VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK...

65
VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK SERAI WANGI TERHADAP Potyvirus PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK DAN VEKTORNYA PADA TANAMAN NILAM NURAINI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

Transcript of VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK...

Page 1: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK

SERAI WANGI TERHADAP Potyvirus PENYEBAB PENYAKIT

MOSAIK DAN VEKTORNYA PADA TANAMAN NILAM

NURAINI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK SERAI WANGI

TERHADAP Potyvirus PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK DAN

VEKTORNYA PADA TANAMAN NILAM

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

NURAINI

11140950000003

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 3: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus
Page 4: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus
Page 5: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus
Page 6: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

v

ABSTRAK

Nuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap

Potyvirus Penyebab Penyakit Mosaik dan Vektornya pada Tanaman Nilam.

Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Priyanti, M.Si

dan Dr. Rita Noveriza, M.Sc. 2019

Infeksi virus dapat menyebabkan penurunan terhadap produksi minyak nilam.

Virus dominan yang ditemukan pada tanaman nilam adalah Potyvirus sebagai penyebab penyakit mosaik yang ditularkan kutu daun sebagai serangga vektor.

Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi efektivitas nanopestisida minyak serai wangi konsentrasi 1% terhadap Potyvirus dan vektornya pada tanaman nilam di

dua daerah yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe. Perlakuan yang diberikan yaitu nanopestisida minyak serai wangi konsentrasi 1%, pestisida

serai wangi komersil, insektisida bahan aktif deltrametrin, dan kontrol. Intensitas penyemprotan dilakukan satu bulan sekali selama enam bulan. Jumlah tanaman

yang diamati di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe masing-

masing yaitu 4000 tanaman nilam. Parameter yang diamati adalah kejadian gejala penyakit mosaik, kejadian kerusakan daun menggulung, intensitas serangan

penyakit mosaik, intensitas kerusakan daun menggulung, tingkat efikasi, dan kehilangan hasil. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian nanopestisida

minyak serai wangi 1% di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe berpengaruh nyata terhadap parameter intensitas serangan penyakit mosaik.

Pemberian nanopestisida minyak serai wangi konsentrasi 1% berbeda nyata dengan kontrol dan insektisida sintetis pada parameter intensitas serangan

penyakit mosaik. Aplikasi nanopestisida minyak serai wangi konsentrasi 1%

efektif untuk menekan perkembangan Potyvirus penyebab penyakit mosaik dan serangan kutu daun (Aphis gossypii) sebagai serangga vektor pada tanaman nilam

dengan nilai efikasi yaitu sebesar 14,70% dan 39,88% di Kabupaten Bandung Barat dan 33,85% dan 12,67% di Kabupaten Konawe.

Kata kunci: Kutu daun; minyak serai wangi; nanopestisida; nilam; Potyvirus

Page 7: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

vi

ABSTRACT

Nuraini, Validation of Effectiveness Nanopesticide of Sweet Lemon Grass Oil

Against Potyvirus causing Mosaic Disease and Vectors on Patchouli Plant.

Skripsi. Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Syarif

Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervised by Dr. Priyanti,

M.Si and Dr. Rita Noveriza, M.Sc. 2019

Viral infection can decrease production of patchouli oil. Potyvirus is a genus of

viruses which dominant found on patchouli plants. Potyvirus can caused mosaic

disease which is transmitted by aphids as an insects vector. This study aims to

validate of the effectiveness of nanopesticides of sweet lemon grass oil with 1%

concentration againts Potyvirus and vectors on patchouli plants in West Bandung

Regency, West Java Province and Konawe Regency, Southeast Sulawesi

Province. The treatments given were nanopesticides of sweet lemon grass oil with

1% concentration, commercial citronella pesticides, syinthetic insecticides, and

controls. Intensity of spraying given on patchouli plant is once a month for six

months. Total of plants observed in West Bandung and Konawe Regency were

8000 patchouli plants. The parameters observed were incidance of mosaic disease,

incidence of aphid attack, intensity of the mosaic disease, intensity of aphid

attack, level of efficacy, and loss of yield. The statistic test results show that the

nanopesticides of citronella oil with 1% concentration in West Bandung and

Konawe Regency significantly affected to parameters intensity of mosaic disease

attack, Nanopesticides of sweet leom grass oil with 1% concentration was

significantly different from the control and synthetic insecticides on the intensity

of mosaic disease attacks. Aplication nanopesticides of citronella oil with 1%

concentration is effective to suppressing of mosaic disease caused by Potyvirus

and aphids (A.gossypii) attack as vector insects on patchouli plants with efficacy

values of 14.70% and 39.88% in West Bandung Regency and 33.85% and 12.67%

in Konawe Regency.

Keywords: Aphids; nanopesticides; patchouli; Potyvirus; sweet lemon grass oil

Page 8: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat yang tiada terhingga

kepada setiap hamba-Nya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada

junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya serta

pengikut beliau hingga akhir zaman. Dengan rasa syukur, penulis dapat

menyelesaikan dan menyusun skripsi yang berjudul “Validasi Efektivitas

Nanopestisida Minyak Serai Wangi 1% terhadap Potyvirus Penyebab

Penyakit Mosaik dan Vektornya pada Tanaman Nilam”.

Penyelesaian tulisan ini tentunya tidak luput atas bantuan berbagai pihak,

pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih dengan rasa hormat kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.stud. selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing I

yang memberikan arahan dalam penulisan skripsi.

3. Dr. Rita Noveriza, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang berperan dalam

memberikan arahan baik secara tulisan maupun teknis pengerjaan.

4. Dr. Dasumiati, M.Si selaku dosen penguji seminar proposal, seminar hasil

serta dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan

saran kepada penulis.

5. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si selaku dosen penguji seminar proposal

yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

6. Dr. Nani Radiastuti, M.Si selaku dosen enguji seminar hasil yang telah

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

7. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) dan Kebun

Percobaan Manoko Lembang, Bandung sebagai tempat penulis melakukan

penelitian skripsi.

8. Segenap dosen Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi atas

ilmu pengetahuan dan ilmu hidup yang dengan ikhlas diajarkan kepada

penulis.

Page 9: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

viii

9. Semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,

yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan motivasi yang

diberikan untuk penulis.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan dalam kegiatan dan penulisan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memiliki

kontribusi terhadap ilmu pengetahuan.

Jakarta, Agustus 2019

Penulis

Page 10: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

ix

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .............................................................................................................. v

ABSTRACT ........................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 3

1.3. Hipotesis ............................................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

1.6. Kerangka Berpikir ................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Nilam ......................................................................................... 5

2.2. Virus yang Menginfeksi Tanaman Nilam............................................. 8

2.3. Gejala Mosaik Akibat Infeksi Potyvirus pada Tanaman Nilam ........... 9

2.4. Penularan dan Penyebaran Virus pada Tanaman Nilam ..................... 10

2.5. Minyak Serai Wangi sebagai Pestisida Nabati ................................... 11

2.6. Nanopestisida Melalui Teknologi Nanoemulsi .................................. 12

2.7. Pembuatan Formulasi Nanopestisida Serai Wangi .............................. 13

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 14

3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 14

3.3. Rancangan Penelitian.......................................................................... 14

3.4. Cara Kerja ........................................................................................... 15

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penyakit mosaik pada tanaman nilam di Kabupaten Bandung

Barat dan Kabupaten Konawe ............................................................ 21

4.2. Vektor Penyebab Penyakit Mosaik di Kabupaten Bandung Barat

dan Kabupaten Konawe ..................................................................... 25

4.3. Uji Serologi dengan Metode ELISA................................................... 28

4.4. Bobot Terna Basah dan Terna Kering ................................................ 30

4.5. Produksi minyak Rendemen Minyak dan Kadar Patchouli

Alkohol pada Tanaman Nilam ............................................................ 32

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 34

5.2 . Saran .................................................................................................... 34

Page 11: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

x

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

LAMPIRAN .......................................................................................................... 40

Page 12: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian validasi efektivitas nanopestisida serai

wangi terhadap Potyvirus penyebab penyakit mosaik dan vektornya

pada tanaman nilam .............................................................................. 5

Gambar 2. Tanaman nilam P. cablin .................................................................... 6

Gambar 3. Gejala infeksi Potyvirus pada tanaman nilam ...................................... 9

Gambar 4. Daun menggulung oleh kutu daun ada pucuk .................................... 11

Page 13: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Skor dan deskripsi gejala mosaik pada tanaman nilam ...................... 16

Tabel 2. Kategori dan kriteria serangan kutu daun pada tanaman nilam ......... 16

Tabel 3. Rata-rata persentase kejadian gejala, intensitas penyakit mosaik

dan tingkat efikasi pada tanaman nilam di Kabupaten Bandung

Barat dan Kabupaten Konawe ............................................................ 21

Tabel 4. Rata-rata persentase kejadian kerusakan, intensitas kerusakan

daun menggulung dan tingkat efikasi pada tanaman nilam di

Kabupaten Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe ........ 25

Tabel 5. Deteksi serologi potyvirus sebelum aplikasi di Kabupaten

Bandung Barat dan Kabupaten Konawe ............................................ 28

Tabel 6. Deteksi Potyvirus setelah aplikasi di Kabupaten Bandung Barat

dan Kabupaten Konawe .................................................................... 29

Tabel 7. Bobot terna basah dan bobot terna kering di Kabupaten Bandung

Barat dan Kabupaten Konawe ........................................................... 31

Tabel 8. Produksi minyak, rendemen minyak dan kadar patchouli alkohol

pada tanaman nilam ............................................................................ 32

Page 14: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Desain Bagan Rancangan Percobaan Kabupaten Bandung Barat 40

Lampiran 2. Desain Bagan Rancangan Percobaaan Kabupaten Konawe ......... 41

Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik Kejadian Gejala Penyakit Mosaik di

Kabupaten Bandung Barat ............................................................. 42

Lampiran 4. Hasil Analisis Statistik Intensitas Serangan Penyakit Mosaik di

Kabupaten Bandung Barat ............................................................. 42

Lampiran 5. Hasil Analisis Statistik Kejadian Gejala Penyakit Mosaik di

Kabupaten Konawe ...................................................................... 43

Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik Intensitas Serangan Penyakit Mosaik di

Kabupaten Konawe ....................................................................... 44

Lampiran 7. Hasil Analisis Statistik Kejadian Kerusakan Daun Menggulung

di Kabupaten Bandung Barat ......................................................... 45

Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Intensitas Kerusakan Daun Menggulung

Kabupaten Bandung Barat ............................................................. 45

Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Kejadian Kerusakan Daun Menggulung

di Kabupaten Konawe .................................................................... 46

Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Intensitas Kerusakan Daun Menggulung

di Kabupaten Konawe ................................................................... 46

Lampiran 11. Hasil Statistik Bobot Terna Basah Tanaman nilam

di Kabupaten Bandung Barat......................................................... 47

Lampiran 12. Hasil Statistik Bobot Terna Kering nilam Kabupaten Bandung

Barat .............................................................................................. 47

Lampiran 13. Hasil Statistik Bobot Terna Basah di Kabupaten Konawe ........... 48

Lampiran 14. Hasil Statistik Bobot Terna kering di Kabupaten Konawe............ 48

Lampiran 15. Persiapan Benih Nilam .................................................................. 49

Lampiran 16. Proses Kegiatan Lapangan ............................................................ 50

Lampiran 17. Deteksi Virus secara Serologi dengan Metode ELISA ................. 51

Page 15: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan tanaman penghasil minyak

atsiri yang sangat bermanfaat sebagai bahan fiksatif pada indutri parfum, bahan

obat-obatan dan pestisida. Minyak nilam di Indonesia dikenal dengan patchouli

oil telah menjadi salah satu komoditas ekspor non migas yang menghasilkan

devisa bagi negara. Indonesia merupakan penghasil minyak nilam terbesar di

dunia yang setiap tahunnya memasok 70% hingga 90% kebutuhan dunia. Volume

ekspor minyak nilam dunia tercatat 1.500 ton per tahun (DAI, 2017). Nilam (P.

cablin Benth.) adalah tanaman introduksi yang berasal dari Filipina, kemudian

masuk ke Indoensia. Daerah sentra produksi nilam di Indonesia terdapat di

Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau dan Nangroe Aceh

Darusalam, kemudian berkembang di Provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan daerah lainnya (Nuryani, Emmyzar

& Wiratno, 2006).

Hal ini menjadi pendorong petani di Indonesia termasuk daerah Kabupaten

Bandung Barat, Jawa Barat sebagai dataran tinggi dan daerah Kabupaten Konawe,

Sulawesi Tenggara sebagai dataran rendah untuk membudidayakan tanaman

nilam. Varietas nilam yang telah dilepas dan direkomedasikan adalah nilam

varietas ‘Patchoulina 2’. Nilam varietas ‘Patchoulina 2’ memiliki keunggulan

pada produksi minyak dan kadar patchouli alkohol yang tinggi (Hadipoentyanti,

2014). Namun tidak jauh berbeda dengan tanaman lain, kendala pada produksi

nilam adalah adanya gangguan serangan penyakit seperti penyakit mosaik yang

disebabkan oleh infeksi virus. Penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh

Miftakhurohmah, Suastika & Asmira (2013) bahwa tanaman nilam telah terinfeksi

virus mosaik di Lembang, Jawa Barat, sementara Taufik, Asmar, Andi,

Gusnawaty & Sarawa (2014) melaporkan bahwa gejala mosaik ditemukan pada

tanaman nilam di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.

