Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

download Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

of 31

Transcript of Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    1/31

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    2/31

    - Suatu sistem sosial yang memberi penyelesaian bagi ketegangan-ketegangan yangmuncul akibat pembangunan yang tidak selaras.

    - Suatu sistem produksi yang menghormati kewajiban untuk melestarikan ekologi bagipembangunan.

    - Suatu sistem teknologi yang dapat menemukan terus menerus jawaban-jawabanbaru.

    - Suatu sistem internasional yang membantu perkembangan pola-pola perdagangandan keuangan yang berkelanjutan dan

    - Suatu sistem administrasi yang luwes dan mempunyai kemampuan memperbaiki diri.

    Menyadari bahwa fungsi sumber daya alam mineral sebagai sumber daya alam yangtidak terbaharui, masih memegang peranan penting didalam pembangunan nasional dimasa mendatang, maka perlu dikembangkan visi, misi kebijaksanaan, strategi danprogram-program pembangunan energi dan sumberdaya mineral yang berlandaskanparadigma dan konsep pembangunan berkelanjutan dalam mewujudkan masyarakatyang adil dan makmur.

    Sehingga pengelolaan energi dan sumberdaya mineral yang berwawasan

    kemasyarakatan dan lingkungan hidup didasarkan pada empat faktor mendasar yaitu;

    -  pemerataan dan keadilanpemanfaatan sumber daya alam dalam hal ini energi dan sumber daya mineral untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan dasar kebijaksanaanpembangunan energi dan sumberdaya mineral yang berwawasan kemasyarakatandan lingkungan hidup. Konsep kemitraan dan eksistensi yang bersinergi antarakegiatan pertambangan tradisional, skala kecil menengah dan skala besar perludikembangkan, sehingga memberikan kepastian kepada masyarakat, dunia usahadan pemerintah tentang arah, lingkup ruang gerak dan tingkat keleluasaan didalampelaksanaan pembanguann energi dan sumberdaya mineral yang berwawasankemasyarakatan dan lingkungan hidup.

    -  pendekatan integratifpelaksanaan pembangunan energi dan sumberdaya mineral harus dilaksanakanmelalui pendekatan kewilayahan yang terintegrasi, dengan memperhatikan dayadukung sosial, dan keberlanjutan fungsi-fungsi lingkungan hidup, keterpaduanseluruh sektor dalam pemanfaatan segenap potensi kekayaan alam dan sumberdaya manusia, optimasi dari seluruh potensi dari pemanfaatan seluruh potensi yangdimiliki secara merata dan keberkeadilan dengan menerapkan atas konservasisumber daya alam serta efisiensi dalam pengusahaannya.

    - wawasan jangka panjangsumber daya mineral adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui oleh

    karena itu eksploitasinya perlu dilaksanakan dengan asas efisiensi yangberlandaskan pada pencapaian nilai tambah yang maksimal. Pemanfaatan sumberdaya alam mineral juga harus didasarkan kepada wawasan keberlanjutan sehinggaapabila sumber daya alam habis dieksploitasi tidak menimbulkan biaya sosial bagigenerasi masa depan. Kegiatan pasca tambang harus dikembangkan berdasarkandimensi ruang dan waktu sehingga „reklasifikasi‟ dari kegiatan pemanfaatan energidan sumberdaya mineral menjadi kegiatan lainnya (industri, pertanian, pariwisata,dll) dapat dikembangkan secara simultan.

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    3/31

    - menghargai keanekaragamanIndonesia sebagai negara dan bangsa yang pluralistis, harus dapat menghargaikeanekaragamannya dan menjadikan basis pembangunan energi dan sumberdayamineral karena keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi sosial budayaekonomi dan ekologi sekitar wilayah kegiatan.

    Untuk dapat melaksanakan pembangunan energi dan sumberdaya mineral yangberwawasan kemasyarakatan dan lingkungan hidup diperlukan keikutsertaan segenappelakunya (stakeholder) dalam suatu kemitraan yang sinergis.

    Kemitraan yang sinergis dapat dilaksanakan berdasarkan hal-hal dibawah ini;- segenap pelaku pembangunan mempunyai visi dan persepsi yang sama tentang

    makna pembangunan energi dan sumberdaya mineral.- segenap pelaku pembangunan mengetahui peran dan posisinya serta peran dan

    posisi mitranya.- menghargai posisi mitranya dan berpikir positif serta mendukung tugas dan fungsi

    mitranya.- setiap pelaku memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang

    diciptakan demi kepentingan bersama dalam kerangka pencapaian tujuan.- dalam menjalankan tugasnya dan fungsinya setiap pelaku harus berpegang pada

    etika sosial, etos kerja dan profesionalime.

    II. Permasalahan Energi dan Sumberdaya Mineral

    II.1. Energi

    Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan eratdengan kian berkembang kegiatan ekonomi dan kian bertambah jumlah penduduk. DiIndonesia, dengan jumlah penduduk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun danpertumbuhan ekonomi terus berlangsung yang ditunjukkan oleh kian bertambah output

    serta beragam aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat, maka peningkatankebutuhan energi adalah suatu hal yang tak bisa dihindari. Berdasarkan pemaparanDitjen Listrik dan Pemanfaatan Energi dalam diskusi di Pusat Penelitian Ekonomi-LIPIpada tahun 2004, dinyatakan bahwa pada tahun 1970, konsumsi energi primer hanyasebesar 50 juta SBM (Setara Barel Minyak). Tiga puluh satu tahun kemudian, tepatnyatahun 2001 konsumsi energi primer telah menjadi 715 juta SBM atau mengalamipertumbuhan yang luar biasa yaitu sebesar 1330% atau pertumbuhan rata-rata periode1970-2001 sebesar 42.9%/tahun.

    Di tengah cadangan energi yang kian menipis, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM),maka jelas keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Dalam situasi seperti ini, makamemahami pola konsumsi energi yang dilakukan oleh masyarakat adalah suatu

    keharusan dan menjadi hal penting bagi pemerintah sebagai regulator dan pengendalikebijakan dalam perekonomian khususnya dalam membuat kebijakan dan aturan-aturandi bidang energi. Selain itu, juga bagi masyarakat sebagai konsumen untuk turut sertadalam upaya menghemat dan mendiversifikasi pemakaian energi.

    Konsumsi BBM, Batu Bara dan Gas Bumi 

    BBM masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh masyarakat. Persentasekonsumsinya terhadap total pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terusmengalami peningkatan. Pada tahun 1990 konsumsi BBM sebesar 169.168 ribu SBM,

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    4/31

    angka ini adalah 40.2 % dari total konsumsi energi final. Sepuluh tahun kemudian, padatahun 2000, konsumsinya meningkat menjadi 304.142 ribu SBM, dimana proporsikonsumsinya pun turut meningkat menjadi 47.4 %. Proporsi pemakaian BBM yang tinggiterkait dengan keterlambatan upaya diversifikasi ke energi non minyak akibat hargaBBM yang relatif murah karena masih mendapat subsidi dari pemerintah [6]. Kebijakanpemberian subsidi BBM ini dimulai sejak tahun anggaran 1977/1978 dengan maksud

    untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional melalui penciptaan stabilitas hargaBBM sebagai komoditas yang strategis. Namun dalam perjalanannya subsidi BBM initernyata menimbulkan masalah tersendiri. Masyarakat cenderung boros menggunakanBBM dan ada indikasi bahwa alokasi subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelompokmasyarakat berpenghasilan tinggi yang seharusnya tidak perlu mendapatkan subsidi.

    Dilihat dari sisi pemakai BBM, sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesardengan proporsi setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Kemudian di susul oleh sektorrumah tangga, sektor industri dan pembangkit listrik. Sedangkan, jika dilihatketersediaannya, selama ini kebutuhan BBM dipasok oleh Pertamina dan impor.Beberapa jenis energi BBM yang sebagian penyediaannya melalui impor adalah avtur,minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar.

    Tabel 1. Pangsa Konsumsi BBM Persektor Tahun 1994-2003

    Tahun Industri(%)Rumah Tangga &Komersial (%)

    Transportasi(%)PembangkitListrik(%)

    1994 23.2 21.6 45.8 9.4

    1997 21.1 19.0 47.9 12.0

    1998 21.5 20.7 48.8 9.0

    2000 21.7 22.2 47.1 9.0

    2003 24.0 18.2 47.0 10.7*

    Sumber: Ditjen Migas. diolah.

    *Termasuk sektor lain-lain

    Satu hal yang mengkhawatirkan adalah bahwa ada kecenderungan impor BBM kianmeningkat. maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan mengimporsepenuhnya kebutuhan BBM bila upaya mendiversifikasi pemakaian energi non BBMtidak dilakukan secara serius. Pada tahun 1992 pemakaian BBM sebagai energi finalsebesar 201.577 ribu SBM. ternyata kilang dalam negeri hanya mampu memasoksekitar 167.944 ribu SBM. sehingga harus mengimpor sekitar 33.633 ribu SBM atau biladirata-ratakan setiap harinya harus mengoimpor BBM sebanyak 92.145 SBM. Angka

    impor BBM ini terus meningkat hingga mencapai 107.935 ribu SBM pada tahun 2003atau sekitar 32.75 % dari total konsumsi BBM dalam negeri.

    Pada tahun 1993. pemakaian batubara mulai diperkenalkan untuk konsumsi rumahtangga dan industri kecil yaitu dalam bentuk briket batubara. Namun perkembangannyakurang begitu menggembirakan. Banyak faktor yang menyebabkan batu bara kurangdiminati oleh masyarakat walaupun harganya relatif murah. Menurut WidjajonoPartowidagdo, 2004, menyatakan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan masyarakatkurang tertarik menggunakan energi alternatif (termasuk batubara) yaitu: Pertama

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    5/31

    adalah masalah kebiasaan. sudah sejak lama masyarakat terbiasa menggunakanminyak dan sulit untuk mengubah kebiasaan ini secara drastis. butuh waktu yang lama.Kedua adalah masalah kepraktisan. menggunakan minyak lebih praktis dibandingkandengan bricket batu bara atau mungkin energi altrnatif lainnya. Ketiga adalahketersediaan energi alternatif (briket batubara dll) di pasar tidak terjamin secaraberkesinambungan.

    Selama ini kebutuhan batubara dipasok dari industri batubara dalam negeri danbatubara impor. Secara kuantitas. Indonesia dapat memenuhi kebutuhan batubara darisumber domestik. Kapasitas produksi dan ketersediaan batubara dalam negeri cukupmelimpah. cadangannya diperkirakan 36.3 milyar ton. Namun 50-85 %nya berkualitasrendah. Selanjutnya. untuk mendapatkan hasil olahan batubara yang bagus. maka perluada campuran dengan batubara berkualitas tinggi yang diimpor dari beberapa negara.Pada tahun 1990. impor batubara sekitar 2.930 ribu SBM atau 31.1% dari total konsumsibatubara nasional. Secara perlahan impor batubara ini terus mengalami penurunan. danpada tahun 2000 berkisar 661 ribu SBM atau 3% dari tingkat konsumsi batubaranasional. Penurunan impor batubara ini terjadi seiring dengan kemampuan industribatubara dalam negeri untuk mengolah batubara yang cukup berkualitas sesuai dengan

    permintaan pasar.Konsumsi gas bumi selama tahun 1990-2000 pertumbuhannya rata-rata sekitar 4.7 %pertahun. Hingga tahun 2000. tingkat konsumsinya hanya sebesar 5.8 %. Selama inipemanfaatan gas bumi lebih banyak digunakan oleh sektor industri untuk keperluanbahan bakar dalam berproduksi. Pada tahun 2000. sektor industri memanfaatkan sekitar99 % dari total konsumsi gas bumi dalam negeri. Sementara sektor rumah tangga.komersial. listrik dan transportasi hanya sedikit saja menggunakan energi ini.

