pencegahan gratifikasi

belum optimal

d. Proses penyusunan kebijakan hukum dalam pencegahan gratifikasi

perlu di analisis

e. Legitimasi kebijakan hukum unutk mencegah gratifikasi belum

optimal

f. Implementasi kebijakan hukum dan peran serta masyarakat dalam

pencegahan korupsi belum optimal

2. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan dibahas peneliti terarah dan sistematis

sehingga menjadi lebih fokus dalam pembahasan masalah, maka peneliti

membatasi masalah kajian kepada penyusunan kebijakan hukum,

legitimasi dan implementasi dari kebijakan hukum yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam upaya pencegahan tindak

pidana gratifikasi yang merupakan salah satu jenis dari perbuatan korupsi

yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Lebih lanjut, masalah

dalam skripsi ini dibatasi sebagai berikut:

a. Efektivitas dibatasi pada keefektifan yaitu keberhasilan suatu usaha

atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan

Page 16: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

6

b. Kebijakan hukum dibatasi pada aturan hukum yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang berkaitan dengan korupsi

khususnya gratifikasi

c. Korupsi dibatasi pada suatu perbuatan memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan

negara, atau perekonomian negara.

d. Gratifikasi dibatasi pada suatu pemberian dalam arti luas, yakni

meliputi uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket

perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan

cuma-cuma, dan fasilitas lainnya yang diterima di dalam negeri

maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan

sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik

e. Pemerintah Kota Tangerang Selatan dibatasi pada pemerintahan

yang berkedudukan di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten dan

kantor Pemerintah Kota berada di Jalan Raya Maruga No.1, Serua,

Ciputat, Serua, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten.

f. Data yang diteliti dibatasi pada tahun 2015-2017 karena peraturan

yang mengatur tentang gratifikasi di Pemerintahan Kota Tangerang

Selatan baru dibentuk dan dikeluarkan oleh Pemerintah Kota

Tangerang Selatan pada tahun 2015.

3. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, perumusan masalah utama yang disajikan adalah:

Bagaimanakah efektivitas kebijakan hukum Pemerintah Kota

Tangerang Selatan tentang upaya pencegahan tindak pidana korupsi

khususnya gratifikasi?

Selanjutnya pertanyaan riset dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah proses pembentukan kebijakan hukum peraturan

pencegahan gratifikasi di Pemerintah Kota Tangerang Selatan?

b. Bagaimanakah implementasi dari kebijakan peraturan pencegahan

gratifikasi di Pemerintah Kota Tangerang Selatan ?

Page 17: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk menjelaskan proses pembentukan peraturan atau kebijakan

hukum bagaimana penyusunan, sosialisasi, legitimasi yang dibuat

Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam mencegah tindak pidana

gratifikasi.

b. Untuk menganalisis implementasi peraturan atau kebijakan hukum yang

dibuat Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam mencegah tindak

pidana gratifikasi.

2. Manfaat Penelitian

Selain tujuan-tujuan tersebut diatas, penulisan skripsi ini juga

diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya :

a. Manfaat Teoretis

Pembahasan terhadap masalah-masalah dalam skripsi ini

diharapkan dapat menambah pemahaman kepada semua pihak,

khususnya di bidang hukum. Skripsi ini juga diharapkan dapat

memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Akademisi

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan penelitian lebih lanjut tentang materi yang penulis sajikan.

Baik yang berkaitan dengan peranan pemerintah daerah dan/atau

secara khusus berkaitan dengan pencegahan tindak pidana korupsi

khususnya gratifikasi di wilayah pemerintah daerah.

2) Bagi Masyarakat Umum

Diharapkan juga, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan

dan wawasan kepada masyarakat umum tentang masalah dari

pemerintah daerah dalam memberikan kebijakan untuk pencegahan

tindak pidana korupsi khususnya gratifikasi.

Page 18: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

8

D. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Jenis Penelitian

Pada penulisan penelitian ini menggunakan studi penelitian

normatif-empiris/sosiologis yang merupakan penggabungan antara

pendekatan hukum normatif dan hukum empiris/sosiologis. Metode

penelitian normatif-empiris/sosiologis6 mengenai implementasi

ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap

peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.

2. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan pendekatan penelitian normatif-

empiris/sosiologis yang peneliti gunakan, maka pendekatan yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-

undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach)7.

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan

menelaah undang-undang dan regulasi yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Selain itu, peneliti juga menggunakan pendekatan

kasus (case approach) yang dilakukan dengan cara melakukan telaah

terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer, berupa ketentuan hukum dan peraturan

perundang-undangan yang mengikat serta berkaitan dengan

penulisan skripsi ini, yaitu Peraturan Walikota Tangerang Selatan

Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pengendalian Gratifikasi dan

Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor 700/kep.188-

6 Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2010), h.16. 7 Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif… h.16.

Page 19: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

9

huk/2015 Tentang Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi di

Lingkungan Pemerintahan Tangerang Selatan. Serta Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan

Negara Yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

b. Bahan hukum sekunder berupa literatur-literatur tertulis yang

berkaitan dengan pokok masalah dalam penulisan skripsi ini, baik

berupa buku, makalah, jurnal, penelitian, artikel, surat kabar

ataupun pedapat para ahli.

c. Bahan hukum tertier (non-hukum), berupa bahan penjelasan dari

bahan hukum premier dan sekunder, seperti kamus, ilmu

pengetahuan politik, ensiklopedia dan lain-lain.

4. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah salah satu pembuat atau yang ikut serta dalam pembentukan

peraturan walikota dan keputusan walikota Tangerang Selatan dan

pengurus Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Tangerang Selatan.

Alasan mengapa subjek tersebut harus dijadikan sebagai responden atau

narasumber karena merupakan pejabat terkait yang berhubungan dengan

adanya kebijakan hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota

Tangerang Selatan serta langsung menangani pelaporan tindak gratifikasi

di Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi

ini adalah dengan cara studi pustaka dan studi lapangan. Studi ini

Page 20: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

10

digunakan dalam rangka pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data

tersebut ditempuh dengan cara mengumpulkan, membaca, menelaah,

mengkaji, menganalisis, mengkritisi Pemerintah Kota khususnya Kota

Tangerang Selatan dan mewawancarai pihak terkait dalam mencegah

tindak korupsi khususnya gratifikasi. Doktrin dan pendapat para pakar,

jurnal, serta hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti

lain sebelumnya yang ada kaitannya dengan tema penulisan ini.

6. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu analisis

deskriptif kualitatif. Kualitatif yaitu penelitian tentang riset yang bersifat

deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna

(perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Analisis

data ini dilakukan setelah pengumpulan data selesai. Dalam menelusuri

kebijakan hukum Pemerintah Kota khususnya Kota Tangerang Selatan

dalam mencegah tindak korupsi yang menjadi fokus penulisan skripsi ini,

yang digunakan adalah data yang terkait normatif maupun mengenai

fenomena yang terjadi.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” terbitan tahun 2017

dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri

atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang ditulis dalam

skripsi ini. Adapun perinciannya, yaitu:

BAB I Pendahuluan yang terdiri atas (1) latar belakang masalah, (2)

identifikasi, pembatasan, perumusan masalah, (3) tujuan dan

manfaat penelitian, (4) metode penelitian, (5) sistematika

penulisan.

BAB II Pada bab ini menjelaskan mengenai kerangka konsep

efektivitas, kebijakan hukum dan konsep korupsi, serta teori

Page 21: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

11

efektivitas, gratifikasi dan teori kesadaran hukum dan gratifikasi

beserta dengan tinjauan ulang hasil studi terdahulu yang

berkaitan dengan korupsi dan gratifikasi.

BAB III Pada bab ini akan diuraikan data dari Pemerintah Kota

Tangerang selatan, berupa profil dari pemerintah dan data

wawancara dari pihak terkait praktik tindak pidana korupsi

khususnya gratifikasi yang dilakukan di lingkungan Pemerintah

Kota Tangerang selatan.

BAB IV Pada bab ini menjelaskan analisis pembentukan kebijakan

hukum berupa Keputusan Walikota dan Peraturan Walikota dan

implementasi dari kebijakan hukum yang dibuat dalam upaya

pencegahan korupsi khususnya gratifikasi yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

BAB V Pada bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi peneliti yang

didapatkan berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya.

Page 22: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

TENTANG KORUPSI DAN GRATIFIKASI

A. Kerangka Konsep

1. Konsep Efektivitas

Secara etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif, dalam

bahasa Inggris effectiveness yang telah mengintervensi kedalam Bahasa

Indonesia dan memiliki makna “berhasil”. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia1, efektivitas adalah keefektifan, yaitu keberhasilan suatu usaha,

tindakan. Dalam bahasa Belanda effectief memiliki makna berhasil guna.

Sedangkan, efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai

keberhasilgunaan hukum, hal ini berkenaan dengan keberhasilan

pelaksanaan hukum itu sendiri, sejauh mana hukum atau peraturan itu

berjalan optimal dan efisien atau tepat sasaran.

Menurut para ahli sebagai mana dikutip oleh Samodra Wibawa2,

efektivitas adalah:

a. Richard M. Steers, keberhasilan kepemimpinan dan organisasi

diukur dengan konsep efektivitas. Efektivitas itu paling baik dapat

dimengerti jika dilihat dari sudut sejauh mana suatu organisasi

berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam

usahanya mengerjakan tujuan organisasi.

b. J.L. Gibson, konsep efektivitas dapat didekati dari dua segi, yaitu

tujuan dan teori sistem. Pendekatan tujuan memandang bahwa

organisasi itu dibentuk dengan suatu tujuan dan oleh karena itu

orang-orang di dalamnya berusaha secara rasional agar tujuan

tercapai. Dengan demikian, efektivitas diartikan sebagai pencapaian

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus versi online/Dalam Jaringan. Diakses dari

https://kbbi.web.id/efektif/ diakses pada 5 Januari 2018 pukul 20.00 wib. 2 Samodra Wibawa dkk, Evaluasi Kebijakan Publik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1992), h.32.

Page 23: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

13

yang telah disepakati bersama. Namun, pendekatan sistem

memandang bahwa organisasi mendapatkan sumber dari

lingkungannya. Dalam hal ini, efektivitas menggambarkan seluruh

siklus input-proses-output dan hubungan timbal-balik antara

organisasi dan lingkungannya.

c. Barnard mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai pencapaian

tujuan-tujuan organisasi.

d. Etzioni mendefinisikan efektivitas sebagai tingkat terwujudnya

sasaran dan tujuan organisasi.

e. Sampson memberikan definisi yang agak berbeda, menurutnya

dimensi-dimensi efektivitas adalah sebagai berikut:

1) Goal attainment, yakni kemampuan manajer untuk mewujudkan

kebutuhan ekonomi bagi para anggotanya.

2) Adaptation, yakni usaha untuk mencangkokkan diri pada

lingkungan,

3) Integration, yakni sejauhmana manajer mampu menyatukan

berbagai departemen dan fungsi di dalam organisasinya.

Contoh: berapa jumlah pegawai yang keluar setiap tahun?

4) Latency, yakni langkah yang diambil untuk menjaga komitmen

dan partisipasi para.

Menurut Soewarno efektivitas adalah pengukuran dalam arti

tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.3 Pendapat yang

sama juga dikemukakan oleh Caster I. Bernard, efektivitas adalah

tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama.4 Sedangkan Robbins

memberikan definisi efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi

dalam jangka pendek dan jangka panjang. Efektivitas organisasi adalah

konsep tentang efektif dimana sebuah organisasi bertujuan untuk

3 Soewarno Hadayadiningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management,

(Jakarta: Yayasan Idayu, 1980), h.2. 4 Soewarno Hadayadiningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management…

h.4.

Page 24: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

14

menghasilkan. Organizational Efectiveness (efektivitas organisasi) dapat

dilakukan dengan memperhatikan kepuasan pelanggan, pencapaian visi

organisasi, pemenuhan aspirasi, menghasilkan keuntungan bagi

organisasi dan aspirasi yang dimiliki, serta memberikan dampak positif

bagi masyarakat di luar organisasi.5

Martoyo memberikan definisi efektivitas yaitu dapat diartikan

sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan yang

hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang

dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai

dengan hasil yang memuaskan.6 Sama halnya menurut Komaruddin

efektivitas adalah suatu keadaanyang menunjukan tingkat keberhasilan

kegiatan managemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

terlebih dahulu.7

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat

dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang dikehendaki.

Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan

dilakukannya tindakan-yindakan untuk mecapai hal tersebut8. Efektivitas

dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan yang

ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif

apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuan. Apabila

tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses

pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan

program atau kegiatan menurut wewenang tugas dan fungsi instansi

tersebut.

5 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi (Organizational Behavior), Buku 1, Penerjemah Diana Angelica, Ria Cahyani dkk, Edisi 12, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h.16.

6 Martoyo, Managemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke-5, (Yogyakarta: BPFE,

2000), h.4. 7 Komaruddin, Ensiklopedia Managemen, cet ke-1, (jakarta: Bumi Aksara, 1994),

h.294. 8 Samodra Wibawa dkk, Evaluasi Kebijakan Publik… h.32.

Page 25: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

15

Dalam penulisan skripsi ini efektivitas yang dikaji adalah kebijakan

hukum yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan

melalui Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 17 tahun 2017

Tentang Pedoman pengendalian Gratifikasi dan Keputusan Walikota

Tangerang Selatan Nomor 700/kep-188-huk/2015 Tentang Pembentukan

Unit Pengendalian Gratifikasi yang dianalisa menggunakan teori

efektivitas.

2. Konsep Kebijakan Hukum

Kebijakan adalah jenis tindakan administrasi negara yang berasal

dari kewenangan direksi yang pada umumnya digunakan untuk

menetapkan peraturan kebijaksanaan pelaksanaan ketentuan Undang-

Undang9. Kebijakan dibuat oleh pejabat administrasi negara dalam

rangka untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah. Eksistensi kebijakan

merupakan konsekuensi atas negara hukum yang membebankan tugas

kepada pemerintah yaitu untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian peraturan kebijakan adalah merupakan produk

kebijakan yang bersifat bebas yang ditetapkan oleh pejabat administrasi

negara dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan.

Van Kreveld mengatakan bahwa kebijakan harus memenuhi syarat-

syarat tertentu untuk kemudian dapat berlaku. Syarat-syarat tersebut

antara lain10:

a. Tidak dapat bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung

wewenang diskresioner yang dijabarkannya;

b. Tidak dapat bertentangan dengan nalar sehat

c. Harus dipersiapkan dengan cermat, kalau perlu meminta saran teknis

dari instansi yang berwenang, rembukan dengan para pihak yang

terkait dan mempertimbangkan alternatif yang ada

9 Sunggono Bambang, Hukum dan Kebijakan Publik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994),

h.155. 10 Sunggono Bambang, Hukum dan Kebijakan Publik… h.137.

Page 26: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

16

d. Isi kebijakan harus jelas memuat hak dan kewajiban warga

masyarakat yang terkena dan ada kepastian tindakan yang akan

dilakukan oleh instansi yang bersangkutan (kepastian hukum

formal);

e. Pertimbangan tidak harus rinci, asalkan jelas tujuan dan dasar

pertimbangannya; dan

f. Harus memenuhi syarat kepastian hukum materiil, artinya hak yang

telah diperoleh dari warga yang terkena harus dihormati, kemudian

harapan yang telah ditimbulkan jangan sampai diingkari.

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama

dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat

atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan

kewajiban. Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung

pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri dan mengelola sendiri.

Kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan

pemerintahan sebagaimana mestinya, secara vertikal berarti kekuasaan

untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan

negara secara keseluruhan.11

Wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu

tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak

yang diberikan oleh Undang-Undang yang berlaku untuk melakukan

hubungan-hubungan hukum.12

Menurut Kraft dan Furlong kebijakan publik adalah “A course of

government action (or inaction) taken in response to social problems.

Social problems are conditions the public widely perceives to be

11 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2006), h.102. 12 SF Marbun, Peradilan Administratif Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,

(Yogyakarta: FH UII Press, 2011), h.190.

Page 27: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

17

unacceptable and therefore requiring intervention.”13 Yang dapat

diartikan sebuah tindakan yang dibuat pemerintah untuk menyetujui atau

tidak menyetujui sesuatu hal yang diambil sebagai respon terhadap suatu

masalah sosial, masalah sosial tersebut merupakan kondisi yang dialami

masyarakat luas dan dianggap sebagai sebuah masalah, oleh karena itu

memerlukan intervensi atau campur tangan pemerintah.

