Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

30
REFOR DAN PENGUAT I. PENDAHULUAN Hukum dan mas lain. Berlakunya huku dengan masyarakat. P menggambarkan beta Chamblis dan Seidman yang telah dirumuskan tetap dibutuhkan adan walaupun diskresi yan yang dimiliki oleh apa keadilan yang ingin kehidupan masyarakat kepentingan penguasa 1 Makalah disampaik Hukum di Indonesia”, pada 2 Jaksa Agung Republi 3 Mochtar Kusumaatma 4 Satjipto Rahardjo, Mem JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA RMASI PENEGAKAN HUKUM TAN KELEMBAGAAN DI LING KEJAKSAAN RI 1 Oleh: Basrief Arief 2 syarakat adalah suatu hal yang tidak bisa um itu berlangsung di dalam suatu tatana Pameo bangsa Romawi yang menyatakan ub apa eratnya hubungan antara hukum dan n, bahwa suatu masyarakat yang secara mu n secara jelas adalah suatu ideal yang aga nya diskresi para pejabat penegak hukum ng berlebihan yang didasarkan pada kebeba arat penegak hukum dapat menyebabkan k dicapai oleh hukum, bahkan bisa memba t. 4 Masyarakat menghendaki hukum tidak la a, ataupun kepentingan politik walaupun kan dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan te a tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jak ik Indonesia. adja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung mbedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas Media Nusantara 1 M GKUNGAN dipisahkan satu sama an sosial yang disebut ubi societas ibi us telah masyarakat. 3 Menurut urni diatur oleh hukum ak sulit dicapai, karena dalam penerapannya, asan dan kelonggaran ketimpangan akan rasa awa kehancuran bagi agi menjadi alat untuk banyak faktor di luar ema “Reformasi Penegakan karta. g: Alumni, 2006, hlm. 3. a, 2006, hlm. 65.

Transcript of Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

Page 1: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

REFORMASI PENEGAKAN HUKUM

DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN

Hukum dan masyarakat adalah sua

lain. Berlakunya hukum itu

dengan masyarakat. P

menggambarkan betapa eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat.

Chamblis dan Seidman, bahwa suatu masyarakat yang secara murni diatur oleh hukum

yang telah dirumuskan secara jelas adalah suatu ideal yang

tetap dibutuhkan adanya diskresi para pejabat penegak hukum dalam penerapannya,

walaupun diskresi yang berlebihan yang didasarkan pada kebebasan dan kelonggaran

yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dapat menyebabkan ketimpangan akan rasa

keadilan yang ingin dicapai oleh hukum, bahkan bisa membawa kehancuran bagi

kehidupan masyarakat.

kepentingan penguasa, ataupun kepe

1 Makalah disampaikan dalam

Hukum di Indonesia”, pada tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta.2 Jaksa Agung Republik Indonesia

3 Mochtar Kusumaatmadja,

4 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

REFORMASI PENEGAKAN HUKUM

DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN

KEJAKSAAN RI1

Oleh:

Basrief Arief2

Hukum dan masyarakat adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama

lain. Berlakunya hukum itu berlangsung di dalam suatu tatanan so

dengan masyarakat. Pameo bangsa Romawi yang menyatakan ubi societas ibi

menggambarkan betapa eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat.

mblis dan Seidman, bahwa suatu masyarakat yang secara murni diatur oleh hukum

yang telah dirumuskan secara jelas adalah suatu ideal yang agak sulit dicapai, karena

tetap dibutuhkan adanya diskresi para pejabat penegak hukum dalam penerapannya,

kresi yang berlebihan yang didasarkan pada kebebasan dan kelonggaran

leh aparat penegak hukum dapat menyebabkan ketimpangan akan rasa

keadilan yang ingin dicapai oleh hukum, bahkan bisa membawa kehancuran bagi

kehidupan masyarakat.4 Masyarakat menghendaki hukum tidak lagi menjadi alat untuk

kepentingan penguasa, ataupun kepentingan politik walaupun banyak faktor di luar

Makalah disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Reformasi Penegakan

Hukum di Indonesia”, pada tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta.

Jaksa Agung Republik Indonesia.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2006, hlm. 3.

Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006, hlm. 65.

1

REFORMASI PENEGAKAN HUKUM

DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN

hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama

berlangsung di dalam suatu tatanan sosial yang disebut

ubi societas ibi us telah

menggambarkan betapa eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat.3 Menurut

mblis dan Seidman, bahwa suatu masyarakat yang secara murni diatur oleh hukum

agak sulit dicapai, karena

tetap dibutuhkan adanya diskresi para pejabat penegak hukum dalam penerapannya,

kresi yang berlebihan yang didasarkan pada kebebasan dan kelonggaran

leh aparat penegak hukum dapat menyebabkan ketimpangan akan rasa

keadilan yang ingin dicapai oleh hukum, bahkan bisa membawa kehancuran bagi

at menghendaki hukum tidak lagi menjadi alat untuk

tingan politik walaupun banyak faktor di luar

(FGD) dengan tema “Reformasi Penegakan

Hukum di Indonesia”, pada tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta.

Bandung: Alumni, 2006, hlm. 3.

, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006, hlm. 65.

Page 2: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

2

hukum yang turut menentukan bagaimana hukum senyatanya dijalankan. Fenomena ini

harus direspon secara positif oleh setiap aparatur penegak hukum untuk terus menerus

berupaya meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan penegakan hukum yang konsisten

dan konsekuen yang berkeadilan dapat terwujud.

Reformasi secara gramatikal diartikan sebagai membentuk, menyusun, dan

mempersatukan kembali.5 Secara lebih sederhana reformasi berarti perubahan format,

baik pada struktur maupun aturan main (rule of the game) ke arah yang lebih baik. Pada

kata reformasi terkandung pula dimensi dinamik berupa upaya perombakan dan

penataan yakni perombakan tatanan lama yang korup dan tidak efisien (dismantling the

old regime) dan penataan suatu tatanan baru yang lebih demokratik, efisien, dan

berkeadilan sosial (reconstructing the new regime). Selain itu, kata reformasi memuat

nilai-nilai utama yang menjadi landasan dan harapan proses bernegara dan

bermasyarakat. Sedangkan penegakan hukum dalam bahasa Inggris disebut dengan

“Law Enforcement”. Menurut Black’s Law Dictionary, Law Enforcement diartikan sebagai

“The act of putting something such as a law into effect; the execution of law ; the

carriying out of a mandate or command.6 Secara sederhana Muladi menyatakan bahwa

penegakan hukum (law enforcement) merupakan usaha untuk menegakkan norma-

norma hukum dan sekaligus nilai-nilai yang ada di belakang norma tersebut. Dengan

demikian para penegak hukum harus memahami benar-benar spirit hukum (legal spirit)

yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan dan dalam hal ini akan

berkaitan dengan pelbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-

undangan (law making process).7

Reformasi penegakan hukum merupakan jawaban terhadap bagaimana hukum di

Indonesia diselenggarakan dalam kerangka pembentukan negara hukum yang dicita-

citakan. Hukum mengemban fungsi ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan hidup,

nilai-nilai budaya dan nilai keadilan. Selain itu, hukum mengemban fungsi instrumental

yaitu sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas,

sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana

5 W.T.Cunningham, Nelson Contemporary English Dictionary, Canada: Thompson and Nelson Ltd, 1982, hlm. 422.

6 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, St. Paul Minesota: West Publishing, 1990.

7 Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cet. II, Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, 2002, hlm. 69.

Page 3: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

3

pendidikan serta pengadaban masyarakat dan sarana pembaharuan masyarakat

(mendorong, mengkanalisasi dan mengesahkan perubahan masyarakat).8

Reformasi penegakan hukum idealnya harus dilakukan melalui pendekatan sistem

hukum (legal system). Sudikno Mertokusomo mengartikan sistem hukum adalah suatu

kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan

bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.9 Menurut Lawrence M.

