Alfa FArlian

114
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai keberadaan organisasi nirlaba atau yang dapat disebut juga organisasi sektor publik. Organisasi tersebut dapat berupa institusi pemerintahan, partai politik, sekolah, rumah sakit, yayasan, dan organisasi lain yang bersifat non- profit. Organisasi-organisasi tersebut memberikan pelayanan bagi masyarakat, dan semata-mata memberikan pelayanan tersebut untuk kesejahtraan masyarakat. Karakteristik organisasi sektor publik atau organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi komersil pada umumnya. Perbedaan utama yang mendasar adalah cara organsasi mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan dalam menjalankan operasinya. Organisasi komersil mendanai operasinya melalui hasil operasi perusahaan dan juga investasi dari pemegang saham, sedangkan organisasi nirlaba mendanai operasinya dengan cara khusus, yakni dengan sumbangan atau donasi yang bersifat sukarela. Saat ini, masyarakat Indonesia telah memandang pentingnya pelaporan keuangan organisasi sektor publik. Hal ini dapat kita lihat dengan cukup besarnya animo masyarakat untuk mengetahui hasil audit BPK terhadap pemerintah setiap

Transcript of Alfa FArlian

Page 1: Alfa FArlian

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai keberadaan organisasi nirlaba

atau yang dapat disebut juga organisasi sektor publik. Organisasi tersebut dapat berupa

institusi pemerintahan, partai politik, sekolah, rumah sakit, yayasan, dan organisasi lain

yang bersifat non-profit. Organisasi-organisasi tersebut memberikan pelayanan bagi

masyarakat, dan semata-mata memberikan pelayanan tersebut untuk kesejahtraan

masyarakat.

Karakteristik organisasi sektor publik atau organisasi nirlaba berbeda dengan

organisasi komersil pada umumnya. Perbedaan utama yang mendasar adalah cara

organsasi mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan dalam menjalankan operasinya.

Organisasi komersil mendanai operasinya melalui hasil operasi perusahaan dan juga

investasi dari pemegang saham, sedangkan organisasi nirlaba mendanai operasinya

dengan cara khusus, yakni dengan sumbangan atau donasi yang bersifat sukarela.

Saat ini, masyarakat Indonesia telah memandang pentingnya pelaporan keuangan

organisasi sektor publik. Hal ini dapat kita lihat dengan cukup besarnya animo

masyarakat untuk mengetahui hasil audit BPK terhadap pemerintah setiap tahunnya.

Masyarakat Ingin mengetahui apakah Pemerintah telah melaksanakan tugasnya sesuai

dengan prinsip good governance.

Pada tahun 2004 lahir Undang –Undang No.1/2004 tentang Perbendaharaan

Negara. Undang-Undang ini menjadi landasan bagi penerapan anggaran berbasis kinerja

dilingkungan sektor publik. Dengan mengacu pada Pasal 68 dan Pasal 69 Undang –

Undang tersebut, instansi pemerintah dan organisasi non profit lainnya, yang tugas pokok

dan fungsinya adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat, dapat menerapkan

pengelolaan keuangan yang lebih fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi,

dan efektifitas.

Politeknik Kesehatan Bengkulu atau yang sering disebut juga Poltekkes Bengkulu

merupakan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang berada dibawah naungan Pusat

Page 2: Alfa FArlian

Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) yang secara langsung menjadi bagian dari

Kementrian Kesehatan RI yang bertugas dlam pengembangan dan pemberdayaan SDM

Kesehatan. Politeknik Kesehatan Bengkulu merupakan pengembangan jenjang

pendidikan tinggi negara pendidikan tenaga kesehatan Indonesia dan merupakan bagian

dari kesehatan dalam bidang pembangunan nasional terpadu yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga terwujud bangsa / negara yang

maju, sejahtera lahir dan batin. Politeknik Kesehatan Bengkulu dibentuk berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial nomor 298 /

Menkeskesos / SK / IV / 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Kesehatan,

yang merupakan pengembangan dari 11 Akademi di bawah Kementrian Kesehatan RI.

Dalam pelaporan keuangannya, Poltekkes Bengkulu mengguanakan Sistem

Akuntansi Instansi (SAI) yang penggunaannya diatur oleh Dirjen Perbendaharaan

Departemen Keuangan RI. Untuk penyusunan laporan keuangannya, khususnya neraca,

Barang Milik Negara (BMN) merupakan bagian dari asset Pemerintah yang berwujud.

Pada lampiran IV PMK No.59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan

Keuangan Pemerintah Pusat, asset Pemerintah didefinisikan sebagai sumber daya

ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa

dimasa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau masalah sosial dimasa depan

diharapkan dapt diperoleh, baik oleh Pemerintah ataupun masyarakat, serta dapat diukur

dengan nilai moneter, termasuk sumber daya non moneter yang diperlukan untuk

penyediaan jasa kepada masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara atas

alasan sejarah dan budaya. BMN dapat dikelompokkan menjadi aset tetap dan aset lancar.

Aset lancar adalah asset yang diharapkan untuk segara direalisasikan menjadi kas

dalam waktu 12 bulan setelah pelaporan. BMN yang diperlakukan sebagai aset lancar

adalah Persediaan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai jangka waktu 12

bulan untuk digunakan oleh Pemerintah dalam kegiatannya atau dimanfaatkan oleh

masyarakat umum. BMN yang dikelompokkan menjadi asset tetap meliputi tanah,

gedung dan bangunan, jalan, irirgasi dan jaringan, konstruksi dalam pengerjaan, dan aset

tetap lainnya.

Selain masalah perlakuan asset tetap untuk penyusunan laporan keuangan, dalam

Pemerintahaan juga terdapat masalah manajemen asset tetap yang menjadi fokus

Page 3: Alfa FArlian

perhatian. Menurut Doli D. Siregar (2004), manajemen aset lebih ditujukan untuk

menjamin pengembangan kapasitas yang berkelanjutan dari pemerintah sehinggan dapat

meningkatkan pendapatan, yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan guna

mencapai persyratan pemenuhan optimal bagi pelayanan dan tugas instansinyakepada

masyarakat. Manajemen asset terdiri dari lima tahapan, Inventarisasi Asset, Legal Audit,

Penilaian Asset, Optimalisasi Asset, dan Pengembangan Sistem Informasi Manajemen

Asset (SIMA) dalam pengawasan dan pengendalian asset.

Hingga kini, penelitian mengenai perlakuan akuntansi untuk organisasi sektor public,

khususnya institusi pendidikan khusus milik Pemerintah masih jarang ditemui. Padahal,

penelitian mengenai perlakuan akuntansi tersebut sangat diperlukan untuk mengkaji

kinerja institusi dan nantinya diharapkan dapat menjadi tolak ukur bagi evaluasi kinerja

organisasi sektor public pada umumnya. Selain itu, penelitian mengenai manajemen asset

milik Pemerintah juga jarang dilakukan. Oleh karena itu, Penulis melakukan penelitian

itu untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanapenerapan manajemen asset serta

penerapan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) pada organisasi

pemerintah, khususnya pada institusi pendidikan milik Pemerintah, yang dalam hal ini

Penulis melakukan penelitian pada Politeknik Kesehatan Bengkulu. Penulis akan

membahas topik yang berjudul “Analisa Penerapan Sistem Akuntansi Barang Milik

Negara dan Manajemen Aset Tetap(Studi Kasus Pada Politeknik Kesehatan

Bengkulu)”

1.2 Permasalahan

Beberapa pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penerapan sistem manajemen asset di Poltekkes Bengkulu, dimulai dari proses

inventarisasi asset, legal audit, penilaian aset, optimalisai aset, dan pengawasan

serta pengendalian asset

2. Penerapan sistem akuntansi Barang Milik Negara (BMN) untuk asset tetapnya

3. Kepatuhan perlakuan aset tetap di Poltekkes Bengkulu terhadap PSAK 16 dan

PSAP 07 mengenai aset tetap

Page 4: Alfa FArlian

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis penerapan sistem manajemen asset di Poltekkes Bengkulu.

2. Menganalisis penerapan sistem akuntansi Barang Milik Negara (BMN) untuk

asset tetap.

3. Menganalisis kepatuhan perlakuan aset tetap di Poltekkes Bengkulu terhadap

PSAK 16 dan PSAP 07 mengenai aset tetap.

1.4 Ruang Lingkup

Penulis membatasi ruang lingkup penulisan pada sistem akuntansi instansi, yaitu

Sistem Akuntansi BMN, khususnya aset tetap. Penelitian ini berfokus pada

pembahasan mengenai bagaimana sistem manajemen asset di Poltekkes Bengkulu

dimulai dari proses inventarisasi asset, legal audit, hingga penilaian asset. Penelitian

ini juga membahas bagaimana akuntansi asset tetap di Poltekkes Bengkulu serta

membandingkan perlakuan tersebut dengan PSAK 16 dan PSAP 07. Pembahasan

pada karya akhir ini dibatasi untuk laporan keuangan Poltekkes tahun 2008-2009.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini berjenis kualitatif dengan pendekatan case study dengan format

deskriptif yaitu menjelaskan, meringkas berbagai situasi, kondisi dan variable yang

timbul dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini menggunakan

metode pengumpulan data yang terdiri dari:

1. Survey Kepustakaan

Meliputi survey mengenai Standar Akuntansi Keuanagan (PSAK 16 mengenai

Akuntansi Asset Tetap) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP 07

mengenai Akuntansi Asset

Tetap) serta peraturan lainnya mengenai pelaporan Instansi.

Page 5: Alfa FArlian

2. Survey Lapangan

Melibatkan wawancara, observasi, dan pengambilan data pada laporan keuangan

dan laporan BMN Poltekkes Bengkulu.

3. Analisis Data

Merupakan metode pendekatan analitis yang membandingkan data hasil survey

kepustakaan dan hasil temuan survey di lapangan.

1.6 Skedul / Waktu Penulisan

Penulisan skripsi ini di rencanakan akan dimulai dari awal Juli 2010 hingga akhir

Desember 2010.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

1. BAB 1 : Pendahuluan

Pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB 2 : Landasan Teori

Merupakan landasan teori dan literature yang membahas tentang asset tetap,

bagaimana perlakuan asset tetap menurut standar yang berlaku serta penjelasan

mengenai perlakuan asset tetap pada organisasi sektor publik.

3. BAB 3 : Profil Politeknik Kesehatan Bengkulu

Bab ini membahas tentang profil lengkap Politeknik Kesehatan Bengkulu yang

menjadi tempat melakukan penelitian (sebagai subjek penelitian).

4. BAB 4 : Analisis Data

Merupakan bagian yang membahas analisis atas data yang diperoleh dari laporan

keuangan objek penelitian.

5. BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

Merupakan bagian akhir dari keseluruhan skripsi yang berisi kesimpulan beserta

saran-saran perbaikan bagi Poltekkes Bengkulu.

Page 6: Alfa FArlian

BAB II

Landasan Teori

2.1 Aset Tetap

Aset tetap dalam akuntansi adalah asset berwujud yang memiliki umur lebih dari

satu tahun dan tidak mudah diubah menjadi kas. Jenis aset tidak lancer ini biasanya dibeli

untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Aset tetap

biasanya merupakan komponen aset yang nilainya paling besar dalam neraca suatu

entitas. Hal ini kemudian menjadikan penyajian dan pengungkapan aset tetap menjadi

sangat penting dalam laporan keuangan suatu entitas. Dibeberapa entitas, aset tetap

direferensikan sebagai property, plant, and equipment yang meliputi tanah, gedung,

peralatan, dan sebagainya.

Karakteristik utama aset tetap adalah sebagai berikut (Nordiawan, 2007, p.227):

a. Aset tetap biasanya diperoleh untuk digunakan dalam operasional entitas dan

tidak dimaksudkan untuk dijual.

b. Secara umum, aset tetap memiliki manfaal yang cukup lama (biasanya

beberapa tahun) dan oleh karenanya akan disusutkan selama masa manfaat

tersebut.

c. Aset tetap secara fisik dapat dilihat bentuknya.

2.1.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 (Setelah Revisi 2007)

2.1.1.1 Definisi

Menurut PSAK 16 (Revisi 2007) yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang:

a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa

untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan;

b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Page 7: Alfa FArlian

2.1.1.2 Pengakuan

Nilai yang dapat diakui sebagai aset tetap dalam standar ini dapat dikategorikan

dalam dua macam, yaitu biaya perolehan awal dan biaya-biaya setelah perolehan. Biaya

perolehan awal sendiri baru boleh diakui sebagai aset tetap adalah jika:

a. Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset

tersebut akan mengalir ke entitas

b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.

Biaya-biaya yang terjadi setelah perolehan tersebut tidak semuanya dapat

dikategorikan sebagai bagian dari aset tetap (dikapitalisasi ke dalam aset tetap). Syarat-syarat

agar biaya setelah perolehan awal dapat dikapitalisasi hampir sama dengan syarat-syarat

biaya tersebut dapat diakui sebagai aset tetap, yang intinya adalah terdapat manfaat ekonomis

di masa depan dan biaya tersebut dapat diukur secara handal.

