Geologi Regional Batubara

download Geologi Regional Batubara

of 23

description

Geologi

Transcript of Geologi Regional Batubara

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Batubara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.Batubara merupakan sumber energi masa depan (Heriawan 2000). Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Wolf 1984 dalam Anggayana 1999).Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya. Pertama, batubarapaleogenyaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekunganintramontainterdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan, dan sebagainya. Kedua, batubaraneogenyakni batubara yang terbentuk pada cekunganforelandterdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga, batubaradelta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur (Anggayana 1999).Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.. Bituminus mengandung 68 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.. Lignit atau batubara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas ke empat matakuliah Geologi Batu Bara pada Semester V . Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui penyebaran lignit pada daerah Degan Nanggulan Kulonprogo khususnya pada Formasi Nanggulan.

I.3. Letak Luas Kesampaian Daerah Daerah penelitian ini terletak pada Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo .dengan luas daerah kecamatan Nanggulan sekitar 3.960.670 hektar yang memiliki persentase 6,756 % dari total luas wilayah Kabupaten Kulonprogo.Kecamatan Nanggulan yang secara administrasi termasuk ke dalam Kabupaten Kulonprogo, terletak di sebelah Barat Kota Yogyakarta yang berjarak sekitar 35 km, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Menuju Kecamatan Nanggulan dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.

I.4. Metode dan Tahap SurveyMetode dengan cara melakukan survey tinjau Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi Batu bara yang paling awal dengan tujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung endapan batubara yang berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah, pengeplotan koordinat pada GPS,dan pengambian foto. Pada tahap survei awal, pertama dilakukan survei formasicool-bearingyang terbuka secara alami dan beberapa pengeboran untuk mengetahui kedalaman dari lapisan batubara kearah kemiringan dengan maksud memastikan deposit batubara yang potensial. Kemudian akan berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi menggunakan mesin dan peralatan yang spesifik.I.5.Peralatan SurveyPeralatan yang digunakan dalam melakukan survey ini antara lain :a. Palu sedimen,b. GPS,c. Kompas,d. HCl,e. Peralatan tulis,f. Plastik sampel.I.6.Peneliti TerdahuluFormasi Nanggulan tersusun oleh batupasir bersisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batu pasir dan tuf. Bagian bawah formasi ini tersusun oleh endapan laut dangkal berupa batu pasir, serpih dengan perselingan napal dan lignit.Bagian atas dicirikan oleh batuan napal, batu pasir gampingan, batu gamping dan tuf yang menunjukan endapan laut fasies neritik. Formasi ini kaya akan Foraminifera dan Moluska. Berdasarkan Kajian Foraminifera Plankton Formasi Nanggulan ini berumur Eosen Tengah sampai Oligosen akhir. Formasi ini mempunyai ketebalan kira-kira 300 meter. Formasi Andesit Tua Formasi Andesit Tua tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat, dan sisipan aliran lavaandesit. Komposisi lava terutama terdiri dari andesit hiperten dan andesit augit hornblende. Kepingan tuf napalan yang merupakan hasil rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai dikaki Gunung Mudjil . Di bagian bawah formasi ini mengandung fosil plankton yang menunjukan umuroligosen akhir. Oleh karena bagian bawah formasi Sentolo berumur Miosen Awal. Mempunyai ketebalan kira-kira lebih dari 600 meter. Untuk Formasi Andesit Tua ini dibagi lagi kedalam Formasi Kulon Progo yang mempunyai lingkungan darat dan Formasi Giripurwo dengan lingkungan laut. Formasi Andesit Tua terbentuk lebih dari 1 sumber gunung api yaitu gunung api Gajah, gunung apiijo dan Gunung api menoreh (Van Bemmelen,1949). Formasi Jonggrangan bagian bawah terdiri dari konglomerat yang ditumpangi oleh napal tufan dan batu pasir gampingan bersisipan lignit. Kearah atas berubah menjadi batu gamping berlapis dan batu gamping koral. Batugamping ini membentuk bukit berbentuk kerucut disekitar Desa Jonggrangan. Formasi ini dianggap berumur Miosen Awal - Miosen Tengah dan di bagian bawah berjari - jemari dengan bagian bawah Formasi Sentolo. Mempunyai ketebalan sekitar 250 meter. Formasi Jonggrangan terendapkan pada lingkungan laut DangkalFormasi Sentolo Formasi Sentolo tersusun oleh batu gamping dan batu pasir napalan. Bagian bawah formasi initerdiri dari konglomerat alas yang ditumpangi batupasir gampingan, napal tufan dengan sisipan tufkaca. Kearah atas berangsur - angsur berubah menjadi batugamping berlapis bagus yang kaya akan foraminifera. Penelitian plankton oleh Kadar (1975) menunjukan umur Formasi Sentolo berkisar antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N 7 - N 21). Formasi ini mempunyai ketebalan kira-kira 950 meter, tersingkap baik disekitar daerah Sentolo. Aluvium Aluvium terdiri dari krakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai. Aluvium sungai berdampingan dengan alluvium rombakan bahan vulkanik

