Glaukoma Absolut
-
Upload
alaa-ulil-haqiyah -
Category
Documents
-
view
390 -
download
0
description
Transcript of Glaukoma Absolut
Laporan Kasus
GLAUKOMA ABSOLUT
Oleh:
Refrizal Fitriatma Kurnia, S. Ked
I1A006092
Pembimbing
dr. Etty Eko Setyowati, Sp. M
BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT MATAFK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASINJuli, 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik.
Pada beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga akan
menyebabkan kerusakan saraf optik. Dapat pula terjadi tekanan bola matanya
masih normal tetapi tetap terjadi kerusakan saraf optik yang disebabkan kerusakan
saraf optiknya sendiri.
Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf
mata dengan neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang
pandang) yang khas. Faktor utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi.1-4
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan
mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan berkurangnya lapangan pandang.5
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular ini
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi
papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.5
Di Indonesia penyakit glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal
cukup banyak orang yang menjadi buta karenanya. Pada glaukoma kronik dengan
sudut bilik mata depan terbuka misalnya, kerusakan pada saraf optik terjadi
perlahan-lahan hampir tidak ada keluhan subjektif. Hal ini menyebabkan
penderita datang terlambat ke dokter. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan,
keadaan glaukomanya sudah lanjut. Dalam masyarakat yang kesadaran atau
pendidikannya masih kurang, dokter perlu secara aktif dapat menemukan kasus
glaucoma.1
Survei Departemen Kesehatan RI 1992 menunjukkan, angka kebutaan di
Indonesia mencapai 1,5 persen dari seluruh penduduk. Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan nomor dua (0,2 %) setelah katarak. Berbeda dengan kebutaan
akibat katarak yang dapat dipulihkan, kebutaan akibat glaukoma bersifat
permanen.6
Mengingat fatalnya akibat penyakit glaukoma terhadap penglihatan,
deteksi dini glaukoma untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut menjadi
sangat penting.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian; glaukoma
primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut
sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma
dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. 1-4
Dari semua jenis glaukoma di atas, glaukoma absolut merupakan hasil atau
stadium akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total
dan bola mata nyeri.
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus Glaukoma Absolut pada seorang
wanita berusia 50 tahun yang datang ke Poli Mata RSUD Ulin Banjarmasin.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Sariyah
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 50 tahun
Alamat : Jl. Melati RT 19 RW 5 Kel. Banjarmasin Timur, Kab.
Banjarmasin.
Pekerjaan : Petani
II. ANAMNESIS
Hari/tanggal : Sabtu, 16 Juli 2011
Keluhan Utama : Mata cekot-cekot
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak ± 4 bulan yang lalu, penderita mengeluhkan mata kanannya tiba-
tiba terasa cekot-cekot dan pegal, kepala terasa sakit, pandangan langsung tidak
bisa melihat, mata terlihat sangat merah dan bercampur kebiruan. Kemudian
diikuti sakit pada mata sebelah kiri dan lama-kelamaan matanya kirinya menjadi
kabur. Penderita tidak merasa lapang pandangnya menyempit. Tidak ada rasa
silau, tidak ada riwayat trauma pada kedua matanya, tidak ada mual muntah. Dan
ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit serupa.
Dua bulan yang lalu penderita memeriksakan diri ke RSUD Ulin dan
dikatakan visus mata kanannya adalah ”0” (nol) dan mata kirinya adalah 1/60.
Dikatakan bahwa kedua mata penderita tekanannya tinggi. Sebulan yang lalu mata
kiri pasien dioperasi trabekulektomi. Saat ini penderita hanya dapat melihat
hitungan jari tangan saja pada mata kiri dan hanya dapat melihat sejauh 1/2 meter
untuk mata kiri.
Riwayat penyakit dahulu: Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), Trauma pada mata
(-).
