Geologi Regional Dieng

download Geologi Regional Dieng

of 27

Transcript of Geologi Regional Dieng

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    1/27

    Luthfian 1

    Alutsyah Luthfian

    Fisika Gunung Api

    01

    25 Desember 2014

    GEOLOGI REGIONAL DIENG

    Gambaran Umum Sistem Gunungapi Dieng

    Dieng adalah nama sebuah dataran tinggi di Provinsi Jawa Tengah. Secara sempit,

    kawasan Dieng melingkupi dataran yang masuk ke dalam Desa Dieng Kulon (Kabupaten

    Banjarnegara) dan Desa Dieng (Kabupaten Wonosobo). Umumnya orang mengenal kawasan

    Dieng dalam arti yang lebih luas, yaitu mencakup dataran tinggi yang membentang dari

    Kecamatan Batur di Kabupaten Banjarnegara hingga Kecamatan Kejajar dan Desa Maron di

    Kabupaten Wonosobo.

    Gambar 1Kondisi umum kawasan Dieng. Foto diambil penulis diDesa Dieng Kulon, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    2/27

    Luthfian 2

    Kata Dieng berasal dari Bahasa Jawa KunoDi Hyangyang berarti kediaman para

    Dewa. KataDi Hyangberevolusi menjadiDihengpada abad ke-14 (menurut naskah Bujangga

    Manik) sebelum akhirnya menjadiDieng. Dari analisis bangunan candi, kawasan tersebut telah

    dihuni setidaknya sejak tahun 700 Masehi. Sebuah prasasti yang ditemukan di Dieng berasal dari

    tahun 869 Masehi (Sundberg, 2006). Pada masa itu, penghuninya adalah pendeta-pendeta Hindu

    yang berumah di sekitar kawasan Telaga Warna.

    Kawasan Dieng pada masa lalu memiliki suasana yang sepi, terpencil, dan jauh dari

    aktivitas duniawi. Hal tersebut menarik sebagian kecil manusia untuk bersemedi di sana. Namun,

    seiring berjalannya waktu, manusia tidak datang ke sana hanya untuk bersemedi, namun juga

    untuk memanfaatkan tanahnya yang subur. Mineral-mineral yang menyuburkan tanah Dieng

    berasal dari material vulkanik yang dimuntahkan gunungapi-gunungapi di sana.

    Di kawasan Dieng, ada 25 kerucut gunungapi yang dapat dikenali dengan baik. Kerucut-

    kerucut gunungapi tersebut sebagian besar terbentuk pada kala Pleistosen, hanya tujuh kerucut

    yang kemungkinan terbentuk pada kala Holosen. Aliran lava terakhir di kawasan Dieng terjadi

    pada tahun 50 SM ( 100 tahun), berdasarkan spesimen yang ditemukan oleh Delarue (1980) di

    dekat Gunung Pakuwojo.

    Dari 25 kerucut gunungapi di Dieng, enam di antaranya terdiri dari material berkomposisi

    andesitik, yaitu Gunung Prambanan, Gunung Sikunir, Kawah Siglagah, Gunung Pangonan dan

    Telaga Merdada, Gunung Petarangan dan Telaga Menjer, dan Gunung Jimat. Sementara itu,

    kerucut-kerucut gunungapi lain di Dieng tersusun dari material yang komposisinya beragam.

    Pada kerucut-kerucut gunungapi yang komposisinya beragam itu, terdapat batuan-batuan

    beku basa bercampur dengan batuan-batuan beku yang asam. Hal ini terjadi karena proses

    diferensiasipada magma yang naik pada tiap-tiap kerucut. Proses diferensiasiadalah

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    3/27

    Luthfian 3

    pembanyakan jenis magma dari satu jenis magma asal di dalam suatu ruang karena hal-hal

    berikut (Harijoko et al., 2010):

    1. Pencampuran antara dua jenis magma yang berbeda komposisi,

    2. Kristalisasi bertingkat,

    3. Masuknya pecahan batuan kerak ke dalam magma.

    Gambar 2Tembok dari Kaldera Prau, kaldera terbesar di Kawasan Dieng.

    Pada kerucut-kerucut gunungapi yang magmanya berdiferensiasi, kita bisa menemukan

    batuan beku yang komposisinya basaltik (basa) hingga andesitik atau dasitik. Batuan-batuan

    beku seperti andesit dan dasit sangat umum terbentuk ketika sebagian besar magma sudah

    terkristalisasi. Saat sebagian besar magma sudah terkristalisasi, gas-gas telah terpisah darinya

    dan berkumpul di leher gunungapi. Gas tersebut bertekanan tinggi, menyebabkan letusan

    penghasil batuan beku andesitik atau dasitik umumnya eksplosif dan menghasilkan kawah

    berbentuk melingkar dengan diameter puluhan hingga ribuan meter. Kawah-kawah hasil letusan

    vulkanik eksplosif ini dapat ditemui di banyak tempat, misalnya di Telaga Warna, Gunung

    Kendil, Gunung Bisma, Gunung Pangonan, Gunung Butak, dan Gunung Pagerkandang. Kawah

    terbesar di kawasan Dieng adalah Kaldera Prau, yang diameternya diperkirakan 5 km, dengan

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    4/27

    Luthfian 4

    tembok kawah setinggi hampir 600 meter. Kaldera Tlerep merupakan kawah terbesar kedua

    dengan diameter sekitar 600 meter.

    Pembentukan Kaldera Prau merupakan kejadian yang paling kolosal dalam sejarah

    geologi gunungapi Dieng. Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 19000 SM dan memuntahkan

    78 km3material vulkanik ke sekitarnya (VOGRIPA, 2014). Umur dari batuan1Kaldera Prau

    adalah 3,6 juta tahun (Boedihardi et al., 1991). Setelah pembentukan Kaldera Prau, mulailah

    aktivitas-aktivitas vulkanik pasca kaldera yang pertama, dengan ciri utama letusan terakhir yang

    bersifat eksplosif. Gunungapi-gunungapi berikut terbentuk pada episode vulkanik pasca kaldera

    yang pertama, diurutkan dari yang tertua hingga yang termuda:

    1. Gunung Bucu,

    2. Gunung Nagasari (umur batuan 2,99 juta tahun),

    3. Kelompok Gunungapi Bisma (umur batuan 2,53 juta tahun),

    4. Gunungapi Petarangan dan Telaga Menjer,

    5. Kelompok Gunung Seroja,

    6.

