Geologi Regional Yogyakarta!!

24
Dataran Yogyakarta terbentuk oleh adanya proses pengangkatan dua pegunungan, yaitu pegunungan Selatan dan pegunungan Kulon Progo yang berlangsung pada Kala Plistosen awal (0,01 – 0,7 jtl). Setelah pegunungan Selatan terangkat, terbentuk dataran yang sedikit melengkung sehinggan aliran air permukaan di sepanjang kaki pegunungan tertutup dan membentuk genangan air (danau) di sepanjang kaki pegunungan hingga Gantiwarno dan Baturetno. Diketahui bahwa Gunung Merapi telah muncul pada 42.000 tahun yang lalu. Hal ini di kemukakan berdasarkan data umur penarikan 14C pada endapan sinder yang tersingkap di Cepogo , namun berdasarkan data K/Ar lava andesit di Gunung Bibi, Berthomier (1990) mnentukan aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak 0,67 tahun yang lalu. Cekungan Yogyakarta terbentuk pada Kala Plistosen Awal oleh pengangkatan Pegunungan Selatan. Tinggian yang berada di sebelah selatan dan munculnya kubah Gunung Merapi disebelah utara, menghasilkan sebuah bentukan lembah yang datar. Pada bagian selatan lembah tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan dan berbatasan dengan Pegunungan Kulon Progo di sebelah baratnya. Kini, ditemukan endapan lempung hitam pada tempat-tempat yang diduga pernah terbentuk lembah datar tersebut. Lempung hitam ini menjadi batas kontak antara batuan dasar dan endapan gunung api Merapi. Atas dasar penarikan 14C yang telah dilakukan pada endapan lempung hitam di Sungai Progo daerah Kasihan, umur lembah adalah ±16.590 hingga 470 tahun, dan di Sungai Opak

description

geologi

Transcript of Geologi Regional Yogyakarta!!

Page 1: Geologi Regional Yogyakarta!!

Dataran Yogyakarta terbentuk oleh adanya proses pengangkatan dua

pegunungan, yaitu pegunungan Selatan dan pegunungan Kulon Progo yang

berlangsung pada Kala Plistosen awal (0,01 – 0,7 jtl). Setelah pegunungan Selatan

terangkat, terbentuk dataran yang sedikit melengkung sehinggan aliran air

permukaan di sepanjang kaki pegunungan tertutup dan membentuk genangan air

(danau) di sepanjang kaki pegunungan hingga Gantiwarno dan Baturetno. Diketahui

bahwa Gunung Merapi telah muncul pada 42.000 tahun yang lalu. Hal ini di

kemukakan berdasarkan data umur penarikan 14C pada endapan sinder yang

tersingkap di Cepogo , namun berdasarkan data K/Ar lava andesit di Gunung Bibi,

Berthomier (1990) mnentukan aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak

0,67 tahun yang lalu. Cekungan Yogyakarta terbentuk pada Kala Plistosen Awal oleh

pengangkatan Pegunungan Selatan. Tinggian yang berada di sebelah selatan dan

munculnya kubah Gunung Merapi disebelah utara, menghasilkan sebuah bentukan

lembah yang datar. Pada bagian selatan lembah tersebut berbatasan dengan

Pegunungan Selatan dan berbatasan dengan Pegunungan Kulon Progo di sebelah

baratnya. Kini, ditemukan endapan lempung hitam pada tempat-tempat yang diduga

pernah terbentuk lembah datar tersebut. Lempung hitam ini menjadi batas kontak

antara batuan dasar dan endapan gunung api Merapi. Atas dasar penarikan 14C

yang telah dilakukan pada endapan lempung hitam di Sungai Progo daerah Kasihan,

umur lembah adalah ±16.590 hingga 470 tahun, dan di Sungai Opak (Watuadeg)

berumur 6.210 tahun. Dari data tersebut diinterpretasikan sebagai awal pengaruh

pengendapan material Merapi di wilayah ini, karena Endapan lempung hitam di

Sungai Opak berselingan dengan endapan Gunung Merapi. Di Sungai Winongo

(Kalibayem) tersingkap juga endapan lempung hitam yang berselingan dengan lahar

berumur 310 tahun. Dari data diatas dapat disimpulkan, aktivitas Gunung Merapi

telah mempengaruhi kondisi geologi daerah ini pada ±6210 hingga ±310 tl.

Page 2: Geologi Regional Yogyakarta!!

