Hipertensi

4
Tekanan darah tidak terkontrol Hipertensi emergensi termasuk dalam kejadian klinis dari tekanan darah tidak terkontrol yang bertahap memberat atau sudah hamper menuju kepada kegagalan fngsi system organ. Pada kondisi ini, tekanan darah harus segera diturunkan dalam hitungan menit sampai jam. Kerusakan tahap akhir dari organ neurologi karena tekanan darah yang tidak terkontrol termasuk hipertensi enselopati, kerusakan vaskularisasi serebral/infark serebral, perdarahan subarachnoid dan atau perdarahan intracranial. Kerusakan tahap akhir dari organ cardiovascular ialah perdarahan atau infark miokard, acute left ventricular dysfunction, edema pulmonary akut dan atau diseksi aorta. Kerusakan organ lain juga dapat terjadi akibat hipertensi yang tidak terkontrol, dapat berupa gagal ginjal akut, retinopati, eklampsia atau anemia hemolitik mikroangiopati. Dengan pemakaian antihipertensi, kejadian dari hipertensi emergensi telah menurun dari 7% menjadi 1 % dari pasien yang memiliki hipertensi. Riwayat dan pemeriksaan fisik Riwayat dan pemeriksaan fisik berpengaruh pada masa depan, kegawatan dan rencana pengobatan pada kasus hipertensi. Riwayat harus focus pada ada tidaknya kegagalan tahap akhir dari fungsi organ serta keadaan umum dan identifikasi penyebabnya.

description

hipertensi urgensi dan emergensi

Transcript of Hipertensi

Page 1: Hipertensi

Tekanan darah tidak terkontrol

Hipertensi emergensi termasuk dalam kejadian klinis dari tekanan darah tidak

terkontrol yang bertahap memberat atau sudah hamper menuju kepada kegagalan

fngsi system organ. Pada kondisi ini, tekanan darah harus segera diturunkan dalam

hitungan menit sampai jam.

Kerusakan tahap akhir dari organ neurologi karena tekanan darah yang tidak

terkontrol termasuk hipertensi enselopati, kerusakan vaskularisasi serebral/infark

serebral, perdarahan subarachnoid dan atau perdarahan intracranial. Kerusakan tahap

akhir dari organ cardiovascular ialah perdarahan atau infark miokard, acute left

ventricular dysfunction, edema pulmonary akut dan atau diseksi aorta. Kerusakan

organ lain juga dapat terjadi akibat hipertensi yang tidak terkontrol, dapat berupa

gagal ginjal akut, retinopati, eklampsia atau anemia hemolitik mikroangiopati.

Dengan pemakaian antihipertensi, kejadian dari hipertensi emergensi telah menurun

dari 7% menjadi 1 % dari pasien yang memiliki hipertensi.

Riwayat dan pemeriksaan fisik

Riwayat dan pemeriksaan fisik berpengaruh pada masa depan, kegawatan dan rencana

pengobatan pada kasus hipertensi. Riwayat harus focus pada ada tidaknya kegagalan

tahap akhir dari fungsi organ serta keadaan umum dan identifikasi penyebabnya.

Klinis paling umum yang terjadi pada hipertensi emergensi adalah infark cerebral

(24.5%), edema pulmonary (22.5%), enselopati hipertensi (16.3%) dan gagal jantung

kongestiv (12%). Selain itu, klinis yang dapat terjadi menyangkur hipertensi

emergensi ialah perdarahan intracranial, diseksi aorta dan eklampsia sampai pada

infrak miokard akut.

Durasi dan keparahan pasien yang memiliki hipertensi sebelumnya (termasuk derajat

tekanan darah) harus di evaluasi sampai pada riwayat pengobatan. Mengetahui apa

obat hipertensi yang dipakai serta efek sampingnya, dosis pemberian dan riwayat

penggunaan obat-obat terlarang menjadi komponen penting dalam riwayat

pengobatan sebelumnya. Sebagai tambahan, riwayat pengobatan sangat penting untuk

dapat mengetahui ada tidaknya atau dan sejauh mana kerusakan organ tahap akhir

tejadi, ada tidaknya penyakit cerebrovascular atau renal yang terjadi, dan masalah

kesehatan lainnya. Pada pasien perempuan, perlu diketahui hari pertama haid

terakhir.

