hiv tbc revisi.docx

download hiv tbc revisi.docx

of 27

Transcript of hiv tbc revisi.docx

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak di dunia.World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 miliar manusia (sepertiga penduduk dunia) telah terinfeksi kuman TB. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB di dunia ini. Dan dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi olehnya. Setiap tahunnya dijumpai sekitar 4 juta penderita TB paru menular di dunia, ditambah lagi dengan penderita yang tidak menular. Artinya, setiap tahun akan ada sekitar 8 juta penderita TB paru di dunia dan akan ada sekitar 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini.TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah penderita TB di dunia. Diperkirakan setiap tahun ada sekitar 539.000 kasus baru dengan kematian sekitar 100.000 orang. Insiden kasus TB Basil Tahan Asam (BTA) positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Munculnya pandemiHuman Immunodeficiency Virus(HIV)/Acquired Immunedeficiency Syndrome(AIDS) di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan.Hingga akhir tahun 2002, WHO danJoint United Nations Programme on HIV/AIDS(UNAIDS) memperkirakan lebih dari 42 juta orang terinfeksi dengan HIV dan lebih dari 20 juta orang di seluruh dunia kehilangan jiwa akibat AIDS. Dari data terbaru diperoleh informasi bahwa sekitar 16.000 orang terinfeksi tiap harinya. Selama tahun 2002, diperkirakan telah terjadi 5 juta kasus infeksi HIV baru dan 3 juta kematian. Diperkirakan pula 6 juta anak-anak hidup dengan HIV/AIDS saat ini. Di kawasan Asia pasifik, jumlah penderita yang tertinggi terjadi di India (4,58 juta), diikuti Thailand (800.000) dan Vietnam (88.000).Epidemi HIV di Asia seperti Vietnam, India, Cina dan Indonesia telah masuk ke dalam tahapan epidemi yang relatif cepat. Tingkat penularan HIV pada beberapa subpopulasi di Indonesia telah menunjukkan penularan yang memprihatinkan. Hal ini merupakan tantangan terbesar yang dihadapai dalam upaya penanggulangan TB oleh karena sepertiga dari 40 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS menderita koinfeksi dengan TB pada akhir tahun 2001.Gambaran sitologi TB terdiri dari histiosit epiteloid dengan latar belakang limfosit,multinucleated giant cellsdari tipeforeign bodyatau tipeLanghans giant cellsdan bisa pula menunjukkan atau tidak menunjukkan adanya nekrosis.Pada penderita HIV yang lanjut,Cluster of Differentiation 4(CD4) akan berkurang dalam jumlah dan fungsinya. Kerusakan sistem imun pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan tidak aktifnya imunitas seluler yang ditandai dengan tes Mantoux yang negatif, tidak terbentuknya granulomatosa, ditemuinya nekrosis kaseosa dan kavitas tetapi jarang ditemukan BTA pada dahak.1.2 RumusanMasalahBagaimanaasuhankeperawatanpadapasienHIV-AIDS dengan TB paru?

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 TujuanUmumUntuk mengetahuiasuhankeperawatanpadaklien HIV-AIDS dengan TB paru.

1.3.2 TujuanKhusus Mengetahuikonsep dasardariHIV-AIDS dan TB paru. Mengetahuiasuhan keperawatanpadakliendenganHIV-AIDS dengan TB paru.

1.4 Manfaat Penulisan1.4.1.Manfaatteoritis1. Sebagai sarana untuk mendalamipemahamantentangkonsep penyakit TB paru sebagai infeksi oportunistik dari HIV-AIDS2. Sebagai sarana untuk memahami konsep asuhan keperawatan pada penyakit TB paru sebagai infeksi oportunistik dari HIV-AIDS 3. Sebagai salah satu sumber dalam memberi asuhan keperawatan pada pasien HIV-AIDS dengan infeksi oportunistik TB Paru

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Dasar HIV-AIDS2.1.1.DefenisiAcquired Immune Defiency Syndrome(AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang dapat disebabkan olehHuman Immuno Deficiency Virus(HIV). Virus dapat ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan vagina, cairan sperma, cairan Air Susu Ibu. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia dengan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Pedoman Nasional Perawat, Dukungan Dan Pengobatan Bagi ODHA, Jakarta, 2003, hal 1).Human Immuno Deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut T. Limfosit atau sel T-4 atau disebut juga sel CD 4.2.1.2.EtiologiPenyebab adalah golongan virus retro yang disebutHuman Immunodeficiency Virus(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :1.Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.2.Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.3.Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.4.Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.5.AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :1.Lelaki homoseksual atau biseks/ heteroseksual.2.Bayi dari ibu/bapakterinfeksi.3.Orang yang ketagian obat intravena4.Partner seks dari penderita AIDS5.Penerima darah atau produk darah (transfusi).

