Gawat Darurat Obstetri

27
Definisi Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan, di definisikan sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat terjadi lebih awal misalnya pada mola hidatidosa. 1 Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang dapat diikuti oleh koma. 1,2 Patofisiologi Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan komplikasi dari pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan koma diduga berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat iskemia kortikal, edema serebri dan perdarahan. Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan pelepasan zat tertentu menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Penyebab

Transcript of Gawat Darurat Obstetri

Page 1: Gawat Darurat Obstetri

Definisi

Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan, di definisikan

sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah

persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat terjadi lebih awal misalnya pada

mola hidatidosa.1

Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-

tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang

dapat diikuti oleh koma.1,2

Patofisiologi

Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan komplikasi dari

pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan koma diduga

berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat iskemia kortikal, edema

serebri dan perdarahan.

Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immunologik,

endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit. Beberapa penelitian

memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan pelepasan zat tertentu menyebabkan

vasokonstriksi yang luas. Penyebab langsung aktivitas kejang pada penderita eklampsia

masih tidak diketahui. Iskemia serebri, infark, perdarahan edema diketahui terjadi pada

penderita dengan eklampsia.1,3

Frekuensi

Di Amerika serikat, kejadian eklampsia mendekati 0,05%-0,2% dari semua

kehamilan.1

Eklampsia sering terjadi pada pasien dengan usia reproduksi yang ekstrim, Resiko

eklampsia lebih besar terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun.1

Gejala dan Tanda 1,4

Page 2: Gawat Darurat Obstetri

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan

terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual, nyeri

epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan

timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan.

Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :

1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita

terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala

diputar ke kanan atau ke kiri.

2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30 detik.

Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku, tangan

menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka mulai

menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.

3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik yang berlangsung antara

1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang

dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi.

Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan

kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak sadar.Kejangan klonik ini dapat

demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya

kejangan terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.

4. sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama.

Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula

bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam

keadaan koma.

Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai

400 celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti lidah

Page 3: Gawat Darurat Obstetri

tergigit, perlukaan dan fraktur, gangguan pernafasan, solusio plasenta dan perdarahan

otak.

Diagnosis1,5

Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala pre

eklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosis

eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari

epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yag lain, atau koma akibat sebab lain seperti

diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-lain.

Komplikasi2

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi

yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia.

1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi

akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.

2. Hipofibrinogenemia.

3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati

atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada

autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan terjadinya ikterus.

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklampsia.

5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai

seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini

merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6. Edema paru-paru.

Page 4: Gawat Darurat Obstetri

7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia merupakan

akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi

ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui

dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.

9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain

yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.

10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.

Prognosis2

Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta

korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar

antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%.

Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan

anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan

antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan

yang tepat. Kematian ibu bisanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensatio kordis

dengan edema paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan waktu

kejang.

Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intra uterin dan prematuritas

Pencegahan 2

Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.

Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :

Page 5: Gawat Darurat Obstetri

1. Mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera

apabila ditemukan.

3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila

setelah dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

Penatalaksanaan6

Prinsip pengobatan ;

1. Menghentikan dan mencegah kejang

2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin

3. Mencegah komplikasi

4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.

I. Obat-obatan anti kejang

MgSO4

Dosis awal : 4 g 20 % iv pelan (3 menit atau lebih), disusul dengan 10 g 40%

im terbagi pada bokong kanan dan bokong kiri.

Dosis ulangan : tiap 4 jam diberikan 4 g 40% im diteruskan sampai 24 jam

paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.

Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% iv pelan. Pemberian iv

ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi, maka

diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.

Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum glukonas kalikus

10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau lebih).

Diazepam

Dosis awal : 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan 40 mg dalam

500 ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.

Page 6: Gawat Darurat Obstetri

Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12 jam bebas

kejang.

Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini hanya sekali

saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.

Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam di luar, maka :

Kalau pemberian belum lewat 3 jam (iv/im), maka dosis diazepam yang telah

diberikan diperhitungkan, dan pengobatan dengan diazepam dalam dosis penuh.

Kalau pemberian sudah 3 jam atau lebih, maka diberikan pengobatan dengan MgSO4

atau diazepam dalam dosis penuh.

Bila diazepam tidak tersedia, maka pengobatan dengan MgSO4 10 mg im, bila timbul

kejang lagi maka diberikan MgSO4 2 g iv.

Perawatan kalau kejang

Kamar isolasi yang cukup tenang

Pasang sudep lidah ke dalam mulut

Kepala direndahkan dan orofaring dihisap

Oksigenasi yang cukup

Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi fraktur.

Perawatan kalau koma

Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital

Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.

Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan dalam

bentuk per NGT.

II. Memperbaiki keadaan umum ibu

Infus D5%

Page 7: Gawat Darurat Obstetri

Pasang CVP untuk :

- Pemantauan keseimbangan cairan (pertimbangan pemberian low molekul

Dextran)

- Pemberian kalori (D10%)

- Koreksi keseimbangan asam basa (pada asidosis maka diberikan Na

Bic/Meylon 50 meq iv)

- Koreksi keseimbangan elektrolit (didasarkan atas hasil pemeriksaan lain)

III. Mencegah Komplikasi

Obat-obatan hipertensi, diberikan pada penderita dengan TD 180/110

mmHg atau lebih. Dapat diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah

1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin

ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam atau

3 jam sesuai kebutuhan.

Diuretika, hanya diberikan atas indikasi edema dan kelainan fungsi

ginjal (apabila faktor pre renal sudah diatasi)

Kardiotonika, diberikan atas indikasi ; ada tanda-tanda payah jantung,

edema paru, nadi 120 x/menit, sianosis, diberikan digitalis cepat

dengan cedilanid

Antibiotika spektrum luas.

Antipiretika dan atau kompres alkohol

Kortikosteroid

IV. Terminasi kehamilan/persalinan. Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih

keadaan berikut ini :

Setelah kejang terakhir

Setelah pemberian antikejang terakhir

Page 8: Gawat Darurat Obstetri

Setelah pemberian antihipertensi terakhir

Penderita mulai sadar

Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital

- STV > 10, boleh terminasi

- STV < 9 tunda 6 jam kalau tidak ada perubahan terminasi

Skor Tanda Vital

1 2 3 4

Tekanan Darah Berat

S > 200

D 110-150

Sedang

S 140-200

D 90-110

Ringan

S 100-140

D 50-90

Nadi (x/menit) > 120 100-119 10-99

Suhu rektal (oC) > 40 38,5-39,9 < 38,4

Pernafasan

(x/menit)

> 40 atau

< 16

Tak terukur 29-40 16-26

GCS 3-4 5-7 > 8

Jumlah skor

Daftar Pustaka1. Morris, S C. Pregnancy, Eklampsia. 2006. http;//www. Emedicine.com2. Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan

Bina pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 1999.3. Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com4. Shuman, T. Pregnancy : Pre Eklampsia and Eklampsia. 2005.

http;//www.Google.com.5. Wikipedia Foundation. Eklampsia. 2007. http;//www.Yahoo.com.6. Sutarinda, Z. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri Ginekologi.

Banjarmasin, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD ULIN-FK UNLAM

Emboli air ketuban

Definisi

Page 9: Gawat Darurat Obstetri

Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai

oleh terjadinya hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumtif secara mendadak.

Insidensi dan Epidemiologi

Pada tahun 1979, penelitian yang dilakukan oleh Morgan dari 272 kasus, dilaporkan

insidensi AFE berkisar antara 1 : 8000 dan 1 : 80000, dengan mortalitas maternal sebesar

86%. AFE juga merupakan penyebab kematian maternal sebesar 10% di USA. Burrow dan

Khoo (1995) mempublikasikan 10 kasus AFE dengan angka mortalitas maternal sebesar

22%.

