REFERAT bipolar revisi.docx

28
REFERAT GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR Pembimbing : dr. Agung Hermawanto, SpKJ Disusun oleh : Maulana Wasis Waskito (1410221036) Hudza Rabbani (1410221034) KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KESEHATAN JIWA

Transcript of REFERAT bipolar revisi.docx

Page 1: REFERAT bipolar revisi.docx

REFERAT

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Pembimbing :

dr. Agung Hermawanto, SpKJ

Disusun oleh :

Maulana Wasis Waskito (1410221036)

Hudza Rabbani (1410221034)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

2015

Page 2: REFERAT bipolar revisi.docx

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga referat ini telah berhasil diselesaikan. kasus yang berjudul “Gangguan Afektif Bipolar" dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto periode 9 Februari-14 Maret 2015.

Tiada gading yang tak retak dan tiada hasil yang indah tanpa dukungan pihak-pihak yang telah memberikan pertolongan, demikianlah presentasi kasus ini tersusun dan terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Agung Hermawanto, SpKJ selaku pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan pengarahan. Beliau juga telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi kesempurnaan kasus ini.

2. Ucapan terima kasih kepada seluruh staff RSPAD Gatot Soebroto yang turut mendukung penyelesaian kasus ini hingga akhir.

3. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2010 terkhusus untuk sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah membantu proses pembuatan kasus ini terimakasih untuk semangat dan kebersamaan selama ini.

Penulis menyadari bahwa kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 22 Februari 2015Penulis

Maulana Wasis Waskito Hudza Rabbani

Page 3: REFERAT bipolar revisi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gangguan afektif bipolar?

2.

Bagaimana epidemiologi kejadian gangguan afektif

bipolar?

3. Apa penyebab dari gangguan afektif

bipolar?

4. Bagaimana patogenesis dari gangguan afektif

bipolar?

5. Apa saja tanda dan gejala dari gangguan afektif bipolar?

6. Bagaimana kriteria diagnosis dari gangguan afektif bipolar?

7. Bagaimana penatalaksanaan dari gangguan afektif bipolar?

Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan diantara

gangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai penyebab ketidak

mampuan/disabilitas. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan

angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami

bunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk umum. Bunuh diri

pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional

dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada risiko bunuh diri dapat

meningkat selama menopause.1

Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif bipolar secara potensial dengan

terapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan pengobatan yang

kurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh diri

lagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal.1

Studi longitudinal bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri pada kasus

dengan afektif bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi maintenance/pemeliharaan

dan terapi depresi yang tepat.1

Prof dr Sasanto Wibisono, SpKJ (K), guru besar di bagian Psikiatri FKUI

menjelaskan perbedaan ekstrem perasaan (manik dan depresi) penderita Bipolar tidak

selalu bisa diamati oleh lingkungannya karena masing-masing individu reaksinya

berlainan. Ada yang menonjol kutub maniknya, sementara yang lain menonjol

depresinya.

Kondisi tidak normal itu bisa terjadi hanya beberapa minggu sampai 2-3

bulan.Setelah itu kembali ''normal'' untuk jangka waktu relatif lama, namun di

kesempatan lain muncul kembali.2

Page 4: REFERAT bipolar revisi.docx

8. Bagaimana prognosis pasien dengan gangguan afektif bipolar?

I.3 Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan referat ini adalah

SebagaiBerikut:1.Diketahuinya definisi dari gangguan afektif bipolar

2.Diketahuinya epidemiologi dari kejadian gangguan afektif bipolar

3.Diketahuinya penyebab dari gangguan afektif bipolar.

4.Diketahuinya patogenesis dari gangguan afektif bipolar.

5.Diketahuinya tanda dan gejala dari gangguan afektif bipolar.

6.Diketahuinya kriteria diagnosis dari gangguan afektif bipolar.

7.Diketahuinya penatalaksanaan dari gangguan afektif bipolar.

8.Diketahuinya prognosis pasien dengan gangguan afektif bipolar.

