Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

25
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) Kondisi Geologi Regional Daerah Salem (Fisiografi Regional, Stratigrafi Regional dan Struktur Regional ) a. Fisiografi Regional Gambar 1 Peta fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949). Secara fisiografis Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah dengan enam satuan (Gambar. 2.1), yaitu Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa, Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Selatan. Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Antiklinorium Bogor-Serayu Utara- Kendeng (Menurut Van Bemmelen, 1949) yang mana daerah ini didominasi oleh bentukan morfologi perbukitan. b. Stratigrafi Regional 1

Transcript of Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

Page 1: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Kondisi Geologi Regional Daerah Salem (Fisiografi Regional, Stratigrafi Regional dan Struktur Regional )

a. Fisiografi Regional

Gambar 1 Peta fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949).

Secara fisiografis Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah dengan enam

satuan (Gambar. 2.1), yaitu Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran Aluvial Pantai Utara

Jawa, Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan

Serayu Selatan, Pegunungan Selatan. Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah

penelitian termasuk ke dalam Zona Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng

(Menurut Van Bemmelen, 1949) yang mana daerah ini didominasi oleh bentukan

morfologi perbukitan.

b. Stratigrafi Regional

Menurut Van Bemmelen (1949), serta Kastowo dan Suwarno (1996)

menyatakan bahwa batuan tertua yang terdapat di daerah ini adalah batuan yang

berumur Eosen (Formasi Jampang) yang tersusun atas konlomerat polimik serta

batupasir. Terdapat juga serpih-batulempung yang kaya akan globigerina, napal,

batupasir tufaan dan batugamping foraminifera.

Diatas satuan ini diendapkan secara tidak selaras Formasi Pemali yang berumur

Miosen Awal. Formasi Pemali merupakan formasi tertua yang tersingkap di bagian

barat North Serayu Range. Diatas Formasi Pemali secara berurutan diendapkan Formasi

1

Page 2: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Rambatan, Formasi Lawak, Formasi Halang dan Formasi Kumbang. Hubungan

formasi-formasi tersebut selaras, terkecuali Formasi Halang dan Formasi Kumbang

bersifat menjemari. Formasi-formasi tersebut diendapkan melalui mekanisme turbiditik

pada kipas bawah laut (submarine fan).

Diatas Formasi Kumbang diendapkan secara selaras Formasi Tapak dan Formasi

Kalibiuk, yang diperkirakan diendapkan pada laut dangkal pada kala Pliosen Awal –

Tengah. Formasi Kaliglagah diendapkan secara selaras diatas Formasi Kalibiuk pada

lingkungan transisi sampai darat pada kala Pliosen Akhir. Diatas Formasi Kaliglagah

diendapkan Formasi Mengger dan Formasi Gintung pada lingkungan darat, Formasi

Mengger merupakan produk dari Old Slamet Volcanic yang berumur Pliosen Awal,

sedangkan Formasi Gintung berumur Pliosen Tengah.

Selaras diatas Formasi Gintung diendapkan Formasi Linggopodo pada

lingkungan darat pada kala Pliosen Akhir. Formasi ini merupakan produk volkanik

Gunung Slamet Muda dengan Endapan Aluvial pada lingkungan darat saat kala

Holosen.

Formasi Jampang

Formasi Jampang terdiri dari breksi dengan fragmen-fragmen andesit

hornblende dan hipersten didalam masa dasar pasir tufaan. Tidak terpilah, di beberapa

tempat terdapat bongkah-bongkah lava berserakan. Di beberapa tempat terdapat pola

sisipan batupasir tufaan berbutir kasar. Dasarnya tidak tersingkap.

Formasi Pemali

Lokasi Tipe Formasi Pemali terletak di Sungai Cibabakan, dekat Kali Pemali di

daerah Bumiayu. Van Bemmelen (1949) mengkorelasikan formasi ini dengan Formasi

Merawu di Daerah Karangkobar.

Formasi Pemali tersusun atas napal-globigerina berwarna biru keabu-abuan dan

hijau keabu-abuan. Kadang terdapat sisipan batugamping pasiran berwarna abu-abu

kebiruan, batupasir tufaan dan lensa-lensa batupasir kasar. Perlapisan umumnya kurang

baik.

