Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Penyembuhan lukambuhan Luka Pada Pasien Post Sectio Caesarea Di...
-
Upload
ofan-whaka -
Category
Documents
-
view
448 -
download
1
description
Transcript of Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Penyembuhan lukambuhan Luka Pada Pasien Post Sectio Caesarea Di...
HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST SECTIO CAESAREA DI RUANG NIFAS RSUD PRAYA
A. Data,masalah solusi
1. Variable pertama(mobilisasi dini)
a. Data
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh calon peneliti di ruang Nifas RSUD
PRAYA terhitung dari tanggal 1-30 september 2014
terdapat 56 pasien bersalin dengan sectio caesarea.
Dari 56 pasien tersebut memiliki kemampuan untuk mulai
melakukan mobilisasi post section caesarea dalam
rentang waktu yang berbeda, misalnya dalam waktu 6-10
jam mampu menggerakkan lengan tangan dan kaki secara
mandiri dan adapula yang dibantu oleh perawat atau
setelah dianjurkan oleh perawat.
b. Masalah
Dari hasil wawancara dengan salah satu perawat di
ruang nifas bahwa ada yang mampu melakukan mobilisasi
setelah dianjurkan oleh perawat dimulai dari 6 jam
setelah operasi ada yang mampu melakukan pergantian
posisi di tempat tidur yaitu miring kiri atau miring
kanan setelah dianjurkan oleh perawat dan ada yang
ditak mau melakukannya, dan sampai hari ke-3 ada yang
sudah bisa berjalan setelah dianjurkan oleh perawat
dan ada yang bahkan tidak berani bergerak dan bangun
dari tempat tidur. Hal ini disebabkan oleh persepsi
klien yang beranggapan bahwa semakin banyak melakukan
pergerakan semakin lama proses penyembuhan.
c. Solusi
Solusi yang diberikan oleh perawat setempat
adalah membantu pasien untuk berganti posisi ditempat
tidur dan melibatkan keluarga dalam membantu pasien
bergerak ditempat tidur sampai pasien bisa berjalan
kembali.
2. Variable kedua(proses penyembuhan luka)
a. Data
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh calon peneliti di ruang Nifas RSUD
PRAYA terhitung dari tanggal 1-30 september 2014
terdapat 56 pasien bersalin dengan sectio caesarea.
dari 56 pasien tersebut yang menjalani proses
persalinan melalui operasi sectio caesarea memiliki
lama proses peyembuhan luka yang berbeda.
b. Masalah
Sebagian besar pasien post sectio caesarea yang
dirawat diruang nifas RSUD PRAYA memiliki lama proses
penyembuhanluka yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena sering terjadinya perdarahan, infeksi pada luka
operasi.
c. Solusi
Tindakan yang diberikan oleh perawat setempat
adalah observasi dan rawat luka.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian data di atas dapat disimpulkan
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ” Apakah Ada
hubungan mobilisasi dini dengan proses penyembuhan luka
pada pasien post sectio caesarea di ruang Nifas RSUD PRAYA?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini dengan
proses penyembuhan luka pada pasien post sectio caesarea
di ruang Nifas RSUD PRAYA
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi frekuensi mobilisasi dini di ruang
Nifas RSUD PRAYA.
b. Mengidentifikasi proses penyembuhan luka pada pasien
post sectio caesarea di ruang Nifas RSUD PRAYA.
c. Menganalisa hubungan mobilisasi dini dengan
penyembuhan luka pada pasien post sectio caesarea di
ruang Nifas RSUD PRAYA.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
Diharapkan dapat memberikan manfaat pada peneliti
dalam menambah pengalaman dan pengetahuan untuk
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan.
2. Bagi profesi keperawatan
Hisil penelitian ini di harapkan dapat memberikan
informasi atau data dasar bagi peneliti selanjutnya
mengenai Hubungan mobilisasi dini dengan proses
penyembuhan luka pada pasien post sectio caesarea di
ruang bersalin RSUD PRAYA.
3. Bagi Rumah sakit
Hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai
sumber data dan informasi bagi rumah sakit dan dapat
digunakan sebagai pengetahuan bagi perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada pasien terutama
mengenai mobilisasi dini dengan proses penyembuhan luka
pada pasien post sectio caesarea.