BAB IIGEOLOGI REGIONALII.1. Geomorfologi RegionalMenurutpenelitianVan Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah dibagi menjadi 3 zona, yaitu:1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakanZonaLipatan2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakanZonaDepresi3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakanZonaPlatoBerdasarkan letaknya, Kulon Progomerupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian selatan maka daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato yang sangat luas yang terkenal dengan namaPlatoJonggrangan (Van Bemellen, 1948). Daerah ini merupakan daerahupliftyang memebentukdomeyang luas.Dometersebut relatif berbentuk persegi panjang dengan panjang sekitar 32 km yang melintang dari arah utara-selatan, sedangkan lebarnya sekitar 20 km pada arah barat-timur. Oleh Van Bemellen Dome tersebut diberi namaOblong Dome.Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu:1. Satuan Pegunungan Kulon ProgoSatuan pegunungan Kulon Progo mempunyai ketinggian berkisar antara 100 1200 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng sebesar 150 160. Satuan Pegunungan Kulon Progo penyebarannya memanjang dari utarake selatandan menempati bagian barat wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh. Daerah pegunungan Kulon Progoinisebagian besar digunakan sebagai kebun campuran, permukiman, sawah dan tegalan.2. Satuan Perbukitan SentoloSatuan perbukitan Sentolo ini mempunyai penyebaran yang sempitdanterpotong oleh kali Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten Kulon ProgodanKabupaten Bantul. Ketinggiannya berkisar antara 50 150 meter diatas permukaan air laut dengan besar kelerengan rata rata 150. Di wilayah ini, satuan perbukitan Sentolo meliputi daerah Kecamatan Pengasih dan Sentolo.3. Satuan Teras ProgoSatuan teras Progo terletak disebelah utara satuan perbukitan Sentolo dan disebelah timur satuan Pegunungan Kulon Progo, meliputi kecamatan Nanggulan dan Kali Bawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo4. SatuanDataran AlluvialSatuan dataran alluvial penyebarannya memanjang dari barat ke timur, daerahnya meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan sebagian Lendah. Daerahnya relatif landai sehingga sebagian besar diperuntukkan untuk pemukiman dan lahan persawahan.5. Satuan Dataran Pantai5. Subsatuan Gumuk PasirSubsatuan gumuk pasirinimemiliki penyebaran di sepanjang pantai selatan Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot.Sungai yang bermuara di pantai selatanini adalah kali Serang dan kali Progoyang membawa material berukuran besar dari hulu. Akibat dari proses pengangkutan dan pengikisan, batuan tersebut menjadi batuan berukuran pasir. Akibat dari gelombang laut dan aktivitas angin, material tersebut diendapkan di dataran pantai danmembentukgumuk gumuk pasir.

