HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN...

99
i HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN DENSITAS MASSA TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KLINIK PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT RENI JAYA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Amalina Fitrasari NIM.11141030000064 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Transcript of HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN...

Page 1: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

i

HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN DENSITAS MASSA TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KLINIK PELAYANAN KESEHATAN

MASYARAKAT RENI JAYA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Amalina Fitrasari

NIM.11141030000064

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H/2017

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Page 2: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahvra :

l. Laporan penelitian ini melupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk men-renuhi salah satu persyaratar-i rnemperoleh gelar strata I di UIN

Syarif F{idayatuliah Jakar'te.

2. Semua sumber yalig saya gunakan dalarn penulisan ini telah saya

canturnkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarra.

3. Jika di keinudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerirna sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarla.

Ciputat,4 Agustus 2017

Arnalina Fiti'asari

Page 3: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

HUBUNGAN KADAR KALSIUNI DENGAN DENSITAS NIASSA TULANGCALCAIVEAT PADA LANSIA DI KLINIK PELAYANAN KESEHATAN

MASYARAKAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017

Laporan penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh :

Amalina Fitrasari

NIM. I 1 141030000064

dr. Achmad Zaki, Sp. OT, M.EpidNIP. 19780507 200501 1 005

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438H l20t7N4

iii

Pembimbing I Per4bimbing 2

Page 4: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

LENIBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian berjudul HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM

DENGAN DENSITAS N,IASSA TULAI\G CALCANEAZ PADA LANSIA DI

KLINIK PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT UIN SYARIF

HIDAYATULLAII JAKARTA TAIIUN 2017 yang diajukan oleh Amalina

Fitrasari (NIM : 11141030000064), telah diujikan dalam sidang di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu kesehatan pada 4 Agustus 2017. Laporan penelitian ini telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

Ciputat,4 Agustus 2017

dr. Achmad Zaki, Sp. OT, M.EpidNrP. 19780s07 200s01 r 00s

imbing 2

-1

dr. Achmad Zaki, SpIOT, M.EpidNIP. 19780507 200501 I 005

guji 1

3 199103 1 003

dr. Fika Ekayantfl Dipl.FM, M.Med.EdNrP. 197901ts0 200604 2 001

dr. Mustika

PIMPINAN FAKULTAS

Kaprodi PSKPD

dr. Nouv ffi/enD, FICS, FACS

DEWAN PENGUJI

Ketua $idang

Pembimbing 1

. H. Arif Sumantri, S.KM, M.KesNIP. 196s0808 198803 1 002 NIP 9721103 200604 1 001

Page 5: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini, serta

shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan

para sahabatnya semoga kita menjadi umatnya yang mendapatkan syafaat beliau

kelak di hari kiamat nanti, aamiin ya rabbal alamin.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana

kedokteran dari Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD), Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses pembuatan skripsi yang berjudul “Hubungan Kadar Kalsium

Serum dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal pada Lansia di Klinik

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2017” tentu melibatkan berbagai pihak yang memberikan

bantuan, bimbingan, serta dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini dengan semaksimal mungkin.

Oleh karena itu, penulis ingin menyempaikan rasa terima kasih kepada pihak yang

telah terlibat, di antaranya :

1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid sebagai pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, dukungan , serta semangat dan nasehat sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lancar.

4. dr. Fika Ekayanti,Dipl.FM,M.Med.Ed selaku pembimbing II yang telah

memberikan masukan serta bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan laporan penelitian ini.

Page 6: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

vi

5. dr.Putri Herliana yang telah memberikan pengetahuan khususnya

mengenai analisis dan pengolahan data kepada penulis selama pembuatan

laporan penelitian ini.

6. Bapak Chris Adhiyanto, MBiomed, PhD selaku penanggung jawab riset

PSKPD angkatan 2014.

7. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai

bekal bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi

agama, nusa dan bangsa.

8. Staf Klinik Pelayanan dan Kesehatan Masyarakat (KPKM) Reni Jaya UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak bantuan

kepada saya selama pengambilan data penelitian ini.

9. Kepada kedua orangtua penulis yang senantiasa memberikan dukungan,

doa, dan kasih sayang selama penulis menjadi mahasiswi preklinik juga

selama menyelesaikan laporan penelitian ini.

10. Teman sejawat dan seperjuangan, mahasiswa/i PSKPD FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta angkatan 2014.

11. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan

penelitian ini.

Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak

dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T

dan semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.

Ciputat, 4 Agustus 2017

Penulis

Page 7: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

vii

ABSTRAK

Amalina Fitrasari.Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Kadar Kalsium Serum dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal pada Lansia di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017. Latar Belakang:. Seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia, jumlah lansia di Indonesia pun meningkat sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan terus meningkat. Salah satu faktor risiko osteoporosis adalah defisiensi kalsium. Kalsium berperan pada proses mineralisasi tulang yang membuat tulang memilki struktur yang keras dan kaku. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar kalsium serum dengan densitas massa tulang calcaneal pada lansia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan selama bulan Februari-Mei 2017 di KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kadar kalsium serum didapat dari pengambilan serum darah sedangkan densitas massa tulang calcaneal diukur dengan Hologic Sahara Quantitative Ultrasound. Hasil: Responden berjumlah 63 orang yang berusia ≥60 tahun. Dilakukan analisis bivariat dengan uji korelasi Chi square dan didapatkan p value 1.00 dengan nilai r : -0,057. Kesimpulan: Hubungan kadar kalsium serum dengan densitas massa tulang calcaneal tidak signifikan. Kata Kunci: kalsium serum, densitas massa tulang calcaneal , quantitative ultrasound, lansia.

ABSTRACT Amalina Fitrasari. Medical Studies and Medical Education Program. The Relationship Between Calcium Serum Levels with Calcaneus Bone Mass Density in Elderly at Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat Reni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017. Background: Along with the increasing life expectancy of Indonesian society, number of elderly in Indonesia also increase so that prevalence of degenerative disease such as osteoporosis is also increase.One of risk factor of osteoporosis is calcium deficiency. Calcium has a role on the process of bone mineralization that makes bone have a hard and rigid structure. Objective: Find out the relationship between calcium serum levels with calcaneus bone mass density in elderly. Method: This study use cross sectional design which was held during February-Mei 2017 at KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Calcium serum levels obtained were obtained from blood serum while calcaneus bone mass density were measured by Hologic Sahara Quantitative Ultrasound. Result: Number of respondent are 63 person whose age is ≥ 60 years old. Bivariate analysis was performed with chi square correlation test and obtained p value 1.00 with corelative coefficient : -0,057. Conclusion: Relationship between serum calcium levels with calcaneus bone mass density not significant. Keyword : serum calcium, calcaneus bone mass density, quantitative ultrasound, elderly.

Page 8: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... iv

KATA PENGANTAR................................................................................ v

ABSTRAK.............................................................................................. vii

DAFTAR ISI................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL...................................................................................... xi

DAFTAR GRAFIK.................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1 1.2. Rumusan masalah................................................................................ 3 1.3. Hipotesis.............................................................................................. 3 1.4. Tujuan ................................................................................................. 3

1.4.1.1. Tujuan umum..................................................................... 3 1.4.1.2. Tujuan khusus.................................................................... 3

1.5 Manfaat penelitian..................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori................................................................................... 2.1.1. Anatomi dan Histologi Tulang.........................................................6 2.1.1.1. Komponen Tulang...................................................... 6 2.1.1.2. Klasifikasi Tulang....................................................... 7 2.1.1.3. PendarahanTulang............................................................ 13 2.1.1.4. Persarafan Tulang............................................................. 13 2.1.2. Fisiologi Tulang 2.1.2.1. FungsiTulang.................................................................... 14 2.1.2.2. Proses Pembentukan dan Perkembangan Tulang............ 15 2.1.2.3. Metabolisme Kalsium dan Fosfat di Tulang................... 22 2.1.3. Peranan Kalsium pada Tulang........................................................ 23 2.1.4. Dampak Defisiensi Kalsium terhadap Densitas Massa Tulang...... 25 2.1.5. Osteoporosis...........................................................................

Page 9: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

ix

2.1.5.1. Definisi........................................................................ 26 2.1.5.2. Klasifikasi.................................................................. 26 2.1.5.3. Epidemiologi.............................................................. 27 2.1.5.4. Faktor Risiko.............................................................. 29 2.1.5.5. Patofisiologi............................................................... 31 2.1.5.6. Penegakkan Diagnosis................................................ 33 2.1.5.7. Pengobatan................................................................. 35 2.1.5.8. Pencegahan................................................................. 37 2.1.6. Pemeriksaan Densitometri.....................................................

2.1.6.1.Definisi........................................................................ 38 2.1.6.2. Teknik......................................................................... 37 2.1.6.3.Dual Xray Absorptiometry sebagai Baku Emas

Penegakkan Diagnosis Osteoporosis.............................. 40 2.1.6.4.Quantitative Ultrasound sebagai Skrinning

Osteoporosis................................................................. 41 2.2 Kerangka Teori................................................................................... 44 2.3 Kerangka Konsep................................................................................ 45 2.4 Definisi operasional............................................................................. 46

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian................................................................................. 49 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 49 3.3 Sumber Data........................................................................................ 49 3.4 Populasi dan Sampel........................................................................... 49 3.5 Besar Sampel Penelitian..................................................................... 50 3.6 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian................................................. 51 3.7 Kriteria Inklusi dan Ekslusi.............................................................

3.7.1. Kriteria Inklusi.......................................................................... 51 3.7.2.Kriteria Eksklusi........................................................................ 51

3.8 Alat dan Bahan................................................................................... 51 3.9 Alur Penelitian.................................................................................... 53 3.10 Identifikasi Variabel.............................................................

3.10.1. Variabel Bebas........................................................................ 53 3.10.2. Variabel Terikat...................................................................... 53

3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data 3.11.1. Pengolahan Data..................................................................... 54 3.11.2. Analisis Data........................................................................... 54

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden................................................................ 4.1.1. Usia Responden...................................................................... 55 4.1.2. Jenis Kelamin Responden....................................................... 56 4.1.3. Indeks Massa Tubuh............................................................... 57 4.1.4. Kadar Kalsium Serum............................................................ 58 4.1.5. Gambaran Densitas Massa Tulang Calcaneal dalam Bentuk

Estimated Heel T-score.......................................................... 59

Page 10: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

x

4.2.Korelasi antara Kadar Kalsium Serum dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal yang Digambarkan dalam Bentuk Estimated Heel T-score.......................................................... 60

4.3.Faktor-Faktor Lain yang Memnpengaruhi Densitas Massa Tulang Calcaneal ............................................................................................. 64

4.4.Keterbatasan Penelitian....................................................................... 66

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan............................................................................................. 67 5.2. Saran................................................................................................... 67

BAB VI KERJASAMA PENELITIAN....................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 70

LAMPIRAN.................................................................................................. 76

Page 11: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Indikasi Pemeriksaan Bone Mass Density ...................................38

Tabel 4.1 Karakteristik Usia Responden..................................................... 55

Tabel 4.2. Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin............. 56

Tabel 4.3. Karakteristik Indeks Massa Tubuh Responden............................. 57

Tabel 4.4. Frekuensi Kadar Kalsium Serum Responden............................... 58

Tabel 4.5. Gambaran Densitas Massa Tulang Calcaneal

Responden dalam Bentuk Estimated Heel T-score .......................60

Tabel 4.6. P value (Hasil Uji Fisher’s Exact Test)...................................... 61

Tabel 4.7. Korelasi Kadar Kalsium Serum dengan Estimated Heel T-score..... 61

Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara Kadar Kalsium

Serum dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal.........................................61

Tabel 4.9 Hubungan Usia dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal.............64

Tabel 4.10. Hubungan Jenis Kelamin dengan Densitas

Massa Tulang Calcaneal...........................................................65

Tabel 4.11. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Densitas

Massa Tulang Calcaneal..........................................................66

Page 12: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Frekuensi Usia Responden dalam Bentuk Diagram Batang...............56 Grafik 4.2. Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................57 Grafik 4.3. Frekuensi IMT Responden dalam Bentuk Diagram Batang...............58 Grafik 4.4. Frekuensi Kadar Kalsium Serum Responden dalam

Bentuk Diagram Batang......................................................................59 Grafik 4.5 Gambaran Estimated Heel T-score dalam

Bentuk Diagram Batang.....................................................................60 Grafik 4.6. Gambraran Frekuensi Estimated Heel T-score

Berdasarkan Kadar Kalsium Serum..............................................62

Page 13: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sistem Havers pada Tulang Panjang...............................................8

Gambar 2.2. Struktur Jaringan Tulang Spongiosa..............................................9

Gambar 2.3. Struktur Tulang Panjang...................................................................10

Gambar 2.4. Struktur Tulang Pendek..............................................................12

Gambar 2.5. Pendarahan Tulang....................................................................14

Gambar 2.6. Proses Osifikasi Endokondral.....................................................18

Gambar 2.7. Proses Osifikasi Intramembranosa...............................................20

Gambar 2.8. Hubungan Kalsium, Fosfat, Hormon

Paratiroid, dan Vitamin D dalam Metabolisme Tulang..................23

Gambar 2.9. Homeostasis Kalsium dala Tubuh................................................25

Gambar 2.10. Alur Penatalaksanaan Osteoporosis............................................36

Gambar 2.11. Kriteria Diagnosis Osteoporosis

Berdasarkan Nilai T-score (Menurut WHO).................................41

Gambar 2.12. Alat Dual Xray Absorptiometry (DXA)......................................41

Gambar 2.13. Alat Quantitative Ultrasound (QUS)..........................................42

Gambar 3.1. Proses Pemeriksaan Densitas Massa Tulang Calcaneal dengan

Alat Hologic Sahara Quantitative Ultrasound.............................52

Page 14: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

xiv

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

BMD : Bone Mass Density

AKG : Angka Kecukupan Gizi

AHH : Angka Harapan Hidup

RANK : Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B

RANK-L : Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B-Ligand

IL-1β : Interleukin 1 β

IL-6 : Interleukin 6

TNF-α : Tumor Necrosis Factor α

TGF-β : Transforming Growth Factor β

IGF-1 : Insulin Like Growth Factor-1

BPS : Badan Pusat Statistik

IMT : Indeks Massa Tubuh

Page 15: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Alat Densitometer Hologic Sahara Quantitative Ultrasound.........76

Lampiran 2.Alat Pemeriksaan Kalsium Serum..............................................77

Lampiran 3.Proses Pengambilan Darah dan Pemeriksaan

Densitas Massa Tulang Calcaneal............................................78

Lampiran 4. Lembar Etik………………………………………………………80

Lampiran 5.Lembar Informed Consent………………………………………81

Lampiran 6.Lembar Data Responden………………………………………..82

Lampiran 7.Lembar Surat Izin Penelitian……………………………………83

Lampiran 8.Riwayat Hidup Penulis………………………………………….84

Page 16: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Sudoyo AW,

osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh

penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang

sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.1 Menurut WHO, penurunan

densitas massa tulang ≥ -2,5 dari nilai rata-rata Bone Mass Density (BMD)

pada orang dewasa muda yang sehat (nilai T score ≤ - 2,5) didiagnosis

mengalami osteoporosis.2

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

prevalensinya meningkat seiring dengan menurunnya densitas massa tulang

pada lansia.3 Sekitar 200 juta orang di seluruh dunia mengalami osteoporosis.

Di benua Amerika dan Eropa, 30% wanita postmenopause mengalami

osteoporosis.4 Prevalensi osteoporosis pada wanita lansia (≥ 50 tahun) sebesar

23% di Australia, 38% di Korea, dan 50% di India.5 Menurut International

Osteoporosis Foundation, diperkiraan pada tahun 2050, lebih dari 50% fraktur

akibat osteoporosis akan terjadi di Asia Timur dan Asia Tenggara.6

Osteoporosis merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di

negara berkembang.7 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agung

Pranoto dari Universitas Airlangga mengenai prevalensi osteoporosis pada

beberapa provinsi di Indonesia, kejadian osteoporosis terbanyak terdapat di

Sumatera Selatan (27,7%), selanjutnya Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta

(23,5%), Sumatra Utara ( 22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan

Timur (10,5%). 8

Faktor risiko osteoporosis yang dapat dimodifikasi meliputi indeks massa

tubuh, defisiensi kalsium, aktivitas fisik , konsumsi obat-obatan

glukokortikoid, merokok, konsumsi alkohol, serta adanya penyakit kronik.

Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain usia, jenis

kelamin, serta genetik.1

Page 17: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

2

Sekitar 99% kalsium pada orang dewasa disimpan di dalam tulang dan

gigi. Di dalam tulang, kalsium bersama dengan fosfat membentuk garam

hidroksiapatit yang menyebabkan tulang memiliki struktur yang keras dan

kaku.9 Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, anjuran

asupan kalsium bagi pria dan wanita usia 45->80 tahun adalah 1000 mg/hari.10

Namun demikian asupan kalsium pada wanita pascamenopause di Indonesia

tergolong rendah yaitu 783 mg/hari.11 Kalsium dapat diperoleh dari sumber

makanan seperti susu, yogurt plain, keju, brokoli serta ikan sarden. Asupan

kalsium yang rendah menyebabkan rendahnya densitas massa tulang

(osteopenia) yang dapat meningkatkan risiko osteoporosis di kemudian hari. 12

Ketika kadar kalsium dalam darah di bawah normal akan meningkatkan

produksi dan sekresi hormon paratiroid. Di dalam tulang, peningkatan hormon

paratiroid akan meningkatkan aktivitas resorpsi tulang oleh sel osteoklas. Jika

terjadi defisiensi kalsium dalam jangka panjang maka proses kompensasi ini

akan terus berlangsung sehingga dapat menyebabkan penurunan densitas

massa tulang.9 Tulang calcaneus menampilkan tingkat kekeroposan tulang

yang serupa dengan tulang belakang dan tulang panggul.13

Menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia, lansia adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.14

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2017,Angka harapan hidup orang

Indonesia pada tahun 2010-2015 yaitu 70,1 tahun sedangkan angka harapan

hidup masyarakat di DKI Jakarta pada tahun 2010-2015 yaitu 71,6 tahun dan

meningkat menjadi 72,4 tahun pada tahun 2015-2020.15,16 Dengan

meningkatnya angka harapan hidup maka jumlah lansia di Indonesia pun

meningkat, diperkirakan 10% penduduk Indonesia pada tahun 2020 berusia >

60 tahun.14 Salah satu penyakit degeneratif yang dapat terjadi pada lansia

adalah osteoporosis dimana salah satu faktor risiko penyakit tersebut adalah

rendahnya kadar kalsium di dalam tulang.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan

penelitian mengenai “ Hubungan Kadar Kalsium Serum dengan Densitas

Massa Tulang Calcaneal pada Lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada Tahun 2017.”

Page 18: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

3

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kadar kalsium serum dengan densitas

massa tulang calcaneal pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2017?

1.3. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan antara kadar kalsium serum dengan

densitas massa tulang calcaneal pada lansia di Klinik Pelayanan

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun

2017.

H1 : Terdapat hubungan antara kadar kalsium serum dengan densitas

massa tulang calcaneal pada lansia di KPKM UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2017.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara kadar kalsium serum dengan densitas

massa tulang calcaneal pada lansia.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1. Untuk mengetahui kadar kalsium serum lansia pada

umumnya.

1.4.2.2. Untuk mengetahui kondisi densitas massa tulang calcaneal

lansia yang didasarkan pada nilai estimated heel T-score.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Sebagai media untuk dapat menerapkan ilmu kedokteran yang

telah dipelajari selama menempuh studi di Program Studi

Page 19: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

4

Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan dan berlatih

membuat penelitian dengan desain cross sectional.

Sebagai langkah awal pengabdian kepada masyarakat melalui

edukasi kepada lanjut usia untuk rutin melakukan pemeriksaan

densitas massa tulang khususnya pada lansia yang berisiko

osteoporosis.

Dapat mengetahui cara pengukuran kadar kalsium serum.

Dapat mengetahui cara pengukuran densitas massa tulang

calcaneal dengan menggunakan alat densitometer Hologic Sahara

Quantitative Ultrasound serta dapat menginterpretasikan hasil

pengukurannya.

1.5.2. Bagi Subjek Penelitian

Melalui penelitian ini, dapat diketahui jumlah lanjut usia di KPKM

Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berisiko

mengalami osteoporosis berdasarkan nilai estimated heel t-score

sehingga dapat dilakukan berbagai pencegahan.

1.5.3. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai faktor

risiko osteoporosis (faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan

faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi) sehingga dapat

dilakukan pencegahan terutama kepada individu yang berisiko

tinggi (usia lanjut, wanita yang telah mengalami menopause).

Memberikan pengetahuan mengenai teknik pengukuran densitas

massa tulang calcaneal dengan menggunakan alat densitometer

Hologic Sahara Quantitative Ultrasound dan cara

menginterpretasikan hasil pengukurannya.

Dapat dijadikan sebagai bahan referensi mengenai hubungan antara

kadar kalsium serum dengan densitas massa tulang calcaneal.

Page 20: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

5

1.5.4. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

Page 21: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Anatomi dan Histologi Tulang

Tulang adalah jaringan ikat yang senantiasa mengalami proses

pertumbuhan, regenerasi, serta perbaikan. Tulang tersusun oleh beberapa jaringan

yang saling bekerja sama, di antaranya jaringan tulang keras, kartilago, jaringan

ikat padat, sel epitel, pembuluh darah, pembuluh saraf, serta jaringan lemak.9

2.1.1.1. Komponen Tulang Tulang terdiri dari komponen sel dan matriks interseluler.

Terdapat 4 jenis sel yang terdapat di jaringan tulang, antara lain :

1. sel osteogenik

Sel osteogenik merupakan sel punca (stem cell) yang berasal

dari sel mesenkim. Sel ini mengalami pembelahan dan

berkembang menjadi sel osteoblas. Sel tersebut dapat

ditemukan di bagian dalam periosteum, endosteum, dan di

bagian tulang yang mengandung pembuluh darah.9

2. sel osteoblas

Sel osteoblas berfungsi untuk mensintesis dan mensekresikan

serat kolagen dan komponen organik lainnya yang berfungsi

untuk membentuk matriks ekstraseluler tulang. Pada proses

remodelling tulang, osteoblas akan mengalami kalsifikasi dan

berubah menjadi osteoklas.9

3. sel osteosit

Sel osteosit adalah sel utama yang terdapat di jaringan tulang,

sel ini melaksanakan proses metabolisme yang terjadi di

jaringan tulang.9 Sel osteoblas yang telah selesai mensintesis

serat kolagen dan komponen organik lainnya akan terbenam di

osteoid yang disintesisnya dan berubah menjadi sel osteosit.17

Page 22: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

7

4. sel osteoklas

Sel osteoklas berfungsi untuk melepaskan enzim lisosomal dan

asam yang digunakan untuk mencerna protein dan komponen

organik lain daam proses resorpsi tulang.9

Komponen utama matriks interseluler di jaringan tulang adalah serat

kolagen tipe I yang bersifat kaku, materi organik lain, yaitu asam

hialuronat yang merupakan proteoglikan. Komponen matriks interseluler

lain di jaringan tulang, yaitu mineral. Mineral utama, yaitu kalsium dan

fosfat yang membentuk garam hidroksiapatit yang tertimbun pada matriks

kolagen dan proteoglikan.18 Mineral lain, yaitu Mg, Na, K. Matriks

organik membentuk struktur yang kuat pada tulang, sedangkan komponen

nonorganik (mineral) memadatkan tulang.

2.1.1.2. Klasifikasi Tulang Berdasarkan ukuran dan distribusi ruang di antara sel dan matriks

ekstraseluler, bagian tulang terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Jaringan tulang kompak

Jaringan tulang ini memiliki ruang yang lebih sedikit dibandingkan sel

dan matriks ekstraselulernya.9 Pada umumnya, sebagian besar tulang,

seperti pada tulang panjang, tulang pendek, tulang ireguler, dan tulang

pipih, bagian luar dilapisi oleh jaringan tulang kompak dan di bagian

dalam dilapisi jaringan tulang spongiosa.

Pada jaringan tulang kompak, serat kolagen tersusun di dalam lamela

(lamella ossea). Pada tulang panjang, terdapat beberapa jenis lamela

tergantung pada letak dan bentuknya, yaitu : (1) lamela sirkumferensial

luar (lamella circumferentialis externa) terletak di bagian dalam

periosteum dan saling sejajar di bagian tepi tulang, (2) lamela

sirkumferemsial interna (lamella circumferentialis interna) terletak di

sekitar rongga sumsum tulang dan mengelilingi rongga sumsum

tulang, (3) lamela konsentrik (lamella osteoni) tersusun konsentris

mengelilingi kanal Havers yang berisi pembuluh darah, pembuluh

saraf, jaringan ikat longgar (osteon/sistem Havers). Osteosit terdapat

di dalam lakuna. Di antara lamela pada setiap osteon terdapat

Page 23: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

8

kanalikuli, kanalikuli tersebut berfungsi untuk menyalurkan nutrisi dan

zat sisa dari satu osteosit ke osteosit lain.19 Pembuluh darah, pembuluh

limfe, dan saraf dari periosteum menembus jaringan tulang kompak

melalui kanal Volkmann menuju ke kanalis Havers dan cavitas

medularis. Jaringan tulang kompak berfungsi memberikan proteksi dan

pertahanan terhadap tekanan akibat berat tubuh dan pergerakan.9

Gambar 2.1 Sistem Havers pada Tulang Panjang

Sumber : Eroschenko, Victor P. Atlas Histologi diFiore : dengan korelasi

fungsional ; alih bahasa, Brahm U Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia,

Didiek Dharmawan. Ed 11. Jakarta : EGC,2010 : p74.

2. Jaringan tulang spongiosa

Jaringan tulang spongiosa tidak mengandung sistem Havers (osteon).9

Pada jaringan tulang spongiosa, lamela terdapat di trabekula (trabecula

ossea) yang mengelilingi rongga sumsum.19 Di rongga sumsum

tersebut, terdapat sumsum tulang merah yang mengandung banyak

pembuluh darah.9 Di lamela terdapat lakuna yang berisi osteosit dan

Page 24: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

9

setiap osteosit memiliki kanalikuli. Sel osteoklas dan osteoblas

terdapat di tepi trabekula.20

Gambar 2.2 Struktur Jaringan Tulang Spongiosa

Sumber : Tortora,Gerard J. Principles of Anatomy and Physiology. Ed 12.

USA : WILEY, 2009 : p175-191.

Jaringan tulang spongiosa merupakan penyusun tulang pendek, tulang

pipih, dan tulang ireguler yang selalu dilapisi oleh selapis jaringan tulang

kompak di bagian luarnya. Selain itu, jaringan tulang spongiosa juga dapat

ditemukan di bagian epifisis dan di sekitar cavitas medularis di tulang

panjang. Jaringan tulang spongiosa berfungsi untuk melindungi sumsum

tulang merah yang berperan pada produksi sel darah (hemopoiesis).9

Berdasarkan bentuknya, tulang diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

1. Tulang panjang

Tulang panjang memiliki panjang yang lebih besar dibanding lebarnya

dan dapat ditemukan di tulang-tulang ekstremitas, contoh :

os.humerus, os.radius, os.ulna, os.tibia, os.fibula, os.clavikula,

os.femur, os metacarpal, os.metatarsal, phalanges.21

Tulang panjang terdiri atas bagian-bagian berikut :9

1) Diafisis

Page 25: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

10

Bagian utama tulang yang berbentuk panjang dan berbentuk

silindris.

2) Epifisis

Bagian tulang yang terletak di ujung proksimal dan distal

tulang.

3) Metafisis

Bagian tulang yang terletak di antara epifisis dan diafisis. Di

bagian ini, terdapat lempeng epifisis yang mengandung

kartilago hialin. Pada usia 18-22 tahun, kartilago di lempeng ini

akan digantikan oleh tulang sehingga pertumbuhan tulang

panjang akan terhenti di usia tersebut.

4) Kartilago artikularis

Lapisan yang tersusun atas kartilago hialin yang menutupi

bagian epifisis dan terletak di pertemuan antara satu tulang

dengan tulang yang lain.

5) Periosteum

Struktur yang menutupi permukaan luar tulang. Periosteum

terdiri dari 2 lapisan, yaitu lapisan luar yang tersusun oleh

jaringan ikat padat dan berserat, lapisan osteogenik dalam yang

mengandung sel.

6) Cavitas medularis

Rongga yang terletak di dalam diafisis dan berisi sumsum

tulang.

7) Endosteum

Membran tipis yang melapisi bagian dalam tulang.

Page 26: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

11

Gambar 2.3 Struktur Tulang Panjang

Sumber : Tortora,Gerard J. Principles of Anatomy and Physiology. Ed 12.

USA : WILEY, 2009 : p175-191.

2. Tulang pendek

Tulang pendek dapat ditemukan pada tulang yang terdapat di tangan

dan kaki, contonhya os.calcaneus, os.lunatum, os.talus. Tulang ini

berbentuk segiempat dan terdiri atas selapis tulang kompak yang

mengelilingi tulang spongiosa.21

Page 27: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

12

Gambar 2.4. Struktur Tulang Pendek

Sumber : Anonim. 2016 . Short Bones (online) tersedia di link :

https://medlineplus.gov/ency/imagepages/9889.htm pada Agustus

2016.

3. Tulang pipih

Tulang pipih dapat ditemukan di tempurung kepala, contohnya

os.frontal, os.parietal, os.scapula. Tulang ini terdiri atas lapisan tipis

tulang kompka (tabula) yang dipisahkan oleh selapis tulang spongiosa

(diploe).21

4. Tulang iregular

Di bagian luar, tulang ini tersusun atas selapis tipis tulang kompak dan

di bagian dalamnya tersusun atas tulang spongiosa. Contoh tulang

iregular adalah tulang tengkorak, tulang belakang (vertebrae),tulang

rusuk.21

5. Tulang sesamoid

Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo

tertentu. Tulang ini berbentuk bulat/kebulatan yang ditemukan di

sekitar persendian.21 Contoh tulang sesamoid, yaitu os.patella.

Page 28: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

13

2.1.1.3.Pendarahan Tulang - A.periosteal

Arteri periosteal memasuki diafisis melalui kanal Volkmann, arteri ini

memperdarahi periosteum dan bagian luar jaringan tulang kompak. Vena

periosteal berjalan bersama arteri periosteal dan membawa darah keluar

dari periosteum.9

- A.nutrient

Di bagian tengah diafisis, a.nutrient bersama v.nutrient menembus

jaringan tulang kompak melalui foramen nutrient. Pembuluh darah

tersebut, baik arteri maupun vena, terbagi menjadi cabang proksimal dan

distal yang selanjutnya memperdarahi bagian dalam jaringan tulang

kompak dan jaringan tulang spongiosa dan sumsum tulang merah.9

- A.metafiseal

Arteri metafiseal memasuki bagian metafisis pada tulang panjang dan

memperdarahi sumsum tulang serta jaringan tulang yang terdapat di

bagian metafisis. Vena metafiseal berjalan bersama arteri metafiseal yang

membawa darah keluar dari metafisis.9

- A.epifiseal

A.epifiseal memasukin bagian epifisis tulang panjang dan memperdarahi

sumsum tulang dan jaringan tulang di epifisis, sedangkan v.epifiseal

membawa darah keluar dari epifisis.9

2.1.1.4. Persarafan Tulang Saraf pada tulang berjalan bersama pembuluh darah arteri dan vena. Di

bagian periosteum, banyak terdapat saraf yang sebagian merupakan saraf

nyeri. Saraf- saraf tersebut sensitif terhadap tekanan dan retakan

(patahan).9

Page 29: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

14

Gambar 2.5 Pendarahan Tulang

Sumber : Tortora,Gerard J. Principles of Anatomy and Physiology. Ed 12.

