Herpes Zoster Oftalmikus
-
Upload
adiyat-aunur-rahman -
Category
Documents
-
view
49 -
download
5
description
Transcript of Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes Zoster Oftalmikus
Latar Belakang
Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion
gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang
ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit.1
Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes
zoster oftalmikus.2 Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan penurunan
visus.Virus Varicella zoster dapat laten pada sel syaraf tubuh dan pada frekuensi yang kecil
di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal, berhubung dengan saraf tengkorak dan saraf
autonomic ganglion, tanpa menyebabkan gejala apapun. Infeksi herpes zoster biasanya terjadi
pada pasien usia tua dimana specific cell mediated immunity pada umumnya menurun seiring
dengan bertambahnya usia atau pasien yang mengalami penurunan system imun seluler.
Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan imunosupresi (HIV/AIDS), pasien yang
mendapat terapi dengan imunosupresif dan pada usia tua.3
Herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan varicella.virus
ini dapat menyerang saraf cranial V. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons
dan ganglion gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang nervus V (cabang
oftalmik, maksilar, mandibular) akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri dan
yang terganggu adalah cabang oftalmik.
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi, alis, dan
kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami supurasi, yang
bila pecah akan menimbulkan sikatriks. 4 Bila cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan
komplikasi pada mata sekitar 76 %. Jika saraf ini tidak terkena maka resiko komplikasi pada
mata hanya sekitar 3,4%.
Virus herpes zoster bisa dorman atau menetap (laten) pada ganglion N.V dan reaktivasinya
didahului oleh gejala prodormal seperti demam, malaise, sakit kepala dan nyeri pada daerah
saraf yang terkena tapi sebelumnya terbentuk lesi kulit. Kulit kelopak mata dan sekitarnya
berwarna merah dan bengkak diikuti terbentuknya vesikel, kemudian menjadi pustule lalu
pecah menjadi krusta. Jika krusta lepas akan meninggalkan jaringan sikatrik.5
Manifestasi herpes zoster oftalmikus antara lain sakit mata, mata merah, penurunan visus dan
mata berair. Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari manifestasi nyeri dan gambaran
ruam dermatom serta adanya riwayat menderita cacar air. Penatalaksanaan infeksi akut
herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus, kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan analgesic
yang adekuat. Jika terjadi komplikasi mata seperti keratitis, iritis dan iridosiklitis dapat
diberikan steroid topical dan siklopegik. Pengobatan akan optimal bila dimulai dalam 72 jam
dari onset ruam kulit.2
Anatomi Nervus Trigeminus
Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada
daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea,
dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa,
misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-
gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m.
Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah.
Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm. Masticatores tidak mngelami gangguan
fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah
cortex cerebri. Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan
mandibularis penting pada kedokteran gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik
ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan
sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan
persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal nervus
alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus.
Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus
trigeminus.6
Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan kepala serta
merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus trigeminus muncul dari pons,
dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik kecil yang terletak di depan dan radiks
sensorik besar yang terletak di medial.
Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami) utama
yang menyatu pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah:
1. Nervus oftalmikus, yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus
paranasalis dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga
tengkorak melalui fissura orbitalis superior. Nervus opthalmicus merupakan divisi
pertama dari trigeminus dan merupakan saraf sensorik. Cabang-cabang n.
opthalmicus menginervasi kornea, badan ciliaris dan iris, glandula lacrimalis,
conjunctiva, bagian membran mukosa cavum nasal, kulit palpebra, alis, dahi dan
hidung.
Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus. Nervus
opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang pendek
dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus cavernous, di
bawah nervus occulomotor (N III) dan nervus trochlear (N IV). Ketika memasuki
cavum orbita melewati fissura orbitalis superior, nervus opthalmicus bercabang
menjadi tiga cabang: lacrimalis, frontalis dan nasociliaris.6
2. Nervus maksilaris, yang mensarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas, bibir atas,
pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki
rongga tengkorak melalui foramen rotundum.