5. Subsatuan Dataran Alluvial PantaiSubsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan gumuk pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal dari subsatuan gumuk pasir oleh kegiatan angin. Pada subsatuan ini tidak dijumpai gumuk-gumuk pasirsehingga digunakan untukpersawahan dan pemukimanpenduduk.II.2. Stratigrafi RegionalMenurut Sujanto dan Ruskamil (1975) daerah Kulon Progo merupakan tinggian yang dibatasi oleh tinggian dan rendahan Kebumen di bagian barat dan Yogyakarta di bagian timur, yang didasarkan pada pembagian tektofisiografi wilayah Jawa Tengah bagian selatan yang mencirikan tinggian Kulon Progo yaitu banyaknya gunung api purba yang timbul dan tumbuh di atas batuanpaleogen, dan ditutupi oleh batuan karbonat dan napal yang berumurneogen.Dalam stratigrafi regional mengenai daerahfieldtrip, dibahas umur batuan berdasarkan batuan penyusunnya, untuk itu perlu diketahui sistem umur batuan penyusun tersebut. Sistem tersebut antara lain:1. SistemeosenBatuan yang menyusun sistem ini adalah batu pasir, lempung, napal, napal pasiran, batu gamping, serta banyak kandungan fosil foraminifera maupun moluska. Sistemeosenini disebut Nanggulan group. Tipe dari sistem ini misalnya di desa Kalisongo, Nanggulan Kulon Progo, yang secara keseluruhannya tebalnya mencapai 300 m. Tipe ini dibagi lagi menjadi empat yaituYogyakarta beds, Discoclyina, Axiena Beds dan Napal Globirena, yang masing - masing sistem ini tersusun oleh batu pasir, napal, napal pasiran, lignit dan lempung. Di sebelah timurNanggulan group ini berkembang facies gamping yang kemudian dikenal sebagai gamping eosen yang mengandung fosil foraminifera, colenterata, dan moluska.

2. Sistemoligosen miosenSistemoligosen miosenterjadi ketika kegiatan vulkanisme yang memuncak dari Gunung Menoreh, Gunung Gadjah, dan Gunung Ijo yang berupa letusan dan dikeluarkannya material material piroklastik dari kecil sampai balok yang berdiameter lebih dari 2 meter. Kemudian material ini disebut formasi andesit tua, karena material vulkanik tersebut bersifat andesitik, dan terbentuk sebagai lava andesit dan tuff andesit. Sedang pada sistemeosen, diendapkan pada lingkungan laut dekat pantai yang kemudian mengalami pengangkatan dan perlipatan yang dilanjutkan dengan penyusutan air laut. Bila dari hal tersebut, maka sistemoligosen miosendengan formasi andesit tuanya tidak selaras dengan sistemeosenyang ada dibawahnya. Diperkirakan ketebalan istem ini 600 m. Formasi andesit tua ini membentuk daerah perbukitan dengan puncak puncak miring.3. SistemmiosenSetelah pengendapan formasi andesit tua daerah ini mengalami penggenangan air laut, sehingga formasi ini ditutupi oleh formasi yang lebih muda secara tidak selaras. Fase pengendapan ini berkembang dengan batuan penyusunnya terdiri dari batu gamping reef, napal, tuff breksi, batu pasir, batu gamping globirena dan lignit yang kemudian disebut formasi jonggrangan, selain itu juga berkembang formasi sentolo yang formasinya terdiri dari batu gamping, napal dan batu gamping konglomeratan. Formasi Sentolo sering dijumpai kedudukannya diatas formasi Jonggrangan. Formasi Jonggrangan dan formasi Sentolo sama sama banyak mengandung fosil foraminifera yang beumur burdigalian miosen. Formasi formasi tersebut memilik ipersebaran yang luas dan pada umumnya membentuk daerah perbukitan dengan puncak yang relative bulat. Diakhir kala pleistosen daerah ini mengalami pengangkatan dan pada kuarter terbentuk endapan fluviatil dan vulkanik dimana pembentukan tersebut berlangsung terus menerus hingga sekarang yang letaknya tidak selaras diatas formasi yang terbentuk sebelumnya.Berdasarkan system umur yang ditentukan oleh penyusun batuan stratigrafi regional menurut Wartono Rahardjo dkk(1977), Wirahadikusumah (1989), dan Mac Donald dan partners (1984), daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 formasi, yaitu :1. Formasi NanggulanFormasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu :a. Axinea BedsFormasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.b. Yogyakarta bedsFormasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.c. Discocyclina bedsFormasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri daribatu napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah discocyclina.d. Formasi Andesit TuaFormasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff, tuff, breksi lapili , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkansecara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakanformasi ini formasi ini berumur oligosen miosen.e. Formasi JonggranganFormasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tuf, napal, breksi, batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.f. Formasi SentoloFormasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen bawah sampai pleistosen.Sedangkan menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo dikelompokkan menjadi beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya. Formasi tersebut dimulai dari yang paling tua yaitu sebagai berikut:

