Gangguan Pergerakan2

54
1 GANGGUAN PERGERAKAN (MOVEMENT DISORDER SELAIN PARKINSON) Gerakan involuntar yang dapat dijumpai didalam klinik adalah khorea (chorea), distonia, tremor essensial, tik, sindrom tourrete, mioklonus, balismus, sindrom parkinson. Dalam kombinasi keempat gerakan involuntar itu dapat menjadi simtomp suatu penyakit. Bahkan beberapa komponen gerakannya memperlihatkan kesamaan, dan karena itulah mungkin keempat gerakan itu memiliki substrat anatomik dan fisiologik yang sama.(1) I. Khorea a)Definisi Korea berasal dari bahasa yunani yang berarti menari, pada korea gerak otot berlangsung cepat, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot pergerakan, baik antara otot yang sinergis maupun antagonis. (2) Dengan kata lain korea adalah gerakan tak terkendali yang berupa sentakan berskala besar dan berulang-ulang, seperti berdansa, yang dimulai pda salah satu begian tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba dan tak terduga. Gerak

description

Abses otak (abses serebri) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak, terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melalui sistem vaskular. Abses otak adalah suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan materi piogenik yang terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme yang terlokalisir di dalam atau di antara jaringan otak melalui trauma, penyebaran langsung dari struktur dibawahnya dan melalui hematogen. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan abses serebri dapat berasal dari golongan bakteri, jamur, bahkan termasuk golongan parasit.(1,2)

Transcript of Gangguan Pergerakan2

Page 1: Gangguan Pergerakan2

1

GANGGUAN PERGERAKAN (MOVEMENT DISORDER SELAIN

PARKINSON)

Gerakan involuntar yang dapat dijumpai didalam klinik adalah khorea

(chorea), distonia, tremor essensial, tik, sindrom tourrete, mioklonus, balismus,

sindrom parkinson. Dalam kombinasi keempat gerakan involuntar itu dapat

menjadi simtomp suatu penyakit. Bahkan beberapa komponen gerakannya

memperlihatkan kesamaan, dan karena itulah mungkin keempat gerakan itu

memiliki substrat anatomik dan fisiologik yang sama.(1)

I. Khorea

a) Definisi

Korea berasal dari bahasa yunani yang berarti menari, pada korea gerak

otot berlangsung cepat, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas,

separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak

atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan

gerakan yang harmonis antara otot-otot pergerakan, baik antara otot yang sinergis

maupun antagonis. (2)

Dengan kata lain korea adalah gerakan tak terkendali yang berupa

sentakan berskala besar dan berulang-ulang, seperti berdansa, yang dimulai pda

salah satu begian tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba

dan tak terduga. Gerak korea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan

dua macam gerakan sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya keatas

sambil menjulurkan lidah. Gerakan korea didapatkan dalam keadaan istirahat dan

menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang bila

penderitanya tidur. (2,3)

b) Etiologi

Korea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa

terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea

memiliki kelainan pada ganglia basalisnya di otak. Tugas ganglia basalis adalah

memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang merupakan perintah dari otak.

Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmiter dopamin yang berlebihan,

Page 2: Gangguan Pergerakan2

2

sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa diperburuk oleh

obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar dopamin atau

merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamine.(2,3)

c) Patofisiologi

Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat

dopaminergik dan GABAergik dari substansia nigra dan korteks motoris yang

berturut-turut disalurkan sampai ke pallidum didalam thalamus dan korteks

motoris. Impuls ini diatur dalam striatum melalui dua segmen yang paralel, jalur

langsung dan tidak langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum/ inti-

inti subtalamikus. (4,5)

Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk

menghambat impuls-impuls dari korteks, dengan demikian mempengaruhi

parkinsonisme. Kerusakan inti subtalamikus meningkatkan aktifitas motorik

melalui thalamus, sehingga timbul pergerakan involuntar yang abnormal seperti

distonia, korea, dan pergerakan tidak sadar. Contoh klasik kerusakan fungsi

penghambat inti subthalamicus adalah balismus. (4,5)

Sindrom chorea yang paling sering dipelajari adalah chorea Huntington, oleh

karena itu patofisiologi dari penyakit Huntington berlaku pada chorea dan akan

menjadi focus diskusi dibawah ini. (1)

Mekanisme Dopaminergik

Pada chorea Huntington, komposisi dari striatal dopamine normal,

mengindikasikan bahwa kelainan utama yang mengancam jiwa, tetapi sudah

terkena penyakit, ukuran menengah, pada striatal saraf-saraf dopaminergik. Zat-

zat farmakologik yang dapat menurunkan kadar dopamine (seperti reserpine,

tetrabenazine) atau memblok reseptor dopamine (seperti obat-obat neuroleptik)

dapat menimbulkan chorea. Sejak obat-obatan yang menurunkan komposisi

dopamine striatal dapat menimbulkan chorea, meningkatkan jumlah dopamine

akan menambah buruk seperti pada chorea yang diinduksi levodopa yang terlihat

pada penyakit Parkinson. (3,4,5)

Mekanisme Kolinergik

Konsep dari mekanisme ini yaitu menyeimbangkan antara acetylcholine

dan dopamine yang merupakan hal penting bagi fungsi striatum yang normal

Page 3: Gangguan Pergerakan2

3

memberikan hal penting untuk memahami penyakit parkinson.Pada fase awal

penyakit parkinson obat-obat anti kolinergik digunakan umum, khususnya saat

tremor sebagai gejala predominan. Gejala-gejala parkinson lain seperti

bradikinesia dan rigiditas juga dapat terjadi. (3,4,5)

Perkembangan korea pada pasien yang diberikan obat-obat kolinergik

seperti triheksipenidil merupakan pengamatan klinis yang umum. lebih lanjut obat

visostigmin intra vena (antikoliesterase sentral) dapat mengurangi korea untuk

sementara dengan cara yang sama korea yang diinduksi antikolinergik dapat

menjadi lebih berat dengan pemberian visostigmin. (3,4,5)

Dalam ganglia basalis pasien dengan penyakit huntington terjadi pengurangan

kolin asetil transferase, yaitu enzim yang mengkatalisator sintesis asetil kolin.

Berkurangnya reseptor kolinergik muskarinik juga telah ditemukan. Dua

pengamatan ini dapat menjelaskan bermacam-macam respon terhadap visostigmin

dan efek terbatas dari prekursor asetilkolin, seperti kolin dan lesitin. (3,4,5)

Mekanisme Serotonergik

Manipulasi dari sriatal serotonin dapat berperan dalam pembentukan dari

berbagai macam pergerakan abnormal. Penghambatan pengambilan kembali

serotonin seperti fluoksetin dapat menimbulkan parkinsonisme, akinesia,

mioklonus, atau tremor. Peranan serotonin (5-hidroksi triptamin) dalam

pergerakan korea kurang jelas. Striatum mempunyai konsentrasi serotonin yang

relatif tinggi. Penatalaksanaan farmakologik untuk merangsang atau menghambat

reseptor serotonin pada korea huntington tidak menunjukkan efek,

mengindikasikan kontribusi terbatas serotonin dalam patogenesis korea. (3,4,5)

Mekanisme Gabanergik

Lesi yang paling konsisten pada korea huntington terlihat dengan

hilangnya saraf-saraf dalam ganglia basalis yang mensintesis dan mengandung

GABA. Arti dari semua ini tidak diketahui. Bermacam- macam tehnik

farmakologi untuk meningkatkan GABA didalam sistem saraf pusat telah dicoba,

bagaimanapun tidak ada manfaat yang diperoleh.

