Hip Erbil

28
Hiperbilirubinemia Pada Neonatus (Case Report) Disusun oleh: Cika Naya Gusnisa Maharani Dewi Caropeboka Natasya Ayu Andamari Pembimbing: dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A dr. Prambudi Rukmono, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK SMF KESEHATAN ANAK RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK 16

Transcript of Hip Erbil

Page 1: Hip Erbil

Hiperbilirubinemia Pada Neonatus

(Case Report)

Disusun oleh:

Cika Naya Gusnisa

Maharani Dewi Caropeboka

Natasya Ayu Andamari

Pembimbing:

dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A

dr. Prambudi Rukmono, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK

SMF KESEHATAN ANAK RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2012

16

Page 2: Hip Erbil

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering

ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang

kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan

ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan

ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada

sclera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang

merupakan komponen hemoglobin mamalia.

Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal,

sehingga proses glukorodinasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal.

Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam

darah. Pada kebayakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi

terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi

menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat

bertahan hidup pada jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurologis.

Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan

apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis

serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang

menjadi hiperbilirubinemia.

Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian

lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang

17

Page 3: Hip Erbil

menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan

ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan

dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >

5 m g /dL (> 86 µmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,

ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 m g /dL

juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus

patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan

sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan .

B. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin, sebagian besar terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada

sistem retikuloendotelial (RES). Laju penghancuran hemoglobin pada

neonatus cenderung lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua, dimana satu

gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek.

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh

tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin

darah dan sebagian lagi dari heme bebas atau proses eritropoesis yang tidak

efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang

menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang

mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α. Zat ini

sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat

lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti

plasenta dan sawar darah otak.

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan di bawa

ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terika

toleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Se gera setelah

ada dala m sel hepar terjadi perseny awaan ligandin (pr otein Y), prot ein Z

dan gl utation hepa r lain y ang membawany a ke retikul um endoplasma

18

Page 4: Hip Erbil

hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim

glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk.

Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat

diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini

diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan

selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin.

Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah

proses absorpsi entero hepatik

Gambar 1. Metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin

Gambar 1. Metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin

19

Page 5: Hip Erbil

Gambar 2. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus.

Dalam keadaan fisiologis, pada hampir semua neonatus dapat terjadi

akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan

ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin pada masa neonatus. Pada masa

janin, fungsi ini dilakukan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal

ini menyebabkan penumpukan bilirubin dan disertai gejala

hiperbilirubinemia. Pada bayi baru lahir, karena fungsi hepar yang belum

matang, gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis, karena

kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar

bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.

20

Page 6: Hip Erbil

Bayi yang lahir kurang bulan, kadar albumin biasanya rendah, hal ini

menyebabkan kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan

sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat

melekat pada sel otak. Kapasitas pengikatan bilirubin indirek maksimal

neonatus yang mempunyai kadar albumin normal pada umumnya dicapai saat

kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg%.

C. Definisi

Hiperbilirubinemia neonatorum adalah peningkatan kadar bilirubin total pada

minggu pertama kelahiran aterm. Sering ditemukan pada bayi baru lahir

terutama pada bayi kurang bulan (80%) karena memiliki kandungan albumin

yang lebih rendah. Hal ini disebabkan pada masa transisi setelah lahir, hepar

belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukorodinasi bilirubin tidak

terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin

tak terkonjugasi dalam darah sehingga muncul gambaran klinis berupa

pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa akibat deposisi bilirubin

D. Epidemiologi

Banyak bayi yang mengalami hiperbilirubinemia dalam satu minggu pertama

kehidupannya, terutama pada bayi kecil (berat lahir < 2500 gram atau umur

kehamilan < 37 minggu) karena memiliki kandungan albumin yang lebih

rendah.

Dari penelitian epidemiologi di Amerika Serikat, sekitar 65% dari 4 juta bayi

yang lahir setiap tahunnya, mengalami hiperbilirubinemia. Penelitian cross-

sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional

Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003, menemukan angka kejadian

hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebesar 58%  (kadar bilirubin di atas 5

21

Page 7: Hip Erbil

mg/dL) dan 29,3% (kadar bilirubin di atas 12 mg/dL) pada minggu pertama

kehidupan.

E. Klasifikasi

Hiperbilirubinemia dapat diklasifikasikan :

1. Hiperbilirubinemia fisiologis

Hiperbilirubinemia fisiologi mengenai hampir semua neonatus. Biasanya,

setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,

namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya. Pola

hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar

bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5

kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam

minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar

bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.

Pola hiperbilirubinemia fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras,

dan faktor-faktor lain. Misalnya, bayi prematur akan memiliki puncak

bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan

berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Faktor yang

dapat mempengaruhi munculnya hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi

baru lahir adalah peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif,

pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan

dewasa 120 hari), proses pengambilan dan konjugasi di hepar yang

belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

22

Page 8: Hip Erbil

2. Hiperbilirubinemia pada bayi mendapat asi (breastmilk jaundice)

Hiperbilirubinemia pada pemberian ASI dapat terjadi berkepanjangan

pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hal ini dapat terjadi

karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan

absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak terdapat faktor risiko lain, ibu

tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.

Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata

laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

3. Hiperbilirubinemia patologis

Hiperbilirubinemia patologi adalah hiperbilirubinemia pada bayi cukup

bulan dengan kadar bilirubin > 18 mg/dL yang terjadi pada hari pertama

atau disebabkan oleh proses yang abnormal. Paling umum patologi

disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin pada anemia hemolitik,

biasanya dari inkompatibilitas tipe darah, polisitemia, dan hematoma.

F. Etiologi

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan

penyebab terjadinya hiperbilirubinemia yaitu :

a. Hiperbilirubinemia yang timbul pada 24 jam pertama

Penyebab hiperbilirubinemia yang terjadi pada 24 jam pertama menurut

besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :

1. Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.

2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang

bakteri).

3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.

b. Hiperbilirubinemia yang timbul 24-72 jam sesudah lahir

23

Page 9: Hip Erbil

1. Biasanya hiperbilirubinemia fisiologis.

2. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0 atau Rh atau

golongan lain. Hal ini dapat diduga peningkatan kadar bilirubin cepat,

misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.

3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.

4. Polisitemia

5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis,

perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).

6. Hipoksia

7. Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.

8. Dehidrasi asidosis

9. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

c. Hiperbilirubinemia yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir

minggu pertama

1. Biasanya karena infeksi (sepsis)

2. Dehidrasi asidosis

3. Defisiensi enzim G6PD

4. Pengaruh obat

5. Sindrom Crigler-Najjar

6. Sindrom Gilbert

d. Hiperbilirubinemia yang timbul pada akhir minggu pertama dan

selanjutnya

1. Biasanya karena obstruksi

2. Hipotiroidisme

3. “Breast milk jaundice”

4. Infeksi

5. Neonatal hepatitis

6. Galaktosemia

24

Page 10: Hip Erbil

Hiperbilirubinemia baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan

pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak

mempunyai potensi berkembang menjadi kern icterus.

Pada breast milk jaundice terjadi hiperbilirubinemia pada 1 % dari bayi yang

diberikan ASI. Hiperbilirubinemia biasanya terjadi pada hari kelima dan

kadar bilirubin mencapai puncak pada hari ke-14 dan kemudian turun dengan

pelan. Kadar normal tidak akan tercapai sebelum umur 12 minggu atau lebih

lama. Jika pemberian ASI distop dan fototerapi singkat diberikan, kadar

bilirubin akan menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam.

G. Diagnosis dan Gejala Klinis

Pada kasus ini pasien dikeluhkan tubuh berwarna kuning seluruh tubuh. Pada

pemeriksaan fisik bayi tampak berwarna kuning. Penentuan kadar bilirubin

secara nonlab bisa dilakukan dengan cara Kramer sesuai gambar dan tabel

berikut :

Gambar 3. Pembagian hiperbilirubinemia menurut Kramer

25

Page 11: Hip Erbil

Tabel 1. Hubungan kadar bilirubin (mg/dL) dengan daerah hiperbilirubinemia

menurut Kramer.

Daerah hiperbilirubinemia

Penjelasan

Kadar bilirubin (mg/dL)

Prematur Aterm

1

2

3

4

5

Kepala dan leher

Dada sampai pusat

Pusat bagian bawah sampai lutut

Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu sampai pergelangan tangan

Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan

4 – 8

5 – 12

7 – 15

9 – 18

> 10

4 – 8

5 – 12

8 – 16

11 – 18

> 15

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada

neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau

bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat

Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera

mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan

kadar serumbilirubin.

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar

serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini

hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak

‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan

penyebab ikterus antara lain :

Golongan darah dan Coombs test

26

Page 12: Hip Erbil

Darah lengkap dan hapusan darah

Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc

Bilirubin direk

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung

usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu

diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

H. Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menbimbulkan kernikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab

langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan

mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini

dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase

dengan pemberian obat-obatan (luminal).

Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma

atau albumin ), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin),

terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat

mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-

obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphy rins) di

pakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan

ekskresi bilirubin.

Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.

Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori

terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya

isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z,

27

Page 13: Hip Erbil

15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z,15E-bilirubin yang merupakan

bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih

mudah diekskresi oleh hepar kedalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin

isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan

empedu kedalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan

lebih cepat meninggalkan usus halus.

Tabel 2. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin (American

Academy of Pediatrics : 2004)

Usia

Terapi Sinar Transfusi tukar

Bayi sehat Faktor risiko Bayi sehat Faktor Risiko

mg/dl µmol/L mg/dl µmol/L mg/dl µmol/L mg/dl µmol/L

Hari I Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4

dst

20 340 17 290 30 510 20 340

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita

dengan kadar bilirubin indirek >12 m g /d L dan pada bayi-bayi dengan

proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama

kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar

dilakukan pula sebelu m dan sesudah transfusi dikerjakan.