Riwaya penyakit keluarga: Adik pasien juga menderita penyakit yang sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Status Generalis : Dalam Batas Normal
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
OD Pemeriksaan Mata OS
0 Visus ½ /60
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Skiaskopi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Bulbus Okuli Dalam batas normal
(-) Paresis / Paralisis (-)
Hiperemi (-), Edema (-) Palpebra Hiperemi (-), Edema (-)
Hiperemi (-) Konj. Palpebra Hiperemi (-)
Hiperemi (-) Konj. Bulbi Hiperemi (-)
Hiperemi (-) Konj. Fornices Hiperemi (-)
Hiperemi Sklera Putih
Putih keruh Kornea Jernih
DangkalKamera Okuli
AnteriorDangkal
Kelabu Iris Reguler
Reflek cahaya (-), Reflek Indirect (-), Ø 6 mm Pupil
Reflek cahaya (+) , Ø 3 mm
Keruh. Ireguler, mendesak Pupil
Lensa Jernih
Tidak dilakukan Fundus Refleksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Korpus Vitreum Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tensa Okuli Tidak dilakukan
81,7 mmHg Tonometri 12,2 mmHg
Senin (30 Mei 2011) Sabtu (1 juni 2011) Sabtu (16 juli 2011)
TOD : 1/10 = 69,3 TOD : 1/10 = 69,3 TOD : 0/10 = 81,7
TOS : 6/10 = 31,8 TOS : 10/5,5 = 7,1 TOS : 10/5,5 = 12,2
IV. DIAGNOSA KLINIS
OD = Glaukoma Absolut
V. PENATALAKSANAAN
Per oral :
o Asam Mefenamat 500 mg tab 3x1 (k/p)
o Acetazolamide 250 mg tab 3x1
Topikal :
o Timolol 0,5% ed 2 dd gtt 1 (OS)
Pengangkatan bola mata (enukleasi)
Kontrol Rutin
BAB III
DISKUSI
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa,
neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya
diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intraokular. Berdasarkan etiologi,
glaukoma dibagi menjadi 4 jenis yaitu glaukoma primer, glaukoma kongenital,
glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme
peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup 1-4.
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit / terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut3.
Diagnosis glaukoma absolut pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis utama
yang dikeluhkan sehingga pasien datang ke rumah sakit adalah mata kanan terasa
cekot-cekot. Hal tersebut sudah berlangsung sejak 4 bulan yang lalu. Os Juga
mengeluhkan nyeri yang menjalar ke kepala, mata merah serta pandangannya
hilang sama sekali. Kelopak mata os tidak ada mengalami bengkak dan tidak ada
riwayat trauma sebelumnya. Os juga tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan
dalam jangka waktu yang lama. Dan sekarang, karena mata kanan Os tidak dapat
melihat lagi, sering nyeri kepala, dan warna seluruh bola mata Os berubah
menjadi putih. Mata kiri Os juga mengalami hal yang sama dengan mata
kanannya, namun mata kanan Os telah dioperasi trabekulektomi sehingga
penglihatannya masih bisa diselamatkan dan tekanannya tidak setinggi mata
kanan.
Keluhan-keluhan yang telah didapatkan pada anamnesis sesuai dengan
keluhan-keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien dengan glaukoma absolut,
yaitu nyeri menyeluruh pada mata, mata merah, dan pandangan menjadi kabur.
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang
secara lambat namun pasti. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat
timbulnya glaukoma hemoragik 2,3,7.
Gambar 1. Glaukoma absolut
Pada pasien ini terjadinya glaukoma absolut diduga disebabkan oleh
glaukoma primer yang akut yang berjalan cepat. Dari anamnesis didapatkan mata
Os mendadak nyeri hebat yang menjalar ke kepala dan disertai mata yang
memerah kebiruan. Pasien mengeluhkan pandangannya hilang seketika.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan adalah 0 (nol),
terdapat hiperemi pada sklera, dan kornea berwarna putih keruh. Pada
pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometri diperoleh nilai TIO mata
kanan pasien adalah 81,7 mmHg.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya glaukoma
dapat dilakukan1-3:
1. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan ini penting untuk menegakan diagnosis, meneliti perjalanan
penyakitnya, dan untuk menentukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus
selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada
glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menujukan
kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukan adanya macam-
macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer juga
memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal
atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang
dapat menimbulkan tunnel vision, yaitu seolah–olah melihat melalui teropong
dan akhirnya menjadi buta.
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Pada pemeriksaan ini, akan terlihat penggaungan dan atrofi tampak pada
papil N. II. Ada yang mengatakan, bahwa pada glaukoma sudut terbuka,
didalam saraf optik didapatkan kelainan degenerasi yang primer, yang
disebabkan oleh insufisiensi vaskular. Sebab menurut penelitian kemunduran
fungsinya terus berlanjut, meskipun tekanan intraokulernya telah dinormalisir
dengan obat– obatan ataupun dengan operasi. Juga penderita dengan kelainan
sistemik seperti diabetes melitus, arteriosklerosis, lebih mudah mendapat
kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan intraokuler, dari pada yang lain.
Kelainan dikatakan bermakna bila ada pembesaran cup-to-disc ratio (CDR)
lebih besar dari 0.5, dan asimetri CDR antara dua mata 0.2 atau lebih.
3. Pemeriksaan Gonioskopi
Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat
menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan
pada setiap kasus yang dicurigai adanya glaukoma. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
kornea setelah diberikan local anestesi. Lensa ini dapat digunakan untuk
melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.
