Hipertensi Emergensi

23

description

cardiology

Transcript of Hipertensi Emergensi

Page 1: Hipertensi Emergensi
Page 2: Hipertensi Emergensi

Hipertensi Emergensi(Hypertensive Emergencies)

David Pranata, Inez Ariadne

Kepaniteraan Klinik I.P.D FK UPH / Rumkital Marinir Cilandak

Jl. Raya Cilandak KKO, Kelurahan Cilandak Timur, Kecamatan Pasar Minggu

Jakarta Selatan 12760

Korensponden : [email protected]

PENDAHULUAN

Hipertensi emergensi merupakan keadaan tekanan darah tidak terkontrol yang

berhubungan dengan gagal organ akut.[1,2,3] Adanya keadaan gagal organ akut ini yang

membedakan dengan keadaan hipertensi urgensi bukan pada nilai tekanan darah.[1]

Tidak ada batas tekanan darah dalam mendiagnosis hipertensi emergensi, meskipun

demikian kebanyakan gagal organ akhir terjadi ketika tekanan sistolik melebihi 220

mmHg atau tekanan diastolic melebihi 120 mmHg.[2] Keadaan hipertensi emergensi

dan urgensi harus dapat dibedakan karena tatalaksana yang berbeda.[4]

Penatalaksanaan dari hipertensi emergensi harus dilakukan sesegera mungkin dengan

menggunakan obat-obatan parenteral.[1]

Kejadian hipertensi pada orang dewasa mencapai 20-30% di negara-negara

berkembang. Diperkirakan satu milyar orang mengidap hipertensi dan kematian yang

berhubungan dengan hipertensi diperkirakan mencapai angka 7,1 juta per tahun. [5]

Tekanan darah cenderung meningkat sesuai dengan pertambahan umur . Hipertensi

lebih sering terjadi pada populasi pria dibandingkan dengan wanita, khususnya pada

dewasa muda dan usia-usia pertengahan.[1] Referat ini akan membahas tentang

hipertensi emergensi dari aspek etioloi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan

tata laksana.

ETIOLOGI

Penyebab dari hipertensi emergensi adalah semua yang dapat meningkatkan

tekanan darah. Tingkat kenaikan tekanan darah berbanding lurus dengan resiko

Page 3: Hipertensi Emergensi

terjadinya hipertensi emergensi. Keadaan hipertensi kronik menurunkan kemungkinan

terjadinya hipertensi emergensi. Sebaliknya pada individu tanpa riwayat hipertensi

sebelumnya, hipertensi emergensi dapat terjadi pada nilai tekanan darah yang lebih

rendah.[4] Penyebab dari hipertensi emergensi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Penyebab Hipertensi Emergensi[1]

Hipertensi Primer

Penyakit Parenkim Ginjal

Glomerulonefritis AkutVaskulitisSindrom Uremik HemolitikTrombotik Trombositopenik Purpura

Penyakit Vaskular Renal Stenosis Arteri RenalKehamilan Eklampsia

Endokrin

PheokromositomaSindrom CushingRenin-Secreting tumorHipertensi mineralocortikoid

Obat-obatan

Kokain, simpatomimetik, eritropoietin, siklosporinWithdrawal antihipertensiInteraksi dengan Tyramin (MAOi)Amfetamin, lead intoxication

Hipereakivitas autonomikGuillain-Barre syndrome, porphyria intermittent akut

Penyakit Susunan Saraf PusatInjuri serebral, infark/pendarahan serebral, tumor otak

Disadur tanpa ijin dari Lancet. 2000; 356: 411-17

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya hipertensi emergensi hingga saat ini belum diketahui

secara jelas. Teori yang berkembang menghubungkan kejadian hipertensi emergensi

dengan kenaikan resistensi vaskular secara mendadak. Peningkatan resistensi vaskular

dapat dipicu oleh beberapa agen vasokonstriktor seperti angiotensin II atau

norepinephrin atau dapat terjadi karena hasil dari keadaan hipovolemia relatif.

Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa aktivasi dari renin-angiotensin-

aldosteron merupakan bagian yang penting dari proses terjadinya hipertensi

emergensi.[4]

Page 4: Hipertensi Emergensi

Selama terjadinya kenaikan tekanan darah, endothelium berkompensasi dengan

keadaan resistensi vaskular dengan meningkatkan pengeluaran dari molekul

vasodilator seperti nitric oxide. Hipertensi yang bertahan atau parah, respon

kompensasi dari vasodilator tidak lagi mampu mengatasi keadaan tersebut,

mengakibatkan terjadinya dekompensasi endothelial yang nantinya akan

menyebabkan peningkatan yang lebih lagi dari tekanan darah dan terjadinya

kerusakan endotel. Kejadian lanjutan yang terjadi adalah siklus kegagalan

homeostasis yang menyebabkan peingkatan resistensi vaskular dan kerusakan endotel

yang lebih jauh. Mekanisme pasti dari kerusakan fungsi endotel belum dapat

dijelaskan. Mekanisme yang dipertimbangkan adalah respon proinflamasi yang dipicu

oleh “mechanical stretching” seperti pengeluaran sitokin-sitokin dan monocyte

chemotatic protein 1, peningkatan konsentrasi endothelial cell cytosolic calcium,

pengeluaran vasokonstriktor endothelin 1 dan peningkatan ekspresi dari endothelial

adhesion molecule. Peningkatan ekspresi dari vaskular adhesion molecule seperti P-

selectin, E-selectine atau intracellular adhesion molecule 1 oleh sel endotel memicu

inflamasi lokal dan menyebabkan kerusakan tambahan dari fungsi endotel.[4]

Seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Patofisiologi vaskular Hipertensi Emergensi[1]

Page 5: Hipertensi Emergensi

A: sel endothelium mengatur resistensi vaskular dengan mengeluarkan Nitric Oxide(NO) dan Prostasiklin. B: Perubahan akut resistensi vaskular karena produksi berlebihan dari katekolamin, angiotensin II, vasopressin, aldosteron, tromboxan dan endotelin 1. Atau produksi rendah dari vasodilator endogen seperti NO dan PGI2. Kenaikan tekanan darah secara mendadak dapat memicu ekspresi dari Cellular Adhesion Molecule(CAMs) oleh endothelium. C: Keadaan hipertensi emergensi, sel endotel tidak dapat lagi mengontrol tonus vaskular menyebabkan terjadinya hiperperfusi end-organ, nekrosis fibrioid arterial dan peingkatan permeabilitas vaskular dengan edema perivaskular. Berkurangnya aktivitas fibrinolitik ditambah dengan aktivasi koagulasi dan trombosit menyebabkana terjadinya disseminated intravaskular coagulation (DIC).

Semua kejadian molekular ini pada akhirnya akan memicu terjadinya

peningkatan permeabilitas endotel, menghambat fibrinolitik lokal dari endothel dan

mengaktifkan jalur koagulasi. Agregasi trombosit, dan degranulasi pada endothelium

yang telah rusak, dapat memicu terjadinya inflamasi yang lebih parah, trombosis dan

vasokonstriksi.[4]

DIAGNOSIS

Anamnesis yang dilakukan harus melingkupi durasi secara detail dan keparahan

dari hipertensi sebelumnya dan juga adanya kegagalan organ yang terjadi

sebelumnya. Obat-obatan anti hipertensi derajat pengontrolan tekanan darah dan obat-

obatan yang memicu naiknya tekanan darah seperti kokain harus ditanya secara detail.

