Gawat Darurat

20
GAWAT DARURAT Poisoning, Mengenali Kegawat Daruratan, dan Tata Laksana Disusun Oleh : Anisa Mahmudah (1061411006) Putri Astuti (1061411077)

description

materi Gawat Darurat "UKAI preparation"

Transcript of Gawat Darurat

GAWAT DARURAT

GAWAT DARURAT

Poisoning, Mengenali Kegawat Daruratan, dan Tata Laksana

Disusun Oleh :Anisa Mahmudah(1061411006)Putri Astuti(1061411077)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERSEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASISEMARANG2014A. PoisoningPoisoning atau keracunan terjadi ketika suatu zat berbahaya (racun) masuk kedalam tubuh yang dapat melalui injeksi, inhalasi atau tertelan yang kemudian dapat menyebabkan cidera, sakit atau bahkan kematian. Peristiwa ini disebabkan aktivitas kimia di dalam sel. Keracunan harus dicurigai jika seseorang merasa sakit untuk alasan yang tidak diketahui. Ventilasi yang jelek dapat memperburuk keracunan yang terjadi melalui inhalasi. Pertolongan pertama sangat penting dalam menyelamatkan kehidupan korban. Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari mengenai deteksi dan pengobatan keracunan adalah toksikologi. Toksikologi oleh Loomis (1978) didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas sistim biologi. Timbrel (1989), mendefinisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara zat kimia dan sistem biologi. Definisi ketoksikan atau toksisitas adalah kapsitas suatu zat kimia atau beracun (xenobiotik) untuk dapat menimbulkan efek toksik tertentu pada mahkluk hidup.Paracelcus yang dianggap sebagai bapak toksikologi tidak membedakan antara obat dengan zat beracun berdasarkan toksisitasnya, yang membedakan antara obat dengan racun atau zat yang bukan racun dengan racun adalah dosisnya. Obat yang diberikan berdasarkan dosis tertentu menurut penelitian umumnya tidak menimbulkan efek toksik atau manfaatnya jauh lebih besar dari pada efek yang merugikan.

A.1.Penyebab Poisoning / KeracunanPenyebab poisoning / keracuan dapat disebabkan oleh ;1) Pengobatan2) Over dosis obat3) Paparan saat kerja4) Membersihkan deterjan atau cat5) Gas karbon monoksida dari pembakaran atau pemanas6) Kosmetik tertentu7) Tanaman rumah tangga tertentu, hewan8) Keracunan karena makanan (botulism)

A.2.Gejala-gejala Poisoning / KeracunanGejala-gejala keracunan diantaranya yaitu ;1. Bibir berwarna biru2. Kulit ruam3. Kesulitan bernafas4. Diare5. Mual / Muntah6. Demam7. Headache8. Pusing / mengantuk9. Penglihatan ganda10. Nyeri perut / nyeri dada11. Palpitasi / Irritability12. Kehilangan nafsu makan / kontrol kandung kemih13. Mati rasa14. Otot Kejang15. Kejang16. Lemah17. Kehilanagn kesadaran\