Substansi P dan Somatostatin

Substansi P telah diketahui berkurang pada penyakit huntington, sementara itu

somatostatin meningkat. Arti dari semua ini belum diketahui. (3,4,5)

Page 4: Gangguan Pergerakan2

4

Berbagai penyakit yang memiliki gejala khorea adalah :

1. Penyakit Huntington

a. Definisi

Penyakit huntington adalah penyakit neurodegenerasiprogresif genetik

autosomal dominan, yang muncul pada dewasa umur pertengahan. (1)

b. Epidemiologi

Distribusi global penyakit huntington cukup menarik. Umumnya penyakit

tersebut diasosiasikan dengan populasi eropa barat, namun kasusnya juga ada di

wilayah lain seperti Tasmania dan papua Nugini. Data epidemiologis menunjukan

bahwa penyakit huntington umumnya menyebar melalui migrasi manusia dari

Eropa Barat. Penyakit Huntington tertinggi di dunia terletak di desa desa terpencil

sepanjang pantai Danau Maracaibo, Venezuela.(6)

c. Etiologi

Huntington merupakan penyakit yang bersifat genetik autosomal, sehingga

penyebab satu satunya dari Huntington disease ini adalah terjadinya pewarisan

gen dari seorang pengidap ke anaknya. Namun, pada kasus yang sangat jarang,

diperkirakan Huntington disease dapat terjadi tanpa faktor keturunan ketika terjadi

mutasi genetik pada kromosom ke 4 yang mengakibatkan terjadinya replikasi

yang berlebihan pada trinukleotid CAG.(7)

d. Patofisiologi

HD terjadi akibat gangguan pengulangan trinucleotida yang disebabkan oleh

panjang bagian ulang gen melebihi rentang normal. HTT gen terletak di lengan

pendek kromosom 4. HTT berisi serangkaina 3 DNA basis cytosine-adenin-

guanina (CAG) yang mengulang beberapa kali dan dikenal sebagi trinucleotide

yang berulang.klasifikasi pengulangan trinucleotide dan status penyakit yang

dipengaruhi oleh jumlah pengulangan CAG.(7)

JUMLAH

PWNGULANGAN

KLASIFIKASI STATUS

<28 Normal Unaffected

28-35 Intermediate Unaffected

36-40 Reduced penetrance Affected

Page 5: Gangguan Pergerakan2

5

>40 Full penetrance Affected

Umumnya seseorang memiliki kurang dari 36 ulang glutamines di wilayah

polyQ yang mengakibatkan produksi sitoplasmik Huntingtin. Namun urutan 36

atau lebih glutamines dalam hasil produksi protein memiliki karakteristik yang

berbeda, terjadi perubahan bentuk yang disebut mutan HTT(Mhtt), sehungga

dapat meningkatkan laju peluruhan jenis neuron tertentu(loss neuron). Penyakit

huntington memiliki autosomal dominan warisan, sehingga seorang individu

yang terkena biasanya mewarisi satu salinan dari gen dengan trinucleotida mutan

alel dari orang tua yang terkena dampak. Karena penetrance mutasi yang sangat

tinggi, maka seseorang yang memiliki salinan mutasi gen akan terkena penyakit

tersebut. Trinucleotida CAG melakukan pengulangan lebih dari 28 kali secara

tidak stabil selama melakukan replikasi dan jumlah pengulangan akan cenderung

meningkat. Hal ini mengakibatkan jumlah pengulangan akan berubah dalam

generasi tersebut berturut turut. Ketidakstabilan lebih besar terjadi ketika pada

fase spermatogenesis dan oogenesis.(7)

Penyakit huntington akan mempengaruhi seluruh otak, namun terdapat

daerah daerah yang lebih rentan dibanding lainnya. Efek awal terjadi pada bagian

dari basalis yang disebut neostriatum yang terdiri dari caudatus dan putamen.

Daerah lain yang terkena adalah substansia nigra, lapisan 3,5,6 korteks serebral,

hippokampus, purkinje sel dalam otak kecil, lateral inti tuberal hipotalamus dan

beberapa bagian di thalamus. Area area yang terkena efek tergantung dari jenis

neurin yang terkandung di dalamnya. Striatal neuron spiny adalah yang paling

rentan terkena terutama proyeksi yang menuju globus pallidus. Selain itu pada HD

juga dapat terjadi peningkatan astrocytes secara abnormal dan aktivitas sel imun

otak makroglia secara abnormal.(7)

Untuk melakukan suatu gerakan korteks serebral akan mengirim suatu

sinyal pada gangglia basalis untuk menghasilkan inhibisi. Kerusakan ganglia

basalis akan mengakibatkan inhibisi yang dirilis tidak terkendali sehingga gerakan

menjadi tidak menentu an tidak terkendali.

Page 6: Gangguan Pergerakan2

6

e. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis triad adalah movement disorders(chorea), demensia

(subkortikal demensia) dan gangguan psikiatri atau tingkah laku.

Gambar: wanita yang terkena Huntington Disease

Klinis: (1)

1. manifestasi klinis onse tidak pasti ( insidious), umur 35-40 tahun, prevalensi 4-

8/100000 penduduk , diturunkan secara 100% autosomal dominal (triplet expansi

CAG pada cromosom 4)

2. chorea timbul pada 90% penyakit huntington adalah gerakan yang tidak

disadari, spontan, mendadak, berlebihan, ireguler, kasar, berubah-ubah arah ,

random

3. dalam perjalanan penyakit huntington berlangsung secara progresif dan dapat

memburuk, chorea dapat berubah menjadi distonia, gambaran parkinson seperti

rigiditas,bradikinesia, gangguan postural, myoclonus, ataxia, gangguan gerakan

mata, stadium lanjut disphagia.

4. gangguan psikiatri aau tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual

dan dan pendengaran, mania, apais, tingkah laku obsesif dan depresi.

5. subkortikal demensia pada penyakit huntington dengan ciri khas bradyphrenia,

gangguan atensi dan sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia atau aphasia.

Registrasi informasi baru dan immediate memory dan recall masih utuh,

meskipun retrieval recent dan remote memory terganggu.

Page 7: Gangguan Pergerakan2

7

f. Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada anamnesis ,pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan

penunjang.(1)

Anamnesis

Ditanyakan mengeanai riwayat penyakit sekarang seperi: onset chorea,

progres chorea, keluhan seputar gangguan yang berhubungan dengan saraf seperti

kejang, jatuh, myoklonus, gangguan tidur, disphagia, riwayat medis seperti

gangguan metabolik, rash, mempunyai resiko HIV AIDS, ditanyakan pula

mengenai riwayat keluarga selama 3 generasi,riwayat penggunaan obat seperti

levodopa,neuroleptics, antikonvultant, dan juga perlu ditanyakan mengenai

riwayat psikiatri dan kognitive.

Pemeriksaan fisik

Dilakukan pemeriksaan untuk mengkomfirmasi khorea yang terjadi pada pasien:

o Korea secara umum ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah.

Seiring waktu, amplitudo meningkat, pergerkan seperti menari mengganggu

pergerakan voluntar dari ekstremitas dan berlawanan dengan gaya berjalan.

Berbicara menjadi tidak teratur.

o Tanda khas, pasien hipotonus meskipun demikian refleks-refleks mungkin

bertambah dan mungkin ditemukan klonus.

o Gerakan volunter terganggu paling awal. Khususnya pergerakan mungkin tidak

teratur.

o Hilangnya optokinetik nistagmus adalah tanda karakteristik setelah

perkembangan penyakit. Kelainan kognitif dalam manifestasi awal dengan

kehilangan memori baru dan pertimbangan melemah. Apraksia dapat juga terjadi.

o Kelainan prilaku neurologi berubah secara khas terdiri dari perubahan

kepribadian, apatis, penarikan sosial, impulsif, depresi, mania, paranoia, delusi,

halusinasi, atau psikosis.

Dilakukan pula pemeriksaan gerak, eye movement dan lainnya

Pemeriksaan penunjang

Page 8: Gangguan Pergerakan2

8

Laboratorium

Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk penyakit huntington

(triplet expansi CAG pada chromosom 4)

Radiologis

Pada ct atau mri terlihat atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang

globus pallidus, korteks,substansia nigra,nucleus subthalamus, dan locus coerolus.

