Laporan Ekskursi Geologi Regional

35
Laporan Ekskursi EKSKURSI GEOLOGI REGIONAL DAERAH GORONTALO DAN KOTAMOBAGU Oleh : Indrawaty NIM : 471 409 012 Fakultas Matematika dan IPA Jurusan Fisika Program Studi Geologi

description

Mapping struktur,geomorfologi dan litologi daerah pantai selatan dan utara daerah gorontalo dan kotamobagu

Transcript of Laporan Ekskursi Geologi Regional

Laporan Ekskursi

EKSKURSI GEOLOGI REGIONAL

DAERAH GORONTALO DAN KOTAMOBAGU

Oleh :

Indrawaty

NIM : 471 409 012

Fakultas Matematika dan IPA

Jurusan Fisika

Program Studi Geologi

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini bidang ilmu geologi mulai memiliki peranan sangat penting

dikalangan masyarakat, khususnya informasi mengenai kondisi geologi yang

berkembang dan bekerja di daerah tersebut. Dari perkembangan dan kemajuan

ilmu ini akan mendorong para ahli untuk melakukan penelitian secara

regional, namun masih diperlukan suatu penelitian yang lebih detail guna

melengkapi data geologi yang telah ada mencakup kondisi geomorfologi,

stratigrafi, struktur geologi serta aspek geologi teraplikasi lainnya.

Kegiatan EGR (Ekskursi Geologi Regional) ini meliputi kegiatan

pengamatan terhadap aspek geomorfologi yaitu dengan melihat permukaan

bumi diantaranya bentang alam, bentukan sungai dan beberapa gejala lainnya.

Aspek stratigrafi membahas mengenai jenis batuan, urutan lapisan dan umur

batuan yang ada di daerah penelitian. Struktur geologi membahas mengenai

pengaruh struktur yang bekerja serta hubungannya dengan stratigrafi di daerah

tersebut, serta dapat menceritakan sejarah geologi daerah penelitian.

Kecenderungan kebutuhan akan bahan galian yang bersifat konstruksi dan

sumberdaya alam hayati (mineral) meningkat dengan pesat seiring dengan

pesatnya pembangunan di segala bidang. Sehubungan dengan peningkatan

tersebut, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral harus terus

ditingkatkan di seluruh wilayah Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat Indonesia.

Kita ketahui bersama Daerah lengan utara Sulawesi ini merupakan busur

gunung api yang terbentuk karena adanya penunjaman ganda yang terdiri dari

lajur penunjaman Sulawesi utara di sebelah lengan utara Sulawesi dan lajur

penunjaman Sangihe timur di sebelah timur dan selatan lengan utara. Penunjaman

ini mengakibatkan terjadinya kegiatan magmatisme dan kegunung-apian yang

menghasilkan batuan plutonik dan kerucut-kerucut vulkanik muda  (Simanjuntak,

1986).

Di daerah selatan Gorontalo merupakan pesisir pantai yang mempunyai

Potensi sumberdaya mineral dan bahan galian di pantai dan dasar laut di wilayah

perairan dan pesisir akhir-akhir ini menjadi suatu alternative pilihan mengingat

makin terbatasnya cadangan sumberdaya mineral didaratan, mengingat

sumberdaya mineral merupakan salah satu dari banyak jenis sumber daya alam

yang berpotensi untuk dapat meningkatkan perekonomian suatu daerah.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari dilakukannya ekskursi geologi regional ini adalah untuk

melakukan penelitian geologi permukaan secara umum sebagai salah satu upaya

untuk menyajikan informasi geologi yang ada, serta melakukan suatu analisa

berdasar atas data pada daerah telitian.

Tujuannya yaitu untuk mengetahui kondisi geologi yang meliputi aspek

geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi dan potensi bahan

galian.

1.3 Alat dan Bahan

Beberapa peralatan dan bahan yang dipergunakan untuk kelancaran

ekskursi geologi ini adalah sebagai berikut :

Palu Geologi.