Gejala khusus pada organ terminal harus ditanya dengan lengkap.[1,4] Beberapa gejala

yang muncul adalah sebagai berikut :

1. Nyeri dada[4]

Menggambarkan adanya iskemia myocardial atau miokardia infark atau

diseksi aorta

2. Nyeri punggung[4]

Menggambarkan adanya diseksi aorta

3. Sesak Nafas[4]

Adanya edema paru atau gagal jantung kongestif

4. Gejala Neurologi seperti kejang atau penurunan kesadaran[4]

Page 6: Hipertensi Emergensi

Menggambarkan ensefalopati hipertensi

Pemeriksaan Fisik yang dilakukan pertama kali adalah apakah terdapat

kerusakan organ. Tekanan darah dilakukan jika memungkinkan pada dua posisi untuk

mencari tahu apakah ada deplesi volume dalam intravaskular. Tekanan darah juga

sebaiknya dilakukan pada kedua tangan, apabila terdapat perbedaan yang signifikan,

dapat memunculkan kecurigaan terjadinya diseksi aorta. Pemeriksaan kardiovaskular

harus berfokus pada adanya kegagalan jantung seperti adanya peningkatan tekanan

vena jugular, adanya crakles, atau gallop. Pemeriksaan neurologis harus dapat menilai

tingkat kesadaran, gejala iritasi meningen, lapang pandang dan gejala-gejala fokal.[4]

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan segera adalah konsentrasi

urea, elektrolit, kreatinin serum, pemeriksaan darah lengkap, EKG, foto Thoraks dan

analisa urin.[4]

MANIFESTASI KLINIS

Emergensi Neurologis

Hipertensi neurologis merupakan hipertensi emergensi yang disertai kerusakan

pada sistem saraf. Manifestasi yang sering terjadi adalah ensefalopati hipertensi,

stroke iskemik akut, pendarahan intracranial, emboli otak dan pendarahan

subaraknoid. Emergensi neurologis sangat susah dibedakan satu sama lain.

Ensefalopati hipertensi dapat ditegakkan setelah yang lain dapat disingkirkan. Stroke

baik yang disebabkan oleh trombosis atau pendarahan dapat didiagnosis dengan

melihat adanya defisit neurologis fokal atau dengan menggunakan pemeriksaan

penunjang seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pendarahan subaracnoid

dapat didiagnosis dengan pungsi lumbar.[6] Perbedaan dan persamaan dari emergensi

neurologis dapat terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan pada Emergensi Neurologis

Infark Serebral Akut

Pendarahan Subarachnoid

Pendarahan Intraparenkim

Ensefalopati Hipertensi

AnamnesisDurasi akut akut akut Sub-akut

Nyeri Kepala bervariasi parah bervariasi parah

Riwayat Umum, tetapi Umum, tetapi Umum, tetapi Universal

Page 7: Hipertensi Emergensi

Hipertensi bervariasi bervariasi bervariasi

Pemeriksaan FisikRetinopati 0-IV 0-IV 0-IV II-IV

Defisit Neurologis Fokal

Sesuai lokasi Infark

BervariasiSesuai lokasi pendarahan

Jarang; bervariasi

sesuai tekanan darah

LaboratoriumPungsi Lumbar

Biasanya normal

Xanthocromic atau berdarah

Xanthocromic atau berdarah

Biasanya normal

Computed Axial Tomography Scan

Dapat menunjukkan daerah infark

Biasanya normal

Terkadang dapat

menunjukkan daerah

pendarahan

Biasanya normal

Disadur tanpa ijin dari J Clin Hypertens. 2004;6:587-592[6]

Hipertensi Kardiak

Manifestasi hipertensi emergensi yang pada sistem kardiak yang paling sering

terjadi adalah infark atau iskemi miokard akut, edema paru dan diseksi aorta. Pasien

dengan kenaikan tekanan darah yang signifikan seharusnya dilakukan pemeriksaan

EKG untuk mengidentifikasi adanya iskemia kardiak, auskultasi pada paru dan

pemeriksaan lain untuk mencari apakah ada gagal jantung. Pemeriksaan lainnya

adalah dilakukan foto thoraks untuk melihat vaskularisasi pada paru-paru dan

diameter dari aorta.[6]

Emergensi vaskular

Emergensi vaskular meskipun jarang terjadi, tetap harus diwaspadai.

