PENEGAKAN HUKUM KELEMBAGAAN KETENAGAKERJAAN...
Transcript of PENEGAKAN HUKUM KELEMBAGAAN KETENAGAKERJAAN...
PENEGAKAN HUKUM KELEMBAGAAN KETENAGAKERJAAN TERHADAP
PENGAWASAN TENAGA KERJA ASING DI KOTA TANGERANG SELATAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN
Skripsi
Diajuan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
ALVAN RIDWAN
NIM : 1113048000031
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 / 2019 M
iv
ABSTRAK
Alvan Ridwan. NIM 1113048000031. “PENEGAKAN HUKUM
KELEMBAGAAN KETENAGAKERJAAN TERHADAP PENGAWASAN
TENAGA KERJA ASING DI KOTA TANGERANG SELATAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN”. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440
H / 2019 M.
Studi ini bertujuan untuk menjelasan tentang Penegakan Hukum terhadap
Pengawasan Tenaga Kerja Asing Oleh Korwil Pengawasan Tangerang 2
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan di
Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan penelitian normative empiris. Penelitian yang dilakukan
selain melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-
buku, dan jurnal (library research) yang berhubungan langsung dengan skripsi
ini, peneliti juga melakukan penelitian langsung kelapangan dengan cara
observasi dan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait, yaitu Korwil
Pengawasan Tangerang 2.
Hasil penelitian menunjukan bahwa masih ada tenaga-tenaga kerja asing
yang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku yang diatur dalam Pasal 42
sampai Pasal 49 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan serta masih kurang banyaknya tenaga
pengawas Korwil Pengawasan Tangerang 2 untuk mengawasi perusahaan-
perusahaan di Kota Tangerang Selatan untuk melaksanakan pengawasan sesuai
yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Pengawasan, Tenaga Kerja Asing
Pembimbing : Indra Rahmatullah, SH.I., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1996 Sampai Tahun 2017
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PENEGAKAN HUKUM KELEMBAGAAN KETENAGAKERJAAN TERHADAP
PENGAWASAN TENAGA KERJA ASING DI KOTA TANGERANG SELATAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN” tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga,
kerabat dan sahabatnya. Rasa syukur yang amat mendalam serta beribu-ribu ungkapan
terima kasih Peneliti sampaikan kepada para pihak yang telah berkontribusi dalam
menyumbangkan ide, gagasan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan
kali ini, Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum beserta
Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan dan masukannya dalam
penyusunan skripsi.
3. Bapak Indra Rahmatullah, SH.I., M.H. pembimbing skripsi yang penuh kesabaran,
perhatian, dan ketelitian senantiasa memberikan banyak ide, gagasan serta kritikan
yang membangun dalam Penulisan skripsi ini. Semoga ilmu yang diberikan dapat
menjadi amal jaria serta bernilai pahala yang berlimpah disisi Allah SWT.
vi
4. Pemerintah Provinsi Banten dan Korwil Pengawasan Tangerang 2 yang telah
memberikan informasi terkait peneliti mengadakan penelitian skripsi ini.
5. Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti mengadakan studi
kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta dan tersayang Cuhendi S.H dan Siti Mualimah S.E, atas
kasih sayang, motivasi, dukungan, doa, perhatian, ilmu pengetahuan, arti kedisiplinan,
serta tidak henti-hentinya menyemangati dan mendoakan keberhasilan Penulis dalam
penyusunan skripsi. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang
Perguruan Tinggi Negeri Strata 1.
7. Teman hidup Penulis, Siti Fatimah yang telah membantu, memberi semangat, serta
menemani Penulis setiap waktu baik suka maupun duka. Terima kasih atas perhatian,
cinta, kasih sayang, dan waktunya yang diberikan kepada Penulis. Semoga Allah
senantiasa memberkati dan meridhai kebersamaan kita.
8. Semua pihak terkait yang tidak peneliti sebutkan satu persatu. Tidak ada yang peneliti
dapat berikan kecuali doa dan ucapan terima kasih. Akhir kata, peneliti berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih.
Jakarta, 9 Mei 2019
Alvan Ridwan
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ……………. ii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………. iii
ABSTRAK ………………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. viii
BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ……. 6
C. Tujuan, dan Manfaat Penelitian ………………………….. 7
D. Metode Penelitian ………………………………………….. 8
E. Sistematika Penulisan ……………………………………... 11
BAB II : TINJAUAN UMUM PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN DAN PENEGAKAN HUKUM . 13
A. Kerangka Konseptual …………………………………….. 13
B. Kerangka Teori …………………………………………… 33
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu …………………... 37
BAB III : PENEGAKAN HUKUM PENGAWASAN
KELEMBAGAAN KETENAGAKERJAAN DI KOTA
TANGERANG SELATAN ……………………………….. 39
A. Mekanisme Pengawasan Kelembagaan Ketenagakerjaan
di Kota Tangerang Selatan ………………………………. 39
B. Pengawasan Terhadap Tenaga Kerja Asing ………….... 45
ix
C. Penegakan Hukum Terhadap Pengawasan Tenaga Kerja
Asing ……………………………………………………… 47
BAB IV : PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
TENAGA KERJA ASING DI KOTA
TANGERANG SELATAN ……………………………… 50
A. Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Tenaga Kerja
Asing di Kota Tangerang Selatan …………………….. 50
B. Penyelesaian Pelanggaran Hukum Pengawasan
Tenaga Kerja Asing di Kota Tangerang Selatan …….. 53
BAB V : PENUTUP ……………………………………………….. 60
A. Kesimpulan ………………………………………………. 60
B. Rekomendasi…………………………………………….. 61
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 62
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sejatinya merupakan negara yang merdeka, berdaulat
sejak tanggal diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Kedaulatan tersebut muncul dengan pembuktian adanya
pernyataan merdeka atau pengakuan dari negara lain (De Jure) juga
berkuasa secara resmi terhadap wilayah eksistensi kedaulatannya (De
Facto).
Konsepsi mengenai kenegaraan dalam disiplin ilmu negara
dijelaskan bahwa terdapat beberapa syarat dimana negara dipandang
sebagai suatu entitas, yakni; rakyat, pemerintah yang berdaulat,
wilayah/teritori dan pengakuan dari negara lain. Keempat unsur tersebut
niscaya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, sehingga
menjadi satu kesatuan yang konstan.
Berkaitan dengan kedaulatan negara Indonesia tentunya memiliki
kuasa penuh untuk mengatur segala urusan di wilayah eksistensinya
sendiri dalam hal pengaturan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai fundamental norm
atau grand norm.1Kuasa tersebut secara tercermin dalam Pasal 1 Ayat (2)
dan Pasal 33 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pada Pasal 2 dijelaskan mengenai posisi kendali kedaulatan
negara Indonesia yang berada di tangan rakyat, dan pada Pasal 33 Ayat (2)
dijelaskan bahwa seluruh kekayaan alam yang berada di wilayah teritori
negara republik Indonesia sepenuhnya dikuasai oleh negara yang
digunakan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya, berkaitan dengan tenaga kerja asing terdapat dalam
catatan sejarah dimulai pada tahun 1958 melalui penerbitan Undang-
1Jimly Assiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, cet.II (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011) h. 43.
2
Undang Nomor 78 tentang Penanaman Modal Asing.2 Hal tersebut
menjadi celah pertama dalam hal perluasan hubungan diplomatik negara
Indonesia yang menjadi peluang terjadinya aktifitas ekonomi asing di
Indonesia. Kemudian pada tahun 1989 Presiden Indonesia, Jend. Soeharto
memutuskan bergabung dengan APEC yang disusul dengan pertemuan
APEC pada tahun 1994 yang dilaksanakan di Bogor dengan hasil
kesepahaman untuk mendorong investasi terbuka Asia Pasifik. Pada
Tahun 1995 Indonesia bergabung dengan Asean Free Trade Area (AFTA).
Organisasi tersebut merupakan cikal bakal Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA).3
Rangkaian tersebut secara praktis merupakan prakarsa atas
masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia yang tentunya berdasar pada
pembangunan ekonomi negara di sektor ekonomi makro dan pertimbangan
perimbangan ekonomi global.Negara-negara ASEAN termasuk Indonesia
saat ini telah memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025 yang telah
resmi disahkan oleh Kepala Negara/Pemerintah anggota ASEAN pada
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur Malaysia,
adanya MEA diyakini membawa sejumlah manfaat bagi masyarakat dan
Indonesia harus mempunyai daya saing di kawasan negara-negara di
ASEAN.
MEA dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan integrasiekonomi
di kawasan agar tercipta tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
secara merata diantara sesama anggota ASEAN. Dengan berlakunya
MEA, Indonesia harus beradaptasi dalam berbagai aspek,salah satunya
adalah bidang tenaga kerja dengan harapan tenaga kerja asing dapat lebih
mudah untuk masuk pasar Indonesia.
Di era perdagangan bebas saat ini setelah berlakunya WTO dan
MEA, tenaga kerja yang mempunyai kompetensi yang akan dipakai untuk
meningkatkan suatu perekonomian bagi negara-negara terkait. Tenaga
2H. Salim HS, Hukum Divestasi di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Eirlangga, 2010) h. 28.
3
kerja dunia berbondong-bondong meninggalkan negaranya untuk misi
pekerjaan di negara lain yang menawarkan upah lebih tinggi. Para pekerja
yang mempunyai niai jual tinggi tentu akan mempunyai peluang yang
cukup besar dalam mencapai upah yang lebih tinggi.
Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku
industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk
mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung
segala perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu penyempurnaan
terhadap sistem ketenagakerjaan harus terus dilakukan agar peraturan
perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku
industri dan perdagangan.4 Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan
sebagai suatu sistemmengembangmisi dan fungsi agar peraturan
perundang-undanganketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan bekerja
buruh sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat
dijamin.
Ihwal kepentingan negara terkait dengan pembangunan ekonomi
dan prinsip ekploitasi kekayaan alam yang pada dasarnya digunakan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat diskat pemerintah seyogyanya
melakukan pengawasan secara ketat terhadap seluruh aktifitas tenaga kerja
asing selama berada di wilayah Indonesia. Hal ini berdasar pada interaksi
antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja lokal maupun dengan
masyarakat di Indonesia secara keseluruhan yang memerlukan pembatasan
secara paten antara keduanya.5
Kehadiran tenaga kerja asing (TKA) ini juga merupakan suatu
tantangantersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia karena
dengan kehadiran mereka menjadikan peluang kerja semakin kompetitif.
4Agusmidah, Tenaga Kerja Asing, Hukum Perburuhan, (S2 Ilmu Hukum PPS-USU, 2007),
h. 32. 5HR Abdussalam, Hukum Ketenagakerjaan, cet.II (Penerbit Restu Agung, Jakarta, 2008), h.
322.
4
Diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk dapat memberikan
kesempatan bagi pekerja dalam negeri untuk dapat bersaing dengan tenaga
kerja asing di Indonesia.
Dilihat dari perkembangannya, latar belakang digunakannya TKA
di Indonesia mengalami perubahan sesuai zamannya. Tujuan pengaturan
mengenai TKA ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan, pada dasarnya
adalah untuk menjamin dan memberi kesempatan kerja yang layak bagi
warga negara Indonesia di berbagai lapangan dan level. Karenanya, dalam
mempekerjakan TKA di Indonesia dilakukan mekanisme dan prosedur
yang ketat dimulai dengan seleksi dan prosedur perizinan hingga
pengawasan6.
Pengawasan terhadap tenaga kerja asing semakin sulit ketika
pemerintah mengeluarkan kebijakan Bebas Visa Kunjungan Singkat.
Kebijakan bebas visa yang diterapkan oleh suatu negara memang
ditunjukkan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara. Sejumlah negara bahkan meyakini bahwa hal tersebut
adalah suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Seperti negara-negara yang
ada di kawasan Asia Tenggara yaitu Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand yang dianggap telah meraih keberhasilan di sektor
kepariwisataan antara lain karena penerapan kebijakan tersebut.7
Salah satu wilayah di negara Indonesia yang menjadi fokus utama
Tenaga Kerja Asing adalah Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang
Selatan mempunyai kawasan industri dan kawasan-kawasan lainnya yang
menarik untuk mendatangkan tenaga kerja asing. Rata-rata tenaga kerja
asing yang bekerja di wilayah kota Tangerang Selatan yaitu dalam sektor
pendidikan berprofesi sebagai guru.