I.4 Manfaat

1. Referat ini diharap memberikan pengetahuan tentang pengertian gejala dari gangguan

afektif bipolar yang berhubungan dengan psikiatri dan juga dapat memberikan terapi

yang tepat

2. Referat ini dapat menambah referensi dalam meningkatkan ilmu pengetahun

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Gangguan mood yang ditandai dengan episode mania, hipomania, depresi, dan

campuran.1

Page 5: REFERAT bipolar revisi.docx

II.2 EPIDEMIOLOGI

Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%. Namun,

angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita

bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri.

Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien.

Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien.2

II.3 ETIOPATOGENESIS

Penyebab gangguan bipolar multifactor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik

dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa

kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan

banyak lagi faktor lainnya.3

II.3.1 Faktor Biologi

II.3.1.1 Herediter

Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar memiliki

kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik 50% pasien bipolar

memiliki orang tua dengan riwayat gangguan alam perasaan atau gangguan afektif, yang

tersering unipolar (depresi saja). Jika seseorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27%

anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orang tua mengidap

gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan.

Keturunan pertama dari sesorang yang menderita gangguan bipolar berisiko mederita gangguan

serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar

monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah yakni 10-20%.4

II.3.1.2 Genetik

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan

kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut

yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24,18

sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata

penderita sindrom down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar. (4)

Page 6: REFERAT bipolar revisi.docx

Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang

mengekspresi brain derived neurothopic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang

berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan perlindungan otak neuron. BDNF

diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom

11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan

bipolar dan hasilnya positif. (4)

II.3.1.3 Neurotransmitter

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti

mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan gangguan bipolar. Neurotransmitter

yang berperan adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan

neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A

(MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter

(5HTT).4

II.3.1.4 Kelainan otak

Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat

perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan

MRI, didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks

prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun

menemukan volume yang kecil pada amigdala dan hippocampus. Korteks prefrontal, amigdala,

dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan

afek).4

Penelitian lain menunjukan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita

bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membrane myelin yang membungkus

akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit

berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.4

II.3.2 Faktor Psikososial

II.3.2.1 Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan

Page 7: REFERAT bipolar revisi.docx

Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan

yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan

daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan

depresif berat dan gangguan bipolar I.5

II.3.2.2Faktor psikoanalitik dan psikodinamika

Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara

kehilangan suatu objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien

depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya

bahwa interojeksi mungkin merupakan satu-satunya cara bagi ego untuk melepaskan suatu objek.

Ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi

merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan

mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.5

Melanie Klein selanjutnya menghubungkan depresi dengan posisi depresif. Ia mengerti

siklus manik-depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk

mendapatkan introjeksi mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat

permasalahan bahwa mereka mungkin memilki objek cinta yang dihancurkan melalui

destruktivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan

tersebut, mereka berguna yang karakteristik untuk pasien depresi melebihi perasaan bahwa orang

tua internal mereka yang baik telah ditransformasikan menjadi penyiksa karena khayalan dan

impuls destruktif pasien.5

Klien memandang mania sebagai kumpulan operasi defensif yang disusun untuk

mengidealisasikan orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain,

dan mengembalikan objek cinta yang hilang.5

Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat

melakukan apa-apa terhadap agresi yang dihadapkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi

sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan

kenyataan seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan

idealnya, sebagai akibatnya mereka putus asa dan sebagai akibatnya mereka merasa putus asa

dan tidak berdaya. Pada intinya, depresi dapat disimpulkan sebagai keruntuhan parsial atau

lengkap dari harga diri di dalam ego.5

Page 8: REFERAT bipolar revisi.docx

Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri. Jika objek

diri yang diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang

bermakna, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak

menerima respon yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut, respon tertentu di dalam

lingkungan adalah diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan.5

II.3.2.3 Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)

Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik

yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama

sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada

manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut

teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien

yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan

teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.5

II.3.2.4 Teori kognitif

Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering

adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme,

dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan

depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan

menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.5

II. 4 TANDA DAN GEJALA

Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan

bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu mania dan depresi, sedangkan

gangguan bipolar II ditandai dengan hipomania dan depresi6

Episode mania yaitu pada kelompok ini terdapat efek yang meningkat, disertai

peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik mental, dalam berbagai derajat

keparahan. Sedangkan episode depresi ditandai dengan gejala utama yaitu: afek depresi,

kehilangan minat dan kegembiraan, serta kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Hipomania yaitu derajat gangguan yang lebih ringan dari

