Heti Pr Dr Tjipta

35
TINJAUAN PUSTAKA IMUNISASI 1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten, jadi pengertian imunisasi adalah tindakan untuk memberi kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian imunisasi bermanfaat untuk menurunkan angka morbiditas, mortalitas, serta bila mungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah. Sedangkan pengertian imunisasi menurut Departemen Kesehatan RI adalah suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut. Imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dasar yang memegang peranan dalam menurunkan angka kematian bayi dan ibu. Upaya pelayanan imunisasi dilakukan melalui kegiatan imunisasi rutin dan tambahan dengan tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan

description

anak

Transcript of Heti Pr Dr Tjipta

Page 1: Heti Pr Dr Tjipta

TINJAUAN PUSTAKA

IMUNISASI

1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten,

jadi pengertian imunisasi adalah tindakan untuk memberi kekebalan dengan

cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian

imunisasi bermanfaat untuk menurunkan angka morbiditas, mortalitas, serta

bila mungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah.

Sedangkan pengertian imunisasi menurut Departemen Kesehatan RI adalah

suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan

penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut.

Imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan dasar yang

memegang peranan dalam menurunkan angka kematian bayi dan ibu. Upaya

pelayanan imunisasi dilakukan melalui kegiatan imunisasi rutin dan tambahan

dengan tujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat

penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Tujuan

tersebut dapat tercapai apabila ditunjang dengan sumber daya manusia yang

berkualitas dan ketersediaan standar, pedoman, sistem pencatat-pelaporan

serta logistik yang memadai dan bermutu.

Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali

diartikan sama. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi

secara pasif, sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian

vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi)

dari sistem imun di dalam tubuh.

Page 2: Heti Pr Dr Tjipta

Indikator yang digunakan untuk memantau pencapaian cakupan

imunisasi rutin pada bayi yang lengkap dan merata adalah Universal Child

Immunization (UCI) desa/kelurahan. Target tercapainya UCI pada tahun 2010

adalah 100% desa/kelurahan sebagaimana tertuang dalam SK Mentri

Kesehatan RI No. 1457/Menkes/SK/2003, tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

2. Tujuan Program Imunisasi

Imunisasi diperlukan untuk mencegah meluasnya penyakit-penyakit

tertentu dan menghindari resiko kematian yang diakibatkannya. Tujuan

program imunisasi pada anak ada 2, yaitu :

1. Tujuan Umum

Turunnya angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat

Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

2. Tujuan Khusus

Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu

cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi

100% di desa/kelurahan pada tahun 2011.

Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun

2009 – 2010, serta sertifikasi bebas Polio pada tahun 2011.

Tercapainya Reduksi Campak ( Recam ) pada tahun 2008.

3. Jenis Imunisasi

Di Indonesia, imunisasi dasar merupakan imunisasi yang dianjurkan

bagi bayi berusia 0 – 11 bulan. Imunisasi ini sendiri terbagi dalam 5 jenis,

antara lain :

Page 3: Heti Pr Dr Tjipta

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi yang

digunakkan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. Vaksin BCG

merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah

dilemahkan.

Penyakit TBC disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan

mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang

terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin.

Gejalanya antara lain : berat badan anak sudah bertambah, sulit

makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di

malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata

berlangsung antara 8-12 minggu.

Usia Pemberian

Dibawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan

tes Montoux (tuberculin) dahulu untuk mengetahui apakah pada bayi

telah terdapat kuman Mycrobacterium tuberculosis atau belum.

Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB

yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah

lahir bayi harus di imunisasi BCG.

Jumlah Pemberian

Cukup 1 kali saja, tidak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG

berisi kuman hidup sehingga antibody yang dihasilkannya tinggi

terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan

pengulangan.

Page 4: Heti Pr Dr Tjipta

Kontra indikasi :

Tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau

menunjukan mantoux positif. Adanya penyakit kulit yang berat dan

menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya

Efek Samping :

Imunisasi BCG tidak menimbulkan reaksi yang bersifat umum seperti

demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan

ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah

menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan , akan sembuh secara

spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi

pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat

tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal tidak

memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.

