Herpes zoster oftalmikus referat

18
DAFTAR ISI DAFTAR ISI...................................................................... BAB I........................................................................... Pendahuluan..................................................................... BAB II.......................................................................... Tinjauan Pustaka................................................................ Anatomi Persarafan Mata....................................................... er!es "oster #ftalmikus...................................................... Dia%nosis dan Tatalaksana er!es "oster #ftalmikus............................ BAB III......................................................................... Penutu!......................................................................... 'esim!ulan.................................................................... Daftar Pustaka.................................................................. 1

description

referat HZO

Transcript of Herpes zoster oftalmikus referat

DAFTAR ISI1DAFTAR ISI

2BAB I

2Pendahuluan

3BAB II

3Tinjauan Pustaka

3Anatomi Persarafan Mata

5Herpes Zoster Oftalmikus

7Diagnosis dan Tatalaksana Herpes Zoster Oftalmikus

17BAB III

17Penutup

17Kesimpulan

18Daftar Pustaka

BAB IPendahuluanHerpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion gasseriyang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V).Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan penurunan visus. Virus Varicella zoster dapat laten pada sel saraf dan pada frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal, berhubung dengan saraf tengkorak dan ganglion otonom, tanpa menyebabkan gejala apapun.Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada pasien usia tua dimana imunitas seluler spesifik pada umumnya menurun seiring dengan bertambahnya usia atau pasien dalam keadaan imuno kompromais. Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan imunosupresi (HIV/AIDS), pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan pada usia tua.Herpeszoster oftalmikus merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan. Virus varicella ini dapat menyerang saraf kranialis V. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang nervus V (cabang oftalmik, maksilar, mandibular) akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri dan yang terganggu adalah cabang oftalmik. Bila cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan komplikasi pada mata sekitar 76 %. Jika saraf ini tidak terkena maka resiko komplikasi pada mata hanya sekitar 3,4%.Virus herpes zoster bisa menetap (laten) pada ganglion N.V dan reaktivasinya didahului oleh gejala prodormal seperti demam, malaise, sakit kepala dan nyeri pada daerah saraf yang terkena dengan didahului oleh lesi kulit. Kulit kelopak mata dan sekitarnya berwarna merah dan bengkak diikuti terbentuknya vesikel, kemudian menjadi pustule, dan pecah menjadi krusta. Jika krusta lepas akan meninggalkan jaringan sikatrik. Herpes zoster oftalmikus dapat menyebabkan komplikasi mata seperti keratitis, iritis dan iridosiklitis.BAB IITinjauan PustakaAnatomi Persarafan MataMata dan struktur disekitarnya dipersarafi oleh 3 saraf kranialis yaitu nervus optikus (N.II), nervus okulomotorius (N.III), nervus troklearis (N.IV), cabang oftalmikus nervus trigeminus (N.V1) dan nervus abdusens (N.VI). Fungsi nervus II adalah fungsi sensorik yang memberikan bayangan cahaya yang diterima retina untuk menghasilkan penglihatan. Nervus III,IV dan VI berfungsi sebagai saraf motorik yang menggerakkan bola mata. Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah.

Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm. Masticatores tidak mngelami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri. Nervus trigeminus merupakan nervus kranialis sensorik terbesar pada leher dan kepala serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyah.Nervus trigeminus muncul dari pons, dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik kecil yang terletak di depan dan radiks sensorik besar yang terletak di medial.

Nervus trigeminus dinamakan saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami) utama yang menyatu pada ganglion semilunar (Gasseri).Ketiga cabang tersebut adalah:1.Nervus oftalmikus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus paranasalis dan sebagian dari selaput lendir hidung.Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui fissura orbitalis superior. Nervus oftalmikus merupakan divisi pertama dari trigeminus dan merupakan saraf sensorik. Cabang n. oftalmikus memberikan inervasi kornea, badan siliaris dan iris, glandula lakrimalis, konjungtiva, bagian membran mukosa kavum nasalis, kulit palpebra, alis, dahi dan hidung.. Nervus oftalmikus muncul dari bagian atas ganglion semilunar (Gasseri) sebagai berkas yang pendek dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus kavernosus, di bawah nervus okulomotorius (N III) dan nervus troklearis (N IV). Ketika memasuki kavum orbita melewati fissura orbitalis superior, nervus oftalmikus bercabang menjadi tiga cabang: lakrimalis, frontalis dan nasosiliaris.

