Hemo Filia

24
PENDAHULUAN Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex- linked recessive pada kromosom X (X h ). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen ataupun eksogen. Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X serta bersifat resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XX h ) dan bermanifestasi klinis pada laki-laki (pasien X h Y); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila kaedua kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (X h X h ). Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah, sekitar abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke- 19, hemofilia dikenal sebagai kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hokum Mendel diperkenalkan. Selanjutnya Legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis yaitu berupa kelainan yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20, hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah. Tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi definisi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan hemofilia B. Pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari

description

hemofilia

Transcript of Hemo Filia

PENDAHULUAN

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen ataupun eksogen.

Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X serta bersifat resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi klinis pada laki-laki (pasien XhY); dapat bermanifestasi klinis pada perempuan bila kaedua kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh).

Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah, sekitar abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19, hemofilia dikenal sebagai kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hokum Mendel diperkenalkan. Selanjutnya Legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis yaitu berupa kelainan yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20, hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah. Tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi definisi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan hemofilia B. Pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya di plasma, yaitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat dibedakan antara kelainan perdarahan akibat hemofilia A dengan penyakit von Willebrand.Memasuki abad 21, pendekatan diagnostic dengan teknologi yang maju serta pemberian faktor koagulasi yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang sehat lainnya tanpa hambatan.

Pada referat kali ini akan dibahas ..

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISIHemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secra sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).

EPIDEMIOLOGIPenyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1 : 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1 : 25.000-30.000 orang. Belum ada data mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun saat ini diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200 juta penduduk di Indonesia. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi dan keadaan social ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasientanpa riwayat keluarga.KLASIFIKASI HEMOFILIAKlasifikasi hemofilia berdasarkan defisiensi faktor pembekuan dan kadar / aktivitas faktor pembekuan. Berdasarkan defisiensi faktor pembekuan, hemofilia dibagi atas:1. Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi pembekuan VIII (FVIIIc).2. Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi FIX (faktor Christmas).3. Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI.

Hemofilia A dan B diturunkan secara sex-linked recessive sedangakan hemofilia C diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35.

Berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma yang diklasifikasikan oleh Legg, kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-150%), sedangakan pada hemofilia berat bila kadar faktor pembekuan 0,05 ( > 5)

Frekuensi Hemofilia A (%)701515

Frekuensi Hemofilia B (%)503020

Usia awitan 1 tahun1-2 Tahun>2 tahun

Gejala neonatessering PCBsering PCBtak pernah PCB

Perdarahan otot/ sendiTanpa traumaTrauma ringanTrauma cukup kuat

Perdarahan SSPrisiko tinggirisiko sedangjarang

Perdarahan post operasiSering dan fatalSeringHanya pada operasi besar

Perdarahan oral (trauma cabut gigi)Sering terjadiDapat terjadiKadang terjadi

PCB: Post circumcisional bleedingGEJALA DAN TANDA KLINISPerdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaito hemartrosis, hematom subkutan/ intramuscular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan paska operasi kecil ( sirkumsisi, ekstraksi gigi).Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut: sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendiri peluru karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada sata gerakan volunteer maupun involunter. Namun, sampai 50% karier mempaunyai peningkatan risiko perdarahan. Sangat jarang, seorang anak perempuan lahir dengan hemofilia. Ini dapat terjadi bila ayah mereka dan ibu mereka adalah karier. Beberapa anak laki-laki yang mempunyai kelainan ini lahir dari ibu yang bukan karier. Dalam kasus ini, mutasi (perubahan acak) terjadi di dalam gen dan diturunkan ke anak.

DIAGNOSISSampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20-30% kasus hemofilia terjadi akibat mutasi spontan kromosom X pada gen penyandi F VIII/ F IX. Seorang laki-laki diduga menderita hemofilia jika terdapat riwayat perdarahan berulang (hemartrosis, hematom) atau riwayat perdarahan memanjang setelah trauma atau tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga. Anamnesis dan pemeriksaan fisik snagat penting sebelum memutuskan pemeriksaan penunjang lainnya.

Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemostasis, seperti pemanjangan masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial teraktivasi (aPTT), abnormalitas uji thromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan masa protrombin (PT) dalam batas normal.

Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas FVIII/ FIX, dan jika sarana pemeriksaan sitogenetik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan pertanda gen F VIII/ F IX. Aktivitas F VIII/ F IX dinyatakan dalam U/ml dengan arti aktivitas faktor pembekuan dalam 1 ml plasma normal adalah 100%. Nilai normal aktivitas F VIII/ F IX adlaah 0,5-1,5 U/ml atau 50-150%. Penting untuk diingat adlaah membedakan hemofilia A dengan penyakit von Willebrand yaitu dengan melihat rasio F VIIIc/ F VIIIag dan aktivitas FvW (uji ristosetin) rendah.

Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan risiko. Pemeriksaan F VIII dengan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester kedua dapat membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A. Identifikasi gen F VIII dan petanda gen tersebut lebih baik dan lebih dianjurkan.

Seorang perempuan diduga sebagai pembawa sifat hemofilia (karier) jika dia memiliki lebih dari satu anak lelaki pasien hemofilia atau mempunyai seorang atau lebih saudara laki-laki dan seorang anak lelaki pasien hemofilia atau ayahnya pasien hemofilia. Deteksi pada hemofilia A karier dapat dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan antigen FVIIIvW. Jika nilai kurang dari 1 memiliki ketepatan dalam menentukan hemofilia karier sekitar 90%, namun hati-hati pada keadaan hamil, memakai kontrasepsi hormonal dan terdapatnya penyakit hati karena dapat meningkatkan aktivitas F VIIIc. Aktivitas F VIII rata-rata pada karier 50%, tetapi kadang-kadang < 30% dan dapat terjadi perdarahan sesudah trauma atau pembedahan. Analisis genetika dengan menggunakan DNA prober, yaitu dengan caa mencari lokus polimorfik lebih tepat.Gambaran Klinis dan Laboratorium pada Hemofilia A, B dan Penyakit von Willebrand.Hemofilia AHemofilia BPenyakit Von Willebrand

PewarisanX-linked recessiveX-linked recessiveAutosomal dominant

Lokasi perdarahan utamaSendi, otot, pascatrauma/ operasiSendi, otot, posttrauma/ operasiMukosa, kulit posttrauma/ operasi

Jumlah trombositNormalNormalNormal

Waktu perdarahanNormalNormalMemanjang

PPTNormalNormalNormal

aPTTMemanjangMemanjangMemanjang/ normal

F VIII CRendahNormalRendah

F VIII AGNormalNormalRendah

F IXNormalRendahNormal

Te ristosetinNormalNormalTerganggu

Keterangan.PPT: plasma protrombin time; aPTT: activated partial tromboplastin timeDIAGNOSIS BANDING Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII

Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand (khususnya varian Normandy), inhibitor F VIII yang didapat dan kombinasi defisiensi F VIII dan V kongenital.

Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat jarang inhibitor F IX yang didapat.PENATALAKSANAAN

Terapi Suportif

Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti hemofilia yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan : Melakukan pencegahan baik menghindari luka / benturan Merencanakan suatu tidakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%

Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan

Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia

Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak menggganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)

Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan holistic dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi: latihan pasif/ aktif, terpi dingin dan panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

Terapi Pengganti Faktor Pembekuan

Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik; serta khususnya selama fisioterapi.

Konsentrat F VIII/ F IX

Hemofilia A berat maupun hemofilia ringan dan sedang dengan episode perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan dengan kadar yang tinggi yang harus diterapi dengan konsentrat F VIII yang telah dilemahkan virusnya.Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex concentrates (PCC) yang berisi F II, VII, IX dan X, dan purified IX concentrates yang berisi sejumlah F IX tanpa faktor yang lain. PCC dapat menyebabkan thrombosis paradoksikal dan koagulasi intravena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain. Resiko ini dapat meningkat pada pemberian F IX berulang, sehingga purified concentrate F IX lebih diinginkan. Waktu paruh F VIII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan volume distribusi dari F IX kira-kira 2 kali dari F VIII.Kebutuhan F VIII / F IX dihitung berdasarkan rumus :

1. Volume plasma (VP) = 40 ml/kgBB x BB (kg)

2. F VIII yang diinginkan (U) = BB (kg) x kadar yang diinginkan (%) / 2F IX yang diinginkan (U) = BB (kg) x kadar yang diinginkan (%)

Metode perhitungan alternative lain adalah 1 unit F VIII mampu meningkatkan aktivitasnya di dalam plasma 0.02 U/ml (2%) selama 12 jam ; sedangkan 1 unit F IX dapat meningkatkan aktivitasnya di dalam plasma sampai 0.01 U/ml (1%) dalam 24 jam.

Penuntun penggunaan pengganti faktor pembekuan pada perdarahan hemofilia tergantung kasus.