Peraturan kebijakan berdasarkan sifatnya dapat dikategorikan

menjadi dua. Pertama, kebijakan yang bersifat terikat (gabonden beleids)

yang merupakan kebijakan yang ditetapkan pejabat administrasi negara

sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

Sehingga kebijakan yang diambil oleh pejabat tersebut tidak

menyimpang dari persyaratan yang telah ditetapkan oleh Undang-

Undang. Kebijakan ini lahir demi memenuhi tuntutan asas legalitas

sebagai salah satu unsur negara hukum. Asas legalitas tersebut

menghendaki agar setiap tindakan yang diambil oleh pejabat pemerintah

atau tindakan pemerintah harus selalu berdasarkan pada peraturan

perUndang-Undangan atau hukum yang sudah lebih dahulu ada sebelum

suatu tindakan pemerintahan dilakukan.14

Kedua, kebijakan yang bersifat bebas adalah kebijakan yang

ditetapkan berdasarkan pertimbangan pejabat negara semata-mata.

Kebijakan yang bersifat bebas ditetapkan dan dijalankan oleh pejabat

negara dalam rangka menyelesaikan suatu keadaan (masalah konkret)

yang pada dasarnya belum ada aturannya atau belum diatur dalam

Undang-Undang (peraturan perUndang-Undangan).15

13 Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013),

h.3. 14 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), h.90. 15 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik… h.93.

Page 28: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

18

Dalam penulisan skripsi ini kebijakan hukum yang dikaji adalah

Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 17 tahun 2017 Tentang

Pedoman pengendalian Gratifikasi dan Keputusan Walikota Tangerang

Selatan Nomor 700/kep-188-huk/2015 Tentang Pembentukan Unit

Pengendalian Gratifikasi.

3. Konsep Korupsi

Transparansi Internasional memberikan definisi tentang korupsi

sebagai perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik

untuk keuntungan pribadi. Dalam definisi ini terdapat beberapa unsur

dari pengertian korupsi, yaitu menyalahgunakan kekuasaan, kekuasaan

yang dipercayakan memiliki akses bisnis atau keuntungan materi dan

keuntungan pribadi.16

AS Hornby E.V. Gatenby and H. Wakefield sebagaimana dikutip

oleh Baharuddin Lopa korupsi adalah the offering and acceptimg of bibes

(penawaran/pemberian dan penerimaan suap). Dikatakan juga,

“corruptionis decay” , yang berartikebusukan atau kerusakan. (The

advanced Learner’s Dictionary of Current English, p,218). Sudah tentu

dimaksudkan “busuk” atau “rusak” itu, ialah moral atau akhlak dari

oknum yang melakukan perbuatan korupsi tersebut.17

David M. Chalmers menguraikan pengertian istilah itu dalam

berbagai bidang, antara lain yang menyangkut masalah penyuapan, yang

berhubungan denga manipulasi di bidang ekonomi, dan yang

menyangkut bidang kepentingan umum (Encyclopedia Americana, p.22).

Kesimpulan ini diambil dari definisi yang dikemukakan, antara lain

berbunyi, Financial manipulation and decisions injurious to the

wconomy are aften labels corrupt (manipulasi dan keputusan mengenai

16 Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi (Edisi Ringkas) dengan judul asli

Confloring Corruption: Element of Nation Integrity System, by Jeremy Pope. Diringkas oleh TJahjono EP, (Jakarta: Transparancy International Indonesia, 2003), h.6.

17 Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, (Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara, 2001), h.67.

Page 29: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

19

keuangan yang membahayakan perekonomian sering dikategorikan

perbuatan korupsi.18

Menurut Mubyarto, pengertian korupsi adalah suatu masalah

politik lebih dari pada ekonomi yang menyentuh keabsahan (legitimasi)

pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan para pegawai

pada umumnya. Akibat yang ditimbulkan dari korupsi ini ialah

berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di tingkat

provinsi dan kabupaten. Pengertian korupsi yang diungkapkan Mubyarto

yaitu menyoroti korupsi dari segi politik dan ekonomi.19 Syeh Hussein

Alatas mengemukan pengertian korupsi, menurut beliau korupsi ialah

subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi yang

mencakup pelanggaran norma, tugas dan kesejahteraan umum, yang

dilakukan dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan

kemasabodohan akan akibat yang diderita oleh rakyat.20

Dalam pengertian sederhana, korupsi adalah penyalahgunaan

kekuasaan dan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Karena itu

korupsi dipahami dalam konteks prilaku pejabat-pejabat sektor public,

politisi, pegawai negeri yang memakai kekuasaan dan wewenang sosial

untuk memperkaya diri, atau bersama orang-orang yang dekat dengan

mereka.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan

Nepotisme, menjelaskan bahwa korupsi adalah tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Salah satunya Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasa Tindak Pidana

18 Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum… h.68. 19 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.11.

20 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional… h.11.

Page 30: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

20

Korupsi yaitu , adalah “setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara. Unsur-unsur yang terkandung di dalam tindak pidana korupsi

antara lain adalah:

1. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi,

2. Perbuatannya bersifat melawan hukum,

3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan,

4. Merugikan keuangan negara dan perekomian negara.

Oleh karena itu, korupsi mempunyai lima unsur penting, yaitu

penggelapan uang negara atau masyarakat atau perusahaan, melawan

hukum dan norma-norma yang berlaku, penyalahgunaan kekuasaan atau

amanah, demi kepentingan pribadi atau orang lain atau kelompok

tertentu, dan merugikan pihak lain, baik masyarakat atau negara. Dengan

demikian, hai ity merupakan tindakan melawan hukum, melawan norma,

melawan kepatutan, dan melawan keseimbangan kosmos.21

Berdasarkan bentuknya korupsi dapat dibagi dua, yaitu: pertama,

yang lebih banyak menyangkut penyelewengan di bidang materi (uang)

yang dikategorikan material corruption. Kedua, berupa perbuatan

memanipulasi pemungutan suara dengan cara penyuapan, intimidasi,

paksaan, dan/atau campurtangan yang dapat mempengaruhi kebebasan

meimilih, komersialisasi pemungutan suara pada lembaga legislatif atau

pada keputusan yang bersifat administratif, janji jabatan dan sebagainya,

yang dikategorikan political corruption. Ketiga, yang memanipulasi ilmu

pengetahuan seperti apabila seseorang memberikan informasi atau

penerangan sesuatu yang berhubungan denga ilmu pengetahuan dengan

21 Supriyadi Ahmad, “Dari Mahar Politik hingga Mental Politik Transaksional: Kajian

Komparatif Tentang Korupsi Di Era Milenial Indonesia”, diakses dari http://www.jurnalfai-aikanogor.org (Mizan: Jurnal Ilmu Syariah, FAI Universitas Ibn Khaldun UIKA Bogor Vol.5 No.1, 2017) diakses pada 12 Februari 2018 pukul 20.00 wib.

Page 31: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

21

cara yang tidak sebenarnya yang biasanya dilator belakangi oleh

kepentingan-kepentingan tertentu.22

Berdasarkan sifat atau motifnya, korupsi dibedakan menjadi dua,

yaitu: pertama, korupsi yang bermotif terselubung. Korupsi seperti ini,

ialah korupsi yang secara sepintas lalu kelihatannya bermotif politik,

tetapi secara tersembunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan uang

semata-mata.23

Berdasarkan subjek hukum tindak pidana korupsi salah satunya

yang akan penulis bahas adalah tindak pidana korupsi pegawai negeri

dana tau penyelenggara negara yaitu, adalah tindak pidana korupsi yang

hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas sebagai pegawai

negeri atau penyelenggara negara. Artinya, tindak pidana yang

dirumuskan itu semata-mata dibentuk untuk pegawai negeri atau

penyelenggara negara. Orang yang bukan pegawai negeri tidak dapat

melakukan tindak pidana korupsi pegawai negeri ini. Tindak pidana

korupsi ini merupakan bagian dari kejahatan jabatan atau dapat disebut

sebagai kejahatan khusus.24

Jenis - jenis korupsi menurut Alatas bahwa inti gejala korupsi

selalu dari jenis pemerasan dan transaktif, korupsi selebihnya berkisar di

sekitar kedua jenis tersebut dan merupakan jenis sampingannya. Menurut

Alatas mengkonsepkan jenis korupsi di dalam segi tipologi, di antaranya

yaitu25:

a. Korupsi Transaktif , merujuk adanya kesepakatan timbal-balik antara

pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah

22 Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, (Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara, 2001), h.70. 23 Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum… h.71. 24 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia,

(Malang: Bayumedia Publishing, 2005), h.23. 25 Anas Saidi,dkk, Pemberantasan Korupsi Dan Pemerintahan Yang Bersih, (Jakarta:

LIPI Press, 2006), h.28.

Page 32: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

22

pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh

kedua-duanya.

b. Korupsi Pemerasan, merupakan jenis korupsi yang di mana pihak

pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang

sedang mengancam dirinya, kepentingan, atau orang-orang, dan hal-

hal yang dihargainya.

c. Korupsi Defensif, adalah perilaku korban korupsi pemerasan.

Korupsi di dalam rangka mempertahankan diri.

d. Korupsi Investif atau Gratifikasi, adalah pemberian barang atau jasa

tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain

keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan

datang.

e. Korupsi Kekerabatan atau Nepotisme, merupakan penunjukan yang

tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang

jabatan di dalam pe- merintahan atau sistem organisasi, atau

tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan, di dalam

bentuk uang atau bentuk-bentuk lain kepada mereka secara

bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku.

f. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang dilakukan seorang diri dengan

memanfaatkan perilaku serta peran yang dimilikinya dan nantinya

mem- peroleh keuntungan finansial.

g. Korupsi Dukungan, adalah tindakan korupsi untuk melindungi atau

memperkuat korupsi yang sudah ada.

B. Kajian Teoretis

1. Teori Efektivitas Hukum

Menurut Lawrence M. Friedman dalam bukunya yang berjudul

“Law and Society”, sebagaimana dikutip oleh Abdullah Mustafa, efektif

atau tidaknya suatu perUndang-Undangan sangat dipengaruhi oleh tiga

Page 33: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

23

faktor, yang dikenal sebagai efektivitas hukum, dimana ketiga faktor

tersebut adalah26:

a) Substansi Hukum Substansi hukum adalah inti dari peraturan

perUndang-Undang itu sendiri.

b) Struktur Hukum Struktur hukum adalah para penegak hukum.

Penegak hukum adalah kalangan penegak hukum yang langsung

berkecimpung di bidang penegakan hukum tersebut.

c) Budaya Hukum Budaya hukum adalah bagaimana sikap masyarakat

hukum di tempat hukum itu dijalankan. Apabila kesadaran

masyarakat untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dapat

diterapkan maka masyarakat akan menjadi faktor pendukung.

Namun, bila masyarakat tidak mau mematuhi peraturan yang ada

maka masyarakat akan menjadi faktor penghambat utama dalam

penegakan peraturan yang dimaksud.

Efektif dan berhasil tidaknya suatu penegakan hukum tergantung

tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law),

substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal

culture).27 Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi

hukum meliputi perangkat perUndang-Undangan dan budaya hukum

merupakan hukum yang hidup yang dianut dalam suatu masyarakat.

Struktur adalah Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum

dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini

menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta

proses hukum itu berjalan dan dijalankan.28

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang dimaksud

dengan substansinya adalah sebuah aturan, norma, dan pola perilaku

nyata manusia yang berada dalam system itu. Jadi substansi hukum

26 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,

(Jakarta: CV. Rajawali, 1982), h.13. 27 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat… h.14.

28 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat… h.14.

Page 34: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

24

menyangkut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku yang

memiliki kekuatan untuk mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat

penegak hukum dalam menjalankan aturannya.

Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap

manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan

struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan

sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung

budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan

masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.

Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi

efektivitas hukum antara lain29:

a) Hukum / Undang-Undang dan peraturannya.

b) Penegak hukum (pembentuk hukum maupun penataan hukum).

c) Sarana / fasilitas pendukung.

d) Masyarakat.

e) Budaya hukum (legal cultur)

Berdasarkan kepada teori tersebut maka suatu usaha dapat

dikatakan efektif apabila sudah meliputi hal-hal diatas, namun apabila

belum mencangkup hal tersebut maka belum dapat dikatakan suatu usaha

itu efektif. Dalam halnya dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori

Lawrence M. Friedman dalam menganalisis seberapa efektif upaya

pencegahan korupsi dan gratifikasi di Pemerintah Kota Tangerang

Selatan.

29 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat… h.15.

Page 35: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

25

2. Teori Kesadaran Hukum

Menurut Soerjono Soekanto terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kesadaran hukum, beberapa faktor tersebut adalah

sebagai berikut30:

a) Pengetahuan tentang ketentuan-ketentuan hukum secara umum

peraturan-peraturan yang telah sah maka dengan sendirinya

peraturan-peraturan tadi akan tersebar luas dan diketahui umum,

tetapi sering kali terjadi suatu golongan tertentu di dalam masyarakat

yang tidak mengetahui atau kurang mengetahui tentang ketentuan-

ketentuan hukum yang khusus bagi mereka.

b) Pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum Pengakuan

masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum, berarti masyarakat

mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum tertentu.

Artinya terdapat suatu derajat pemahaman tertentu terhadap

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini juga dapat berarti

bahwa derajat kesadaran hukum agak lebih tinggi dari sekedar

pengetahuan saja. Namun, hal tersebut belum merupakan jaminan

bahwa masyarakat yang mengakui ketentuan-ketentuan hukum

tertentu dengan sendirinya mematuhinya, tetapi juga perlu diakui

bahwa orang-orang yang memahami suatu ketentuan hukum ada

kalanya cenderung untuk mematuhinya.

c) Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum Penghargaan atau

sikap tehadap ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sejauh

manakah suatu tindakan atau perbuatan yang dilarang hukum

diterima oleh sebagian besar warga masyarakat. Juga reaksi

masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku.

Masyarakat mungkin menentang atau mungkin mematuhi hukum

karena kepentingan mereka terjamin pemenuhannya.31

30 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat...

h.217.

Page 36: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

26

d) Penaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum Salah

satu tugas hukum yang penting adalah mengatur kepentingan-

kepentingan para warga masyarakat. Kepentingan para warga

masyarakat tersebut lazimnya bersumber pada nilai-nilai yang

berlaku, yaitu anggapan tentang apa yang baik dan apa yang harus

dihindari. Ketaatan masyarakat terhadap hukum, dengan demikian

sedikit banyak tergantung apakah kepentingan-kepentingan warga

masyarakat dalam bidang-bidang tertentu dapat ditampung oleh

ketentuan-ketentuan hukum. Ada juga suatu anggapan bahwa

kepatuhan hukum disebabkan karena adanya rasa takut pada sanksi,

karena ingin memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan

sekelompok atau pimpinan, karena kepentingannya terlindung,

karena cocok dengan nilai-nilai yang dianutnya.32

3. Teori Gratifikasi

Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001, bahwa:

“Yang dimaksud dengan ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah

pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat

(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas

penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas

lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun

di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik

atau tanpa sarana elektronik”.33

31 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat…

h.218. 32 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat…

h.218. 33 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus versi online/Dalam Jaringan. Diakses dari

https://kbbi.web.id/gratifikasi/ diakses pada 30 April 2018 pukul 20.00 wib.

Page 37: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

27

Pada Undang-Undang tersebut setiap gratifikasi yang diperoleh

pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun

ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan

gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK), dan wajib dilaporkan paling lambat 30 (Tiga puluh) hari kerja

terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.34

Apabila dicermati penjelasan di atas, kalimat yang termasuk

definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas,

sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk- bentuk gratifikasi. Dari

penjelasan pasal diatas juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi

mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau

negatif dari arti kata gratifikasi tersebut. Apabila penjelasan ini

dihubungkan dengan rumusan pasal 12B dapat dipahami bahwa tidak

semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya

gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B saja.35

Sedangkan seorang Plato pun memiliki gagasan mengenai

gratifikasi, yaitu “Para pelayan bangsa harus memberikan pelayanan

mereka tanpa menerima hadiah”.36 Gagasan tersebut menggambarkan

bahwa tidak sepantasnya pegawai negeri atau pejabat negara menerima

hadiah dari pelayanan yang mereka berikan. Sehingga pelayanan

terhadap masyarakat menjadi lebih baik dan bebas dari korupsi

Dalam istilah hukum, pemberian hadiah kepada pejabat atau

penyelenggaraan negara dikenal dengan istilah popular yaitu

“Gratifikasi”, istilah gratifikasi berasal dari bahasa Belanda “gratikatie”

yang diadobsi dalam bahasa inggris menjadi “gratification” yang artinya

“pemberian sesuatu/hadiah”. Black’s Law Dictionary memberikan

34 Komisi Pemberantasan Korupsi, Buku Saku Memahami Gratifikasi, (Jakarta:

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2014), h.3. 35 Komisi Pemberantasan Korupsi, Buku Saku Memahami Gratifikasi… h.3. 36 Arya Maheka, Mengenal dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: Veteran III,tt), h.21.