2.1.3.Morfologi

HIV berbeda dalam struktur dengan retrovirus yang dijelaskan sebelumnya. Besarnya sekitar 120 nm dalam diameter (1/120 milyar meter, kira-kira 60 kali lebih kecil dari sel darah merah) dan kasarnya "spherical".

2.1.4.Manifestasi KlinisMenurut WHO:Kriteria MayorKriteria Minor

-Penurunan BB 10%-Demam memanjang atau lebih dari 1 bulan-Diare kronis-Tuberkulosis-Koordinasi orofaringeal-Batuk menetap lebih dari 1 bulan-Kelemahan tubuh-Berkeringat malam-Hilang nafsu makan-Infeksi kulit generalisata-Limfodenopati-Herpes zoster-Infeksi herpes simplek kronis-Pneumonia-Sarkoma kaposi

Manifestasi klinis lain :-Angiomatosis-Kandidiasis orofaringeal-Kandidiasis vulvovaginal-Displasia leher rahim-Herpes zoster-Purpura idiopatik trombositopenik-Kandidiasis esophagusStadiumSkala Aktivitas Gambaran Klinis

IAsimptomatic, aktivitas normala.Asimptomaticb.Limfodenopati generalisata

IISimptomatic, aktivitas normala. BB menurun < 10%b. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti: dermatitis, pruigo, ulkus oral, seboroik, onikomikosis yang rekuren dan kheilitis angularisc.Herpes zoster dalam 5 tahun terakhird.Infeksi saluran afas bagian atas seperti: sinusitis bakteriaslis

IIIPadamumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50%a.BB > 10%b.Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulanc.Demam berkepanjangan lebih dari 1 buland.Kandidiasi orofaringeale.Oral hairy leukoplakiaf.TB Paru dalam tahun terakhirg.Infeksi bacterial yang berat seperti: pneumonia dan piomiositish

IVPada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%a.HIV wasting syndrome seperti: yang didefenisikan oleh CDCb.Pneumonia pneumocytis cariniic.Toksoplasmosis otakd.Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulane.Retinitis virus sitomegalof.Kriptokokosis extra pulmonalg.Herpes simplex mukokutan > 1 bulanh.Leukoensepalopati multifokal progresifi.Mikosis disminata seperti histoplasmosisj.Kandidiasis disofags, trakea, bronkus dan paruk.Mikobakteriasis atipikal diseminatal.Septisemia salmonelosis nontifoidm.Tuberkulosis di luar parun.Limfomao.Sarkoma kaposi

2.1.5.Pemeriksaan Diagnostik1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV :-ELISA-Western blot-P24 antigen test-Kultur HIV2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.-LED-Hematokrit.-CD4 limfosit-Rasio CD4/CD limfosit-Serum mikroglobulin B2-Hemoglobulin2.1.6. Komplikasi1. Oral LesiCandidiasis oral, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitisHuman Immunodeficiency Virus(HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

2. Neurologikkompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh seranganHuman Immunodeficienci Virus(HIV)3.GastrointestinalDiare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.4.RespirasiInfeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.5.DermatologikLesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.6. Sensorik- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan- Pendengaran : otitis eksternal akut

2.1.7.Penatalaksanaan Medis1.Respon biologis / aspek fisika.Universal precaution Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Dekontaminasi cairan tubuh pasien Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat kedokteran yang dipakai Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan amanb.Peran perawat dalam pemberian ARVTujuan terapi ARV: Menghentikan replikasi HIV Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya infeksi opurtunistik Memperbaiki kualitas hidup Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIVc.Pemberian nutrisiPasien dengan HIV AIDS harus mengkonsumsi suplemen atau nutrisi tambahan bertujuan untuk beban HIV AIDS tidak bertambah akibat defisiensi vitamin dan mineral.d.Aktivitas dan istirahat1. Respon adaptif psikologis-Pikiran positif tentang dirinya-Mengontrol diri sendiri-Rasionalisasi-Teknik perilaku