4. Pemeriksaan Tonometri
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui tekanan intraokular. Alat
sederhana yang biasa digunakan adalah tonometer Schiotz, yaitu dengan
dilakukan indentasi (penekanan) pada kornea. TIO > 20 mmHg di curigai
adanya glaukoma. TIO > 25 mmHg pasien menderita glaukoma.
5. Tes Provokasi
Tes provokasi yang sering dilakukan adalah uji kopi, uji minum air, uji
steroid, uji variasi diurnal, dan uji kamar gelap.
Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada
semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu
dan besar peningkatan tekanan intraokular. Tekanan intraokular yang normal
berkisar antara 15-20 mmHg (dengan Schiotz). Umumnya tekanan 24,4 mmHg
masih dianggap sebagai batas tertinggi. Tekanan 22 mmHg dianggap high normal
dan kita sudah harus waspada2.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi
atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi
atrofik, dan prosessus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma,
tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik
pada iris yang disertai edema kornea1.
Pemilihan pengobatan glaukoma dapat dibagi berdasarkan jenis
glaukomanya. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya dan juga terhadap
glaukomanya sendiri. Walaupun glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari
glaukoma, tetapi terapi medikamentosa masih diperlukan. Terapi medikamentosa
pada glaukoma absolut, prinsip penatalaksanaannya adalah menurunkan TIO,
memberi terapi simptomatik, dan mengatasi ketidakmampuan penglihatan pasien.
Pada kasus ini penderita hanya mendapat terapi obat-obatan saja. Pada
kasus ini penderita mendapatkan obat tetes mata timolol. Timolol merupakan
suatu agen yang menyekat beta adrenergik, dengan khasiat antihipertensi dan
Gambar 2. Peningkatan Tekanan dalam Bola Mata
antiaritmia. Bahan ini digunakan secara topikal untuk menurunkan tekanan
intraokular pada glaukoma, dengan menurunkan pembentukan humor aqeous.
Pengobatan selanjutnya yang didapatkan adalah asetazolamid. Ini dikarenakan
dalam cairan bola mata banyak sekali terdapat enzim karbonik anhidrase dan
bikarbonat. Pemberian asetazolamid baik secara oral maupun parenteral,
mengurangi pembentukan cairan bola mata disertai penurunan tekanan intraokular
sehingga asetazolamid berguna dalam pengobatan glaukoma. Efek ini mungkin
disebabkan oleh penghambatan terhadap karbonik anhidrase.
Timolol maleate adalah penghambat reseptor beta adrenergik non selektif
yang digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan tetes mata
dengan kadar 0,25%, 0,5% dan 0,68%. Sama seperti Brinzolamide, Timolol
maleate mengurangi tekanan pada mata akibat glaukoma. Selain itu diberikan pula
Cendo carpine 2-4 %, 3-6 kali satu tetes sehari berfungsi membesarkan
pengeluaran cairan mata1,3.
Pengobatan lain untuk glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar
beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit2,3,7.
Pada kasus ini tekanan intraokular mata kiri penderita telah terkontrol
ditandai dengan penurunan tekanan intraokuli hingga sebesar 12,2 mmHg karena
telah dilakukan trabekulektomi dan disertai pemberian obat-obatan. Namun untuk
mata kanan tekanan terus meningkat hingga 81,7 mmHg. Keadaan pada mata kiri
ini dapat mencegah terjadinya kerusakan penglihatan lebih lanjut. Tetapi
diharapkan penderita terus kontrol rutin untuk mengetahui tekanan intraokulinya.
Untuk mata kanan karena telah memasuki stadium absolut, pengobatan hanya
diberikan untuk mengurangi tekanan intraokuli, namun pasien diberikan edukasi
apabila rasa nyeri pada mata kanannya tidak berkurang lagi dan tekanannya terus
meningkat dengan pemberian obat-obatan, maka disarankan untuk dilakukan
pengangkatan bola mata (enukleasi).
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus glaukoma absolut pada seorang wanita usia 50
tahun. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang didapat. Penderita mendapatkan terapi yang
berfungsi sebagai simptomatik untuk mengurangi keluhan, menurunkan tekanan
intarokular baik topikal maupun sistemik. Pasien disuruh kontrol rutin untuk
melihat perkembangan matanya sebagai pertimbangan dilakukannya enukleasi
apabila medikamentosa sudah tidak bermanfaat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum (General Opthalmology). Alih bahasa: Ilyas S. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000.
2. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman R, Simarmata M et al. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto, 2002.
3. Ilyas R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009
4. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta, Penerbit Erlangga, 2006.
5. Asta. Glaukoma. 2009 ; (online), (http://www.astaqauliyah.com diakses 14 Juli 2010).
6. Mansjoer Arif, dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta, FKUI, 2001 hal 109-110.
7. Anonymous. Glaukoma Absolut. 2009; (online), (http://www.wrongdiagnosis.com diakses 14 Juli 2010)