6 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, Cet.
Pertama), h. 111. 7M. Imam Santoso, Perspekti Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan
Nasional, (Jakarta: UI Press, 2004), h. 47.
5
Berdasarkan Data Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang Selatan,
RekapitulasiLaporan Keberadaan Warga Negara Asing Bulan Januari S/D
November 2018 sebanyak 532 orang.8
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan
Ibu Oni sebagai Kadis Pengawas Tenaga Kerja Asing Korwil Pengawasan
Tangerang 2ditemukanbeberapa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
olehtenaga kerja asing yang berada di wilayah Tangerang Selatan yaitu
berupa ketidaksesuaian data RPTKA (rencana penggunaan tenaga kerja
asing). Data RPTKAyang diserahkan pemberi kerja kepada tidak sesuai
dengan fakta yang ada dilapangan Hal tersebut melanggar Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan dalam
Pasal 43 Ayat (2)memuat keterangan-keterangan dalam rencana
penggunaan tenaga kerja asing atau RPTKA. Pertama, alasan penggunaan
tenaga kerja asing. Kedua, jabatan atau kedudukan tenaga kerja asing.
Ketiga jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing. Keempat penunjukan
tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja
asing yang dipekerjakan.
Masalah lainnya adalah ketidaksesuaian dokumen-dokumen yang
dimiliki oleh tenaga kerja asing itu sendiri. Pasalnya dengan adanya
kebijakan bebas visa kunjungan di dalam Peraturan Presiden Nomor 21
Tahun 2016 yang mengatakan bahwa dalam rangka meningkatkan
hubungan negara Republik Indonesia dengan negara lain, perlu diberikan
kemudahan bagi orang asing warga negara dari negara. Hal tersebut
menyebabkan visa bebas kunjungan ini kerap kali disalahgunakan oleh
tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing menggunakan bebas visa kunjungan
dipergunakan untuk bekerja.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengkaji
permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul:
“PENEGAKAN HUKUM
KELEMBAGAANKETENAGAKERJAANTERHADAP
8Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang Selatan 2018
6
PENGAWASAN TENAGA KERJA ASING DI KOTA
TANGERANG SELATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”
B. Identifikasi,Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Permasalahan penelitian yang peneliti ajukan ini dapat
diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:
a. Tenaga Kerja Asing
b. Pemaparan Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
c. Pemaparan Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian peneliti dalam latar belakang masalah diatas,
agarpembahasan skripsi ini tidak melebar dan keluar dari pokok
masalah diatas, maka peneliti membatasinya yaitu pada penegakan
hukum kelembagaan ketenenagakerjaan terhadap fungsi
pengawasantenaga kerja asing Kota Tangerang Selatanmenurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah mengenai
penegakan hukum kelembagaan Ketenagakerjaan yaitu Korwil
Pengawasan Tangerang 2 terhadap pengawasan tenaga kerja asing di
Kota Tangerang Selatanmenurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Rumusan masalah tersebut penulis
rinci dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana standar operasional prosedurpengawasan korwil
tangerang 2 terhadap tenaga kerja asing di kota Tangerang
Selatan?
7
b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan lemahnya pengawasan
tenaga kerja asing di Kota Tangerang Selatan?
c. Bagaimana penyelesaian yang telah dilakukan oleh Korwil
Pengawasan Tangerang 2 terhadap pelanggaran tenaga kerja
asing di Kota Tangerang Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian masalah ini adalah untuk
mendalami permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam
perumusan masalah, secara khusus tujuan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui standar operasional prosedur pengawasan
korwil tangerang 2 terhadap tenaga kerja asing di kota
Tangerang Selatan.
b. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa yang menyebabkan
lemahnya pengawasan tenaga kerja asing di Kota Tangerang
Selatan.
c. Untuk mengetahui penyelesaian yang telah dilakukan oleh
Korwil Pengawasan Tangerang 2 terhadap pelanggaran tenaga
kerja asing di Kota Tangerang Selatan
.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian karya tulis ini adalah
sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1) Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara
ilmiah dan menuangkan hasil-hasil penulisan tersebut
dalam tulisan;
2) Menerapkan teori-teori yang telah diperoleh dari bangku
kuliah untuk diaplikasikan dalam praktik di lapangan;
8
3) Untuk memperoleh manfaat di bidang hukum pada
umumnya, maupun dalam bidang ketatanegaraan
khususnya yakni dengan mempelajari literatur yang ada
serta perkembangan hukum yang timbul dalam masyarakat.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis tulisan ini bertujuan menggali lebih dalam
dan sebagai bahan rujukan di masa yang akan datang tentang
pelaksanaan penegakan hukum terhadap fungsi pengawasan
tenaga kerja asing oleh korwil pengawasan tangerang 2
berdasarkan undang-undang 13 tahun 2003.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok di dalam pengembangan
ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan karena
penelitian bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis,
metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut
diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan
dan diolah.9
Penelitian di dalam hukum terbagi menjadi 2 yaitu penelitian
normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif adalah penelitian
dengan cara mengumpulkan data dari penelitian kepustakaan,
sedangkan penelitian empiris adalah penelitian hukum yang dilakukan
secara langsung di dalam masyarakat.10
Pendekatan penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah
metode normatif empiris, adalah penelitian yang mengacu pada norma-
norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan
9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta, Rajawali, 1985) h. 1. 10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
h. 14.
9
norma yang berlaku di dalam masyarakat. Pendekatan-pendekatan
yang digunakan oleh peneliti ini ada 2 cara yaitu :
a. Bahan Pustaka
Skripsi ini akan menggunakan pendekatan penelitian
dengan bahan-bahan kepustakaan, Penelitian kepustakaan
mengandalkan data-datanya hampir sepenuhnya dari
perpustakaan sehingga penelitian ini lebih populer dikenal
dengan penelitian kualitatif deskriptif kepustakaan atau
penelitian bibliografis dan ada juga yang mengistilahkan
dengan penelitian non reaktif.11
b. Wawancara
Skripsi ini akan menggunakan metode wawancara, dalam
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tatap muka dan melakukan beberapa tanya jawab antara
pewawancara dengan narasumber.
2. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang temuan-
temuannya tidak diperoleh dari prosedur statistik atau dalam bentuk
hitungan. Contoh berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan
perilaku seseorang, disamping itu juga mengenai pernanan organisasi,
pergerakan sosial, atau hubungan timbal balik.12
Penelitian kualitatif
dilakukan pada objek alamiah yang berkembang apa adanya.
Sifat penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan
deskriptif anallisis, adalah menggambarkan gejala fenomena yang
11
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Jakarta: Referensi, 2013), h. 6. 12
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar Offset, 2003) h. 4.
10
diteliti dimana dalam pelaksanaannya tidak hanya terbatas pada
pengumpulan data, namun meliputi analisis dan interpretasi data.13
Tidak hanya deskriptif analisis, sifat dari penelitian ini juga
menggunakan empiris sosiologis, dimana pendekatan dilakukan
dengan terjun langsung ke lapangan untuk melihat gejala-gejala sosial
yang ada di masyarakat.14
3. Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan sumber penelitian yang berupa bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berkaitan secara
langsung dengan objek yang diteliti. Rinciannya adalah sebagai
berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang
mencakup ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat.15
Bahan hukum yang digunakan penulis merupakan bahan
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang Dasar 1945
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan
3) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008 Tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
b. Bahan Hukum Sekunder
Merupakandata-data pendukung bahan primer yang
diambil dari sumber-sumber tambahan yang memuat segala
keterangan-keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini,
13Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, (Bandung:
Tarsito, 1994), h. 45.
14
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet 1, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2004) h. 45. 15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI-press, Jakarta, cet. 3, 2014), h.
52.
11
seperti buku-buku (textbooks) yang ditulis oleh ahli hukum,
jurnal hukum, pendapat para sarjana yang dengan topik
skripsi ini.16
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer
dan sekunder. Dalam hal ini meliputi Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Kamus Hukum, dan website.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan
data melalui studi dokumen/kepustakaan (library research) yaitu
dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti
buku-buku yang berkaitan dengan pembentukan perundang-undangan,
pendapat sarjana, artikel, kamus, dan juga berita yang diperoleh dari
media masa dan/atau media online.
Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan
metode dokumentasi, metode dimaksudkan dengan mencari hal-hal
atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, media online,
majalah, prasasti, notulen, rapat, dan sebagainya.17
5. Teknik Penulisan
Teknik penyusunan dan penulisan skripsi ini berpedoman pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan pada tahun 2017.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian penelitian ini, peneliti akan menyusun alur penelitian
secara sistematis. Dalam melakukan hal tersebut, peneliti akan membagi
16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 20. 17
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007), h. 201.
12
alur penulisan ke dalam beberapa bab sebagai langkah untuk menyusun
alur penelitian secara sistematis. Tidak lupa dalam beberapa bab tersebut,
terdiri pula beberapa sub-bab demi mendukung satu pembahasan ke
pembahasan yang lain. Lebih jelasnya akan peneliti uraikan sebagai
berikut:
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang berisi uraian latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual, Tinjauan (review)
kajian terdahulu. Dalam bab ini, dijelaskan teori-teori penegakan
hukum, pengawasan dan Ketenagakerjaan sertamekanisme
pengawasan oleh korwil pengawasan Tangerang 2dalam
mengawasi tenaga kerja asing.
BAB III Data Penelitian. Dalam bab ini, berisi penegakan hukum oleh
Korwil Pengawasan Tangerang 2 dan mekanisme
pengawasannya di Kota Tangerang Selatan.
BAB IV Analisis Pengawasan Tenaga Kerja Asing oleh korwil
pengawasan Tangerang 2.Bab ini merupakan inti dari penelitian
skripsi, dalam bab ini akan dibahas tentang faktor-faktor
penyebab pelanggaran tenaga kerja asing dan penyelesaian
pelanggaran hukumnya.
BAB V Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian
skripsi ini, dalam bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
DAN PENEGAKAN HUKUM
A. Kerangka Konseptual
1. Pengawasan
a. Pengertian Pengawasan
Kata pengawasan berasal dari kata “awas” mendapatkan kata
awalan “an” dan akhiran “an” yang berarti “penjagaan”.1 Lebih
lengkapnya definisi pengawasan adalah usaha yang disusun secara
sistematis untuk menentukan acuan kerja pada proses perencanaan
hasil kerja dengan acuan kerja, menganalisis terjadinya penyimangan,
dan segera mengambil langkah perbaikan yang dibutuhkan untuk
keterjaminan penggunaan sumber daya organisasi / perusahaan secara
efektif dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Pengawasan menurut Fahmi yang dikutip oleh Erlis Milta Rin
Sondole dkk, bahwa pengawasan secara umum didefinisikan sebagai
cara suatu organisasi untuk mewujudkan kinerja yang efektif dan
efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi
organisasi.2
Selain itu pegawasan secara keseluruhan adalah aktivitas
membandingkan antara hasil yang telah dilakukan dengan perencanaan
yang telah ditetapkan. Oleh karenanya dalam pengawasan diperlukan
adanya acuan, standar, alat ukur terkait dengan hasil yang ingin
dicapai.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta, TP,
2008), h. 123. 2
Erlis Milta Rin Sondole dkk, Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengawasan
terhadap Kinerja Karyawan pada PT. (Pertamina (Persero) Unit Pemasaran VII Pertamina BBM
Bitung, Jurnal EMBA, 2015, Vol. 3, h. 652. 3 Sujamto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h. 53.
14
Pengawasan adalah salah satu fungsi dari dasar-dasar dalam
manajemen. Dalam bahasa Inggris disebut juga dengan controlling.3
Menurut Sujamto, fungsi controlling itu mempunyai dua padanan yaitu
pengawasan dan pengendalian. Pengawasan dalam arti sempit adalah
segala bentuk kegiatan atau usaha guna menilai dan mengetahui
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas ataupun
pekerjaan, apakah sesuai dengan yang diharapkan atau sebaliknya.