Cara pemberian :

1.      Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih

dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml)

dengan 4 ml pelarut.

2.      Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan menyuntikkan dosis

sebanyak itu secara akurat, harus menggunakan spuit dan jarum kecil

yang khusus.

3.      Disuntikkan di lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) ke

dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan (intrakutan). Untuk

memberikan suntikkan intrakutan secara tepat, harus menggunakan

jarum pendek yang sangat  halus (10 mm, ukuran 26)

Alat dan bahan:

1.      Spuit tuberculin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm

2.      Vaksin BCG dan gergaji ampul

Page 5: Heti Pr Dr Tjipta

3.      Ampul berisi NaCl 0,9 %

4.      Kapas lembab (dibasahi air matang)

5.      Sarung tangan bersih

Prosedur

1.      Cuci tangan

2.      Gunakan sarung tangan bersih

3.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

4.      Buka vaksin BCG

5.      Larutkan vaksin dengan NaCl 0,9 % sebanyak kurang lebih 4 cc

6.      Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan

7.      Atur posisi dan bersihkan lengan ( daerah yang akan diinjeksi,

yaitu 1/3 bagian lengan atas) dengan kapas DTT

8.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi

9.      Tusukkan jarum dengan sudut 10-15 derajat kemudian

masukkan vaksin.

10.  Tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan dimasase

11.  Usap area bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah yang

keluar

12.  Lepas sarung tangan dan cuci tangan.

13.catat respon yang terjadi, vaksin berhasil jika timbul  benjolan di

kulit dengan kulit kelihatan pucat dan pori-pori tampak jelas.

Imunisasi Hepatitis B

Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program

nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk Negara endemis tinggi

penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan

virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus

hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang

dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau

Page 6: Heti Pr Dr Tjipta

pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih

buruk bisa mengakibatkan kanker hati.

Usia Pemberian :

Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi

stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada

usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu

pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam

setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobin

antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.

Jumlah Pemberian

Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan

kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.

Kontra Indikasi :

Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan

pada anak yang menderita sakit berat.

Efek Samping :

Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa

keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan

pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua

hari.

Cara Pemberian :

Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi

dipaha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral =

otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa

mengurangi efektivitas vaksin.

Page 7: Heti Pr Dr Tjipta

Alat dan bahan :

1.      Spuit diposibel 2,5 cc dan jarumnya

2.      Vaksin hepatitis dan pelarutnya dalam termos es.

3.      Kapas alcohol dalam tempatnya.

4.      Sarung tangan bersih.

Prosedur :

1.      Cuci tangan

2.      Gunakan sarung tangan

3.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

4.      Ambil vaksin hepatitis dengan spuit sesuai program/anjuran, yakni

0,5.

5.      Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul

bayi, menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri

bayi, tangan kanan bayi melingkar kebadan ibu dan tangan kanan

ibu memegang kaki bayi dengan kuat).

6.      Lakukan desinfeksi didaerah 1/3 tengah paha bagian luar yang

akan diinjeksi dengan kapas alcohol.

7.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi.

8.      Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular

didaerah fermur

9.      Cuci tangan

10.  Catat reaksi yang terjadi.

Imunisasi Polio

Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang

dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis

yang sangat menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman

yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat percikan ludah/air liur

penderita polio yang masuk kemulut orang sehat.

Page 8: Heti Pr Dr Tjipta

Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari,

umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu

anggota gerak. Namun tidak semua orang yang terkena virus polio

akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang

menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio akan

memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.

Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut

dengan dosis 2 tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir

atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu.

Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian vaksin polio dapat

dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Bagi

bayi yang sedang meneteki maka ASI diberikan seperti biasa karena

ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan

diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT dengan interval 2

jam.