Digunakan untuk mengambil sampel batuan di lapangan.

GPS.

Digunakan untuk mengetahui titik koordinat di daerah penelitian.

Kompas Geologi.

Digunakan untuk melakukan orientasi medan/pengeplotan titik

pengamatan, mengukur kelerengan morfologi dan untuk mengukur data

struktur baik struktur primer maupun sekunder.

Peta Geologi Lembar Tilamuta dan Kotamobagu dengan skala 1 :

250.000.

Komparator lithologi, ukuran butir serta klasifikasi dasar penamaan

batuan.

Kantong Sampel

Digunakan sebagai tempat sampel untuk digunakan pada saat analisa

laboratorium.

ATM

Digunakan sebagai alat tulis menulis dan untuk mencatat data-data yang

ada pada saat melakukan observasi lapangan.

Clipboard

Digunakan sebagai alas peta topografi dan sebagai alat bantu dalam

melakukan pengukuran data-data di lapangan.

Kamera.

Digunakan untuk mengambil gambar di lapangan.

1.4 Kesampaian Daerah

Ekskursi tahun ini mengambil tempat di daerah utara Gorontalo dan

daerah bagian selatan Gorontalo, ekskursi ini dilakukan dengan cara

mengintari lokasi-lokasi dengan mengambil Sembilan titik stasiun yaitu

Bolaang Mongondow Utara, Saleo, Binuanga, RM Binuanga, Dumoga,

Matayangan, Molibagu, Pindantungan dan Tomala serta 1 pusat station yaitu

di daerah kotamobagu desa Tanoyan. Daerah ini tergambar dalam peta tunjuk

lokasi dan masuk dalam peta lembar kotamobagu, dengan skala 1 :

250.000. Lokasi ekskursi dapat ditempuh melalui jalan darat dengan

kendaraan baik roda dua maupun roda empat.

Gambar 1.1 Peta Lokasi daerah penyelidikan EGR

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional

Sulawesi terletak pada pertemuan lempeng besar Eurasia, lempeng

Pasifik, serta sejumlah lempeng lebih kecil (lempeng Filipina) yang

menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan batuan dari

busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen

terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya

(Van Leeuwen, 1994). Berdasarkan keadaan litotektonik, Sulawesi dibagi tiga

mandala, yaitu : mandala barat sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian

ujung timur Paparan Sunda, mandala tengah berupa batuan malihan yang

ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, dan mandala timur

berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan

batuan sedimen berumur Trias-Miosen.

(Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Peta satuan litotektonik Sulawesi (Van Leeuwen,1994)

Profesor John A. Katili, ahli geologi Indonesia yang merumuskan

geomorfologi Pulau Sulawesi  bahwa terjadinya Sulawesi akibat tabrakan dua

pulau (Sulawesi bagian Timur dan Sulawesi bagian Barat) antara 19 sampai 13

juta tahun yang lalu, terdorong oleh tabrakan antara lempeng benua yang

merupakan fundasi Sulawesi Timur  bersama Pulau-Pulau Banggai dan Sula, yang

pada gilirannya merupakan bagian dari lempeng Australia, dengan Sulawesi Barat

yang selempeng dengan pulau-pulau Kalimantan, Jawa dan Sumatra, Sulawesi

menjadi salah satu wilayah geologis paling rumit di dunia.

Sederhananya boleh dikatan bahwa busur Sulawesi Barat lebih vulkanis,

dengan banyak gunung berapi aktif di Sulawesi Utara dan vulkano mati di

Sulawesi Selatan. Sedangkan busur Sulawesi Timur, tidak ada sisa-sisa

vulkanisme, tapi lebih kaya mineral. Sumber-sumber minyak dan gas bumi dari

zaman Tertiary tersebar di kedua busur itu, terutama di Teluk Tomini, Teluk Tolo,

Teluk Bone, serta di Selat Makassar.