USA : WILEY, 2009 : p175-191.

2.1.2. Fisiologi Tulang

2.1.2.1. Fungsi Tulang 9,17

Tulang memiliki beberapa fungsi, diantaranya :

1. Sebagai alat gerak pasif 2. Proteksi organ dalam dan organ vital, contohnya otak, jantung, paru,

korda spinalis dll.

3. Sebagai pembentuk tubuh

4. Sebagai media perlekatan tendon pada sebagian besar otot skletal

5. Produksi sel darah

Sumsum tulang merah berperan untuk memproduksi eritrosit,leukosit,

serta trombosit melalui proses hemopoiesis

Page 30: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

15

6. Sebagai organ yang berperan dalam metabolisme berbagai mineral,

terutama kalsium dan fosfor.Sekitar 99% kalsium tubuh disimpan di

dalam jaringan tulang dan dilepaskan ke sirkulasi untuk

mempertahahkan homeostasis mineral.

7. Sebagai organ penyimpan trigliserida

Saat bayi, sumsum tulang hanya mengandung pembuluh darah, namun

seiring pertambahan usia sumsum tulang tersebut terisi oleh sel

adiposa yang menyimpan trigliserida.

2.1.2.2.Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Tulang Proses pembentukan tulang disebut osifikasi (osteogenesis).9 Proses

pembentukan tulang terjadi pada beberapa kondisi di kehidupan, yaitu 9

1. Pembentukan awal tulang pada masa embrio dan janin di dalam

kandungan.

2. Pertumbuhan tulang pada masa bayi, anak-anak, dan remaja.

3. Remodeling tulang pada masa dewasa hingga usia lanjut.

4. Perbaikan tulang (setelah mengalami fraktur) di sepanjang kehidupan.

Proses Pembentukan Awal Tulang (masa embrio dan janin)

Perkembangan sistem skeletal berasal dari lapisan mesoderm

(mesoderm paraaxial dan lempeng lateral) dan neural crest. Mesoderm

paraxial tersebut akan membentuk sklerotom. Pada minggu keempat,

sel-sel sklerotom tersebut akan berubah bentuk dan berkembang

menjadi jaringan mesenkim (jaringan ikat embrionik). Jaringan

mesenkim akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis jaringan ikat, di

antaranya osteoblas, kondroblas. Selain itu, sel-sel neural crest di

kepala juga akan berdiferensiasi menjadi jaringan mesenkim yang

selanjutnya akan berkembang menjadi penyusun tulang kepala dan

tulang wajah.20 Proses pembentukan awal tulang pada masa embrio

berlangsung melalui dua proses, yaitu : (1) Osifikasi endokondral

(Ossificatio endochondralis) yang terjadi pada sebagian besar tulang,

contohnya proses pembentukan tulang panjang.19,20 (2) Osifikasi

Page 31: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

16

intramembranosa (Ossifictaio demalis) yang terjadi pada tulang

tengkorak.20

1.) Osifikasi endokondral

Proses osifikasi endokondral merupakan proses pembentukan tulang

yang didahului oleh pembentukan tulang rawan hialin.19 Proses osifikasi

endokondral pada tulang panjang melibatkan beberapa tahapan, yaitu :

a. Perkembangan kondroblas dan perikondrium

Sel mesenkim berkumpul dan berkembang menjadi sel kondroblas,

sel kondroblas tersebut mensekresikan matriks ekstraseluler

sehingga terbentuk kartilago hialin Di bagian luar kartilago hialin,

sel-sel mesenkim berkembang menjadi perikondrium.9 Pada

gambaran histologi, proses ini tampak di zona rehat (resting zone)

atau disebut juga sebagai zona cadangan tulang rawan.19

b. Pertumbuhan tulang rawan (kartilago)

Sel kondroblas akan tertimbun di matriks ekstraseluler yang

dihasilkannya dan berubah menjadi sel kondrosit. Di zona

proliferasi kondrosit, kondrosit terus mengalami pembelahan

disertai sel kondroblas yang mensekresi matriks ekstraseluler,

proses pertumbuhan ini disebut pertumbuhan interstitial

(pertumbuhan dari dalam), pertumbuhan ini menyebabkan

kartilago hialin bertambah panjang. Selain itu, sel osteoblas baru

yang dibentuk oleh perikondrium menghasilkan matriks

ekstraseluler secara terus-menerus ke bagian luar kartilago

sehingga terjadi pertumbuhan aposisional (pertumbuhan bagian

luar permukaan), pertumbuhan ini menyebabkan kartilago semakin

bertambah tebal. Seiring dengan pertumbuhan kartilago, sel

kondrosit di zona maturasi/zona hipertrofi akan mengalami

hipertrofi dan mulai mengalami kalsifikasi sehingga sel kondrosit

mati dan pecah. Selain itu, sel kondrosit di bagian lain akan mati

karena tidak mendapat nutrisi yang cukup.9 Akibat sel kondrosit

yang mati tersebut kemudian menjadi kerangka struktural untuk

Page 32: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

17

pengendapan material tulang dan terbentuk lakuna.9,19 Selanjutnya,

lakuna tersebut akan ditempati oleh sel osteogenik yang ikut masuk

bersama jaringan ikat dan pembuluh darah, sel osteogenik tersebut

akan berkembang menjadi sel osteoblas. Sel osteoblas yang

tertimbun dalam matriks ekstraseluler akan berubah menjadi

osteosit.

c. Perkembangan pusat osifikasi primer

A.nutrient akan menembus perikondrium yang terdapat di bagian

tengah kartilago dan menstimulasi sel di perikondrium untuk

berkembang menjadi osteoblas. Selain itu, perikondrium juga akan

berubah dan berkembang menjadi periosteum. Kapiler-kapiler

periosteal akan menyalurkan nutrisinya ke kartilago yang sedang

mengalami kalsifikasi dan terjadi pertumbuhan di pusat osifikasi

primer. Proses osifikasi primer tersebut juga berlangsung ke arah

kedua ujung kertilago. Sel osteoblas mulai mensekresi matriks

ekstraseluler dan terjadi proses kalsifikasi di bagian lain sehingga

terbentuk trabekula jaringan tulang spongiosa.9

d. Perkembangan cavitas medularis

Cavitas medularis terbentuk akibat proses penghancuran sebagian

jaringan spongiosa yang baru terbentuk oleh aktivas sel osteoklas.9

e. Perkembangan pusat osifikasi sekunder

Perkembangan daerah osifikasi sekunder diawali dengan masuknya

cabang-cabang a.epifiseal menuju ke epifisis. Osteoblas mulai

terbentuk dan perikondrium berubah menjadi periosteum, osteoblas

tersebut mensekresi matriks ekstraseluler sehingga terjadi proses

kalsifikasi di daerah epifisis.9

f. Perkembangan kartilago artikularis dan lempeng epifiseal

Kartilago hialin yang melapisi epifisis berubah menjadi kartilago

artikularis. Sisa kartilago hialin yang terletak di antara epifisis dan

diafisis dinamakan lempeng epifisis yang memungkinkan untuk

terus tumbuh hingga pada usia tertentu lempeng tersebut akan

Page 33: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

18

menutup dan sudah tidak terjadi lagi pertumbuhan tulang

memanjang.9

Gambar 2.6 Proses Osifikasi Endokondral

Sumber : Tortora,Gerard J. Principles of Anatomy and Physiology. Ed 12. USA :

WILEY, 2009 : p175-191.

2.) Osifikasi intramembranosa

Pada proses osifikasi intramembranosa, pertumbuhan tulang tidak

diawali oleh pembentukan tulang rawan hialin.19

Berikut tahapan proses osifikasi intramembranosa :

a. Perkembangan pusat osifikasi

Page 34: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

19

Perkembangan pusat osifikasi diawali oleh perubahan sel

mesenkim menjadi sel osteogenik dan selanjutnya berkembang

menjadi sel osteoblas. Sel osteoblas tersebut akan mensekresi

matriks ekstraseluler.9

b. Kalsifikasi

Sel osteoblas akan tertimbun oleh matriks ekstraseluler yang

disekresikannya dan berkembang menjadi sel osteosit. Sel osteosit

tersebut berada di dalam lakuna. Beberapa hari kemudian, berbagai

mineral, di antaranya kalsium dan beberapa mineral lain akan

terdeposit di dalam lakuna dan matriks ekstraselulernya akan

mengalami kalsifikasi.9

c. Pembentukan trabekula

Trabekula berkembang dari matriks ekstraseluler yang disekresikan

oleh osteoblas. Selanjutnya trabekula-trabekula tersebut saling

bergabung dan membentuk jaringan tulang spongiosa. Ruang di

antara trabekula terisi oleh pembuluh darah dan sumsum tulang

merah.9

d. Perkembangan periosteum

Periosteum terbentuk dari sel-sel mesenkim yang mengalami

pemadatan di bagian tepi tulang.

Pada akhirnya, selapis jaringan tulang kompak menggantikan

bagian permukaan jaringan tulang spongiosa.9

Page 35: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

20

Gambar 2.7 Proses Osifikasi Intramembranosa

Sumber : Tortora,Gerard J. Principles of Anatomy and Physiology. Ed 12. USA :

WILEY, 2009 : p175-191.

Proses pertumbuhan tulang selama masa bayi,anak-anak, dan remaja

Selama masa bayi, anak-anak, dan remaja, tulang panjang akan tumbuh

memajang sedangkan tulang di sepanjang tubuh akan menebal.9

Pemanjangan Tulang

Proses pemanjangan tulang yang terjadi pada tulang panjang melibatkan

dua aktivitas, yaitu (1) pertumbuhan interstitial kartilago di bagian epifisis

yang dekat dengan lempeng epifisis (2) penggantian kartilago dengan

tulang melalui proses osifikasi endokondral di bagian diafisis yang dekat

dengan lempeng epifisis.19 Seiring dengan aktivitas pertumbuhan di

lempeng epifisis, kondrosit baru mulai terbentuk di bagian epifisis yang

Page 36: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

21

dekat dengan lempeng epifisis sedangkan kondrosit yang lama mulai

tergantikan oleh tulang sejati melalui proses osifikasi endokondral, melalui

aktivas tersebut diafisis yang dekat dengan lempeng epifisis akan semakin

bertambah panjang dan terjadi pertumbuhan tulang memanjang. Pada usia

18 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi laki-laki, seluruh kartilago di

lempeng epifisis sudah tergantikan oleh tulang sejati sehingga

menandakan tulang tersebut sudah tidak bisa tumbuh memanjang.9

Penebalan Tulang

Proses penebalan tulang terjadi melalui pertumbuhan aposisional di

permukaan tulang.9 Proses tersebut diawali oleh periosteum yang

berdiferensiasi menjadi osteoblas, osteoblas tersebut mensekresi matriks

ekstraseluler, kemudian osteoblas berkembang menjadi osteosit sehingga

terbentuk sistem Havers (osteon) di permukaan tulang.

Proses remodeling

Proses remodeling tulang merupakan proses penggantian jaringan tulang

lama dengan jaringan tulang yang baru, proses ini melibatkan dua aktivitas

yang berlawanan, yaitu proses resorpsi tulang dan deposisi tulang.

Resorpsi tulang merupakan proses pembersihan/penghilangan mineral dan

serat kolagen dari tulang yang melibatkan sel osteoklas, proses ini

menyebabkan perusakan matriks ekstraseluler sedangkan deposisi tulang

merupakan proses penambahan mineral dan serat kolagen yang melibatkan

osteoblas dan menyebabkan pembentukan matriks ekstraseluler. Osteoklas

menghasilkan enzim lisosomal dan asam yang dapat mencerna serat

kolagen dan komponen organik lainnya sedangkan komponen mineral

dilarutkan oleh asam, bahan-bahan tersebut masuk ke sel osetoklas melalui

endositosis,selanjutnya bahan-bahan tersebut akan dilepaskan ke sirkulasi

oleh osteoklas melalui proses eksositosis. Osteoblas adalah sel yang dapat

menghasilkan matriks ekstraseluler dan menyebabkan deposisi

mineral. Proses remodeling dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya

olahraga, asupan makanan, sedentary lifestyle.9

Page 37: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

22

2.1.2.3.Metabolisme Kalsium dan Fosfat di Tulang Kalsium berperan penting terhadap fungsi organ-organ tubuh, di

antaranya kalsium berperan pada kontraksi otot, penghantaran potensial

aksi di sel saraf, sebagai kofaktor untuk berbagai enzim sehingga kadar

kalsium dalam tubuh harus dipertahankan dalam kisaran yang normal,

yaitu sekitar 9-11mg/100mL. Sekitar 99% kalsium di dalam tubuh

tersimpan di tulang, tulang berperan dalam menjaga homeostasis kalsium

di dalam tubuh melalui dua proses, yaitu deposisi dan resorpsi tulang.

Resorpsi tulang merupakan proses pelepasan kalsium serta komponen

organik lain dari tulang ke sirkulasi yang melibatkan sel osteoklas, proses

tersebut dibutuhkan pada saat kadar kalsium dalam sirkulasi rendah.

Sedangkan deposisi tulang merupakan proses pengendapan kalsium serta

komponen organik dan nonorganik lain dari sirkulasi ke tulang yang

melibatkan sel osteoblas, proses ini terjadi saat kadar kalsium dalam

sirkulasi melebihi nilai normal.9 `

Regulasi kalsium tersebut melibatkan dua hormon penting, yaitu

hormon paratiroid dan hormon kalsitonin. Hormon paratiroid disekresikan

oleh kelenjar paratiroid yang distimulasi oleh penurunan kadar kalsium di

sirkulasi, hormon tersebut akan meningkatkan jumlah dan aktivitas sel

osteoklas yang berperan pada proses resorpsi tulang. Selain itu, hormon

paratiroid juga bekerja di ginjal dengan cara meningkatkan reabsorpsi

kalsium di tubulus distal. Hormon paratiroid juga menstimulasi

pembentukan kalsitriol (1,25-dihidroksikalsiferol) yang dapat

meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Semua aktivitas yang diperantarai

hormon paratiroid berfungsi untuk meningkatkan kalsium di sirkulasi

sehingga kadarnya dapat kembali ke kisaran normal. Hormon lain yang

berperan dalam metabolisme kalsium adalah hormon kalsitonin. Hormon

tersebut memiliki efek kerja yang berlawanan dengan efek yang

ditimbulkan oleh hormon paratiroid, yaitu deposisi kalsium ke tulang.

Hormon kalsitonin disekresikan oleh kelenjar tiroid dan distimulasi oleh

kadar kalsium plasma yang meningkat. Hormon ini bekerja dengan

menghambat aktivitas osteoklas, meningkatkan deposisi serta ambilan

kalsium dari sirkulasi ke tulang dan menurunkan reabsorpsi kalsium di

Page 38: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

23

ginjal.9 Selain kalsium, tulang juga berperan dalam meregulasi

homeostasis fosfat. Sekitar 85-90% fosfat dalam tubuh disimpan di tulang.

Konsentrasi normal fosfat, yaitu 2,5-4,5 mg/dL.22 Ketika kadar fosfat

plasma menurun akan terjadi peningkatan resorpsi tulang yang

menyebabkan peningkatan pelepasan fosfat ke sirkulasi, proses resorpsi

tersebut melibatkan hormon paratiroid dan senyawa 1,25-

dihidroksikalsiferol. Pada keadaan yang sebaliknya, ketika fosfat plasma

meningkat melebihi kisaran nilai normal maka hormon kalsitonin akan

menurunkan reabsorpsi fosfat di ginjal dan di usus serta menghambat

proses resorpsi tulang sehingga kadar fosfat di plasma akan menurun.23

Gambar 2.8 Hubungan kalsium, fosfat,hormon paratiroid, dan vitamin D

dalam metabolisme tulang

Sumber : Kini, Usha. Nandeen, B.N. 2012. Physiology of Bone Formation,

Remodelling, and Metabolism (offline) tersedia di link : http ://

link.springer.com/chapter/10 pada Desember 2016.