Friedman, dalam setiap sistem hukum terdiri dari 3 (tiga) sub sistem, yaitu sub sistem

substansi hukum (legal substance), sub sistem struktur hukum (legal structure), dan sub

sistem budaya hukum (legal culture).10 Substansi hukum meliputi materi hukum yang

diantaranya dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Struktur hukum,

menyangkut kelembagaan (institusi) pelaksana hukum, kewenangan lembaga dan

personil (aparat penegak hukum). Sedangkan kultur hukum menyangkut perilaku

(hukum) masyarakat. Ketiga unsur itulah yang mempengaruhi keberhasilan penegakan

hukum di suatu masyarakat (negara), yang antara satu dengan lainnya saling bersinergi

untuk mencapai tujuan penegakan hukum itu sendiri yakni keadilan. Salah satu sub

sistem yang perlu mendapat sorotan saat ini adalah struktur hukum (legal structure). Hal

ini dikarenakan struktur hukum memiliki pengaruh yang kuat terhadap warna budaya

hukum. Budaya hukum adalah sikap mental yang menentukan bagaimana hukum

digunakan, dihindari, atau bahkan disalahgunakan. Struktur hukum yang tidak mampu

menggerakkan sistem hukum akan menciptakan ketidakpatuhan (disobedience) terhadap

hukum. Dengan demikian struktur hukum yang menyalahgunakan hukum akan

melahirkan budaya menelikung dan menyalahgunakan hukum. Berjalannya struktur

hukum sangat bergantung pada pelaksananya yaitu aparatur penegak hukum.

Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah

luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak

langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum. Dari pengertian luas tadi, dia lebih

membatasi pengertiannya yaitu kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam

bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi

8 Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal. 189.

9 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1991, hlm. 102.

10 Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, 2

nd Edition (Hukum Amerika: Sebuah Pengantar,

Penerjemah: Wisnu Basuki), Jakarta: Tatanusa, 2001, hlm. 6-8.

Page 4: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

4

juga peace maintenance. Dengan demikian mencakup mereka yang bertugas di bidang-

bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan.11

Membahas penegakan hukum tanpa menyinggung segi manusia yang menjalankan

penegakannya, merupakan pembahasan yang steril sifatnya. Apabila membahas

penegakan hukum hanya berpegangan pada keharusan-keharusan sebagaimana

tercantum dalam ketentuan-ketentuan hukum, maka hanya akan memperoleh gambaran

yang stereotipis yang kosong. Membahas penegakan hukum menjadi berisi apabila

dikaitkan pada pelaksanaan yang konkret oleh manusia.

Penegakan hukum dalam konteks hukum pidana dilaksanakan melalui sistem

peradilan pidana (SPP) yang pelaksanaannya terdiri dari setidaknya 4 (empat)

komponen, yakni Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Pemasyarakatan. Keempat

komponen tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berfungsi tidaknya suatu lembaga pelaksana peradilan

pidana pada prinsipnya berpengaruh pada fungsi lembaga lain. Dalam posisi inilah

Sistem Peradilan Pidana yang dicanangkan dalam KUHAP tersebut menjadi sebuah

Sistem Peradilan Pidana Terpadu (integrated criminal justice system).

II. KEJAKSAAN RI DAN PERANNYA DALAM REFORMASI PENEGAKAN HUKUM

Untuk mewujudkan hukum sebagai ide-ide ternyata dibutuhkan suatu organisasi

yang cukup kompleks. Negara yang harus campur tangan dalam perwujudan hukum

yang abstrak ternyata harus mengadakan pelbagai macam badan untuk keperluan

tersebut. Dalam kaitan itu, negara membentuk lembaga-lembaga penegak hukum,

diantaranya adalah lembaga Kejaksaan, suatu lembaga yang tugas pokoknya melakukan

penuntutan. Sebagai komponen dari salah satu elemen sistem hukum, Kejaksaan

mempunyai posisi sentral dan peranan yang strategis di dalam suatu negara hukum.12

Posisi sentral dan peranan yang strategis ini karena Kejaksaan berada di poros dan

menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan.

Disamping itu, Kejaksaan memiliki tugas sebagai pelaksana penetapan dan putusan

pengadilan. Oleh karena itu, eksistensi Kejaksaan dalam upaya penegakan hukum

11

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2007, hlm. 19. 12

Marwan Effendy, Kejaksaan dan Penegakan Hukum, Jakarta: Timpani Publishing, 2010, hlm. 28.

Page 5: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

5

diharapkan untuk selalu meningkatkan kinerjanya secara profesional, berintegritas,

transparan dan akuntabel.

Tugas dan wewenang Kejaksaan RI, secara normatif ditegaskan dalam Pasal 30

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia:

(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

a. Melakukan penuntutan;

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,

putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat;

d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-

undang;

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat

bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau

pemerintah.

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut

menyelenggarakan kegiatan:

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;

c. Pengamanan peredaran barang cetakan;

d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan

negara;

e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Selain itu berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Kejaksaan dapat

diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Sebagai sebuah organisasi besar, yang terus tumbuh dan berkembang di tengah

perkembangan pemikiran dan wawasan masyarakat, Kejaksaan terus menjadi pusat

Page 6: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

6

perhatian masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum.

Kecaman dan soroton negatif terhadap aparat Kejaksaan, tidak pula mengurangi

tingginya ekspektasi masyarakat terhadap penegakan supremasi hukum yang dilakukan

Kejaksaan.

Dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Kejaksaan bersama-sama dengan

lembaga penegak hukum lainnya mempunyai peran masing-masing dalam melakukan

reformasi penegakan hukum di Indonesia. Kejaksaan sebagai salah satu sub sistem

dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu juga tidak dapat bekerja sendiri sehingga dalam

upaya meningkatkan kerjasama, koordinasi dan sinergitas dengan penegak hukum

lainnya, misalnya melalui Nota Kesepahaman (MoU) atau Surat Kesepakatan Bersama

(SKB) dengan Ketua Mahkamah Agung, Kapolri, Ketua KPK dan Menteri Huku dan HAM

serta dengan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penegakan hukum.

Upaya yang dilakukan Kejaksaan dalam rangka reformasi penegakan hukum

tersebut diantaranya adalah dengan menetapkan beberapa program kerja dan program

percepatan (quick wins) penanganan perkara.

Program kerja tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yaitu program jangka pendek

(satu tahun atau kurang dari satu tahun); program jangka menengah (satu tahun

sampai dua tahun); dan program jangka panjang (lebih dari dua tahun).

Program jangka pendek, bentuk kegiatan:

• Penetapan kebijakan strategis penanganan perkara (pidana umum dan pidana

khusus);

• Pengembangan website Kejaksaan;

• Pengembangan fasilitas pengaduan masyarakat melalui website Kejaksaan RI.

Program jangka menengah, bentuk kegiatan:

• Implementasi kebijakan strategis tentang percepatan penanganan Perkara Pidana

Umum dan Pidana Khusus pada keempat satuan kerja pilot project;

• Pembenahan infrastruktur SIMKARI (Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan

Republik Indonesia) pada keempat satuan kerja pilot project dalam upaya

mendukung sistem online proses percepatan dan penanganan Perkara Pidana Umum

dan Pidana Khusus;

• Pembenahan infrastruktur SIMKARI pada keempat Satuan Kerja Pilot Project dalam

upaya mendukung sistem online penanganan pengaduan masyarakat.