Adapun pengertian dari pengendalian yaitu lebih “forceful” dari pada
pengawasan, yang artinya sebagai usaha atau kegiatan untuk menjamin
dan mengarahkan guna dalam melaksanaan tugas atau pekerjaan
berjalan sesuai dengan semestinya.4
Mengenai definsi pengawasan, Vicktor M Siumorang dan Jusuf
Juhir memberikan definisi bahwa pengawasan itu adalah setiap usaha
dan tindakan dalam rangka untuk mengetahui sampai dimana
pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran
yang hendak dicapai. berbeda dengan Vicktor M Siumorang, Sondang
P Siagian menjelaskan definisi pengawasan adalah proses pengamatan
dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan dengan rencana yang
telah ditentukan sebelumnya.
DjamaluddinTanjung dan Supardan juga mengemukakan
definisi mengenai pengawasan yaitu salah satu fungsi manajemen
untuk menjamin agar pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan dalam perencanaan.5 Dari definisi para ahli
tersebut dapat diartikan maksud dari pengawasan ialah untuk
mengetahui proses, hasil dan segala sesuatunya apakah berjalan sesuai
dengan kesepakatan yang telah dilakukan pada awalnya atau
peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama, serta mengukur
4Sujamto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia, h. 53.
5Adisasmita Raharjo, Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), h. 15.
15
tingkat kesalahan yang akan terjadi sehingga dapat diperbaiki menjadi
lebih baik.
Istilah pengawasan ini biasa dikenal dalam teori
ketenagakerjaan yaitu fungsi publik dari administrasi ketenagakerjaan
yang memastikan penerapan perundang-undangan ketenagakerjaan di
tempat kerja. Peran utamanya yaitu untuk meyakinkan mitra sosial atas
kebutuhan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan di tempat
kerja untuk kepentingan bersama, melalui langkah-langkah
pencegahan, edukasi dan jika diperlukan penegakan secara hukum.6
Definisi pengawasan ketenagakerjaan yaitu kegiatan dalam
mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan di dalam bidang ketenagakerjaan. Tugas pengawasan
ketenagakerjaan mempunyai kompetensi dan independensi guna
menjalin dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan. Pegawai-pegawai pengawasan ketenagakerjaan
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk.
Dalam pelaksanaannya, pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan
oleh unit-unit kerja tersendiri pada setiap instansi yang ruang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan, Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.7
Dalam Pasal 1 angka 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 yang dimaksud dengan pengawasan ketenagakerjaan ialah
kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan
ketenagakerjaan dilakukan oleh unit-unit kerja tersendiri pada instansi
yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang
ketenagakerjaan sesuai dalamPasal 178 Undang-Undang Nomor
13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengawasan dilakukan oleh
Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang Selatan dan dalam
6Organisasi Perburuhan Internasional, Pengawasan Ketenagakerjaan: Apa dan
Bagaimana, Lab/Admin, h. 9. 7Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), h. 23.
16
pelaksanaannya dilakukan oleh pegawai ketenagakerjaan yang
berkompeten tergabung di dalam unit-unit tersendiri pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten / Kota. Dengan
demikian pegawai pengawas dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dalam mengambil keputusan secara independen, tidak
terpengaruh oleh pihak lain.
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan guna mengawasi
diaatinya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, yang secara
operasional dilaksanakan oleh pegawai-pegawai pengawas
ketenagakerjaan, Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
Per.03/Men/1984 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu,
pelaksanaan pengawasan bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan memberi
penerangan teknis kepada pengusaha atau pengurus tenaga kerja
tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan daripada Peraturan
Perundang-undangan Ketenagakerjaan mengenai hubungan kerja dan
keadaan ketenagakerjaan dalam arti yang luas serta mengumpulkan
bahan-bahan keterangan untuk pembentukan dan sekaligus
penyempurnaan Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan
yang baru.
Hardijan Rusli menjelaskan mengenai unit-unit kerja dalam
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan yang mempunyai dua
kewajiban, yaitu pertama dalam menyampaikan laporan pelaksanaan
pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja, khusus
bagi unit-unit kerja pada pemerintah Provinsi dan pemerintah
Kabupaten/Kota. Kedua wajib melaksanakan segala sesuatu yang
sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyeleweng dari
kewenangannya.8
Adapun maksud dari diadakannya pengawasan perburuhan
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3
8Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, h. 24.
17
Tahun 1951 mengenai Pernyataan Berlakunya Undang-Undang
Pengawasan Perburuhan Tahun 1943 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia adalah9:
1) Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan
perburuhan pada khususnya.
2) Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal
hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang
seluas-luasnya guna membuat undang-undang peraturan-
peraturan perburuhan.
3) Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan kepadanya
dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya.
Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pengawasan merupakan suatu bentuk atau tindakan
pemantauan atau pemeriksaan kegiatan perusahaan untuk menjamin
pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya
dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang efektif
dapat membantu usaha dalam mengatur pekerjaan agar dapat
terlaksana dengan baik. Fungsi dari pengawasan itu sendiri merupakan
fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini terdiri dari beberapa
tugas-tugas untuk memonitor dan mengevaluasi aktivitas perusahaan
agar target dari perusahaan tersebut tercapai. Dengan kata lain fungsi
pengawasan menilai apakah rencana yang telah ditetapkan pada fungsi
perancanaan telah tercapai.
b. Macam-Macam Pengawasan
Dalam macam-macam pengawasan, terdapat tiga macam kegiatan
yang bersifat pemeriksaan dalam melakukan pengawasan. Pertama
pemeriksaan yang dilakukan oleh pegawai pengawas umum mencakup
dua aspek yaitu norma kerja dan norma keselamatan kerja, kedua
9Hari Supriyanto, Teori Hukum Ketenagakerjaan (Kanisius, 2004), h. 44.
18
pemeriksaan ulang, ketiga pemeriksaan khusus yaitu apabila ada hal-
hal tertentu misal pengaduan atas perintah atasan untuk sesuatu hal di
dalam suatu perusahaan.
Macam-macam pengawasan menurut Siagian pada dasarnya
dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen dengan menggunakan
dua macam teknik, yaitu10
:
1) Pengawasan langsung (direct control) yaitu apabila pimpinan
organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan
yang sedang dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat
berbentuk:
a) Inspeksi langsung
b) On the spot observation
c) On the spot report
Sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot jika
diperlukan. Tetapi dengan banaknya dan kompleksnya tugas-
tugas pimpinan yang terutama dalam 34 organisasi besar,
seorang pimpinan tidak mungkin dapat selalu melaksanakan
pengawasan yang bersiat tidak langsung.
2) Pengawasan tidak langsung (indirect control) yaitu
pengawasan jarak jauh. Pengawasan dalam hal ini melalui
laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan dapat
berbentuk:
a) Tertulis
b) Lisan
Kelemahan dari pengawasan yang tidak langsung yaitu
sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang bersifat
positif saja. Dengan kata lain, para bawahan itu mempunyai
kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang diduganya akan
membuat pemimpin senang.
10
Siagian Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara 2008),
h. 139-140.
19
Berbeda dengan Siagian, M. Manullang memberikan macam-
macam dasar dalam pengawasan yang terbagi menjadi empat, adalah
sebagai berikut11
:
1) Waktu Pengawasan
Berdasarkan waktu pengawasan yang dilakukan, maka
macam- macam dalam pengawasan adalah sebagai berikut:
a) Pengawasan Preventif
Maksudnya adalah bahwa pengawasan yang dilakukan
sebelum terjadinya tindak penyelewengan, kesalahan,
atau deviation. Maka diadakan tindakan pencegahan
guna jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan
dikemudian hari.
b) Pengawasan Represif
Maksudnya adalah bahwa pengawasan yang dilakukan
setelah rencana sudah dijalankan, dengan artian diukur
dengan hasil yang hendak dicapai dengan alat pengukur
standar yang terlebih dahulu.
2) Objek Pengawasan
Berdasarkan objek pengawasan, menurut Beishilline
pengawasan objek dapat dibedakan atas:
a) Kontrol Administratif
Berkaitan dengan tindakan dan pikiran
b) Kontrol Operatif
Digunakan untuk bagian terbesar yang berurusandengan
tindakan.
3) Subjek Pengawasan
Bila pengawasan itu dibedakan atas dasar penggolongan
siapa yang mengadakan pengawasan, maka pengawasan itu
dapat dibedakan atas:
a) Pengawasan Intern
11
M Manullang, Dasar-dasar Manajemen (Bandung: Cita Pustaka, 2005), h. 176-180.
20
Maksudnya bahwa pengawasan yang
dilakukan oleh atasan dari petugas yang
bersangkutan. Olah karenanya, pengawasan ini bisa
disebut dengan pengawasan formal ataupun vertikal,
penyebutan pengawasan formal dikarenakan yang
melakukan pengawasan ialah orang-orang yang
mempunyai kewenangan dalam melakukan hal
tersebut.
b) Pengawasan Ekstern
Dalam artian bahwa pengawasan yang
dilakukan bila orang-orang yang melakukan itu
ialah orang-orang yang berada di luar organisasi
yang bersangkutan. Pengawasan bisa bisa disebut
dengan pengawasan yang bersifat sosial (control
sosial) atau pengawasan informal.
4) Cara mengumpulkan fakta-fakta guna pengawasan
Berdasarkan bagaimana mengumpulkan fakta-fakta
guna pengawasan, maka pengawasan dapat digolongkan
berdasarkan:
a) Peninjauan Pribadi (personal inspection
ovservation)
Peninjauan pribadi ialah pengawasan
mengawasi dengan cara meninjau secara individu
sehingga dapat dilihat dalam pelaksanaan
pekerjaannya.
b) Laporan Lisan (oral report)
Pengawasan ini dapat dilakukan dengan cara
mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan secara
lisan yang diberikan oleh bawahan. Wawancara
yang diberikan kepada orang-orang atas segolongan
orang-orang tertentu guna memberi gambaran dari
21
hal yang ingin diketahui, yang utama mengenai
hasil sesungguhnya (actual report) yang dicapai
oleh bawahan.
c) Laporan Tertulis (written report)
Suatu pertanggungjawaban bawahan kepada
atasan tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan,
sesuai dengan instruksi dan tugas yang diberikan
atasan kepadanya. Keuntungan di dalam laporan
tertulis ini ialah pimpinan dapat menyusun untuk
rencana berikutnya.
d) Pengawasan yang berdasarkan kekecualian (control
by exception)
Pengawasan dalam hal ini menunjukkan
suatu sistem pengawasan yang dimana dalam
pengawasan itu ditujukan kepada soal-soal
kekecualian. Pengawasan hanya bisa dilakukan
apabila diterima laporan yang menunjukkan bahwa
adanya peristiwa-peristiwa yang istimewa.
Ada dua macam pengawasan dalam ketenagakerjaan yang diatur
dalam Pasal 5 sampai Pasal 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 03/Men/1964 ialah:
1) Pegawai pengawas umum berfungsi untuk melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan yang bersifat preventif dan
represif non yudistisial;
2) Pegawai pengawas spesialis berfungsi melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan yang bersifat preventif dan
represif.
Pegawai pengawas umum mempunyai wewenang dalam hal
tersebut (Pasal 8):
22
a) Memasuki wilayah tempat kerja atau perusahaan;
b) Meminta keterangan baik secara lisan atau tertulis
kepada pengusaha atau pengurus dan pekerja atau
serikat pekerja;
c) Menjaga, membantu, dan memerintahkan kepada
pengusaha dan pekerja untuk mentaati peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku;
d) Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan yang belum
jelas
Maksud dari diadakannya pengawasan ketenagakerjaan, maka
tugas utama pegawai pengawas adalah sebagai berikut:
1) Mengawasi peraturan perundang-undangan mengenai
ketenagakerjaan yang berlaku.
2) Mengumpulkan berupa bahan keterangan-keterangan
mengenai soal-soal terkait dengan hubungan kerja dan
keadaan ketenagakerjaan dalam artian yang seluas-luasnya
untuk membuat Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan
tentang ketenagakerjaan.
3) Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan terkait
dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya
yang berlaku.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa pengawas
ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang berada di dalam
Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Undang-Undang yang telah
ditugaskan secara penuh oleh pejabat-pejabat yang mempunyai
wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap peraturan-peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
c. Sistem Pengawasan
Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip-
prinsip pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya
23
pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan.