Nervus maxillaris merupakan divisi dua dan merupakan nervus sensorik. Ukuran dan
posisinya berada di tengah-tengah nervus opthalmicus dan mandibularis. N.
maxillaris bermula dari pertengahan ganglion semilunar sebagai berkas berbentuk
pleksus dan datar dan berjalan horizontal ke depan keluar dari cranium menuju
foramen rotundum yang kemudian bentuknya menjadi lebih silindris dan teksturnya
menjadi lebih keras. N. maxillaris lalu melewati fossa pterygopalatina, menuruni
dinding lateral maxilla dan memasuki cavum orbital lewat fissure orbitalisinferior.
Lalu melintasi fissure dan canalis infraorbitalis dan muncul di foramen infraorbital.
Akhiran sarafnya terletak di bawah musculus quadratus labii superioris dan terbagi
menjadi serabut yang lebih kecil yang mengincervasi hidung, palpebra bagian bawah
dan bibir superior bersatu dengan serabut nervus facial.
Cabang-cabang – cabang-cabang n. maxillaris terbagi menjadi empat bagian yang
dipercabangkan di cranium, fossa pterygopalatina, canalis infraorbitalis dan pada wajah.6
3. Nervus mandibularis, yang mensarafi rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi,
lidah, sebagian dari meatus accusticus externus, meatus accusticus internus dan
selaput otak. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen ovale.
Ketiga nervi (rami) ini bertemu di ganglion semilunare Gasseri. Dalam ganglion
semilunar Gasseri terdapat sel-sel ganglion unipolar.6
Nervus mandibularis disebut juga nervus maxillaris inferior, mengincervasi gigi dan
gingiva rahang bawah, kulit pada regio temporal, auricular, bibir bagian bawah,
bagian abwah wajah, musculus mastikasi, dan membran mukosa lidah 2/3 anterior.
Nervus mandibularis adalah nervus terbesar dari ketiga divisi dan terdiri atas dua
radiks: mayor, radiks sensorik keluar dari sudut inferior ganglion semilunar dan
radiks motorik minor (bagian motorik dari trigeminus) yang melewati di bawah
ganglion dan bersatu dengan radiks sensorik, langsung setelah keluar dari foramen
ovale. Selanjutnya, di bawah basis cranium, nervus tersebut mengeluarkan dari sisi
medial cabang recurrent (nervus spinosus) dan nervus yang mempersarafi
pterygoideus internus dan kemudian terbagi menjadi dua cabang : anterior dan
posterior.6
Definisi
Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion
gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang
ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit.1
Insidensi
Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes
zoster oftalmikus.2
Manifestasi klinik
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit varisela beberapa
waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri yang biasanya
berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi rasa nyeri ini kadang-kadang dapt berlangung
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Secara subyektif biasanya penderita datang dengan rasa nyeri serta edema kulit yang tampak
kemerahan pada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai dengan vesikel. Secara
obyektif tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik nervus
trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median. Rima palpebra tampak
menyempit bila kelopak atas mata mengalami pembengkakan. Bila cabang nasosiliar nervus
trigeminus yang terkena , maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima palpebra
biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena maka timbul
lakrimasi, mata silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata
berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang
dengan cepat sekalimelibatkan stroma. Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam
dapt menimbulkan iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder.
Komplikasi lain adalah paresis otot penggerak mata serta neurirtis optic. 2,4,5
Diagnosis banding
Diagnosis banding herpes zoster oftalmikus antara lain bell’s palsy, luka bakar, episkliritis,
erosi kornea persisten pada herpes simpleks.2
Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari adanya riwayat menderita cacar air,
manifestasi nyeri dan gambaran ruam kulit seperti vesikel dengan karakteristik distribusi
sesuai dermatom. Jika gambaran lesi kulit tidak begitu jelas maka dibutuhkan pemeriksaan
penunjang laboratorium. Tekhnik polymerase chain reaction (PCR) adalah tekhnik
pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik karena dapat mendeteksi varicella-zoster virus
DNA yang terdapat dalam cairan vesikel. Kultur virus juga dapat dilakukan namun
sensitifitasnya rendah. Pemeriksaan lain yaitu direct immunofluorescence assay.7
Penatalaksanaan
Strategi pengobatan pada infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus, kortikosteroid
sistemik, antidepresan, dan analgesic yang adekuat. Jika tidak diobati dengan adekuat dapat
terjadi kerusakan permanen pada mata termasuk inflamasi yang kronik, nyeri yang
mengganggu (neuralgia pasca herpes) dan hilangnya tajam pengelihatan.7,8
Obat antivirus diindikasikan dalam pengobatan herpes zoster yang akut.2,9 Yang termasuk
antivirus adalah famsiklovir, acyclovir. Obat ini signifikan untuk menurunkan nyeri akut,
menghentikan progresi virus dan pembentukan vesikel, mengurangi insiden episkleritis
rekuren, keratitis, iritis dan mengurangi neuralgia pasca herpetic jika dimulai dalam 72 jam
onset ruam. Yang sering digunakan adalah asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari diikuti
2-3 minggu kemudian.9,10,11 Jika kondisi pasien berat dianjurkan dirawat dan diberikan terapi
asiklovir 5-10 mg/kgBB IV 8 jam selama 8-10 hari.