A.3.Mekanisme Efek ToksikKeberadaan zat kimia dalam tubuh dapat menimbulkan efek toksik melalui 2 cara, berinteraksi secara langsung (toksik intrasel) dan secara tidak langsung (toksik ekstrasel). Toksik intrasel adalah toksisitas yang diawali dengan interaksi langsung antara zat kimia atau metabolitnya dengan reseptornya. Toksisitas ekstra sel terjadi secara tidak langsung dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengaruh pada sel sasaran.A.3.1.Mekanisme Efek Toksik IntraselZat kimia atau metabolitnya yang telah masuk pada sel sasarannya dapat menyebabkan gangguan sel atau organelnya melalui pendesakkan, pengikatan, subsitusi (antimetabolit) atau peroksidasi. Gangguan yang ditimbulkan akan diresponkan oleh sel untuk mengurangi dampaknya, dan sel akan beradaptasi atau melakukan perbaikan. Namun bila respon pertahanan tidak mampu mengeleminir gangguan yang ada akan terjadi efek toksik. Dampaknya terjadi perubahan atau kekacauan biokimiawi, fungsional atau struktural yang bersifat reversibel atau irreversibel. Berikut adalah contoh obat atau zat yang bekerja secara langsung (toksik intrasel) dalam menimbulkan efek toksik adalah :1) Tetrasiklin atau kloramfenikol bekerja mengingat ribosom dari suatu sel.2) Antimikroba golongan sulfa, berfungsi sebagai antimetabolit dan menghambat sintesa asam folat.3) Radikal bebas menyebabkan peroksidasi lipid atau protein sehingga fungsinya terganggu.4) Insektisida yang mengikat enzim asetilkolinesterase, menyebabkan bertumpuknya ACh (asetilkolin) dalam sinap sehingga menyebabkan efek kolinergik yang berlebihan.5) Sianida dapat mengacaukan pernapasan sel dengan cara mengganggu transpor elektron, dalam hal ini ikatan sianida dengan atom besi pada protein heme mengalami oksidasi dan reduksi selama transfer elektron. Dengan demikian sianida dapat mengganggu proses pernapasan sel.6) Toksin botulismus berkaitan dengan ujung akson presinaptik kolinergik perifer sehingga menghambat pelepasan ACh, sehingga terjadi hambatan kolinergik. Efek yang sama dapat ditimbulkan oleh racun ular kobra yang dapat diberikan dengan postsinaptik neuromuskuler sehingga tidak peka terhadap asetilkolin.A.3.2.Mekanisme Efek Toksik EkstraselKelangsungan hidup suatu sel sangat tergantung pada lingkungannya, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sel. Karena itu adanya zat dilingkungan sel yang dapat mengganggu aktivitas sel, mungkin akan menimbulkan perubahan struktur atau gangguan fungsi sel. Untuk kelangsungan hidup sel, minimal dibutuhkan oksigen, zat makanan, dan cairan ekstrasel (elektrolit asam basa) yang optimal.1) OksigenOksigen diperlukan untuk produksi energi. Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan berdifusi dari alveoli ke pembuluh darah, eritrosit, dibawa oleh sistem kardiovaskuler untuk keperluan sel. Semua proses (tempat) diatas merupakan sasaran dari zat toksik untuk mengganggu sampainya oksigen kedalam sel yang membutuhkannya.Obstruksi saluran pernapasan dapat terjadi karena zat iritan yang kuat, atau zat yang bersifat vasospasme (konstriksi). Jumlah eritrosit dapat berkurang karena gangguan produksi eritrosit oleh sumsum tulang belakang. nitrit dapat menyebabkan hipoksia, dan jika tidak ditanggulangi kekurangan oksigen menjadi lebih parah (anoksia) dan dapat menyebabkan sel kekurangan energi dan mati.2) Suplai Zat MakananZat makanan diperlukan oleh sel agar proses metabolisme dapat berjalan normal, sehingga keperluan energi dapat tercukupi dan proses pertumbuhan dapat berlangsung. Kecukupan zat makanan sangat tergantung pada proses-proses seperti ingesti, digesti, absorbsi, dan transpornya ke lingkungan sel. Dengan demikian banyak proses (tempat) yang dapat diganggu oleh suatu zat berkaitan dengan suplai zat makanan.3) Suplai Cairan Cairan, keseimbangan elektrolit, keseimbangan asam basa, dan proses ekskresi untuk mempertahankan posisi cairan merupakan sasaran potensial dari suatu zat. Gangguan cairan seperti retensi cairan (edema), dehidrasi, dan asidosis dapat berbahaya bagi kehidupan sel jika tidak segera diperbaiki. Gangguan seperti diatas dapat terjadi karena banyak faktor, seperti: kelebihan natrium, hiperglikemi atau karena adanya zat-zat tertentu. Selain itu luka ekstrasel juga dapat terjadi jika sistem yang mengatur fungsi-fungsi tubuh seperti sistem saraf endokrin (hormon), dan sistem immunitas terganggu.