Kriopresipitat AHF

Kriopresipitat AHF adalah salah satu komponen darah non selular yang merupakan konsetrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, Faktor Von Willebrand. Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80 - 100 U F VIII. Satu kantong yang mengandung 100 U F VIII dapat meningkatkan F VIII 35%. Efek samping dapat terjadi alergi dan demam.

1- Deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin

Hormone sintetik anti diuretic (DDAVP) merangsang peningkatan kadar aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara. Sampai saat ini mekanisme kerja DDAVP belum diketahui seluruhnya, tetapi dianjurkan untuk diberikan pada hemofilia A ringan dan sedang dan juga pada karier perempuan yang simtomatik. Pemberian dapat secara intravena dengan dosis 0.3 mg/kgBB dalam 30-50 NaCl 0.9% selama 15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek puncak pada pemberian ini dicapai dalam waktu 30-60 menit. Pada tahun 1994 telah dikeluarkan konsentrat DDAVP dalam bentuk semprot intranasal. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan BB < 50 kg 150 mg (sekali semprot), dan 300 mg untuk pasien dengan BB > 50 kg (2x semprot), dengan efek puncak terjadi setelah 60-90 menit. Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian perdarahan sebaiknya dilakukan setiap 12-24 jam. Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardi, flushing, thrombosis (sangat jarang) dan hiponatermia. Juga bisa timbul angina pada pasien dengan PJK.Antifibrinolitik

Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilkan bekuan/ fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Hal ini ternyata sangat mambantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan oral maupun intravena dengan dosis awal 200mg/kgBB, diikuti 100mg/kgBB setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25mg/kgBB (maksimum 1,5g) secara oral, atau 10mg/kgBB (maksimum 1g) secara intravena setiap 8 jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10% bagian cairan parenteral, terutama salin normal.Terapi GenPenelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan adeno-associated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII relative lebih sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9kb) lebih besar; namun akhirnya tahun 1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.

PENYULIT PENGOBATAN

Inhibitor Faktor Pembekuan

Penyulit yang berpotensi mengancam kehidupan pasien hemofilia adalah terbentuknya antibodi poliklonal terhadap F VIII atau F IX. Antibodi ini akan menghambat aktivitas faktor pembekuan, sehingga pemberian terapi pengganti kurang efektif sama sekali. Mekanisme terbentuknya antibodi ini belum diketahui secara menyeluruh, kemungkinan sensitisasi berulang akibat pemberian komponen darah atau konsentrat faktor pembekuan, namun ternyata inhibitor ini dapat ditemukan pada anak-anak hemofilia A yang hanya diberi faktor pembekuan rekombinan atau bahkan pada mereka yang tidak pernah diterapi. Biasanya ditemukan secara tidak sengaja (pasien asimptomatik) saat evaluasi klinis terhadap pemeriksaan laboratorium rutin; atau yang sering (pasien simtomatik) adalah tidak diperolehnya respons klinis terhadap pemberian faktor pembekuan maupun kebutuhan faktor pembekuan yang meningkat disbanding dengan sebelumnya. Telah dilaporkan dapat terjadi reaksi anafilaksis yang berhubungan dengan inhibitor terhadap faktor pembekuan pada hemofilia A sedang dan berat sekitar 20-33%, sedangkan pada hemofilia B hanya 1-4%.

Upaya mengatasi penyulit ini adalah dengan pemberian konsentrat kompleks protrombin aktif meskipun kurang aman atau F VIII aktif yang harganya mahal jika terjadi perdarahan. Hyate C yang mengandung F VIII porcine merupakan pilihan lain untuk pasien hemofilia A dengan inhibitor F VIII. Plasmaferesis dapat juga dilakukan terutama dalam menatasi keadaan kritis pada pasien dengan antibodi faktor pembekuan. Siklofosfamid dosis rendah, gama globulin dosis tinggi atau steroid dapat diberikan meskipun hasilnya belum dapat diramalkan secara klinis namun mampu membuat toleransi terhadap respons imun (immune tolerance).Penularan Penyakit

Penularan penyakit melalui produk darah cukup tinggi terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, seperti hepatitis, malaria, HIV, HTLV-1, virus Epstein-Barr, HHV-6, cytomegalo virus, partovirus B 19, penyakit Chagas, penyakit Lyme dan penyakit Creutzfeld-Jacob. Hal tersebut dilatarbelakangi keadaan social ekonomi yang berdampak pada pelayanan, sarana dan fasilitas kesehatan.