Rencana merupakan standar atau alat pengukur pekerjaan yang
dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi petunjuk
apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Pemberian
instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasannya dapat
benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang
jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah
dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya
dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan
maka dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan.
Sistem pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu
dapat memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini menandakan bahwa sistem
pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-
perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan.
Menurut Harahap, mengemukakan bahwa beberapa sifat
pengawasan yang efektif adalah sebagai berikut :
1) Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaannya. Oleh
karena itu harus dikomunikasikan. Masing-masing kegiatan
membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang berlainan
dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lain. Sistem
pengawasan untuk bidang penjualan dan sistem untuk bidang
keuangan akan berbeda. Oleh karena itu sistem pengawasan
harus dapat merefleksi sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatan
yang harus diawasi. Pengawasan dibidang penjualan umumnya
tertuju pada kuantitas penjualan, sementara pengawasan
dibidang keuangan tertuju pada penerimaan dan penggunaan
dana mekanisme Pengawasan Ketenagakerjaan
2) Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut organisasi.Titik
berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab
manusia itulah yang melakukan kegiatan dalam badan usaha
atau organisasi yang bersangkutan. Karyawan merupakan aspek
24
intern perusahaan yang kegiatan-kegiatannya tergambar dalam
pola organisasi, maka suatu sistem pengawasan harus dapat
memenuhi prinsip berdasarkan pola organisasi. Ini berarti
bahwa dengan suatu sistem pengawasan, penyimpangan yang
terjadi dapat ditunjukkan pada organisasi yang bersangkutan.
3) Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah organisasi.
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar
apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu,
agar sistem pengawasan benar-benar efektif, artinya dapat
merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan
setidaknya harus dapat dengan segera mengidentifikasi
kesalahan yang terjadi dalam organisasi. Dengan adanya
identifikasi masalah atau penyimpangan, maka organisasi dapat
segera mencari solusi agar keseluruhan kegiatan operasional
benar-benar dapat atau mendekati apa yang direncanakan
sebelumnya.
4) Pengawasan harus fleksibel.Suatu sistem pengawasan adalah
efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip
fleksibilitas. Ini berarti bahwa pengawasan itu tetap dapat
dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap
rencana diluar dugaan.
5) Pengawasan harus ekonomis.Sifat ekonomis dari suatu sistem
pengawasan sungguh-sungguh diperlukan. Tidak ada gunanya
membuat sistem pengawasan yang mahal, bila tujuan
pengawasan itu dapat direfleksikan dengan suatu sistem
pengawasan yang lebih murah. Sistem pengawasan yang dianut
perusahaan-perusahaan besar tidak perlu ditiru bila pengawasan
itu tidak ekonomis bagi suatu perusahaan lain. Hal yang perlu
dipedomani adalah bagaimana membuat suatu sistem
pengawasan dengan benar-benar merealisasikan motif
ekonomi.Pengawasan yang efektif tergantung pada situasi dan
25
kondisi yang dihadapi. Tidak ada satu sistem pengawasan yang
berlaku untuk semua situasi dan semua perusahaan.
2. Ketenagakerjaan
a. Pengertian Ketenagakerjaan
Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara hukum segala
aspek kehidupan bangsa Indonesia diatur oleh hukum termasuk dalam
hubungan industrial yang menyangkut tenaga kerja. Pengaturan ini
demi terpenuhinya hak para tenaga kerja agar tidak terjadi eksploitasi
dan pelanggaran terhadap tenaga kerja. Hukum perburuhan sekarang
ini disebut dengan istilah ketenagakerjaan, sehingga hukum
perburuhan sama dengan hukum ketenagakerjaan. Di Indonesia
pengaturan hukum Ketenagakerjaan diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketenagakerjaan atau perburuhan merupakan bagian dari hukum
pada umumnya. Sebagai bagian dari hukum pada umumnya atau
memberikan batasan pengertian hukum ketenagakerjaan atau
perburuhan tidak terlepas dari pengertian hukum pada umumnya.
Berbicara tentang batasan hukum, para ahli saat ini belum ada yang
menemukan batasan baku serta memuaskan semua pihak tentang
hukum. Hal ini dikarenakan hukum memiliki bentuk dan cakupan yang
sangat luas. Bentuk dan cakupannya yang luas ini menjadikan hukum
dapat diartikan dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda.12
MR. M.G Levenbach, dalam buku Lalu Husni menyebutkan bahwa
hukum perburuhan atau ketenagakerjaan adalah hukum yang
berkenaan dengan keadaan kehidupan yang langsung bersangkut paut
dengan hubungan kerja. Pendapat lain yang dikutip oleh Lalu Husni
adalah pendapat dari Imam Soepomo yang memberikan pengertian
hukum perburuhan sebagai himpunan peraturan, baik tertulis maupun
12
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013) h. 20.
26
tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang
bekerja pada orang lain dengan menerima upah.13
Menurut Soetikno, hukum perburuhan/ketenagakerjaan adalah
keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan mengenai hubungan kerja
yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah
perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan
penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja
tersebut.14
Sedangkan menurut Mollenaar, hukum perburuhan adalah bagian
dari hukum yang berlaku yang pada pkoknya mengatur hubungan
antara buruh dan majikannya, buruh dengan buruh dan buruh dengan
penguasa. Dari pengertian hukum perburuhan di atas, hukum
ketenagakerjaan memiliki beberapa unsur yakni:
1) Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis maupun tidak
tertulis;
2) Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara para pekerja,
pengusaha dan majikan;
3) Adanya orang yang bekerja pada dan dibawa orang lain dengan
mendapatkan upah sebagai bentuk balas jasa;
4) Mengatur perlindungan pekerja atau buruh meliputi masalah
keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi
pekerja atau buruh dan sebagainya.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
telah merumuskan pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai segala
hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja. Dari pengertian ini, dapat dipahami
bahwa, yang diatur dalam Undang-UndangKetenagakerjaan adalah
segala hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh, menyangkut hal-hal
13
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, h. 22-23. 14
Abdul Khakim, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti,2014), h. 4.
27
sebelum masa kerja (pre employment), antara lain; menyangkut
pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain-lain.
Hal-hal yang berkenaan selama masa bekerja (during-employment),
antara lain menyangkut: perlindungan kerja, upah, jaminan sosial,
kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lain-lain.
Adapun hal-hal sesudah masa kerja, antara lain pesangon, dan
pensiun/jaminan hari tua.15
Abdul Khakim16
merumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan
dari unsur-unsur yang dimiliki, yaitu:
1) Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak
tertulis;
2) Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha/majikan;
3) Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah orang lain,
dengan mendapat upah sebagai balas jasa;
4) Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi: masalah
keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi
pekerja/buruh dan sebagainya.
Menurutnya, hukum ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang
mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan
dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa hukum
ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan sebagai berikut:
1) Swapekerja
2) Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan
3) Kerja seorang pengurus atau wakil suatu
organisasi/perkumpulan
Berdasarkan pengertian Ketenagakerjaan tersebut dapat
dirumuskan bahwa pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah
15
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,
2010, Cet. Pertama), h. 5. 16
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UU No.
13 Tahun 2003, (Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, 2003), h. 5-6.
28
himpunan peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik
yang dilaksanakan sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan
kerja, dan sesudah hubungan kerja.
b. Asas dan Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan
bahwa pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah. Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai
dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas
adil, dan merata. Hal ini dilakukan karena pembangunan
ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan terkait dengan berbagai
pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja atau buruh.
Oleh karena itu pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara
terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendorong. Jadi, asas
hukum ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan melalui koordinasi
fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.17
Sedangkan tujuan dari Hukum Ketenagakerjaan secara umum
untuk memberikan perlindungan kepada pekerja yang memiliki posisi
yang lemah dari tindakan sewenang-wenang dari pengusaha. Dalam
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa pembangunan
Hukum Ketenagakerjaan bertujuan:
1) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara
optimal dan manusiawi;
2) Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah;
3) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewaujudkan kesejahteraan;
4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
17
Eko Wahyudi, Wiwin Yulianingsih, Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika,
2016), h. 7.
29
c. Sifat Hukum Ketenagakerjaan
Ditinjau dari sifatnya, Hukum Ketenagakerjaan dapat bersifat
privat dan dapat pula bersifat publik. Dikatakan bersifat perdata adalah
karena hukum perdata mengatur tentang kepentingan perorangan,
dalam hal ini antara tenaga kerja dan pengusaha, yaitu dimana mereka
mengadakan suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian kerja.
Sedangkan mengenai hukum perjanjian sendiri terdapat atau diatur
didalam KUHPerdata Buku ke III. Disamping bersifat perdata juga
bersifat publik (pidana), adalah:18
1) Dalam hal-hal tertentu atau pemerintah turut ikut campur dalam
masalah ketenagakerjaan;
2) Adanya sanksi-sanksi atau aturan hukum didalam setiap
Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan dibidang
ketenagakerjaan.
Dengan demikian segala sesuatu mengenai hubungan kerja antara
tenaga kerja dengan majikan diserahkan pada kebijaksanaan kedua
belah pihak yang langsung berkepentingan, maka untuk mencapai
suatu keseimbangan antara kedua belah pihak dan memenuhi rasa
keadilan sosial yang merupakan tujuan pokok ketenagakerjaan, oleh
karena itu pemerintah mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-
tindakan yang bertujuan melindungi pihak-pihak yang lemah.
d. Para Pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan
1) Pekerja atau Buruh
Pada zaman penjajahan Belanda yang dimaksudkan dengan
buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang
melakukan pekerjaan kasar yang disebut sebagai Blue Collar,
18
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), h. 12.
30
sedangkan yang melakukan pekerjaan di kantor pemerintah atau
swasta disebut sebagai “karyawan/pegawai” (White Collar).
Seiring dengan perkembangan hukum ketenagakerjaan di
Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah
pekerja. Alasan pemerintah mengganti istilah tersebut karena
istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih
cenderung menunjuk pada golongan yang selalu diteken dan
berada di bawah pihak lain yakni majikan.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 yang dimaksud dengan pekerja atau buruh adalah
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain. Berdasarkan pengertian pekerja pada Undang-
Undang tersebut maka setiap orang yang bekerja pada siapa saja
baik perorangan, persekutuan, badan hukum maupun badan lainnya
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun dapat
disebut dengan pekerja atau buruh.
Di samping istilah tersebut, masih terdapat istilah tenaga kerja
yang mengandung pengertian yang lebih luas. Pengertian tenaga
kerja menurut Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 adalah Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Istilah tenaga kerja
digunakan baik di luar maupun di dalam hubungan kerja,
sedangkan pekerja khusus di dalam hubungan kerja. Berarti setiap
pekerja sudah pasti tenaga kerja, tetapi setiap tenaga kerja belum
tentu pekerja.
Tenaga kerja (man power) terdiri dari angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja
dan golongan yang menganggur atau sedang mencari pekerjaan.
Bukan angkatan kerja terdiri atas golongan yang bersekolah,
31
golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain atau
penerima pendapatan.19
2) Pengusaha
Pengusaha adalah seseorang atau kumpulan orang yang mampu
mengidentifikasi kesempatan-kesempatan usaha (business
opportunities) dan merealisasikannya dalam bentuk sasaran-
sasaran yang harus dicapai. Dalam pasal 1 Ayat (5) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pengusaha adalah:
a) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar
wilayah Indonesia;
c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar
wilayah Indonesia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga memberikan
pengertian mengenai pemberi kerja dalam Pasal 1 ayat 4 yaitu
Orang perorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
3) Organisasi Pekerja atau Buruh
Pekerja/buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan
kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul
dalam suatu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota
19
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Medan: USU Press, 2010),
h. 6-7.