Gold standar : tidak ada

Patologi anatomi

Pada penyakit huntington atropi berat pada cauda dan putamen, atropi sedang

globus pallidus, kortek,substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus.

g. Tatalaksana

Medikamentosa(1)

1. remacide dan coenzim Q10 600 mg/hari dapat menghambat progretivitas

penyakit

2. Untuk depresi diberikan tricyclic antidepressan(amytriptilin atau

imipramine, nortriptylin, SSRI( fluoxetine atau sertraline)

3. Chorea dapat diberikan: Haloperidol 0,5-5 mg/hari. Dopamin blocking

agent, Benzodiazepines, Amantandine 100-300 mg

4. Gangguan psikiatri seperti delusion diberikan neuroleptik, haloperidol,

atau thioridazin

5. Psikosis dapat diberikan quetiapine dan clozapine

Tindakan: tidak ada

h. Penyulit

Gangguan psikiatri dan tingkah laku, parkinsonism seperti

rigiditas,bradikinesia, gangguan postural, dystonia, myoclonus, ataxia, dysphagia.

(1)

i. Prognosis

Penyakit huntington adalah penyakit degeneratif yang progresif berakhir fatal,

sebab kematian biasanya aspirasi pneumonia atau trauma sekunder akibat jatuh.

(1)

Page 9: Gangguan Pergerakan2

9

II. Dystonia

a. Definisi

Dystonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan

involunter, terus menerus, dengan pola tertentu akibat dari kontraksi otot

antagonis yang berulang ulang sehingga menyebabkan gerakan atau posisi tubuh

yang abnormal.(1)

b. Epidemiologi

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1998 di Rochester, Minnesota,

diperkirakn sebanyak 29,5 individu per 100000 untuk fokal distonia dan 3,4 per

100000 untuk distonia general. Ras yang mayoritas terkena adalah european

askhenazi jewish yang berisiko 3 sampai 5 kali tekena distonia.(8)

c. Klasifikasi(1)

Fokal : blepharospasme, distonia oromandibular, distonia spasmodik, distonia

servikal, writer’s cramp

Segmental : axial (leher, tubuh), satu lengan dan satu bahu, dua bahu, brachial dan

crural.

Multifokal : dua atau lebih dua bagian tubuh yang berbeda

General: kombinasi crural distonia dan segmen yang lain

Hemidistonia : lengan dan tungkai sesisi

d. Etiologi

Penyebab dystonia tidak diketahui secara pasti. Para peneliti percaya bahwa

dystonia disebabkan dari suatu kelainan atau kerusakan pada basal ganglia atau

daerah otak lain yang mengontrol gerakan. Mungkin terdapat kelainan pada

kemampuan otak untuk memproses kelompok bahan kimia yang disebut

neurotransmitter yang berfungsi untuk membantu sel sel di otak dalam

berkomunikasi dengan satu sama lain. Kemungkinan terdapat juga kelainan dalam

cara otak memproses informasi dan menghasilkan perintah untuk bergerak.

Namun dalam kebanyakan kasus, tidak ada kelainan yang terlihat menggunakan

magnetic resonance imaging atau pencitraan diagnostik lainnya. Dystonia dapat

dibagi menjadi tiga kelompok: idiopatik, genetik, dan diperoleh.(8)

Dystonia idiopatik mengacu pada dystonia yang tidak memiliki penyebab

yang jelas.

Page 10: Gangguan Pergerakan2

10

Dystosia genetik

Ada beberapa genetik penyebab dystonia. Beberapa bentuk tampaknya

diwariskan dalam cara yang dominan, yang berarti hanya satu orang tua yang

membawa gen yang rusak adalah diperlukan untuk lulus gangguan kepada anak

mereka. Setiap anak orang tua memiliki normal gen akan memiliki kesempatan 50

persen carry-ing gen yang rusak. Hal ini penting untuk perhatikan gejala dapat

bervariasi dalam jenis dan keparahan bahkan di antara anggota

keluarga yang sama. Dalam beberapa kasus, orang yang mewarisi gen yang rusak

tidak mungkin mengembangkan dystonia. Setelah satu bermutasi gen tampaknya

cukup untuk menyebabkan ketidakseimbangan kimia yang dapat menyebabkan

untuk dystonia, tapi genetik lain atau bahkan faktor lingkungan mungkin

memainkan peran.

Mengetahui pola pewarisan dapat membantu keluarga memahami risiko yang

lewat dystonia bersama untuk generasi mendatang.(8)

Acquired dystonia Juga disebut sekunder dystonia, hasil dari lingkungan

atau kerusakan lainnya ke otak, atau dari paparan beberapa jenis obat-

obatan. Beberapa penyebab yang diperoleh dystonia termasuk Cedera lahir

(termasuk hipoksia, kurangnya oksigen ke otak, dan otak neonatal

perdarahan), infeksi tertentu, reaksi obat-obatan tertentu, logam berat atau

karbon keracunan monoksida, trauma, atau stroke.(9)

e. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dystosia berdasarkan klasifikasi dystosia: (1)

Distonia fokal primer

Blepharospasme

Klinis

Gerakan involunter pada penutupan kedua mata berupa kontraksi spasmodik

dari otot orbikularis okuli di pretarsal, preseptal dan periorbital.

Biasanya disertai distonia dari kelopak mata,prenasal, wajah,bibir, lidah,

pharing, laring, otot leher.

Blepharospasme dipicu oleh cahaya yang menyilaukan, polusi udara dan

air,aktifitas dan stress

Page 11: Gangguan Pergerakan2

11

Blepharospasme diawali dengan kontraksi klonik kelopak mata,secara

bertahap memberat sehingga mata tertutup kuat

Distonya oromandibuler

klinis

gerakan involunter berupa spasme pada dagu, mulut, dan otot lidah

sehingga dagu menutup rapat,gigi tergigit rapat, trismus dengan akibat

kerusakan gigi, sendi temporomandibular. Adanya gerakan involuntary

pada lidah menyebabkan kesulitan mengecap, berbicara dan mencucu.

Dystonia servikal

Klinis

Tortikolisis, rotasi kepala kalateral, laterokolis,retrokolis dan anterokolis

Sepertiga penderita mengalami scoliosis, nyeri lokal akibat spasme otot

dan spondilotik radikulomyelopati.

Dipicu oleh kondisi stress dan kelelahan

Kadang disertai dengan tremor tangan dan kepala

Dystonia laringeal

Klinis

Penderita mempunyai latar belakang guru atau penyanyi

Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh

karena hiperaduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi

m.krikoaritenoid posterior selam berbicara sehingga abduksi korda vokalis

tergganggu

Limb dystonia

Klinis

Mempunyai 2 bentuk

Idiopatik

Sekunder: oleh karena lesi sentral dan perifer, gjal muncul pada saat

istirahat. Gejala dystonia fokal berupa cramp

Page 12: Gangguan Pergerakan2

12

yang berkaitan dengan pekerjaan( graphospasm, writer’s cramp) pada

dystonia idiopatik sedangkan yang sekunder berupa dystonia spesifik yang

muncul saat menulis, mengetik, makan, olahraga atau saat bermain musik.

Kadang - kadang disertai tremor essensial.

Gambar: gejala klinik dystonia

f. Patofisologi

Tidak ada mekanisme yang jelas mengenai terjadinya dystonia. Suatu

pemeriksaan dengan menggunakan pencitraan pada suatu studi lalu

dikatakan bahwa terdapat abnormalitas pada bagian ganglia basalis,

serebellum, cortex, brainstem, dan thalamus. Namun suatu studi yang

dilakukan baru baru ini dikatakan bahwa terdapat adanya perubahan warna

dan volume pada bagian white and grey disebutkan pula bahwa terdapat

adanya defek struktural. Suatu studi lain yang melakukan autopsi pada

dystonia generalisata DYT1 menyatakan bahwa terdapat badan inklusi

pada brainstem namun studi lainnya yang melakukan autopsi juga

menyatakan adanya masalah neurotranmitter dopamin di midbrain.