Penyakit mosaik menjadi penyakit yang cukup serius dikarenakan dapat

menyebar dengan cepat. Virus yang dominan bersosiasi dengan tanaman nilam

Page 16: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

2

dan menunjukkan gejala mosaik adalah vrius yang berasal dari genus Potyvirus

(Noveriza, Suastika, Hidayat, & Kartosuwondo, 2012a). Penyebaran virus mosaik

dilapangan dapat melalui benih yang terinfeksi dan ditularkan oleh kutu daun

sebagai serangga vektor. Spesies kutu daun yang paling banyak ditemukan pada

pertanaman nilam di Indonesia adalah Aphis gossypii dan Brachycaudus sp (Ordo:

Hemiptera). (Noveriza Noveriza, Suastika, Hidayat, & Kartosuwondo, 2012a).

Penyakit mosaik pada tanaman nilam dapat menurunkan berat terna basah berat

terna kering dan kadar minyak tanaman nilam berturut-turut mencapai 34,65%,

40,42% dan 9,09% (Noveriza, Suastika, Hidayat, & Kartosuwondo, 2012b).

Teknik pengendalian penyakit mosaik yang telah dilaporkan, diantaranya

kultur meristem apikal dan perlakuan air panas pada stek batang (Noveriza et al.,

2012c) serta penggunaan pestisida kimia sebagai pengendali serangga vektor akan

tetapi belum memberikan hasil yang optimal. Dadang (2006) menginformasikan

bahwa penggunaan pestisida kimia dapat menimbulkan dampak negatif bagi

lingkungan dan penggunanya, contohnya gangguan pada sistem pernapasan.

Pendekatan lain yang berpotensi mengendalikan virus yaitu menggunakan

metabolit sekunder tanaman yang bersifat sebagai antivirus.

Penggunaan minyak serai wangi sebagai pestisida merupakan salah satu

komponen pengendalian yang ramah lingkungan dan lebih aman secara kesehatan

serta diharapkan dapat melengkapi komponen pengendalian yang sudah ada.

Minyak serai wangi mengandung geraniol 81,67% dan sitronelal 13,95% yang

berfungsi sebagai antimikroba. Mariana dan Noveriza (2013) melaporkan aplikasi

minyak serai wangi 1,2% dapat menghambat perkembangan virus mosaik nilam

sebesar 89,78% pada tanaman uji di rumah kaca.

Kelemahan pestisida nabati yang mengandung minyak atsiri adalah mudah

menguap dan tidak stabil. Oleh karena itu, bahan aktif minyak atsiri perlu

diformulasikan dalam bentuk yang lebih stabil, diantaranya partikel nano

(Noveriza et al., 2017). Teknologi nano dapat memperkecil partikel hingga

berukuran nano (10-9m) dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan

efektivitas bahan aktif minyak serai wangi. Hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Noveriza et al. (2017) melaporkan bahwa formula nanoemulsi

serai wangi konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% yang terbaik dalam menekan

Page 17: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

3

perkembangan Potyvirus adalah konsentrasi 1% pada tanaman nilam varietas

sidikalang.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian mengenai validasi efektivitas

nanopestisida minyak serai wangi dengan konsentrasi 1% untuk pengendalian

Potyvirus penyebab penyakit mosaik dan vektornya pada tanaman nilam varietas

‘Patchoulina 2’ belum dilakukan di lokasi Kabupaten Bandung Barat sebagai

dataran tinggi dan Kabupaten Konawe sebagai dataran rendah. Oleh karena itu,

penelitian ini perlu dilakukan agar dapat memberikan informasi mengenai

keefektifan nanopestisida minyak serai wangi terhadap Potyvirus penyebab

penyakit mosaik dan vektornya sehingga petani dapat meningkatkan produksi

nilam lebih optimal.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan dari penelitian ini adalah apakah nanopestisida minyak serai wangi

konsentrasi 1% efektif mengendalikan Potyvirus penyebab penyakit mosaik

tanaman nilam var. Patcoulina 2 dan vektornya di Kabupaten Bandung Barat,

Jawa Barat dan Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara?

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah nanopestisida minyak serai wangi dengan

konsentrasi 1% efektif mengendalikan Potyvirus penyebab penyakit mosaik

tanaman nilam var. Patcoulina 2 dan vektornya di Kabupaten Bandung Barat,

Jawa Barat dan Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memvalidasi efektivitas

nanopestisida minyak serai wangi dengan konsentrasi 1% terhadap Potyvrus

penyebab penyakit mosaik tanaman nilam var. Patcoulina 2 dan vektornya di

Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dan Kabupaten Konawe, Sulawesi

Tenggara.

Page 18: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

4

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa

1) Informasi kepada petani tentang keefektifan penggunaan nanopestisida

minyak serai wangi untuk mengendalikan Potyvirus penyebab penyakit

mosaik dan vektor pada tanaman nilam var. Patcoulina 2 Kabupaten

Bandung Barat, Jawa Barat dan Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

2) Informasi kepada para peneliti bahwa nanopestisida minyak serai wangi

dapat berperan sebagai bahan pestisida untuk pengendalian penyakit pada

tanaman.

Page 19: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

5

1.6. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian validasi efektivitas nanopestisida minyak

serai wangi terhadap Potyvirus penyebab penyakit mosaik dan

vektornya pada tanaman nilam

Tanaman nilam sebagai komoditas minyak

atsiri penghasil sumber devisa di Indonesia

Kendalanya produksi nilam belum optimal

Penyakit mosaik pada tanaman nilam

Infeksi Virus

Pestisida kimia

Pencemaran

lingkungan

(residu zat kimia)

dan berdampak

pada kesehatan

Pestisida nabati

Kelemahan Pestisida minyak atsiri tidak stabil

Nanopestisida minyak Serai wangi konsentrasi 1% lebih stabil

dan lebih efektif

Minyak Serai wangi

Genus Potyvirus Penyebaran: benih yang

terinfeski dan serangga

vektor (kutu daun)

Pemberian pestisida

Validasi efektivitas nanopestisida minyak Serai wangi 1%

terhadap Potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman

nilam di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe

Page 20: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Nilam

Tanaman nilam (Pogostemon cabilin Benth.) merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak atsiri yang dikenal sebagai minyak nilam (Patchouli Oil).

Berdasarkan taksonominya, tanaman nilam termasuk anggota suku Labiate

(Rukmana, 2003). Secara umum, di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yang dapat

dibedakan berdasarkan karakter morfologi. Ketiga jenis nilam tersebut adalah

Pogostemon cablin Benth., Pogostemon heyneatus Benth. dan Pogostemon

hortensis Backer (Sahwalita & Herdiana, 2015) (Gambar 2).

Gambar 2. Tanaman nilam P.cablin (Entheology, 2002)

Balai Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) telah berhasil mengembangkan

varietas unggul nilam yaitu ‘Tapak Tuan’, ‘Lhokseumawe’ dan ‘Sidikalang’

(Nuryani, 2006). Selain tiga varietas tersebut, varietas nilam yang telah dilepas

dan direkomedasikan adalah varietas ‘Patchoulina 1’ dan ‘Patchoulina 2’. Nilam

varietas ‘Patchoulina 2’ memiliki keunggulan pada produksi minyak dan kadar

patchouli alcohol yang tinggi serta tahan terhadap penyakit layu bakteri

(Hadipoentyanti, 2014).

Tanaman nilam adalah tanaman semak yang tumbuh di iklim tropis. Tanaman

nilam yang berasal dari perbanyakan vegetatif biasanya memiliki akar serabut

yang kuat sehingga dapat berdiri tegak. Akar-akar tanaman nilam yang telah

dewasa dapat menembus lapisan tanah sekitar 20-30 cm. Tanaman nilam varietas

‘Patcoulina 2’ memiliki batang berbentuk bersegi 4 (guadrangularis) dan

Bunga

Page 21: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

7

bercabang. Percabangan tanaman nilam berbentuk simpodial. Batang bagian

pangkal berwarna coklat keabu-abuan, warna batang bagian tengah berwarna

hijau keabu-abuan dan warna bagian pucuk ungu keabu-abuan (Trisilawati &

Hadipoentyanti, 2015).

Tanaman nilam varietas ‘Patcoulina 2’ memiliki daun bagian permukaan

berwarna hijau tua dan bagian bawah daun berwarna hijau keunguan. Bentuk

pangkal daun berbetuk delta dan bentuk ujung daun runcing-tumpul. Daun nilam

memiliki panjang berkisar antara 2,76 ± 6,88 cm, lebar daun berkisar 2,68 ± 6,02

cm dan tebal daun berkisar 0,07 ± 0,34 cm. Duduk daun berseling berhadapan,

permukaan berbulu halus (villosus), agak kasar dan bergelombang (Trisilawati &

Hadipoentyanti, 2015).

Nilam dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai dataran tinggi

dengan ketinggian 1.200 m dpl. Rekomendasi wilayah pengembangan untuk

nilam varietas ‘Patchoulina 2’ adalah dataran rendah sampai dengan dataran

medium yaitu pada ketinggian 100-700 m dpl (Trisilawati & Hadipoentyanti,

2015). Pada dataran rendah kadar minyak lebih tinggi (>2%) tetapi kadar

patchouli alcohol lebih rendah (<30%), sebaliknya pada dataran tinggi kadar

minyak rendah (<2%), kadar patchouli alcohol lebih tinggi (> 30%) (Nuryani,

2006).

Nilam dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti andosol, latosol, regosol,

podsolik, kambisol), akan tetapi tanaman nilam dapat tumbuh lebih baik pada

tanah yang gembur dan banyak mengandung humus. Lahan harus bebas dari

penyakit terutama penyakit layu bakteri, budog, nematoda dan penyakit yang

disebabkan oleh jamur (Nuryani, 2005) serta setek benih nilam harus bebas dari

infeksi virus.

Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti tanaman herba

lainnya, namun untuk memperoleh produksi yang maksimal diperlukan

kemasaman yang sesuai untuk pertumbuhannya. Nilam dapat tumbuh dengan baik

pada kisaran pH antara 6-7 (Nuryani, 2006). Kondisi ekologi yang sesuai dengan

jenis tanaman akan menyebabkan tanaman tumbuh secara maksimal. Tanaman

nilam menghendaki iklim sedang dengan suhu yang panas dan lembap. Suhu

optimum untuk tanaman nilam adalah 24-28° C dengan kelembaban udara relatif

Page 22: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

8

antara 70-90% (Sahwalita & Herdiana, 2015).

Nilam dapat tumbuh baik dengan intensitas cahaya matahari antara 75-100%.

Cahaya matahari berperan penting sebagai sumber energi untuk fotosintesis setiap

tanaman sehingga tanaman ini lebih cocok ditempatkan pada cahaya matahari

yang langsung untuk dapat meningkatkan kadar minyaknya. Tanaman yang

ternaungi memiliki kadar minyak rendah (Nuryani, 2005). Menurut Rao et al.

(1997) menginformasikan bahwa pemberian naungan 50% menghasilkan kadar

minyak 3,40% dengan kandungan patchouli alcohol (PA) 36,7%. Sementara itu

Singh dan Guleria (2012) menginformasikan bahwa pemberian naungan 70%

menghasilkan kadar minyak 2,18% dengan kandungan PA 40,9%.

Manfaat dari tanaman nilam adalah adanya kandungan patchouli alcohol

dengan rumus kimia C15H26.. Patchouli alcohol berfungsi sebagai fiksasi minyak

atsiri lainnya sehingga harumnya dapat bertahan lama dan tidak cepat menguap.

Minyak nilam digunakan sebagai bahan campuran parfum dan kosmetik

(diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi, sampo, dan deodoran),

kebutuhan industri makanan (penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk

pembuatan antiradang, antifungi, antiserangga) serta berbagai kebutuhan industri

lainnya (Mangun, 2008). Oleh karena itu minyak nilam memiliki harga jual yang

tinggi yaitu berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 650.000 per Kg (Tribun news,

2018).

2.3. Virus yang menginfeksi tanaman nilam

Virus adalah mikroorganisme yang sangat sederhana, tersusun dari rangkaian

asam nukleat (RNA atau DNA) yang bersifat infeksius (dapat menginfeksi

tanaman) dan diselubungi oleh mantel protein (coat protein). Umumnya virus

tanaman hanya dapat hidup di dalam sel-sel tanaman yang hidup, meskipun

beberapa virus tertentu (Tobacco mosaic virus atau TMV) bersifat sangat stabil

dan mampu bertahan dalam keadaan inaktif pada daun tembakau sakit yang sudah

kering (Agrios, 2005). Jika lingkungan tempat hidupnya cocok virus dapat aktif

dan bersifat infeksius lagi.

Infeksi virus pada tanaman nilam pertama kali dilaporkan oleh Gama et al.

(1982) di Brazil yang teridentifikasi sebagai Tobacco Necrosis Virus (TNV) dan

Page 23: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

9

Patchouli Virus X (Filho et al, 2002). Pada pertanaman nilam di Jepang

ditemukan Patchouli Mild Mosaic Virus (PatMMV) dan Patchouli Mottle Virus

(PatYMV) (Natsuaki et al. 1994). Di India, Singh et al. (2009) mendeteksi Peanut

Stripe Virus (PStV), sedangkan Zaim et al. (2013) melaporkan Patchouli Yellow

Mosaic Virus (PatYMV).