    Telaga Warna dan Igir Binem,

    7. Gunung Pagerkandang (Sipandu, umur batuan 460 ribu tahun) dan Kawah Siglagah.

    8. Gunung Pangonan dan Telaga Merdada (umur batuan 370 ribu tahun, menurut Sukhyar et

    al. (1986) salah satu letusannya terjadi sekitar tahun 15000 SM),

    9. Gunung Jimat, Butak-Petarangan, dan Dringo adalah gunungapi-gunungapi Dieng yang

    terbentuk pada episode vulkanik pasca kaldera yang pertama, namun terletak di luar

    kawasan Kaldera Prau.

    1Umur Batuan berbeda dengan waktu letusan. Umur batuan dihitung sejak batuan tersebut mengkristal(walaupun masih berwujud magma), perhitungan menggunakan metode K/Ar. Waktu letusan dihitung lewat bangkai

    makhluk hidup yang ditemukan pada endapan atau lava, perhitungan menggunakan metode radiokarbon.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    5/27

    Luthfian 5

    Episode vulkanik pasca kaldera yang pertama ini menghasilkan Tuf Dieng. Tuf Dieng

    terdiri atas abu gunungapi, lapilli, pecahan batuan, dan batuapung dalam matriks lempung.

    Kadang kita bisa menjumpai tanah kuno di antara lapisan tuf. Bagian atas satuan ini telah

    melapuk menjadi tanah yang sangat porous di beberapa tempat, dan mudah longsor saat musim

    hujan.

    Gambar 3A) Kerucut Gunungapi Pagerkandang, salah satu kelompok gunungapi yang terbentuk pada Episode Vulkanik PascaKaldera yang Pertama. Dahulu di atas gunung ini terdapat perkampungan, namun menyusul ancaman letusan di Kawah

    Pagerkandang pada dekade 1960-an, warga pindah dari daerah tersebut menuju Dusun Pawuhan dan Dusun Simpang. B) Kerucut

    Gunungapi Kendil (tanda 1), yang terbentuk pada Episode Vulkanik Pasca Kaldera yang Kedua. Lereng di latar depan adalahbagian dari Igir Binem, gunungapi yang melahirkan Telaga Warna. Sementara tanda (2) menunjukkan Gunungapi Pakuwojo,

    yang letusan terakhirnya pada tahun 50 SM ( 100 tahun) menghasilkan lava latit kental. Foto diambil penulis dari MasjidBaiturrohman, Dieng Kulon.

    A

    B

    2

    1

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    6/27

    Luthfian 6

    Selepas episode sebelumnya yang meledak-ledak, Kawasan Dieng selanjutnya diwarnai

    oleh aktivitas-aktivitas kegunungapian yang lebih tenang. Rangkaian aktivitas-aktivitas

    gunungapi tersebut menghasilkan lava andesit, latit, dan dasit yang ditutupi oleh lapisan debu

    dan abu vulkanik setebal 1 hingga 1,5 meter. Untuk membedakannya dari episode sebelumnya,

    rangkaian aktivitas gunungapi tersebut dinamai Episode Vulkanik Pasca Kaldera yang Kedua.

    Episode vulkanik pasca kaldera yang kedua ini membangun kerucut-kerucut gunungapi berikut:

    1. Gunung Kendil,

    2. Gunung Watusumbul

    3.

    Gunung Pakuwojo,

    4. Gunung Prambanan,

    5. Gunung Sikunir.

    Dalam episode vulkanik pasca kaldera yang kedua ini, Gunung Kendil diperkirakan

    merupakan yang pertama terbentuk. Setelah Gunung Kendil, kemudian dibangunlah kerucut

    Gunung Watusumbul. Setelah Gunung Watusumbul, kemudian berturut-turut dibangun kerucut

    Gunung Pakuwojo, Gunung Prambanan, dan yang terakhir, Gunung Sikunir. Ada kemungkinan

    setiap kerucut gunungapi tersebut meletus lebih dari sekali; contoh yang paling kentara dapat

    dilihat pada Gunung Kendil dan Gunung Pakuwojo. Lava Gunung Kendil dari rangkaian

    letusannya yang tertua bersifat andesitik dan mengalir ke timur serta ke utara hingga memasuki

    Telaga Warna, sementara lavanya yang terakhir (dikeluarkan sekitar tahun 6590 SM) bersifat

    dasitik dan mengalir 3,5 km ke barat. Sebagaimana Gunung Kendil, lava dari letusan-letusan

    Gunung Pakuwojo yang tertua juga bersifat andesitik, namun lavanya yang terakhir bersifat lebih

    asam dan membeku menjadi batu latit berkuarsa (Zen, 1971, Sukhyar et al., 1986, dan

    Boedihardi et al., 1991).

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    7/27

    Luthfian 7

    Lava dari episode vulkanik pasca kaldera yang kedua ini mengalir secara tidak merata.

    Daerah-daerah lembah yang jalur aliran airnya terbendung oleh lava berubah menjadi cekungan.

    Karena curah hujan di Dieng cukup tinggi (melebihi 3000 mm per tahun) maka cekungan

    tersebut dengan segera terisi oleh air dan menjadi danau. Ada dua buah danau yang terbentuk

    lewat mekanisme ini, yaitu Telaga Cebong dan Telaga Balekambang. Umur Telaga Cebong lebih

    tua dibanding Telaga Balekambang; Sajekti (2009) menemukan sedimen yang berasal dari abad

    17 SM di sebelah barat Telaga Cebong, sementara itu sedimen tertua di Telaga Balekambang

    berasal dari masa yang tidak lebih tua dari abad ke-5 M (Pudjoarinto, 2001).

    Gambar 4Panorama Telaga Cebong, Desa Sembungan, dan Gunung Sidede (1). Desa Sembungan

    merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa, dengan elevasi sekitar 2120 meter di atas permukaan laut.Sementara itu, lereng di sebelah kiri gambar (2) adalah bagian dari kerucut Gunungapi Seroja.

    Lereng di sebelah kanan gambar merupakan bagian dari kerucut Gunungapi Pakuwojo (3)dan Gunungapi Prambanan (4). Aliran lava dari Gunung Kendil ditandai dengan nomor (5).