Manifestasi dari hipertensi emergensi di vaskular adalah epistaksis yang parah yang

tidak responsive dengan pemberian tampon anterior maupun posterior.[6]

Hipertensi Emergensi dengan hematuria dan/atau gengguan fungsi ginjal

Pasien dengan hipertensi emergensi sering mengalami hematuria mikroskopik

atau penurunan fungsi ginjal akut. Pemeriksaan urinalisis dan penilaian kadar serum

kratinin seharusnya dilakukan pada semua pasien dengan tekanan darah yang tinggi.

Page 8: Hipertensi Emergensi

Riwayat sebelumnya harus digali apakah kadar kreatinin serum yang tinggi sekarang

merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyakit ginjal terdahulu.[6]

Keadaan ginjal pada pasien dengan hipertensi emergensi dengan gangguan

ginjal biasanya mengalami fungsi ginjal yang lebih buruk meskipun tekanan darah

telah diturunkan dengan benar, Teori yang berkembang yang dapat menjelaskan hal

tersebut adalah karena tekanan darah yang tinggi merupakan respon tubuh untuk

menjaga perfusi yang tepat ke ginjal, dengan penurunan tekanan darah, memperburuk

keadaan dari ginjal. Beberapa kejadian membutuhkan hemodialisis karena disebabkan

oleh penurunan tekanan darah tersebut.[6]

Hipertensi Emergensi dalam Kehamilan

Hipertensi emergensi pada kehamilan biasa terjadi pada keadaan tekanan

darah yang lebih rendah dibandingkan dengan keadaan tidak hamil karena pada saat

hamil, tekanan darah biasanya menurun. Masalah terbesar dari hipertensi emergensi

dalam kehamilan adalah karena banyak obat-obatan untuk hipertensi yang

penggunaannya kontraindikasi pada masa kehamilan. Contoh obat-obatan tersebut

adalah Nitroprusside yang dimetabolisme menjadi sianida yang toksik pada janin.

ACE inhibitor dan angiotensin II reseptor bloker juga kontraindikasi pada trimester

kedua dan ketiga dari kehamilan karena sifatnya yang nefrotoksik dan efek

sampingnya pada janin.[1,6]

TATALAKSANA

Prinsip umum

Hingga sekarang belum ditemukan terapi yang optimal untuk menangani

hipertensi emergensi. Prinsip dari terapi hipertensi emergensi tidak semata-mata

hanya bergantung pada nilai tekanan darah, tetapi bergantung pada terjadinya

kegagalan organ.[4]

Pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU dengan tekanan darah

yang selalu diperhatikan. Terapi antihipertensi parenteral harus diberikan secara

langsung tanpa menunggu. Disarankan sebaiknya penurunan mean arterial pressure

tidak lebih dari 20-25% untuk mencapai takanan darah 160/100 mmHg dalam dua

sampai enam jam atau penurunan tekanan darah diastolic 10%-15% atau hingga

Page 9: Hipertensi Emergensi

mencapai 100-110 mmHg dalam 30 – 60 menit. Penurunan tekanan darah yang lebih

cepat harus dihindari karena dapat menyebabkan hipoperfusi dari organ vital yang

dapat menyebabkan iskemia dan infark yang memperburuk keadaan.[4,7,8]

Terapi spesifik

Terapi pada hipertensi emergensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah

dengan terkontrol, terprediksi dan aman. Beberapa obat parenteral sesuai dengan

tujuan terapi seperti yang terdapat pada tabel 2. Terapi akan bergantung pada organ

tujuan yang mengalami kerusakan. Beberapa obat tertentu mungkin akan menjadi

lebih tepat atau kurang tepat bergantung dari organ yang mengalami kerusakan.[4]

Clevidipine

Clevidipine merupakan obat yang bekerja dengan menghambat kanal kalsium

yang telah di setujui oleh FDA pada Agustus 2008 untuk digunakan dalam tatalaksana

hipertensi akut setelah menunjukkan tingkat keamanan dan khasiat yang baik dalam

uji coba klinis. Obat ini mernurunkan tekanan darah dengan bergantung pada dosis

dengan waktu paruh yang sangat singkat yaitu 1-2 menit, bekerja dengan menurunkan

resistensi vaskular dan tidak mempengaruhi kapasitas pembuluh darah atau tekanan

pengisian jantung.[7]