Page 38: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

28

definisi gratifikasi atau gratification adalah sebagai “a voluntarily given

reward or recompense for a service or benefit” yang dapat diartikan

sebagai “sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu

bantuan atau keuntungan”.37

Gratifikasi sebagai bentuk perbuatan hukum yang mengatur dan

terkait dengan penyelenggaraan negara diatur dalam UU No 20 tahun

2001, dalam Pasal 12 B setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan

dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Dapat dikatakan bahwa suatu gratifikasi atau pemberian hadiah,

berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap khususnya pada seorang

penyelenggara negara atau pegawai negari adalah pada saat

penyelenggaraan negara atau pegawai negeri tersebu melakukan tindakan

menerima gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun

sepanjang pemberian tersebut berubungan dengan jabatannya ataupun

pekerjaannya.38

Penerimaan gratifikasi dapat dikategorikan menjadi dua kategori

yaitu Gratifikasi yang Dianggap Suap dan Gratifikasi yang Tidak

Dianggap Suap yaitu:39

a. Gratifikasi yang Dianggap Suap Yaitu Gratifikasi yang diterima oleh

Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan

dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau

tugasnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

37 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, cet. Ke-I, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2003), h.109. 38 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2002), h.29. 39 Komisi Pemberantasan Korupsi, Buku Saku Memahami Gratifikasi… h.3.

Page 39: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

29

20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

b. Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap. Yaitu Gratifikasi yang

diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang

berhubungan dengan jabatan dan tidak berlawanan dengan

kawajiban atau tugasnya sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal

12 B Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Gratifikasi sebagai sebuah bentuk perbuatan hukum yang mengatur

dan terkait dengan penyelenggaraan negara diatur dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001, dalam Pasal 12 B setiap gratifikasi kepada

pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,

apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan

kewajiban atau tugasnya. Dengan ketentuan sebagai berikut:40

1) Yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap

dilakukan oleh penerima gratifikasi

2) Yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut

umum.

Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi,

perlu dilihat rumusan Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.41

40 Komisi Pemberantasan Korupsi, Buku Saku Memahami Gratifikasi… h.3. 41 Komisi Pemberantasan Korupsi, Buku Saku Memahami Gratifikasi… h.3.

Page 40: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

30

a) Setiap gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara

dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya

dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan

ketentuan sebagaimana dijelaskan diatas.

b) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, dan paling banyak 20

(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu

milyar rupiah).42

Berdasarkan hal tersebut maka terlihat bahwa ada dua istilah dalam

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terkait pemberian hadiah kepada

pejabat atau penyelenggara negara yaitu gratifikasi dan suap. Sehingga

dapat disimpulkan tidak benar bila Pasal 12 B dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 telah

melarang praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di Indonesia,

sesungguhnya praktik gratifikasi atau pemberian hadiah dikalangan

masyarakat ttidak dilarang tetapi perlu diperhatikan adanya sebuah

rambu tambahan yaitu larangan bagi pegawai negeri atau penyelenggara

negara untuk menerima gratifikasi yang dianggap suap.43

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan pada penulisan skripsi ini dengan

penelitian lainnya, maka peneliti melakukan penelusuran terhadap beberapa

penelitian terlebih dahulu. Diantara penelitian-penelitian tersebut adalah:

42 Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan PeUndang-Undangan dengan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: Fokus Media, 2008), h.87. 43 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2002), h.29.

Page 41: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

31

Pertama, skripsi yang disusun oleh Dadan Ruslan44, dari Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014 dengan judul Gratifikasi

Dalam Tinjauan Hukum Islam. Skripsi ini membahas tentang bagaimana

gratifikasi dalam tinjauan islam, mencari pesamaan dan perbedaan gratifikasi

dengan risywah, suth, hadiah, hibah, sedekah dan menjelaskan bagaimana

pandangan ulama terhadap gratifikasi. Pembeda dari skripsi peneliti yaitu,

tidak membandingkan melainkan menganalisis kebijakan hukum yang dibuat

oleh pemerintah setempat tentang pencegahan tindak korupsi khusus pada

gratifikasi dan melihat implementasi serta efektivitas dari kebijakan tersebut

Kedua, buku yang ditulis oleh Robet Kligaard, dkk45, yang berjudul

Penuntun Pemberantasan Korupsi (Dalam Pemerintahan Daerah). Buku ini

berfokus pada korupsi sistemik, bukan pada perilaku beberapa orang yang

melanggar hukum, dan menekankan langkah pencegahan, bukan langkah

menghukum atau himbauan moral. Berbeda dengan berbagai tulisan umumnya

mengenai korupsi, buku ini menekankan langkah-langkah praktis. Pembeda

dari skripsi peneliti yaitu, pengkhususan pada kebijakan hukum yang ada di

Pemerindahan Daerah Kota Tangerang Selatan tidak hanya membahas

perilaku beberapa orang, namun mengkritisi Pemerintah Kota Tangerang

Selatan dengan menganalisa kebijakan hukum yang dibuat oleh pemerintah

setempat tentang pencegahan tindak korupsi khusus pada gratifikasi.

Ketiga, jurnal oleh Taufik Rinaldi, Marini Purnomo dan Dewi

Damayanti46, dari institusi Justice for the poor project (Bank dunia) tahun

2007 dengan judul Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi

studi kasus penanganan korupsi Pemerintahan Daerah. Jurnal ini membahas

44 Dadan Ruslan, Gratifikasi Dalam Tinjauan Hukum Islam, Universitas Islam Negeri

Syarf Hidayatullah Jakarta 2014 (Skripsi S1 Universitas Islam Neger Syarf Hidayatullah Jakarta 2014).

45 Robert Kligaard, dkk, Menuntun Pemberantasan Korupsi (dalam pemerintah

daerah), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 2005. 46 Taufiq Rinaldi, dkk, “Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi studi

kasus penanganan korupsi Pemerintahan Daerah”, diakses dari http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/Memerangi_Korupsi_dprd.pdf diakses pada 17 Maret 2017 pukul 14.00 wib.

Page 42: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

32

tentang cara memerangi korupsi di Indonesia yang terfokus pada kasus

penanganan korupsi di Pemerintah Daerah yang lebih terkordinir dan

terdesentralisasi. Dengan membahas motif dibalik pelaku korupsi dan

penyebab pelaku dapat melakukan tindak korupsi serta cara mencegahnya.

Pembeda dari skripsi peneliti yaitu, pengkhususan pada kebijakan hukum yang

ada di Pemerindahan Daerah Kota Tangerang Selatan yang merupakan sebuah

lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab mewujudkan pemerintahan

yang baik (good governance), dengan menganalisa kebijakan hukum yang

dibuat oleh pemerintah setempat tentang pencegahan tindak korupsi khusus

pada gratifikasi dan melihat implementasi serta efektivitas dari kebijakan

tersebut yaitu berupa Perwal (Peraturan Walikota) dan Kepwal (Keputusan

Walikota) yang dibuat dalam rangka pencegahan tidak pidana

korupsi khususnya gratifikasi oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

Page 43: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

33

BAB III

DATA PENELITIAN

TENTANG PEMERINTAH KOTA TENGERANG SELATAN

SERTA PRAKTIK KORUPSI DAN GRATIFIKASI

A. Data Kota Tangerang Selatan

1. Profil Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan adalah sebuah kota yang terletak di Tatar

Pasundan Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini terletak 30 km sebelah

barat Jakarta dan 90 km sebelah tenggara Serang, ibu kota Provinsi

Banten. Kota Tangerang Selatan berbatasan dengan Kota Tangerang di

sebelah utara, Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat) di sebelah

selatan, Kabupaten Tangerang di sebelah barat, serta Daerah Khusus

Ibukota Jakarta di sebelah timur. Dari segi jumlah penduduk, Tangerang

Selatan merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Banten setelah Kota

Tangerang serta terbesar kelima di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta,

Bekasi, Tangerang, dan Depok. Wilayah Kota Tangerang Selatan

merupakan hasil pemekarandari Kabupaten Tangerang.1

a. Visi Misi

Kota Tangerang Selatan memiliki Visi dan Misi sebagai berukut2:

Visi :

Terwujudnya Tangsel Kota Cerdas , Berkualitas dan Beradaya

Saing Berbasis Teknologi dan Inovasi.

Misi :

Mengmbangkan Sumberdaya manusia ynag handal dan berdaya

Meningkatkan infrastruktur kota yang fungsional.

1 Kota Tangerang Selatan, “Profil Kota Tangerang Selatan” diakses tanggal 9 Maret

2018 pukul 16.30 WIB dari https://id.wikipedia.org/ 2 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Visi dan Misi Tangerang Selatan” diakses

tanggal 9 Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Page 44: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

34

Menciptakan kota layak huni yang berwawasan lingkungan.

Mengmbangkan Ekonomi kerakyatan berbasis inovasi dan produk

unggulan.

Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik berbasis

teknologi informasi

b. Sejarah

Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam

Karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis,

yaitu suku, suku Betawi, dan Tionghoa.

Pembentukan wilayah ini sebagai kota otonom berawal dari

keinginan warga di kawasan Tangerang Selatan untuk

menyejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari

kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai

wilayah otonom. Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah

Kabupaten Tangerang sehingga banyak fasilitas terabaikan.3

Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota

Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh

kecamatan, yakni Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok

Aren, Serpong, Serpong Utara dan Setu.

Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna DPRD Kabupaten

Tangerang yang dipimpin oleh Ketua DPRD, Endang Sujana,

menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat pemerintahan Kota

Tangerang Selatan secara aklamasi.

Komisi I DPRD Provinsi Banten membahas berkas usulan

pembentukan Kota Tangerang Selatan mulai 23 Maret 2007.

Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan

3 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Sejarah Tangerang Selatan” diakses tanggal 9

Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Page 45: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

35

pembentukan kota diserahkan Gubernur Ratu Atut Chosiyah ke

DPRD Provinsi Banten pada 22 Maret 2007.

Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan

dana Rp 20 miliar untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang

Selatan. Dana itu dianggarkan untuk biaya operasional kota baru

selama satu tahun pertama dan merupakan modal awal dari daerah

induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah

Kabupetan Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota

hasil pemekaran mandiri.

Pada 29 Oktober 2008, pembentukan Kota Tangerang Selatan

diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto,

dengan tujuh kecamatan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang

yang telah disetujui oleh DPRD Kabupaten Tangerang pada 27

Desember 2006.4

Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah ± 9.662,92 km²

dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 9.245.075 jiwa, terdiri

atas 4 (empat) kabupaten dan 3 (tiga) kota, perlu memacu

peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka

memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ±

1.159,05 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah

3.315.584 jiwa, terdiri atas 36 (tiga puluh enam) kecamatan.

Kabupaten tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan

untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan

daerah.

Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti

tersebut, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu

diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui

4 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Sejarah Tangerang Selatan” diakses tanggal 9

Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Page 46: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

36

pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat

ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat. 5

Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan

dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Tangerang Nomor 28 Tahun 2006 tanggal 27 Desember 2006

tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan,

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang

Nomor 13 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Persetujuan

Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasional dan Pemiliharaan

kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang

Nomor 135/088 Binwil/2007 tanggal 30 Januari 2007 perihal

Persetujuan Pembentukan Daerah, Keputusan Bupati Tangerang

Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang

Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati

Tangerang Nomor 137/530 Binwil-2007 tanggal 15 Maret 2007

perihal Usul Pembentukan Daerah Otonom, Keputusan Bupati

Tangerang Nomor 130/Kep.239-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007

tentang Belanja Operasional dan Pemiliharaan untuk Pemerintahan

Kota Tangerang Selatan, Keputusan Bupati Tangerang Nomor

130/Kep.380-Huk/2007 tanggal 6 Agustus 2007 tentang Penetapan

Batas Wilayah Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 01 Tahun

2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan ditetapkannya Ex

Kantor Kewedanaan Ciputat menjadi Pusat Pemerintahan Kota

Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/18/2007 tanggal 21 Mei

2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan,

Surat Gubernur Banten Nomor 135/1436-Pem/2007 tanggal 25 Mei

5 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Sejarah Tangerang Selatan” diakses tanggal 9

Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Page 47: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

37

2007 perihal Usulan Pembentukan Kota Tangerang Selatan,

Keputusan Gubernur Banten Nomor 125.3/Kep.353-Huk/2007

tanggal 25 Mei 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota

Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007

tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja

Operasional dan Pemiliharaan Kepada Kota Tangerang Selatan,

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten

Nomor 161.1/Kep-DPRD/09/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang

Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Untuk Penyelenggaraan

Pemerintahan Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten,

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten

Nomor 161.1/Kep-DPRD/10/2008 tanggal 7 Juli 2008 tentang

Persetujuan Pemberian Bantuan Dana Untuk Penyelenggaraan

Pemilihan Umum Pertama Walikota dan Wakil Walikota Calon Kota

Tangerang Selatan Provinsi Banten, Keputusan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/11/2008

tanggal 7 Juli 2008 tentang Persetujuan Nama Calon Kota, Batas

Wilayah Kota dan Cakupan Wilayah Kota Calon Kota Tangerang

Selatan Provinsi Banten, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep-DPRD/12/2008 tanggal 7

Juli 2008 tentang Persetujuan Penggunaan Gedung Balai Latihan

Kerja Industri (BLKI) Serpong Kabupaten Tangerang Untuk

Fasilitas Kantor Calon Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, dan

Keputusan Gubernur Banten Nomor 011/Kep.301-No. 4935

(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 188)

Huk/2008 tanggal 17 Juli 2008 tentang Persetujuan Penggunaan

Gedung Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) Serpong Kabupaten

Tangerang Untuk Fasilitas Kantor Calon Kota Tangerang Selatan

Provinsi Banten.6

6 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Sejarah Tangerang Selatan” diakses tanggal 9

Page 48: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

38

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan

pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan

pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota

Tangerang Selatan. Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang

merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, terdiri atas 7

(tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong

Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Ciputat, Kecamatan

Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Setu. Kota

Tangerang Selatan memiliki luas wilayah keseluruhan ± 147,19 km²

dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah ± 918.783 jiwa. 7

Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah

otonom, Pemerintah Provinsi Banten berkewajiban membantu dan

memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dan perangkat daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi

pelaksanaan pemindahan personel, pengalihan aset dan dokumen

untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam

rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Tangerang Selatan.

Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kota Tangerang Selatan

perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi,

penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan

peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya

alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Maret 2017 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

7 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Sejarah Tangerang Selatan” diakses tanggal 9

Maret 2017 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Page 49: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

39

c. Letak Georgrafis

Wilayah Kota Tangerang Selatan diantaranya dilintasi

oleh Kali Angke, Kali Pesanggrahan dan Sungai Cisadane

Pesanggrahan sebagai batas administrasi kota di sebelah barat. Letak

geografis Tangerang Selatan yang berbatasan dengan Provinsi DKI

Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota

Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga provinsi

DKI Jakarta, selain itu juga sebagai daerah yang menghubungkan

Provinsi Banten dengan DKI Jakarta. Selain itu, Tangerang Selatan

juga menjadi salah satu daerah yang menghubungkan Provinsi

Banten dengan Provinsi Jawa Barat.8

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar.

Beberapa kecamatan memiliki lahan yang bergelombang seperti di

perbatasan antara Kecamatan Setu dan Kecamatan Pamulang serta

sebagian di Kecamatan Ciputat Timur. Kondisi geologi Tangerang

Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari

batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Jenis

batuan ini mempunyai tingkat kemudahan dikerjakan

atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap

erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang Selatan

masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan.

Dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya di

Tangerang Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat

kemerahan yang secara umum cocok untuk pertanian/perkebunan.