2.Nervus maksilaris merupakan divisi dua dan merupakan nervus sensorik. yang mempersarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen rotundum. Ukuran dan posisinya berada di tengah-tengah nervus oftalmikus dan mandibularis. Ujung dari saraf ini terletak di bawah musculus quadratus labii superioris dan terbagi menjadi serabut yang lebih kecil yang mengincervasi hidung, palpebra bagian bawah dan bibir superior bersatu dengan serabut nervus fasialis.

3.Nervus mandibularis, yang mempersarafi rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, lidah, sebagian dari meatus accusticus externus, meatus accusticus internus dan selaput otak.Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen ovale. Ketiga nervi (rami) ini bertemu di ganglion semilunare Gasseri. Dalam ganglion semilunar Gasseri terdapat sel-sel ganglion unipolar.Nervus mandibularis disebut juga nervus maxillaris inferior, menginervasi gigi dan gingiva rahang bawah, kulit pada regio temporal, auricular, bibir bagian bawah, bagian bawah wajah, musculus mastikasi, dan membran mukosa lidah 2/3 anterior.Herpes Zoster OftalmikusDefinisiHerpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion gasseriyang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit.Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus sensory ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten.

Virus varicella zoster merupakan virus ds DNA yang tergabung dalam famili Herpersviridae. Infeksi primer virus ini dapat terjadi apabila terjadi kontak langsung dengan mukosa traktus respiratorius atau konjungtiva dan virus dapat bermigrasi di sepanjang nervus sensorik menuju bagian dorsal ganglion dan menjadi dorman disana. Kondisi ini dapat bertahan hingga beberapa dekade.

Patofisiologi

Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh berbagai macam rangsangan seperti stres, pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Saat faktor risiko ini terjadi, maka mekanisme pertahanan tubuh inang akan gagal dalam menekan replikasi virus. Virus varicella zoster kemudian akan kembali bereplikasi dan dapat kembali terjadi viremia. Aktivasi dari varicella zoster pada bagian dorsal ganglion korda spinalis dan nervus kranialis akan mengaktifkan respons inflamasi. Respons inflamasi ini dapat disertai dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf yang berakibat pada fibrosis dan hilangnya saraf. Virus tersebut dapat bergerak di sepanjang saraf sensorik yang menjadi tempat latennya menuju ujung-ujung saraf pada kulit dan mengadakan replikasi setempat dengan membentuk sekumpulan vesikel. Pada herpes zoster oftalmikus virus ini berdiam dan direaktivasi pada nervus trigeminus, terutama cabang pertama dari nervus trigeminus, yaitu n. oftalmikus. Percabangan dari nervus oftalmikus bagian frontal merupakan cabang yang paling sering terinfeksi.

Fase perjalanan penyakit varicela zoster melibatkan 3 tahapan:

1. Fase preerupsi (neuralgia preherpetik)2. Fase erupsi akut3. Fase kronikPada fase preerupsi dikarakterisasikan dengan sensasi kulit yang tidak biasa atau nyeri pada dermatom yang terlibat selama 48- 72 jam. Fase erupsi akut ditandai dengan munculnya erupsi vesikular yang nyeri. Lesi dimulai dengan makula eritema dan papula yang cepat menjadi vesikel. Lesi baru biasanya akan terbentuk sekitar 3 5 hari, kadang akan menyatu membentuk bulla. Vesikel akan pecah, menjadi krusta dan menjadi tidak infeksius saat kering. Lama fase ini adalah sekitar 10 15 hari, namun bisa lebih lama hingga 1 bulan untuk benar-benar sembuh.

Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan kelainan sesuai organ yang dilibatkan, seperti blefaritis herpes zoster, konjungtivitis herpes zoster, keratitis vesikuler, dan uveitis.Diagnosis dan Tatalaksana Herpes Zoster OftalmikusPenderita herpes zoster oftalmik biasanya mempunyai riwayat penyakit varisela beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi fase prodromal selama 2 7 hari seperti demam atau malaise dan rasa nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi rasa nyeri ini kadang-kadang dapt berlangung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian dengan cepat pecah membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak teratur. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan dengan area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada garis tengah. Vesikel bernanah dan bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari. Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua (nervus maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir dan mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi yang dikenai adalah lidah, mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir bawah.