Virus yang dominan menginfeksi tanaman nilam adalah kelompok Potyvirus

antara lain PatMoV, PStV, TeMV, dan PatYMV tergolong ke dalam genus

Potyvirus, famili Potyviridae. Potyvirus terdiri atas satu partikel berbentuk batang

lentur dengan panjang 680-900 nm dan diameter 12 nm. Genom Potyvirus ialah

RNA utas tunggal berorientasi positif (+ssRNA), berukuran kurang lebih 10 kb

dan satu subunit capsid protein (CP) (Agrios, 2005).

2.4. Gejala Mosaik Akibat Infeksi Potyvirus pada Tanaman Nilam

Banyaknya jenis virus pada tanaman nilam menyebabkan gejala mosaik

bervariasi. Gejala mosaik kuning ditemukan pada pertanaman nilam di Indonesia

yang berasosiasi dengan PatMoV (Sumardiyono et al., 1995). Selain infeksi

tunggal juga ditemukan infeksi ganda. Gejala mosaik parah terdeteksi disebabkan

oleh PatMMV dan PatMoV (Sugimura et al., 1995). Berikut ini gambar gejala

mosaik yang disebabkan oleh Potyvirus pada tanaman nilam.

Gambar 3. Gejala infeksi Potyvirus pada tanaman nilam seperti nilam tidak

bergejala (Miftakhurohmah et al., 2013) (a); gejala mosaik lemah

(Miftakhurohmah et al., 2013) (b); gejala mosaik berat ( Noveriza et

al., 2012a) (c); gejala mosaik dan malformasi daun (Hasan et al.,

2014) (d)

Tanaman nilam yang terinfeksi Potyvirus menunjukkan gejala mosaik baik

mosaik lemah maupun mosaik berat serta malformasi daun (Taufik et al., 2012).

Tanaman nilam dengan infeksi berat sering menunjukkan gejala mosaik yang

d c a b

Page 24: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

10

disertai dengan terjadinya perubahan bentuk dan permukaan daun menjadi

bergelombang. Daun bergelombang dikarenakan bagian daun yang berwarna hijau

muda atau kuning dibandingkan yang berwarna hijau normal. Bagian yang

menipis ini lebih banyak mengandung virus sehingga menyebabkan sel-sel daun

memendek (Miftakhurohmah et al., 2013).

2.5. Penularan dan Penyebaran Virus pada Tanaman Nilam

Infeksi virus pada umumnya bersifat sistemik, bergerak dari sel ke sel melalui

plasmodesmata dan secara pasif bersama asimilat melalui jaringan pembuluh. Hal

ini berarti virus tersebar ke seluruh jaringan tanaman dan mampu melakukan

perbanyakan (multiplikasi). Multiplikasi RNA/DNA dan selubung mantel

proteinnya terjadi secara terpisah yang pada akhirnya akan bersatu membentuk

partikel virus baru. Multiplikasi virus pada umumnya terjadi dalam jaringan-

jaringan muda yang aktif melakukan metabolisme (Agrios, 2005).

Penularan dan penyebaran Potyvirus dan Fabavirus pada tanaman dapat

melalui berbagai cara, yaitu pelukaan halus, benih bibit tanaman terinfeksi, dan

serangga vektor. Potyvirus dan Fabavirus adalah kelompok virus yang secara

alami dapat ditularkan dan disebarkan oleh kutu daun (Hampton et al., 2005).

Kedua kelompok virus tersebut ditularkan secara non persisten (Noveriza, 2012)

dan juga ditularkan secara mekanis. Persentase infeksi virus yang ditularkan

melalui serangga vektor pada pertanaman nilam di India mencapai 27% (Sastry &

Vasanthakumar, 1981).

Sebagaimana telah dicantumkan dalam Al-Qur’an mengenai serangga yang

merugikan salah satunya yaitu kutu yang dapat merusak dan menurunkan hasil

produksi tanaman pertanian dan perkebunan dalam surat Al-A’raf ayat 133

sebagai berikut:

م فادع والد ل والض لت فاستكبروا وكانوا قوما فأرسلنا عليهم الطوفان والجراد والقم مجرمين آيات مفص

Artniya: ”Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan

darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan

kaum yang berdosa”

Kutu daun Aphis gossypii efektif menularkan TeMV (Potyvirus) pada

tanaman nilam, dalam waktu inokulasi 5 menit, persentase infeksi virus mencapai

Page 25: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

11

30% (Noveriza, 2012). Kutu daun A. gosyypii berwarna hijau kekuningan sampai

hijau, membentuk koloni di permukaan bawah daun dan tangkai pucuk

menyebabkan pucuk daun menggulung karena serangga tersebut menghisap

cairan tanaman (Gambar 4). Serangga tersebut ditemukan di seluruh pertanaman

nilam di Indonesia. Selain itu, Myzus persicae juga pernah dilaporkan mengoloni

tanaman nilam oleh Natsuaki et al. (1994).

Gambar 4. Daun menggulung oleh kutu daun pada pucuk. pucuk daun nilam

menggulung (Noveriza, 2013b) (a); kutu daun Aphis gossypii

perbesaran 30x (b)

Cara penyebaran utama virus yang terjadi di lapangan dapat melalui bahan

tanaman yang terinfeksi. Perbanyakan benih dari tanaman yang terinfeksi tanpa

adanya seleksi merupakan salah satu penyebab utama tingginya kejadian penyakit

pada pertanaman nilam di India (Sastry & Vasanthakumar, 1981) dan Indonesia

(Hartono & Subandiyah, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2.680

stek nilam yang ditanam di lapang sebanyak 2.386 stek dinyatakan terinfeksi oleh

virus atau persentase kejadian penyakit mencapai 89% (Sastry & Vasanthakumar,

1981).

2.6. Minyak Serai Wangi Sebagai Pestisida Nabati

Pestisida kimia telah digunakan secara luas dan menjadi salah satu kebutuhan

dalam produksi pertanian akan tetapi penggunaannya memiliki risiko karena

racunnya terhadap kesehatan (WHO, 2008). Residu dari pestisida kimia dapat

menyebabkan pencemaran lingkungan dan gangguan pada kesehatan manusia

(Chen et al., 2011), Sebagai contoh residu arsen dalam urin manusia dapat

menyebabkan anemia (Fikri et al., 2012). Selain itu dampak penggunaan pestisida

b a

Page 26: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

12

terhadap kesehatan petani yaitu berupa mual-mual, muntah, pusing dan gatal-gatal

pada kulit (Amilia et al., 2016).

Penggunaan pestisida kimia menimbulkan banyak dampak negatif sehingga

perlu mencari pestisida berbahan aktif yang ramah seperti memanfaatkan

metabolit sekunder tanaman. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai sebagai

pestisida nabati adalah serai wangi. Serai wangi merupakan tanaman penghasil

minyak atsiri dengan kandungan geraniol 81,67% dan sitronelal 13,95%. Menurut

Soenang (2016) bahwa senyawa citronellal merupakan racun kontak yang masuk

ke dalam tubuh serangga melalui kulit atau lubang-lubang alami dari tubuh

serangga. Setelah masuk, racun akan menyebar ke seluruh tubuh serangga dan

menyerang sistem syaraf sehingga dapat mengganggu aktivitas serangga dan

serangga akan mati.

Selain itu, senyawa citronellal juga bekerja sebagai racun perut yang masuk

melalui mulut serangga, setelah menghisap cairan daun yang telah disemprot

dengan minyak serai wangi. Cairan tersebut masuk ke saluran pencernaan melalui

kerongkongan serangga yang akan mengakibatkan terganggunya aktivitas makan

kutu daun Aphis gossypii sehingga menurunnya aktivitas makan kutu daun A.

gossypii secara perlahan-lahan dan akhirnya mati (Nechiyana et al., 2011).

Trizelia (2001) menyatakan bahwa residu pestisida menyebabkan aktivitas makan

serangga menurun bahkan dapat terhenti.

Metabolit sekunder dari Cymbopogon nardus (serai wangi) telah dilaporkan

juga bersifat sebagai antibakteri dan anti-jamur (Williamson, 2007). Entigu et al.

(2013), telah berhasil mengisolasi fraksi metanolik dari minyak Serai wangi yaitu

octadecanoid acid-methyl ester dan terbukti bersifat sebagai antiviral. Aini et al.

(2006) melaporkan bahwa fraksi dan subfraksi dari C. nardus dapat menghambat

perkembangan virus pada fase replikasi virus.

2.7. Nanopestisida melalui teknologi nanoemulsi

Akhir-akhir ini pemanfaatan nanoteknologi telah banyak digunakan dalam

berbagai bidang salah satunya (nanopupuk, nanopestisida dan nanosensor).

Nanopestisida adalah struktur rekayasa kecil yang bersifat sebagai pestisida atau

formulasi aktif bahan yang bersifat sebagai pestisida dan berukuran nanometer

Minyak Serai wangi

Page 27: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

13

(Chipa, 2017). Peneliti telah banyak mengembangkan berbagai jenis nanopestisida

salah satunya adalah nanoemulsi.

Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparent, tembus cahaya dan

merupakan dispersi minyak dan air yang distabilkan oleh lapisan film dari

surfaktan atau molekul surfaktan, yang memiliki ukuran droplet berkisar 50–500

nm (Shakeel et al., 2008). Ukuran droplet nanoemulsi yang kecil membuat

nanoemulsi stabil secara kinetik. sehingga mencegah terjadinya sedimentasi dan

kriming selama penyimpanan (Solans et al., 2005).

2.8. Pembuatan Formulasi Nanopestisida Minyak Serai Wangi

Pembuatan nanopestisida dilakukan melalui proses nanoemulsifikasi

menggunakan energi rendah dengan mekanisme difusi spontan dan inversi fase.

Nanoemulsi dibentuk dengan penambahan emulsifier yang mengandung Tween

80. Emulsifier ditambahkan pada persentase 10-100% dari fase minyak (bahan

aktif) yang digunakan. Fase pendispersi dibuat dari bufer fosfat untuk menjaga

kestabilan pH emulsi sehingga destabilisasi emulsi akibat pengaruh pH dapat

diabaikan. Nanoemulsi minyak serai wangi terbentuk melalui kedua mekanisme

emulsifikasi pada persentase emulsifier Tween 80 yang berbeda (Noveriza et al.,

2017)

Pada mekanisme inversi fase, nanoemulsi minyak Serai wangi mulai

terbentuk pada persentase emulsifier 40%, sedangkan pada mekanisme difusi

spontan, nanoemulsi mulai terbentuk pada persentase emulsifier 50%. Pada

persentase emulsifier yang rendah, emulsi tidak terbentuk. Pada peningkatan

persentase emulsifier, secara berangsur pemisahan fase yang terjadi semakin

menurun. Nanoemulsi yang diperoleh disimpan dalam botol gelas untuk

digunakan lebih lanjut (Noveriza et al., 2017).

Page 28: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Oktober 2018 di

Laboratorium Proteksi Tanaman, Balai Tanaman Rempah dan Obat (Balittro),

Bogor, Kebun Percobaan Manoko, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dan

Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok,

yaitu peralatan lapangan dan peralatan laboratorium. Peralatan lapangan yang

digunakan adalah plastik sampel, kamera ponsel dan penyemprot pestisida.

Peralatan laboratorium yang digunakan adalah mikropipet, plat mikrotiter, dan

microplate reader MP96 UV-SAFAS MONOCO.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih nilam varietas

‘Patchoulina 2’ berasal dari Kebun Penangkar Benih di daerah Cikole, Lembang,

nanopestisida minyak serai wangi berasal dari Balai Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat, Bogor, pestisida serai wangi komersil (ASIMBO), insektisida sintetis

(DECIS), sample extraction buffer, larutan Phosphate Buffer Saline Tween 1x

(PBST 1x), larutan p-Nitrophenyl Phosphate (PNP), ECI buffer, antibodi (Agdia:

anti-poty), dan konjugat (Agdia: anti-mouse).

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri

atas 4 perlakuan yaitu nanopestisida minyak serai wangi 1% , pestisida serai

wangi komersil (ASIMBO 0,5%), insektisida sintetis (bahan aktif deltametrin

25g/l) dan Kontrol tanpa pestisida. Masing-masing perlakuan terdiri dari 10

ulangan baik di Kabupaten Bandung Barat dengan ketinggian 1.200 m dpl dan

Kabupaten Konawe dengan ketinggian 55 m dpl (Lampiran 1 dan 2). Setiap

ulangan diwakili oleh 100 tanaman.

Page 29: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

15

3.4.Cara kerja

3.4.1. Persiapan Stek Nilam dan Penyemaian di Kabupaten Bandung Barat

dan Kabupaten Konawe

Persiapan stek tanaman dilakukan di Kebun Percobaan Manoko Lembang,

Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dan Kabupaten Konawe, Sulawesi

Tenggara. Nilam yang digunakan berasal dari stek nilam varietas Patchoulina 2

yang diperoleh dari tanaman induk berusia 6 bulan dengan panjang setek 20-30

cm dan mempunyai 3-4 mata tunas (Lampiran 15). Sebelum dilakukan

penyemaian, stek nilam diberi hormon pertumbuhan akar dengan cara merendam

sedikit pangkal batang ke dalam hormon tersebut guna menginduksi akar.