Kandungan foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah (menurut

Marshak,1957), sedangkan menurut Kastowo dan Sunaryo (1996) menyebutnya umur

dari formasi ini adalah Miosen Awal. Tebal formasi ini mencapai 900 meter.

Formasi Rambatan

2

Page 3: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Nama Formasi Rambatan ini pertama kali ditemukan oleh Sumarso 1974, op.cit.

Kartanegara et al., 1978, Van Bemmelen menyebutnya Rambatan Belt, sedangkan Ter

Haar 1934, op.cit., Marks, 1957 menamakan satuan ini sebagai Rambatan Serie. Lokasi

tipe satuan ini berada di Kali Rambatan dekat Cikeusal.

Formasi Rambatan bagian bawah tersusun atas batupasir gampingan dan

konglomerat berselang-seling dengan lapisan tipis napal dan serpih. Sedangkan bagian

atas tersusun atas batupasir gampingan berwarna abu-abu muda sampai biru keabu-

abuan. (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996).

Mengenai umur dari formasi ini masih terdapat perbedaan antara para peneliti

terdahulu. Kandungan Foraminifera besar menunjukan umur Miosen Tengah,

sedangkan foraminifera plankton menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen Awal.

Tebal dari Formasi Rambatan ini berbeda disetiap tempat dari 400-900 m.

Formasi Lawak

Lokasi tipe dari formasi ini berada di Kali Lawak, dekat Bumiayu. Formasi

Lawak tersusun atas napal kehijauan dengan beberapa sisipan batugamping foraminifera

dan batupasir gampingan. Bagian atas dari formasi ini tersusun atas napal globigerina

dengan beberapa sisipan batupasir. Kandungan foraminifera menunjukkan bahwa umur

dari formasi ini Miosen Tengah. Tebal diperkirakan mencapai 150 m (menurut Marks,

1957).

Formasi Halang

Nama Formasi pertama kali ditemukan oleh Sumarso (1974, op.cit. Kartanegara

et al., 1978, sedangkan Ter Haar 1934, op.cit., Marks, 1957 menyebutnya Halang Serie.

Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Sungai Cikabuyutan yang melewati Geger

Halang – Malahayu.

Formasi Halang merupakan jenis endapan sedimen turbiditik pada zona Bathyal

atas (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Struktur sedimen yang terlihat jelas, antara

lain berupa perlapisan bersusun, convolute lamination, flute cat, dan sebagainya.

Litologinya tersusun atas batupasir tufaan, konglomerat, napal dan batulempung yang

berselang-seling dan beerlapis baik. Batupasir pada umumnya bersifat wacke dengan

fragmen batuan andesitic. Dibagian bawah dari satuan terdapat breksi dengan susunan

fragmen andesit. Di beberapa tempat dibagian atas formasi terdapat batugamping

terumbu (menurut Marks, 1957).

3

Page 4: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Di Bantarkawung, kandungan foraminifera menujukan umur Miosen Atas,

sedangkan di dekat Majenang, foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah

(menurut Maks,1957). Ketebalan formasi ini beragam dari 390-2600 m.

Formasi Kumbang

Lokasi tipe dari formasi ini terletak pada hulu Sungai Babakan di dekat Gunung

Kumbang. Formasi ini merupakan hasil endapan yang khas dari produk gunungapi

Pliosen (menurut Marks, 1957). Tetapi menurut Van Bemmelen (1949) menyebuttnya

Miosen Akhir, sedangkan menurut Kastowo dan Suwarna (1996) menyatakan bahwa

umur dari formasi ini Miosen Tengah-Pliosen Awal.

Formasi Kumbang tersusun atas breksi gunungapi yang bersifat andesitis, massif

dan berlapis buruk dengan fragmen yang umumnya menyudut. Terdapat juga aliran lava

dan retas andesit, tufa, tufa pasiran dan batupasir tufaan yang berlapis, konglomerat dan

sisipan tipis magnetit. Sebagian breksi mengalami propilitisasi.

Ketebalan maksimum dari formasi ini adalah 750 -2000 m dan menipis kearah

timur. Menurut Darman (1991) bahwa formasi ini di endapkan di bagian atas dari kipas

bawah laut (upper fan) dengan mekanisme turbiditik.