    Foto diambil penulis dari puncak kubah lava Gunungapi Sikunir (2268 meter di atas permukaan laut).

    1

    2

    3

    4

    5

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    8/27

    Luthfian 8

    Aktivitas vulkanik Dieng Masa Kini.

    Pada masa kini, kegiatan vulkanik di Dieng lebih banyak disemarakkan oleh letusan-

    letusan freatik, eksplosif, dan hidrotermal2, kadang-kadang terjadi pula letusan eksplosif skala

    kecil. Setidaknya ada 23 buah letusan yang terjadi selepas aliran lava Pakuwojo terbentuk sekitar

    tahun 50 SM. Ke-21 letusan tersebut dituliskan dalam daftar di bawah (Siebert et al., 2011).

    Lokasi Letusan Tahun Deskripsi

    Tidak diketahui1180 100

    tahunLetusan freatik.

    GunungPakuwojo

    1375 75tahun

    Letusan eksplosif, mengeluarkan abu dan pasir yangmenutupi semua candi di Dieng. VEI diperkirakan sebesar 3.

    Kawah

    Candradimuka

    dan Goa Jimat

    1786

    Letusan eksplosif dan freatik yang didahului rangkaiangempa vulkanik selama empat bulan. Letusan freatikmengeluarkan uap belerang, meretakkan tanah dan

    membenamkan Desa Jamping beserta 38 penduduknya ke

    dalam sebuah retakan besar. Tanah longsor akibat aktivitasgempa vulkanik mengakibatkan terbentuknya Telaga Sewiwi

    di dekat Desa Kepakisan. Nilai VEI 2.

    Gunung

    Pakuwojo1825 Letusan eksplosif, mengeluarkan abu dan pasir. Nilai VEI 2.

    Gunung

    Pakuwojo1826

    Letusan eksplosif, mengeluarkan abu dan pasir. Pada tanggal

    9 Oktober 1826, pukul 14.0015.00, suara ledakan darigunungapi ini dapat terdengar hingga Yogyakarta. Orang-

    orang di Yogya pada masa itu menggambarkan suaraledakannya seperti meriam. Pada tanggal 11 Oktober

    1826, getaran dari gempa dan ledakan Gunung Pakuwojo

    dapat dirasakan hingga Pekalongan selama dua jam(Siswowidjoyo, 1980). Letusan berakhir pada 15 Oktober

    1826 (Siebert et al., 2011). Nilai VEI 2.

    Gunung

    Pakuwojo1847

    Pada tanggal 4 Desember 1847, terjadi letusan eksplosif dan

    freatik dengan nilai VEI sebesar 2.

    2Letusan freatikterjadi ketika magmanaik dan bersentuhan dengan air tanah, sehinggaterbentuk uap bertekanan tinggi yang kemudian meledak, memecahkan batuan di atasnya dan membentukkawah. Letusan eksplosifterjadi akibat pemuaian/peningkatan volume gas-gas magmatik bertekanan

    tinggi di dalam leher gunungapi, sehingga mampu melontarkan bebatuan di atasnya. Letusanhidrotermalterjadi saat magmamemanaskan air tanahsecara tidak langsung, sedemikian sehingga air

    tanah menguap menjadi uap bertekanan tinggi yang memuai dan melontarkan bebatuan di atasnya.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    9/27

    Luthfian 9

    Lokasi Letusan Tahun Deskripsi

    Kawah Sikidang

    dan KawahSibanteng

    18831884

    Peningkatan aktivitas pada lubang-lubang gas vulkanik diDieng, diiringi dengan letusan lumpur di Kawah Sikidang

    dan Sibanteng. Letusan mulai sekitar tanggal 26 Desember

    1883, dan berakhir pada tanggal 18 Maret 1884.

    Kawah Siglagah 1895Tanah retak mengeluarkan uap belerang (Figee dan Onnen,

    1897).

    Kawah Timbang 1928

    Gempa menggetarkan daerah Batur dan sekitarnya selamasepuluh hari. Pada tanggal 13 Mei 1928, Kawah Timbang

    akhirnya meledak sesudah sebuah gempa yang sangat kuat

    merusak rumah-rumah di Batur. Erupsi freatik melontarkanbatuan segar dan lumpur yang membunuh satu jiwa. Terjadi

    aliran lumpur berdimensi kecil dan hembusan gas beracun.

    Tebal endapan hasil letusan 35 cm di sekitar kawah. Nilai

    VEI sebesar 2.

    Kawah Timbang

    dan 15 kawah

    kecil di sekitarnya

    1939

    Letusan freatik berlangsung dari tanggal 13 Oktober hingga15 Oktober 1939, melontarkan pecahan batuan dan lumpurbersama dengan uap beracun. Gempa terjadi baik sebelum

    atau saat terjadinya letusan. Korban jiwa sebanyak 10 orang

    dan Kampung Timbang hancur total. Tebal endapan hasilletusan melebihi 35 cm (Dan Miller et al., 1983). Nilai VEI

    diperkirakan sebesar 1.

    Kawah Sileri 1944

    Pada tahun 1943, retakan-retakan sepanjang 5-6 meterdengan lebar 1-1,5 meter timbul di sebelah barat laut Kawah

    Sileri. Retakan-retakan itu berarah utara-selatan. Pada 3November 1944, dua buah erupsi freatik membentuk kawah-

    kawah kecil. Erupsi freatik yang sangat kuat terjadi padatanggal 4 Desember 1944, membunuh 114 jiwa. Arah

    lontaran material umumnya ke barat, bebatuan besar

    diketahui terlontar sejauh 1,5 km dari kawah. Endapan hasilletusan di sebelah barat kawah memiliki tebal 2 meter. Tidak

    ada gempa yang dirasakan baik sebelum maupun saat erupsi

    berlangsung. Nilai VEI sebesar 2.

    Tidak diketahui 1953Penduduk di Kampung Kepucukan merasakan hujan abu

    tipis dan bau gas vulkanik pada tanggal 21 Maret 1953.

    Kawah

    Candradimuka1954

    Erupsi freatik terjadi pada tanggal 6 Desember 1954, yangdidahului peningkatan suhu mata air panas, tanpa diiringi

    gempa. Asap membubung hingga setinggi 50 m. Nilai VEI

    sebesar 0.