2.1.3. Peranan Kalsium pada Tulang

Sekitar 99% kalsium tubuh berada di tulang serta gigi dan sekitar 0,1%

berada dalam plasma darah dan 0,9% berada di dalam sel. Kalsium yang terdapat

Page 39: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

24

dalam plasma darah, 39% di antaranya bersifat diffusible dan 41% yang lain

merupakan bentuk yang non-diffusible dimana 0,92 mmol/L berikatan dengan

protein albumin dan 0,24% berikatan dengan protein globulin.23

Kalsium penting untuk pertumbuhan tulang karena berperan dalam proses

mineralisasi. Rata-rata tulang dewasa mengandung 1200 gr kalsium dalam bentuk

garam hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2].24 Adanya garam hidroksiapatit

tersebut membuat tulang memiliki struktur yang keras dan kaku. Tulang yang

terkalsifikasi mengandung 25% matriks organik, 5 % air, dan 70% matriks

inorganik.25 Berdasarkan AKG bagi orang Indonesia yang diterbitkan oleh

Departemen Kesehatan RI, anjuran konsumsi kalsium bagi pria dan wanita usia

10-18 tahun adalah 1200 mg/hari, usia 19-29 tahun 1100 mg/hari, dan usia 45

hingga >80 tahun, yaitu 1000 mg/hari.19 Asupan kalsium yang tidak cukup dapat

menyebabkan rendahnya densitas massa tulang yang dapat meningkatkan risiko

osteoporosis di kemudian hari.24 Ketika asupan kalsium rendah (<80% AKG)

maka konsentrasi ion dalam plasma tidak dapat dipertahankan, supaya tubuh tetap

dalam kondisi homeostatis maka simpanan kalsium di tulang akan dilepaskan ke

sirkulasi melalui proses resorpsi tulang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Arofani Hermastuti tahun 2012 yang menyebutkan bahwa

terdapat hubungan positif yang bermakna antara asupan kalsium dengan

kepadatan tulang pada wanita dewasa muda dimana 50% subjek dengan asupan

kalsium <80% AKG mengalami osteopenia sedangkan subjek dengan asupan

kalsium lebih dari AKG memiliki kepadatan tulang yang normal.24,26 Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Margo Utomo dkk disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna dengan nilai P 0,45 antara kebiasaan mengonsumsi

makanan berkalsium tinggi dengan kepadatan tulang.27

Page 40: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

25

Gambar 2.9 Homeostasis Kalsium dalam Tubuh

Sumber : Allin,Jane. 2012. The Calcium Connection (online) tersedia di link :

http:// http://horsefund.org/horse-racing-salix-and-calcium-connection-part1.php

pada Februari 2017.

2.1.4. Dampak Defisiensi Kalsium terhadap Densitas Massa Tulang

Kalsium memiliki beberapa peran penting dalam keberlangsungan

berbagai proses dan aktivitas di dalam tubuh sehingga tubuh sedemikian

rupa mengatur secara ketat kadar normal kalsium di dalam darah, yaitu 9-

11/100 mL. Terdapat tiga hormon yang berperan dalam mengontrol

homeostasis kalsium di dalam darah, yaitu parathyroid hormone, calcitriol

hormone, serta 1,25 dihydrocholecalciferol.

Ketika kadar kalsium dalam darah di bawah normal maka akan terdeteksi

oleh reseptor di kelenjar paratiroid yang menyebabkan peningkatan

produksi dan sekresi hormon paratiroid. Di dalam tulang, peningkatan

hormon paratiroid akan menghambat pembentukan osteoprotegrin oleh sel

osteoblas, hal tersebut mengakibatkan semakin banyak RANK ligand yang

Page 41: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

26

berikatan dengan RANK receptor sehingga aktivitas resorpsi tulang oleh

sel osteoklas meningkat. Hal ini merupakan peran tulang dalam menjaga

keseimbangan kadar kalsium dalam darah. Namun demikian jika terjadi

defisiensi kalsium dalam jangka panjang maka proses kompensasi ini akan

terus berlangsung sehingga dapat menyebabkan penurunan densitas massa

tulang.9

2.1.5. Osteoporosis

2.1.5.1.Definisi

Menurut Dorland tahun 2011, osteoporosis adalah penipisan abnormal

tulang yang dapat terjadi secara sekunder akibat penyakit lain atau terjadi secara

idiopatik.28 Menurut WHO dalam buku ilmu penyakit dalam terbitan FKUI tahun

2009 disebutkan, osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai

oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang

sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.1 Densitas massa tulang yang

rendah berisiko mengalami osteoporosis karena densitas massa tulang yang

rendah menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

Menurut WHO, penurunan densitas massa tulang lebih dari atau sama

dengan -2,5 dari nilai rata-rata BMD pada orang dewasa muda sehat (nilai T score

≤ - 2,5) didiagnosis mengalami osteoporosis.3

2.1.5.2.Klasifikasi

Osteoporosis terbagi menjadi 2, yaitu osteoporosis primer dan

osteoporosis sekunder.1 Di sumber lain, osteoporosis diklasifikasikan menjadi 4

jenis, yaitu osteoporosis primer, osteoporosis sekunder, osteogenesis imperfekta,

dan osteoporosis idiopatik juvenile.29

1.) Osteoporosis primer

Osteoporosis primer merupakan osteoporosis yang tidak diketahui

penyebabnya.1 Jenis ini yang paling sering ditemukan di antara jenis osteoporosis

yang lain.29 Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer

Page 42: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

27

menjadi 2, yaitu osteoporosis pascamenopause (osteoporosis tipe 1) yang

disebabkan defisiensi estrogen pascamenopause dan osteoporosis senile

(osteoporosis tipe 2) yang disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus.1

2.) Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder merupakan osteoporosis yang diketahui penyebabnya.1

Osteoporosis ini dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, di antaranya

hiperparatiroid, hipertiroid, leukemia, konsumsi obat-obatan yang dapat

menyebabkan kerusakan pada tulang dalam waktu lama contohnya

kortikosteroid, penggunaan pengganti hormon tiroid dengan dosis tinggi,

konsumsi inhibitor aromatase. Osteoporosis sekunder dapat terjadi di semua

usia.29

Salah satu penyebab osteoporosis sekunder adalah sindrom Cushing. Sindrom

Cushing merupakan keadaan dimana terjadi hiperkortisolisme (peningkatan kadar

hormon kortisol dalam plasma), aldosteronsime (kadar aldosteron yang berlebihan

dalam plasma), serta peningkatan hormon androgen adrenal. Glukokortikoid yang

tinggi dalam plasma dapat menyebabkan osteoporosis karena glukokortikoid

dapat menghambat pembentukan tulang dan merangsang resorpsi tulang melalui

penghambatan pembentukan osteoprotegerin sehingga RANK-L dapat berikatan

dengan reseptor RANK di sel osteoklas sehingga meningkatkan kerja sel

osteoklas dalam meresorpsi tulang.30

2.1.5.3.Epidemiologi

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

prevalensinya meningkat seiring dengan menurunnya densitas massa tulang pada

individu lanjut usia.3 Berdasarkan data WHO, di seluruh dunia terdapat 200 juta

individu yang menderita osteoporosis. Di Amerika Serikat, osteoporosis

menyerang 20-25 juta penduduk. Di sumber lain, osteoporosis mengenai 75 juta

penduduk di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Densitas massa tulang pada

masyarakat Eropa dan Asia lebih rendah dibanding dengan masyarakat Afrika

sehingga lebih rentan mengalami osteoporosis. Berdasarkan usia, di Amerika

Serikat, 1 dari 2-3 wanita pascamenopause dan lebih dari 50% penduduk di atas

Page 43: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

28

usia 75-80 tahun mengalami osteoporosis.7 Berdasarkan kriteria WHO, 30%

wanita kaukasia pascamenopause mengalami osteoporosis di tulang panggul,

vertebra lumbar spinalis, serta di lengan bawah bagian distal. Prevalensi tersebut

meningkat pada usia 80 tahun, 70% wanita pascamenopause mengalami

osteoporosis di tulang panggul, vertebra lumbar, serta tulang lengan bawah bagian

distal.3

Osteoporosis merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di

negara berkembang. Berdasarkan data dari Perhimpunan Osteoporosis Indonesia

tahun 2007, jumlah penderita osteoporosis pada penduduk usia lebih dari 50 tahun

adalah 32,3% pada wanita dan 28,8% pada pria. Risiko osteoporosis pada wanita

di Indonesia 4x lebih tinggi dibanding dengan pria. Hal tersebut disebabkan oleh

penurunan hormon estrogen pada wanita yang telah mengalami menopause.

Namun demikian, osteoporosis sulit untuk dideteksi dini karena penyakit ini tidak

menunjukkan tanda-tanda fisik yang nyata hingga terjadi keropos atau keretakan

tulang pada usia lanjut.7 Pencegahan terhadap terjadinya osteoporosis penting

untuk dilakukan terutama pada wanita karena setiap wanita pasti akan mengalami

menopause.

Berdasarkan prevalensi osteoporosis di provinsi di Indonesia menurut

kementerian kesehatan RI, kejadian osteoporosis terbanyak terdapat di Sumatera

Selatan (27,7%), selanjutnya Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%),

Sumut ( 22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%).8

Osteoporosis merupakan faktor risiko terjadinya fraktur dan secara umum dapat

meningkatkan risiko mortalitas. Berdasarkan laporan WHO, 50% kejadian patah

tulang akibat osteoporosis merupakan patah tulang paha atas yang dapat

menyebabkan kecacatan seumur hidup bahkan kematian.7 Sumber lain

menunjukkan bahwa fraktur tulang panggul dapat menyebabkan kematian dalam

waktu 12 bulan pada 20-30% pasien. Selain itu fraktur tulang vertebra dapat

berdampak pada menurunnya kualitas hidup seseorang karena nyeri kronik pada

punggung serta keterbatasan aktivitas.9 Oleh karena itu, upaya pencegahan

osteoporosis harus dilakukan sedini mungkin untuk menghindari penurunan

kualitas hidup akibat osteoporosis di masa lanjut usia nanti, selain itu untuk

menghindari terjadinya osteoporosis pada usia muda.

Page 44: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

29

2.1.5.4.Faktor Risiko Banyak faktor yang terlibat dalam perjalanan penyakit osteoporosis, diantaranya :

1. Usia

Faktor risiko yang paling utama adalah usia, dikutip dari Sudoyo AW

dalam buku Ilmu Penyakit Dalam FKUI Edisi V, bahwa setiap

peningkatan usia satu dekade setara dengan peningkatan risiko

osteoporosis sebesar 1,4-1,8 kali.1

2. Jenis Kelamin

Wanita memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami osteoporosis

dibandingkan pria. Hal tersebut dikarenakan pada masa pertumbuhan,

pertumbuhan tulang panjang dan pertumbuhan tulang secara radial pada

remaja laki-laki berlangsung dalam waktu yang lebih lama dibanding

remaja perempuan sehingga sehingga pria cenderung lebih tinggi

dibanding wanita dan cenderung memiliki tulang yang lebih tebal.

Densitas massa tulang ditentukan oleh berat tulang dan volume tulang

sehingga pria memiliki densitas massa tulang yang lebih besar dibanding

wanita. Satu tahun pascamenopause, wanita akan mengalami kehilangan

tulang yang cepat yang sebagian besar terjadi pada trabekula tulang

spongiosa. Selain itu, laju hilangnya tulang kortikal (tulang kompak) juga

akan meningkat seiring dengan pertambahan usia terutama pada wanita.

Pada pria, menurunnya volume tulang secara perlahan dimulai saat

seorang pria mencapai puncak densitas massa tulang dan lajunya

meningkat saat seorang pria mencapai usia 70 ke atas. Pada wanita

pascamenopause, tulang trabekular akan mulai mengalami perforasi

(terbentuk lubang kecil pada tulang trabekular) diikuti oleh hilangnya

seluruh jaringan tulang trabekula, sedangkan pada pria terjadi penipisan

pada tulang trabekula namun jaringan tulang trabekular tidak hilang

seluruhnya.3 Baik pada pria maupun wanita,seiring dengan pertambahan

usia, keduanya mengalami proses penipisan pada tulang kortikal.

Oleh karena, densitas massa tulang yang lebih kecil dan terjadinya proses

menopause, wanita lebih berisiko mengalami osteoporosis dan fraktur

akibat osteoporosis dibandingkan pria.

Page 45: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

30

3. Faktor Lain

Faktor lain yang berperan dalam perjalanan penyakit osteoporosis, antara

lain :

-Aktivitas fisik kurang

Menurut Natalia de Melo O, aktivitas fisik yang dilakukan selama masa

pertumbuhan dan perkembangan dapat meningkatkan 7-8% massa tulang

saat dewasa, hal tersebut menurunkan risiko patah tulang di kemudian

hari. Selain itu, aktivitas fisik dapat meminimalisir penurunan hormon

steroid, salah satunya estrogen, yang diketahui berperan dalam proses

pembentukan tulang.31

-Defisiensi hormon

Seiring dengan peningkatan usia, wanita lanjut usia akan mengalami

penurunan berbagai organ tubuh, termasuk ovarium, penurunan fungsi

ovarium tersebut menyebabkan penurunan sekresi hormon 17β-estradiol

yang menstimulasi beberapa sitokin yang dapat mengaktivasi osteoklas,

RANKL, IL-1β, IL-6 dan TNFα, hal tersebut mengakibatkan peningkatan

resorpsi tulang dan peningkatan hilangnya tulang, serta perburukan

mikroarsitektur tulang.3 Pria yang memiliki kadar hormon 17β-estradiol

yang rendah juga cenderung memiliki densitas massa tulang yang rendah

-Konsumsi obat glukokortikoid dosis besar dalam jangka waktu lama

Pengaruh glukorkortikoid terhadap tulang, yaitu menghambat proliferasi

sel di kartilago epifisis, menghambat aktivitas osteoblas tulang,

menghambat maturasi serta pertumbuhan tulang memanjang.32

-Defisiensi kalsium, vitamin D, vitamin K, protein

Setelah puncak massa tulang tercapai sekitar usia 30 tahun, mineral di

dalam tulang mulai berkurang termasuk kalsium. setelah memasuki usia

lanjut, terutama pada wanita ketika mencapai menopause, penurunan

mineral tulang tersebut akan terjadi lebih cepat sehingga para lansia

berisiko mengalami defisiensi kalsium terutama di tulangnya.24 Selain itu,

dengan semakin bertambahnya usia, absorpsi kalsium di usus halus akan

berkurang yang dapat menyebabkan kadar kalsium plasma rendah. Kadar

kalsium plasma yang rendah akan merangsang hormon paratiroid untuk

Page 46: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

31

merangsang proses resorpsi tulang sehingga tulang akan semakin

kehilangan mineralnya.

Pada lansia, terjadi penurunan sintesis vitamin D endogen disebabkan oleh

penuaan pada kulit.3 Pada individu kurang terpapar sinar matahari juga

berisiko mengalami osteoporosis di kemudian hari.

-Merokok

Menurut International Osteoporosis Foundation, kandungan nikotin serta

senyawa toksik lain dalam rokok menimbulkan beberapa efek buruk bagi

tulang, di antaranya menurunkan aliran darah ke tulang, produksi sel

osteoblas, serta menurunkan absorpsi kalsium dan mempercepat pelepasan

estrogen dari tulang.33

-Mengonsumsi alkohol

Mengonsumsi alkohol dapat menurunkan kadar kalsium darah karena

alkohol menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sel dan meningkatkan

ekskresi kalsium di ginjal. Dengan menurunnya kadar kalsium di dalam

darah, produksi hormon PTH akan meningkat sehingga menyebabkan

proses resorpsi tulang juga meningkat. Selain itu menurut Wayne S,

mengonsumsi alkohol pada masa remaja dapat menurunkan peak bone

mass sedangkan mengonsumsi alkohol pada masa dewasa dapat

menganggu proses remodeling tulang karena alkohol menghambat

produksi sel osteoblas.34

-Hiperkortisol

Tingginya kadar kortisol dalam darah dapat mempengaruhi tulang baik

secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsungnya, yaitu kortisol

dapat menurunkan pertumbuhan tulang secara aposisional dan

meningkatkan resorpsi tulang sedangkan efek tidak langsungnya, yaitu

menurunkan absorpsi kalsium dan meningkatkan ekskresinya di ginjal.35

2.1.5.5.Patofisiologi a. Patofisiologi osteoporosis tipe I

Page 47: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

32

Hormon estrogen memiliki beberapa efek pada tulang yang dapat

meningkatkan formasi tulang dan mencegah resorpsi tulang, efek-efek tersebut di

antaranya:1:

1.) Menghambat resorpsi tulang

Hormon estrogen meningkatkan produksi osteoprotegrin oleh sel

osteoblas, hal ini menyebabkan penurunan ikatan antara RANKL dengan

reseptor RANK (receptor activator of nuclear factor kappa B) di sel

osteoklas sehingga menyebabkan hambatan pada maturasi sel osteoklas

dan terjadi penurunan resorpsi tulang.