    Gas bumi merupakan energi alternatif yang potensial untuk dikembangkan sebagaienergi pengganti minyak bumi. Gas bumi ini terdiri dari gas alam dan gas kota. Totalcadangannya sekitar 170 TSCF  (Trillion Standard Cubic Feet). sementara hingga saatini yang terbukti sebesar 95 TSCF. Dengan asumsi produksinya konstan seperti saat inisebesar 2.9 TSCF dan tidak ditemukan cadangan baru. maka jumlah ini cukup untuk 30tahun ke depan.

    Belum optimal pemanfaatan gas bumi selama ini lebih disebabkan oleh kurang didukungsarana di bidang ini. Sebagai contoh. di Palembang. Sumatra Selatan. gas bumi dalambentuk gas kota banyak diminati oleh masyarakat. namun karena keterbatasan sarana(pipa penyalur gas). hanya sebagian kecil saja masyarakat yang dapat terlayani.

    Konsumsi Energi Berdasarkan Sektor Pemakai 

    Konsumsi energi sektor rumah tangga adalah seluruh konsumsi energi untuk keperluanrumah tangga tidak termasuk konsumsi untuk kendaraan pribadi. Konsumsi energi untukkendaraan pribadi dimasukkan ke dalam kelompok penggunaan oleh sektortransportasi.

    Berdasarkan data pangsa pemakaian energi final walaupun tidak melakukan aktivitasproduksi yang bersifat komersial, sektor rumah tangga merupakan sektor pemakaienergi final terbesar diantara sektor lainnya. Pada tahun 1990, sektor rumah tanggamengkonsumsi 56.5 % dari total energi final. Memasuki tahun 1995. proporsipemakaiannya mulai menurun menjadi 49.5% dan kecenderungan penurunan ini terusberlangsung, bahkan pada tahun 2000 tingkat pemakaian energi final oleh rumahtangga menjadi 46.3 %. Kian menurun pangsa pemakaian energi final di sektor rumahtangga ini bukan dikarenakan penurunan pemakaian energi di rumah tangga. namun

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    6/31

    lebih disebabkan oleh terjadi pertumbuhan sektor industri dan transportasi yang pesatsehingga menyebabkan besaran konsumsi energi final menjadi bertambah besar.

    Di kawasan ASEAN pun. pemakaian energi oleh rumah tangga Indonesia merupakanyang terbanyak bila dibandingkan dengan negara anggota ASEAN lainnya. Berdasarkandata ASEAN Energy Review, pada tahun 1993 rumah tangga dan sektor komersial

    Indonesia mengkonsumsi energi sebesar 52 % dari konsumsi energi total yangdikonsumsi oleh rumah tangga dan sektor komersial di ASEAN. Sementara konsumsienergi negara lainnya seperti Thailand sebesar 20.9%, Malaysia 11. 2 %, Philipina10.6%, Singapura 4.7%, dan Brunei hanya 0.8%.

    Berdasarkan jenis energi yang digunakan tercatat bahwa minyak tanah merupakan jenisenergi terbesar kedua yang mereka konsumsi setelah kayu bakar. Pangsa konsumsiminyak tanah dari total energi final yang dikonsumsi oleh rumah tangga selama tahun1990-2000 berkisar antara 16 -18 %.

    Selain minyak tanah. energi lain yang dikonsumsi oleh rumah tangga adalah briket.LPG. gas kota. listrik. arang dan kayu bakar. Pangsa konsumsi sektor rumah tanggauntuk energi alternatif (non minyak) ini mencapai kurang lebih 82% dari total energi finalyang dikonsumsi oleh rumah tangga.

    Pola konsumsi untuk energi non minyak di sektor rumah tangga lebih terkonsentrasipada penggunaan kayu bakar. Sementara batu bara yang sudah diperkenalkan untukkonsumsi rumah tangga pada tahun 1993 ternyata tingkat penggunaan masih sangatkecil. Hingga tahun 2000 hanya memilki tingkat penggunaan sebesar 0.03%. Dilihat daripertumbuhan pun ada kecenderungan kian menurun. Sama halnya dengan batu bara.konsumsi LPG dan gas kota juga tingkat penggunaannya masih relatif kecil. Pada tahun1990. tingkat penggunaan LPG oleh rumah tangga hanya 0.8 %. sementara gas kotahanya 0.02%. Empat tahun berturut-turut proporsi penggunaan LPG tidak mengalamiperubahan hanya sebesar 0.8 %. Hal yang sama terjadi pada proporsi penggunaan gaskota. selama delapan tahun berturut-turut tetap tidak ada perubahan hanya sebesar0.02%.

    Beberapa faktor yang menyebabkan pola konsumsi di sektor rumah tangga lebihterkonsentrasi pada penggunaan minyak tanah dan kayu bakar. yaitu: pertama, faktorharga. Minyak tanah merupakan energi dengan harga relatif lebih murah dibandingkandengan energi lain yang digunakan untuk keperluan yang sama. Kedua, faktorpendapatan. Sebagian besar rumah tangga di Indonesia merupakan kategori kelompokrumah tangga dengan pendapatan rendah dan menengah. Pada kelompok rumahtangga seperti ini. energi (bahan bakar) yang terjangkau dan umum digunakan adalahminyak tanah dan kayu bakar. Ketiga, alasan kepraktisan. Keempat, kurangnyasosialisasi pemanfaatan energi non minyak. Program pemanfaatan diversifikasi energiyang dicanangkan oleh pemerintah ternyata belum banyak diketahui oleh masyarakatluas. Hingga saat ini belum banyak masyarakat tahu briket batubara dan caramenggunakannya untuk keperluan rumah tangga.

    BBM merupakan energi dominan yang digunakan untuk aktivitas produksi oleh sektorindustri. Selama tahun 1990-2000 tingkat konsumsi BBM sektor industri terhadap totalkonsumsi BBM dalam negeri rata-rata sebesar 21.8% setiap tahunnya.

    Konsumsi BBM oleh sektor industri senantiasa mengalami kenaikan. Peningkatanterbesar terutama terjadi pada jenis minyak solar. minyak bakar dan minyak tanah.Namun memasuki tahun 1998 konsumsi BBM sektor industri mengalami penurunansebesar 4.3%. Hal ini berlanjut hingga tahun 1999 dimana konsumsinya turun sebesar

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    7/31

    6.2%. Terjadinya penurunan ini merupakan efek dari krisis ekonomi yang mulai melandapada pertengahan tahun 1997. Sejak krisis ekonomi, banyak industri yangmenghentikan produksinya, sementara yang lain walaupun tetap berproduksi namundengan kapasitas yang lebih rendah dari sebelumnya. Kejadian seperti ini banyak terjadipada industri makanan dan minuman, industri tekstil, pakaian jadi, industri kulit, danbarang dari kulit. Memasuki tahun 2000 konsumsi BBM di sektor industri kembali

    meningkat, bahkan pertumbuhan nya terbilang tinggi yaitu 23.5 %.

    Dalam lingkup mikro perlu diwaspadai bahwa peningkatan pemakaian energi di sektorindustri dalam beberapa tahun terakhir bukan hanya terjadi karena proses transformasistruktural yang cepat dari pertanian ke industri saja. Namun lebih jauh dari itu didugakarena terjadi pemborosan pemakaian energi di sektor ini. Krisis moneter padapertengahan tahun 1997 telah membuat kurs rupiah terdepresiasi sangat tajam.Keadaan ini sangat memukul industri dalam negeri yang selama ini masih memilikiketergantungan yang besar terhadap mesin-mesin produksi impor, sehingga banyakdiantara mereka yang tak mampu untuk meng-upgrade mesin-mesin produksinya.Sehingga banyak yang beroperasi hanya mengandalkan mesin-mesin tua yang tentusaja sangat boros bahan bakar. Indikasi ini bisa dilihat dari nilai intensitas energi pada

    tahun 1997 yaitu 4.196, nilai ini mengalami lonjakan yang cukup besar dari tahun 1996yang hanya 2.637. Intensitas energi yang kian besar berarti bahwa pemakaian energikian tidak efisien. Bila dilihat hubungan nilai tambah sektor industri dengan pemakaianenergi, ternyata sebelum dan sesudah krisis ekonomi mengalami perubahan. Padamasa sebelum krisis ekonomi. pertumbuhan nilai tambah lebih besar dari pertumbuhanpemakaian energi. Namun semenjak tahun 1998, yang terjadi sebaliknya, pertumbuhanpemakaian energi lebih besar dari pertumbuhan nilai tambahnya. Hal ini khusus terjadipada industri makanan, industri tekstil, industri kertas, dan industri kimia.

    Selain itu ada dugaan bahwa pemakaian energi di sektor industri lebih besar dari datayang disajikan oleh departemen energi dan sumber daya mineral. Selama ini konsumsienergi di sektor industri khususnya untuk BBM dicatat dengan pendekatan dari sisisupply yaitu berdasarkan pasokan langsung dari Pertamina. Padahal kalau kita

    menyimak berita di media massa. ternyata selama ini banyak penyelewenganpenggunaan BBM oleh sektor industri yaitu berupa pengalihan jatah BBM rumah tanggake sektor industri. Hal ini terjadi karena adanya disparitas harga yang cukup besar.dimana BBM untuk sektor industri sudah tidak mendapat subsidi lagi dari pemerintah.Jadi sebenarnya intensitas energi di sektor industri yang menunjukkan tingkat efisiensipemakaian energi akan lebih besar dari angka yang ada.

    Energi alternatif (non minyak) yang digunakan oleh sektor industri meliputi batu bara,LPG gas, dan kayu bakar. Rata-rata tingkat pemakaian energi non minyak terhadap totalenergi final yang dikonsumsi di sektor industri dalam periode tahun 1990-2000 sekitar47%/tahun. Tabel 2 di bawah memperlihatkan bahwa pertumbuhan konsumsi batubaradi sektor industri cukup tinggi dan terus meningkat. Pertumbuhan yang negatif padatahun 1996 lebih disebabkan oleh terjadinya kenaikan harga batubara untuk beberapaindustri yang menggunakan bahan bakar batubara cukup besar. Pada tahun 1999 jugaterjadi kenaikan harga batubara untuk beberapa industri dan lebih luas dari tahun 1996.namun juga terjadi penurunan harga untuk sebagian industri lainnya. maka penurunanpemakaian batubara tidak terlalu tajam sebesar 5.3 %.

    Selanjutnya. konsumsi LPG dan gas di sektor industri selama tahun 1990-2000 jugamengalami peningkatan yang cukup besar. Rata-rata pertumbuhan pemakaian LPG dangas masing-masing sebesar 11.8 % dan 4.7 % pertahun dalam periode tersebut. Krisisekonomi yang dimulai pertengahan tahun 1997 telah membuat collapse beberapa

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    8/31

    industri. sehingga permintaan energi pada tahun 1998 mengalami penurunan termasukLPG dan gas (kecuali batubara tetap meningkat). Pertumbuhan pemakaian LPG yangnegatif pada tahun 1998 juga terjadi karena kenaikan harga LPG untuk sektor industrisebesar 50 %, yaitu dari Rp 1000 per kg menjadi 1500 per kg.

    Sektor transportasi merupakan sektor terbesar pengguna Bahan Bakar Minyak diantara

    sektor-sektor lain. Pada tahun 1990. tingkat pemakaian BBM terhadap pemakaian BBMtotal dalam negeri sebesar 41.3 %. Angka ini terus mengalami peningkatan hingga padatahun 2000 sudah mencapai 47.1 %. Menurut studi yang pernah dilakukan olehDepartemen Perhubungan, subsektor perhubungan darat mengkonsumsi sekitar 80 %dari seluruh BBM yang dikonsumsi oleh sektor perhubungan. Sementara sektorperhubungan udara, perhubungan laut, dan ASDP memakai sarana dengan standarinternasional, sehingga konsumsi di sub sektor ini sudah dianggap mencapai efisiensiyang wajar.