    Kawah Sileri 1956Erupsi freatik terjadi pada tanggal 2 Juni 1956, asap

    membubung setinggi 150 meter. Nilai VEI sebesar 1.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    10/27

    Luthfian 10

    Lokasi Letusan Tahun Deskripsi

    Kawah Sileri 1964

    Erupsi freatik pada tanggal 13 Desember 1964, tanpa diiringigempa. Produk letusan berupa lumpur dan abu vulkanik

    yang tersebar dalam radius 1 km dari pusat aktivitas. Tinggi

    kolom letusan 500 meter. Nilai VEI sebesar 1.

    Kawah Sinila dan

    Sigludug1979

    Seismograf di Pos PVMBG Karangtengah merekam tiga

    buah gempa pada tanggal 16 Februari dan satu gempa pada

    tanggal 19 Februari. Aktivitas kegempaan meningkat padadini hari tanggal 20 Februari 1979. Pada pukul 05.00, sebuah

    letusan terjadi di Telaga Sinila. Kemudian pada pukul 06.15,

    terjadi letusan di Kawah Sigludug. Gas CO2keluar dari

    retakan-retakan di sekitar kawah tersebut, bersama-samadengan gas H2S dan CH4. Dalam waktu cepat, gas-gas

    tersebut mengalir menuruni lereng dan mencapai Kampung

    Kepucukan. Orang-orang yang berlarian ke Batur dari

    Kepucukan terperangkap gas vulkanik dan meninggal dijalan persis seperti orang ketiduran. Pada tanggal 24 Maret

    1979, kembali terjadi letusan yang diiringi 134 buah gempa.Getaran-getaran gempa kembali dirasakan pada akhir Mei1979, namun tidak diiringi peningkatan aktivitas vulkanik.

    Jumlah korban dari peristiwa 1979 ini sebanyak 150 jiwa.

    Endapan material letusan berupa lumpur berisi pasir dan

    bongkah batuan. Nilai VEI sebesar 1.

    Dekat Candi

    Pandawa Lima1993

    Letusan freatik pada tanggal 23 Januari 1993 dengan nilaiVEI sebesar 1.

    Dekat KawahPadangsari

    1996 Letusan freatik pada tanggal 31 Desember 1996 dengan nilaiVEI sebesar 1.

    Kawah Sileri 2003Letusan freatik pada bulan Juli 2003 dengan nilai VEI

    sebesar 1. Produk letusan berupa lumpur.

    Kawah Sibanteng 2009Letusan eksplosif dan freatik pada tanggal 15 Januari 1993

    dengan nilai VEI sebesar 1. Produk letusan berupa lumpur.

    Kawah Sileri 2009Letusan freatik pada tanggal 27 September 2009 dengan

    nilai VEI sebesar 1. Produk letusan berupa lumpur.

    Daftar di atas tidak memasukkan peristiwa hembusan gas beracun dan semburan lumpur

    skala kecil yang tidak dibarengi peristiwa letusan. Letusan-letusan yang pernah terjadi namun

    waktunya belum ditentukan juga tidak dimasukkan dalam daftar. Delarue (1980) membedakan

    penyebab dari letusan-letusan freatik di Dieng menjadi empat:

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    11/27

    Luthfian 11

    Gambar 5Korban gas vulkanik hasil erupsi Telaga Sinila dan Kawah Sigludug tahun 1979.

    Sumber foto: Pepeng -http://escoret.net/personal/tragedi-sinila-20-februari-1979/

    1.) Erupsi freatik yang terjadi setelah penumpukan uap bertekanan tinggi di dalam batuan,

    sebagaimana yang pernah berlangsung di Kawah Sileri, Kawah Candradimuka, dan

    Kawah Sikidang.

    2.) Erupsi freatik yang terjadi akibat uap panas mendesak lewat celah yang dibentuk oleh

    gaya-gaya tektonik, sebagaimana yang pernah berlangsung di Kawah Timbang.

    3.) Erupsi freatik yang terjadi saat pembentukan dyke.Dykeyang naik akan meretakkan

    batuan inang dan menguapkan air yang ada di dalamnya. Uap air di dalam batuan akan

    mendesak keluar lewat retakan dan mengakibatkan letusan. Erupsi freatik dengan

    mekanisme seperti ini pernah berlangsung di Gunung Kendil (tanggal letusan tidak

    diketahui).

    http://escoret.net/personal/tragedi-sinila-20-februari-1979/http://escoret.net/personal/tragedi-sinila-20-februari-1979/http://escoret.net/personal/tragedi-sinila-20-februari-1979/http://escoret.net/personal/tragedi-sinila-20-februari-1979/
  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    12/27

    Luthfian 12

    4.) Erupsi freatik yang terjadi ketika lava memasuki suatu perairan, sebagaimana yang

    pernah berlangsung di Gunung Pakuwojo (tanggal letusan tidak diketahui).

    Riwayat Geologi Dieng Sebelum Letusan Gunungapi Prahu

    Seluruh endapan vulkanik Dieng dari Zaman Kuarter yang terbentuk sebelum letusan

    Gunung Prahu secara kolektif disebut Satuan Vulkanik Jembangan Timur. Satuan vulkanik ini

    terdiri atas breksi aliran, piroklastik, lahar, aluvium, dan lava yang bersifat andesitik. Di

    beberapa tempat, kita dapat menemui batuan basalt olivin dalam satuan vulkanik Jembangan

    Timur. Kerucut-kerucut gunungapi yang menghasilkan satuan ini antara lain adalah Gunung

    Ngesong, Gunung Alang, Gunung Pengamun-amun, dan Gunung Kemulan.

    Gambar 6Gunung Kemulan di Kabupaten Batang, 8 km sebelah utara Telaga Dringo.Foto oleh Garayy -http://www.panoramio.com/photo/67803144.

    Di sebelah selatan Kawasan Dieng, Satuan Vulkanik Jembangan Timur ini menindih

    sebuah satuan geologi berumur Pliosen Akhir hingga Pleistosen Awal. Satuan ini terdiri atas

    breksi vulkanik berfragmen andesit, lava andesit hornblenda, dan tuff. Condon et al. (1996)

    http://www.panoramio.com/photo/67803144http://www.panoramio.com/photo/67803144http://www.panoramio.com/photo/67803144http://www.panoramio.com/photo/67803144
  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    13/27

    Luthfian 13

    menamai satuan tersebut sebagai Anggota Breksi Formasi Ligung. Secara regional, satuan ini

    merupakan bagian atas dari Formasi Ligung.