Lesi kulit dapat diobati dengan kompres hangat dan salep antibiotic. Terapi local untuk lesi
pada mata seperti keratitis, iridosiklitis, dan skleritis dapat digunakan steroid topical dan
siklopegik. Untuk mencegah infeksi sekunder dapat digunakan antibiotic tetes atau salep.
Pemberian kortikosteroid diberikan sebagai pencegahan komplikasi-komplikasi di mata. Pada
semua jenis herpes zoster diberikan kortikosteroid sistemik untuk mengurangi neuralgia, juga
neuralgia post herpetikum. Obat yang sering digunakan adalah prednisone dengan dosis 20-
60 mg per hari dalam dosis tebagi 2-4 selama 2-3 minggu dan dilakukan tapering off bila
gejala berkurang terutama pada pasien dengan umur lebih dari 60 tahun.2,5
Analgesik seperti asetaminopen, asam menefenamat, aspirin dan NSAID untuk mengontrol
rasa nyeri. Artifial tears untuk lubrikasi kornea dan konjungtiva terutama pada neurotrodik
keratopati dan defek epithelial persisten. Pada pasien dengan sikatrik kornea yang luas
mungkin diperlukan tindakan keratoplasti.2,5
Komplikasi
1. Myelitis. Merupakan komplikasi di luar mata yang pernah dilaporkan oleh Gordon dan
Tucker, demikian juga encephalitis dan hemiplegi walaupun jarang ditemukan tetapi
pernah dilaporkan. Hal ini diperkirakan karena penjalaran virus ke otak.
2. Conjunctiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah chemosis yang ada
hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Pada saat ini biasanya disertai dengan
penurunan sensibilitas cornea dan kadang-kadang oedema cornea yang ringan. Dapat
juga timbul vesikel-vesikel di conjunctiva tetapi jarang terjadi ulserasi. Pernah
dilaporkan adanya canaliculitis yang ada hubungannya dengan zoster.
3. Cornea. Bila comea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak khas dengan
batas yang tidak tegas , tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat menyerupaiherpes
simplex. Proses yang terjadi pada dasamya berupa keratitis profunda yang bersifat
khronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah kelainan kulit sembuh. Akibat
kekeruhan comea yang terjadi maka visus akan menurun.
4. Iris. Adanya laesi diujung hidung sangat penting untuk diperhatikan karena
kemungkinan besar iris akan ikut terkena mengingat n. nasociliaris merupakan cabang
dari n.ophthalmicus yang juga menginervasi daerah iris, corpus ciliaze dan cornea.
Iritis/iridocyclitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis ataupun berdiri sendiri. Iritis
biasanya ringan,jarang menimbulkan eksudat, pada yang berat kadang-kadang disertai
dengan hypopion atau secundair glaucoma. Akibat dari iritis ini sering timbul sequele
berupa iris atropi yang biasanya sektoral. Pada beberapa kasus dapat disertai massive iris
atropi dengan kerusakan sphincter pupillae.
5. Sclera. Scleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya merupakan
lanjutan dari iridocyclitis. Pada sclera akan terlihat nodulus dengan injeksi lokal yang
dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya laesi di kulit. Nodulusnya bersifat
khronis, dapat bertahan beberapa bulan, bila sembuh akan meninggalkan sikatrik dengan
hyperpigmentasi. Scleritis ini dapat kambuh lagi.
6. Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1, N III dan N IV dapat
sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya ophthalmoplegi totalis dua bulan
setelah menderita herpes zoster ophthalmicus. Paralyse dari otot-otot extra-oculer ini
mungkin karena perluasan peradangan dari N Trigeminus di daerah sinus cavemosus.
Timbulnya paralyse biasanya dua sampai tiga minggu setelah gejala permulaan dari
zoster dirasakan, walaupun ada juga yang timbul sebelumnya. Prognosa otot-otot yang
pazalyse pada umumnya baik dan akan kembali normal kira-kira dua bulan kemudian.
7. Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang ditemukan.
Kelainan tersebut berupa choroiditis dan perdazahan retina, yang umumnya disebabkan
adanya retinal vasculitis.
8. Optic neuritis. Optic neuritis juga jazang ditemukan; tetapi bila ada dapat menyebabkan
kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa scotoma sentral yang
dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus sampai menjadi buta. 3,8,10
Prognosis
Prognosis bonam bila ditatalaksana secara cepat dan adekuat.
Daftar pustaka
1. Siregar RS.Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC, 2005;84-7.
2. Herpes zoster from http://www.emedicine.com/oph[disc257.htm,2006
3. Herpes zoster from www.optometry.co.uk
4. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2000
5. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth edition, India; 2007:103-106
6. Trigeminal Nerve fromhttp://www.gudangmateri.com/2010/03/trigeminal-nerve.html
7. Roxas M,ND.Herpes zoster and Post Herpetic Nauralgia: Diagnosis and Therapeutic
Consideration
8. Herpes Zoster Information from http://www.emedicinehealth.com/articles
9. Saad Shakh MD, Christopher NTAMD, Evaluation and Management of Herpes Zoster
Ophthalmicus from http://www.aafp.org/afp/contents.html
10. Herpes Zoster Ophthalmicus in handbook of Ocular Disease Management from
http://www.revotom.com/handbook/hbhome.html
11. Hodge, W. G., 2000, Penyakit Virus, dalam Vaughan, D. G., Asbury, T. dan Riodan, P.,
Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta : 336.
HERPES ZOSTER OFTALMIKUS
1. DefinisiHerpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes Virus 3 (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken pox). Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus.1Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular.2Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran dermatom N.V cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Lesi palpebra mirip lesi kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi palpebra ataupun palpebra secara keseluruhan, dan sering menimbulkan parut.3Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya, sesuai dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umumnya tergolong jinak, pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadang-kadang berakibat kebutaan.3
2. EtiologiHerpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi.4 HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).5
3. EpidemiologiHZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua dengan meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden terjadinya HZO pada populasi Caucasian adalah 131 : 100.000. Populasi American-Afrika mempunyai insiden 50 % dari Caucasian. Alasan untuk perbedaan ini tidak sepenuhnya dipahami. Kebanyakan kasus HZO disebabkan reaktivasi dari virus laten.6 Lebih dari 90 % dewasa di Amerika terbukti mempunyai serologi yang terinfeksi VZV. Dari hasil tahunan, insiden dari herpes zoster bervariasi, dari 1,5 – 3, 4 kasus per 1000 orang. Faktor resiko dari perkembangan oleh herpes zoster adalah menyusutnya sel mediated dari sistem imun yang berhubungan dengan perkembangan usia. Insiden HZO pada usia 75 tahun
ke atas melebihi 10 kasus per 1.000 orang per tahun, dan risiko seumur hidup diperkirakan 10-20 %.5Faktor risiko lain untuk herpes zoster diperoleh dari hambatan respon sel mediated imun, seperti pada pasien dengan obat imunosupresif dan HIV, dan yang lebih spesifik dengan AIDS. Pada kenyataannya, risiko relatif dari herper zoster sedikitnya 15x lebih besar dengan HIV dibandingkan tanpa HIV.5HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus herpes zoster. Resiko komplikasi oftalmik pada pasien herpes zoster tidak terlihat berhubungan dengan umur, jenis kelamin, atau keganasan dari ruam kulit.5
4. Faktor predisposisiFaktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini adalah:7a. Kondisi imunocompromise (penurunan imunitas sel T)- Usia tua- HIV - Kanker- Kemoterapib. Faktor reaktivasi- Trauma lokal- Demam- Sinar UV- Udara dingin- Penyakit sistemik- Menstruasi- Stres dan emosi
5. PatogenesisSeperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/ cacar air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian hari (zoster/ shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal. Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise, dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian hari.8HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh selama masa anak-anak. Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili Herpes viridae. Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion. Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran virus dalam ganglion dan ke kulit.6 Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena.6Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya akan
mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gannguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76 % pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan.6
6. Manifestasi KlinisAdapun manifestasi klinis HZO ini, antara lain:7a. Prodormal (didahului ruam sampai beberapa hari)- Nyeri lateral sampai mengenai mata- Demam- Malaise- Sakit kepala- Kuduk terasa kakuGejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.b. Dermatitisc. Nyeri matad. Lakrimasie. Perubahan visualf. Mata merah unilateralGejala-gejala mata yang dapat dilihat yaitu:- Kelopak mataHZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut blefaritis, dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat lain.9- KonjungtivaKonjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di kemudian hari.9- SkleraSkleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap selama beberapa bulan.9 - KorneaKomplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh pasien. Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan. Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris.3Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya, lesi epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit linear yang mirip dendrit pada HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh.3Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma. Ini merupakan reaksi imun selama serangan akut dan memungkinkan perpindahan virus dari ganglion. Keratitis stroma kronik bisa menyerang vaskularisasi, keratopati, penipisan kornea dan astigmatisme.9 - Traktus uveaSering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa menyebabkan glaukoma dan katarak.9
- RetinaRetinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan dan eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis optik. Lesi ini dimulai dari bagian retina perifer.97. KomplikasiHampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun ada beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur dan luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita. Ini akan terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan awal.10 - Komplikasi mata terjadi pada 50 % kasus. Nyeri terjadi pada 93% dari pasien tersebut, 31% nya masih ada sampai 6 bulan berikutnya. Pengaruh itu semua, terjadi anterior uveitis pada 92% dan keratitis 52%. Pada 6 bulan, 28% mengenai mata dengan uveitis kronik, keratitis, dan ulkus neuropatik.10- Komplikasi mata yang jarang, termasuk optik neuritis, retinitis, dan kelumpuhan nervus kranial okuler. Ancaman ganguan penglihatan oleh keratitis neuropatik, perforasi, glaukoma sekunder, posterior skleritis, optik neuritis, dan nekrosis retina akut.10- Komplikasi jangka panjang, bisa berhubungan dengan lemahnya sensasi dari kornea dan fungsi motor palpebra. Ini beresiko pada ulkus neuropati dan keratopati. Resiko jangka panjang ini juga terjadi pada pasien yang memiliki riwayat HZO, 6-14% rekuren.10- Infeksi permanen zoster oftalmik bisa termasuk inflamasi okuler kronik dan kehilangan penglihatan.10
8. Diferensial Diagnosis6a. Kondisi yang memperlihatkan penampakan luar yang sama- Herpes simplek- Ulkus blefaritisb. Kondisi yang menyebabkan penyebaran nyeri- Tic Douloureux- Migrain- Pseudotumor orbita- Selulitis orbita- Nyeri akibat sakit gigic. Kondisi yang menyebabkan inflamasi stromal kornea- Epstein-Barr Virus- Mumps- Sipilis
9. Pemeriksaan LaboratoriumDiagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu:11a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopikKerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofilb. Pemeriksaaan serologikc. Isolasi dan identifikasi virus
10. PenatalaksanaanSebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti lebih efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa
dilanjutkan dengan kultur virus.2Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir ( 5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior.1,5,10Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena. Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik oral.1,5,10Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri.1,2,9,10
DAFTAR PUSTAKA
Shaikh S. Evaluation and management of herpes zoster. Diakses dari: www.AAFP.org. Last update: November 1, 2002.Moon EJ. Herpes zoster. Diakses dari www.emedicine.com. Last update: November 27, 2007.Voughan D, Tailor A. Penyakit virus: ophtalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika. 1995: 112, 336.Djuanda Adhi. Penyakit virus: ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi !!!. FKUI.1999: 107-109Moon CH. Herpes zoster oftalmikus.Diakses dari: www.emedicine.com. Last update: April 4, 2006.Gurwood AS. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari: www.optometry.co.uk. Last update: November 16, 2001.Moses S. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari: www.fpnotebook.com. Last update: January 13,2008.American Academy of Ophtalmology. External cornea and disease. Section 8. 2005-2006.Wiafe B. Herpes zoster ophtalmicus in HIV/ AIDS. J. Comm Eye Health. 2003; 16(47): 35-36.Ophtalmic Shingles. Diakses dari: www.ophtalmicshinles.htm. Last update: January 2, 2008.Staf Pengajar FKUI. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Bina Rupa Aksara. 1993: 303-318.