Formasi Tapak

Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Gunung Tapak, 12 km NNE dari

Bantarkawung. Formasi Tapak tersusun oleh batulempung gampingan secara dominan,

kadang-kadang napal tidak berlapis, atau batugamping dengan sisipan batupasir. Sering

dijumpai pecahan-pecahan cangkang moluska yang merupakan ciri khas dari formasi ini

(menurut Kartanegara, 1987).

Satuan ini juga tersusun oleh batupasir kasar kehijauan pada bagian bawah yang

berangsur-angsur berubah menjadi batupasir lebih menghalus kehijauan kea rah atas

dengan sisipan berupa napal berwarna kelabu sampai kekuningan (menurut Kastowo

dan Suwarna, 1996). Setempat dijumpai batugamping terumbu (menurut Marks, 1957).

Formasi Kalibiuk

Formasi Kalibiuk tersusun atas batulempung dan napal kebiruan dengan

kandungan fosil. Pada bagian tengah ditemukan sisipan lensa-lensa batupasir kehijauan

dengan kandungan moluska yang melimpah. Kelompok moluska tersebut

mengindikasikan tidal zone facies yang berumur Pliosen. Menurut Marks (1957)

4

Page 5: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

menjelaskan bahwa umur dari formasi ini adalah bagian bawah Pliosen Atas, atau

bagian atas Pliosen Bawah.

Formasi ini memiliki ketebalan 2500m (Kastowo dan Suwarna, 1996). Formasi

Kalibiuk dapat dikoreasikan dengan Formasi Cijulang dibagian barat atau dengan Bodas

Series di bagian timur (menurut Marks, 1957).

Formasi Kaliglagah

Formasi Kaliglagah tersusun atas batupasir kasar dengan sisipan konglomerat,

batulempung dan napal. Setempat ditemukan lapisan lignit dengan ketebalan 0,6 – 1,0

m. batupasir pada umumnya menunjukan struktur sedimen berupa silang siur dengan

mengandung beberapa lapisan tipis batubara muda (lignit). Pada formasi ini ditemukan

fosil mamalia dan moluska air tawar yang mengindikasikan bahwa umur dari formasi

ini adalah Pliosen Akhir.

Pada bagian bawah tersusun atas batulempung hitam, napal kehijauan dan

batupasir bersusun andesit dan konglomerat. Pada umumnya batupasir menunjukkan

struktur sedimen berupa silang siur dengan beberapa lapisan batubara muda (lignit).

Tebal diperkirakan mencapai 350 meter (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996).

Formasi Mengger

Lokasi tipe satuan ini berada di Gunung Mengger, 10 km arah NNW dari

Bumiayu, singkapan terbaik terdapat di Desa Cisaat. Formasi Mengger tersusun atas

tufa abu-abu muda dan batupasir tufaan dengan sisipan konglomerat dan lapisan tipis

magnetit. Pada formasi ini juga ditemukan fosil mamalia yang termasuk kategori Upper

Vertebrate Zone yang menunjukan umur Pliestosen Awal. Ketebalan dari formasi ini

diperkirakan mencapai 150m (menurut Marks, 1957).

Formasi Gintung

Formasi Gintung tersusun atas perselingan konglomerat bersusun andesit dan

batupasir kelabu kehijauan, batulempung pasiran dan batulempung. Formasi ini juga

dicirikan dengan hadirnya konkresi batupasir karbonatan dan napal. Pada bagian atas

dijumpai perselingan tufa.

Sepanjang Kaligintung, tebal dari formasi ini mencapai 800 meter. Formasi ini

berada di atas Upper Vertebrate Zone (Formasi Mengger), sehingga diperkirakan bahwa

umur dari satuan ini Plistosen Awal-Akhir (menurut Marks, 1957).

