GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD...

31
GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Oleh: Tridoyo Kusumastanto Arief Budi Purwanto Luky Adrianto I. Pengantar Era kesejagatan yang didahului oleh kesejagatan perdagangan yang selanjutnya diikuti oleh ekonomi, politik, dan sosial budaya memaksa seluruh bangsa di dunia untuk dapat menyesuaikan diri apabila ingin ikut berkiprah di dalam tata dunia di abad keduapuluh satu mendatang. Isu-isu demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, ditegakkannya hukum dan perdagangan internasional merupakan isu yang harus menjadi bagian yang terintegrasi didalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Indonesia seperti juga negara-negara berkembang lainnya, menjadikan pembangunan sebagai sikap, perbuatan dan program untuk memakmurkan masyarakatnya. Trilogi pembangunan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai landasan utamanya dengan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan kegiatan masyarakat lainnya. Kenyataannya pertumbuhan ekonomi cenderung gagal karena tidak ditopang oleh segi-segi lain dalam pembangunan. Berdasarkan pengalaman di masa orde baru, perlu dibedakan „pertumbuhan‟ dengan „pembangunan‟ dengan memberi makna yang lebih luas pada pembangunan yang mencakup segi-segi perubahan sosial, kelembagaan, budaya dan segi kemasyarakatan lainnya. Dan ikhtiar merubah struktur masyarakat ke arah yang lebih maju menjadi bagian yang melekat pada pembangunan. Masyarakat dunia melalui Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1972 telah menyepakati konsep pembangunan berkelanjutan sebagai acuan pembangunan negara dan bangsa di bumi ini. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Didalamnya terkandung dua gagasan penting. - gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial manusia yang harus diberi prioritas utama, dan - gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Dalam pengertian yang sangat luas, strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan antar umat manusia, serta antara manusia dan alam. Pencapaian pembangunan berkelanjutan mensyaratkan hal-hal sebagai berikut; - Suatu sistem politik yang menjamin partisipasi efektif masyarakat dalam pengambilan keputusan. - Suatu sistem ekonomi yang mampu menghasilkan surplus serta pengetahuan teknis berdasarkan kemampuan sendiri dan bersifat berkelanjutan.

Transcript of GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD...

Page 1: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI

DAN SUMBERDAYA MINERAL Oleh:

Tridoyo Kusumastanto

Arief Budi Purwanto Luky Adrianto

I. Pengantar

Era kesejagatan yang didahului oleh kesejagatan perdagangan yang selanjutnya diikuti oleh ekonomi, politik, dan sosial budaya memaksa seluruh bangsa di dunia untuk dapat menyesuaikan diri apabila ingin ikut berkiprah di dalam tata dunia di abad keduapuluh satu mendatang. Isu-isu demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, ditegakkannya hukum dan perdagangan internasional merupakan isu yang harus menjadi bagian yang terintegrasi didalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Indonesia seperti juga negara-negara berkembang lainnya, menjadikan pembangunan sebagai sikap, perbuatan dan program untuk memakmurkan masyarakatnya. Trilogi pembangunan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai landasan utamanya dengan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan kegiatan masyarakat lainnya. Kenyataannya pertumbuhan ekonomi cenderung gagal karena tidak ditopang oleh segi-segi lain dalam pembangunan. Berdasarkan pengalaman di masa orde baru, perlu dibedakan „pertumbuhan‟ dengan „pembangunan‟ dengan memberi makna yang lebih luas pada pembangunan yang mencakup segi-segi perubahan sosial, kelembagaan, budaya dan segi kemasyarakatan lainnya. Dan ikhtiar merubah struktur masyarakat ke arah yang lebih maju menjadi bagian yang melekat pada pembangunan. Masyarakat dunia melalui Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1972 telah menyepakati konsep pembangunan berkelanjutan sebagai acuan pembangunan negara dan bangsa di bumi ini. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Didalamnya terkandung dua gagasan penting. - gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial manusia yang harus diberi

prioritas utama, dan - gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial

terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan.

Dalam pengertian yang sangat luas, strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan antar umat manusia, serta antara manusia dan alam. Pencapaian pembangunan berkelanjutan mensyaratkan hal-hal sebagai berikut; - Suatu sistem politik yang menjamin partisipasi efektif masyarakat dalam

pengambilan keputusan. - Suatu sistem ekonomi yang mampu menghasilkan surplus serta pengetahuan teknis

berdasarkan kemampuan sendiri dan bersifat berkelanjutan.

Page 2: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

- Suatu sistem sosial yang memberi penyelesaian bagi ketegangan-ketegangan yang muncul akibat pembangunan yang tidak selaras.

- Suatu sistem produksi yang menghormati kewajiban untuk melestarikan ekologi bagi pembangunan.

- Suatu sistem teknologi yang dapat menemukan terus menerus jawaban-jawaban baru.

- Suatu sistem internasional yang membantu perkembangan pola-pola perdagangan dan keuangan yang berkelanjutan dan

- Suatu sistem administrasi yang luwes dan mempunyai kemampuan memperbaiki diri. Menyadari bahwa fungsi sumber daya alam mineral sebagai sumber daya alam yang tidak terbaharui, masih memegang peranan penting didalam pembangunan nasional di masa mendatang, maka perlu dikembangkan visi, misi kebijaksanaan, strategi dan program-program pembangunan energi dan sumberdaya mineral yang berlandaskan paradigma dan konsep pembangunan berkelanjutan dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Sehingga pengelolaan energi dan sumberdaya mineral yang berwawasan kemasyarakatan dan lingkungan hidup didasarkan pada empat faktor mendasar yaitu; - pemerataan dan keadilan

pemanfaatan sumber daya alam dalam hal ini energi dan sumber daya mineral untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan dasar kebijaksanaan pembangunan energi dan sumberdaya mineral yang berwawasan kemasyarakatan dan lingkungan hidup. Konsep kemitraan dan eksistensi yang bersinergi antara kegiatan pertambangan tradisional, skala kecil menengah dan skala besar perlu dikembangkan, sehingga memberikan kepastian kepada masyarakat, dunia usaha dan pemerintah tentang arah, lingkup ruang gerak dan tingkat keleluasaan didalam pelaksanaan pembanguann energi dan sumberdaya mineral yang berwawasan kemasyarakatan dan lingkungan hidup.

- pendekatan integratif

pelaksanaan pembangunan energi dan sumberdaya mineral harus dilaksanakan melalui pendekatan kewilayahan yang terintegrasi, dengan memperhatikan daya dukung sosial, dan keberlanjutan fungsi-fungsi lingkungan hidup, keterpaduan seluruh sektor dalam pemanfaatan segenap potensi kekayaan alam dan sumber daya manusia, optimasi dari seluruh potensi dari pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki secara merata dan keberkeadilan dengan menerapkan atas konservasi sumber daya alam serta efisiensi dalam pengusahaannya.

- wawasan jangka panjang

sumber daya mineral adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui oleh karena itu eksploitasinya perlu dilaksanakan dengan asas efisiensi yang berlandaskan pada pencapaian nilai tambah yang maksimal. Pemanfaatan sumber daya alam mineral juga harus didasarkan kepada wawasan keberlanjutan sehingga apabila sumber daya alam habis dieksploitasi tidak menimbulkan biaya sosial bagi generasi masa depan. Kegiatan pasca tambang harus dikembangkan berdasarkan dimensi ruang dan waktu sehingga „reklasifikasi‟ dari kegiatan pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral menjadi kegiatan lainnya (industri, pertanian, pariwisata, dll) dapat dikembangkan secara simultan.

Page 3: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

- menghargai keanekaragaman Indonesia sebagai negara dan bangsa yang pluralistis, harus dapat menghargai keanekaragamannya dan menjadikan basis pembangunan energi dan sumberdaya mineral karena keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi sosial budaya ekonomi dan ekologi sekitar wilayah kegiatan.

Untuk dapat melaksanakan pembangunan energi dan sumberdaya mineral yang berwawasan kemasyarakatan dan lingkungan hidup diperlukan keikutsertaan segenap pelakunya (stakeholder) dalam suatu kemitraan yang sinergis. Kemitraan yang sinergis dapat dilaksanakan berdasarkan hal-hal dibawah ini; - segenap pelaku pembangunan mempunyai visi dan persepsi yang sama tentang

makna pembangunan energi dan sumberdaya mineral. - segenap pelaku pembangunan mengetahui peran dan posisinya serta peran dan

posisi mitranya. - menghargai posisi mitranya dan berpikir positif serta mendukung tugas dan fungsi

mitranya. - setiap pelaku memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang

diciptakan demi kepentingan bersama dalam kerangka pencapaian tujuan. - dalam menjalankan tugasnya dan fungsinya setiap pelaku harus berpegang pada

etika sosial, etos kerja dan profesionalime. II. Permasalahan Energi dan Sumberdaya Mineral

II.1. Energi

Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan kian berkembang kegiatan ekonomi dan kian bertambah jumlah penduduk. Di Indonesia, dengan jumlah penduduk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan pertumbuhan ekonomi terus berlangsung yang ditunjukkan oleh kian bertambah output serta beragam aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, maka peningkatan kebutuhan energi adalah suatu hal yang tak bisa dihindari. Berdasarkan pemaparan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi dalam diskusi di Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI pada tahun 2004, dinyatakan bahwa pada tahun 1970, konsumsi energi primer hanya sebesar 50 juta SBM (Setara Barel Minyak). Tiga puluh satu tahun kemudian, tepatnya tahun 2001 konsumsi energi primer telah menjadi 715 juta SBM atau mengalami pertumbuhan yang luar biasa yaitu sebesar 1330% atau pertumbuhan rata-rata periode 1970-2001 sebesar 42.9%/tahun.

Di tengah cadangan energi yang kian menipis, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM), maka jelas keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Dalam situasi seperti ini, maka memahami pola konsumsi energi yang dilakukan oleh masyarakat adalah suatu keharusan dan menjadi hal penting bagi pemerintah sebagai regulator dan pengendali kebijakan dalam perekonomian khususnya dalam membuat kebijakan dan aturan-aturan di bidang energi. Selain itu, juga bagi masyarakat sebagai konsumen untuk turut serta dalam upaya menghemat dan mendiversifikasi pemakaian energi.

Konsumsi BBM, Batu Bara dan Gas Bumi

BBM masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh masyarakat. Persentase konsumsinya terhadap total pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1990 konsumsi BBM sebesar 169.168 ribu SBM,

Page 4: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

angka ini adalah 40.2 % dari total konsumsi energi final. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2000, konsumsinya meningkat menjadi 304.142 ribu SBM, dimana proporsi konsumsinya pun turut meningkat menjadi 47.4 %. Proporsi pemakaian BBM yang t inggi terkait dengan keterlambatan upaya diversifikasi ke energi non minyak akibat harga BBM yang relatif murah karena masih mendapat subsidi dari pemerintah [6]. Kebijakan pemberian subsidi BBM ini dimulai sejak tahun anggaran 1977/1978 dengan maksud untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional melalui penciptaan stabilitas harga BBM sebagai komoditas yang strategis. Namun dalam perjalanannya subsidi BBM ini ternyata menimbulkan masalah tersendiri. Masyarakat cenderung boros menggunakan BBM dan ada indikasi bahwa alokasi subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi yang seharusnya tidak perlu mendapatkan subsidi.

Dilihat dari sisi pemakai BBM, sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar dengan proporsi setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Kemudian di susul oleh sektor rumah tangga, sektor industri dan pembangkit listrik. Sedangkan, jika dilihat ketersediaannya, selama ini kebutuhan BBM dipasok oleh Pertamina dan impor. Beberapa jenis energi BBM yang sebagian penyediaannya melalui impor adalah avtur, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar.

Tabel 1. Pangsa Konsumsi BBM Persektor Tahun 1994-2003

Tahun Industri(%) Rumah Tangga & Komersial (%)

Transportasi(%) Pembangkit Listrik(%)

1994 23.2 21.6 45.8 9.4

1997 21.1 19.0 47.9 12.0

1998 21.5 20.7 48.8 9.0

2000 21.7 22.2 47.1 9.0

2003 24.0 18.2 47.0 10.7*

Sumber: Ditjen Migas. diolah.

*Termasuk sektor lain-lain

Satu hal yang mengkhawatirkan adalah bahwa ada kecenderungan impor BBM kian meningkat. maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan mengimpor sepenuhnya kebutuhan BBM bila upaya mendiversifikasi pemakaian energi non BBM tidak dilakukan secara serius. Pada tahun 1992 pemakaian BBM sebagai energi final sebesar 201.577 ribu SBM. ternyata kilang dalam negeri hanya mampu memasok sekitar 167.944 ribu SBM. sehingga harus mengimpor sekitar 33.633 ribu SBM atau bila dirata-ratakan setiap harinya harus mengoimpor BBM sebanyak 92.145 SBM. Angka impor BBM ini terus meningkat hingga mencapai 107.935 ribu SBM pada tahun 2003 atau sekitar 32.75 % dari total konsumsi BBM dalam negeri.

Pada tahun 1993. pemakaian batubara mulai diperkenalkan untuk konsumsi rumah tangga dan industri kecil yaitu dalam bentuk briket batubara. Namun perkembangannya kurang begitu menggembirakan. Banyak faktor yang menyebabkan batu bara kurang diminati oleh masyarakat walaupun harganya relatif murah. Menurut Widjajono Partowidagdo, 2004, menyatakan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan masyarakat kurang tertarik menggunakan energi alternatif (termasuk batubara) yaitu: Pertama

Page 5: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

adalah masalah kebiasaan. sudah sejak lama masyarakat terbiasa menggunakan minyak dan sulit untuk mengubah kebiasaan ini secara drastis. butuh waktu yang lama. Kedua adalah masalah kepraktisan. menggunakan minyak lebih praktis dibandingkan dengan bricket batu bara atau mungkin energi altrnatif lainnya. Ketiga adalah ketersediaan energi alternatif (briket batubara dll) di pasar tidak terjamin secara berkesinambungan.