    Peningkatan pemakaian BBM di sektor ini berkaitan erat dengan pertumbuhan jumlahkendaraan. Lebih jauh dari itu Abdulkadir [1] menyebutkan bahwa efisiensi dalampemakaian BBM di sektor transportasi sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut:(1) pengaturan dan disiplin lalu lintas yang baik, (2) kondisi teknis mesin dan peralatan

    kendaraan sebagai fungsi pemeliharaan dan penggantian suku cadang yang tepat, (3)cara dan teknik mengemudi, (4) kondisi dan lebar jalan yang menentukan kecepatanrata-rata kendaraan, (5) banyaknya konstruksi atau cegatan jalanan untuk pelbagaimaksud, dan (6) kepadatan lalu lintas yang berlebih-lebihan.

    Penggunaan energi alternatif di sektor transportasi sudah dirintis sejak 3 Januari 1986.yaitu dengan memanfaatkan Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai pengganti bensin atausolar. Program ini belumlah dilaksanakan secara nasional, tapi masih dalam bentuk"Pilot Project" yang khusus digunakan pada taksi dan mikrolet di DKI Jakarta. SelainBBG, pada bulan Agustus 1995 ditetapkan juga pemanfaatan LPG untuk sektortransportasi. Dilihat dari sisi harga. bahan bakar gas ini relatif lebih murah sekitar Rp450 per LSP (Liter Setara Premium). Dilihat dari kegunaan BBG lebih irit daripadapremium. Bila diasumsikan bahwa satu LSP BBG memberikan manfaat yang samadengan satu liter premium, maka ada selisih harga sekitar Rp 4.050 perliter, karena saatini premium dijual dengan harga sekitar Rp 4.500 perliter Bisa kita bayangkan berapabesar penghematan pemakaian bahan bakar di sektor transportasi jika upayadiversifikasi pemakaian BBG ini berjalan sukses.

    Namun selama ini yang menjadi masalah adalah peralatan pendukung yang relatifmahal dan juga keamanan belum sepenuhnya terjamin. Disamping itu, ketersediaanstasiun BBG juga masih terbatas. Belum lagi proses pengisian yang butuh waktu lama.Hal ini merupakan beberapa penyebab mengapa pemakai BBG dan LPG di sektortransportasi masih sedikit.

    II.2 Sumberdaya Mineral

     Adalah tidak bisa dipungkiri bahwa jasa pertambangan sumberdaya mineral bagipembangunan sangat signifikan. Industri pertambangan membuka lapangan kerja,membangun prasarana jalan dan sentra kegiatan ekonomi di daerah terpencil. Industriini memperkenalkan teknologi, melatih tenaga terampil, dan memasukkan polamanajemen modern.

    DI tahun 60-an, kita berusaha bangkit dari keterpurukan ekonomi, banyak negara masihtrauma dengan tindak sepihak kita menunggak pembayaran utang publik. Kebanyakaninvestor dunia masih bersikap "menanti dan melihat". Di tengah kegalauan iklim

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    9/31

    investasi ini, modal asing pertama yang menerobos masuk dalam jumlah besar dirintisoleh industri pertambangan. Kemudian disusul investor minyak dan gas bumi yangmemacu industri pertambangan melaju cepat.

    Lambat laun, berbagai forum internasional memperhitungkan kehadiran Indonesia dipentas pertambangan dan memercayakan kita memimpin Organization of the Petroleum

    Exporting Countries dari kantor pusatnya di Wina, Austria. Yang paling mengesankanadalah jasa sektor pertambangan menghasilkan devisa ekspor dan pendapatan negarayang amat berarti membiayai Rencana Pembangunan Lima Tahun selama puluhantahun mendorong Indonesia beranjak dari kelompok "negara berpendapatan rendah"menjadi "negara berpendapatan menengah" di tahun 90-an.

    Industri pertambangan minyak kini mencapai usia 170 tahun dan banyak pertambanganmetal lainnya melewati usia 25 tahun. Tuntutan pembangunan abad ke-21 telahberubah. Pembangunan ekonomi saja tidak cukup, dampak ekonomi pada kehidupansosial dan lingkungan perlu diperhitungkan. Terutama di pertambangan. Pertambanganmengelola sumber daya alam yang "tidak diperbarui" sehingga menyusut dalampengelolaannya. Sesudah dieksploitasi selama puluhan tahun maka habis menyusutdan produksi berkurang pada sumur minyak Rumbai daerah Riau, sumur minyak

    Prabumulih daerah Sumatera Selatan, timah daerah Bangka, batu bara Sawahluntodaerah Sumatera Barat, emas Buyat daerah Sulawesi Utara, dan lain-lain. Polapenambangan yang menyusutkan sumber alam tambang telah merenggut kekayaanalam warisan generasi mendatang untuk disubstitusi dengan lubang bekas galiantambang yang ternganga.

    Penambangan perlu membabat hutan lebat untuk eksplorasi dan kemudian diratakanuntuk keperluan eksploitasi membuka jalan dan lahan permukiman pekerja. Tanahgalian yang tidak terpakai ditimbun, dibuang ke sungai atau ke laut. Profil lanskap alamiberubah total, gunung diratakan, alur sungai dam garis pantai diubah.

    Bahan kimia beracun dan berbahaya yang dipakai dalam proses penambangan selamapuluhan tahun dalam alam berhujan tropis basah meninggalkan sisa-sisa limbah hanyut

    ke dalam air tanah, air sungai, dan laut.Beberapa tahun terakhir juga terjadi fenomena kegiatan di lokasi penambangan dipulau-pulau kecil. Penambangan di Pulau Nauru di Samudra Pasifik selama puluhantahun semula memungkinkan penduduk setempat hidup mewah menikmati hasil royaltipertambangan. Namun, setelah bahan tambang habis, penduduk jatuh miskin kembali.

    Kegiatan pertambangan acap kali mengabaikan masyarakat adat dan tidakmelibatkannya ikut bekerja karena mereka dianggap tidak punya keterampilan, keahlian,dan kemampuan kerja tambang. Selama berlangsung penambangan, tumbuh kotapermukiman dalam kantong enclave di tengah hutan belantara. Tumbuh pula sistem"kawin kontrak", hidup dalam perkawinan selama sang pekerja bertugas kontrak dipedalaman. Tidak ada hak asasi manusia, tidak pula hak perempuan di belantara.

    Banyak daerah tidak mengakui hak ulayat masyarakat adat atas tanah karena tanahhutan dianggap milik negara. Masyarakat adat sulit menerima keadaan ini sehinggapotensi konflik membara dalam hati, dan perusahaan pertambangan terjepit. Kondisiseperti ini praktis terdapat di semua negara pertambangan, termasuk Amerika Serikatdan Australia yang kini masih bergelut dengan masalah penduduk aslinya. Maka, bagibanyak masyarakat adat lokal berlaku ungkapan, "pertambangan lebih banyak bawaderita ketimbang sejahtera".

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    10/31

    Dampak negatif pembangunan ekonomi pada kehidupan sosial dan lingkungan initumbuh akibat gagalnya mekanisme pasar menangkap isyarat kehidupan sosial danlingkungan. "Pasar" adalah mekanisme ekonomi yang merekam "kebutuhan" konsumenuntuk diladeni produsen. "Harga" terbentuk dalam pasar dan mencerminkanseimbangnya "permintaan" dengan "pengadaan". Tidak semua "kebutuhan" manusiabisa direkam pasar. Kebutuhan akan jasa sosial seperti kesehatan, pendidikan,

    penghayatan agama, budaya, nilai keakraban sosial, semangat kohesi sosial tidakditangkap pasar sehingga tidak punya "harga" dan karena itu tidak "diproduksi".

    Begitu pula kebutuhan manusia akan air bersih, udara segar, iklim nyaman, hutan, curahhujan, dan berbagai hasil keluaran ekosistem, tidak tertangkap oleh "pasar". Dengandemikian, pembangunan yang mengandalkan pasar mempertemukan konsumendengan produsen hanya berhasil di bidang ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial danlingkungan.

    Untuk mengoreksi kegagalan pasar ini, pemerintah perlu campur tangan. Karenasumber alam pertambangan bersifat "tidak diperbarui", keberlanjutan pembangunanterhambat oleh tersusut habis sumber alam pertambangan. Maka, hasil pendapatanpertambangan harus digunakan untuk diversifikasi kegiatan ekonomi yang bertumpu

    pada sumber alam yang diperbarui. Kalau bahan tambang habis tersusut, sudahtersedia "mesin-mesin penggerak pembangunan" lain berbasis "sumber alam yangdiperbarui", seperti pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, dan pengembangansumber daya manusia. Sangatlah penting menempatkan sektor pertambangan sejajardengan sektor-sektor ekonomi lainnya dalam perencanaan tata ruang untukmemberlanjutkan fungsi ekosistem menopang kehidupan alami. Sehingga, fungsi hutanlindung, daerah aliran sungai, kondisi morfologi tanah, potensi pemanfaatan lahan,kondisi iklim serta lingkungan sosial budaya masyarakat setempat masuk dalamperhitungan pengembangan pertambangan.

    Campur tangan pemerintah mengoreksi pasar juga perlu untuk mengurangi pencemaranoleh industri pertambangan dengan memperhitungkan biaya pencemaran dalam biayapertambangan. "Analisis mengenai dampak lingkungan" dan pembatasan pencemarandi bawah baku mutu lingkungan sangat mengurangi pencemaran industri pertambangan.

    Imperfeksi pasar juga mendesak perlunya pola perencanaan pembangunan "daribawah" melibatkan terutama masyarakat lokal yang paling banyak menderita dampaknegatif industri pertambangan. Konsultasi dengan masyarakat adat lokal perlu menjaminkelangsungan hidup mereka, hak perempuan dan hak asasi manusia. Dan kesempatanberkembang sepenuhnya diberikan kepada kelompok masyarakat madani.

    Peran pemerintah amat besar dalam mengoreksi pasar. Namun, di sini pula terletakfaktor risiko yang besar bahwa pemerintah bisa pula menimbulkan masalah baru.Pengalaman negara berkembang dengan usaha penambangan besar, termasukIndonesia, membuktikan, pendapatan besar yang diperoleh sektor ini sekaligusmenggoda dan mendorong tindak korupsi besar di kalangan pemerintah. Karena itu,

    pengembangan good governance, pemerintahan yang bersih dari KKN, adalah syaratmutlak dalam mengembangkan pertambangan untuk menjamin tersalurnya danamemberantas kemiskinan. Orientasi pemerintah haruslah gamblang dan selalu berpihakkepada si miskin.

    Pengembangan pertambangan juga memerlukan komitmen pemimpin perusahaan untuklangsung mengembangkan "tanggung jawab sosial korporat", dan secara aktifmenyeimbangkan pengembangan sosial, kelestarian lingkungan, dan perkembanganekonominya sebagai tiga serangkai landasan usaha. Semula orientasi kerja para

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    11/31

    pemimpin perusahaan adalah "untuk kepentingan para shareholders" untuk kemudianbergeser menjadi "untuk kepentingan para stakeholders". Dalam abad ke-21 ini punharus diubah menjadi "untuk kepentingan penggalangan kemitraan". Menggalangkemitraan dengan sesama pengusaha, pemerintah, dan kelompok masyarakat madani.

    Harian Sinar Harapan, 20 November 2006

    Konflik Pertambangan Perlu Penyelesaian Satu Atap

    OlehSulung Prasetyo

    JAKARTA –Masalah di area pertambangan yang terjadi hingga kini disimpulkan karenamasih kurangnya fungsi kontrol dari pemerintah dan adanya kesalahan paradigma dariperusahaan. Lalu mungkinkah kebijakan satu atap bisa menyelesaikan problem ini?Kalau dihitung-hitung, mungkin sudah berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus masalah t imbuldi dunia pertambangan. Mulai dari kemiskinan yang tak kunjung usai di area sekitarpertambangan, hingga rusaknya lingkungan.