Imunisasi ulang masih diperlukan walaupun seorang anak pernah

terjangit polio. Alasannya adalah mungkin anak yang menderita polio

itu hanya terjangkit oleh virus polio tipe 1. Artinya bila penyakitnya

telah menyembuh, ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus

polio tipe 1, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus

polio tipe II dan III.

Usia Pemberian :

Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan

pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin

DPT.

Kontra Indikasi :

Tidak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau

demam tinggi (di atas 38 derajat Celsius), muntah atau diare, penyakit

Page 9: Heti Pr Dr Tjipta

kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan

steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme

kekebalan terganggu.

Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi

polio sebaiknya ditangguhkan, demikian juga pada anak yang

menderita penyakit gangguan kekebalan (difisiensi imun). Alasan

untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat adalah

kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan

penyakit batuk, pilek, demam, atau diare ringan imunisasi polio dapat

diberikan seperti biasanya.

Efek Samping :

Hampir  tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang  mengalami

pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.

Cara Pemberian :

Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau

lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air,

yang digunakan adalah OPV.

1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) dengan interval

setiap dosis minimal 4 minggu

Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes

(dropper) yang baru.

Alat dan bahan :

1.      Vaksin polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio

2.      Pipet plastic

Prosedur :

Page 10: Heti Pr Dr Tjipta

1.      Cuci tangan

2.      Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.

3.      Ambil vaksin polio dalam termos es

4.      Atur posisi bayi, mintalah orang tua untuk memegang bayi

dengan kepala disangga dan dimiringkan kebelakang

5.      Teteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah. Jangan

biarkan alat tetes menyentuh bayi, buka mulut bayi secara hati-hati, baik

dengan ibu jari pada dagu (untuk bayi kecil) atau dengan menekan pipi bayi

dengan jari-jari.

6.      Cuci tangan

7.      Catat reaksi yang terjadi

Imunisasi Campak .

Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun

seiring bertambahnya usia, antibody dari ibunya semakin menurun sehingga

butuh antibody tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit

campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah

gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus mobili ini.

Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena

campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)

penderita yang tertiup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang

berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah

muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahan-merahan, berair

dan merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut

muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga

Page 11: Heti Pr Dr Tjipta

mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun

naik, berkisar 38-40 derajat celcius. Seiring dengan itu, barulah keluar

bercak-bercak merah yang merupakan cirri khas penyakit ini. Ukurannya

tidak terlalu kecil.

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis

(0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM

70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu

erythromycin. (vademecum Bio Farma Jan 2002).

Usia dan Jumlah Pemberian :

Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9-11 bulan, dan ulangan (booster) 1 kali di usia

6-7 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena

antibody dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya

menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan

imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR

(Measles Mumps Rubella).

Efek Samping :

Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bias menyebabkan demam dan

diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.

Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.

Kontra Indikasi :

Anak yang mengidap penyakit immune deficiency atau yang diduga

menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.

Page 12: Heti Pr Dr Tjipta

Cara pemberian :

Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan

pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.

Suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan dengan dosis 0,5 cc.

Alat dan Bahan :

1.      Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya.

2.      Vaksin campak dan pelarutnya dalam termos es.

3.      Kapas alcohol dalam tempat.

4.      Sarung tangan.

Prosedur :

1.      Cuci tangan.

2.      Gunakan sarung tangan

3.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

4.      Ambil vaksin campak dengan spuit sesuai dengan program/anjuran

5.      Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, lengan kanan bayi dilepat

diketiak ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu memegang tangan

kiri bayi)

6.      Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas

7.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi.

8.      Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum dengan sudut 45 derajat.

Page 13: Heti Pr Dr Tjipta

9.      Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi penyuntikan

dengan kapas.

10.  Lepaskan sarung tangan.

11.  Cuci tangan

12.  Catat reaksi yang terjadi

Imunisasi DPT

Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif

dalamwaktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan)

dan tetanus.

Vaksinasi dan jenis vaksin :

Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan

(toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus

dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPT).

Vaksin terhadap pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertusis yang

telah dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin difteria

dan tetanus (DPT, vaksin tripe)

Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid

tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian

dimurnikan.