Di samping kemajuan teknologi dalam critical care life support, angka mortalitas

maternal AFE tetap tinggi, sekitar 61%; sebagian besar yang selamat mengalami kerusakan

neurologis permanen akibat hipoxia. Angka mortalitas fetal, meskipun lebih baik daripada

angka maternal, adalah sekitar 21% dan 50% dari yang bertahan hidup mengalami kerusakan

neurologis permanen.

Faktor risiko

Banyak faktor yang dipertimbangkan berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian

AFE, antara lain :

1. Overdistensi uterus akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi

pada penggunaan obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol.

2. Rupture uteri

3. Multiparitas

4. Kehamilan lewat waktu

5. Fetal distress, ditemukannya mekonium atau tinja janin dalam air ketuban, di mana

janin dalam keadaan kekurangan oksigen. Air ketuban yang penuh dengan kotoran

bayi inilah yang sering kali menimbulkan kefatalan pada kasus-kasus AFE.

6. Persalinan buatan

7. Janin laki-laki

8. Usia maternal yang lanjut

9. Sectio caesaria

10. Polihydramnion

11. Laserasi serviks yang luas

Page 10: Gawat Darurat Obstetri

12. Solusio plasenta dan plasenta previa

13. IUFD

14. Bayi besar

15. Eklampsia

Patogenesis

AFE pertama kali dilaporkan secara klinis oleh Steiner dan Lushbaugh tahun 1941,

yang mendapatkan bukti adanya debris janin berupa sel skuamous dan mucin di sirkulasi

paru-paru sekelompok wanita yang meninggal saat bersalin. Namun, studi-studi selanjutnya

jelas memperlihatkan bahwa cairan amnion itu sendiri tidak berbahaya, bahkan apabila

diinfuskan dalam jumlah besar.

AFE merupakan masuknya cairan ketuban dan komponen-komponennya ke dalam

sirkulasi darah ibu. Komponen tersebut berupa unsur-unsur yang ada dalam air ketuban,

misalnya lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin atau

cairan kental.

Baik persalinan normal atau sectio tidak dijamin 100% aman dari risiko AFE, karena

pada saat proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang memungkinkan air ketuban

masuk ke sirkulasi darah ibu akibat rusaknya sawar fisiologis yang biasanya terdapat antara

kompartemen ibu dan janin. Emboli air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat

membawa pada kematian. Selain itu dapat terjadi komplikasi berupa gangguan saraf.

Umumnya AFE terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan setelah usia

kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan cara

mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang mengalami

trauma/benturan berat juga berpeluang terancam AFE. Namun kasus AFE paling sering

terjadi, saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu melahirkan (postpartum). Ibu mungkin

terpajan ke berbagai elemen janin sewaktu terminasi kehamilan, setelah amniosintesis atau

trauma, atau yang lebih sering selama persalinan atau pelahiran saat berbentuk laserasi-

laserasi kecil di segmen bawah uterus atau serviks. Selain itu seksio sesaria memberikan

banyak kesempatan terjadinya percampuran darah ibu dan jaringan janin. Pada sebagian besar

kasus, kejadian-kejadian ini tidak membahayakan. Namun, pada sebagian wanita, pemajanan

ini memicu serangkaian reaksi fisiologis kompleks yang mirip dengan yang dijumpai pada

anafilaksis dan sepsis. Proses serupa juga dibuktikan terjadi pada emboli lemak traumatic,

suatu proses yang semula diperkirakan hanya melibatkan obstruksi vascular sederhana setelah

trauma. Kaskade patofisologi kemungkinan besar disebabkan oleh sejumlah kemokin dan

sitokin.