Page 7: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

7

Program jangka panjang, bentuk kegiatan:

• Pembenahan infrastruktur SIMKARI pada seluruh unit kerja Kejaksaan Tinggi dan

Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia dalam upaya mendukung sistem online

proses percepatan penanganan perkara pidana umum dan pidaana khusus;

• Pembenahan infrastruktur SIMKARI pada seluruh unit kerja Kejaksaan Tinggi dan

Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia dalam upaya mendukung sistem online

penanganan pengaduan masyarakat;

• Menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sistem aplikasi SIMKARI;

• Melaksanakan entri data melalui aplikasi SIMKARI secara serentak di seluruh

Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri;

• Penetapan dan pelaksanaan program percepatan dan optimalisasi yang tidak hanya

meliputi pidum, pidsus dan pengawasan, akan tetapi juga akan dilakukan

pengembangan pada perdata dan tata usaha negara, intelijen dan pembinaan.

Adapun program percepatan (quick wins) merupakan program yang mengawali

proses Reformasi Birokrasi Kejaksaan Republik Indonesia dengan hasil akhir berupa

perbaikan pada ketatalaksanaan produk utama Kejaksaan sehingga mempu membangun

kepercayaan masyarakat terhadap Institusi Kejaksaan. Tujuan akhir program percepatan

(quick wins) yaitu:

1. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan (Public Trust Building);

2. Menciptakan perubahan pola pikir, budaya kerja dan perilaku Aparatur Kejaksaan

(Change, Mindset work culture, behaviour);

3. Perbaikan Produk Utama Kejaksaan melalui peningkatan kinerja penanganan perkara

dan pengaduan masyarakat (Improvement of Bussiness Process/ Core Bussiness).

Program percepatan (quick wins) dicanangkan bersamaan dengan peluncuran

program Reformasi Birokrasi Kejaksaan pada bulan September 2008 meliputi 4 (empat)

program, yaitu:

1. Program percepatan dan optimalisasi penanganan perkara (Pidana Umum dan Pidana

Khusus);

2. Program Penerapan Sistem Teknologi Informasi (online) Penanganan Perkara (Pidana

Umum dan Pidana Khusus);

Page 8: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

8

3. Program Penerapan Sistem Teknologi Informasi (online) Lapdu;

4. Pengembangan Website Kejaksaan.

Program percepatan dan optimalisasi penanganan perkara (Pidana Umum dan

Pidana Khusus)

Program percepatan dan optimalisasi penanganan perkara (Pidana Umum dan Pidana

Khusus) dilakukan dengan cara:

Perkara Pidana Umum:

Melaksanakan kebijakan strategis pimpinan tentang percepatan dan optimalisasi

penanganan perkara Pidana Umum secara konsisten, seperti pedoman tuntutan pidana,

pendelegasian dan pengendalian RENTUT, meminimalisir bolak-baliknya perkara, dan

penyelesaian tunggakan SPDP dan P-21.

Tujuan dari penerapan percepatan dan optimalisasi penanganan perkara pidana umum

adalah:

• Penyelesaian penanganan perkara yang lebih cepat, efektif, efisien dan terkendali

secara profesional dan proporsional.

• Kesetaraan penerimaaan dan penyelesaian hasil penyidikan yang lebih sederhana.

• Pedoman (kriteria) tuntutan pidana sebagai optimalisasi pemenuhan rasa keadilan

masyarakat.

• Pendelegasian kewenangan pengendalian Rentut pidana PK-TING.

• Meminimalisir bolak balik perkara serta tunggakan SPDP dan P-21.

Perkara Pidana Khusus:

Melaksanakan kebijakan strategis pimpinan tentang percepatan dan optimalisasi

penanganan perkara pidana khusus secara konsisten, seperti penetapan standar kinerja

penanganan perkara tindak pidana korupsi, pengendalian penanganan perkara tindak

pidana korupsi, penangguhan dan pengalihan jenis penahanan, mempercepat proses

penanganan perkara korupsi se-Indonesia, pembentukan satuan khusus penanganan

perkara tindak pidana korupsi, pembentukan satuan khusus supervisi dan bimbingan

teknis penuntutan perkara tindak pidana korupsi, perikanan dan ekonomi (cukai dan

kepabeanan).

Page 9: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

9

Tujuan dari penerapan percepatan dan optimalisasi penanganan perkara pidana khusus

adalah:

• Penanganan perkara korupsi lebih cepat, efektif, efesien, dan terkendali secara

profesional dan proporsional.

• Penanganan perkara korupsi lebih terukur melalui standar kinerja (jangka waktu).

• Optimalisasi pengembalian kerugian negara kualitas perkara.

• Efektifnya kegiatan dan penerangan hukum kepada masyarakat.

Program Penerapan Sistem Teknologi Informasi (online) Penanganan Perkara

(Pidana Umum dan Pidana Khusus)

Penanganan perkara pidana umum dan pidana khusus dengan memanfaatkan sistem

teknologi informasi (online) pada SIMKARI, akan menghasilkan data base penanganan

perkara serta memberi akses kepada masyarakat untuk mengetahui setiap

perkembangan penanganan perkara yang ditangani Kejaksaan yang pada akhirnya dapat

menciptakan akuntabilitas dan iklim transparansi.

Tujuan dari penerapan sistem online penanganan perkara pidum dan pidsus, yaitu:

• Administrasi perkara dapat dilaksanakan dengan lebih tertib sehingga membantu

mempercepat proses penanganan perkara.

• Mengurangi kemungkinan terjadinya “praktek menyimpang” dalam penanganan

perkara.

• Mempermudah proses monitoring status perkembangan penanganan perkara

termasuk kinerja perorangan, unit kerja maupun wilayah kerja.

• Meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas penanganan perkara.

• Mempermudah akses mayarakat untuk memonitor perkembangan kasus perkara

• Menciptakan perencanaan kerja dan proses pengambilan keputusan lebih cepat,

efektif dan efisien.

• Tersedianya bank data penanganan perkara yang up to date menuju pada e-

administration case (Elektronik Administrasi Perkara).

Program Penerapan Sistem Teknologi Informasi (online) Lapdu

Page 10: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

10

Penerapan laporan pengaduan (Lapdu) secara online, memungkinkan masyarakat untuk

menyampaikan pengaduan secara langsung terkait dugaan pelanggaran perilaku ataupun

ketidakprofesionalan Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya.

Tujuan dari penerapan sistem online Lapdu, yaitu:

• Tersedianya akses masyarakat untuk menyampaikan pengaduan melalui website

Kejaksaan RI.

• Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengontrol perilaku pegawai

Kejaksaan.

• Memungkinkan adanya transparansi kepada masyarakat, diantaranya masyarakat

dapat mengetahui perkembangan dan hasil penanganan Lapdu secara cepat dan up

to date.

• Meminimalisir kemungkinan terjadinya “praktek menyimpang” dalam penanganan

dan penyelesaian Lapdu.

• Adminsitrasi berkas Lapdu tertera dengan baik sehingga mempermudah pimpinan

dalam memonitor status perkembangan Lapdu.

• Transparansi dan akuntabilitas unit kerja pengawasan.

• Tersedianya bank data penanganan Lapdu yang up to date menuju pada e-

administration controller (Administrasi Elektronik Pengawasan).

Pengembangan Website Kejaksaan

Website Kejaksaan RI dibentuk karena kesadaran Kejaksaan untuk memenuhi kebutuhan

informasi publik akan Kejaksaan dan kinerjanya dalam rangka menyukseskan program

Reformasi Birokrasi yang telah dicanangkan.

Re-design terhadap website Kejaksaan meliputi penyederhanaan tampilan laman website

sehingga memudahkan pengunjung mengakses informasi yang dibutuhkannya. Selain

itu, juga dilakukan penambahan beberapa kanal yang lebih spesifik untuk informasi-

informasi tertentu seperti info perkara, kanal Kejati, laporan Pengaduan dan Daftar

Buronan.