Perbedaan geomorfologi kedua pulau yang bertabrakan secara dahsyat itu

menciptakan topografi yang bergulung gulung, di mana satu barisan gunung

segera diikuti barisan gunung lain, yang tiba-tiba dipotong secara hampir tegak

lurus oleh barisan gunung lain. Kurang lebih seperti kalau taplak meja disorong

dari beberapa sudut dan arah sekaligus.Makanya jarang kita bisa mendapatkan

pemandangan seperti di Jawa, Sumatera, atau Kalimantan, di mana gununggunung

seperti kerucut dikelilingi areal  persawahan atau hutan sejauh mata memandang.

Kecuali di Sulawesi Selatan (itupun di selatan Kabupaten Enrekang), kita sulit

menemukan hamparan tanah pertanian yang rata.

Dapat dikatakan bahwa Sulawesi adalah pulau gunung, lembah, dan

danau, sementara dataran yang subur, umumnya terdapat di sekeliling danau-

danau yang bertaburan di keempat lengan pulau Sulawesi. Ekologi yang demikian

ikut menimbulkan begitu banyak kelompok etno-linguistik. Setiap kali satu

kelompok menyempal dari kelompok induknya dan berpindah menempati sebuah

lembah atau dataran tinggi di seputar danau, kelompok itu terpisah oleh suatu

benteng alam dari kelompok induknya, dan lewat waktu puluhan atau ratusan

tahun, mengembangkan bahasa sendiri. Geomorfologi yang khas ini menyebabkan

pinggang Sulawesi Tana Luwu dan Tana Toraja di provinsi Sulawesi Selatan,

bagian selatan Kabupaten Morowali, Poso, dan Donggala di provinsi Sulawesi

Tengah, dan bagian pegunungan provinsi Sulawesi Barat sangat kaya dengan

berbagai jenis bahan galian.Batubara terdapat di sekitar Enrekang, Makale, dan

Sungai Karama.

Juga di Sulawesi Barat sebelah utara, dimana terdapat tambang batubara

dan banyak jenis logam tersebar di berbagai pelosok Sulawesi. Tembaga dan nikel

terdapat di sekitar Danau-Danau Matano, Mahalona dan Towuti. Bijih besi

bercampur nikel, yang diduga berasal dari meteor, memungkinkan lahirnya pandai

besi di lembah-lembah Rampi, Seko dan Rompong di hulu Sungai Kalaena (Luwu

Utara) dan di Ussu, dekat Malili (Luwu Timur), yang ilmunya ditularkan ke

pandai besi asal Toraja, yang selanjutnya menularkannya ke pandai besi Bugis.

Guratan besi-nikel itu dikenal sebagai pamor Luwu atau pamor Bugis oleh empu

penempa keris di Jawa, dan membuat Kerajaan Luwu kuno dikenal sebagai

pengekspor besi Luwu. Di masa kini, salah satu pusat konsentrasi pandai besi

Toraja letaknya di lereng Sesean, gunung tertinggi di Tana Toraja. Bijih emas pun

banyak terdapat di pinggang Sulawesi, karena biasanya mengikuti keberadaan

bijih tembaga.

Lengan utara dan selatan dibentuk oleh satu kesatuan geologi yang disebut

sebagai mandala Sulawesi Barat. Secara serupa, lengan timur dan lengan tenggara

adalah satu kesatuan geologi yang disebut sebagai mandala Sulawesi Timur. Dua

busur Sulawesi tergabung bersama pada area Sulawesi Tengah, tapi dipisahkan

secara jelas di selatan oleh teluk Bone dan di utara oleh teluk Tomini. Kedua teluk

itu dalamnya lebih dari 2000 meter besarnya dari luasan kedua teluk tersebut

terisi batuan sedimen dengan tebal 5000 meter dan sepertinya mempunyai batuan

dasar samudra pada bagian terdalam dari kedua teluk tersebut.