Secara subjektif biasanya penderita datang dengan rasa nyeri serta edema kulit yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai dengan vesikel.Secara objektif tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik nervustrigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median. Rima palpebra tampak menyempit (ptosis) pada keadaan blefaritis akibat infeksi tersebut. Bila cabang nasosiliar nervus trigeminus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung (Hutchinsons sign) dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Konjungtivitis merupakan penyakit penyerta yang paling sering dialami. Akan tampak mata yang hiperemi, vesikel, injeksi konjungtiva dan edema. Dapat juga terlihat adanya pseudomembran pada konjungtiva, papil dengan pembesaran kelenjar preurikel, sering dengan petekia hemoragik. Herpes zoster dapat mengenai hampir seluruh bagian dari kornea. Pasien akan merasa mata perih, silau dengan pandangan yang buram. Gambaran klinis dari terkenanya kornea pada infeksi herpes zoster meliputi infeksi langsung virus, reaksi antigen-antibodi, reaksi hipersensitivitas tipe 4 dan kerusakan neurotrofik. Pada keratitis yang diakibatkan oleh herpes zoster maka timbul penurunan visus, lakrimasi, mata silau (fotofobia), nyeri dan penderita tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Keratitis epitelial bisa terjadi 1 2 hari setelah lesi kulit. Pada keratitis herpes zoster dapat berbentuk keratitis pungtata. Pada pemeriksaan slit lamp keratitis pungtata herpes zoster akan terlihat lesi fokal multipel dan bengkak yang terwarnai dengan tes flouresen. Keratitis ini dapat sembuh spontan atau berlanjut menjadi keratitis dendritik dalam 4-6 hari setelah lesi kulit. Keratitis dendritik memiliki ciri khas plak yang timbul dan terdiri atas sel epitel yang edema. Lesi ini membentuk cabang dan terlihat seperti bentuk medusa. Perbedaannya dengan keratitis herpes simpleks adalah pada ujungnya tidak terdapat terminal bulbs. Keratitis ini dapat berlanjut menembus epitel kornea dan menyerang bagian stroma anterior menjadi keratitis numularis. Keratitis numularis ini dapat terjadi pada minggu kedua dari proses perjalanan penyakit dan terjadi pada 25 30% penderita Herpes Zoster Oftalmikus. Keratitis numularis memiliki bentuk lesi granuler multipel pada permukaan stroma kornea. Lesi ini dapat menjadi rekuren atau prolong. Perjalanan penyakit keratitis ini dapat menembus bagian yang lebih dalam dari stroma. Bentuk lanjutan ini jarang ditemukan dan biasanya berlangsung 3 4 bulan setelah episode akut dan baru berkembang dalam 1 bulan atau bertahun-tahun setelahnya. Lesi yang terbentuk berupa daerah inflamasi yang terlokalisasi di seluruh bagian stroma. Edema kornea menjadi fitur yang paling menonjol, yang menandakan keterlibatan bilik mata depan (COA). Nekrosis juga dapat terjadi pada tahap ini. Reaksi hipersensitivitas tipe 4 dapat melatarbelakangi proses neovaskularisasi kornea dan infiltrasi lemak yang dapat terjadi pada tahap ini. Apabila proses penyakit terus berlanjut, dapat terjadi keratopati neurotrofi, dimana fungsi sensoris kornea berkurang yang menjadi faktor risiko trauma mekanis, berkurangnya lakrimasi dan penyembuhan kornea yang lambat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menguji sensitivitas kornea adalah dengan pemeriksaan refleks kornea menggunakan cottonbud atau sejenisnya. Hal ini dapat berujung pada penipisan lapisan kornea yang memungkinkan terjadinya komplikasi perforasi kornea.

Infeksi dapat mengenai jaringan mata yang lebih dalam, yakni iris, episklera dan sklera. Uveitis anterior yang merupakan inflamasi pada iris dan badan siliar sering terjadi pada herpes zoster oftalmiku, namun inflamasi in berlangsung ringan dan transien. Pada uveitis anterior, dengan pemeriksaan slit lamp dapat terlihat pupil kecil akibat rangsangan proses inflamasi pada m. sfingter pupil dan adanya edema iris. Miopisasi akibat rangsang badan siliar dan edema lensa menyebabkan pandangan buram pada pasien, fler pada bilik mata depan akan menyebabkan pandangan berbintik dan efel Tyndall positif. Pada peradangan akut dapat terlihat adanya hifema atau hipopion pada bilik mata depan. Episkleritis dan skleritis juga dapat terjadi bersamaan dengan keratitis. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada mata dan pada pemeriksaan terlihat hiperemi lokal atau difus dengan edema konjungtiva dan episklera.