Page 11: Gawat Darurat Obstetri

Gambar 2.1 Patogenesis Emboli Air Ketuban

(Sumber:http://jficmexam.medbrains.net/files/2008/12/amniotic-fluid-embolism.pdf)

2.5.2 Patofisiologi

Gei dan Hankins (2000) membuat suatu patofisiologi AFE berupa tiga respon atau

kombinasi respon klinis terhadap debris fetal yang bersirkulasi. Repson inisial respirasi

dimulai dengan transient pulmonary vasospasm yang mungkin disebabkan oleh amniotic

microemboli yang mencetuskan pelepasan metabolit asam arachidonat dan akhirnya terjadi

hipertensi pulmonal, intrapulmonary shunting, bronkokonstriksi, dan hipoksia berat.

Komponen dari air ketuban yang menyebabkan efek tersebut tidak diketahui secara pasti.

Namun Clark (1990) dengan penjelasan konvensional menyatakan komponen abnormal

seperti sel skuamous fetal, lanugo, dan meconium yang terdapat dalam air ketuban

menyebabkan obstruksi vascular paru-paru yang pada akhirnya mengakibatkan hipertensi

pulmonal, gagal jantung kanan dan kiri, hipotensi, dan kematian. Bukti baru-baru ini

Page 12: Gawat Darurat Obstetri

menyarankan bahwa penyebabnya lebih mungkin karena reaksi imunologis akibat pengaruh

mediator-mediator maternal.

Manifestasi kedua mencakup inotropisme negatif dan left ventricular failure yang

mengakibatkan meningkatnya edema pulmonal dan hipotensi yang akhirnya terjadi syok.

Manifestasi ketiga merupakan respon neurologis terhadap kerusakan sistem respiratorik dan

kerusakan hemodinamik, berupa kejang, konfusi, atau koma. Sekitar 40%-50% pasien yang

bertahan hidup sampai titik ini akan mengalami koagulopati berat, biasanya disseminated

intravascular coagulation (DIC), mengakibatkan perdarahan uterus yang tidak terkontrol

serta perdarahan dari tempat tusukan seperti tempat insersi untuk jalur intravena dan kateter

epidural. Proses koagulopati ini dicetuskan oleh beberapa komponen procoagulan dari air

ketuban, yaitu tromboplastin yang menginisiasi jalur ekstrinsik dari cascade pembekuan

darah dan mengakibatkan aktivitas fibrinolitik yang berlebihan.

Gambar 2.2 Patofisiologi Emboli Air Ketuban

(Sumber: http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Page 13: Gawat Darurat Obstetri

Sebelum onset tanda dan gejala maternal, perubahan inisial pada pola denyut jantung

janin menjadi jelas pada monitor fetal. Perubahan ini terjadi karena penurunan perfusi uterus

yang mengakibatkan penurunan aliran darah plasenta yang berhubungan dengan hipotensi

maternal. Cadangan fetal yang diperlukan untuk menngkompensasi penurunan perfusi ini

dengan cepat akan hilang dan fetus akan menunjukkan tanda-tanda hypoxia-induced stress.

Denyut jantung janin yang normal berkisar antara 110-160/menit dengan variabilitas

6-25/menit. Penurunan oksigenasi fetal akibat hipotensi dan hipoksia maternal akan

menyebabkan non-reassuring pattern pada denyut jantung janin seperti pada tabel di bawah

ini.

Setiap pola yang terdapat pada tabel di atas mempunyai lebih dari satu penyebab,

beberapa diantaranya jinak dan mudah dikoreksi.

2.6 Gejala Klinik

Manifestasi klasik AFE digambarkan sebagai dyspnea yang tiba-tiba, dan tidak

terduga, kegagalan respiratorik, hipotensi yang diikuti oleh kolaps kardiovaskular, DIC dan

kematian. Menurut Morgan, gejala klinik distress pernafasan terjadi pada 51% pasien,

hipotensi 27%, abnormalitas koagulopati 12%, dan kejang 10%. Analisis Clarke’s national

registry (1995) menunjukkan gejala klinik AFE yang terjadi sebelum persalinan adalah

kejang (30%), dyspnea (27%), bradikardi fetal (17%), dan hipotensi (13%). Gejala klinik

AFE yang terjadi setelah persalinan, 54% menunjukkan koagulopati yang mengakibatkan

perdarahan postpartum.