Meskipun demikian, dalam kenyataannya makin banyak yang

berubah penggunaannya untuk kegiatan lainnya yang bersifat non-

pertanian. Untuk sebagian wilayah seperti Kecamatan Serpong dan

Kecamatan Setu, jenis tanah ada yang mengandung pasir khususnya

untuk wilayah yang dekat dengan Sungai Cisadane.

8 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Letak Tangerang Selatan” diakses tanggal 9

Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Page 50: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

40

B. Data Praktik Pelanggaran Korupsi dan Gratifikasi di Kota Tangerang

Selatan

Korupsi pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan

dalam suatu jabatan, sehingga karakteristik kejahatan korupsi selalu berkaitan

dengan penyalahgunaan kekuasaan dalam perfektif kejahatan yang

terorganisir sesuai dengan adagium yang diungkapkan oleh Lord Acton,

yakni kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak korup secara

mutlak. Dari pandangan tersebut telah memberikan gambaran, bahwa ruang

lingkup terjadinya korupsi adalah berada dalam lingkingan kekuasaan atau

wewenang atau kedudukan.9

Perubahan kekuasaan dari sentralisasi ke otonomi daerah, justru

menimbulkan persoalan baru, di mana korupsi berpindah dari pusat ke

daerah. Dengan demikian modus operandi, korupsi yang dikemas sedemikian

rapi terkadang menatasnamakan kebijakan, telah melahirkan persoalan baru

di beberapa daerah seperti Kota Tangerang Selatan.

Semenjak otonomi daerah, dengan adanya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999, telah memberikan peluang bagi setiap daerah untuk

mengeluarkan produk-produk legislatif berupa peraturan daerah, surat

keputusan ataupun melalui keputusan-keputusan rapat. Para pelaku dari

pembuatan kebiajakan publik ini adalah pimpinan dan anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), menteri, gubernur, bupati, kepala dinas,

direksi BUMN atau BUMN, atau perbankan milik pemerintah.10

Keleluasaan untuk mengatur daerah sendiri di era otonomi daerah,

digunakan kesempatan untuk menguntungkan diri bagi para pejabat. Dengan

terungkapnya banyak kasus korupsi yang dilakukan, baik oleh lembaga

legislatif, eksekutif maupun yudikatif di daerah, maka seolah-olah

9 Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi dalam Prespektif HAN (Hukum Administrasi

Negara), (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) hlm.291-292 10 Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi dalam Prespektif HAN (Hukum Administrasi

Negara)… h. 293.

Page 51: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

41

membenarkan presepsi masyarakat bahwa pemberlakuan otonomi daerah

dapat menciptakan raja-raja kecil di daerah.11

Menurut Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan

beberapa penyebab korupsi, yakni: kurangnya gaji pegawai negeri

dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat, latar

belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau

sebab meluasnya korupsi, managermen yang kurang baik dan kontrol yang

kurang efisien dan efisien yang akan memberi peluang orang untuk korupsi,

modernisasi mengembangkan korupsi. Aspek lain yaitu memperoleh

keuntungan pribadi atau golongan dalam kaitannya dengan tingkat korupsi

dan modernisasi.12

Pencegahan korupsi pada tingkat daerah dapat membantu meningkatkan

pendapatan pemerintahan daerah, memperbaiki layanan bagi warga

masyarakat, membangkitkan rasa percaya warga masyarakat pada pemerintah

daerah, mendorong partisipasi masyarakat, serta membantu pemerintahan

daerah memenangkan pemilihan umum.13

Harapan untuk terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih

terbebas dari KKN ternyata masih dihantui dan dibayang-bayangi adanya

indikasi praktik KKN tidak hanya dapat terjadi dalam jajaran pemerintahan

pusat, melainkan dapat pula terjadi dalam jajaran Pemerintah Daerah salah

satunya adalah Tangerang Selatan.

Korupsi memang menjadi musuh bersama bagi Negeri ini. Bagaimana

tidak, perbuatan ini ternyata telah menyeret ratusan pejabat daerah dan

bahkan pejabat negara yang paling tinggi sekalipun yaitu Mahkamah

Konstitusi. Perbuatan bejat ini juga menghantui Kota Tangsel yang dapat

dikatan usianya masih sangat "bayi".

11 Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi dalam Prespektif HAN (Hukum Administrasi

Negara)… h. 293. 12 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, (Jakarta: PT

Gramedia,1984) h. 18. 13 Robert Klitgaard dan dkk, Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan

daerah, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002) h. 5.

Page 52: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

42

1. Praktik Tindak Pidana Korupsi di Tangerang Selatan Sebelum

adanya Kebijakan Hukum

Tindak pidana korupsi yang dilakukan di lingkungan pemerintahan

kota Tangerang Selatan berdasarkan penindakan dari KPK tahun 2012-

2014 yaitu:14

a. Korupsi Alat Kesehatan

Diduga, salah satu berkas yang disita terkait pengadaan Alat

kesehatan senilai 23 milyar di Tangerang Selatan dan Provinsi

Banten. Sejak pengeledahan tersebut, Adik kandung Ratu Atut

Chosiyah yang juga Suami Wali Kota Tangerang Selatan, Airin

Rachmi Diany Tubagus Chaery Wardana (TCW) ditetapkan sebagai

tersangka kasus korupsi oleh KPK Perkara TPK pengadaan alat

kesehatan Kedokteran Umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan

APBDP.15

1) Perkara TPK pengadaan Alat Kesehatan Kedokteran Umum

Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBDP Tahun Anggaran

2012 atas nama tersangka TCWC alias TB. CW (swasta).

2) Perkara TPK pengadaan Alat Kesehatan Kedokteran Umum

Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBDP Tahun Anggaran

2012 atas nama tersangka MJ (Kepala Bidang Sumber Daya

Kesehatan dan Promosi Kesehatan (SDK dan Promkes) Dinas

Kesehatan Pemkot Tangsel/PPK).16

14 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2012 “Jalan Berliku

Pemberantasan Korupsi”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2012). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

15 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2013 “Laporan tahunan 2013”,

(Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2013). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

16 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2014 “Menjaga Harapan Tetap

Menyala”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2014). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Page 53: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

43

3) Perkara TPK pengadaan Alat Kesehatan Kedokteran Umum

Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBDP Tahun Anggaran

2012 atas nama tersangka DP (swasta).

4) Perkara TPK atas nama terdakwa MAMAK JAMAKSARI

sehubungan dengan pengadaan alat kesehatan Kedokteran

Umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBDP Tahun

Anggaran 2012.17

5) Tangal 4 November 2014 memberikan fasilitasi pemeriksaan

Mamak Jamaksari sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak

pidana korupsi pembangunan puskesmas di Tangerang Selatan

TA 2011 dan TA 2012 a.n. Tersangka Dadang, Suprijatna

Tamara, Desy Yusandi, Herdian Koosnadi dan Neng Ulfah

berdasarkan surat Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung RI

Nomor: B-3136/F.2/Fd.1/10/2014 tanggal 24 Oktober 2014.

6) Melaksanakan kegiatan fasilitasi pemeriksaan Tubagus Chaeri

Wardana sebagai saksi oleh Kejaksaan Negeri Tigaraksa pada

tanggal 29 Desember 2014 dalam perkara dugaan tindak

pidana korupsi dalam Pengadaan Alat Kesehatan Puskesmas

untuk Kegiatan Sarana dan Prasarana Puskesmas pada Dinas

kesehatan Kota Tangerang Selatan yang bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2010

dengan nilai kontrak sebesar Rp6.673.211.000 serta Pengadaan

Alat Kesehatan Puskesmas untuk Kegiatan Sarana dan

Prasarana Puskesmas pada Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) TA 2010 dengan nilai kontrak sebesar

Rp4.826.672.000 atas nama Tersangka Dadang, berdasrkan

surat Kajari Tigaraksa Nomor: B-6717/O.6.15/Fd.1/12/2014

17 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2014 “Menjaga Harapan Tetap

Menyala”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2014). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Page 54: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

44

tanggal 24 Desember 2014 dan Surat Mahkamah Agung RI

Nomor: 59/Tuaka.Pid/ XII/2014 tanggal 23 Desember 2014.18

b. Korupsi Pembangunan Puskesmas

Masih berada dibawah dinas kesehatan, kasus korupsi yang

kedua melibatkan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kota Tangerang

Selatan (Tangsel) menjadi tersangka kasus korupsi pembangunan

Puskesmas dan pembebasan tanah untuk Puskesmas di Tangerang

Selatan Tahun Anggaran 2011 dan 2012. Kepala Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan

Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 37/F.2/Fd.1/06/2014

tanggal 13 Juni 2014.

Ia diduga telah melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam

pelaksanaan proyek pembebasan tanah untuk Puskesmas dan

pembangunan Puskesmas. Selain kadis kesehatan Tangsel, Penyidik

Tindak Pidana Khusus telah menetapkan tujuh orang tersangka

dalam kasus korupsi ini19.

2. Praktik Tindak Gratifikasi di Tangerang Selatan Sebelum Adanya

Kebijakan Hukum

Tindak pidana gratifikasi di Tangerang Selatan belum ada karena

belum adanya aturan yang mengatur dan belum adanya UPG (Unit

18 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2014 “Menjaga Harapan Tetap

Menyala”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2014). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

19 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2015 “Menolak Surut”. diakses

tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Page 55: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

45

Pengendali Gratifikasi yang berfungsi menerima laporan dan melaporkan

gratifikasi ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).20

3. Praktik Tindak Pidana Korupsi di Tangerang Selatan Setelah

adanya Kebijakan Hukum

Tindak pidana korupsi yang dilakukan di lingkungan pemerintahan

kota Tangerang Selatan berdasarkan penindakan dari KPK tahun 2015-

2017 yaitu:21

a. Korupsi Alat Kesehatan

Kasus korupsi Alat kesehatan (Alkes) senilai 23 milyar

diketahui bermula dari penggeledahan di PT Bali Pasific Pragama

yang berlokasi di Gedung The East lantai 12 Nomor 5 Mega

Kuningan, Jakarta Selatan dan Serang, Banten terkait kasus suap

penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah

Konstitusi. Di kantor tersebut, penyidik berhasil menyita sejumlah

dokumen dan beberapa barang penting lainnya.

Diduga, salah satu berkas yang disita terkait pengadaan Alkes

di Tangerang Selatan dan Provinsi Banten. Sejak pengeledahan

tersebut, Adik kandung Ratu Atut Chosiyah yang juga Suami Wali

Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany Tubagus Chaery

Wardana (TCW) ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh

KPK.

1) Perkara TPK pengadaan alat kesehatan Kedokteran Umum

Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBDP Tahun Anggaran

2012 atas nama tersangka DP (swasta).22

20 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah

Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

21 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2015 “Menolak Surut”,

(Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2015). diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Page 56: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

46

2) Perkara TPK atas nama terdakwa MAMAK JAMAKSARI

sehubungan dengan pengadaan alat kesehatan Kedokteran

Umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBDP Tahun

Anggaran 2012.23

3) Perkara TPK atas nama terdakwa DADANG PRIJATNA

sehubungan dengan pengadaan alat kesehatan Kedokteran

Umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan APBDP Tahun

Anggaran 2012. Putusan PN: Pidana penjara 4 (empat) tahun,

denda Rp200.000.000 subsidair 1 (satu) bulan, dan uang

pengganti Rp103.500.000 subsidair 1 (satu) tahun.24

4) Fasilitasi penanganan perkara kasus Alkes di Kota Tangerang

Selatan Tahun Anggaran 2012 dengan Tersangka YUNI

ASTUTI yang disidik oleh Kejari Kabupaten Tangerang

(Tigaraksa) yang perkaranya juga ada kaitan dengan yang

diselidiki oleh KPK dalam perkara TUBAGUS CHAERI

WARDANA.25

5) Perkara TPK atas nama terdakwa RATU ATUT CHOSIYAH

sehubungan dengan pengadaan sarana dan prasarana alat

kesehatan dan pengadaan lainnya di lingkungan Pemerintah

Provinsi Banten Tahun 2011-2013.26

6) Perkara TPK atas nama terdakwa RATU ATUT CHOSIYAH

sehubungan dengan yaitu pegawai negeri atau penyelenggara

22 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2015 “Menolak Surut”. diakses

tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

23 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2015 “Menolak Surut”. diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

24 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2015 “Menolak Surut”. diakses

tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id 25 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2016 “Hingga Kebawah

Permukaan”. diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id 26 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2017 “Dari Indonesia untuk

Indonesia”. diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Page 57: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

47

negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, atau dengan

menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang

memberikan sesuatu, membayar, dan atau menerima

pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu

bagi dirinya sendiri; atau pegawai negeri atau penyelenggara

negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau

patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

menggerakkan agar melakukan sesuatu atau disebabkan karena

telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

bertentangan dengan kewajibannya atau diberikan karena

kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan

jabatannya.27

7) Dugaan TPK Pengadaan Alat kesehatan Puskesmas untuk

Kegiatan Sarana dan Prasarana Puskesmas pada Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang bersumber dari

APBD TA 2010 dengan nilai kontrak sebesar Rp6.673.211.000

serta Pengadaan Alat Kesehatan Puskesmas pada Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang bersumber dari

APBN TA 2010 dengan nilai kontrak sebesar Rp

4.826.672.000,- dengan terpidana Atas nama DADANG

PRIJATNA, SH yang disidangkan oleh Kejari Kab.

Tangerang..28

27 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2017 “Dari Indonesia untuk

Indonesia”. diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go

28 Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2017 “Dari Indonesia untuk Indonesia”. diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go

Page 58: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

48

4. Praktik Gratifikasi di Tangerang Selatan Setelah adanya Kebijakan

Hukum

Setidaknya terdapat beberapa tindakan gratifikasi yang diterima

oleh pejabat pemerintah kota Tangerang Selatan yang telah terferivikasi

oleh inspektorat Tangerang Selatan dan dilaporkan ke KPK sejak tahun

2015-2017 sebagai berikut:29

a. Laporan gratifikasi berupa uang, barang, paket liburan dll dalam

pernikahan putri wakil walikota Tangerang Selatan Drs. H.

Benyamin Davnie pada 1 Oktober 2016 senilai Rp. 296.925.000,-

b. Laporan gratifikasi berupa uang pada 31 Maret 2017 kepada

Pegawai Negeri Pemkot Tangsel

c. Laporan gratifikasi berupa uang kepada wakil walikota Tangerang

Selatan Drs. H. Benyamin Davnie pada tahun 2016

d. Laporan gratifikasi berupa barang (bolpoin) pada 26 Maret 2017

kepada walikota Tangerang Selatan Hj. Airin Rachmi Diany S.H

e. Laporan gratifikasi berupa barang (parcel) yang diterima sekertaris

desa kota Tangerang Selatan pada 3 Juni 2016

C. Perbandingan Sebelum dan Sesudah adanya Kebijakan Hukum

Berdasarkan data tindak pidana korupsi dan gratifikasi diatas maka

dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa perbedaan antara sebelum adanya

kebijakan hukum berupa Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota yang

mengatur tentang gratifikasi dan sesudah adanya kebijakan hukum tersebut,

diantaranya:

1. Tindak pidana korupsi sebelum adanya kebijakan hukum yang mengatur

gratifikasi yang terjadi di Tangerang Selatan sesuai dengan laporan KPK

(Komisi Pemberantasan Korupsi) tahun 2012-2014 terdapat dua kasus

besar yang terjadi, yaitu kasus korupsi alat kesehatan dan korupsi

pembangunan puskesmas. Sedangkan setelah adanya kebijakan, kasus

29 Hasil wawancara inspektorat Tangerang Selatan, Ahmad Sulhan selaku auditor

bidang hukum, pada tanggal 4 Maret 2018.

Page 59: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

49

korupsi yang terjadi hanya satu dan kasus tersebutpun masih kasus yang

sama dengan sebelum adanya kebijakan hukum.

2. Tindak gratifikasi sebelum adanya kebijakan hukum yang mengatur

tentang gratifikasi yang terjadi di Tangerang Selatan berdasarkan hasil

wawancara pihak UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) tidak adanya

laporan karena memang belum ada aturan yang mengatur hal tersebut,

sehingga inspektorat Tangerang Selatan belum memiliki hak untuk dapat

menerima laporan dan melaporkannya ke KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi).