GEOLOGI REGIONAL PEGUNUNGAN SELATAN (BAYAT)

A. Geomorfologi Regional

Secara fisiografis Perbukitan Bayat merupakan endapan yang terutama terdiri dari

endapan flufio-vulkanik dari Merapi. Elevasi tertinggi dari Puncak-puncak yang ada tidak

lebih dari 400 meter diatas muka laut, sehingga perbukitan tersebut dapat disebut

perbukitan rendah. Perbukitan itu tersebar menurut jalur yang arahnya berbeda. Di bagian

barat (Jiwo Barat), jalur puncak-puncak bukit berarah utara selatan, yang diwakili oleh

puncak-puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo Sari, dan Tugu dengan di bagian

paling utara membelok ke arah barat, yaitu daerah perbukitan Kampak. Di sebelah timur

(Jiwo Timur) arah jalurnya adalah barat-timur, dengan puncak-puncak Konang, Pendul

dan Temas, dengan percabangan kearah utara, yang terwakili oleh puncak Jokotuo dan

Bawak. Di sebelah selatan (jiwo selatan) arah jalurnya adalah timur-selatan dengan

puncak-puncak Watutumpeng, Eyangkuto,Watugenuk,Watukucing,Joyo,Semilir.

Bentang alam daerah Bayat merupakan bentuk lanjut dari suatu Pegunungan

Lipatan, terdiri dari perbukitan homoklin, perbukitan lipatan, perbukitan intrusi dan

perbukitan lembah antiklin dengan sungai-sungai konsekuen, subsekuen dan obsekuen

mengalir yang secara membentuk pola aliran dendritik.

Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan

memanjang dengan pegunungan yang tumpul sehingga kenampakan puncak tidak begitu

nyata. Sebagai contoh adalah perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan perbukitan

Tugu-Kapak di Jiwo Barat. Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorf, ini terisi

oleh campuran endapan pasir Merapi, endapan lempung hitam dan endapan rombakan

dari Pegunungan Selatan. Endapan lepas yang berumur kuater ini diduga menutup

lembah sesar yang membatasi Pegunungan Selatan dengan perbukitan Jiwo. Jenis dan

arah gerak sesar saat ini belum ditemukan.

B. Stratigrafi Regional

Dari penyimpulan hasil peneliti terdahulu, secara garis besar stratigrafi daerah

Pegunungan dapat dinyatakan dalam dua macam urutan. Yang pertama adalah stratigrafi

bagian barat, yang pada dasarnya bersumber kepada hasil penelitian Bothe (1929).

Sedangkan bagian timur, yang terletak di sebelah selatan dan tenggara depresi Wonogiri-

Baturetno urutan stratigrafinya disusun oleh Sartono (1958).

Page 3: Geologi Regional Yogyakarta!!

Pegunungan Selatan bagian barat secara umum tersusun oleh batuan sedimen

volkanik klastik dan batuan karbonat. Batuan volkanik klastiknya sebagian besar

terbentuk oleh pengendapan gaya berat (gravity depositional processes) yang

menghasilkan endapan kurang lebih setebal 4000 meter. Hampir seluruh batuan sedimen

tersebut mempunyai kemiringan ke selatan. Urutan stratigrafi penyusun pegunungan

Selatan bagian barat dari tua ke muda adalah :

a. Formasi Wungkal-Gamping

b. Formasi Kebo-Butak

c. Formasi Semilir

d. Formasi Nglanggran

e. Formasi Sambipitu

f. Formasi Oyo-Wonosari

g. Endapan Kuarter

a. Formasi Wungkal-Gamping

Formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo.

Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri

dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian

atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar

di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, mempunyai

ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).

Di bagian bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung fosil foraminifera

besar, yaitu Assilina sp., Nummulites javanus VERBEEK, Nummulites bagelensis

VERBEEK dan Discocyclina javana VERBEEK. Kelompok fosil tersebut menunjukkan

umur Eosen Tengah bagian bawah sampai tengah. Sementara itu bagian atas formasi ini

mengandung asosiasi fosil foraminifera kecil yang menunjukkan umur Eosen Akhir. Jadi

umur Formasi Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir

(Sumarso dan Ismoyowati, 1975).

Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal yang

kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi ini kemudian

meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam sehingga merupakan exotic

faunal assemblage (Rahardjo, 1980). Formasi ini tersebar luas di Perbukitan Jiwo dan K.

Page 4: Geologi Regional Yogyakarta!!