Namun, suatu studi baru yang dilakukan pada hewan yang memiliki

dystonia DYT1 menunjukakan adanya abnormalitas histopatologi yang

terlihat pada abnormalitas struktur dendritik pada purkinje otak atau

adanya masalh neurotransmitter dopamin pada midbrain. Namun hal ini

masih dipertanyakan oleh peneliti mengenai defek struktural yang terjadi

Page 13: Gangguan Pergerakan2

13

dikarenakan tidak terdapat bukti bukti adanya proses degenerative dan

terjadi lesi struktural.(9)

g. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui klinis sedangakan pemeriksaannya tidak ada

yang spesifik.(1)

h. Tatalaksana(1)

Blepharospasme

Medikamentosa :

Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen dan tetrabenasin

Toksin botulinum merupakan obat pilihan

Non medikamentosa

Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif

Rehabilitasi medis

Distonya oromandibuler

Medikamentosa : toksin botulinum, benzodiazepines, anticholinergik, baclofen

Non medikamentosa : speech terapi,operasi

Dystonia servikal

Medikamentosa: obat pilihan triheksiphenidil,injeksi toksin botulinum.

Benzodiazepines dapat mengurangi nyeri. Haloperidol jangan digunakan dapat

menyebabkan tardive dyskinesia

Non medikamentosa : Hypnosis, biofeedback,relaksasi, psikoterapi

Dystonia laringeal

Medikamentosa: tidak banyak membantu. Toksin botulinum harus digunakan

secara hati- hati, oleh karena dapat menyebabkan aphonia,disfagi.

Non medikamentosa : terapi vocal, tindakan operasi.

Limb dystonia

Medikamentosa: trihexyphenidile, benztrophine namun kurang memuaskan.

Toksik botulinum merupakan obat pilihan

Non medikamentosa : operasi, rehabilitasi medik

i. Penyulit

Ptosis, ecchymosis, diplopia, ectropion. Blurred vision, dry eyes, nyeri lokal,

kesulitan mengunyah dan berbicara Parkinson dan parkinsonism(1)

Page 14: Gangguan Pergerakan2

14

III. Tremor essensial

1. Definisi

Tremor essensial mempunyai beberapa sinonim yaitu : tremor

essensial benigna, tremor sinilis dan tremor familial.tremor essensial

menyerupai tremor fisiologis yang lebih kuat, yang timbul pada

gerakan dan berkurang bila istirahat. Tremor essensial merupakan

kombinasi tremor postural dan tremor aksi. Tremor ini dianggap

benigna karena biasanya tidak disertai oleh gangguan neurologis

lainnya. Tremor essensial sering disalah diagnosis sebagai penyakit

parkinson. Pada tremor essensials tremor timbul bila ekstremitas

direntangkan atau digerakkan dan bukan pada waktu sedang

diistirahatkan. Frekuensi tremor lebih besar (6-11 Hz). Tidak

ditemukan rigiditas, gangguan berjalan, atau mikrografi. Tremor

essensial paling sering melibatkan ekstremitas atas, namun suara dan

Page 15: Gangguan Pergerakan2

15

kepala dapat terlibat, jarang padabadan, ekstremitas bawah, lidah dan

dagu dapat terlibat. Biasanya progresif secara lambat.(10)

2. Epidemiologi

Prevalensi terjadi tremor essensial adalah 0,41% -3,92%, dan

menyerang penderita yang berumur diatas 60 tahun. Pada sebuah studi

retrospective dikatakan kasus tremor essensial terjadi 17,5 per 100000

per tahunnya.(11)

3. Etiologi

mekanisme yang mendasari tremor essensial belum diketahui.

Mungkin didapatkan imbalans antara zat- zat neurotransmitter di

ganglia basalis, sistem noradrenergik terutama reseptor beta 1,

mungkin hiperaktif. Tidak ditemukan perubahan patologis yang khas.

(10)

4. Manifestasi Klinis

1. tremor essential berdasarkan core and secondary criteria (1)

Kriteria inti Kriteria sekunder

Tremor saat kerja bilateral di

tangan dan lengan bawah

Lama > 3 tahun

Tidak ada keluhan neurologis lain

kecuali coghweel phenomenon

Riwayat keluarga positif

Tremor kepala dengan / tanpa

dystonia

Ada respon terhadap alkohol

2. onset usia rata rata 45 tahun

3. bisa unilateral atau bilateral

4. tremor bisa meluas sampai kepala dan leher, kira-kira 50-60%

mengenai kepala

5. tremor suara terjadi pada 30% pasien

6. tremor essensial jarang terjadi pada tubuh dan kaki

Page 16: Gangguan Pergerakan2

16

7. tremor cenderung progresif dengan bertambahnya usia

5. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya tremor essensial masih tidak jelas. Beberapa peneliti

yakin bahwa terdapat kelainan pada segitiga Guillain-Mollaret (rubral nucleus,

olivary nucleus dan cerebellum). Diyakini bahwa cerebellum merupakan

penyebab paling krusial untuk terjadinya tremor essensial, hal ini didukung oleh

suatu pemeriksaan imaging dengan menggunakan spectroscopy yang dilakukan

peneliti German yang terlihat terdapat abnormalitas pada cerebellum dengan

kerusakan sel- sel cerebellum. Beberapa peneliti juga meyakini kerusakan berada

pada ganglia basalis. Namun, belum ada mekanisme yang pasti dalam

menjelaskan terjadinya tremor essensial.(11)

6. Diagnosis ditegakkan melalui klinis(1)

lab-

radiologi-

gold standar-

PA-

7. Tatalaksana (1)

medikamentosa:

Obat Dosis awal Dosis terapi

Propanolol 30 mg/hr 160-320 mg/ hr

Primidone 12,5-25 mg/ hr 62,5-350 mg/ hr

Gabapentine 300 mg/hr 1200-3600 mg/ hr

Alprazolam 0,75 mg/ hr 0.74-2,75 mg/ hr

Topiramate 25 mg/hr 100-300 mg/ hr

Nimodipine 120 mg/hr 120 mg/ hr

Theophylllin 150-300 mg / hr 15-300 mg/ hr

Botulinum toxin A: Terutama tremor essensial kepala, suara tangan

Tindakan (1)

Page 17: Gangguan Pergerakan2

17

Bedah: continous deep brain stimulation with electroda implanted pada

ventral intermediate nucleus of the thalamus dan thalamotomy

Physical terapi : speech terapi

Penyulit : stress

Prognosis : baik

IV. Mioklonus

a. Definisi

Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba – tiba,sebentar, jerky,

shocklike, akibat kontraksi otot, disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota

gerak, wajah atau badan. Mioklonus adalah tanda klinis, bukan suatu penyakit.

Mioklonus mempunyai ciri khas yang berupa gerakan involunter singkat seperti

sentakan yang disebabkan kontraksi atau inhibisi otot. Pasien biasanya akan

mengeluhkan mioklonus sebagai spasme otot, sentakan atau gemetar. Mioklonus

didefinisikan sebagai kontraksi dari satu atau sekelompok otot secara mendadak

seperti sentakan yang berlangsung sangat cepat, dengan amplitude dan irama tidak

teratur, dengan distribusi yang simetris dan asinkron. Gerakan mioklonus

berlangsung singkat (<100 milidetik). Gerakan mioklonus selalu sederhana, tidak

seperti pada chorea. Mioklonus juga dak dapat dikendalikan secara sadar seperti

Page 18: Gangguan Pergerakan2

18

pada tics. Dikenal dua jenis mioklonus yaitu mioklonus positif dan mioklonus

negatif. Gerakan yang timbul saat otot agonis dan antagonis berkontraksi

dinamakan mioklonus positif.(12,13,14)

Penghentian tonus otot sementara (<500 milidetik) atau hilangnya tonus

postural sementara dinamakan mioktanus negatif. Mioklonus positif lebih sering

dijumpai daripada mioklonus negatif. Mioklonus negatif sering dijumpai pada

pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit sebagai akibat komplikasi gangguan

metabolik. Kedua mioklonus dapat terjadi secara bersamaan pada pasien dengan

mioklonus epilepsi progresif dan mioklonus akibat hipoksia(12,13,14)

b. Epidemiologi

Studi epidemiologi mengenai mioklonus masih sangat terbatas. Kesulitan

utama dalam studi epidemiologi pada mioklonus sangat berkaitan dengan

banyaknya penyebab mioklonus dan presentasi klinis yang sangat bervariasi.