E. Keaslian penelitian
Penelintian serupa pernah dilakakan oleh siti
rahmatullah pada tahun 2011 dengan judul “ gambaran
pengetahuan dan sikap ibu post sectio caesaria tentang
mobilisasi dini di RSUD Dr.R.Soedjono Selong.Lombok Timur.”
Rancangan penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah
semua ibu yang mengalami pembedahan sectio caesaria di RSUD
Dr.R.Soedjono selong periode 25 November 2011 sampai 25
Desember 2011 berjumlah 68 orang. Teknik pengambilan sampel
dengan accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengetahuan ibu post sectio caesarea tentang
mobilisasi dini di RSUD.Dr.R Soedjono Selong sebagian besar
memiliki tingkat pengetahuan cukup. Sikap ibu post sectio
caesarea tentang mobilisasi dini di RSUD.Dr.Rsoedjono
Selong sebagian besar memiliki sikap dengan kategori cukup.
Sedangkan penelitian sekarang yang dilakukan oleh
Abd.Rahman HS(2014)ingin mengetahui apakah ada hubungan
mobilisasi dini dengan proses penyembuhan luka pada pasien
post sectio caesarea, Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan
pendekatan cohort.
Desain survei analitik yaitu suatu penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa masalah kesehatan
tersebut bisa terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan
antara faktor resiko (faktor yang mempengaruhi efek) dengan
faktor efek (faktor yang dipengaruhi oleh resiko), dengan
pendekatan cohort, yaitu suatu pnelitian yang digunakan
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko
dengan efek melalui pendekatan longitudidal kedepan atau
prospektif. Artinya, faktor risiko yang akan dipelajari
diidentifikasi dulu, kemudian diikuti kedepan secara
prospektif timbulnya efek, yaitu penyakit atau salah satu
indikator status esehatan. Teknik sampling yang digunakan
adalah accidental sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Mobilisasi Dini
1. Pengertian
Konsep mobilisasi mula–mula berasal dari ambulasi
dini yang merupakan pengembalian secara berangsur–angsur
ketahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi
sedangkan mobilisasi ibu post partum adalah suatu
pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan
ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalinan
sesarea (Roper, 2000).
Mobilisasi dini adalah kemampuan seseorang untuk
selekas mungkin berjalan bangkit berdiri dan kembali ke
tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagainya
disamping kemampuan mengerakkan ekstremitas atas.
(Suparyanto, 2010).
Wanita yang baru bersalin memang memerlukan
istrahat dalam jam-jam pertama post partum akan tetapi
jika persalinan ibu serba normal tanpa kelainan maka
wanita yang baru bersalin itu bukan seorang penderita
dan hendaknya jangan dirawat seperti seorang penderita,
setelah 2 jam post partum seorang ibu nifas normal sudah
harus bergerak ditempat tidur yaitu miring ke kiri
maupun miring ke kanan (Sarwono, 2007). Setelah 1-2 jam
post partum setelah persalinan dan keadaan ibu normal,
biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan
bantuan orang lain. (Bahiyatul, 2009).
Pada tahap mobilisasi dini ini ibu mungkin
memerlukan bantuan karena beberapa ibu merasa nyeri dan
lelah ketika pertama kali bangun dari tempat tidur
setelah kelahiran pervaginam (Rukiah et al, 2011).
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan
sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian–
bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar
berjalan. Menurut Kasdu (2003) dalam Bariah,(2010)
menyatakan mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi
pasien yang membaik. Pasien yang mengalami operasi
caesar dianjurkan untuk tidak berdiam diri di tempat
tidur tetapi harus menggerakkan badan atau mobilisasi.
Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang
akan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Mobilisasi
dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan
membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman,
2000).
Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan
suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis
karena hal itu esensial untuk mempertahankan
kemandirian.
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing
penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas dan imobilisasi mengacu pada
ketidak mampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang
dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial. Beberapa
klien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di
antara rentang mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien
lain, berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan
berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas.