Oyo di utara G. Gede, menindih secara tidak selaras batuan metamorf serta diterobos oleh

Diorit Pendul dan di atasnya, secara tidak selaras, ditutupi oleh batuan sedimen klastika

gunungapi (volcaniclastic sediments) yang dikelompokkan ke dalam Formasi Kebo-

Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu.

a. Formasi Kebo-Butak

Formasi ini secara umum terdiri dari konglomerat, batupasir dan batulempung

yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya

berat yang lain. Di bagian bawah, yang oleh Bothe disebut sebagai Kebo beds tersusun

atas perselang selingan antara batupasir, batulanau dan batulempung yang khas

menunjukkan struktur turbidit, dengan perselingan batupasir konglomeratan yang

mengandung lempung. Bagian bawah ini diterobos oleh sill batuan beku. Bagian atas dari

Formasi ini, yang disebut sebagai Anggota Butak, tersusun oleh perulangan batupasir

konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau lanau, ketebalan total dari Formasi

ini kurang lebih 800 m. Urutan batuan yang membentuk Formasi Kebo-Butak ini

ditafsirkan terbentuk pada lingkungan lower submarine fan dengan beberapa interupsi

pengendapan tipe mid fan (Rahardjo, 1983), yang terbentuk pada akhir Oligosen (N2-N3)

(Sumarso & Ismoyowati, 1975; van Gorsel et al., 1987).

b. Formasi Semilir

Secara umum Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat

tufan, ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Fragmen yang membentuk

breksi maupun batupasir pada umumnya berupa fragmen batuapung yang bersifat asam.

Di lapangan pada umumnya menunjukkan perlapisan yang baik, struktur-struktur yang

mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini

menunjukkan bahwa pengendapanyya berlangsung secara cepat atau pengendapan

tersebut terjadi pada lingkungan yang sangat dalam, berada di bawah ambang kompensasi

karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan sudah mengalami korosi sebelum dapat

mencapai dasar pengendapan. Umur dari Formasi ini diduga adalah awal dari Miosen

(N4) berdasar atas terdapatnya Globigerinoides primordius pada bagian yang bersifat

lempungan dari formasi ini di dekat Piyungan (van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini

menumpang secara selaras di atas Anggota Butak dari Formasi Kebo-Butak. Tersingkap

secara baik di wilayah tipenya yaitu di tebing gawir baturagung di bawah puncak Semilir.

Page 5: Geologi Regional Yogyakarta!!

c. Formasi Nglanggran

Berbeda dengan formasi yang sebelumnya, formasi Nglanggran ini tercirikan oleh

penyusun utama berupa breksi dengan penyusun material vulkanik, tidak menunjukkan

perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar. Bagian yang terkasar dari

breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit dan juga bom

andesit. Diantara masa breksi tersebut ditemukan sisipan lava yang sebagian besar telah

mengalami breksiasi.

Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil pengendapan aliran rombakan yang berasal dari

gunung api bawah laut, dalam lingkungan laut dan proses pengendapan berjalan cepat,

yaitu hanya selama awal Miosen (N4).

Singkapan utama dari Formasi ini ada di gunung Nglanggran pada perbukitan

Baturagung. Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya berupa kontak tajam. Hal

ini berakibat bahwa formasi Nglanggran sering dianggap tidak selaras di atas Semilir,

namun harus diperhatikan bahwa kontak tajam tersebut dapat terjadi akibat berubahnya

mekanisme pengendapan akibat gayaberat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa

pengandapan Nglanggran ini dapat diibaratkan sebagai proses runtunhnya gunungapi

semacam Krakatau yang berada di lingkungan laut. Ke arah atas yaitu ke arah Formasi

Sambipitu, Formasi Nglanggran berubah secara bergradasi, seperti yang terlihat di

singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang diamati untuk EGR tahun 2002 berada pada sisi

lain sungai Putat, dimana kontak kedua formasi ini ditunjukkan oleh kontak struktural.

e. Formasi Sambipitu

Di atas Formasi Nglanggran terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-ciri

turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun terutama oleh batupasir yang

bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih

menunjukkan sifat vulkanik sedang ke atas sifat vulkanik ini berubah menjadi batupair

yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan ini sering dijumpai fragmen dari

koral dan forminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal, yang

terseret masuk ke dalam lingkungan yang lebih dalam akibat pengaruh arus turbid. Ke

arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari

(Anggota Oyo) seperti yang terlihat pada singkapan pada sungai Widoro di dekat Bunder.