2. Respon sosial-Dukungan emosional-Dukungan penghargaan-Dukungan instrumental-Dukungan informatif

3. Respon spiritual-Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan-Padai mengambil hikmah-Kestabilan hati4. Resiko epidemiologis infeksi HIV sistomatik Hubungan seksual dengan mitra seksual resiko tinggi tanpa menggunakan kondom Pecandu narkotik suntikan Hubungan seksual yang tidak aman Memiliki banyak mitra seksual Mitra seksual yang diketahui pasien HIV / AIDS Mitra seksual di daerah dengan prevalensi HIV / AIDS yang tinggi Homoseksual Pekerjaan dan pelanggan tempat hiburan seperti: panti pijat, diskotik, karaoke atau tempat prostitusi terselubung Mempunyai riwayat infeksi menular seksual (IMS) Riwayat menerima transfusi darah berulang Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik atau sirkumsisi dengan alat yang tidak steril

2.2.Konsep Dasar TB Paru 2.2.1.Definisi TuberkulosisTuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basilMicrobacterium tubercolusisyang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.TB masih meningkat saat ini meskipun banyak yang meyakini bahwa ini merupakan masalah pada waktu lampau. Meskipun paling sering terlihat sebagaipenyakit paru, TB dapat mengenai selain paru (16%) dan mempengaruhi organ dan jaringan lain. Insiden tetinggi pada laki-laki, bukan berkulit putih.Selain itu,orang yang beresiko paling tinggi adalah termasuk orang-orang yang terpajan basil TB pada waktu lalu dan yang tidak mampu atau mempunyai kekebalan rendah karena kondisi kronis, misalnya AIDS, kanker, usia lanjut, malnutrisi, dan sebagainya. Kebanyakanpasien diobati sebagai pasien rawat jalan, tetapi dapat dirawat di rumah sakit selama evaluasi diagnostik/awal pengobatan, reaksi merugikan obat atau ketidakmampuan yang berat.

2.2.2.PatofisiologiPenyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandungkuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari.Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.TB adalah penyakit yang di kendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit ( biasanya sel T ) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi dan limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut dengan reaksihipersensitivitas selular( lambat ).Apabila jaringan nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masifyaitu 600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas

2.2.3.Manifestasi klinisTuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik.1.Gejala respiratorik, meliputi:a. BatukGejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darahDarah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.c. Sesak napasGejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.d. Nyeri dadaNyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena

2. Gejala sistemik, meliputi:a. DemamMerupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.b. Gejala sistemik lainGejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

3.Gejala klinis Haemoptoe:Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :1. Batuk daraha. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokanb. Darah berbuih bercampur udarac. Darah segar berwarna merah mudad. Darah bersifat alkalise. Anemia kadang-kadang terjadif. Benzidin test negatif

2. Muntah daraha. Darah dimuntahkan dengan rasa mualb. Darah bercampur sisa makananc. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambungd. Darah bersifat asame. Anemia seriang terjadif. Benzidin test positif

3. Epistaksisa. Darah menetes dari hidungb. Batuk pelan kadang keluarc. Darah berwarna merah segard. Darah bersifat alkalise. Anemia jarang terjadi

2.2.4.Pemeriksaan Penunjang1.Pemeriksaan RadiologiTuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719)2.Pemeriksaan laboratoriuma.DarahAdanya kurang darah, ada sel sel darah putting yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktifb.SputumDitemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.c.Test Tuberkulosis(mantoux test)Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyaikekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 72 jam tuberkulosis disuntikkan.