Page 2: Hipertensi

Pasien akan mengeluhkan gejala spesifik yang mengarah pada kegagalan fungsi

organ. Nyeri dada dapat diindikasikan kepada iskemik atau infark miokard, nyeri pada

bagian belakang dapat mengarah kepada diseksi aorta, dan dyspnea dapat mengarah

kepada edema pulmonary dan gagal jantung kongestiv. Gejala dari kerusakan fungsi

neurologis ialah kejang, pandangan kabur serta penurunan kesadaran dan dapat

diindikasikan sebagai enselopati hipertensi.

Pada pemeriksaan fisik dapat menentukan kerusakan fungsi organ apa yang terjadi.

Tekanan darah tidak hanya dapat dipastikan dengan posisi supine dan posisi berdiri,

tetapi dapat juga dipastikan pada pemeriksaan di kaki (perbedaan yang signifikan

dapat mengarah pada terjadinya diseksi aorta).

Adanya perdarahan retina, eksudat atau papilledema dapat mengarah kepada

hipertensi emergensi. Evaluasi adanya kegagalan jantung, dimana dapat dilihat dari

peningkatan vena jugularis, ronkhi pada auskultasi dan edema perifer. Kerusakan

system saraf pusat dapat di ketahui dengan adanya perubahan kesadaran dan

ketajaman penglihatan, dan atau adanya tanda fokal neurologi.

Evaluasi dari hipertensi tidak terkontrol.

Pemeriksaan kadar elektrolit, seperti kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kadar

kreatinin dapat membantu evaluasi keadaan ginjal. Pemeriksaan urin untuk melihat

ada tidaknya hematuria atau proteinuria serta pada mikroskopik dapat melihat ada

tidaknya sel darah merah.

Pemeriksaan darah legnkap dan darah perifer juga diperlukan untuk mengevaluasi

kedaan pasien.

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan jika ada klinis yang mendukung. Jika terdapat

bukti klinis dari edema pulmonary atau nyeri dada, pemeriksaan radiologi thorax dan

EKG merupakan indikasi. Pasien dengan tanda neurologi harus dievaluasi

menggunakan CT Scan kepala.

Penatalaksanaan Hipertensi Emergensi

Sekitar 3-45% dari pasien dewasa memiliki setidaknya satu insiden peningkatan

tekanan darah signifikan selama mereka memiliki riwayat hipertensi. Prinsip dasar

dalam menentukan perawatan pada pasien hipertensi adalah mengetahui ada atau

tidak adanya disfungsi organ. Beberapa pasien yang menunjukkan kegawatan dengan

peningkatan tekanan darah, walaupun hanya sebagian kecil dari pasien akan

Page 3: Hipertensi

membutuhkan pengobatan kegawatdaruratan. Poin penting pada penatalaksanaan

pasien dengan peningkatan dereajat tekanan darah adalah “Obati pasien pada

berapapun kenaikan tekanan darahnya”.

Keberhasilan pada penatalaksanaan awal pasien gawat adalah tergantung pada pasien

hipertensi akut dengan gejala kerusakan organ yang menyertai dan pemberian terapi

parenteral. Pasien dengan peningkatan akut tekanan darah (sistolik >200 mmHg atau

diastolic >120 mmHg) tanpa gejala dan pasien dengan peningkatan signifikan pada

tahap ini harus diberikan terapi inisiasi serta di obervasi pada pasien rawat jalan.

Farmako terapi

Sodium nitropruside adalh obat yang umumnya digunakan. Obat ini merupakan

golongan obat kerja jangka pendek dan respon pada tekanan darah dapat titrasi dari

menit ke menit. Walaupun begitu, pasien tetap harus di monitoring pada ICU.