2.1.1.3 Pengukuran Awal Ketika Aset tersebut Diperoleh

Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap pada

awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset adalah jumlah biaya yang

dikeluarkan oleh entitas dan diperlukan untuk menyiapkan aset tetap tersebut agar dapat

digunakan sebagaimana mestinya sebagai aset tetap. Biaya perolehan aset tetap menurut

PSAK Nomor 16 Revisi Tahun 2007 meliputi:

1. Biaya perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh

dikreditkan setelah dikurangi dengan diskon pembelian dan potongan lain

2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke

lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset sesuai dengan keinginan dan maksud

manajemen. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:

a. Biaya persiapan tempat

b. Biaya penanganan dan penyerahan awal

c. Biaya perakitan dan instalasi

Page 8: Alfa FArlian

d. Biaya pengujian aset apakah dapat beroperasi dengan baik, setelah dikurangi

hasil penjualan dari produk yang dihasilkan atas pengujian tersebut

e. Komisi profesional seperti arsitek dan insinyur

3. Estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset.

Pada umumnya nilai perolehan suatu aset tetap sama dengan jumlah biaya (bisa

berupa kas maupun non-kas) untuk memperoleh aset tersebut, selain hal tersebut, aset

tetap dapat diperoleh dari pertukaran aset non-moneter. Prinsip utama pada pengukuran

aset tetap yang diperoleh dari pertukaran aset tetap ini adalah dengan menggunakan nilai

wajarnya, dalam hal nilai wajar aset tetap yang dipertukarkan tidak diketahui, nilai buku

dari aset tersebut dapat digunakan.

2.1.1.4 Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada

periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat

perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang

pengukuran nilai aset tetap setelah perolehan. PSAK 16 (Revisi 2007) mengakui adanya

dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:

1. Metode Biaya Historis ( PSAK Tahun 1994 dan PSAK Revisi 2007 )

Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, aset tetap tersebut

dicatat pada harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan dan akumulasi

rugi penurunan nilai asset.

2. Metode Revaluasi ( PSAK Revisi 2007 )

Dengan metode ini setelah aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang

nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu

nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi

rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi atas aset tetap

harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa

Page 9: Alfa FArlian

jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan

menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.

Penentuan nilai aset dengan menggunakan nilai wajar pada umumnya dilakukan

melalui penilai yang memiliki kualifikasi profesional. Untuk melakukan penilaian

terhadap tanah dan bangunan biasanya penilai menggunakan bukti pasar. sedangkan

untuk penilaian aset tetap lain seperti pabrik dan peralatan penilai akan menentukan

sendiri nilai pasar wajarnya. Dalam hal tidak ada pasar yang memperjualbelikan aset

tetap yang serupa, penentuan nilai pasar wajar dapat dilakukan dengan pendekatan

penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (depreciated replacement cost

approach). Frekuensi pelaksanaan revaluasi sendiri tergantung pada perubahan nilai

wajar suatu aset. Jika nilai wajar yang tercatat berbeda secara material dengan nilai

revaluasi, maka revaluasi lanjutan perlu dilaksanakan. Untuk aset tetap yang mempunyai

perubahan nilai wajar secara fluktuatif dan sifatnya signifikan, revaluasi dapat

dilaksanakan tiap tahun. Sedangkan untuk beberapa aset lain yang tidak mengalami

perubahan secara fluktuatif dan signifikan, revaluasi tidak perlu dilaksanakan setiap

tahun. Untuk aset seperti itu revaluasi dapat dilakukan setiap tiga tahun atau lima tahun.

Untuk metode revaluasi, perlakuan terhadap akumulasi penyusutan aset tetap pada

tanggal revaluasi dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:

1. Disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dan jumlah tercatat

secara bruto dari aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan

jumlah revaluasian. Metode ini sering digunakan apabila aset direvaluasi dengan

cara memberi indek untuk menentukan biaya pengganti yang disusutkan

(depreciated replacement cost).

2. Dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto

setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut.

Metode ini sering digunakan untuk bangunan

Revaluasi yang dilakukan pada sekelompok aset dengan kegunaan yang serupa

dilaksanakan secara bersamaan. Perlakuan ini bertujuan untuk menghindari perlakuan

revaluasi secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat

Page 10: Alfa FArlian

yang berbeda-beda. Namun revaluasi dalam kelompok aset dapat dilakukan secara

bergantian (rolling) sepanjang keseluruhan revaluasi dapat diselesaikan dalam waktu

yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.

Pengakuan terhadap kenaikan atau penurunan nilai akibat revaluasi dilakukan

langsung pada kenaikan atau penurunan akibat revaluasi, kecuali jika revaluasi dilakukan

pada tahun-tahun berikutnya. Apabila revaluasi dilakukan untuk yang kedua kali dan

seterusnya, terdapat perlakuan yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah:

Jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung

dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun kenaikan tersebut harus

diakui di dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset

akibat revaluasi yang pernah dilakukan sebelumnya dalam laporan laba rugi.

Jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam

laporan laba rugi. Namun penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung

didebit ke dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut

tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

Penentuan nilai wajar juga dilakukan pada saat perusahaan telah menentukan

adanya aset tetap yang akan dijual, terutama berhubungan dengan penghentian sebagian

operasi perusahaan.

Penyusutan dalam aset tetap merupakan alokasi secara sistematis atas biaya pada

saat awal perolehan dan biaya setelah perolehan yang dapat dikapitalisasi. Penyusutan

dilakukan selama masa manfaat dari aset tersebut. Jumlah yang dapat disusutkan dari

suatu aset adalah sejumlah tercatatnya (baik model biaya maupun model revaluasi)

dikurangi dengan nilai residu aset tersebut. Jumlah tercatat tersebut disusutkan dengan

pilihan berbagai metode penyusutan. Metode penyusutan sendiri harus mencerminkan

ekspektasi pada konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset oleh entitas. Beban

penyusutan akan diakui dalam laporan laba rugi periode tersebut kecuali jika beban

tersebut dimasukkan ke dalam jumlah tercatat aset lainnya.

Page 11: Alfa FArlian

2.1.1.5 Pengungkapan

Dalam hal pengungkapan, PSAK 16 tentang aset tetap juga mensyaratkan untuk

setiap kelompok aset tetap, laporan keuangan sedikitnya harus mengungkapkan hal – hal

sebagai berikut:

a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto;

b. Metode penyusutan yang digunakan;

c. Umur manfaat atau tariff penyusutan yang digunakan;

d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi

rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;

e. Rekonsilisasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:

i. Penambahan

ii. Aset yang diklasifikasikan sebagai yang tersedia untuk dijual (available

for sale) atau termasuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang

diklasifikasikan sebagai kelompok yang tersedia untuk dijual atau

pelepasan lainnya;

iii. Akuisisi melalui penggabungan usaha;

iv. Peningkatan atau penurunan akibat revaluasi serta rugi penurunan nilai

yang dikui atau dijurnal balik secara langsung pada ekuitas sesuai PSAK

48;

v. Rugi penurunan nilai yang diakui dan dijurnal balik dalam laporan laba

rugi sesuai PSAK 48;

vi. Penyusutan;

vii. Selisih nilai tukar yang timbul dalam penjabarab laporan keuangan dari

mata uang fungsional menjadi mata uang yang berbeda, termasuk

penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang pelaporan

dari entitas pelapor;

viii. Perubahan lain.

Selain itu, laporan keuangan juga harus mengungkapkan:

Page 12: Alfa FArlian

a. Keberadaan dan jumlah yang dicadangkan atas hak milik, dan aset

tetap yang dijaminkan untuk utang;

b. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang sedang

dalam pembangunan;

c. Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap;

d. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan

nilai, hilang atau dihentikan yang dimasukkan dalam laporan laba rugi, jika tidak

diungkapkan secara terpisah dalam laporan laba rugi.

Pemilihan metode penyusutan dan estimasi umur manfaat aset adalah hal – hal

yang memerlukan pertimbangan. Oleh karena itu, pengungkapan metode yang digunakan

dan estimasi umur manfaat atau tariff penyusutan memberikan informasi bagi pengguna

laporan keuangan dalam me-review kebijakan yang dipilih manajemen dan

memungkinkan perbandingan dengan entitas lain.

Entitas juga dianjurkan untuk mengungkapkan jumlah-jumlah dari informasi

sebagai berikut:

a. Jumlah tercatat aset tetap yang tidak terpakai sementara;

b. Jumlah tercatat bruto dari setiap aset tetap yang telah disusutkan penuh dan masih

digunakan;

Jumlah tercatat aset tetap yang dihentikan dari penggunaaan aktif dan tidak

diklasifikasikan sebagai yang tersedia untuk dijual (available for sale).

2.1.2 Aset Tetap – Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 07

2.1.2.1 Definisi dan Klasifikasi

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 07 tentang Akuntansi

Aset Tetap, aset tetap didefinisikan sebagai adalah aset berwujud (tangible asset) yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam

kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

Page 13: Alfa FArlian

Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya

signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah:

a. Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas

lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor;

b. Hak atas tanah.

Sedangkan yang tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang

dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan

perlengkapan (supplies).

Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya

dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan:

a. Tanah

Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan

maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi

siap dipakai.

b. Peralatan dan Mesin

Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat

elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya

signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi

siap pakai.

c. Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh

dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam

kondisi siap dipakai.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun

oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam

kondisi siap dipakai.

e. Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam

kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan

operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

Page 14: Alfa FArlian

f. Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses

pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya.

Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak

memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai

tercatatnya.

2.1.2.2 Pengakuan

Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi

criteria sebagai berikut:

a. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan

d. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau

diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saatpenguasaannya berpindah. Selain itu,

saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah

terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya

sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap

belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses

administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan

proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset

tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap

tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas

sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.

2.1.2.3 Pengukuran

Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan

menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan

pada nilai wajar pada saat perolehan. Untuk aset tetap yang diperoleh dengan tanpa nilai,

Page 15: Alfa FArlian

misalnya dengan cara hibah atau donasi, maka biaya aset tetap tersebut adalah nilai wajar

saat aset tersebut diperoleh.

Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya

langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya

perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua

biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.

Pada saat pengakuan awal aset tetap tersebut, Biaya perolehan suatu aset tetap

terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang

dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang

membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Contoh biaya

yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:

a.biaya persiapan tempat;

b. biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkarmuat

(handling cost);

c.biaya pemasangan (instalation cost);

d. biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan

e.biaya konstruksi.

Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa

manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik di masa yang akan

datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus

ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan. Kapitalisasi biaya tersebut harus

ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria sebagaimana yang

telah disebutkan dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu

untuk dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi

atau tidak.

Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi

akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali,

maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap

dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Penyusutan aset tetap disajikan sebagai

pengurang nilai aset tetap sesuai dengan harga perolehannya. Apabila terjadi keadaan

yang memungkinkan ada nya penilaikan kembali (revaluation), maka aset tetap akan

Page 16: Alfa FArlian

disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun

Diinvestasikan dalam Aet Tetap.

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 07 tidak mengharuskan

pemerintah untuk menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset

tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun apabila aset

bersejarah tersebut memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai

sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran.

Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap

lainnya.

Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara

permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan

datang. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari

Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Dan pada akhirnya, aset

tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset

tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

2.1.2.4 Pengungkapan

Dalam hal pengungkapan, laporan keuangan harus mengungkapkan untuk

masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut:

a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying

amount);

b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:

i) Penambahan

ii) Pelepasan

iii) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada

iv) Mutasi aset tetap lainnya

c. Informasi penyusutan, meliputi:

i) Nilai penyusutan

ii) Metode penyusutan yang digunakan

iii) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan

Page 17: Alfa FArlian

iv) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir

periode

Selain hal-hal yang disebutkan diatas, laporan keuangan juga harus

mengungkapkan:

a. Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap

b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap

c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi

d. Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap

Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus

diungkapkan:

a. Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap

b. Tanggal efektif penilaian kembali

c. Jika ada, nama penilai independent

d. Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti

e. Nilai tercatat setiap jenis aset tetap

2.2 Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

2.2.1 Ruang Lingkup Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) adalah “serangkaian prosedur

manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,

pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan

Pemerintah Pusat. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAAP) berlaku untuk seluruh

unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam

rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan

Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Ruang lingkup SAPP adalah pemerintah pusat

dan pemerintah daerah yang mendapat dana dari APBN. Sedangkan yang tidak termasuk

dalam ruang lingkup SAPP antara lain adalah:

a.Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD)

b. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari :

Page 18: Alfa FArlian

i) Perusahaan Perseroan

ii) Perusahaan Umum

c.Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah

2.2.2 Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Berdasarkan PMK no. 59/PMK.06/ 2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan

Pemerintah Pusat, tujuan dari SAPP adalah sebagai berikut:

a. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan,

pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan

standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;

b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan

kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang

berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap

otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;

c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu

instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;

d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,

pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.

2.2.3 Karaketeristik Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Ciri-ciri pokok atau karakteristik dari Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat antara

lain sebagai berikut:

a.Basis Akuntansi

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah

basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan

Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan

ekuitas dalam neraca. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui

Page 19: Alfa FArlian

pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima

atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh

transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi atau peristiwa itu terjadi,

tanpa memperhatikan saat kas ata setara kas diterima atau dibayar.

b. Sistem Pembukuan Berpasangan

Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi

yaitu: Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan

mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait.

c.Dana Tunggal

Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan

operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan

Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.

d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi

Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara

berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di

daerah.

e.Bagan Perkiraan Standar

SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.

f. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan

pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap

transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan.

Page 20: Alfa FArlian

2.2.4 Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai

pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR,

laporan keuangan pemerintah pusat tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak BPK.

Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:

a.Laporan Realisasi Anggaran

Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian

Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan informasi

realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa

lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan

dengan anggaran dalam satu periode.

b. Neraca Pemerintah

Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca

SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in menyajikan

informasi posisi keuangan pemerintah pusat berkaitan dengan aset, utang dan

ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran tertentu.

c.Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas

dari seluruh Kanwil Ditjen PBN. Laporan ini menyajikan informasi arus masuk

dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan

aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran.

d. Catatan atas Laporan Keuangan

Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu pos yang

tersaji di dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca Pemerintah dan Laporan

Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.