Formasi Sambipitu terbentuk selama jaman Miosen, yaitu antara N4-N8 (Kadar, 1986)

Page 6: Geologi Regional Yogyakarta!!

atau NN2-NN5 (Kadar, 1990).

f. Formasi Oyo-Wonosari

Selaras di atas formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo-Wonosari. Formasi ini

terdiri terutama dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah

bagian selatan dari Pegunungan Selatan memanjang ke arah timur, membelok ke arah

utara di sebelah timur perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daearh

depresi Wonogiri-Baturetno.

Bagian terbawah dari Formasi Oyo-Wonosari terutama terdiri dari batugamping

berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang diendapkan pada kondisi laut

yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan pada daerah dekat muara sungai

batugamping berlapis, menunjukkan gradasi butir dan pada bagian yang halus banyak

dijumpai fosil jejak tipe burrow yang terdapat pada bidang permukaan perlapisan ataupun

memotong sejajar dengan perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut sebagai

Anggota Oyo dari Formasi Wonosari (Bothe, 1929) atau Formasi Oyo (Rahardjo dkk,

1977 dalam Toha dkk,1994).

Ke arah lebih muda, Anggota Oyo ini bergradasi menjadi dua Fasies yang

berbeda. Di daerah Wonosari, batugamping ini makin ke arah selatan semakin berubah

menjadi batugamping terumbu yang berupa rudstone, framestone, dan floatstone, bersifat

lebih keras dan dinamakan sebagai Anggota Wonosari dari Formasi Oyo-Wonosari

(Bothe, 1929) atau Formasi Wonosari (Rahardjo dkk, 1977 dalam Toha dkk, 1994).

Sedangkan di barat daya kota Wonosari, batugamping terumbu ini berubah fasies menjadi

batugamping berlapis yang bergradasi menjadi napal, dan disebut sebagai Anggota Kepek

dari Formasi Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di

daerah depresi Wonogiri-Baturetno, di bawah endapan Kuarter seperti yang terdapat di

daerah Erokomo. Secara keseluruhan, Formasi Wonosari ini terbentuk selama Miosen

Akhir (N9-N18).

g. Endapan Kuarter

Di atas seri batuan sedimen Tersier seperti tersebut di depan terdapat suatu

kelompok sedimen yang sudah agak mengeras sehingga masih lepas. Karena kelompok

sedimen ini berada di atas bidang erosi, serta proises pembentukannya masih berlanjut

hingga saat ini, maka secara keseluruhan sedimen ini disebut sebagai Endapan Kuarter.

Page 7: Geologi Regional Yogyakarta!!

Penyebarannya meluas mulai dari daerah timurlaut Wonosari hingga daerah depresi

Wonogiri-Baturetno. Singkapan yang baik dari endapan kuarter ini terdapat di daerah

Erokomo sekitar waduk Gadjah Mungkur, namun pada EGR ini tidak dilewati.

Secara stratigrafis endapan kuarter di daerah Eropkromo, Wonogriri terletak tidak

selaras di atas sedimen Tersier yang berupa batugamping berlapis dari Formasi Wonosari

atau breksi polimik dari formasi Nglanggran. Ketebalan tersingkap dari endapan Kuarter

tersebut berkisar dari 10 meter hingga 14 meter. Umur endapan Kuarter tersebut

diperkirakan Plistosen Bawah.

Stratigrafi endapan kuarter di daerah Erokomo, Wonogiri secara vertikal tersusun

dari perulangan antara tuf halus putih kekuningan dengan perulangan gradasi batuipasir

kasar ke batupasir sedang dengan lensa-lensa konglomerat. Batupasir tersebut berstruktur

silangsiur tipe palung, sedangkan lapisan tuf terdapat di bagian bawah tengah dan atas.

Pada saat lapisan tuf terbentuk, terjadi juga aktivitas sungai yang menghasilkan

konglomerat.

C. Struktur Geologi Regional

Di selatan Bayat, terdapat dataran rendah yang berarah memanjang barat-timur,

sejajar dengan kaki Pegunungan Selatan yang berada di selatannya. Dataran Bukit ini

terpotong oleh sesar dan singkapan batuan metamorf tergeser ke arah timur laut di daerah

Padasan, G. Semangu dan berbelok ke utara hingga daerah Jokotuo, dijumpai marmer

yang merupakan kantong diantara filit.Di bagian utara dari Jiwo Barat yaitu di G. Tugu,

G. Kampak dan daerah Ngembel serta bagian utara, timur dan tenggara dari Jiwo Timur,

msing-masing di G. Jeto, G. Bawak, G. Temas dan di G. Lanang, tersingkap batugamping

yang menumpang secara tidak selaras di atas batuan yang lebih tua. Di bagian tenggara

G. Kampak dan di G. Jeto, batugamping ini menumpang di atas batuan metamorf, sedang

di Temas menumpang di atas batuan beku. Batugamping ini terdiri dari dua fasies yang

berbeda. Fasies yang pertama terdiri dari batugamping algae, kenampakan perlapisan

tidak begitu jelas. Algae membentuk struktur onkoid dalam bentuk bola-bola berukuran 2

hingga 5 cm. Fasies seperti ini dijumpai di G.Kampak, bagian selatan G.Tugu, G. Jeto, G.

