Geometri Akifer Berdasarkan Data Geofisika di Lereng...
Transcript of Geometri Akifer Berdasarkan Data Geofisika di Lereng...
Geometri Akifer Berdasarkan Data Geofisika di
Lereng Gunung Gede Bagian Tenggara Daerah
Gekbrong dan Sekitarnya, Kecamatan Gekbrong,
Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat Humaedi Aldi Alfarizky #1, M. Sapari Dwi Hadian#2, Febriwan Mohamad#3
#Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Jalan Bandung-Sumedang km. 21, Jawa Barat, Indonesia [email protected]
[email protected] [email protected]
Abstrak — Daerah penelitian terletak
pada koordinat 6o 49’ 10,1633” LS – 6o 52’
55,0097” LS dan 107o 00’ 17,9208” BT – 107o 04’
03,0126” BT. Secara administratif daerah
penelitian berada di Desa Gekbrong dan
sekitarnya, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten
Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan
relief morfologi, model fasies strato vulkanik
dan litologinya, geomorfologi daerah Gekbrong
dan sekitarnya dapat dibagi menjadi dua (2)
satuan geomorfologi yaitu satuan geomorfologi
tubuh gunungapi strato dan satuan geomorfologi
kaki gunungapi strato dengan pola pengaliran
yang berkembang di daerah penelitian yaitu
pola pengaliran subparalel dan dendrito-paralel
dengan ketinggian sekitar 650-1600 meter diatas
permukaan laut. Satuan stratigrafi daerah
penelitian terbagi menjadi empat (4) satuan dari
tua ke muda yaitu satuan intrusi diorit, satuan
breksi vulkanik, satuan breksi tufan dan satuan
lava andesit. Penelitian dimaksudkan untuk
mengetahui keterdapatan air pada posisi dan
kedalaman tertentu di bawah permukaan serta
mengetahui kondisi bawah permukaan pada
daerah penelitian berdasarkan hasil pengukuran
geolistrik dengan metode geolistrik konfigurasi
Schlumberger, pemetaan geologi dan pemetaan
hidrogeologi. Hasil penelitian adalah berupa
nilai resistivitas batuan yang kemudian
diinterpretasikan menjadi kurva, penampang
dan peta resistivitas tiap kedalaman lalu
kemudian dikorelasikan dengan data geologi
dan data hidrogeologi dan akhirnya menjadi
sebuah model geometri akifer. Berdasarkan nilai
tahanan jenisnya, batuan yang ada mempunyai
nilai tahanan jenis berkisar antara 0 hingga
lebih dari 400 ohm meter dengan ketebalan
bervariasi. Distribusi sebaran batuan pada
kedalaman 1m, 5m, 10m, 25m, 50m, 75m, 100m,
dan 125m. Terdapat 4 penampang geolistrik
yaitu penampang AB, penampang CD dan
penampang EF yang berarah baratlaut-tenggara
serta penampang GH yang berarah timurlaut-
baratdaya. Daerah penelitian tersusun oleh
beberapa jenis lapisan akifer yang
dikelompokan sebagai beberapa satuan
hidrogeologi yaitu satuan hidrogeologi akikrak,
satuan hidrogeologi akiklud 1, satuan
hidrogeologi akifer dan satuan hidrogeologi
akiklud 2. Model geometri akifer atau
persebaran lapisan akifer secara tiga dimensi
terbagi menjadi 3 bagian yaitu persebaran
lapisan akikrak, persebaran lapisan akiklud dan
persebaran lapisan akifer.
Kata Kunci—Airtanah, akifer, nilai resistivitas
batuan, geofisika dan geometri akifer.
I. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara kepulauan dan lebih
dari dua pertiga bagian berupa perairan memiliki
kandungan air yang sangat melimpah. Namun
demikian, ternyata Indonesia juga tidak lepas dari
masalah yang berhubungan dengan air, dalam hal
ini adalah masalah air bersih. Pemanfaatan air tanah
merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan air
terutama di musim kemarau. Selain itu, air tanah
lebih terlindung dari polusi atau pencemaran serta
pengotoran lainnya jika dibandingkan dengan air di
permukaan bumi. Air tanah terdapat pada lapisan
batuan kerikil atau pasir yang dapat menampung
dan melewatkan air tanah. Lapisan ini disebut
dengan akifer.
Air merupakan sumber daya yang sangat
penting bagi seluruh kehidupan makhluk hidup.
Dapat kita temukan air di permukaan tanah (surface
run off) dan di dalam tanah (ground water).
Dibandingkan dengan air permukaan, air tanah
mempunyai kualitas yang lebih baik, maka airtanah
lebih banyak digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih.
Perlu disadari bahwa ketersediaan sumberdaya
air sangat terbatas, sedangkan kebutuhan akan air
baku dapat meningkat tanpa batasan. Tidak
seimbangnya ketersediaan dan kebutuhan ini akan
memberi dampak turunnya kualitas lingkungan
hidup dan secara tidak langsung dapat menghambat
kegiatan pembangunan. Salah satu aspek yang perlu
mendapat perhatian adalah potensi airtanah disuatu
wilayah, hal ini untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dengan mempertimbangkan laju
pertumbuhan penduduk terhadap ketersediaan air
dengan cara program penyediaan sarana dan
prasarana air bersih yang bersumber dari air bawah
tanah. Lebih dari 98% dari semua air di daratan
tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam pori-
pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen
sisanya terlihat sebagai air di permukaan seperti
sungai, danau, dan reservoir. Setengah dari dua
persen itu tersimpan di reservoir batuan.
Daerah Gekbrong dan sekitarnya, Kabupaten
Cianjur, Provinsi Jawa Barat adalah salah satu
contoh daerah vulkanik yang memiliki potensi
sumber daya air yang sangat baik. Bentuk bentang
alam daerah vulkanik yang terdiri dari lembah dan
perbukitan merupakan suatu wilayah yang cukup
baik bagi keterdapatan zona resapan (recharge
zones) dan zona luahan (discharge zones) airtanah.
Namun demikian, karakteristik geologi endapan
vulkanik yang selalu berubah dalam jarak yang
cukup dekat dan struktur geologinya yang sangat
kompleks akan berpengaruh pada sistem aliran
airtanah di wilayah tersebut, sebab keluarnya
airtanah ke permukaan dapat diakibatkan oleh
pemotongan muka airtanah akibat kontak antara
batuan permeabel dengan batuan impermeabel,
kehadiran sesar, dan adanya tubuh batuan terobosan
(intrusi).
Salah satu metode yang digunakan dalam
eksplorasi bawah permukaan adalah metode
geofisika. Pemanfaatan metode geofisika untuk
eksplorasi bawah permukaan dilakukan untuk
mendapatkan gambaran secara kuantitatif dan
kualitatif kondisi bawah permukaan sesuai dengan
sifat fisika yang digunakan dalam metode terkait.
Berbagai sifat fisika yang dimiliki oleh material
bawah permukaan dimanfaatkan untuk
mendapatkan anomali bawah permukaan sebagai
target eksplorasi yang dilakukan.
Informasi keberadaan akifer dapat didekati
dengan penyelidikan pendugaan geolistrik metode
tahanan jenis (resistivity) dengan memakai aturan
Schlumberger. Cara ini adalah merupakan salah
satu metode geofisika yang umum digunakan dalam
eksplorasi mencari lapisan pembawa airtanah.