Reaksi Alergi, Hipertensi Pulmoner Primer

Walau jarang bisa terjadi

KOMPLIKASIKomplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia yaitu penimbunan darah intra-artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago, tulang dan sendi secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan siku.Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi, operasi intra abdomen/ intra torakal), sedangkan perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuscular dan hematom. Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi dapat berakibat fatal.PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan pada hemofilia adalah yang berhubungan dengan komplikasi masalah perdarahan. Dengan kemajuan pengobatan, pasien hemofilia sekarang mungkin bisa hidup dengan normal.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari komplikasi, contohnya:

Ikuti rencana terapi dengan tepat seperti yang telah diresepkan dokter,

Memeriksakan secara rutin dan vaksinasi seperti yang direkomendasikan,

Beritahukan pada semua penyedia pelayanan kesehatan seperti dokter, dokter gigi, farmasi, pelatih senam dan instruktur olah raga tentang kondisi anda,

Melakukan perawatan gigi secara teratur. Dokter gigi dapat memberikan obat yang akan menurunkan perdarahan selama tindakan prosedur gigi,

Kenali tanda dan gejala perdarahan di sendi dan bagian lain dari tubuh. Harus tahu kapan menelpon dokter anda atau pergi ke UGD. Contohnya, anda akan memerlukan perawatan bial anda mempunyai: perdarahan berat yang tidak dapat dihentikan atau luka yang terus mengeluarkan darah, setiap tanda atau gejala perdarahan di otak yang mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan segera, gerakan yang berbatas, nyeri atau pembengkakan di sendi manapun.PROGNOSIS

Pasien hemofilia mempunyai prognosis yang baik bila diterapi dengan tepat. Sebagian besar pasien dapat hidup seperti orang normal.

PEMBAHASAN

patofisiologi, Evaluasi dan Manajemen Hemofilia dan Penyakit SendiKarin Knobe, Erick BerntorpLund University, Malm Centre for Thrombosis dan Hemostasis, Skane University Hospital, Malm, SwedenAbstrak

Pasien dengan hemofilia, biasanya terapi dengan menggantikan faktor pembekuan (profilaksis) sangat efektif dalam mencegah kejadian perdarahan berulang pada sendi dan otot. Bagaimanapun, meski ini berhasil, pedarahan intra-artikular dan intramuscular masih menjadi manifestasi klinis utama dari penyakit ini. Perdarahan sering terjadi di lutut, siku dan mata kaki, dan ini sering terjadi sejak masa kanak-kanak. Patogenesis arthropati hemofilia melibatkan banyak faktor, terjadinya perubahan pada sinovium, tulang, kartilago, dan pembuluh darah. Perdarahan sendi berulang menyebabkan proliferasi synovial dan inflamasi (sinovitis hemofilia) yang berperan pada degenerasi terminal (arthropati hemofilia); dengan nyeri dan terbatasnya gerakan yang memberat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Bila perdarahan sendi tidak diatas dengan adekuat, itu cenderung untuk berulang, menjadi sesuatu yang buruk dengan rusaknya pencegahan terjadinya sinovitis kronik dan arthritis degenerative. Penanganan penyakit sendi yang disebabkan oleh haemophilia memerlukan pencegahan dan pengobatan pada perdarahan akut sebelum menimbulkan proses degenerative. Penanganan awal pada perdarahan sendi dapat di capai dengan pemberian pengganti faktor faktor pembekuan. Level faktor pembekuan harus dipertahankan pada kadar yang cukup tinggi dan cukup lama untuk menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan berulang.

Tindakan profilaksis dianjurkan oleh WHO sebagai pilihan pertama pada penanganan kasus haemophilia berat.

Sampai saat ini ada empat model dalam pemberian terapi profilaksis pada haemophilia

1. Primary profilaksis berdasarkan umur : terapi berkelanjutan, jangka panjang dimulai sebelum berumur 2 tahun, sebelum timbulnya gejala perdarahan sendi

2. Primary profilaksis berdasarkan pada perdarahan sendi pertama : berkelanjutan, jangka panjang, terapi dimulai sebelum muncul gejala, kerusakan sendi tanpa memandang umur

3. Secondary profilaksis : terapi jangka panjang terus menerus, yang tidak memenuhi kriteria primary profilaksis.

4. Short-term profilaksis : terapi profilaksis jangka pendek sebagai antisipasi, atau mengatasi perdarahan.

Beberapa consensus mengatakan, bahwa pemberian terapi profilaksis sedini mungkin dari waktu muda adalah model yang terbaik untuk mencegah, menurunkan resiko perdarahan sendi dan penyakit sendi oleh karena haemofilia.