Adapun website Kejaksaan Republik Indonesia adalah: www.kejaksaan.go.id

Page 11: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

11

Tujuan dari penerapan pengembangan website Kejaksaan, yaitu:

• Memudahkan akses masyarakat akan kebutuhan informasi yang berkaitan dengan

kinerja dan tugas pokok Kejaksaan.

• Informasi penanganan perkara (Pidum dan Pidsus) di website Kejaksaan sebagai

tindak lanjut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik.

• Upaya transparansi dan akuntabilitas kinerja Kejaksaan.

Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: KEP-014/A/JA/02/2010 tanggal 14

Pebruari 2010 tentang Tim Penguatan, Pengembangan dan Implementasi Program

Percepatan (Quick Wins) Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI, maka ditetapkan program

kerja Quick Wins tahun 2010 sebagai berikut:

1. Melakukan penguatan terhadap dua Kejati dan dua Kejari yang telah ditetapkan

sebagai satuan kerja pilot project pada tahun 2009 sehingga seluruh jaksa dapat

mengimplementasikan empat program Quick Wins secara konsisten, sistematik dan

terukur.

2. Melakukan pengembangan satuan kerja pilot project di 10 Kejati dan 4 Kejari.

3. Melakukan sosialisasi dan pendampingan dalam rangka penerapan program Quick

Wins di seluruh satuan kerja pilot project.

4. Melakukan implementasi serta monitoring dan evaluasi secara terukur terhadap

penerapan (implementasi) keempat program Quick Wins.

5. Mengembangkan dan menetapkan program Quick Wins di bidang pembinaan,

intelijen serta perdata dan tata usaha negara untuk dapat segera diimplementasikan

pada tahun 2011.

Tahun 2010 dilakukan pengembangan Program Quick Wins pada:

1. Bidang pembinaan

Program Quick Wins difokuskan pada data base kepegawaian dan keuangan

secara online.

2. Bidang Intelijen

Program Quick Wins difokuskan pada percepatan dan optimalisasi penyelesaian

penyelidikan intelijen dan cegah tangkal (cekal).

3. Bidang perdata dan tata usaha negara

Page 12: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

12

Program Quick Wins difokuskan pada percepatan dan optimalisasi penanganan

perkara perdata dan tata usaha negara (Datun).

III. PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN RI

Salah satu tuntutan masyarakat yang muncul setelah lahirnya gerakan reformasi

ialah adanya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut disuarakan masyarakat, mengingat praktek

penyelenggaraan negara pada masa sebelumnya dianggap kurang efektif, kurang efisien,

kurang transparan dan kurang akuntabel sehingga rawan terjadi praktek penyimpangan.

Menyikapi tuntutan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan

Ketetapan (TAP) MPR Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih

dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. TAP MPR tersebut kemudian

ditindaklanjuti dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Untuk melaksanakan kedua ketentuan di atas, seluruh lembaga negara terutama

lembaga penegak hukum dituntut untuk melakukan pembenahan dan penguatan

kelembagaan (birokrasi). Pembenahan dan penguatan birokrasi lembaga penegak

hukum, seperti lembaga Kejaksaan merupakan suatu keharusan guna memulihkan

kepercayaan masyarakat (public trust) dan meningkatkan citra institusi. Bagi Kejaksaan,

penguatan dan pembenahan birokrasi harus segera dilakukan mengingat beberapa tahun

terakhir Kejaksaan mendapat sorotan masyarakat karena kinerjanya dianggap belum

maksimal sehingga belum dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum sebagaimana

yang diharapkan oleh masyarakat. Pembenahan dan penguatan birokrasi Kejaksaan

harus dilakukan dan salah satunya adalah melalui Reformasi Birokrasi.

Reformasi birokrasi merupakan program kerja pemerintah yang secara tegas

diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025. Bab IV, butir 1.2 huruf E Angka 35

Lampiran Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2007 menyatakan bahwa “Pembangunan

Aparatur Negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan

profesionalisme Aparatur Negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik,

di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di

bidang-bidang lainnya.”

Page 13: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

13

Sebagai lembaga penegak hukum, kejaksaan masuk prioritas pertama lembaga

negara yang melaksanakan program Reformasi Birokrasi yang pelaksanaannya

dikoordinasikan oleh Kementerian PAN dan RB. Melalui reformasi birokrasi diharapkan

dapat terwujud tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui reformasi

birokrasi diharapkan dapat tercipta suatu organisasi modern yang mengutamakan

pelayanan publik dalam penegakan hukum melalui pembenahan sistem yang meliputi:

pembenahan kelembagaan, bisnis proses, dan sumber daya manusia. Melalui reformasi

birokrasi sekurang-kurangnya ingin diperoleh sebuah implementasi birokrasi yang di

dalamnya menggambarkan proses demokratisasi, efektivitas dan efisiensi birokrasi,

transparansi dan akuntabilitas, serta bertanggung jawab dalam kerangka memberikan

pelayanan prima kepada masyarakat.

A. Dari Agenda Pembaruan Menuju Reformasi Birokrasi.

Reformasi birokrasi pada hakekatnya adalah segala upaya untuk melakukan

perubahan kearah perbaikan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan untuk

mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Cikal bakal

lahirnya Reformasi Birokrasi Kejaksaan diawali dengan diluncurkannya Agenda

Pembaruan Kejaksaan dihadapan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada Hari

Bhakti Adhyaksa tanggal 22 Juli 2005. Agenda Pembaruan Kejaksaan disusun

dengan sitematika:13

1. Pembaharuan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan serta Sumber Daya Manusia

Pembaharuan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan serta SDM sangat penting

guna meningkatkan profesionalisme jaksa melalui pola rekrutmen CPNS dan

calon jaksa secara transparan dan akuntabel. Pembaharuan ini juga merupakan

mandat dari Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dan

Guidelines in The Role of Prosecutors and International Association of

Prosecutors, yang menekankan terwujudnya jaksa dan kejaksaan yang

profesional dan berintegritas.

2. Pembaharuan Organisasi dan Tata Kerja Intelijen

Pembaharuan Organisasi dan Tata Kerja intelijen dilakukan agar peran dan

fungsi intelijen kejaksaan dapat lebih optimal sehingga intelijen kejaksaan bukan

13

Basrief Arief, Penerapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dalam Pembaharuan Kejaksaan Guna

Mewujudkan Profesionalisme dan Integritas Aparatus Kejaksaan, makalah disampaikan dalam seminar Hari Bhakti

Adhyaksa ke-46 tanggal 11 Juli 2006 di Jakarta, hal. 7-8.

Page 14: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

14

hanya fokus pada penyelidikan perkara korupsi tetapi juga dapat menjadi indera

adhyaksa bagi bidang-bidang lainnya. Sehingga ancaman, ganggguan,

hambatan dan tantangan (AGHT) yang dihadapi oleh bidang-bidang lain dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya dapat diantisipasi dan diatasi dengan lebih

baik lagi sehingga pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar.

3. Pembaharuan Manajemen Umum

Pembaharuan ini meliputi urusan sarana dan prasarana, anggaran penanganan

perkara tertentu dan operasional lainnya, serta anggaran bagi peningkatan

kesejahteraan jaksa dan pegawai kejaksaan lainnya. Hal ini ditujukan untuk

menjamin tersedianya biaya operasional kejaksaan dalam menjalankan

fungsinya sebagai lembaga penegak hukum dan tercukupinya kesejahteraan

para jaksa dan aparatur kejaksaan, sehingga mereka dapat menajalankan tugas

dan fungsinya dengan baik.

4. Pembaharuan Manajemen Perkara

Pembaharuan manajemen perkara meliputi pengembangan Sistem Informasi

Penanganan Perkara untuk menjamin transparansi dan akses publik dalam

rangka mendorong penanganan perkara yang lebih profesional, transparan dan

akuntabel, serta peningkatan kerja sama antar instansi terkait terutama

terhadap penanganan kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat.