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu

neon yang diletakkan secara pararel dan di pasang dalam kotak yang

berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470

nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu

dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet

yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau

setelah penggu naan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain

pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling

28

Page 14: Hip Erbil

alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin

kearah bayi .

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat

seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya

diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat

menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi,

selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara

berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171

µmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila

ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu

diperhatikan antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit,

gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat

sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara

keadaan yang menyertainy a diperbaiki.

Transfusi Tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan

cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam

mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan me mbuang pula antibodi

yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat

bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul

perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi

Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat

memakai rasio bilirubin terhadap albumin.

Tabel 3. Kriteria Transfu si Tukar Be rdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi

(American Academy of Pediatrics : 2004)

Berat Bayi

(gram)

Tidak komplikasi

(mg/dL)

Rasio

Bili/Alb

Ada komplikasi

(mg/dL)

Rasio

Bili/Alb)

29

Page 15: Hip Erbil

<1250 13 52 10 4

1250-1499 15 6 13 5,2

1500-1999 17 6,8 15 6

2000-2499 18 7,2 17 6,8

>= 2500 20 8 18 7,2

Yang dim aksud ada kom plikasi apabila :

1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5

2. PaO2 < 40 torr sela ma 1 jam

3. pH < 7,15 selama 1 jam

4. Suhu rektal ≤ 35 OC

5. Seru m Albumin < 2,5 g/dL

6. Gejala neurologis y ang me mburuk terbukti

7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis

8. Anemia hemolitik

9. Berat bay i ≤ 1000 g

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula di perhatikan macam darah yang

akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila

hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan

darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada

keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya

digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak

memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan

serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O

dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk

transfusi t ukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.

Macam Transf usi Tukar:

1. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan

dapat mengganti kurang lebih 90% dari sirkulasi darah bayi dan 88%

mengganti Hb bayi.

30

Page 16: Hip Erbil

2. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi,

dapat mengganti 65% Hb bayi .

3. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada

kasus polisitemia atau darah pada anemia.

Tabel 5. Volu me Darah pada Transfusi Tukar (American Academy of

Pediatrics : 2004)

Kebutuhan Rumus

Double volume BB x volume darah x 2

Single volume BB x volume darah

Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang-Hct yang diinginkan)

Hct sekarang

Anemia BB x volume darah x (PCV yang diinginkan-PCV sekarang)

(PCV donor)

* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc /kg BB

* Volume darah bayi kura ng bulan 100 cc/kg BB

Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan

harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan

yang aseptik yang dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi

disertai dengan alat yang dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan

pula kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti asidosis,

bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.

Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan

tenaga tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar,

penderita dapat dirujuk kepusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil

(transportable) dengan memperhatikan syarat-syarat rujukan bayi baru lahir

risiko tinggi.

31

Page 17: Hip Erbil

I. Pencegahan

Hiperbilirubinemia dapat dicegah dan dihentikan laju peningkatannya

dengan :

a. Pengawasan antenatal yang baik

b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada

bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, mislnya sulfafurazol,

novobiotin, oksitosin, dan lain-lain.

c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus

d. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir

e. Pemberian makanan yang dini

f. Pencegahan infeksi

g. Pemberian ASI eksklusif

h. Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum

lahir.

i. Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga, periksa kadar G6PD

J. Komplikasi

Komplikasi yang ditakuti dari hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern

icterus atau ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan

oleh deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau

bilirubin indirek) di basal ganglia dan nukleus batang otak. Patogenesis kern

icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin

indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat,

kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap

cedera. Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan permeabilitas

sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern icterus.

Pada bayi sehat yang menyusu, kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30

mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu

pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu.

32

Page 18: Hip Erbil

Gambaran klinis kern icterus antara lain :

1) Bentuk akut :

a. Fase 1(hari 1-2) : tidak kuat menyusui, stupor, hipotonia, kejang.

b. Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor,

opistotonus, retrocollis, demam.

c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.

2) Bentuk kronis :

a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory

tonic neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.

b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis,

ballismus, tremor), gangguan pendengaran.

Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu

dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

2. Penilaian berkala pendengaran

3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa

DAFTAR PUSTAKA

33

Page 19: Hip Erbil

1. American Academy of Pediatrics. 2004. Subcom mittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn inf ant 35 or more weeks of gestation . Pediatrics.

2. Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Vaughan Victor C. 2000. Nelson textbook of pediatrics. 17th edition. EGC. Jakarta .

3. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan. 2004. HTA Indonesia 2004 Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Kementrian kesehatan RI. Jakarta.

4. Guyton, Arthur C., and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta

6. Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak. 2000. Kuliah Ilmu Kesehatan Anak cetakan IX. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

34