Page 9: REFERAT bipolar revisi.docx

mania, afek meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-

kurangnya beberapa hari berturur-turut, pada suatu derajat intensitas dan bertahan melebihi

siklotimia serta tidak ada halusinasi atau waham7

Pasien dengan gangguan bipolar juga bisa mendapat episode campuran yang

didefinisikan sebagai terjadinya simultan gejala mania dan depresi. Episode campuran terjadi

hingga 40% dari semua episode dan lebih umum pada pasien lebih muda dan tua serta wanita 8.

Serta dapat juga mengalami siklus cepat ; yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode –

depresi, hipomania atau mania – dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang

mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat adanya kesulitan dalam hubungan interpersonal

atau pekerjaan. Siklus ultra cepat yaitu episode mania, hipomania, dan episode depresi

bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan hendaknya lebih berat bila

dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi. Symptom psikotik kasus berat, pasien

bisa mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: halusinasi (auditorik,

visual, atau bentuk sensasi lainnya) dan waham.

II. 5 DIAGNOSTIK

Dibawah ini adalah kriteria diagnostik yang tertera dalam Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders IV-text Revision (DSM-IV TR)9.

Tabel I. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik DSM-IV TR

1. Gangguan Mood Bipolar I

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Tunggal

Page 10: REFERAT bipolar revisi.docx

a. Hanya mengalami satu kali episode mania dan tidak ada riwayat episode depresi mayor

sebelumnya.

b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham, atau

dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum

d. Gejala mood menyebabkan penderitanya yang secara klinik cukup bermakna atau

menimbulkan kendala dalam sosial pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Saat Ini

a. Saat ini dalam episode mania.

b. Sebelumnya paling sedikit pernah mengalami satu kali episode mania, depresi, atau campuran.

c. Episode mood pada kriteria a dan b bukan skizofenia, skizofreniform, gangguan waham, atau

dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum.

e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan

kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Campuran Saat Ini

a. Saat ini dalam episode campuran

b. Sebelumnya, paling sedikit pernah mengalami episode mania, depresi, atau campuran.

Page 11: REFERAT bipolar revisi.docx

c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak

bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan

psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum.

e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan

kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Hipomania Saat ini

a. Saat ini dalam episode hipomania

b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran

c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau kendala dalam

sosial, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.

d. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak

bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan

psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini

a. Saat ini dalam episode depresi mayor

b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran.

Page 12: REFERAT bipolar revisi.docx

c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak

bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan

psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum.

e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan

kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Yang Tidak Dapat Diklasifikasikan Saat ini

a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi criteria untuk mania, hipomania, campuran, atau

episode depresi.

b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran.

c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak

bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan

psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

d. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan

kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya

2.Ganguan Mood Bipolar II

Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode

hipomania.

3. Gangguan Siklotimia

Page 13: REFERAT bipolar revisi.docx

a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala hipomania

dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi criteria untuk gangguan

depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun.

b. Selama periode dua tahun diatas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala pada kriteria a

lebih dari dua bulan pada satu waktu

c. Tidak ada episode depresi mayor, episode mania, episode campuran, selam dua tahun

gangguan tersebut. Catetan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan

mania atau episode campuran (diagnosis GB I dan gangguan siklotimia dapat dibuat) atau

episode depresi mayor (diagnosis GB II dan gangguan siklotimia dapat ditegakkan)

d. Gejala-gejala pada kriteria a bukan skozoafektif dan tidak berutmpang tindih dengan

skizofrenia, skizofrenoform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.

e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum

f. Gejala-gejala diatas menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau

menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Tabel II. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik ICD-10

F 31 Gangguan Afektif Bipolar

Sebuah gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih di mana suasana hati pasien dan tingkat aktivitas secara signifikan terganggu, gangguan ini terdiri dalam beberapa kejadian dari elevasi mood dan meningkatkan energi dan aktivitas (hypomania dan mania) dan pada orang lain dari penurunan mood dan penurunan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa

Page 14: REFERAT bipolar revisi.docx

biasanya ada penyembuhan sempurna antara episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama sekitar 6 bulan. Meski jarang sampai 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Termasuk : gangguan atau psikosis manik-depresif. Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F 30)

F 31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hypomania

Untuk menegakan diagnosis pasti :

a. Episode sekarang harus memnuhi keriteria untuk hipomania (F 30.0)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau

campuran) di masa lalu.