Page 21: Alfa FArlian

2.2.5 Klasifikasi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Sistem akuntansi pemerintah pusat terdiri dari :

a.Sistem Akuntansi Pusat (SiAP)

Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal

Perbendaharaan (Ditjen PBN) dan terdiri dari:

i) SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara) yang menghasilkan

Laporan Arus Kas dan Neraca Kas Umum Negara (KUN);

ii) SAU (Sistem Akuntansi Umum) yang menghasilkan Laporan Realisasi

Anggaran dan Neraca SAU.

Pengolahan data dalam rangka penyusunan laporan keuangan SAU dan

SAKUN, dilaksanakan oleh unit-unit Ditjen PBN yang terdiri dari:

i) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

ii) Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (Kanwil Ditjen PBN);

iii) Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan.

b. Sistem Akuntansi Instansi (SAI)

Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian

negara/lembaga. Kementerian negara/lembaga melakukan pemrosesan data

untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran,

Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam pelaksanaan SAI,

kementerian Negara / lembaga membentuk unit akuntansi keuangan (SAK) dan

unit akuntansi barang (SABMN). Unit akuntansi keuangan terdiri dari:

i) Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA);

ii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon1 (UAPPA-E1);

Page 22: Alfa FArlian

iii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);

iv) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) ;

Unit akuntansi barang terdiri dari:

i) Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB);

ii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Eselon1 (UAPPB-E1);

iii) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang – Wilayah (UAPPB-W);

iv) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).

c.Jenis-jenis Laporan Keuangan

Laporan-laporan keuangan yang dapat dihasilkan dari proses komputerisasi

SAPP adalah:

Page 23: Alfa FArlian

2.3 Manajemen Barang Milik Negara

Menurut PMK no. 59 /PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan

Keuangan Pemerintah Pusat, Barang Milik Negara (BMN) meliputi semua barang yang

dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Perolehan lainya dalam definisi diatas anatar lain adalah:

a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau;

d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

Sesuai dengan UU no.1 tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan

mengatur pengelolaan barang milik Negara. Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna

Parang bagi kementerian/lembaga yang dipimpinnya, sedangkan kepala kantor dalam

lingkungan kementerian/lembaga adalah sebagai Kuasa Pengguna Barang dalam

lingkungan kantor yang bersangkutan.

Selanjutnya Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan

menatausahakan barang milik Negara yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-

baiknya. Oleh karena itu, disebutkan dalam Pasal 16 PMK no.59/ PMK.06/ 2005, maka

Kuasa Pengguna Barang melaksanakan akuntansi yang akan menghasilkan data transaksi

BMN, Laporan BMN, dan laporan manajerial lainnya termasuk yang sumber dananya

berasal dari anggaran pembiayaan dan perhitungan. Laporan ini kemudian akan

dikonsolidasikan ke Laporan BMN tingkat kementrian dan disampaikan kepada Mentri

Keuangan c.q Direktur Jendral Perbendaharaan setiap semester.

Menurut Pasal 3 (2) PP No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah, pengelolaan BMN/BMD meliputi hal-hal sebagai berikut:

a.perencanaan kebutuhan dan penganggaran;

b. pengadaan;

c.penggunaan;

d. pemanfaatan;

e.pengamanan dan pemeliharaan;

f. penilaian;

Page 24: Alfa FArlian

g. penghapusan;

h. pemindahtanganan;

i. penatausahaan;

j. pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Oleh karena itu, Kuasa Pengguna Barang dan Pengurus Barang pada suatu Satuan

Kerja sebenarnya merupakan manajer/pengelola barang yang ada dibawah

pertanggungjawabannya, sehingga penyelenggaraan manajemen barang/aset dapat

berjalan optimal bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya. Untuk ke depannya,

manajemen aset lebih ditujukan untuk menjamin pengembangan kapasitas yang

berkelanjutan dari pemerintah sehingga dapat meningkatkan pendapatan, yang akan

digunakan untuk membiayai kegiatan guna mencapai pemenuhan persyaratan optimal

bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya bagi masyarakat.

Menurut Doli D. Siregar(2004), manajemen aset terdiri atas lima tahapan kerja

yang satu dengan lainnya saling berhubungan dan terintegrasi seperti terlihat pada

gambar 2.1, yaitu:

Gambar 2.1

Alur Manajemen Aset

Page 25: Alfa FArlian

a. Inventarisasi Aset

Inventarisasi Aset terdiri atas dua aspek yaitu Aspek Fisik dan Aspek

Yuridis/Legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis,

alamat, dan lain-lain. Sedangakan Aspek Yuridis adalah status penguasaan, masalah

legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dll.

Proses kerja yang dilakukan antara lain adalah pendataan,

kodifikasi/labelling, pengelompokan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan

tujuan manajemen aset.

b. Legal Audit

Legal Audit merupakan satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa:

i) Inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau

pengalihan aset,

ii) Identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal, dan

iii) Strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal yang terkait

dengan penguasaan ataupun pengalihan aset.

Dalam pelaksanaan Legal Audit, permasalahan yang sering ditemui antara

lain:

i) Status hak penguasaan yang lemah,

ii) Aset dikuasai oleh pihak lain,

iii) Pemindahtanganan aset yang tidak termonitor, dll.

c. Penilaian Aset

Penilaian aset merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas

aset yang dikuasai. Biasanya dikerjakan oleh konsultan penilaian yang independen.

Hasil dari nilai tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan

maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang akan dijual.

Page 26: Alfa FArlian

d. Optimalisasi Aset

Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang

bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal

dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasai

Pemda diidentifikasi dan dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan yang

tidak memiliki potensi

Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokan berdasarkan sektor-sektor

unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional,

baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Sedangkan untuk

aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari faktor penyebabnya. Hasil akhir

dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program

untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.

e. Pengawasan dan Pengendalian

Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan dan pengalihan aset merupakan

suatu permasalahan yang sering menjadi hujatan terhadap Pemerintah pada saat ini.

Salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja aspek ini adalah

pengembangan SIMA. Melalui SIMA, transparansi kerja dalam pengelolaan aset

sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan

pengendalian yang lemah.

Dalam SIMA keempat aspek itu diakomodasi dalam sistem, dengan

menambahkan aspek pengawasan dan pengendalian. Setiap penanganan terhadap

satu aset, termonitor dengan jelas, mulai dari lingkup penanganan hingga siapa yang

bertanggungjawab menanganinya, sehingga akan meminimalkan KKN di

lingkungan Pemerintah.

Page 27: Alfa FArlian

BAB III

Profil Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu

Politeknik Kesehatan Bengkulu adalah unit pelaksana teknis Badan

Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) kesehatan.

Politeknik Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan profesional dalam

program Diploma I, II, III dan IV sesuai peraturan dan perundang – undangan yang

berlaku.

UPT ini memiliki Visi “Menghasilkan tenaga kesehatan profesional yang dapat

mewujudkan masyarakat mandiri dalam mencapai hidup sehat dan dapat bersaing di

pasar global”. Sedangkan Misi dari Poltekkes Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM serta sarana dan prasarana

pendidikan

b. Peningkatan mutu proses belajar dan mengajar yang efektif dan efisien

c. Mengembangkan koordinasi dan advokasi dengan stakeholder serta

kemitraan yang luas

d. Mengembangkan penelitian dan pengabdian masyarakat

e. Peningkatan dan pengembangan jurusan sesuai dengan potensi pasar

3.1 Sejarah Singkat Poltekkes Bengkulu

Politeknik Kesehatan Bengkulu pada awal berdirinyanya adalah Sekolah Pengatur

Perawat yang didirikan sesuai dengan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.06 /

Pend / 1968 tanggal 12 November 1968. Sekolah ini memulai tahun ajaran pertama pada

Januari 1969 sampai angkatan IX ditahun 1980, dengan jumlah lulusan 276 orang.

Selanjutnya pada tahun 1979 dimulai pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan

(SPK) yang didirikan sesuai SK.Menkes RI No.245/Menkes/SK/VI/1979 tanggal 27 Juni

1979. Pendidikan yang dimulai pada Januari 1979 tersebut berakhir pada tahun 1993.

Page 28: Alfa FArlian

Bersamaan dengan pendidikan SPK tersebut, juga dilaksanakan pendidikan sebagai

berikut :

a. Sekolah Pembantu Para Medis (SPPM)

SPPM ( Crash Program ) diselenggarakan sesuai dengan SK. Menkes RI

No. 107/B.Keu04/SK/I/1984 tanggal 12 Januari 1983, menerima siswa lulusan

SLTA, sampai dengan dua angkatan tahun 1983 dan 1984, jumlah lulusan 45

orang.

b. Supplementary Training Program

Didirikan sesuai dengan SK Kapusdiknakes Depkes RI No. 145/Um

Diknakes/X/1984 tanggal 22 Oktober 1984 dua angkatan, jumlah lulusan 65

orang.

c. Program Pendidikan Bidan

Mulai melaksanakan program pendidikannya terhitung mulai tahun 1987

(SK Menkes RI No.1753/Kep/Diknakes/V/1987) sampai dengan tahun 1999.

Untuk PBB A sebanyak dua belas angkatan dan PBB C satu angkatan.

Pada tahun 1993 berdiri Akademi Keperawatan (AKPER) Depkes Bengkulu.

Akademi ini merupakan konversi dari SPK Depkes Bengkulu sesuai SK. Menkes RI

No.HK.00.06.1.1.017, tanggal 04 Januari 1993. Pelaksanaan Akper sampai dengan tahun

2001 yaitu sebanyak delapan angkatan dengan lulusan sebanyak 265 orang.

Memasuki tahun 1998, Departemen Kesehatan (sekarang Kementrian Kesehatan)

mendirikan program pendidikan baru, yakni Akademi Kebidanan (AKBID). Akademi ini

diselenggarakan berdasarkan SK. Menkes. RI. No. HK.00.06.1.1.935 B tanggal 31 Maret

1998, penyelenggaraan pendidikan terhitung tahun 1998.

Pada tahun yang sama, di Kota Curup (Kabupaten Rejang Lebong) juga

diselenggarakan program pendidikan Akademi Keperawatan Depkes Curup. Akademi ini

juga merupakan hasil koversi dari SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) Curup, yang

didirikan sesuai dengan SK.Menkes RI nomor HK.00.06.102148 tanggal 18 Mei 1998.

SK yang penyelenggaraan pendidikannya dimulai tahun ajaran 1998/1999.

Page 29: Alfa FArlian

Pada tahun 2001, berdiri Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu. Institusi

pendidikan ini berdiri sesuai dengan keputusan Menkes dan Kesos RI tentang organisasi

dan Tata Kerja Politeknik Kesehatan No.HK.00.06.2.1.04516 tanggal 26 November 2001

tentang penetapan Polteknik Kesehatan Bengkulu. Diawal pendiriannya, Politeknik

Kesehatan Bengkulu menyelenggarakan dua program pendidikan, yakni Jurusan

Keperawatan dan Jurusan Kebidanan. Dua program pendidikan tersebut merupakan

konversi dari Akademi Keperawatan (Akper) Depkes Bengkulu dan Akademi Kebidanan

(Akbid) Depkes Bengkulu yang bersamaan dengan keluarnya surat keputusan ini berakhir

pelaksanaan program pendidikannya.

3.2 Profil Poltekkes Bengkulu

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)

dilingkungan Kementrian Kesehatan, dipimpin oleh Direktur yang berada dibawah Badan

Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara profesional bertanggung jawab

kepada kepala Pusdiknakes (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan).

Politeknik Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan profesional

dalam program Diploma I - Diploma III dan atau Diploma IV sesuai peraturan dan

program pendidikan D.III Kebidanan baik jalur umum, jalur khusus ataupun program

khusus, Diploma III Gizi dan Diploma III Keperawatan baik jalur umum, jalur khusus

ataupun program khusus. Pada tahun 2006 dibentuk kelas unggul keperawatan yang

berlokasi di Bengkulu namun merupakan bagian dari jurusan keperawatan di Curup

(Kabupaten Rejang Lebong).

Berdasarkan tugas Poltekkes Bengkulu sebagaimana telah disebutkan diatas,

dengan memperhatikan potensi yang tersedia serta masalah yang dihadapi, beberapa

tujuan yang ingin dicapai manajemen adalah sebagai berikut:

Tersediannya SDM, sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas dalam

jumlah yang sesuai

Menjadi Institusi pendidikan kesehatan yang bereputasi dimasyarakat.

Page 30: Alfa FArlian

Meningkatkan koordinasi dan advokasi jejaring taraf nasional maupun

internasional.

Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Terselenggarannya program unggulan.

Terwujudnya pendidikan D.IV dan pengembangan Jurusan baru.

Meningkatkan manajemen pengelolaan institusi pendidikan.

Untuk menyelenggarakan tugas sebagai penyelenggara program pendidikan di

lingkungan Kementrian Kesehatan, Politeknik Kesehatan Bengkulu mempunyai fungsi:

1. Pelaksana pengembangan pendidikan profesional dalam sejumlah keahlian di

bidang Kesehatan.

2. Pelaksana pengembangan dibidang profesioanal dan kesehatan.

3. Pelaksana pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan bidang yang

menjadi tugas dan tanggung jawab.

4. Pelaksanaan pembinaan citivitas akademika dan hubungan dengan

lingkungan.

5. Pelaksanaan kegiatan pelayanan administratif.

Saat ini, Poltekkes Bengkulu menyelenggarakan tiga jurusan program

pendidikan. Ketiga jurusan itu antara lain adalah:

1. Jurusan Kebidanan

2. Jurusan Gizi

3. Jurusan Keperawatan:

a.Program Pendidikan Keperawatan Bengkulu

b. Program Pendidikan Keperawatan Curup

Page 31: Alfa FArlian

Bagan Organisasi Poltekkes Bengkulu ditunjukkan pada gambar berikut ini:

Page 32: Alfa FArlian

Gam

bar

3.1

Bag

an O

rgan

isas

i Pol

tekk

es B

engk

ulu

Page 33: Alfa FArlian

3.3 Ikhtisar Kebijakan Akuntansi

Sesuai dengan Catatan Atas Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu, penyusunan

dan penyajian laporan keuangan telah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan

(SAP) yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam penyusunan laporan keuangan tersebut juga

telah diterapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan

pemerintahan.