Studi epidemiologi yang sering digunakan untuk menjelaskan insidensi dan

prevalensi mioklonus umumnya berasal dari studi epidemiologi yang dilakukan

oleh Caviness et al antara tahun 1976 -1990 pada populasi di Olmsted County,

Minnesota, Amerika Serikat.(15,16)

Dalam studi tersebut dilaporkan bahwa insidensi mioklonus rata-rata per

tahun dari semua penyebab sekitar 1,3 kasus per 100.000 orang dengan angka

prevalensi 8,6 kasus per 100.000. Jenis mioklonus yang paling banyak dijumpai

adalah mioklonus simtomatik (72%), yang sebagian besar berhubungan dengan

sindrom Lance Adams, Alzheimer disease (AD) dan Creutzfeldt-Jakob disease

(CJD). Miokbnus yang berhubungan dengan epilepsi sekitar 7% dan sisanya

mioklonus esensial sekitar 11%. Data yang dikumpulkan di 2 klinik Movement

Disorders di Columbia University Medical Center (New York) dan Baylor

College of Medicine (Houston) melaporkan prevalensi mioklonus 2,4%.(15,16)

c. Etiologi

Berbagai etiologi dari mioklonus adalah : (1)

1.drug induced mioklonus: antikonvulsan , levodopa, lithium, clozapine,

penicillin, vigabatrin, cyclosporin, tricyclic antidepressan, MAO inhibitor

Page 19: Gangguan Pergerakan2

19

2. Opsoklonus-mioklonus sindrome

Viral, Ca Ovarii, melanoma, lymphoma, hipoglikemia

3.kortikal mioklonus: tumor, angioma, encefallitis

4. palatal mioklonus: idiopathik, stroke, neurodegenerasi

5. post anoxic encefalopati

6. ramsay hunt syndrome

7. Trauma

8. Metal toxic

9. Mptp

Sebagian besar mioklonus disebabkan gangguan pada sistem saraf pusat.

Beberapa mioklonus dapat disebabkan oleh lesi pada sistem saraf tepi. Mioklonus

dapat juga terjadi sebagai respon terhadap infeksi, cedera kepala atau medula

spinalis, tumor otak, gagal ginjal atau hati, penyakit gangguan penyimpanan

lemak, intoksikasi bahan kimia atau obat atau gangguan lainnya. Mioklonus

primer mencakup mioklonus fisiologis dan esensial. Yang termasuk mioklonus

fisiologis adalah sleep jerks dan hiccoughs. Sleep jerks terjadi pada awal tidur.

(14)

Hiccup atau singultus terjadi akibat kontraksi berirama pada otot

diafragma dan jarang memerlukan tindakan. Pada bayi baru lahir kadang-kadang

dijumpai gerakan seperti epilepsi yang disebut benign infantile myoclonus with

feeding or sleep. Pada mioklonus esensial, mioklonus merupakan gejala utama

atau satu-satunya gejala. Salah satu contoh mioklonus esensial adalah myoclonus-

dystonia (M-D). Kelainan ini timbul sebelum usia 20 tahun dan umumnya tidak

progresif. Mioklonus ini mempunyai pola warisan autosomal dominan dan pada

umumnya disebabkan mutasi gen epsilon-sarcoglycan pada kromosom 7q21-Q31.

Mioklonus dapat terjadi secara tunggal tetapi paling sering mioklonus menjadi

salah satu gejala dari beberapa gejala yang berhubungan dengan berbagai penyakit

pada sistem saraf. Sebagai contoh, mioklonus bisa timbul pada pasien dengan

Alzheimer's disease (AD), Cretzfeldt-Jacob disease (CJD), cortico-basal

degeneration (CBD) dan multiple system atrophy (MSA). Mioklonus sering juga

terjadi pada seseorang dengan epilepsi, yaitu kelainan aktifitaslistrik di otak yang

menyebabkan bangkitan. Hal ini juga ditemukan pada Mioklonus epilepsi

Page 20: Gangguan Pergerakan2

20

progresif yang meliputi penyakit Lafora, penyakit Unverricht-Lundborg,

lipofuscinoses ceroid neuronal , Myoclonus epilepsy with ragged red fibers

(MERRF) dan dentatorubropallidoluysian atrophy (DRPLA).(14)

d. Patofisiologi

Meskipun mioklonik telah didefinisikan secara klinis dengan baik, belum

ada investigasi biokimia yang telah menjelaskan mekanisme patofisiologi yang

mendasari mioklonik. Studi aliran darah otak memanfaatkan SPECT dan xenon-

133 atau [teknesium- 99m]-d, l-hexamethylpropylenamineoxime telah

mengungkapkan asimetri fokus dalam pola aliran darah otak yang terdiri dari

hipoperfusi relatif belahan otak kiri dikombinasikan dengan menyeberangi terkait

diaschisis serebral. Pola ini dapat terjadi akibat lesi kecil di batang otak atau

ganglia basal, dengan deafferentation sekunder dari lobus frontal ipsilateral dan

kontralateral otak, menunjukkan bahwa mioklonik memiliki asal subkortikal.

Studi elektrofisiologi juga menyarankan asal subkortikal untuk bentuk mioklonik

Mioklonik dapat muncul sebagai sentakan teratur , sentakan ritmis (seperti

mioklonik palatal dan mioklonik okular dengan laju sekitar 2 hz ) , atau sentakan

osilasi yang terjadi di burst dan kemudian memudar . Mioklonik ritmis biasanya

karena lesi tof struktural batang otak atau sumsum tulang belakang ( mioklonik

segmental ) , tetapi tidak semua kasus mioklonik segmental yang ritmis . Sentakan

mioklonik terjadi di bagian tubuh yang berbeda sering disinkronkan, sebuah fitur

yang mungkin khusus untuk mioklonik. Sentakan sering dapat dipicu oleh

rangsangan mendadak seperti suara, cahaya, ancaman visual, atau gerakan.

Mioklonik memiliki hubungan kejang tampaknya menjadi hasil dari

neuron yang hyperexcitablle. Mioklonik refleks kortikal biasanya disajikan

sebagai mioklonik fokus dan dipicu oleh gerakan otot aktif atau pasif dari bagian

tubuh yang terkena. Hal ini terkait dengan amplitudo somatosensori

membangkitkan potensi tinggi dan dengan paku kortikal diamati oleh kembali

rata-rata komputerisasi , yang merupakan waktu yang terkunci stimulus . Reticular

refleks mioklonik lebih sering umum atau menyebar di sepanjang tubuh dari

sumber secara berurutan terkait.

Page 21: Gangguan Pergerakan2

21

Fakta bahwa sentakan mioklonik ritmis satu bagian tubuh yang

disinkronkan dengan kontraksi tempat lain adalah argumen yang kuat untuk

mengkategorikan gerakan seperti mioklonik dan bukan sebagai tremor.

Selanjutnya, oculopalatal mioklonik berlanjut selama tidur. Semua gangguan

gerak kecuali mioklonik menghilang selama tidur. Seringkali, sentakan mioklonik

tampil dengan tubuh saat istirahat, tapi mioklonik aksi, di mana sentakan

mioklonik muncul ketika bagian tubuh yang terkena adalah dalam keadaan sadar,

juga terjadi. Mioklonik lebih sering ditemui setelah hipoksia serebral dan dengan

gangguan degeneratif tertentu, seperti sindrom Ramsay Hunt. Biasanya, action

mioklonik lebih melumpuhkan daripada rest mioklonik.(15,16)

e. Pemeriksaan (12,14)

Penting untuk diperiksa:

Saat istirahat, posisi tangan terentang atau melakukan tindakan

mioklonus saat istirahat menunjukkan sumber medula spinalis

sedangkan mioklonus action-induced bersumber di kortikal

Distribusi Mioklonus

mioklonus fokal dan multifokal yang terjadi selama tindakan sadar

adalah khas untuk mioklonus kortikal

mioklonus medula spinalis segmental juga fokal, namun bukan

mioklonus action-induced dan kadang-kadang sensitif terhadap

stimulus,

mioklonus general biasanya subkortikal dan jarang kortikal.