5. Pembaharuan Sistem Pengawasan Kejaksaan

Pembaharuan sistem pengawasan dimaksudkan untuk meningkatkan budaya

hukum di kalangan jaksa dan pegawai kejaksaan sehingga dapat meningkatkan

ethos kerja aparatur kejaksaan. Untuk itu, dalam program ini dikembangkan

Code of Conduct jaksa yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan

ada/tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa. Dalam program ini juga

dikembangkan mekanisme koordinasi antara jajaran Jaksa Agung Muda Bidang

Pengawasan dengan unit pengawasan eksternal seperti Komisi Kejaksaan.

Program-program di atas, merupakan program-progran prioritas terpilih yang

dapat dilakukan kejaksaan tanpa harus menunggu prakarsa lembaga negara

yang lain.

Page 15: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

15

Sebagai tindak lanjut dari Laporan Satu Tahun Pembaruan Kejakasaan pada

bulan Oktober 2006 dibentuk 7 (tujuh) kelompok kerja (Pokja) pembaruan

kejaksaan yang melibatkan masyarakat sipil (civil society), khususnya kalangan

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi. Ketujuh kelompok kerja

tersebut meliputi:

1. Pokja Pembaruan Ortala Kejaksaan;

2. Pokja Rekruitmen dan Pembinaan Karir;

3. Pokja Pendidikan dan Pelatihan (Diklat);

4. Pokja Pembaharuan Ortala Intelijen;

5. Pokja Penyusunan Kode Perilaku Jaksa (Code of Conduct) dan Standar Minimum

Profesi Jaksa (SMPJ);

6. Pokja Mekanisme dan Prosedur Pengawasan; dan

7. Pokja Comparative Study.

Agenda Pembaruan Kejaksaan menghasilkan 6 (enam) Peraturan Jaksa Agung

R.I. yang dikenal dengan nama Perja Pembaruan. Keenam Perja yang diterbitkan

pada tanggal 12 Juli 2007 tersebut, terdiri dari:

1. Perja Sistem Rekruitmen CPNS dan Calon Jaksa;

2. Perja Sistem Pembinaan Karir Pegawai;

3. Perja Sistem Pendidikan dan Pelatihan;

4. Perja Kode Perilaku Jaksa;

5. Perja Standar Minimum Profesi Jaksa; dan

6. Perja Sistem Penyelenggaraan Pengawasan.

Keenam bidang tersebut dianggap sebagai prioritas utama guna meningkatkan

profesionalitas, integritas dan kualitas jaksa. Dari Keenam Perja tersebut di atas, ada

4 (empat) Perja yang mengalami perubahan pada tahun 2009 yakni, Perja Sistem

Rekruitmen CPNS dan Calon Jaksa, Perja Sistem Pembinaan Karir Pegawai, Perja

Perja Sistem Pendidikan dan Pelatihan, dan Perja Sistem Penyelenggaraan

Pengawasan.

Pembaharuan kejaksaan dilakukan secara komprehensif melalui Program

Reformasi Birokrasi Kejaksaan yang diluncurkan kepada publik pada tanggal 18

September 2008. Tujuannya adalah untuk membangun profil dan membentuk

Page 16: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

16

perilaku pegawai kejaksaan yang berintegritas tinggi; berproduktifitas tinggi dan

bertanggung jawab; serta mengutamakan pelayanan masyarakat guna mewujudkan

birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Adapun sasaran

reformasi birokrasi kejaksaan adalah terwujudnya organisasi kejaksaan yang modern

yang mengutamakan pelayanan publik, ’right sizing’ (tepat ukuran dan tepat fungsi)

dengan prosedur kerja yang jelas demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang

baik (good governance).

Reformasi birokrasi kejaksaan mencakup 3 (tiga) aspek yaitu: kelembagaan

(organisasi); ketatalaksanaan (business process); dan sumber daya manusia

(aparatur).

1. Aspek Kelembagaan

Reformasi di bidang kelembagaan diperlukan untuk menata ulang struktur

organisasi kejaksaan agar terbentuk organisasi yang tepat fungsi dan tepat

ukuran (right sizing) sehingga tercipta organisasi modern yang mampu

mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi secara efektif, efisien, transparan dan

akuntabel serta lebih mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.

2. Aspek Ketatalaksanaan

Reformasi di bidang tata laksana diperlukan agar dalam setiap pelaksanaan

tugas dan fungsi baik itu yang sifatnya teknis yuridis maupun administratif

mempunyai panduan yang jelas sehingga hasil-hasilnya dapat terukur dengan

jelas. Reformasi ketetalaksanaan dilakukan dengan membangun sistem, proses,

dan prosedur kerja (SOP) yang jelas, tertib, tidak tumpang tindih, sesuai dengan

prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

3. Aspek Sumber Daya Manusia(SDM)

Reformasi aspek sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang yang

paling penting karena aspek inilah yang nantinya akan mengimplementasikan

atau menggerakan semua program reformasi birokrasi. Reformasi di bidang

SDM, meliputi 3 (tiga) hal, yaitu: perubahan pola pikir (mind set), perubahan

budaya kerja (culture set), dan perubahan tata laku (behavior).

a. Perubahan pola pikir (mind set)

Perubahan pola pikir (mind set), harus dilakukan oleh seluruh aparatur

kejaksaan mulai dari pimpinan paling atas sampai pegawai paling bawah.

Page 17: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

17

Pola pikir sebagai penguasa yang cenderung ingin mendapatkan pelayanan

harus diubah menjadi pelayanan masyarakat, karena pada dasarnya

aparatur kejaksaan merupakan abdi negara yang harus mengutamakan

pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya perubahan pola pikir

diharapkan aparatur kejaksaan memiliki sense of belonging, sense of

responsibility, dan sense of crisis dalam setiap melaksanakan tugas pokok,

fungi dan kewenangannya, khususnya dalam pelaksanaan penegakan

hukum.

b. Perubahan budaya kerja (culture set)

Perubahan budaya kerja (culture set) sangat erat kaitannya dengan rasa

tanggung jawab (sense of responsibility) terutama dalam pelaksanaan

tugas sehari-hari, khususnya dalam penggunaan waktu, anggaran,

peralatan dan lain sebagainya. Pegawai kejaksaan diharapkan selalu

berusaha untuk menambah wawasan dan meningkatkan kapabilitas

personilnya dengan tidak menunda-nunda pekerjaan dan berusaha sekuat

tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu dan

penggunaan anggaran yang sehemat dan secermat mungkin.

c. Perubahan tata laku (behavior)

Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, setiap pegawai kejaksaan harus

mempunyai perilaku yang terpuji, terutama pada saat menjalankan tugas

dan fungsinya. Aparatur kejaksaan harus mampu memberi tauladan kepada

masyarakat, terutama dalam hal ketaatan dan kepatuhan terhadap norma-

norma hukum yang berlaku . Jangan sampai sebagai aparat lembaga

penegak hukum, aparatur kejakaan justru melakukan pelangaran hukum.

B. Pelaksanaan dan Implementasi Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan

Dalam rangka melaksanakan dan mengimplementasikan reformasi birokrasi,

kejaksaan telah melaksanakan berbagai program, antara lain: program percepatan

(quick wins); penyusunan Profil Kejaksaan Tahun 2025; serta penataan sistem dan

restrukturisasi organisasi melalui kegiatan evaluasi kinerja, analisisi jabatan, evaluasi

jabatan, analisis beban kerja dan penghitungan remunerasi.

Page 18: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

18

1. Program Percepatan (Quick Wins);

Program quick wins merupakan program unggulan yang mengawali proses

reformasi birokrasi dengan tujuan untuk membangun kembali kepercayaan

masyarakat (public trust building) terhadap kejaksaan dalam waktu yang cepat.