Adapun prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan

keuangan Politeknik Kesehatan Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan

Pendapatan adalah semua penerimaan Kas Umum Negara (KUN) yang

menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang

menjadi hak pemerintah pusat dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah

pusat. Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada KUN. Akuntansi

pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan

penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan

dengan pengeluaran). Pendapatan disajikan sesuai dengan jenis pendapatan.

b. Belanja

Belanja adalah semua pengeluaran KUN yang mengurangi ekuitas dana

lancar dalam periode tahun yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh pemerintah pusat. Belanja diakui pada saat terjadi

pengeluaran kas dari KUN. Khusus pengeluaran melalui bendahara

pengeluaran, pengakuan belanja terjadi pada saat pertanggungjawaban atas

pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

(KPPN).

Belanja disajikan dimuka laporan keuangan menurut klasifikasi

ekonomi/jenis belanja, sedangkan di Catatan atas Laporan Keuangan, belanja

disajikan menurut klasifikasi organisasi dan fungsi.

Page 34: Alfa FArlian

c.Aset

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh

pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat

ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh

pemerintah maupun oleh masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,

termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa

bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan

sejarah dan budaya. Dalam pengertian aset ini tidak termasuk sumber daya alam

seperti hutan, kekayaan di dasar laut, dan kandungan pertambangan. Aset diakui

pada saat diterima atau pada saat hak kepemilikan berpindah.

Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar, Investasi, Aset Tetap, dan Aset

Lainnya.

a. Aset Lancar

Aset Lancar mencakup kas dan setara kas yang diharapkan segera

untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12

(dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset lancar ini terdiri dari kas,

piutang, dan persediaan.

Kas disajikan di neraca dengan menggunakan nilai nominal. Kas

dalam bentuk valuta asing disajikan di neraca dengan menggunakan kurs

tengah BI pada tanggal neraca.

Piutang dinyatakan dalam neraca menurut nilai yang timbul

berdasarkan hak yang telah dikeluarkan surat keputusan penagihannya.

Tagihan Penjualan Angsuran (TPA) dan Tuntutan Ganti Rugi

(TGR) yang akan jatuh tempo 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca

disajikan sebagai bagian lancar TPA/TGR.

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau

perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional

pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau

diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

Page 35: Alfa FArlian

Persediaan dicatat di neraca berdasarkan:

harga pembelian terakhir, apabila diperoleh dengan pembelian,

harga standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri,

harga wajar atau estimasi nilai penjualannya apabila diperoleh

dengan cara lainnya seperti donasi/ rampasan.

b. Aset Tetap

Aset tetap mencakup seluruh aset yang dimanfaatkan oleh

pemerintah maupun untuk kepentingan publik yang mempunyai masa

manfaat lebih dari satu tahun. Aset tetap dilaporkan pada neraca Satker per

31 Desember 2009 berdasarkan harga perolehan.

Pengakuan aset tetap yang perolehannya sejak tanggal 1 Januari 2002

didasarkan pada nilai satuan minimum kapitalisasi, yaitu:

Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin dan peralatan

olah raga yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp. 300.000

(tiga ratus ribu rupiah), dan

Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama

dengan atau lebih dari Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).

Pengeluaran yang tidak tercakup dalam batasan nilai minimum

kapitalisasi tersebut di atas, diperlakukan sebagai biaya kecuali

pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya

berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.

c. Aset Lainnya

Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi

jangka panjang, dan aset tetap. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah

Tagihan Penjualan Angsuran (TPA), Tagihan Tuntutan Ganti Rugi (TGR)

yang jatuh tempo lebih dari satu tahun, Kemitraan dengan Pihak Ketiga,

Dana yang Dibatasi Penggunaannya, Aset Tak Berwujud, dan Aset Lain-

lain.

Page 36: Alfa FArlian

TPA menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan

aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah yang dinilai

sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang

bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayar oleh

pegawai ke kas negara atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran.

TGR merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara/

pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut

penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat

langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan yang melanggar

hukum yang dilakukan oleh bendahara/pegawai tersebut atau kelalaian

dalam pelaksanaan tugasnya. TPA dan TGR yang akan jatuh tempo lebih

dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca disajikan sebagai aset

lainnya.

Kemitraan dengan pihak ketiga merupakan perjanjian antara dua

pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan

yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha

yang dimiliki.

Dana yang Dibatasi Penggunaannya merupakan kas atau dana yang

alokasinya hanya akan dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan tertentu

seperti kas besi perwakilan RI di luar negeri, rekening dana reboisasi, dan

dana moratorium Nias dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Aset Tak Berwujud merupakan aset yang dapat diidentifikasi dan

tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam

menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya

termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset Tak Berwujud meliputi

software komputer; lisensi dan franchise; hak cipta (copyright), paten,

goodwill, dan hak lainnya, hasil kajian/penelitian yang memberikan

manfaat jangka panjang.

Aset Lain-lain merupakan aset lainnya yang tidak dapat

dikategorikan ke dalam TPA, Tagihan TGR, Kemitraan dengan Pihak

Page 37: Alfa FArlian

Ketiga, maupun Dana yang Dibatasi Penggunaannya. Aset lain-lain dapat

berupa aset tetap pemerintah yang dihentikan dari penggunaan aktif

pemerintah. Di samping itu, piutang macet Satker yang dialihkan

penagihannya kepada Departemen Keuangan cq. Ditjen Kekayaan Negara

juga termasuk dalam kelompok Aset Lain-lain.

d. Kewajiban

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang

penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi

pemerintah. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena

penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan,

entitas pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah

juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah.

Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari

kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. Kewajiban

pemerintah diklasifikasikan kedalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban

jangka panjang.

a. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek

jika diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu dua belas

bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek meliputi Utang

Kepada Pihak Ketiga, Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), Bagian

Lancar Utang Jangka Panjang, Utang Bunga (accrued interest) dan Utang

Jangka Pendek Lainnya.

b. Kewajiban Jangka Panjang

Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika

diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua

belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban dicatat sebesar nilai

nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali

transaksi berlangsung.

Page 38: Alfa FArlian

Aliran ekonomi sesudahnya seperti transaksi pembayaran,

perubahan penilaian karena perubahan kurs mata uang asing, dan

perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan

menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.

e.Ekuitas Dana

Ekuitas dana merupakan kekayaan bersih pemerintah, yaitu selisih antara

aset dan utang pemerintah. Ekuitas dana diklasifikasikan Ekuitas Dana Lancar

dan Ekuitas Dana Investasi. Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset

lancar dan utang jangka pendek. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan selisih

antara aset tidak lancar dan kewajiban jangka panjang.

3.4 Aset Tetap Poltekkes Bengkulu

Aset tetap di Poltekkes Bengkulu dicatat dengan biaya perolehan aset tersebut

dikurangin dengan akumulasi penyusutan. Yang termasuk dalam aset tetap Poltekkes

Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Tanah

Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh

dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam

kondisi siap dipakai.

Menurut petunjuk pelaksanaan aset di Poltekkes Bengkulu, tanah dinilai

dengan biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya

pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya

pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan

sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua

yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut

dimaksudkan untuk dimusnahkan. Apabila penilaian tanah dengan menggunakan

biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai tanah didasarkan pada nilai

wajar/harga taksiran pada saat perolehan.

Page 39: Alfa FArlian

b. Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang

dibeli atau dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional

pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan

Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan

Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol.

Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada

periode akuntansi ketika asset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja

modal yang diakui untuk aset tersebut. Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari

donasi diakui pada saat Gedung dan Bangunan tersebut diterima dan hak

kepemilikannya berpindah. Pengakuan atas Gedung dan Bangunan ditentukan

jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan.

Penambahan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan yang disebabkan

pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan

ditambahkan pada harga perolehan Gedung dan Bangunan tersebut.

Pengembangan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan karena

peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan

efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian. Pengurangan adalah penurunan

nilai Gedung dan Bangunan dikarenakan berkurangnya kuantitas asset tersebut.

c. Peralatan dan Mesin

Peralatan dan mesin dicatat sebesar biaya perolehannya. Peralatan dan

Mesin yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset

tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset

tersebut.Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada saat

Peralatan dan Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.

Pengakuan atas Peralatan dan Mesin ditentukan jenis transaksinya meliputi:

penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan

nilai Peralatan dan Mesin yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau

Page 40: Alfa FArlian

diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga

perolehan Peralatan dan Mesin tersebut.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang

dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap

dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan,

Bangunan Air, Instalasi, dan Jaringan.

Jalan, irigasi, dan jaringan diakui sebesar biaya perolehan. Biaya

perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai.

Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain

yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Biaya

perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak

meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan,

biaya pengosongan, dan pembongkaran bangunan lama. Biaya perolehan untuk

jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya

langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga

kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya

pengosongan dan

pembongkaran bangunan lama.

e. Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan

ke dalam kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan,

Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional

pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori

aset ini adalah Koleksi Perpustakaan/ Buku, Barang Bercorak Kesenian/

Kebudayaa /Olah Raga, Hewan, Ikan dan Tanaman.

Aset tetap lainnya diakui sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset

tetap lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak,

Page 41: Alfa FArlian

biaya perencanaan dan pengawasan, serta biaya perizinan. Biaya perolehan asset

tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak

langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya

perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.

f. Konstruksi Dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses

pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan

mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan

jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau

pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai.

Konstruksi dalam pengerjaan dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya

perolehan konstruksi yang dikerjakan secara swakelola meliputi:

Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi yang

mencakup biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; biaya bahan;

pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi

konstruksi; penyewaan sarana dan peralatan; serta biaya rancangan dan

bantuan teknis yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi.

Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat

dialokasikan ke konstruksi tersebut mencakup biaya asuransi; Biaya

rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan

dengan konstruksi tertentu; dan biaya-biaya lain yang dapat

diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti

biaya inspeksi.

Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan kontrak konstruksi meliputi:

Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan

tingkat penyelesaian pekerjaan;

Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan

dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.

Page 42: Alfa FArlian

BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH

1 Manajemen Aset Tetap

1.1 Inventarisasi Barang Milik Negara di Poltekkes Bengkulu

Dalam pelaksanaan manajemen BMN, Poltekkes Bengkulu melakukan

inventarisasi ulang pada tahun 2008. Inventarisasi ulang ini dilakukan dengan sistem

kodefikasi pada BMN. Hal ini ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam hal

penatausahaan ataupun dalam hal pembukuan aset sehingga seluruh aset tersebut dapat

dibukukan secara seragam dan juga dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi

yg berkenaan dengan BMN, seperti jumlah fisik, lokasi, dan kondisinya.

Pengelolaan BMN di Poltekkes Bengkulu dilakukan oleh Unit Urusan Umum dan

Humas di bawah Sub Bagian Administrasi Umum. Bagian ini melakukan tugas

menghimpun data inventaris/ aset termasuk menyimpan seluruh dokumen kepemilikan.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Bagian Urusan Umum dan Humas dibantu oleh pengurus

barang yang ada pada masing-masing unit kerja dan secara periodik (persemester atau

pertahun) menyampaikan Rekapitulasi Inventaris kepada Bagian Urusan Umum dan

Humas.

Tahapan Inventarisasi BMN di Poltekkes Bengkulu adalah sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Menbentuk tim inventarisasi

b. Membagi tugas adan menyusun jadwal pelaksanaan inventarisasi

c. Mengumpulkan dokumen BMN

Page 43: Alfa FArlian

d. Menyiapkan label sementara

e. Membuat denah ruangan, memberi nomor ruangan dan menentukan

penanggung jawab ruangan

f. Menyiapkan kertas kerja inventarisasi

2. Pelaksanaan

a. Menghitung jumlah BMN per sub-sub kelompok barang

b. Mencatat BMN ke dalam kertas kerja inventarisasi

c. Menempelkan label pada BMN yang telah dihitung

d. Menentukan kondisi BMN dengan kriteria baik, rusak ringan, atau rusak berat

e. Menyusun Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)

f. Membandingkan LHI dengan dokumen BMN yang ada

g. Membuat daftar BMN yang tidak ditemukan, belum pernah dicatat, dan rusak

berat serta daftar koreksi nilai

h. Menyampaikan LHI kepada Pengelola Barang

3. Tindak Lanjut

a. Menelusuri BMN yang tidak ditemukan

b. Membuat usulan penghapusan BMN yang rusak berat

c. Menindaklanjuti hasil inventarisasi ke dalam SIMAK-BMN

Kegiatan inventarisasi dimulai dengan membuat kodefikasi BMN. Sistem

kodefikasi BMN di Poltekkes Bengkulu didasarkan pada penggolongan, kepemilikan,

dan lokasi barang sesuai dengan kode yang ditetapkan oleh Kementrian Keuangan.

Menurut kode yang ditetapkan Kementrian Keuangan dalam PMK No.59/PMK.06/2005

Page 44: Alfa FArlian

tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, barang dapat

diklasifikasi ke dalam golongan, bidang, kelompok, subkelompok dan sub-subkelompok.