Selama ini kebutuhan batubara dipasok dari industri batubara dalam negeri dan batubara impor. Secara kuantitas. Indonesia dapat memenuhi kebutuhan batubara dari sumber domestik. Kapasitas produksi dan ketersediaan batubara dalam negeri cukup melimpah. cadangannya diperkirakan 36.3 milyar ton. Namun 50-85 %nya berkualitas rendah. Selanjutnya. untuk mendapatkan hasil olahan batubara yang bagus. maka perlu ada campuran dengan batubara berkualitas tinggi yang diimpor dari beberapa negara. Pada tahun 1990. impor batubara sekitar 2.930 ribu SBM atau 31.1% dari total konsumsi batubara nasional. Secara perlahan impor batubara ini terus mengalami penurunan. dan pada tahun 2000 berkisar 661 ribu SBM atau 3% dari tingkat konsumsi batubara nasional. Penurunan impor batubara ini terjadi seiring dengan kemampuan industri batubara dalam negeri untuk mengolah batubara yang cukup berkualitas sesuai dengan permintaan pasar.

Konsumsi gas bumi selama tahun 1990-2000 pertumbuhannya rata-rata sekitar 4.7 % pertahun. Hingga tahun 2000. tingkat konsumsinya hanya sebesar 5.8 %. Selama ini pemanfaatan gas bumi lebih banyak digunakan oleh sektor industri untuk keperluan bahan bakar dalam berproduksi. Pada tahun 2000. sektor industri memanfaatkan sekitar 99 % dari total konsumsi gas bumi dalam negeri. Sementara sektor rumah tangga. komersial. listrik dan transportasi hanya sedikit saja menggunakan energi ini.

Gas bumi merupakan energi alternatif yang potensial untuk dikembangkan sebagai energi pengganti minyak bumi. Gas bumi ini terdiri dari gas alam dan gas kota. Total cadangannya sekitar 170 TSCF (Trillion Standard Cubic Feet). sementara hingga saat ini yang terbukti sebesar 95 TSCF. Dengan asumsi produksinya konstan seperti saat ini sebesar 2.9 TSCF dan tidak ditemukan cadangan baru. maka jumlah ini cukup untuk 30 tahun ke depan.

Belum optimal pemanfaatan gas bumi selama ini lebih disebabkan oleh kurang didukung sarana di bidang ini. Sebagai contoh. di Palembang. Sumatra Selatan. gas bumi dalam bentuk gas kota banyak diminati oleh masyarakat. namun karena keterbatasan sarana (pipa penyalur gas). hanya sebagian kecil saja masyarakat yang dapat terlayani.

Konsumsi Energi Berdasarkan Sektor Pemakai

Konsumsi energi sektor rumah tangga adalah seluruh konsumsi energi untuk keperluan rumah tangga tidak termasuk konsumsi untuk kendaraan pribadi. Konsumsi energi untuk kendaraan pribadi dimasukkan ke dalam kelompok penggunaan oleh sektor transportasi.

Berdasarkan data pangsa pemakaian energi final walaupun tidak melakukan aktivitas produksi yang bersifat komersial, sektor rumah tangga merupakan sektor pemakai energi final terbesar diantara sektor lainnya. Pada tahun 1990, sektor rumah tangga mengkonsumsi 56.5 % dari total energi final. Memasuki tahun 1995. proporsi pemakaiannya mulai menurun menjadi 49.5% dan kecenderungan penurunan ini terus berlangsung, bahkan pada tahun 2000 tingkat pemakaian energi final oleh rumah tangga menjadi 46.3 %. Kian menurun pangsa pemakaian energi final di sektor rumah tangga ini bukan dikarenakan penurunan pemakaian energi di rumah tangga. namun

Page 6: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

lebih disebabkan oleh terjadi pertumbuhan sektor industri dan transportasi yang pesat sehingga menyebabkan besaran konsumsi energi final menjadi bertambah besar.

Di kawasan ASEAN pun. pemakaian energi oleh rumah tangga Indonesia merupakan yang terbanyak bila dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya. Berdasarkan data ASEAN Energy Review, pada tahun 1993 rumah tangga dan sektor komersial Indonesia mengkonsumsi energi sebesar 52 % dari konsumsi energi total yang dikonsumsi oleh rumah tangga dan sektor komersial di ASEAN. Sementara konsumsi energi negara lainnya seperti Thailand sebesar 20.9%, Malaysia 11. 2 %, Philipina 10.6%, Singapura 4.7%, dan Brunei hanya 0.8%.

Berdasarkan jenis energi yang digunakan tercatat bahwa minyak tanah merupakan jenis energi terbesar kedua yang mereka konsumsi setelah kayu bakar. Pangsa konsumsi minyak tanah dari total energi final yang dikonsumsi oleh rumah tangga selama tahun 1990-2000 berkisar antara 16 -18 %.

Selain minyak tanah. energi lain yang dikonsumsi oleh rumah tangga adalah br iket. LPG. gas kota. listrik. arang dan kayu bakar. Pangsa konsumsi sektor rumah tangga untuk energi alternatif (non minyak) ini mencapai kurang lebih 82% dari total energi final yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

Pola konsumsi untuk energi non minyak di sektor rumah tangga lebih terkonsentrasi pada penggunaan kayu bakar. Sementara batu bara yang sudah diperkenalkan untuk konsumsi rumah tangga pada tahun 1993 ternyata tingkat penggunaan masih sangat kecil. Hingga tahun 2000 hanya memilki tingkat penggunaan sebesar 0.03%. Dilihat dari pertumbuhan pun ada kecenderungan kian menurun. Sama halnya dengan batu bara. konsumsi LPG dan gas kota juga tingkat penggunaannya masih relatif kecil. Pada tahun 1990. tingkat penggunaan LPG oleh rumah tangga hanya 0.8 %. sementara gas kota hanya 0.02%. Empat tahun berturut-turut proporsi penggunaan LPG tidak mengalami perubahan hanya sebesar 0.8 %. Hal yang sama terjadi pada proporsi penggunaan gas kota. selama delapan tahun berturut-turut tetap tidak ada perubahan hanya sebesar 0.02%.

Beberapa faktor yang menyebabkan pola konsumsi di sektor rumah tangga lebih terkonsentrasi pada penggunaan minyak tanah dan kayu bakar. yaitu: pertama, faktor harga. Minyak tanah merupakan energi dengan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan energi lain yang digunakan untuk keperluan yang sama. Kedua, faktor pendapatan. Sebagian besar rumah tangga di Indonesia merupakan kategori kelompok rumah tangga dengan pendapatan rendah dan menengah. Pada kelompok rumah tangga seperti ini. energi (bahan bakar) yang terjangkau dan umum digunakan adalah minyak tanah dan kayu bakar. Ketiga, alasan kepraktisan. Keempat, kurangnya sosialisasi pemanfaatan energi non minyak. Program pemanfaatan diversifikasi energi yang dicanangkan oleh pemerintah ternyata belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Hingga saat ini belum banyak masyarakat tahu briket batubara dan cara menggunakannya untuk keperluan rumah tangga.

BBM merupakan energi dominan yang digunakan untuk aktivitas produksi oleh sektor industri. Selama tahun 1990-2000 tingkat konsumsi BBM sektor industri terhadap total konsumsi BBM dalam negeri rata-rata sebesar 21.8% setiap tahunnya.

Konsumsi BBM oleh sektor industri senantiasa mengalami kenaikan. Peningkatan terbesar terutama terjadi pada jenis minyak solar. minyak bakar dan minyak tanah. Namun memasuki tahun 1998 konsumsi BBM sektor industri mengalami penurunan sebesar 4.3%. Hal ini berlanjut hingga tahun 1999 dimana konsumsinya turun sebesar

Page 7: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

6.2%. Terjadinya penurunan ini merupakan efek dari krisis ekonomi yang mulai melanda pada pertengahan tahun 1997. Sejak krisis ekonomi, banyak industri yang menghentikan produksinya, sementara yang lain walaupun tetap berproduksi namun dengan kapasitas yang lebih rendah dari sebelumnya. Kejadian seperti ini banyak terjadi pada industri makanan dan minuman, industri tekstil, pakaian jadi, industri kulit, dan barang dari kulit. Memasuki tahun 2000 konsumsi BBM di sektor industri kembali meningkat, bahkan pertumbuhan nya terbilang tinggi yaitu 23.5 %.

Dalam lingkup mikro perlu diwaspadai bahwa peningkatan pemakaian energi di sektor industri dalam beberapa tahun terakhir bukan hanya terjadi karena proses transformasi struktural yang cepat dari pertanian ke industri saja. Namun lebih jauh dari itu diduga karena terjadi pemborosan pemakaian energi di sektor ini. Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 telah membuat kurs rupiah terdepresiasi sangat tajam. Keadaan ini sangat memukul industri dalam negeri yang selama ini masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap mesin-mesin produksi impor, sehingga banyak diantara mereka yang tak mampu untuk meng-upgrade mesin-mesin produksinya. Sehingga banyak yang beroperasi hanya mengandalkan mesin-mesin tua yang tentu saja sangat boros bahan bakar. Indikasi ini bisa dilihat dari nilai intensitas energi pada tahun 1997 yaitu 4.196, nilai ini mengalami lonjakan yang cukup besar dari tahun 1996 yang hanya 2.637. Intensitas energi yang kian besar berarti bahwa pemakaian energi kian tidak efisien. Bila dilihat hubungan nilai tambah sektor industri dengan pemakaian energi, ternyata sebelum dan sesudah krisis ekonomi mengalami perubahan. Pada masa sebelum krisis ekonomi. pertumbuhan nilai tambah lebih besar dari pertumbuhan pemakaian energi. Namun semenjak tahun 1998, yang terjadi sebaliknya, pertumbuhan pemakaian energi lebih besar dari pertumbuhan nilai tambahnya. Hal ini khusus terjadi pada industri makanan, industri tekstil, industri kertas, dan industri kimia.

Selain itu ada dugaan bahwa pemakaian energi di sektor industri lebih besar dari data yang disajikan oleh departemen energi dan sumber daya mineral. Selama ini konsumsi energi di sektor industri khususnya untuk BBM dicatat dengan pendekatan dari sisi supply yaitu berdasarkan pasokan langsung dari Pertamina. Padahal kalau kita menyimak berita di media massa. ternyata selama ini banyak penyelewengan penggunaan BBM oleh sektor industri yaitu berupa pengalihan jatah BBM rumah tangga ke sektor industri. Hal ini terjadi karena adanya disparitas harga yang cukup besar. dimana BBM untuk sektor industri sudah tidak mendapat subsidi lagi dari pemerintah. Jadi sebenarnya intensitas energi di sektor industri yang menunjukkan tingkat efisiensi pemakaian energi akan lebih besar dari angka yang ada.

Energi alternatif (non minyak) yang digunakan oleh sektor industri meliputi batu bara, LPG gas, dan kayu bakar. Rata-rata tingkat pemakaian energi non minyak terhadap total energi final yang dikonsumsi di sektor industri dalam periode tahun 1990-2000 sekitar 47%/tahun. Tabel 2 di bawah memperlihatkan bahwa pertumbuhan konsumsi batubara di sektor industri cukup tinggi dan terus meningkat. Pertumbuhan yang negatif pada tahun 1996 lebih disebabkan oleh terjadinya kenaikan harga batubara untuk beberapa industri yang menggunakan bahan bakar batubara cukup besar. Pada tahun 1999 juga terjadi kenaikan harga batubara untuk beberapa industri dan lebih luas dari tahun 1996. namun juga terjadi penurunan harga untuk sebagian industri lainnya. maka penurunan pemakaian batubara tidak terlalu tajam sebesar 5.3 %.

Selanjutnya. konsumsi LPG dan gas di sektor industri selama tahun 1990-2000 juga mengalami peningkatan yang cukup besar. Rata-rata pertumbuhan pemakaian LPG dan gas masing-masing sebesar 11.8 % dan 4.7 % pertahun dalam periode tersebut. Krisis ekonomi yang dimulai pertengahan tahun 1997 telah membuat collapse beberapa

Page 8: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

industri. sehingga permintaan energi pada tahun 1998 mengalami penurunan termasuk LPG dan gas (kecuali batubara tetap meningkat). Pertumbuhan pemakaian LPG yang negatif pada tahun 1998 juga terjadi karena kenaikan harga LPG untuk sektor industri sebesar 50 %, yaitu dari Rp 1000 per kg menjadi 1500 per kg.

Sektor transportasi merupakan sektor terbesar pengguna Bahan Bakar Minyak diantara sektor-sektor lain. Pada tahun 1990. tingkat pemakaian BBM terhadap pemakaian BBM total dalam negeri sebesar 41.3 %. Angka ini terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2000 sudah mencapai 47.1 %. Menurut studi yang pernah dilakukan oleh Departemen Perhubungan, subsektor perhubungan darat mengkonsumsi sekitar 80 % dari seluruh BBM yang dikonsumsi oleh sektor perhubungan. Sementara sektor perhubungan udara, perhubungan laut, dan ASDP memakai sarana dengan standar internasional, sehingga konsumsi di sub sektor ini sudah dianggap mencapai efisiensi yang wajar.

Peningkatan pemakaian BBM di sektor ini berkaitan erat dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Lebih jauh dari itu Abdulkadir [1] menyebutkan bahwa efisiensi dalam pemakaian BBM di sektor transportasi sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut: (1) pengaturan dan disiplin lalu lintas yang baik, (2) kondisi teknis mesin dan peralatan kendaraan sebagai fungsi pemeliharaan dan penggantian suku cadang yang tepat, (3) cara dan teknik mengemudi, (4) kondisi dan lebar jalan yang menentukan kecepatan rata-rata kendaraan, (5) banyaknya konstruksi atau cegatan jalanan untuk pelbagai maksud, dan (6) kepadatan lalu lintas yang berlebih-lebihan.