A.4.Terapi KeracunanA.4.1.Terapi AntidotumSecara umum, terapi antidotum didefinisikan sebagai tata cara yang ditunjukkan untuk membatasi intisitas efek toksik zat kimia atau menyembuhkannya sehingga bermanfaat dalam mencegah timbulnya bahaya selanjutnya. Efek toksik suatu zat kimia dapat terjadi jika kadar zat toksik melampaui kadar toksik minimal (KTM) nya dalam sel sasaran. Untuk mencapai KTMnya, zat yang masuk melalui oral atau topikal harus melalui beberapa tahap. Tahapan tersebut adalah absorbsi masuk ke sirkulasi sistemik lalu mengalami distribusi menuju tempat kerjannya. Proses absorbsi dan distribusi menyebabkan meningkatnya kadar obat dalam sel sasaran. Proses berikutnya yang dapat mengurangi kadar obat dalam sel sasaran adalah metabolisme dan eksresi. Sehingga efek toksik suatu zat kimia sangat dipengaruhi proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) karena akan menentukan jumlah zat di sel sasarannya.Dengan demikian untuk mengurangi jumlah zat kimia dalam sel sasarannya sapat dilakukan dengan cara: menghambat absorbsi dan distribusi serta mempercepat metabolisme dan ekskresi. Meningkatkan nilai ambang toksik (KTM) juga merupakan cara untuk mencegah efek toksik.A.4.1.1.Terapi Non SpesifikTerapi non spesifik adalah suatu terapi keracunan yang bermanfaat hampir pada semua kasus, melalui cara-cara seperti memacu muntah, bilas lambung, dan memberikan zat adsorben, mempercepat eliminasi dengan pengasaman dan pembasaan urin atau hemodialisis.1. Menghambat Absorbsi Zat RacunMenghambat absorbsi zat racun dapat disarankan dengan beberapa cara antara lain dengan membersihkan atau mencuci kulit yang terkontaminasi zat toksik, mengeluarkan racun dalam lambung, mencegah absorbsi, dan memberikan pencahar. Mencuci kulit dilakukan dengan air mengalir dan jika mengenai pakaian, pakaiannya ditinggalkan. Zat toksik yang sudah masuk kedalam lambung dapat dilakukan dengan pemberian norit (arang aktif), memuntahkan atau memberi pencahar atau bilas lambung.a) Pemberian Arang Aktif (Norit)Arang aktif diberikan pada kasus keracunan karena dapat mengabsorbsi zat racun atau toksin dalam saluran pencernaan. Norit masih efektif hingga 2 jam dari racun yang tertelan dan lebih lama lagi pada keracunan obat sediaan lepas lambat atau keracunan obat-obat yang bersifat kolinergik. Dosis minimumnya adalah 30 gram, dosis pada orang dewasa adalah 50 gram dapat diulang setiap 4-6 jam. Pemberian dosis berulang juga bermanfaat mempercepat eliminasi zat toksik yang sudah terabsorbsi.Karbon aktif dapat menyerap zat-zat seperti salisilat, acetaminophen, karbamazepin, dapson, teofilin, quinin, dan obat-obat antidepresan. Pemberian karbon aktif dapat dikombinasikan dengan bilas lambung tetapi tidak dengan sirup ipekak atau susu karena akan mengurangi efektifitasnya.b) Mengeluarkan Racun dari LambungPengosongan lambung tidak berguna jika resiko dari keracunan kecil atau pasien sudah datang terlambat. Pengosongan dengan bilas lambung diragukan kegunaannya bila dilakukan lebih dari 1-2 jam setelah racun tertelan. Bahaya dari bilas lambung adalah teraspirasinya isi lambung, karena itu tidak boleh dilakukan pada pasien yang mengantuk atau koma kecuali jika reflek batuk sangat baik atau saluran napas dapat dilindungi dengan pipa endotrakea.Memuntahkan isi perut dengan pemberian ipecacuanha telah dipakai baik pada orang dewasa atau anak-anak. Pemberian ipecacuanha hanya boleh dipertimbangkan bila pasien sadar sepenuhnya, atau bila zat racun yang tertelan tidak korosif dan produk petroleum tidak terjerap dengan arang aktif.c) Pemberian PencaharPencahar digunakan untuk mempercepat pengeluaran zat racun dari saluran gastrointestinal (GI) terutama untuk racun yang sudah mencapai usus halus. Pemberian sorbitol direkomendasikan pada penderita yang tidak ada gangguan jantung. Magnesium sulfat dapat diberikan pada penderita yang tidak ada gangguan ginjal. Pemberian magnesium sulfat sering kali diberikan setelah pemberian arang aktif, dosis oral yang sering dipakai adalah 5-15 gram yang diberikan dengan segelas air. Magnesium sulfat