Stek nilam di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe disemai

dalam 4000 polibag berukuran 10 x 15 cm yang berisi media tanah dan pupuk

kandang dengan perbandingan 2:1 (80 kg tanah : 40 kg pupuk) sebelum ditanam

ke lapangan untuk menghindari kematian setek, pada saat disemai setek nilam

disungkup untuk menghindari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

selama 29 hari di dalam rumah kawat. Setelah 29 hari sungkup dibuka dan nilam

dipindahkan ke lapangan untuk tahap aklimatisasi. Selama aklimatisasi benih

nilam kembali disungkup menggunakan jaring-jaring selama 18 hari (Lampiran

15) Setelah 18 hari sungkup dibuka dan benih nilam siap untuk ditanam di lahan

tanam.

3.4.2. Persiapan Lahan dan Penanaman Nilam di Kabupaten Bandung Barat

dan Kabupaten Konawe

Lahan yang berada di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe

dibagi ke dalam 10 blok yang jumlahnya sama dengan banyaknya ulangan

(Lampiran 1 dan 2). Setiap blok dibagi ke dalam 4 petak sesuai dengan jumlah

pelakuan (Lampiran 1 dan 2). Kemudian dilakukan pencangkulan dan pembuatan

lubang tanam dengan ukuran 15x15 cm dengan jarak tanam 60x40 cm. Setiap

lubang tanam diberikan pupuk kandang sebanyak 1000 g per lubang sebagai

pupuk dasar dan didiamkan selama 2 hari. Penempatan perlakuan ke dalam petak

pada setiap blok dilakukan secara acak. Masing-masing petak ditanam 100

individu nilam.

Page 30: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

16

3.4.3. Pengamatan Gejala pada Tanaman Nilam di Kabupaten Bandung

Barat dan Kabupaten Konawe

Proses pengamatan gejala penyakit (Lampiran 16) dilakukan setiap 1 bulan

sekali selama kurun waktu 6 bulan. Metode pengamatan yang digunakan adalah

metode skoring (Tabel 1 dan 2) yaitu dengan melihat secara langsung kondisi

tanaman berdasarkan gejala umum yang tampak seperti bercak kuning pada pucuk

daun dan jumlah daun menggulung (diakibatkan adanya serangan vektor).

Tabel 1. Skor dan deskripsi gejala mosaik pada tanaman nilam

Skoring Deskripsi Gejala

0 Tanaman sehat, tidak bergejala

1 Ringan, gejala belang pada beberapa bagian daun dan klorosis

2 Sedang, seluruh bagian tanaman bergelaja mosaik

3 Berat, seluruh bagian tanaman bergejala mosaik dan terjadi

malformasi

(Noveriza et al., 2017)

Tabel 2. Kategori dan Kriteria Serangan Kutu Daun pada Tanaman Nilam

Kategori Tingkat (%) Kriteria

0 X=0 Tidak ada serangan

1 1-10% Serangan ringan

2 11-50% Serangan sedang

3 51-75% Serangan berat

4 >75% Serangan sangat berat

3.4.4. Pengambilan Sampel Daun

Teknik pengambilan sampel tanaman nilam di Kabupaten Bandung Barat dan

Kabupaten Konawe dilakukan menggunakan purposive sampling dengan

mengambil bagian pucuk daun tanaman nilam yang bergejala (Lampiran 16).

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat sebelum aplikasi

perlakuan dan setelah aplikasi perlakuan pada tanaman nilam di lahan tanam.

Sampel pucuk daun diambil sebanyak 400 individu tanaman nilam (10 individu

setiap ulangan pada seluruh perlakuan). Kemudian dibawa ke Laboratorium

Balittro untuk dideteksi virus dengan menggunakan metode serologi ELISA.

3.4.5. Teknik Aplikasi Nanopestisida Serai Wangi pada Skala Lapang

Formula nanopestisida minyak serai wangi yang digunakan merujuk pada

penelitian Noveriza et al. (2017) yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan

Page 31: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

17

Pengembangan Pascapanen, Bogor dengan ukuran droplet partikel yaitu 203,1

nm. Formula nanopestisida minyak serai wangi 1%, pestisida serai wangi

komersil, dan insektisida sintetis diaplikasikan masing-masing pada 1000 individu

tanaman nilam.

Aplikasi pertama dilakukan saat 2 hari sebelum tanaman nilam diaklimatisasi

di lahan tanam dengan volume 50 ml/L untuk nanopestisida minyak serai wangi

1% dan pestisida serai wangi komersil 25 ml/L untuk insektisida sintetis 2 ml/L.

Aplikasi berikutnya dilakukan setalah tanaman berusia 1 hari setelah tanam di

lapangan dengan volume 250 ml/20 L untuk nanopestisida minyak serai wangi

1% dan pestisida serai wangi komersil 100 ml/ 20 L.

Aplikasi nanopestisida minyak serai wangi 1% dan pestisida serai wangi

komersil selanjutnya dilakukan dengan volume 500 ml/50 L dan 250 ml/50 L

pada usia tanaman 1 bulan dan 2 bulan setelah tanam, volume 1000 ml/100 L dan

500 ml/100 L pada usia tanaman 3 bulan, 4 bulan dan 5 bulan setelah tanam.

Aplikasi insektisida sintetis dilakukan dengan interval waktu yang sama namun

dengan volume 50 ml/15 L. Intensitas penyemprotan dilakukan 1 bulan sekali.

Aplikasi nanopestisida minyak serai wangi 1% disemprotkan pada semua bagian

tanaman nilam (lampiran 16).

3.4.6. Deteksi Serologi Virus (Potyvirus)

Deteksi virus dengan menggunakan metode serologi ELISA (Enzyme-linked

Immunosorbent Assay) mengacu pada protokol yang dibuat oleh produsen

pembuat antiserum (Agdia-USA). Deteksi virus dilakukan di Laboratorium

Proteksi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah (BALITTRO).

Uji ELISA dilakukan pada seluruh perlakuan saat tanaman nilam berusia 1 bulan

setelah tanam dan 6 bulan setelah tanam. Sampel daun nilam yang diuji sebanyak

400 individu tanaman nilam (10 individu dari setiap ulangan seluruh perlakuan).

Sampel daun nilam yang telah dikoleksi kemudian ditimbang secara komposit

sebanyak 0,1 g dari setiap 10 individu. Sampel digerus dalam plastik sampel tebal

yang telah ditambahkan sampel extraction buffer. Cairan daun nilam yang

dihasilkan dari gerusan tersebut dimasukkan ke dalam lubang sumuran plat

mikrotiter sebanyak 100 µL per lubang (Lampiran 17). Pada plat disertakan juga

Page 32: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

18

kontrol positif Potyvirus, kontrol negatif, dan buffer sebagai pembanding. Plat

mikrotiter lalu diinkubasi dalam wadah plastik yang lembab selama 1 jam pada

suhu ruang 25°C. Plat mikrotiter kemudian dicuci menggunakan larutan PBST

sebanyak 8 kali. Antibodi yang telah dilarutkan dengan ECI buffer dimasukkan ke

dalam sumuran sebanyak 100 µL per lubang. Plat mikrotiter diinkubasi kembali

selama 2 jam pada suhu ruang 25°C.

Plat mikrotiter kembali dicuci dengan larutan PBST sebanyak 8 kali.

Sebanyak 100 µL konjugat yang telah dilarutkan dalam ECI buffer dimasukkan ke

dalam masing-masing lubang sumuran. Plat kembali diinkubasi selama 1 jam

pada suhu ruang 25°C. Plat dicuci kembali dengan larutan PBST sebanyak 7 kali.

Sebanyak 100 µL larutan PNP dimasukkan ke lubang plat mikrotiter dan kembali

diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang 25°C. Sampel kemudian diukur nilai

absorbansinya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm.

Hasil pembacaan dinilai positif apabila nilai absorban sampel 1,5 kali lebih besar

dari nilai absorban kontrol negatif.

3.4.7. Parameter Penelitian

Parameter yang diamati dalam penelitian ini mengacu pada Noveriza et al.,

(2017) diantaranya adalah persentase kejadian gejala penyakit mosaik, intensitas

penyakit mosaik, persentase kejadian serangan kutu daun Aphiis gosyipii,

intensitas kerusakan, tingkat efikasi, deteksi virus dengan metode serologi dan

kehilangan hasil dengan menghtung bobot terna basah dan bobot terna kering

1) Kejadian Gejala Penyakit Mosaik.

Kejadian gejala mosaik adalah perbandingan antara jumlah tanaman yang

bergejala mosaik dengan jumlah tanaman yang diamati baik bergejala maupun

tidak (total jumlah tanaman). Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai

berikut:

% KP =𝑛

𝑁 x 100 %

Keterangan:

KP = kejadian penyakit

n = jumlah tanaman yang bergejala mosaik

N = Jumlah total tanaman

Page 33: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

19

2) Intensitas Serangan Penyakit

𝐼 =∑(𝑛𝑖 𝑥 𝑣𝑖)

𝑍 𝑥 𝑁 𝑥 100 %

Keterangan:

I = intensitas serangan penyakit

ni = jumlah tanaman padda setiap kategori serangan

vi = nilai skala dari setiap kategori serangan

Z = nilai skala dari setiap kategori serangan tertinggi

3) Kejadian Kerusakan Daun Menggulung

Kejadian kerusakan daun menggulung merupakan persentase tingkat serangan

yang dilakukan oleh kutu daun (Aphis gossypii) terhadap tanaman nilam dengan

berdasarkan jumlah daun yang menggulung. Perhitungan menggunakan rumus:

% KH =𝑛

𝑁 x 100 %

Keterangan:

KH = kejadian kerusakan daun menggulung

n = jumlah tanaman yang pucuk daunnya menggulung

N = Jumlah total tanaman

1) Intensitas kerusakan

𝐼𝑃 = ∑(𝑛𝑣)

𝑧 𝑥 𝑁𝑥 100 %

Keterangan:

IP = intesitas kerusakan daun menggulung (%)

n = jumlah tanaman terserang menurut kategori (skor 0,1,2,3,4)

v = nilai skala (skor) dari setiap kategori

z = nilai skala (skor) dari kategori serangan tertinggi

N = jumlah seluruh tanman yang diamati (n0 + n1 +...+n6)

2) Tingkat Efikasi

Tingkat efikasi pestisida adalah tingkat efektivitas pestisida terhadap

organisme pengganggu. Penentuan tingkat efikasi pestisida bertujuan untuk

melihat keampuhan dari suatu pestisida terhadap organisme sasaran. Perhitungan

tingkat efikasi menggunakan rumus:

𝐸𝐼 = ( 𝐶𝑎 − 𝑇𝑎

𝐶𝑎 ) 𝑥 100 %

Page 34: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

20

Keterangan:

EI = kefektifan formula nanopestisida yang diuji (%)

Ca = persentase intensitas kerusakan tanaman pada petak kontrol

Ta = persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan

Formula yang diuji dinilai efektif apabila nilai tingkat efikasi (EI) ≥ 30%.

3) Kehilangan Hasil

Kehilagan hasil dihitung dengan menimbang bobot terna basah (g) dan terna

kering (g) tanaman nilam pada panen pertama (umur tanaman 6 bulan).

Kehilangan hasil tanaman dihitung berdasarkan formula standar dan dibandingkan

dengan kontol tanpa perlakuan. Selanjutnya dianalisis kadar minyak dan kadar PA

pada setiap perlakuan.

3.4.8. Analisis Data

Data yang diperoleh dari masing-masing pengujian dianalisis menggunakan

program aplikasi SPSS versi 22, kemudian data dianalisis dengan Analysis of

Variance (ANOVA) jika data berdistribusi normal. Hasil yang berpengaruh nyata

di uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf

kepercayaan 5%. Apabila data tidak berdistribusi normal maka data dianalisis

dengan uji Kruskal Wallis. Jika terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata maka

diuji lanjut dengan uji Mann Withney U pada taraf 5%.

Page 35: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nanopestisida Minyak Serai Wangi terhadap Penyakit Mosaik pada

Tanaman Nilam di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe

Parameter penelitian yang diamati untuk mengetahui penyakit mosaik pada

tanaman nilam di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe meliputi

kejadian gejala penyakit dan intensitas serangan penyakit mosaik. Hasil analisis

statistik menunjukkan seluruh perlakuan berpengaruh nyata terhadap kejadian

gejala penyakit dan intensitas serangan penyakit mosaik pada tanaman nilam

varietas ‘Patchoulina 2’, kecuali kejadian gejala penyakit di Kabupaten Bandung

Barat (P>0,05) (Lampiran 3,4,5 & 6). Rata-rata kejadian gejala dan intensitas

serangan penyakit seluruh perlakuan pada 4000 tanaman nilam di Kabupaten

Bandung Barat adalah >58,00% dan >19,00%, sementara di Kabupaten Konawe

adalah >25,00% dan >9,00% (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata persentase kejadian gejala, intensitas serangan penyakit mosaik

dan tingkat efikasi pada tanaman nilam di kabupaten Bandung Barat dan

Kabupaten Konawe

Keterangan: (A) nanopestisida minyak serai wangi 1%; (B) pestisida serai wangi

komersil; (C) insektisida sintetis; (D) kontrol; (EI) tingkat efikasi. abc superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0,05).