Penggunaan energi alternatif di sektor transportasi sudah dirintis sejak 3 Januari 1986. yaitu dengan memanfaatkan Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai pengganti bensin atau solar. Program ini belumlah dilaksanakan secara nasional, tapi masih dalam bentuk "Pilot Project" yang khusus digunakan pada taksi dan mikrolet di DKI Jakarta. Selain BBG, pada bulan Agustus 1995 ditetapkan juga pemanfaatan LPG untuk sektor transportasi. Dilihat dari sisi harga. bahan bakar gas ini relatif lebih murah sekitar Rp 450 per LSP (Liter Setara Premium). Dilihat dari kegunaan BBG lebih irit daripada premium. Bila diasumsikan bahwa satu LSP BBG memberikan manfaat yang sama dengan satu liter premium, maka ada selisih harga sekitar Rp 4.050 perliter, karena saat ini premium dijual dengan harga sekitar Rp 4.500 perliter Bisa kita bayangkan berapa besar penghematan pemakaian bahan bakar di sektor transportasi jika upaya diversifikasi pemakaian BBG ini berjalan sukses.

Namun selama ini yang menjadi masalah adalah peralatan pendukung yang relatif mahal dan juga keamanan belum sepenuhnya terjamin. Disamping itu, ketersediaan stasiun BBG juga masih terbatas. Belum lagi proses pengisian yang butuh waktu lama. Hal ini merupakan beberapa penyebab mengapa pemakai BBG dan LPG di sektor transportasi masih sedikit.

II.2 Sumberdaya Mineral

Adalah tidak bisa dipungkiri bahwa jasa pertambangan sumberdaya mineral bagi pembangunan sangat signifikan. Industri pertambangan membuka lapangan kerja, membangun prasarana jalan dan sentra kegiatan ekonomi di daerah terpencil. Industri ini memperkenalkan teknologi, melatih tenaga terampil, dan memasukkan pola manajemen modern.

DI tahun 60-an, kita berusaha bangkit dari keterpurukan ekonomi, banyak negara masih trauma dengan tindak sepihak kita menunggak pembayaran utang publik. Kebanyakan investor dunia masih bersikap "menanti dan melihat". Di tengah kegalauan iklim

Page 9: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

investasi ini, modal asing pertama yang menerobos masuk dalam jumlah besar dirintis oleh industri pertambangan. Kemudian disusul investor minyak dan gas bumi yang memacu industri pertambangan melaju cepat.

Lambat laun, berbagai forum internasional memperhitungkan kehadiran Indonesia di pentas pertambangan dan memercayakan kita memimpin Organization of the Petroleum Exporting Countries dari kantor pusatnya di Wina, Austria. Yang paling mengesankan adalah jasa sektor pertambangan menghasilkan devisa ekspor dan pendapatan negara yang amat berarti membiayai Rencana Pembangunan Lima Tahun selama puluhan tahun mendorong Indonesia beranjak dari kelompok "negara berpendapatan rendah" menjadi "negara berpendapatan menengah" di tahun 90-an.

Industri pertambangan minyak kini mencapai usia 170 tahun dan banyak pertambangan metal lainnya melewati usia 25 tahun. Tuntutan pembangunan abad ke-21 telah berubah. Pembangunan ekonomi saja tidak cukup, dampak ekonomi pada kehidupan sosial dan lingkungan perlu diperhitungkan. Terutama di pertambangan. Pertambangan mengelola sumber daya alam yang "tidak diperbarui" sehingga menyusut dalam pengelolaannya. Sesudah dieksploitasi selama puluhan tahun maka habis menyusut dan produksi berkurang pada sumur minyak Rumbai daerah Riau, sumur minyak Prabumulih daerah Sumatera Selatan, timah daerah Bangka, batu bara Sawahlunto daerah Sumatera Barat, emas Buyat daerah Sulawesi Utara, dan lain-lain. Pola penambangan yang menyusutkan sumber alam tambang telah merenggut kekayaan alam warisan generasi mendatang untuk disubstitusi dengan lubang bekas galian tambang yang ternganga.

Penambangan perlu membabat hutan lebat untuk eksplorasi dan kemudian diratakan untuk keperluan eksploitasi membuka jalan dan lahan permukiman pekerja. Tanah galian yang tidak terpakai ditimbun, dibuang ke sungai atau ke laut. Profil lanskap alami berubah total, gunung diratakan, alur sungai dam garis pantai diubah.

Bahan kimia beracun dan berbahaya yang dipakai dalam proses penambangan selama puluhan tahun dalam alam berhujan tropis basah meninggalkan sisa-sisa limbah hanyut ke dalam air tanah, air sungai, dan laut.

Beberapa tahun terakhir juga terjadi fenomena kegiatan di lokasi penambangan di pulau-pulau kecil. Penambangan di Pulau Nauru di Samudra Pasifik selama puluhan tahun semula memungkinkan penduduk setempat hidup mewah menikmati hasil royalti pertambangan. Namun, setelah bahan tambang habis, penduduk jatuh miskin kembali.

Kegiatan pertambangan acap kali mengabaikan masyarakat adat dan tidak melibatkannya ikut bekerja karena mereka dianggap tidak punya keterampilan, keahlian, dan kemampuan kerja tambang. Selama berlangsung penambangan, tumbuh kota permukiman dalam kantong enclave di tengah hutan belantara. Tumbuh pula sistem "kawin kontrak", hidup dalam perkawinan selama sang pekerja bertugas kontrak di pedalaman. Tidak ada hak asasi manusia, tidak pula hak perempuan di belantara.

Banyak daerah tidak mengakui hak ulayat masyarakat adat atas tanah karena tanah hutan dianggap milik negara. Masyarakat adat sulit menerima keadaan ini sehingga potensi konflik membara dalam hati, dan perusahaan pertambangan terjepit. Kondisi seperti ini praktis terdapat di semua negara pertambangan, termasuk Amerika Serikat dan Australia yang kini masih bergelut dengan masalah penduduk aslinya. Maka, bagi banyak masyarakat adat lokal berlaku ungkapan, "pertambangan lebih banyak bawa derita ketimbang sejahtera".

Page 10: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

Dampak negatif pembangunan ekonomi pada kehidupan sosial dan lingkungan ini tumbuh akibat gagalnya mekanisme pasar menangkap isyarat kehidupan sosial dan lingkungan. "Pasar" adalah mekanisme ekonomi yang merekam "kebutuhan" konsumen untuk diladeni produsen. "Harga" terbentuk dalam pasar dan mencerminkan seimbangnya "permintaan" dengan "pengadaan". Tidak semua "kebutuhan" manusia bisa direkam pasar. Kebutuhan akan jasa sosial seperti kesehatan, pendidikan, penghayatan agama, budaya, nilai keakraban sosial, semangat kohesi sosial tidak ditangkap pasar sehingga tidak punya "harga" dan karena itu tidak "diproduksi".

Begitu pula kebutuhan manusia akan air bersih, udara segar, iklim nyaman, hutan, curah hujan, dan berbagai hasil keluaran ekosistem, tidak tertangkap oleh "pasar". Dengan demikian, pembangunan yang mengandalkan pasar mempertemukan konsumen dengan produsen hanya berhasil di bidang ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan.

Untuk mengoreksi kegagalan pasar ini, pemerintah perlu campur tangan. Karena sumber alam pertambangan bersifat "tidak diperbarui", keberlanjutan pembangunan terhambat oleh tersusut habis sumber alam pertambangan. Maka, hasil pendapatan pertambangan harus digunakan untuk diversifikasi kegiatan ekonomi yang bertumpu pada sumber alam yang diperbarui. Kalau bahan tambang habis tersusut, sudah tersedia "mesin-mesin penggerak pembangunan" lain berbasis "sumber alam yang diperbarui", seperti pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, dan pengembangan sumber daya manusia. Sangatlah penting menempatkan sektor pertambangan sejajar dengan sektor-sektor ekonomi lainnya dalam perencanaan tata ruang untuk memberlanjutkan fungsi ekosistem menopang kehidupan alami. Sehingga, fungsi hutan lindung, daerah aliran sungai, kondisi morfologi tanah, potensi pemanfaatan lahan, kondisi iklim serta lingkungan sosial budaya masyarakat setempat masuk dalam perhitungan pengembangan pertambangan.

Campur tangan pemerintah mengoreksi pasar juga perlu untuk mengurangi pencemaran oleh industri pertambangan dengan memperhitungkan biaya pencemaran dalam biaya pertambangan. "Analisis mengenai dampak lingkungan" dan pembatasan pencemaran di bawah baku mutu lingkungan sangat mengurangi pencemaran industri pertambangan.

Imperfeksi pasar juga mendesak perlunya pola perencanaan pembangunan "dari bawah" melibatkan terutama masyarakat lokal yang paling banyak menderita dampak negatif industri pertambangan. Konsultasi dengan masyarakat adat lokal perlu menjamin kelangsungan hidup mereka, hak perempuan dan hak asasi manusia. Dan kesempatan berkembang sepenuhnya diberikan kepada kelompok masyarakat madani.

Peran pemerintah amat besar dalam mengoreksi pasar. Namun, di sini pula terletak faktor risiko yang besar bahwa pemerintah bisa pula menimbulkan masalah baru. Pengalaman negara berkembang dengan usaha penambangan besar, termasuk Indonesia, membuktikan, pendapatan besar yang diperoleh sektor ini sekaligus menggoda dan mendorong tindak korupsi besar di kalangan pemerintah. Karena itu, pengembangan good governance, pemerintahan yang bersih dari KKN, adalah syarat mutlak dalam mengembangkan pertambangan untuk menjamin tersalurnya dana memberantas kemiskinan. Orientasi pemerintah haruslah gamblang dan selalu berpihak kepada si miskin.

Pengembangan pertambangan juga memerlukan komitmen pemimpin perusahaan untuk langsung mengembangkan "tanggung jawab sosial korporat", dan secara aktif menyeimbangkan pengembangan sosial, kelestarian lingkungan, dan perkembangan ekonominya sebagai tiga serangkai landasan usaha. Semula orientasi kerja para

Page 11: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

pemimpin perusahaan adalah "untuk kepentingan para shareholders" untuk kemudian bergeser menjadi "untuk kepentingan para stakeholders". Dalam abad ke-21 ini pun harus diubah menjadi "untuk kepentingan penggalangan kemitraan". Menggalang kemitraan dengan sesama pengusaha, pemerintah, dan kelompok masyarakat madani.

Harian Sinar Harapan, 20 November 2006

Konflik Pertambangan Perlu Penyelesaian Satu Atap

Oleh

Sulung Prasetyo

JAKARTA–Masalah di area pertambangan yang terjadi hingga kini disimpulkan karena masih kurangnya fungsi kontrol dari pemerintah dan adanya kesalahan paradigma dari

perusahaan. Lalu mungkinkah kebijakan satu atap bisa menyelesaikan problem ini? Kalau dihitung-hitung, mungkin sudah berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus masalah timbul di dunia pertambangan. Mulai dari kemiskinan yang tak kunjung usai di area sekitar

pertambangan, hingga rusaknya lingkungan. Kalau dirunut-runut, masalah pertambangan ini juga seperti tak pernah beranjak menuju perbaikan. Buku Tambang dan Kemiskinan: Kasus-Kasus Pertambangan di Indonesia

2001-2003 yang dikeluarkan LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) baru-baru ini bahkan mengungkapkan persoalan penyelesaian pertambangan di negeri ini seperti berjalan di tempat saja. Para pemodal tetap didahulukan, sementara amanat UUD 45

melalui Pasal 33 Ayat 1, untuk mendahulukan rakyat sebagai objek utama kekayaan negara cenderung dikesampingkan. Seharusnya beberapa kasus terakhir bencana pertambangan kalau dilihat dari kacamata

fungsi manajemen bisa saja dihindari, seperti kasus lumpur panas di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Kesalahan pengambilan keputusan untuk tetap mengebor, sementara fasilitas kurang memadai, seharusnya bisa dihindari bila fungsi kontrol dari pemerintah terbukti ada.

Namun pada kenyataannya, BP Migas yang selama ini dijadikan induk segala pekerjaan pertambangan minyak dan gas di Indonesia malah tidak memiliki prasarana untuk fungsi kontrol ini. “Setahu saya BP Migas tak memiliki sarana untuk perbaikan, apalagi mengontrol

segala kemungkinan bencana yang terjadi di pertambangan,” jelas Siti Maemunah, selaku Koordinator Jatam, di Jakarta, Senin (7/8). Lalu sebenarnya kepada siapa fungsi manajemen yang satu ini harus dilimpahkan.

Pemerintah melalui Departemen ESDM, pada kasus terakhir di Porong juga memperlihatkan fenomena lepas tangan untuk menanganinya, padahal kalau saja fungsi kontrol masalah pertambangan ini dapat dijalankan secara konsisten. Bukan tak mungkin

semburan lumpur bisa dihindari. Salah Paradigma

Kalau mau diselusuri lebih ke hulu persoalan, sebenarnya masalah ini berpangkal pada kesalahan daya pikir atau paradigma para pemangku kepentingan di bidang ini. Pemerintah melalui kaki tangannya cenderung hanya berpikir keuntungan dengan penanaman modal

dan pembagian royalti. Sementara itu, kebutuhan yang paling krusial dari masalah ini, seperti faktor keamanan pertambangan terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnya cenderung minim.

Hal ini juga yang coba diungkapkan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam konferensi pers mengenai simposium nasional “Mencari Model Pengelolaan Konflik di Kawasan Pertambangan” yang mereka selenggarakan, Kamis (10/8) ini.