    Kalau dirunut-runut, masalah pertambangan ini juga seperti tak pernah beranjak menujuperbaikan. Buku Tambang dan Kemiskinan: Kasus-Kasus Pertambangan di Indonesia2001-2003 yang dikeluarkan LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) baru-baru inibahkan mengungkapkan persoalan penyelesaian pertambangan di negeri ini sepertiberjalan di tempat saja. Para pemodal tetap didahulukan, sementara amanat UUD 45melalui Pasal 33 Ayat 1, untuk mendahulukan rakyat sebagai objek utama kekayaan negaracenderung dikesampingkan.Seharusnya beberapa kasus terakhir bencana pertambangan kalau dilihat dari kacamatafungsi manajemen bisa saja dihindari, seperti kasus lumpur panas di Porong Sidoarjo, JawaTimur. Kesalahan pengambilan keputusan untuk tetap mengebor, sementara fasilitaskurang memadai, seharusnya bisa dihindari bila fungsi kontrol dari pemerintah terbukti ada.Namun pada kenyataannya, BP Migas yang selama ini dijadikan induk segala pekerjaanpertambangan minyak dan gas di Indonesia malah tidak memiliki prasarana untuk fungsi

    kontrol ini. “Setahu saya BP Migas tak memiliki sarana untuk perbaikan, apalagi mengontrolsegala kemungkinan bencana yang terjadi di pertambangan,” jelas Siti Maemunah, selakuKoordinator Jatam, di Jakarta, Senin (7/8).Lalu sebenarnya kepada siapa fungsi manajemen yang satu ini harus dilimpahkan.Pemerintah melalui Departemen ESDM, pada kasus terakhir di Porong jugamemperlihatkan fenomena lepas tangan untuk menanganinya, padahal kalau saja fungsikontrol masalah pertambangan ini dapat dijalankan secara konsisten. Bukan tak mungkinsemburan lumpur bisa dihindari.

    Salah ParadigmaKalau mau diselusuri lebih ke hulu persoalan, sebenarnya masalah ini berpangkal padakesalahan daya pikir atau paradigma para pemangku kepentingan di bidang ini. Pemerintahmelalui kaki tangannya cenderung hanya berpikir keuntungan dengan penanaman modaldan pembagian royalti. Sementara itu, kebutuhan yang paling krusial dari masalah ini,seperti faktor keamanan pertambangan terhadap masyarakat dan lingkungan disekitarnyacenderung minim.

    Hal ini juga yang coba diungkapkan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI), dalam konferensi pers mengenai simposium nasional “Mencari Model PengelolaanKonflik di Kawasan Pertambangan” yang mereka selenggarakan, Kamis (10/8) ini. 

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    12/31

     

    III. Pentingnya Good Governance

    Paradigma dan konsep pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan kemitraanantara semua pelaku pembangunan energi dan sumberdaya mineral hanya dapatdilaksanakan apabila dapat diciptakan terwujudnya „good governance’ yang didefinisikansebagai pelaksanaan otorita politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaansebuah negara, termasuk didalamnya mekanisme yang kompleks serta proses yangterkait, lembaga-lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan baik perorangan

    ataupun kelompok masyarakat dalam mendapatkan haknya dan melakukan tanggung jawabnya, serta menyelesaikan segala perselisihan yang muncul diantara mereka.Governance berada dalam keadaan baik apabila terdapat sinergi diantara pemerintah,sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial,lingkungan dan ekonomi.

     Aset-aset publik harus dikelola oleh pemerintah melalui cara yang transparan, efektifdan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Keterlibatan masyarakatdi setiap jenjang dalam proses pengambilan keputusan (terutama menyangkut alokasisumber daya dan dalam mendefinisikan dampak-dampak pada kelompok masyarakatyang lebih peka), merupakan salah satu faktor yang menentukan keberadaan goodgovernance.

    Dengan melibatkan anggota masyarakat, kegiatan pengelolaan sumber-sumber dayaalam akan menjadi semacam aktivitas pendukung pengelolaan (co-management ) yangterdiri atas suara rakyat dan tindakan-tindakan responsif pemerintah. Hal yang samaberlaku pada aspek pemberdayaan hukum. Yang dibutuhkan adalah peraturan dankebijakan, dan sistem peradilan yang independen, otoritatif dan profesional.

    Salah satu isu penting tentang good governance  adalah perlunya dijalankan sistempemerintah bottom-up. Keputusan harus diambil pada tingkat yang serendah mungkinyang diikuti dengan pengambilan tindakan yang efektif. Pemerintahan desentralisasidapat dibuat lebih fleksibel dan pengaturan dana secara lebih baik yang dapat

    Kajian mereka dalam konflik pertambangan menyimpulkan, kalau seharusnyaperusahaan perlu melakukan perubahan paradigma, dari yang hanya berpegangkepada kontrak, menjadi lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap masyarakatsetempat. “Para stake holder dalam bidang ini, yaitu pemerintah, perusahaan, dan

    masyarakat harus memiliki kompromi,” ujar Dr Ir Iskandar Zulkarnain, sebagai peneliti

    utama tim tambang LIPI, di kesempatan berbeda.Satu AtapMenurut penelitian LIPI sendiri yang telah melakukan penelitian di tiga tempatpertambangan berbeda, yaitu di Pongkor dan Cikotok, Kalimantan Selatan, danBangka-Belitung, menyimpulkan kalau masalah pertambangan yang ada saat ini terbagidalam dua tataran masalah.Pada tataran makro, menurut mereka, masalah utama terjadi karena adanya benturankepentingan antarsektor. “Hal ini menjadi semakin rumit, apabila antarsektor tersebutberbenturan,” papar Tri Nuke Pujiastuti, MA, sebagai peneliti politik LIPI menjelaskanmasalah ini.Seperti misalnya ketika sektor lingkungan hidup dalam misinya untuk melakukanperlindungan lingkungan, tidak hanya melakukan pengawasan, tetapi juga pengaturansampai kepada hal-hal yang bersifat teknis.Semua itu terjadi karena belum adanya kebijakan nasional yang jelas mengenaimasalah ini. “Jadi perlu good will dari pemerintah untuk mampu menciptakan kebi jakansatu atap untuk pengelolaan sumber daya alam,” kata Nuke menjelaskan  

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    13/31

    mengakomodasikan keragaman kebutuhan pembangunan setempat sesuai dengandaya dukung dan kondisi lingkungannya. Sistem desentralisasi diharapkan memberikankesempatan bagi ide-ide untuk lahir dari komunitas itu sendiri.

    Oleh karenanya, kebijaksanaan publik yang dibuat di dalam sistem desentralisasi dapatlebih meningkatkan partisipasi, dan mungkin akan melahirkan aspirasi yang lebih besar

    lagi, apabila dibandingkan dengan kebijaksanaan yang terpusat (sentral). Unsur-unsurdasar good governance dapat menciptakan sebuah iklim politik nasional yang kondusifuntuk memajukan desentralisasi dalam aspek-aspek ekonomi, administratif dan politik.

    Ringkasnya, kegiatan pembangunan energi dan sumberdaya mineral harus berorientasipada sebesar-besar kemakmuran rakyat (mengoptimalkan manfaat eksploitasi), denganmemperhatikan daya dukung sosial dan daya dukung lingkungan hidup. Hal ini hanyamungkin dilaksanakan apabila „good governance’  dapat diciptakan.

    Kepentingan usaha pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral dan pelestarianlingkungan tak ubahnya sebuah paradok. Di satu sisi dibutuhkan demi pembangunan, disisi lain lingkungan jadi rusak akibatnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yangada kadang tak diterapkan dengan baik.

    Pertambangan dan lingkungan ibarat dua keping mata uang yang saling mengkait.Munculnya aspek lingkungan merupakan salah satu faktor kunci yang ikutdiperhitungkan dalam menentukan keberhasilan kegiatan usaha pertambangan.

    Kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi sampai eksploitasi dan pemanfaatnnyamempunyai dampak terhadap lingkungan yang bersifat menguntungkan/positif yangditimbulkan antara lain tersedianya aneka ragam kebutuhan manusia yang berasal darisumber daya mineral, meningkatnya pendapatan negara. Adapun dampak negatif yangditimbulkan adalah terjadinya perubahan rona lingkungan (geobiofisik dan kimia),pencemaran badan perairan, tanah dan udara.

     Agar pemanfaatan sumber daya mineral memenuhi kaidah optimalisasi antarakepentingan pertambangan dan terjaganya kelestarian lingkungan, maka dalam setiap

    kegiatan sektor pertambangan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan danpengawasan diperlukan berbagai telaah lingkungan.

    Lahirnya Undang-undang No. 41 tahun 1999 sempat memancing ricuh antara kalanganusaha pertambangan dengan pemerhati lingkungan. UU yang membatasi penambangandi hutan lindung tersebut dianggap kurang tegas diimplementasikan. Sejumlahperusahaan tambang tetap beroperasi di hutan lindung dengan alasan sudahmenandatangani kontrak kerja jauh sebelum UU tersebut ditetapkan.

    Masalah mendasar yang muncul dari industri pertambangan adalah bagaimana kegiatanpertambangan dapat memberi kontribusi optimum terhadap pembangunan berkelanjutan.Hal ini menjadikan aspek pengelolaan lingkungan pada industri pertambangan menjadisangat penting. Salah satu pendekatan demi memecahkan masalah itu adalah dengan

    pendekatan iptek. Pendekatan ini sangat penting untuk dikembangkan demimengadaptasi masalah yang timbul di suatu daerah. Baik lingkungan fisik, yakni geologi,hidrogeologi, geokimia dan iklim, hingga kondisi biologi seperti flora, fauna, keragamanhayati.

    IV. Pemberdayaan Masyarakat Lingkup Energi dan Sumberdaya Mineral

    Berkenaan dengan pengembangan energi dan sumberdaya mineral seperti tersebut diatas yang erat hubungannya dengan kemasyarakatan, maka peran perusahaanpertambangan akan sangat signifikan dalam mengimplementasikan jargon tersebut.

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    14/31

    Sebagai sebuah perusahaan, tujuan dari perusahaan pertambangan adalahmemperoleh keuntungan sebesar-besarnya melalui penambangan yang ada di wilayahpertambangan dengan cara seefektif dan seefisien mungkin. Perusahaan pertambanganpada umumnya beroperasi di daerah terpencil yang serba minim fasilitasnya. Sementaraitu, dalam beroperasi, perusahaan pertambangan tersebut ditunjang oleh tenaga-tenagaahli pertambangan maupun tenaga lain nonpertambangan yang secara bersama hidup

    dalam satu komunitas yang serba berbeda dengan masyarakat sekitarnya, baik dari segifasilitas fisik maupun nonfisik.

    Lingkungan yang serbalengkap fasilitasnya tersebut sering menimbulkan kecemburuandari masyarakat sekelilingnya yang serbaminim fasilitas serta rendahnya tingkatkehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kecemburuan itulah yang sering memicuterjadinya konflik antara manajemen perusahaan dan masyarakat sekitar pertambangan.Sementara perusahaan merasa telah memenuhi keseluruhan kewajiban sebagaiperusahaan, baik itu PMDN maupun PMA kepada Pemerintah Indonesia denganmembayar pajak atau royalti sehingga mereka tidak terlalu risau dengan adanyatuntutan dari masyarakat sekitar pertambangan.

    Pengusahaan suatu usaha pertambangan berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya.

    Selain membutuhkan modal yang besar, juga memiliki risiko kegagalan yang tinggi.Pengusahaan pertambangan juga harus melalui suatu proses, yaitu bernegosiasidengan para pemilik tanah sesudah diketahui bahwa ada cukup deposit bahan tambangyang memadai jumlahnya untuk dapat dieksploitasi secara menguntungkan. Tahap inimerupakan tahap yang kritis karena hal itu mempengaruhi masa depan hubunganantara masyarakat dan perusahaan pertambangan.