Kodefikasi BMN yang diterapkan di Poltekkes Bengkulu terdiri dari kode lokasi

ditambah dengan tahun perolehan dan kode barang ditambah dengan nomor urut

pendaftaran. Kode lokasi adalah kode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi unit

penaggung jawab akuntansi BMN. Kode ini terdiri dari 15 angka yang memuat kode

UAPB, UAPPB-E1, UAPPB-W, UAKPB, dan UAPKPB dengan sususan sebgai berikut:

Gambar 4.1

Kode Lokasi BMN

Sumber: Lampiran IV PMK no. 59/PMK.06/2005

Penjelasan kode lokasi BMN diatas adalah sebagai berikut:

a. Kode UAPB,mengacu kepada kode Bagian Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga yang bersangkutan.

b. Kode UAPPB-E1, mengacu kepada Kode Anggaran unit eselon I pada

Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan

c. Kode UAPPB-W, mengacu kepada Kantor Wilayah atau Kode Wilayah

Anggaran. Unit kerja pada kantor pusat kementerian negara/lembaga dan unit

eselon-1, kode UAPPB–W diisi dengan 00

Page 45: Alfa FArlian

d. Kode UAKPB, mengacu kepada Kode Satuan Kerja pada DIPA

e. Kode UAPKPB (Unit Akuntansi Pembantu Kuasa Pengguna Barang),

sebelumnya mengacu kepada urutan nomor Bagian Proyek yang tercantum pada

kode DIP untuk Bagian Proyek, karena saat ini sudah tidak ada proyek maka

cukup diisi 000 atau diisi kode UAPKPB. Pembentukan UAPKPB bersifat

opsional untuk UAKPB yang satu atau beberapa bagiannya terpisah oleh jarak

yang relatif jauh dan atau span of controll yang terlalu besar. Pembentukan

UAPKPB harus dikonsultasikan dengan dan disetujui oleh penanggungjawab

UAPPB-E1.

Sedangkan kode barang dari BMN terdiri dari golongan, bidang, subkelompok,

dan sub-subkelompok sebagai berikut:

Gambar 4.2

Kode Barang BMN

Sumber: Lampiran IV PMK no. 59/PMK.06/2005

Pengelompokan/klasifikasi BMN seperti tersebut di atas berhubungan dengan

Sistem Akuntansi BMN pada masing-masing jenjang organisasi Akuntansi BMN. Pada

tingkat UAKPB, BMN berupa aset tetap diklasifikasikan ke dalam sub-sub kelompok,

pada tingkat UAPPB-W diklasifikasi ke dalam sub kelompok, pada tingkat UAPPB-E1

Page 46: Alfa FArlian

dan UAPB diklasifikasikan ke dalam kelompok. Sedangkan BMN berupa persediaan

pada tingkat UAKPB dan UAPPB-W diklasfikasikan ke dalam sub kelompok, sedangkan

pada tingkat UAPPB-E1 dab UAPB diklasifikasikan ke dalam kelompok.

Dengan demikian, Kode Registrasi adalah kode yang terdiri dari Kode Lokasi

ditambah dengan tahun perolehan dan Kode Barang ditambah dengan nomor urut

pendaftaran. Kode registrasi merupakan tanda pengenal BMN dengan susunan kode

seperti pada gambar 4.3.

Sebagai contoh

Page 47: Alfa FArlian

1.2 Legal Audit

Dalam rangka inventarisasi BMN, Poltekkes Bengkulu juga telah melakukan legal

audit, yaitu menentukan inventarisasi satatus penguasaan aset. Bagian Umum dan Humas

Poltekkes Bengkulu telah melakukan pengecekan status penguasaan aset dengan cara

mengecek semua sertifikat dan bkti kepemilikan aset, seperti sertfifikat tanah, BPKB

kendaraan bermotor dan sebagainya.

Legal audit yang dilakukan Poltekkes Bengkulu telah memberikan manfaat yang

besar terutama untuk menentukan BMN mana yang seharusnya diikutsertakan dalam

pencatatan aset tetap pada laporan keuangannya. Legal audit juga dapat digunakan untuk

mengatasi berbagai permasalahan legal menyangkut status kepemilikan suatu aset, antara

lain status hak oenguasaan yang lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset

yang tidak termonitor, dan lain-lain. Sebagai bukti, Poltekkes Bengkulu dapat

mengetahui adanya tanah dan bangunan di Gang Haji Nazir senilai Rp 397.740.000 yang

seharusnya menjadi tanah yang dikelola Poltekkes Bengkulu dan saat ini sedang di kuasai

oleh pihak lain. Tanah dan bangunan ini kemudian dikeluarkan dari laporan keuangan

dikarenakan status penguasaaan atau pengelolaannya sedang tidak berada ditangan

Poltekkes Bengkulu.

1.3 Penilaian Aset

Penilaian aset merupakan suatu proses kerja dalam manajemen aset tetap dimana

dalam proses ini dilakukan penilaian atas aset yang sedang dikuasai. Penilaian aset

dilakukan tim independen di tahun 2009 dengan hasil penilaian berupa saldo aset tetap

pada laporan keuangan per 31 Desember 2009 sebesar Rp 57.511.807.392 dengan rincian

seperti pada table 4.1. Saldo ini kemudin digunakan sebagai saldo awal aset tetap untuk

periode akuntansi berikutnya.

Penilaian aset tetap pada tahun 2009 telah memberikan saldo aset yang lebih

relevan bagi pencatatan di laporan keuangan periode terkait dan periode selanjutnya.

Namun, ada beberapa aset, misalnya alat peraga kesehatan berupa kerangka manusia

yang terbuat dari kayu yang sudah ada sejak tahun 1980, yang tidak dapat dinilai fair

Page 48: Alfa FArlian

value-nya pada saat penilaian aset ini. Hal ini disebabkan karena aset yang bersangkutan

sudah sangat tua dan tidak lagi ada pasar untuk aset tersebut, sehingga aset tersebut sulit

diperkirakan nilainya di masa kini. Dengan demikian, penilaian aset ini tidak dapat

dikatakan berhasil sepenuhnya dalam memperkirakan nilai aset di Poltekkes Bengkulu.

Tabel 4.1

Rincian Nilai Aset Tetap Poltekkes Bengkulu per 31 Desember 2009

Sumber: Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu per 31 Desember 2009

1.4 Optimalisasi Aset

Optimalisasi aset merupakan salah satu proses kerja dalam manajemen aset.

Proses kerja ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah /

volume, legal dan ekonomi yang dimiliki ast tersebut. Pada tahapan ini, aset yang

dikuasai pemerintah diidentifikasi dan di kelompokkan atas aset yang memiliki potensi

dan yang tidak memiliki potensi.

Menurut Doli D. Siregar (2004), pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan

barang milik daerah yang tidak lagi digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

Satker yang bersangkutan, akan dimanfaatkan secara optimal oleh pihak ketiga dengan

tidak mengubah status kepemilikan. Bentuk-bentuk optimalisasi pemanfaatan aset milik

daerah dapat berupa (Supriyadi, 2008, p.33):

a. Penyewaan aset

Penyewaan BMN adalah penyerahan hak penggunaan/pemakaian atas aset daerah

kepada Pihak Ketiga dalam hubungan sewa-menyewa dimana pihak penyewa

Page 49: Alfa FArlian

diharuskan membayar imbalan/uang sewa untuk jangka waktu tertentu yang

dibayar secara bulanan atau tahunan untuk masa jangka waktu tertentu.

b. Pinjam Pakai

Pinjam pakai atau peminjaman adalah penyerahan peminjaman BMN kepada

suatu instansi pemerintah atau kepada pihak lain yang ditetapkan dengan

peraturan perundang-undangan untuk jangka waktu tertentu tanpa imbalan/ sewa.

c. Kerjasama Pemanfaatan (KSP)

Kerjasama pemanfaatan BMN dimana Pihak Ketiga Menanamkan modal yang

dimilikinya. Selanjutnya pihak kedua secara bersama-sama atau sendiri-sendiri

ataupun bergantian mengelola manajemen dan proses operasi nya untuk jangka

waktu tertentu dan keuntungan dibagi sesuai dengan besarnya sharing masing-

masing atau berdasarkan yang telah disepakati kedua pihak sebelumnya.

d. Bangun Guna Serah (BSG) dan Bangun Serah Guna (BGS)

BGS merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swata bertanggungjawab

membangun, termasuk membiayainya yang kemudian dilanjutkan dengan

pengoprasian dan pemeliharaannya, untuk suatu jangka waktu tertentu. BGS

merupak bentuk kerjaasama dimana mitra swasta bertanggungjawab membangun

bangunan serta fasiltasnya, termasuk membiayainya.

Menurut Laporan BMN, pada tahun anggaran 2008 Poltekkes Bengkulu

melakukan optimalisasi aset yakni penyewaan aset berupa rumah dinas. Rumah dinas

tersebut disewakan karena sejak pertengahan 2007, rumah dinas tersebut tidak digunakan

oleh pejabat yang bersangkutan. Selain itu, terdapat juga ruangan dalam lingkup

Poltekkes Bengkulu yang disewakan kepada pihak lain yang digunakan untuk usaha

photo copy. Tetapi pada tahun anggaran 2009 tidak ada optimalisasi aset berupa

penyewaan aset, dikarenakan kontrak penyewaan rumah dinas dan ruangan yang telah

disebutkan di atas tidak diperpanjang oleh pihak penyewa.

Page 50: Alfa FArlian

1.5 Pengawasan dan Pengendalian Aset

Menurut Doli D. Siregar (2004), salah satu sarana yang efektif untuk

meningkatkan kinerja keempat aspek diatas adalah pengembangan Sistem Informasi

Manajemen Aset (SIMA). Dalam sistem ini, keempat aspek tersebut diakomodasi dalam

sistem dengan menambahakan aspek pengawasan dan pengendalian, sehingga tiap

penanganan terhadap aset dapat termonitor dengan jelas, mulai dari lingkup penanganan

hingga siapa yang bertanggungjawab menanganinya (Supriyadi, 2008, p.30).

SIMA di Poltekkes Bengkulu diakomodasi dalam aplikasi SIMAK-BMN yang

juga menjadi aplikasi bagi penerapan SABMN. Lewat aplikasi ini, dilakukan pemantauan

(monitoring) terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,

pemeliharaan, dan pengamanan BMN yang berada dibawah penguasaannya. Hasil dari

kegiatan monitoring tersebut dilaporkan dalam Formulir Monitoring Pengguna/Pemakai

Barang/ Aset Milik Negara yang dilaporkan tipa semester kepada Kementriaan Keuangan

bersamaan dengan Laporan BMN.

2 Penerapan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)

dilingkungan Kementrian Kesehatan, yang ini berdiri sesuai dengan keputusan Menkes

dan Kesos RI tentang organisasi dan Tata Kerja Politeknik Kesehatan

No.HK.00.06.2.1.04516 tanggal 26 November 2001 tentang penetapan Polteknik

Kesehatan Bengkulu. Menurut pasal 8 PMK No.59/PMK.06/2005, setiap kementrian/

lembaga wajib melaksanakan SAI, yang terdiri dari SAK dan SABMN. Oleh karena itu,

Poltekkes Bengkulu sebagai PUT di lingkungan Kementrian Kesehatan juga wajib

melaksanakan SAI tersebut.

Penerapan SABMN di Poltekkes Bengkulu dimulai tahun 2008. Dalam

menjalankan Sistem Akuntansi BMN (SABMN), Poltekkes Bengkulu menggunakan

aplikasi SIMAK-BMN yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan pada tahun 2006,

dan kemudian diperbaharui pada tahun 2007 dan 2008 untuk menyempurnakan

Page 51: Alfa FArlian

kelemahan pada sistem sebelumnya. Simak-BMN ini digunakan sebagai aplikasi untuk

akuntansi aset tetap, yang dimulai pada saat mencatat aset pada saat baru diperoleh,

hingga merekapitulasi jumlah tercatat aset untuk dijadkan jumlah tercatat pada Neraca

dan menghasilkan daftar BMN sebagai bahan Catatan atas Laporan Keuangan.

2.1 Pencatatan Aset Tetap

Dalam melakukan pencatatan aset tetap, Poltekkes Bengkulu selalu melakukan

pencatatan (recording) dokumen sumber, verifikasi dan pelaporan BMN. Dokumen

sumber dalam SABMN berasal dari transaksi BMN yang sumber dananya berasal dari

DIPA maupun dana dari pendapatan institisu pendidikan. Dokumen sumber yang

digunakan dalam proses akuntansi BMN di Poltekkes Bengkulu adalah sebagai berikut:

a. Saldo awal

Menggunakan catatan dan/ atau Laporan BMN perode sebelumnya. Saldo

awal aset tetap yang digunakan di Poltekkes Bengkulu adalah saldo dari periode

sebelumnya, yang dimasukkan sebagai saldo awal pada aplikasi SIMAK-BMN.

Saldo aset tetap per 31 Desember 2008 adalah sebesar Rp21.273.659.287 adalah

hasil inventarisasi fisik. Sedangkan saldo aset tetap per 31 Desember 2009 sebesar

Rp57.511.807.392 yang merupakan saldo 2008 ditambah dengan pembelian yang

dilakukan dengan dana DIPA maupun dana pendapatan institusi pendidikan.

b. Perolehan/ Pengembangan/ Penghapusan

Berita Acara Serah Terima BMN

Merupakan bukti penyerahan BMN yang berasal dari pihak lain, misalnya

untuk BMN yang berasal dari hibah.

Bukti Kepemilikan BMN

Dibuktikan dengan sertifikat tanah, surat bukti kepemilikan BMN atas

nama Pemerintah RI untuk bangunan dan surat kepemilikan lain untuk

Page 52: Alfa FArlian

BMN lain selain tanah dan bangunan, misalnya BPKB untuk kendaraan

bermotor.