Sodium nitroprusidde

Sodium Nitroprusidde dapat digunakan dalam berbagai situasi. Obat ini bekerja

sebagai dilator dari arteri dan vena yang bekerja secara cepat. Obat ini hanya

diberikan dengan infus intravena yang kontinyu dengan pengawasan terhadap tekanan

darah intra-arterial. Komplikasi dari pengunaan obat ini adalah hipotensi. Komplikasi

lainnya adalah kemungkinan terjadinya keracunan cyanate atau thiocyanate pada

pemakaian jangka panjang, khususnya pada pasien dengan penurunan fungsi liver dan

ginjal. Beberapa penelitian menyatakan bahwa Sodium nitroprusidde dapat

meningkatkan tekanan intracranial, tetapi dengan efek penurunan resistensi vaskular

tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap peningkatan tekanan intra cranial oleh

sebab itu obat ini direkomendasi sebagai terapi untuk hipertensi emergensi termasuk

hipertensi ensefalopati.[4,9]

Labetalol

Page 10: Hipertensi Emergensi

Labetalol juga merupakan obat yang dipakai dalam kebanyakan situasi

hipertensi emergensi. Labetalol merupakan penghambat dan reseptor dan sebagai

kanal kalsium antagonis. Efek penghambat dari labetalol hanya seperlima dari

propanolol. Efek anti-hipertensif dari Labetalol adalah dengan menurunkan laju

jantung dan menurunkan resistensi vaskular. Obat ini dapat diberikan dengan

menggunakan bolus intravena atau dengan infus kontinyu. Efek hipotensi dari

Labetalol biasanya muncul dalam dua sampai lima menit. Setelah bolus dan mencapai

puncaknya pada lima sampai lima belas menit dan efek dapat bertahan selama dua

sampai empat jam. Labetalol tidak mempunyai efek penghambat yang murni

sehingga curah jantung dapat dipertahankan. Resistensi vaskular yang terjadi adalah

efek dari penghambat reseptor , keadaan ini tidak mengurangi aliran darah perifer.

Obat ini digunakan pada saat-saat khusus seperti iskemia miokard akut, diseksi aorta,

hipertensi post-operatif akut, stroke iskemik akut, ensefalopati hipertensi, pre-eklamsi

dan eklamsia. Efek samping penggunaan labetalol antara lain mual, muntah,

“flushing”,bradikardi, bronkospasme dan gagal jantung.[4,7]

Esmolol

Esmolol merupakan obat selektif penghambat reseptor yang mempunyai

waktu kerja yang cepat dan singkat sehingga membuat dosis obat ini mudah untuk

dititrasi. Obat ini menurunkan tekanan darah melalui pengurangan tekanan atrial

dengan mengurangi kecepatan dan kontraktilitas dari jantung dengan menghambat

reseptor 1.[7]

Nitroglycerin

Nitroglycerin yang diberikan secara intravena merupakan vasodilator yang kuat.

Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menurunkan afterload dan preload

jantung. Efek ini tidak diharapkan pada pasien dengan gangguan perfusi ginjal dan

otak. Nitroglycerin tidak digunakan sebagai terapi lini pertama meskipun memiliki

karakteristik farmakokinetik yang mirip dengan sodium nitroprusside. Hal ini

disebabkan karena efek sampingnya yang berupa takikardi dan takifilaksis.[7]

Nicardipine

Nicardipine merupakan obat intravena panghambat kanal kalsium derivat dari

dihydropyridine yang menghasilkan efek antihipertensinya dengan vasodilasi dari

Page 11: Hipertensi Emergensi

arteri koroner dan relaksasi otot polos. Obat ini mempunyai tingkat selektivitas yang

tinggi dan vasodilator pembuluh darah otak dan koroner yang kuat.[7]