32
serikat pekerja.serikat buruh.20
Hak berserikat bagi pekerja/buruh,
diatur dalam Konvensi International Labor Organization (ILO)
Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak
untuk Berorganisasi, serta Konvensi ILO Nomor 98 tentang
Berlakunya dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan
untuk Berunding Bersama. Kedua konvensi tersebut sudah
diratifikasi oleh Indonesia sehingga konsekuensi yuridisnya
Indonesia menjadi terikat untuk melakukan isi peraturan
internasional tersebut dan diimplementasikan menjadi bagian dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.21
Berdasarkan Pasal 1Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, pengertian serikat
pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,
dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Serikat pekerja/serikat buruh berfungsi sebagai sarana
memperjuangkan, melindungi, membela, dan meningkatkan
kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya. Pekerja/buruh dalam menggunakan hak tersebut,
dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang
lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan negara, oleh karena itu
penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam hubungan industrial
yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
20
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 22. 21
Djumadi, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 5.
33
4) Pemerintah
Turut sertanya pemerintah dalam hubungan pengusaha dan
pekerja/buruh adalah bertujuan untuk menciptakan hubungan yang
seimbang dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing.
Posisi buruh/pekerja yang secara sosial dibawah pengusaha,
memungkinkan pihak yang kuat menindas pihak yang lemah.
Maka dalam hal ini pemerintah melakukan intervensi ke dalam
hubungan pengusaha dengan pekerja/buruh melalui peraturan
perundang-undangan guna tercapainya kepastian hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003, pemerintah mempunyai tugas dan fungsi sebagai
berikut:
a) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan
pembinaan dan pemagangan (Pasal 29 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003);
b) Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan
kesempatan kerja baik di dalam maupun diluar hubungan
kerja (Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003);
c) Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengawasi
pelaksanaan kebijakan menetapkan kebijakan
ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja (Pasal 41
Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003).
B. Kerangka Teori
1. Teori Penegakan Hukum
a. Penegakan Hukum
Penegakan hukum dalam bahasa belanda disebut dengan
rechtstoepassing atau rechtshandhaving dan dalam bahasa inggris law
enforcement, meliputi pengertian yang bersifat makro dan mikro.
Bersifat makro mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat,
34
berbangsa, dan bernegara, sedangkan dalam pengertian mikro terbatas
dalam proses pemeriksaan di pengadilan termasuk proses
penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pelaksanaan putusan
pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.22
Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan sebagai
penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum dan oleh
setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan
kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.
Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali
dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa, dan
diakhiri dengan permasyarakatan terpidana.23
Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa penegakan hukum
adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan
dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.24
Manusia di dalam pergaulan hidup pada dasarnya mempunyai
pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.
Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam
pasangan-pasangan tertentu, misalnya ada pasangan dengan nilai
ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai
kepentingan pribadi dan seterusnya. Dalam penegakkan hukum
pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan. Pasangan nilai yang
diserasikan tersebut memerlukan penjabaran secara konkret karena
nilai lazimnya berbentuk abstrak. Penjabaran secara konkret terjadi
dalam bentuk kaidah hukum, yang mungkin berisi suruhan larangan
22
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Strategi Pencegahan Dan Penegakan
Hukum Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: Refika Editama, 2008), h. 87. 23
Harun M.Husen, Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), h. 58. 24
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
UI Pres, 1983), h. 35.
35
atau kebolehan. Kaidah tersebut menjadi pedoman atau patokan bagi
perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas atau yang
seharusnya.25
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut26
:
1) Faktor hukumnya sendiri yakni undang-undang;
2) Faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum;
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan
hukum;
4) Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku atau ditetapkan;
5) Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan
keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut
keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan
pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum.
Peraturan hukum itu perumusan pemikiran pembuat hukum yang
dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana
penegakan hukum itu dijalankan.27
Penegakan hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan
manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus
dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,
damai tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hak
ini hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan. Melalui penegakan
25
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, h. 35. 26
M. Husein Maruapey, “Penegakan Hukum dan Perlindungan Negara”, Jurnal Ilmu
Politik dan Komunikasi, VII, 1 (Juni, 2017), h. 24.
27
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Sebagai Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009), h. 71.
36
hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam menegakan hukum
ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu28
:
1) Kepastian Hukum (rechtssicherheit):
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang
mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi
peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang
harus berlaku, pada dasarnya tidak boleh menyimpang : (fiat
justicia et pereat mundus) artinya meskipun dunia akan runtuh,
hukum harus ditegakkan. Itulah yang diinginkan oleh kepastian
hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable
terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seorang akan
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.
2) Manfaat (zweckmassigkeit):
Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau
penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka
pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi
manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru
karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul
keresahan di dalam masyarakat.
3) Keadilan (gerechtigkeit):
Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam
pelaksanaan atau penegakan hukum keadilan harus
diperhatikan. Dalam pelaksanaan dan penegakan hukum harus
adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat
umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan.
Barang siapa yang mencuri harus dihukum siapa yang mencuri
harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri.
Sebaliknya, keadilan bersifat subjektif, individualistis, dan
tidak menyamaratakan.
28
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1999), h. 145.
37
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu
Dalam penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada buku serta skripsi
terdahulu dengan membedakan apa yang menjadi fokus masalah dalam
rujukan dengan fokus masalah yang peneliti terbitkan, diantaranya:
1. Skripsi yang berjudul Pengawasan Penggunaan Pekerja Asing
Terhadap Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 oleh Hendra Putra Sarjana
Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Yogyakarta membahas tentang peran
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi beserta Direktorat
Jenderal Imigrasi terkait fungsinya di bidang pengawasan terhadap
orang asing yang bekerja sebagai tenaga kerja asing di Indonesia
maupun yang berkunjung sebagai wisatawan. Perbedaan skripsi ini
dengan skripsi peneliti dalam skripsinya, peneliti dalam skripsinya
membahas tentang, penegakan hukum dalam pelaksanaan fungsi
pengawasan tenaga kerja asing berdasarkan Undang-Undang 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi. No.27/PUU-Ix/2011 oleh Defi
Satiatika Strata Satu (S1) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta membahas tentang Praktik
outsourcing di Indonesia terhadap para pekerja yang tidak menerima
hak-hak dan jaminan perlindungan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Perbedaan skripsi ini
dengan skripsi peneliti dalam skripsinya membahas tentang,
penegakan hukum dalam pelaksanaan fungsi pengawasan tenaga kerja
asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
3. Buku yang ditulis oleh Muhamad Azhar, yang berjudul “Hukum
Ketenagakerjaan”, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Tahun
2015. Di dalam buku ini membahas tentang sumber hukum, kebijakan,
38
hubungan kerja, penyelesaian perselisihan hubungan kerja,
perlindungan kerja, pengupahan dan jaminan sosial, kelembagaan
ketenagakerjaan. Perbedaan buku dan skripsi peneliti ini adalah
peneliti membahas mengenai penegakan hukum dalam pengawasan
tenaga kerja asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
39
BAB III
PENEGAKAN HUKUM PENGAWASAN KELEMBAGAAAN
KETENAGAKERJAAN DI KOTA TANGERANG SELATAN
A. Mekanisme Pengawasan Kelembagaan Ketenagakerjaan di Kota
Tangerang Selatan
Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan dalam satu kesatuan sistem
pengawasan ketenagakerjaan yang terpadu, terkoordinasi dan terintegrasi yang
terdiri dari unit kerja pengawasan ketenagakerjaan, pengawasan dan tata kerja
pengawasan ketenagakerjaan. Pengawasan atas pelaksanaan penggunaan TKA
serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping
dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan pada Kementrian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dan dinas yang membidangi ketenagakerjaan
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu preventif edukatif, dan represif
justitia. Tindakan preventif edukatif dilakukan apabila memungkinkan dan
masih adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum. Namun jika
tindakan preventif edukatif tidak efektif, maka akan ditempuh tindakan
represif justitia dengan maksud agar masyarakat mau melaksanakan hukum
walaupun dengan keterpaksaan.1
Mekanisme pengawasan ketenagakerjaan adalah fungsi publik dari
administrasi ketenagakerjaan yang memastikan penerapan perundang-
undangan ketenagakerjaan di tempat kerja. Peran utamanya adalah untuk
meyakinkan mitra sosial atas kebutuhan untuk mematuhi undang-undang di
tempat kerja dan kepentingan bersama mereka terkait dengan hal ini, melalui
langkah-langkah pencegahan dan edukasi, dan jika diperlukan penegakan
hukum.
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan didasarkan pada Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang
Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia
1
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2009), h. 20.
40
untuk seluruh Indonesia Jo Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
03/Men/1984 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan juga tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Bab XIV
yang berhubungan dengan Pengawasan dan juga Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO serta Nomor 81 Tahun 1947
mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan.
Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan untuk mengawasi ditaatinya
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, yang secara operasional
dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No Per.03/Men/1984 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan Terpadu, pelaksanaan pengawasan bertujuan: Mengawasi
pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Memberi
penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus dan atau
tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif
daripada Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan tentang hubungan
kerja dan keadaan ketenagakerjaan dalam arti yang luas. Mengumpulkan
bahan-bahan keterangan guna pembentukan dan penyempurnaan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang baru.
Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan pada dasarnya
mengatur berbagai norma yang mencakup norma pelatihan, norma
penempatan, norma kerja, norma keselamatan dan kesehatan kerja, dan norma
hubungan kerja. Sementara itu dari seluruh norma ketenagakerjaan tersebut
diberlakukan bagi objek pengawasan ketenagakerjaan yang meliputi antara
lain perusaan, pekerja, mesin, peralatan, pesawat, bahan instalasi dan
lingkungan kerja.
Pelaksanaan Pengawasan Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan
Korwil Pengawasan Tangerang 2 Terhadap Tenaga Kerja Asing di Kota
Tangerang Selatan didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan
Ketenagakerjaan.
41
Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun
2016 menjelaskan tentang prinsip-prinsip Pengawas Ketenagakerjaan
diantaranya:
1. Layanan publik, yaitu menangani masalah dan tantangan yang
dihadapi oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha;
2. Akuntabilitas, yaitu Pengawas Ketenagakerjaan harus pegawai negeri
sipil yang bebas dari pengaruh dari luar dan tindakan serta kinerjanya
dapat dipertanggungjawabkan;
3. Efisiensi dan efektifitas, yaitu Pengawasan Ketenagakerjaan harus
menetapkan prioritas untuk memaksimalkan kinerja;
4. Universalitas, yaitu layanan Pengawasan Ketenagakerjaan bersifat
universal yang menjangkau seluruh sektor aktivitas ekonomi;
5. Transparansi, yaitu Pekerja/Buruh, pengusaha dan pemangku
kepentingan lainnya diberikan informasi tentang kewenangan, tugas
dan fungsi dari layanan Pengawasan Ketenagakerjaan;
6. Konsistensi dan koheren, yaitu Pengawas Ketenagakerjaan diberikan
panduan yang sama, koheren dan konsisten dalam melaksanakan
tugasnya;
7. Proporsionalitas, yaitu penegakan hukum sebanding dengan keseriusan
pelanggaran dan risiko potensial terhadap K3;
8. Kesetaraan, yaitu perlindungan yang setara untuk semua
Pekerja/Buruh dijamin oleh undang-undang;
9. Kerjasama, yaitu Pengawas Ketenagakerjaan bekerja sama dengan
organisasi dan lembaga lain untuk menjamin pelaksanaan hukum
ketenagakerjaan di Perusahaan; dan
10. Kolaborasi, yaitu pengawas Ketenagakerjaan harus berkolaborasi
dengan Pengusaha, Pekerja/Buruh dan organisasinya di tingkat
nasional, regional, dan Perusahaan.
Di dalam pelaksanaannya, Korwil Pengawasan Tangerang 2 dalam
Pasal 9 diatur mengenai pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan
beberapa tahapan, diantaranya:
42
1. Preventif edukatif, yaitu merupakan kegiatan pembinaan sebagai upaya
pencegahan melalui penyebarluasan Norma Ketenagakerjaan,
penasihatan teknis, dan pendampingan;
2. Represif non yustisial, yaitu merupakan upaya paksa diluar lembaga
pengadilan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan dalam bentuk Nota Pemeriksaan sebagai peringatan
atau surat pernyataan kesanggupan pemenuhan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan berdasarkan pemeriksaan dan/atau
pengujian;
3. Represif yustisial, yaitu merupakan upaya paksa melalui lembaga
pengadilan dengan melakukan proses penyidikan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan selaku PPNS Ketenagakerjaan.