Pemberian nanopestisida minyak serai wangi 1%, pestisida serai wangi

komersil dan insektisida sintetis menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata

terhadap kejadian gejala penyakit di Kabupaten Bandung Barat dengan ketinggian

1.200 m dpl. Hal ini diduga terjadi karena pada kondisi lingkungan dengan suhu

rendah, gejala virus tidak terlihat dengan jelas sehingga pada saat pengamatan

tidak ikut di skoring. Sementara pemberian seluruh perlakuan berpengaruh nyata

Perlakuan

Bandung Barat Konawe

Kejadian

penyakit

(%)

Intensitas

penyakit

(%)

EI

(%)

Kejadian

penyakit

(%)

Intensitas

penyakit

(%)

EI

(%)

x ± St.dev x ± St.dev x ± St.dev x ± St.dev

A 53,86 ± 7,89 19,58b ± 2,34 14,70 25,67c ± 8,50 9,09c ± 3,26 33,85

B 58,00 ± 5,23 21,62ab ± 2,02 5,82 28,80bc ± 6,39 10,07bc ± 2,32 26,81

C 58,04 ± 5,41 22,24a ± 1,86 3,12 32,56b ± 5,09 11,31b ± 1,89 17,76

D 59,53 ± 6,75 22,95a ± 3,10 38,79a ± 6,21 13,75a ± 2,32

Page 36: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

22

terhadap gejala penyakit di Kabupaten Konawe dengan ketinggian 55 m dpl. Hal

ini diduga karena pada derah dengan kondisi lingkungan sinar matahari yang

cukup menyebabkan gejala terlihat jelas pada saat pengamatan. Menurut Akin

(2006) bahwa timbulnya penyakit yang dipengaruhi oleh virus dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain tanaman inang, virus yang bersifat virulensidan

kondisi lingkungan.

Adanya keberadaan Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam dilapangan

dikarenakan banyaknya jenis inang virus, benih yang terinfeksi serta serangga

vektor kutu daun penular Potyvirus (Miftakhurohmah dan Noveiza, 2015).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Noveriza et al. (2017) melaporkan

bahwa kejadian gejala penyakit mosaik rata-rata yang terendah pada tanaman

nilam varietas ‘Sidikalang’ akibat infeksi Potyvirus terdapat pada perlakuan

nanopestisida minyak serai wangi konsentrasi 1% yaitu sebesar 42,15% di

Provinsi Jawa Barat dan 47,85% di Provinsi Banten.

Berbeda dengan kejadian gejala penyakit mosaik, pemberian nanopestisida

minyak serai wangi 1%, pestisida serai wangi komersil dan insektisida sintetis

berpengaruh nyata di kedua lokasi penelitian. Hal ini diduga karena kandungan

bahan aktif dari setiap perlakuan menunjukkan efikasi dari bahan aktif yang

terkandung di dalamnya sehingga mampu menekan intensitas penyakit mosaik

dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus. Reitz et al. (2008)

melaporkan bahwa geraniol dari Cymbopogon flexuosus dan Melaleuca

alternifolia dapat menekan virus Spotted wild virus patogen pada tomat.

Minyak serai wangi dapat berfungsi sebagai antibakteri dan antivirus.

Senyawa pada minyak serai wangi tersususn oleh beberapa senyawa senyawa

fenol, saponin, flavonoid dan terpen yang diduga memliki daya hambat terhadap

bakteri (Suprianto, 2008). Menurut Noveriza (2013) bahwa persentase

penghambatan minyak serai wangi terhadap Potyvirus asal nilam bogor pada

konsentrasi 1,2% mencapai 89,78%. Selain karena bahan aktif yaang terkandung

dalam nanopestisida minyak serai wangi 1% yang dapat menekan virus secara

alami tanaman juga memiliki kapasitas untuk mengenali dan mengaktifkan

pertahanan terhadap infeksi virus (Schoeltz, 2006).

Hasil uji lanjut DMRT terhadap parameter kejadian gejala penyakit mosaik di

Page 37: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

23

Kabupaten Konawe dan dan Kabupaten Konawe menunjukkan bahwa perlakuan

A tidak berbeda nyata dengan perlakuan B. Perlakuan A berbeda nyata dengan

perlakuan C dan D, hal ini diduga karena jenis pestisida yang digunakan pada

perlakuan C yaitu insektisida sintetis yang hanya mampu mengendalikan serangga

vektornya. Rata-rata parameter kejadian gejala penyakit mosaik di Kabupaten

Bandung Barat dan Kabupaten Konawe yang terendah berturut-turut terdapat pada

perlakuan A yaitu 53,86% dan 25,67%. Sementara rata-rata parameter intensitas

serangan penyakit mosaik pada tanaman nilam terendah pada perlakuan A yaitu

19,58% di Kabupaten Bandung Barat dan 9,09% di Kabupaten Konawe.

Rendahnya rata-rata kejadian penyakit dan intesitas penyakit mosaik pada

perlakuan A diduga karena kandungan bahan aktif pada perlakuan A yang

berukuran nano (203,1 nm) dapat langsung menyerap pada permukaan daun nilam

dan menuju patogen target, sehingga perlakuan A memberikan peranan lebih baik

dalam menekan kejadian gejala penyakit dan intensitas serangan penyakit mosaik

pada tanaman nilam, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan

perlakuan B. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Noveriza et al.

(2017) bahwa formula nanoemulsi minyak serai wangi memberikan peranan lebih

baik dalam menekan virus mosaik jika dibandingkan dengan formula serai wangi

bukan nano. Menurut Khan dan Rizvi (2014) bahwa nanopartikel dapat mencapai

virus atau target karena ukurannya yang ultra kecil.

Tingkat efikasi atau efektivitas (EI) tertinggi terhadap penyakit mosaik di

Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe adalah perlakuan A yaitu

14,7% dan 33,85%. Tingginya nilai efikasi pada perlakuan nanopestisida minyak

serai wangi menunjukkan bahwa bahan aktif yang terkandung dari perlakuan

tersebut efektif untuk menekan penyakit mosaik pada tanaman nilam baik di

Kabupaten Bandung Barat sebagai dataran tinggi dan Kabupaten Konawe dataran

rendah. Selain kandungan dari bahan aktif, ukuran droplet juga mempengaruhi

kestabilan dan efikasi dari suatu pestisida. Noveriza et al. (2017) melaporkan

bahwa efikasi nanopestisida dipengaruhi oleh ukuran droplet dan emulsifier yang

terkandung dari suatu pestisida.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Noveriza et al. (2017) bahwa

nilai efikasi nanopestisida minyak serai wangi konsnetrasi 1% lebih tinggi yaitu

Page 38: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

24

12,12-48,55% di Provinsi Banten dan 6,38-20,63% di Provinsi Jawa Barat. Hal ini

sama dengan penelitian ini bahwa perlakuan nanopestisida minyak serai wangi

1% memiliki nilai efikasi tertinggi di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten

Konawe. Akan tetapi nilai efikasi di Kabupaten Konawe sebagai dataran rendah

lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bandung Barat. Hal ini dikarenakan

intensitas serangan penyakit di Kabupaten Konawe lebih rendah. Kondisi

lingkungan tanaman tumbuh diduga menyebabkan intensitas serangan penyakit di

Kabupaten Konawe lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Bandung

Barat. Ketika virus telah menginfeksi maka kondisi lingkungan akan

mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi virus dan perkembangan gejala

menjadi berat atau tidak bergejala (infeksi laten) (Akin,2006).

Menurut akin (2006) bahwa kondisi lingkungan yang menyebabkan tanaman

rentan terhadap infeksi virus antara lain ketersediaan hara dan air yang tidak

menghambat pertumbuhan tanaman, sinar matahari yang sedang sampai rendah

dan suhu yang berkisar 18°C-30°C. Berkaitan dengan suhu, diketahui bahwa

selama penelitian suhu di Kabupaten Konawe berkisar 22,6°C-31,9°C. Kisaran

suhu ini dianggap berpengaruh negatif terhadap infeksi virus karena besar

kemungkinan kisaran suhu tersebut merupakan kisaran suhu dimana tanaman

dapat tumbuh dengan baik sebelum proses infeksi atau menyebabkan

perkembangan virus terhambat. Selain itu, gejala infeksi virus pada tanaman dapat

terlihat jelas.

Suhu mempengaruhi perkembangan gejala penyakit oleh infeksi virus juga

dilaporkan Chellappan et al., (2005) bahwa gemini virus pada tanaman ubi kayu

gejalanya akan berkurang pada daun-daun muda ketika terjadi peningkatan suhu

dari 25°C ke 30°C. Menurut Trisilawati dan Hadipoentyanti (2015) bahwa

wilayah yang direkomendasikan untuk tanaman nilam varietas ‘Patchoulina 2’

agar menghasilkan produksi yang baik adalah pada dataran rendah sampai dengan

dataran sedang yaitu pada ketinggian 100-700 mdpl. Penelitian ini dilakukan di

dua wilayah yaitu dataran dataran tinggi 1.200 mdpl (Kabupaten Bandung Barat)

dan dataran rendah ketinggian 55 mdpl (Kabupaten Konawe). Hal ini diduga

menyebabkan tingginya intensitas serangan penyakit di Kabupaten Bandung Barat

dibandingkan dengan intensitas serangan penyakit di Kabupaten Konawe.

Page 39: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

25

Potyvirus mampu menginfeksi berbagai tanaman inang, baik tanaman

monokotil atau dikotil. Menurut Noveriza et al. (2012) bahwa infeksi Potyvirus

pada tanaman nilam bersifat sistemik dibuktikan dengan adanya gejala mosaik

pada plantlet yang diperoleh dari eksplan batang terminal. Hal ini sesuai dengan

penelitian ini bahwa gejala mosaik pada tanaman nilam yang terinfeksi Potyvirus

tampak pada daun yang baru muncul (pucuk). Menurut Akin (2006) bahwa virus

menyebar dalam tanaman dari sel ke sel melalui plasmodesmata (jarak pendek)

dan melalui jaringan pembuluh floem (jarak panjang).

4.2. Vektor Penyebab Penyakit Mosaik pada Nilam di Kabupaten Bandung

Barat dan Kabupaten

Parameter penelitian yang diamati untuk mengetahui vektor penyakit mosaik

pada tanaman nilam di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe

meliputi kejadian kerusakan dan intensitas kerusakan daun menggulung pada

tanaman nilam. Hasil analisis statistik menunjukkan seluruh perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap kejadian kerusakan dan intensitas kerusakan daun

menggulung pada tanaman nilam varietas ‘Patchoulina 2’ di Kabupaten Bandung

Barat dan di Kabupaten Konawe (P>0,05) (Lampiran 7, 8, 9 & 10). Rata-rata

kejadian kerusakan dan intensitas kerusakan daun menggulung pada seluruh

perlakuan di Kabupaten Bandung Barat adalah >1,40% dan>0,40%, sementara di

Kabupaten Konawe adalah >4,60% dan >1,20% (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-rata persentase kejadian kerusakan, intensitas kerusakan daun

menggulung dan tingkat efikasi pada tanaman nilam di Kabupaten

Bandung Barat dan Kabupaten Konawe

Keterangan: (A) nanopestisida minyak serai wangi 1%; (B) pestisida serai wangi

komersil; (C) insektisida sintetis; (D) kontrol; (EI) tingkat efikasi. abc superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0,05).

Perlakuan

Bandung Barat Konawe

Kejadian

penyakit

(%)

Intensitas

penyakit

(%)

EI

(%)

Kejadian

penyakit

(%)

Intesitas

penyakit

(%)

EI

(%)

x ± St.dev x ± St.dev x ± St.dev x ± St.dev

A 1,57 ± 1,43 0,43 ± 0,37 39,88 5,92 ± 2,04 1,61 ± 0,62 12,67

B 2,62 ± 2,58 0,71 ± 0,68 1,72 4,95 ± 2,22 1,32 ± 0,58 28,41

C 1,49 ± 2,06 0,48 ± 0,62 33,90 4,69 ± 1,82 1,20 ± 0,48 34,66

D 2,61 ± 2,46 0,71 ± 0,70 6,88 ± 1,39 1,84 ± 0,35

Page 40: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

26

Pemberian nanopestisida minyak serai wangi 1% dan pestisida serai wangi

komersil menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian kerusakan

dan intenistas kerusakan daun menggulung pada tanaman nilam di Kabupaten

Bandung Barat dengan ketinggian 1.200 m dpl dan di Kabupaten Konawe dengan

ketinggian 55 m dpl. Hal ini diduga kerana daya racun yang dimiliki

nanopestisida minyak serai wangi 1% terhadap kutu daun rendah (tidak langsung

mematikan) dan daya kerja yang dimiliki juga lambat, sehingga perlakuan yang

diberikan belum mampu menekan kejadian kerusakan dan intensitas kerusakan

daun menggulung yang disebabkan oleh serangan kutu daun A.gossypii. Menurut

Nechiyana et al. (2011) bahwa adanya pengaruh ketahanan dari tubuh serangga

menyebabkan konsentrasi yang diberikan tidak berpengaruh nyata.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Noveriza et al. (2017) melaporkan

bahwa nanopestisida minyak serai wangi konsentrasi 2% lebih efektif dalam

menekan kejadian kerusakan dan intensitas kerusakan daun menggulung pada

tanaman nilam varietas ‘Sidikalang’ dibandingkan dengan konsentrasi lainnya.

Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa daya hambat nanopestisida dengan

konsentrasi 1% rendah (tidak dapat mematikan langsung). Sehingga belum

mampu menekan kejadian kerusakan dan intensitas kerusakan daun menggulung

pada tanaman nilam varietas ‘patchoulina 2’. Hal ini menunjukkan semakin tinggi

konsentrasi yang diberikan maka akan semakin mampu menekan kejadian

kerusakan dan intensitas kerusakan daun menggulung

Hasil tidak berpengaruh nyata juga ditunjukkan oleh insektisida sintetis dan

pestisida serai wangi komersil. Hal ini diduga karena adanya ketahanan diri dari

tubuh serangga menyebabkan interval penyemprotan yang diberikan yaitu 1 bulan

sekali belum mampu menekan kejadian kerusakan dan intensitas kerusakan daun

menggulung pada tanaman nilam. Menurut Prijono (1999) bahwa kekurangan

penggunaan minyak atsiri pada pestisida yaitu daya kerja yang lambat dan

persistensi senyawa aktif pada pestisida rendah untuk bertahan dilingkungan,

sehingga untuk mencapai pengendalian yang maksimum diperlukan aplikasi

berulang-ulang.

Peneltian yang dilakukan oleh Mardiningsih et al. (2010) melaporkan bahwa

insektisida sintetis berbahan aktif deltrametrin efektif menekan A.gossypii

Page 41: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

27

penyebab kerusakan daun menggulung. Hal ini tidak sama dengan perlakuan

insektisida sintetis berbahan aktif deltrametrin yang digunakan, karena belum

mampu menekan kejadian kerusakan daun mengulung pada penelitian ini. Akan

tetapi rata-rata kejadian kerusakan daun menggulung pada tanaman nilam

terendah di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe terdapat pada

perlakuan insektisida sintetis yaitu 1,49% dan 4,69%, walaupun secara statistik

perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata. Sementara rata-rata intensitas

kerusakan daun menggulung pada tanaman nilam terendah terdapat nanopestisida

minyak serai wangi yaitu 0,43% di Kabupaten Bandung Barat dan perlakuan

insektida sintetis yaitu 1,20% di Kabupaten Konawe, walaupun secara statistik

perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata.

Tingkat efikasi tertinggi terhadap vektor penular penyakit mosaik di

Kabupaten Bandung Barat sebagai dataran tinggi terdapat pada perlakuan

nanopestisida serai wangi 1% yaitu 39,88% dan di Kabupaten Konawe sebagai

dataran rendah terdapat pada perlakuan insektisida sintetis yaitu 34,66%.

Tingginya tingkat efikasi pada perlakuan nanopestisida minyak serai wangi di

Kabupaten Bandung Barat dikarenakan intenistas kerusakan daun menggulung

pada tanaman nilam lebih rendah, walaupun hasilnya tidak berpegaruh nyata. Hal

ini menunjukkan bahwa bahan aktif dari nanopestisida minyak serai wangi

berpotensi menekan serangan kutu daun A.gossypii. Menurut Soenang (2016)

senyawa sitronella yang terkandung dalam minyak serai wangi bersifat sebagai

racun dehidrasi dan racun kontak. Menurut Nechiana et al. (2011) bahwa senyawa

sitronella mampu menurunkan aktivitas makan kutu daun A.gossypii secara

perlahan dan akhirnya mati.

Kondisi lingkungan diduga mempengaruhi keberadaan kutu daun A.gossypii

dilapangan. Febriyanti (2010) melaporkan bahwa suhu 26°C mempengaruhi

kepadatan populasi A.cracicivora mencapai 83,62 individu per tanaman.

Berkaitan dengan suhu tersebut bahwa selama penelitian suhu di Kabupaten

Bandung Barat berkisar antara 16°C-22,3°C, suhu tersebut diduga berpengaruh

negatif terhadap keberadaan kutu daun A.gossypii sehingga intensitas kerusakan

daun menggulungnya lebih rendah dibandingkan dengan intensitas kerusakan di

Page 42: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

28

Kabupaten Konawe. Suhu optimum yang dibutuhkan oleh A.gossypii untuk

bereproduksi adalah suhu dengan kisaran 21°C-27°C (Capinera, 2007).

Keberdaan vektor dilapangan berperan dalam penyebaran virus karena selain

membawa virus ke tanaman, vektor dapat menularkan vektor dapat menularkan

virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat (Agrios, 2005). Menurut Noveriza et al.

(2012a) bahwa Potyvirus pada tanaman nilam ditularkan oleh A.gossypii secara

non persisten. Penularan virus oleh vektor serangga secara non persisten terjadi

bila virus bertahan dalam tubuh serangga dalam waktu yang sangat singkat,

beberapa menit atau jam. Kemudian vektor segera kehilangan daya infeksinya

setelah menginokilasi tanaman sehat.

4.7. Uji Serologi dengan Metode ELISA

Pengamatan gejala di lapangan tidak cukup dalam menentukan virus

penyebab suatu penyakit pada tanaman, karena gejala yang diduga disebabkan

oleh virus pada saat pengamatan bisa saja disebabkan oleh adanya patogen lain,

toksisitas dari serangga maupun adanya pengaruh biotik seperti kelebihan atau

kekurangan unsur hara, stress lingkungan dan sebagainya (Agrios 2005). Oleh

karena itu deteksi serologi ELISA dilakukan guna mendekteksi keberadaan

Potyvirus. Pengujian sampel dengan metode ELISA dilakukan terhadap 400

tanaman pada saat sebelum aplikasi perlakuan dan setelah aplikasi perlakuan pada

tanaman nilam (Tabel 9 dan 10).

Tabel 9. Deteksi Serologi Potyvirus sebelum aplikasi di Kabupaten Bandung

Barat dan Kabupaten Konawe

Kode perlakuan Bandung Barat Konawe

Nilai Absorban Hasil Nilai Absorban Hasil

Kontrol negatif 0,1535

0,1510

Kontrol positif 0,5425

1,4590

A 0,2928 Positif 0,9720 Positif

B 0,4601 Positif 0,8598 Positif

C 0,4029 Positif 0,8276 Positif

D 0,4438 Positif 1,0236 Positif

Keterangan: (A) nanopestisida minyak serai wangi 1%; (B) pestisida serai wangi

komersil; (C) insektisida sintetis; (D) kontrol.

Positif Potyvirus (apabila nilai absorbansi sampel 1,5 kali lebih besar

dibandingkan kontrol negatif)

Hasil deteksi serologi menggunakan uji Enzym Linked Immunosorbent Assay

Page 43: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

29

(ELISA) sebelum apliaksi pada tanaman nilam menunjukkkan bahwa sampel

tanaman nilam di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe positif

mengandung Potyvirus penyebab penyakit mosaik (Tabel 10). Hal ini dibuktikan

dengan nilai absorbansi sampel nilam di Kabupaten Bandung Barat dan

Kabupaten Konawe pada masing-masing perlakuan 1,5 kali lebih besar

dibandingkan kontrol negatif. Nilai absorbansi sampel positif di Kabupaten

Konawe lebih tinggi dibandingkan dengan Bandung Barat diduga kerana serangan

kutu daun A. gossypii di Kabupaten Konawe lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa deteksi ELISA sampel nilam setelah

aplikasi juga menunjukkan bahwa semua sampel tanaman nilam positif

mengandung Potyvirus (Tabel 10). Malole (1988) menyatakan bahwa penggunaan

metode ELISA dimulai sejak diketahui bahwa protein termasuk antigen virus

dapat melekat pada sumuran microplate, dengan demikian antigen atau antibodi

dapat diabsorbsi pada permukaan microplate untuk tujuan identifikasi.

Tabel 10. Deteksi Potyvirus setelah aplikasi di Kabupaten Bandung Barat dan

Kabupaten Konawe

Kode perlakuan Bandung Barat Konawe

Nilai Absorban Hasil Nilai Absorban Hasil

Kontrol negatif 0,1035

0,1205

Kontrol positif 0,9340

1,8175

A 0,8592 Positif 1,4993 Positif

B 0,8065 Positif 1,3399 Positif

C 0,8203 Positif 1,4854 Positif

D 0,6946 Positif 1,3956 Positif

Keterangan: (A) nanopestisida minyak serai wangi 1%; (B) pestisida serai wangi

komersil; (C) insektisida sintetis; (D) kontrol.

Positif (apabila nilai absorbansi sampel 1,5 kali lebih besar

dibandingkan kontrol negatif)

Selain ditandai dengan tingginya nilai absorbansi, nilam positif Potyvirus

juga ditandai dengan adanya perubahan warna (kuning hingga kuning terang).

Perbedaan intensitas perubahan warna pada hasil uji ELISA menunjukkan

konsentrasi partikel virus yang terkandung dalam sap (cairan daun nilam yang

terinfeksi) sehingga warna kuning lebih terang mengindikasikan bahwa partikel

virus lebih banyak dibandingkan dengan intesnitas warna kuning lebih rendah,

namun pada dasarnya semua sampel yang yang menunjukkan perubahan warna

Page 44: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

30

menjadi kuning adalah positif mengandung Potyvirus (Wahyuni, 2005). Nilai

absorbansi nilam setelah aplikasi lebih tinggi dibandingkan absorbansi nilam

sebelum aplikasi (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi yang dilakukan

pada tanaman nilam perlu diperpendek waktunya dari 1 bulan sekali menjadi 2

minggu sekali agar nanopestisida serai wangi dapat lebih menginduksi ketahanan

tanaman nilam terhadap Potyvirus.

Infeksi Potyvirus pada sampel tanaman nilam setelah aplikasi menunjukkan

bahwa perlakuan nanopestisida minyak serai wangi 1% tidak dapat membasmi

tetapi dapat mengendalikan Potyvirus dilapangan dengan mengurangi kejadian

gejala dan intensitas serangan penyakit mosaik oleh Potyvirus. Adanya Potyvirus

dilapangan bukan hanya ditularkan oleh kutu daun A. gossypii tetapi juga

penggunaan bahan tanaman nilam melalui stek tanaman yang sudah terinfeksi

dapat menyebabkan virus menyebar dengan cepat (Miftahkhurohmah dan

Noveriza 2015).

4.8. Bobot Terna Basah dan Terna Kering

Panen nilam dilakukan sebanyak satu kali pada saat umur tanaman 6 bulan

setalah tanam di lapangan. Tanaman nilam pada umumnya sekali tanam dapat

dipanen sebanyak 3 kali yaitu panen pertama dilakukan setelah umur tanaman 6

bulan kemudian pada panen kedua dan ketiga dilakukan setelah 4 bulan

berikutnya. Berdasarkan hasil analisis statistik bahwa semua perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman (bobot terna basah dan terna

kering) di Kabupaten Bandung dan Konawe (Lampiran 11,12,13 & 14 ). Hal ini

diduga karena efek penyakit mosaik terhadap produksi nilam lebih terlihat pada

panen kedua dan ketiga karena setelah dipanen tanaman membutuhkan daun yang

sehat untuk melakukan fotosintesa agar tumbuh dan betunas kembali dengan

cepat. Mahendra et al. (2017) melaporkan bahwa infeksi virus dengan gejala

mosaik mempengaruhi hasil panen pada tanaman tomat. Berikut ini perhitungan

bobot terna basah dan bobot terna kering (Tabel 11).

Page 45: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

31

Tabel 11. Bobot Terna Basah dan Bobot Terna Kering di Kabupaten Bandung

Barat dan Kabupaten Konawe

Kode

Perlakuan

Bandung Barat Konawe

Bobot terna

basah (g/tan)

Bobot terna

kering (g/tan)

Bobot terna

basah (g/tan)

Bobot terna

kering (g/tan)

A 268,64 84,62 305, 62 165,06

B 282,63 92,60 317,72 158,27

C 281,84 91,45 325,41 173,11

D 246,71 80,55 335,19 190,26

Keterangan: (A) nanopestisida minyak serai wangi 1%; (B) pestisida serai wangi

komersil; (C) insektisida sintetis; (D) kontrol.

Rata-rata bobot terna basah dan bobot terna kering di Bandung Barat berkisar

antara 246,71-282,63 g/tan 80,55-92,60 g/tan. Sementara di Konawe berkisar

antara 305,62-335,19 g/tan dan 158,27-190,26. Penelitian sebelumya Noveriza et

al. (2012b) melaporkan bahwa serangan Potyvirus pada tanaman nilam dapat

menurunkan bobot terna basah dan terna kering masing-masing mencapai 34,65%

dan 40,42%. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi virus dapat menyebabkan

terjadinya penurunan produksi (bobot terna basah dan bobot terna kering).

Terjadinya gejala mosaik yang disebabkan oleh virus dapat menyebabkan

terganggunya proses fotosintesis yang pada akhirnya dapat berakibat pada

pertumbuhan dan penurunan hasil tanaman (Mahendra et al., 2017).

Berdasarkan hasil perhitungan persentase kehilangan hasil dari penelitian

pada beberapa perlakuan yaitu nanopestisida minyak serai wangi 1% (Perlakuan

A), pestisida serai wangi komersil (Perlakuan B) dan insektisida sintetis komersil

(Perlakuan C) dibandingkan dengan kontrol (perlakuan D) di Kabupaten Bandung

Barat masing-masing berturut-turut sebesar 5,05%, 14,55% dan 13,53%,

sementara di Kabupaten Konawe masing-masing berturut-turut sebesar 13,24%,

16,81% dan 9,01%. Tanaman yang terinfeksi virus biasanya akan mengalami

penurunan bobot terna produksi. Penurunan bobot terna basah dan tena kering

terjadi akibat adanya gangguan sistem metabolisme. Penurunan hormon tumbuh

yang dihasilkan tanaman disertai dengan penurunan jumlah klorofil merupakan

pengaruh umum yang terjadi pada tanaman yang terinfeksi vrius. Hal ini lah yang

menyebabkan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan tanaman yang berdampak

pada biomassa tanaman (Agrios, 2005).

