PPP REVISI.docx
-
Upload
nico-dwi-kuswanto -
Category
Documents
-
view
245 -
download
1
Transcript of PPP REVISI.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kendala dalam hal sarana dan prasarana di Indonesia untuk dapat memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara merata disebabkan oleh kurang tersedia dan
terpeliharanya sarana dan prasarana. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya
manusia dan sumber pendanaan Pemerintah untuk mendanai sarana dan prasarana yang
ada pada saat ini. Pendanaan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pembangunan
sarana prasarana sangat kurang.
PT. PLN (Persero) melakukan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2x1000MW
di Jawa Tengah. Kelancaran suatu proyek adalah dimulai dari pendanaan. Pendanaan
dari pemerintah kurang sehingga pihak pemerintah memutuskan untuk melakukan
Kerjasama antara Pemerintah (PT. PLN) dengan swasta. Proyek ini salah satu dari
pembangunan infrastruktur untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
merata.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah dalam
makalah ini adalah: Bagaimana Pemerintah membangun kerjasama melaksanakan
pembangunan dalam bidang infrastruktur dengan pihak swasta atau pihak ke 3?
1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Kerjasama Publik dan Swasta
Pengertian Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) muncul awalnya di Amerika
Serikat, yaitu awalnya terkait dengan kerjasama publik dan swasta (KPS) dalam
pendanaan program-program pendidikan, kemudian pada tahun 1950-an dengan hal yang
sama mendanai utilitas, kemudian penggunaannya meluas pada tahun 1960-an yaitu
kerjasama modal (joint ventures) publik dan swasta untuk pembaharuan perkotaan. Juga
di Amerika Serikat digunakan untuk ketentuan pendanaan publik untuk jasa-jasa layanan
sosial oleh badan swasta, seringkali dari sukarela sektor (not-for-profit), juga pendanaan
publik dalam penelitian dan pengembangan dibidang teknologi oleh swasta.
Tidak ada pengertian yang tepat untuk istilah KPS sendiri, namun istilah KPS
digunakan untuk menggambarkan banyaknya bentuk pengaturan antara sektor publik dan
swasta dalam penyediaan jasa-jasa layanan publik.
Ada sejumlah alternatif nama-nama dari KPS, yang berbeda untuk beberapa
negara, yaitu:
1. Private Participation in Infrastructure (PPI), suatu istilah yang berasal dari World Bank,
dan mungkin memberikan penjelasan lebih jelas, bagaimanapun istilah ini sedikit
digunakan diluar sektor pembangunan-pembiayaan, kecuali program PPI Korea Selatan.
2. Private-Sector Participation (PSP), juga digunakan di sektor bank pembangunan
(bagaimanapun juga baik PPI atau PSP adalah terbatas untuk istilah KPS).
3. P3 yang merupakan singkatan dari Public Private Partnership, digunakan di Amerika
Utara.
4. Privately-Financed Projects (PFP), digunakan di Australia.
5. P-P Partnership (untuk menghindari kerancuan dengan istilah KPS atau ”purchasing
power parity”, suatu metode perbandingan nilai tukar mata uang yang menyatakan biaya
riil barang dan jasa di negara-negara yang berbeda).
6. Private Finance Initiative (PFI), suatu istilah yang berasal dari Inggris, dan sekarang juga
digunakan di Jepang dan Malaysia.
2
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
Dikutip dari America’s National Council on
Public Private Partnership (2010), Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Public
Private Partnership (KPS) dapat diterjemahkan sebagai:
Sebuah perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya
bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dan
kemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik di
mana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik
dengan biaya yang optimal untuk publik.
3.2. Dasar Hukum KPS di Indonesia
Pelaksanaan KPS di sektor infrastruktur didasarkan pada Peraturan Presiden
(“Perpres”) No. 67/2005 tentang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
penyediaan Infrastruktur. Perpres ini telah di amandemen tiga kali dengan Perpres No.
13/2010, Perpres No. 56/2011, dan Perpres 66/2013.
Prinsip dari dasar hukum ini adalah sebuah proses yang transparan, lelang yang
kompetitif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan hukum.
Dalam rangka mendorong minat swasta maka Pemerintah telah menyediakan
kebijakan yang dapat mendukung kelayakan sebuah proyek infrastruktur melalui skema
KPS. Adapun kebijakan Pemerintah tersebut berupa dukungan Pemerintah dan
Penjaminan Pemerintah.