Page 12: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

III. Pentingnya Good Governance

Paradigma dan konsep pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan kemitraan antara semua pelaku pembangunan energi dan sumberdaya mineral hanya dapat dilaksanakan apabila dapat diciptakan terwujudnya „good governance’ yang didefinisikan sebagai pelaksanaan otorita politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaan sebuah negara, termasuk didalamnya mekanisme yang kompleks serta proses yang terkait, lembaga-lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan baik perorangan ataupun kelompok masyarakat dalam mendapatkan haknya dan melakukan tanggung jawabnya, serta menyelesaikan segala perselisihan yang muncul diantara mereka. Governance berada dalam keadaan baik apabila terdapat sinergi diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi.

Aset-aset publik harus dikelola oleh pemerintah melalui cara yang transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Keterlibatan masyarakat di setiap jenjang dalam proses pengambilan keputusan (terutama menyangkut alokasi sumber daya dan dalam mendefinisikan dampak-dampak pada kelompok masyarakat yang lebih peka), merupakan salah satu faktor yang menentukan keberadaan good governance.

Dengan melibatkan anggota masyarakat, kegiatan pengelolaan sumber-sumber daya alam akan menjadi semacam aktivitas pendukung pengelolaan (co-management) yang terdiri atas suara rakyat dan tindakan-tindakan responsif pemerintah. Hal yang sama berlaku pada aspek pemberdayaan hukum. Yang dibutuhkan adalah peraturan dan kebijakan, dan sistem peradilan yang independen, otoritatif dan profesional.

Salah satu isu penting tentang good governance adalah perlunya dijalankan sistem pemerintah bottom-up. Keputusan harus diambil pada tingkat yang serendah mungkin yang diikuti dengan pengambilan tindakan yang efektif. Pemerintahan desentralisasi dapat dibuat lebih fleksibel dan pengaturan dana secara lebih baik yang dapat

Kajian mereka dalam konflik pertambangan menyimpulkan, kalau seharusnya

perusahaan perlu melakukan perubahan paradigma, dari yang hanya berpegang kepada kontrak, menjadi lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap masyarakat setempat. “Para stake holder dalam bidang ini, yaitu pemerintah, perusahaan, dan

masyarakat harus memiliki kompromi,” ujar Dr Ir Iskandar Zulkarnain, sebagai peneliti utama tim tambang LIPI, di kesempatan berbeda. Satu Atap

Menurut penelitian LIPI sendiri yang telah melakukan penelitian di tiga tempat pertambangan berbeda, yaitu di Pongkor dan Cikotok, Kalimantan Selatan, dan Bangka-Belitung, menyimpulkan kalau masalah pertambangan yang ada saat ini terbagi

dalam dua tataran masalah. Pada tataran makro, menurut mereka, masalah utama terjadi karena adanya benturan kepentingan antarsektor. “Hal ini menjadi semakin rumit, apabila antarsektor tersebut

berbenturan,” papar Tri Nuke Pujiastuti, MA, sebagai peneliti politik LIPI menjelaskan masalah ini. Seperti misalnya ketika sektor lingkungan hidup dalam misinya untuk melakukan

perlindungan lingkungan, tidak hanya melakukan pengawasan, tetapi juga pengaturan sampai kepada hal-hal yang bersifat teknis. Semua itu terjadi karena belum adanya kebijakan nasional yang jelas mengenai

masalah ini. “Jadi perlu good will dari pemerintah untuk mampu menciptakan kebi jakan satu atap untuk pengelolaan sumber daya alam,” kata Nuke menjelaskan

Page 13: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

mengakomodasikan keragaman kebutuhan pembangunan setempat sesuai dengan daya dukung dan kondisi lingkungannya. Sistem desentralisasi diharapkan memberikan kesempatan bagi ide-ide untuk lahir dari komunitas itu sendiri.

Oleh karenanya, kebijaksanaan publik yang dibuat di dalam sistem desentralisasi dapat lebih meningkatkan partisipasi, dan mungkin akan melahirkan aspirasi yang lebih besar lagi, apabila dibandingkan dengan kebijaksanaan yang terpusat (sentral). Unsur-unsur dasar good governance dapat menciptakan sebuah iklim politik nasional yang kondusif untuk memajukan desentralisasi dalam aspek-aspek ekonomi, administratif dan politik.

Ringkasnya, kegiatan pembangunan energi dan sumberdaya mineral harus berorientasi pada sebesar-besar kemakmuran rakyat (mengoptimalkan manfaat eksploitasi), dengan memperhatikan daya dukung sosial dan daya dukung lingkungan hidup. Hal ini hanya mungkin dilaksanakan apabila „good governance’ dapat diciptakan.

Kepentingan usaha pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral dan pelestarian lingkungan tak ubahnya sebuah paradok. Di satu sisi dibutuhkan demi pembangunan, di sisi lain lingkungan jadi rusak akibatnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang ada kadang tak diterapkan dengan baik.

Pertambangan dan lingkungan ibarat dua keping mata uang yang saling mengkait. Munculnya aspek lingkungan merupakan salah satu faktor kunci yang ikut diperhitungkan dalam menentukan keberhasilan kegiatan usaha pertambangan.

Kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi sampai eksploitasi dan pemanfaatnnya mempunyai dampak terhadap lingkungan yang bersifat menguntungkan/positif yang ditimbulkan antara lain tersedianya aneka ragam kebutuhan manusia yang berasal dari sumber daya mineral, meningkatnya pendapatan negara. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan adalah terjadinya perubahan rona lingkungan (geobiofisik dan kimia), pencemaran badan perairan, tanah dan udara.

Agar pemanfaatan sumber daya mineral memenuhi kaidah optimalisasi antara kepentingan pertambangan dan terjaganya kelestarian lingkungan, maka dalam setiap kegiatan sektor pertambangan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dan pengawasan diperlukan berbagai telaah lingkungan.

Lahirnya Undang-undang No. 41 tahun 1999 sempat memancing ricuh antara kalangan usaha pertambangan dengan pemerhati lingkungan. UU yang membatasi penambangan di hutan lindung tersebut dianggap kurang tegas diimplementasikan. Sejumlah perusahaan tambang tetap beroperasi di hutan lindung dengan alasan sudah menandatangani kontrak kerja jauh sebelum UU tersebut ditetapkan.

Masalah mendasar yang muncul dari industri pertambangan adalah bagaimana kegiatan pertambangan dapat memberi kontribusi optimum terhadap pembangunan berkelanjutan. Hal ini menjadikan aspek pengelolaan lingkungan pada industri pertambangan menjadi sangat penting. Salah satu pendekatan demi memecahkan masalah itu adalah dengan pendekatan iptek. Pendekatan ini sangat penting untuk dikembangkan demi mengadaptasi masalah yang timbul di suatu daerah. Baik lingkungan fisik, yakni geologi, hidrogeologi, geokimia dan iklim, hingga kondisi biologi seperti flora, fauna, keragaman hayati.

IV. Pemberdayaan Masyarakat Lingkup Energi dan Sumberdaya Mineral

Berkenaan dengan pengembangan energi dan sumberdaya mineral seperti tersebut di atas yang erat hubungannya dengan kemasyarakatan, maka peran perusahaan pertambangan akan sangat signifikan dalam mengimplementasikan jargon tersebut.

Page 14: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

Sebagai sebuah perusahaan, tujuan dari perusahaan pertambangan adalah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya melalui penambangan yang ada di wilayah pertambangan dengan cara seefektif dan seefisien mungkin. Perusahaan pertambangan pada umumnya beroperasi di daerah terpencil yang serba minim fasilitasnya. Sementara itu, dalam beroperasi, perusahaan pertambangan tersebut ditunjang oleh tenaga-tenaga ahli pertambangan maupun tenaga lain nonpertambangan yang secara bersama hidup dalam satu komunitas yang serba berbeda dengan masyarakat sekitarnya, baik dari segi fasilitas fisik maupun nonfisik.

Lingkungan yang serbalengkap fasilitasnya tersebut sering menimbulkan kecemburuan dari masyarakat sekelilingnya yang serbaminim fasilitas serta rendahnya tingkat kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kecemburuan itulah yang sering memicu terjadinya konflik antara manajemen perusahaan dan masyarakat sekitar pertambangan. Sementara perusahaan merasa telah memenuhi keseluruhan kewajiban sebagai perusahaan, baik itu PMDN maupun PMA kepada Pemerintah Indonesia dengan membayar pajak atau royalti sehingga mereka tidak terlalu risau dengan adanya tuntutan dari masyarakat sekitar pertambangan.

Pengusahaan suatu usaha pertambangan berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya. Selain membutuhkan modal yang besar, juga memiliki risiko kegagalan yang tinggi. Pengusahaan pertambangan juga harus melalui suatu proses, yaitu bernegosiasi dengan para pemilik tanah sesudah diketahui bahwa ada cukup deposit bahan tambang yang memadai jumlahnya untuk dapat dieksploitasi secara menguntungkan. Tahap ini merupakan tahap yang kritis karena hal itu mempengaruhi masa depan hubungan antara masyarakat dan perusahaan pertambangan.

Pada tahap yang kritis inilah seyogianya perusahaan pertambangan sudah mulai menunjukkan corporate social responsibility-nya melalui program community development. Hal ini sangat penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa kehadiran perusahaan pertambangan yang akan menguasai sumber alam di wilayah itu akan memberi kompensasi pada mereka dalam bentuk program-program yang akan meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi mereka (P3PK UGM, 2000).

Community development (CD) bukan semata persoalan moral yang berorientasi pada penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, akan tetapi juga merupakan upaya menciptakan security bagi perusahaan pertambangan dari ancaman penduduk lokal yang merasa terpinggirkan. Oleh sebab itu, CD menjadi sangat penting guna menciptakan keseimbangan dalam kehidupan sosial. Perusahaan pertambangan umumnya mempunyai institusi CD dan telah melaksanakan kegiatan CD. Hal itu karena dipersyaratkan dalam kontrak karya dan terlebih-lebih karena tekanan masyarakat sekitar tambang yang akhir-akhir ini semakin besar.

Sejauh mana komitmen perusahaan melaksanakan kegiatan CD tercermin dari kedudukan institusi CD pada struktur organisasi perusahaan. Perusahaan pertambangan yang memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan masyarakat sekitar akan menempatkan institusi CD pada struktur yang hirarkinya tinggi, misalnya sebagai bagian atau divisi. Sebaliknya, perusahaan pertambangan yang komitmennya kurang akan menempatkan institusi CD pada stuktur yang hirarkinya rendah. Dari hasil kunjungan lapangan di beberapa perusahaan pertambangan terlihat bahwa kedudukan institusi CD dalam struktur organisasi masih bervariasi dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.

Dana yang cukup dan berlanjut merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan CD. Hal itu dikarenakan pengembangan masyarakat membutuhkan waktu cukup lama untuk

Page 15: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

sampai pada tujuannya, yaitu mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Tujuan ini dicapai melalui kegiatan CD yang bersifat fisik dan nonfisik. Kegiatan CD yang bersifat fisik segera dapat dilihat hasilnya, sebaliknya yang bersifat nonfisik lama dan tidak tampak hasilnya.

Umumnya kegiatan CD yang berupa pembangunan prasarana fisik seperti jalan, gedung sekolah, klinik, dan tempat ibadah telah dilaksanakan banyak perusahaan pertambangan. Bahkan kegiatan CD umumnya telah dilaksanakan semenjak tahap konstruksi. Hal itu dapat dimengerti karena prasarana-prasarana tersebut juga diperlukan perusahaan atau paling tidak karyawan perusahaan. Pendanaan untuk kegiatan CD yang langsung berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat misalnya pertanian, peternakan, perikanan, industri kecil, relatif kecil dan belum lama pelaksanaannya.

Perencanaan CD yang umumnya disusun perusahaan pertambangan adalah rencana tata ruang wilayah. Rencana tata ruang diperlukan oleh perusahaan karena operasi penambangan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Karena tidak ada perencanaan CD yang baku, pelaksanaan CD lebih bersifat by problem dalam arti CD dilaksanakan untuk mengatasi gejolak yang timbul dalam masyarakat yang dapat mengganggu operasi perusahaan. Hal itu ditunjukkan dari adanya kegiatan CD yang dilaksanakan karena adanya protes dari masyarakat.

Daerah usaha pertambangan biasanya berpusat pada wilayah kecamatan. Sementara itu pemerintah kecamatan tidak memiliki kelengkapan dinas-dinas sehingga baik dalam merencanakan maupun melaksanakan pembangunan wilayah menjadi sangat lamban. CD oleh perusahaan pertambangan bukan kegiatan yang lepas sama sekali dari pemerintah daerah. Dalam CD justru pemda harus berada di depan, mengingat pemda adalah lembaga yang memegang otoritas pemerintah di daerah. Pemda juga lembaga yang akan meneruskan kegiatan CD bila penambangan berakhir.

Yang terjadi di lapangan, terutama pada waktu kegiatan penambangan dimulai, peran perusahaan pertambangan dalam pengaturan wilayah sangat menonjol sehingga mirip pemerintah. Masyarakat kemudian melihat, tugas pembangunan wilayah ada pada pundak perusahaan pertambangan. Akibatnya, apabila terjadi kelambatan pelaksanaan atau hal-hal lain yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, rakyat cenderung menyalahkan perusahaan pertambangan meskipun kesalahan itu adalah kesalahan pemerintah daerah.

Dengan semakin meningkatnya jumlah dan mobilitas penduduk, situasi itu harus diubah. Hubungan antara pemda dan perusahaan pertambangan sering kali diwarnai konflik kepentingan, terlebih pada saat sekarang saat pemda berharap banyak pada penerimaan royalti. Namun, karena royalti lebih banyak dikuasai pemerintah pusat atau pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kecamatan yang wilayahnya digunakan untuk kegiatan penambangan kurang mendapat manfaat.