PENYAKIT HERPES ZOSTER
Dr. Suparyanto, M.Kes
PENYAKIT HERPES ZOOSTER
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar BelakangHerpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh
virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. 1,2 Herpes zoster ditandai
dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada
dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik
dan nervus kranialis.3,4
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus
berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf
sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke
ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular
dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi
infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi
ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan
tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah
krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3
kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara
langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi
inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan
mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
1
1.2 Tujuan Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui penyakit herpes zoster
Tujuan Khusus
- Mahasiswa mengetahui factor agent, host dan environment dari herpes zoster
- Mahasiswa mengetahui pencegahan, pemberantasan dan pengobatan atau
penatalaksanaan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PengertianHerpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai
kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh
varicella dalam bentuk cacar air).
Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim
dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki
dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju
seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun
sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang
pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh
virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada
di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya
tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di
bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11
bulan.
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus
saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi
diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan.
3
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.
4
4. Herpes zoster torakalisHerpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.
5. Herpes zoster lumbalisHerpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
6. Herpes zoster sakralisHerpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.
5
2.2 Faktor Agent
Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak langsung.
Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar (chickenpox), proses
penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan keatas
gelembung/lepuh yang pecah. Seseorang yang telah mengalami cacar air kemudian
sembuh, sebenarnya virus tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya, melainkan
bersembunyi didalam sel ganglion dorsalis system saraf sensoris penderita. Ketika daya
tahan tubuh (immun) melemah, virus akan kembali menyerang dalam bentuk herpes
zoster dimana gejala yang ditimbulkan sama dengan penyakit cacar air (chickenpox).
Bagi seseorang yang belum pernah mengalami cacar air, apabila terserang virus varicella
zoster maka tidak langsung mengalami penyakit herpes akan tetapi mengalami cacar air
telebih dahulu.
2.3 Faktor HostCara penularan penyakit cacar air (herpes) secara umum , seluruh jenis penyaakit
herpes dapat menular melalui kontak langsung. Namun pada herpes zoster, seperti yang
terjadi pada penyakit cacar (chickenpox), proses penularan bisa melalui bersin, batuk,,
pakaian yang tercemar dan sentuhan keatas gelembung/lepuh yang pecah.
2.4 Faktor EnvironmentLingkungan yang tidak terpelihara akan gampang sekali untuk terkena penyakit bagi
para penduduknya, terutama penyakit menular. Agar semua yang kita takutkan selama
ini tidak menimpa kita dan penduduk yang lain, maka alangkah lebih baiknya kita sama-
sama menjaga lingkungan hidup kita, karena tidak ada yang membersihkannya, kecuali
dengan usaha kita agar terjadi penyakit yang dapat menular ke semua penduduk.