Dengan menggunakan data geologi, data
hidrogeologi dan data geofisika yang berupa
penyelidikan pendugaan geolistrik ini diharapkan
dapat memberikan gambaran mengenai susunan dan
keberadaan suatu lapisan batuan berdasarkan nilai
tahanan jenisnya di bawah permukaan tanah,
khususnya keberadaan akifer sehingga dapat
membantu dalam penentuan titik pemboran pada
saat eksploitasi.
II. FISIOGRAFI
Berdasarkan kondisi fisiografinya, daerah
Penelitian termasuk dalam Zona Bandung
(Bammelen, 1949). Daerah Gekbrong sendiri
merupakan suatu bagian kecil dari Zona Bandung
ini. Daerah Gekbrong merupakan wilayah
gunungapi yang morfologi dan elevasinya sekitar
650 – 1600 mdpl. Gekbrong merupakan bagian dari
Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. (gambar
1.1).
Gambar 1.1 Citra DEM Daerah Penelitian Tanpa Skala
III. GEOLOGI REGIONAL
Pengkajian terhadap hasil penelitian geologi
terdahulu dilakukan sebelum pekerjaan lapangan
dilaksanakan pada wilayah studi. Informasi yang
diperoleh dari penelitian yang pernah dilakukan di
daerah ini diuraikan seperti di bawah ini.
Berdasarkan penelitian Sudjatmiko (1972),
secara regional daerah survey tersusun oleh batuan
hasil erupsi gunung api yaitu (1) Hasil gunung api
tertua (Qot) breksi dan lava, breksi andesit piroksen
bersisipan dengan lava andesit, umumnya
terpropiltasi dan membentuk daerah perbukitan luas
yang dikelilingi Qyg dekat Cianjur. (2) Breksi dan
lahar dari Gunung Gede (Qyg) terdiri dari breksi
vulkanik, batupasir tufan, serpih tufan, dan
aglomerat tufan membentuk dataran Cianjur. Dan
(3) Lava (Qyl) aliran lava andesit dari Gunung
Gede (gambar 1.2).
Gambar 1.2 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gomorfologi Daerah Penelitian
Geomorfologi
Aspek-aspek yang dipergunakan dalam
menganalisis geomorfologi vulkanik daerah
penelitian meliputi relief morfologi (pola pengaliran
sungai dan elevasi), model fasies stratovulkanik dan
litologi penyusunnya. Berdasarkan analisa peta
topografi dan pengamatan bentang alam secara
langsung di lapangan, dapat ditarik gambaran
umum kondisi geomorfologi daerah penelitian.
Morfologi daerah penelitian merupakan wilayah
vulkanik yang berada di sekitar tubuh sampai kaki
gunungapi.
Satuan Geomorfologi Berdasarkan relief morfologi, model fasies
stratovulkanik dan litologi penyusunnya, daerah
penelitian dapat dibagi ke dalam dua satuan
geomorfologi berdasarkan pada klasifikasi
morfologi gunungapi menurut Bogie dan M.K.
Mackenzie (1998). Hasil analisis geomorfologi
disajikan dalam Peta Geomorfologi dan diuraikan
sebagai berikut:
Satuan geomorfologi tubuh gunungapi strato
Satuan geomorfologi kaki gunungapi strato
Tabel 4.1 Karakteristik Satuan Geomorfologi Daerah
Penelitian Berdasarkan Relief Morfologi, Model
Fasies Stratovulkanik dan Litologi Penyusunnya
Satuan Geomorfologi Tubuh Gunungapi Strato
Satuan geomorfologi ini memiliki ketinggian
antara 850 – 1600 meter di atas permukaan laut
dengan pola pengalirannya berbentuk subparalel
dan dendrito-paralel, mempunyai ciri model fasies
stratovulkanik yaitu wilayah fasies proksimal,
merupakan bagian tubuh dari Gunung Gede.
Litologi penyusunnya adalah endapan hasil erupsi
Gunung Gede yang berupa lava yang berkomposisi
andesit dan endapan piroklastik berupa breksi tufan.
Satuan ini terletak pada Kecamatan Warung
Kondang.
Sungai- sungai yang mengalir pada satuan
geomorfologi ini adalah sungai Citirilik, Cibeleng,
Cibinong, Cisarua Gede, Cibanteng, Cipadang,
Cilimas, Cilebaksaat, Cicantu, Ciganda, Cikole dan
Cisatong. Sungai-sungai tersebut membentuk pola
pengaliran subparalel dan dendrito-paralel.
Penggunaan lahan berupa hutan lebat, taman
nasional dan perkebunan teh.
Gambar 4.1 Satuan Geomorfologi Tubuh Gunungapi Strato
(A) dan Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi
Strato (B) pada Gunung Gede
Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi Strato
Satuan geomorfologi ini memiliki ketinggian
antara 650 – 850 meter di atas permukaan laut
dengan pola pengalirannya berbentuk subparalel
dan dendrito-paralel, mempunyai ciri model fasies
stratovulkanik yaitu wilayah fasies medial,
merupakan bagian kaki dari Gunung Gede. Litologi
penyusunnya adalah endapan hasil erupsi Gunung
Gede yang berupa lahar yaitu breksi vulkanik dan
batuan terobosan (intrusi) diorit. Satuan ini terletak
pada Kecamatan Gekbrong.
Sungai-sungai yang mengalir pada satuan
geomorfologi ini adalah sungai Citirilik, Cibeleng,
Cibinong, Cisarua Gede, Cibanteng, Cipadang,
Cilimas, Cilebaksaat, Cicantu dan Cisatong.
Sungai-sungai tersebut membentuk pola pengaliran
subparalel dan dendrito-paralel. Penggunaan lahan
berupa hutan lebat, taman nasional dan perkebunan
teh.
Pola Pengaliran Sungai
Berdasarkan klasifikasi pola pengaliran dasar
dan modifikasi (Howard, 1967 dalam Van Zuidam,
1985) pola pengaliran sungai daerah penelitian
dapat dibagi menjadi 2 (dua) pola pengaliran yaitu:
1. Pola pengaliran sungai subparalel
2. Pola pengaliran sungai dendrito-paralel
Pola Pengaliran Sungai Subparalel
Pola pengaliran sungai subparalel terdapat di
Desa Kebonpeuteuy, Desa Mekarwangi, Desa
Songgom, Desa Bunikasih dan Desa Padaluyu. Pola
pengaliran sungai subparalel terdiri atas sungai-
sungai yang mengalir dengan arah yang sejajar.
Jenis pola pengaliran ini berada di bagian utara,
timur laut dan timur daerah penelitian dengan luas
sekitar 45% dari luas seluruh daerah penelitian.
Pola pengaliran sungai sub-paralel adalah ciri pola
pengaliran sungai pada daerah yang memiliki
litologi yang yang relatif homogen. Pola pengaliran
ini mengaliri daerah yang merupakan lereng timur
dari Gunung Gede (dengan arah aliran relatif barat
laut - tenggara.
Pola Pengaliran Sungai Dendrito-paralel
Pola pengaliran sungai subparalel terdapat di
Desa Gekbrong, Desa Sukalarang, Desa Cimangkok,
Desa Titisan, Desa Cikahuripan dan Desa Sukaratu.
Jenis pola pengaliran sungai dendrito-paralel
terdapat di bagian barat laut, barat dan selatan
dengan luas sekitar 55% dari luas seluruh daerah
penelitian.