Diagnosis bandingDiagnosis banding herpes zoster oftalmikus meliputi herpes simpleks dan ulkus blefaritis yang memberikan penampakan luar yang hampir sama. Kondisi yang mirip dalam penyebaran nyeri meliputi migren, pseudomotor orbita, selulitis orbita, nyeri akibat karies dentis, dan tic Douleureux. Inflamasi stromal kornea pada herpes zoster juga mirip dengan penyakit mata yang ditimbulkan oleh sifilis dan virus Epstein-Barr.Penegakan diagnosisJika gambaran lesi kulit tidak begitu jelas maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium. Pemeriksaan langsung secara mikroskopik yang dapat dilakukan adalah tes Tzanck, dimana kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa. Hasil positif menandakan adanya sel-sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofil. Teknik polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik karena dapat mendeteksivaricella-zoster virusDNA yang terdapat dalam cairan vesikel. Pemeriksaan lain yaitu direct immunofluorescence assay.PenatalaksanaanStrategi pengobatan pada infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus, kortikosteroid sistemik, dan analgesik yang adekuat. Jika tidak diobati dengan adekuat dapat terjadi kerusakan permanen pada mata termasuk inflamasi yang kronik, nyeri yang mengganggu (neuralgia pasca herpes) dan hilangnya tajam pengelihatan.1. Obat antivirus diindikasikan dalam pengobatan herpes zoster yang akut. Yang termasuk antivirus adalah famsiklovir, acyclovir. Obat ini signifikan untuk menurunkan nyeri akut, menghentikan progresi virus dan pembentukan vesikel, mengurangi insiden episkleritis rekuren, keratitis, iritis dan mengurangi neuralgia pasca herpetic jika dimulai dalam 72 jam onset ruam. Yang sering digunakan adalah asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari diikuti 2-3 minggu kemudian. Jika kondisi pasien berat dianjurkan dirawat dan diberikan terapi asiklovir 5-10 mg/kgBB IV 8 jam selama 8-10 hari.2. Lesi kulit dapat diobati dengan kompres hangat dan salep antibiotik. Terapi lokal untuk lesi pada mata seperti keratitis, uveitis, dan skleritis dapat digunakan steroid topikal dan siklopegik. Untuk mencegah infeksi sekunder dapat digunakan antibiotik tetes atau salep.3. Pemberian kortikosteroid diberikan sebagai pencegahan komplikasi-komplikasi di mata. Pada semua jenis herpes zoster diberikan kortikosteroid sistemik untuk mengurangi neuralgia, juga neuralgia post herpetikum. Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 20-60 mg per hari dalam dosis tebagi 2-4 selama 2-3 minggu dan dilakukan tapering off bila gejala berkurang terutama pada pasien dengan umur lebih dari 60 tahun.4. Analgesik seperti asetaminofen, asam mefenamat, aspirin dan NSAID untuk mengontrol rasa nyeri. Air mata buatan untuk lubrikasi kornea dan konjungtiva terutama pada keratopati neurotrofik dan defek epitel persisten. Pada pasien dengan sikatrik kornea yang luas mungkin diperlukan tindakan keratoplasti. Anelgesik topikal perlu dihindari karena bersifat toksik untuk kornea.