2.2 Stratigrafi Regional

Berdasarkan peta geologi lembar Kotamobagu (T.Apandi, dkk, 1997) dari

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, stratigrafi wilayah daerah

penyelidikan disusun oleh formasi / satuan batuan sebagai berikut :

Qal ALUVIUM dan ENDAPAN PANTAI : Pasir, Lumpur, dan

Kerikil.

Ql BATUGAMPING TERUMBU : Batugamping koral.

Batugamping koral berwarna putih dan umumnya pejal. Satuan ini

sebagian sudah terangkat membentuk perbukitan sedang sebagian lainnya

masih berkembang terus di bawah permukaan laut hingga sekarang.

Umurnya di perkirakan Plistosen Akhir hingga Holosen.

QTs MOLASA CELEBES SARASIN DAN SARASIN (1901) :

Konglomerat, Breksi, dan Batupasir. Konglomerat tersusun dari Andesit,

Granit, Batupasir putih, dan kepingan Batugamping kelabu berukuran

krikil sampai brangkal; setempat-setempat dengan sisipan batupasir kelabu

dengan tebal 15 sampai 30 cm, sebagian besar mengeras lemah. Breksi

terdiri dari kepingan Andesit, Granit, Basal; berukuran krikil sampai

krakal. Singkapan kecil yang tidak dapat dipetakan di sebelah timur

Sangkup di pantai utara yang terdiri dari Batupasir halus hingga kasar

berlapis baik dengan kemiringan rendah, barangkali termasuk Molasa

Celebes. Satuan ini terjadi di dalam cekungan-cekungan kecil, dan

diperkirakan berumur Pliosen hingga Plistosen.

Tmbv Batuan Gunungapi Bilungala, terdiri dari : breksi gunungapi,

tuf dan lava. satuan batuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah

hingga awal Miosen Akhir dengan tebal lebih dari 1.000 meter.

TQpv Batuan Gunungapi Pinogu, terdiri dari: perselingan aglomerat,

tuf dan lava. satuan batuan ini diperkirakan berumur Pliosen Akhir hingga

Pliosen Awal dengan ketebalan mencapai 250 meter.

Tmb Diorit Bone, terdiri dari : diorit, diorit kuarsa, granodiorit dan

adamelit. Satuan batuan ini diduga berumur Miosen Tengah hingga awal

Miosen Akhir (Trail, 1974).

Tpwv Satuan Breksi Wobudu, terdiri dari : breksi gunungapi,

aglomerat, tuf, tuf lapili, lava andesit dan lava basal. Satuan batuan ini

diperkirakan berumur Pliosen Awal dengan ketebalan diperkirakan 1.000

hingga 1.500 meter.

Tmts Formasi Tapadaka, terdiri dari : Batupasir, grewake, batupasir

terkeriskan dan serpih. Batupasir berwana kelabu muda hingga tua dan

hijau, berbutir halus sampai kasar, mengandung batuan gunungapi hijau

dan serpih merah, setempat-setempat gampingan. Serpih berwarna kelabu

sampai hitam.

Tmtl Anggota BatuGamping Formasi Tapadaka, terdiri dari :

batugamping kelabu terang, pejal, mengandung pecahan gunungapi hijau.

Batugamping ini sebagian membentuk lensa-lensa dalam formasi

Tapadaka dan sebagian terlihat berganti fasies kearah samping menjadi

batupasir. Umur satuan ini adalah miosen awal – miosen akhir.

Tets Formasi Tinombo Fasies Sedimen (ahlburg, 1913), terdiri dari

: serpih dan batupasir dengan sisipan batugamping dan rijang. Serpih

kelabu dan merah, getas, sebagian gampingan; rijang mengandung

radiolarian. Batupasir berupa grewake dan batupasir kuarsa, kelabu dan

hijau, pejal, berbutir halus sampai sedang, sebgian mengandung pirit.

Umur formasi ini menurut Ratman (1976) adalah Eosen sampai Oligosen

awal, sedangkan menurut Sukamto (1973) dan Brower (1934) adalah

kapur akhir sampai Eosen awal. Tebal formasi diduga sampai kedalam

1000 meter. Sedangkan lingungan pengendapannya adalah laut dalam.