Pola pengaliran sungai dendrito-paralel adalah
pola pengaliran yang biasa dijumpai di daerah
vulkanik, karena memiliki arah sungai yang relatif
sejajar dan diujungnya diakhiri dengan pola
dendritik (bercabang). Pola pengaliran sungai jenis
ini memiliki banyak anak-anak sungai yang terdapat
pada daerah yang relatif landai. Pola pengaliran ini
mengaliri daerah yang merupakan lereng barat dari
Gunung Gede (dengan arah aliran relatif barat laut –
tenggara).
Pola pengaliran sungai dendrito-paralel adalah ciri
pola pengaliran sungai pada daerah dengan
kemiringan kecil sampai sedang. Pola pengaliran ini
mengaliri daerah yang merupakan perbukitan
bergelombang lemah. Arah aliran pada pola
pengaliran sungai ini adalah ke selatan dan timur.
Gambar 4.2 Pola Aliran Sungai yang Berkembang di Daerah
Penelitian yaitu Pola Pengaliran Subparalel (A)
dan Pola Pengaliran Dendrito-paralel (B).
Gambar 4.3 Peta Geomorfologi Daerah Penelitian
Stratigrafi
Berdasarkan korelasi data dari Peta Geologi
Regional Lembar Cianjur, pengukuran geolistrik
dan pengamatan singkapan batuan baik di lapangan
secara langsung maupun yang dilakukan di
laboratorium, daerah penelitian dapat dibagi dalam
empat satuan litostratigrafi. Urutan keempat satuan
tersebut dari yang tua sampai yang muda adalah
satuan intrusi diorit (Qid), satuan breksi vulkanik
(Qbv), satuan breksi tufan (Qbt) dan satuan lava
andesit (Qla).
Tabel 4.2 Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian
Satuan Intrusi Diorit (Qid)
Satuan ini tersusun atas batuan beku diorit.
Secara megaskopis dideskripsi sebagai berikut:
batuan beku diorit dengan warna lapuk abu-abu,
warna segar abu-abu kehitaman, hipokristalin,
tekstur porfiritik, kemas equigranular, pemilahan
buruk, tingkat kekompakan keras dan bersifat
massif.
Gambar 4.4 Singkapan Intrusi Diorit di Desa Cikahuripan
pada ST-10
Satuan Breksi Vulkanik (Qbv)
Satuan ini terdiri dari breksi vulkanik. Secara
megaskopis dideskripsi sebagai berikut: breksi
vulkanik dengan warna lapuk coklat terang, warna
segar coklat kemerahan, bentuk butir menyudut,
porositas baik, permeabilitas baik, pemilahan buruk,
kekompakan keras, bersifat massif; komponen
batuan beku berukuran 1-5 cm dengan warna lapuk
hitam, warna segar abu-abu gelap, terdapat mineral
kuarsa, plagioklas dan mineral-mineral mafik,
pemilahan sedang; matriks tuf dengan warna lapuk
coklat terang, warna segar coklat kemerahan,
ukuran butir 1/4-1/8 mm, bentuk butir membundar
tanggung, permeabilitas baik dan terdapat gelas.
Satuan breksi vulkanik ini dapat disebandingkan
dengan Breksi, Tuf dan Lahar dari Gunung Gede
(Qyg) menurut Sudjatmiko (1972) dengan umur
kuarter.
Gambar 4.5 Singkapan Breksi Vulkanik di Desa Mekarwangi
pada ST-53
Satuan Breksi Tufan (Qbt)
Satuan ini terdiri dari breksi matriks supported
dan tuf. Secara megaskopis dideskripsi sebagai
berikut: breksi vulkanik dengan warna lapuk coklat,
warna segar coklat kehitaman, bentuk butir
menyudut, porositas baik, permeabilitas sedang,
pemilahan buruk dan kekompakan agak keras;
komponen batuan beku berukuran 0.5-5 cm dengan
warna lapuk abu-abu, warna segar abu-abu abu-abu
kehitaman, pemilahan sedang, kemas
inequigranular, bentuk butir menyudut-menyudut
tangggung; matriks tuf dengan warna lapuk coklat
terang, warna segar coklat kemerahan, ukuran butir
1/4-1/8 mm, bentuk butir membundar tanggung dan
permeabilitas baik.
Satuan breksi tufan ini dapat disebandingkan
dengan Breksi, Tuf dan Lahar dari Gunung Gede
(Qyg) menurut Sudjatmiko (1972) dengan umur
kuarter.
Gambar 4.6 Singkapan Breksi Tufan di Desa Kebonpeuteuy
pada ST-29
Satuan Lava Andesit (Qla)
Satuan ini merupakan satuan tertua di daerah
penelitian. Satuan ini tersusun atas lava andesit.
Secara megaskopis dideskripsi sebagai berikut:
batuan beku andesitis, warna lapuk abu-abu
kecoklatan, warna segar abu-abu kehitaman,
hipokristalin, tekstur afanitik, kemas inequigranular,
pemilahan buruk, tingkat kekompakan keras dan
bersifat massif.
Satuan lava andesit ini dapat disebandingkan
dengan Lava dari Gunung Gede (Qyl) menurut
Sudjatmiko (1972) dengan umur kuarter.
Gambar 4.7 Singkapan Lava Andesit di Desa Gekbrong pada ST-36
Gambar 4.8 Peta Geologi Daerah Penelitian
Penyelidikan Geolistrik
Penyelidikan geolistrik termasuk jenis
penyelidikan permukaan untuk melokalisasi letak
dan posisi dimana airtanah terdapat. Penyelidikan
dengan cara ini akan memberikan gambaran
perubahan dan susunan harga tahanan jenis pada
arah tegak dan mendatar, sehingga dapat dibuat
korelasi yang dapat memberikan gambaran tentang
susunan batuan dalam arah tegak.
Susunan batuan dalam arah tegak tidak lain
daripada konstruksi perlapisan dan stratigrafi
daerah penelitian, dimana salah satu dari lapisan ini
mungkin dapat berfungsi sebagai lapisan
penyimpan dan pembawa airtanah (akifer).
Harga tahanan jenis suatu batuan mempunyai
kisaran harga yang cukup besar, yaitu 100 hingga
800 ohm meter, sedangkan untuk batuan sedimen
yang tidak terkonsolidasi mempunyai tahanan jenis
antar 6-104 ohm meter. Kisaran harga tahanan jenis
yang cukup besar ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain yaitu material-material
pembentuknya, kerapatan, porositas, bentuk dan
ukuran pori, dan tingkat kejenuhan. Batuan yang
relative lebih porous dan bersifat lepas, daya hantar
listriknya lebih dipengaruhi oleh jumlah fluida yang
dikandungnya daripada material pembentuknya.
Pada pengukuran di lapangan, tahanan jenis
yang diukur adalah tahanan jenis semu, kecuali
harga tahanan jenis yang diperoleh dengan jarak
elektroda arus yang kecil dapat menghasilkan
tahanan jenis sebenarnya dari lapisan pertama,
karena sebagian besar arus yang diberikan mengalir
pada lapisan pertama ini. Apabila jarak arus
diperbesar maka arus akan masuk ke dalam lapisan
yang lebih dalam. Jika batuan yang ditembus oleh
arus tersebut tidak homogeny, maka harga tahanan
jenis yang diperoleh adalah harga tahanan jenis
semu. Hal ini disebabkan karena perbedaan
komposisi dan susunan material pembentuknya
serta tingkat kejenuhannya yang menjadikanbatas
tertentu yang menimbulkan perlapisan pada batuan
tersebut.
Pengukuran geolistrik di lokasi penelitian pada
100 titik pengamatan (konfigurasi Schlumberger).