Hasil akhir atau keluaran (out put) dari program ini adalah perbaikan bisnis

proses dari produk utama (core business) kejaksaan sehingga manfaatnya dapat

dirasakan langsung oleh masyarakat pencari keadilan.

Langkah-langkah yang dilakukan kejaksaan dalam melaksanakan program

quick wins, adalah sebagai berikut:

a. Melakukan pembenahan standar operasional prosedur (SOP) penanganan

perkara, khususnya perkara tindak pidana khusus dan tindak pidana umum

serta laporan masyarakat.

b. Melakukan pembenahan sistem informasi penanganan perkara, khususnya

perkara tindak pidana khusus dan tindak pidana umum serta laporan

masyarakat .

c. Melakukan pembenahan terhadap website Kejaksaan

d. Menerapkan SOP baru dalam penanganan perkara, khususnya perkara

tindak pidana umum, tindak pidana khusus dan laporan masyarakat

(percepatan dalam hal waktu penanganan perkara dan kedisiplinan

terhadap prosedur).

Adapun sasaran yang hendak dicapai melalui program quick wins adalah:

a. Memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat melalui percepatan

proses penanganan perkara demi terciptanya penegakan hukum yang

menjamin terwujudnya keadilan dan kepastian hukum.

b. Meningkatkan profesionalitas jaksa melalui prosedur dan mekanisme kerja

yang menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas, dengan

menggunakan Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan RI (SIMKARI) secara

online, sehingga dapat menyajikan informasi penanganan perkara secara

cepat tepat dan akurat.

c. Meningkatkan pelayanan laporan pengaduan (Lapdu) masyarakat melalui

pemberian akses (website kejaksaan) dan mempercepat proses

penanganan penyelesaian Lapdu yang berbasis data base.

Page 19: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

19

d. Memperluas akses informasi publik yang berkaitan dengan kinerja

kejaksaan, khususnya dalam penanganan perkara, sebagai upaya

akuntabilitas dan transparansi kinerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Program quick wins terdiri dari 4 (empat) program, yaitu: percepatan dan

optimalisasi penanganan perkara; penerapan sistem teknologi informasi (TI)

online penanganan perkara; penerapan sistem teknologi informasi (TI) online

laporan pengaduan (Lapdu); dan pembenahan website kejaksaan.

2. Penyusunan Profil Kejaksaan Tahun 2025;

Dalam rangka melaksanakan program reformasi birokrasi agar tepat

sasaran, Tim Reformasi Birokrasi Kejaksaan telah menyusun Profile Kejaksaan

2025. Profil Kejaksaan ini berfungsi sebagai pedoman dan arah bagi kejaksaan

dalam mengelola perubahan dengan menempatkan setiap tahap dan kegiatan

pembaruan secara strategis sebagai bagian dari pencapaian tujuan utama.

Dalam Profil Kejaksaan 2025 dirumuskan wajah kejaksaan masa depan, yang

meliputi:

a. Visi dan Misi Kejaksaan;

b. Independensi Jaksa dan Kejaksaan;

c. Profil Organisasi Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan

Negeri;

d. Profil Manajemen Kinerja;

e. Profil Integritas dan Pengawasan; dan

f. Profil Manajemen SDM yang meliputi: Organisasi Kepegawaian;

Penempatan Pegawai; Rekruitmen Pegawai; serta Pendidikan dan Pelatihan

3. Penataan Sistem dan Restrukturisasi Organisasi

Penataan sistem dan restrukturisasi organisasi dilakukan melalui kegiatan

antara lain: evaluasi kinerja; analisis jabatan, evaluasi jabatan, penghitungan

remunerasi; dan analisisi beban kerja. Evaluasi kinerja, analisis jabatan, evaluasi

jabatan, penghitungan remunerasi dilaksanakan pada reformasi birokrasi tahap

I, sedangan analisis beban kerja dilaksanakan pada reformasi birokrasi tahap II.

a. Evaluasi Kinerja;

Page 20: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

20

Dalam rangka mendorong tercapainya reformasi birokrasi kejaksaan,

khususnya dalam mewujudkan organisasi kejaksaan yang berorientasi pada

hasil (result oriented government) maka dilaksanakan evaluasi kinerja

kejaksaan. Evaluasi kinerja kejaksaan bertujuan untuk mengetahui kondisi

obyektif kinerja kejaksaan saat ini dalam menerapkan berbagai prinsip-

prinsip pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan pencapaian hasil-hasil

organisasi kejaksaan. Evaluasi kinerja kejaksaan dilakukan terhadap 8

(delapan) aspek, yaitu: kepemimpinan, perencanaan kinerja, organisasi,

manajemen SDM) penganggaran, manajemen informasi dan manajemen

proses.

Dari evaluasi terhadap delapan aspek tersebut, aspek manajemen SDM

menempati prioritas utama yang mendesak untuk dilakukan reformasi

birokrasi. Aspek manajemen ini meliputi: sistem rekruitmen, penempatan

pegawai, pemberian pendidikan dan pelatihan, penilaian kinerja, mutasi-

promosi, pemberian penghargan dan penjatuhan hukuman. Setelah aspek

manajemen SDM, selanjutnya adalah aspek manajemen proses, yaitu perlu

adanya standar pelayanan minimal dan manajemen pelayanan kepada

masyarakat.

b. Analisis Jabatan, Evaluasi Jabatan dan Struktur Remunerasi

Analisis jabatan dilakukan untuk menghasilkan uraian jabatan bagi

posisi-posisi yang telah ditentukan untuk mencapai kejelasan jabatan;

evaluasi jabatan untuk menghasilkan bobot jabatan bagi posisi-posisi dan

level yang telah diidentifikasi; dan struktur remunerasi dilakukan untuk

menghasilkan tunjangan kinerja bagi aparatur kejaksaan berdasarkan

pembobotan yang telah ditentukan. Kegiatan analisis jabatan, evaluasi

jabatan dan penghitungan remunerasi telah dilakukan pada Desember 2008

s/d April 2009 dengan melibatkan konsultan SDM Hay Group yang ditunjuk

oleh The Asia Foundation sebagai lembaga donor.

c. Analisis Beban Kerja

Sejak bulan Juni 2009 kejaksaan telah melanjutkan reformasi birokrasi

tahap II dengan fokus pada perubahan struktur organisasi guna

mewujudkan organisasi dengan fungsi dan ukuran yang tepat (right sizing),

Page 21: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

21

profesional, produktif dan efisien. Untuk itu, dilakukan analisis beban kerja

guna mengetahui beban kerja masing-masing kantor kejaksaan,

pemanfaatan waktu yang dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi teknis

penanganan perkara, tugas di bidang manajerial dan tugas lainnya,

keseimbangan pelaksanaan tugas teknis penanganan perkara dan tugas

manajerial, produktivitas SDM dan sebagainya. Dengan adanya analisis

beban kerja, dapat diketahui berapa jumlah SDM secara ideal yang

dibutuhkan oleh masing-masing kantor kejaksaan

Hasil dari kegiatan evaluasi kinerja, analisisi jabatan, evaluasi jabatan dan

analisis beban kerja antara lain: restrukturisasi organisasi, penyusunan SOP,

profile assesment dalam promosi jabatan, dan pengembangan sistem penilaian

kinerja.

a. Restrukturisasi Organisasi

Restrukturiasi organisasi kejaksaan merupakan hal penting yang dilakukan,

karena akan mempengaruhi berbagai aspek lainnya, termasuk dalam

membenahi sistem SDM dan perubahan tata laksana (business process).