Keadaan itu menyebabkan hubungan antara pemerintah daerah kabupaten atau pemerintah kecamatan dan perusahaan pertambangan kurang sejalan. Maka, tidaklah mengherankan kalau pemerintah daerah dalam level tersebut kembali meminta bagian dari "royalti" kepada perusahaan berupa berbagai jenis sumbangan dari perusahaan pertambangan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dikeluarkan pemerintah belum lama ini membuka peluang pemerintah daerah mengelola sumber daya alam. Banyak daerah yang tergolong kaya sumber daya alam menyambutnya dengan hangat. Seakan-akan

Page 16: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

hal yang selama ini dirampas pemerintah pusat segera ditemukan kembali. UU itu menyangkut pula adanya desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom, yaitu Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam penjelasan dari UU itu dituliskan, daerah mempunyai kewenangan utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi untuk bidang-bidang tertentu. Perolehan pendapatan daerah yang berasal dari penerimaaan sumber daya alam pertambangan sudah pula diatur dalam penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004.

Perusahaan pertambangan yang menguntungkan, aman, tidak ada tuntutan masyarakat, dan ada hubungan harmonis antara pemerintah daerah, perusahaan pertambangan dan masyarakat, merupakan modal yang baik untuk kelangsungan perusahaan pertambangan tersebut. Lokasi perusahaan pertambangan yang ideal tersebut sangat berkaitan dengan pendapatan pemda dan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan. Evaluasi kegiatan CD bisa dijadikan awal dari mekanisme pelimpahan wewenang pertambangan dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah.

Dari pengalaman studi yang selama ini telah dilakukan penulis, terlihat keterlibatan unsur kelembagaan lokal dan unsur pemerintah daerah dalam kegiatan CD yang masih terbatas dan belum memadai. Hubungan timbal-balik tiga pihak: perusahaan pertambangan, pemerintah daerah, dan masyarakat, perlu diciptakan dengan baik untuk secara bersama-sama mengembangkan kawasan sekitar pertambangan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perusahaan pertambangan dalam kegiatan CD. Pertama, CD merupakan kegiatan pemberdayaan yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat sekitar daerah tambang mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik dan tidak bergantung pada keberadaan perusahaan pertambangan. Kegiatan itu dicapai melalui kerja sama antara perusahaan pertambangan dan masyarakat, pemda dan pihak lain yang bergerak di bidang sosial-ekonomi-budaya. Sesuai dengan tujuan dan cara pencapaiannya, kegiatan CD di daerah sekitar tambang memerlukan SDM yang mampu mengoordinasikan pihak-pihak tersebut melalui pendekatan participatory.

Kedua, kegiatan CD mestinya disusun dalam suatu perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang sejalan dengan jangka waktu kontrak karya. Dari perencanaan ini, mestinya sudah dapat diketahui siapa target group CD, program-program apa yang perlu dilaksanakan, dan bagaimana kondisi masyarakat setelah kontrak karya berakhir. Perencanaan tersebut dibuat melalui proses partsipatif, bukan top down.

Perusahaan jangan hanya menyodorkan perencanaan yang telah dibuat untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat. Hal itu perlu untuk mencegah adanya konflik dan protes dari masyarakat. Namun demikian, penilaian terhadap adanya konflik dan protes dalam masyarakat harus dinilai secara objektif mengingat akhir-akhir ini banyak konflik dan protes tanpa alasan yang rasional.

Ketiga, melibatkan pemda dalam CD dan jika ada konflik dengan masyarakat, penyelesaiannya dilakukan melalui pemda (P3PK UGM, 2000).

Hasil yang diharapkan dari kegiatan CD adalah kebergantungan masyarakat dan pemda pada perusahaan pertambangan semakin kecil, sebaliknya kemandirian masyarakat dan pemda semakin besar dan pada akhir penambangan sudah dapat mandiri.

Page 17: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

V. Desentralisasi

Adanya perubahan lingkungan strategis di tingkat nasional, regional dan global, seperti desentralisasi daerah, AFTA 2003, APEC 2020, dan Protokol Kyoto serta Mekanisme Pembangunan Bersih, akan mempengaruhi paradigma penyediaan dan pemanfaatan energi di masa datang. Di tingkat nasional, pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka wewenang pengembangan energi yang tadinya berada di Pemerintah Pusat beralih kepada Pemerintah Daerah (kecuali sektor migas). Berdasarkan PP No. 25 tahun 2000 tersebut, Pemerintah Pusat masih berwenang untuk mengeluarkan kebijakan diversifikasi energi, konservasi energi, intensifikasi energi dan harga energi.

Secara hukum nasional terdapat beberapa hal yang meskipun tidak bertentangan, tetapi kurang mendukung implementasi Protokol Kyoto. Sebagai salah satu contoh, di sektor energi belum ada peraturan yang mendorong, melalui pemberian intensif dalam penggunaan energi terbarukan dan upaya melakukan efesiensi energi. Padahal, dari segi perlindungan iklim kedua kegiatan dari sisi penawaran (supply side) dan sisi permintaan (demand side) energi tersebut sangat potensial dan mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebagai dari bagian hukum nasional, peraturan daerah masih banyak yang harus dirumuskan dan dibenahi, khususnya yang

Kompas, 23 Agustus 2006

Dirjen ESDM Bingung Ada Pertambangan Ilegal

Balikpapan, Kompas - Pertambangan batu bara ilegal dan lahan bekas eksploitasi yang tak direhabilitasi harus diakhiri. Mendiamkan hal itu berlangsung tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga moral.

Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Mineral, Panas Bumi, dan Batu Bara Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Simon Sembiring di Balikpapan, Selasa (22/8).

"Kalau izin resmi, harus ada yang tanggung jawab. Kalau ilegal, mencuri. Tambang itu tidak

pakai cangkul. Alatnya besar, kenapa bisa berjalan? Saya heran!" kata Simon di sela-sela musyawarah Pemerintah Daerah Penghasil Batu Bara Se-Indonesia.

Dalam acara itu dideklarasikan pula Badan Kerja Sama Pemerintah Daerah Penghasil Batu

Bara Se-Indonesia. Tercatat 44 kabupaten dari 21 provinsi menjadi anggotanya.

Saat berbicara dalam musyawarah itu, Simon mencontohkan, kerusakan yang cukup parah akibat pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalsel hingga April 2006 menunjukkan, 10.444 dari 12.944 hektar areal tambang batu bara yang selesai dieksploitasi belum direklamasi. Sebagian besar dibiarkan menjadi lubang besar atau

danau (Kompas, 28/7).

Ia juga menekankan, tanggung jawab terhadap pengawasan dan penertiban tambang batu bara tidak hanya pada pemerintah pusat. Sebab, di era otonomi ini ada pendelegasian

kewenangan kepada pemerintah daerah tingkat II.

Dalam kesempatan itu, Simon mengutarakan proyeksi kebutuhan batu bara di dalam negeri yang meningkat 80 juta ton pada tahun 2009. Peningkatan dari 30 juta ton itu untuk

memenuhi 20.000 megawatt produksi listrik PLN dan swasta. (FUL/YNS)

Page 18: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

mengutamakan partisipasi masyarakat sehingga akan menarik investasi yang akan mengalir ke daerah. Dengan demikian, jika kita lihat secara positif, diartifikasinya Protokol Kyoto akan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong terciptanya kerangka peraturan yang transparan dan demokratis.

Ratifikasi Protokol Kyoto juga akan mendorong pemerintah dan masyarakat untuk mempersiapkan dari dalam penyiapkan kelembagaan yang terkait dengan implementasi Protokol Kyoto melalui proyek-proyek CDM. Penunjukan otoritas nasional (Designated National Auttority, DNA) merupakan syarat utama agar nagara berkembang dapat berpatisipasi. Lembaga inilah yang nantinya akan merancang kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan proyek (projek development) dan pengembangan kapasitas (capacity building) agar Para Pihak yang tertarik melakukan investasi dapat merancang proyeknya bersama mitranya di mana proyek akan diimplementasikan. Otoritas nasional ini juga akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesadaran publik (public awarennes) akan pentingnya pembangunan proyek-proyek baru yang ramah lingkungan.

Adanya kebijakan desentralisasi yang didorong pemerintah juga akan membawa beberapa konsekuensi. Daerah yang kaya sumber daya alam akan banyak menikmati manfaat dari bentuk pembagian pendapatan daerah yang baru ini. Misalnya, daerah penghasil produk pertambangan, kehutanan dan perikanan, kini akan menerima 80% dari penerimaan pendapatan tersebut, sementara pemerintah pusat hanya menerima sisanya, yaitu 20%. Daerah penghasil minyak akan menerima 15% dari seluruh pendapatan yang diterima dari eksploitasi kekayaan alam ini, sedangkan daerah penghasil gas alam menerima 30%.

Sebagian besar wacana yang berlangsung mengenai prospek keberhasilan pelaksanaan desentralisasi daerah tertuju pada masalah perimbangan anggaran antara pemerintah pusat dan daerah. Tampaknya ada asumsi bahwa dengan memiliki anggaran belanja yang besar maka pemerintah daerah (pemda) akan mampu mengelola pelaksanaan desentralisasi. Seiring dengan asumsi ini, maka pemda yang diuntungkan dengan adanya cara baru pembagian perolehan dari kekayaan sumber daya alam itu dianggap akan berhasil mengelola proses desentralisasinya. Jelas kekayaan sumber daya alam, dalam hal ini sumber daya pertambangan, adalah faktor penting dalam menentukan kemampuan pemda dalam melaksanakan kekuasaan otonomi yang diberikan secara efektif. Pemda yang memiliki kekayaan alam besar mempunyai sumber dana potensial yang akan mengalir ke daerahnya sebagai hasil pendayagunaan sumber-sumber alamnya. Karena itu, daerah tersebut dimungkinkan memiliki kekuatan dana lebih besar dibanding dengan daerah yang miskin sumber daya alam.

Namun, seperti ditunjukkan oleh pengalaman banyak negara di berbagai penjuru dunia, kekayaan sumber daya alam bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan pembangunan. Sudah banyak contoh mengenai keberhasilan pembangunan negara-negara yang miskin sumber daya alam. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu negara atau wilayah yang sama pentingnya dengan kekayaan sumber daya alam adalah kualitas sumber daya manusia. Jepang, Singapura dan Korea Selatan adalah contoh tepat mengenai negara miskin sumber daya alam tetapi unggul dalam pembangunannya, terutama karena kualitas sumber daya manusianya. Masalah manejemen pengusahaan tambang tidak sekadar masalah pemberian izin pengusahaan saja. Masalah hukum bisa timbul di luar masalah perizinan, seperti overlapping dan ganti rugi. Pertikaian dapat saja melibatkan banyak pihak. Dapat terjadi pertikaian antara masyarakat, pemegang izin usaha, atau pemohon dengan penguasa. Atau antara pemegang izin usaha dengan pemegang izin usaha lainnya. Atau antara

Page 19: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

pemegang izin usaha dengan pemegang hak atas tanah. Tanpa menganggap kecil kemampuan dan pengetahuan pihak pemda dalam menyelesaikan pertikaian-pertikaian, dapat dimengerti apabila terdapat keragu-raguan terhadap kapasitas kantor-kantor tersebut. Hal ini sangat penting untuk segera diantisipasi mengingat bahaya yang mungkin timbul.

Kritikan lainnya adalah sehubungan dengan penanaman modal asing, termasuk foreign borrowing. Hal ini ironis sekali, karena justru dari dulu sudah dirasakan perlunya daerah diberikan insentif untuk saling bersaing dalam mempromosikan potensi daerah masing-masing, termasuk dalam rangka mengundang penanaman modal asing. Dengan sistem sekarang ini, terjadi kekhawatiran apakah daerah (apalagi daerah tingkat II) sanggup melaksanakan hal itu serta kebal dari KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Hambatan lain yang mungkin perlu diperhatikan adalah reaksi-reaksi masyarakat sekarang terhadap perusahaan pertambangan. Di masa lalu rakyat yang berada di tempat perusahaan tambang berdiri, tidak diikutsertakan dalam berbagai proses yang menyangkut kehidupan mereka.

Usaha pertambangan hampir seluruhnya berada di daerah, karenanya usaha ini berkaitan erat dengan peningkatan kemakmuran rakyat di daerah-daerah. Dalam pelaksanaannya hal ini bergantung erat pada niat baik pemerintah daerah. Adalah wajar jika daerah mengupayakan berbagai cara untuk dapat meningkatkan perolehan dana bagi daerahnya, khususnya apabila hal itu digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sumber daya alam merupakan potensi yang nyata, oleh karenanya berdasarkan kewenangan otonomi daerah tidak mengherankan bidang ini merupakan harapan daerah untuk meningkatan sumber pendapatannya, dan dengan demikian bisa diharapkan untuk mendongkrak tingkat kesejahteraan penduduknya.

Desentralisasi pertambangan akan membuka banyak peluang untuk meningkatkan kemakmuran penduduk di daerah-daerah, rakyat Indonesia yang tersebar dari barat hingga ke timur, baik dari segi pembagian hasil tambang, peningkatan kesempatan kerja, maupun pembangunan infrastruktur secara lebih merata di derah-daerah. Demikianlah, kita sama-sama berharap agar desentralisasi pertambangan akan bermanfaat luas bagi rakyat kita secara lebih merata seperti yang termaktub dalam pasal 33 UUD 1945, yakni bahwa kekayaan alam negeri ini hendaknya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

VI. Kebijakan Publik di Bidang Energi dan Sumberdaya Mineral

Mengingat pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral mempunyai beberapa karakteristik, yaitu non-renewable (tidak dapat diperbarui), mempunyai risiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umumnya. Karena sifatnya yang tidak dapat diperbarui tersebut pengusaha pertambangan selalu mencari proven reserves (cadangan terbukti) baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan adanya penemuan.