Tetv Formasi Tinombo Fasies GunungApi, terdiri dari : lava

basaly, lava andesit, selingan batupasir hijau, batulanau hijau dan sedikit

konglomerat, batugamping merah dan kelabu. Lava basal umumnya

berstruktur bantal, banyak zeolik, barik-barik silica, serta batulumpur

merah gampingan yang mengisi antara struktur bantal. Berdasarkan

asosiasi litologi dan struktur sedimennya, maka satuan ini diduga

terendapkan pada lingkungan laut dalam.

2.3 Tektonik

Daerah lengan utara Sulawesi ini merupakan busur gunung api yang

terbentuk karena adanya penunjaman ganda yang terdiri dari lajur

penunjaman Sulawesi utara di sebelah lengan utara Sulawesi dan lajur

penunjaman Sangihe timur di sebelah timur dan selatan lengan utara.

Penunjaman ini mengakibatkan terjadinya kegiatan magmatisme dan

kegunung-apian yang menghasilkan batuan plutonik dan kerucut-kerucut

vulkanik muda  (Simanjuntak, 1986).

Penunjaman tersebut mengakibatkan terjadinya kegiatan magmatisma

dan kegunungapian yang menghasilkan batuan plutonik dan gunungapi yang

tersebar luas. Pada peta geologi lembar kotamobagu ini Penunjaman Sulawesi

utara diduga mulai aktif sejak awal Tersier dan menghasilkan busur gunung

api Tersier yang terbentang dari Tolotoli - Gorontalo sampai dekat Manado

yang merupakan lajur vulkanik api tua. Pada lajur di sebelah timur dan

selatan hingga Sangihe merupakan jalur pemunculan gunung api aktif  seperti

gunung api Tjolo di Pulau Una-Una. Gunung api Tjolo ini pernah aktif pada

tahun 1961 dengan mengeluarkan rempah-rempah gunung api yang terdiri

dari abu dan tufa lapili, dan menyisakan kawah G. Tjolo di pulau Una-Una,

(Katili J.A, 1980).

Menurut Hamilton (1979), berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan

tektonik, Sulawesi dan sekitarnya dibagi dalam 5 provinsi tektonik (gambar 2.2),

yaitu :

1. Busur volkanik tersier Sulawesi bagian barat,

2. Busur volkanik Minahasa-Sangihe,

3. Sabuk metamorfik Cretaceous-Paleogene Sulawesi bagian tengah,

4. Sabuk ofiolit Cretaceous Sulawesi bagian timur dan yang berasosiasi

dengan lapisan sedimen pelagic,

5. Fragmen benua mikro Paleozoic Banggai-Sula yang berasal dari benua

Australia.

Gambar 2.2. Geologi regional Sulawesi (Hamilton 1979)

Struktur geologi yang dapat diamati yaitu berupa sesar dan lipatan.

Sesar normal arahnya kurang beraturan namun dibagian barat lembar

kotamobagu cenderung lebih – kurang timur – barat. Sesar mendatar

berpasangan dengan arah UUB – SST (Sesar menganan) dan UUT – SSB

(Sesar mengiri). Sesar mendatar terbesar adalah sesar Gorontalo yang

berdasarkan analisa kekar penyertanya menunjukkan arah pergeseran

menganan. Beberapa zona sesar naik bersudut sekitar 30º dan dapat diamati

dibeberapa tempat, khususnya pada Batuan Gunungapi Bilungala.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Ekskursi ini dilaksanakan selama 2 hari yaitu pada hari

Jum’at tanggal 11 Mei 2012 sampai pada hari Sabtu tanggal 12 Mei.

Berlokasi didaerah wilayah Kotamobagu dan mempunyai Sembilan titik

stasiun.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah survey langsung

dilapangan. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menentukan titik koordinat dengan menggunakan GPS.

2. Mengukur dimensi singkapan.

3. Mengukur jurus dan kemiringan dengan menggunakan kompas

geologi .