Surat Perintah Membeli (SPM)/ Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)

SPM merupakan surat untuk membeli BMN, dan SPM yang telah disetujui

dikeluarkan SP2D-nya

Faktur Pembelian

Kuitansi

Surat Keputusan Penghapusan

Surat Keputusan Penghapusan merupakan surat persetujuan Mentri

Keuangan atau usulan penghapusan BMN yang diajukan oleh Poltekkes

Bengkulu selaku Kuasa Pengguna Barang

Dokumen lain yang sah

Jenis transaksi yang dicatat dalam SABMN meliputi tiga jenis, yaitu:

a. Perolehan BMN

Saldo Awal BMN merupakan saldo BMN pada awal tahun anggaran

berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannnya SABMN yang merupakan

akumulasi dari seluruh transaksi BMN tahun sebelumnya. Perolehan BMN yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

Pembelian, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil pembelian.

Pembelian tahun 2008 tercatat sebesar Rp.488.977.248. Sedangkan

pembelian tahun 2009 tercatat sebesar Rp.7.250.215.832.

Hibah, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil penerimaan dari

pihak ketiga diluar Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

Sumbangan

b. Perubahan/ Mutasi BMN

Perubahan/ mutasi BMN dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

Page 53: Alfa FArlian

Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan kuantitas/nilai BMN

yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang pengurangannya

tidak menyebabkan keseluruhan BMN hilang.

Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN yang

dikapitalisir yang mengakibatkan pemindahbukuan dari BI

Ekstrakomptabel ke BI Intrakomptabel atau perubahan nilai/satuan BMN

dalam BI Intrakomptabel.

Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi BMN.

Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas, merupakan koreksi pencatatan atas

nilai/kuantitas BMN yang telah dicatat dan telah dilaporkan sebelumnya.

Mutasi BMN berdasarkan laporan BMN 2009 adalah bertambah senilai

Rp.29.631.480.898, dan berkurang sebesar Rp.2.499.057.663.

c. Penghapusan BMN

Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN dari

pembukuan berdasarkan suatu surat keputusan pengahapusan oleh instansi yang

berwenang. Penghapusan meliputi hal-hal berikut ini:

Transfer Keluar, merupakan transaksi penyerahan BMN ke UAKPB lain

dalam satu UAPB di lingkungan Kementrian Kesehatan.

Hibah, merupakan transaksi penyerahan BMN kepada pihak ketiga.

Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN ke dalam klasifikasi

BMN yang lain. Transaksi ini berkaitan dengan transaksi Reklasifikasi

Masuk.

Koreksi Pencatatan, merupakan transaksi untuk mengubah catatan BMN

yang telah dilaporkan sebelumnya.

Pada tahun 2009, total nilai BMN yang telah dihapus adalah sebesar

Rp.1.6287.330.733. Nilai pengapusan tersebut bukan hanya berasal dari

pengajuan penghapusan tahun 2009, tetapi juga pengajuan penghapusan tahun

2008 yang baru direalisasikan pada tahun 2009. Proses penghapusan ini

merupakan suatu masalah tersendiri terkait dengan birokrasi berjenjang yang

berlaku. Permasalahan penghapusan ini akan lebih lanjut dibahas pada

pembahasan selanjutnya.

Page 54: Alfa FArlian

Dalam Aplikasi SIMAK-BMN di Poltekkes Bengkulu ada beberapa

dokumen yang dihasilkan. Dokumen itu antara lain adalah sebagai berikut:

a. Buku Inventaris (BI) Intrakomptabel

b. Buku Inventaris (BI) Ekstrakomptabel

c. Buku Persediaan

d. Kartu Inventaris Barang (KIB) Tanah

e. Kartu Inventaris Barang (KIB) Bangunan Gedung

f. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Angkutan Bermotor

g. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Persenjataan

h. Daftar Inventaris Lainnya (DIL)

i. Daftar Inventaris Ruangan (DIR)

j. Laporan BMN Semesteran dan tahunan, meliputi Laporan BMN

gabungan Intrakomptable dan Ekstrakomptabel

k. Laporan Kondisi Barang (LKB)

Poltekkes Bengkulu tidak terdapat Buku Barang Bersejarah.

Data neraca untuk aset tetap sudah menggunakan data hasil dari SABMN

melalui aplikasi SIMAK-BMN. Data aset tersebut kemudian diposting kedalam

SAK melalui fasilitas jurnal aset. Contoh jurnal aset adalah sebagai berikut:

Jurnal Standar saldo awal Aset Tetap

DR Aset Tetap XXX

CR Diinvestasikan dalam aset tetap XXX

Jurnal Belanja Modal (Capital Expenditures)

Khusus realisasi Belanja Modal, terdapat perlakuan khusus dalam

pencatatan transaksi ini karena pada saat belanja modal direalisasikan

tidak hanya transaksi keuangan yang terkait, namun juga transaksi aset.

Pencatatan ini seringkali disebut juga dengan jurnal ikutan atau jurnal

korolari yang mengikuti setiap adanya belanja modal. Jurnal korolari ini

hanya dicatat dalam SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Aset Tetap

Page 55: Alfa FArlian

Sebelum Disesuaikan, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset

Tetap. Jurnal untuk SAI dan SAU adalah sebagai berikut:

DR Belanja Modal XXX

CR Kas pada KPPN/BUN XXX

DR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan XXX

CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap XXX

Pada saat aset tetap diakui, Jurnal Standar di SAI akan dilakukan

penyesuaian dengan mendebet perkiraan Aset tetap yang sudah definitif,

dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Selain itu apabila

aset tetap sudah diakui maka harus ada pembatan jurnal korolari yang

pernah dibuat saat terjadi belanja modal yaitu dengan mendebet akun

Diinvestasikan dalam Aset Tetap dan mengkredit akun Aset Tetap

Sebelum Disesuaikan.

DR Aset Tetap XXX

CR Diinvestasikasn dalam Aset Tetap XXX

DR Diinvestasikasn dalam Aset Tetap XXX

CR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan XXX

Jurnal Penerimaan Hibah

DR Aset Tetap XXX

CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap XXX

Jurnal Penggantian Aset Tetap dengan Aset Tetap Lain (Kasus Rugi)

DR Aset Tetap XXX

DR Akumulasi Penyusutan Aset Tetap XXX

DR Rugi PEghapusan Aset Tetap XXX

CR Aset Tetap XXX

CR Kas XXX

Jurnal aset ini sesuai dengan jurnal yang termuat dalam Direktur Jendral

Perbendaharaan No. Per-01/PB/2005 tentang Pedoman Jurnal Standard an Posting

Rules pada Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat.

2.2 Pengakuan dan Pengklasifikasian BMN

Page 56: Alfa FArlian

Penerapan kapitalisasi dalam Akuntansi BMN mengacu pada keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 01/KM.12/2001 tanggal 18 Mei 2001 tentang

Pedoman Kapitalisasi BM/KN dalam Sistem Akuntansi Pemerintah. Penerapan

kapitalisasi dalam Akuntansi BMN, mengakibatkan Poltekkes Bengkulu membagi Buku

Inventaris dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Buku Inventaris (BI) Intrakomptabel

BMN yang dicatat dalam BI Intrakomptabel adalah sebagai berikut:

1. Barang yang tidak bergerak dan barang bergerak yang mempunyai Nilai

Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap, yaitu Rp.300.000 untuk

peralatan dan mesin serta RP.10.000.000 untuk bangunan

2. Penerimaan barang barang tidak bergerak akibat pertukaran dari pihak lain

yang tidak dikapitalisasi

3. Transfer masuk/penerimaan dari pertukaran/pengalihan masuk yang tidak

dikapitalisasi

b. BI Ekstrakomptabel, mencakup BMN berupa aset tetap yang tidak memenuhi

kriteria kapitalisasi. BMN yang dimasukkan dalam kriteria ekstrakomptabel

dicatat sebagai beban periodic dan tidak dimasukkan ke dalam jumlah tercatat

aset pada Neraca.

2.3 Penyajian BMN

Penyajian jumlah tercatat BMN untuk tahun anggaran 2009 dapat dilihat pada

table 4.2.

Tabel 4.2

Rincian Aset Tetap Menurut Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu

per 31 Desember 2009

Nama Aset Tetap Saldo

Tanah 6.240.100.000

Peralatan dan Mesin 26.345.124.715

Gedung dan Bangunan 13.996.127.200

Jalan/Irigasi/Jaringan 79.452.000

Page 57: Alfa FArlian

Aset Tetap Lainnya 1.829.498.677

Konstruksi Dalam Pengerjaan 9.021.531.800

Jumlah 57.511.807.392

Sumber: Laporan Keuangan Poltekkes Bengkulu per 31 Desember 2009

2.3.1 Tanah

Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan

maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap

dipakai.

Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi

perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah.

Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara hukum maka tanah

tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaannya telah berpindah,

misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik

sebelumnya.

Saldo tanah per 31 Desember 2009 sebesar Rp. 6.240.100.000,- mengalami

kenaikan sebesar Rp. 6.157.514.300 yaitu penyesuaian terhadap harga tanah

dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Rp. 82.585.700.

Penerapan pengakuan Tanah di Poltekkes Bengkulu telah sesuai dengan PSAK 16

maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa tanah diakui pada

saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak kepemilikannya telah diserahkan.

Pengukuran tanah juga telah sesuai dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada

PSAK 16 dan PSAP 07.

2.3.2 Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau

dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan

dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah

Page 58: Alfa FArlian

BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan Menara, Rambu-rambu,

serta Tugu Titik Kontrol.

Saldo Gedung dan Bangunan per 31 Desember 2009 sebesar Rp.

13.996.127.200,- naik sebesar Rp.5.520.285.475 dibandingkan dengan periode tahun

sebelumnya sebesar Rp.8.475.841.725.

Penerapan pengakuan gedung dan bangunan di Poltekkes Bengkulu telah sesuai

dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa

gedung dan bangunan diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak

kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran gedung dan bangunan juga telah sesuai

dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

2.3.3 Peralatan dan Mesin

Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat

elektronik, dan seluruh inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya

lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan

Mesin bisa meliputi: Alat Besar, Alat Angkutan, Alat Ukur, Alat Kantor dan Rumah

Tangga, Alat Komunikasi, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium,

Komputer, serta Alat Peraga.

Saldo peralatan dan mesin per 31 Desember 2009 sebesar Rp.26.345.124.715,

naik sebesar Rp.15.859.030.077 dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya sebesar

Rp.10.486.094.638.

Penerapan pengakuan peralatan dan mesin di Poltekkes Bengkulu telah sesuai

dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa

peralatan dan mesin diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak

kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran peralatan dan mesin juga telah sesuai

dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

2.3.4 Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun

oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN

Page 59: Alfa FArlian

yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air,

Instalasi, dan Jaringan.

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Aset di Poltekkes Bengkulu, Jalan, Irigasi, dan

Jaringan diakui sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan

menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan

jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan

biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.

Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi

biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan,

dan pembongkaran bangunan lama. Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan

yang dibangun secara swakelola meliputi biayalangsung dan tidak langsung, yang terdiri

dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan

pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.

Saldo Jalan, Irigasi, dan Jaringan per 31 Desember 2009 sama dengan nilai

Irigasi dan Jaringan per 31 Desember 2008, hal ini disebabkan oleh tidak adanya

penambahan, pengurangan dan penghapusan Irigasi dan Jaringan. Saldo Jalan, Irigasi,

dan Jaringan per 31 Desember 2009 sebesar Rp.79.425.000.

Penerapan pengakuan jalan, irigasi, dan jaringan di Poltekkes Bengkulu telah

sesuai dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan

bahwa jalan, irigasi, dan jaringan diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah

atau hak kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran jalan, irigasi, dan jaringan juga

telah sesuai dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

2.3.5 Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam

kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan

Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan

dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi

Perpustakaan/ Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaa/Olah Raga, Hewan, Ikan dan

Tanaman.

Page 60: Alfa FArlian

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Aset di Poltekkes Bengkulu, Aset Tetap Lainnya

diakui sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset tetap lainnya yang diperoleh melalui

kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, serta

biaya perizinan. Biaya perolehan asset tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola

meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga

kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa

konsultan.

Nilai Aset Tetap Lainnya per 31 Desember 2009 sebesar Rp. 1.829.498.677,-

turun sebesar Rp. 30.802.547,- dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya sebesar

Rp. 1.860.301.224.

Penerapan aset tetap lainnya di Poltekkes Bengkulu telah sesuai dengan PSAK 16

maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa aset tetap lainnya

diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau hak kepemilikannya telah

diserahkan. Pengukuran aset tetap lainnya juga telah sesuai dengan prinsip historical cost

yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

2.3.6 Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses

pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup

tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset

tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu

periode waktu tertentu dan belum selesai. Karena Konstruksi Dalam Pengerjaan belum

diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.018/1999 tanggal 14 Januari

1999 tentang Klasifikasi dan Kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara,

maka Konstruksi Dalam Pengerjaan belum diproses dalam SABMN sehingga langsung

dibukukan oleh Unit Akuntansi Keuangan dan hanya disajikan dalam Neraca. Konstruksi

Dalam Pengerjaan belum dicatat dalam buku inventaris namun telah tercatat dalam

Perkiraan Buku Besar dalam Sistem Akuntansi Pemerintah.

Konstruksi Dalam Pengerjaan merupakan aset yang dimaksudkan untuk

digunakan dalam operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam

jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap. Suatu aset berwujud

Page 61: Alfa FArlian

harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika biaya perolehan tersebut dapat

diukur secara andal dan masih dalam proses pengerjaan. Konstruksi Dalam Pengerjaan

dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut

dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

Saldo konstruksi dalam pengerjaan per 31 Desember 2009 sebesar Rp.

9.021.531.800. Sedangkan saldo konstruksi dalam pengerjaan ditahun sebelumnya adalah

nol.