Bawak dan di bagian barat G.Temas. Fasies yang kedua berupa batugamping berlapis,

yang merupakan perselingan antara kalkarenit dengan kalsilutit. Fasies batugamping

berlapis ini dijumpai di Ngembel, utara G. Tugu, bagian timur G. Temas dan di G.

Page 8: Geologi Regional Yogyakarta!!

Lanang. Di beberapa tempat kalsilutitnya menebal kearah lateral dan berubah menjadi

napal, seperti yang terdapat di utara G. Tugu. Fasies ini tidak menunjukkan struktur alga

dan kaya akan kandungan foraminifera plangton, kemungkinan diendapkan di dangkalan

karbonat yang lebih dalam ditandai dengan adanya struktur nendatan (slump structures)

seperti yang terlihat di bagian timur Temas dan di G. Lanang.

Di selatan G. Temas dijumpai kontak antara batuan beku dengan batugamping.

Batuan bekunya sudah sangat lapuk, menunjukkan tanda-tanda retakan yang kebanyakan

telah terisi oleh oksida besi (limonit) dan sebagian terisi oleh kalsit. Retakan pada batuan

beku tersebut tidak menerus pada batugamping. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum

pengendapan batugamping, batuan bekunya telah mengalami retakan, terisi oleh hasil

pelapukannya sendiri yang berupa limonit. Setelah terjadi pengendapan batugamping,

sebagian dari karbonatnya mengisi celah akibat retakan tersebut membentuk urat kalsit.

Belakangan setelah batugamping terangkat dan tererosi, sebagian dari urat kalsit pada

batuan beku ini bersama batuan bekunya tersingkap dan mengalami pelapukan,

membentuk tanah. Urat kalsit yang ada mengalami pelarutan dan pengendapan kembali

dalam bentuk caliche, seperti yang banyak dijumpai di barat G. Temas dan lereng timur

dan selatan G.Pendul. Berdasarkan kandungan fosilnya, batugamping neogen di

Perbukitan Jiwo ini menunjukkan umur N12 atau Miosen Berdasarkan atas umur ini

maka batugamping tersebut dapat dikorelasikan dengan Formasi Wonosari untuk fasies

batugamping algae , sedangkan fasies batugamping berlapis adalah sepadan dengan

formasi Oya.

Setelah pengendapan batugamping, di Perbukitan Jiwo tidak diketemukan lagi

batuan lain yang berumur Tersier. Jaman Kuarter terwakili oleh breksi lahar, endapan

pasir fluvio-vulkanik Merapi serta endapan lempung hitam dari lingkungan rawa. Breksi

lahar dijumpai pada bagian utara dari perbukitan Ngembel, berupa breksi dengan fragmen

andesit yang berukuran aneka ragam, mulai dari kerikil hingga bongkah. Fragmen

tersebut tersebar umumnya mengapung pada matriks yang berukuran lanau sampai pasir

halus, bersifat tufan. Gejala perlapisan dan fosil tida ditemukan pada breksi ini. Breksi ini

diduga berasal dari aktifitas aliran lahar dari G. Merapi dari arah barat laut, yang berhenti

karena membentur bukit batugamping Ngembel, dan terjadi pada kala Pleistosen.

Page 9: Geologi Regional Yogyakarta!!

GEOLOGI REGIONAL KULONPROGO

A. Geomorfologi Regional Kulon Progo

 • Fisiografi dan Geomorfologi Regional 

Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA, 2004).

Fisiografi dan geomorfologi regional dataran Yogyakarta termasuk dalam

Pegunungan Kulon. Di bagian utara dan timur dibatasi oleh lembah Progo, dan di

bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Dan pada bagian

barat-laut pegunungan ini memiliki hubungan dengan Pegunungan Serayu. Menurut

Van Bemmelen ( 1949, hal. 596), Pegunungan Kulon ditafsirkan sebagai dome

(kubah) besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal sebagai

“Oblong Dome”. Dome ini mempunyai arah utara timur laut – selatan barat daya, dan

diameter pendek 15-20 Km, dengan arah barat laut-timur tenggara. Inti dome terdiri

dari 3 gunung api Andesit tua yang pada sekarang ini telah tererosi cukup dalam,

dan mengakibatkan beberapa bagian bekas dapur magmanya telah tersingkap.