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol
dalam mempercepat pemulihan paska bedah dan dapat
mencegah komplikasi paska bedah. Banyak keuntungan bisa
diraih dari latihan di tempat tidur dan berjalan pada
periode dini paska bedah.
Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari
rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring
lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau
penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi
darah dan pernapasan terganggu, juga adanya gangguan
peristaltik maupun berkemih. Sering kali dengan keluhan
nyeri di daerah operasi klien tidak mau melakukan
mobilisasi ataupun dengan alasan takut jahitan lepas
klien tidak berani merubah posisi.
Disinilah peran perawat sebagai edukator dan
motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami
suatu komplikasi yang tidak diinginkan.
2. Rentang gerak dalam mobilisasi
Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi terdapat
tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot persendian dengan menggerakkan
otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif misalnya pasien berbaring dan
menggerakkan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan.
3. Jenis Mobilitas/Mobilisasi
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat
melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak
secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
4. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Menurut Aziz alimul (2006) mobilitas seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Gaya Hidup
perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan
mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada
perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan
mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem
tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur
femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam
ektremitas bagian bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga
dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang
memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat: sebaliknya ada orang
yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat
dan dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas
4. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.
Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik,
dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan tingkat mobilitas
pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan
kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
dengan perkembangan usia.
5. Manfaat Mobilisasi Dini
Menurut Mochtar (2005), manfaat mobilisasi bagi ibu
setelah melahirkan atau pada masa nifas adalah:
a.Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early
ambulation. Dengan bergerak, otot-otot perut dan
panggul akan kembali normal sehingga otot perut menjadi
kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan
demikian ibu merasa sehat dan membantu mempercepat
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
b.Mobilisasi dini memungkinkan mengajarkan segera untuk
ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu
akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan
demikian ibu akab cepat merasa sehat dan biasa merawat
anaknya dengan cepat.
c.Mobilisasi dini penting dianjurkan pada ibu nifas untuk
mengurangi resiko terancam trombosis vena, komplikasi
kandung kemih, konstipasi dan emboli pulmonal.
6. Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi
a. Peningkatan suhu tubuh. Karena adanya involusi
uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak
dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah
satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu
tubuh.
b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini
kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri
keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat
dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan
pembuluh darah yang terbuka.
c. Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan
mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran
darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan
terganggunya kontraksi uterus.
7. Tahap tahap mobilisasi dini
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan
secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap
mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea:
a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca operasi
seksio sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi
dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,
tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot
betis serta menekuk dan menggeser kaki.
b. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring
kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo
emboli.
c. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai
belajar untuk duduk.
d. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar
berjalan.
8. Pelaksanaan Mobilisasi Dini
a. Hari ke 1
1)Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah penderita atau ibu
sadar.
2)Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar.
b. Hari ke 2
1)Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas
dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-
batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan
pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan
pada diri ibu atau penderita bahwa ia mulai pulih.
2)Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi
setengah duduk.
3)Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari
penderita atau ibu yang sudah melahirkan dianjurkan
belajar duduk selama sehari.
c. Hari ke 3 sampai 5
1)belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada
hari setelah operasi.
2)Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta
diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan
ibu.
B. Konsep Luka
1. Pengertian
Menurut A.Azis Alimul Hidayat (2011), luka adalah
keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang
dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Jenis-Jenis Luka
Berdasarkan sifat kejadian, luka dibagi menjadi
dua, yaitu luka disengaja dan luka tidak disengaja. Luka
disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah,
sedangkan luka yang tidak disengaja adalah luka terkena
trauma. Luka yang tidak disengaja (trauma) juga dapat di
bagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Disebut
luka tertutup jika tidak terjadi robekan, sedangkan luka
terbuka jika terjadi robekan dan terlihat seperti luka
abrasio (luka akibat gesekan), luka puncture (luka
akibat tusukan) dan hautration (luka akibat alat
perawatan luka).
Berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi dua
yaitu luka mekanik dan luka nonmekanik. Luka mekanik
terdiri atas:
a. vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam,
pinggir luka kelihatan rapi.
b. Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada
jaringan bawah kulut akibat benturan benda tumpul.
c. Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau
benda lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan rusak
yang dalam.
d. Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil dibagian luar
(bagian mulut luka), akan tetapi besar di bagian dalam
luka.
e. Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan
peluru, bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman.
f. Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya
pada bagian luka.
g. Vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian
luka dan tidak sampai kepembuluh darah..
Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia,
termik, radiasi atau sengatan listrik.
3. proses Penyembuhan Luka
Menurut A.Azis Alimul Hidayat (2011), proses
penyembuhan luka meliputi empat tahap, yaitu:
1) Tahap respon inflamasi akut terhadap cedera. Tahap ini
dimulai saat terjadinya luka, pada tahap ini terjadi
proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan
histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang
rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel
darah putih ke daerah yang rusak.
2) Tahap destruktif. Pada tahap ini terjadi pembersihan
jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan
makrofag.
3) Tahap ploriferatif. Pada tahap ini pembuluh darah baru
diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.
4) Tahap maturasi. Pada tahap ini terjadi repitelisasi,
konstraksi luka dan organisasi jaringan.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Menurut A.Azis Alimul Hidayat (2011), Proses
penyenbuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu:
a. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka
membutuhkan peredaran darah yang baik untuk
pertumbuhan atau perbaikan sel.
b. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat
perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup.
Oleh sebab itu,orang yang mengalami kekurangan kadar
hemoglobin dalam darah akan mengalami proses
penyembuhan luka yang lama.
c. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan
dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang.
Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menurunkan
sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat
proses penyembuhan.
d. Penyakit lain, mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Adanya penyakit seperti diabetes militus dan ginjal
dalam memperlambat proses penyembuhan luka.
e. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu
perbaikan sel, terutama karena tergantung kandungan
zat gizi di dalamnya. Sebagai contoh, Vitamin A
diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau
penutupan luka dan sitesis kolagen; Vitamin B kompleks
sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak; Vitamin C
dapat berfungsi sebagai fibroblas, mencegah timbulnya
infeksi dan membentuk kapiler-kapiler darah; Vitamin K
membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat
pembekuan darah.
f. Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres mempengaruhi
proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk,
banyak mengkonsumsi obat-obatan, merokok dan stres
akan mengalami proses penyembuhan luka yang lebih
lama.
5. Masalah yang terjadi pada luka
Menurut A.Azis Alimul Hidayat (2011), Beberapa
masalah yang dapat terjadi dalam proses penyembuhan luka
adalah sebagai berikut:
1) Perdarahan, ditandai dengan adanya perdarahan
disertai perubahan tandai vital seperti kenaikan
denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan
darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan serta
keadaan kulit yang dingin dan lembab.
2) Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti
kulit kemerahan, demam atau panas, rasa nyeri dan
timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras
serta adanya kenaikan leukosit.
3) Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau
seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi,
terjadinya trauma dan lain-lain. Sering ditandai
dengan kenaikan suhu tubuh(demam), takikardia dan
rasa nyeri pada daerah luka.
4) Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian
dalam kearah luar melalui luka. Hal ini dapat
terjadi jika luka tidak segera menyatu dengan baik
atau akibat proses penyembuhan luka.
C. Konsep Seksio sesarea
1. Pengertian Sectio Caesaria
Istilah Seksio sesarea berasal dari perkataan Latin
caedere yang artinya memotong. Pengertian ini sering
dijumpai dalam roman law (lex regia) dan emperor’s
law (lex caesarea) yaitu undang-undang yang
menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang
meninggal harus keluarkan dari dalam rahim
(Muchtar,2001).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan
janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina
(Muchtar,2001).
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Prawiharto, 2004).
2. Jenis-Jenis Seksio Sesarea
a. Seksio sesarea transperitoneal
Seksio Sesarea klasik atau korporal yaitu
dengan melakukan sayatan vertikal sehingga
memungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan
keluar bayi.