2.) Meningkatkan sintesis TGF- β

Sintesis TGF- β ditingkatkan oleh hormon estrogen, TGF- β tersebut

berperan dalam replikasi proosteoblas, sintesis kolagen, serta induksi

apoptosis sel osteoklas.1

3.) Meningkatkan sintesis IGF-1

Hormon estrogen juga berperan dalam sintesis IGF-1 yang berfungsi untuk

sintesis matriks dan kolagen tulang serta menghambat degradasi kolagen

tulang.1 Ekspresi gen IGF-1 dihambat oleh hormon golongan

glukokortikoid, 1,25(OH)2D3

4.) Meningkatkan proliferasi dan menurunkan apoptosis sel osteoblas.

5.) Menurunkan aktivitas hormon paratiroid.

6.) Menurunkan produksi berbagai sitokin, yaitu IL-1,IL-6,TNF-α yang

berperan meningkatkan kerja sel osteoklas.

Setelah menopause, resorpsi tulang akan meningkat.1 Hal tersebut disebabkan

oleh penurunan serum estrogen, peningkatan RANK dan RANKL, dan

peningkatan aktivitas osteoklas.23 Penurunan hormon estrogen menyebabkan

penurunan sintesis TGF- β dan IGF-1 yang keduanya berfungsi untuk sintesis

kolagen sehingga komponen matriks ekstraseluler akan menurun. Selain itu,

peningkatan RANK dan RANKL akan meningkatkan diferensiasi dan maturasi sel

osteoklas. Penurunan hormon estrogen juga menyebabkan peningkatan apoptosis

dan penurunan proliferasi sel osteoblas dan peningkatan sitokin IL-1,IL-6,TNF-α.

Semua keadaan tersebut menyebabkan proses resorpsi tulang lebih dominan

dibanding formasi tulang.

Page 48: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

33

Seiring dengan pertambahan usia maka fungsi organ tubuh akan menurun,

pada wanita pascamenopause, terjadi penurunan absorpsi kalsium di usus dan

peningkatan eksresi kalsium di ginjal. Kedua kondisi tersebut menyebabkan kadar

kalsium dalam sirkulasi menurun, sebagai kompensasinya hormon paratiroid

meningkat pada wanita pascamenopause.1

b. Patogenesis osteoporosis tipe II

Pada individu lanjut usia, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang

dimana resorpsi tulang lebih dominan dibanding formasi tulang, hal tersebut

diduga karena penurunan kadar estrogen, IGF-1 serta penurunan aktivitas

replikasi sel osteoprogenitor, dan penurunan sintesis sel osteoblas . Selain itu,

individu lanjut usia dapat mengalami defisiensi kalsium dan vitamin D yang dapat

disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang rendah, paparan sinar

matahari yang kurang, anoreksia, atau malabsorpsi sehingga kadar kalsium di

sirkulasi menurun dan merangsang hormon paratiroid yang akan meningkatkan

proses resorpsi tulang. Defisiensi protein juga dapat meningkatkan risiko

osteoporosis pada wanita pascamenopause karena penurunan sintesis IGF-1.

Penurunan hormon pertumbuhan juga berperan terhadap peningkatan resorpsi

tulang. Faktor lain yang berperan dalam patogenesis osteoporosis, yaitu faktor

genetik dan lingkungan (aktivitas fisik yang menurun,kebiasaan merokok,

konsumsi alkohol,konsumsi obat-obatan tertentu,riwayat/risiko terjatuh).1

2.1.5.6.Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesis

Osteoporosis disebut juga sebagai silent disease karena tidak

menunjukkan gejala yang khas dan baru memunculkan gejala saat sudah terjadi

fraktur. Pada anamnesis, keluhan yang dirasakan akibat fraktur yang berkaitan

dengan osteoporosis, antara lain nyeri punggung (back pain), kelainan tulang

belakang berupa kifosis, serta penurunan tinggi badan.36 Menurut Yulianingsih

Syam tahun 2014, gejala osteoporosis umumnya muncul pada individu usia 51-75

tahun terutama pada wanita, hal ini berkaitan dengan densitas massa tulang yang

terus menurun seiring peningkatan usia. Tulang yang densitas mineralnya terus

Page 49: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

34

berkurang akan menyebabkan tulang menjadi kolaps dan hancur sehingga pasien

merasakan nyeri. Selain itu, pasien juga dapat mengalami kelainan bentuk pada

tulang yang mengalami osteoporosis.37

Selain keluhan utama, dapat juga digali faktor risiko yang berkaitan dengan

osteoporosis, seperti konsumsi jangka panjang obat kortikosteroid, antikonvulsan,

heparin, antasida yang mengandung aluminium, sodium fluorida,bisfosfonat

etidronat, hormon tiroid ; kurangnya asupan kalsium,fosfor,vitamin D, kurangnya

paparan sinar matahari ; riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol ; riwayat

serupa di keluarga ; riwayat jatuh atau trauma ; serta penyakit-penyakit tertentu

yang berkaitan dengan osteoporosis seperti penyakit ginjal, penyakit pada saluran

cerna.38 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1142 tahun 2008,terdapat

beberapa gejala dan tanda yang mengarah ke osteoporosis, diantaranya :39

• Adanya faktor risiko

• Patah tulang yang terjadi secara tiba-tiba dan disebabkan oleh trauma

ringan atau tanpa trauma

• Adanya rasa nyeri yang hebat sehingga pergerakan terbatas

• Terjadi penurunan tinggi badan dan kifosis dorsal

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan penurunan tinggi badan,

abnormalitas gaya berjalan, deformitas tulang berupa kifosis dorsal, dan leg-

length inequality serta nyeri pada tulang belakang. Menurut Aru W Sudoyo dkk

dalam buku Ilmu Penyakit Dalam UI Edisi V, pada pasien osteoporosisjuga dapat

ditemukan protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yang tipis

(tanda McConkey).1

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan X-ray tulang belakang terlihat kompresi pada salah satu

atau beberapa corpus vertebra. Sementara itu, menurut Aru W Sudoyo dalam Ilmu

Penyakit Dalam UI Edisi V tahun 2009 disebutkan bahwa gambaran radiologi

yang khas pada osteoporosis, yaitu terjadi penipisan pada korteks dan daerah

Page 50: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

35

trabekular, gambaran tersebut tampak pada tulang-tulang vertebra (picture-frame

vertebra).1 Sedangkan pada pemeriksaan densitometri, pasien dengan osteoporosis

memperlihatkan gambaran penurunan densitas massa tulang. Terdapat beberapa

teknik densitometri yang dapat digunakan untuk mengukur densitas massa

tulang.38 Selain pemeriksaan X-ray dan densitometri, dapat juga dilakukan

pemeriksaan penunjang lain, seperti pemeriksaan kadar serum kalsium, fosfat, dan

fosfatase alkali. Dapat juga dilakukan pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam

untuk menentukan apakah pasien mengalami malabsorpsi kalsium atau tidak.38

2.1.5.7.Pengobatan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1142 tahun 2008,

tujuan pengobatan osteoporosis yang sudah menimbulkan gejala (simptomatik)

adalah mengurangi rasa nyeri, menghambat proses resorpsi tulang, serta

meningkatkan proses pembentukan tulang. Berikut merupakan alur

penatalaksanaan osteoporosis.39

Page 51: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

36

Gambar 2.10 Alur Penatalaksanaan Osteoporosis

Sumber : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman

Pengendalian Osteoporosis. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik

Indonesia.2008.

Terdapat dua jenis cara kerja obat yang digunakan dalam menatalaksana

osteoporosis, yaitu (1) obat yang berkerja menghambat atau mencegah resorpsi

tulang dan (2) obat yang merangsang terjadinya pembentukan tulang.39

Bisfosfonat merupakan salah satu obat yang bekerja menghambat kerja sel

Page 52: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

37

osteoklas sehingga mengurangi resoprsi tulang, contoh preparatnya adalah

etidronat,klodronat,pamidronat,alendronat,risedronat,asam zoledronat. Obat

antiosteoporosis lain seperti raloksifen yang merupakan golongan Selective

Estrogen Receptor Modulators yang memiliki efek seperti estrogen di tulang dan

lipid tanpa menimbulkan efek di endometrium dan payudara. Selain farmako,

osteoporosis juga dapat diterapi dengan hormon, seperti estrogen,

medroksiprogesteron asetat, testosteron, steroid anabiolik, kalsitonin atau terapi

lain, seperti pemberian vitamin D, kalsium.38

2.1.5.8.Pencegahan

Pencegahan osteoporosis sebaiknya dilakukan saat puncak massa tulang

belum tercapai,menurut Keputusan Menteri Kesehatan mengenai pedoman

pengendalian osteoporosis puncak massa tulang dicapai antara usia 20-30 tahun.

Pencegahan yang dapat dilakukan seperti mengonsumsi kalsium dan vitamin D

yang adekuat, melakukan aktivitas fisik secara rutin, mengusahakan supaya tubuh

terpapar sinar matahari yang adekuat sehingga dapat mendukung pembentukan

vitamin D yang berfungsi meningkatkan pembentukan tulang.39

Salah satu penyebab osteoporosis sekunder adalah hiperkortisolisme, kondisi

dimana kadar hormon kortisol dalam plasma berlebihan, keadaan ini dapat

menyebabkan sindrom Cushing.40 Meskipun sebagian besar penyebab

hiperkortisolisme adalah adanya tumor atau pemberian steroid eksogen namun

stres juga dapat memicu peningkatan sekresi hormon kortisol.40,41 Shalat

merupakan suatu media komunikasi antara Allah dengan hamba-Nya, shalat dapat

memberikan ketenangan pada hati dan pikiran sesuai dalam firman Allah S.W.T

dalam Q.S Ar-Ra’du ayat 28 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman dan

hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan

mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Sabiq MA tahun 2014 mengenai efektivitas shalat tahajud dalam

mengurangi tingkat stres santri didapatkan adanya perbedaan yang signifikan

antara santri yang rutin melaksanakan shalat tahajud dengan santri yang tidak

rutin melaksanakan shalat tahajud dimana tingkat stres pada santri yang rutin

Page 53: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

38

melaksanakan shalat tahajud lebih rendah dibanding mereka yang tidak rutin

melaksanakannya.42

2.1.6. Pemeriksaan Densitometri

2.1.6.1.Definisi

Pemeriksaan densitometri merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk

mengukur kepadatan tulang, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis osteoporosis, menilai prediksi fraktur, dan faktor prognosis, serta

memonitor terapi.1 Terdapat beberapa keadaan yang diindikasikan untuk

dilakukannya pemeriksaan densitas massa tulang seperti pada tabel 1.

Tabel 2.1 Indikasi Pemeriksaan Bone Mineral Density

1. Wanita berusia > 65 tahun 2. Wanita pascamenopause yang berusia < 65 tahun dengan faktor risiko 3. Laki-laki berusia ≥ 70 tahun 4. Orang dewasa dengan fraktur fragilitas 5. Orang dewasa dengan risiko fraktur panggul, riwayat merokok, riwayat maternal dengan

fraktur panggul 6. Orang dewasa dengan penyakit atau kondisi yang berhubungan dengan densitas massa

tulang yang rendah atau kehilangan massa tulang, seperti hiperparatiroidisme,sindrom malabsorpsi,hipertiroidisme

7. Orang dewasa yang mengonsumsi obat-obatan yang menyebabkan densitas massa tulang rendah, seperti glukokortikoid, antikonvulsan

8. Setiap individu yang dipertimbangkan membutuhkan terapi farmakologik osteoporosis 9. Seorang individu yang sedang menjalani terapi osteoporosis 10. Seseorang yang terbukti mengalami kehilangan massa tulang sehingga membutuhkan

terapi

Sumber : Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam,Ed V Jilid III. Jakarta ; Interna Publishing : 2009.

2.1.6.2.Teknik Densitometri

Terdapat beberapa jenis teknik densitometri, yaitu :

1. Teknik Radiografik

Penurunan kepadatan tulang dengan menggunakan teknik radiografik

dapat diketahui dengan cara membandingkan tulang yang mengalami

demineralisasi dengan tulang yang normal. Pada gambaran film

Page 54: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

39

radiografik, tulang yang telah mengalami demineralisasi akan terlihat lebih

gelap (mendekati gambaran jaringan lunak) dibandingkan tulang yang

belum/tidak mengalami demineralisasi.43 Namun demikian, pemeriksaan

densitas massa tulang dengan teknik ini baru dapat menujukkan gambaran

yang jelas ketika terjadi kehilangan kepadatan tulang minimal 30%.1

2. Single Energy Densitometry, Single X-ray Absorptiometry

Teknik ini menggunakan gelombang radiasi yang melewati lengan bawah

distal, prinsip kerjanya yaitu dengan membandingkan radiasi yang

dipancarkan oleh alat (radiasi insiden) dengan radiasi yang keluar setelah

melalui objek (radiasi transmisi) sehingga terjadi penipisan radiasi

(atenuasi) akibat diserap olel objek tersebut. Densitas massa tulang (Bone

Mass Density) diukur dengan cara membagi bone content yang sesuai

dengan atenuasi dengan area tulang yang diukur, semakin rendah

kepadatan tulang maka gelombang radiasi yang diserap tulang semakin

sedikit sehingga atenuasinya semakin kecil.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknik radiologik, penggunaan

isotop sebagai sumber radiasi diganti dengan sinar X (Single X-ray

Absorptiometry).43

3. Dual Energy Absorptiometry, Dual X-ray Absorptiometry

Teknik ini menggunakan dua energi radiasi. Pada awalnya, teknik ini

menggunakan sumber energi isotop, namun kemudian sumbernya diganti

menjadi sinar X-ray (Dual X-ray Absorptiometry). Dengan menggunakan

teknik ini, dapat dilakukan pengukuran densitas tulang di daerah lumbal,

femur proksimal, lengan bawah bahkan seluruh tubuh.

Hasil yang didapatkan dari pengukuran DXA adalah (1) Densitas massa

tulang pada area yang dinilai (dalam satuan gr/cm2 ), (2) Kandungan

mineral tulang (dalam satuan gram), (3) T-score, perbandingan hasil

densitas massa tulang pasien dengan nilai normal rata-rata densitas massa

tulang pada dewasa muda dan dinyatakan dalam skor deviasi standar.

4. Quantitative Computed Tomography (QCT)

Merupakan teknik densitometri yang dapat mengukur densitas tulang

secara tiga dimensi sehingga hasil pengukurannya berupa densitas

Page 55: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

40

volumetrik dengan satuan gram/cm2. Teknik ini digunakan untuk

mengukur densitas tulang belakang.38

5. Quantitative Ultrasound

Merupakan teknik densitometri yang menggunakan teknik ultrasonografik

untuk mengukur densitas tulang perifer, seperti tumit, jari, lengan bawah.