Korwil Pengawasan Tangerang 2 menjadi salah satu pengawas
kelembagaan ketenagakerjaan di Kota Tangerang Selatan yang menjadi salah
satu subjek penelitian dalam skripsi ini yang beralamat di Jl. Kencana I No.19,
Jelupang, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, Banten. Dalam penelitian
ini, peneliti mendapatkan data yang berasal dari bagian pengawas
ketenagakerjaan di Korwil Pengawasan Tangerang 2 Kota Tangerang Selatan.
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan fungsi publik dari
administrasi ketenagakerjaan yang memastikan penerapan perundang-
undangan ketenagakerjaan di tempat kerja.2 Peran utamanya adalah untuk
meyakinkan mitra sosial atas kebutuhan untuk mematuhi undang-undang di
tempat kerja dan kepentingan bersama mereka terkait dengan hal ini, melalui
langkah-langkah pencegahan dan edukasi, dan jika diperlukan penegakan
hukum.
Misi utama dari setiap sistem pengawasan ketenagakerjaan adalah
untuk memastikan kepatuhan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang berarti serangkaian standar nasional yang dirancang untuk
melindungi seluruh pekerja dan bila mungkin, keluarga pekerja.
2Organisasi Perburuhan Internasional, Pengawas Ketenagakerjaan: Apa dan Bagaimana, h. 9.
43
Pencegahan dalam konteks pengawasan ketenagakerjaan berarti upaya
yang sungguh-sungguh untuk membantu pekerja dan pengusaha untuk
menghindari atau menghapuskan resiko-resiko kecelakaan dan penyakit-
penyakit akibat kerja, perselisihan perburuhan, konflik, dan perlakuan yang
tidak adil kepada pekerja, dan lain-lain.
Tabel 1.1
Pegawai Pengawas Koordinator Wilayah Tangerang II
NO NAMA JABATAN PANGKAT GOL
1 R. Pitoyo, SH, M.Si Koordinator
Wilayah
Pembina IV/a
2 Aprida Arimurti A.,
S.ST
Pelaksana Penata Tk.I III/d
3 Endang Suhendar, SH Pengawas
Ketenagakerjaan
Muda
Penata Tk.I III/d
4 Hadi Supeno, S.Kom Pengawas
Ketenagakerjaan
Muda
Penata Tk.I III/d
5 Erman, S.Pd Pengawas
Ketenagakerjaan
Penata Tk.I III/d
6 Gusti Made Baskara,
ST
Pengawas
Ketenagakerjaan
Muda
Penata III/c
7 Iskandar, SE, ME Pengawas
Ketenagakerjaan
Muda
Penata III/c
8 Oki Faudzi Halim, SH Pengawas Penata III/c
9 Salman Farid, ST Pengawas
Ketenagakerjaan
Muda
Penata III/c
10 Yuli Rosydah, SE Fungsional
Umum
Penata Muda T.Ki III/b
44
11 Sandy Budyawan, ST,
MM
Pengawas
Ketenagakerjaan
Muda
Penata III/c
12 Rasyi Harjanto, SH Pelaksana Penata Muda T.Ki III/b
13 Teti Fatimah, S.Sos Pengawas
Ketenagakerjaan
Penata T.Ki III/d
14 Tua Rusli, ST, MM Pelaksana Pembina III/a
15 Tb. Agus Dani, SE Pengawas
Ketenagakerjaan
Pertama
Penata III/c
16 Syaiful Bachrum, SE Pengawas
Ketenagakerjaan
Pertama
Penata III/c
17 Imawan Yuni Azhar,
SE
Fungsional
Umum
Penata III/c
18 Abdul Basit, S. IP Pengawas
Ketenagakerjaan
Penata III/c
19 Oney Rahmawati, S.IP Pengawas
Ketenagakerjaan
Pertama
Penata Muda T.Ki III/b
20 Devina Amelinda, S.IP Pengawas Penata III/a
21 Aisa Citrabella, SH Pengawas
Ketenagakerjaan
Penata Muda III/a
22 Denty
Munikartiningsih
Ahnas Putri, SE
Pengawas
Ketenagakerjaan
Pertama
Penata Muda III/a
23 Isti Nur’aini, SH. Pengawas
Ketenagakerjaan
Pertama
Penata Muda III/a
Sumber : Korwil Pengawasan Tangerang 23
3Sumber : Korwil Pengawasan Tangerang 2
45
Koordinator Wilayah Tangerang 2 merupakan pengawasan Dinas
Tenaga Kerja yang bekerja hanya mengawasi daerah tertentu yang ada di
Provinsi Banten yaitu diantaranya: Kota Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan. Jumlah perusahaan yang ada di Kota Tangerang sebanyak 4.169
dengan bentuk klasifikasi perusahaan yang berbeda-beda, perusahaan
kecil, sedang, dan besar. Perusahaan kecil sebanyak 1.131, perusahaan
sedang sebanyak 1.879, dan perusahaan besar sebanyak 1.159. jumlah
perusahaan yang ada di Tangerang Selatan sebanyak 2.827 dengan bentuk
klasifikasi perusahaan yang berbeda-beda, perusahaan kecil sebanyak
1.422, perusahaan sedang 1.019 dan perusahaan besar di Tangerang
Selatan sebanyak 386.
Awal beroperasi pada tahun 2017 sampai sekarang, memiliki 23
orang pekerja dengan sistem upah yang diatur dalam Undang-Undang
Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 pasal 217 dan pasal 219 tentang perangkat daerah
yang sekarang diambil alih oleh provinsi.
B. Pengawasan Terhadap Tenaga Kerja Asing
Perkembangan tenaga kerja asing mengalami perubahan sesuai
zamannya. Hal ini dapat ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan pada
dasarnya untuk menjamin dan memberi kesempatan kerja yang layak bagi
warga Negara Indonesia di berbagai sektor usaha. Pekerja asing yang bekerja
terikat dan tunduk terhadap segala ketentuan ketenagakerjaan di Indonesia.
Pemerintah juga memberlakukan ketentuan-ketentuan khusus bagi para
pekerja asing baik di proses awal penggunaan tenaga kerja asing, penempatan
tenaga kerja asing atau hak dan kewajiban tertentu yang berbeda dengan
pekerja lokal.
Tenaga kerja asing yang bekerja harus melalui mekanisme dan prosedur
yang ketat dimulai dengan seleksi dan prosedur pelaksanaan hingga
pengawasan. Masalah tenaga kerja asing untuk pertama kali diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1958 Tentang
46
Penempatan Tenaga Kerja Asing di Indonesia mengalami perubahan dengan
berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan BAB VIII Pasal 42 sampai Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam hal penempatan di
Indonesia saat ini ditambah berbagai peraturan pelaksana. Pasal 42 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa tenaga kerja asing
dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan
tertentu dan waktu tertentu. Hal tersebut berarti bahwa keberadaan tenaga
kerja asing di Indonesia hanya dapat untuk sementara saja dan untuk posisi
tertentu saja.
Pengaturan ketenagakerjaan Indonesia memberi ketentuan dasar
dalam penempatan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia, beberapa yang
penting adalah4:
1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib
memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk,
kecuali bagi perwakilan Negara asing yang mempergunakan tenaga
kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler tidak wajib
memiliki izin.
2.Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan
tenagakerja asing.
3. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam
hubungan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan
tertentu dan waktu tertentu.
4. Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki
rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri.
Untuk mendapatkan penggunaan tenaga kerja asing (TKA),
perusahaan pengguna harus lebih dulu membuat Rencana Penggunaan Tenaga
4
Saputri Ratu Penghuni, “Pelaksanaan Pembayaran Upah Kerja Lembur Tenaga Kerja”,
(Oktober, 2017), h. 7.
47
Kerja Asing (RPTKA), hak ini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor 220 Tahun 2003 tentang Tata Cara pengesahan
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Rencana Penggunaan
Tenaga Kerja Asing (RPTKA) menjadi dasar untuk memperoleh izin
menggunakan tenaga kerja asing (TKA), izin memperkerjakan tenaga kerja
asing (IMTA) diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 20 Tahun 2004 tentang tata cara izin mempekerjakan
tenaga kerja asing (IMTA) dan disesuaikan lagi dengan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor. PER-02/MEN/III/2008 tentang tata
cara penggunaan tenaga kerja asing.
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER/02/MEN/III/2008 tentang tata cara penggunaan tenaga kerja asing dalam
BAB VIII pasal 22 Ayat (1) izin memperkajakan tenaga kerja asing (IMTA)
diberikan oleh direktur pengendalian penggunaan tenaga kerja asing dan
dalam Ayat (2) izin memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA) dalam hal ini
perpanjangan diberikan oleh Direktur atau Gubernur atau Walikota/Bupati,
melalui Dinas Tenaga Kerja.
C. Penegakan Hukum Terhadap Pengawasan Tenaga Kerja Asing
Ada beberapa tahapan di dalam penegakan hukum berupa pemeriksaan
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 20 dalam Peraturan Menteri Nomor
33 Tahun 2016 adalah :
1. Pemeriksaan pertama;
2. Pemeriksaan berkala;
3. Pemeriksaan khusus;
4. Pemeriksaan ulang
Pemeriksaan pertama merupakan pemeriksaan secara menyeluruh
terhadap pelaksanaan Norma Ketenagakerjaan di Perusahaan atau Tempat
Kerja yang baru atau belum pernah diperiksa dengan cara pemeriksaan
dokumen, pemeriksaan tata letak Perusahaan dan alur proses produksi,
pemeriksaan lapangan, pengambilan keterangan.
48
Pemeriksaan berkala merupakan pemeriksaan yang dilakukan setelah
pemeriksaan pertama sesuai periode tertentu yang ditetapkan. Cara
pemeriksaan berkala tersebut sama dengan pemeriksaan yang pertama.
Pemeriksaan khusus merupakan pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan
atas pengaduan masyarakat, permintaan Perusahaan dan/atau perintah
Pimpinan Unit Kerja Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan pengaduan,
laporan, pemberitaan media, dan informasi lainnya. Pemeriksaan khusus
tersebut dilakukan dengan cara, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan
lapangan, dan pengambilan keterangan.
Pemeriksaan ulang merupakan pemeriksaan kembali oleh pengawas
Ketenagakerjaan dengan jabatan yang lebih tinggi dan/atau Pengawasan
Ketenagakerjaan pusat. Pemeriksaan ulang dilakukan berdasarkan hasil
evaluasi atas laporan pemeriksaan oleh Pimpinan Unit Kerja Pengawasan
Ketenagakerjaan.
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
terdapat beberapa temuan dalam pelaksanaan penegakan hukum dalam bentuk
pelanggaran hukum terhadap pengawasan ketenagakerjaan khususnya tenaga
kerja asing yang berada di wilayah Kota Tangerang Selatan, pada tahun 2016
ada pelanggaran yang ditemukan oleh korwil pengawasan Tangerang 2
sebanyak 63 temuan. Pada tahun 2017 sebanyak 92 temuan pelanggaran, dan
pada tahun 2018 sebanyak 15 temuan pelanggaran terhadap tenaga kerja
asing.5 Berikut beberapa temuan-temuan yang domininan terjadinya
pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kerja asing diantaranya:
1. Ditemukan dalam lapangan tenaga-tenaga kerja asing yang ketika
disidak oleh korwil ditemukan ketidakpunyaan dokumen-dokumen
resmi bekerja, hanya mempunyai visa turis dan tidak memiliki visa
untuk bekerja.
5Wawancara Pribadi dengan Bu Oney Rahmawati, Pengawas Ketenagakerjaan Muda, 18
Januari 2019.
49
2. Ditemukan pelanggar tenaga kerja asing yang kedapatan tidak
mempunyai dokumen resmi baik dokumen visa kunjungan maupun
visa untuk bekerja.
3. Ditemukan data yang di ajukan oleh pengguna tenaga kerja asing
di dalam Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau RPTKA
tidak sesuai dengan yang ada di Izin Menggunakan Tenaga Kerja
Asing atau IMTA.
4. Ditemukan tenaga kerja asing yang membuka izin praktek dokter
yang melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 46 Ayat (1) yang menyatakan bagi tenaga
kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia
dan/atau jabatan-jabatan tertentu.
5. Ditemukan penyalahgunaan ijin tinggal dan ijin kunjungan tetapi
digunakan sebagai syarat untuk bekerja di wilayah Tangerang
Selatan.