Bagian tengah dari dome ini adalah Gunung Gajah yang merupakan gunung api

tertua yang menghasilkan kandungan Andesit hiperstein augit basaltic. Gunung api

Ijo adalah gunung api yang terbentuk setelahnya yang berada dibagian selatan. Dari

hasil aktivitasnya Gunung Ijo menghasilkan Andesit piroksen basaltic, kemudian

Andesit augit hornblende, kemudian pada tahap akhir adalah intrusi Dasit di bagian

intinya. Setelah aktivitas gunung Gajah berhenti dan mengalami denudasi, gunung

Page 10: Geologi Regional Yogyakarta!!

Menoreh terbentuk dibagian utara. Gunung Menoreh merupakan gunung terakhir

yang terbentuk di komplek pegunungan Kulon Progo. Hasil dari aktivitas gunung

Menoreh awalnya menghasilkan Andesit augit hornblen, kemudian dihasilkan Dasit

dan yang terakhir yaitu Andesit. Dome Kulon Progo memiliki bagian puncak yang

datar yang dikenal dengan “Jonggrangan Platoe”. Bagian puncak dome tertutup oleh

batugamping koral dan napal dengan kenampakan topografi kars.

Menurut Van Bemmelan (1948), Jawa Tengah dibagi menjadi 3 zona antara lain :

1. Zona Jawa Tengah bagian utara, merupakan zona lipatan.

2. Zona Jawa Tengah bagian tengah, merupakan zona depresi.

3. Zona Jawa Tengah bagian selatan, merupakan zona plato.

Kulon Progo salah satu daerah yang termasuk kedalam zona jawa tengah bagian

selatan, yang merupakan zona plato sering disebut sebagai plato jonggrangan. Bagian

utara dibatasi dengan dataran pantai samudera indonesia, sedangkan bagian barat laut

berhubungan dengan pegunungan serayu selatan. Daerah ini merupakan daerah uplift

yang membentuk dome.

Berdasarkan relief dan genesanya, kabupaten kulon progo terbagi menjadi beberapa

satuan geomorfologi, antara lain :

A. Satuan pegunungan Kulon Progo

Pegunungan Kulon Progo ini mempunyai ketinngian antara 100meter - 1200

meter diatas permukaan laut, besar kelerangannya antara 15o - 60o. Persebarannya

dari selatan sampai utara serata menempati bagian barat DIY yang meliputi

kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh.

B. Satuan perbukitan Sentolo

Perbukitan sentolo ini mempunyai ketinggian antara 50 meter – 150 meter

diatas permukaan laut, besar kelerangannya sendiri rata-rata 15o. Daerah yang

termasuk dalam satuan perbukitan sentolo ini antara lain Kecamatan Pengasih dan

Sentolo itu sendiri.

C. Satuan teras progo

Page 11: Geologi Regional Yogyakarta!!

Satuan teras progo terletak disebelah utara satuan perbukitan sentolo dan

disebelah timur pegunungan Kulon Progo. Satuan ini meliputi kecamatan

Nanggulan dan Kali Bawang.

D. Satuan dataran aluvial

Penyebaran satuan ini memanjang meliputi kacamatan Panjatan, Temon, Wates,

Galuh, serta sebagian derah Lendah. Satuan dataran aluvial ini relatif landai

sehingga banyak digunakan sebagai pemukiman dan areal persawahan.

E. Satuan dataran pantai

Subsatuan gumuk pasir

Subsatuan ini memiliki penyebaran di sepanjang pantai selatan Yogyakarta

yaitu Pantai Glagah dan Pantai Congot. Sungai yang bermuara dipantai selatan

membawa material-material berukuran pasir dari hulu ke muara, disebabkan

karena adanya pengaruh angin maka material-material tersebut terendapkan

disepanjang pantai yang kemudian membentuk gumuk-gumuk pasir.

Subsatuan dataran aluvial pantai

Subsatuan ini terletak disebelah utara subsatuan gumuk pasir. Pada

subsatuan datran aluvial tidak dijumpai gumuk-gumuk pasir.