Fenoldopam mesylate

Fenoldopam mesylate telah disetujui untuk digunakan dalam tatalaksana

hipertensi emergensi. Obat ini bekerja sebagai agonis dari reseptor 1 dopamin di

perifer. Anti hipertensi terjadi karena kombinasi dari reaksi vasodilatasi langsung dan

dilatasi arteri ginal dan natriuresis.[4,7]

Ace inhibitor dan Hydralazine

Obat-obat golongan ACE inhibitor dan hydralazine juga dapat digunakan untuk

beberapa kondisi. Penggunaan ACE inhibitor dalam kondisi akut membutuhkan

pertimbangan yang khusus karena dengan cara kerjanya obat ini dapat menyebabkan

tekanan darah yang turun sangat drastis pada pasien dengan hipovolemik atau pada

pasien dengan keadaan stenosis arteri renal. Obat-obatan diuretik sebaiknya dihindari

pada kasus hipertensi emergensi kecuali didapatkan adanya kegagalan ventrikel kiri

dan edem paru. Sebagian besar pasien mengalami keadaan hipovolemi disebabkan

oleh natriuresis yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi.[4]

Informasi penggunaan obat-obatan antihipertensi dalam hipertensi emergensi

secara singkat dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Informasi penggunaan obat-obatan anti-hipertensi dalam hipertensi emergensiNama Obat Cara

PemberianWaktu Kerja

Durasi Kerja

Efek Samping Penggunaan

Clevidipine Infus awal 1-2 mg/jam dapat ditingkatkan tiap 5-10 menit.

2-4 menit

5-15 menit

Sakit kepala, mual, muntah, hipotensi, refleks takikardia

Peri-operasi, pos-operasi, hipertensi persisten pada gangguan ginjal dan gagal jantung akut

Esmolol Infus awal 0,5 mg/kg; Infus 25-300 g/kg per menit

1 menit 10-20 menit

Mual, flushing, blok jantung derajat satu, bronkospasme

Edem paru akut, Iskemia miokard akut, diseksi aorta akut,

Page 12: Hipertensi Emergensi

hipertensi post-op akut

Fenoldopam 0,1 g/kg per menit dari infus awal

5 menit 30-60 menit

Mual, sakit kepala, flushing

Edem paru akut, ensefalopati hipertensi, gagal ginjal akut, stroke iskemik akut

Labetalol Bolus 20 mg; infus 1-2 mg/menit dan dititrasi sesuai efek atau dosis diulang 20-80 mg pada interval 10 menit

2-5 menit

2-4 jam

Hipotensi, pusing, bronkospasme, mual, muntah

Edem paru akut, ensefalopati hipertensi, iskemia miokard akut, diseksi aorta akut, post-op hipertensi, eklamsia dan stroke iskemik

Nicardipine Infus 5 mg/jam ditingkatkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit (max: 15 mg/jam)

5-15 menit

4-6 jam

Sakit kepala, pusing, flushing, edem, takikardia

Edem paru akut, ensefalopati hipertensi, gagal ginjal akut, krisis simpatetik, post-op hipertensi, stroke iskemik

Nitroglycerine 5 g/menit, meningkat 5 g/menit tiap 3-5 menit sampai 20 g/menit, jika tidak ada respon, naikkan 10 g/menit tiap 3-5 menit sampai 200 g/menit

1-5 menit

5-10 menit

Refleks takikardi, takifilaksis, hipoksemia

Agen tambahan pada edem paru akut dan iskemia miokard akut.