Penerapan konstruksi dalam pengerjaan di Poltekkes Bengkulu telah sesuai

dengan PSAK 16 maupun PSAP 07 mengenai Aset Tetap yang mencantumkan bahwa

konstruksi dalam pengerjaan diakui pada saat hak penguasaannya telah berpindah atau

hak kepemilikannya telah diserahkan. Pengukuran konstruksi dalam pengerjaan juga

telah sesuai dengan prinsip historical cost yang disyaratkan pada PSAK 16 dan PSAP 07.

2.4 Pengungkapan BMN pada Laporan Keuangan

4.2.4.1 Tanah

Dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan mengenai:

Dasar penilaian yang digunakan

Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menurut jenis tanah

yangmenunjukkan:

i. Penambahan

ii. Pelepasan

iii. Mutasi tanah lainnya

Pengungkapan untuk tanah pada laporan keuangan konsolidasian sudah

mencantumkan hal-hal yang harus diungkapkan diatas, termasuk rekonsisiliasi jumlah

tercatat pada akhir dan awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN.

Terdapat tanah dan bangunan di Gang Haji Nazir senilai Rp 397.740.000 yang

seharusnya menjadi tanah yang dikelola Poltekkes Bengkulu yang saat ini tidak berada

dalam penguasaan dan pengelolaan Poltekkes Bengkulu. Tanah tersebut kini ditempati

Page 62: Alfa FArlian

oleh pihak lain, meskipun dalam pernyataan sertifikat/ buku tanah, tanah tersebut adalah

milik Kementrian Kesehatan RI dan seharusnya digunakan untuk keperluan Poltekkes

Bengkulu.

4.2.4.2 Gedung dan Bangunan

Gedung dan Bangunan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di

dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai berikut:

a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.

b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:

Penambahan;

Pengembangan; dan

Penghapusan;

c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan

Bangunan;

Pengungkapan untuk gedung dan bangunan pada Laporan Keuangan

Konsolidasian sudah mencantumkan dasar penilaian dan rekonsisiliasi jumlah tercatat

pada akhir dan awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan

Keuangan Konsolidasian belum mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi gedung dan

bangunan.

4.2.4.3 Peralatan dan Mesin

Peralatan dan Mesin disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di

dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai berikut:

a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.

b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:

Penambahan;

Pengembangan; dan

Penghapusan;

c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan

Mesin.

Page 63: Alfa FArlian

Pengungkapan untuk peralatan dan mesin pada Laporan Keuangan Konsolidasian

sudah mencantumkan dasar penilaian dan rekonsisiliasi jumlah tercatat pada akhir dan

awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan Keuangan

Konsolidasian belum mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi peralatan dan mesin.

4.2.4.4 Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, Irigasi, dan Jaringan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain

itu di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai

berikut:

a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.

b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:

Penambahan;

Pengembangan; dan

Penghapusan;

c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi, dan

Jaringan

Pengungkapan untuk jalan, irigasi, dan jaringan pada Laporan Keuangan

Konsolidasian sudah mencantumkan dasar penilaian dan rekonsisiliasi jumlah tercatat

pada akhir dan awal periode yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan

Keuangan Konsolidasian belum mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi jalan, irigasi,

dan jaringan.

4.2.4.5 Aset Tetap Lainnya

Aset Tetap Lainnya disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di

dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai berikut:

a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.

b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan

penambahan dan penghapusan.

Page 64: Alfa FArlian

c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya

Pengungkapan untuk aset tetap lainnya pada Laporan Keuangan Konsolidasian

sudah mencantumkan dasar penilaian dan jumlah tercatat pada akhir dan awal periode

yang terdapat dalam Laporan BMN. Namun, Laporan Keuangan Konsolidasian belum

mencantumkan kebijakan untuk aset tetap lainnya.

4.2.4.6 Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain

itu di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan informasi-informasi sebagai

berikut:

a. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan

jangka waktu penyelesaiannya

b. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya

c. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan

d. Uang muka kerja yang diberikan

e. Retensi

Pengungkapan Untuk konstruksi dalam pnegerjaan belum mencantumkan

informasi-informasi sebagaimana dicantumkan diatas.

4.3 Analisi dan Pembahasan Masalah

4.3.1 Analisis Pelaksanaan Manajemen Aset Tetap

Analisis mengenai pelaksanaan Manajemen Aset Tetap di Poltekkes Bengkulu

meliputi analisis terhadap setiap aspek dari manajemen aset, yaitu inventarisasi, legal

audit, penilaian aset, optimalisasi aset, serta pengawasan dan pengendalian.

4.3.1.1 Analisis terhadap Inventarisasi Aset

Dalam pelaksanaan penatausahaan BMN, Poltekkes Bengkulu baru melakukan

inventarisasi ulang pada tahun 2008. Inventarisasi tersebut dilakukan dengan cara

kodefikasi terhadap setiap BMN yang dimilikinya. Semua tahapan inventarisasi aset, baik

Page 65: Alfa FArlian

itu kodefikasi dan juga semua proses inventarisasi BMN lain setelah kodefikasi yang

meliputi persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut telah sesuai dengan PMK no.

59/PMK.06/2005.

4.3.1.2 Analisis terhadap Legal Audit

Dalam rangka inventarisasi BMN, Poltekkes Bengkulu juga telah melakukan

legal audit, yaitu menentukan inventarisasi satatus penguasaan aset. Bagian Umum dan

Humas Poltekkes Bengkulu telah melakukan pengecekan status penguasaan aset dengan

cara mengecek semua sertifikat dan bkti kepemilikan aset, seperti sertfifikat tanah, BPKB

kendaraan bermotor dan sebagainya.

Legal audit juga dapat digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan legal

menyangkut status kepemilikan suatu aset, antara lain status hak oenguasaan yang lemah,

aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor, dan lain-lain.

Sebagai bukti, Poltekkes Bengkulu dapat mengetahui adanya tanah dan bangunan di

Gang Haji Nazir senilai Rp 397.740.000 yang seharusnya menjadi tanah yang dikelola

Poltekkes Bengkulu dan saat ini sedang di kuasai oleh pihak lain. Tanah dan bangunan

ini kemudian dikeluarkan dari laporan keuangan dikarenakan status penguasaaan atau

pengelolaannya sedang tidak berada ditangan Poltekkes Bengkulu.

4.3.1.3 Analisis terhadap Penilaian Aset

Penilaian aset dilakukan tim independen di tahun 2009 dengan hasil penilaian

berupa saldo aset tetap pada laporan keuangan per 31 Desember 2009 sebesar Rp

57.511.807.392. Saldo ini kemudin digunakan sebagai saldo awal aset tetap untuk

periode akuntansi berikutnya.

Penilaian aset tetap pada tahun 2009 telah memberikan saldo aset yang lebih

relevan bagi pencatatan di laporan keuangan periode terkait dan periode selanjutnya.

Namun, ada beberapa aset, misalnya alat peraga kesehatan berupa kerangka manusia

yang terbuat dari kayu yang sudah ada sejak tahun 1980, yang tidak dapat dinilai fair

value-nya pada saat penilaian aset ini. Hal ini disebabkan karena aset yang bersangkutan

Page 66: Alfa FArlian

sudah sangat tua dan tidak lagi ada pasar untuk aset tersebut, sehingga aset tersebut sulit

diperkirakan nilainya di masa kini. Dengan demikian, penilaian aset ini tidak dapat

dikatakan berhasil sepenuhnya dalam memperkirakan nilai aset di Poltekkes Bengkulu

secara keseluruhan.

4.3.1.4 Analisis terhadap Optimalisasi Aset

Optimalisasi aset dilakukan untuk aset-aset yang tidak digunakan agar tidak

membebani laporan keuangan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, optimalisasi

aset dapat dilakukan dengan penyewaan aset, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, serta

BGS/BSG.

Sebelum melakukan optimalisasi aset, Poltekkes Bengkulu melakukan pendataan

aset-aset yang tidak digunakan sesuai fungsi dan tugas pokok instansi pemerintahan.

Setelah itu, aset-aset tersebut dikaji potensi yang dimilikinya, mulai dari potensi

mendatangkan keuntungan (profitability) atau potensi untuk dipasarkan (marketability).

Selanjutnya barulah proses optimalisasi aset dapat dilakukan.

Menurut Laporan BMN, pada tahun anggaran 2008 Poltekkes Bengkulu

melakukan optimalisasi aset yakni penyewaan aset berupa rumah dinas. Rumah dinas

tersebut disewakan karena sejak pertengahan 2007, rumah dinas tersebut tidak digunakan

oleh pejabat yang bersangkutan. Selain itu, terdapat juga ruangan dalam lingkup

Poltekkes Bengkulu yang disewakan kepada pihak lain yang digunakan untuk usaha

photo copy. Tetapi pada tahun anggaran 2009 tidak ada optimalisasi aset berupa

penyewaan aset, dikarenakan kontrak penyewaan rumah dinas dan ruangan yang telah

disebutkan di atas tidak diperpanjang oleh pihak penyewa.

4.3.1.5 Analisis terhadap Pengawasan dan Pengendalian Aset

Aspek pengawasan dan pengendalian aset dilakukan dengan pengembangan

SIMA. SIMA di Poltekkes Bengkulu diakomodasi dalam aplikasi SIMAK-BMN yang

juga menjadi aplikasi bagi penerapan SABMN. Lewat aplikasi ini, dilakukan pemantauan

(monitoring) terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,

Page 67: Alfa FArlian

pemeliharaan, dan pengamanan BMN yang berada dibawah penguasaannya. Hasil dari

kegiatan monitoring tersebut dilaporkan dalam Formulir Monitoring Pengguna/Pemakai

Barang/ Aset Milik Negara yang dilaporkan tipa semester kepada Kementriaan Keuangan

bersamaan dengan Laporan BMN.

Pengawasan dan pengendalian aset ini dilakukan dilakukan untuk meminimalisasi

peluang terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dilingkungan instansi

pemerintahan. Pengawasan dan pengendalian aset yang dipusatkan pada satu system

justru akan membuka peluang terjadinya manipulasi terhadap system yang

memungkinakan adanya manipulasi aset. Oleh karena itu, sebaiknya aspek pengawasan

dan pengendalian tidak hanya dipusatkan pada satu system, SABMN, tapi juga dilakukan

control aset dan examination terhadap aset secara berkala.

4.3.2 Analisis Penerapan SABMN

Analisis penerapan SABMN ini berfokus pada pengungkapan aset, penghapusan

aset, penyusutan aset pada Laporan Keuangan Konsolidasian, pengklasifikasian aset ke

dalam BI Intrakomptabel dan BI Ekstrakomptabel, serta masalah satuan baku jumlah

barang.

4.3.2.1 Analisis terhadap Pengungkapan Aset Tetap

Pengungkapan merupakan salah satu masalah yang ditemui dalam analisis

terhadap penerapan SABMN. Masalah mengenai pengungkapan aset tetap pada laporan

keuangan adalah sebagai berikut:

a. Pengungkapan untuk gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan irigasi dan

jaringan serta aset tetap lainnya pada Laporan Keuangan Konsolidasian belum

mencantumkan kebijakan untuk kapitalisasi.

Page 68: Alfa FArlian

b. Pengungkapan untuk Konstruksi dalam Pengerjaan pada Laporan Keuangan

Konsolidasian belum mencantumkan informasi-informasi sebagaimana diatur

pada standar.

Masalah pengungkapan ini sebaiknya segera diatasi oleh Poltekkes Bengkulu.

Pengungkapan aset tetap yang disyaratkan pada standar bertujuan membuat laporan

keuangan lebih informatif bagi penggunanya. Oleh karena itu, Poltekkes sebaiknya

segera mencantumkan informasi-informasi yang disyaratkatkan oleh PSAK 16 dan PSAP

07 pada Catatan atas Laporan Keuangan agar laporan keuangan lebih informatif bagi

penggunanya.

4.3.2.2 Analisis terhadap Penghapusan Aset

Salah satu masalah utama dalam penerapan SABMN di Poltekkes Bengkulu

adalah penghapusan aset. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar

barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk

membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab

administrasi dan fisik atas barang yang berada dibawah penguasaannya.

Dalam rangka penghapusan BMN, Poltekkes Bengkulu membentuk panitia

penghapusan yang diusulkan dan ditetapkan oleh Pimpinan unit Eselon 1 selaku UPPB-

E1. Susunan panitia penghapusan BMN terdiri dari unsure-unsur satuan kerja yang

membidangi perlengkapan, dalam hal ini Bagian Umum dan Humas, serta Bagian

Keuangan. Keanggotaan panitia penghapusan juga dapat mengikutsertakan unsur teknis

dan tenaga ahli dan instansi lembaga lain yang terkait dengan jenis barang yang akan

dihapuskan. Tugas panitia penghapusan antara lain:

a. Meneliti/ memeriksa barang yang akan dihapus, meliputi:

i. Menginventaris dan meneliti barang yang akan dihapus

ii. Menilai kondisi fisik barang yang akan dihapus

Page 69: Alfa FArlian

iii. Menetapkan perkiraan nilai batas terendah penjualan barang yang telah

dihapus

iv. Membuat berita acara penilaian/ pemeriksaan

b. Menyelesaikan kelengkapan administrasi usulan penghapusan

c. Mengajukan usulan penghapusan kepada Direktur Poltekkes selaku UPKPB

d. Mengkoordinasikan dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

setempat apabila penghapusan BMN tersebut ditindaklanjuti dengan lelang

berdasarkan Keputusan Penghapusan dari Menteri Keuangan. Penerapan system

lelang untuk BMN yang akan dihapuskan ini berbeda dengan penghapusan aset

tetap pada PSAK 16 yang langsung menghapus aset dari laporan keuangan

dengan cara djual, disewakan berdasarkan sewa pembiayaan atau disumbangkan.

e. Menyusun laporan termasuk membuat berita acara tindak lanjut penghapusan

(risalah lelang).