BAB 3PEMBAHASAN

3.1. TB paru sebagai infeksi oportunistik dari HIV-AIDSTuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksiM. tuberculosisdan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya imunosupresi yang terjadi.Suseptibilitas terhadap tuberkulosis, baik untuk terjadinya tuberkulosis primer, reaktivasi ataupun reinfeksi berhubungan dengan pola sitokin yang diproduksi oleh limfosit T, dalam hal ini limfosit T1 melalui produksi interferon yang berperan defensif terhadap mikobakterium. Pada infeksi HIV, depresi limfosit inilah yang menyebabkan suseptibilitas terhadap tuberkulosis meningkat. Di lain pihak, infeksiM. tuberculosisitu sendiri merangsang makrofag memproduksi TNF-, IL-1 dan IL-6 yang menyebabkan peningkatan replikasi virus HIV. Jadi antara infeksi HIV dan tuberkulosis terjadi interaksi patogenik 2 arah (bidirectional pathogenic interactions) yang memperburuk prognosis penderita.Pada umumnya presentasi klinis dan radiologis TB paru pada penderita infeksi HIV dengan CD4 > 350 sel/L sama dengan penderita tanpa infeksi HIV, dimana tuberkulosis terbatas pada paru saja dan gambaran radiologis umumnya menunjukkan adanya fibroinfiltrat pada lobus atas paru dengan atau tanpa kavitas. Penurunan CD4 < 50 sel/L sering disertai tuberkulosis ekstrapulmoner. Gambaran radiologis pada kondisi infeksi HIV yang berat sangat berbeda, dimana infiltrat dapat terlihat di lobus tengah atau bawah paru, dapat berupa infiltrat milier (TB milier), namun kavitas lebih jarang didapatkan.Derajat imunodefisiensi ini juga berpengaruh pada gambaran laboratoris (BTA pada sputum) dan histopatologis. Pada penderita dengan fungsi imun yang masih intact lebih mudah didapatkan adanya BTA pada sputum dan gambaran granulomatus secara histopatologi. Seiring dengan menurunnya sistem imun maka kemungkinan untuk didapatkan BTA pada sputum semakin kecil dan secara histopatologi gambaran granuloma juga sulit ditemukan karena semakin sulit terbentuk atau bahkan tidak terbentuk sama sekali.Pendekatan diagnosis TB paru pada penderita dengan infeksi HIV menggunakan kriteria yang sama dengan tanpa infeksi HIV. Namun pada sekitar 10% penderita infeksi HIV dengan tuberkulosis menunjukkan gambaran radiologis dan mikroskopis yang normal, sehingga diperlukan pemeriksaan lain non-rutin untuk menentukan diagnosis misalnya dengan pemeriksaan BACTEC (metode radiometrik dengan mengukur kadar karbondioksida yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak olehM. tuberculosis) danpolymerase chain rection(PCR).Pada daerah endemis tuberkulosis atau adanya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis maka kultur dan pengecatan BTA rutin dikerjakan pada semua penderita HIV/AIDS dengan infiltrat pada paru, untuk keperluan klinis dan kontrol infeksi. Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada. Namun pada beberapa studi mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 12 bulan.Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver sitokrom P450 yang memetabolismeprotease inhibitor(PI) dannonnucleosidase reverse trancriptase inhibitor(NNRTI), sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat.Protease inhibitordan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibatincomplete viral suppresiondan timbulnya resistensi obat.Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak direkomendasikan.Pengobatan Koinfeksi TBC-HIV :1. Saat mengawali ARV harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan dengan adanya tanda lain dari imunodefisiensi. Untuk TBC ekstraparu, ARV harus diberikan secepatnya setelah terapi TBC dapat ditoleransi, tanpa memandang CD4.2. Sebagai alternatif EFV adalah SQV/r (400/400 mg 2x sehari atau soft gel 1600/200 1x sehari), LPV/r (400/400 mg 2x sehari) atau ABC 300 mg 2x sehari.3. NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti 200 mg 2x sehari). Regimen yang mengandung NVP adalah d4T/3TC/NVP atau ZDV/3TC/NVP.4. Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV atau ZDV/ 3TC/EFV.5. Kecuali HIV stadium IV, mulai ARV setelah terapi TBC selesai.6. Bila tak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi TBC, ARV diberikan setelah terapi TBC diselesaikan.Singkatan :EFV: Efavirenz, SQV: Squinavir, R: Ritonavir, LPV: Lopinavir,ABC: Abacavir, NVP: Nevirapine, d4T: Stavudin,3TC: Lamivudin, ZDV: ZidovudinPada sekitar 36% penderita tuberkulosis aktif yang mendapatkan OAT dan ARV secara simultan, terjadi reaksi paradoksal (kemungkinan akibat terjadinyaimmune restitution) dengan tanda dan gejala seperti demam 0,7 mg/kgBB/hari selama minimal 2 minggu dan kondisi klinisnya stabil, kemudian diikuti pemberian flukonazol per oral 400 mg/hari. Setelah infeksi terkontrol, dilanjutkan dengan terapi maintenance dengan flukonazol 200 mg/hari. Penghentian terapi maintenance ini dapat dipertimbangkan jika penderita tetap asimptomatis, dengan CD4> 100-200 sel/L selama 6 bulan.