Formasi Linggopodo

5

Page 6: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Formasi Linggopodo ini merupakan produk gunungapi, tersusun atas breksi tufa

dan lahar yang berasal dari Gunung Slamet Tua dan Gunung Copet (menurut Van

Bemmelen, 1949). Formasi ini menindih secara tidak selaras formasi yang berada

dibawahnya, serta ditutupi oleh produk Gunung Slamet Muda. Komposisi dari formasi

ini secara umum dapat disetarakan dengan Formasi Kumbang. Oleh karena itu,

diperkirakan keduanya berasal dari produk gunungapi yang sama atau setipe dengan

waktu yang berbeda. Lokasi tipe dari satuan ini berada di Gunung Linggopodo.

c. Struktur Geologi Regional

Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi

lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda.

Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra

satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya di pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan struktur

dominan yaitu arah Meratus, arah Sunda, dan arah Jawa.

Arah yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang disebut

dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola dominan

yang berkembang di Pulau Jawa (menurut Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk

pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).

Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang

berarah utara-selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan

Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan Pola Sunda. Pola

Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen

Awal-Oligosen Awal).

Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan berada di

dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah barat-timur

(E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar naik seperti

Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona Bogor (menurut Van Bemmelen, 1949 op.cit.

Pulunggono dan Martodjojo, 1994).

Sujanto (1975) membuat peta pola struktur Jawa Tengah berdasarkan

interpretasi Foto ERTS-1 menyatakan bahwa pola umum struktur sesar di Jawa Tengah

6

Page 7: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

adalah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya dan beberapa pola struktur sesar

mempunyai arah barat-timur.

Gambar 2 Pola struktur geologi Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994.

Untuk struktur geologi regional yang dijumpai pada daerah lembar majenang

sendiri berupa sesar, lipatan, kelurusan dan kekar, yang melibatkan batuan yang

berumur Oligo-Miosen sampai Holosen. Sesar yang dijumpai umumnya berarah jurus

Baratlaut – Tenggara sampai Timurlaut – Baratdaya. Jenis sesar berupa sesar naik, sesar

normal, dan sesar geser menganan serta mengiri, yang melibatkan batuan yang berumur

Oligo – Miosen sampai Plistosen. Sesar naik secara umum membentuk busur yang

memperlihatkan variasi kemiringan bidang sesar kearah selatan sampai barat, sedangkan

sesar normal terdapat secara setempat. Pola lipatan yang terdapat pada lembar ini

berarah Baratlaut – Tenggara. Kelurusan yang sebagian diduga sesar mempunyai pola

penyebaran seperti pola sesar, dan umumnya berarah jurus Barat Baratlaut – Timur

Tenggara, dengan beberapa Timurlaut – Baratdaya, yang di beberapa tempat saling

memotong. Kekar umumnya dijumpai dan berkembang baik pada batuan berumur

Tersier dan Plistosen.

Tektonik pada daerah ini paling tidak ada dua perioda, yang menghasilkan

struktur berbeda. Yang pertama, terjadi pada Kala Miosen Tengah dan menghasilkan

pengangkatan yang diikuti oleh penerobosan andesit dan basalt. Formasi Jampang,

Pemali, Rambatan, Lawak, dan Batugamping Kalipucang terlipat dan tersesarkan,

terutama membentuk sesar normal yang berarah Barat laut-Tenggara dan Timurlaut-

Baratdaya. Periode kedua, yang berlangsung pada Kala Plio-Plistosen menghasilkan

sesar geser-jurus dan sesar naik berarah dari Baratlaut-Tenggara sampai Timurlaut-

Baratdaya. Menurut Simandjuntak (1979) menjelaskan bahwa pada periode tektonika

7

Page 8: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Plio – Plistosen sesar yang terbentuk umumnya berupa sesar bongkah. Data geofisika

menunjukkan atau memperlihatkan bahwa kegiatan tektonika yang terakhir ini

menggiatkan kembali sebagian sesar normal (menurut Wiriosudarmo, 1979).