Seksio sesarea ismika atau profunda yaitu
dengan melakukan sayatan atau insisi melintang dari
kiri kekanan pada segmen bawah rahim dan diatas
tulang kemaluan.
b. Seksio Sesarea Ekstraperitonealis
Yaitu tanpa membuka peritonium parietalis,
dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
(Muchtar, 2001).
3. Indikasi Seksio Sesarea
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior).
b. Panggul sempit
Holemr mengambil batas terendah untuk
melahirkan janin vias naturali ialah CV = 8 cm dapat
melahirkan dengan normal, harus diselesaikan dengan
seksio sesarea. CV antara 8-10 cm boleh di coba
dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan
seksio sesarea sekunder.
c. Disproporsi sefalo-pelvik yaitu tidak keseimbangan
antara ukuran kepala dan panggul
d. Ruptur uteri mengancam
e. Partus lama
f. Partus tak maju
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Malpersentasi janin
1)Letak lintang (Greenhil dan Estman sama-sama
sependapat):
1. Bila ada kesempitan panggul, maka seksio sesarea
adalah cara yang terbaik dalam segala letak
lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
2. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan seksio sesarea, walau tidak ada
perkiraan panggul sempit.
3. Multipara dengan letak lintang dapat lebih
ditolong dengan cara-cara lain.
2) Letak bokong, seksio sesarea dianjurkan pada letak
bokong bila ada:
a) Panggul sempit,
b) Primigravida dan,
c) Janin besar dan berharga.
3) Persentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila
reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
4) Persentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
5)Gemelli, menurut Eatman seksio sesarea dianjurkan:
a) Bila janin pertama letak lintang atau persentasi
bahu,
b) Bila terjadi interlok,
c) Distosia oleh karena tumor dan,
d) Gawat janin dan sebagainya.
4. Komplikasi
a. Infeksi puerperal
Infeksi puerperal, komplikasi ini bisa bersifat
ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis.
Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman kedalam alat-alat
genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono
Prawirohardjo, 2005:689).
Infeksi puerperalis adalah infeksi peradangan
pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab
apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan
melebihi 380 C tanpa menghitung hari pertama dan
berturut-turut selama 2 (dua) hari.
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat
kandungan seperti eksugen, autogen dan endogen.
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah
streptococcus dan anaerop yang sebenarnya tidak
patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
puerperalis antara lain streptococcus haematilicus
aerobic, staphylococcus aurelis, Escherichia coli,
Clostridium welchii.
Faktor-faktor predisposisi infeksi puerperalis,
diantaranya:
1)Persalinan yang berlangsung lama sampai terjadi
persalinan terlantar,
2)Tindakan operasi persalinan,
3)Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan
darah,
4)Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil
melebihi enam jam dan,
5)Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu
perdarahan ante partum dan postpartum, anemia pada
saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil
dengan penyakit infeksi seperti pneumonia, penyakit
jantung dan sebagainya.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka,
atau karena atonia uteri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perdarahan setelah persalinan:
1) Perdarahan setelah persalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah
20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor
risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal.
Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20
tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi setelah persalinan terutama
perdarahan akan lebih besar.
Perdarahan setelah persalinan yang
mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil
yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali
lebih tinggi daripada perdarahan pasca persalinan
yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
setelah persalinan meningkat kembali setelah usia
30-35 tahun mengalami penurunan sehingga
kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan
menjadi lebih besar.
2) Perdarahan setelah persalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut perdarahan setelah persalinan
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas
satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai
angka kejadian perdarahan pasca persalinan lebih
tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu),
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang
pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan
ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi
selama kehamilan, persalinan dan nifas.
3)Perdarahan setelah persalinan dan antenatal care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan
seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak
selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas
sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta
anak dapat diturunkan.
Pemeriksaan antenatal yang baik dan
tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko
tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin
terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan
kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini
disebabkan karena dengan adanya antenatal care
tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat
dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.
4)Perdarahan setelah persalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai
normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 8 gr%. Perdarahan pasca persalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau
lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa
adanya penanganan yang tepat dan akurat akan
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah
nilai normal.