3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kebijakan hukum

berupa Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota yang mengatur

tentang gratifikasi tersebut membuat pejabat Tangerang Selatan sadar

hukum sehingga melaporkan gratifikasi yang diterimanya. Dan hal ini

menjadi hal yang dinilai positif karena tercapainya salah satu tujuan

dibentuknya kebijakan hukum yaitu untuk rekayasa sosial, agar dapat

merubah masyarakat yang tadinya tidak tahu menjadi tahu dan

melaksanakan kebijakan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.

D. Data Wawancara Dengan Pejabat Inspektorat Pemerintahan Kota

Tangerang Selatan

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan,

S,Ap. M,Si. C.FrA. Pejabat Inspektorat Pemerintah Kota Tangerang Selatan

bagian auditor bidang hukum.

Tindak pidana korupsi dan gratifikasi yang terjadi di Tangerang Selatan

secara suprastruktur di kota Tangerang Selatan sudah dibuat aturan mengenai

hal tersebut melalui Keputusan Walikota dan Peraturan Walikota, sebelumnya

tahun 2015 dibentuk Unit Pengendalian Gratifikasi. Kemudian, dibuat kotak

pelaporan yang selalu dipantau oleh pihak UPG dan diletakkan di balai kota

Tangerang Selatan dan di bagian Inspektoran dan kantor Walikota. Kemudian

di bagian Inspektoran Tangerang Selatan sudah memiliki SPIP (Sistem

Page 60: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

50

Pengendalian Internal Pemerintah) sesuai dengan Peraturan Pemerintah tahun

1960 dimana UPG membangun SPIP agar segala kegiatan dapat dikendalikan

segala resiko-resikonya.30

Terdapat lingkungan pengendalian yang di Pemerintah Kota Tangerang

Selatan yaitu, pertama yaitu, lingkungan pengendalian adalah bagaimana

pimpinan menciptakan kondisi terkait integritas, kompetensi pembangunan

dll. kedua, managemen resiko, UPG sudah harus menilai resiko yang akan

muncul di setiap kegiatan termasuk pengadaan, jika terjadi penyimpangan,

kemudian di kendalikan di RPP. Ketiga yaitu, di aktifitas pengendaliannya

bagaimana pelaksanaan selama satu tahun berjalan. Keempat yaitu, di Monef

apakah dievaluasi. Kemudian kelima yaitu, komunikasi dari horizontal dari

atas kebawah.

Hal yang mendasari korupsi dan gratifikasi masih kerap terjadi secara

teori hal yang mendasari orang yang berlaku curang itu ada tiga, yaitu

kesempatan, niat dan kekuasaan. Nah, disitulah godaan yang muncul dari

PNS. Terdapat faktor internal dan eksternalnya. Faktor internalnya bisa dari

perorangan yang memiliki ambisi ya ng tidak terkendali dan internal kontrol

yang lemah sehingga dapat mendasari tindakan tersebut.31

Upaya yang dilakukan pemerintah kota Tangerang Selatan dalam

menanggulangi atau mencegah tindak pidana korupsi dan gratifikasi, yaitu

melalui Keputusan Walikota dan Peraturan Walikota berupa pembentukan

UPG dan pedoman pengendalian gratifikasinya. Dan tahun 2015 Pemerintah

Kota Tangerang Selatan bekerjasama dengan KPK terkait sosialisasi

mengenai gratifikasi dan korupsi, kemudian ada tunas anti korupsi dll. Dan

pihak Inspektorat memperkuat APIP (Aparat Pengawasan Internal

Pemerintah). Diperkuat secara auditor dan keanggotaan yang diperbanyak.

30 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah

Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

31 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah

Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

Page 61: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

51

Legitimasi dari kebijakan hukum tersebut di masyarakat dapat dilihat

melalui prinsip aturan itu ketika ditetapkan maka tahu tidak tahu harus

dipatuhi. Namun secara kelembagaan kota Tangerang Selatan sudah memiliki

JDIH yang ada di website resmi Tangerang Selatan

yaitu www.tangerangselatankota.go.id, sehingga masyarakat dapat memantau

secara langsung . Secara internal UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) sudah

dilakukan sosialisasi dengan peserta mulai dari kepada UPD (Unit Perangkat

Daerah) sampai staf-stafnya. Namun, dari masyarakat secara langsung belum

dilakukan, seperti mengundang masyarakat dll.

Proses penyusunan dari kebijakan hukum tersebut, yaitu sebagaimana

tata aturan penyusunan aturan, Perwal draftnya dari SKPD dan OPD atau

inisiatif dari bagian hukum, kalau Kepwal dan Perwal mengenai gratifikasi ini

diajukan dari inspektorat kemudian membentuk tim dan menyusun draft dan

draftnya di bahas oleh bagian hukum dan juga oleh stakeholder. Selain oleh

bagian hukum, juga oleh BPKP dan draft itu dimasukan oleh bagian hukum

dan di proses.32

Implementasi dari kebijakan hukum tersebut yaitu, tahun 2017 sudah

ada yang dilaporkan gratifikasinya, baik yang dilakukan oleh walikota atau

wakilnya yang melaporkan ke UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi).

Sehingga implementasinya sudah melaporkan secara inisiatif perorangan.

Namun, keberadaan kotak yang dibuat oleh UPG (Unit Pengendalian

Gratifikasi) sebagai salah satu cara melaporkan terlihat kurang efektif karena

sedikit yang melapor padahal sebenarnya masih banyak tindak gratifikasi

yang dilakukan. Karena beberapa hal termasuk kultur masyarakat yang masih

terbiasa memberi dan menerima gratifikasi. Seharusnya dibuat di website

secara online sistem pelaporannya sehingga mudah dijangkau, namun itu

yang belum dilaksanakan oleh UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi).

Pemerintah telah mengikut sertakan masyarakat dalam upaya

pencegahan tindak pidana korupsi dan gratifikasi di Tangerang Selatan

32 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

Page 62: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

52

melalui proses pemerintahan sekarang yang sudah parsipatif cara untuk

menanggulanginya melalui Muslembang (Musyawarah, Perencanaan dan

Pembangunan) yang sudah dapat diakses secara online. Sehingga sudah

terregister di Simralnya sehingga masyarakat dapat memantau usulan-

usulannya yang sudah dilaksanakan maupun tidak dari Muslembang tingkat

RT dan RW kelurahan atau tingkat kecamatan, sehingga akuntabilitasnya

sudah melalui itu. 33

Tugas dan wewenang dari Unit Pengendalian Gratifikasi di Tangerang

Selatan tercantum di Kepwal dan Perwal yaitu menyusun rencananya,

menerima dan memberi laporan dan kordinasi ke KPK dan sosialisasi terkait

sosialisasi bekerjasama dengan DKD di bidang Diklat. Prosedur/mekanisme

kerja UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) dalam upaya mencegahan

gratifikasi belum memiliki SOP (Standar Operational System) sehingga

kinerja dari Unit Pengendalian Gratifikasi belum bisa maksimal, hanya dapat

menerima laporan dan melaporkannya ke KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi) sampai mendapat verifikasi.

33 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah

Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

Page 63: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

53

BAB IV

ANALISIS KEBIJAKAN HUKUM

PENCEGAHAN TINDAK GRATIFIKASI

DI PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN

A. Faktor Meningkatnya Korupsi dan Gratifikasi

Meningkatnya tindak pidana korupsi dan gratifikasi disebabkan oleh

beberapa permasalahan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat di negara

ini. Sehingga upaya pencegahannya pun menjadi hal yang tidak mudah,

membutuhkan waktu, biaya dan kesungguhan untuk mengatasinya. Segenap

lapisan masyarakat dan lapisan pejabat daerah sampai pejabat negara wajib

melakukan pencegahan yang berkelanjutan. Permasalahan-permasalahan

yang menyebabkan meningkatnya tindak pidana korupsi dan gratifikasi

tersebut diantaranya yaitu1:

1. Lemahnya pendidikan agama dan etika. Membuat masyarakat terkadang

lupa kepada jadi dirinya dan mementingkan kepentingan diri sendiri dan

menghiraukan orang lain.

2. Pada kasus korupsi yang merebak di Indonesia, para pelakunya bukan

didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah

dari kalangan yang tidak mampu melainkan para konglomerat.

3. Tidak adanya sanksi yang keras dan tegas atas pelaku tindak pidana

korupsi. Sehingga para koruptor masih dapat bernafas lega walaupun

dirinya telah melakukan pelanggaran berat yang merugikan masyarakat

luas.

4. Pengetahuan yang luas namun tidak sejalan dengan rohani yang kuat.

Sehingga para pelaku tindak pidana korupsi akan lebih mudah dilakukan

oleh orang yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.

1 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Faktor Meningkatnya Korupsi” diakses

tanggal 5 Mei 2018 pukul.20.00 WIB https://www.tangerangselatankota.go.id/pemkot-tangerang-paparkan-rencana-aksi-pemberantasan-korupsi-terintegrasi.

Page 64: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

54

5. Struktur dan sistem pemerintah yang kurang tepat, membuat penempatan

bidang dan keahlian para pelaku pemerintahan tidak sesuai.

B. Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi di

Tangerang Selatan

Dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Tangerang

Selatan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah membuat suatu program

dan bekerjasama dengan instansi terkait. Diantara upaya pencegahan yang

dilakukan oleh Pemerintah Tangerang Selatan yaitu2:

1. Pembentukan Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota yang

mengatur tentang gratifikasi

Dibentuknya Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 17

Tahun 2017 tentang pedoman pengendalian gratifikasi dan Keputusan

Walikota Tangerang Selatan Nomor 700/Kep.188-Huk/2015 tentang

pembentukan unit pengendalian gratifikasi. Hal ini merupakan tindakan

tegas pemerintah Kota Tangerang selatan dalam upaya pencegahan

tindak gratifikasi.

2. Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi

Berdasarkan Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor

700/Kep.188-Huk/2015 tentang pembentukan unit pengendalian

gratifikasi merupakan sebuah langkah awal yang diambil pemerintah

kota Tangerang Selatan dalam upaya menanggulangi korupsi khususnya

gratifikasi, di dalam kebijakan ini pemerintah kota Tangerang Selatan

mengatur tentang seluk beluk pemberian gratifikasi serta pembentukan

Unit Pengendalian Gratifikasi sebagai suatu susunan keanggotaan yang

bertanggung jawab atau fokus kepada upaya pencegahan gratifikasi.

2 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

Page 65: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

55

3. Pembentukan Tunas Anti Korupsi

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan di lingkungan

Pemerintah Kota Tangerang Selatan tentang pemahaman integritas dan

aplikasinya, Pemkot melalui Inspektorat menyelenggarakan pelatihan

tunas integritas yang berlangsung selama dua hari bertempat di Aula

Pemkot Tangsel.

Melalui kegiatan ini diharapkan peserta dapat menjadi agen

perubahan (agent of change) dalam kehidupan organisasi dan pencapaian

tujuan organisasi. Hadir dalam kegiatan tersebut tim tunas integritas dari

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari Kementerian Pendidikan,

dan tim integritas dari Palembang.

Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie mengungkapkan,

workshop ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi

dengan mendorong tumbuhnya program “Tunas Integritas” di Kota

Tangsel.3

4. Pengoptimalisasian Kinerja

Bagian auditor pemerintah kota Tangerang Selatan sedang

memperkuat APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) dengan

memperbanyak anggota dan melatih anggota tersebut menjadi lebih

professional.

Sekaligus penerapan aplikasi sistem informasi perencanaan,

penganggaran dan laporan (AMRAL) alat bantu dalam APBD mulai dari

musrenbang tingkat kelurahan, kecamatan dan Organisasi Perangkat

Daerah (OPD).

3 Kota Tangerang Selatan, “Pemkot Tangsel Perkuat Pencegahan Korupsi” diakses

tanggal 26 Aprill 2018 pukul 16.30 WIB dari https://metaonline.id/pemkot-tangsel-perkuat-pencegahan-korupsi/

Page 66: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

56

5. Sosialisasi Internal

Sosialisasi penegakan korupsi di lingkungan pemerintah kota

Tangerang Selatan yang digelar oleh Inspektorat kota Tangerang Selatan

pada hari selasa, 12 April 2017 di ruang akhlakul karimah. Yang

bertujuan menginformasikan tetang penegakan korupsi dan gratifikasi di

lingkungan Tangerang Selatan, serta meningkatkan kesadaran seluruh

anggota pemerintahan kota Tangerang Selatan.

6. Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi

Aksi terintegrasi Pemerintah Kota Tangerang Tahun 2016 dan

satuan tugas pelaksana rencana aksi, yang dituangkan dalam Keputusan

Wali Kota Nomor: 800/Kep.506-Inspektorat/2016. Melalui E-Planning,

E-Budgeting, Pelayanan Terpadu4.

a. E-Planning

Yaitu sebuah alat penyusunan RKPD, KUA PPAS,

KUA/PPAS Perubahan, RKPD Perubahan Kabupaten/Provinsi agar

dapat terselesaikan dengan mudah, cepat, tepat dan sesuai dengan

arahan yang terkandung dalam Permendagri No. 54 Tahun 2010.

Dengan adanya alat bantu e-planning, BAPPEDA dapat

memaksimalkan sistem dan sistem juga mampu menyajikan analisa

yang sangat informatif bagi para pemangku kepentingan.

b. E-budgeting

Merupakan sebuah sistem keuangan yang disimpan secara

online dengan tujuan transparansi bagi setiap pihak. Sistem ini

diterapkan sebagai dokumentasi penyusunan anggaran di sebuah

daerah. Setiap orang bisa mengakses data-data anggaran yang

disusun oleh sebuah pemerintah daerah sehingga diharapkan bisa

mencegah upaya penggelapan dana atau kecurangan dari birokrasi

setempat. Keunggulan Sistem E-Budgeting Sistem e-budgeting kini

4 Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Upaya pencegahan KKN” diakses tanggal 5 Mei 20178 pukul.20.00 WIB http://tangerangkota.go.id/pemkot-tangerang-paparkan-rencana-aksi-pemberantasan-korupsi-terintegrasi.

Page 67: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

57

pun mulai membuktikan sejumlah keunggulannya dibandingkan

dengan penerapan dokumentasi keuangan secara konvensional.

Beberapa keunggulannya seperti: Mencegah tindakan korupsi,

Prinsip Transparansi Publik, Efisiensi Pendataan Keuangan.

c. Pelayanan Terpadu

Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan Pelayanan yang

dilakukan oleh Pemerintahan baik perizinan maupun non perizinan,

yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap Permohonan sampai

terbitnya sebuah dokumen dilakukan di dalam satu tempat. BPTSP

Bertugas melaksanakan Monitoring, Pembinaan, Evaluasi, dan

Pengendalian terhadap Penyelenggaraan PTSP yang dilakukan

Kantor PTSP, Satlak Kecamatan dan Satlak Kelurahan, Juga

melakukan pelayanan dan Penandatanganan Perizinaan dan Non

Perizinan. Lalu Kalau Kantor PTSP ini bertugas melakukan

pengendalian terhadap Satlak Kecamatan, serta melakukan

pelayanan dan Penandatanganan Perizinan maupun non perizinan,

juga Dokumen-dokumen yang menjadi kewenangannya. Tugas dari

Satlak Kecamatan adalah melakukan Pelayanan dan

Penandatanganan terhadap Perizinan dan Non Perizinan serta

dokumen sesuai kewenangannya. Lalu tugas dari Satlak Kelurahan

sama seperti Satlak Kecamatan, bedanya hanya bagian

kewenangannya saja.

7. Bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Banten

Pemerintah Provinsi Banten merumuskan enam aksi pencegahan

korupsi, yaitu diantaranya pengelolaan APBD, pengadaan barang dan

jasa, optimalisasi pendapatan, pelayanan perijinan, pengembangan SDM

dan pembinaan pengawasan.5 Hal ini diselenggarakan bekerjasama

dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Selain rencana aksi yang

5 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

Page 68: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

58

dituangkan dalam keputusan gubernur, tim Koordinasi dan Supervisi

Pencegahan Korupsi (Korsupgah KPK) dan Pemprov Banten telah

merumuskan rencana aksi yang bersifat tematik. Diantaranya membahas

permasalahan ketahanan pangan melalui pengelolaan irigasi

terkoordinasi antar SKPD (Satuan Kerja Perangkat daerah) dan oleh

Kementrian Pekerjaan Umum, tematik Banten Cyber sebagai

infrastruktur pendukung dalam pelaksanaan E-government, pendidikan,

kesehatan, aset, infrastruktur dan tematik data bekerjasama dengan Bank

Indonesia dan Badan Pusat Statistik.