F 31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Mania Tanpa Gejala Psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpagejala psikotik(F 30.1)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode

afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Mania Dengan Gejala Psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F 30.2)

b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi ringan atau sedang

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F 32.0) ataupun sedang (F32.1)

b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F 32.2)

b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik

Page 15: REFERAT bipolar revisi.docx

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F 32.3)

b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.6 Gangguan Afektif Bipolar,Episode Kini Campuran

a. Episode yang sekarang menunjukan gejala memenuhi kriteria untuk episode hypomania, mania, dan depresi yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hiponamia dan depresi sama sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang kurangnya 2 minggu

b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.

F 31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik , depresif atau campuran)

F 31.8 Gangguan Afektif Bipolar lainnya

F 31.9 Gangguan Afektif Bipolar Yang Tidak Terindentifikasi

II. 6 TERAPI

Terapi bipolar

a. Tujuan terapi Tujuan terapi untuk gangguan bipolar adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan episode mania, hypomania, atau depresif, mempertahankan berfungsi-fungsi normal, dan untuk mencegah episode lebih lanjut mania atau depresi8

b. Algoritma terapi Pengobatan gangguan bipolar dapat bervariasi tergantung pada jenis episode pasien mengalami. Setelah didiagnosis dengan gangguan bipolar pasien harus mendapat mood stabilizer (misalnya litium, valproat) untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Selama episode akut obat dapat ditambahkan dan kemudian dapat diturunkan takarannya setelah pasien stabil8.

Tabel VII. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode Mania atau Campuran8

Pedoman Umum :

Page 16: REFERAT bipolar revisi.docx

1. Memeriksa penyebab sekunder dari episode mania atau campuran (misal, alkohol, penyalahgunaan obat)

2. Penurunan dosis antidepresan, stimulant dan kafein jika memungkinkan

3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat

4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang cukup, mengurnagi stress, dan terapi psikososial

5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati sebelum menambahkan obat golongan benzodiazepine; jika ada gejala psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT (Electroconvulsive Terapi) digunakan untuk episode mania atau campuran yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala psikotik.

Gejala ringan hingga sedang episode mania atau campuran :

1. Pertama, mengoptimalkan obat penstabil mood untuk menstabilkan mood: Lithium, valproat, carbamazepine atau jika diperlukan dapat mempertimbangkan untuk menambah benzodiazepine (lorazepam atau clonazepam) sebagai terapi penunjang jangka pendek untuk agitasi atau insomnia.

2. Alternative pilihan obat: karbamazepine, jika pasien tidak merespon terapi atau toleran. Pertimbangkan juga pemberian obat antipsikotik atipikal (missal olanzapine, quetiapine, risperidone) atau oxcabazepine.

3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan memberikan kombinasi dua obat:

a.Lithium dan antikonvulsan atau sebuah antipsikotik atipikal.

b.Antikonvulsan dan antipsikotik atau antipsikotik atipikal.

Gejala sedang sampai berat episode mania atau campuran :

1. Pertama, kombinasi dua atau tiga obat: Lithium atau valproat dan golongan benzodiazepine (lorazepam atau clonazepam) sebagai terapi terapi jangka pendek untuk agitasi atau insomnia. Lorazepam disarankan utnuk katatonia. Jika ada gejala psikotik, dapat diberikan antipsikotik atipikal dan kombinasi seperti diatas.

Page 17: REFERAT bipolar revisi.docx

2. Alternatif pilihan obat : karbamazepin, jika pasien tidak merespon terapi atau toleran, pertimbangkan juga oxcarbazepine.