BAB 4ASUHAN KEPERAWATANPASIEN HIV-AIDS DENGAN TB PARU

4.1.IdentitasMenyajikan data identitas diri pasien secara lengkap dengan tujuan menghindari kesalahan dalam memberikan terapi dan patokan untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai. Data identitas meliputiNama, Tgl. MRS, Umur, Diagnosa, Jenis kelamin, Suku/bangsa, Agama, Pekerjaan, Pendidikan,dan Alamat.4.2.Riwayat kesehatan dan keperawatanUntuk mengetahui riwayat kesehatan dan keperawatan pasien, maka dikakukan anamnesis. Anamnesis pada pasien dengan gangguan sistem vaskular meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososiospiritual.a.Keluhan utamaHal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan gangguan pernafasan yang terjadi selama beberapa minggu, batuk yang tidak kunjung sembuh, dan nyeri dada yang menurunkan kemampuan ekspansi dada selama proses respirasi.b.Riwayat penyakit sekarangPengkajian mengenai riwayat penyakit yang sedang diderita pasien. Mulai dari pasien merasakan gejala awal penyakit hingga saat pengkajian berlangsung.c.Riwayat penyakit dahuluKaji adanya penyakit terdahulu yang pernah terjadi pada pasien yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini, misalnya AIDS, pneumonia. Kaji riwayat penggunaan obat yang pernah dikonsumsi oleh klien. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.d.Riwayat penyakit keluargaKaji tingkat kesehatan pada keluarga akan adanya penyakit yang sama atau mirip pada keluarga terdahulu, atau merupakan penyakit bawaan.e.Pengkajian psikososiospiritualMenunjukkan interaksi inter dan intra personal pasien. Kemungkinan akan adanya kelainan psikologis dan gangguuan interaksi sosial. Tentang bagaimana hubungan antara pasien dengan lingkungannya dan aspek spiritual pasien.

f.Pengkajian lingkunganMenunjukkan linglungan dimana klien tinggal. Keadaan lingkungan klien dapat memberikan gambaran untuk menegakkan diagnosa dan program asuhan keperawatan yang akan diberikan pada klien nantinya.4.3.Observasi dan pemeriksaan fisika.Keadaan UmumMenunjukkan penampilan dan kesan pertama tentang klien saat dilakukan pengkajian.b.Tanda-Tanda VitalPengkajian TTV meliputi RR, HR, Tekanan darah, dan suhu tubuh klien.c.Body System Pernapasan (B1)Batuk produktif maupun tidak produktif, nafas pendek (frekuensi pernafasan meningkat), adanya suara nafas tambahan, adanya sputum purulen, mukoid kuning, atau adanya bercak darah. CardioVaskuler (B2)Takikardi-Persyarafan (B3)Tidak ada gangguan jika bakteri TB maupun infeksi TB belum mencapai bagian persyarafan (SSP).-PerkemihanTidak ada gangguan-Pencernaan Anoreksia, penurunan berat badan secara drastis..-Tulang - Otot IntegumenKelemahan; turgor kulit buruk, kering, dan bersisik; kehilangan lemak subkutan.

4.4.Pemeriksaan Penunjang1.Pemeriksaan RadiologiTuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719)

2.Pemeriksaan laboratoriumDarahAdanya kurang darah, ada sel sel darah putting yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktifSputumDitemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.Test Tuberkulosis(mantoux tes)Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyaikekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 72 jam tuberkulosis disuntikkan.