Ada beberapa macam risiko di bidang pertambangan yaitu risiko geologi (eksplorasi) yang berhubungan dengan ketidakpastian penemuan cadangan (produksi), risiko teknologi yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya, risiko pasar yang berhubungan dengan perubahan harga, dan risiko kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan harga domestik. Risiko-risiko tersebut berhubungan dengan besaran-besaran yang mempengaruhi keuntungan usaha yaitu

Page 20: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

produksi, harga, biaya dan pajak. Usaha yang mempunyai risiko lebih tinggi menuntut pengembalian keuntungan (Rate of Return) yang lebih tinggi.

Walaupun terdapat dampak lingkungan pada waktu eksplorasi, tetapi dampak lingkungan pertambangan utama adalah pada waktu eksploitasi dan pemakaiannya untuk yang bisa digunakan sebagai energi (minyak, gas dan batu bara). Dampak lingkungan tersebut dapat berbentuk fisik seperti penggundulan hutan, pengotoran air sungai, danau dan laut) serta pengotoran udara untuk energi. Dampak lingkungan tersebut dapat juga bersifat sosial yaitu hilangnya mata pencarian penduduk yang tadinya hidup dari hasil hutan maupun hasil pertambangan itu sendiri. Sebagai contoh: dengan cara yang sederhana penduduk dapat mendulang emas.

Dampak lingkungan pertambangan berbeda antara jenis tambang yang satu dengan yang lain. Tambang ada yang berada jauh di bawah permukaan seperti tambang minyak dan gas sehingga penambangannya dilakukan dengan membuat sumur, oleh sebab itu penambangannya relatif tidak membutuhkan daerah yang luas di permukaan. Tambang ada yang digali di permukaan atau ditambang dengan membuat terowongan dekat permukaan seperti batu bara, tembaga, emas dan lain-lain sehingga relatif membutuhkan daerah yang luas di permukaan dan sebagai akibatnya dampak lingkungan fisik maupun sosialnya lebih besar. Apalagi tambang tersebut tadinya merupakan mata pencarian penduduk setempat.

Risiko eksplorasi dan tingkat kesulitan teknologi eksploitasi pertambangan juga berbeda satu sama lain. Untuk migas yang lokasi cadangannya jauh di bawah permukaan risiko eksplorasinya tentunya besar, sehingga tidak mengherankan apabila sebagian besar migas kita masih diproduksi oleh swasta asing. Dalam hal teknologi eksploitasi migas walaupun tingkat kesulitannya cukup tinggi, terdapat keyakinan bahwa bangsa Indonesia cukup mampu melakukan eksploitasi migas paling tidak untuk penambangan di daratan maupun laut dangkal. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa di samping Pertamina ada beberapa swasta nasional yang sudah mengoperasikan lapangan minyaknya berbekal pengalaman yang telah ditekuninya selama bertahun-tahun di bidang tersebut.

Walaupun risiko usaha di bidang migas tinggi, tetapi karena migas sangat penting untuk Indonesia sejak waktu yang lama, maka peraturan-peraturan di bidang tersebut sudah sangat maju dan terbuka, dalam pengertian sering sekali diperdebatkan. Pajak migas sangat tinggi dibandingkan komoditi lain. Sebagai contoh untuk minyak 85 persen dan untuk gas 70 persen dari keuntungan adalah untuk pemerintah. Di samping itu di bidang migas sudah berlaku kontrak bagi hasil, sedangkan di pertambangan umum (nonmigas) masih berlaku kontrak karya. Perbedaan utama antara kontrak bagi hasil dan kontrak karya adalah bahwa pada kontrak bagi hasil manajemen ada di tangan Indonesia, dalam pengertian setiap perencanaan pengembangan (Plan of Development) harus disetujui dulu oleh pemerintah (dalam hal migas: Pertamina) termasuk aspek lingkungannya. Dasar kebijakan publik di bidang energi dan sumberdaya mineral adalah UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa: bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dalam pelaksanaannya mungkin dapat dipertimbangkan hal-hal berikut ini

Pertama, kita baru mengundang perusahaan asing apabila bangsa Indonesia tidak berani mengambil risiko atau tidak menguasai teknologi untuk bidang pertambangan tersebut. Mengapa? Karena tentunya akan lebih menguntungkan kalau dikerjakan

Page 21: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

sendiri karena biaya orang asing mahal dan dana tersebut tentunya kembali ke negaranya. Apalagi kalau manajemennya tidak di tangan Indonesia.

Kedua, apabila risikonya tidak besar serta teknologinya dikuasai dan permasalahannya hanya modal, maka dana dapat dikumpulkan melalui beberapa cara, yaitu:

a. sebagian pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan umum yang sudah memberikan keuntungan banyak (misal: batu bara). Pendapatan tersebut dapat digunakan untuk eksplorasi dan investasi pada sektor-sektor pertambangan lainnya. Hal yang sama dapat diberlakukan untuk migas sehingga sebagian pendapatan pemerintah darinya dapat digunakan untuk ekplorasi dan investasi untuk energi lain yang lebih bersih lingkungan seperti panas bumi dan tenaga air. Sebagai perbandingan, pada sektor kehutanan terdapat dana reboisasi.

b. BUMN terkait dapat mengumpulkan dana dari saham masyarakat yang besarny tergantung pada kepercayaan masyarakat pada hasil usaha di bidang tersebut.

c. swasta nasional yang berminat berusaha di bidang tersebut (dapat sendiri atau merupakan konsorsium) diikutsertakan dalam usaha tersebut.

d. apabila dari sumber di atas dana tidak cukup maka baru diusahakan modal asing.

Ketiga, aspek lingkungan baik fisik maupun sosial harus dipertimbangkan dalam setiap kontrak pertambangan dan pengusaha pertambangan harus menyediakan biaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut. Menurut ahli ekonomi Kaldor dan Hicks suatu tindakan dikatakan bermanfaat apabila golongan yang memperoleh manfaat dari usahanya dapat memberi kompensasi bagi golongan yang menderita kerugian akibat usaha tersebut sehingga posisi golongan kedua tersebut paling jelek sama seperti sebelum adanya usaha tersebut dan golongan pertama masih untung. Golongan kedua tersebut dapat berupa alam maupun masyarakat. Jadi, tidak adil bila ada suatu usaha yang kemudian menyebabkan lingkungan menjadi lebih rusak atau masyarakat menjadi lebih menderita dibandingkan keadaan sebelum adanya usaha tersebut.

Keempat, apabila kontrak bagi hasil untuk pertambangan umum lebih menguntungkan dibandingkan kontrak karya (dengan pengertian juga tidak membuat kontraktor jera), maka tentunya yang lebih menguntungkan masyarakat perlu diberlakukan.

Media Indonesia, 4 Juli 2006

Pembangunan Desa Mandiri Energi Dimulai Tahun 2007

JAKARTA--MIOL: Pemerintah berencana membangun desa mandiri energi di

daerah-daerah terpencil pada 2007.

Pembangunan desa mandiri energi ini untuk meringankan beban masyarakat di daerah itu akibat mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM). Rencana tersebut akan dibahas dan

dimatangkan dalam pertemuan di Bali pada 2 Agustus yang akan datang.

Pertemuan itu akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Koordinator, Perekonomian Boediono,

Menteri BUMN Sugiharto, dan Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali serta sejumlah gubernur, bupati/walikota seluruh Indonesia. Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengatakan rencana tersebut telah disampaikan dalam rapat terbatas kabinet yang

berlangsung Sabtu (1/7) hingga Minggu (2/7) malam di Losari Caffee Plantation, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang dipimpin langsung Presiden Yudhoyono

.

Page 22: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

VII. Peran Good Governance dalam Pengelolaan Energi dan Sumberdaya Mineral

Krisis multidimensi yang berkepanjangan selama hampir satu dekade terakhir ini seharusnya membangunkan Indonesia yang telah terlena lama sekali oleh "easy money". Pembangunan di Indonesia selama 30 tahun memberikan ilusi bahwa kemajuan ekonomi berlangsung seolah-olah tak terbatas. Kontraksi ekonomi sebesar -15 persen per tahun seperti yang terjadi pada tahun 1997-98 tidak pernah diperkirakan sebelumnya.

Konsep pembangunan yang dipraktekkan sejak 1966 di Indonesia mendasarkan pertumbuhan ekonomi pada beberapa sektor utama, terutama minyak dan sumberdaya mineral. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi sejak itu melesat hingga berkisar pada 7

"Dipilihnya daerah remote (terpencil) itu karena di daerah tersebut harga BBM-nya sangat

tinggi sehingga membebani masyarakat," kata Suryadharma Ali di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan, di daerah remote itu harga minyak tanah mencapai Rp10.000-Rp20.000 per liter. Karena itu, pemilihan daerah tersebut untuk dijadikan desa mandiri energi sangat

cocok. Untuk menjadi bisa menjadi desa mandiri energi, kata Suryadharama Ali, harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu pemerintah daerah menyiapkan lahan untuk tanaman jarak, Menteri Pertanian menyediakan bibit unggul.

Sementara, BUMN-BUMN yang memproduksi mesin pengolah biji jarak menjadi minyak bio diesel harus memberikan jaminan pemeliharaan terhadap mesin tersebut pada kurun waktu tertentu.

Suryadharma Ali mengatakan peran kementerian Koperasi dan UKM pada program Desa Mendiri Energi tersebut adalah memberikan perkuatan modal berupa mesin pembuat bio diesel.

Kementerian Koperasi dan UKM akan membeli 300 unit mesin dengan harga sekitar Rp120 juta per unit.

Satu unit mesin tersebut memiliki kapasitas mengolah 500-600 kilogram biji jarak per hari

yang mampu menghasilkan minyak bio diesel sekitar 200 liter per hari.

"Bila program ini berjalan setidaknya dapat menyerap tenaga kerja dan menekan pengeluaran masyarakat di daerah itu," kata Suryadharma Ali.

Dia mengatakan, pemerintah memang tidak menargetkan produksi bio diesel di desa mandiri energi secara besar-besaran. Bagi pemerintah, yang penting hasil produk tersebut dapat mencukupi kebutuhan di daerah itu. Karena itu, pemerintah tidak mau program ini menyerap

APBN yang besar.

"Kalaupun ada APBN yang dipergunakan sifatnya hanya simultan," katanya.

Menurut dia, Presiden Yudhoyono dalam rapat kabinet di Magelang mengatakan bahwa

program bio energi di Indonesia harus sudah bisa dilaksanakan mulai 2007.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasono mengatakan Dekopin akan membuat pabrik pengolahan minyak jarak sebagai alternatif

pengganti bahan bakar minyak (BBM) di Sukabumi, Jawa Barat.

Ia mengatakan kebutuhan BBM untuk angkutan kota di Jakarta setiap harinya mencapai sekitar seribu ton. Karena itu, sebaiknya pembangunan pabrik minyak jarak itu berada di

dekat daerah yang banyak permintaannya itu.

Page 23: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

persen per tahun. Dari salah satu negara termiskin di dunia, pendapatan per kapita Indonesia meningkat hingga di atas $500 per tahun, bahkan sekitar $1,000 menjelang terjadinya krisis ekonomi.

Krisis ini mempertanyakan kembali sendi-sendi pembangunan di Indonesia. Jawaban singkat "karena oil boom" ternyata tidaklah memuaskan, karena negara-negara Asia lainnya yang pertumbuhan ekonominya tinggi seperti Taiwan ternyata adalah importir minyak, sementara ekonomi negara-negara produsen minyak dan sumberdaya mineral lain, terutama di Afrika, ternyata tumbuh negatif atau dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah.

Sementara itu, sejak tahun 1972 Indonesia telah ikut serta dalam proses pendefinisian kembali hubungan antara lingkungan dan pembangunan. Menteri Lingkungan Indonesia pertama, Prof. Emil Salim, bahkan ikut serta sebagai anggota Komisi Brundtland yang menyusun buku putih pembangunan berkelanjutan Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future). Buku ini sampai sekarang masih menjadi acuan utama diskursus pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Pada tahun 1992, Konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) - dikenal juga dengan KTT Bumi - menelurkan beberapa dokumen penting mengenai pembangunan berkelanjutan, yaitu Piagam Bumi (Earth Charter) dan Agenda 21 yang merekomendasikan kegiatan-kegiatan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Pada bulan September 2002 hasil-hasil dari Agenda 21 selama satu dekade telah dievaluasi, sementara pelajaran yang dapat ditarik darinya akan dipergunakan untuk menuntun kerangka perencanaan pembangunan masa depan yang lebih berkelanjutan. Pertemuan yang disebut sebagai World Summit on Sustainable Development (KTT Pembangunan Berkelanjutan) diadakan di Johannesburg, Afrika Selatan.

Pembangunan adalah sebuah proses produksi dan konsumsi di mana materi dan energi diolah dengan menggunakan faktor produksi seperti mesin-mesin (capital), pekerja (labor, atau human resources), dan lain-lain. Pada prosesnya, pembangunan membawa dampak kepada lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya, yang pada gilirannya akan berdampak kepada keberlanjutan pembangunan itu sendiri.

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan saat ini yang tidak mengurangi kesempatan dari generasi mendatang untuk membangun. Secara statik pembangunan berkelanjutan adalah sebuah pembangunan yang secara serentak membangun ekonomi, sosial, serta lingkungan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak boleh berdampak pada pengrusakan pranata sosial dan lingkungan.

Dampak sosial dari ekstraksi minyak, gas, dan mineral akhir-akhir ini semakin banyak disoroti dunia. Pertama, kegiatan ekstraksi ini biasanya memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar, tetapi tidak kepada masyarakat yang tinggal di sekitar tempat ekstraksi. Kegiatan ekstraksi ini biasanya dilakukan dalam bentuk enclave, tanpa ada upaya mengintegrasikan dengan kegiatan sosial-ekonomi di sekitarnya. Sumbangan sektor energi dan sumberdaya mineral terhadap kerekatan sosial di Indonesia dapat diukur melalui indikator-indikator berikut ini.