dikontraindisikan pada pasien obstruksi usus, mual, muntah dan gangguan ginjal.2. Mempercepat EliminasiKecepatan eliminasi akan mempengaruhi jumlah obat yang berada disel sasaran dalam melampaui nilai KTM nya. Percepatan eliminasi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan ekskresi melalui pengasaman atau pembasaan urin atau diuresis paksa, pengasaman atau pembasaan urin akan meningkatkan derajat ionisasi ditubulus sehingga akan mengurangi reabsorbsi. Pengasaman urin dengan memberikan ammonium klorida atau vitamin C akan mengurangi reabsorbsi zat atau obat yang bersifat basa lemah seperti amfetamin. Pembasaan urin melalui pemberian natrium bikarbonat akan mengurangi reabsorbsi pada obat atau zat yang berisifat asam lemah seperti aspirin dan fenobarbital. Hemodialisis merupakan salah satu cara untuk mempercepat eleminasi suatu zat dan mengembalikan keseimbangan elektrolit. Cara ini efektif jika zat nya sudah terabsorbsi dan berada pada cairan sistemik dan tidak mempunyai volume distribusi terlalu besar atau obat tidak terdistribusi secara ekstensif pada jaringan. Berikut beberapa contoh obat-obatan yang laju eliminasinya efektif dapat ditingkatkan dengan car hemodialisis yaitu salisilat, metanol, etilenglikol, paraquat, dan litium.A.4.1.2.Terapi SpesifikTerapi antidotum spesifik adalah terapi antidotum yang hanya efektif untuk zat-zat tertentu. Antidotum spesifik dikelompokkan menjadi antidotum yang bekerja secara kimiawi, bekerja secara farmakologi dan yang bekerja secara fungsional.1. Antidotum Yang Bekerja Secara KimiawiContoh dari antidotum jenis ini aadalah penggunaan zat pembentuk kelat. Penggunaan antidotum jenis ini akan menyebabkan terjadinya reaksi antara antidotum dengan zat toksik membentuk suatu produk yang kurang toksik daan mudah diekskresikan. Selain pembentukan kelat antidotum spesifik lainnya adalah fab fragment, dikobalt edetat dan hidrokobalamin, detoksifikasi enzimatik.a) Zat-zat pembentuk kelatZat-zat pembentuk kelat biasanya mengandung dua atau lebih gugus elektronegatif yang membentuk ikatan kovalen komplek stabil dengan logam-logam atau kation menghasilkan zat komplek yang kurang toksik sehingga mudah tereliminasi. Contoh zat-zat chelator adalah dimercaprol, EDTA (etilen diamin tetraasetat), penisilamin (cuprin), deferoksamin, dan trientin (cuprid).Dimercaprol berguna untuk keracunan arsen, merkuri dan timbal. Efek samping dari penggunaan dimercaprol adalah takikardi, hipertensi, mual dan iritasi lambung. Sekarang tersedia 2 obat yang mirip dengan dimercaprol yaitu dimercaptosuccinic acid (DMSA), dan dimercaptopropane sulphonic acid (DMPS). DMSA dan DMPS dapat diberikan secara oral dan mempunyai indeks terapi yang lebih besar. EDTA digunakan terutama pada kasus keracunan pb. EDTA juga akan membentuk kelat dengan Ca dalam tubuh. EDTA diberikan dalam bentuk injeksi IM atau IV dalam bentuk garamnya Na atau Ca, dan diekskresikan melalui filtrasi glomerulus. Penisilamin biasanya digunakan keracunan Cu pada individu yang menderita penyakit Wilsons. Kelebihan Cu akan toksik pada hepar dan CNS. Selain itu penisilamin juga digunakan pada keracunan Hg serta tambahan terapi untuk keracunan Pb dan arsen. Efek toksik dari penggunaan penisilamin pada sumsum tulang tulang belakang dan ginjal. Deferoksamin spesifik membentuk kelat dengan logam besi, dengan ion feri membentuk feroxamin. Deferoksamin dimetabolisme dan diekskresikan melalui ginjal dan menyebabkan urin berwarna merah. Penggunaan antidotum ini dapat menyebabkan neurotoksik dan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal. Trientin (cuprid) membentuk chelat dengan Cu+ , terapi terbatas untuk penyakit Wilsons pada individu yang tidak dapat mentolerir penilsilamin.b) Fab FragmentAntiserum telah lama digunakan untuk pengobatan toksin yang berasal dari botulimus atau ular. Fab fragment merupakan suatu antibodi monoklonal dapat mengikat digoksin dan mempercepat ekskresinya melalui filtrasi glomerulus.c) Dikobalt Edetat dan HidrokobalaminPenggunaan dikobalt edetat hanya pada saat pasien akan kehilangan kesadaran atau sudah