4. Mengukur arah penyebaran dengan menggunakan kompas geologi.

5. Mengamati geomorfologi di daerah penelitian yaitu mencakup tata

guna lahan, vegetasi, bentang alam dan sungai.

6. Mengukur ketebalan dan menentukan jenis soil.

7. Mengukur arah sesar, kekar dan perlipatan dengan menggunakan

kompas geologi (bila di stasiun tersebut terdapat sesar, kekar atau

pelipatan).

8. Menentukan deskripsi litologi batuan yaitu mencakup stuktur, tekstur,

warna, komposisi mineral dan nama batuannya.

9. Mengambil sampel dengan menggunakan palu geologi dan

menyimpannya pada kantong sampel yang telah diberi label.

10. Mencatat semua informasi pada lembar pengamatan.

11. Mengambil gambar menggunakan kamera pada setiap langkah kerja

untuk dipergunakan pada penyusunan laporan.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Stasiun 1

Stasiun 1 ini berlokasi di Bolaang Mongondow Utara N = 00º 54' 05.1"

dan E = 123º 20' 02.4", dengan deskripsi geomorfologi merupakan pegunungan

yang berlereng terjal menempati area seluas 60 % dari seluruh area penelitian

dengan penyebaran terletak hampir diseluruh daerah telitian. Dengan lithologi

granodiorit dan tuff. Penamaan satuan perbukitan berlereng curam ini

berdasarkan morfologi yang ada berupa perbukitan, memiliki sudut lereng

21-55% , tergolong perbukitan berlereng terjal (Van Zuidam,1983). Pada peta

topografi satuan geomorfologi ini dicirikan oleh kenampakan pola kontur yang

rapat.

Perbukitan berlereng terjal

Foto 4.1. Satuan bentuklahan perbukitan vulkanik berlereng terjal.

Stratigrafi stasiun 1 merupakan jenis satuan formasi Diorit Bone.

Satuan batuan ini diduga berumur Miosen Tengah hingga awal Miosen

Akhir (Trail, 1974). Dengan kedudukan jurus dan kemiringan N 195º E/

83º. Dengan kondisi perlapisannya hamper vertikal.

Foto 4.2 Singkapan Diorit berparameter bolpoin

4.2 Stasiun 2

Stasiun 2 ini berlokasi di daerah Saleo dengan titik koordinat N =

00º 53' 28.6" dan E = 123º 25' 15.9". Dengan bentang alam merupakan

perbukitan, jenis soil yang terdapat di daerah ini adalah jenis lempung berpasir

dengan tebal 5-7,5 cm. Kedudukan jurus dan kemiringannya N 263º E/. Terdapat

perlapisan sepanjang 200 m.

Foto 4.3 Pengukuran Arah penyebaran dengan menggunakan

Kompas Geologi.

Foto 4.4 Gambar Perlapisan dengan kondisi soil merupakan Lempung berpasir

4.3 Stasiun 3

Stasiun 3 berlokasi di daerah Binuanga dengan titik koordinat N =

00º 52' 59.9" dan E = 123º 26' 11.9". kondisi geomorfologi daerah ini adalah

perbukitan atau lembah yang di penuhi oleh alang-alang. Termasuk pada satuan

perbukitan berlereng menengah.

Foto 4.5 Satuan bentuk lahan berlereng menengah

Foto 4.6 Gambar Singkapan batuan dengan parameter mistar

4.4 Stasiun 4

Stasiun 4 berlokasi sama dengan stasiun 3 yaitu daerah Binuanga. Di

stasiun ini terdapat jenis batuan alterasi yang telah terjadi perubahan fisik

maupun kimia, perubahan mineral yang tidak ekonomis menjadi mineral yang

ekonomis. Merupakan singkapan zona mineralisasi, terdapat mineral sulfur

dan belerang yang termasuk dalam jenis endapan epitermal.

Foto 4.7 Gambar Zona Batuan yang telah mengalami alterasi.