Dari hasil perngukuran tersebut kemudian dapat
dibuat korelasi tentang kesamaan harga tahanan
jenis (isoresistivity), ketebalan lapisan antar titik.
Dari data tersebut dibuat peta isoresistivitas atau
peta resistivitas vertikal dari berbagai kedalaman
dan juga dibuat penampang geolistrik yang dibuat
berdasarkan hasil interpretasi harga tahananan jenis
dan ketebalan lapisan batuan.
Gambar 4.9 Lokasi Penelitian pada 100 Titik Pengamatan
Geolistrik
Korelasi Titik Geolistrik dengan Singkapan Batuan
Korelasi pada Stasiun GB-07 A dengan ST-25
Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-25
terdapat di perkebunan teh, dengan deskripsi batuan
adalah tuff lapilian, dengan warna kuning
kecoklatan, ukuran butir sampai dengan 2 mm. Dari
penampang resistivitas GB-07 A didapatkan harga
resistivitas sebesar 27.33 ohm meter sampai 22.25
ohm meter yang dipekirakan sebagai tuff sangat
halus. Pada bagian bawahnya mempunyai nilai
resistivitas yang tidak terlalu berbeda, hal ini
menunjukan dominasi endapan piroklastik halus.
Gambar 4.10 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-07 A dengan
Singkapan pada ST-25
Korelasi pada Stasiun GB-10 A dengan ST-26
Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-26
terdapat di samping jalan yang berdekatan dengan
pemukiman warga dan pada stasiun ini ditemukan
juga mataair. Dengan deskripsi batuan adalah breksi
vulkanik, komponen batuan beku andesitis, ukuran
komponen 0,5-10 cm, subangular-subrounded,
pemilahan buruk, kemas terbuka, tingkat pelapukan
sedang, matriks tuff kasar-lapili, dengan warna
kuning kecoklatan. Dari penampang resistivitas
GB-10 A didapatkan harga resistivitas sebesar
85.18 ohm meter sampai 98.84 ohm meter yang
diperkirakan sebagai breksi tufan.
Gambar 4.11 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-10 A dengan
Singkapan pada ST-26
Korelasi pada Stasiun GB-46 A dengan ST-50
Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-50
terdapat di sawah warga dan pada stasiun ini
ditemukan juga mataair. Dengan deskripsi batuan
adalah tuff lapilian, warna kuning kecoklatan,
ukuran butir sampai dengan 2 mm, kemas terbuka.
Dari penampang resistivitas GB-46 A didapatkan
harga resistivitas sebesar 9.64 ohm meter sampai
33.29 ohm meter yang diperkirakan sebagai tuff
lapilian.
Gambar 4.12 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-46 A dengan
Singkapan pada ST-50
Korelasi pada Stasiun GB-54 A dengan ST-51
Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-51
terdapat di sawah warga dan terlihat kontak antara
tuf dengan breksi vulkanik. Dengan deskripsi
batuan adalah tuff lapilian, warna coklat, ukuran
butir sampai dengan 2 mm, kemas terbuka. Breksi
vulkanik, matriks supported, komponen batuan
beku, matrix tuff kasar-lapilli, dengan ukuran
komponen 10-30 cm, angular-subrounded, kemas
terbuka, pemilahan buruk. Dari penampang
resistivitas GB-54 A didapatkan harga resistivitas
sebesar 4.02 ohm meter sampai 26.59 ohm meter
yang diperkirakan sebagai tuff lapilian dan harga
resistivitas sebesar 178.69 ohm meter yang
diperkirakan sebagai breksi tufan.
Gambar 4.13 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-54 A dengan
Singkapan pada ST-51
Korelasi pada Stasiun GB-58 A dengan ST-56
Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-56
terdapat di wilayah perkebunan teh. Dengan
deskripsi batuan adalah breksi vulkanik, komponen
batuan beku andesitis, ukuran komponen 0,5-10 cm,
subangular-subrounded, pemilahan buruk, kemas
terbuka, tingkat pelapukan sedang, matriks tuff kasar-
lapili, dengan warna hitam kecoklatan. Dari
penampang resistivitas GB-58 A didapatkan harga
resistivitas sebesar 169.87 ohm meter sampai
395.55 ohm meter yang diperkirakan sebagai breksi
vulkanik.
Gambar 4.14 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-58 A dengan
Singkapan pada ST-56
Korelasi pada Stasiun GB-66 A dengan ST-32
Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-32
terdapat di pinggir sungai. Dengan deskripsi batuan
adalah batuan beku andesitis, warna lapuk abu-abu
kecoklatan, warna segar abu-abu kehitaman,
hipokristalin, tekstur porfiritik, kemas
inequigranular, pemilahan buruk, tingkat
kekompakan keras dan bersifat massif. Dari
penampang resistivitas GB-66 A didapatkan harga
resistivitas sebesar 313.93 ohm meter sampai
684.93 ohm meter yang diperkirakan sebagai lava
andesitis.
Gambar 4.15 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-66 A dengan
Singkapan pada ST-32
Korelasi Data Pemboran
Pemboran eksplorasi airtanah di daerah
penelitian telah dilakukan oleh PT.Tirta Investama
pada bulan Juli hingga September 2009. Berikut ini
gambaran posisi titik bor di daerah penelitian.
Tabel 4.3 Posisi Titik Bor di Daerah Penelitian
No. Bore Hole X
(UTM)
Y
(UTM)
Z
(Meter)
1. BH-01 /
GK-01 B 725740 9240588 827
2. BH-02 /
GK-01 A 725671 9240562 827
3. BH-03 725608 9240516 827
Korelasi dari tiga log pemboran dibuat dalam
penelitian hidrogeologi ini untuk dapat
menggambarkan kondisi suksesi vulkanik yang ada
di sekitar titik pemboran. Adapun urutan batuan
hasil korelasi sebagai berikut:
Gambar 4.19 Penampang Korelasi Log Pemboran Eksplorasi
Airtanah Antara BH-01, BH-02 dan BH-03
(Modifikasi dari Evendi, 2009)
Korelasi Singkapan Batuan dengan Data
Pemboran
Dalam menentukan kondisi bawah permukaan
secara nyata, maka perlu dilakukan korelasi dari
data-data yang ada diantaranya yaitu data singkapan
batuan dengan data pemboran.
Gambar 4.20 Korelasi Sumur BH-01 dengan Singkapan
Batuan pada ST-13
Gambar 4.21 Korelasi Sumur BH-02 dengan Singkapan
Batuan pada ST-14
Gambar 4.22 Korelasi Sumur Bor BH-03 dengan Singkapan
Batuan pada ST-17
Dari pengamatan kondisi hidrogeologi dan
korelasi antara beberapa titik pengamatan geolistrik
baik dengan beberapa titik pengamatan singkapan
batuan di permukaan maupun dengan data sumur
pemboran (BH-01, BH-02 dan BH-03) diperoleh
perkiraan kisaran nilai tahanan jenis batuan di
daerah penelitian.
Tabel 4.4 Pengelompokan Nilai Resistivitas Batuan di
Daerah Penelitian
Peta Resistivitas Tiap Kedalaman
Peta resistivitas atau nilai tahanan jenis batuan
dapat menggambarkan persebaran nilai tahanan
jenis 1D secara lateral. Persebaran nilai-nilai
tahanan jenis pada peta isoresistivity dapat
memberikan gambaran keadaan lapisan batuan di
bawah permukaan dengan mengkorelasikan data
geologi yang ada.