5)Penanganan perdarahan setelah persalinan
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada
prinsipnya adalah hentikan perdarahan, cegah atau
atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi
infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma
ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi
darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian,
terapi terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau
sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus
yang disangka akan terjadi perdarahan adalah
penting.
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan
sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu
hamil dengan melakukan “antenatal care” yang baik.
Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat
perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk
bersalin di rumah sakit. Di rumah sakit, diperiksa
kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb (hemoglobin),
golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor
darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat
rahim.
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena
perdarahan dalam batas batas normal dapat
membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.
Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami
perdarahan post partum, persalinan harus
berlangsung di rumah sakit.
Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada
perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan
solutio plasenta. Komplikasi-komplikasi lain
seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru,
dan sebagainya sangat jarang terjadi. Suatu
komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang
kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan
sesudah seksio sesarea klasik.
c. Ruptura uteri
Ruptur uteri dapat terjadi secara komplek dimana
robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk
peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah
berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati; ruptura
inkomplet, robekan rahim secara parsial dan peritoneum
masih utuh. Angka kejadian sekitar 0,5%. Ruptura uteri
dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan
dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah
mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca
sectio caesar) serta dapat terjadi dalam pada ibu yang
sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu
(akhir kehamilan)
Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan
cacat rahim adalah sekitar 40%; ruptura uteri yang
berkaitan dengan low segmen caesarean section (insisi
tranversal) adalah < 1% dan pada classical caesarean
section (insisi longitudinal) kira-kira 4%–7%.
5. Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea Perawatan post operasi seksio sesarea adalah
sebagai berikut (Liu,2007):
a.Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali,
perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urin serta jumlah
darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
b.Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL,
terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam
pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output
urine jauh di bawah 30 ml/jam, pasien harus segera
dievaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
c.Vesika urinarius dan usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post
operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi.
Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama
setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih
lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
d.Ambulasi atau mobilisasi dini
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien
dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur
sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien
dapat berjalan dengan pertolongan.
e.Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga
pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak
plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan
kulit dapat diangkat setelah hari keempat setelah
pembedahan. Paling lambat hari ketiga post partum,
pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
f.Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah
operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali
bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau
keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
g.Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post
operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan
pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
h.Memulangkan pasien dari rumah sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih
aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada
hari keempat dan kelima post operasi, aktivitas ibu
seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan
bayinya dengan bantuan orang lain.
6. Masalah-Masalah Keperawatan Pasien Post Seksio
Sesarea
a. Gangguan nyaman: nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera (biologis, psikologi, kimia dan fisik
(NANDA,2006).
b. Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada
konsep diri, transmisi / kontak interpersonal,
kebutuhan tidak terpenuhi (NANDA,2006).
c. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
fungsi biokimia atau regulasi (NANDA,2006).
d. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan / kulit rusak (NANDA, 2006).
e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
(NANDA, 2006).
f. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan
sensorik motorik (NANDA,2011).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan serta makna tertentu yang tentuntya di
dasarkan pada rasional, empiris (teramati) serta sistematis
(Machafoeds;2008). Pada bagian metode penelitian difokuskan
pada bagaimana penelitian dilaksanakan agar tujuan atau
masalah dapat dijawab.
A. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang dapat dimintai
informasi atau yang menjadi responden dalam penelitian
(Suprayitno, 2010). Yang menjadi subjek Pada penelitian
ini adalah semua klien post sectio caesarea yang dirawat
di ruang Bersalin RSUD PRAYA.
B. Objek penelitian
Pengertian objek penelitian secara umum merupakan
permasalahan yang dijadikan topik penulisan dalam rangka
menyusun suatu laporan penelitian (Suprayitno, 2010). Objek
dalam penelitian ini adalah mobilisasi post SC.
C. Populasi dan sampel penelitian
a. Populasi penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau
objek yang diteliti (Notoadmojo;2010), dalam penelitian
ini yang menjadi populasi adalah semua klien post sectio
caesarea yang dirawat di ruang Bersalin RSUD PRAYA
b. Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi
yang diteliti (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini
yang menjadi sampelnya adalah klien post sectio caesarea
diruang Bersalin.