Restrukturisasi organisasi kejaksaan dilakukan berdasarkan Peraturan

Presiden RI Nomor: 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kejaksaan Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-

009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik

Indonesia banyak jabatan struktural di kejaksaan dihapuskan. Hal tersebut

dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan struktur organisasi

yang tepat ukuran dan tepat fungsi (right sizing). Di dalam kedua peraturan

tersebut, ribuan jabatan struktural terutama jabatan eselon V teknis di

kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi serta jabatan struktural eselon IV

teknis di Kejaksaan Agung dihapuskan.

b. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Standar operasional prosedur (SOP) merupakan pedoman baku bagi

pelaksanaan tugas dan fungsi tiap-tiap unit kerja yang ada di kejaksaan. Oleh

karena itu, dalam rangka pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi, perlu

disusun tata laksana yang menghasilkan SOP berdasarkan pada prinsip-

Page 22: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

22

prinsip bussines process yang bersifat lengkap dan kronologis, berciri

spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, sesuai kepentingan/ keinginan

stakeholder dan jelas penentuan batas waktunya. Dengan adanya SOP

diharapkan proses kerja dan out put kinerja dapat lebih kredibel, sehingga

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan. Beberapa SOP

yang telah disusun, antara lain:

− Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Perja-039/A/JA/10/2010 tanggal 29

Oktober 2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan

Perkara Tindak Pidana Korupsi;

− Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Perja-040/A/JA/12/2010, tanggal 13

Desember 2010 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelaksanaan

Tugas, Fungsi dan Wewenang Datun (perdata dan tata usaha negara);

dan

− Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-022/A/JA/03/2001, tanggal 18

Maret 2011 tentang Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik

Indonesia.

Adapun SOP penanganan perkara di Bidang Tindak Pidana Umum dan SOP

pelaksanaan tugas di Bidang Intelijen masih dalam proses penyelesaian dan

penyesuaian karena adanya perubahan nomenklatur Direktorat pada Jaksa

Agung Muda Bidang PIDUM dan perubahan nomenklatur Direktorat pada

Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen seiring dengan dikeluarkannya Peraturan

Jaksa Agung RI Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

c. Profile Assesment

Pimpinan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan berhasil

tidaknya suatu organisasi menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk itu, pada

setiap unit kerja dibutuhkan pimpinan yang visioner, memiliki komitmen dan

mampu menggerakkan perubahan organisasi ke arah yang lebih baik.

Seorang pimpinan harus mempunyai kompetensi secara teknis, konseptual

dan interpersonal serta transparan dan akuntabel dalam mengkomunikasikan

suatu kebijakan. Dalam rangka mendapatkan pimpinan yang memenuhi

kriteria tersebut, kejaksaan menerapkan profile assessment untuk para

Page 23: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

23

pejabat yang akan dipromosikan ke jabatan setingkat lebih tinggi.

Kedepannya, sistem ini akan terus dievaluasi dan diperbaiki sehingga dapat

menempatkan orang sesuai dengan kompetensinya (the right man in the

right place) sesuai prinsip-prinsip manajemen modern.

d. Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja

Dalam rangka meningkatkan kinerja dan meminimalisir penyimpangan yang

dilakukan oleh jaksa dan satuan kerja dikejaksaan, telah dikembangkan

Instrumen Penilaian Kinerja Satuan Kerja (IPKSK) dan Instrumen Penilaian

Kinerja Jaksa (IPKJ). IPKJ adalah sarana yang digunakan dalam pengawasan

melekat (Waskat) terhadap jaksa untuk menilai unsur penanganan perkara

dan administrasi perkara. Mekanisme yang digunakan dalam IPKJ adalah self

assessment yang dibuktikan dengan dokumen pekerjaan dari jaksa yang

bersangkutan. IPKJ dijadikan sebagai dasar promosi, mutasi dan

pengembangan SDM, khususnya jaksa.

C. Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Profesionalitas Aparatur Kejaksaan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, reformasi dalam aspek sumber daya

manusia (SDM) merupakan faktor yang paling penting karena unsur SDM inilah

sebagai penggerak dan pelaksana suatu organisasi. Oleh karena itu, dengan adanya

reformasi birokrasi diharapkan dapat dikembangkan suatu: sistem pengadaan dan

seleksi yang mampu menghasilkan aparatur yang berkualitas dan kompeten; pola

pengembangan dan pelatihan pegawai yang baik; pola rotasi, mutasi, promosi, dan

pola jenjang karir yang transparan dan akuntabel. Semua sistem dan pola tersebut

dibutuhkan untuk menjamin terwujudnya aparatur kejaksaan (khususnya jaksa)

yang profesional dan berintegritas.

Jabatan jaksa merupakan jabatan profesi di bidang penegakan hukum, oleh

karena itu seorang jaksa haruslah profesional. Menurut Samuel P. Huntington, jaksa

sebagai seorang profesional harus memiliki 3 (tiga) karakteristik, yaitu: keahlian

(expertise), pertanggungjawaban sosial (social responsibility), dan memiliki rasa

kesatuan dan keterikatan baik antara sesama sejawat maupun dengan anggota

Page 24: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

24

masyarakat yang dilayani (corporatness).14 Untuk itu, jaksa harus memiliki

kemampuan mengembangkan keahlian dan mengembangkan hubungan, baik secara

perorangan maupun kelembagaan. Sebab, hukum dalam dimensi yang luas tidak

hanya sekedar aturan tertulis dalam suatu undang-undang saja, tetapi yang

terpenting ialah bagaimana hukum dapat menciptakan keadilan dan kepastian sesuai

harapan masyarakat, bukan sekedar menghukum.

Sebagai figur yang profesional, berintegritas dan berdisiplin, setiap jaksa harus

berpedoman pada doktrin Tri Krama Adhyaksa yaitu: Satya, Adhi dan Wicaksana,

sebagaimana diatur dalam KEPJA Nomor: Kep-030/JA/3/1988. Satya: berarti

kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

terhadap diri sendiri dan keluarga maupun terhadap sesama manusia; Adhi: berarti

kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab

– bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan terhadap

sesama manusia; dan Wicaksana: berarti bijaksana dalam tutur kata dan tingkah

laku khususnya dalam pengetrapan kekuasaan dan kewenangannya.

Doktrin Tri Krama Adhyaksa merupakan landasan moral bagi Korps Adhyaksa

dalam menunaikan tugas dan fungsinya sebagai abdi negara penegak hukum.

Sebagai abdi negara penegak hukum, pada hakekatnya jaksa merupakan abdi

masyarakat yang berusaha turut berfungsi sebagai pencari kebenaran, pendamba

keadilan dan pewujud kepastian hukum dalam rangka memelihara dan mewujudkan

keamanan dan ketertiban menuju tercapainya kesejahteraan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu,

seorang jaksa harus memiliki kemampuan profesional, berintegritas dan berdisiplin

tinggi dalam mengemban bakti profesi kepada masyarakat, bangsa dan negara yang

tercermin dalam Tata Krama Adhyaksa, antara lain:15

1. Jaksa adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara

sesama pencari keadilan serta menjunjung tinggi asas parduga tak bersalah.

3. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban melindungi kepentingan umum.

14

Samuel P. Huntington, Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil, (Penerjemah: Deasy

Sinaga), Jakarta: PT. Grasindo, 2003, hal. 8-10. 15

Persatuan Jaksa Republik Indonesia, Kode Etik Jaksa dan Tata Krama Adhyaksa, Jakarta: Kejaksaan Agung RI,

1995, hal. 43.

Page 25: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

25

4. Jaksa senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan

memperhatikan disiplin ilmu hukum.

5. Jaksa berlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan.

6. Jaksa senantiasa memupuk serta mengembangkan kemampuan profesional,

integritas pribadi dan disiplin yang tinggi.

7. Jaksa berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam

tata pikir, tata tutur dan tata laku.