Berikut adalah gambaran dan penjelasan dari
masing-masing kedalaman di bawah permukaan:
Gambar 4.23 Peta Resistivitas Kedalaman 1 Meter
Pada peta resistivitas kedalaman 1 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini sangat bervariasi dengan nilai
tahanan jenis sekitar 0 ohm meter hingga lebih dari
400 ohm meter. Pada kedalaman ini diperkirakan
tersusun hampir oleh semua jenis litologi yaitu tuf
sangat halus, tuf halus, tuf kasar, lapilli, breksi
matriks supported, breksi grain supported, lava
andesit dan intrusi diorit.
Gambar 4.24 Peta Resistivitas Kedalaman 5 Meter
Pada peta resistivitas kedalaman 5 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini didominasi oleh batuan yang
memiliki nilai tahanan jenis tinggi dan bervariasi
dengan nilai tahanan jenis sekitar 0 ohm meter
hingga lebih dari 400 ohm meter. Pada kedalaman
ini diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf
halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,
breksi grain supported, lava andesit dan intrusi
diorit.
Gambar 4.25 Peta Resistivitas Kedalaman 10 Meter
Pada peta resistivitas kedalaman 10 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini sangat bervariasi dengan nilai
tahanan jenis yaitu sekitar 0 ohm meter hingga lebih
dari 400 ohm meter. Pada kedalaman ini
diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf
halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,
breksi grain supported, lava andesit dan intrusi
diorit.
Gambar 4.26 Peta Resistivitas Kedalaman 25 Meter
Pada peta resistivitas kedalaman 25 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini didominasi oleh batuan yang
memiliki nilai tahanan jenis yang rendah (0 ohm
meter - 80 ohm meter) dan di beberapa titik nilai
tahanan jenisnya 81 ohm meter hingga lebih dari
400 ohm meter. Pada kedalaman ini diperkirakan
tersusun oleh tuf sangat halus, tuf halus, tuf kasar,
lapilli, breksi matriks supported, breksi grain
supported, lava andesit dan intrusi diorit.
Gambar 4.27 Peta Resistivitas Kedalaman 50 Meter
Pada peta resistivitas kedalaman 50 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini masih didominasi oleh batuan yang
memiliki nilai tahanan jenis rendah (0 ohm meter -
80 ohm meter) dan di beberapa titik nilai tahanan
jenisnya 81 ohm meter hingga lebih dari 400 ohm
meter. Pada kedalaman ini diperkirakan tersusun
oleh tuf sangat halus, tuf halus, tuf kasar, lapilli,
breksi matriks supported, breksi grain supported,
lava andesit dan intrusi diorit.
Gambar 4.28 Peta Resistivitas Kedalaman 75 Meter
Pada peta resistivitas kedalaman 75 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini sangat bervariasi dengan nilai
tahanan jenis sekitar 0 ohm meter hingga lebih dari
400 ohm meter. Pada kedalaman ini diperkirakan
tersusun hampir oleh semua jenis litologi yaitu tuf
sangat halus, tuf halus, tuf kasar, lapilli, breksi
matriks supported, breksi grain supported, lava
andesit dan intrusi diorit.
Gambar 4.29 Peta Resistivitas Kedalaman 100 Meter
Pada peta resistivitas kedalaman 100 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini didominasi oleh batuan yang
memiliki nilai tahanan jenis tinggi dan bervariasi
dengan nilai tahanan jenis sekitar 0 ohm meter
hingga lebih dari 400 ohm meter. Pada kedalaman
ini diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf
halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,
breksi grain supported, lava andesit dan intrusi
diorit.
Gambar 4.30 Peta Resistivitas Kedalaman 125 meter
Pada peta resistivitas kedalaman 125 meter ini
dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada
kedalaman ini didominasi oleh batuan yang
memiliki nilai tahanan jenis tinggi dan bervariasi
dengan nilai tahanan jenis sekitar 0 ohm meter
hingga lebih dari 400 ohm meter. Pada kedalaman
ini diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf
halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,
breksi grain supported, lava andesit dan intrusi
diorit.
Peta Resistivitas Vertikal Peta resistvitas vertikal adalah gabungan dari
peta resistivitas dari tiap kedalaman yang disusun
secara vertikal. Peta ini dapat menunjukan
hubungan dan korelasi antar batuan dengan tahanan
jenis yang sudah dipetakan di tiap kedalaman.
Secara umum dari tiap titik duga menunjukkan
nilai tahanan jenis antara 1 – 3057 m dengan
rincian sebagai berikut:
1. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
1 – 20 m yang mengindikasikan batuan dengan
resistivitas amat rendah dapat di jumpai di
permukaan dengan ketebalan bervariasi di
berbagai kedalaman. Batuan dengan nilai
resistivitas rendah tersebar luas di bagian
timurlaut daerah penelitian, terlihat sebagian
kecil pada kedalaman antara 1 hingga 10 meter
dan mendominasi pada kedalaman 25 meter
hingga 75 meter.
2. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
21 – 40 m mengindikasikan batuan dengan
resistivitas rendah. Tersebar pada kedalaman 1
meter – 25 meter dibagian barat, selatan dan
timurlaut daerah penelitian dengan jumlah relatif
sedikit.
3. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
41 – 60 m mengindikasikan batuan dengan
resistivitas menengah 1, dijumpai berselingan
dengan batuan dengan resistivitas rendah di
berbagai kedalaman. Tersebar pada kedalaman
25 meter dengan jumlah relatif sedikit.
4. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
61 – 80 m mengindikasikan batuan dengan
resistivitas menengah 2, dijumpai berselingan
dengan batuan dengan resistivitas menengah 1 di
berbagai kedalaman. Tersebar pada kedalaman
25 meter dengan jumlah relatif sedikit.
5. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
81 – 120 m mengindikasikan batuan dengan
resistivitas menengah 3, dijumpai berselingan
dengan batuan dengan resistivitas menengah 2 di
berbagai kedalaman. Tersebar pada kedalaman
75 meter di bagian barat laut sampai selatan
daerah penelitian dengan jumlah relatif sedikit.
6. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
121 – 200 m mengindikasikan batuan dengan
resistivitas menengah menengah 4. Batuan
dengan resistivitas ini tersebar dari kedalaman 1
meter – 125 meter, tetapi yang mendominasi
hanya pada kedalaman 1 meter – 10 meter
tersebar di bagian selatan daerah penelitian.
7. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara
201 – 400 m mengindikasikan batuan dengan
resistivitas yang tinggi dibandingkan kelompok
sebelumnya. Batuan dengan resistivitas ini
tersebar pada kedalaman 1 meter – 125 meter.
Pada kedalaman 1 meter – 10 meter batuan ini
tersebar pada bagian selatan dan terlihat kembali
pada kedalaman 50 – 125 meter.
8. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis lebih
besar dari 400 m mengindikasikan batuan
dengan resistivitas amat tinggi, mengindikasikan
batuan yang kompak dengan densitas yang
tinggi. Batuan dengan resistivitas ini tersebar
pada kedalaman 1 meter – 125 meter. Ditemukan
dengan dominasi di bagian barat dan sedikit
dijumpai di bagian timurlaut dan selatan daerah
penelitian.