Ada 3 macam kemasan vaksin tetanus, yaitu:

1.      Bentuk kemasan tunggal (TT)

2.      Kombinasi dengan vaksin difteria (DT)

3.      Kombinasi dengan Vaksin difteria dan pertusis (DPT)

Page 14: Heti Pr Dr Tjipta

Usia dan Jumlah Pemberian :

1.      3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), Diberikan 3 kali karena suntikan

pertama tidak memberikan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan

terhadap serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT

sebanyak 3 kali.

2.      Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun atau pada usia

18 bulan setelah imunisasi dasar ke-3.

3.      Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1) vaksin

pertusis tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi

yang timbul dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun

tidak parah.

4.      Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang

mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc

dengan cara IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan

DT sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM,

apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi

maka tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang

sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.

Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh

yang mungkin menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat lagi

dengan pengulangan pemberian vaksin (booster).  Kalau sudah dilakukan 5 kali

suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12 tahun,

seorang anak biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis) di

sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali terjadi dan

dianggap bukan masalah.

Kontra Indikasi   :

Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di sebabkan suatu

penyakit seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau

habis di rawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT. Mereka

Page 15: Heti Pr Dr Tjipta

hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang

menyebabkan panas.

Efek Samping :

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, pembengkakan,

dan atau kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala

berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24

jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang

setelah 2 hari.

Cara pemberian :

Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebihdahulu agar suspensi

menjadi homogen.

Disuntikan secara Intramuskular pada paha tengah luar dengan dosis

pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

Alat dan Bahan :

1.      Spuit disposable 2,5 cc dan jarumnya.

2.      Vaksin DPT dan pelarutnya.

3.      Kapas alcohol dalam tempatnya

4.      Sarung tangan

Prosedur :

1.      Cuci tangan.

2.      Gunakan sarung tangan

3.      Jelaskan prosedur yangn akan dilaksanakan

4.      Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai program/anjuran, yakni 0,5 ml

Page 16: Heti Pr Dr Tjipta

5.      Atur posisi bayi ( bayi dipangkuan ibunya, tangan kiri ibu merangkul

bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi luar tangn bayi. Tangan

kanan bayi melingkar ke badan ibu dan tangan kanan ibu memegang kaki

bayi dengan kuat.

6.      Lakukan desinfeksi di 1/3 tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi

dengan kapas alcohol

7.      Tegangkan daerah yang akan diinjeksi

8.      Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular di daerah

femur

9.      Lepas sarung tangan

10.  Cuci tangan

11.  Catat reksi yang terjadi

Bahan-bahan untuk membuat vaksin antara lain berasal dari bakteri/virus,

toksin, dan hasil bioteknologi (rekayasa genetika). Bakteri/virus dan toksin

yang digunakan tersebut dimatikan atau dilemahkan terlebih dahulu, sehingga

tidak berbahaya bagi manusia. Berikut beberapa contoh vaksin dan bahan

pembuatnya:

Bakteri yang sudah dimatikan

Contoh : Bakteri Bordetella pertusis dalam vaksin DPT

Virus/ bakteri yang sudah dilemahkan

Contoh : ` Virus campak dalam vaksin campak

Virus polio dalam vaksin polio

Bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam vaksin BCG

(Bacillus Calmette Guerin)

Toksin yang diubah menjadi toksoid

Page 17: Heti Pr Dr Tjipta

Contoh : Tetanus toksoid dalam vaksin DPT dan TT

Difteri toksoid dalam vaksin DPT

Hasil bioteknologi (rekayasa genetika)

Contoh : Vaksin Hepatitis B rekombinan

4. Kondisi Anak yang Baik untuk Mendapat Imunisasi

Tidak semua ibu yang memiliki balita mengetahui kondisi-

kondisi pada anaknya yang boleh mendapatkan imunisasi atau harus

ditunda untuk sementara waktu. Pada prinsipnya, imunisasi atau vaksinasi

tidak seharusnya diberikan saat kondisi imunologis atau kekebalan anak

menurun. Penundaan tersebut bertujuan untuk menghindari komplikasi

yang merugikan bagi tubuh anak dan agar imunisasi itu sendiri mampu

memberi respon yang optimal.