Kelebihan teknik ini, antara lain scanning relatif cepat, tidak

menggunakan radiasi namun akurasinya tidak sebaik dengan teknik

densitometri yang menggunakan sinar X.38

2.1.6.3. DXA (Dual X-ray Absorptiometry) sebagai Baku Emas Penegakkan

Diagnosis Osteoporosis

Dual X-ray Absorptiometry merupakan teknik yang banyak digunakan,

teknik ini digunakan sebagai baku emas dalam penegakkan diagnosis

osteoporosis. Tulang yang dapat diukur densitasnya dengan DXA adalah tulang

belakang, panggul, lengan bawah, calcaneus, dan seluruh tubuh. Hasil yang

diperoleh dari pengukuran densitas massa tulang dengan teknik DXA adalah nilai

BMD areal (satuan gram/cm2), T-score, Z-score.38

T-score merupakan perbandingan nilai densitas massa tulang pasien

dengan nilai densitas massa tulang rata-rata orang muda normal (dinyatakan

dalam bentuk skor deviasi standar), sedangkan Z-score adalah perbandingan nilai

densitas massa tulang pasien dengan nilai densitas massa tulang rata-rata individu

seusia pasien (dinyatakan dalam skor deviasi standar).

Page 56: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

41

Gambar 2.11 Kriteria Diagnosis Osteoporosis Berdasarkan Nilai T-score

(Menurut WHO)

Sumber : Anonim. 2017.One Stop Spine : Osteoporosis (online) tersedia di link :

http://www.punespinesurgeon.com/osteoporosis/ pada Februari 2017.

Kriteria klasifikasi tersebut tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis osteoporosis

pada wanita premenopause sehat (usia 20 hingga usia menopause), pria, dan anak-

anak.38

Gambar 2.12 Alat Dual X-ray Absorptiometry

Sumber : Anonim. DEXA- Central Bone Densitometry (online) tersedia di link : //

http://www.coloradoarthritis.com/dual-energy-x-ray-absorptiometry.html pada

Februari 2017.

Page 57: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

42

2.1.6.4.Quantitative Ultrasound (QUS) sebagai Skrining Osteoporosis

Teknik densitometri ini menggunakan gelombang suara untuk mengukur

densitas massa tulang pada os.calcaneus, os.phalanges, os.patella, dan os.tibia.3,11

Teknik ini memiliki beberapa keuntungan, di antaranya noninvasif, tidak

menggunakan radiasi, murah, mudah dibawa namun penggunaan teknik ini dalam

memutuskan terapi awal antiosteoporosis dan dalam memantau terapi

antiosteoporosis masih diragukan.3 Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Kok Yong Chin (2013) yang menyatakan bahwa alat QUS

dapat memperlihatkan densitas massa tulang, kondisi mikroarsitektur tulang, dan

kekuatan tulang serta dapat digunakan untuk memprediksi risiko fraktur di

kemudia hari. Berdasarkan alasan tersebut, alat QUS disarankan sebagai alat

skrining osteoporosis terutama di negara berkembang yang mana pemeriksaan

DXA tidak memungkinkan untuk dijadikan alat skrining.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Faiz R Hashmi pada tahun 2016,

disebutkan bahwa pemeriksaan ultrasound di tumit untuk memprediksi densitas

massa tulang yang berkaitan dengan osteoporosis memiliki sensitivitas sebesar

53% dan spesifisitas sebesar 86%.44

Gambar 2.13 Alat Quantitative Ultrasound

Sumber : Anonim. 2017. Achilles (online) tersedia di link : //

http://www.coloradoarthritis.com/dual-energy-x-ray-absorptiometry.html pada

Februari 2017

Page 58: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

43

Penelitian Handayani (2013) mengenai gambaran risiko osteoporosis

berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada lansia juga menggunakan alat

densitometri Hologic Sahara Quantitative Ultrasound untuk mengukur densitas

tulang pada tulang calcaneus. Alat pengukuran diletakkan di tumit subjek

penelitian kemudian melalui transmisi suara dapat diketahui densitas massa tulang

subjek penelitian tersebut. Hasilnya merupakan nilai T-score dimana subjek

dengan nilai T-score ≥ -1 SD memiliki densitas massa tulang yang normal, T-

score bernilai antara -1 hingga -2,5 SD memiliki denistas mineral tulang yang

mulai berkurang (osteopenia), serta nilai T-score ≤ -2,5 SD memiliki arti bahwa

subjek penelitian mengalami osteoporosis.45 Namun demikian, berdasarkan

beberapa penelitian disebutkan bahwa kriteria T-score dari WHO tidak bisa

langsung diaplikasikan pada alat Quantitative Ultrasound karena beberapa hal,

yaitu perbedaan teknik serta lokasi pengukuran antara DXA dengan QUS, selain

itu terdapat beberapa jenis alat QUS yang mana setiap masing-masing alat

tersebut memiliki nilai T-score yang berbeda-beda.

Page 59: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

44

2.2 Kerangka Teori

keterangan :

= yang diteliti (hubungan kadar kalsium serum dengan osteoporosis)

= faktor perancu yang dianalisis

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi1

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi1

Genetik (riwayat fraktur dalam keluarga)

Aktivitas fisik kurang

Konsumsi obat-obatan glukokortikoid

Merokok

Konsumsi alkohol

Penyakit kronik Resorpsi tulang > formasi tulang

Densitas massa tulang

Usia

Jenis kelamin

Indeks massa tubuh

Osteoporosis

Defisiensi Kalsium

Page 60: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

45

2.3 Kerangka Konsep

Kadar kalsium serum

Densitas Massa Tulang Calcaneal

Faktor Perancu :

-Usia -Jenis Kelamin -Indeks Massa Tubuh

Page 61: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

46

2.5 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Interpretasi

(normal)

Pengukur Alat ukur Cara ukur Skala ukur

1. Kadar

kalsium

serum

Jumlah zat

kalsium yang

terdapat pada

serum (dalam

satuan mg/dL)

Kalsium

total46-47

1.Rendah : <

8,5 mg/dL

2.Normal : 8,5-

10,5 mg/dL

3.Tinggi :

>10,5mg/dL

Laboran Pengambilan

serum darah

Kategorik

ordinal

2. Densitas

Massa Tulang

(Calcaneus)

Rasio berat

tulang terhadap

volume tulang

T-score alat

QUS14,48

1.Osteporosis :

≤-1,9 SD

2.Tidak

osteoporosis :

>-1,9 SD

Peneliti Densitometer

(Hologic

Sahara

Quantitative

Ultrasound)

Pengukuran

secara

langsung

pada tulang

calcaneus

Kategorik

ordinal

3. Lanjut usia Usia responden

pada saat

dilakukan

penelitian

Menurut Badan

Pusat Statistik

tahun 2013

1.Lansia Muda

: usia 60-69

tahun

2.Lansia

Madya : usia

Peneliti Lembar

kuisioner

Wawancara Kategorik

ordinal

Page 62: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

47

70-79 tahun

4. Jenis Kelamin Jenis kelamin

responden yang

dibedakan

menjadi pria

dan wanita

1.Pria

2.Wanita

Peneliti Lembar

kuisioner

Wawancara Kategorik

nominal

5. Indeks Massa

Tubuh

Berat badan

dalam satuan

kilogram (kg)

dibagi dengan

tinggi badan

dalam satuan

meter kuadrat

(m2)

Menurut

Depkes 2002

Kekurangan

berat badan

tingkat berat :

<17 kg/m2

(1.00)

Kekurangan

berat badan

tingkat ringan :

17,0-18,4

kg/m2 (2.00)

Normal : 18,5-

25,0 kg/m2

(3.00)

Kelebihan

berat badan

tingkat ringan :

25,1-27,0

kg/m2 (4.00)

Kelebihan

berat badan

tingkat berat :

Peneliti Alat ukur

tinggi badan

dan

timbangan

berat badan

Mengukur

tinggi badan

dan berat

badan lalu

dihitung

dengan

rumus berat

badan dibagi

tinggi badan

yang telah

dikuadratkan

Kategorik

ordinal

Page 63: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

48

> 27 kg/m2

Page 64: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

49

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah analitik cross sectional

untuk mengetahui hubungan antara kadar kalsium serum dengan densitas

massa tulang calcaneal pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

1.2 Waktu dan Tempat

1.2.1 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Mei 2017

1.2.2 Tempat

Penelitian ini dilakukan di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat

(KPKM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

berlokasi Reni Jaya, Pamulang.

1.3 Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data primer,

yaitu data yang diperoleh dari sumber asli secara langsung. Sumber data

primer dalam penelitian ini adalah responden yang berusia ≥ 60 tahun.

1.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target : Semua individu lanjut usia yang berusia ≥ 60

tahun.

Populasi terjangkau : Semua individu lanjut usia yang berusia ≥ 60

tahun yang datang ke KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tahun 2017.

Page 65: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

50

Sampel : Semua individu lanjut usia yang berusia ≥ 60

tahun yang datang ke KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada bulan Februari-Mei tahun 2017 dan diperiksa kadar kalsium

serumnya serta densitas massa tulang calcaneal nya.

3.5 Besar Sampel Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik korelatif sehingga rumus yang digunakan sebagai berikut :49,50,51

n = � 𝑍𝛼+𝑍𝛽0,5𝑙𝑛1+𝑟1−𝑟

�2

+ 3

n = �1,960+0,8420,5𝑙𝑛1+0,351

1−0,351�2

+ 3

n = � 2,800,5 ln(2.08)

�2 + 3

n = � 2,80(0,5 𝑥 0,73)

�2 + 3

n = � 2,80,36

�2 + 3

n = (7,77)2 + 3

n = 60,37 + 3

n = 63 orang besar sampel minimal sebanyak 63 orang

keterangan :46,47

Zα = deviat baku normal untuk α. Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis dua arah sehingga Zα = 1,960

Zβ = deviat baku normal untuk β. Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20% sehingga Zβ = 0,842

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,35126

Page 66: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

51

3.6 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah consecutive sampling , yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria

penelitian dijadikan sebagai subjek penelitian. Pengambilan sample ini

dilakukan hingga kurun waktu tertentu hingga jumlah subjek penelitian

yang dibutuhkan terpenuhi.

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.7.1. Kriteria Inklusi

1. Usia ≥ 60 tahun

2. Datang ke KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun

2017

3.7.2. Kriteria Eksklusi

1. IMT >27 kg/m2

3.8 Alat dan Bahan

Alat dan bahan untuk memeriksa kadar kalsium serum

Densitometri Quantitative Ultrasound (HOLOGIC SAHARA Clinical

Bone Sonometer), kertas, bolpoin, laptop, program SPSS.

Pengukuran densitas massa tulang menggunakan alat HOLOGIC SAHARA

Clinical Bone Sonometer. Alat tersebut dapat mengukur kepadatan mineral

tulang calcaneal (tumit) secara kuantitatif. Hasil pengukuran tersebut jika

disertai faktor risiko lain dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

osteoporosis. Cara kerja alat ini sebagai berikut : pasien didudukkan di

kursi dan kakinya, yang sebelumnya telah diolesi Sahara Ultrasound

Coupling Gel, diposisikan di alat kemudian sepasang bantalan elastis yang

telah dihubungkan dengan transduser suara akan menekan bagian

calcaneal pasien. Selanjutnya gelombang suara berfrekuensi tinggi yang

diproduksi oleh salah satu transduser suara akan ditransmisikan melalui

tumit dan diterima oleh transduser suara di hadapannya. Kemudian alat

tersebut akan mengukur kecepatan dan redaman gelombang suara pada

Page 67: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

52

tumit yang diperiksa. Hasil pengukurannya berupa Quantitative

Ultrasound Index serta nilai estimated heel T-score yang digunakan

sebagai perkiraan densitas massa tulang pada tulang calcaneal .

Gambar 3.1 Proses Pemeriksaan Densitas Massa Tulang Calcaneal dengan

Alat Hologic Sahara Quantitative Ultrasound.

Page 68: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

53

3.9 Alur Penelitian

3.10 Identifikasi Variabel

3.10.1 Variabel Bebas

Kadar kalsium serum dalam skala kategorik ordinal.

3.10.2 Variabel Terikat

Densitas massa tulang calcaneal yang diukur dengan alat densitometri

Hologic Sahara Quantitative Ultrasound dalam skala kategorik

ordinal.

Penentuan jumlah sampel dan teknik

pengambilan sampel

Perizinan ke KPKM Reni Jaya UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

Informed consent kepada subjek

penelitian

Melakukan pemeriksaan kadar

kalsium serum

Melakukan pemeriksaan densitas massa tulang calcaneal

menggunakan Hologic Sahara Quantittaive ULtrasound

Melakukan analisis data dengan

menggunakan program SPSS

Page 69: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

54

3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

3.11.1. Pengolahan data49

1.) Editing

Merupakan tahap pertama dalam proses pengolahan data

penelitian. Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan untuk

mengecek kelengkapan,keterbacaan, serta kesesuaian

jawaban dan untuk mengoreksi data yang belum jelas.

2.) Coding

Pada tahapan ini, data yang sudah terkumpul akan

dikelompokkan dan diberi kode untuk memudahkan dalam

pemasukkan data.

3.) Tabulating atau Data Entry

Data yang sudah dikelompokkan dan diberi kode

selanjutnya dilakukan penyusunan. Proses tabulasi

(penyusnan data) dapat dilakukan secara manual maupun

dengan menggunakan komputer. Proses penyusunan data

dalam komputer disebut data entry

3.11.2. Analisis data

Setelah dilakukan pengolahan data, data dianalisis dengan

menggunakan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan

kadar kalsium serum sebagai variabel independen dengan

densitas massa tulang calcaneal sebagai variabel dependen

dengan menggunakan program software SPSS. Pada saat

melakukan analisis bivariat, digunakan uji chi square karena

kedua variabel merupakan kategorik selanjutnya dilakukan uji

korelasi Spearman untuk mengetahui derajat kekuatan

hubungan keduanya. Selain itu, dihitung pula nilai Odds Ratio

(OR)

Setelah dilakukan analisis bivariat, analisis multivariat juga

digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen lain

mempengaruhi hubungan antara kadar kalsium serum dengan

densitas massa tulang calcaneal.

Page 70: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

55

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat

(KPKM) Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama bulan Februari-Mei

2017. Subjek penelitian berjumlah 63 orang yang merupakan lansia berusia ≥60

tahun yang datang ke KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah

bersedia menjadi responden penelitian serta mengikuti pemeriksaan. Sumber data

diperoleh dari data primer, yaitu dilakukan pengukuran secara langsung terhadap

densitas massa tulang calcaneal responden dengan alat Hologic Sahara

Quantitative Ultrasound dan kadar kalsium serum bekerja sama dengan

laboratorium Prodia.

4.1. Karakteristik Responden

4.1.1.Usia Responden

Subjek penelitian ini merupakan individu lanjut usia yang berusia ≥60 tahun.

Terdapat 49 orang (77,8%) lansia muda , yaitu berusia 60-69 tahun dan 14 orang

(22,2%) lansia madya yang berusia 70-79 tahun. Usia termuda 60 tahun dan tertua

70 tahun dengan rata-rata usia 65,43 (SD = 4,55). Data usia diperoleh berdasarkan

hasil wawancara dengan responden. Hasil ini sesuai dengan data dari Badan Pusat

Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan tahun 2015 yang menujukkan bahwa

terdapat 47.901 penduduk lansia yang berusia 60-69 tahun, sedangkan penduduk

lansia yang berusia 70-79 tahun berjumlah 22.143 orang.52

Table 4.1 Karakteristik Usia Responden

No. Usia Frekuensi (n) Persentase (%) 1. 60-69 49 77,8% 2. 70-79 14 22,2% Jumlah 63 100%

Di bawah ini merupakan grafik yang menggambarkan frekuensi usia responden.

Page 71: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

56

Gambar 4.1 Frekuensi usia responden dengan menggunakan diagram batang

4.1.2 Jenis Kelamin Responden

Sebagian besar subjek pada penelitian ini berjenis kelamin wanita sebanyak 46

orang (73%) dan sisanya adalah pria sebanyak 17 orang (27%). Data diperoleh

dari hasil wawancara dengan responden. Namun demikian berdasarkan data BPS

Kota Tangerang Selatan tahun 2015 jumlah lanjut usia yang berjenis kelamin pria

sebanyak 25.906 orang dan sebanyak 21.995 penduduk lansia berjenis kelamin

wanita. Terdapat ketidaksesuaian antara hasil penelitian dengan data BPS, hal

tersebut dapat disebabkan karena lebih banyak responden wanita yang menjadi

subjek penelitian.