3
Berikut adalah bentuk dari dukungan Pemerintah dan Penjaminan Pemerintah
tersebut:
Dukungan Pemerintah
(PMK No.223/2012)
Penjaminan Pemerintah
( Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010)
Pemerintah memberi dukungan dalam
bentuk perijinan, pembebasan lahan,
sebagian dari biaya konstruksi, dan/ atau
dalam bentuk lainnya sesuai dengan hukum
dan undang-undang
Menyediakan penjaminan risiko politik
untuk proyek-proyek infrastruktur dengan
skema KPS
1. Untuk menarik minat sektor swasta
akibat profil risiko yang ada di Indonesia
tentang skema KPS
2. Ketetapan terkait dengan
Penjaminan
Pemerintah tertuang dalam Peraturan
Presiden No. 78 tahun 2010
Kementerian Keuangan memberikan
dukungan dalam bentuk insentif pajak
ataupun dukungan fiskal lainnya
Dukungan Pemerintah harus dimasukkan
dalam dokumen tender
Viability Gap Funding (VGF)
Penjaminan Pemerintah diberikan
Kementerian keuangan melalui Indonesia
Infrastructure Guarantee Fund (IIGF)/ PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII)
Diberikan dalam bentuk tunai sebagai
bagian dari biaya konstruksi
Tujuannya adalah meningkatkan kredibilitas
& kelayakan finansial proyek sehingga
mendorong partisipasi swasta sehingga
mendorong partisipasi swasta
4
3.3. Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama antara pemerintah
dan swasta antara lain adalah (Kurniawan dkk, 2009):
1. Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan tugas, hak,
kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan.
2. Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat diperlukan
keterbuakaan, komitmen dari para pelaku pembangunan dengan dicapainya hasil yang
saling menguntungkan.
3. Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah, DPRD,
masyarakat, karyawan dll.
4. Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten.
5. Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik tingkat Pusat, Propinsi
ataupun Daerah (Kabupaten/Kota).
6. Kriteria persyaratan lelang/negoisasi yang jelas, transparan dan konsisten.
7. Struktur dan tugas tim negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam penguasaan materi
bidang Hukum, Teknis dan Keuangan.
3.4. Unsur Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
Unsur-unsur yang bisa kita lihat dari Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
adalah:
1. Participants, KPS secara fair dan jelas melibatkan dua atau lebih pihak, dan
paling tidak satu dari mereka haruslah badan publik.
2. Relationship, kemitraan perlu untuk jangka waktu lama dan saling
berhubungan. Pemerintah membeli barang dan jasa, mereka memberikan bantuan, dan
mereka membebankan denda dan pajak-pajak.
3. Resourcing, masing-masing pihak yang terlibat harus membawa suatu nilai
dalam kejasama kemitraan. KPS mencari kemampuan terbaik yang ada, pengetahuan dan
5
sumber-sumber, apakah mereka ada di sektor publik atau swasta, dan menyerahkan nilai
untuk uang dalam ketentuan jasa layanan infrastruktur publik.
4. Sharing, KPS melibatkan berbagi tanggungjawab dan risiko untuk akibat dari:
financial, economic, environtmental atau social, dalam suatu kerangka kerja kolaboratif.
Tanggungjawab bersama ini bertentangan dengan hubungan antara sektor-sektor publik
dan swasta dimana badan publik memegang kontrol atas keputusan-keputusan kebijakan
setelah mendapatkan masukan dari badan-badan sektor swasta.
5. Continuity, landasan kerjasama kemitraan akan menjadi suatu kerangka
kontrak, yang terdiri dari serangkaian aturan main dan memberikan para pihak hal-hal
yang pasti. Keberadaan kontrak memungkinkan para pihak terlibat dalam membuat
keputusan tanpa harus memulai tiap waktu, dan membangun mulai dari prinsip-prinsip
pertama dari aturan yang mengatur interaksi.
3.5. Prinsip, Manfaat, dan Tujuan pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS)
Penggunaan skema KPS sebagai salah satu alternatif dalam penyediaan
infrastruktur diharapkan dapat menjadi solusi dan mengatasi tantangan Pemerintah dalam
penyediaan infrastruktur.
Pelaksanaan KPS dilakukan diantaranya berdasarkan prinsip:
1. Adil,
2. Terbuka,
3. Transparan,
4. Bersaing.
6
Tabel ini merupakan manfaat penggunaan skema Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (KPS) sebagai alternatif dalam penyediaan infrastruktur.
No Tantangan Manfaat
1
Pendanaan yang tidak mencukupi
skema KPS dapat menjadi alternatif sumber
pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan
infrastruktur atau layanan publik.