Sehubungan dengan KMK no.31/KM.6/2008 tentang Pelimpahan Sebagian

Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang di lingkungan Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara untuk dan atas nama Menteri Kuangan menandatangani Surat dan/atau

Keputusan Menteri Keuangan, yang berwenang mengajukan usul/permohonan

rekomendasi penghapusan BMN adalah Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku Pengguna

Barang. Sebagai tindak lanjutnya, usulan rekomendasi penghapusan BMN dilakukan

secara berjenjang/ hierarkis, yaitu:

a. Panitia penghapusan menyampaikan usul penghapusan BMN kepada Direktur

Poltekkes selaku UPKPB.

b. Direktur Poltekkes menyampaikan usulan penghapusan BMN kepada kepada

Pimpinan Unit Eselon 1 (UPPB-E1).

c. Pimpinan Unit Eselon 1 (UPPB-E1) menyampaikan usulan penghapusan BMN

kepada Menteri Keuangan selaku UPPB.

Page 70: Alfa FArlian

Usulan penghapusan BMN yang disampaikan harus melampirkan hasil penelitin

dan penilaian panitia penghapusan yang dituangkan dalam suatu berita acara dan

ditandatangani oleh seluruh panitia penghapusan, serta diketahui oleh Direktur Poltekkes.

Dokumen berita acara ini dilengkapi dengan:

d. Laporan daftar BMN yang diusulkan untuk dihapus, yang memuat data sebagai

berikut:

i. Nama BMN

ii. Harga perolehan BMN (merupakan harga yang tercantum dalam Buku

Inventaris Intrakomptabel atau Ekstrakomptabel dari SIMAK-BMN)

iii. Kondisi BMN

iv. Nilai limit terendah penjualan

v. Sebab/ alasan penghapusan BMN

d. Dokumen yang mendukung penghapusan

d. Foto BMN yang diusulkan untuk dihapus

d. Rekomendasi penghapusan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atas

penghapusan BMN yang diajukan oleh Kepala Satuan Keja kepada Kepala Kantor

Pelayanan kekayaan Negara dan Lelang atas penghapusan BMN sebagai berikut:

i. Tanah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan BMN perpaket usulan

sampai dengan Rp.250.000.000

ii. Selain tnah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan BMN perpaket

usulan sampai dengan Rp.100.000.000

Prosedur penghapusan ini menyulitkan pelaksanaan di lapangan. Usulan

penghapusan yang dilaksanakan berjenjang dan banyaknya dokumen yang diperlukan

mengakibatkan terbuangnya waktu, materi dan sumber daya lain yang digunakan untuk

Page 71: Alfa FArlian

pemeliharaan aset yang diusulkan untuk dibuang dan seharusnya dapat dimanfaatkan

untuk keperluan lain.

Misalnya, Poltekkes Bengkulu telah membentuk panitia penghapusan aset sejak

tahun 2008 dan mengajukan usulan penghapusan pada tahun yang sama. Namun, karena

berbelitnya birokrasi, surat keputusan untuk penghapusan dari Menteri keuangan baru

terbit pada tahun 2009, sehingga aset yang diajukan untuk dihapus sudah bnayak yang

rusak dan tidak dapat dipergunakan lagi. Hal ini sekaligus menghilangkan kesempatan

mendapatkan dana hasil lelang yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan

lain.

Pada tahun 2009, total nilai BMN yang telah dihapus adalah sebesar

Rp.1.6287.330.733. Dalam penghapusan BMN yang dilakukan oleh Poltekkes Bengkulu,

terdapat permasalahan lain, yaitu tidak adanya pengklasifikasian BMN yang akan

dihapuskan menurut kondisinya. Hal ini bertentangan dengan aturan SIMAK-BMN yang

mengharuskan adanya klasifikasi kondisi BMN yang akan dihapuskan, apakah BMN

tersebut dalam kondisi baik, rusak ringan, atau rusak berat. Kondisi ini menyebabkan

informasi mengenai penghapusan BMN Poltekkes Bengkulu tidak informative bagi

penggunanya, dan dapat menyebabkan proses penghapusan BMN di Poltekkes Bengkulu

menjadi lebih rumit.

Permasalahan birokrasi dan tidak adanya klasifikasi kondisi BMN yang akan

dihapuskan ini seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam penerapan SABMN di

Poltekkes Bengkulu. Khusus untuk masalah birokrasi, masalah ini seharusnya juga

menjadi permasalahan seluruh instansi pemerintahan yang menerapkan SABMN. Hal ini

dikarenakan permasalahan birokrasi telah lama menjadi perhatian utama masyarakat dan

sudah seharusnya pula pemerintah menaruh perhatian lebih pada permaslahan

penghapusan BMN ini. Birokrasi yang berbelit-belit akan terus menjadikan penerapan

SABMN menjadi tidak efektif dan berisiko menimbulkan kerugian Negara dalam jumlah

yang tidak sedikit.

Selain kedua permasalahan diatas, penyajian untuk aset tetap yang sedang

diajukan penghapusannya masih tercatat di Neraca Poltekkes Bengkulu sebagai bagian

Page 72: Alfa FArlian

dari nilai tercatat Aset Tetap. Padahal, aset-aset ini sudah tidak lagi digunakan untuk

menunjang kegiatan operasional Poltekkes Bengkulu. Hal ini menyebabkan kerancuan

pada definisi aset tetap yang tercatat di Neraca. Aset-aset tetap yang sedang diajukan

penghapusannya dan sudah tidak lagi digunakan untuk operasional sebaiknya tidak lagi

dicatat ke dalam kelompok Aset Tetap dan dicatan dalam kelompok akun yang terpisah,

misalnya Aset Lainnya.

4.3.2.3 Analisis terhadap Penyusutan Aset

Di Poltekkes Bengkulu, masalah utama lain yang terjadi dalam penerapan

SABMN adalah penyusutan terhadap aset tetap. Penyusutan ini tidak diterapkan pada

Laporan Keuangan Konsolidasian ke Kementrian Kesehatan. Penyusutan tersebut

seharusnya dilakukan untuk saldo-saldo akun Gedung dan Bangunan, Peralatan dan

Mesin, serta Jalan, Irigasi, dan Jaringan.

Salah satu alasan penyusutan belum dapat dilakukan pada laporan keuangan

konsolidasian adalah karena belum terpetakannya semua aset yang menjadi milik

Poltekkes Bengkulu atau yang berada di bawah penguasaan mereka. Beberapa aset yang

mengalami permasalahan ini adalah aset yang umurnya sudah sangat tua namunmasih

dipakai. Pada saat inventarisasi fisik dilakukan tahun 2008, aset yang berumur tua ini

memiliki nilai tercatat yang sangat kecil dan tidak dapat direvaluasi karena barangnya

sudah sangat langka di pasaran dan sulit untuk mendapatkan nilai yang wajar untuk aset

tersebut.

Permasalahan mengenai penyusutan ini seharusnya dapat teratasi dengan

penilaian aset oleh tim penilai independen yang dilakukan tahun 2009. Setelah dilakukan

penilaian aset, aset-aset yang menjadi milik atau berada dibawah penguasaan Poltekkes

Bengkulu seharusnya sudah terpetakan dengan cukup baik dan dapat diketahui nilainya.

Selain itu, SAK juga telah emnjabarkan metode depresisasi yang dipilih, yaitu metode

garis lurus, sehingga dengan demikian sudah seharusnya Poltekkes Bengkulu melakukan

depresiasi terhadap aset tetapnya. Poltekkes Bengkulu seharusnya memberlakukan

depresiasi agar jumlah tercatat aset lebih mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.

Page 73: Alfa FArlian

BAB 5

PENUTUP

Page 74: Alfa FArlian

5.1 Kesimpulan

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Bengkulu adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT)

dilingkungan Kementrian Kesehatan, dipimpin oleh Direktur yang berada dibawah Badan

Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara profesional bertanggung jawab

kepada kepala Pusdiknakes (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan).

Manajemen aset tetap di Poltekkes Bengkulu terdiri dari lima tahapan kerja yang

satu sama lainnya berhubungan dan saling terintegrasi, yaitu:

a. Inventarisasi Aset

Kegiatan inventarisasi aset dimulai dengan kodefikasi pada BMN. Sistem

kodefikasi BMN di Poltekkes Bengkulu didasarkan pada penggolongan,

kepemilikan, dan lokasi barang sesuai dengan kode yang ditetapkan Kementrian

keuangan pada PMK no.59/ PMK.06/ 2005 tentang Sistem Akuntansi dan

Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

b. Legal Audit

Unit Urusan Umum dan Humas Poltekkes Bengkulu telah melakukan

pengecekan status penguasaan aset dengan mengecek semua sertifikat dan bukti

kepemilikan aset, seperti sertifikat tanah dan BPKB kendaraan bermotor. Pada

laporan BMN tahun 2007, total nilai BMN berstatus milik Poltekkes Bengkulu

adalah Rp. 57.511.807.392, dan tidak ada BMN yang berstatus buka milik

Poltekkes Bengkulu.

c. Penilaian Aset

Page 75: Alfa FArlian

Penilaian aset dilakukan tim independen di tahun 2009 dengan hasil

penilaian berupa saldo aset tetap pada Laporan Keuangan per 31 Desember 2009

sebesar Rp 57.511.807.392.

d. Optimalisasi Aset

Menurut Laporan BMN, pada tahun anggaran 2008 Poltekkes Bengkulu

melakukan optimalisasi aset yakni penyewaan aset berupa rumah dinas. Selain itu,

terdapat juga ruangan dalam lingkup Poltekkes Bengkulu yang disewakan kepada

pihak lain yang digunakan untuk usaha photo copy. Total nilai pendapatan sewa

pada tahun 2008 adalah Rp. 421.470. Tetapi pada tahun anggaran 2009 tidak ada

optimalisasi aset berupa penyewaan aset yang terjadi.

e. Pengawasan dan Pengendalian Aset

Aspek pengawasan dan pengendalian aset dilakukan dengan

pengembangan SIMA. SIMA di Poltekkes Bengkulu diakomodasi dalam aplikasi

SIMAK-BMN yang juga menjadi aplikasi bagi penerapan SABMN.

Penerapan SABMN di Poltekkes Bengkulu dimulai tahun 2008. Dalam

menjalankan Sistem Akuntansi BMN (SABMN), Poltekkes Bengkulu menggunakan

aplikasi SIMAK-BMN yang dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan pada tahun 2006,

dan kemudian diperbaharui pada tahun 2007 dan 2008 untuk menyempurnakan

kelemahan pada sistem sebelumnya. SIMAK-BMN ini digunakan sebagai aplikasi untuk

akuntansi aset tetap, yang dimulai pada saat mencatat aset pada saat baru diperoleh,

hingga merekapitulasi jumlah tercatat aset untuk dijadkan jumlah tercatat pada Neraca

dan menghasilkan daftar BMN sebagai bahan Catatan atas Laporan Keuangan.

Jenis transaksi yang dicatat dalam SABMN meliputi tiga jenis, yaitu:

a. Perolehan BMN

b. Perubahan/ Mutasi BMN

c. Penghapusan BMN

Page 76: Alfa FArlian

Data neraca untuk aset tetap sudah menggunakan data hasil dari SABMN melalui

aplikasi SIMAK-BMN. Data aset tersebut kemudian diposting kedalam SAK melalui

fasilitas jurnal aset.

Di Poltekkes Bengkulu, perlakuan aset tetap telah sesuai dengan PSAK 16 dan

PSAP 07 tentang aset tetap. Beberapa permasalahan yang ditemui pada penerapan

SABMN adalah sebagai berikut:

1. Pengungkapan Aset Tetap

Pengungkapan aset tetap pada laporan keuangan belum memenuhi

persyaratan pengungkapan aset tetap yang di standarkan pada PSAK 16 dan

PSAP 07.

2. Penghapusan Aset

Tidak adanya pengklasifikasian BMN yang akan dihapuskan menurut

kondisinya bertentangan dengan aturan SIMAK-BMN yang mengharuskan

adanya klasifikasi kondisi BMN yang akan dihapuskan, apakah BMN tersebut

dalam kondisi baik, rusak ringan, atau rusak berat. Kondisi ini menyebabkan

informasi mengenai penghapusan BMN Poltekkes Bengkulu tidak informative

bagi penggunanya, dan dapat menyebabkan proses penghapusan BMN di

Poltekkes Bengkulu menjadi lebih rumit.

Usulan penghapusan berjenjang dan banyaknya dokemen yang diperlukan

mengakibatkan terbuangnya waktu, materi, dan sumber daya lain yang digunakan

untuk pemeliharaan aset yang diusulkan untuk dibuang dan seharusnya dapan

dimanfaatkan untuk urusan lain.

Selain itu, aset tetap yang sedang diajukan penghapusannya masih tercatat

sebagai komponen Aset Tetap pada Neraca. Aset-aset tetap yang sedang diajukan

penghapusannya dan sudah tidak lagi digunakan untuk operasional sebaiknya

tidak lagi dicatat ke dalam kelompok Aset Tetap di Neraca, tetapi dimasukkan ke

dalam kelompok Aset Lainnya, karena sudah digunakan untuk menunjang

kegiatan operasional Poltekkes Bengkulu.

Page 77: Alfa FArlian

3. Penyusutan terhadap Aset Tetap

Penyusutan terhadap aset tetap tidak diterapkan pada Laporan Keuangan

Konsolidasian ke Kementrian Kesehatan. Penyusutan tersebut seharusnya

dilakukan untuk saldo-saldo akun Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin,

serta Jalan, Irigasi, dan Jaringan.