Terdapat tiga fase AFE yang diidentifikasi pada manusia. Fase pertama meliputi :

1. Sistim respirasi berupa distress pernafasan dan sianosis

2. Hemodinamik berupa edema pulmonal dan syok hemoragik

3. Neurologis berupa konfusi dan koma

Jika pasien bertahan hidup melewati fase kardiorespiratorik, 40%-50% akan masuk

ke dalam fase kedua, yang dikarakteristik oleh koagulopati, perdarahan, dan syok. Pada fase

kedua, gagal jantung kiri merupakan tanda yang jelas dan yang paling sering dilaporkan.

Peningkatan tekanan kapiler pulmonal dan central venous pressure merupakan karakteristik

edema pulmonal.

Pada fase ketiga, gejala akut telah dilewati dan kerusakan terhadap sistim otak, paru-

paru, dan ginjal telah terjadi. Pasien meninggal akibat kerusakan otak dan paru-paru berat.

Infeksi dan kegagalan multi organ dapat menyebabkan kematian.

Page 14: Gawat Darurat Obstetri

Berikut adalah kriteria cardinal AFE.

Tabel 2.3 Kriteria Kardinal Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf

2.7 Diagnosis

Pengenalan dan diagnosis AFE dengan segera sangat penting untuk memperbaiki

prognosis maternal dan fetal. Sampai saat ini, diagnosis pasti AFE dibuat hanya setelah

otopsi maternal menunjukkan adanya sel skuamous, lanugo, atau material fetal dan air

ketuban lainnya di dalam vaskulatur arterial pulmonal. Meskipun data laboratorium mungkin

menunjukkan kemungkinan AFE, tidak ada hasil laboratorium atau tanda klinis yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis AFE.

Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah diagnosis klinis. Karena secara garis

besar air ketuban menyerbu pembuluh darah paru-paru, maka amat penting untuk mengamati

gejala klinis si ibu. Apakah ia mengalami sesak napas, wajah kebiruan, terjadi gangguan

sirkulasi jantung, tensi darah mendadak turun, bahkan berhenti, dan atau adanya gangguan

perdarahan.

Dampak yang ringan biasanya hanya sebatas sesak napas, tapi yang berat dapat

mengakibatkan kematian ibu. Dahulu, ditemukannya sel skuamosa atau debris lain yang

berasal dari janin di sirkulasi paru sentral dianggap patognomonik untuk emboli cairan

amnion. Selain itu beberapa penelitian memperlihatkan bahwa sel skuamosa, trophoblast dan

debris lain yang berasal dari janin mungkin sering ditemukan disirkulasi sentral wanita

dengan kondisi selain emboli cairan amnion.

Dengan demikian, temuan ini tidak sensitif atau spesifik dan diagnosis umumnya

ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis yang khas.

Pemeriksaan Penunjang:

1. Electrocardiogram dan pulse oximeter

Page 15: Gawat Darurat Obstetri

Tanda klinik pertama sering terlihat pada ECG dan pulse oximeter. ECG

menunjukkan takikardia dengan perubahan gelombang ST-T. Pulse oximeter

menunjukkan penurunan saturasi oksigen tiba-tiba.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Analisa gas darah untuk menentukan ventilasi adekuat atau tidak dan derajat

hipoksemia.

3. Foto rontgen thorax

Menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, serta oedem pulmonum (24%-

93%).