6. Sering kali tenaga kerja asing yang didatangkan dari luar negeri
tidak mentransfer knowledge atau tidak mentransfer keahliannya
kepada tenaga pendamping
35% 45% 45%
15%
70%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%
Pelanggaran Tenaga Kerja Asing
Pelanggaran Tenaga KerjaAsing
50
BAB IV
PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN TENAGA KERJA ASING
DI KOTA TANGERANG SELATAN
A. Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Tenaga Kerja Asing di Kota
Tangerang Selatan
Dari bentuk-bentuk pelanggaran hukum tenaga kerja asing di atas, peneliti
dapat menyimpulkan bahwapelanggaran hukum yang dilakukan oleh tenaga
kerja asing tidak hanya dikarenakan oleh ulah oknum pelaku sebagaimana
yang sudah peneliti sampaikan di pendahuluan BAB I, tetapi juga karena
adanya kelemahan hukum positif tentang Tenaga Kerja Asing di Indonesia.
Uraian mengenai hukum positif tentang penegakan hukum
ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja asing memberikan pemahaman
bahwa pengaturan dalam hukum positif masih memiliki kelemahan-
kelemahan yang dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran hukum.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Undang-Undang
Lemahnya faktor undang-undang merupakan salah satu penyebab
penegakan hukum di lapangan tidak sesuai dengan hukum positif di
Indonesia khususnya terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Banyak tenaga-tenaga kerja asing yang
memanfaatkan celah dari undang-undang sehingga perlu diatur
kembali regulasi sehingga tidak terdapat celah bagi para pekerja lokal
maupun tenaga kerja asing untuk melakukan pelanggaran. Menurut
wawancara yang peneliti lakukan bersama Bapak Aprida Arimurti
Agung selaku pengawas ketenagakerjaan muda beliau mengatakan
bahwa :
“… Perpres 20 Tahun 2018 mengenai Penggunaan Tenaga Kerja
Asing Tumpang Tindih dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasalnya dalam Undang-Undang 13
51
Tahun 2003 disebutkan dalam Pasal 43 yaitu pemberi kerja yang
menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan
tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk, dalam pengesahan RPTKA akan diterbitkan IMTA atau Izin
Memperkajan Tenaga Kerja Asing, sedangkan dalam perpres
disebutkan tidak ada istilah IMTA yang ada sekarang pengesahan
RPTKA atau notifikasi, maka dalam hal ini Perpres 20 Tahun 2018
wajib membuat aturan turunannya terkait tidak disebutkan IMTA
melainkan pengesahan RPTKA atau notifikasi …”1
2. Faktor Penegak Hukum
Terlepas faktor perundang-undangan, faktor penegak hukum menjadi
salah satu yang dapat mempengaruhi penegakan hukumnya itu sendiri.
Di dalam Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2016 Pasal 8 diatur
bahwa Pengawas Ketenagakerjaan wajib menyusun dan melaksanakan
rencana kerja pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7
Ayat (3) huruf b paling sedikit 5 Perusahaan setiap bulan. Yang
menjadi permasalahan adalah di Tangerang Selatan ada kurang lebih
2800 perusahaan dan kurang lebih terdapat 1250 perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja asing di wilayah Tangerang Selatan,
sedangkan pengawas di Korwil Pengawasan Tangerang 2 khusus di
wilayah Tangerang Selatan hanya 5 orang. Setiap pengawas dalam
sebulan minimal melakukan pengawasan di 5 perusahaan yang
ditargetkan setiap tahunnya 300 perusahaan, dibandingkan dengan
perusahaan yang ada di Tangerang Selatan yang telah disebutkan di
atas sangatlah kurang.
3. Faktor Sarana atau Fasilitas
Faktor sarana atau fasilitas menjadi salah satu yang dapat
mempengaruhi hukumnya itu sendiri. Menurut wawancara yang
peneliti lakukan bersama Ibu Oney Rahmawati selaku pengawas
lapangan beliau mengatakan bahwa :
“… kurang memadainya sel tahanan untuk korwil sendiri bagi
pelanggar-pelanggar tenaga kerja asing. Korwil hanya memberlakukan
1Wawancara Pribadi dengan Bapak Aprida Arimurti Agung, Pengawas Ketenagakerjaan
Muda, 18 Januari 2019.
52
sanksi administratif bagi pelanggar yang melanggar hukum
ketenagakerjaan…”1
4. Faktor Budaya Hukum
Merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian secara serius dari
sistem hukum adalah lemahnya budaya hukum yang terdapat dalam
masyarakat. Budaya hukum yang timbul pun tidak terlepas dari
lemahnya substansi hukum yang memberikan persepsi pesismisme
masyarakat terhadap tenaga-tenaga kerja asing yang datang ke wilayah
Indonesia untuk bekerja. Adapun budaya hukum yang menimbulkan
kelemahan tersebut adalah meliputi kesadaran hukum masyarakatnya
itu sendiri. Dalam praktiknya terdapat beberapa permasalahan yang
terjadi, dalam pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 mengatur tentang larangan tenaga kerja asing menduduki jabatan
yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu. Temuan-
temuan yang peneliti paparkan diatas sebelumnya ditemukan adanya
tenaga kerja asing yang membuka izin praktek dokter di wilayah
Tangerang Selatan. Lalu dalam pasal 45 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Ayat (1) point a, menjelaskan
bahwa penggunaan tenaga kerja asing harus didampingi oleh tenaga
kerja Indonesia. Sering kali terjadi praktiknya, tenaga kerja asing tidak
mentransfer knowledge atau mentransfer pengetahuannya kepada
tenaga kerja Indonesia, jadi setelah tenaga kerja asing sudah selesai
dalam pekerjaannya di Indonesia, pendamping dari tenaga kerja
Indonesia tidak mendapatkan pelatihan dan bimbingan untuk
mendapatkan transfer knowledge tersebut. Maka perlu dalam hal ini
peningkatan pengawasan, penegakan hukum, dan pengetatan dalam
aturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat
meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang terjadi kedepan
sehinggak tidak dapat terulang kembali dikarenakan Indonesia adalah
1Wawancara Pribadi dengan Oney Rahmawati, Pengawas Muda Lapangan Korwil
Pengawasan Tangerang 2, Tangerang Selatan, 5 Februari 2019.
53
negara Hukum, terdapat dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
B. Penyelesaian Pelanggaran Hukum Pengawasan Tenaga Kerja Asing di
Kota Tangerang Selatan
Penyelesaian yang dilakukan terhadap pelanggar tenaga kerja asing
yang diatur didalam Undang-Undang 13 Tahun 2003 sebagaimana yang
tercantum dalam Bab XVI dalam Pasal 185 yang dikatakan bahwa bagi yang
melanggar yang tidak memiliki izin tertulis dari mentri atau pejabat yang
ditunjuk dan melanggar ketentuan didalam perseorangan dilarang
memperkajakan tenaga kerja asing dapat dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling sedikit 100 juta rupiah, dan paling banyak 400 juta rupiah, dan pasal
187 yang dikatakan bahwa bagi tenaga kerja asing yang melanggar Pasal 44
Ayat (1) mengatur tentang standar kompetensi tenaga kerja asing dapat
bekerja di wilayah Indonesia dapat dipidana kurungan 1 bulan dan paling lama
12 bulan, dan/atau denda 10 sampai 100 juta rupiah. Peneliti akan
memaparkan tabel untuk mempermudah pasal dan sanksi apa yang akan
dikenakan bagi pelanggar, adalah sebagai berikut :
Tabel 1.2
SANKSI DALAM PENGGUNAAN TKA
PASAL AYAT SANKSI PASAL AYAT PENGATURAN
UU NO. 13 TAHUN 2003 UU NO. 13 TAHUN 2003
185 1 BARANG SIAPA
MELANGGAR
KETENTUAN
SEBAGAIMANA
DIMAKSUD PASAL 42
AYAT (1) DAN AYAT
(2) DIKENAKAN
42 1
2
SETIAP PEMBERI
KERJA YANG
MEMPEKERJAKAN
TKA WAJIB MEMILIKI
IZIN TERTULIS DARI
MENTERI ATAU
PEJABAT YANG
54
SANKSI PIDANA
PENJARA PALING
SINGKAT 1 (SATU)
TAHUN DAN PALING
LAMA 4 (EMPAT)
TAHUN DAN/ATAU
DENDA PALING
SEDIKIT
RP.100.000.000,-
(SERATUS JUTA
RUPIAH) DAN PALING
BANYAK
RP.400.000.000,-
(EMPAT RATUS JUTA
RUPIAH)
DITUNJUK.
PEMBERI KERJA
PERORANGAN
DILARANG
MEMPEKERJAKAN
TKA.
2 TINDAK PIDANA
SEBAGAIMANA
DIMAKSUD DALAM
AYAT (1)
MERUPAKAN
TINDAK PIDANA
KEJAHATAN
187 1 BARANG SIAPA
MELANGGAR
KETENTUAN
SEBAGAIMANA
DIMAKSUD PASAL 37
AYAT (2), PASAL 44
AYAT (1) DAN PASAL
45 AYAT (1)
DIKENAKAN SANKSI
PIDANA KURUNGAN
44
45
1
1
PEMBERI KERJA
TKA WAJIB
MENTAATI
KETENTUAN
MENGENAI
JABATAN DAN
STANDAR
KOMPETENSI
YANG BERLAKU
PEMBERI KERJA TKA
55
PALING SINGKAT 1
(SATU) BULAN DAN
PALING LAMA 12
(DUA BELAS) BULAN
DAN/ATAU DENDA
PALING SEDIKIT
RP.10.000.000,-
(SERATUS JUTA
RUPIAH) DAN
PALING BANYAK
RP.100.000.000,-
(SERATUS JUTA
RUPIAH)
WAJIB:
a. MENUNJUK
TENAGA KERJA
WARGA NEGERA
INDONESIA
SEBAGAI
PENDAMPING TKA
YANG
DIPEKERJAKAN
UNTUK ALIH
TEKNOLOGI DAN
ALIH KEAHLIAN
DARI TKA, DAN
b. MELAKSANAKAN
PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN KERJA
BAGI TENAGA
KERJA INDONESIA
SEBAGAIMANA
DIMAKSUD PADA
HURUF A YANG
SESUAI DENGAN
KUALIFIKASI
JABATAN YANG
DIDUDUKI OLEH
TKA
2 TINDAK PIDANA
SEBAGAIMANA
DIMAKSUD DALAM
AYAT (1)
MERUPAKAN
TINDAK PIDANA
PELANGGARAN
56
PASAL AYAT SANKSI PASAL AYAT PENGATURAN
UU NO. 13 TAHUN 2003 UU NO. 13 TAHUN 2003
190 1 MENTERI ATAU
PEJABAT YANG
DITUNJUK
MENGENAKAN SANKSI
ADMINISTRATIF ATAS
PELANGGARAN
KETENTUAN-
KETENTUAN
SEBAGAIMANA DIATUR
DALAM PASAL 15, PASAL
25, PASAL 38 AYAT (2),
PASAL 45 AYAT (1),
PASAL 47 AYAT (1), DAN
PASAL 48 UNDANG-
UNDANG INI DAN
PERATURAN
PELAKSANAANNYA.
45
47
48
1
1
-
PEMBERI KERJA TKA
WAJIB:
a. MENUNJUK
TENAGA KERJA
WARGA NEGERA
INDONESIA
SEBAGAI
PENDAMPING
TKA YANG
DIPEKERJAKAN
UNTUK ALIH
TEKNOLOGI DAN
ALIH KEAHLIAN
DARI TKA, DAN
b. MELAKSANAKAN
PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN
KERJA BAGI
TENAGA KERJA
INDONESIA
SEBAGAIMANA
DIMAKSUD PADA
HURUF A YANG
SESUAI DENGAN
KUALIFIKASI
JABATAN YANG
DIDUDUKI OLEH
TKA
PEMBERI KERJA WAJIB
MEMBERI KOMPENSASI
57
ATAS SETIAP TKA YANG
DIPEKERJAKAN.
PEMBERI KERJA YANG
MEMPEKERJAKAN TKA
WAJIB MEMULANGKAN
TKA KE NEGARA
ASALNYA SETELAH
HUBUNGAN KERJA
BERAKHIR.