Tabel 4.2 Frekuensi Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis kelamin Frekuensi (n) Persentase

1. Pria 17 27

2. Wanita 46 73

Total 63 100

Berikut merupakan diagram batang jumlah subjek penelitian berdasarkan jenis

kelamin

Page 72: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

57

Gambar 4.2 Diagram Batang yang Menggambarkan Jumlah Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin

4.1.3 Indeks Massa Tubuh Responden

Sebagian besar subjek penelitian memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang normal

(18,5-25 kg/m2 ), yaitu sebanyak 32 orang (50.8%). Terdapat 28 orang (44,4%)

memiliki IMT overweight (25,1-27) dan 3 orang sisanya masuk dalam kategori

underweight, dimana 2 orang (3,2%) memiliki IMT <17 kg/m2 dan 1 orang

(1,6%) memiliki IMT 17-18,4.

Tabel 4.3 Karakteristik Indeks Massa Tubuh Responden

No. Kategori IMT Frekuensi (n) Persentase (%)

1. <17 kg/m2 2 3,2

2. 17-18,4 kg/m2 1 1,6

3. 18,5-25 32 50,8

4. 25,1-27 28 44,4

Total 63 100

Grafik di bawah ini menunjukkan frekuensi indeks massa tubuh subjek penelitian

berdasarkan kategori Departemen Kesehatan 2002.

Page 73: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

58

Grafik 4.3 Frekuensi IMT Responden dalam Bentuk Diagram Batang.

4.1.4 Kadar Kalsium Serum Responden

Pengukuran kadar kalsium serum responden bekerja sama dengan laboratorium

Prodia. Kadar kalsium serum diukur dalam satuan mg/dL. Terdapat 2 orang

(3,2%) yang memiliki kadar kalsium rendah, yaitu < 8,5mg/dL sedangkan 61

orang (96,8%) lainnya memiliki kadar kalsium serum yang normal, yaitu 8,5-10,5

mg/dL serta tidak ada responden yang memiliki kadar kalsium serum di atas

normal. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Desmon

L dkk mengenai gambaran kalsium serum pada usia 60-74 tahun, didapatkan hasil

bahwa 21 responden memiliki kadar kalsium serum normal, 1 orang memiliki

kadar kalsium serum rendah dan 15 orang memiliki kadar kalsium serum tinggi.53

Tabel 4.4 Frekuensi Kadar Kalsium Serum Responden

No. Kadar Kalsium Serum Frekuensi (n) Persentase (%)

1. <8,5 mg/dL 2 3,2

2. 8,5-10,5 mg/dL 61 96,8

Total 63 100

Diagram batang berikut menunjukkan frekuensi kadar kalsium serum responden

Page 74: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

59

Grafik 4.4 Frekuensi Kadar Kalsium Serum Responden dalam Bentuk Diagram

Batang

4.1.5 Gambaran Densitas Massa Tulang Calcaneal Responden dalam Bentuk

Estimated Heel T-score

Pengukuran T-score dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan

menggunakan alat Hologic Sahara Quantitative Ultrasound. Pengukuran tersebut

memberikan hasil berupa estimated heel T-score yang mana memiliki cut off

value dengan T-score berdasarkan klasifikasi WHO, yaitu sebesar ≤ -1,9 SD

Berdasarkan hasil pengukuran, terdapat 22 responden (34,9%) dikategorikan

osteopeni, 41 responden (65,1%) dikategorikan osteoporosis, serta tidak ada

responden yang memiliki densitas massa tulang calcaneal yang normal. Hasil

tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria Andriani (2016) yang

juga melakukan pengukuran kepadatan tulang dengan alat Quantitative

Ultrasound. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil sebanyak 57 orang

mengalami osteopeni, 44 orang mengalami osteoporosis, dan 9 orang memiliki

kepadatan tulang yang normal.54

Page 75: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

60

Tabel 4.5 Gambaran Densitas Massa Tulang Calcaneal Responden dalam Bentuk

Estimated Heel T-score

No. Estimated Heel T-score Frekuensi (n) Persentase (%)

1. ≤-1,9 SD 41 65,1

2. (-1,89)-(+3.0) SD 22 34,9

Total 63 100

Grafik 4.5 Gambaran Estimated Heel T-score Responden dalam Bentuk Diagram

Batang

4.2 Korelasi antara Kadar Kalsium Serum dengan Densitas Massa Tulang

yang Digambarkan dalam Bentuk Estimated Heel T-Score

Untuk mengetahui hubungan antara kadar kalsium serum sebagai variabel

independen dengan Estimated Heel T-Score sebagai variabel dependen digunakan

analisis bivariat. Uji analisis yang digunakan adalah uji chi square karena kedua

variabel termasuk kategorik ordinal. Setelah data diuji dengan uji hipotesis chi

square ditemukan 2 sel yang memiliki nilai ekspektasi < 5 sehingga p value

diperoleh dari Fisher’s Exact Test. Berdasarkan uji tersebut didapatkan p value >

Page 76: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

61

0,05 yaitu sebesar 1,00 yang berarti Ho diterima sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang tidak bermakna antara kadar kalsium serum

dengan estimated heel T-score. Untuk mengetahui nilai korelasi antara kadar

kalsium serum dengan estimated heel T-score menggunakan uji korelasi

Spearman dan didapatkan nilai korelasi (r) sebesar -0.057 yang berarti tidak ada

hubungan linear yang jelas.

Tabel 4.6 P-value (Hasil Uji Fisher’s Exact Test)

Fisher’s Exact Test P-value : 1.000

Tabel 4.7 Korelasi Kadar Kalsium Serum dengan Estimated Heel T-Score

Korelasi P value Arah korelasi Koefisien korelasi (r)

Kadar kalsium serum

dengan estimated heel

T-score

1.00 Negatif -0.057

Pada uji hipotesis chi square hanya dapat mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara dua variabel, untuk mengetahui perkiraan risiko digunakan odds ratio.

Berdasarkan hasil perhitungan odds ratio, didapatkan hasil 0.052 (95% CI : 0,031-

8,823) yang berarti bahwa responden dengan kadar kalsium serum rendah berisiko

0.052 kali memiliki T-score ≤ -1,9 dibandingkan dengan responden dengan kadar

kalsium normal.

Tabel 4.8 Tabulasi Silang antara Kadar Kalsium Serum dengan Densitas Massa

Tulang Calcaneal (dalam bentuk Estimated Heel T-score)

T-score ≤ (-1,9 SD) T-score [(--1,89)-(3.0)] SD Total

Kadar kalsium

serum rendah

1 1 2

Kadar kalsium

serum normal

40 21 61

Page 77: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

62

(lanjutan)

Total 41 22 63

Grafik 4.6 Sebaran Frekuensi Estimated Heel T-score Berdasarkan Kadar

Kalsium Serum

Berdasarkan grafik di atas, dapat terlihat bahwa sebagian besar subjek penelitian

yang memiliki kadar kalsium normal, yaitu 8,5-10,5 mg/dL, memiliki densitas

massa tulang yang rendah sedangkan hanya satu orang dengan kadar kalsium

rendah yang memiliki densitas massa tulang yang rendah. Menurut Frost et all,

nilai T-score -1,9 SD merupakan titik potong diagnosis osteoporosis antara alat

Quantitative Ultrasound (QUS) dengan Dual Energy Xray Absorptiometry

(DXA). Dengan kata lain, seorang individu yang terdiagnosis osteoporosis oleh

alat DXA berdasarkan kriteria WHO (≤ -2,5 SD) dapat terdiagnosis osteoporosis

oleh alat QUS pada saat nilai T-Score mencapai 1,9 SD.13 Berdasarkan buku Bone

Densitometry in Clinical Practice karangan Sydney Lou B, disebutkan bahwa

wanita dikatakan osteopenia dengan alat QUS Hologic Sahara pada T-score antara

-1,9 SD hingga 0.3 SD sedangkan dikatakan osteoporosis ketika T-score bernilai

Page 78: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

63

≤ -1,9 SD.48 Walaupun demikian, alat QUS tersebut tidak dapat digunakan untuk

mendiagnosis osteoporosis karena diagnosis baku osteoporosis menggunakan alat

DXA dan didasarkan pada kriteria WHO. Beberapa studi mendukung bahwa alat

QUS tersebut dapat digunakan sebagai skrining osteoporosis. Kriteria diagnosis

osteoporosis dari WHO tidak dapat diaplikasikan pada alat QUS untuk

mendeteksi risiko fraktur akibat osteoporosis karena beberapa alasan, di antaranya

(1) kedua alat tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam menilai kondisi

tulang, selain akan lokasi pengukurannya pun berbeda, (2) lebih banyak individu

yang tidak terdiagnosis osteoporosis ketika kriteria WHO diaplikasikan pada alat

QUS karena kecepatan bone loss pada tulang calcaneus lebih lambat dibanding

tulang hip atau femur, (3) nilai T-score akan bervariasi sesuai dengan jenis alat

QUS. Oleh karena itu, peneliti menjadikan nilai estimated heel T-score sebesar ≤ -

1,9 SD sebagai titik potong dengan nilai t-score ≤-2,5 SD berdasarkan kriteria

WHO.

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan p value >0,05 sehingga disimpulkan tidak

terdapat perbedaan T-score yang signifikan antara lansia dengan kadar kalsium

serum rendah maupun normal dengan kata lain bahwa hubungan antara kadar

kalsium serum dengan densitas massa tulang calcaneal tidak signifikan. Hasil

yang berbeda didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Adarshjit Singh dkk

dengan menggunakan alat quantitative ultrasound di mana terdapat 59 wanita

postmenopause dengan kadar kalsium < 8,5 mg/dL memiliki T-score (-1)-(-2,5)

dan 91 wanita postmenopause dengan kadar kalsium < 8,5 mg/dL memiliki nilai

T-score ≤-2,5 dan menghasilkan p value 0,0004 sehingga dapat disimpulkan

terdapat hubungan antara kadar kalsium serum dengan densitas massa tulang.55

Hasil yang tidak signifikan tersebut dapat disebabkan oleh karena bukan faktor

risiko defisiensi kalsium yang menyebabkan densitas massa tulang lansia rendah

melainkan faktor risiko yang lain. Seiring bertambahnya usia akan terjadi high

bone turnover, yaitu peningkatan resorpsi tulang dan penurunan formasi tulang

yang menyebabkan peningkatan pelepasan kalsium ke dalam darah sehingga

lansia berisiko untuk mengalami keadaan hiperkalsemia. Namun demikian, hal

tersebut dapat dicegah melalui beberapa kompensasi, antara lain dengan

peningkatan ekskresi kalsium lewat urin serta penurunan kemampuan absorpsi

Page 79: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

64

kalsium di usus.56 Untuk lebih memastikan terjadinya peningkatan resorpsi tulang

pada lansia diperlukan pemeriksaan hormon paratiroid.

Hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Arofani

Hermastuti pada wanita dewasa muda didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara asupan kalsium dengan densitas massa tulang dengan p

value 0,03 dan nilai korelasi 0,351 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi

asupan kalsium maka semakin besar kepadatan tulangnya. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan hasil yang sama ketika diaplikasikan pada subjek remaja,

dewasa muda, pascamenopause, serta postmenopause.26 Selain itu, dalam

penelitian lain yang dilakukan oleh Ai Sri K (2007) juga disebutkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan kepadatan

tulang yang dibuktikan dengan p value sebesar 0,051 dengan nilai korelasi 0,873.

Subjek penelitian tersebut merupakan wanita pascamenopause.11

4.3 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Densitas Massa Tulang

Calcaneal

Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari faktor perancu terhadap variabel

dependen dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi biner.

Faktor perancu yang mungkin juga berpengaruh terhadap densitas massa tulang

calcaneal , antara lain usia, jenis kelamin, serta indeks massa tubuh.

Setelah dilakukan uji regresi biner, didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Hubungan usia dengan densitas massa tulang calcaneal

Responden dengan usia 60-69 tahun memiliki kecenderungan 1.19x

dibanding responden usia 70-79 untuk memiliki nilai estimated heel T-

score (-1,89)-(3,0)SD dengan p value sebesar 0,814 sehingga usia tidak

mempengaruhi densitas massa tulang calcaneal secara signifikan.

Tabel 4.9 Hasil Multivariat Hubungan Usia dengan Densitas Massa

Tulang Calcaneal

Usia Exp(B) Sig

60-69 tahun 1,190 0,814

Page 80: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

65

2. Hubungan jenis kelamin dengan densitas massa tulang calcaneal

Responden yang berjenis kelamin pria memiliki kecenderungan 3,56x

dibanding responden yang berjenis kelamin wanita untuk memiliki nilai

estimated heel t-score (-1,89)-(3,0)SD dengan p value sebesar 0,72

sehingga jenis kelamin tidak mempengaruhi densitas massa tulang

calcaneal secara signifikan.

Tabel 4.10 Hasil Multivariat Hubungan Jenis Kelamin dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal

Jenis Kelamin Exp(B) Sig

Pria 3,566 0,072

3. Hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan densitas massa tulang

calcaneal

Responden dengan indeks massa tubuh 18,5-25,0 kg/m2 memiliki

kecenderungan 0,295x dibanding responden dengan indeks massa tubuh

25,1-27 kg/m2 untuk memiliki nilai estimated heel t-score (-1,89)-(3,0)SD

dengan p value 0,043 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan densitas

massa tulang calcaneal yang berarti bahwa lansia dengan indeks massa

tubuh 18,5-25,0 kg/m2 dapat bersifat protektif untuk tidak mengalami

osteopenia dibanding kelompok indeks massa tubuh 25,1-27,0 kg/m2 .

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ai Sri

K (2007) yang meneliti tentang hubungan indeks massa tubuh dengan

densitas massa tulang pada wanita pascamenopause. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut didapatkan p value 0,046 dengan nilai korelasi (r)

sebesar 0,203 yang berarti bahwa semakin besar indeks massa tubuh,

semakin baik kepadatan tulang dalam arti lain semakin kecil indeks massa

tubuh seseorang maka semakin besar risiko mengalami osteoporosis.11

Selain itu, hasil yang berbeda juga ditemukan pada penelitian yang

dilakukan oleh Wisnu W (2012) yang menyatakan bahwa terdapat

Page 81: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

66

hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan kejadian

osteoporosis, dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa responden yang

memiliki indeks massa tubuh ≤18 kg/m2 lebih banyak yang mengalami

osteoporosis dibandingkan dengan responden yang memiliki indeks massa

tubuh >18 kg/m2 dengan p value sebesar 0,047.57 Pada penelitian lain

mengenai Rasio Risiko Osteoporosis Menurut Indeks Massa Tubuh yang

dilakukan oleh Elsa Adlina (2015) didapatkan hasil bahwa wanita yang

memiliki IMT <18,5 kg/m2 berisiko mengalami osteoporosis 2,99x lebih

besar dibandingkan wanita yang memiliki IMT ≥18 kg/m2 .58

Tabel 4.11 Hasil Multivariat IMT dengan Densitas Massa Tulang

Calcaneal

Indeks Massa Tubuh Exp(B) Sig

18,5-25,0 kg/m2 0,295 0,043

4.4 Keterbatasan Penelitian

1. Responden pada penelitian ini merupakan pasien KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang umumnya hanya berasal dari sebagian kecil daerah di

Tangerang Selatan dan tidak mengambil sampel dari populasi yang lebih luas lagi

karena keterbatasan energi dan waktu.

2. Hasil pemeriksaan tidak bisa dicetak karena keterbatasan alat sehingga peneliti

tidak bisa melihat parameter pengukuran densitas massa tulang calcaneal yang

lain serta grafik yang menunjukkan nilai T-score dan Z-score.