1. Formasi NanggulanFormasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu :a. Axinea BedsFormasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.b. Yogyakarta bedsFormasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.c. Discocyclina bedsFormasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri daribatu napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah discocyclina.d. Formasi Andesit TuaFormasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff, tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkansecara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakanformasi ini formasi ini berumur oligosen miosen.e. Formasi JonggranganFormasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi, batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.f. Formasi SentoloFormasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen bawah sampai pleistoseng. Forasi Alluvial dan gumuk pasirFormasi ini iendapan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan yang umurnya lebih tua. Litologi formasi ini adalah batu apsr vulkanik merapi yang juga disebut formasi Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir pasir baik yang halus maupun yang kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari batuan sediment yang berukuran pasir, kerikir, lanau dan lempung secara berselang seling.Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri termasuk dalam formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang penyusunnya berupa breksi andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran lava andesit. Dari penelitian yang dilakukan Purmaningsih (1974) didapat beberapa fosil plankton seperti Globogerina Caperoensis bolii, Globigeria Yeguaensis weinzeierl dan applin dan Globigerina Bulloides blow. Fosil tersebut menunjukka batuan berumur Oligosen atas. Karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pada bagian terbawah gunung berumur eosin bawah, maka oleh Van bemellen andesit tua diperkirakan berumur oligosen atas sampai miosen bawah dengan ketebalan 660 m.II.3. Struktur Geologi RegionalStruktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang dikelilingi oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang bekerja adalah sebagai berikut :1. StrukturDomeMenurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE SW dan 20 km mengarah SE NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut jonggrangan plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggara barat laut dan tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering disebut oblong dome. Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa menuju zona tengah jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah mempunyai puncakyang relative datar dan sayap sayap yang miring dan terjal. Dalamkompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian terjadai penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arahtimur barat yang memisahkangunung Menoreh denagn vulkan gunung Gadjah. Pada akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian sekitar 400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo terkubahkan selama pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong breksi gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.2. UnconformityDi daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan (disconformity)antar formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi andesit tua yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.

BAB IIIHASIL PENELITIAN

III.1 GeomorfologiFormasi Nanggulan menempati daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang rendah hingga menengah dengan tersebar merata di daerah Nanggulan (bagian timur Pegunungan Kulon Progo). Secara setempat formasi ini juga dijumpai di daerah Sermo, Gandul, dan Kokap yang berupa lensa-lensa atau blok xenolit dalam batuan beku andesit.III.2 Stratigrafi Formasi Nanggulan Formasi Nanggulan menempati daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang rendah hingga menengah dengan tersebar merata di daerah Nanggulan (bagian timur Pegunungan Kulon Progo). Secara setempat formasi ini juga dijumpai di daerah Sermo, Gandul, dan Kokap yang berupa lensa-lensa atau blok xenolit dalam batuan beku andesit.Formasi Nanggulan mempunyai tipe lokasi di daerah Kalisongo, Nanggulan. Van Bemmelen menjelaskan bahwa formasi ini merupakan batuan tertua di Pegunungan Kulon Progo dengan lingkungan pengendapannya adalah litoral pada fase genang laut. Litologi penyusunnya terdiri dari batupasir dengan sisipanlignit, napal pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir, tuf kaya akan foraminifera dan moluska, diperkirakan ketebalannya 350 m. Wilayah tipe formasi ini tersusun oleh endapan laut dangkal, batupasir, serpih, dan perselingan napal dan lignit. Berdasarkan atas studi Foraminifera planktonik, maka Formasi Nanggulan ini mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen. Formasi ini tersingkap di bagian timur Kulon Progo, di daerah Sungai Progo danSungai Puru. Formasi ini terbagi menjadi 3, yaitu :