B. Stratigrafi Regional

Secara stratigrafis, cekungan kulon progo memiliki susunan litologi bebeda dari

daerah sekitar. Susunan stratigrafi dari tua ke muda adalah

1. Formasi nanggulan

Formasi ini menempati daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang rendah

hingga menegah. Penyebarannya di daerah nanggulan ( sebelah timur pegunungan

Kulon Progo). Formasi Sungai Progo dan Sungai Puru terbagi 3 yaitu :

a) Axinea beds

Formasi yang terletak paling bawah, memiliki ketebalan kira-kira 40 meter,

merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri dari batupasir, batuserpih

dengan perselingan napal dan lignit yang keduanya berfasis litoral. Axinea

Page 12: Geologi Regional Yogyakarta!!

beds banyak mengandung fosil pelecypoda

b) Yogyakarta beds

Formasi yang terndapkan secara selaras diatas axibea beds, memiliki tebal

60 meter. Terdiri dari napal pasiran silang siur dengan batupasir dan

batulempung yang mengandung Nummulities Djogjakartae.

c) Discocylina beds

Formasi yang diendapkan selaras diatas yogyakarta beds, memiliki

ketebalan 200 meter. Formasi ini terdiri dari napal dan batugamping berseling

dengan batupasir dan batuserpih. Semakin keatas maka akan semakin banyak

kandungan foraminifera planktonik.

2. Formasi andesit tua

Formasi andesit tua ini diendapkan diatas formasi nanggulan secara tidak

selaras. Formasi ini tersusun dari breksiandesit, tuf, lapili, aglomerat, serta sisipan

aliran lava andesit. Formasi ini tersingkap baik di bagian tengah, utara ataupun

barat daya dari kulon progo. Ketebalan formasi ini kira-kira 600 meter. Umur dari

formasi ini berdasarkan temuan fosil foraminifera planktonik yang berada dalam

batunapal yaitu oligosen atas.

3. Formasi jonggrangan

Formasi jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi andesit

tua. Bagian bawah formasi ini terdiri dari konglomerat, napal tufan, batupasir

gampingan yang mengandung moluska, batulempung, dan sisipan lignit. Bagian

atas terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping koral. Ketebalan formasi

ini 250 meter-400 meter. Sedangkan umur formasi ini sendiri adalah miosen

bawah-miosen tengah.

4. Formasi sentolo

Formasi sentolo diendapkan secara tidak selaras diatas formasi andesit tua sama

seperti formasi jonggrangan. Hubungan antara keduanya adalah saling menjari.

Bagian bawah dari formasi ini berupa batugamping, batupasir napalan, napal

Page 13: Geologi Regional Yogyakarta!!

pasiran, dan napal tufan. Sedangkan bagian atas terdiri dari batugamping yang

mengandung fosil foraminifera serta fragmen koral. Umur dari formasi ini sendiri

sekitar N18-N15 (miosen awal-pliosen). Penyebaran formasi ini meliputi bagian

tenggara pegunungan kulon progo.

5. Formasi Wates dan Formasi Yogyakarta

Diatas batuan-batuan tua, diendapakan formasi wates dan formasi

Yogyakarta dengan umur holosen. Formasi Wates ini terdiri dari mineral lepas

hasil transportasi dan sedimentasi sungai. Formasi ini tersebar di bagian selatan

dan barat daya pegunungan kulon progo hingga perbatasan dengan samudera

indonesia.

2.3 Struktur Geologi Regional

Pegunungan Kulon Progo merupakan tinggian yang ditandai dengan adanya

kompleks gunung api purba yang ada di batuan berumur paleogen yang kemudian ditutup

dengan batuan yang berumur neogen. Pegunungan Kulon Progo telah mengalami

beberapa kali tektonik. Pertama, terjadi setelah pembentukan formasi nanggulan. Saat itu

tebentuk gunung api Ijo, Gadjah, dan Menoreh kemudian terbentuk formasi andesit tua.

Pada awal plestocen, semua daerah Kulon Progo mengalami pengangkatan sehingga

terbentuk morfologi tinggian yang kemudian terbentuk lipatan.

Secara garis besar struktur geologi kabupaten kulon progo dibagi menjadi struktur

dome dan struktur unconformity

Struktur Dome

Proses geologi yang banyak terjadi yaitu orogenesis. Struktur ini membuat batuan

tersingkap memiliki kemiringan yang relatif landai karena adanya pengangkatan

batuan yang berada dibawahnya.

Struktur Unconformity

Ketidakselarasan disconformity ditemukan di perbatasan eosen atas formasi

nanggulan dengan oligosen pada formasi andesit tua.

Page 14: Geologi Regional Yogyakarta!!