2Perencanaan & pemilihan proyek yang
tidak baik
skema KPS memungkinkan pelibatan swasta
dalam penentuan proyek yang layak untuk
dikembangkan
3Manajemen yang tidak efisien
skema KPS memungkinkan untuk memilih dan
memberi tanggung jawab
4Pemeliharaan yang tidak memadai
skema KPS memungkinkan untuk memilih dan
memberi tanggung jawab
Selain itu, tujuan pelaksanaan KPS adalah untuk:
1. Mencukupi kebutuhan pendanaaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta.
2. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat.
3. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur.
4. Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam
hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna.
7
3.6. Bentuk Kerjasama dalam Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
Menurut NCKPS (2013), bentuk-bentuk kerjasama dalam KPS adalah:
A. Build, Operate, Transfer (BOT) atau Build, Transfer, Operate (BTO)
Bentuk ini merupakan bentuk kerjasama KPS dimana pihak swasta membangun
fasilitas sesuai dengan perjanjian tertentu dengan pemerintah, mengoperasikan selama
periode tertentu berdasarkan kontrak, dan kemudian mengembalikan fasilitas tersebut
kepada pemerintah. Pada banyak kasus yang lain, swasta selalu menyediakan sebagian
atau seluruh dana pembiayaan pembangunannya sehingga pada periode kontrak harus
sesuai dengan perhitungan dalam pengembalian investasi melalui pengguna fasilitas
tersebut. Pada akhir kontrak, pihak pemerintah dapat menilai tanggung jawab
pengoperasian, memperpanjang masa kontrak dengan pihak yang sama, atau mencari
pihak (swasta) baru sebagai mitra untuk mengoperasikan atau memelihara.
B. Build, Own, Operate (BOO)
BOO merupakan bentuk kerjasama KPS dimana konstraktor swasta membangun
dan mengoperasikan fasilitas tanpa harus mengembalikan kepemilikan kepada
pemerintah. Dengan kata lain, dari pemerintah menyerahkan hak dan tanggung jawabnya
atas suatu prasarana publik kepada mitra privat untuk membiayai, membangun, memiliki
dan mengoperasikan suatu prasarana publik baru tersebut selama-lamanya. Transaksi
BOO dapat berstatus bebas pajak apabila semua persyaratan kantor pajak terpenuhi.
C. Buy, Build, Operate (BBO)
BBO merupakan sebuah bentuk penjualan aset yang mencakup proses rehabilitasi
atau pengembangan dari fasilitas yang sudah ada. Pemerintah menjual aset kepada
swasta dan kemudian swasta melakukan upaya peningkatan yang dibutuhkan fasilitas
tersebut untuk menghasilkan keuntungan dengan mekanisme yang menguntungkan pula.
8
D. Contract Services
- Operations and Maintanance
Mitra publik (pemerintah negara bagian, badan-badan/instansi pemerintah lokal)
melakukan kontrak/perjanjian kerjasama dengan swasta untuk menyediakan dan/atau
memelihara jasa atau layanan tertentu. Berdasarkan pada pilihan operasi dan
pemeliharaan yang telah diberikan kepada swasta, mitra publik mempertahankan
kepemilikan dan seluruh manajemen fasilitas umum atau sistem.
- Operations, Maintanance, Management
Mitra publik melakukan kontak kerjasama dengan swasta untuk mengoperasikan,
memelihara, dan mengelola fasilitas atau sistem untuk meningkatkan pelayanan.
Berdasarkan kontrak/perjanjian ini, mitra publik mempertahankan kepemilikan tetapi
pihak swasta boleh menginvestasikan modalnya pada fasilitas atau sistem tersebut.
Swasta manapun sangat berhatihati dalam memperhitungkan investasi pada setiap
kerjasama dengan sistem operasional yang efisien dan tabungan selama waktu kontrak.
E. Design, Build (DB)
DB merupakan bentuk kerjasama dimana pihak swasta menyediakan desain dan
membangun sesuai desain proyek yang memenuhi persyaratan yang standard dan kinerja
yang dibutuhkan yang ditetapkan oleh pemerintah. Bentuk kerjasama ini dapat
menghemat waktu, dana, dan jaminan yang lebih jelas. Selain itu bentuk ini juga dapat
mengurangi konflik karena pembagian tanggung jawab yang jelas dan sederhana.