8. Bekerjasama dengan KPK (Komisi Pemberantasan korupsi)

Sejak Tahun 2015 pemerintah kota Tangerang Selatan telah

bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya

penanggulangan korupsi dan gratifikasi yang diimplementasikan melalui

sosialisasi kepada pegawai negeri di lingkungan Tangerang Selatan.6

Pemberian user ID e-resses dan passwordnya kepada anggota

DPRD Tangerang Selatan dari KPK. MoU dengan KPK itu menyangkut

penggunaan APBD, melalui sektor pengadaan barang dan jasa. Langkah

ini dinilai cukup efektif, guna mencegah terjadinya KKN di seluruh

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di daerah tersebut. Tim

KPK akan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada seluruh

pegawai dan pejabat yang terlibat langsung dalam penggunaan anggaran

daerah. Tak hanya itu, mereka juga akan mengawasi langsung jalannya

pembangunan dan pengalokasian uang rakyat tersebut. Sehingga,

penyelewengan serta permainan curang yang dilakukan para pengguna

dengan pihak swasta dapat terkontrol dan diminimalisir.

Peandatanganan pakta integritas bertujuan agar dalam

pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi, tanggung jawab, wewenang dab

peran sesuai aturan yang ada. Ada dua nilai dalam 'integritas' ini.

6 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Sulhan, Pejabat Inspektorat Pemerintah Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang hukum. Yang peneliti lakukan pada 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

Page 69: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

59

Integritas Eksternal dan Integritas Internal. Intergritas Eksternal dibagi

dalam tiga bagian yaitu indeks korupsi, indeks trsparansi, dan indeks

akuntabilitas. Sedangkan Integritas Internal terbagi menjadi dua bagian

yaitu Integritas Budaya dan Integritas Kerja, yang merupakan bentuk

dasar pijakan dalam penilaian integritas. kegiatan ini bertujuan

memberikan pemahaman dan pendidikan kepada semua pihak agar tidak

terjebak pada pemahaman yang keliru tentang apa itu korupsi, dan dari

sudut Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK sendiri itu

merupakan langkah preventif dari pencegahan korupsi. 7. Pejabat kerap

mendapatkan hadiah dalam berbagai bentuk seperti uang maupun barang

dalam membantu proses perizinan. Kedepannya, Pemkot Tangsel pun

akan berkoordinasi dengan KPK dalam membentuk unit pengendalian

gratifikasi.

C. Analisis Kebijakan Hukum Pencegahan Tindak Pidana Gratifikasi di

Pemerintahan Kota Tangerang Selatan

1. Analisis Pembentukan Kebijakan Hukum Pencegahan Tindak

Pidana Gratifikasi di Pemerintahan Kota Tangerang Selatan

Kebijakan hukum atau yang berbentuk peraturan daerah

kabupaten/kota dibentuk oleh DPRD kabupaten/kota bersama

bupati/walikota, sesuai dengan mekanisme yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undanganuntuk dibahas bersama dan untuk

mendapat persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah

sebelum disahkan menjadi peraturan daerah. Peraturan Daerah adalah

semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah setempat untuk

melaksanakan peraturan peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya.

7 Penanggulangan KKN di Tangsel, “Kerjasama KPK dengan tangsel” diakses tanggal

10 April 2018 pukul.21.00 WIB dari https://kabartangsel.com/tag/kpk/

Page 70: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

60

Oleh karena itu materi peraturan daerah secara umum memuat antara

lain:8

a. Hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga daerah dan hal-hal

yang berkaitan dengan organisasi pemerintah daerah.

b. Hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan pembantuan, dengan

demikian Perda merupakan produk hukum dari pemerintah daerah

dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, yaitu melaksanakan

hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan rumah

tangga sendiri sekaligus perda merupakan legalitas untuk

mendukung Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom.

Dalam rangka membuat peraturan perundang-undangan maupun

peraturan daerah terdapat tiga (3) dasar atau landasan sebagai berikut:9

1) Landasan Filosofis, perundang-undangan dihasilkan

mempunyailandasan filosofis (filisofische groundslag) apabila

rumusannya atau norma-normanya mendapatkan pembenaran

(Rechtvaardiging) dikaji secara filosofis. Jadi undang-undang

tersebut mempunyai alasan yang dapat dibenarkan apabila

dipikirkan secara mendalam.

2) Landasan Sosiologis, suatu perundang-undangan dikatakan

mempunyai landasan sosiologis (sociologische groundslog) apabila

ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyekinan atau kesadaran

hukum masyarakat.

3) Landasan Yuridis, landasan yuridis (Rechtground) atau disebut

juga dengan landasan hukum adalah dasar yang terdapat dalam

ketentuan-ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya. Landasan

yuridis dibedakan pula menjadi dua macam, yaitu :

8 Rosidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, (Bandung:

Mandar Maju, Bandung, 1998), h.23. 9 Bagir Manan, Dasar-dasar perundang-undangan Indonesia, (Jakarta : Ind-Hill

Co,1992), h.54.

Page 71: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

61

a) Segi formal adalah ketentuan hukum yang memberikan

wewenang kepada badan pembentukkannya

b) Segi material adalah ketentuan-ketentuan hukum tentang

masalah atau persoalan apa yang harus diatur.

Sesuai dengan ketentuan yang tertulis dalam Pasal 10 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan dimana materi muatan yang terkandung dalam

sebuah kebijakan hukum yaitu pemenuhan kebutuhan hukum dalam

masyarakat salah satunya dalam menanggulangi tindak gratifikasi yang

masih kerap terjadi.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 56-62 yaitu,

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat berasal dari DPRD

Provinsi atau Gubernur. disertai dengan penjelasan atau keterangan

dan/atau Naskah Akademik. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah

Provinsi mengenai: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Provinsi; b. pencabutan Peraturan Daerah Provinsi; atau c. perubahan

Peraturan Daerah Provinsi yang hanya terbatas mengubah beberapa

materi, disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan

materi muatan yang diatur. Kemudian dilakukan Pengharmonisasian,

pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah

Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi dikoordinasikan oleh alat

kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat diajukan oleh anggota,

komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD Provinsi yang

khusus menangani bidang legislasi.

Lain halnya dalam pembuatan Peraturan Walikota dan Keputusan

Walikota, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa proses pembentukan Peraturan

Walikota Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengendalian

Page 72: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

62

Gratifikasi adalah sebuah pembaharuan dari Peraturan Walikota

sebelumnya Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengendalian

Gratifikasi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan hukum masyarakat

dan menindaklanjuti dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari

Korupsi, Kolusi dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Memang tidak ada aturan khusus tentang mekanisme

pembentukan Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota namun

dalam pembentukannya tidak boleh menyalahi aturan yang berada

diatasnya. Dan dalam pembentukan Keputusan Walikota dan Peraturan

Walikota yang dibentuk oleh pemerintah kota Tangerang Selatan

dengan sebelum kebijakan tersebut dibuat maka diajukan terlebih

dahulu rancangan kebijakannya oleh bagian hukum, Kemudian draft

Peraturan walikota dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan

OPD (Organisasi Perangkat Desa) atau inisiatif dari bagian hukum,

diajukan dari inspektorat dan kemudian dibentuk sebuah tim untuk

menyusun draft dan draftnya akan dibahas oleh bagian hukum dan juga

oleh pejabat pemerintah bersangkutan.

Keputusan walikotan dan Peraturan walikota mengenai gratifikasi

ini diajukan dari inspektorat kemudian membentuk tim dan menyusun

draft dan draft tersebut di bahas oleh bagian hukum dan juga oleh

pejabat pemerintah bersangkutan. Selain oleh bagian hukum, juga oleh

BPKP dan draft itu dimasukan oleh bagian hukum dan di proses sampai

kemudian disetujui dan ditandatangani oleh walikota dan resmi menjadi

Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota.

Kemudian setelah Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota

itu sah maka dilakukan tahap sosialisasi kepada seluruh perangkat

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, mulai dari pejabat, staff sampai ke

masyarakat.

Page 73: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

63

Sosialisasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti upaya

memasyarkatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati

oleh masyarakat atau pemasyarakatan.10 Sosialisasi dapat diartikan

sebagai aktivitas yang ditujukan untuk memberitahukan membujuk atau

mempengaruhi masyarakat untuk tetap menggunakan produk dan jasa

yang dihasilkan itu. Kemudian, Dalam kaitannya dengan kegiatan

sosialisasi yang dimaksud adalah suatu proses memberitahukan dan

memperngaruhi masayarakat untuk selalu memanfaatkan jasa-jasa yang

ditawarkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi yang dilakukan pemerintah

kota Tangerang Selatan tidak secara langsung memberikan sebuah

penjelasan mengenai kebijakan yang dibuat kepada masyarakat, namun

segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kota Tangerang Selatan

telah di unduh di website resmi pemerintah kota Tangerang Selatan

sehingga dirasa tidak dibutuhkannya sosialisasi secara langsung kepada

masyarakat.

Selain itu melainkan proses pemerintahan yang sudah

partisipatif dengan melalu Muslembang (Musyawarah, Pertimbangan

dan Pengembangan) yang dapat diakses secara online di wesite resmi

pemerintah kota Tangerang Selatan sehingga masyarakat dapat

memantau usulan-usulannya yang sudah dilaksanakan maupun tidak

dari Musrenbang tingkat RT dan RW kelurahan atau tingkat kecamatan,

sehingga akuntabilitasnya sudah melalui itu. Secara internal di UPG

(Unit Pengendalian Gratifikasi) sudah dilakukan sosialisasi dengan

peserta mulai dari kepada UPD (Unit Perangkat Desa) sampai staf-

stafnya. Namun, dari masyarakat secara langsung belum dilakukan,

seperti mengundang masyarakat dll.

10 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus versi online/Dalam Jaringan. Diakses dari

https://kbbi.web.id/sosialisasi diakses pada 5 Mei 2018 pukul 20.00 wib.

Page 74: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

64

Yang selanjutnya dilegitimasi oleh masyarakat. Legitimasi adalah

keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang

keterangan adalah betul-betul orang yang dimaksud atau pernyataan

yang sah (menurut undang-undang atau sesuai dengan undang-

undang).11 Dapat disimpulkan legitimasi adalah pengakuan sebuah

aturan yang dibuat pemerintah oleh masyarakatnya.

Legitimasi kebijakan hukum pemerintah kota Tangerang Selatan

ditetapkan dan maka tahu tidak tahu dan mau tidak mau maka harus

dipatuhi. Namun secara kelembagaan kota Tangerang Selatan sudah

memiliki JDIH yang ada di website resmi pemerintah kota Tangerang

Selatan, jadi sudah diumumkan secara tidak langsung.

2. Analisis Implementasi Kebijakan Hukum Pencegahan Tindak

Pidana Gratifikasi di Pemerintahan Kota Tangerang Selatan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi dari kebijakan hukum

pemerintah kota Tangerang Selatan telah berjalan dengan baik,

walaupun terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki agar dapat

semakin maksimal dalam upaya pencegahan korupsi khususnya

gratifikasi.

Sejak tahun 2015 dimana mulai diberlakukannya Peraturan

Walikota (Perwal) dan Keputusan Walikota (Kepwal) di pemerintah

kota Tangerang Selatan sudah ada yang melaporkan gratifikasi yang

diterima oleh beberapa pegawai negeri maupun pejabat pemerintah kota

Tangerang Selatan, baik yang dilakukan oleh walikota atau wakilnya

juga ikut serta melaporkannya.

Sehingga implementasi dari Peraturan Walikota (Perwal) dan

Keputusan Walikota (Kepwal) di pemerintah kota Tangerang Selatan

sudah memiliki hasil walaupun tidak terlalu maksimal. Selain itu juga

11 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus versi online/Dalam Jaringan. Diakses dari

https://kbbi.web.id/legitimasi diakses pada 5 Mei 2018 pukul 20.00 wib.

Page 75: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

65

Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) menyediakan kotak untuk

pelaporan tindak gratifikasi yang selalu di pantau, namun keberadaan

kotak tersebut kurang efektif karena belum banyak pegawai yang

melapor. Hal ini terjadi karena memang kultur atau kebiasaan

masyarakatnya yang masih terbiasa memberi dan menerima gratifikasi.

Sehingga gratifikasi masih dianggap sebuh hal yang biasa saja

dilakukan dan tidak perlu dilaporkan.

Menurut Soerjono Soekanto terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kesadaran hukum, maka peneliti juga menganalisa

menggunakan faktor tersebut. Beberapa faktor tersebut adalah sebagai

berikut12:

a) Pengetahuan tentang ketentuan-ketentuan hukum secara umum

peraturan-peraturan yang telah sah maka dengan sendirinya

peraturan-peraturan tadi akan tersebar luas dan diketahui umum,

tetapi sering kali terjadi suatu golongan tertentu di dalam

masyarakat yang tidak mengetahui atau kurang mengetahui tentang

ketentuan-ketentuan hukum yang khusus bagi mereka.

Pengetahuan masyarakat tentang adaya Peraturan Walikota

dan keputusan Walikota Tangerang Selatan terkait gratifikasi

dinilai pemerintah sudah tahu karena sudah dibuat dan dapat

diakses di wesite resmi Tangerang Selatan, namun peneliti melihat

banyak masyarakat yang belum mengetahui aturan tersebut,

khususnya masyakat yang tidak memiliki pendidikan tinggi dan

jarang mengakses internet, sehingga seharusnya masyarakat

diberikan sosialisasi lebih mendalam terkait gratifikasi.

b) Pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum Pengakuan

masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum, berarti

12 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat...

h.217.

Page 76: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

66

masyarakat mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum

tertentu.

Pengakuan masyarakat tentang adaya Peraturan Walikota dan

keputusan Walikota Tangerang Selatan terkait gratifikasi dinilai

pemerintah sudah diakui karena sudah dibuat dan dapat diakses di

wesite resmi Tangerang Selatan, namun peneliti melihat tidak

semua masyarakat mengakui peraturan tersebut, khususnya

masyakat yang tidak memiliki sifat apatis terhadap negaranya.

Sehingga harus dibenahi secara mendalam untuk dapat

menanggulangi hal ini dengan memaksimalkan sosialisasi dan

menyebar luaskan bahaya gratifikasi.

c) Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum Penghargaan

atau sikap tehadap ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sejauh

manakah suatu tindakan atau perbuatan yang dilarang hukum

diterima oleh sebagian besar warga masyarakat.13

Penghargaan masyarakat tentang adanya Peraturan

Walikota dan keputusan Walikota Tangerang Selatan terkait

gratifikasi dinilai belum merata, karena ada masyarakat yang

cenderung peduli dan sadar hukum dan ada pula yang tidak.

Sehingga pembenahan harus dilakukan sedini mungkin.

d) Penaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum

Salah satu tugas hukum yang penting adalah mengatur

kepentingan-kepentingan para warga masyarakat.

Penghargaan masyarakat tentang adanya Peraturan Walikota

dan keputusan Walikota Tangerang Selatan terkait gratifikasi

dinilai memiliki peningkatan dengan adanya Muslembang

(Musyawarah, Perencanaan dan Pembangunan) yang dapat diakses

13 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat… h.218.

Page 77: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

67

melalu online sehingga memudahkan masyarakat untuk mengkritisi

pemerintah. Namun hal ini juga masih terkendala karena masih

adanya masyarakat yang jarang mengakses internet dan apatis

terhadap perkembangan negaranya.

3. Analisis Efektivitas Kebijakan Hukum Pencegahan Gratifikasi di

Pemerintahan Kota Tangerang Selatan

Menurut Lawrence M. Friedman dalam bukunya yang berjudul

“Law and Society”, sebagaimana dikutip oleh Abdullah Mustafa, efektif

atau tidaknya suatu perundang-undangan sangat dipengaruhi oleh tiga

faktor maka peneliti menganalisa menggunakan tiga faktor tersebut,

yang dikenal sebagai efektivitas hukum, yaitu14:

a. Substansi Hukum Substansi hukum adalah inti dari peraturan

perundang-undang itu sendiri.