Sodium Nitroprusside

Awal 0.3-0.5 g/kg /menit dinaikan dengan kenaikan 0.5

Dalam hitungan detik

1-2 menit

Efek toksik thiocyanate dan sianida, sakit kepala, spasme otot, flushing

Edem paru akut dan Diseksi aorta akut

Page 13: Hipertensi Emergensi

g/kg/menit ( max 2g/kg/menit)

Disadur tanpa ijin dari CriticalCareNurse.2010: 30: 5.[7]

Manajemen pada keadaan khusus

Diseksi Aorta

Pasien yang datang dengan kecurigaan diseksi aorta sebaiknya diberikan terapi

antihipertensi sesegera mungkin. Tujuan dari tatalaksana adalah mengurangi beban

jantung dan stres pada aorta dengan menurunkan curah jantung dan tekanan darah

dengan tujuan menghambat robekan yang lebih besar dan ruptur aorta. Pemberian

obat-obatan vasodilator bukan terapi yang ideal karena dapat menyebabkan refleks

takikardi, meningkatkan curah jantung ke aorta dan menyebabkan perobekan yang

lebih lebar. Terapi yang berkembang adalah dengan kombinasi obat-obatan beta

adrenergic antagonist dan vasodilator. Contoh obat beta adrenergic antagonis yang

dipakai adalah esmolol dengan alternatif metoprolol.[1] Vasodilator yang dianjurkan

adalah nitroprusidde dengan alternatif nicardipin atau fenoldopam. Semua pasien

dengan diseksi aorta harus dikonsulkan pada bedah kardiologis untuk memutuskan

butuh atau tidaknya tindakan operasi. TIndakan bedah dilakukan pada diseksi aorta

tipe A dan untuk pasien dengan diseksi aorta tipe B dan diseksi aorta distal tidak

membutuhkan tindakan bedah, yang dilakukan hanyalah pengontrolan tekanan darah

secara agresif.[1,6]

Stroke

Penatalaksanaan pasien dengan stroke dan hipertensi harus diperhatikan dengan

seksama. Pasien dapat datang dengan keadaan stroke iskemik atau hemoragik dan

keadaan tekanan darah yang tinggi. Sering terjadi bahwa tekanan darah tinggi yang

terjadi bukan menjadi penyebab utama tetapi merupakan respon tubuh untuk

mempertahankan perfusi ke jaringan otak. Dalam otak biasanya telah terjadi

autoregulasi karena keadaan hipertensi kronik dan penurunan tekanan darah yang

cepat data mengurangi perfusi serebral dan memperluas daerah yang iskemik. [1]

Penelitian dan para ahli setuju bahwa penurunan tekanan darah 10-15% tetapi tidak

lebih dari 20% pada 24 jam pertama dapat diterima pada pasien dengan hipertensi

yang parah ( diastolik> 120 mmHg) yang mengikuti terjadinya stroke iskemik akut.

Page 14: Hipertensi Emergensi

Beberapa penelitian lain justru menemukan bahwa pasien stroke yang datang dengan

tekanan darah yang lebih tinggi, memiliki keadaan akhir yang lebih baik dipandang

dari segi neurologis, dengan kata lain ingin mengatakan bahwa menurunkan tekanan

darah pada keadaan stroke akut dapat menyebabkan keadaan yang semakin buruk.[1,6]

Pasien dengan keadaan stroke hemoragik dengan hematoma serebral,

pengontrolan tekanan darah dianjurkan ketika tekanan sistolik melebihi 200 mmHg

dan/atau dengan diastolic melebihi 110 mmHg. Penurunan tekanan darah yang cepat

pada keadaan stroke hemoragik menunjukkan peningkatan tingkat kematian.[1]

Krisis Hipertensi pada Kehamilan

Manifestasi klinis dari hipertensi pada kehamilan dapat bervariasi dari yang

hanya memunculkan gejala ringan hingga pada keadaan yang mengancam jiwa.

Kebanyakan pasien dengan pre-eklamsi terjadi vasokonstriksi dan hemokonsentrasi.