F. Design, Build, Maintain (DBM)
Bentuk DBM merupakan bentuk kerjasama yang hampir sama dengan DB dengan
pengecualian pada pemeliharaan fasilitasnya selama beberapa waktu dalam perjanjian
menjadi tanggung jawab pihak swasta. Keuntungan juga hampir sama dengan DB
9
dengan risiko selama pemeliharaan dibebankan kepada mitra swasta ditambah dengan
garansi selama periode pemeliharaan juga oleh swasta.
G. Design, Build, Operate (DBO)
DBO merupakan bentuk kerjasama dimana kontrak tunggal diberikan untuk
mendesain, membangun, dan mengoperasikan. Kepemilikan fasilitas dipertahankan
untuk sektor publik kecuali jika proyek tersebut berupa design, build, operate, transfer
atau design, build, own, operate. Metode kontrak kerjasama ini sangat berbeda dengan
pendekatan yang biasanya digunakan di Amerika Serikat. Metode ini melibatkan satu
kontrak dengan seorang arsitek atau insinyur, diikuti dengan kontrak yang berbeda
dengan pemborong, kemudian diikuti pengambil-alihan oleh pemilik dan
mengoperasikannya.
H. Concession
Konsesi memberikan peluang tanggung jawab yang lebih besar kepada privat tidak
hanya untuk mengoperasikan dan memelihara aset tersebut namun juga berinvestasi.
Kepemilikan aset masih berada ditangan pemerintah, tetapi keseluruhan hak guna berada
ditangan privat hingga berakhirnya kontak (biasanya 25-30 tahun). Konsesi biasanya
ditawarkan melalui lelang dengan penawaran terendah akan keluar sebagai pemenang.
Konsesi diatur dengan kontrak yang mencakup kondisi seperti target kinerja (kualitas),
standar kinerja, perjanjian investasi modal, mekanisme penyelarasan tarif, dan
penyelesaian arbritase atau peselisihan yang berpotensi muncul. Keuntungan bentuk
konsesi adalah seluruh pengelolaan dan investasi dilakukan oleh private untuk tujuan
efisiensi. Konsesi sesuai untuk menarik investasi dalam skala besar.
I. Enhanced Use Leasing (EUL)
EUL di Amerika merupakan pengelolaan aset-aset pada Departemen Urusan
Veteran (Veterans Affairs-VA) yang meliputi beberapa perjanjian sewa-menyewa (seperti
lease, develop, operate, atau build, develop, operate). EUL juga memungkinkan pada
departemen ini mengontrol sewa properti dalam jangka panjang dengan pihak swasta
atau instansi pemerintah untuk keperluan di luar Departemen Urusan Veteran.
10
J. Lease, Develop, Operate (LDO) atau Build, Develop, Operate (BDO)
LDO atau BDO merupakan kerjasama swasta menyewa atau membeli prasarana
publik dari pemerintah, dan mengembangkannya serta melengkapinya, lalu
mengoperasikan berdasarkan kontrak dalam waktu tertentu. Selama kontrak berlangsung,
pihak swasta dapat mengembangkan prasarana yang ada dan mengoperasikannya sesuai
dengan perjanjian kontrak.
K. Lease/Purchase
Bentuk kerjasama ini terjadi ketika pemerintah membuat kontrak dengan swasta
untuk merancang dan membiayai serta membangun prasarana publik, tetapi setelah
selesai dibangun prasarana tersebut menjadi milik pemerintah. Lalu pihak swasta
tersebut menyewa prasarana tersebut kepada pemerintah untuk dioperasikan dalam
periode waktu tersebut sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan perjanjian ini
pengoperasian fasilitas dapat dilakukan oleh kedua belah pihak (pemerintah-swasta)
selama masa sewa. Lease/purchase sudah digunakan pada General Service
Administration pada pembangunan gedung kantor pemerintah negara bagian dan
pembangun gedung-gedung penjara di Amerika Serikat.
L. Sale/Leaseback
Sale/leaseback merupakan bentuk kerjasama pengaturan keuangan dimana pemilik
fasilitas menjual kepada pihak lain, dan setelah itu menyewa kembali dari pemilik baru
tersebut. Baik pemerintah maupun swasta dibolehkan ikut masuk didalam pengaturan
sale/leaseback meskipun dengan banyak pertimbangan. Inovasi penggunaan bentuk
kerjasama ini adalah penjualan fasilitas umum kepada sektor publik atau perusahaan
swasta dengan pertimbangan pembatasan kewajiban dari pemerintah. Berdasarkan dari
kesepakatan tersebut, pemerintah yang menjual fasilitas menyewanya kembali dan
melanjutkan pengoperasiannya.