8

Page 9: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Kondisi Geologi Lokal Daerah Salem yang mencangkup Geomorfologi, Stratigrafi dan Struktur Daerah Salem.

a. Geomorfologi daerah Salem

Secara fisiografis daerah Salem terletak pada zona fisiografi Antiklinuorium

Bogor-Serayu Utara-kendeng (Van Bemmelen, 1949) morfologi pada zona ini pada

umumnya berupa suatu perbukitan. Berdasarkan analisis peta topografi dan foto

udara daerah penelitian menunjukkan bahwa bentang alam daerah penelitian secara

umum memiliki perbedaan tinggi dan relief yang tercermin dalam kerapatan dan

bentuk penyebaran kontur pada peta topografi dan pembuktiannya ketika observasi

lapangan, daerah penelitian secara umum merupakan suatu perbukitan lipatan

dengan pola utama sinklin dimana terdapat beberapa perbukitan yang memanjang

dengan arah relative barat-timur dengan beberapa lembah diantaranya. Ketinggian

perbukitan tersebut berkisar antara 370 mdpl-720mdpl.

Titik tertinggi daerah Salem terletak di Barat Laut yaitu daerah Gunung

Ciamnglid, sedangkan titik terendah berada pada bagian Timur daerah Salem yaitu

utara desa Ganggawang dengan ketinggian 282 mdpl. Secara umum daerah Salem

berupa cekungan seperti magkuk dengan beberapa lipatan di tengahnya. Morfologi

ini tersusun oleh batuan beku dan batuan sedimen dengan arah jurus relative Barat-

Timur dengan arah kemiringan yang bervariasi ke Utara dan ke Selatan karana

pengaruh dari aktivitas structural.

Daerah Salem tersusun atas punggungan dan lembah dengan perbedaan

elevasi diantaranya. Hal tersebut menginterpertasikan keterdapatan gejala dari

aktivitas struktur geologi dan perbedaan tingkat ketahanan terhadapa erosi pada

material penyusunnya.

Sungai-sungai pada daerah Salem secara umum berpola pararel yang terletak

di bagian Utara dan sungai dengan pola sub dendritik yang terletak di bagian tengah

dan selatan daerah Salem. Menurut genetiknya, sungai konsekuen adalah sungai

yang alirannya searah dengan kemiringan batuan. Sungai dengan tipe genetik ini

tersebar di anak sungai Cibinong, sungai Cigunung dan Sungai Citatah. Sedangkan

sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya sejajar dengan jurus batuan,

9

Page 10: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

pada daerah Salem tersebar pada sungai Citatah, sungai Cibinong, sungai Cigarugak

dan sungai Cigunung. Untuk sungai obsekuen adalah sungai yang arah alirannya

berlawan dengan kemiringan lapisan batuan yang tersebar pada sungai Cigunung

dan anak sungai Cigunung.

Secara geomorfologi indikasi adanya lipatan-lipatan di daerah penelitian

dapat diidentifikasikan dengan adanya sungai-sungai dengan pola pararel, hal

tersebut dibuktikan dengan pola struktur umum daerah Salem yang bersisitem

lipatan besar dengan lipatan-lipatan yang berdimensi kecil didalamnya. Secara

umum sebagian bagian tengah dan selatan daerah Salem digambarkan dengan

sungai berpola sub dendritik namun pada bagian-bagian tertentu terdapat sungai

berkelok yang diinterpretasikan merupakan jejak-jejak dari kekar-kekar yang ada di

daerah Salem. Sung ai Cigunung merupakan sungai utama pada daerah Salem,

dimana seluruh sungai-sungai kecil pada daerah Salem bermuara sungai ini, muara

besar sungai ini terletak di bagian timur daerah Salem.

Satuan geomorfologi yang terdapat di daerah Salem di bagi menjadi 3 satuan

yaitu :

Satuan Perbukitan Lipatan Pabuaran

Satuan ini dicirikan dengan adanya perbukitan yang memanjang berarah

Barat – Timur dengan ketinggian 418 – 517 mdpl dan dalam klasifikasi kelerengan

menurut Van Zuidam (1985) masuk kedalam kelas lereng bergelombang – berbukit

sampai berbukit – pegunungan. Satuan ini ditandai dengan interpretasi kemiringan

lapisan yang relatif berlawanan, sehingga membuat bentukan terlipat. Pola kontur

topografi pada satuan ini menunjukkan pola kontur rapat - kontur landai. Daerah

dengan pola kontur topografi rapat ditandai dengan bentukan morfologi dataran

tinggi atau berbukit – bukit, seperti pada daerah Pabuaran dan Tembongraja.