Hasil analisa dengan melihat dan kebijakan yang dibuat

berdasarkan substansi hukum yang dibentuk berupa Peraturan

Walikota Tangerang Selatan Nomor 17 Tahun 2017 Tentang

Pengendalian Gratifikasi dan Keputusan Walikota Tangerang

Selatan Nomor 700/kep.188-huk/2015 Tentang Pembentukan Unit

Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintahan Tangerang

Selatan sudah sangat baik karena telah mengatur bagaimana

pengelolaan gratifikasi agar tindakan tersebut dapat dilaporkan

kepada UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) yang telah dibentuk

dan dapat dilaporkan kepada KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi) agar dapat terverifikasi.

b. Struktur Hukum Struktur hukum adalah para penegak hukum.

Penegak hukum adalah kalangan penegak hukum yang langsung

berkecimpung di bidang penegakan hukum tersebut.

14 Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1982), h.13.

Page 78: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

68

Hasil analisa dengan mewawancarai salah satu pejabat

inspektorat sekaligus anggota UPG (Unit Pengendalian

Gratifikasi), struktur hukum yang ada di Pemerintah Kota

Tangerang Selatan terdapat beberapa masalah, karena masih ada

beberapa tindak gratifikasi yang tidak dilaporkan dengan dalih

kesadaran individu yang berbeda-beda. Namun pemerintah Kota

Tangerang Selatan telah berupaya dengan menyebarkan edaran

pelarangan menerima gratifikasi dan menyebarkan brosur dan

memasang banyak standing banner tentang gratifikasi. Selain itu

juga para pegawai sampai pejabat telah diberikan sosialisasi terkait

hal tersebut. Dan kurangnya fasilitas yang harusnya disediakan

oleh penegak hukum dalam hal ini Pejabat Pemerintahan kota

Tangerang Selatan. Karena pengadaan kotak pelaporan dianggap

efektif karena banyak yang malu dan malas untuk melapor,

seharusnya sudah dibuat sistem pellaporan secara online yang dapat

memudahkan masyarakat.

c. Budaya Hukum Budaya hukum adalah bagaimana sikap

masyarakat hukum di tempat hukum itu dijalankan. Apabila

kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan yang telah

ditetapkan dapat diterapkan maka masyarakat akan menjadi faktor

pendukung. Namun, bila masyarakat tidak mau mematuhi

peraturan yang ada maka masyarakat akan menjadi faktor

penghambat utama dalam penegakan peraturan yang dimaksud.

Hasil analisa dengan melakukan wawancara dapat dianalisis

bahwa masyarakat terbiasa memberi gratifikasi, hal tersebut

menjadi kultur yang masih sering dilakukan. Selain karena tidak

adanya sosialisasi kepada masyarakat, juga karena kesadaran

pribadi seseorang tersebut yang masih belum menyadari bahwa

tindak gratifikasi merupakan sebuah cikal bakal dari perbuatan

korupsi. Sehingga dibutuhkannya sosialisasi dan pengenalan

Page 79: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

69

gratifikasi secara meluas agar masyarakat memiliki wawasan

tentang gratifikasi dan dapat menyadarkan mereka agar tidak

melakukan hal tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa dengan adanya kebijakan hukum

berupa Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 17 Tahun 2017

Tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi dan Keputusan Walikota

Tangerang Selatan Nomor 700/Kep.188-Huk/2015 Tentang

Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi telah berjalan cukup efektif

selain menurunkan angka kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di

Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, juga dapat membuat pejabat

Tangerang Selatan sadar hukum sehingga melaporkan gratifikasi yang

diterimanya. Karena sebelum adanya kebijakan hukum ini, maka belum

adanya aturan yang mengatur tentang gratifikasi sehingga belum adanya

laporan tindak gratifikasi yang dilakukan oleh pejabat setempat. Hal ini

menjadi hal yang dinilai positif karena tercapainya salah satu tujuan

dibentuknya kebijakan hukum yaitu untuk rekayasa sosial, agar dapat

merubah masyarakat yang tadinya tidak tahu menjadi tahu dan

melaksanakan kebijakan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dan masalah yang perlu diperbaiki adalah budaya hukum

masyarakat yang masih terbiasa memberi dan menerima gratifikasi.

Selain karena tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat, juga karena

kesadaran pribadi seseorang tersebut yang masih belum menyadari

bahwa tindak gratifikasi merupakan sebuah cikal bakal dari perbuatan

korupsi. Sehingga dibutuhkannya sosialisasi dan pengenalan gratifikasi

secara meluas agar masyarakat memiliki wawasan tentang gratifikasi

dan dapat menyadarkan mereka agar tidak melakukan hal tersebut.

Page 80: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pokok permasalahan dan pembahasan pada bab-bab

sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Efektivitas kebijakan hukum Pemerintah Kota Tangerang Selatan tentang

upaya pencegahan tindak pidana korupsi khususnya gratifikasi telah

berjalan cukup efektif selain menurunkan angka kasus tindak pidana

korupsi yang terjadi di Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, juga dapat

membuat pejabat Tangerang Selatan sadar hukum sehingga melaporkan

gratifikasi yang diterimanya. Karena sebelum adanya kebijakan hukum

ini, maka belum adanya aturan yang mengatur tentang gratifikasi

sehingga belum adanya laporan tindak gratifikasi yang dilakukan oleh

pejabat setempat. Hal ini menjadi hal yang dinilai positif karena

tercapainya salah satu tujuan dibentuknya kebijakan hukum yaitu untuk

rekayasa sosial, agar dapat merubah masyarakat yang tadinya tidak tahu

menjadi tahu dan melaksanakan kebijakan tersebut sesuai dengan aturan

yang berlaku. Namun, perlu diperbaiki adalah budaya hukum masyarakat

yang masih terbiasa memberi dan menerima gratifikasi.

2. Proses pembentukan kebijakan hukum berupa Keputusan Walikota dan

Peraturan Walikota yang dibentuk oleh pemerintah kota Tangerang

Selatan dengan sebelum kebijakan tersebut dibuat maka diajukan terlebih

dahulu rancangan kebijakannya oleh bagian hukum, Kemudian draft

Peraturan walikota dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan

OPD (Organisasi Perangkat Desa) atau inisiatif dari bagian hukum dan

oleh BPKP,setelah diajukan dari inspektorat dan kemudian dibentuk

sebuah tim untuk menyusun draft dan draftnya akan dibahas oleh bagian

hukum dan juga oleh pejabat pemerintah bersangkutan sampai akhirnya

disetujui dan disosialisasikan kepada seluruh perangkat Pemerintah Kota

Tangerang Selatan, mudai dari pejabat, staff sampai ke masyarakat

Page 81: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

71

melalui JDIH di website resmi Tangerang Selatan. Dan kemudian

dianggap terlegitimasi.

3. Implementasi dari kebijakan hukum pemerintah kota Tangerang Selatan

telah berjalan dengan baik, walaupun masih perlu dimaksimalkan karena

dengan adanya Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota tersebut

membuat menurunnya angka tindak pidana korupsi dan pejabat

dilingkungan Tangerang Selatan sadar hukum sehingga melaporkan

gratifikasi yang diterimanya. Walaupun masih banyak yang belum

berinisiatif untuk melapor karena sarana yang kurang memadai, yang

seharusnya sudah memiliki pelaporan secara online. Belum adanya SOP

(Standar Operational Prosedur) di UPG juga menjadi masalah sehingga

perlu segera dibuat SOP. Dibutuhkan juga sosialisasi kepada masyarakat

secara langsung karena Kultur atau kebiasaan masyarakatnya yang masih

terbiasa memberi gratifikasi sehingga gratifikasi masih dianggap sebuah

hal yang biasa saja dilakukan dan tidak perlu dilaporkan merupakan

masalah yang perlu diperbaiki yaitu kesadaran hukum masyarakat.

B. Rekomendasi

Menurut peneliti, pemerintah kota Tangerang Selatan haruslah melihat

kondisi kota Tangsel yang prularisme dan berkembang sedemikian rupa

mengakibatkan tingginya angka pelanggaran atau kriminalitas, khususnya

korupsi dan gratifikasi. Upaya pencegahan yang dilakukan Pemerintah Kota

Tangerang Selatan sudah sangat baik namun perlu mempertimbangkan

beberapa usulan menurut penulis dalam upaya pencegahan tindak pidana

korupsi khususnya gratifikasi. Terdapat beberapa poin penting yang ingin

peneliti tambahkan dalam upaya tersebut untuk memaksimalkan pencegahan

dan merubah mental masyarakat untuk menjauhi tindak pidana korupsi dan

gratifikasi, diantaranya yaitu:

1. Mempertegas Sistem Hukum yang Berlaku

Page 82: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

72

Dalam pelaksanaan sistem hukum seharusnya jangan ada

perbedaan dan tidak pandang bulu dalam bentuk apapun dan siapapun,

khususnya terhadap pelaku korupsi di negara itu sendiri. Sang pejabat

yang melakukan korupsi seharusnya langsung ditahan jika perlu,

perlakuan antara koruptor dengan perilaku kriminal lainnya harus sama,

atau bahkan lebih keras lagi karena korupsi adalah kejahatan luar biasa

(extra ordinary crime) sehingga pelakunyapun harus dihukum setimpal

dan mendapat perlakuan yang setimpal.

2. Sosialisasi Kepada Masyarakat

Masyarakat perlu diberikan sosialisasi tentang gratifikasi dan

bagaimana upaya mencegahnya, karena akan percuma jika hanya

mengingatkan kepada penerima gratifikasi, jika masih banyak yang

memberi gratifikasi. Dan masih banyak yang belum mengetahui secara

mendalam bahwa gratifikasi dapat menjadi pidana karena cikal bakal dari

korupsi

3. Pembuatan SOP (Standar Operational System)

Belum adanya SOP yang jelas dalam kebijakan yang dibuat, karena

dalam Keputusan Walikota (Kepwal) dan Peraturan Walikota (Perwal)

belum terdapat SOP sehingga masih kaburnya tugas dan tanggung jawab

Unit Pengandalian Gratifikasi (UPG). Jika sudah dibuat SOP maka

kegiatan pencegahan gratifikasi akan lebih terarah dan jelas

perkembangannya.

4. Akses Bagi Masyarakat Untuk Dapat Melapor

Seringkali masyarakat mengetahui tentang adanya perbuatan

korupsi atau gratifikasi, tetapi tidak tahu harus melapor kepada siapa dan

bagaimana. Masyarakat merasa takut akan jadi saksi, maka dari itu perlu

dipikirkan lagi akses untuk melapor langsung kepada pemerintah.

Sehingga pemerintah dapat menajamin dan melindungi pelapor.

Pihak UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) harus memberikan

sarana dan informasi bagi masyarakat untuk melaporkan tindak pidana

korupsi khususnya gratifikasi. Karena menurut peneliti, masih banyak

Page 83: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

73

masyarakat yang tidak tahu mengenai tindak gratifikasi yang dapat

merupakan salah satu cikal bakal korupsi atau banyak masyarakat bahkan

tidak berani untuk melaporkan tindakan yang diketahuinya.

Selain dari pada kotak yang dibuat oleh UPG (Unit Pengendalian

Gratifikasi) yang hasilnya tidak maksimal, maka perlu adanya sistem

pelaporan online dan pelapor anonym serta fokus pada substansi laporan

agar sang pelapor dapat pelapor terjamin keamanan dan kerahasiaannya.

Dan harus dipublikasikan laporan masyarakat yang masuk agar

transparan, sehingga masyarakat dapat melihat perkembangannya.

5. Publikasi Hasil Laporan

Dibutuhkannya publikasi dari hasil laporan yang telah dilaporkan

oleh masyarakat dan oleh pegawai pemerintah setempat agar trannsparan

dan masyarakat dapat melihat perkembangannya dan penindakannya.

6. Jaminan Bagi Pelapor

Tidak adanya jaminan untuk pihak pelapor merupakan salah satu

hal yang mendasari seseorang untuk melapor dikarenakan meresa takut

atau tidak percaya diri untuk melapor. Sehingga seharusnya pemerintah

menjamin kerahasiaan dan keamanan pelapor.

Page 84: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

74

DAFTAR PUSTAKA

BAHAN BUKU

Mustafa, Abdullah dan Soekanto, Soerjono. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat.

Jakarta: CV. Rajawali, 1982.

Bambang, Sunggono. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta: Sinar Grafika, 1994.

Chazawi, Adami. Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2005.

Hadayadiningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management. Jakarta: Yayasan Idayu, 1980.

Hafidz Arsyad, Jawade. Korupsi dalam Prespektif HAN (Hukum Administrasi Negara). Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Hamzah, Andi. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: PT Gramedia, 1984.

Hamzah, Jur. Andi. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Kaligis, O.C. Dasar Hukum Mengadili Kebijakan Publik. Bandung: P.T. Alumni, 2012.

Kligaard, Robert, dkk. Menuntun Pemberantasan Korupsi (dalam pemerintah daerah). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Komaruddin, Ensiklopedia Managemen, cet ke-1. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Komisi Pemberantasan Korupsi. Buku Saku Memahami Gratifikasi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2014.

Lopa, Baharuddin. Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2001.

Maheka, Arya. Mengenal dan Memberantas Korupsi. Jakarta: Veteran III,tt.

Manan, Bagir. Dasar-dasar perundang-undangan Indonesia. Jakarta: Ind-Hill Co, 1992.

Page 85: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

75

Martoyo, Managemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke-5. Yogyakarta: BPFE, 2000.

Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana, cet. Ke-I. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Nugroho, Riant. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

P. Robbins, Stephen, A. Judge Timothy. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior), Buku 1, Penerjemah Diana Angelica, Ria Cahyani dkk, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat, 2008.

Sibuea, Hotma P. Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.

Pope, Jeremy. 2003. Strategi Memberantas Korupsi (Edisi Ringkas) dengan judul asli Confloring Corruption: Element of Nation Integrity System, by Jeremy Pope. Diringkas oleh TJahjono EP. Jakarta: Transparancy International Indonesia

Prasetyo, Pius S. Korupsi dan Integritas Dalam ragam Perspektif. Jakarta: Pusat Studi Indonesia-Arab PSIA, 2013.

Prinst, Darwan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.

Ranggawidjaja, Rosidi. Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1998.

HR, Ridwan . Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Ruslan, Dadan. Gratifikasi Dalam Tinjauan Hukum Islam. Skripsi S1 Universitas Islam Neger Syarf Hidayatullah Jakarta, 2014.

Saidi, Anas, dkk. Pemberantasan Korupsi Dan Pemerintahan Yang Bersih. Jakarta: LIPI Press.,2006.

Marbun, SF. Peradilan Administratif Negara dan Upaya Administratif di Indonesia. Yogyakarta: FH UII Press, 2011.

Soekanto, Soejono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjaun singkat). Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Page 86: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

76

Soekanto, Soejono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010.

Sunindhia, Y.W. Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996.

Surachmin, Suhandi Cahaya. Strategi & Teknik Korupsi mengetahui untuk mencegah. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Tim Redaksi Fokus Media. Himpunan Peraturan Peundang-Undangan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Fokus Media, 2008.

Wibawa, Samodra dkk. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992.

BAHAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor 700/Kep.188—Huk/2015, Tentang Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi Di Lingkungan Kota Tangerang Selatan

Peraturan Walikota Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945

Page 87: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

77

BAHAN ONLINE

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus versi online/Dalam jaringan, diakses dari https://kbbi.web.id/efektif// diakses pada 5 Januari 2018.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus versi online/Dalam Jaringan. Diakses dari https://kbbi.web.id/sosialisasi diakses pada 5 Mei 2018 pukul 20.00 wib.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus versi online/Dalam Jaringan. Diakses dari https://kbbi.web.id/legitimasi diakses pada 5 Mei 2018 pukul 20.00 wib.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus versi online/Dalam jaringan, diakses dari https://kbbi.web.id/gratifikasi// diakses pada 30 April 2018 pukul 20.00.

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2012 “Jalan Berliku Pemberantasan Korupsi”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2012). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2013 “Laporan tahunan 2013”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2013). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2014 “Menjaga Harapan Tetap Menyala”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2014). diakses tanggal 12 Juli 2018 pukul.18.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2015 “Menolak Surut”, (Jakarta: Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2015). diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2016 “Hingga Kebawah Permukaan”. diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2017 “Dari Indonesia untuk Indonesia”. diakses tanggal 23 April 2018 pukul.20.00 WIB dari https://www.kpk.go.id

Page 88: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

78

Kota Tangerang Selatan, “Pemkot Tangsel Perkuat Pencegahan Korupsi” diakses tanggal 26 Aprill 2018 pukul 16.30 WIB dari https://metaonline.id/pemkot-tangsel-perkuat-pencegahan-korupsi/

Kota Tangerang Selatan, “Profil Kota Tangerang Selatan” diakses tanggal 9 Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://id.wikipedia.org/

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Faktor Meningkatnya Korupsi” diakses tanggal 5 Mei 2018 pukul.20.00 WIB https://www.tangerangselatankota.go.id/pemkot-tangerang-paparkan-rencana-aksi-pemberantasan-korupsi-terintegrasi.