Terapi awal yang dapat diberikan adalah dengan meningkatkan volume dengan

memberikan magnesium sulfat uantuk mencegah kejang dan pengontrolan tekanan

darah. Melahirkan merupakan terapi definitif untuk pre-eklamsia dan eklamsia.[1,6]

Magnesium sulfat biasa diberikan dengan dosis bolus 4-6 gram dalam 100 cc

d51/4 NS selama 15-20 menit diikuti dengan infus 1-2 gram dari MgSO4 per jam

tergantung dari output urin dan refleks tendon dalam yang diperiksa tiap jam. [1,10]

Langkah berikutnya dari tatalaksana pre-eklampsi adalah menurunkan tekanan darah

pada rentan yang aman untuk menghindari hipotensi yang signifikan. Tujuan dari

terapi adalah mencegah terjadinya pendarahan itraserebral dan gagal jantung tanpa

melupakan perfusi ke otak dan aliran darah uretroplasental, yang biasanya telah

menurun pada wanita dengan eklampsia. American Colege of Obstetricians and

Gynecologists merekomendasikan menjaga tekanan darah sistolik antara 140-160

mmHg dan tekanan darah diastolic antara 90-105 mmHg.[1,6]

Hidrasalazine direkomendasikan digunakan sebagai obat pilihan untuk

mengobati pre-eklamsia dan eklamsi, tetapi yang harus diperhaikan adalah hal ini

dapat meyebabakan efek hipotensif yang tidak terprediksi dan durasi yang

memanjang. Nifedipin oral harus dihindari pada kasus ini. Disarankan penggunaan

labetalol dan nikardipin intra vena karena mudah untuk dititrasi dan respon dosisnya

mudah diprediksi dibandingkan hydrasalazin.[1]

Page 15: Hipertensi Emergensi

KESIMPULAN DAN SARAN

Tinjauan pustaka yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hipertensi

emergensi merupakan keadaan yang darurat dan butuh penanganan yang cepat, tepat

serta pengawasan yang tepat. Diagnosis hipertensi emergensi harus tepat dilakukan

dan harus dapat dibedakan dengan hipertensi urgensi karena terapi yang diberikan

sangat berbeda. Terapi dalam hipertensi emergensi sangat spesifik tergantung

kegagalan organ yang terjadi. Salah dalam pemberian terapi, dosis yang kurang tepat

dan waktu pemberian obat yang tidak tepat dapat memperburuk keadaan pasien dan

mengancam nyawa pasien. Itu sebabnya semua pasien dengan hipertensi emergensi

harus dirawat dalam Intensive Care Unit (ICU) dengan pengawasan yang ketat.

Penelitian tentang patofisiologi dari hipertensi emergensi perlu dikembangkan lagi

karena dengan didapatkan patofisiologi yang lebih jelas memungkinkan

dikembangkannya terapi yang lebih baik.

KEPUSTAKAAN

1. Haas AR, Marik PE. Current diagnosis and management of hypertensive emergency. Seminar in dialysis. 2006;19: 502-512.

2. Atkins G, Rahman M, Wright, Jr JT. Chapter 70. Diagnosis and Treatment of Hypertension. In: Fuster V, Walsh RA, Harrington RA, eds. Hurst's The Heart. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.

3. Elliott WJ. Chapter 45. Hypertensive Emergencies & Urgencies. In: Lerma EV, Berns JS, Nissenson AR, eds. CURRENT Diagnosis & Treatment: Nephrology & Hypertension. New York: McGraw-Hill; 2009.

4. Vaughan JC, Delanti N. Hipertensive emergencies. Lancet. 2000; 356: 411-17.5. Varon J. Treatment of Acute and Severe Hypertension current and Newer

Agents. Drugs. 2008; 68(3): 283-297.6. Vidt DG, Elliot WJ. Clinical features and management of selected

hypertensive emergencies. J Clin Hypertens.2004;6:587-592.7. Smithburger PL, Kane-Grill SL, Nestor BL, Seybert AL. Recent Advances in

the treatment of Hypertensive Emergencies. CriticalCareNurse.2010: 30: 5.8. Desai S. Chapter 34. Cardiac Emergencies. In: Humphries RL, Stone C, eds.

CURRENT Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.

9. Kotchen TA. Chapter 247. Hypertensive Vaskular Disease. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.

10. Papadopoulos PD, Mourouzis I, et al. Hypertension crisis. Blood Pressure. 2010; 19: 328-336.