Komplikasi1. Myelitis. Merupakan komplikasi di luar mata yang pernah dilaporkan oleh Gordon dan Tucker, demikian juga encefalitis dan hemiplegi walaupun jarang ditemukan tetapi pernah dilaporkan. Hal ini diperkirakan karena penjalaran virus ke otak.2. Konjungtiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah kemosis yang ada hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Dapat juga timbul vesikel-vesikel di konjungtiva tetapi jarang terjadi ulserasi. Pernah dilaporkan adanya kanaliculitis yang ada hubungannya dengan zoster.3. Kornea. Jika keratitis herpes zoster berlanjut maka dapat terjadi penurunan sensibilitas kornea (keratopati neurotrofi) dan meningkatnya risiko perforasi kornea. Selain itu juga dapat terjadi uveitis, parese nervi III, IV dan VI. Skleritis dan neuritis juga merupakan komplikasi dari keratitis herpes zoster.4. Iris. pada yang berat kadang-kadang disertai dengan sinekia posterior, hipopion atau glaukoma sekunder. Akibat dari iritis ini sering timbul sequele berupa iris atropi yang biasanya sektoral. Pada beberapa kasus dapat disertai iris atropi masif dengan kerusakan sfingter pupil. Pada keadaan kronis dapat terjadi kerusakan sel endotel dan edema kornea.5. Sklera. Skleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya merupakan lanjutan dari uveitis anterior. Pada sklera akan terlihat nodulus dengan injeksi lokal yang dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya laesi di kulit. Nodulusnya bersifat kronis, dapat bertahan beberapa bulan, bila sembuh akan meninggalkan sikatrik dengan hiperpigmentasi. Skleritis ini dapat kambuh lagi.6. Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1, N III dan N IV dapat sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya oftalmoplegi totalis dua bulan setelah menderita herpes zoster oftalmikus. Paralisis dari otot-otot ekstraokuler ini mungkin karena perluasan peradangan dari N Trigeminus di daerah sinus cavemosus. Timbulnya paralisis biasanya dua sampai tiga minggu setelah gejala permulaan dari zoster dirasakan, walaupun ada juga yang timbul sebelumnya. Prognosis otot-otot yang paralisis pada umumnya baik dan akan kembali normal kira-kira dua bulan kemudian.7. Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang ditemukan. Kelainan tersebut berupa koroiditis dan perdarahan retina, yang umumnya disebabkan adanya retinal vaskulitis. 8.Neuritis optik. Neuritis optik juga jarang ditemukan; tetapi bila ada dapat menyebabkan kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa skotoma sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus sampai menjadi buta.PrognosisPrognosis pada umumnya baik bila ditatalaksana secara cepat dan adekuat juga bergantung pada tindakan perawatan secara dini.BAB III

Penutup

Kesimpulan

Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion Gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V). Angka kejadiannya 10% dari orang yang mengidap penyakit herpes zoster. Secara klinis virus herpes zoster bermanifestasi pada pembentukan vesikel yang perih dan unilateral pada bagian saraf yang terinfeksi. Penyakit ini dapat cukup berbahaya dikarenakan dapat berakibat pada penurunan visus dan kebutaan. Herpes zoster oftalmikus dapat menyerang seluruh bagian yang dipersarafi oleh cabang oftalmikus nervus trigeminus dan bagian yang paling sering terinfeksi adalah ramus nasosiliar dan frontal. Infeksi pada n.nasosiliar dari cabang oftalmikus ditandai dengan adanya Hutchinsons sign yaitu vesikel pada ujung hidung dan biasanya disertai dengan gejala keratitis. Selain itu virus herpes zoster pada n.oftalmikus trigeminus dapat mengenai seluruh bagian mata, mulai dari palpebra, konjunctiva, kornea, iris, dan komplikasinya dapat mengenai retina. Gejala klinis dari terinfeksinya bagian-bagian mata tersebut hampir sama dengan gejala yang dialami pada infeksi pada mata pada umumnya yang disertai rasa nyeri terutama pada fase preerupsi dari lesi herpes zoster. Prinsip penatalaksanaan dari herpes zoster adalah mengurangi nyeri dan inflamasi serta pemberian antibiotik pada fase akut.Daftar Pustaka1. Herpes zoster fromhttp://www.emedicine.com/oph[disc257.htm,20062. Herpes zoster fromwww.optometry.co.uk3. Herpes Zoster Ophthalmicus in handbook of Ocular Disease Management from http://www.revotom.com/handbook/hbhome.html4. Hodge, W. G., 2000,Penyakit Virus,dalamVaughan, D. G., Asbury, T. dan Riodan, P., Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta : 336.5. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 20006. Roxas M,ND.Herpes zoster and Post Herpetic Nauralgia: Diagnosis and Therapeutic Consideration7. Saad Shakh MD, Christopher NTAMD, Evaluation and Management of Herpes Zoster Ophthalmicus fromhttp://www.aafp.org/afp/contents.html11