4.5.Analisa Data

NoDataEtiologiMasalah

1.DS:-Klien mengatakan takut dengan penyakitnya.-Klien mengatakan khawatir akan kesetahannya.

DO :-Bingung-Gelisah-Wajah tegangKeterbatasan informasi mengenai penyakit

Tidak mengetahui prognosis dan proses pengobatan

Takut tidak sembuh

AnsietasAnsietas

2.DS:-pasien mengatakan sesak nafasDO :-Penurunan gerakan dada-Penggunaan otot bantu pernafasanProses inflamasi pada paru

Nyeri dada

Menurunnya kemampuan ekspansi paru

Sesak, RR meningkat

Ketidakefektifan pola nafasKetidakefektifan pola nafas

3.DS :-Pasien mengatakan sesak

DO :-Adanya bunyi nafas tambahan-Perubahan pada irama dan frekuesi pernafasan.-Batuk-Adanya sputumAlveoli berkonsolidasi

Makrofag membentuk sel tuberkel epiteloid

Lesi primer

Nekrosis bagian sentral lesi (dapat berupa cairan)

Cairan masuk ke bronkus ; peningkatan produksi sputum dan sekret yang kental

Ketidakefektifan bersihan jalan nafasKetidakefektifan bersihan jalan nafas

4.DS :-Dispneu-Sakit kepala pada saat bangun-Gangguan penglihatan.

DO:-Gas darah arteri tidak normal-Diaforesis-GelisahInfeksi terjadi pada alveoli

Kerusakan dinding alveoli

Kerusakan membran alveolar-kapiler

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas

5.DS :- Pasien melaporkan kurangnya makan.-Tidak mampu untuk menelan makanan.

DO :-Tidak tertarik untukmakan-Penurunan beratbadan- Bising usus hiperaktif-Pre-terapi; dispnea, batuk, hemoptoe-saat terapi berlangsung : efek obat muncul

anoreksia ;kurus

gangguan nutrisi < keb.tubuh

Ketidakseimbangan nutrisi < kebutuhan tubuh

6.DS :-Pasien mengatakan tidak berpengalaman terhadap aaktivitas yang harus dikerjakan saat iniDO :-Adanya masalah sirkulasi atai respirasi(Rrmeningkat, HR meningkat)gangguan nutrisi < keb.tubuh

lack of nutrition intake

sumber energi tidak adekuat

kelemahan

Resiko intoleransi aktivitas

Resiko intoleransi aktivitas

7.DO : -DS : -Infeksi terjadi pada alveoli

Penurunan kerja makrofag alveolar dan silia (jika infeksi menyebar ke bronkus)

Mudah terinfeksi agen-agen infeksius; pneumonia,dsb

Resiko tinggi terhadap infeksiResiko tinggi penyebaran infeksi

8.DO :-bangun 3kali atau lebih di malam hari-deprivasi tidur-terus menerus batuk di malam hari.DS :-pasien mengatakan tidak puas tidur-pasien mengatakan sulit tidurKetidakefektifan bersihan jalan nafas

Menimbulkan reflek batuk

Batuk produktif (terutama di malam hari)

Gangguan pola tidur

Gangguan pola tidur

9.DS :-pasien mengatakan belum mengerti tentang penyakitnya saat iniDO :-tidak mengikutiinstruksi yang diberikan secara akuratKeterbatasan informasi mengenai penyakit

Tidak mengetahui prognosis dan proses pengobatan

Takut tidak sembuh

Defisiensi pengetahuan

Defisiensi pengetahuan

10.DO :1.Kulit memerah2.Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal (> 37,50 C)3.RR meningkat4.Kulit hangat bila disentuh5.TakikardiaDS : -Infeksi paru

Pelepasan mediator kimia

Hipotalamus (termoregulasi)

HiperthermiHipertermi

11.DO :1.Konjungtiva dan membran mukosa pucat2.Bb menurun3.Tonus otot buruk4.AnoreksiaDS :1.Kram abdomen2.Nyeri abdomen3.Merasa kenyangHiperthermi