    Pada tahap yang kritis inilah seyogianya perusahaan pertambangan sudah mulaimenunjukkan corporate social responsibility -nya melalui program communitydevelopment . Hal ini sangat penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa kehadiranperusahaan pertambangan yang akan menguasai sumber alam di wilayah itu akanmemberi kompensasi pada mereka dalam bentuk program-program yang akanmeningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi mereka (P3PK UGM, 2000).

    Community development   (CD) bukan semata persoalan moral yang berorientasi padapenghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, akan tetapi juga merupakanupaya menciptakan security   bagi perusahaan pertambangan dari ancaman penduduklokal yang merasa terpinggirkan. Oleh sebab itu, CD menjadi sangat penting gunamenciptakan keseimbangan dalam kehidupan sosial. Perusahaan pertambanganumumnya mempunyai institusi CD dan telah melaksanakan kegiatan CD. Hal itu karenadipersyaratkan dalam kontrak karya dan terlebih-lebih karena tekanan masyarakatsekitar tambang yang akhir-akhir ini semakin besar.

    Sejauh mana komitmen perusahaan melaksanakan kegiatan CD tercermin darikedudukan institusi CD pada struktur organisasi perusahaan. Perusahaanpertambangan yang memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan masyarakat

    sekitar akan menempatkan institusi CD pada struktur yang hirarkinya tinggi, misalnyasebagai bagian atau divisi. Sebaliknya, perusahaan pertambangan yang komitmennyakurang akan menempatkan institusi CD pada stuktur yang hirarkinya rendah. Dari hasilkunjungan lapangan di beberapa perusahaan pertambangan terlihat bahwa kedudukaninstitusi CD dalam struktur organisasi masih bervariasi dari satu perusahaan keperusahaan lainnya.

    Dana yang cukup dan berlanjut merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan CD.Hal itu dikarenakan pengembangan masyarakat membutuhkan waktu cukup lama untuk

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    15/31

    sampai pada tujuannya, yaitu mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Tujuan inidicapai melalui kegiatan CD yang bersifat fisik dan nonfisik. Kegiatan CD yang bersifatfisik segera dapat dilihat hasilnya, sebaliknya yang bersifat nonfisik lama dan tidaktampak hasilnya.

    Umumnya kegiatan CD yang berupa pembangunan prasarana fisik seperti jalan, gedung

    sekolah, klinik, dan tempat ibadah telah dilaksanakan banyak perusahaanpertambangan. Bahkan kegiatan CD umumnya telah dilaksanakan semenjak tahapkonstruksi. Hal itu dapat dimengerti karena prasarana-prasarana tersebut jugadiperlukan perusahaan atau paling tidak karyawan perusahaan. Pendanaan untukkegiatan CD yang langsung berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat misalnyapertanian, peternakan, perikanan, industri kecil, relatif kecil dan belum lamapelaksanaannya.

    Perencanaan CD yang umumnya disusun perusahaan pertambangan adalah rencanatata ruang wilayah. Rencana tata ruang diperlukan oleh perusahaan karena operasipenambangan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Karena tidak adaperencanaan CD yang baku, pelaksanaan CD lebih bersifat by problem dalam arti CDdilaksanakan untuk mengatasi gejolak yang timbul dalam masyarakat yang dapat

    mengganggu operasi perusahaan. Hal itu ditunjukkan dari adanya kegiatan CD yangdilaksanakan karena adanya protes dari masyarakat.

    Daerah usaha pertambangan biasanya berpusat pada wilayah kecamatan. Sementaraitu pemerintah kecamatan tidak memiliki kelengkapan dinas-dinas sehingga baik dalammerencanakan maupun melaksanakan pembangunan wilayah menjadi sangat lamban.CD oleh perusahaan pertambangan bukan kegiatan yang lepas sama sekali daripemerintah daerah. Dalam CD justru pemda harus berada di depan, mengingat pemdaadalah lembaga yang memegang otoritas pemerintah di daerah. Pemda juga lembagayang akan meneruskan kegiatan CD bila penambangan berakhir.

    Yang terjadi di lapangan, terutama pada waktu kegiatan penambangan dimulai, peranperusahaan pertambangan dalam pengaturan wilayah sangat menonjol sehingga mirip

    pemerintah. Masyarakat kemudian melihat, tugas pembangunan wilayah ada padapundak perusahaan pertambangan. Akibatnya, apabila terjadi kelambatan pelaksanaanatau hal-hal lain yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, rakyat cenderungmenyalahkan perusahaan pertambangan meskipun kesalahan itu adalah kesalahanpemerintah daerah.

    Dengan semakin meningkatnya jumlah dan mobilitas penduduk, situasi itu harus diubah.Hubungan antara pemda dan perusahaan pertambangan sering kali diwarnai konflikkepentingan, terlebih pada saat sekarang saat pemda berharap banyak padapenerimaan royalti. Namun, karena royalti lebih banyak dikuasai pemerintah pusat ataupemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kecamatan yangwilayahnya digunakan untuk kegiatan penambangan kurang mendapat manfaat.

    Keadaan itu menyebabkan hubungan antara pemerintah daerah kabupaten ataupemerintah kecamatan dan perusahaan pertambangan kurang sejalan. Maka, tidaklahmengherankan kalau pemerintah daerah dalam level tersebut kembali meminta bagiandari "royalti" kepada perusahaan berupa berbagai jenis sumbangan dari perusahaanpertambangan.

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dikeluarkan pemerintah belum lama inimembuka peluang pemerintah daerah mengelola sumber daya alam. Banyak daerahyang tergolong kaya sumber daya alam menyambutnya dengan hangat. Seakan-akan

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    16/31

    hal yang selama ini dirampas pemerintah pusat segera ditemukan kembali. UU itumenyangkut pula adanya desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahanoleh Pemerintah kepada Daerah Otonom, yaitu Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

    Dalam penjelasan dari UU itu dituliskan, daerah mempunyai kewenangan utuh dan bulatdalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

    pengendalian, dan evaluasi untuk bidang-bidang tertentu. Perolehan pendapatan daerahyang berasal dari penerimaaan sumber daya alam pertambangan sudah pula diaturdalam penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004.

    Perusahaan pertambangan yang menguntungkan, aman, tidak ada tuntutanmasyarakat, dan ada hubungan harmonis antara pemerintah daerah, perusahaanpertambangan dan masyarakat, merupakan modal yang baik untuk kelangsunganperusahaan pertambangan tersebut. Lokasi perusahaan pertambangan yang idealtersebut sangat berkaitan dengan pendapatan pemda dan kesejahteraan masyarakat disekitar lokasi pertambangan. Evaluasi kegiatan CD bisa dijadikan awal dari mekanismepelimpahan wewenang pertambangan dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah.

    Dari pengalaman studi yang selama ini telah dilakukan penulis, terlihat keterlibatanunsur kelembagaan lokal dan unsur pemerintah daerah dalam kegiatan CD yang masihterbatas dan belum memadai. Hubungan timbal-balik tiga pihak: perusahaanpertambangan, pemerintah daerah, dan masyarakat, perlu diciptakan dengan baik untuksecara bersama-sama mengembangkan kawasan sekitar pertambangan.

     Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan perusahaan pertambangan dalam kegiatanCD. Pertama, CD merupakan kegiatan pemberdayaan yang diarahkan untukmemperbesar akses masyarakat sekitar daerah tambang mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik dan tidak bergantung pada keberadaan perusahaanpertambangan. Kegiatan itu dicapai melalui kerja sama antara perusahaanpertambangan dan masyarakat, pemda dan pihak lain yang bergerak di bidang sosial-ekonomi-budaya. Sesuai dengan tujuan dan cara pencapaiannya, kegiatan CD didaerah sekitar tambang memerlukan SDM yang mampu mengoordinasikan pihak-pihak

    tersebut melalui pendekatan participatory .Kedua, kegiatan CD mestinya disusun dalam suatu perencanaan jangka pendek, jangkamenengah, dan jangka panjang sejalan dengan jangka waktu kontrak karya. Dariperencanaan ini, mestinya sudah dapat diketahui siapa target group  CD, program-program apa yang perlu dilaksanakan, dan bagaimana kondisi masyarakat setelahkontrak karya berakhir. Perencanaan tersebut dibuat melalui proses partsipatif, bukantop down.

    Perusahaan jangan hanya menyodorkan perencanaan yang telah dibuat untukmendapatkan persetujuan dari masyarakat. Hal itu perlu untuk mencegah adanya konflikdan protes dari masyarakat. Namun demikian, penilaian terhadap adanya konflik danprotes dalam masyarakat harus dinilai secara objektif mengingat akhir-akhir ini banyak

    konflik dan protes tanpa alasan yang rasional.Ketiga, melibatkan pemda dalam CD dan jika ada konflik dengan masyarakat,penyelesaiannya dilakukan melalui pemda (P3PK UGM, 2000).

    Hasil yang diharapkan dari kegiatan CD adalah kebergantungan masyarakat dan pemdapada perusahaan pertambangan semakin kecil, sebaliknya kemandirian masyarakat danpemda semakin besar dan pada akhir penambangan sudah dapat mandiri.

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    17/31

     

    V. Desentralisasi

     Adanya perubahan lingkungan strategis di tingkat nasional, regional dan global, sepertidesentralisasi daerah, AFTA 2003, APEC 2020, dan Protokol Kyoto serta MekanismePembangunan Bersih, akan mempengaruhi paradigma penyediaan dan pemanfaatanenergi di masa datang. Di tingkat nasional, pelaksanaan otonomi daerah sesuai denganUU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU No. 33 tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan PP No. 25 tahun2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai DaerahOtonom, maka wewenang pengembangan energi yang tadinya berada di PemerintahPusat beralih kepada Pemerintah Daerah (kecuali sektor migas). Berdasarkan PP No.25 tahun 2000 tersebut, Pemerintah Pusat masih berwenang untuk mengeluarkankebijakan diversifikasi energi, konservasi energi, intensifikasi energi dan harga energi.

    Secara hukum nasional terdapat beberapa hal yang meskipun tidak bertentangan, tetapikurang mendukung implementasi Protokol Kyoto. Sebagai salah satu contoh, di sektorenergi belum ada peraturan yang mendorong, melalui pemberian intensif dalampenggunaan energi terbarukan dan upaya melakukan efesiensi energi. Padahal, darisegi perlindungan iklim kedua kegiatan dari sisi penawaran (supply side) dan sisipermintaan (demand side) energi tersebut sangat potensial dan mendukung pencapaiantujuan pembangunan berkelanjutan. Sebagai dari bagian hukum nasional, peraturandaerah masih banyak yang harus dirumuskan dan dibenahi, khususnya yang

    Kompas, 23 Agustus 2006

    Dirjen ESDM Bingung Ada Pertambangan Ilegal

    Balikpapan, Kompas - Pertambangan batu bara ilegal dan lahan bekas eksploitasi yang takdirehabilitasi harus diakhiri. Mendiamkan hal itu berlangsung tidak hanya merusak

    lingkungan, tetapi juga moral.Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Mineral, Panas Bumi, dan Batu Bara DepartemenEnergi dan Sumber Daya Mineral Simon Sembiring di Balikpapan, Selasa (22/8).

    "Kalau izin resmi, harus ada yang tanggung jawab. Kalau ilegal, mencuri. Tambang itu tidakpakai cangkul. Alatnya besar, kenapa bisa berjalan? Saya heran!" kata Simon di sela-selamusyawarah Pemerintah Daerah Penghasil Batu Bara Se-Indonesia.

    Dalam acara itu dideklarasikan pula Badan Kerja Sama Pemerintah Daerah Penghasil BatuBara Se-Indonesia. Tercatat 44 kabupaten dari 21 provinsi menjadi anggotanya.

    Saat berbicara dalam musyawarah itu, Simon mencontohkan, kerusakan yang cukup parahakibat pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan (Kalsel).