Lembah sungai pada satuan ini berbentuk “U”. Lembah sungai yang berbentuk “U”

menunjukan tahapan geomorfik dewasa, seperti Sungai Citatah. Adapun litologi

penyusun satuan ini berupa batupasir dan breksi. Keberadaan litologi batupasir dan

breksi menunjukkan sifat yang lebih resisten terhadap erosi, sehingga tampak seperti

morfologi berbukit-bukit.

Satuan Pegunungan Sinklin Wanoja

10

Page 11: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Satuan ini dicirikan dengan pegunungan yang memanjang dengan arah Barat

– Timur pada bagian Utara dan berarah Utara – Selatan pada bagian Barat

penelitian dengan ketinggian 421 – 735 mdpl dan dalam klasifikasi kelerengan

menurut Van Zuidam (1985) masuk ke dalam kelas lereng berombak –

bergelombang sampai berbukit – pegunungan. Satuan ini ditandai dengan

interpretasi kemiringan lapisan yang relatif searah dengan kelerengan bukit. Pola

kontur topografi pada satuan ini menunjukan pola kontur rapat. Daerah dengan pola

kontur topografi rapat ditandai dengan bentukan morfologi dataran tinggi atau

berbukit – bukit, seperti pada daerah Indrajaya, Gunung Tajem, Gunung Jaya,

Banjaran, Tembongraja, dan Wanoja.

Lembah sungai pada satuan ini berbentuk “V” dan “U”. Lembah sungai yang

berbentuk “V” menunjukan tahapan geomorfik muda, seperti Sungai Cilingga,

Sungai Cilalaki, Sungai Cipodol, Sungai Cilayu, dan Sungai Ciwindu. Lembah

sungai yang berbentuk “U” menunjukkan tahapan geomorfik dewasa, seperti Sungai

Citimbang, Sungai Cigede dan Sungai Cigunung.

Litologi penyusun satuan ini berupa breksi, batupasir, dan batulempung.

Adanya litologi breksi menunjukan sifat yang lebih resisten terhadap erosi, sehingga

tampak seperti morfologi berbukit – bukit. Bentukan morfologi yang bersifat agak

landai umumnya disusun oleh litologi batupasir dan batulempung yang bersifat

kurang resisten terhadap erosi.

Satuan Endapan Aluvial Ganggawang

Satuan ini terdiri dari lumpur dan batuan yang berasal dari rombakan batuan

yang telah ada sebelumnya (baik berasal dari batuan sedimen atau batuan beku yang

berukuran lempung hingga bongkah). Satuan ini memiliki ketinggian antara 282 –

288 mdpl. Penamaan satuan ini sendiri didasarkan karena satuan ini terletak pada

sebagian besar desa Ganggawang. Adanya satuan endapan aluvial ini dapat

dijadikan suatu indikasi adanya erosi , gaya eksogen bumi secara umum.

b. Stratigrafi daerah Salem

Satuan batuan daerah Salem dan sekitarnya terbagi menjadi tujuh satuan batuan

yang diklasifikasikan berdasarkan ciri batuan yang terdeskripsi rinci dan berdasarkan

data sayatan petrografi yang telah dilakukan sebelumnya. Satuan ini sendiri dari yang

11

Page 12: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

paling tua ke yang muda, terbagi menjadi satuan breksi I, satuan batupasir I, satuan

batulempung, satuan batupasir II, satuan Breksi II, satuan intrusi sill, dan satuan

endapan aluvial.

Secara umum, batuan pada lokasi penelitian ini termasuk ke dalam lima formasi

geologi, yakni Formasi Kumbang, Formasi Tapak, Formasi Kalibiuk, Formasi

Kaliglagah, dan Formasi Linggopodo.

c. Struktur Geologi daerah Salem

Struktur yang dapat dijumpai di daerah ini sendiri meliputi struktur sesar dan

struktur lipatan. Struktur sesar pada daerah ini terdiri atas sesar – sesar geser yang

berarah relatif Barat Laut – Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya.

12

Page 13: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Kajian Batubara di daerah Salem yang mencangkup kuantitas, penyebaran dan kualitasnya.