Evaporasi; berkeringat

Kebutuhan cairan

Resiko kekurangan cairanResiko ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

12.DO :1.Skala nyeri (tergantung pada ambang nyeri pasien)2.Ekspresi non verbal menunjukkan nyeri3.RR, nadi meningkatDS :pasien melaporkan nyeri secara verbal (dengan kata-kata)Nekrosis

Eksudasi

Kavitasi eksudat

Efusi pleuritik

NyeriNyeri

4.6.Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret ditandai dengan suara nafas tambahan2. Hiperthermi b.d proses infeksi pada parenkim paru.3. Nyeri b.d nekrosis jaringan parenkim paru4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler alveolar.5. Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d evaporasi cairan tubuh akibat peningkatan suhu tubuh.6. Ketidakefektifan pola nafas b.d proses inflamasi pada paru yang ditandai dengan hiperventilasi.7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penyakit kronis yang ditandai dengan anoreksia dan penurunan berat badan.8. Resiko penyebaran infeksi b.d peningkatan pemajanan bakterai m.tuberculosis9. Resiko intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum akibat ketidakadekuatan intake nutrisi.10. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyamanan akibat batuk persisten pada malam hari.11. Ansietas b.d ancaman atau perubahan pada status kesehatan akibat kurangnya informasi yang didapat.12. Defisit pengetahuan tantang penyakit b.d kurangnya sumber informasi.

4.7. PlanningNo. DxTujuanKriteria HasilIntervensiRasional

1.Seteleh diberikan askep selama ...x 30 menit, pasien akan menunjukkan tanda-tanda kepatenan jalan napas1.Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)2.Pasien tidak merasa sesak lagi, tidak ada PCH dan penggunaan otot bantu napas.3.Tidak ada bunyi napas tanbahan, misalnya wheezing..4.Tidak terdapat tanda-tanda sianosis dan saturasi oksigen pada ambang normal.5.Pasien merasa nyaman dan mudah untuk bernapas

1.Kaji frekuensi, kedalaman napas klien2.Catat upaya pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.3.Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan pleura.4.Berikan oksigen tambahan5.Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.

1.Biasanya meningkat jika terjadi bronkokontriksi karena terjadi ketidak patenan jalan napas.2.Dispnea dan terjadi peningakatan kerja napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.3.bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.4.memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas5.duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.6.Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

2.setelah diberikan askep selama .x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun hingga ambang normal.Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5oC-37,5oC)1.Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )2.Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi3.Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol4.Kolaborasi pemberian Antipiretik.

1.Suhu 38,9-41,10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.2.Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal3.Dapat membantu mengurangi demam4.Obat yang dapat menurunkan panas tinggi.

3.Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam klien menyatakan bahwa nyerinya berkurang atau hilang.1.Laporan nyeri hilang/terkontrol2.Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.3.Metode lain untuk meningkatkan kenyamananMandiri:1.Pantau laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)2.Pertahankan posisi semi Fowler sesuai indikasi3.Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau visualisasi.4.Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkunagan yang tidak menyenangkanKolaborasi:Berikan obat sesuai indikasi:1.Analgesik, narkotik2.Antiemetik, contoh hidroksin (Vistaril)3.Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)Mandiri:1. Perubahan pada lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila terjadi abses.2. Memudahkan drainase cairan/luka karena gravutasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien denagn memfokuskan kembali perhatian.Kolaborasi :1.Nyeri biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri narkotik, analgesik dihindari dari proses diagnosis karena dapat menutupi gejala.

BAB 5PENUTUP

5.1.KesimpulanPada dasarnya pendekatan diagnosa dan penatalaksanaan pada pasien TB paru dengan infeksi HIV maupun tidak dengan infeksi adalah sama. Hanya saja, pada pasien dengan infeksi harus lebih diperhatikan adanya interaksi OAT dengan ARV. Harus diperhatikan pula adanya sinergi antara HIV denganM. Tuberculosisyang akan memperburuk prognosa pasien.Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah saat dilakukan tes laboratoriun akan adanya BTA yang mungkin tidak terdeteksi dan granuloma yang mungkin sangat sedik terbentuk atau bahkan tidak terbentuk sehingga diprlukan tes lain, yaitu PCR (polymerase chain reaction).