Umur yang tepat untuk pemberian vaksin, yaitu sebelum bayi

mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Pemberian imunisasi diusahakan sedini mungkin dan diusahakan

melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun. Khusus untuk

campak dimulai segera setelah anak berumur 9 bulan. Pemberian imunisasi

campak sebelum umur 9 bulan dapat mengakibatkan pembentukkan zat

kekebalan yang berasal dari ibu.

Imunisasi dapat diberikan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:

1. Gangguan saluran napas dan gangguan saluran cerna.

2. Riwayat kejang dalam keluarga.

3. Riwayat penyakit infeksi.

4. Kontak dengan seseorang yang menderita suatu penyakit tertentu.

5. Kelainan saraf seperti sindrom down.

6. Memiliki penyakit kronis seperti jantung, paru, serta penyakit

metabolik.

7. Sedang menjalani terapi antibiotik seperti terapi steroid topikal

Page 18: Heti Pr Dr Tjipta

(terapi kulit atau mata).

8. Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir.

9. Berat badan lahir rendah.

Imunisasi yang tidak boleh diberikan dalam kondisi :

1. Sakit berat dan mendadak demam tinggi.

2. Memiliki alergi yang berat (anafilatik).

3. Menderita gangguan sistem imun, misalnya sedang menjalani

pengobatan steroid jangka panjang seperti HIV. Keadaan yang

seperti ini tidak boleh diberikan vaksin hidup seperti polio oral,

MMR, BCG, cacar air.

5. Efek Samping Imunisasi

Imunisasi terkadang dapat menimbulkan efek samping, tetapi hal ini

menandakan bahwa vaksin bekerja secara tepat. Efek samping yang dapat

terjadi antara lain :

1. Setelah bayi diberikan imunisasi BCG akan terjadi

pembengkakan kecil dan merah pada tempat suntikan selama 2

minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses

kecil dan menjadi luka dengan diamater 10 mm. Luka akan

sembuh dengan sendirinya dalam waktu 2-3 bulan dan

meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang diberikan terlalu

tinggi maka ulkus yang akan timbul akan lebih besar dan apabila

penyuntikkan terlalu dalam maka luka parut yang akan tertarik ke

dalam (retacred).

2. Setelah bayi mendapatkan imunisasi DPT anak menjadi gelisah

dan menangis terus menerus selama beberapa jam paska suntikan.

Page 19: Heti Pr Dr Tjipta

Biasanya bayi akan demam pada sore hari setelah mendapat

imunisasi DPT, demam akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari.

Sebagian besar anak akan merasa nyeri, sakit, merah dan bengkak

ditempat suntikkan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu

mendapatkan pengobatan khusus karena akan sembuh dengan

sendirinya. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan

bahwa imunisasi tersebut tidak bekerja dengan baik.

3. Setelah mendapatkan imunisasi polio sebagian kecil penerima

vaksin OPV akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan

dan sakit otot. Pada umumnya efek samping paska imunisasi

polio sangat jarang ditemukan bahkan hampir tidak memberikan

efek samping sama sekali.

4. Setelah mendapatkan imunisasi campak kemungkinan anak akan

diare, panas dan disertai kemerahan 4-10 hari sesudah suntikkan.

Untuk mengatasi efek yang timbul dianjurkan untuk memakai

pakaian yang tipis dan minum obat penurun panas.

5. Setelah mendapatkan imunisasi hepatitis mungkin hanya terjadi

keluhan nyeri pada bekas suntikkan, demam ringan dan

pembengkakan. Reaksi ini akan hilang dalam waktu 2 hari.