kehilangan kesadaran bukan untuk tindakan pencegahan. Dapat diberikan melalui injeksi IV 300 mg (20 ml) dalam 1 menit disusul dengan 50 ml infus glukosa 50% jika tidak menunjukan perbaikan yang memadai. Jika setelah 5 menit tidak ada perbaikan maka boleh diberikan dosis ke2.d) Detoksifikasi EnzimatikDetoksifikasi Enzimatik dapat dilakukan dengan dua jalur, dengan memberikan kosubstrat pada reaksi yang terjadi dan memberikan enzim dari luar untuk mempercepat metabolisme zat racun. d.1)EtanolEtanol dapat digunakan untuk kracunan metanol atau etilenglikol. Metanol dan etilenglikol didalam tubuh akan mengalami oksidasi oleh enzim alkohol dehidrogenase menghasilkan formaldehid dan asam format. Pemberian etanol akan menyebabkan kompetesi dengan metanol atau etilenglikol dalam memperebutkan enzim alkohol dehidrogenase. Hasil reaksi antara etanol dengan enzim alkohol dehidrogenase adalah asam asetat yang relatif tidak toksik dan mudah diekskresikan dibanding formaldehid dan asam format.d.2)Atropin dan PralidoksimKeracunan pestisida organofosfat dan carbamat dapat menyebabkan timbulnya perangsangan kolinergik yang berlebihan seperti cemas, gelisah, pusing, sakit kepala,, miosis, mual, hipersalivasi, muntah, berkeringat, lemah otot, dan fasikulasi yang dapat menyebabkan paralisis umum (lemas) termasuk otot mata atau pernapasan. Gejala tersebut dapat terjadi karena pestisida dapat mengikat enzim asetilkolinesterase yang berfungsi untuk menguraikan asetilkoline (ACh) menjadi asetil CoA dan kolin. Atropin adalah suatu antikolinergik yang bekerja berlawanan dengan ACh. Atropin diberikan dalam bentuk garamnya (atropin sulfat) dengan dosis 2 mg melalui IV/IM, pemberian dapat diulang tergantunga pada tingkat keparahan.Pralidoksim suatu reaktivator kolineesterase yang biasanya ditambahkan pada atropin sulfat pada keracunan pestisida sedang hingga berat. Dosis umumnya 30 mg/KgBB dilarutkan dalam 10-15 ml air, diberikan secara IV perlahan-lahan.d.3)N-asetilsistein dan MetioninPada keracunan paracetamol (asetaminophen), toksisitas terjadi karena paracetamol dimetabolisme menjadi N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NABQI). Pada dosis normal, paracetamol tidak berbahaya karena tidak dimetabolisme menjadi NABQI, dan hanya pada over dosis NABQI terbentuk yang dapat menyebabkan kerusakan sel terutama sel hepar, sehingga akan meningkatkan enzim intraseluler SGPT dan SGOT. Asetilsistein suatu obat yang digunakan juga sebagai antioksidan dan ekspektoran yang dapat berikatan dengan NABQI membentuk senyawa non toksik.Metionin di dalam tubuh akan mengalami metabolisme menjadi homsisten berfungsi sebagai donor sulfur untuk diikat oleh NABQI sehingga dapat sebagai alternatif asetilsistein.2. Antidotum Yang Bekerja Secara FarmakologiSuatu antidotum yang bekerja mirip dengan zat toksik, bekerja pada reseptor yang sama atau berbeda.a) Nalokson HidrokloridaKeracunan opiod menyebabkan koma, depresi pernapasan, bradikardi, dan pupil mengecil. Nalokson adalah antagonis opiod yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga berkompetisi dalam memperebutkan reseptor opioid. Pemberian nalokson harus berulang karena kerja dari nalokson yang sangat singkat, sesuai dengan frekuensi nafas. Dosis pemberian nalokson dengan injeksi IV 0,8-2 mg dapat diulang setiap 2-3 menit sampai dosis maksimal 10 mg.b) OksigenKarbon monoksida (CO) dapat menyebabkan keracunan karena kemampuannya dalam mengikat hemoglobin (Hb) dan membentuk zat komplek yang tidak dapat berfungsi mengikat oksigen lagi. Pemberian oksigen dalam jumlah banyak dan murni dapat mendesak ikatan Hb-CO dan menggantikan posisi CO kembali ke oksigen.3. Antidotum Yang Bekerja Sebagai Antagonis FungsionalAntidotum antagonis fungsional dapat juga digolongkan sebagai antidotum non spesifik karena berguna sebagai terapi simtomatik dan mengantagonis beberapa jenis zat toksik. Sebagai contoh penggunaan diazepam untuk menghambat kejang dan fasciculasi yang disebabkan organofosfat, karbamat dan stimulan.Berikut daftar zat toksik beserta antidotum spesifiknya ;NoZat ToksikAntidotum