    Formasi Kalibiuk adalah alas dari Satuan Vulkanik Jembangan Timur di sebelah barat

    dan utara Kawasan Dieng. Batuan-batuan penyusun Formasi Kalibiuk ini adalah napal dan

    batulempung dengan sisipan tuf pasiran di bagian atas formasi. Napal dan batulempung berwarna

    kelabu kebiruan, banyak fosil moluska dari Kala Pliosen yang ditemukan oleh Oostingh (1935)

    di sini. Lingkungan pengendapan Formasi Kalibiuk adalah zona pasang-surut (Condon et al.,

    1996). Karena memiliki kesamaan litologi dan umur fosil, Formasi Kalibiuk ini berkorelasi

    dengan satuan Lapisan Marin pada peta geologi lembar Semarang yang dibuat oleh Thaden et al.,

    (1975).

    Bagian bawah dari Formasi Kalibiuk menjemari dengan suatu satuan geologi yang terdiri

    atas breksi vulkanik bersifat andesitik dan batupasir tufan. Satuan tersebut berasal dari Kala

    Pliosen dan diberi nama Anggota Breksi Formasi Tapak. Dalam satuan ini, breksi vulkanik

    dipotong oleh urat-urat kalsit, sementara itu fosil tumbuhan dapat ditemui di dalam batupasir

    tufan. Anggota Breksi Formasi Tapak ini dapat dikorelasikan dengan Formasi Peniron yang

    tersingkap di sebelah selatan Kali Serayu (Condon et al., 1996).

    Sistem Panas Bumi Dieng

    Selain terkenal karena pemandangan alam, budayanya yang unik, dan candi-candi

    Hindunya, kawasan Dieng juga dikenal karena manifestasi panas buminya. Manifestasi panas

    bumi di kawasan Dieng meliputi fumarol, mofet, kolam lumpur, dan mata air panas. Manifestasi-

    manifestasi tersebut muncul di tujuh tempat, yaitu:

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    14/27

    Luthfian 14

    Gambar 7Kawah Sikidang, dilihat dari Gunung Pangonan ke arah tenggara.

    Foto oleh Kodrut Miljah -http://www.panoramio.com/photo/99148178.

    a. Kawasan sekitar Desa Sindongkal hingga Kawah Timbang. Kemunculan manifestasi

    panas bumi di kawasan tersebut dikontrol oleh struktur geologi berupa graben Sindongkal

    dan graben Batur. Kedua struktur tersebut berarah utara-selatan.

    b.

    Kawasan Kawah Sileri dan sekitar Desa Bitingan. Kemunculan manifestasi panas bumi di

    kawasan tersebut dikontrol oleh keberadaan magma di bawah Gunung Pagerkandang.

    c. Kawasan Kawah Siglagah. Sebagaimana yang terjadi di Kawah Sileri, keberadaan

    manifestasi di sini diakibatkan oleh keberadaan magma di bawah tanah.

    d. Telaga Warna. Keberadaannya diatur oleh adanya struktur geologi berupa kawah dan

    dapur magma.

    e. Kawasan lereng selatan Gunung Pangonan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah

    manifestasi di Kawah Upas, Kawah Sikidang, dan Kawah Sibanteng. Keberadaan

    manifestasi di tempat ini diatur oleh sesar dan keberadaan magma.

    http://www.panoramio.com/photo/99148178http://www.panoramio.com/photo/99148178http://www.panoramio.com/photo/99148178http://www.panoramio.com/photo/99148178
  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    15/27

    Luthfian 15

    f. Kawasan sebelah utara Gunung Bisma dan Sikunang. Manifestasi di sini berupa mata air

    panas dan fumarol dekat Desa Pulosari, serta mofet dekat Desa Sikunang. Keberadaannya

    diperkirakan diatur oleh suatu sesar.

    g. Kawasan lereng utara Gunung Pakuwojo. Manifestasi di sini berupa fumarol, yang

    keberadaannya kemungkinan diatur oleh keberadaan magma.

    Gambar 8Hasil survey TEM yang dilaksanakan oleh Group Seven

    di sebelah utara Kawas Sikidang (Jacobson et al., 1970).

    Survey geolistrik, TEM dan AMT di Kawasan Dieng pertama kali dilaksanakan oleh

    Group Sevenpada bulan Juli hingga Agustus 1970. Survey ini dilaksanakan demi menetapkan

    manifestasi-manifestasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sumber energi

    panas bumi. Survey geolistrik menghasilkan sebuah peta kontur tahanan jenis nampak (a) untuk

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    16/27

    Luthfian 16

    seluruh Kawasan Dieng, sementara survey TEM menghasilkan sebuah kurva tahanan jenis

    nampak untuk satu titik dekat Kawah Sikidang. Nilai ayang cukup rendah (di bawah 2,5 m)

    didapatkan di kawasan sekitar Kawah Candradimuka, Kawas Sileri, dan Kawah Sikidang.

    Sementara itu, hasil survey TEM adalah model bumi dua lapis untuk Kawah Sikidang, berupa

    satu lapisan dengan = 1,1 m setebal 195 meter yang menutupi lapisan dengan = 11 m

    berketebalan tak berhingga.