Cara perhitungan sampel(Nursalam, 2011):
Rumus :
n= N
1+N (d)2
Keteranga :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
D = Tingkat signifikasi (p)
Cara perhitungan sampel :
n= 56
1+56 (0,05)2
n= 561,14
n=¿ 49,122 =49
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan
sampel (Sugiyono, 2010). Teknik sampling pada penelitian
ini menggunakan nonprobability sampling dengan Accidental
sampling yaitu mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan
konteks penelitian (Notoatmodjo;2010).
D. Desain penelitian
Rancangan penelitian merupakan rencana penelitian
yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat
memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Setiadi,
2007).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan
cohort.
Desain survey analitik yaitu suatu penelitian yang
mencoba mengetahui mengapa masalah kesehatan tersebut bisa
terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan antara faktor
resiko (faktor yang mempengaruhi efek) dengan faktor efek
(faktor yang dipengaruhi oleh resiko), dengan pendekatan
cohort, yaitu suatu pnelitian yang digunakan untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan
efek melalui pendekatan longitudidal kedepan atau
prospektif. Artinya, faktor risiko yang akan dipelajari
diidentifikasi dulu, kemudian diikuti kedepan secara
prospektif timbulnya efek, yaitu penyakit atau salah satu
indikator status kesehatan. Teknik sampling yang digunakan
adalah accidental sampling (Notoatmodjo,2012).
E. Pengumpulan Data dan Pengelolahan Data
Tehnik pengelolahan data merupakan cara peneliti
untuk mengumpulkan data, perlu dilihat alat ukur
pengumpulan data agar memperkuat hasil penelitian (Alimul,
2009).
Adapun tehnik pengumpulan data dan pengelolahan data
dalam penelitian ini meliputi :
1) Tehnik pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan
kepada subjek atau responden dan proses pengumpulan
karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2003).
Pada pelaksanaan penelitian data, sehari sebelum
pelaksana operasi, peneliti menjelaskan teknik atau cara
melakukan mobilisasi dini pada responden yang
selanjutnya dilakukan observasi mobilisasi dini 6 jam
pertama setelah operasi, 6-12 jam setelah operasi, 24
jam pertama setelah operasi yang sesuai dengan lembar
observasi mobilisasi dini. Sedangkan data tentang proses
penyembuhan luka peneliti melakukan pada saat responden
melakukan kontrol 1 pada hari ke-3 setelah operasidan
kontrol ke-2 hari ke-6 stelah operasi.
2) Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cepat, lengkap
dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Iqbal,
2002). Instrumen digunakan dalam penelitian data
adalah :
Pedoman Observasi
Pedoman observasi merupakan cara pengumpulan
data dengan melakukan pengamatan secara langsung pada
responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-
hal yang akan diteliti (Alimul, 2007). Pedoman
observasi yang telah dibuat oleh peneliti yang akan
digunakan untuk mengetahui hubungan Mobilisasi Dini
Tdengan Penyembuhan Luka Post sectio caesarea Di Ruang
Nifas RSUD PRAYA. Pedoman obsevasi pada hubungan
mobilisasi dini dibuat sendiri oleh penulis yang
mengacu pada tinjauan pustaka tentang penyembuhan luka
post sectio caesarea.
F. Analisa data
Dalam penelitian ini analisa data yang di gunakan adalah
uji spearman rank yaitu digunakan untuk mencari hubungan
antara variable indevenden dan variable dependen
bersekala ordinal.
G. Hipnosis
Hypnosis adalah pernyataan awal peneliti mengenai
hubungan antar variable yang merupakan jawaban peneliti
tentang kemungkinan hasil penelitian(setiadi:2007).
DAFTAR PUSTAKA
Alfian. (2012). Hubungan Persepsi Pasien tentang
Mobilisasi Dini dengan Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi
Seksio Sesarea di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut
Patuh Patju Lombok Barat. Skripsi.
Alimul Aziz, A. 2011. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
Untuk Kebidanan. Jakarta; Salemba Medika.
Notoatmodjo. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2011. Konsep dan penerapan metodologi ilmu
penelitian keperawatan. Jakarta;selemba medika.