Energi dan sumberdaya mineral memiliki dampak lingkungan dalam bentuk polusi dan penipisan sumberdaya alam. Pada proses di mana pertambangan terjadi di tempat-tempat yang ekosistemnya rentan (misalnya pertambangan di wilayah hutan lindung), maka eksploitasi sumberdaya energi dan mineral akan berdampak pada ekosistem tersebut. Dampak lingkungan ini terjadi baik pada saat penambangan (minyak, gas

Page 24: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

bumi, dan mineral), pengolahannya, pengangkutannya, transformasinya dari energi primer menjadi energi sekunder, serta penggunaannya oleh konsumen di berbagai sektor. Dampak lingkungan dari proses ekstraksi di antaranya adalah masalah tailing, pencemaran hidrokarbon, merkuri, dan bahan beracun dan berbahaya (B3) lainnya di laut dan sungai, serta masalah lainnya.

Selain peranannya yang penting sebagai penghasil devisa melalui ekspor, sektor minyak dan gas memiliki peran yang penting sebagai sumber energi, di mana ketersediaannya masih bergantung kepada sumber-sumber yang tidak terbarukan seperti minyak, gas, dan batu-bara. Sumber-sumber terbarukan seperti panas bumi, biomasa, air, angin, dan tenaga matahari belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian, pasokan energi domestik akan terancam dengan terancamnya keberlanjutan produksi energi primer yang tidak terbarukan ini. Sebagai sumber energi yang dibutuhkan pembangunan, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat menjadi panduan dalam evaluasinya.

Selain itu, untuk mendukung keberlanjutan dari pembangunan yang ada, pendapatan dari sumber-sumber tak-terbarukan seperti minyak, gas, dan mineral harus ditanam kembali untuk memperbesar modal pembangunan dari sumber-sumber terbarukan seperti panas bumi, angin, air, serta sumber daya manusia.

Globalisasi dan desentralisasi adalah dua intervensi dan perubahan yang terbesar yang mempengaruhi kinerja pembangunan di Indonesia pada jangka panjang. Dari sebuah konsep pembangunan yang sentralistik di mana sebagian besar keputusan pembangunan di ambil di ibukota, tak lama lagi arah pembangunan di Indonesia akan ditentukan secara internal oleh pemerintah daerah, dan secara eksternal oleh proses perluasan pasar dunia.

Institusi-institusi baru dunia telah banyak bermunculan yang pasti akan mengimbas pada kinerja pembangunan di Indonesia. World Trade Organization telah menjadi lambang globalisasi ekonomi dunia yang, mau tak mau, harus diikuti oleh Indonesia. Terbukanya pasar Indonesia untuk pemain-pemain asing tidak hanya menambah tekanan kepada pemain domestik untuk lebih bisa bersaing, tetapi juga melahirkan permasalahan-permasalahan baru, di mana manfaat dari investasi asing ini dinikmati jauh dari tempat di mana dampak negatif dari investasi ini terjadi.

Di sektor energi dan sumberdaya mineral, inisiatif seperti Mining, Mineral, and Sustainable Development (MMSD) dan Global Mining Initiative (GMI) telah diluncurkan, walaupun banyak sekali keraguan dan kecurigaan terhadap motivasi dari inisiatif-inisiatif ini. Sementara itu, tekanan terhadap Bank Dunia mengenai perannya dalam sektor minyak dan sumberdaya mineral melahirkan inisiatif penilaian industri ekstraktif (Extractive Industries Review). Di sisi lain, tekanan dunia mengenai pelestarian lingkungan juga semakin intensif. Perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan sektor energi dan sumberdaya mineral telah disepakati dan ditandatangani. Salah satunya adalah Konvensi Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto-nya. Di tingkat masyarakat sipil (madani), gerakan lingkungan hidup yang diwakili oleh mendunianya lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan dan gerakan konsumen hijau juga memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangan sektor energi dan sumberdaya mineral di Indonesia.

Berpijak pada kenyataan tersebut, maka peran good environmental governance dalam pemanfaatan energi sumberdaya mineral akan menjadi sangat penting, dimana diantaranya melalui:

Page 25: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

i. Kebijakan Energi Nasional

Kebijakan penentuan harga energi di Indonesia tidak dilakukan melalui mekanisme

pasar melainkan ditetapkan secara administrasi oleh pemerintah. Dalam penentuan harga energi ada empat hal yang harus dipertimbangkan yaitu :

a. Tujuan efisiensi ekonomi : untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri

dengan harga serendah rendahnya dan memelihara cadangan minyak untuk keperluan ekspor, khususnya dengan mendorong pasar domestik untuk mensubstitusikan konsumsinya dengan alternatif bahan bakar lain yang persediaannya lebih melimpah (gas dan batubara) atau sumber energi yang nontradable seperti tenaga air (hydropower) dan panas bumi (geothermal).

b. Tujuan mobilisasi dana : dengan memaksimumkan pendapatan ekspor dan pendapatan anggaran pemerintah dari ekspor sumber energi yang tradable seperti migas, dan batubara dan memungkinkan produsen dari sumber sumber energi untuk menutupi biaya biaya ekonominya dan memperoleh sumber sumber dana untuk membiayai pertumbuhan dan pembangunan.

c. Tujuan sosial (pemerataan) : mendorong pemerataan melalui perluasan akses

bagi kebutuhan pokok yang bergantung pada energi seperti penerangan, memasak dan transportasi umum.

d. Tujuan kelestarian lingkungan : mendorong agar pencemaran lingkungan

seminum mungkin sebagai dampak pembakaran sumber sumber energi.

Keempat tujuan di atas merupakan faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam

menentukan tujuan di atas, sehingga kemungkinan bentrokan antar tujuan dapat di atasi.

Keempat tujuan di atas tidak mungkin dicapai karena konflik antar tujuan pasti akan

terjadi. Sebagai contoh studi yang dilakukan Pitt (1985 dalam [4]) menunjukkan tujuan untuk mengurangi dampak lingkungan praktis tidak tercapai.

ii. Pengembangan Energi Alternatif

Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah besar. Beberapa diantaranya bisa segera diterapkan di tanah air, seperti: bioethanol sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk membangkitkan listrik. Hampir semua sumber energi tersebut sudah dicoba diterapkan dalam skala kecil di tanah air. Momentum krisis BBM saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menata dan menerapkan dengan serius berbagai potensi tersebut. Meski saat ini sangat sulit untuk melakukan substitusi total terhadap bahan bakar fosil, namun implementasi sumber energi terbarukan sangat penting untuk segera dimulai

Kebijakan penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mengembangkan batubara sebagai energi alternatif yang prospeknya cukup menjanjikan. baik dilihat dari cadangan yang melimpah maupun dari harga yang relatif lebih murah dibanding BBM. Sebagai contoh bila digunakan di sektor listrik, batubara lebih murah dibanding BBM. Pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang menggunakan solar, harga listrik mencapai Rp 500 per KWh. Sementara

Page 26: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

menggunakan batubara biayanya hanya sekitar Rp 50 per KWh. Jadi bisa menghemat biaya kurang lebih Rp 30 milyar per tahun.

Bila digunakan di sektor rumah tangga pun untuk keperluan memasak atau sektor industri untuk bahan bakar, batubara sangatlah hemat. Setiap satu liter minyak tanah dapat digantikan dengan 0.6 kg briket batubara (Soedjoko dalam Warta, 2003). Berdasarkan pada hitungan konversi energi ini, kita dapat mengambil contoh penghematan yang akan diperoleh. Pada tahun 2003. harga batubara sekitar Rp 222.27 per kg. sementara minyak tanah Rp 700 per liter. Pada tahun 2003 rata-rata pemakaian minyak tanah di sektor rumah tangga sekitar 179 liter pertahun. maka biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli minyak tanah adalah Rp 125.300 per rumah tangga. Sedangkan, jika menggunakan batubara, maka besarnya biaya yang harus dikeluarkan hanya Rp 23.872. Dengan demikian ada penghematan sebesar Rp 101.428 per rumah tangga. Dengan merujuk pada data BPS yang menyebutkan bahwa jumlah rumah tangga tahun 2003 sebanyak 56.625.000. jadi sebenarnya ada potensi penghematan yang bisa dilakukan untuk pengeluaran energi di sektor rumah tangga sebesar Rp 5.74 trilyun. Dengan harga minyak tanah yang mencapai Rp 2000 perliter pada tahun 2005. maka tentu saja penghematan ini akan jauh lebih besar lagi.

Tabel 2 dibawah menunjukkan bahwa betapa besar penghematan yang bisa dilakukan jika terjadi substitusi total dari BBM ke batubara dan atau gas di sektor industri. Pemakaian energi non minyak di sektor industri seharusnya diintensifkan sejak dulu. Hal ini bukan saja dilandasi oleh alasan karena kian menipis ketersediaan bahan bakar minyak, namun lebih jauh dari itu juga alasan efisiensi, baik dalam level mikro yaitu sektor industri itu sendiri maupun dalam skala makro perekonomian nasional

Tabel 2. Penghematan Penggunaan BBM di Sektor Industri Jika Disubstitusi Dengan Batubara dan Gas (Milyar Rp)

Tahun

Minyak Tanah Disubstitusi dengan

Minyak Diesel Disubstitusi dengan

Minyak Solar Disubstitusi dengan

Batu bara Gas Batu bara Gas Batu bara Gas

1996 93 99 510 540 1453 1.528

1998 75 8 724 416 2354 1.497

2002 157 158 1.268 1.271 9.752 9.773

2003 203 112 1.205 1.025 10.164 8.684

Sumber: Hasil perhitungan penulis

Proses substitusi penggunaan energi ini tentu saja harus dibarengi dengan inovasi peralatan dan mesin-mesin industri yang bisa mendukung digunakannya energi alternatif tersebut dan bisa meminimalisir efek negatif dari penggunaan energi alternatif, seperti polusi dari hasi pembakaran batubara. Begitupun halnya dengan substitusi energi di sektor rumah tangga. perlu ditunjang dengan ketersediaan alat yang kompatibel dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di sisi lain. untuk memberikan kenyamanan pada pengguna energi alternatif. maka pemerintah perlu memberikan jaminan kontinuitas distribusi energi alternatif tersebut. Mengganti BBM dengan batubara atau gas bumi memang terkesan hanya sebagai solusi jangka pendek karena memang sama-sama energi tidak terbarukan (non renewable energy), namun

Page 27: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

hal ini akan menjadi jembatan penting untuk pengembangan energi alternatif lain yang dapat diperbaharui (renewable energy).

Bioethanol

Bioethanol adalah ethanol yang diproduksi dari tumbuhan. Brazil, dengan 320 pabrik bioethanol, adalah negara terkemuka dalam penggunaan serta ekspor bioethanol saat ini. Di tahun 1990-an, bioethanol di Brazil telah menggantikan 50% kebutuhan bensin untuk keperluan transportasi; ini jelas sebuah angka yang sangat signifikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Bioethanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun dia mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18% di Brazil. Dalam hal prestasi mesin, bioethanol dan gasohol (kombinasi bioethanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa hal, bioethanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioethanol tidak menciptakan CO2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioethanol. Bioethanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, singkong, ubi, dan sagu; ini merupakan jenis tanaman yang umum dikenal para petani di tanah air. Efisiensi produksi bioethanol bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan bagian tumbuhan yang tidak digunakan sebagai bahan bakar yang bisa menghasilkan listrik.

Biodiesel

Serupa dengan bioethanol, biodiesel telah digunakan di beberapa negara, seperti Brazil dan Amerika, sebagai pengganti solar. Biodiesel didapatkan dari minyak tumbuhan seperti sawit, kelapa, jarak pagar, kapok, dsb. Beberapa lembaga riset di Indonesia telah mampu menghasilkan dan menggunakan biodiesel sebagai pengganti solar, misalnya BPPT serta Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan ITB. Kandungan sulfur yang relatif rendah serta angka cetane yang lebih tinggi menambah daya tarik penggunaan biodiesel dibandingkan solar. Seperti telah diketahui, tingginya kandungan sulfur merupakan salah satu kendala dalam penggunaan mesin diesel, misalnya di Amerika. Serupa dengan produksi bioethanol, pemanfaatan bagian tanaman yang tidak digunakan dalam produksi biodiesel perlu mendapatkan perhatian serius. Dengan kerjasama yang erat antara pemerintah, industri, dan masyarakat, bioethanol dan biodiesel merupakan dua kandidat yang bisa segera diimplementasikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Tenaga Panas Bumi

Salah satu sumber energi terbarukan yang potensinya sangat besar adalah panas bumi. Berdasarkan data Indonesia Power, saat ini baru sekitar lima persen potensi panas bumi yang dimanfaatkan di Indonesia. Dari 16.035 megawatt, baru 780 megawatt listrik yang dihasilkan dari panas bumi.

Padahal potensi listrik yang dapat dibangkitkan dari panas bumi tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di sepanjang jalur pegunungan bagian selatan. Yaitu 4.885 megawatt di Sumatera, 8.100 megawatt di Jawa-Bali, 1.500 megawatt di Sulawesi, dan 1.550 megawatt di pulau-pulau lainnya.

Bahkan berdasarkan data yang dipakai dalam blueprint pengelolaan energi nasional (PEN), potensi panas bumi mencapai 27 ribu megawatt. Secara teori, sumber panas bumi memang kemungkinan besar ditemukan di jalur pegunungan yang melalui kawasan Indonesia.

Page 28: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

Hanya saja sumber panas bumi kebanyakan berada di daerah terpencil di puncak gunung. PLTP Kamojang saja berada pada ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl) dan 25 kilometer dari Garut. Dengan alasan kesulitan menjangkau dan besarnya investasi yang harus diperlukan untuk menyalurkan listrik yang dihasilkan ke sistem interkoneksi, sumber listrik panas bumi tidak sepopuler Pembangkit Listrik Tenaga Uap, Gas, atau Diesel.