8. Jaksa senantiasa membina dan mengembangkan kader Adhyaksa dengan

semangat ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Melalui reformasi birokrasi, lembaga kejaksaan diharapkan mampu melahirkan

jaksa yang memenuhi berbagai kriteria di atas, sehingga pelayanan kepada

masyarakat dapat diberikan secara prima. Untuk itu, Program Reformasi Birokrasi

Kejaksaan akan selalu dievaluasi dan diperbaiki serta diupayakan menjadi suatu

gerakan yang terus berjalan hingga pelayanan prima kepada masyarakat dapat

terwujud. Sebab bisa jadi, apa yang telah dihasilkan sekarang sudah tidak sesuai

lagi dengan tuntutan masyarakat di masa yang akan datang sehingga perlu

dilakukan reformasi kembali. Oleh karena itu, Reformasi Birokrasi Kejaksaan akan

selalu dilaksanakan sampai pelayan prima kepada masyarakat, khususnya para

pencari keadilan, dapat diwujudkan.

Selain itu, dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan reformasi

birokrasi dan pelaksanaan tugas kejaksaan yang lebih baik, kejaksaan akan terus

meningkatkan kerjasama dengan Komisi Kejaksaan. Sebab Komisi Kejaksaan

merupakan institusi yang diberi amanat oleh peraturan perundang-undangan untuk

melakukan pengawasan, penilaian dan memberikan masukan terhadap lembaga

kejaksaan. Kerjasama tersebut ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya nota

kesepahaman antara Jaksa Agung dengan Ketua Komisi Kejaksaan Nomor: KEP-

099/A/JA/05/2011, Nomor: NK-001/KK/05/2011 tanggal 19 Mei 2011 tentang

Mekanisme Kerja Antara Kejaksaan Republik Indonesia dengan Komisi Kejaksaan

Republik Indonesia dalam Pelaksanaan Pengawasan, Pemantauan dan Penilaian atas

Kinerja dan Perilaku Jaksa dan Pegawai Kejaksaan. Tugas dan wewenang Komisi

Page 26: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

26

Kejaksaan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor: 18 Tahun 2011

tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, antara lain:

− Pasal 3 Perpres Nomor 18 Tahun 2011 menyatakan:

Komisi Kejaksaan mempunyai tugas:

a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan

perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kode

etik;

b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap perilaku Jaksa

dan/atau pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan;

dan

c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja,

kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di

lingkungan Kejaksaan.

− Pasal 4 Perpres Nomor 18 Tahun 2011 menyatakan:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi

Kejaksaan berwenang:

a. Menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat tentang

kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam menjalankan

tugas dan wewenangnya;

b. Meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa Agung untuk

ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal kejaksaan;

c. Meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait laporan

masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai kejaksaan;

d. Melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan

yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal kejaksaan;

e. Mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas

internal kejaksaan; dan

f. Mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.

− Pasal 9 Perpres Nomor 18 Tahun 2011 menyatakan:

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

dan Pasal 4, Komisi Kejaksaan dapat menyampaikan rekomendasi berupa:

Page 27: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

27

a. Penyempurnaan organisasi dan tata kerja serta peningkatan kinerja

kejaksaan;

b. Pemberian penghargaan kepada jaksa dan/atau pegawai kejaksaan yang

berprestasi dalam melaksanakan tugas kedinasannya; dan/atau

c. Pemberian sanksi terhadap jaksa dan/atau pegawai kejaksaan sesuai dengan

pelanggaran yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,

Kode Etik, dan/atau peraturan perundang-undangan.

IV. PENUTUP

Reformasi penegakan hukum merupakan jawaban terhadap bagaimana hukum di

Indonesia diselenggarakan dalam kerangka pembentukan negara hukum yang dicita-

citakan. Bahwa pada kenyataannya, reformasi penegakan hukum tidak bisa berjalan

secara parsial. Reformasi penegakan hukum harus dilaksanakan secara bersama-sama

dengan komitmen yang sama dari seluruh aparat penegak hukum yang terlibat. Hal yang

sangat tidak mungkin adalah melakukan reformasi penegakan hukum dari satu institusi

tanpa ada dukungan dari institusi lain dan yang lebih penting adalah perlunya dukungan

dari semua kalangan masyarakat. Reformasi tidak akan terlaksana sebagaimana yang

kita cita-citakan bersama tanpa adanya kebersamaan dari seluruh kalangan dari

pemerintahan maupun masyarakat untuk menjadikan negara ini ke arah yang lebih baik.

Sebagai salah satu sub sistem dalam penegakan hukum pada umumnya dan

sebagai komponen dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu pada khususnya, Kejaksaan

memiliki peran yang cukup signifikan dalam upaya melakukan reformasi penegakan

hukum di Indonesia. Semakin banyak kita dengar berbagai permasalahan hukum yang

terjadi di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dan perbaikan dalam

penanganannya, khususnya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan tugas dan

kewenangan Kejaksaan. Salah satu upaya yang dilakukan Kejaksaan dalam rangka

reformasi penegakan hukum tersebut diantaranya adalah dengan menetapkan beberapa

program kerja dan program percepatan (quick wins) dalam penanganan perkara.

Dengan program kerja dan percepatan yang sedang dilaksanakan oleh Kejaksaan,

diharapkan akan meminimalisir terjadinya berbagai permasalahan hukum tersebut. Di

samping itu, Kejaksaan juga sedang gencar melakukan pembenahan dan penguatan

Page 28: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

28

kelembagaan (birokrasi) guna memulihkan kepercayaan masyarakat (public trust)

terhadap lembaga Kejaksaan. Pembenahan dan penguatan birokrasi bagi Kejaksaan

dilakukan melalui Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan yang diluncurkan dan langsung

diterapkan pada tanggal 18 September 2008 hingga sekarang.

Kejaksaan sebagai suatu lembaga sangat menyadari dalam pelaksanaan perubahan

ke arah yang lebih baik akan menghadapi berbagai hambatan dan kendala baik itu dari

internal maupun eksternal. Namun demikian segala upaya yang dilakukan oleh seluruh

pegawai Kejaksaan merupakan tekad bersama dan komitmen bersama untuk membawa

Kejaksaan menjadi lembaga penegak hukum yang lebih baik lagi.

Jakarta, 12 Oktober 2011

Page 29: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

29

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Basrief. Penerapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dalam Pembaharuan Kejaksaan Guna Mewujudkan Profesionalisme dan Integritas Aparatus Kejaksaan, makalah disampaikan dalam seminar Hari Bhakti Adhyaksa ke-46 tanggal 11 Juli 2006 di Jakarta.

Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary, Edisi VI, St. Paul Minesota: West Publishing, 1990.

Cunningham, W.T. Nelson Contemporary English Dictionary, Canada: Thompson and Nelson Ltd, 1982.

Effendy, Marwan. Kejaksaan dan Penegakan Hukum, Jakarta: Timpani Publishing, 2010.

Friedman, Lawrence M. American Law An Introduction, 2nd Edition (Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, Penerjemah: Wisnu Basuki), Jakarta: Tatanusa, 2001.

Huntington, Samuel P. Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil, (Penerjemah: Deasy Sinaga), Jakarta: PT. Grasindo, 2003.

Kejaksaan Agung RI. Perkembangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi: Materi Sosialisasi Reformasi Birokrasi Kejaksaan, Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009.

------------. Kumpulan Perja Pembaruan Kejaksaan 2007. Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009.

------------. Lima Windu Sejarah Kejaksaan Republik Indonesia 1945-1985. Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 1985.

Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2006.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1991.

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cet. II, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002

Persatun Jaksa Republik Indonesia. Kode Etik Jaksa dan Tata Krama Adhyaksa. Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 1995.

Rahardjo, Satjipto. Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006

Page 30: Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI

30

Sidharta, Bernard Arief. Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700.

------------. Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401;

------------. Undang-Undang Nomor: 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851;

------------. Peraturan Presiden RI Nomor: 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan Republik

Indonesia.