Cekungan Bentarsari merupakan kawasan yang terdapat di Kecamatan Salem,

Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah yang terletak pada posisi 07º05’00’’LS –

07º20’00”LS dan 108º45’00’’BT – 109º00’00’’BT. Direktorat Inventarisasi Sumber

Daya Mineral melalui penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah bitumen padat yang

prospek batubara di Cekungan Bentarsari sebanyak 24,38 juta ton. Penelitian yang telah

dilakukan tersebut belum memberikan informasi mengenai lapisan dan kedalaman

kandungan bitumen padat sehingga penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk

memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat. Bitumen padat merupakan batuan

sedimen yang mengandung material organik yang pada umumnya berasosiasi dengan

batubara. Hal ini berkaitan dengan proses pengendapan batuan tersebut. Berdasarkan hal

itu, penyebaran bitumen padat di Indonesia dapat diasumsikan sama dengan penyebaran

formasi batuan pembawa batubara.

Perbedaan densitas lapisan-lapisan batuan bawah permukaan dapat berakibat

terjadinya perbedaan densitas batuan di sekitarnya, sehingga menghasilkan variasi

medan gravitasi yang terukur di permukaan bumi. Perbedaan medan gravitasi di antara

satu titik terhadap titik lainnya di permukaan bumi disebut sebagai anomali medan

gravitasi.

Gambar 3. Cekungan Bntarsari

13

Page 14: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Cekungan Bentarsari berada pada koordinat 7,06 º – 7,17 ºLS dan 108,72 º –

108,90 ºBT dengan arah memanjang relatif dari Barat Laut ke Tenggara, serta panjang

dan lebar cekungan masing-masing 19 km dan 15km. Cekungan Bentarsari berupa

lapisan-lapisan batuan dengan berbagai variasi ketebalan, kedalaman dan kontras

densitas.. Secara keseluruhan kedalaman bagian atas lapisan batuan berkisar antara 300

– 2900 m. Cekungan Bentarsari diperoleh lima buah lapisan batuan. Lapisan batuan

dengan nilai densitas 2,82g/cm3 diperkirakan sebagai breksi yang berperan sebagai

batuan dasar (basement) yang diperkirakan berasal dari formasi Kumbang. Di atas

breksi terdapat andesit dengan densitas 2,67g/cm3 yang juga diduga berasal dari formasi

Kumbang. Nilaidensitas batuan andesit sama dengan densitas rata-rata batuan kerak

bumi, sehingga nilai kontras densitasnya sama dengan nol. Di atas andesit diendapkan

batuan sedimen berupa batupasir dengan nilai densitas 2,32g/cm3 dari formasi Tapak.

Selanjutnya batulempung dari formasi Kalibiuk diendapkan di atas formasi Tapak

dengan densitas 2,25g/cm3. Sedangkan batuan paling atas di kawasan Cekungan

Bentarsari adalah batulempung pasiran dengan nilai densitas 2,17g/cm3. Berdasarkan

informasi geologi batuan tersebut berasal dari formasi Kaliglagah sebagai batuan

pembawa bitumen padat, yang diperkirakan mengandung batubara, sebagaimana pernah

diungkapkan oleh Van Bemmelen.

Gambar 4. Batubara didaerah Salem

14

Page 15: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Berdasarkan catatan Van Bemmelen (1949) mengenai keberadaan batubara di

daerah Brebes, Jawa Tengah, diketahui bahwa pada daerah tersebut diketemukan tiga

seams batubara yang terletak pada cekungan Bantarsari. Ketebalan seams dari batubara

ini sendiri bervariasi antara 1, 55 meter hingga 2 meter. Batubara ini diketemukan

diantara batupasir dan mudstones. Batubara ini sendiri sudah termasuk ke dalam kelas

lignit.

Komposisi dari batubara yang ditemukan oleh Van Bemmelen ini terdiri atas

H2O 31,8% - 40,7%; ash 14,3%; cal. value 2475 – 3015; tar 0,44% - 0,60%. Pelamparan

dari seams ini melingkupi daerah seluas kira-kira 1.5km dengan kemiringan 14˚ – 45˚.

Ketiga seam ini sendiri dianggap tidak ekonomis (lihat: Van Bemmelen R.W, 1949, The

Geology of Indonesia, Vol. II: Economic Geology, Government Printing Office, Hague,

halaman 63-65).