Amplitude Mioklonus

mioklonus distal sangat kecil hampir tidak terlihat adalah khas pada

MSA, sedangkan amplitude raksasa adalah khas pada mioklonus

epilepsi progresif.

Mencari tanda kepekaan terhadap rangsangan dengan menyentuh jari-

jari saat direntangkan untuk memicu mioklonus, bertepuk tangan dapat

menginduksi mioklonus yang sensitif terhadap rangsangan pendengaran. Mencari

tanda-tanda defisit neurologis lainnya, seperti demensia, gejala fungsi serebelum,

kelainan gerakan mata dan tanda-tanda lain yang terkait penyakit sistemik.

Page 22: Gangguan Pergerakan2

22

· Unified Myoclonus Rating Scale (UMRS)

UMRS terdiri dari 73 item dan 8 komponen. Dengan UMRS,

memungkinkan dokter melakukan wawancara dan penilaian standar untuk

mengevaluasi respon pasien terhadapterapi antimioklonus. Ke-8 komponen

tersebut adalah:

a. kuesioner pasien,

b. mioklonus saat istirahat,

c. sensitivitas terhadap stimulus,

d. mioklonus saat bergerak,

e. penilaian fungsional

f. penilaian global menurut dokter,

g. mioklonus negatif,

h. keparahan mioklonus negatif.

· Laboratorium dan Imaging

a. Pemeriksaan laboratorium, meliputi pemeriksaan kadar elektrolit dan

glukosa serum,

fungsi ginjal dan hati, skrining obat, toksin dan antibodi,

b. Pemeriksaan imaging untuk mengidentiflkasi endapan patologi di

korteks (mioklonus kortikal) dan batang otak (mioklonus retikuler). MR1 batang

otak sangat dianjurkan pada pasien yang menunjukkan mioklonus palatal.

· Neurofisiologi

Pemeriksaan neurofisiologi meliputi electromyograph (EMG),

electroencephalograph (EEC) dan evoke potential (EP). Pemeriksan untuk

mendeteksi apakah mioklonus adalah kortikal, subkortikal atau medula spinalis.

EEC digunakan untuk mengidentiflkasi mioklonus yang bersumber kortikal yaitu

sindrom epilepsi dan epilepsia partialis continua (EPC) dan mengidentifikasi

sindrom simptomatik seperti Creutzfeldt-Jacob disease. Pemeriksaan EMG

menetapkan urutan kronologi gerakan pada mioklonus dan melokalisir lesi pada

mioklonus medula spinalis

f. Penatalaksanaan (1,14,)

Page 23: Gangguan Pergerakan2

23

Penatalaksanaan mioklonus secara farmakologi ditujukan untuk membantu

mengurangi atau menghilangkan gejala. Klonazepam adalah obat yang sering

digunakan untuk mengobati mioklonus. Manfaat Klonazepam dapat semakin

menurun seiring perjalanan waktu jika seseorang mengalami toleransi terhadap

obat. Beberapa obat lain yang sering digunakan untuk mengobati epilepsi, dapat

juga digunakan untuk mengobati mioklonus antara lain Asam Valproat, Phenitoin,

Levetiracetam, Primidon dan Barbiturat. Beberapa penelitian juga telah

membuktikan bahwa obat 5-hidroksitriptofan (5-HT) yang menghambat serotonin

dapat memperbaiki beberapa jenis dari mioklonus aksi dan mioklonus epilepsi

progresif. Setiap jenis mioklonus memerlukan obat yang berbeda. Cara pemilihan

obat untuk mioklonus pada umumnya berdasarkan letak lesi yang mendasari

(Tabel 3). Mioklonus yang kompleks memerlukan beberapa jenis obat untuk

pengobatan yang efektif. Beberapa obat dapat mempunyai efek yang lebih besar

jika digunakan bersamaan dengan obat lain dengan jalur atau mekanisme yang

berbeda di otak. Dosis obat-obatan yang dapat digunakan untuk pengobatan

mioklonus dapat dilihat pada Tabel 4, Pada mioklonus kortikal, terapi ditujukan

untuk memperbaiki defisiensi neurotransmiter GABA. Natrium Valproat

merupakan obat golongan GABA yang paling efektif. Obat golongan

Benzodiazepin juga sangat bermanfaat, khususnya Klonazepam.

Piracetam dan Levetiracetam juga terbukti sangat bermanfaat untuk

mengendalikan mioklonus kortikal terutama jika dikombinasikan dengan natrium

valproate dan klonazepam. Efek samping yang penting dari politerapi adalah

sedasi dan ataksia. Keadaan ini dapat diatasi dengan prinsip 'start low, go slow'.

Pada mioklonus subkortikal, obat antiepilepsi yang digunakan pada mioklonus

kortikal umumnya kurang efektif. Klonazepam cukup efektif untuk hyperekplexia

dan sebagian bermanfaat untuk mioklonus refleks retikular. Pada mioklonus

medula spinalis, rsspon terapi umumnya kurang memuaskan. Meskipun

Klonazepam tetap menjadi obat pilihan utama untuk mioklonus medula spinalis.

Pada mioklonus saraf tepi, obat biasanya tidak efektif, meskipun Karbamazepine

mungkin memiliki beberapa efek perbaikan. Injeksi toksin botulinum cukup

efektif untuk digunakan pada mioklonus fokal (contoh: hemifacial spasm),

mioklonus palatal dan mioklonus medula spinalis segmental. Obat imunosupresi

Page 24: Gangguan Pergerakan2

24

seperti azathioprine, kortikosteroid, imunoglobulin dan hormon

adrenokortikotropik sering digunakan untuk mengobati mioklonus opsoklonus

pada anakanak. Pemberian imunoglobulin cukup efektif untuk mioklonus

opsoklonus parainfeksi dan mioktanus opsoklonus idiopatik.

Tindakan pembedahan kadang-kadang digunakan untuk mengendalikan

mioklonus. Contoh tindakan pembedahan yang sering digunakan, seperti

dekompresi saraf tepi akibat cedera pada mioklonus perifer, pengangkatan

fesi/kompresi pada mioklonus spinalis, stimulasi thalamus pada mioklonus

distonia dan eksisi neoplasma pada mioktanus opsoklonus.

JENIS MIOKLONUS

OBAT

OBAT PILIHAN

PERTAMA

LAINNYA

Mioklonus Kortikal Asam Valproat (natrium

valproat atau

klonazepam)

Primidon atau

fenobarbital,

levetirasetam, pirasetam,

5-HTP

Mioklonus retikular Asam valproic acid atau

klonazepam

5-HTP

Hiperekpleksia Klonazepam Karbamazepin, fenitoin

Mioklonus balistik Benzatropin atau

trihexifenidil

Alkohol (ethanol),

klonazepam, 5-HTP

Mioklonus palatal Fenitoin, karbamazepin,

klonazepam, diazepam,

trihexifenidil atau

baclofen

5-HTP, sumatriptan

Mioklonus propriospinal Klonazepam

Mioklonus segmental Klonazepam Diazepam, karbamazepin,

tetrabenazin

OBAT DOSIS (mg/hari)

Baklofen 15-100

Benzatropin 4-9

Karbamazepine 800-1600

Klonazepam 15

Diazepam 5-30

5-hidroksitriptifan sampai 1500

Levetirasetam 1000-3000

Fenitoin 100-300

Fenobarbital 60-180

Pirasetam 2400-16800

Primidon 500-750

Trihexifeinidil

(benzhexol)

sampai 35

Asam Valproat

(natrium valproat)