    Data Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalsel hingga April

    2006 menunjukkan, 10.444 dari 12.944 hektar areal tambang batu bara yang selesaidieksploitasi belum direklamasi. Sebagian besar dibiarkan menjadi lubang besar ataudanau (Kompas, 28/7).

    Ia juga menekankan, tanggung jawab terhadap pengawasan dan penertiban tambang batubara tidak hanya pada pemerintah pusat. Sebab, di era otonomi ini ada pendelegasiankewenangan kepada pemerintah daerah tingkat II.

    Dalam kesempatan itu, Simon mengutarakan proyeksi kebutuhan batu bara di dalam negeriyang meningkat 80 juta ton pada tahun 2009. Peningkatan dari 30 juta ton itu untukmemenuhi 20.000 megawatt produksi listrik PLN dan swasta. (FUL/YNS)

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    18/31

    mengutamakan partisipasi masyarakat sehingga akan menarik investasi yang akanmengalir ke daerah. Dengan demikian, jika kita lihat secara positif, diartifikasinyaProtokol Kyoto akan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong terciptanyakerangka peraturan yang transparan dan demokratis.

    Ratifikasi Protokol Kyoto juga akan mendorong pemerintah dan masyarakat untuk

    mempersiapkan dari dalam penyiapkan kelembagaan yang terkait dengan implementasiProtokol Kyoto melalui proyek-proyek CDM. Penunjukan otoritas nasional (DesignatedNational Auttority , DNA) merupakan syarat utama agar nagara berkembang dapatberpatisipasi. Lembaga inilah yang nantinya akan merancang kegiatan yang berkaitandengan pengembangan proyek ( projek   development ) dan pengembangan kapasitas(capacity  building ) agar Para Pihak yang tertarik melakukan investasi dapat merancangproyeknya bersama mitranya di mana proyek akan diimplementasikan. Otoritas nasionalini juga akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesadaran publik ( publicawarennes) akan pentingnya pembangunan proyek-proyek baru yang ramah lingkungan.

     Adanya kebijakan desentralisasi yang didorong pemerintah juga akan membawabeberapa konsekuensi. Daerah yang kaya sumber daya alam akan banyak menikmatimanfaat dari bentuk pembagian pendapatan daerah yang baru ini. Misalnya, daerah

    penghasil produk pertambangan, kehutanan dan perikanan, kini akan menerima 80%dari penerimaan pendapatan tersebut, sementara pemerintah pusat hanya menerimasisanya, yaitu 20%. Daerah penghasil minyak akan menerima 15% dari seluruhpendapatan yang diterima dari eksploitasi kekayaan alam ini, sedangkan daerahpenghasil gas alam menerima 30%.

    Sebagian besar wacana yang berlangsung mengenai prospek keberhasilanpelaksanaan desentralisasi daerah tertuju pada masalah perimbangan anggaran antarapemerintah pusat dan daerah. Tampaknya ada asumsi bahwa dengan memilikianggaran belanja yang besar maka pemerintah daerah (pemda) akan mampumengelola pelaksanaan desentralisasi. Seiring dengan asumsi ini, maka pemda yangdiuntungkan dengan adanya cara baru pembagian perolehan dari kekayaan sumberdaya alam itu dianggap akan berhasil mengelola proses desentralisasinya.Jelas kekayaan sumber daya alam, dalam hal ini sumber daya pertambangan, adalahfaktor penting dalam menentukan kemampuan pemda dalam melaksanakan kekuasaanotonomi yang diberikan secara efektif. Pemda yang memiliki kekayaan alam besarmempunyai sumber dana potensial yang akan mengalir ke daerahnya sebagai hasilpendayagunaan sumber-sumber alamnya. Karena itu, daerah tersebut dimungkinkanmemiliki kekuatan dana lebih besar dibanding dengan daerah yang miskin sumber dayaalam.

    Namun, seperti ditunjukkan oleh pengalaman banyak negara di berbagai penjuru dunia,kekayaan sumber daya alam bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilanpembangunan. Sudah banyak contoh mengenai keberhasilan pembangunan negara-negara yang miskin sumber daya alam. Salah satu faktor penentu keberhasilan

    pembangunan suatu negara atau wilayah yang sama pentingnya dengan kekayaansumber daya alam adalah kualitas sumber daya manusia. Jepang, Singapura dan KoreaSelatan adalah contoh tepat mengenai negara miskin sumber daya alam tetapi ungguldalam pembangunannya, terutama karena kualitas sumber daya manusianya.Masalah manejemen pengusahaan tambang tidak sekadar masalah pemberian izinpengusahaan saja. Masalah hukum bisa timbul di luar masalah perizinan, sepertioverlapping  dan ganti rugi. Pertikaian dapat saja melibatkan banyak pihak. Dapat terjadipertikaian antara masyarakat, pemegang izin usaha, atau pemohon dengan penguasa. Atau antara pemegang izin usaha dengan pemegang izin usaha lainnya. Atau antara

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    19/31

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    20/31

    produksi, harga, biaya dan pajak. Usaha yang mempunyai risiko lebih tinggi menuntutpengembalian keuntungan (Rate of Return) yang lebih tinggi.

    Walaupun terdapat dampak lingkungan pada waktu eksplorasi, tetapi dampaklingkungan pertambangan utama adalah pada waktu eksploitasi dan pemakaiannyauntuk yang bisa digunakan sebagai energi (minyak, gas dan batu bara). Dampak

    lingkungan tersebut dapat berbentuk fisik seperti penggundulan hutan, pengotoran airsungai, danau dan laut) serta pengotoran udara untuk energi. Dampak lingkungantersebut dapat juga bersifat sosial yaitu hilangnya mata pencarian penduduk yangtadinya hidup dari hasil hutan maupun hasil pertambangan itu sendiri. Sebagai contoh:dengan cara yang sederhana penduduk dapat mendulang emas.

    Dampak lingkungan pertambangan berbeda antara jenis tambang yang satu denganyang lain. Tambang ada yang berada jauh di bawah permukaan seperti tambang minyakdan gas sehingga penambangannya dilakukan dengan membuat sumur, oleh sebab itupenambangannya relatif tidak membutuhkan daerah yang luas di permukaan. Tambangada yang digali di permukaan atau ditambang dengan membuat terowongan dekatpermukaan seperti batu bara, tembaga, emas dan lain-lain sehingga relatifmembutuhkan daerah yang luas di permukaan dan sebagai akibatnya dampak

    lingkungan fisik maupun sosialnya lebih besar. Apalagi tambang tersebut tadinyamerupakan mata pencarian penduduk setempat.

    Risiko eksplorasi dan tingkat kesulitan teknologi eksploitasi pertambangan juga berbedasatu sama lain. Untuk migas yang lokasi cadangannya jauh di bawah permukaan risikoeksplorasinya tentunya besar, sehingga tidak mengherankan apabila sebagian besarmigas kita masih diproduksi oleh swasta asing. Dalam hal teknologi eksploitasi migaswalaupun tingkat kesulitannya cukup tinggi, terdapat keyakinan bahwa bangsaIndonesia cukup mampu melakukan eksploitasi migas paling tidak untuk penambangandi daratan maupun laut dangkal. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa di sampingPertamina ada beberapa swasta nasional yang sudah mengoperasikan lapanganminyaknya berbekal pengalaman yang telah ditekuninya selama bertahun-tahun dibidang tersebut.

    Walaupun risiko usaha di bidang migas tinggi, tetapi karena migas sangat penting untukIndonesia sejak waktu yang lama, maka peraturan-peraturan di bidang tersebut sudahsangat maju dan terbuka, dalam pengertian sering sekali diperdebatkan. Pajak migassangat tinggi dibandingkan komoditi lain. Sebagai contoh untuk minyak 85 persen danuntuk gas 70 persen dari keuntungan adalah untuk pemerintah. Di samping itu di bidangmigas sudah berlaku kontrak bagi hasil, sedangkan di pertambangan umum (nonmigas)masih berlaku kontrak karya. Perbedaan utama antara kontrak bagi hasil dan kontrakkarya adalah bahwa pada kontrak bagi hasil manajemen ada di tangan Indonesia, dalampengertian setiap perencanaan pengembangan (Plan of Development) harus disetujuidulu oleh pemerintah (dalam hal migas: Pertamina) termasuk aspek lingkungannya.

    Dasar kebijakan publik di bidang energi dan sumberdaya mineral adalah UUD 1945pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa: bumi dan air dan kekayaan alam yangterkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnyauntuk kemakmuran rakyat.

    Dalam pelaksanaannya mungkin dapat dipertimbangkan hal-hal berikut ini

    Pertama, kita baru mengundang perusahaan asing apabila bangsa Indonesia tidakberani mengambil risiko atau tidak menguasai teknologi untuk bidang pertambangantersebut. Mengapa? Karena tentunya akan lebih menguntungkan kalau dikerjakan

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    21/31

    sendiri karena biaya orang asing mahal dan dana tersebut tentunya kembali kenegaranya. Apalagi kalau manajemennya tidak di tangan Indonesia.

    Kedua, apabila risikonya tidak besar serta teknologinya dikuasai dan permasalahannyahanya modal, maka dana dapat dikumpulkan melalui beberapa cara, yaitu:

    a. sebagian pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan umum yang sudah

    memberikan keuntungan banyak (misal: batu bara). Pendapatan tersebut dapatdigunakan untuk eksplorasi dan investasi pada sektor-sektor pertambangan lainnya.Hal yang sama dapat diberlakukan untuk migas sehingga sebagian pendapatanpemerintah darinya dapat digunakan untuk ekplorasi dan investasi untuk energi lainyang lebih bersih lingkungan seperti panas bumi dan tenaga air. Sebagaiperbandingan, pada sektor kehutanan terdapat dana reboisasi.

    b. BUMN terkait dapat mengumpulkan dana dari saham masyarakat yang besarnytergantung pada kepercayaan masyarakat pada hasil usaha di bidang tersebut.

    c. swasta nasional yang berminat berusaha di bidang tersebut (dapat sendiri ataumerupakan konsorsium) diikutsertakan dalam usaha tersebut.

    d. apabila dari sumber di atas dana tidak cukup maka baru diusahakan modal asing.

    Ketiga, aspek lingkungan baik fisik maupun sosial harus dipertimbangkan dalam setiapkontrak pertambangan dan pengusaha pertambangan harus menyediakan biaya untukmengatasi permasalahan lingkungan tersebut. Menurut ahli ekonomi Kaldor dan Hickssuatu tindakan dikatakan bermanfaat apabila golongan yang memperoleh manfaat dariusahanya dapat memberi kompensasi bagi golongan yang menderita kerugian akibatusaha tersebut sehingga posisi golongan kedua tersebut paling jelek sama sepertisebelum adanya usaha tersebut dan golongan pertama masih untung. Golongan keduatersebut dapat berupa alam maupun masyarakat. Jadi, tidak adil bila ada suatu usahayang kemudian menyebabkan lingkungan menjadi lebih rusak atau masyarakat menjadilebih menderita dibandingkan keadaan sebelum adanya usaha tersebut.

    Keempat, apabila kontrak bagi hasil untuk pertambangan umum lebih menguntungkan

    dibandingkan kontrak karya (dengan pengertian juga tidak membuat kontraktor jera),maka tentunya yang lebih menguntungkan masyarakat perlu diberlakukan.

    Media Indonesia, 4 Juli 2006

    Pembangunan Desa Mandiri Energi Dimulai Tahun 2007

    JAKARTA--MIOL: Pemerintah berencana membangun desa mandiri energi di

    daerah-daerah terpencil pada 2007.

    Pembangunan desa mandiri energi ini untuk meringankan beban masyarakat di daerah ituakibat mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM). Rencana tersebut akan dibahas dandimatangkan dalam pertemuan di Bali pada 2 Agustus yang akan datang.