15

Page 16: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Kajian Kelayakan Usaha dari Potensi Batubara di daerah Salem

Penilaian kelayakan suatu usaha tambang merupakan usaha untuk menjamin

agar pengeluaran modal yang ketersediaannya bersifat terbatas, betul-betul mencapai

tujuannya seperti yang diharapkan, ditinjau dari segi manfaat ekonomi, finansial

maupun sosial.

Kajian kelayakan yang dapat dilakukan adalah penilaian kelayakan usaha

tambang baik berupa investasi baru maupun pengembangan usaha tambang.

Studi kelayakan memuat keterangan dan data kuantitatif mengenai usaha

tambang tersebut. Di sini dapat dilihat apakah penambangan bisa dilaksanakan menurut

perbandingan biaya dan hasil yang layak untuk cara kerja dan jangka waktu tertentu.

Studi kelayakan ini harus dilakukan karena investasi di sektor pertambangan memiliki

resiko yang cukup besar akibat dari ketidak pastian keberadaan sumber daya mineral.

Sehingga diharapkan, dengan adanya studi kelayakan, maka dapat menekan resiko

kegagalan yang mungkin akan dialami.

Keterdapatan potensi batubara di Cekungan Bentarsari , Salem kabupaten

Brebes Jawa Tengah telah menimbulkan banyak pertanyaan terkait prospek atau

tidaknya batubara tersebut sehingga perlu dilakukan Kajian Kelayakan Usaha Potensi

Batubara di daerah ini. Kajian fisik ini umumnya dilakukan di desa – desa yang

termasuk ke dalam Cekungan Bentarsari Salem. Parameter yang akan digunakan untuk

mengkaji komponen fisik adalah kondisi dan aktivitas pertambangan, hidrologi, erosi,

perubahan bentang alam, kondisi infrastruktur, gerakan tanah, tata guna lahan dan upaya

reklamasi.

Aspek komponen fisik yang akan dikaji meliputi:

1. Hidrologi

Aspek hidrologi yang akan diteliti adalah pengaruh penambangan terhadap air

permukaan maupun bawah permukaan. Aspek hidrologi ini akan dipengaruhi oleh

tingkat kerusakan fisik lingkungan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya

reklamasi.

2. Erosi

16

Page 17: Kondisi Geologi Regional Daerah Salem

TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA

Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)

Besarnya pengaruh erosi di daerah penambangan menjadi salah satu pertimbangan

dalam penilaian kelayakan penambangan. Aspek erosi ini akan dipengaruhi oleh tingkat

kerusakan fisik lingku-gan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi.

3. Perubahan Bentang Alam

Penambangan bahan galian golongan C yang sering terjadi menyebabkan terjadinya

perubahan bentang alam. Hal ini menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian

kelayakan pertamba-gan. Aspek ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik

lingkungan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi.

4. Kondisi Infrastruktur

Aspek infrastruktur difokuskan pada penggunaan infrastruktur dalam kegiatan

penambangan, seperti jalan desa, fasilitas umum lainnya. Apakah dengan adanya

penambangan penyebab-an kerusakan pada infrastruktur disekitarnya. Kondisi

infrastruktur akan dipengaruhi banyak-ya lokasi penambangan, Jarak penambangan de-

gan pemukiman dan fasilitas umum serta fasilitas sosial dan Pemanfatan fasilitas umum

oleh penambang.

5. Gerakan Tanah

Aspek ini mengkaji tentang gerakan tanah yang terjadi dan potensinya yang berada

disekitar lokasi penambangan. Aspek ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik

lingkungan.

6. Tata Guna Lahan

Aspek tata guna lahan merupakan penilaian se-eapa besar dampak kerusakan atau

perubahan tata guna lahan setelah dilakukan kegiatan pe-nambagan. Aspek ini akan

dipengaruhi oleh ting-kat kerusakan fisik lingkungan, banyaknya lokasi penambangan

dan upaya reklamasi.

8. Upaya Reklamasi

Dari penambangan baik yang masih berlangsung maupun setelah ditambang, dilakukan

upaya yang mengarah ke reklamasi atau belum.

17