1000-1500

Tetrabenazin 50-200

Page 25: Gangguan Pergerakan2

25

Prognosis

Mioklonus mempunyai prognosis yang sangat bervariasi. Pada umumnya

prognosis mioklonus dipengaruhi etiologi, anatomi lesi dan pilihan obat yang

digunakan. Pada orang normal dapat terjadi mioklonus bentuk sederhana dan

tidak menyebabkan kesulitan dalam aktifitas sehari-hari. Mioklonus ini termasuk

jenis mioklonus fisiologis yang mempunyai prognosis baik, dimana mioklonus

dapat menghilang tanpa pengobatan. Pada mioklonus yang lebih berat dapat

menganggu gerakan dan membatasi aktifitas seseorang seperti makan, berbicara

atau berjalan. Meskipun mioklonus bukan merupakan kondisi yang mengancam

kematian, namun dapat menyebabkan gangguan kecacatan yang serius. Mioklonus

umum paska anoksia otak paska resusitasi kardiopulmoner merupakan salah satu

jenis mioklonus yang mempunyai prognosis buruk. Mioklonus ini merupakan satu

tipe dari status epiletikus konvulsif, yang juga disebut status mioklonus, status

epileptikus mioklonus atau stitus epileptikus paska anoksia. (1,14)

Page 26: Gangguan Pergerakan2

26

V. Sindrom Tourette

a. Definisi

Sindrom Tourette adalah gangguan perilaku-perkembangan saraf-kejiwaan

(psychoneurogenobehavioral disorder) berbasis neurotransmiter, dicirikan oleh

aksi tak disadari, berlangsung cepat, bersifat genetik, diwariskan, dengan onset di

masaanak, dan memiliki pola tik vocal-motorik yang menetap-menahun. Sindrom

Tourette merupakan gangguan neurodevelopmentalneuropsychiatric dengan dasar

neurogenetik.3 Sindrom Tourette disebut juga Tourette’s disorder atau Gilles de

la Tourette syndrome.(17)

b. Epidemiologi

Pada mulanya insidens TS dilaporkan 4,6 per 1 juta penduduk, jumlah ini

terus bertambah sesuai pertumbuhan penduduk dan berkembangnya metodologi

riset.5 Riset terbaru menunjukkan insiden TS mencapai 1-10 per 1000 orang.

Prevalensi sekitar 0,03–3%. Referensi lain menyebutkan prevalensi berkisar dari

Page 27: Gangguan Pergerakan2

27

1:20.000 hingga 1:2000. Prevalensi internasional rata-rata 1% di mayoritas

kebudayaan dunia. TS dapat mengenai semua ras, lebih dominan pada pria,

dengan rasio anak lelaki:anak wanita = 3-5:1.6 – 8 Banyak kasus ringan yang

luput dari perhatian medis. Onset biasanya pada usia 7-8 tahun, puncaknya antara

8-12 tahun. Sumber lain menyebutkan, TS umum terjadi di usia 5-9 tahun,

mencapai puncak di usia 10-12 tahun, dan berkurang di usia 13-16 tahun. Rentang

usia penderita TS antara 2-21 tahun.9 Terutama terjadi di usia 10 tahun, namun

hanya 5% yang menetap hingga dewasa. Sekitar dua pertiga penderita TS

mengalami perbaikan gejala saat dewasa, namun perbaikan total jarang terjadi.10

Prevalensi tik di populasi pediatrik diperkirakan 6–12%.11-12 Prevalensi TS pada

447 pelajar dengan autisme anak-anak dan remaja di sembilan sekolah di London

mencapai 8,1%.(17)

c. Patofisiologi

Etiopatogenesis pasti belum diketahui, diduga multifaktor. Faktor

neurokimiawi, yaitu: lemahnya pengaturan dopamin di nekleus kaudatus; juga

ketidakseimbangan serta hipersensitivitas terhadap neurotransmiter, terutama

dopamin dan serotonin. Peran neurotransmiter dopamin amat penting; pada studi

neuroimaging, ada ketidaknormalan sistem dopaminrgik di dalam korteks

prefrontal dan striatum otak. Pada penderita TS, terjadi peningkatan densitas

transporter dopamin presinaps dan reseptor dopamin D2 postsinaps, yang berarti

terjadi peningkatan uptake dan release dopamin. Hipotesis supersensitivitas

dopamin menjelaskan mengapa TS begitu responsif terhadap penghambat reseptor

dopamin atau neuroleptik. Riset terbaru menunjukkan tidak ada bukti peningkatan

inervasi dopaminrgik striatal pada penderita TS.14 Di sistem saraf pusat,

neurotransmiter dopamin (DA) memperantarai bermacammacam fungsi fi siologis

termasuk pengaturan aktivitas lokomotorik, proses kognitif, sekresi (pengeluaran)

neuroendokrin,dan pengendalian perilaku yang termotivasi (motivated behaviors)

termasuk mekanisme emosi, afek, dan pemberian penghargaan.(17)

Jalur dopaminrgik bukanlah satu-satunya yang bertanggung-jawab atas

munculnya gejala TS, faktor lain yang juga berperan, antara lain: rendahnya kadar

serotonin, glutamate dan AMP siklik. Di sirkuit subkortikal frontal, abnormalitas

Page 28: Gangguan Pergerakan2

28

reseptor glutamat, dopamin, serotonin, GABA, asetilkolin, noradrenalin, opioid,

dan cannabinoid juga berperan dalam patogenesis TS. Overekspresi synaptogyrin-

3 di sel-sel PC12 dan MN9D yang mirip saraf (neuronal-like) namun bukan di

sel-sel HEK 293 nonneuronal, menghasilkan peningkatan aktivitas dopamin

transporter (DAT) pada level transporter di membran plasma. Efek synaptogyrin-

3 ini ditiadakan oleh keberadaan vesikular monoamine transporter-2 (VMAT2)

inhibitor reserpine, memberi sugesti bahwa kemampuan synaptogyrin-3 untuk

meregulasi (mengatur) aktivitas DAT bergantung pada sistem penyimpanan

dopamin (DA) vesikular. Terdapat interaksi biokimiawi yang kompleks antara

DAT, synaptogyrin-3, dan VMAT2, di samping juga ditemukan hubungan fi sik

dan fungsional antara DAT dan sistem DA vesikular.(17)

Saat penderita TS mengalami serangan tik, terjadi aktivasi multifokal di

otak seperti di korteks premotorik lateral dan medial, korteks ciaguli anterior,

korteks prefrontal dorsolateral-rostral, korteks parietal interior, putamen, nukleus

kaudatus, korteks motorik primer, area Broca, girus temporal superior, insula, and

klaustrum. Hal ini menunjukkan keterlibatan daerah paralimbik, bahasa, dan

sensorimotorik. Secara spesifi k, ketidaknormalan sirkuit kortiko-striato-talamo-

kortikal melibatkan inhibitory interneurons di ganglia basal, yang dapat

berhubungan dengan patogenesis dan persistensi beragam kasus TS. Malfungsi

sirkuit ini dapat berkontribusi terhadap perilaku semi-otonom fragmenter yang

bermanifestasi sebagai tik. Ganglia basal, terutama nukleus kaudatus dan korteks

prefrontal inferior, berhubungan dengan perkembangan TS. Sirkuit ganglia basal

dan kortikal juga berperan pada fungsi motorik dan pembentukan kebiasaan;

disfungsi ganglia basal telah lama diketahui sebagai penyebab utama gejala tik.

Selain itu, di otak penderita TS, terjadi penurunan 5% volume nukleus kaudatus,

namun abnormalitas seluler yang mendasarinya belum jelas. (17)

Selain itu juga dijumpai 50%– 60% penurunan parvalbumin dan kolin

asetiltransterase interneuron kolinergik di nukleus kaudatus dan putamen.

Penurunan interneuron kolinergik terlihat jelas di regio asosiatif dan

sensorimotorik, namun tidak terlihat di regio limbik. Hal ini diketahui dari hasil

penilaian densitas berbagai tipe interneuron dan medium spiny neurons di striatum

otak postmortem penderita TS dengan analisis stereologis.23 Menurut teori

Page 29: Gangguan Pergerakan2

29

autoimun, TS ditimbulkan oleh gangguan autoimun pada anak yang berhubungan

dengan infeksi streptokokus (pediatric autoimmune neuropsychiatric disorder

associated with streptococcal infections, PANDAS). Infeksi group A beta-

haemolytic streptococcal (GABHS) juga berkaitan dengan TS. Hipotesis

disregulasi sistem imun, termasuk: disregulasi sitokin, peranan interleukin (IL),

misalnya: IL-1beta, IL-2, IL-6, IL- 12, serta tumor necrosis factor (TNF)-alfa

masih memerlukan riset lanjutan. Kadar besi dan feritin yang lebih rendah pada

penderita TS sesuai dengan keadaan gangguan gerak lain, memberi kesan bahwa

rendahnya besi dapat menjadi penyebab tik. Simpanan besi yang rendah dapat

berkontribusi terhadap hipoplasi nukleus kaudatus dan putamen, meningkatkan

kerentanan terhadap tik atau memperberat tik.