4.5 Stasiun 5

Stasiun 5 berlokasi di daerah Dumoga dengan titik koordinat N = 00º

39' 68.3" dan E = 124º 06' 37.1". Merupakan daerah dengan kondisi bentuk

lahannya yang berupa dataran aluvial, dengan soil merupakan jenis lempung berpasir

dengan ketebalan 20-30 m. Daerah ini merupakan jalur sesar dengan arah N 214º E.

Foto 4.8 Gambar bidang sesar dengan parameter mistar.

Foto 4.9 Kenampakan Cermin sesar

4.6 Stasiun 6

Stasiun 6 berlokasi di daerah Matayangan dengan titik koordinat N =

00º 26' 45.3" dan E = 123º 58' 11.3". Dengan kondisi geomorfologi merupakan

pegunungan, terdapat jalur sungai dengan kondisi soil berupa lempung. Arah

penyebarannya adalah N 124º. Terdapat kekar N 191º E, kekar dan mineral di daerah

telitian telah terjadi perubahan. Merupakan jenis batuan formasi Tmb atau Diorit

Bone.

Zona aliran sungai

Foto 4.10 Kenampakan Geomorfologi

Foto 4.11 Pengukuran strike dan dip dengan parameter kompas geologi.

4.7 Stasiun 7

Stasiun 7 berlokasi di daerah Molibagu, dengan titik koordinat N = 00º

23' 96.1" dan E = 123º 58' 81.3". Kondisi morfologinya adalah berupa dataran

rendah dengan tingkat vegetasi yang sangat jarang. Bentuk lahannya berupa satuan

alluvial. Dengan arah penyebaran N 35º. Jenis batuan di daerah ini merupakan jenis

batuan gampingan klastik. Satuan batugamping dengan batuan yang

berkomposisi karbonat memiliki warna putih kekuningan sampai abu abu

kehitaman didominasi oleh batugamping berfosil. Batugamping

memperlihatkan struktur masif dan perlapisan seperti terlihat pada lokasi

pengamatan (lihat foto 4.13).

Foto 4.12 Pengukuran arah penyebaran dengan menggunakan kompas

geologi.

Foto 4.13 Gambar singkapan batuan gampingan

4.8 Stasiun 8

Stasiun ini berlokasi di daerah Pindatungan, dengan titik koordinat N =

00º 21' 48.8" dan E = 123º 55' 83.6". Dengan luas singkapannya sekitar 3 m dan

arah penyebarannya adalah N 284º. Kondisi morfologi daerah ini adalah berupa

lembah dengan tingkat vegetasi yang sangat jarang, jenis soilnya adalah lempung

berwarna cokelat kekuningan dengan ketebalan sebesar 2 meter. Struktur geologinya

berupa perlipatan antiklin.

Foto 4.14 Gambar perlipatan antiklin dengan parameter pulpen

4.9 Stasiun 9

Berlokasi di daerah Tomala, Bolaang Mongondow Selatan dengan

titik koordinat N = 00º 19' 2.21" dan E = 123º 32' 08.9". Kondisi morfologi daerah

ini berupa perbukitan satuan menengah dengan soil berjenis lempung berpasir

mempunyai ketebalan 3,5 cm. Ciri-ciri sesuai yang terjadi di lapangan yaitu terjadi

pengendapan yang merupakan ciri endapan sungai purba. Terdapat juga mineral-

mineral vulkanik.

Foto 4. 15 Gambar singkapan batuan yang merupakan endapan sungai purba.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Daerah ekskursi ini termasuk dalam wilayah lengan utara Sulawesi,

yang dominan batuannya adalah batuan jenis plutonik dan vulkanik. Sesuai

hasil dilapangan di dapat bahwa di beberapa stasiun terdapat alterasi mineral

pembawa mineral ekonomis yang saat ini belum di garap dengan benar. Di

beberapa daerah juga di temukan adanya endapan- endapan purba dan

struktur sesar dan kekar. Yang menandakan adanya aktivitas tekonik.