Namun sejak harga minyak membumbung tinggi sementara pasokan minyak semakin tergantung impor, mulailah dilirik berbagai sumber energi alternatif termasuk panas bumi. Seharusnya pemerintah bisa mendorong berbagai pihak agar target produksi panas bumi melebihi 9.000 megawatt pada tahun 2025. Jika target tersebut tercapai sesuai blueprint PEN, panas bumi akan memasok 3,8 persen kebutuhan listrik nasional.

Harga jual listrik ke masyarakat paling tingi hanya Rp 495 per kilowatt jam. Sehingga harus ada negosiasi ulang dengan Pertamina dapat dilakukan. Kendala lain yang harus segera diatasi adalah dukungan kebijakan dari pemerintah. Meskipun sudah ada Undang-undang No. 27 Tentang Panas Bumi, belum diikuti oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang mendukung pelaksanaannya. Padahal potensi pembangkitan energi yang ramah lingkungan ini juga berpotensi untuk mendatangkan devisa dari penerbitan sertifikasi clean development management (CDM). Sayang sekali jika potensi panas bumi yang sangat besar tidak segera termanfaatkan.

Mikrohidro

Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil (bisa mencapai beberapa ratus kW). Relatif kecilnya energi yang dihasilkan mikrohidro (dibandingkan dengan PLTA skala besar) berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal tanah yang diperlukan guna instalasi dan pengoperasian mikrohidro. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Mikrohidro cocok diterapkan di pedesaan yang belum terjangkau listrik dari PT PLN. Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Energi tersebut dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan generator listrik. Mikrohidro bisa memanfaatkan ketinggian air yang tidak terlalu besar, misalnya dengan ketinggian air 2.5 m bisa dihasilkan listrik 400W. Potensi pemanfaatan mikrohidro secara nasional diperkirakan mencapai 7,500 MW, sedangkan yang dimanfaatkan saat ini baru sekitar 600 MW. Meski potensi energinya tidak terlalu besar, namun mikrohidro patut dipertimbangkan untuk memperluas jangkauan listrik di seluruh pelosok nusantara.

Tenaga Surya

Energi yang berasal dari radiasi matahari merupakan potensi energi terbesar dan terjamin keberadaannya di muka bumi. Berbeda dengan sumber energi lainnya, energi matahari bisa dijumpai di seluruh permukaan bumi. Pemanfaatan radiasi matahari sama sekali tidak menimbulkan polusi ke atmosfer. Perlu diketahui bahwa berbagai sumber energi seperti tenaga angin, bio-fuel, tenaga air, dsb, sesungguhnya juga berasal dari energi matahari. Pemanfaatan radiasi matahari umumnya terbagi dalam dua jenis, yakni termal dan photovoltaic. Pada sistem termal, radiasi matahari digunakan untuk memanaskan fluida atau zat tertentu yang selanjutnya fluida atau zat tersebut dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik. Sedangkan pada sistem photovoltaic, radiasi matahari yang mengenai permukaan semikonduktor akan menyebabkan loncatan elektron yang selanjutnya menimbulkan arus listrik. Karena tidak memerlukan instalasi yang rumit, sistem photovoltaic lebih banyak digunakan. Sebagai negara tropis, Indonesia diuntungkan dengan intensitas radiasi matahari yang hampir sama sepanjang

Page 29: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

tahun, yakni dengan intensitas harian rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2. Meski terbilang memiliki potensi yang sangat besar, namun pemanfaatan energi matahari untuk menghasilkan listrik masih dihadang oleh dua kendala serius: rendahnya efisiensi (berkisar hanya 10%) dan mahalnya biaya per-satuan daya listrik. Untuk pembangkit listrik dari photovoltaic, diperlukan biaya US $ 0.25 - 0.5 / kWh, bandingkan dengan tenaga angin yang US $ 0.05 - 0.07 / kWh, gas US $ 0.025 - 0.05 / kWh, dan batu bara US $ 0.01 - 0.025 / kWh . Pembangkit lisrik tenaga surya ini sudah diterapkan di berbagi negara maju serta terus mendapatkan perhatian serius dari kalangan ilmuwan untuk meminimalkan kendala yang ada.

Tenaga Angin

Pembangkit listrik tenaga angin disinyalir sebagai jenis pembangkitan energi dengan laju pertumbuhan tercepat di dunia dewasa ini. Saat ini kapasitas total pembangkit listrik yang berasal dari tenaga angin di seluruh dunia berkisar 17.5 GW [17]. Jerman merupakan negara dengan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin terbesar, yakni 6 GW, kemudian disusul oleh Denmark dengan kapasitas 2 GW [17]. Listrik tenaga angin menyumbang sekitar 12% kebutuhan energi nasional di Denmark; angka ini hendak ditingkatkan hingga 50% pada beberapa tahun yang akan datang. Berdasar kapasitas pembangkitan listriknya, turbin angin dibagi dua, yakni skala besar (orde beberapa ratus kW) dan skala kecil (dibawah 100 kW). Perbedaan kapasitas tersebut mempengaruhi kebutuhan kecepatan minimal awal (cut-in win speed) yang diperlukan: turbin skala besar beroperasi pada cut-in win speed 5 m/s sedangkan turbin skala kecil bisa bekerja mulai 3 m/s. Untuk Indonesia dengan estimasi kecepatan angin rata-rata sekitar 3 m/s, turbin skala kecil lebih cocok digunakan, meski tidak menutup kemungkinan bahwa pada daerah yang berkecepatan angin lebih tinggi (Sumatra Selatan, Jambi, Riau,dsb) bisa dibangun turbin skala besar. Perlu diketahui bahwa kecepatan angin bersifat fluktuatif, sehingga pada daerah yang memiliki kecepatan angin rata-rata 3 m/s, akan terdapat saat-saat dimana kecepatan anginnya lebih besar dari 3 m/s - pada saat inilah turbin angin dengan cut-in win speed 3 m/s akan bekerja. Selain untuk pembangkitan listrik, turbin angin sangat cocok untuk mendukung kegiatan pertanian dan perikanan, seperti untuk keperluan irigasi, aerasi tambak ikan, dsb

Iptek Net, 3 Juli 2006

Belajar dari Negeri China dalam menata energi nasional "Belajarlah sampai ke Negeri China" dalam ajaran agama Islam pantas menjadi pandangan bagi segenap bangsa Indonesia dalam menata energi nasional, yakni ketika China maupun

Indonesia tengah sama-sama berupaya menjadi industri maju dan menghadapi kendala kebutuhan pasokan sumber daya energi yg meningkat tajam sejalan dengan pembangunan ekonomi kedua bangsa.

Percepatan pembangunan ekonomi Negeri China yg amat mencengangkan selama dekade terakhir tidak pelak lagi meyakinkan dunia, bahwa dekade awal abad 21 akan menjadi milik China yg akan tumbuh menjadi negeri industri raksasa global yang akan melebihi atau

setidaknya setara dengan kekayaan dua negara raksasa ekonomi global AS dan Jepang.

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi per tahun rata-rata selalu berkisar 9 persen maka dalam dua dekade y.a.d menurut prakiraan ahli ekonomi PDB Negeri China akan menyamai

atau melebihi kekayaan ekonomi Jepang. Nominal PDB China 2004 sebesar AS $ 1.745 miliar akan berlipat ganda menjadi AS $ 5 trilyun.

Konsumsi energi China tumbuh 4.3 persen pada tahun 2005 dan diperkirakan angka

pertumbuhan rata-rata adalah 5 selama beberapa dekade kedepan. Konsumsi BBM sendiri sebesar 14 persen pada tahun 2004.

Page 30: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

VII. Penutup

Pemanfaatan sumberdaya energi dan sumberdaya mineral haruslah tetap berpijak pada kaidah-kaidah pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Hal ini akan tercermin dalam implementasi good governance (tata kelola pemerintahan yang baik).

Adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral seharusnya disikapi, bahwa sumberdaya tersebut

Guna dapat terus menjamin kesinambungan momentum pertumbuhan ekonomi China sejak

tumbuh pesat sejak medio 1990, maka negeri ini akan terpacu untuk menjadi pemangsa sumber daya alam yg amat intensif dalam lingkup global, termasuk didalamnya kebutuhan pembangkit tenaga listrik.

Kalangan analis pembangunan ekonomi dan ilmuwan lingkungan hidup dengan cermat mengamati situasi ini diimbuhi rasa kuatir mengingat pengalaman yang belum lama berlalu. Pada tahun 1990 ketika Negeri China akhirnya berketetapan untuk membangun proyek

"Three Gorges Dam" di s.Yang Tze serta merta menimbulkan kontroversi pertentangan dari kalangan ilmuwan lingkungan hidup global. Mega proyek bendungan raksasa sepanjang hampir 2 km -atau 1/4 dari dimensi struktur buatan manusia yg terbesar sejagat: Tembok

Besar China yg panjangnya 8 km- dianggap menimbulkan kerusakan lingkungan yg teramat parah.

Selain guna menata irigasi dan mengurangi hingga 90ingkat banjir sungai Yang Tze ,

pemerintah China membangun proyek bendungan "Bendung Tiga Ngarai" karena bermaksud mendayagunakan bendungan guna mencukupi 15ari kebutuhan listrik nasional. Dan selesainya proyek raksasa "Bendung Tiga Ngarai" pada tahun 2005 pun masih

menyisakan kebutuhan energi listrik tersisa yg cukup besar: 85 persen.

Saat ini porsi sumber listrik energi dengan sumber batubara memiliki porsi sebesar: 64.524.5BM, dan 3.1 persen gas alam. Hanya 3 persen sumber daya listrik yg diperoleh

dari sumber energi terbarukan / non-konvensional.

Kalangan analis lingkungan dunia mengkhawatirkan akan terjadinya bahaya degradasi kualitas lingkungan hidup besar-besaran di negeri China dan dampak negatif dalam skala

global, apabila negeri itu terdesak untuk tetap mengandalkan pembakaran batubara sebagai sumber daya listrik utama. Rencana pemerintah guna membangun 20 PLTN dalam waktu dekat pun menimbulkan kekuatiran tersendiri.

Namun tidak segala langkah China bernilai minor, karena Pemerintah China setidaknya telah melangkah maju dengan segera memberlakukan U.U tentang Energi Terbarukan tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah ttg standard ketat penggunaan BBM untuk kendaraan mobil produksi terbaru. UU Energi Terbarukan secara tegas menggariskan

target penggunaan energi angin dan tenaga surya sebagai basis sumber energi masa depan negeri itu. Diproyeksikan pada tahun 2020 energi berbasis sumber daya terbarukan akan mencapai: 10 persen kebutuhan nasional.

Dari kedua sisi gelap-terang upaya dan kebijakan yg dilakukan Pemerintah China maka Indonesia pantas menilik pelajaran yang amat berharga guna diterapkan terutama dalam hal menata perencanaan infrastruktur energi nasional yang berperan amat vital dalam

melandasi kesinambungan pembangunan ekonomi guna mencapai cita-cita kemakmuran bangsa.

Page 31: GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN ENERGI DAN SUMBERDAYA ...indomarine.webs.com/documents/GOOD GOVERNANCE DALAM PENG… · dan sumberdaya mineral ... Di tengah cadangan energi ...

merupakan ”renewable resource”, sehingga prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan harus tetap diperhatikan dalam koridor good governance tersebut.

Adanya desentralisasi, termasuk dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya tersebut, juga harus menjadi catatan tersendiri. Bila sebelum ini daerah lebih menjadi subjek, maka ke depanya peran daerah akan meningkat secara signifikan, tidak hanyha menyangkut bagi hasil yang lebih proporsional tetapi juga adanya responsibilitas yang lebih besar, terutama menyangkut pengelolaan lingkungan yang terkait dengan aktivitas pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral tersebut.

Hal lain yang tidak kalah krusial adalah akses masyarakat terhadap pemanfaatan dan pengelolaan energi dan sumberdaya mineral. Bila sebelum ini pengembangan masyarakat dilakukan secara parsial, maka ke depannya peran masyarakat harus lebih ditingkatkan. Mereka, terutama masyarakat lokal harus diberdayakan dan merasa nyaman di ”rumahnya” tanpa ada friksi dengan perusahaan-perusahan pertambangan yang beroperasi di wilayah kuasa pertambangan.

Pemanfaatan energi terbarukan juga harus diperhatikan, mengingat di masa depan, jenis energi ini akan menjadi primadona untuk mencukupi kebutuhan energi nasional. Artinya berbagai inovasi dan terobosan harus selalu dilakukan, agar ketergantungan terhadap energi konvensional dapat dikurangi.

Poin-poin tersebut merupakan implementasi good governance dalam pengelolaan dan pemanfaatan sektor energi dan sumberdaya mineral. Apabila para pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga penelitian, praktisi, maupun insititusi terkait dapat mengimplementasikan dalam jangka pendek maupun panjang, diharapkan pengelolaan dan pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral di negeri ini akan dapat berlangsung secara berkelanjutan.

Rujukan

1. Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia Tahun 2004.

2. Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi. Pengembangan Pemanfaatan Energi

Alternatif. Makalah Disampaikan Pada Diskusi di P2E-LIPI dengan tema

Pengembangan Sumber Daya Energi Alternatif: Upaya Mengurangi

Ketergantungan Terhadap Minyak. 2004.

3. PKSPL-IPB, 2003, Studi Kebijakan Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral

Sebagai Tindak Lanjut KTT Johannesburg

4. PKSPL-IPB, 2004, Program Aksi Kebijakan Sektor Energi dan Sumberdaya

Mineral Sebagai Tindak Lanjut KTT Johannesburg

5. PKSPL-IPB, 2005, Program Kajian Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan

6. Warta Utama edisi Januari 2003. Bisnis Energi Alternatif: Pilihan-Pilihan Yang

Harus Diambil.

7. www.esdm.go.id. Data Energi di Sector Rumah Tangga. Sektor Transportasi. Sektor Industri. Energi Minyak Bumi. Energi Batubara.