    Pertemuan itu akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Menteri Energi danSumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Koordinator, Perekonomian Boediono,Menteri BUMN Sugiharto, dan Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali serta sejumlahgubernur, bupati/walikota seluruh Indonesia. Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Alimengatakan rencana tersebut telah disampaikan dalam rapat terbatas kabinet yangberlangsung Sabtu (1/7) hingga Minggu (2/7) malam di Losari Caffee Plantation,Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang dipimpin langsung PresidenYudhoyono

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    22/31

     

    VII. Peran Good Governance dalam Pengelolaan Energi dan Sumberdaya Mineral

    Krisis multidimensi yang berkepanjangan selama hampir satu dekade terakhir ini

    seharusnya membangunkan Indonesia yang telah terlena lama sekali oleh "easymoney ". Pembangunan di Indonesia selama 30 tahun memberikan ilusi bahwakemajuan ekonomi berlangsung seolah-olah tak terbatas. Kontraksi ekonomi sebesar -15 persen per tahun seperti yang terjadi pada tahun 1997-98 tidak pernah diperkirakansebelumnya.

    Konsep pembangunan yang dipraktekkan sejak 1966 di Indonesia mendasarkanpertumbuhan ekonomi pada beberapa sektor utama, terutama minyak dan sumberdayamineral. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi sejak itu melesat hingga berkisar pada 7

    "Dipilihnya daerah remote (terpencil) itu karena di daerah tersebut harga BBM -nya sangattinggi sehingga membebani masyarakat," kata Suryadharma Ali di Jakarta, Selasa.

    Dia menambahkan, di daerah remote itu harga minyak tanah mencapai Rp10.000-Rp20.000per liter. Karena itu, pemilihan daerah tersebut untuk dijadikan desa mandiri energi sangat

    cocok. Untuk menjadi bisa menjadi desa mandiri energi, kata Suryadharama Ali, harusmemenuhi beberapa persyaratan, yaitu pemerintah daerah menyiapkan lahan untuk tanaman jarak, Menteri Pertanian menyediakan bibit unggul.

    Sementara, BUMN-BUMN yang memproduksi mesin pengolah biji jarak menjadi minyak biodiesel harus memberikan jaminan pemeliharaan terhadap mesin tersebut pada kurun waktutertentu.

    Suryadharma Ali mengatakan peran kementerian Koperasi dan UKM pada program DesaMendiri Energi tersebut adalah memberikan perkuatan modal berupa mesin pembuat biodiesel.

    Kementerian Koperasi dan UKM akan membeli 300 unit mesin dengan harga sekitar Rp120 juta per unit.

    Satu unit mesin tersebut memiliki kapasitas mengolah 500-600 kilogram biji jarak per hariyang mampu menghasilkan minyak bio diesel sekitar 200 liter per hari.

    "Bila program ini berjalan setidaknya dapat menyerap tenaga kerja dan menekan pengeluaranmasyarakat di daerah itu," kata Suryadharma Ali.

    Dia mengatakan, pemerintah memang t idak menargetkan produksi bio diesel di desa mandirienergi secara besar-besaran. Bagi pemerintah, yang penting hasil produk tersebut dapatmencukupi kebutuhan di daerah itu. Karena itu, pemerintah tidak mau program ini menyerap APBN yang besar.

    "Kalaupun ada APBN yang dipergunakan sifatnya hanya simultan," katanya.

    Menurut dia, Presiden Yudhoyono dalam rapat kabinet di Magelang mengatakan bahwaprogram bio energi di Indonesia harus sudah bisa dilaksanakan mulai 2007.

    Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasonomengatakan Dekopin akan membuat pabrik pengolahan minyak jarak sebagai alternatifpengganti bahan bakar minyak (BBM) di Sukabumi, Jawa Barat.

    Ia mengatakan kebutuhan BBM untuk angkutan kota di Jakarta setiap harinya mencapaisekitar seribu ton. Karena itu, sebaiknya pembangunan pabrik minyak jarak itu berada didekat daerah yang banyak permintaannya itu.

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    23/31

    persen per tahun. Dari salah satu negara termiskin di dunia, pendapatan per kapitaIndonesia meningkat hingga di atas $500 per tahun, bahkan sekitar $1,000 menjelangterjadinya krisis ekonomi.

    Krisis ini mempertanyakan kembali sendi-sendi pembangunan di Indonesia. Jawabansingkat "karena oil boom" ternyata tidaklah memuaskan, karena negara-negara Asia

    lainnya yang pertumbuhan ekonominya tinggi seperti Taiwan ternyata adalah importirminyak, sementara ekonomi negara-negara produsen minyak dan sumberdaya minerallain, terutama di Afrika, ternyata tumbuh negatif atau dengan tingkat pertumbuhan yangsangat rendah.

    Sementara itu, sejak tahun 1972 Indonesia telah ikut serta dalam proses pendefinisiankembali hubungan antara lingkungan dan pembangunan. Menteri Lingkungan Indonesiapertama, Prof. Emil Salim, bahkan ikut serta sebagai anggota Komisi Brundtland yangmenyusun buku putih pembangunan berkelanjutan Hari Depan Kita Bersama (OurCommon Future). Buku ini sampai sekarang masih menjadi acuan utama diskursuspembangunan berkelanjutan di Indonesia.

    Pada tahun 1992, Konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Lingkungandan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) -dikenal juga dengan KTT Bumi - menelurkan beberapa dokumen penting mengenaipembangunan berkelanjutan, yaitu Piagam Bumi (Earth Charter) dan Agenda 21 yangmerekomendasikan kegiatan-kegiatan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

    Pada bulan September 2002 hasil-hasil dari Agenda 21 selama satu dekade telahdievaluasi, sementara pelajaran yang dapat ditarik darinya akan dipergunakan untukmenuntun kerangka perencanaan pembangunan masa depan yang lebih berkelanjutan.Pertemuan yang disebut sebagai World Summit on Sustainable Development (KTTPembangunan Berkelanjutan) diadakan di Johannesburg, Afrika Selatan.

    Pembangunan adalah sebuah proses produksi dan konsumsi di mana materi dan energidiolah dengan menggunakan faktor produksi seperti mesin-mesin (capital ), pekerja(labor , atau human resources), dan lain-lain. Pada prosesnya, pembangunan membawadampak kepada lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya, yang pada gilirannya akanberdampak kepada keberlanjutan pembangunan itu sendiri.

    Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan saat ini yang tidak mengurangikesempatan dari generasi mendatang untuk membangun. Secara statik pembangunanberkelanjutan adalah sebuah pembangunan yang secara serentak membangunekonomi, sosial, serta lingkungan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidakboleh berdampak pada pengrusakan pranata sosial dan lingkungan.

    Dampak sosial dari ekstraksi minyak, gas, dan mineral akhir-akhir ini semakin banyakdisoroti dunia. Pertama, kegiatan ekstraksi ini biasanya memberikan manfaat ekonomiyang sangat besar, tetapi tidak kepada masyarakat yang tinggal di sekitar tempatekstraksi. Kegiatan ekstraksi ini biasanya dilakukan dalam bentuk enclave, tanpa ada

    upaya mengintegrasikan dengan kegiatan sosial-ekonomi di sekitarnya. Sumbangansektor energi dan sumberdaya mineral terhadap kerekatan sosial di Indonesia dapatdiukur melalui indikator-indikator berikut ini.

    Energi dan sumberdaya mineral memiliki dampak lingkungan dalam bentuk polusi danpenipisan sumberdaya alam. Pada proses di mana pertambangan terjadi di tempat-tempat yang ekosistemnya rentan (misalnya pertambangan di wilayah hutan lindung),maka eksploitasi sumberdaya energi dan mineral akan berdampak pada ekosistemtersebut. Dampak lingkungan ini terjadi baik pada saat penambangan (minyak, gas

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    24/31

    bumi, dan mineral), pengolahannya, pengangkutannya, transformasinya dari energiprimer menjadi energi sekunder, serta penggunaannya oleh konsumen di berbagaisektor. Dampak lingkungan dari proses ekstraksi di antaranya adalah masalah tailing,pencemaran hidrokarbon, merkuri, dan bahan beracun dan berbahaya (B3) lainnya dilaut dan sungai, serta masalah lainnya.

    Selain peranannya yang penting sebagai penghasil devisa melalui ekspor, sektorminyak dan gas memiliki peran yang penting sebagai sumber energi, di manaketersediaannya masih bergantung kepada sumber-sumber yang tidak terbarukanseperti minyak, gas, dan batu-bara. Sumber-sumber terbarukan seperti panas bumi,biomasa, air, angin, dan tenaga matahari belum dimanfaatkan secara maksimal.Dengan demikian, pasokan energi domestik akan terancam dengan terancamnyakeberlanjutan produksi energi primer yang tidak terbarukan ini. Sebagai sumber energiyang dibutuhkan pembangunan, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat menjadi panduandalam evaluasinya.

    Selain itu, untuk mendukung keberlanjutan dari pembangunan yang ada, pendapatandari sumber-sumber tak-terbarukan seperti minyak, gas, dan mineral harus ditanamkembali untuk memperbesar modal pembangunan dari sumber-sumber terbarukan

    seperti panas bumi, angin, air, serta sumber daya manusia.Globalisasi dan desentralisasi adalah dua intervensi dan perubahan yang terbesar yangmempengaruhi kinerja pembangunan di Indonesia pada jangka panjang. Dari sebuahkonsep pembangunan yang sentralistik di mana sebagian besar keputusanpembangunan di ambil di ibukota, tak lama lagi arah pembangunan di Indonesia akanditentukan secara internal oleh pemerintah daerah, dan secara eksternal oleh prosesperluasan pasar dunia.

    Institusi-institusi baru dunia telah banyak bermunculan yang pasti akan mengimbaspada kinerja pembangunan di Indonesia. World Trade Organization telah menjadilambang globalisasi ekonomi dunia yang, mau tak mau, harus diikuti oleh Indonesia.Terbukanya pasar Indonesia untuk pemain-pemain asing tidak hanya menambah

    tekanan kepada pemain domestik untuk lebih bisa bersaing, tetapi juga melahirkanpermasalahan-permasalahan baru, di mana manfaat dari investasi asing ini dinikmati jauh dari tempat di mana dampak negatif dari investasi ini terjadi.

    Di sektor energi dan sumberdaya mineral, inisiatif seperti Mining, Mineral, andSustainable Development  (MMSD) dan Global Mining Initiative (GMI) telah diluncurkan,walaupun banyak sekali keraguan dan kecurigaan terhadap motivasi dari inisiatif-inisiatifini. Sementara itu, tekanan terhadap Bank Dunia mengenai perannya dalam sektorminyak dan sumberdaya mineral melahirkan inisiatif penilaian industri ekstraktif(Extractive Industries Review ). Di sisi lain, tekanan dunia mengenai pelestarianlingkungan juga semakin intensif. Perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungandengan sektor energi dan sumberdaya mineral telah disepakati dan ditandatangani.Salah satunya adalah Konvensi Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto-nya. Di tingkat

    masyarakat sipil (madani), gerakan lingkungan hidup yang diwakili oleh mendunianyalembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan dan gerakan konsumen hijau jugamemiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangan sektor energi dan sumberdayamineral di Indonesia.

    Berpijak pada kenyataan tersebut, maka peran good environmental governance dalampemanfaatan energi sumberdaya mineral akan menjadi sangat penting, dimanadiantaranya melalui:

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    25/31

    i. Kebijakan Energi Nasional 

    Kebijakan penentuan harga energi di Indonesia tidak dilakukan melalui mekanismepasar melainkan ditetapkan secara administrasi oleh pemerintah. Dalam penentuanharga energi ada empat hal yang harus dipertimbangkan yaitu :

    a. Tujuan efisiensi ekonomi  : untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeridengan harga serendah rendahnya dan memelihara cadangan minyak untukkeperluan ekspor, khususnya dengan mendorong pasar domestik untukmensubstitusikan konsumsinya dengan alternatif bahan bakar lain yangpersediaannya lebih melimpah (gas dan batubara) atau sumber energi yangnontradable seperti tenaga air (hydropower) dan panas bumi (geothermal).

    b. Tujuan mobilisasi dana  : dengan memaksimumkan pendapatan ekspor danpendapatan anggaran pemerintah dari ekspor sumber energi yang tradableseperti migas, dan batubara dan memungkinkan produsen dari sumber sumberenergi untuk menutupi biaya biaya ekonominya dan memperoleh sumber sumberdana untuk membiayai pertumbuhan dan pembangunan.

    c. Tujuan sosial (pemerataan) : mendorong pemerataan melalui perluasan aksesbagi kebutuhan pokok yang bergantung pada energi seperti penerangan,memasak dan transportasi umum.

    d. Tujuan kelestarian lingkungan : mendorong agar pencemaran lingkunganseminum mungkin sebagai dampak pembakaran sumber sumber energi.

