Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa.doc

9
A. Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa (F80) Gangguan ini adalah gangguan pola normal penguasaan bahasa sejak awal perkembangan. Kondisi ini secara tidak langsung berkaitan dengan kelainan neurologis, mekanisme bicara, gangguan sensori, retardasi mental, atau faktor lingkungan. Anak mungkin lebih mampu berkomunikasi atau mengerti pada situasi tertentu yang sangat dikenalnya daripada situasi lain, tetapi kemampuan berbahasa pada setiap keadaan sedikit terganggu. Kesulitan utama diagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah membedakannya dengan variasi perkembangan anak normal. Anak dengan perkembangan yang normal mempunyai variasi yang besar pada usia saat pertama kali belajar berbicara dan berbahasa. Anak normal dengan keterlambatan berbicara (slow speaker) sebagian besar bisa berkembang menjadi normal. Sebaliknya, anak dengan gangguan perkembangan khas bicara dan berbahasa, meskipun pada akhirnya sebagian besar mencapai tingkat normal dari keterampilan berbahasa, namun juga akan diikuti oleh masalah-masalah yang lainnya seperti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan prilaku. Terdapat empat kriteria utama yang digunakan untuk menemukan terjadinya gangguan klinis yang nyata yaitu: a. Keparahan; b. Perjalanan penyakit; c. Pola; d. Masalah yang menyertai.

Transcript of Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa.doc

A. Gangguan Perkembangan khas berbicara dan berbahasa (F80)

Gangguan ini adalah gangguan pola normal penguasaan bahasa sejak awal perkembangan. Kondisi ini secara tidak langsung berkaitan dengan kelainan neurologis, mekanisme bicara, gangguan sensori, retardasi mental, atau faktor lingkungan. Anak mungkin lebih mampu berkomunikasi atau mengerti pada situasi tertentu yang sangat dikenalnya daripada situasi lain, tetapi kemampuan berbahasa pada setiap keadaan sedikit terganggu.

Kesulitan utama diagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah membedakannya dengan variasi perkembangan anak normal. Anak dengan perkembangan yang normal mempunyai variasi yang besar pada usia saat pertama kali belajar berbicara dan berbahasa. Anak normal dengan keterlambatan berbicara (slow speaker) sebagian besar bisa berkembang menjadi normal. Sebaliknya, anak dengan gangguan perkembangan khas bicara dan berbahasa, meskipun pada akhirnya sebagian besar mencapai tingkat normal dari keterampilan berbahasa, namun juga akan diikuti oleh masalah-masalah yang lainnya seperti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan prilaku. Terdapat empat kriteria utama yang digunakan untuk menemukan terjadinya gangguan klinis yang nyata yaitu: a. Keparahan; b. Perjalanan penyakit; c. Pola; d. Masalah yang menyertai.

Kesulitan kedua dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah membedakannya dengan retardasi mental atau kelambatan perkembangan global. Kecurigaan pada gangguan perkembangan khas jika ditemukan bahwa kelambatan perkembangan yang ditemukan tidak menyimpang dari tingkat rata-rata umum fungsi kognitif. Pada umumnya, retardasi mental akan disertai dengan pola prestasi intelektual yang tidak merata dan hendaya berbahasa yang lebih berat.

Kesulitan ketiga dalam mendiagnosis gangguan perkembangan khas berbicara dan berbahasa adalah membedakannya dari suatu gangguan sekunder akibat dari ketulian yang berat atau beberapa kelainan neurologis atau struktur lain yang khas. Ketulian yang berat pada awal masa kanak-kanak hampir selalu dapat menimbulkan keterlambatan perkembangan bahasa yang menyolok. Kelainan artikulasi yang lansung disebabkan oleh langit-langit mulut yang terbelah atau disatria yang diakibatkan oleh cerebral palsy juga dapat menyebabkan gangguan berbicara. Gangguan berbicara dan berbahasa yang disebabkan oleh hal-hal ini tidak termasuk dalam gangguan khas berbicara dan berbahasa.

.

1. Gangguan Artikulasi berbicara Khas (F80.0). Gangguan ini merupakan gangguan perkembangan khas dimana penggunaan suara untuk berbicara dari anak, berada di bawah tingkat yang sesuai dengan tingkat mentalnya, namun tingkat kemampuan bahasanya berada dalam batas normal. Perlu diperhatikan bahwa usia penguasaan suara untuk berbicara dan cara suara berkembang, menunjukan variasi yang cukup besar pada masing-masing individu. Pada perkembangan normal, anak berusia 4 tahun biasanya akan terjadi kesalahan mengungkapkan suara bicara, namun kesalahan ini dapat dimengerti dengan mudah oleh orang lain. Pada usia 6-7 tahun, sebagian besar suara untuk berbahasa akan diperoleh. Meskipun kesulitan berbicara dapat menetap dengan kombinasi suara tertentu, tetapi hal ini tidak menyebabkan masalah dalam komunikasi. Pada usia 11-12 tahun, penguasaan dari hampir semua suara untuk berbicara harus dicapai.