    Dari ketiga anomali nilai ayang ditemukan oleh Group Seven, Muffler (1971)

    memberikan rekomendasi kepada para peneliti sesudahnya untuk menelaah kawasan Kawah

    Sileri, Dieng Kulon, dan Kawah Sikidang lebih dalam. Muffler (1971) tidak menyarankan untuk

    mengembangkan kawasan Kawah Candradimuka dan sekitarnya karena ukuran anomali yang

    kecil dan aktivitas kawah yang giat. Sebagai tindak lanjut atas laporan Muffler tahun 1971 itu,

    Pertamina melaksanakan survey MT dan gravitasi di kawasan Dieng Timur. Pada tahun 1977

    1994, Pertamina membuat sebanyak 27 sumur berdasarkan hasil survey AMT dan gravitasi

    tersebut. Dari 27 sumur yang dibuat Pertamina, 14 di antaranya produktif dan mampu

    menghasilkan energi listrik sebanyak 85 MW. Himpurna California Energy HCE melanjutkan

    usaha pemanfaatan energi listrik di Dieng pada akhir 1994. HCE mampu membuat 18 sumur,

    dengan 15 sumur telah diuji dan produktif. Pada tahun 1998, HCE berhasil membuat pembangkit

    listrik tenaga panas bumi di Dieng, yang mampu menghasilkan energi sejumlah 60 MW dari uap

    sumur miliknya dan Pertamina. Saat ini, pembangkit listrik 60 MW itu dioperasikan oleh PT Geo

    Dipa Energi Dieng.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    17/27

    Luthfian 17

    Gambar 9Peta anomali Bouguer sisa dari survey gravitasi yang dilaksanakan oleh Pertamina.Dalam peta ini, dapat dilihat zona-zona anomali terkait: Sileri, Sikidang (B), Pakuwojo (A), dan Siglagah (C).

    Peta diambil dari artikel Evaluation of the Dieng Geothermal Field; Review of Development Strategy

    oleh Boedihardi et al., 1991.

    Survey AMT dan gravitasi yang dilakukan Pertamina berhasil mendelineasi zona-zona

    anomali geofisika yang terkait manifestasi panas bumi dan magmatisme di Kawasan Dieng

    Timur. Selain zona anomali Sikidang dan Sileri, hasil survey Pertamina menambahkan dua buah

    zona anomali lagi, yaitu zona anomali Pakuwojo dan zona anomali Siglagah. Pada daerah-daerah

    yang berkaitan dengan aktivitas panas bumi dan magmatisme, nilai anomali sisa gravitasi kurang

    dari -4 mgal, sementara nilai konduktivitas total (hasil survey AMT) melebihi 1000 mho.

    Pengecualian terjadi di zona anomali Siglagah, yakni nilai anomali sisa gravitasi yang positif.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    18/27

    Luthfian 18

    Melalui pengeboran oleh Pertamina, diketahui bahwa reservoar fluida panas bumi di

    sekitar Kawah Sileri, Sikidang, dan Pakuwojo seluruhnya bersuhu 320C (kecuali reservoar di

    Kawah Siglagah yang suhunya 300C). Fluida reservoar di bawah Kawah Sileri dan Kawah

    Siglagah adalah campuran air asin dengan gas. Di bawah Kawah Sikidang, fluida reservoarnya

    berupa air asin dengan tudung uap. Sementara itu, di bawah Gunung Pakuwojo reservoarnya

    berisi air asin. Fluida yang terdapat di dalam reservoar-reservoar tersebut bersifat asam, dengan

    pH berkisar antara 4,1 hingga 6,4. Satu sumur di selatan Kawah Sikidang menjumpai fluida

    reservoar yang netral dengan pH sebesar 7,2.

    Reservoar panas bumi yang paling baik permeabilitasnya dicapai di sumur DNG-10 dekat

    Desa Bitingan. Di sana, permeabilitas horizontalnya mencapai 30 miliDarcy. Sementara itu,

    reservoar di bawah Kawah Sikidang memiliki permeabilitas yang lebih kecil, yakni 15

    miliDarcy. Kedua reservoar tersebut memiliki litologi berupa breksi tufan dan lava. Sementara

    itu, sumur-sumur yang digali di zona anomali Pakuwojo umumnya menemui reservoar berupa

    intrusi diorit yang teretakkan, dengan permeabilitas kurang dari 4 miliDarcy. Kedalaman intrusi

    diorit ini berkisar antara 1400 meter (pada sumur DNG-6 di lereng timur Gunung Pangonan)

    hingga 2300 meter di bawah permukaan tanah (pada sumur DNG-18 di sebelah selatan Telaga

    Warna).

    Fluida pengisi reservoar panas bumi yang naik ke permukaan, baik muncul sebagai

    manifestasi ataupun tidak, akan bereaksi dengan material yang dilewatinya. Material yang telah

    bereaksi dengan fluida panas bumi ini akan berubah sifat fisika dan kimianya, dalam kata lain

    material tersebut telah teralterasi. Ganda dan Suroto (1985) menemukan tiga ragam alterasi

    utama di kawasan Dieng, yakni alterasi argilik, propilitik, dan filik phyllic. Ketiga tipe alterasi

    ini berjalan sesuai fungsi ruang dan suhu.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    19/27

    Luthfian 19

    1. Alterasi argilik ditemukan di lokasi manifestasi panas bumi hingga kedalaman sekitar

    11001300 meter, dengan suhu material berkisar antara 150C - 250C. Ragam

    alterasi ini dicirikan oleh keberadaan mineral lempung yang tahanan jenis dan

    permeabilitasnya sangat rendah. Material yang telah menjalani alterasi argilik banyak

    berperan sebagai batuan penudung cap rock pada sistem panas bumi Dieng.

    2. Alterasi propilitik ditemukan pada kedalaman 11002400 meter dari permukaan

    tanah, dengan suhu material berkisar antara 250C - 300C. Mineral-mineral seperti

    epidot, kuarsa, kalsit, ilit illyte, dan klorit berhubungan dengan ragam alterasi ini.

    3.

    Alterasi filik dapat ditemukan mulai kedalaman 1600 meter pada sumur DNG-16 (di

    sebelah timur Gunung Pangonan). Pada sumur DNG-18 (di sebelah selatan Telaga

    Warna) alterasi filik mulai pada kedalaman 2400 meter dari permukaan tanah. Suhu

    material yang sedang menjalani alterasi ini lebih panas dari 300C. Pengecualian

    terjadi di reservoar bawah Gunung Pakuwojo, tempat ditemukannya zona alterasi filik

    dengan suhu 290C. Kemungkinan besar, material di bawah Gunung Pakuwojo ini

    sedang mendingin. Penanda utama ragam alterasi filik adalah keberadaan mineral

    aktinolit. Nilai tahanan jenis material yang telah menjalani alterasi filik cenderung

    tinggi.

    Manifestasi-manifestasi panas bumi di kawasan Dieng Barat kemungkinan besar

    memiliki sifat reservoar yang berbeda dengan kawasan Dieng Timur. Zen (1970) memperkirakan

    bahwa reservoar sistem panas bumi di kawasan Dieng Barat adalah batuan sedimen yang

    singkapannya ditemukan oleh Padang (1936) dan Gunawan (1964) di Desa Pejawaran.