    Keempat tujuan di atas merupakan faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam

    menentukan tujuan di atas, sehingga kemungkinan bentrokan antar tujuan dapat di atasi.Keempat tujuan di atas tidak mungkin dicapai karena konflik antar tujuan pasti akanterjadi. Sebagai contoh studi yang dilakukan Pitt (1985 dalam [4]) menunjukkan tujuanuntuk mengurangi dampak lingkungan praktis tidak tercapai.

    ii. Pengembangan Energi Alternatif  

    Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlahbesar. Beberapa diantaranya bisa segera diterapkan di tanah air, seperti: bioethanolsebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi,mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakanuntuk membangkitkan listrik. Hampir semua sumber energi tersebut sudah dicobaditerapkan dalam skala kecil di tanah air. Momentum krisis BBM saat ini merupakanwaktu yang tepat untuk menata dan menerapkan dengan serius berbagai potensitersebut. Meski saat ini sangat sulit untuk melakukan substitusi total terhadap bahanbakar fosil, namun implementasi sumber energi terbarukan sangat penting untuk segera

    dimulaiKebijakan penghapusan subsidi BBM pada tahun 2005 merupakan momentum yangtepat bagi pemerintah untuk mengembangkan batubara sebagai energi alternatif yangprospeknya cukup menjanjikan. baik dilihat dari cadangan yang melimpah maupun dariharga yang relatif lebih murah dibanding BBM. Sebagai contoh bila digunakan di sektorlistrik, batubara lebih murah dibanding BBM. Pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel(PLTD) yang menggunakan solar, harga listrik mencapai Rp 500 per KWh. Sementara

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    26/31

    menggunakan batubara biayanya hanya sekitar Rp 50 per KWh. Jadi bisa menghematbiaya kurang lebih Rp 30 milyar per tahun.

    Bila digunakan di sektor rumah tangga pun untuk keperluan memasak atau sektorindustri untuk bahan bakar, batubara sangatlah hemat. Setiap satu liter minyak tanahdapat digantikan dengan 0.6 kg briket batubara (Soedjoko dalam Warta, 2003).

    Berdasarkan pada hitungan konversi energi ini, kita dapat mengambil contohpenghematan yang akan diperoleh. Pada tahun 2003. harga batubara sekitar Rp 222.27per kg. sementara minyak tanah Rp 700 per liter. Pada tahun 2003 rata-rata pemakaianminyak tanah di sektor rumah tangga sekitar 179 liter pertahun. maka biaya yang harusdikeluarkan untuk membeli minyak tanah adalah Rp 125.300 per rumah tangga.Sedangkan, jika menggunakan batubara, maka besarnya biaya yang harus dikeluarkanhanya Rp 23.872. Dengan demikian ada penghematan sebesar Rp 101.428 per rumahtangga. Dengan merujuk pada data BPS yang menyebutkan bahwa jumlah rumahtangga tahun 2003 sebanyak 56.625.000. jadi sebenarnya ada potensi penghematanyang bisa dilakukan untuk pengeluaran energi di sektor rumah tangga sebesar Rp 5.74trilyun. Dengan harga minyak tanah yang mencapai Rp 2000 perliter pada tahun 2005.maka tentu saja penghematan ini akan jauh lebih besar lagi.

    Tabel 2 dibawah menunjukkan bahwa betapa besar penghematan yang bisa dilakukan jika terjadi substitusi total dari BBM ke batubara dan atau gas di sektor industri.Pemakaian energi non minyak di sektor industri seharusnya diintensifkan sejak dulu. Halini bukan saja dilandasi oleh alasan karena kian menipis ketersediaan bahan bakarminyak, namun lebih jauh dari itu juga alasan efisiensi, baik dalam level mikro yaitusektor industri itu sendiri maupun dalam skala makro perekonomian nasional

    Tabel 2. Penghematan Penggunaan BBM di Sektor Industri Jika Disubstitusi DenganBatubara dan Gas (Milyar Rp)

    Tahun

    Minyak TanahDisubstitusi dengan

    Minyak DieselDisubstitusi dengan

    Minyak SolarDisubstitusi dengan

    Batu bara Gas Batu bara Gas Batu bara Gas

    1996 93 99 510 540 1453 1.528

    1998 75 8 724 416 2354 1.497

    2002 157 158 1.268 1.271 9.752 9.773

    2003 203 112 1.205 1.025 10.164 8.684

    Sumber: Hasil perhitungan penulis

    Proses substitusi penggunaan energi ini tentu saja harus dibarengi dengan inovasi

    peralatan dan mesin-mesin industri yang bisa mendukung digunakannya energialternatif tersebut dan bisa meminimalisir efek negatif dari penggunaan energi alternatif,seperti polusi dari hasi pembakaran batubara. Begitupun halnya dengan substitusienergi di sektor rumah tangga. perlu ditunjang dengan ketersediaan alat yangkompatibel dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di sisi lain. untukmemberikan kenyamanan pada pengguna energi alternatif. maka pemerintah perlumemberikan jaminan kontinuitas distribusi energi alternatif tersebut. Mengganti BBMdengan batubara atau gas bumi memang terkesan hanya sebagai solusi jangka pendekkarena memang sama-sama energi tidak terbarukan (non renewable energy), namun

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    27/31

    hal ini akan menjadi jembatan penting untuk pengembangan energi alternatif lain yangdapat diperbaharui (renewable energy).

    Bioethanol 

    Bioethanol adalah ethanol yang diproduksi dari tumbuhan. Brazil, dengan 320 pabrikbioethanol, adalah negara terkemuka dalam penggunaan serta ekspor bioethanol saat

    ini. Di tahun 1990-an, bioethanol di Brazil telah menggantikan 50% kebutuhan bensinuntuk keperluan transportasi; ini jelas sebuah angka yang sangat signifikan untukmengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Bioethanol tidak saja menjadialternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun dia mampu menurunkanemisi CO2 hingga 18% di Brazil. Dalam hal prestasi mesin, bioethanol dan gasohol(kombinasi bioethanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapahal, bioethanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaranbioethanol tidak menciptakan CO2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akandiperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioethanol. Bioethanol bisadidapat dari tanaman seperti tebu, jagung, singkong, ubi, dan sagu; ini merupakan jenistanaman yang umum dikenal para petani di tanah air. Efisiensi produksi bioethanol bisaditingkatkan dengan memanfaatkan bagian tumbuhan yang tidak digunakan sebagai

    bahan bakar yang bisa menghasilkan listrik.Biodiesel 

    Serupa dengan bioethanol, biodiesel telah digunakan di beberapa negara, seperti Brazildan Amerika, sebagai pengganti solar. Biodiesel didapatkan dari minyak tumbuhanseperti sawit, kelapa, jarak pagar, kapok, dsb. Beberapa lembaga riset di Indonesiatelah mampu menghasilkan dan menggunakan biodiesel sebagai pengganti solar,misalnya BPPT serta Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumber Daya Alam danPelestarian Lingkungan ITB. Kandungan sulfur yang relatif rendah serta angka cetaneyang lebih tinggi menambah daya tarik penggunaan biodiesel dibandingkan solar.Seperti telah diketahui, tingginya kandungan sulfur merupakan salah satu kendaladalam penggunaan mesin diesel, misalnya di Amerika. Serupa dengan produksi

    bioethanol, pemanfaatan bagian tanaman yang tidak digunakan dalam produksibiodiesel perlu mendapatkan perhatian serius. Dengan kerjasama yang erat antarapemerintah, industri, dan masyarakat, bioethanol dan biodiesel merupakan dua kandidatyang bisa segera diimplementasikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahanbakar fosil.

    Tenaga Panas Bumi 

    Salah satu sumber energi terbarukan yang potensinya sangat besar adalah panas bumi.Berdasarkan data Indonesia Power, saat ini baru sekitar lima persen potensi panas bumiyang dimanfaatkan di Indonesia. Dari 16.035 megawatt, baru 780 megawatt listrik yangdihasilkan dari panas bumi.

    Padahal potensi listrik yang dapat dibangkitkan dari panas bumi tersebar hampir di

    seluruh wilayah Indonesia, khususnya di sepanjang jalur pegunungan bagian selatan.Yaitu 4.885 megawatt di Sumatera, 8.100 megawatt di Jawa-Bali, 1.500 megawatt diSulawesi, dan 1.550 megawatt di pulau-pulau lainnya.

    Bahkan berdasarkan data yang dipakai dalam blueprint pengelolaan energi nasional(PEN), potensi panas bumi mencapai 27 ribu megawatt. Secara teori, sumber panasbumi memang kemungkinan besar ditemukan di jalur pegunungan yang melaluikawasan Indonesia.

  • 8/18/2019 Good Governance Dalam Pengelolaan Energi Dan Sumberdaya Mineral

    28/31

    Hanya saja sumber panas bumi kebanyakan berada di daerah terpencil di puncakgunung. PLTP Kamojang saja berada pada ketinggian sekitar 1.000 meter di ataspermukaan laut (dpl) dan 25 kilometer dari Garut. Dengan alasan kesulitan menjangkaudan besarnya investasi yang harus diperlukan untuk menyalurkan listrik yang dihasilkanke sistem interkoneksi, sumber listrik panas bumi tidak sepopuler Pembangkit ListrikTenaga Uap, Gas, atau Diesel.

    Namun sejak harga minyak membumbung tinggi sementara pasokan minyak semakintergantung impor, mulailah dilirik berbagai sumber energi alternatif termasuk panas bumi.Seharusnya pemerintah bisa mendorong berbagai pihak agar target produksi panasbumi melebihi 9.000 megawatt pada tahun 2025. Jika target tersebut tercapai sesuaiblueprint PEN, panas bumi akan memasok 3,8 persen kebutuhan listrik nasional.

    Harga jual listrik ke masyarakat paling tingi hanya Rp 495 per kilowatt jam. Sehinggaharus ada negosiasi ulang dengan Pertamina dapat dilakukan. Kendala lain yang harussegera diatasi adalah dukungan kebijakan dari pemerintah. Meskipun sudah adaUndang-undang No. 27 Tentang Panas Bumi, belum diikuti oleh berbagai peraturanperundang-undangan yang mendukung pelaksanaannya. Padahal potensipembangkitan energi yang ramah lingkungan ini juga berpotensi untuk mendatangkan

    devisa dari penerbitan sertifikasi clean development management (CDM). Sayang sekali jika potensi panas bumi yang sangat besar tidak segera termanfaatkan.

    Mikrohidro 

    Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil (bisa mencapai beberaparatus kW). Relatif kecilnya energi yang dihasilkan mikrohidro (dibandingkan denganPLTA skala besar) berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya arealtanah yang diperlukan guna instalasi dan pengoperasian mikrohidro. Hal tersebutmerupakan salah satu keunggulan mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakanlingkungan. Mikrohidro cocok diterapkan di pedesaan yang belum terjangkau listrik dariPT PLN. Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaanketinggian tertentu. Energi tersebut dimanfaatkan untuk memutar turbin yang

    dihubungkan dengan generator listrik. Mikrohidro bisa memanfaatkan ketinggian airyang tidak terlalu besar, misalnya dengan ke