Kapan waktu yang tepat untuk menghentikan terapi profilaksis masih belum jelas dan belum sepenuhnya dimengerti, Pada studi retrospective pasien dengan haemofilia berat dengan tanpa atau sangat sedikit episode perdarahan dapat menghentikan terapi profilaksis saat sudah dewasa, dan diganti dengan terapi bila saat dibutuhkan saja. Studi lainnya juga menyimpulkan bahwa pasien yang pada masa anak anak mendapatkan terapi profilaksis, dan berhenti pada saat dewasa, menunjukan frekuensi perdarahan yang mirip dan gejala pada sendi yang tidak jauh berbeda dengan mereka yang meneruskan terapi profilaksis

Walaupun tidak sepenuhnya memberikan hasil yang diinginkan. Namun demikian terapi profilaksis dengan mengganti faktor faktor pembekuan yang hilang pada pasien dengan haemophilia masih merupakan cara paling optimal untuk mencegah munculnya haemarthrosis dan Arthopathy pada pasien pasien dengan haemofiliaTHE NEW ZEALAND MEDICAL JOURNALJournal of the New Zealand Medical Association

menyatakan bahwa untuk menangani haemofilia dapat diberikan faktor pembekuan sebagai ganti dari faktor pembekuan yang kurang, yang menjadi masalah adalah dibutuhkan biaya yang besar untuk menangani haemopilia tersebut, yang menjadi tantangan para klinisi adalah bagaimana cara menangani penyakit kronik tersebut dengan biaya yang minimal, tapi tidak mengurangi qualitas terapi yang diberikanAgar pengobatan yang diberikan efisien, perlu diberikan pengobatan profilaksis sebelum terjadiya komplikasi, karena jika tidak tidak diberikan pengobatan profilaksis pada haemofilia, akan menyebabkan destruksi sendi yang irreversible dan terjadi haemophilia artropathy jangka panjang. Pencegahan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik dan efektif

Tujuan yang ingin dicapai dalam penanganan haemofilia untuk mengoptimalkan faktor pembekuan darah pengganti dengan memastikan diagnostic yang cepat dan tepat mengenai penyebab nyeri sendi yang memberikan intervensi yang tepat

Penelitian terbaru mengenai kadar puncak dan waktu paruh dari faktor pembekuan dilakukan untuk memastikan bahwa tiap dosis (berdasarkan berat badan) dan regiment dosis mingguan menghasilkan respon durasi yang adekuat.

Pasien dengan kelebihan berat badan perlu diberikan edukasi agar menurunkan berat badannya, dengan tujuan mengurangi beban terhadap sendinya, dan mengurangi dosis faktor pembekuan yang dibutuhkan sebagai pengganti faktor pembekuan yang kurang.

Penggunaan produk pengganti factor pembekuan dimonitor secara ketat ketika gejala terjadi karena perdarahan akut. Gejala artritik yang bukan disebabkan oleh perdarahan ditangani dengan agresive secara efektif , dengan analgetik menggunakan cox-II inhibitor meloxicam dan fisioterapi.

KesimpulanPenanganan pasien dengan haemofilia membutuhkan pendekatan multidisiplin, mengingat penyakit ini masih belum begitu dapat teratasi dengan baik, sebagian besar pasien dengan haemofilia berat masih menunjukan adanya penurunan kualitas hidup, mulai dari seberapa seringnya episode serangan, maupun keterbatasan pergerakan sendi sebagai akibat komplikasi dari perdarahan sendi berunlang pada hemophilia.Sampai saat ini penanganan haemofilia masih dititik berat kan pada tahap pencegahan terjadinya serangan, dengan pemberian terapi profilaksis, berupa pengganti factor pembekuan yang kurang secara regular dengan dosis yang disesuaikan pada masing masing individu. Mencegah timbulnya serangan perdarahan merukapan target utama pada penanganan hemophilia, diharapkan dengan semakin sedikitnya episode serangan komplikasi pada sendi yang merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pada pasein dengan haemofilia akan berkurang, dan tidak berakhir pada suatu proses degenerative pada sendi yang irreversible.Pemberian terapi secara efektif dan efisien perlu diperhatikan mengingat haemofilia adalah penyakit yang membutuhkan penanganan seumur hidup, dan tidak sedikit memakan biaya. Pemberian terapi pengganti factor pembekuan, harus didasarkan pada keadaan yang tepat dimana memang betul-betul diperlukan, sehingga factor pembekuan dapat digunakan secara maksimal. Menghindari factor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya perdarahan akan sangat membantu dalam mengurangi episode serangan dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan haemofilia.

F VIII / F IX yang diinginkan (U) = VP x (kadar yang diinginkan (%) kadar sekarang (%) )

100