1.ParasetamolN-asetil sistein

2.Arsen, Hg, Pb, AuBAL (dimercaprol)

3.Beta blockerGlukakon

4.BenzodiazepinFlumazemil

5.COOksigen

6.KoumarinVit K

7.SianidaNitrit

8.DigoksinDigoksin, Fab Fragment

9.Metanol dan EtilenglikolEtanol

10.HeparinProtamin

11.Zat BesiDeferoksamin

12.INHPiridoksin

13.NarkotikaNalokson

14.NitritMetilen blue

15.Organofosfat dan KarbamatAtropin, pralidoksim

B. Mengenali Kegawat Daruratan dan Tata LaksanaProses pengkajian gawat darurat pada pasien terdiri dari primary assessment, secondary assessment, focused assessment, dan diagnostic procedure. Konsep primary assessment merupakan proses evaluasi awal yang sistematis dan penanganan segera pada pasien dewasa yang mengalami kondisi gawat darurat, yang meliputi;a. Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal,b. Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat,c. Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan,d. Disability, mengecek status neurologis,e. Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.

Konsep secondary assessment yang membahas mengenai proses anamnesis dan pemeriksaan fisik head to toe untuk menilai perubahan bentuk, luka dan cedera yang dialami pasien dewasa. Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut Emergency Nurses Association, (2007).KomponenNilai normalKeterangan

Suhu36,5-37,5Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan rectal. Untuk mengukur suhu inti menggunakan kateter arteri pulmonal, kateter urin, esophageal probe, atau monitor tekanan intracranial dengan pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh aktivitas, pengaruh lingkungan, kondisi penyakit, infeksi dan injury.