4. CVP (Central Venous Pressure)

Pada awalnya CVP meningkat disebabkan hipertensi pulmonal, kemudian pada

akhirnya mengalami penurunan karena perdarahan yang hebat

5. Penilaian faktor pembekuan darah

Normalnya pada wanita hamil akan terjadi peningkatan dari factor pembekuan darah.

Di mana pada AFE akan terjadi peningkatan angka kejadian DIC disertai kegagalan

pembekuan darah, penurunan hitung trombosit, penurunan kadar fibrinogen,

pemanjangan protrombin time. Pemeriksaan untuk mengevaluasi terjadinya DIC

adalah kadar AT-III, fibrinopeptide A, D-dimer, prothrombin fragment 1.2 (PF 1.2),

thrombin precursor protein, dan trombosit.

2.8 Diagnosis Banding

Tabel 2.5 Diagnosis Banding Emboli Air Ketuban

(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)

Page 16: Gawat Darurat Obstetri

2.9 Penatalaksanaan

2.10 Upaya Preventif :

Upaya preventif dengan memperhatikan indikasi induksi persalinan. Memecah ketuban saat akhir his sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan mengurangi masuk ke dalam pembuluh darah, tangan tetap di dalam untuk mengurangi aliran air ketubannya. Saat seksio sesarea dilakukan pengisapan air ketuban perlahan sehingga dapat mengurangi asfiksia intrauterine dan emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.

Pengobatan

Tindakan umum yang dilakukan adalah segera memasang infuse di dua tempat sehinga cairan segera dapat diberikan untuk mengatasi syok. Selain itu memberikan oksigen dengan tekanan tinggi sehingga dapat menambah oksigen dalam darah. Untuk jantung dapat diberikan resusitasi jantung dengan masase dan mesin kardipulmonari, pemberian digitalis, atropine untuk mengurangi vasokontriksi pembuluh darah dan paru, vasopresor ( isoprotrenol ), dan diuretic untuk mengurangi edema. Untuk paru, obat spasmolitik papaverin yang mengurangi spasme bronkus dan pembuluh darah paru. Untuk syok anafilaksis diatasi dengan pemberian antihistamin ( prometazine ) dan kortison dosis tinggi. Untuk koagulasi intravaskuler dipertimbangkan untuk memberikan heparin.

2.11 Prognosis

Pasien dengan AFE memiliki prognosis yang buruk. Sampai saat ini, AFE tidak dapat

diprediksi maupun dicegah. AFE tetap menjadi salah satu komplikasi kehamilan yang paling

ditakuti dan yang paling lethal. Prognosis dan mortalitas AFE telah membaik secara

signifikan dengan early diagnosis dan penanganan resusitasi yang cepat dan tepat. Meskipun

mortalitas telah menurun, morbiditas tetap tinggi dengan sequel yang berat, terutama

kerusakan neurologis.

Daftar pustaka

Seto Martohoedoso, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa Lain pada Persalinan, In: Ilmu

Kebidanan, 3rd edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo

Rachimhadhi, eds. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008 :

672-673.

Suwardjono Surjaningrat, Abdul Bari Saifuddin. Kematian Maternal, In: Ilmu Kebidanan, 3 rd

edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo Rachimhadhi, eds.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008 : 22-27.

Perozzi, Katherine J., Englert, Nadine C. 2004. Amniotic Fluid Embolism An Obstetric

Page 17: Gawat Darurat Obstetri

Emergency. Aacnjournals. http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf.

Diambil tanggal 04/10/10

Skerman, Jonathan H, Rajab, Khalil E. 2003. Amniotic Fluid Embolism. Kuwait Medical

Journal. http://www.kma.org.kw/KMJ/Issues/jun2003/KMJ%20June

%202003.PDFs/Review%20Article/Amniotic%20Fluid%20Embolism.pdf. Diambil

tanggal 04/10/10

Toy, Harun. 2009. Amniotic Fluid Embolism. European Journal of General Medicine.

http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf. Diambil tanggal 05/10/10

Page 18: Gawat Darurat Obstetri