Unsur penyebab penyakit adalah unsur biologis. Butuh tempat ideal berkembang biak
dan bertahan. Reservoir adalah organisme hidup/mati, dimana penyebab penyakit hidup
normal dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia
2.5 Portal of Entry and Portal of Exit Portal of Entry
Pintu masuknya agent kedalam host melalui oral (udara pernapasan) dan kulit
6
Portal of Exit
Pintu keluarnya agent dari host melalui napas dan kulit (sentuhan)
2.6 Tranmisi
Herpes zoster ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, salah satunya
adalah melalui pernapasan (oral udara) atau sekresi respirasi atau terkadang melalui
transfer langsung dari kulit melalui tranmisi fetomaternal, sehingga virus tersebut dapat
menjadi epidemik di antara inang yang rentan. Resiko terjangkit herpes zoster terkait
dengan pertambahan usia. Hal ini berkaitan adanya immunosenescence, yaitu penurunan
sistem imun secara bertahap sebagai bagian dari proses penuaan. Selain itu, hal ini juga
terkait dengan penurunan jumlah sel yang terkait dalam imunitas melawan virus
varicella-zoster pada usia tertentu. Penderita imunosupresi, seperti pasien HIV/AIDS
yang mengalami penurunan CD4 sel-T, akan berpeluang lebih besar menderita herpes
zoster sebagai bagian dari infeksi oportunistik.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PencegahanUntuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian
vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik
terhadap virus tersebut pada pasien seropositif usia lanjut.Vaksin herpes zoster dapat
berupa virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen selular virus tersebut
yang berperan sebagai antigen.Penggunaan virus yang telah dilemahkan telah terbukti
dapat mencegah atau mengurangi risiko terkena penyakit tersebut pada pasien yang
rentan, yaitu orang lanjut usia dan penderita imunokompeten, serta imunosupresi.
3.2 PemberantasanUntuk memberantas cacar/herpes, setiap wabah harus dihentikan dari menyebarnya,
isolasi khusus dengan vaksinasi semua orang yang tinggal didekat. Proses ini dikenal
sebagai dikenal sebagai “cincin vaksinasi”. Kunci untuk starategi ini pemantauan kasus
dalam masyarakat (dikenal sebagai pengawasan ) dan penahanan.
3.3 Pengobatan/PenatalaksanaanPengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu pengobatan infeksi
virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit tersebut, dan
pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes. Penggunaan agen antiviral dalam kurun
waktu 72 jam setelah terbentuk ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan
meringankan rasa sakit akibat ruam tersebut. Apabila ruam telah pecah, maka
penggunaan antiviral tidak efektif lagi. Contoh beberapa antiviral yang biasa digunakan
untuk perawatan herpes zoster adalah Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir.
Untuk meringankan rasa sakit akibat herpes zoster, sering digunakan kortikosteroid
oral (contoh prednisone). Sedangkan untuk mengatasi neuralgia pascaherpes digunakan
analgesik (Topic agents), antidepresan trisiklik, dan antikonvulsan (antikejang).
Contoh analgesik yang sering digunakan adalah krim (loion) yang mengandung senyawa
calamine, kapsaisin, dan xylocaine. Antidepresan trisiklik dapat aktif mengurangi sakit
akibat neuralgia pascaherpes karena menghambat penyerapan kembali neurotransmiter
serotonin dan norepinefrin. Contoh antidepresan trisiklik yang digunakan untuk
perawatan herpes zoster adalah Amitriptyline, Nortriptyline, Nortriptyline, dan
Nortriptyline. Untuk mengontrol sakit neuropatik, digunakan antikonvulsan seperti
Phenytoin, carbamazepine, dan gabapentin.
9
BAB IV
PENUTUP
4.1 KesimpulanHerpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Cara penularan herpes zoster dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu
Factor agent
Factor host
Environment
Tranmisi
4.2 SaranKami menyadari bahwa tiada gading yang tak retak. Dalam penyusunan makalah ini
kami menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu kami segenap
tim penyusun mohon maklum adanya karna kami masih dalam tahab pembelajaran.
Akhir kata kami segenap tim penyusun mohon tanggapan berupa kritik dan saran yang
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif M, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius
2. Enjantjang, Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung : PT.Citra Aditya
Bakti
3. DjuandaA,Djuanda S, Hamzah M.,Aisah S.,editor.1993. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin.Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia
4. Arnold HL, Odom Rb, James WD.Andrews disease of the skin.1990. Clinical
dermatology.8th ed. Philadhephia WB Saunders Company
5. http://nyomankandun.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/manual_p2m.pdf