2 SANKSI ADMINISTRATIF
SEBAGAIMANA DIMAKSUD
DALAM AYAT (1) BERUPA :
A. TEGURAN;
B. PERINGATAN TERTULIS;
C. PEMBATASAN KEGIATAN
USAHA;
D. PEMBEKUAN KEGIATAN
USAHA;
E. PEMBATALAN
PERSETUJUAN;
F. PEMBATALAN
PENDAFTARAN;
G. PENGHENTIAN
SEMENTARA ALAT
PRODUKSI;
H. PENCABUTAN IZIN.
3 KETENTUAN MENGENAI SANKSI
ADMINISTRATIF SEBAGAIMANA
DIMAKSUD DALAM AYAT (1) DAN
AYAT (2) DIATUR LEBIH LANJUT
OLEH MENTERI.
58
Diatur juga didalam peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2018 dalam
Bab VIII pasal 39 yang terdiri dari:
1. Penundaan pelayanan;
2. Penghentian sementara proses perizinan TKA;
3. Pencabutan Notifikasi;
4. Sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sanksi administratif berupa penundaan pelayanan sebagaimana yang
dimaksud pada Ayat (1) diberikan kepada Pemberi Kerja TKA yang
melakukan pelanggaran:
1. Tidak mengikutsertakan TKA dalam program asuransi di
perusahaan asuransi berbedan hukum Indonesia yang bekerja
kurang dari 6 bulan.
2. Tidak mengikut sertakan TKA dalam program Jaminan Sosial
Nasional yang bekerja paling singkat 6 bulan.
3. Tidak melaporkan setiap tahunnya kepada Menteri yang terkait
dalam pelaksanaan penggunaan TKA dan/atau pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
Sanksi administratif berupa penghentian sementara proses perizinan
TKA diberikan kepada pemberi kerja TKA yang melakukan pelanggaran:
1. Tidak memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk;
2. Tidak menunjuk Tenaga Kerja Pendamping dalam rangka alih
teknologi dan keahlian TKA;
3. Tidak melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Tenaga Kerja
Pendamping;
4. Tidak memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia
kepada TKA yang dipekerjakannya.
Sanksi administratif berupa pencabutan Notifikasi sebagaimana yang
dimaksud diberikan kepada Pemberi Kerja TKA yang melakukan
pelanggaran:
59
1. Mempekerjakan TKA pada jabatan-jabatan yang tidak boleh diisi
oleh TKA atau jabatan yang tertutup bagi TKA;
2. Tidak membayar DKP-TKA untuk setiap TKA yang
dipekerjakannya.
Penyelesaian pelanggaran hukum pengawasan Tenaga Kerja Asing
sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Sanksi administratif berupa teguran, eringatan tertulis,
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan
persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau
seluruh alat produksi, pencabutan izin dan tinjak lanjut hasil pemeriksaan
penggunaan TKA yaitu:
1. Pembinaan melalui nota pemeriksaan
2. Perintah keluar lokasi kerja
3. Rekomendasi pencabutan/pembatalan IMTA
4. Rekomendasi tindakan Keimigrasian
5. Penyidikan.
Dalam hal lain, korwil dapat bekerjasama dengan instansi-instansi yang
terkait dalam penegakan hukum yaitu imigrasi dan aparat kepolisian jika
ditemukan pelanggaran imigrasi atau pidana yang dilakukan oleh tenaga kerja
asing yang berada di wilayah negara Indonesia khususnya di Kota Tangerang
Selatan.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan-temuan peneliti selama pembuatan proses
skripsi ini dan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa pengawasan
Tenaga Kerja Asing oleh Korwil Pengawasan Tangerang 2 di Kota
Tangerang selatan dilakukan dengan berkoordinasi dengan beberapa
isntansi yang terkait. Pengawasan dilakukan dilakukan secara akurat dan
tepat waktu serta menyeluruh dengan mengawasi ke perusahaan-
perusahaan yang secara khusus memiliki Tenaga Kerja Asing. Namun
dalam hal pengawasannya masih dibilang belum maksimal, ada beberapa
penyebab diantaranya:
1. Kurangnya sumber daya yang memadai, jumlah petugas
pengawas dalam Korwil Pengawasan Tangerang 2 belum
memadai dikarenakan pengawas di Korwil Pengawasan
Tangerang 2 khusus di wilayah Tangerang Selatan hanya 5
orang, dan harus mengawasi perusahaan-perusahaan yang ada
di wilayah Tangerang Selatan kurang lebih 2800 perusahaan
dan yang menggunakan Tenaga Kerja Asing sebesar 1250
perusahaan.
2. Masih kurangnya sarana dan fasilitas terutama untuk menahan
bagi pelanggar yang melanggar ketentuan berdasarkan undang-
undang yaitu berupa sel tahanan.
Sementara itu, hasil yang peneliti dapatkan adalah bahwa tenaga
kerja asing yang melakukan pelanggaran-pelanggaran diantaranya tidak
adanya dokumen-dokumen resmi, penyalahgunaan dokumen visa, RPTKA
tidak sesuai dengan IMTA, TKA yang membuka izin praktek yang bersifat
personalia, penyalahgunaan izin tinggal, dan tidak adanya transfer
knowledge.
61
Pelanggaran-pelanggaran tersebut berakibat terhadap masyarakat
disekitarnya. Akibat yang akan terjadi adalah masyarakat merasakan
kekhawatiran maraknya tenaga kerja asing yang masuk tanpa dokumen
resmi sehingga banyak masyarakat khususnya tenaga kerja Indonesia yang
kurang diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan.
Sedangkan penyelesaian masalah tersebut mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2018 yang dikatakan bahwa
penyelesaian pelanggar tenaga kerja asing dapat ditempuh melalui
pengadilan atau dapat dikenakan sanksi administratif.
B. Rekomendasi
Dari kesimpulan yang dapat ditarik oleh peneliti maka akan
dikemukakan beberapa saran yaitu sebagai berikut :
1. Menambah jumlah petugas pengawas di Korwil Pengawasan
Tangerang 2 melihat banyaknya perusahaan.
2. Memberikan kewenangan korwil untuk memberikan sanksi yang
tegas terhadap pelanggar tenaga kerja asing.
3. Penguatan terhadap peraturan perundang-undangan dalam hal
pengawasan tidak dibatasi minimal 5 perusahaan setiap bulan.
Kalau bisa dalam 2800 semua dapat tercapai pengawasannya
dalam 1 – 2 tahun.
62
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdussalam, HR, Hukum Ketenagakerjaan, Penerbit Restu Agung, Jakarta, 2008
Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Press,
2010
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010
Agusmidah, Tenaga Kerja Asing, Hukum Perburuhan, S2 Ilmu Hukum PPS-
USU, 2007
Assiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2011
Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Strategi Pencegahan Dan
Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Refika Editama,
2008
Djumadi, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
HS, H. Salim, Hukum Divestasi di Indonesia, Jakarta: Penerbit Eirlangga, 2010
63
Husni, Lalu, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013.
Khakim, Abdul Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2009
Khakim, Abdul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UU
No. 13 Tahun 2003, Bandung, PT Citra Aditya Bhakti 2003
Kusnadi, Moh. dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta: Penerbit Gaya Media
Pratama, 2000
Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005
Manullang, M, Dasar-dasar Manajemen Bandung: Cita Pustaka, 2005
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1999
M. Husen, Harun, Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Jakarta:
Rineka Cipta, 1990
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, Jakarta: Referensi, 2013
Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet 1, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2004
Santoso, M. Imam, Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan
Ketahanan Nasional, Jakarta: UI Press, 2004
Raharjo, Adisasmita, Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011
Raharjo, Satjipto, Penegakan Hukum Sebagai Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta:
Genta Publishing, 2009
64
Riduwan., Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta, 2009
Rusli, Hardijan, Hukum Ketenagakerjaan Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 1980
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, Rajawali, 1985
Soekanto, Soerjono, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: UI Pres, 1983
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI-press, Jakarta, cet. 3, 2014
Sondang P, Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia Jakarta: Bumi Aksara
2008
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2003
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D Bandung: Alfabeta,
2012
Sujamto, Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, 1996
Supriyanto, Hari, Teori Hukum Ketenagakerjaan Kanisius, 2004.
Surahmad, Winarno Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung:
Tarsito, 1994
Wahyudi, Eko, Wiwin Yulianingsih, Moh Firdaus Solihin, Hukum
Ketenagakerjaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2016
65
Wijayanti, Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar
Grafika, 2009
Jurnal :
Maruapey, M. Husein, Penegakan hukum dan Perlindungan negara, Jurnal Ilmu
Politik dan Komunikasi, VII, 1 Juni, 2017
Milta, Erlis Rin Sondole dkk, Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan
Pengawasan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. (Pertamina (Persero)
Unit Pemasaran VII Pertamina BBM Bitung, Jurnal EMBA, 2015
Ratu Penghuni, Saputri, Pelaksanaan Pembayaran Upah Kerja Lembur Tenaga
Kerja, Oktober, 2017
Organisasi Perburuhan Internasional, Pengawasan Ketenagakerjaan: Apa dan
Bagaimana, Lab/Admin, h. 9.
Undang-Undang :
Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan
Ketenagakerjaan
Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga
Kerja Asing
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja
Asing
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
66
Lampiran Hasil Wawancara
Nama : Oney Rahmawati
Jabatan : Pengawas Ketenagakerjaan Muda
Hari / Tanggal : 18 Januari 2019
Waktu : 13.00 WIB
Tempat : Korwil Pengawasan Tangerang 2 Komp. BLKI, BSD City
P : Peneliti
N : Narasumber
Berikut wawancara yang dilakukan oleh ibu Ony selaku Bagian Lapangan dari
Korwil Pengawasan Tangerang 2 :
P : Bagaimana kondisi SDM pengawas di korwil pengawasan tangerang 2 dalam
melakukan pengawasan di lapangan, apakah ada kendala-kendala tertentu?
N : Selama ini, didalam menjalankan fungsi pengawasan di lapangan dalam hal
personil dirasa kurang karna korwil sendiri mencakup 2 wilayah dalam melakukan
pengawasan tenaga kerja, yaitu wilayah tangerang dan wilayah tangerang selatan.
Setiap pengawas dalam sebulan minimal melakukan pengawasan di 5 perusahaan
yang ditargetkan setiap tahunnya 300 perusahaan, bisa dilihat perusahaan di
tangerang selatan kurang lebih ada 2800.
P : Apakah infrastruktur dalam pelaksanaan pengawasan sudah memadai?
N : Kita tidak punya sel dan yang lainnya cukup.
P : Dari data TKA yang ada di data, ada berapa yang melanggar dan ada berapa
yang ditindak?
N : Pada tahun 2016 pelanggaran yang ditemukan oleh korwil sebanyak 63temuan
pelanggaran penggunaan tenaga kerja asing dari mulai tidak ada izin, RPTKA
tidak sesuai dengan IMTA, menjabat sebagai personalia dalam hal ini izin praktek
dokter dan lain-lain. Tahun 2017 sebanyak 92 temuan pelanggaran penggunaan
tenaga kerja asing dan tahun 2018 sebanyak 15 temuan pelanggaran penggunaan
tenaga kerja asing.
67
P : Adakah hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan pengawasan?
N : Ada beberapa yang dimana perusahaan tersebut dilatar belakangi tentara agen
dan lain-lain jadi kita sulit untuk akses kesana.
P : Apakah ada masalah yang terjadi dalam penggunaan tenaga kerja asing?
N : Tadi sudah saya katakan sebelumnya dan ada beberapa juga permasalahan.
Berdasarkan UU 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan yang dikatakan bahwa
penggunaan tenaga kerja asing harus didampingi oleh tenaga kerja Indonesia
dalam pasal 45 sering banyak terjadi tenaga kerja asing tidak mentransfer
pengetahuannya kepada tenaga kerja Indonesia atau biasa disebut transfer
knowledge, jadi ketika tenaga kerja asing sudah selesai dalam pekerjaannya di
Indonesia, pendamping dari tenaga kerja Indonesia tidak mendapat pelatihan atau
bimbingan untuk mendapatkan transfer knowledge tersebut.