11
M. Tax, Exempt Lease/Turnkey
Turnkey merupakan bentuk kerjasama dimana pemerintah membiyai suatu proyek
dan pihak swasta melaksanakan perancangan, pembangunan dan pengoperasian dalam
waktu yang telah disepakati bersama. Persyaratan standard dan untuk Kinerja ditetapkan
oleh pemerintah dan kepemilikan tetap ditangan pemerintah.
3.7. Kriteria-Kriteria Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
Kriteria-kriteria yang membedakan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
sebagai berikut:
- Kepemilikan aset
Kepemilikan aset merupakan hak atas kepemilikan terhadap aset yang
dikerjasamakan, apakah aset itu berada ditangan pemerintah atau swasta, selama jangka
waktu tertentu. Semakin besar keterlibatan pihak swasta dalam kepemilikan aset maka
akan semakin menarik minat mereka bekerjasama/berinvestasi. Kepemilikan aset dapat
dibedakan apakah menjadi milik pemerintah, milik swasta, atau milik pemerintah dan
swasta (kepemilikan bersama).
- Operasional dan pengelolaan aset.
Operasional dan pengelolaan aset merupakan kriteria yang mengindentifikasikan
pendelegasian tanggung jawab untuk mengelola aset yang dikerjasamakan selama kurun
waktu tertentu. Pihak yang mengelola berpeluang untuk memperoleh pendapatan dari
aset kerjasama. Operasional dan kepemilikan aset dapat dibedakan menjadi tanggung
jawab pemerintah, swasta, atau tanggung jawab bersama.
- Investasi modal atau penanam modal.
12
Investasi modal merupakan kriteria berkaitan dengan siapa yang akan menanamkan
modal tersebut pada aset yang akan dikerjasamakan. Investasi modal dapat dibedakan
menjadi investasi pemerintah, swasta, atau investasi dengan modal bersama.
- Resiko-resiko yang akan terjadi.
Risiko komersial merupakan kriteria yang berhubungan siapa yang akan dibebani
dengan risiko-risiko komersial tersebut yang nanti akan muncul selama pembangunan
dan pengelolaan aset yang dikerjasamakan. Risiko komersial yang akan terjadi dapat
dibebankan kepada pemerintah, swasta, atau menjadi beban bersama.
- Durasi kerjasama
Durasi kerjasama merupakan kriteria yang berkaitan dengan jangka waktu
kerjasama yang disepakati. Semakin lama jangka waktu kerjasama akan memberikan
peluang yang lebih besar bagi pengembalian.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Bedasarkan teori-teori tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), dapat
disimpulkan bahwa PT. PLN (Persero) melakukan kerjasama dengan pihak Swata untuk
meningkatkan pelayanan kepada publik yang lebih dimana bentuk pelayanan tersebut
untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal kerjasama
antara pemerintah dengan swasta.
4.2. Saran
Untuk saran, Pemerintah sebaiknya dapat melaksanakan kerjasama ini dengan
sebaik-baiknya, mengingat Pemerintah juga memerlukan dukungan dan kerjasama dari
berbagai pihak swasta dalam memajukan infrastruktur negara. Tentunya dengan
melaksanakan Prinsip Pelaksanaan KPS, yaitu:
1. Adil,
2. Terbuka,
3. Transparan,
4. Bersaing.
14
DAFTAR PUSTAKA
Joesoef, Iwan Erar. 2011. “Model Kerjasama Pemerintah dan Swasta: Studi Penerapan Kontrak Build Operate Transfer Dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol di Indonesia”. Disertasi. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia
PKPS Bapennas. 2015. “Public Private Partnership: Infrastructure Projects Plan in Indonesia
2015”. Jakarta
PT Sarana Multi Infrastruktur. 2014. “Panduan Penyelenggaraan Kerjasama Pemerintah-
Swasta (KPS) dalam Penyediaan Infrastruktur”. Edisi Oktober
Djunedi, Praptono. “Implementasi Public Private Partnership dan Dampaknya ke APBN”.
PKPS Bapennas. “Sustaining Partnership”. Edisi khusus Tahapan KPS 2011. Jakarta
Dawu, Leopold. “KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)”.
https://www.academia.edu/12500027/KERJASAMA_PEMERINTAH_SWASTA_KPS_
Rosyadi, Khalid. “Public Private Partnership”.
https://www.academia.edu/7347379/Public_Private_Partnership
15