Gambar 4.31 Peta Resistivitas Vertikal Daerah Penelitian
Penampang Geolistrik
Penampang geolistrik dapat memberikan
gambaran keberadaan, persebaran, dan ketebalan
lapisan batuan di bawah permukaan dengan
mengacu kepada data geologi di sekitar lokasi
penelitian. Hal ini dapat juga memberikan
gambaran mengenai karakteristik lapisan akifer di
bawah permukaan. Oleh karena itu maka dibuat
garis penampang yang melewati beberapa lokasi
titik duga.
Berdasarkan peta resistivitas pada berbagai
variasi kedalaman, dapat ditarik empat buah garis
penampang dengan rincian tiga buah penampang
berarah baratlaut – tenggara dan satu buah
penampang berarah timurlaut – baratdaya.
Penampang ini digunakan untuk merekonstruksi
bentuk perlapisan dan sebaran nilai resistivitas
batuan secara vertikal dan lateral. Berikut ini adalah
gambaran dan penjelasan dari beberapa penampang
geolistrik yang telah dibuat:
Gambar 4.32 Lokasi Penampang Geolistrik di Daerah
Penelitian
Penampang Geolistrik A – B
Gambar 4.33 Penampang Geolistrik Lintasan A-B
U
U
U
U
Penampang geolistrik A-B tersebut melewati
beberapa titik duga meliputi GB-68 A, GB-09 A,
GB-55 A, GB-96 A dan GB-77 A serta memiliki
arah orientasi baratlaut - tenggara. Lapisan yang
mendominasi pada penampang ini diperkirakan
lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057 ohm
meter).
Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm
meter) diperkirakan tersebar pada kedalaman 0-1
meter. Lapisan ini tersusun oleh lapukan soil – tuf
sangat halus. Pada penampang ini lapisan ini tidak
terlihat karena lapisan ini hanya memiliki ketebalan
yang sangat tipis.
Lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm meter)
diperkirakan hanya sampai kedalaman 0-50 meter
pada sekitar titik duga geolistrik GB-09 A. Lapisan
ini tersusun oleh tuf sangat halus.
Lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm
meter) diperkirakan tersebar pada beberapa
kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh tuf halus, tuf
kasar, tuf lapili dan breksi matriks supported.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang
geolistrik, lapisan ini tersebar di antara titik duga
GB-68 A dan titik GB-09 A atau sebelah utara
daerah penelitian. Lapisan ini berfungsi sebagai
lapisan akifer yang memiliki kemampuan untuk
menyimpan dan mengalirkan airtanah.
Lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm meter)
diperkirakan tersebar pada kedalaman di atas 50
meter. Lapisan ini tersusun oleh breksi grain
supported. Berdasarkan hasil rekonstruksi
penampang geolistrik, lapisan ini tersebar di
wilayah bagian selatan daerah penelitian
berselingan dengan lapisan resistivitas menengah.
Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan akiklud yang
hanya memiliki kemampuan untuk menyimpan
airtanah, namun hanya sedikit sekali.
Lapisan resistivitas sangat tinggi (400-2507
ohm meter) diperkirakan tersebar pada beberapa
kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh batuan
terobosan/intrusi yaitu batuan beku diorit.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang
geolistrik, lapisan ini tersebar di bagian selatan
daerah penelitian pada kedalaman 25-125 meter dan
tersebar di bagian selatan daerah penelitian.
Penampang Geolistrik C – D
Gambar 4.34 Penampang Geolistrik Lintasan C-D
Penampang geolistrik C-D tersebut melewati
beberapa titik duga meliputi GB-24 A, GB-19 A,
GB-25 A, dan GB-17 A serta memiliki arah
orientasi baratlaut-tenggara. Lapisan yang
mendominasi pada penampang ini diperkirakan
lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm meter).
Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm
meter) diperkirakan tersebar pada kedalaman 0-1
meter. Lapisan ini tersusun oleh lapukan soil-tuf
sangat halus. Pada penampang ini lapisan ini tidak
terlihat karena lapisan ini hanya memiliki ketebalan
yang sangat tipis.
Lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm meter)
diperkirakan terdapat pada kedalaman 0-50 meter
pada sekitar titik duga geolistrik GB-24 A dan pada
kedalaman di atas 100 meter. Lapisan ini tersusun
oleh tuf sangat halus.
Lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm
meter) diperkirakan tersebar pada beberapa
kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh tuf halus, tuf
kasar, tuf lapili dan breksi matriks supported.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang
geolistrik, lapisan ini tersebar di antara titik duga
GB-25 A dan titik GB-17 A atau sebelah selatan
daerah penelitian. Lapisan resistivitas menengah 4
(breksi matriks supported ) tersebar pada
kedalaman 0 – 100 meter dari titik duga GB-19 A
hingga titik duga GB-25 A. Lapisan ini berfungsi
sebagai lapisan akifer yang memiliki kemampuan
untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah.
Lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm meter)
diperkirakan tersebar pada kedalaman 50 meter.
Lapisan ini tersusun oleh breksi grain supported.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang
geolistrik, lapisan ini tersebar di sebelah selatan
daerah penelitian dan daerah utara penelitian.
Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan akiklud yang
hanya memiliki kemampuan untuk menyimpan
airtanah, namun hanya sedikit sekali.
Lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057
ohm meter) diperkirakan tidak terdapat pada
penampang ini.
Penampang Geolistrik E – F
Gambar 4.35 Penampang Geolistrik Lintasan E-F
Penampang geolistrik E-F tersebut melewati
beberapa titik duga meliputi GB-33 A, GB-34 A
dan GB-38 A serta memiliki arah orientasi
baratlaut-tenggara.
Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm
meter), lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm
meter), lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm
meter), lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm
meter) dan lapisan resistivitas sangat tinggi (401-
3057 ohm meter) diperkirakan tersebar merata di
berbagai kedalaman. Lapisan resistivitas tinggi
(201-400 ohm-meter) sedikit lebih mendominasi
pada penampang ini.
Penampang Geolistrik G – H
Gambar 4.36 Penampang Geolistrik Lintasan G-H
Penampang geolistrik G-H tersebut melewati
beberapa titik duga meliputi GB-25 A, GB-21 A,
GB-26 A, GB-30 A, GB-31 A, GB-41 A dan GB-34
A serta memiliki arah orientasi timurlaut-baratdaya.
Lapisan yang mendominasi pada penampang ini
diperkirakan lapisan resistivitas amat rendah (0-20
ohm meter).
Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm
meter), lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm
meter), lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm
meter), lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm-
meter) dan lapisan resistivitas sangat tinggi (400-
3057 ohm meter) diperkirakan tersebar merata di
berbagai kedalaman. Lapisan resistivitas amat
rendah (0-20 ohm meter) sedikit lebih
mendominasi pada penampang ini
Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm
meter) terlihat mengisi di daerah dengan topografi
cekungan pada daerah pertengahan daerah
penelitian. Lapisan ini tersusun oleh tuf sangat
halus dan lapisan ini berfungsi sebagai lapisan
akifer yang memiliki kemampuan untuk
menyimpan dan mengalirkan airtanah.
Lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm-meter)
diperkirakan terdapat berselingan dengan lapisan
resistivitas amat rendah, lapisan ini berfungsi
sebagai lapisan akifer yang memiliki kemampuan
untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah.
Lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm-
meter) diperkirakan tersebar pada beberapa
kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh tuf halus, tuf
kasar, tuf lapili dan breksi matriks supported.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang
geolistrik, lapisan ini terlihat mengisi di daerah
dengan topografi cekungan pada daerah
pertengahan daerah penelitian dengan topografi
sedikit lebih tinggi daripada lapisan resistivitas
rendah. Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan akifer
yang memiliki kemampuan untuk menyimpan dan
mengalirkan airtanah.
Lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm meter)
diperkirakan tersebar pada beberapa kedalaman.
Lapisan ini tersusun oleh breksi grain supported.
Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang
geolistrik, lapisan ini tersebar di sebelah barat
daerah penelitian. Lapisan ini berfungsi sebagai
lapisan akiklud yang hanya memiliki kemampuan
untuk menyimpan airtanah, namun hanya sedikit
sekali.
Lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057
ohm meter) diperkirakan tersebar pada beberapa
kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh batuan lava
andesitis. Berdasarkan hasil rekonstruksi
penampang geolistrik, lapisan ini tersebar di bagian
barat daerah penelitian.
Blok Diagram Bawah Permukaan
Blok diagram dibuat untuk memperoleh gambaran
persebaran lapisan-lapisan batuan secara 3D. Blok
diagram geolistrik dibuat dengan menghubungkan
persebaran lapisan batuan hasil rekonstruksi
penampang geolistrik dan dibantu dengan program
piranti lunak untuk menghasilkan gambaran
persebaran lapisan batuan di lokasi pendugaan
geolistrik secara 3D. Hasil yang diperoleh berupa
gambaran persebaran lapisan batuan secara vertikal
dan lateral atau 3D. Sehingga akan mempermudah
memperoleh gambaran dan mengintepretasi
persebaran lapisan batuan secara 3D di lokasi
pengukuran titik duga geolistrik.
Gambar 4.37 Blok Diagram Bawah Permukaan Daerah
Penelitian
Hidrogeologi Daerah Penelitian
Pada daerah penelitian terdapat 16 lokasi mata
air dan 3 sumur pemboran hasil observasi. Berikut
ini hasil pengamatan lapangan mengenai
hidrogeologi di daerah penelitian diantaranya:
Pemunculan Mataair
Mataair di daerah penelitian umumnya banyak
ditemukan pada ketinggian 700 - 900 mdpl,
beberapa mataair muncul pada elevasi 1000 - 1300
mdpl. Mataair dengan debit besar dijumpai pada
daerah vulkanik berumur Kuarter dengan batuan
penyusun berupa batuan piroklastik produk Gunung
Gede yang berasosiasi dengan tekuk lereng antara
morfologi lereng dengan kaki gunungapi. Di
samping itu, pertemuan antara bahan-bahan
vulkanik yang relatif muda dan bersifat poros di
bagian atas dengan batuan yang lebih tua dan
bersifat lebih kedap air di bagian bawah juga
merupakan faktor pengontrol pemunculan mataair-
mataair di sekitar lokasi ini.
Mataair pada daerah penelitian dapat muncul di
mana-mana dengan berbagai cara dan dengan
distribusi yang tidak merata. Jika ditinjau dari
sebarannya, hampir semua mataair yang ditemukan
terdapat pada morfologi lereng dan kaki gunung.
Hal ini dikarenakan kedudukan kedua morfologi ini
tepat di bawah daerah hujan yang umumnya jatuh
pada morfologi kerucut gunungapi.
Mataair di daerah penelitian berdasarkan sebab
keterjadinya terdiri dari beberapa jenis yaitu: mata
air depresi (depresion spring) yang terbentuk
karena permukaan airtanah terpotong oleh topografi,
mata air kontak (contact spring) yang terjadi karena
lapisan yang lulus air terletak di atas lapisan kedap
air dan mata air rekahan (fracture spring) yang
keluar dari rekahan pada batuan.
Gambar 4.38 Mataair Depresi (Depresion Spring) pada
Stasiun Pengamatan MA-04
Gambar 4.39 Mataair Kontak (Contact Spring) pada
Stasiun Pengamatan MA-12
Gambar 4.40 Mataair Rekahan (Fracture Spring) pada
Stasiun Pengamatan MA-15
Berdasarkan pengamatan di lapangan di daerah
Gekbrong dan sekitarnya terdapat tiga komplek
mata air yaitu komplek mataair Cibeusi terletak
daerah barat laut daerah penelitian, komplek
mataair Cijero terletak di bagian utara daerah kajian
dan komplek mataair Cisalada yang terletak di
bagian tenggara daerah penelitian.
Gambar 4.41 Peta Lokasi Mataair Daerah Penelitian
Arah Aliran Airtanah di Setiap Satuan
Geomorfologi
Setiap satuan geomorfologi memiliki karakteristik
dalam mengalirkan airtanah yang ada di dalamnya.
Macam-macam arah aliran airtanah di setiap satuan
gemorfologi di daerah penelitian diantaranya yaitu:
Pada Satuan Geomorfologi Tubuh Gunungapi
Strato
Pada satuan geomorfologi tubuh gunungapi
strato ini air tanah mengalir dari daerah yang lebih
tinggi ke daerah yang lebih rendah atau mengalir
dari puncak ke bawah dengan arah timurlaut-
tenggara. Pola pengaliran sungai yang berkembang
pada satuan geomorfologi ini adalah paralel dan
dendrito-paralel sementara sungai-sungainya
mengalir di daerah yang mengisi sub DAS Cibeleng,
kemudian ketika sampai ke hilir arah alirannya
berubah arah menjadi timur-barat. Air hujan yang
turun, di daerah puncak gunung akan mengalir
menjadi air permukaan berupa sungai-sungai kecil
yang memiliki lembah berbentuk huruf ‘V’ dan
sangat curam. Sedangkan semakin kearah hilir air
permukaan tersebut akan mengisi akifer dan
mengalir menjadi air tanah.
Pada Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi
Strato Pada satuan geomorfologi kaki gunungapi strato
ini ditempati oleh litologi breksi vulkanik dan
intrusi diorit. Pola pengaliran sungai yang
berkembang pada satuan geomorfologi ini adalah
paralel dan dendrito-paralel sementara sungai-
sungainya mengalir di daerah yang mengisi sub
DAS Cikundul dan Cilaku. Arah aliran pada sataun
morfologi ini didominsai oleh arah timurlaut-
tenggara.
Gambar 4.42 Peta Catchment Area Daerah Penelitian
Gambar 4.43 Peta Isophreatic Daerah Penelitian
Satuan Hidrogeologi Daerah Penelitian Keadaan hidrogeologi di daerah penelitian
dianalisis berdasarkan kondisi geologi permukaan,
persebaran nilai tahanan jenis bawah permukaan,
interpretasi berdasarkan penampang geolistrik dan
peta resistivitas tiap kedalaman atau peta
isoresistivity dan keterdapatan lapisan batuan yang
berfungsi sebagai akifer.
Hidrogeologi daerah penelitian diinterpretasikan
memiliki 4 satuan hidrogeologi berdasarkan
keberadaan media penyusun akifer yaitu sebagai
berikut:
1. Satuan hidrogeologi akikrak
2. Satuan hidrogeologi akiklud 1
3. Satuan hidrogeologi akifer
4. Satuan hidrogeologi akiklud 2
Tabel 4.5 Tabel Hidrogeologi Daerah Penelitian
Satuan Hidrogeologi Akikrak Satuan hidrogeologi akikrak menempati sekitar
15% daerah penelitian tersebar di bagian utara
daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh lava
andesit yang berfungsi sebagai lapisan akikrak
dengan memiliki kemampuan menyimpan dan
mengalirkan airtanah melalui media rekahan.
Secara geologi permukaan, satuan ini tersusun oleh
satuan lava andesit (Qla).