Nadi60-100x/menitDalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais irama jantung, frekuensi, kualitas dan kesamaan.

Respirasi12-20x/menitEvaluasi dari repirasi meliputi frekuensi, auskultasi suara nafas, dan inspeksi dari usaha bernafas. Tada dari peningkatan usah abernafas adalah adanya pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal, tidak mampu mengucapkan 1 kalimat penuh.

Saturasi oksigen>95%Saturasi oksigen di monitor melalui oksimetri nadi, dan hal ini penting bagi pasien dengan gangguan respirasi, penurunan kesadaran, penyakit serius dan tanda vital yang abnormal. Pengukurna dapat dilakukan di jari tangan atau kaki.

Tekanan darah120/80mmHgTekana darah mewakili dari gambaran kontraktilitas jantung, frekuensi jantung, volume sirkulasi, dan tahanan vaskuler perifer. Tekanan sistolik menunjukkan cardiac output, seberapa besar dan seberapa kuat darah itu dipompakan. Tekanan diastolic menunjukkan fungsi tahanan vaskuler perifer.

Berat badanBerat badan penting diketahui di UGD karena berhubungan dengan keakuratan dosis atau ukuran. Misalnya dalam pemberian antikoagulan, vasopressor, dan medikasi lain yang tergantung dengan berat badan.

Konsep Focused assessment yang membahas mengenai beberapa komponen pengkajian terfokus yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien dewasa di gawat darurat. Pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan untuk melengkapi proses pengkajian gawat darurat pada pasien dewasa, yang meliputi : Endoskopi, bronkoskopi, CT scan, USG, dll.Kegawat daruratan sering terjadi diantaranya pada ;1. Kegawat Daruratan pada Saluran PernafasanKondisi emergensi yang berkaitan dengan asma sering terjadi, termasuk diluar rumah sakit. Pada pasien yang hipoksia karena asma karena asma, intervensi pertama adalah diberikan oksigen. Hipoksia yang berat atau serangan status asmatikus yang panjang, intubasi endotrakea mungkin diperlukan. Sebagai tambahan pemberian oksigen, terapi utama bronkospasme karena asma atau cronic opstruktive pulmonary diseases (COPD) adalah pemberian bronkodilator. Bronkodilator yang sering digunakan adalah B2-adrenergik, derivat xantin, dan obat antikolinergik.2. Kegawat Daruratan pada KardiovaskulerObat kardiovaskuler meliputi obat yang berpengaruh pada jantung, pembuluh darah, dan darah. Obat-obat kegawat daruratan untuk kardiovaskuler diantaranya yaitu digoksin, dobutamin, dopamin, epineprin, furosemid, nitrogliserin, dan sodium bikarbonat.3. Kegawat Daruratan pada Diabetes MilitusDiabetes militus (DM) merupakan penyakit endokrin yang paling sering menimbulkan KDM. DM emergensi disebabkan oleh tidak adanya atau berkurangnya sekresi insulin atau berkurangnya respon jaringan terhadap insulin. Tanpa insulin, glukosa tidak dapat masuk kedalam sel tubuh untuk dirubah menjadi energi, sehingga tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energi yang dapat menyebabkan ketoasidosis. Protein adalah sumber energi terakhir, proses konversi protein menjadi energi seluler (glukoneogenesis) dapat meningkatkan glukosa darah. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan diuresis osmotic dan kehilangan elektrolit. Obat-obat emergensi yang berkaitan dengan DM antara lain; larutan dektrosa 40-50%, Glukagon, dan insulin reguler.4. Kegawat Daruratan pada NeurologiEmergensi neurologi potensial menimbulkan kecacatan dan sering mengancam kehidupan, karena itu memerlukan tindakan segera. Tanda-tanda atau gejala emergensi neurologi sangat bervariasi, mulai dari perubahan sensorik, motorik, paralisis, kejang, dan koma. Dengan demikian banyak sekali obat-obat yang masuk kategori obat emergensi untuk neurologi, antara lain diazepam, flumazenil, lidokain, lorazepam, manitol, nalokson, dan fenitoin.