Page 46: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

32

4.9 Produksi minyak Rendemen Minyak dan Kadar Patchouli Alkohol pada

Tanaman Nilam

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi minyak yang

dihasilkan setelah proses penyulingan pada setiap perlakuan di Kabupaten

Bandung Barat dan Kabupaten Konawe berkisar antara 0,50 ml-0,59 ml dan 0,21

ml-0,26 ml, akan tetapi rata-rata produksi minyak tertinggi di dua lokasi

penelitian tersebut yaitu terdapat pada perlakuan insektisida sintetis (Perlakuan

C). Sementara hasil rendemen minyak yang dihasilkan oleh tanaman nilam pada

setiap perlakuan di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe berkisar

antara 0,78%-86% dan 1,26%-1,86%, akan tetapi rata-rata rendemen tertinggi di

dua lokasi yaitu terdapat pada perlakuan nanopestisida minyak serai wangi 1%

(Tabel 12).

Tabel 12. Produksi minyak, rendemen minyak dan kadar patchouli alkohol pada

tanaman nilam

Kode

Perlakuan

Bandung Barat Konawe

Produksi

minyak/tan

(ml)

Rendemen

minyak

(%)

Kadar

PA

(%)

Produksi

minyak/tan

(ml)

Rendemen

minyak

(%)

Kadar

PA

(%)

A 0,53 0,86 30,99 0,21 1,86 32,77

B 0,57 0,78 31,40 0,25 1,47 31,20

C 0,59 0,83 31,02 0,26 1,26 30,87

D 0,50 0,81 30,56 0,23 1,78 31,19

Keterangan: (A) nanopestisida minyak serai wangi 1%; (B) pestisida serai wangi

komersil; (C) insektisida sintetis; (D) kontrol.

Hariyani et al. (2015) melaporkan bahwa rendemen minyak dipengaruhi oleh

umur pemanenan, semakin lama kesempatan tanaman nilam untuk hidup dan

tumbuh. Jumlah daun tanaman nilam akan semakin meningkat dengan umur

panen yang semakin bertambah. Sedangkan rendemen atau kadar minyak yang

paling tinggi terdapat pada tiga pasang daun bagian atas (Santoso, 2007). Karena

daun bagian atas adalah daun paling muda yang proses sintesisnya paling aktif

dan didukung dengan semakin luasnya permuakaan daun nilam menangkap

cahaya matahari secara maksimal. Semakin tinggi proses sintesis maka minyak

yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Menurut Sandes et al. (2012), minyak

nilam dihasilkan pada kelenjer yang terdapat pada bagian mesofil daun.

Pada dasarnya seluruh bagian tanaman nilam seperti akar, batang, tangkai dan

daun mengandung minyak atsiri, namun kadar kandungannya berbeda. Akar dan

Page 47: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

33

batang tanaman nilam mengandung minyak dengan mutu yang terbaik, tetapi

kandungan minyaknya hanya sedikit. Kandungan minyak yang terbanyak terdapat

pada daun nilam (Santoso, 2007). Selain produksi dan rendemen minyak nilam,

Kadar PA (Patchouli alkohol) juga merupakan salah satu parameter yang

menentukan mutu minyak nilam.

Kadar PA yang terkandung dalam minyak nilam pada setiap perlakuan di

Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Konawe yaitu >30%. Kadar PA

tertinggi di Kabupaten Bandung Barat terdapat pada perlakuan B (pestisida

berbahan aktif serai wangi) yaitu sebesar 31,40%. Sementara kadar PA di

Kabupaten Konawe tertinggi terdapat pada tanaman nilam yang diberikan

perlakuan A (nanopestisida minyak serai wangi 1%) yaitu sebesar 32,77% (Tabel

14).

Standar internasional untuk mutu terbaik minyak nilam adalah dengan kadar

patchouli alkohol minimal 38% (Essential Oil Associa-tion of USA, 1975), dan

>30% (SNI 06-2385-2006). Dengan demikian berarti kadar patchouli alkohol

dalam minyak nilam yang dihasilkan dalam penelitian ini baik di Kabupaten

Bandung Barat dan Kabupaten Konawe sudah memenuhi standar mutu SNI 06-

2385-2006 untuk minyak nilam, namun belum memenuhi syarat untuk kadar

patchouli alkohol menurut Es-sential Oil Association (EOA).

Noveriza et al. (2012b) melaporkan bahwa serangan Potyvirus penyebab

gejala mosaik pada tanaman nilam dapat menurunkan produksi kadar minyak

nilam hingga 9,09% dan patchouli alkohol sebesar 5,06%. Menurut Maeda et al.

(1999), penyebab menurunnya kadar minyak pada tanaman yang terinfeksi virus

karena siklus sesquiterpene pada kelenjer minyak mesofil terganggu oleh

keberadaan virus. Pada jaringan tanaman yang terinfeksi Potyvirus akan dapat

ditemukan badan inklusi yang berbentuk silindris dan cakram yang merupakan

hasil agregasi protein virus (Agrios, 2005).

Page 48: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

34

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian nanopestisida minyak Serai

wangi 1% efektif untuk menekan Potyvirus penyebab penyakit mosaik dan

serangga vektor kutu daun A. gossypii sebagai penular Potyvirus pada tanaman

nilam terutama varietas ‘Patcoulina 2’ dengan nilai efikasi yaitu sebesar 14,70%

dan 39,88% di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (dataran tinggi) dan 33,85%

dan 12,67% di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (dataran rendah).

5.2. Saran

Adapun saran dari penelitian ini yaitu memperbanyak interval aplikasi

nanopestisida minyak serai wangi 1% mejadi 2 minggu sekali, agar efektivitasnya

lebih meningkat terhadap vektornya.

Page 49: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

35

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, N. (2005). Plant pathology: Fifth Edition. New York: Elsevier Academic

Press.

Aini, M.N.N., Said, M.I., Nazlina, I., Hanina, M.N. Ahmad, I. (2006). Screening

for antiviral activity of sweet lemon grass (Cymbopogon nardus L.) fractions.

Journal of Biological Sciences. 6(3), 507-510.

Akin, H. M. 2006. Virologi tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Amilia, E., B. Joy, & Sunardi. (2016). Residu pestisida pada tanaman hortikultura

(Studi kasus di Desa Cihanjuang Rahayu Kecamatan Parongpong Kabupaten

Bandung Barat). Jurnal Agrikultura. 27(1), 23-29.

Entheology. (2002). Pogostemon cablin. Entheology.com [diakses pada 10 Maret

2019].

Chen, C., Qian, Y., Chen, Q., Tao, C., Li, C. Li, Y. (2011). Evaluation of pesticide

residues in fruits and vegetables from Xiamen. Food Control. (22), 1114-

1120.

Chellappan P, R. Vanitharani, F. Obge & C.M. Fauquet. 2005. Effect of

temperatur on Geminivirus-induced RNA silencing in plants. Journal Plant

Physiolog. 138(4), 1828-1841.

Chhipa, H. (2017). Nanopesticide : Current status and future possibilities.

Aricultur Research and Thecnoloy. 5(1), 10-13.

Dadang. (2006). Pengenalan pestisida dan teknik aplikasi. Workshop Hama dan

Penyakit Tanaman Jarak. 33-45.

DAI. (2017). Data atsiri. Jakarta: Dewan Atsiri Indonesia

Febriyanti. (2010). Kepadatan populasi kutu daun (Aphis craccivora Koch) pada

tanaman kacang panjang di Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji Padang.

Jurnal Sainstek. 2(2), 110-114.

Fikri, E., O. Setiani, Nurjazuli. (2012). Hubungan paparan pestisida dengan

kandunganarsen (As) dalam urin dan kejadian anemia. Jurnal Kesehatan

Lingkungan Indonesia. 11(1), 29-37.

Filho, P.E.M., R.O. Resende, M.I. Lima, E.W. Kitajima. (2002). Patchouli virus x,

a new Potexvirus from Pogostemon clabin. Annals of Applied Biology. 141,

267–274.

Page 50: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

36

Gama, M.I.C.S., E.W. Kitajima, & M.T. Lin. (1982). Properties of a tobacco

necrosis virus isolate from Pogostemon patchouli in Brazil. Phytopathology.

72(5), 529-532.

Hadipoentyanti, E. (2014). Patchoulina nilam unggul toleran layu bakteri. Warta

Litbang Pertanian. 3(5), 4-5.

Hampton, R.O., A. Jensen, & G.T. Hagel. (2005). Attributes of Bean yellow

mosaic Potyvirus transmission from clover to snap beans by four species of

aphids (Homoptera: Aphididae). Journal Econ. Entomol. 98(6), 1816-1823.

Hariyani, Widaryanto, E. Herlina, N. (2015). Pengaruh umur panen terhadap

rendemen dan kualitas minyak atsiri tanaman nilam (pogostemon cablin

benth.). Jurnal proteksi tanaman. 3(3), 205-211

Hartono, S. S. Subandiyah. (2006). Pemurnian dan deteksi serologi Patchouli

mottle virus pada Tanaman Nilam. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia

12(2), 74-82.

Hasan, A. Taufik, M. S, Gusnawaty, H. Sarawa. (2014). Uji kisaran inang

Potyvirus penyebab mosaik nilam (Pogostemon cablin (blanco) Benth) asal

Sulawesi Tenggara. Jurnal Agroteknos. 4(3), 194-201.

Hull, R. (2002). Matthews’ Plant Virology. Fourth Edition. Academic Press.

California.

Khan, M.R. & Rizvi, T.F. (2014) Nanotechnology: Scope and application in plant

disease management. Journal of Plant Pathology. 13(3): 214–231.

Maeda, E. Miyake, H. Tomaru, K. (1999). Ultrastructure of mesophyll glands

secreting the aromatic subtances in patchouli leaves. Plants Prody Scient.

2(3), 213-220.

Mahendra, I, B, G. Phabiola, T,A. & Yuliadhi, K,A. (2017). Pengaruh infeksi

beberapa jenis virus terhadap penurunan hasil produksi tanaman tomat

(Solanum lycopersicum Mill.) di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta, Kecama

tan Payangan, Kabupaten Gianyar. Jurnal Agroekoteknologi. 6(3), 301-309.

Malole, MB. (1988). Virologi. Bogor: IPB University Press.

Mangun, H. M. S., (2008). Nilam. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mardiningsih, T.L., C. Sukmana, N. Tarigan,S. Suriati. (2010). Efektivitas

insektisida nabati berbahan aktif azadirachtin dansaponin terhadap mortalitas

dan intensitas serangan Aphis gossypii Glover. Bul. Littro. 21, 171–183.

Mariana, M. Noveriza, R. (2013). Potensi minyak atsiri untuk mengendalikan

Potyvirus pada tanaman nilam. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 9(2), 53–58.

Page 51: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

37

Miftakhurohmah. Noveriza R. (2015). Virus nilam: identifikasi, karakter biologi

dan fisik serta upaya pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 34, 1-8.

Miftakhurohmah, G. Suastika, T. Asmira. (2013). Deteksi secara serologi dan

molekuler beberapa jenis virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada

tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.). Jurnal Littri. 19(3), 130-138.

Nechiyana, Sutikno. A. Salbiah, D. (2011). Penggunaan ekstrak daun pepaya

(Carica papaya L.) untuk mengendalikan hama kutu daun (Aphis gossypii G.)

pada tanaman cabai (Capsicum annum L.). Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Riau.

Noveriza, R., Suastika, G., Hidayat, S.H. Kartosuwondo, U. (2012a). Potyvirus

associated with mosaic disease on patchouli (Pogostemon cablin Benth.)

plants in Indonesia. Jurnal ISSAAS. 18(1), 131-146.

Noveriza, R., Suastika, G., Hidayat, S.H. Kartosuwondo, U. (2012b). Pengaruh

infeksi virus mosaik terhadap produksi dan kadar minyak tiga varietas nilam.

Bul Littro. 23(1), 93-101.

Noveriza, R., G. Suastika, S.H. Hidayat, U. Kartosuwondo. (2012c). Eliminasi

Potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam (Pogostemon

cablin Benth.) dengan kultur meristem apikal dan perlakuan panas. Jurnal

Littri. 18(1), 107–114.

Noveriza, R., Suastika, G., Hidayat, S. H. Kartosuwondo, U. (2012). Penularan

Potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam melalui vektor

Aphis gossypii. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 8(3), 65.

Noveriza, R. Mariana, M. (2017). Keefektifan formula nanoemulsi minyak serai

wangi terhadap Potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam.

Bul Littro. 47-56.

Noveriza, R., Mariana, M., Mardiningsih T. L., & Yiliani S. (2017). Efficiency

formulation of nano biopesticides citronella against mosaic virus on patchouli

and its vektor in the field. International Conference of Essential Oil (ICEO).

1-9.

Nuryani, Y. (2005). Pelepasan varietas unggul nilam. Warta peneltian dan

pengembangan tananan nilam industri. 11(1), 1-3.