1. Axinea BedsAxinea beds, yaitu formasi yang terletak paling bawah dengan ketebalan 40 meter, merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri-dari batupasir, serpih dengan perselingan napal dan lignit yang semuanya berfasies litoral. Axinea bedsini banyak mengandung fosil Pelecypoda. 2. Yogyakarta BedsYogyakarta beds, yaitu formasi yang terendapkan secara selaras di atas Axinea beds dengan ketebalan 60 meter. Formasi ini terdiri-dari napal pasiran berselang-seling dengan batupasir dan batulempung yang mengandung Nummulitesdjogjakartae.3. Discocyclina BedsDiscocyclina Beds, yaitu formasi yang diendapkan secara selaras di atas Yogyakarta beds dengan ketebalan 200 meter. Formasi ini terdiri-dari napal dan batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke atas bagian ini berkembang kandungan Foraminifera planktonik yang melimpah (Suryanto danRoskamil, 1975)III.3 Struktur Daerah NanggulanDaerah nanggulan termasuk ke dalam daerah kulon progo yang mempunyai struktur geologi sebagai berikut :1. StrukturDomeMenurut Van Bemmelen (1948), pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE SW dan 20 km mengarah SE NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut jonggrangan plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggara barat laut dan tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering disebut oblong dome. Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa menuju zona tengah jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah mempunyai puncakyang relative datar dan sayap sayap yang miring dan terjal. Dalamkompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian terjadai penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arahtimur barat yang memisahkangunung Menoreh denagn vulkan gunung Gadjah. Pada akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian sekitar 400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo terkubahkan selama pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong breksi gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.2. UnconformityDi daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan (disconformity)antar formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi andesit tua yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.LP 1Waktu: 11.00 WIBLitologi: KoloviumCuaca: MendungVegetasi: SedangMorfologi: Perbukitan (tubuh sungai)SketsaSoil

Endapan kolovium137 cm

Lempung34 cm

LP 2Waktu: 11.32 WIBLitologi: Batuan sedimenVegetasi: SedangMorfologi: Perbukitan(tubuh sungai)Sketsa:Endapan kolovium110 cm

Lignit(melensa)10 cm

Lempung20 cm

Lignit32 cm

Deskripsi Lignit :Warna hitam,lengket,Ub lempung,BB membulat halusStrike/dip: N1340/110Foto Singkapan Lignit LP 2

LP 3Waktu: 12.17 WIBCuaca: MendungVegetasi: SedangMorfologi: PerbukitanLitologi: Batuan sedimenSketsaKolovium

lempung

Lignit12 cm

Deskripsi lignitWarna hitam,lengket,UB lempung, BB membulat halus

LP 4Waktu: (tidak tercatat)Cuaca: Sangat mendungVegetasi: SedangMorfologi: Perbukitan(tubuh sungai)Litologi: Batuan sedimen

SketsaSoil/kolovium

Lempung berfosil

Deskripsi Warna segar : abu abuWarna lapuk: CoklatStruktur: BerlapisTekstur: UB: lempungBB : MembulatKemas : TertutupSortasi : BaikKomposisi: FosiliferousNama batuan: Batulempung fosil

LP 5Waktu: (tidak tercatat)Cuaca: GerimisVegetasi : SedangMorfologi: perbukitanLitologi: Batuan sedimenSketsaKolovium

Lempung60 cm

DeskripsiWarna: abu abu Struktur: berlapisTekstur:UB: lempungBB : MembulatKemas : TertutupSortasi : BaikNama batuan : batu lempung

Strike/dip:- N 130/170- N 380/300BAB VKESIMPULAN

Daerah Pengamatan Lokasi: Dusun Degan, Banjar Arum, Kecamatan Kali Bawang, Kabupaten Kulon Progo.Waktu: Pukul 09.32 WIBStratigrafi: Formasi Nanggulan, Berumur tua ( Eosen ). Berasal dari produk laut dalamLitologi: Batupasir, Lempung, ada sisipan Lignit

Pada pengamatan yang didapatkan di lapangan yaitu data geologi secara umum :LP 1 : dijumpai endapan kolovium dengan ketebalan 137 cm, dan lempung 34 cm.LP 2 : dijumpai endapan kolovium dengan ketebalan 110 cm, sisipan lignit (melensa), lempung dengan ketebalan 20 cm, lignit dengan ketebalan 32 cm, strike/dip : N 134o E/11oLP 3 : dijumpai endapan kolovium, lempung dan lignit dengan ketebalan 12 cm.LP 4 : dijumpai endapan kolovium, batulempung fosilan.LP 5 : dijumpai endapan kolovium dan batulempung dengan ketebalan 60 cm N 38o E/30oJadi, berdasarkan data yang didapat di lapangan, keterdapatan Batubara di Formasi Nanggulan masih relatif sedikit sehingga belum dapat di eksploitasi jika kita mengacu pada data-data yang kita peroleh di lapangan, indikasinya yaitu berupa Lignit yang masih mengandung unsur kimia H2O.