Pada perkembangan yang abnormal, kemahiran suara bicara akan terlambat dan/menyimpang sehingga hal ini dapat menimbulkan misartikulasi berbahasa anak dengan kesulitan orang lain memahami, subtitusi suara bicara dan inkontinensi mengeluarkan suara (anak dapat dengan benar mengucapkan beberapa kata tetapi tidak dapat untuk kata-kata yang lainnya) .

Diagnosis ditegakkan hanya jika beratnya gangguan artikulasi diluar batas variasi normal bagi usia mental anak. Pada gangguan ini, kecerdasan (intelegensia) non verbal anak masih dalam batas normal. kelainan artikulasi tidak langsung diakibatkan oleh suatu kelainan sensorik, struktural atau neurologis. Kesalahan ucap pada gangguan ini ditemukan tidak normal dalam konteks pemakaian bahasa percakapan sehari-hari.

2. Gangguan berbahasa ekspresif (F80.1). Gangguan berbahasa ekspresif adalah gangguan perkembangan khas dengan kemampuan anak dalam mengekspresikan bahasa lisan/ucapan dibawah rata-rata usia mentalnya, namun pengertian bahasa dalam batas normal, dengan atau tanpa gangguan artikulasi.

a. Etiologi

Penyebab spesifik gangguan bahasa ekspresif tidak diketahui. Kerusakan otak yang samar serta keterlambatan pematangan perkembangan otak dicurigai menjadi penyebab yang mendasari gangguan ini. Faktor genetik diperkirakan memainkan peran dalam gangguan ini. Terdapat bukti yang menunjukan bahwa gangguan bahasa terdapat dalam frekuensi yang lebih tinggi pada keluarga tertentu. Beberapa studi juga menunjukan bahwa pada anak kembar monozigot, ditemukan adanya kecenderungan kejadian bersama mengalami gangguan komunikasi yang signifikan. Faktor lingkungan dan pendidikan juga dicurigai turut berperan di dalam gangguan perkembangan bahasa dan perkembangan pada anak.Perlu diperhatikan bahwa pada umumnya terdapat variasi individu yang cukup besar dalam tingkat perkembangan bahasa yang normal. Namun, pada anak berusia 2 tahun yang ditemukan tidaknya ada kata yang terucap atau hanya kemunculan beberapa kata, hal ini dapat menjadi tanda yang bermakna dalam mencurigai keterlambatan pada anak. Tanda keterlambatan lain juga dapat diberikan pada anak berusia 3 tahun yang tidak mampu mengerti kata majemuk sederhana. Tanda lain yang muncul belakangan dapat berupa perkembangan kosakata yang terbatas, kesulitan dalam memilih dan mengganti kata-kata yang tepat, penggunaan berlebihan dari sekelompok kecil kata-kata umum, pemendekan ucapan yang panjang, struktur kalimat yang mentah, kesalahan kalimat (syntactical), kehilangan awalan dan akhiran yang khas serta kesalahan/kegagalan dalam menggunakan aturan tata bahasa seperti kata penghubung, kata ganti, artikel dan kata kerja/benda yang mengalami perubahan. Dapat dijumpai generalisasi yang tidak tepat dari aturan tata bahasa, seperti kekurangan dalam pengucapan kalimat dan kesulitan mengurut kejadian yang telah lewat. Ketidakmampuan dalam bahasa lisan sering disertai dengan kelambatan atau abnormalitas dalam bunyi kata yang dihasilkan.

Diagnostik ditegakan jika tingkat keparahan dari kelambatan perkembangan berbahasa ekspresif telah melewati batas variasi normal dari umur mental anak, namun kemampuan pengertian bahasa masih dalam batas normal. Penggunaan bahasa non verbal (Senyum dan gerakan tubuh) dan bahasa internal yang tampak dalam imajinasi atau dalam permainan khayalan tetap utuh. Dalam hal ini, kemampuan dalam komunikasi sosial tanpa kata tidak terganggu. Anak sebagai kompensasi dari kekurangannya akan berusaha berkomunikasi dengan menggunakan demonsterasi, gerakan tubuh, mimik atau bunyi-bunyi non bahasa. Namun, anak sebagian besar akan menjumpai kesulitan dalam hubungan dengan teman sebayanya, gangguan emosional, gangguan prilaku dan/atau aktivitas berlebih serta kurang perhatian. Gangguan kehilangan pendengaran parsial sering ditemukan dalam kasus ini, namun hal ini tidak harus menjadi penyebab dari kelambatan bahasa. Gangguan dalam percakapan dapat dianggap sebagai penyebab terbesar dalam gangguan perkembangan berbahasa ekspresif.