3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan kombinasi 3 obat :

a.Lithium dan anticonvulsant dan antipsikotik atipikal.

b.Anticonvulsan dan antikonvulsan dan antipsikotik atipikal.

4. Ketiga, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan ECT untuk mania dengan psikotik atau katatonia, atau ditambah clozapine untuk terapi yang kambuhan.

Tabel VIII. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode Depresi

Pedoman Umum :

1. Memeriksa penyebab sekunder dai episode depresi (misal, alkohol, penyalahgunaan obat)

2. Penurunan dosis antipsikotik, benzodiazepine atau obat sedativehipnotik jika memungkinkan.

3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat.

4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang cukup, mengurangi stres, dan terapi psikososial.

5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati sebelum menambahkan obat lithium, lamotrigin atau antidepresan (misal, bupropion atau SSRI); jika ada gejala psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT (Electroconvulsasive Therapy) digunakan untuk episode depresi yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala psikotik.

Gejala ringan sampai sedang pada episode depresi :

1. Pertama, memulai dan/atau mengoptimalkan obat penstabil mood untuk menstabilkan mood : lithium atau lamotrigin.

2. Alternatif terapi obat: karbamazepine atau oxcarmazepine.

Gejala sedang sampai berat episode depresi :

Page 18: REFERAT bipolar revisi.docx

1. Pertama, kombinasi 2 atau 3 obat : lithium atau lamotrigin dengan antidepresan ; lithium dan lamotrigin. Jika ada gejala psikotik dapat diberikan antipsikotik atipikal dan kombinasi seperti diatas.

2. Alternative antikonvulsan: valproate, karbamazepine atau oxcarbazepine.

3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan penambahan antipsikotik atipikal (quetiapine).

4. Ketiga, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan kombinasi 3 obat:

a.Lamotrigi, antikonvulsan dan antidepresan.

b.Lamotrigin dan lithium dan antidepresan.

5.Keempat, jika terapi tidak mencukupi, pertimbangkan ECT untuk episode depresi yang kambuhan dan dengan psikotik atau katatonia.

II. 7 PROGNOSIS

1. Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognisis lebih buruk. Di dalam 2tahun pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalamai serangan manik lain10

2. Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatas gejalanya dengan lithium. 7% pasien ini,gejala tidak terulang. 45% Pasien mengalami lebih dari sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai suatu gejala yang menetap10

3. Faktor yang memperburuk prognosis :

Page 19: REFERAT bipolar revisi.docx

1) Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan2) Penggunaan alkohol3) Disertai dengan gejala psikosis4) Gejala depresi lebih menonjol

4. Prognosis baik bila 1) Masih dalam episode manik 2) Usia lanjut 3) Sedikit pemikiran bunuh diri 4) Minimum gejala psikotik 5) Masalah kesehatan medis lain tidak ada

Page 20: REFERAT bipolar revisi.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Psikiatri FKUI 2014

2. Hillary. Bipolar Disorder. http://hillary.wordpress.com. Diakses 23 Februari 2015

3. Gangguan Kejiwaan dan Macamnya. http://ikhwah.informe.com/gangguan-kejiwaan-

dan-macamnya-dt262.html. 2010. diakses 23 Februari 2015

4. Membangun Kesadaran Mengurangi Resiko Gangguan Mental dan Bunuh Diri.

http://www.rsjlawang.com/artikel_070309a.html . 2011. Diakses 23 Februari 2015

5. Kaplan HI, Sadock BJ, Greb JA. Sinopsis psikiatri. Edisi 7 jilid 1. Jakarta : Binarupa

Aksara

6. Lumongga Lubis Namora (2009), DepresiTinjauan Psikologis, Jakarta,Prenada Media

Group

7. Mansjoer. K. Dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I,edisi ketiga . Jakarta : Media

Aescu Lapius. FKUI

8. Drayton, S.J., & Weinstein, B. Bipolar Disorder.(2008), Pharmacotherapy A

Patophysiology Approach,7TH edition. McGraw Hill: New York

9. Dilip V Jeste, et.all. 2008. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder IV.

American Psychiatric Association: Washington DC

10. Soref S. Bipolar Affective Disorde. http://www.emedicine.com (diakses 25 fenruari

2015)