3. Peneliti belum menemukan standarisasi parameter lain yang dapat dijadikan

acuan untuk menilai densitas massa tulang calcaneal dengan alat quantitative

ultrasound.

Page 82: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

67

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1.1 Simpulan

Tidak terdapat korelasi antara kadar kalsium serum dengan densitas massa

tulang calcaneal pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tahun 2017 dengan p value 1,00 dan nilai korelasi (r) -0,057

yang berarti bahwa tidak ada hubungan linear yang jelas.

1.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran,

diantaranya :

a. Bagi masyarakat

1.) Bagi lansia, khususnya yang memiliki beberapa faktor risiko

osteoporosis, disarankan untuk rutin melakukan pemeriksaan

densitometer minimal dengan alat quantitative ultrasound

walaupun alat tersebut tidak dapat digunakan untuk

mendiagnosis osteoporosis namun alat tersebut dapat

digunakan untuk melihat status kesehatan tulang dan menilai

risiko fraktur sehingga dapat digunakan sebagai alat skrining

osteoporosis

2.) Disarankan kepada remaja dan dewasa muda, khususnya yang

belum mencapai puncak massa tulangnya, untuk menghindari

faktor risiko osteoporosis, seperti mencukupi asupan kalsium

dan vitamin D, melakukan aktivitas fisik yang cukup dan sesuai

untuk kesehatan tulang, tidak merokok, tidak mengonsumsi

alkohol, serta hindari mengonsumsi obat glukokortikoid dalam

jumlah besar dan jangka waktu lama.

3.) Untuk para lansia yang sudah mengalami osteoporosis,

sebaiknya dilakukan pencegahan supaya tidak terjadi fraktur

akibat osteoporosis, seperti berhati-hati dalam berjalan atau

beraktivitas khususnya di tempat-tempat yang berisiko tinggi

untuk menyebabkan seorang lansia terjatuh.

Page 83: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

68

b. Bagi pemerintah

1.) Sebaiknya disediakan alat densitometer seperti quantitative

ultrasound sebagai alat skrining osteoporosis di Pelayanan

Primer sehingga para lansia, khususnya yang memiliki

beberapa faktor risiko osteoporosis dapat terdeteksi dini

sebelum terjadinya fraktur akibat osteoporosis.

c. Bagi peneliti lain

1.) Disarankan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian

sejenis dengan penelitian ini, jumlah sampelnya bisa lebih

banyak dan bervariasi tidak hanya terbatas dari suatu daerah.

2.) Untuk penelitian berikutnya, disarankan untuk tidak hanya

memeriksa kadar kalsium serum namun juga dapat dilakukan

pemeriksaan terhadap kadar Paratiroid Hormone (PTH) untuk

lebih mengetahui proses resorpsi tulang yang terjadi.

3.) Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan parameter

alat quantitative ultrasound yang lain, seperti BUA, SOS

sebagai variabel independen.

Page 84: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

69

BAB VI

KERJASAMA PENELITIAN

Riset ini merupakan bagian kerjasama riset mahasiswa dan kelompok riset

Osteoartritis dan Osteoporosis pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang dibiayai oleh dr.Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid serta di

bawah bimbingannya.

Page 85: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

70

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 6. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI ; 2009. Bab 291, Osteoporosis; h1269.

2. World Health Organization. WHO Criteria for Diagnosis of Osteoporosis

[Internet]. WHO [dikutip Agustus 2016]. Tersedia pada

http://www.4bonehealth.org/education/world-health-organization-criteria-

diagnosis-osteoporosis/.

3. Szulc P. Overview of Osteoporosis : Epidemiology and Clinical

Management [Internet]. IOF [dikutip pada Agustus 2016]. Tersedia pada

https://www.iofbonehealth.org/sites/default/files/PDFs/Vertebral%20Fract

ure%20Initiative/IOF_VFI-Part_I-Manuscript.pdf.

4. Vijayakumar R, Busselberg D. Osteoporosis : An under-recognized public

health problem, Local and global risk factors and its regional and

worldwide prevalence. Journal of Local and Global Health Science. 2016 :

2.

5. Modi A, Ebeling PR, Lee MS. Medication Use Pattern, Treatment

Satisfication, and Inadequate Control of Osteoporosis Study in the Asia-

Pasific Region (MUSIC OS-AP) : Design of a multinational, prospective,

observational study examining the impact of gastrointestinal events on

osteoporosis management in postmenopausal women. Elsevier Inc. 2015.

6. Sugimoto T, Sato M, Dehle FC. Lifestyle-Related Metabolic Disorders,

Osteoporosis, and Fracture Risk in Asia : A Systematic Review. Elsevier

Inc. 2016

7. Kementerian Kesehatan RI. Data dan Kondisi Penyakit Osteoporosis di

Indonesia [Internet]. Indonesia [dikutip pada Agustus 2016]. Tersedia di

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-

osteoporosis.pdf

8. Pranoto A. Osteoporosis Secara Umum. Departemen Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2003.

9. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology. Edisi 12. USA :

WILEY; 2009. h175-191.

Page 86: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

71

10. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan

Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. 2013.

11. Ai SK. Hubungan Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik, Paritas, Indeks Massa

Tubuh dan Kepadatan Tulang Pada Wanita Pascamenopause. Tesis.

Semarang. Pascasarjana Universitas Diponegoro; 2007. h51-57.

12. Rolfes W. Understanding Nutrition. Edisi 3. USA : Wadsworth; 2013.

13. Frost ML, Blake GM, Fogelman I. Can the WHO Criteria for Diagnosing

Osteoporosis be Applied to Calcaneal Quantitative Ultrasound.

Osteoporosis Int. 2000; 11: 321-330.

14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Lanjut Usia (Lansia)

di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016.

15. Badan Pusat Statistik. Angka Harapan Hidup Penduduk Beberapa Negara

(tahun) 1995-2015 . Badan Pusat Statistik. 2014.

16. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Proyeksi Penduduk Indonesia

2010-2035. Badan Pusat Statistik. 2013.

17. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 6. Jakarta: Pusat Penerbitan Buku

Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Bab 264, Stuktur dan Metabolisme Tulang;

h1106.

18. Price SA, Lorraine MW. 2002. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses –

Proses Penyakit. Edisi 6. Huriawati H. Jakarta : EGC; 2005. h1357.

19. Eroschenko, Victor P. 2008. Atlas Histologi diFiore : dengan korelasi

fungsional. Edisi 11. Didiek Dharmawan. Jakarta: EGC; 2010. h74-103.

20. Sadler TW. 1997. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7. Evi H

Ronardy. Jakarta: EGC. 2000.

21. Snell RS. 2007. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem (Clinical Anatomy by

Systems). Liliana Sugiharto. Jakarta: EGC; 2011. h281.

22. Sofronescu AG. Phosphate (Phosphorus) [Internet]. [dikutip pada Juli

2017]. Tersedia di http://emedicine.medscape.com.

23. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Edisi 3. New York: The

McGraw-Hill Companies Inc; 2010.

Page 87: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

72

24. Theobald HE. Dietary calcium and health [Internet]. [dikutip pada

Desember 2006]. Tersedia pada https://www.nutrition.org.uk/

attachments/105_Dietary%20calcium%20and%20health.pdf.

25. Kini U. Nandeesh BN. Physiology of Bone Formation, Remodelling, and

Metabolism [Internet]. [dikutip pada Februari 2017]. Tersedia

http://link.springer.com/chapter/10.

26. Hermastuti A. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Massa Lemak Tubuh,

Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik, dan Kepadatan Tulang Pada Wanita

Dewasa. Tesis. Semarang: Pascasarjana Universitas Diponegoro; 2012.

h14-15.

27. Utomo M, Meikawati W,Putri ZK. Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kepadatan Tulang Pada Wanita Postmenopause. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang. 2010; 6(2)

: h5.

28. Dorland, W.A. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Yanuar Budi

Hartanto. Jakarta : EGC; 2011 : h794.

29. Anonim. Classification of Osteoporosis[Internet]. [dikutip pada Agustus

2016]. Tersedia pada http://www.orthonc.com/osteoporosis-

clinic/classifications-osteoporosis.

30. Kaltsas G, Makras P. Skeletal Disease in Cushing’s syndrome :

osteoporosis vs arthropathy. Pubmed. 2010: 10.

31. Ocarino NM. 2006. Effect of Physical Activity On Normal Bone and On

The Osteoporosis Prevention and Treatment. Rev Bras Med Esporte 12(4

bulan) h150.

32. Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2010. h506.

33. Anonim. Smoking is a real danger to your bone health [Internet]. [dikutip

[pada gustusus]https://www.iofbonehealth.org/news/smoking-real-danger-

your-bone-health pada 3 September 2017.

34. Wayne S. Alcohol’s Harmful Effect on Bone. Alcohol Health & Research

22(3), h191-192.

Page 88: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

73

35. Chiodini I. Role of Cortisol Hypersecretion In The Pathogenesis of

Osteoporosis. Recenti Prog Med, 99(6), 309-13.

36. Louis S, David W, Selvadurai N. Apley’s System of Orthopaedics and

Fractures. Edisi 9. London: Holder Arnold; 2010.

37. Yulianingsih S, Djarot N, Haryanto S. Fraktur Akibat Osteoporosis.

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. 2014 ; 2(2): h1-

6.

38. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

h2650-65.

39. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008 Tentang

Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Jakarta : Menteri Kesehatan

Republik Indonesia. 2008.

40. Piliang S, Bahri C dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata

MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta:

Interna Publishing. 2009. Bab 320, Hiperkortisolisme. P2062-68.

41. Sher L. Type D Personality : the heart,stress, and cortisol. Q J med. 2005 ;

(98) : 323-329.

42. Azam SM, Abidin Z. EFEKTIVITAS SHALAT TAHAJUD DALAM

MENGURANGI TINGKAT STRES SANTRI.Fakultas Psikologi

Universitas Diponegoro. 2014 : p1-10.

43. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam edisi IV jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Bab 274, Pemeriksaan Densitometri Pada Tulang;

h1172-1175.

44. Faiz RH, Khaled OE. Heel Ultrasound Scan in Detecting Osteoporosis in

Low Trauma Fracture Patients. Orthop Rev (Pavia). 2016; 8(2) : 6357.

45. Handayani Y, Oktavianus, Trianto HF. Gambaran Risiko Osteoporosis

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Pada Lanjut Usia di Panti Sosial

Tresnawerdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya Tahun 2013.

Page 89: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

74

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Tanjungpura. 2013 : h4.

46. Skugor M. Hypocalcemia [Internet]. [dikutip pada Juni 2017]. Tersedia di

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/e

ndocrinology/hypocalcemia/.

47. Ginayah M, Sanusi H. Hiperkalsemia. CDK 184. 2011; 38(3): h191-96.

48. Bonnick SL. Bone Densitometry in Clinical Practice : Application and

Interpretation. Edisi 3. USA : Humana Press; 2009.

49. Dahlan MS. LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT PROPOSAL

PENELITIAN BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN. Edisi 2.

Jakarta: Sagung Seto; 2014.

50. Sastroasmoro S, Ismael S. DASAR-DASAR METODOLOGI

PENELITIAN KLINIS. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995.

51. Swarjana IK. Statistik Kesehatan. Edisi I. Yogyakarta: ANDI; 2016.

52. BPS Kota Tangerang Selatan. Statistik Penduduk Lanjut Usia Berdasarkan

Usia dan Jenis Kelamin, Tangerang Selatan.

53. Desmon L, Yanti MM, Stefana HMK. Gambaran Kadar Kalsium Serum

Pada Usia 60-74 Tahun. 2015; 3(1) : 243-47.

54. Ria A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepadatan Tulang Pada

Lansia Awal di Puskesmas Pisangan Tangerang Selatan Tahun 2015/2016.

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ; 2016.

55. Singh A, Singh H, Patel S. Screening of bone mineral density by

densitometer and correlation with serum calcium and vitamin D levels to

detect early osteoporotic changes in postmenopausal women in slum areas

of Raipur and Kalupur of Ahmedabad. International Journal of Basic and

Clinical Pharmacology. 2015; vol 4 : h960-65.

56. Khosla S, Riggs LB. Pathophysiology of Age-Related Bone Loss and

Osteoporosis. Endocrinol Metab Clin N Am, h1015-1030.

57. Wisnu W. Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia di

Atas 50 Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ; 2012.

Page 90: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

75

58. Elsa AL, Fariani S. 2015. Rasio Risiko Osteoporosis Menurut Indeks

Massa Tubuh, Paritas, dan Konsumsi Kafein. Jurnal Berkala

Epidemiologi, 3(2), h194-204.

Page 91: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

76

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Densitometer Hologic Sahara Quantitative Ultrasound

Page 92: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

77

Lampiran 2 Alat Pemeriksaan Kalsium Serum

Page 93: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

78

Lampiran 3 Proses Pengambilan Darah dan Pemeriksaan Densitas Massa Tulang

Calcaneal

Page 94: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

79

(lanjutan)

Page 95: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

80

Lampiran 4 Lembar Etik

Riset ini merupakan bagian kerjasama riset mahasiswa dan kelompok riset

Osteoartritis dan Osteoporosis pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang dibiayai oleh dr.Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid serta di

bawah bimbingannya.

Page 96: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

81

Lembar 5 Surat Izin Pengambilan Data Penelitian

Page 97: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

82

Lembar 6 Informed Consent Responden Penelitian

Lembar Persetujuan (Informed Consent) Responden

Penelitian yang Berjudul Hubungan Kadar Kalsium Serum dengan Densitas

Massa Tulang Calcaneal pada Lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017

Assalamu’alaikum wr wb

Saya Amalina Fitrasari, mahasiswi S1 Program Studi Kedokteran dan Profesi

Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bersama dengan kelompok riset dari KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta di bawah bimbingan dr.Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid sedang

melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar

kalsium serum dengan densitas massa tulang calcaneal pada lansia. Penelitian ini

sebagai salah satu prasyarat bagi saya untuk menyelesaikan studi S1 di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Melalui penelitian ini dapat diketahui pencegahan terhadap salah satu faktor risiko

yang menyebabkan osteporosis, yaitu defisiensi kalsium. Semua informasi dari

responden akan kami jaga kerahasiannya. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi responden penelitian kami.

Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami, silakan mengisi

identitas dan tanda tangan di bawah ini.

Terima kasih atas perhatian dan ketersediaan Bapak/Ibu sekalian

Wassalam’alaikum wr wb

Yang menyetujui

Peneliti Responden

( ) ( )

Page 98: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

83

Lampiran 7 Lembar Data Penelitian Responden

HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN DENSITAS MASSA

TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KPKM RENI JAYA UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017

Identitas Subjek Penelitian

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Alamat :

Nomor telp. :

Pemeriksaan Fisik

Indeks Massa Tubuh : BB : kg

TB : cm

IMT : kg/m2

Pemeriksaan Laboratorium

Kalsium : mg/dL

Pemeriksaan Densitas Massa Tulang Calcaneal (Densitometri)

Estimated Heel T-score :

Page 99: HUBUNGAN KADAR KALSIUM SERUM DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37124/1/Amalina... · sehingga prevalensi penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan

84

Lampiran 8 Riwayat Hidup Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amalina Fitrasari

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 6 Maret 1995

Alamat : Villa Pamulang Mas Blok C1 No 75, RT 001/RW

006, Tangerang Selatan

Email : [email protected]

No.Telepon : 082210784427

Riwayat Pendidikan :

• TK Perwanida (1999-2001)

• SDN Bukit Pamulang Indah, Tangerang

Selatan (2001-2007)

• SMP Negeri 17 Kota Tangerang Selatan (2007-

2010)

• SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan (2010-

2013)

• Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014-

sekarang)

Riwayat Organisasi :

• Ketua Organisasi Palang Merah Remaja

(PMR) SMPN 17 Kota Tangerang Selatan

2009-2010

• Anggota Inti Divisi Pendidikan dan

Pelatihan UIN Syahid Medical Rescue

(USMR) tahun 2015-2016

• Kepala Divisi Pendidikan dan Pelatihan UIN

Syahid Medical Rescue (USMR) tahun

2016-2017