Satuan Hidrogeologi Akiklud 1 Satuan hidrogeologi akiklud 1 menempati
sekitar 10% daerah penelitian tersebar di bagian
utara daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh
batuan breksi grain supported yang berfungsi
sebagai lapisan dengan memiliki kemampuan
menyimpan dan sedikit mengalirkan air tanah
melalui cerah antar komponen dan butir pada
matriks. Secara geologi permukaan, satuan ini
tersusun oleh satuan lava andesit (Qla) dan satuan
breksi tufan (Qbt).
Satuan Hidrogeologi Akifer Satuan hidrogeologi akifer menempati sekitar
60% daerah penelitian tersebar di bagian barat-
timur dan hampir mendominasi sebagian di wilayah
selatan daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh
tuf sangat halus, tuf halus, tuf kasar, tuf lapili,
breksi matriks supported yang berfungsi sebagai
lapisan akifer dengan memiliki kemampuan
menyimpan dan mengalirkan air tanah melalui
celah antar butir. Secara geologi permukaan, satuan
ini tersusun oleh satuan breksi tufan (Qbt) dan
satuan breksi vulkanik (Qbv).
Satuan Hidrogeologi Akiklud 2 Satuan hidrogeologi akiklud 2 menempati
sekitar 15% daerah penelitian tersebar di bagian
selatan daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh
batuan breksi grain supported yang berfungsi
sebagai lapisan dengan memiliki kemampuan
menyimpan dan sedikit mengalirkan air tanah
melalui celah antar komponen dan butir pada
matriks. Secara geologi permukaan, satuan ini
tersusun oleh satuan intrusi diorit (Qid) dan satuan
breksi vulkanik (Qbv).
Gambar 4.44 Peta Hidrogeologi Daerah Penelitian
Secara umum arah aliran di daerah penelitian
berarah timur-laut, hal ini disebabkan karena
adanya batuan-batuan yang bersifat impermeable
seperti intrusi diorit dan breksi vulkanik pada
bagian selatan daerah penelitian. Sehingga batuan
disekitarnya susah meloloskan air. Hal ini
menyebabkan arah aliran yang awalnya berarah
baratlaut-tenggara dari DAS sungai Cibeleng
berubah arah menjadi timur-barat. Gambar 4.45 Peta Recharge Area Daerah Penelitian
Geometri Akifer
Geometri akifer dibuat untuk memperoleh
gambaran persebaran lapisan akifer secara 3D.
Geometri akifer dibuat dengan menghubungkan
persebaran lapisan batuan hasil rekonstruksi
penampang geolistrik, peta isoresistivity, peta
hidrogeologi, peta geologi dan dibantu program
piranti lunak untuk menghasilkan gambaran
persebaran lapisan batuan di lokasi pendugaan
geolistrik secara 3D. Hasil yang diperoleh berupa
gambaran persebaran lapisan batuan secara 3D.
Sehingga akan mempermudah memperoleh
gambaran dan mengintepretasi persebaran lapisan
batuan secara 3D di lokasi pengukuran titik duga
geolistrik Geometri akifer juga dapat menjelaskan
persebaran lapisan yang diinterpretasi sebagai
akifer, akiklud dan akikrak berdasarkan nilai
resistivitas batuan secara 3D.
Persebaran Lapisan Akikrak
Lapisan akikrak atau dapat diidentifikasi
sebagai lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057
ohm-meter) dengan jenis batuan lava andesit
tersebar mendominasi di bagian barat daerah
penelitian sebagai media penyusun akifer satuan
hidrogeologi akikrak. Selain itu lapisan ini tersebar
pula pada bagian selatan daerah penelitian.
Gambar 4.46 Persebaran Lapisan Akikrak di Daerah
Penelitian Secara 3D
Persebaran Lapisan Akiklud
Lapisan akiklud atau dapat diidentifikasi
sebagai lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm
meter) dengan jenis batuan breksi grain supported
tersebar tidak merata pada bagian barat daerah
penelitian sebagai media penyusun akifer satuan
hidrogeologi akiklud 1. Selain itu lapisan ini
tersebar pula pada bagian selatan dan bagian timur
daerah penelitian sebagai media penyusun akifer
pada satuan hidrogeologi akiklud 2.
Gambar 4.47 Persebaran Lapisan Akiklud di Daerah
Penelitian Secara 3D (Rho 201-400 ohm meter)
Persebaran Lapisan Akifer
Lapisan akifer atau dapat diidentifikasi sebagai
lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm meter),
lapisan resistivitas rendah (21-40 ohm meter) dan
lapisan resistivitas menengah (41 -200 ohm meter)
dengan jenis batuan yang bervariasi yaitu tuf sangat
halus, tuf halus, tuf kasar, tuf lapili dan breksi
matriks supported tersebar menyebar di hampir
seluruh bagian daerah penelitian kecuali bagian
barat penelitian.
Pada bagian timur daerah penelitian lapisan ini
tersebar di kedalaman 1 meter atau hanya tersebar
di permukaan saja yang merupakan lapisan
permeabel penutup satuan hidrogeologi akiklud 1.
Pada bagian selatan daerah penelitian lapisan ini
tersebar di kedalaman 75-125 meter yang
merupakan lapisan permeabel yang berfungsi
sebagai media penyusun akifer.
Pada bagian timur daerah penelitian lapisan ini
tersebar di kedalaman 1 meter atau hanya tersebar
di permukaan saja yang merupakan lapisan
permeabel penutup satuan hidrogeologi akiklud 2.
Pada bagian utara hingga selatan daerah penelitian
lapisan ini tersebar dari kedalaman 1-125 meter
yang merupakan media penyusun akifer pada satuan
akiklud 1.
Gambar 4.48 Persebaran Lapisan Akifer di Daerah
Penelitian Secara 3D (Rho 41-60 ohm meter)
Gambar 4.49 Persebaran Lapisan Akifer di Daerah
Penelitian Secara 3D (Rho 21-40 ohm meter)
Gambar 4.50 Persebaran Lapisan Akifer di Daerah Penelitian
Secara 3D (Rho 0-20 ohm meter)
DAFTAR PUSTAKA
[1] Domenico, P.A. and Schwartz, W.F. Physical
and Chemical Hydrogeology. Canada: John
Wiley and Sons Inc., 1990.
[2] Erdelyi, M and J. Galfi. 1998. Surface and
Subsurface Mapping in Hydrogeology.
Akademi Kiado: Budapest.
[3] Fetter. 1988. Applied Geology. Columbus Ohio
United States of America: USA
[4] Freeze, R. A. dan Cherry, J. A. 1979.
Groundwater. Prentice-Hall, Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey, USA.
[5] Mandel S, and Shiftan Z. 1981. Groundwater
Resources: Investigation and Development.
Elsevier Science & Technology Books, United
Kingdom.
[6] Parkhomenko, Eleonora Ivanova. 1967.
Electrical Properties of Rocks. Plenum Press:
New York.
[7] Sanders, Laura L. 1998. A Manual of Field
Hydrogeology. Prentice-Hall, Inc. Upper
Saddle River, New Jersey, USA.
[8] Schwartz, F. W and Hubao Zhang. 2003.
Fundamentals of Groundwater. John Willey
and Sons: New York.
[9] Telford, W. M., Geldart, L.P., Sheriff, R. E.
1990: Applied Geophysics. Cambridge Univ.
Press., 2nd ed., 770pp.
[10] Todd, DK., 1984, Groundwater Hydrology, 2nd
ed, John Wiley & Sons, New York, USA