    Singkapan batuan sedimen yang ditemukan oleh Padang (1936) dan Gunawan (1964) di Desa

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    20/27

    Luthfian 20

    Pejawaran terdiri dari batupasir, serpih, dan napal3. Penemuan pecahan koral, batugamping, dan

    serpih pada endapan hasil letusan Kawah Sinila tahun 1979 oleh Sukhyar et al. (1986) semakin

    menguatkan dugaan bahwa reservoar panas bumi di sana adalah batuan sedimen.

    Belum pernah ada sumur yang dibor di kawasan Dieng Barat, sehingga sulit untuk

    mengetahui sifat fisis dan kimia dari reservoar geotermal dan fluida pengisinya di sini.

    Menggunakan isotop C-13, Allard et al. (1989) memperkirakan bahwa suhu reservoar di sana

    berkisar antara 290C - 300C. Lapisan penudung reservoar panas bumi di kawasan Dieng Barat

    adalah endapan piroklastik dan lahar, baik yang segar atau telah teralterasi.

    Gambar 10Seorang petani sedang menggarap lahannya yang terletak tepat di atas Kawah Timbang.Dalam foto, Kawah Timbang tengah mengeluarkan gas vulkanik penuh dengan karbon dioksida yang mematikan.

    Foto diunggah dihttps://ssl.panoramio.com/photo/87973915pada Maret 2013.

    Satu hal yang khas dari manifestasi panas bumi di kawasan Dieng Barat adalah kadar gas

    CO2yang sangat tinggi, dengan kandungan uap air yang sangat sedikit. Kadar gas CO2

    maksimum yang didapatkan Allard et al. (1989) di Kawah Sigludug (salah satu kawah di kawsan

    Dieng Barat) adalah 98,2%, jauh lebih tinggi dari kawah-kawah di kawasan Dieng Timur.

    3Singkapan batuan sedimen tersebut oleh Condon et al. (1996) dimasukkan ke dalam Formasi Kalibiuk.

    https://ssl.panoramio.com/photo/87973915https://ssl.panoramio.com/photo/87973915https://ssl.panoramio.com/photo/87973915https://ssl.panoramio.com/photo/87973915
  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    21/27

    Luthfian 21

    Sementara itu, kandungan uap air dari gas vulkanik Kawah Sigluduk mendekati 0%. Hal ini

    berkebalikan dengan kondisi gas-gas vulkanik dari kawah-kawah kawasan Dieng Timur, yang

    kandungan uap airnya di atas 70%.

    CO2yang terakumulasi dalam reservoar panas bumi di kawasan Dieng Barat berasal dari

    magma yang sedang melepaskan kandungan gasnya secara perlahan-lahan. Sebagian kecil gas

    ada yang mampu keluar lewat retakan atau patahan, menjadi mofet. Ketika volume gas yang

    terakumulasi cukup besar, maka tekanan gas di dalam reservoar menjadi kuat. Menurut Allard et

    al. (1989), gas CO2bertekanan tinggi ini memindahkan kandungan air dari reservoar ke lapisan

    penudung. Tekanan gas CO2yang tinggi akan meretakkan reservoar dan mendorong lapisan

    penudung jenuh air. Proses peretakan dan pendorongan ini dapat dideteksi sebagai gempa. Saat

    tekanan gas di dalam reservoar tidak mampu ditangkal oleh lapisan penudung, maka terjadilah

    letusan freatik yang diikuti oleh pelepasan gas CO2yang sangat pekat.

    Gambar 11Seorang warga Dieng mengamati rumahnya yang rusak setelah guncangan gempa tektonik yang

    bersumber dari patahan di Desa Candigugur, Batang. Gempa itu terjadi pada 19 April 2013 pukul 19:00 WIB.Kekuatan gempa adalah 4,8 SR dengan kedalaman pusat gempa 10 km dari permukaan tanah.

    Foto diambil dari Tribunnews.com -http://www.tribunnews.com/regional/2013/04/22/warga-dan-relawan-bersihkan-reruntuhan-gempa.

    http://www.tribunnews.com/regional/2013/04/22/warga-dan-relawan-bersihkan-reruntuhan-gempahttp://www.tribunnews.com/regional/2013/04/22/warga-dan-relawan-bersihkan-reruntuhan-gempahttp://www.tribunnews.com/regional/2013/04/22/warga-dan-relawan-bersihkan-reruntuhan-gempa
  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    22/27

    Luthfian 22

    Struktur Geologi di Kawasan Dieng

    Di kawasan Dieng, dapat ditemui struktur-struktur geologi berupa sesar, graben, dan

    horst. Struktur geologi ini terbagi menjadi dua kelompok, yakni:

    1. Kelompok struktur geologi berarah utaraselatan,

    2. Kelompok struktur geologi berarah barat lauttenggara.

    Kelompok struktur geologi berarah utara-selatan di antaranya adalah Graben Sidongkal, Graben

    Batur, dan Depresi Batur. Struktur berarah utara-selatan juga dapat ditemui di Desa Pulosari,

    Gunung Tlerep (Telerejo), dan lereng Gunung Prahu. Struktur-struktur geologi seperti Horst

    Ratamba, sesar-sesar yang memotong Graben Sidongkal, sesar yang memotong Gunung Prahu,

    dan sesar yang memotong Gunung Tlerep, kesemuanya adalah struktur geologi yang memiliki

    arah jurus strike barat laut tenggara.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    23/27

    Luthfian 23

    PETA REFERENSI

    Peta ini diambil dari Dan Miller et al. (1983). Terjemahan:1. Lava flow: aliran lava masa lalu.

    2. Hot springs: mata air panas.

    3. Solfatara, fumarol: lubang gas dan uap vulkanik berbau sulfur.

    4. Poisonous gas emission: lubang atau retakan yang pernah mengeluarkan CO2.

    5. Crater : kawah bekas letusan gunung berapi.

    6. Explosion hole: lubang yang ditinggalkan letusan freatik, hidrotermal, atau eksplosif.

    Lebih kecil dari kawah.

    7.

    Location of study site: lokasi yang dipelajari oleh Dan Miller et al. (1983) selama

    penelitian berlangsung.