Nuryani, Y, Emmyzar & Wiratno. (2006). Budidaya tanaman nilam (Pogostemon

cablin Benth). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Prijono, D. (1999). Prospek dan strategi pemanfaatan insektisida alami dalam

PHT. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Inektisida Alami.

Pusat Kajian PHT. IPB. Bogor. 1-7

Page 52: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

38

Rao EVS, G. Rao, M.R. Narayana, & S. Ramesh. (1997). Influence of Shaded on

Yield Quality of Patchouli. Ind.Pref. 41, 164-166.

Reitz SR, Maiorino G, Olson S, Sprenkel R, Crescenzi A, Momol MT. (2008).

Interesting plant essential oils and kaolin for the sustainable management of

thrips and Tomato spotted wilt virus on tomato. Plant Disease. 92, 878–886.

Rukmana, R. (2003). Nilam, prospek agribisnis dan teknik budi daya. Penerbit

Kanisius, Yogyakarta.

Sahwalita Herdiana, N. (2015). Budidaya nilam dan produksi minyak atsiri.

Biodiversity and Climate Change Projec (BIOCLIME). Palembang.

Saenong, M. S. (2016). Tumbuhan indonesia potensial sebagai insektisida nabati

untukmengendalikan hama kumbang bubuk jagung (Sitophilus spp.). Jurnal

litbang pertanian. 35(3), 131-142.

Santoso, H.B. (2007). Bertanam nilam. Yogyakarta.: Kanisius.

Sandes SS, Blank AF, Botanico MP, Blank MFA, Vasconcelos JNC, Mendonca

SAD. (2012) . Estruturas secretoras foliares em patchouli (Pogostemon cablin

(Blanco) Benth.). Scientia Plena. 8(5), 1-6.

Sastry K.S. & Vasanthakumar T. (1981). Yellow mosaic of Patchouli

(Pogostemon patchouli) in India.Current Science. 50(17), 767-768.

Singh, M & Guleria. (2012). Effect of cultivars and fertilizer levels on growth,

yield and quality of patcoli [Pogostemon cablin (Blanco) Benth.] under

shaded condition. Journal of Spices and Aromatic Crops. 21(12), 174-177.

Singh, M.K., V. Chandel, V. Hallan, R. Ram, & A.A. Zaidi. (2009). Occurrence

of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-free patchouli plants

by meristem tip culture. J. Pla Dis. Prot. 116(1), 2–6.

Solans, C., Izquierdo, P., Nolla, J., Azemar, N. & García-celma, M.J. (2005).

Nano-emulsion. Current Opinion in Colloid and Interface Science. 10, 102–

110.

Sukamto, I.B. Rahardjo, and Y. Sulyo. (2007). Detection of Potyvirus on

patchouli plant (Pogostemon cablin Benth.) from Indonesia. Proceeding of

International Seminar on Essential Oil. Indonesian Essential Oil Council,

Jakarta. 72-77.

Sugimura, Y., B.F. Padayhag, M.S. Ceniza, N. Kamata, S. Eguchi, T.Natsuaki,

and S. Ouda. (1995). Essential oil production increasedby using virus-free

patchouli plants derived from meristem-tip culture. Plant Pathology. 44, 510–

515.

Page 53: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

39

Sumardiyono, Y.B., S. Sulandari, S. Hartono. (1995). Penyakit mosaik kuning

pada nilam (Pogostemon cablin). Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar

Ilmiah. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta. 912-916.

Suprianto. (2008). Potensi Ekstrak sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai

anti Streptococcus mutans. Skripsi. Fakultas Ilmu Matematika Dan

Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Schoeltz, J.E. (2006). Viral determinants of resistance versus susceptibility ‘in

Loebenstein, G & Carr, JP, (ed.), Natural resistance mechanisms of plants to

viruses. Dordrecht :Spinger pp. 13-43.

Shakeel, F., Baboota, S., Ahuja, A., Ali, J., Faisal, M.S. & Shafiq, S. (2008).

Stability evaluation of celecoxib nanoemulsion containing tween 80. Thai

Journal Pharmacy Scient. 32, 4-9.

Tuhumury,. G.N.C. Leatemia, J. A., Rumthe, R.Y. Hasinu, J.V. (2015). Residu

pestisida produk sayuran segar di kota ambon. Agrologia. 2(1), 99-105.

Tjitrosoepomo G. (2007). Morfologi tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Tribun News Aceh. (2018). Harga minyak nilam turun, petani lesu. Aceh.

Tribunnews.com. [diakses pada 10 juni 2018].

Trisilawati, O., E. Hadipoentyanti. (2015). Budidaya tanaman yang baik dan

benar. Bogor: Sirkuler Informasi Teknologi Tanaman Rempah dan Obat

Trizelia. (2001). Pemanfaatan Bacillus thuringiensis untuk pengendalian

Crocidolomia binotalis Zell (Lepidotera: Pyralidae). Jurnal Agrikultura. 19

(3), 184-190.

Wahyuni, W.S. (2005). Dasar-dasar virologi tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University press.

Williamson, E.M. (2007). The medicinal use of essential oils and their

components for treating lice and mite infestations. Natural Product

Communications. 2(12), 1303-1310.

WHO. (2008). Pesticides, children’s health and the environment who training

package for the health sector. World Health Organization. [Diakses pada

tanggal 7 april 2018].

Zaim, M., A. Ali., J. Joseph, and F. Khan. (2013). Serological and molecular

studies of a novel virus isolate causing yellow mosaic of patchouli

Pogostemon cablin (Blanco) Benth. Plos ONE 8 . (12), 1–10.

Page 54: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

40

LAMPIRAN

Lampiran 1. Desain Bagan Rancangan Percobaan di Kabupaten Bandung Barat

Page 55: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

41

Lampiran 2. Desain Bagan Rancangan Penelitian di Kabupaten Konawe

49 m

Page 56: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

42

Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik Kejadian Gejala Penyakit Mosaik di

Kabupaten Bandung Barat

Uji Anova

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 541,743a 12 45,145 1,090 ,406

Intercept 131591,871 1 131591,871 3177,615 ,000

Perlakuan 177,868 3 59,289 1,432 ,255

Ulangan 363,875 9 40,431 ,976 ,481

Error 1118,128 27 41,412

Total 133251,742 40

Corrected Total 1659,871 39

Lampiran 4. Hasil Analisis Statistik Intensitas Serangan Penyakit Mosaik di

Kabupaten Bandung Barat

Uji Anova

Uji Duncan

Perlakuan N Subset

1 2

Nanopestisida 10 19,5780

Pestisida komersil 10 21,6170 21,6170

Insektisida sintetis 10 22,2360

Kontrol 10 22,9510

Sig. ,079 ,270

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 99,352a 12 8,279 1,327 ,260

Intercept 18654,193 1 18654,193 2990,733 ,000

Perlakuan 63,171 3 21,057 3,376 ,033

Ulangan 36,181 9 4,020 ,645 ,749

Galat 168,408 27 6,237

Total 18921,953 40

Corrected Total 267,760 39

Page 57: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

43

Lampiran 5. Hasil Analisis Statistik Kejadian Gejala Penyakit Mosaik di

Kabupaten Konawe

Uji Anova

Uji Duncan

Perlakuan N Subset

1 2 3

Nanopestisida 10 25,6730

Pestisida

komersil 10 28,8050 28,8050

Insektisida

sintetis 10 32,5610

Kontrol 10 38,7900

Sig. ,254 ,174 1,000

Source Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1580,308a 12 131,692 3,648 ,003

Intercept 39582,343 1 39582,343 1096,487 ,000

Perlakuan 954,795 3 318,265 8,816 ,000

Ulangan 625,514 9 69,502 1,925 ,091

Error 974,679 27 36,099

Total 42137,331 40

Corrected Total 2554,988 39

Page 58: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

44

Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik Intensitas Serangan Penyakit Mosaik di

Kabupaten Konawe

Uji Anova

Source Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 216,372a 12 18,031 3,722 ,002

Intercept 4889,405 1 4889,405 1009,269 ,000

Perlakuan 121,567 3 40,522 8,365 ,000

Ulangan 94,805 9 10,534 2,174 ,057

Error 130,802 27 4,845

Total 5236,579 40

Corrected Total 347,174 39

Uji Duncan

Perlakuan N Subset

1 2 3

Nanopestisida 10 9,0950

Pestisida komersil 10 10,0650 10,0650

Insektisida sintetis 10 11,3130

Kontrol 10 13,7510

Sig. ,333 ,216 1,000

Page 59: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

45

Lampiran 7. Hasil Analisis Statistik Kejadian Kerusakan Daun Menggulung di

Kabupaten Bandung Barat

a. Uji Krusakal Wallis

Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Intensitas Kerusakan Daun Menggulung di

Kabupaten Bandung Barat

Uji Kruskal Wallis

Perlakuan N Mean Rank

Kejadian kerusakan

daun menggulung

Nanopestisida 10 19,15

Pestisida komersil 10 24,20

Insektisida sintetis 10 15,15

Kontrol 10 23,50

Total 40

Test Statisticsa,b

Kejadian kerusakan daun menggulung

Chi-Square 3,891

Df 3

Asymp. Sig. ,273

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Perlakuan N Mean Rank

Intensitas kerusakan

daun menggulung

Nanopestisida 10 18,75

Pestisida komersil 10 23,70

Insektisida sintetis 10 16,55

Kontrol 10 23,00

Total 40

Test Statisticsa,b

Intensitas kerusakan daun menggulung

Chi-Square 2,575

Df 3

Asymp. Sig. ,462

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Page 60: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

46

Lampiran 9. Hasil Analisis Statistik Kejadian Kerusakan Daun Menggulung di

Kabupaten Konawe

Uji kruskal Wallis

Perlakuan N Mean Rank

Kejadian kerusakan

daun menggulung

Nanopestisida 10 20,50

Pestisida komersil 10 15,80

Insektisida sintetis 10 16,40

Kontrol 10 29,30

Total 40

Test Statisticsa,b

Kejadian kerusakan daun menggulung

Chi-Square 2,230

Df 3

Asymp. Sig. ,360

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Intensitas Kerusakan Daun Menggulung di

Kabupaten Konawe

Uji Kruskal Wallis

Perlakuan N Mean Rank

Intensitas kerusakan

daun menggulung

Nanopestisida 10 21,00

Pestisida komersil 10 16,70

Insektisida sintetis 10 15,15

Kontrol 10 29,15

Total 40

Test Statisticsa,b

Intensitas kerusakan daun menggulung

Chi-Square 2,450

Df 3

Asymp. Sig. ,340

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Page 61: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

47

Lampiran 11. Hasil Statistik Bobot Terna Basah di Kabupaten Bandung Barat

Uji Anova

Lampiran 12. Hasil Statistik Bobot Terna Kering di Kabupaten Bandung Barat

Ui Anova

Source Type III Sum

of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model 10019,440a 12 834,953 2,241 ,040

Intercept 304888,267 1 304888,267 818,225 ,000

Perlakuan 980,714 3 326,905 ,877 ,465

Ulangan 9038,725 9 1004,303 2,695 ,022

Error 10060,783 27 372,622

Total 324968,490 40

Corrected Total 20080,223 39

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 71477,841a 12 5956,487 3,977 ,001

Intercept 2919878,489 1 2919878,489 1949,703 ,000

Perlakuan 8029,180 3 2676,393 1,787 ,173

Ulangan 63448,660 9 7049,851 4,707 ,001

Error 40435,250 27 1497,602

Total 3031791,580 40

Corrected Total 111913,091 39

Page 62: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

48

Lampiran 13. Hasil Statistik Bobot Terna Basah di Kabupaten Konawe

Uji Kruskal Waliis

Test Statisticsa,b

Bobot terna basah

Chi-Square ,610

df 3

Asymp. Sig. ,894

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Lampiran 14. Hasil Statistik Bobot Terna Kering di Kabupaten Konawe

Uji Kruskal Wallis

Perlakuan N Mean Rank

Bobot terna

kering

Nanopestisida 10 20,20

Pestisida komersil 10 19,10

Insektisida sintetis 10 19,10

Kontrol 10 23,60

Total 40

Test Statisticsa,b

Bobot terna kering

Chi-Square ,997

df 3

Asymp. Sig. ,802

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Perlakuan N Mean Rank

Bobot terna basah

Nanopestisida 10 20,00

Pestisida komersil 10 20,60

Insektisida sintetis 10 18,70

Kontrol 10 22,70

Total 40

Page 63: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

49

Lampiran 15. Persiapan Benih Nilam

Benih Nilam Proses Stek Nilam

Benih nilam disungkup Benih nilam siap ditanam

Lahan Tanam Lahan Tanam

Di Kabupaten Bandung Barat Di Kabupaten Konawe

Page 64: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

50

Lampiran 16. Proses Kegiatan Lapangan

Proses Penanaman Pengambilan sampel

Pengamatan Gejala Penyakit Aplikasi Nanopestisida

Proses Panen

Page 65: VALIDASI EFEKTIVITAS NANOPESTISIDA MINYAK ...repository.uinjkt.ac.id/.../47664/1/NURAINI-FST.pdfNuraini, Validasi Efektivitas Nanopestisida Minyak Nanopestisida terhadap Potyvirus

51

Lampiran17. Deteksi Virus secara Serologi dengan Metode ELISA

Penimbangan sampel daun Sampel daun digerus

Sampel ekstraksi daun dalam plat mikrotiter Perubahan warna sampel

Microplate reader MP96 UV-SAFAS MONOCO