3. Gangguan berbahasa Reseptif (F80.2) Gangguan berbahasa reseptif adalah gangguan perkembangan khas ditandai dengan kemampuan anak untuk mengerti bahasa di bawah rata-rata usia mentalnya. Namun, dalam hampir semua kasusnya dalam perkembangannya, kemampuan bahasa ekspresif juga akan kemungkinan besar juga ikut terganggu dalam gangguan ini1.

Gangguan ini perlu dicurigai jika ditemukan anak tidak mampu memberi respon terhadap nama benda yang umum pada umur 1 tahun, anak ditemukan tidak mampu mengidentifikasi beberapa objek sederhana dalam umur 18 bulan serta anak ditemukan gagal mengikuti instruksi sederhana pada umur 2 tahun. Kesulitan yang ditemukan pada massa lanjut seperti kesulitan dalam pengertian struktur tata bahasa (bentuk kalimat, pertanyaan, perbandingan, dsb) dan pengertian kehalusan bahasa (nada suara, gerakan tubuh, dsb) (PPDGJ).

Diagnostik gangguan berbahasa reseptif ditegakan jika tingkat kelambatan dalam bahasa reseptif anak berada di luar batas normal rata-rata usia mental anak dan jika kriteria gangguan perkembangan pervasif tidak dijumpai pada anak. Pada hampir semua kasus, perkembangan bahasa ekspresif juga ditemukan terlambat. Gangguan berbahasa reseptif mempunyai tingkat hubungan yang tinggi dengan gangguan sosio-emosional-perilaku. Meskipun tidak khas, anak dengan gangguan ini menunjukan hiperaktivitas, kurang perhatian, kecanggungan sosial, anxietas, sensitifitas dan malu yang tidak wajar. Anak dengan gangguan berbahasa reseptif yang berat biasanya disertai dengan kelambatan dalam perkembangan sosial, dapat mengulang kata yang tidak mereka mengerti dan menunjukan pola perhatian yang terbatas. Meskipun demikian, anak dengan gangguan berbahasa reseptif berbeda dengan anak autistik dalam hal interaksi sosial yang lebih normal, pemanfaatan orang tua untuk berlindung normal, penggunaan gerak tubuh yang hampir normal, dan ditemukan hanya sedikit kesulitan untuk berkomunikasi. Kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi dapat ditemukan, tetapi tingkat ketulian tidak cukup untuk menimbulkan hendaya berbahasa.

4. Afasia yang didapat dengan Epilepsi/ Sindrom Landau-Kleffnerr (F80.3). Sindrom ini merupakan suatu gangguan yang didahului terlebih dahulu dengan perkembangan berbahasa yang normal, kemudian kehilangan kedua kemampuan berbahasa reseptif dan ekspresif, namun intelegensia umum masih dalam batas normal. Onset gangguan disertai dengan abnormalitas paroksismal pada EEG dan dalam banyak kasus disertai kejang epileptik. Pada umumnya, onset gangguan ini berada pada rentang umur 3-7 tahun, tetapi dapat juga muncul lebih awal atau lebih lambat. Pada seperempat jumlah kasus, akan terjadi kehilangan berbahasa secara perlahan-lahan dalam beberapa bulan. Namun, pada kasus lain, onset terjadi secara mendadak dalam beberapa hari atau minggu.

Hubungan temporal antara onset kejang dengan kehilangan berbahasa bervariasi, biasanya salah satu mendahului yang lain dalam beberapa bulan sampai 2 tahun. Khas pada gangguan ini adalah ditemukannya hendaya berbahasa reseptif yang sangat berat., dengan kesulitan dalam pengertian melalui pendengaran yang sering timbul pada manifestasi awal. Beberapa anak menjadi membisu, mengeluarkan suara ulang yang tak berarti atau kekurang lancaran berbahasa. Pada beberapa kasus, kualitas suara terganggu dengan hilangnya alunan suara yang normal. Kadang-kadang gangguan berbahasa timbul-hilang dalam fase awal gangguan ini. Gangguan emosional dan prilaku sering menyusul beberapa bulan setelah gangguan berbahasa, tetapi hal itu cenderung membaik pada saat anak mampu berkomunikasi.

Penyebab kondisi ini tidak diketahui pasti, namun dengan ciri khas yang ditunjukan diperkirakan disebabkan proses radang pada otak. Perjalanan penyakit ini cukup bervariasi: kira-kira dua pertiga dari anak-anak ini akan tetap kurang mampu dalam bahasa reseptif sedangkan satupertiganya mampu untuk sembuh sempurna.

5. Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa lainnya (F80.8).

Termasuk dalam gangguan ini adalah gangguan bicara tipe pelat (lisping).

6. Gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa YTT (F80.9).

Gangguan berbicara dan berbahasa kategori ini harus dihindarkan sejauh mungkin dan hanya digunakan untuk gangguan yang tidak ditentukan dengan hendaya yang bermakna dalam pengembangan bicara atau bahasa yang tidak termasuk retardasi mental dan kelainan neurologis (sensoris atau fisik).

SUMBER : SEMUA DARI PPDGJ