GUNUNG GENDOL

Menurut Van Bemmelen (1949), menyebutkan bahwa bukit gendol terbentuk dari

hasil longsoran merapi. Hal itu disimpulkan dari adanya lapisan vulkanik yang terlipat

jelas membebtuk suatu antiklinorium yang melengkung konkaf kearah barat.

Pembentukan antiklinorium ini erat kaitannya dengan pensesaran yang terjadi pada

gunung merapi tua yang mengakibatkan blok barat dari gunung tersebut turun dan

meluncur membentuk kaki bagian utara pegunungan menoreh yang akhirnya membentuk

antiklinorium gendol. Lapisan tersebut terdiri atas perselingan breksi lahar dengan

endapan fluviatil tufan. Sedangkan fragmen vulkaniknya tersiri atas vitrofirik augit-

hipersten-hornblende yang serupa dengan merapi tua.

Sedangkan menurut Newhall (2000) menyebutkan bahwa Gunung gendol

merupakan perbukitan sendiri yang pembentukannya tidak ada hubungannya denagn

merapi tua ataupun kulon progo, karena saat dilakukan dating gunung gendol memiliki

umur yang lebih tua dari merapi tua jadi tidak mungkin bila pembetukan gunung gendol

ini berasal dari gunung yang umurnya lebih muda.

Gunung api itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Merapi tua dan merapi muda.

Merapi tua telah aktif sejak jaman pleistosen akhir, sedangkan merapi muda aktif sejak

tahun 1006. Litologi di merapi muda lebih bersifat intermediet, sedangkan merapi tua

memiliki litologi yang cenderung basa. Sedangkan jika dilihat dari morfologinya, merapi

muda menunjukkan gunungapi stadia muda yang berarti belum mengalami erosi lebih

lanjut. Sedangkan pada merapi tua menuunjukkan gunungapi dengan stadia dewasa

dengan banyaknya erosi yang terpotong oleh sesar.

berdasarkan kelerengannya, gunung merapi dibagi menjadi empat satuan geomorfologi,

yaitu :

1. Satuan morfologi daerah puncak merapi

a. Tinggi dengan puncak samapi sekitar 2000m dpl

b. Terjal

c. Pola pengaliran radial

2. Satuan morfologi daerah lereng atas

Page 15: Geologi Regional Yogyakarta!!

a. Ketinggian antara 2000m-1200m

b. Kemiringan melandai ke barat ddan selatan (curam—sedang)

c. Pola pengaliran subparalel

3. Satuan morfologi daerah lereng tengah

a. Ketinggian 1200m-600m

b. Kemiringan sedang

c. Pola pengaliran paralel

4. Satuan morfologi daerah lereng bawah

a. Ketinggian 600m-400m

b. Kemiringan landai

c. Sungai berperan sebagai jalur material hasil letusan

STRATIGRAFI GUNUNG MERAPI

Stratigrafi gunung merapi terdiri dari 2 susunan litologi karena pembentuk litologi

daerah ini terdapat 2 gunung api yang berbeda umur dan memiliki magma induk yang

berbeda, sehingga dibedakan menjadi :

1. Volkanik merapi tua

Dengan umurnya pleistosen atas, merapi tua ini memiliki litologi penyusun

berupa breksi aglomerat dan lelehan lava yang termasuk andesit dan basalt

mengandung olivin volkanik merapi tua dengan umur antara 4400m-2930m

2. Volkanik merapi muda

Litologi pada merapi tua ini berupa material rombakan endapan merapi tua yang

berupa tufa, pasir, breksi dan breksi yang terkonsolidasi lemah. Dengan dating,

merapi muda ini diperkirakan berumur 1750-390 tahun yang lalu.

STRUKTUR GEOLOGI GUNUNG MERAPI

Gunung merapi terletak pada dua jalur sesar regional sesar yang memisahkan jawa

imur dengan jawa tengah dan sesar yang membentuk batasan antara bukit kendeng bagian

barat dan subzonan antara ngawi dan simo.

Struktur yang terjadi salah satunya adalah lipatan. Lipatan ini sendiri merupakan

hasil longsoran endapan merapi dan adanya dome yang timbul pada pegunungan kulon

Page 16: Geologi Regional Yogyakarta!!

progo bagian barat.

Sesar pada gunung merapi muda kemungkinan disebabkan oleh adanya pergerakan

tektonik sepanjang sesar geser besar yang terbentang pada barisan gunung Ungaran-

Merapi sampai perbatasan lembah progo bagian barat daya yang mengalami penurunan

secara perlahan. Hal tersebut menyebabkan bagian barat gunung merapi turun kearah

daerah penurunan tersebut.