    8. Large stratocone: kerucut gunungapi yang mencolok.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    24/27

    Luthfian 24

    DAFTAR PUSTAKA

    Allard, P., D. Dajlevic dan C. Delarue. Origin of carbon dioxide emanation from the 1979

    Dieng eruption, Indonesia: Implications for the origin of the 1986 Nyos catastrophe.

    Journal of Volcanology and Geothermal Research(1989): 195-206.

    Bergen, Manfred J. van, et al. Crater lakes of Java: Dieng, Kelud and Ijen (Excursion

    Guidebook). IAVCEI , 2000.

    Boedihardi, M., Suranto dan S. Sudarman. Evaluation of The Dieng Geothermal Field; Review

    of Development Strategy.Proceedings Indonesian Petroleum Association. IPA, 1991.

    347-361.

    Calibugan, A.A., et al. Subsurface Geology and Hydrothermal Alteration in Dieng Geothermal

    Field, Central Java, Indonesia.Proceedings of the 3rd International Symposium of Earth

    Resources and Geological Engineering Education. Yogyakarta: Gadjah Mada University,

    2006. 443-445.

    Condon, W.H., et al. Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa.Peta Geologi

    Bersistem Indonesia. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1996.

    Dan Miller, C., et al. Eruptive History of The Dieng Mountains Region, Central Java, and

    Potential Hazards from Future Eruptions. Open-File Report. 1983.

    Delarue, Christian.Exploration gothermique dans la rgion de Dieng (Java). Dissertation.

    Paris: Universit de Paris-Sud, 1980.

    Figee, S. dan H. Onnen. Vulkanische verschijnselen en aardbevingen in den O.I. Archipel

    waargenomen gedurende het jaar 1895.National Tijdschrift van Nederlandsch Indie

    (1897): 81-125.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    25/27

    Luthfian 25

    Gunawan, R. Geological investigations in the Dieng area, Central Java. Thesis. Bandung:

    Institut Teknologi Bandung, 1968.

    Harijoko, Agung, et al. Long-Term Volcanic Evolution Surrounding Dieng Geothermal Area,

    Indonesia.Proceedings World Geothermal Congress. Bali, 2010. 1-6.

    Hochstein, Manfred P. dan Sayogi Sudarman. History of geothermal exploration in Indonesia

    from 1970 to 2000. Geothermics(2008): 220-266.

    Jacobson, J.J., J.I. Pritchard dan G.V. Keller. Electrical Geophysical Survey of The Dieng

    Mountains. Survey Report. 1970.

    Komaruddin, Uum, et al. Evaluation of Geothermal Igneous Reservoirs.Proceedings

    Indonesian Petroleum Association. IPA, 1992. 607-630.

    Layman, Erik B., Irzawadi Agus dan Samsudin Warsa. The Dieng Geothermal Resource,

    Central Java, Indonesia. Geothermal Resources Council Transactions(2002): 573-579.

    Marsudi.Prediksi Laju Amblesan Tanah di Dataran Aluvial Semarang Propinsi Jawa Tengah.

    Doctoral Thesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2001.

    Martinkus, John dan Dr Trish Batchelor.Indonesia. Lonely Planet, 2007.

    Muffler, L.J.P.Evaluation of Initial Investigations Dieng Geothermal Area, Central Java,

    Indonesia. Open-File Report. Denver: United States Geological Survey, 1971.

    Newhall, Christopher G. dan Daniel Dzurisin.Historical Unrest at Large Calderas of the World.

    Washington: United States Government Printing Office, 1988.

    Noorduyn, J. Bujangga Manik's Journeys Through Java: Topographical Data from An Old

    Sundanese Source.Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde(1982): 413-442.

    Nurpratama, M. Istiawan, et al. Detailed Surface Structural Mapping of the Dieng Geothermal

    Field in Indonesia.Proceedings World Geothermal Congress. Melbourne, 2015. 1-8.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    26/27

    Luthfian 26

    Oostingh, C. H.Die mollusken des pliozans von Boemiajoe (Java). Bandung: Wetenschappelijke

    Mededelingen Dienst van den Mijnbouw in Nederlandsch-Indie, 1935.

    Padang, Neumann van. Het Ding gebergte.Jubileum-Uitgave De Tropische Natuur(1936):

    27-35.

    Preliminary ReportOn The Geophysical Survey Of The Dieng Mountains Of Central Java

    1970. Survey Report. 1970.

    Pudjoarinto, Agus dan Edward J. Cushing. Pollen-stratigraphic evidence of human activity at

    Dieng, Central Java.Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology(2001): 329-

    340.

    PVMBG.Data Dasar Gunungapi Indonesia : Dieng. Bandung, 03 06 2014. PDF.

    Sajekti, Andjarwati Sri . An indication of Holocene environmental change based on the

    palynological research in Telaga Cebong, Dieng Plateau, Central Java, Indonesia. PhD

    Thesis. 2009.

    Siebert, Lee, Tom Simkin dan Paul Kimberly. Volcanoes of The World. Berkeley: University of

    California Press, 2011.

    Sukhyar, R., N.S. Sumartadipura dan W. Effendi. Peta Geologi Kompleks Gunungapi Dieng,

    Jawa Tengah. Penyunt. AdjatSudradjat dan A.C. Effendi. Bandung: Direktorat

    Vulkanologi Indonesia, 1986.

    Sundberg, Jeffrey Roger. Considerations on the dating of the Barabuur Stpa.Journal of the

    Humanities and Social Sciences of Southeast Asia(2006): 95-132.

    Suroto dan Ganda. Subsurface Hydrothermal Alteration in the Dieng Prospect, Central Java.

    Internal Report. Jakarta: Pertamina, 1985.

  • 7/21/2019 Geologi Regional Dieng

    27/27

    Luthfian 27

    Thaden, Robert E., Harli Sumadirdja dan Paul W. Richards. Peta Geologi Lembar Magelang

    dan Semarang.Peta Geologi Bersistem Indonesia. Bandung: Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Geologi, 1975.

    Zen, M.T. dan V.T. Radja. Result of the preliminary geological investigation of natural steam

    fields in Indonesia. Geothermics2.1 (1970): 130-135.

    Zen, M.T. Geothermal System of The Dieng-Batur Volcanic Complex.Proceedings ITB

    (1971): 23-38.