6. Tenaga Pelaksana Imunisasi

Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi

dan pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau

bidan yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan

pelayanan imunisasi dan penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga

yang berpendidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti

Page 20: Heti Pr Dr Tjipta

pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat lemari

es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin

serta mengambil vaksin di kabupaten / kota sesuai kebutuhan per bulan.

Pengelola program imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold

chain atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk mengelola

program imunisasi, yang bertugas membuat perencanaan vaksin dan

logistik lain, mengatur jadwal pelayanan imunisasi, mengecek catatan

pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/kota,

membuat dan menganalisis PWS bulanan, dan merencanakan tindak lanjut.

7. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Imunisasi terbukti sebagai satu upaya pencegahan penyakit yang paling

efektif dan efisien. Dengan semakin banyaknya orang yang diimunisasi,

maka semakin rendah angka kejadian penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I). Seperti halnya dengan semua tindakan medis,

resiko terjadinya efek samping selalu ada walaupun kemungkinannya

sangat kecil. Efek samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi

disebut dengan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).

Seiring dengan cakupan imunisasi yang tinggi maka penggunaan vaksin

juga meningkat dan sebagai akibatnya kejadian yang berhubungan dengan

imunisasi juga meningkat. Dalam menghadapi hal tersebut penting

diketahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan vaksin yang telah

diberikan ataukah terjadi secara kebetulan.

Reaksi simpang yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi

(KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah

semua kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi. Untuk

mengetahui hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan

Page 21: Heti Pr Dr Tjipta

pencatatan dan pelaporan semua reaksi simpang yang timbul setelah

pemberian imunisasi.

Seperti halnya dengan semua tindakan medis, resiko terjadinya efek

Samping selalu ada walaupun kemungkinannya sangat kecil. Efek

samping yang terjadi setelah pemberian imunisasi disebut dengan KIPI

(Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). KIPI adalah kejadian medik yang

berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin ataupun efek

samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis; atau kesalahan

program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak

dapat ditentukan.

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian

besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu,

untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai: 1) besar

frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu, 2) sifat kelainan

tersebut lokal atau sistemik, 3) derajat sakit resipien, apakah memerlukan

perawatan, menderita cacat atau menyebabkan kematian, 4) apakah

penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti, dan 5) apakah

dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan

produksi, atau kesalahan prosedur.

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat

dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan syaraf pusat, serta

reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI makin berat

gejalanya.

Baku keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini

disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan

orang sakit sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi. Karena itu

toleransi terhadap efek samping vaksin harus lebih kecil daripada obat-

Page 22: Heti Pr Dr Tjipta

obatan untuk orang sakit. Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang

aman tanpa efek samping, maka apabila seorang anak telah mendapat

imunisasi perlu diobservasi beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa

tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit

ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi

harus dilakukan observasi selam 15 menit.

Tabel Gejala KIPI

Reaksi Gejala KIPI

Lokal Abses pada tempat suntikan

Limfadenitis

Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis,

BCG-itis

SSP Kelumpuhan akut

Ensefalopati

Ensefalitis

Meningitis

Kejang

Lain-lain

Reaksi alergi : urtikaria, dermatitis, edema

Reaksi anafilaktoid

Syok anafilatik

Artralgia

Demam tinggi > 38,5ºC

Episode hipotensif-hiporesponsif

Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)

Sindrom syok septik

Page 23: Heti Pr Dr Tjipta

6. Jadwal dan Cara Pemberian Imunisasi

Page 24: Heti Pr Dr Tjipta

Gambar Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun

Tabel Cara Pemberian Imunisasi

Vaksin Dosis Cara Pemberian

BCG 0,05 cc Suntikkan intrakutan, tempatnya insertio M. deltoideus dextra

DPT 0,5 ccSuntikkan intramuskuler atau subkutan dalam di anterolateral

paha atas

Polio 2 tetes Meneteskan per oral

Hepatitis

B0,5 cc Suntikkan intramuskuler pada paha atas luar atau anterolateral

Campak 0,5 cc Suntikkan secara subkutan biasanya di lengan kiri bagian atas.