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Letak Tangerang Selatan” diakses tanggal 9 Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Sejarah Tangerang Selatan” diakses tanggal 9 Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Sejarah Tangerang Selatan” diakses tanggal 9 Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Upaya pencegahan KKN” diakses tanggal 5 Mei 20178 pukul.20.00 WIB http://tangerangkota.go.id/pemkot-tangerang-paparkan-rencana-aksi-pemberantasan-korupsi-terintegrasi.

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, “Visi dan Misi Tangerang Selatan” diakses tanggal 9 Maret 2018 pukul 16.30 WIB dari https://www.tangerangselatankota.go.id

Penanggulangan KKN di Tangsel, “Kerjasama KPK dengan tangsel” diakses tanggal 10 April 2018 pukul.21.00 WIB dari https://kabartangsel.com/tag/kpk/

Supriyadi Ahmad, “Dari Mahar Politik hingga Mental Politik Transaksional: Kajian Komparatif Tentang Korupsi Di Era Milenial Indonesia”, diakses dari http://www.jurnalfai-aikanogor.org (Mizan: Jurnal Ilmu Syariah, FAI Universitas Ibn Khaldun UIKA Bogor Vol.5 No.1, 2017) diakses pada 12 Februari 2018 pukul 20.00 wib.

Page 89: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

79

Taufiq Rinaldi, dkk. Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi studi kasus penanganan korupsi Pemerintahan Daerah, 2007. Diakses dari http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/Memerangi_Korupsi_dprd.pdf diakses pada 17 Maret 2017.

Page 90: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 91: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 92: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 93: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 94: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 95: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 96: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

1

HASIL WAWANCARA

Nama : Ahmad Sulhan, S,Ap. M,Si. C.FrA.

Pejabat Inspektorat Pemerintah Kota Tangerang Selatan bagian auditor bidang

hukum.

Tangerang Selatan, 4 Maret 2018 pukul 16.30-17.30 WIB.

1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang tindak pidana korupsi dan gratifikasi

yang terjadi di Tangerang Selatan?

Secara suprastruktur di kota Tangerang Selatan sudah dibuat aturan

mengenai hal tersebut melalui Keputusan Walikota dan Peraturan Walikota,

sebelumnya tahun 2015 dibentuk Unit Pengendalian Gratifikasi. Kemudian,

dari segi kotaknya sudah terbentuk. Terkait tindak pidana, dibagian kami juga

sudah ada SPIP (Sistem Pengendalian Internal Pemerintah) sesuai dengan PP.

tahun 1960 dimana UPG membangun SPIP agar segala kegiatan dapat

dikendalikan segala resiko-resikonya. Karna ini memang sebuah kewajiban

dari pemerintah untuk melaksanakan SPIP. Mengapa ini penting terkait

pencegahan korupsi karna memang terdapat lima unsur.

Pertama yaitu, lingkungan pengendalian adalah bagaimana pimpinan

menciptakan kondisi terkait integritas, kompetensi pembangunan dll. kedua,

managemen resiko, UPG sudah harus menilai resiko yang akan muncul di

setiap kegiatan termasuk pengadaan, jika terjadi penyimpangan, kemudian di

kendalikan di RPP. Ketiga yaitu, di aktifitas pengendaliannya bagaimana

pelaksanaan selama satu tahun berjalan. Keempat yaitu, di Monef apakah

dievaluasi. Kemudian kelima yaitu, komunikasi dari horizontal dari atas

kebawah.

Tahun 2018 ini kita mulai menggalakan kegiatan tersebut. Jadi UPG

sudah wajib membuat managemen dokumen resikonya dll yang merupakan

pengendalian intern di tangsel. Secara makronya yaitu instrumennya terkait

gratifikasi.

Page 97: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

2

2. Apa hal yang mendasari korupsi dan gratifikasi masih kerap terjadi?

Secara teori hal yang mendasari orang yang berlaku curang itu ada tiga,

yaitu kesempatan, niat dan kekuasaan. Nah, disitulah godaan yang muncul

dari PNS. Terdapat faktor internal dan eksternalnya. Faktor internalnya bisa

dari perorangan yang memiliki ambisi yang tidak terkendali dan internal

kontrol yang lemah sehingga dapat mendasari tindakan tersebut.

3. Apa saja upaya yang dilakukan pemerintah kota Tangerang Selatan dalam

menanggulangi atau mencegah tindak pidana korupsi dan gratifikasi?

Jika di gratifikasi, kota Tangerang Selatan melalui Keputusan Walikota

dan Peraturan Walikota berupa pembentukan UPG dan pedoman

pengendalian gratifikasinya. Kalau dari tindak pidana korupsinya, dari tahun

2015 kami bekerjasama dengan KPK terkait sosialisasi mengenai gratifikasi

dan korupsi, kemudian ada tunas anti korupsi dll. Kalau dari segi inspektorat

sedang diperkuat APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah). Diperkuat

secara auditor dan keanggotaan yang diperbanyak.

4. Seberapa efektifkah keberadaan Kepwal No.700/Kep.188-huk/2015 dan

Perwal No.38 Tahun 2015?

Jika membicarakan tentang efektif atau tidak efektif harus ada yang

menguji. Tahun ini sedang dibuat survey indeks korupsi terkait efektifitas hal

tersebut. Karena jika dinilai dari perasaan tentu tidak bisa, karena harus ada

indikator efektifnya. Nanti kalau sudah selesai akan di umumkan hasil indeks

korupsi. Sehingga saya tidak bisa menjawab.

5. Bagaimana legitimasi dari kebijakan hukum tersebut di masyarakat?

Prinsip aturan itu ketika ditetapkan maka tahu tidak tahu harus dipatuhi.

Namun secara kelembagaan kota Tangerang Selatan sudah memiliki JDIH

yang ada di website kami, jadi sudah diumumkan secara tidak langsung.

Secara internal di UPG sudah dilakukan sosialisasi dengan peserta mulai dari

Page 98: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

3

kepada UPD sampai staf-stafnya. Namun, dari masyarakat secara langsung

belum dilakukan, seperti mengundang masyarakat dll.

6. Bagaimana proses penyusunan dari kebijakan hukum tersebut?

Sebagaimana tata aturan penyusunan aturan, Perwal draftnya dari

SKPD dan OPD atau inisiatif dari bagian hukum, kalau Kepwal dan Perwal

mengenai gratifikasi ini diajukan dari inspektorat kemudian membentuk tim

dan menyusun draft dan draftnya di bahas oleh bagian hukum dan juga oleh

stakeholder. Selain oleh bagian hukum, juga oleh BPKP dan draft itu

dimasukan oleh bagian hukum dan di proses. Lain hal dengan perda.

7. Bagaimana implementasi dari kebijakan hukum tersebut?

Tahun 2017 sudah ada yang dilaporkan gratifikasinya, baik yang

dilakukan oleh walikota atau wakilnya yang melaporkan ke kami. Dan pernah

pak wakil walikota melaksanakan pernikahan dan melaporkan juga semua

gratifikasinya. Sehingga implementasinya sudah melaporkan secara inisiatif

perorangan. Tapi kita juga ada kotak UPG untuk pelaporannya yang selalu

kami pantau, namun keberadaan kotak tersebut kurang efektif karena sedikit

yang melapor. Karna memang kultur masyarakatnya masih terbiasa memberi

dan menerima gratifikasi. Sebenarnya ada yang lebih efektif seharusnya

dibuat di website sistem pelaporannya sehingga mudah dijangkau, namun itu

yang belum kita laksanakan. Instrumennya belum sampai kesana.

8. Apakah pemerintah telah mengikut sertakan masyarakat dalam upaya

pencegahan tindak pidana korupsi dan gratifikasi di Tangerang Selatan?

Kalau proses pemerintahan sekarang sudah parsipatif cara untuk

menanggulanginya melalui Muslembang jadi dikawal sudah melalui itu. Jadi

sekarang Muslembang sudah online sehingga sudah terregister di Simralnya

sehingga masyarakat dapat memantau usulan-usulannya yang sudah

dilaksanakan maupun tidak dari Musrenbang tingkat RT dan RW kelurahan

atau tingkat kecamatan, sehingga akuntabilitasnya sudah melalui itu.

Page 99: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

4

9. Apa tugas dan wewenang dari Unit Pengendalian Gratifikasi di Tangerang

Selatan?

Tercantum di Kepwal dan Perwal tidak jauh berbeda dari situ. Intinya

menyusun rencananya, menerima dan memberi laporan dan kordinasi ke KPK

dan sosialisasi terkait sosialisasi bekerjasama dengan DKD di bidang

Diklatnya, karena mereka yang berwenang di Diklat kepegawaiannya.

10. Bagaimana prosedur/mekanisme kerja Unit Pengendalian Gratifikasi dalam

upaya mencegahan gratifikasi?

Prosedur bisa dibaca di Perwal tahun 2017 disini diatur tentang tata cara

pelaporannya pada pasal 18 cara melapornya seperti apa, kemana dan melalui

apa. Tapi memang seharusnya dituangkan secara terpisah dari segi ini yang

belum ada. Seharusnya ada SOP yang khusus untuk itu. Selai melalui laporan

di kotak dapat juga melapor secara langsung. Jika sudah akan dilaporkan

secara email ke pihak KPK kemudian nanti KPK membalas. Tapi untuk itu

memang belum ada, seharusnya memang ada.

11. Siapa saja anggota Unit Pengendalian Gratifikasi dan bagaimana proses

pemilihannya?

Kalau anggotanya sesuai susunan yang ada di Kepwal dan Perwal. Dari

walikota sebagai pengawas hingga ke bagian bawahnya sampai ke kami

sebagai auditornya.

12. Kapan dan dimana Unit Pengendalian Gratifikasi diresmikan?

Kalau peresmian secara simbolis tidak ada, kalau kapanya ya sesuai

undang-undang dibuat. Kepwal diresmikan pada 2015.

13. Seberapa efektifkah Unit Pengendalian Gratifikasi di Tangerang Selatan

dalam mencegah atau menanggulangi tindak pidana gratifikasi?

Page 100: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

5

Jika membicarakan tentang efektif atau tidak efektif harus ada yang

menguji. Tahun ini sedang dibuat survey indeks korupsi terkait efektifitas hal

tersebut. Karena jika dinilai dari perasaan tentu tidak bisa, karena harus ada

indikator efektifnya. Nanti kalua sudah selesai akan di umumkan hasil indeks

korupsi. Sehingga saya tidak bisa menjawab. Namun secara upaya kan sudah

walaupun secara abstrak.

14. Jika memang kurang efektif apa alasan yang mendasarinya? Serta evaluasi

untuk Unit Pengendalian Gratifikasi kedepannya?

Evaluasinya perlu adanya diperjelas lagi tugas dan wewenangnya

seperti dibuat SOP dan pelaporan secara online di website Tangerang Selatan.

15. Kritik dan saran untuk pemerintah kota Tangerang Selatan untuk kedepannya

dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi dan gratifikasi?

Perlu dibuat SOP dan sosialisasi harus dilakukan kepada masyarakat,

jangan hanya ke anggota namun juga kepada penyedia yang ikut PPJ, karena

ada yang memberi dan menerima karena jika hanya menerima saja yang

dicegah namun pemberinya tidak maka akan jebol juga. Maka yang utamanya

hal tersebut. Khusus kami bagian inspektorat ada surat pemberitahuan

untuktidak memberikan apapun kepada kami. Tapi diluar dari pada itu urusan

pribadi masing-masing.

Page 101: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 102: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 103: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 104: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 105: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 106: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 107: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 108: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 109: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 110: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 111: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 112: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 113: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 114: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 115: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 116: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 117: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan
Page 118: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

KEPUTUSAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

NOMOR : Tahun 2015

TENTANG

PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALIAN GRATIFIKASI

DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan

negara yang bersih dan bebas dari korupsi,

kolusi, dan nepotisme (KKN), perlu dibentuk Unit

Pengendalian Gratifikasi dilingkungan Pemerintah

Kota Tangerang Selatan

b. bahwa berdasarkan Pasal 11 ayat (5) Peraturan

Walikota Nomor …… Tahun 2015 Tentang Pedoman

Pengendalian Gratifikasi dilingkungan Pemerintah

Kota Tangerang Selatan, susunan keanggotaan UPG

ditetapkan dengan Keputusan Walikota;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu

menetapkan Keputusan Walikota tentang

Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi di

Lingkungan Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3851);

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan

Page 119: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4150);

3. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Kota Tangerang Selatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4935);

4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4250);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004

tentang Pembinaan Jiwa Korps dan kode Etik

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 142);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74,

Page 120: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5135);

9. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun

2014;

10. Peraturan Walikota Kota Tangerang Selatan Nomor

69 Tahun 2011 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Kota

Tangerang Selatan (Berita Daerah Kota Tangerang

Selatan Tahun 2011 Nomor 69);

11. Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor…..

Tahun 2015 tentang Pedoman Pengendalian

Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Kota

Tangerang Selatan (Berita Daerah Kota Tangerang

Selatan Tahun 2015 Nomor …….)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Kesatu : Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, dengan susunan

keanggotaan sebagaimana tercantum dalam lampiran

keputusan ini.

Kedua : Unit Pengendalian Gratifikasi sebagaimana dimaksud

pada Diktum KESATU mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Menerima laporan gratifikaasi dari Insan Pemerintah

dan meminta pemenuhan kelengkapan dokumen yang

diperlukan dalam kegiatan pemilahan kategori

gratifikasi;

b. Melakukan koordinasi, konsultasi dan surat menyurat

kepada KPK;

c. Memantau tindak lanjut atas pemanfaatan penerimaan

gratifikasi yang tidak dianggap suap terkait kedinasan

oleh pemerintah Daerah;

d. Memberikan rekomendasi tindak lanjut kepada

pengawas Internal jika terjadi pelanggaran terhadap

peraturan Walikota oleh Insan Pemerintah;

e. Melakukan pengkajian jika titik rawan potensi

terjadinya Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Kota

Tangerang Selatan; dan

f. Melakukan sosialisasi pengendalian gratifikasi.

Page 121: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

KETIGA : Biaya yang timbul akibat ditetapkannya keputusan ini

dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja

daerah kota Tangerang Selatan.

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Tangerang Selatan

pada tanggal :

WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

ttd

AIRIN RACHMI DIANY

Tembusan disampaikan kepada :

1. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan;

2. Kepala Dinas Pendapatan , Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota

Tangerang Selatan.

Page 122: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

Lampiran Keputusan Walikota Tangerang Selatan

Nomor : / - /2015

Tanggal :

SUSUNAN KEANGGOTAAN

UNIT PENGENDALIAN GRATIFIKASI

DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN

Pembina : 1.

2.

Walikota Tangerang Selatan;

Wakil Walikota Tangerang Selatan

Penanggung Jawab : Sekretaris Daerah Kota Tangerang Selatan

Ketua meranggkap Anggota : Inspektur Kota Tangerang Selatan

Sekretaris merangkap Anggota : Sekretaris Inspektorat Kota Tangerang

Selatan

Anggota : 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Sekretaris BPKP Kota Tangerang

Selatan;

Kepala Bagian Hukum Sekretariat

Daerah Kota Tangerang Selatan;

Inspektur Pembantu Wilayah I pada

Inspektorat Kota Tangerang Selatan;

Inspektur Pembantu Wilayah II pada

Inspektorat Kota Tangerang Selatan;

Inspektur Pembantu Wilayah III pada

Inspektorat Kota Tangerang Selatan;

Inspektur Pembantu Wilayah IV Pada

Inspektorat Kota Tangerang Selatan;

Kasubag Perencanaan pada

Inspektorat Kota Tangerang Selatan;

Kasubag Evaluasi dan Pelaporan

pada Inspektorat Kota Tangerang

Selatan;

Page 123: EFEKTIVITAS KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH KOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44718/1/YUNIATI NURAINI-FSH.pdf · Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

9.

10.

Kasubag Umum, Kepegawaian dan

Keuangan Inspektorat Kota

Tangerang Selatan;

Dua Orang Pelaksana pada

Inspektrorat Kota Tangerang Selatan.

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

AIRIN RACHMI DIANY