Beragam faktor epigenetik berperan dalam patogenesis TS, termasuk

perinatal insults,pajanan androgen, stres psikologis, danmekanisme otoimun

pasca-infeksi. Peristiwaiskemia/hipoksia perinatal dan merokok dimasa prenatal-

maternal dilaporkan sebagaifaktor risiko TS. Secara genetik, TS merupakan

kondisi poligenetik yang berpola sex-infl uenced autosomal dominant. Lokus

kandidat Tberhasil ditemukan pada lokus 18q22, pada gen SLITRK1 yang

berlokasi di kromosom 13q31, dan pada tubulin-specifi c chaperone D (TBCD,

region 17q25.3). Meskipun demikian, SLITRK1 bukanlah gen yang signifi kan

pada mayoritas individu dengan TS.30 Beragam candidate genes lain, antara lain:

reseptor dopamin (DRD1, DRD2, DRD4, dan DRD5), transporter dopamin,

berbagai gen noradrenergik (ADRA2a, ADRA2C, DBH, dan MAO-A), serta gen

serotonergik (5HTT). Ditemukan pula delesi di region 22q11-q13. Riset

selanjutnya menemukan lokus potensial di kromosom 2p23.2, 3, 4q, 5, 8q, 9, 10,

11, 13, dan 19. TS terjadi 50% pada kembar monozigot dan 8% pada dizigot.(17)

d. Manifestasi Klinis

Klinis TS berupa tik motorik dan vokal, dapat berlangsung selama lebih dari

satu tahun, biasanya muncul saat menyaksikan peristiwa tertentu. Tik motorik

dapat sederhana (misalnya: mengejapkan mata berkali-kali, sering mengangkat-

angkat bahu) atau kompleks (misalnya: meniru gerakan orang lain atau

echopraxia). Tik motorik bisa juga multipel, misalnya: blinking (mengejapkan

Page 30: Gangguan Pergerakan2

30

mata), grimacing (meringis, menyeringai, atau memainkan ekspresi wajah),

jumping (melompat-lompat). Tik vokal dapat berupa kata-kata sederhana atau kata

tunggal. Tik vokal klasik termasuk berkata jorok (coprolalia) dan menirukan atau

mengulangi frase (palilalia), atau ucapan orang lain (echolalia). Tik fonik berupa

suara atau bunyi, seperti: suara membersihkan tenggorokan/kerongkongan dari

lendir atau benda asing, batuk, pilek.(17)

Setidak-tidaknya dijumpai satu tik vokal atau fonik, misalnya: grunting

(mendengkur, mengorok) atausniffing (seolah pilek, menghirup-hirup, cinguli

kanan.57 atau mencium-cium bau). Tik seringkali diperburuk oleh stres fisik atau

emosional, membaik saat sendirian dan relaks. Tik juga dapat terjadi selama tidur

dan berkaitan dengan berbagai problem tidur, termasuk insomnia, tidak cukup

tidur, tidur gelisah, parasomnia (tidur berjalan dan sleep terrors). Tik selama tidur

umumnya dikendalikan oleh thalamo-cortical oscillating dysrhythmia.

Manifestasi lain yang penting namun kurang umum, seperti: meniru tingkah laku

(echophenomena), suka mengulang-ulang sendiri (pali phenomena), menyumpah

tanpa sadar, di luar kemauan, dan tidak pantas (swearing involuntarily and

inappropriately), perilaku melukai diri sendiri (self-injurious behaviours). (17)

e. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis TS, ada tiga ciri khas yang sering muncul, yaitu: tik

multipel, berkata jorok (coprolalia), dan latah atau suka membeo (echolalia).

Kriteria yang dipakai secara internasional adalah Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR): (17)

1. Onset sebelum usia 18 tahun.

2. Tik vokal dan motorik multipel berkali-kalihampir setiap hari, atau sebentar-

sebentarberlangsung lebih dari 1 tahun. Selama itu tak ada periode bebas tik

selama lebih dari 3 bulan berturut-turut. Tik tidak harus berlangsung bersamaan.

3. Gangguan bukan karena efek fi siologis langsung zat (seperti: stimulan) atau

kondisi medis umum (seperti: penyakit Huntington, ensepalitis postviral).

f. Pemeriksaan penunjang

Page 31: Gangguan Pergerakan2

31

Beragam pilihan kuesioner dapat dipakai untuk memastikan diagnosis TS:

Tourette Syndrome Symptom List, Tourette Syndrome Questionnaire, The Motor

Tic Obsessions and Compulsions Vocal Tic Evaluation Survey, Ohio Tourette

Survey Questionnaire, Tourette Syndrome Global Scale, Tourette Syndrome

Diagnostic Confi dence Index, Tourettes Syndrome Severity Scale, Shapiro

Tourette Syndrome Severity Scale, Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS),

Children’s Yale-Brown Obsessive-Compulsive Scale (CYBOCS), Hopkins Motor

and Vocal Tic Severity Scale, Clinical Global Impressions–Improvement Scale,

Diagnostic Confi dence Interval, National Hospital Interview Scale, dll digunakan

untuk interview, menegakkan diagnosis dan evaluasi klinis lain, seperti:

menentukan derajat keparahan TS, menentukan terapi, keperluan riset, dsb. Untuk

mengetahui kemampuan motorik, dapat menggunakan tes Purdue Pegboard. Baik-

buruknya kemampuan motorik di masa anak-anak, berhubungan dengan

meningkatnya derajat keparahan tik di masa dewasa.(17)

Untuk menilai IQ digunakan Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence

(WASI). Obsesi-kompulsi dapat diketahui dengan Dimensional Yale-Brown

Obsessive- Compulsive Scale (DYBOCS).47-52 Skor Yale Global Tic Severity

Scale (YGTSS) berkisar 0-50, dengan rincian: tidak ada tik (YGTSS: 0), tik

minimal (YGTSS: 1–9), tik ringan (YGTSS: 10–19), tik sedang atau lebih berat

(YGTSS: ≥20). Skor YGTSS > 15 mengindikasikan tik yang secara klinis signifi

kan. Sedangkan skor Clinical Global Impressions–Improvement Scale berkisar 1-

8, skor 1 berarti perkembangannya sangat baik, skor 8 berarti sangat buruk.53

Instrumen DISC (Diagnostic Interview Schedule for Children) digunakan untuk

mengetahui profi l diagnostik penderita TS. DISC adalah interview semistructured

berbasis komputer yang terdiri dari 15 sub-bagian, meliputi: gangguan tic (TS,

gangguan tic kronis, transient tic disorder), OCD, ADHD, fobia sosial, fobia

spesifi k, separation anxiety disorder, gangguan panik, gangguan perilaku,

agoraphobia, generalized anxiety disorder, post-traumatic stress disorder,

trichotillomania, major depressive episode, dysthymic disorder,dan oppositional

defi ant disorder. (17)

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan sesuai indikasi dan/atau untuk

keperluan riset, yaitu mengetahui ekspresi gen (RNA) yang diukur menggunakan

Page 32: Gangguan Pergerakan2

32

whole genome Aff ymetrix microarrays. Pencitraan dilakukan bila perlu atau untuk

riset. Melalui pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging), diketahui

penderita TS memiliki area dorsolateral prefrontal yang lebih besar dan

peningkatan substantia alba di lobus frontal kanan. Volume nucleus caudatus

yang lebih kecil pada MRI di masa anak berhubungan dengan meningkatnya

derajat keparahan tik di masa dewasa. Pemeriksaan lain menggunakan voxel-

based morphometry (VBM) dan magnetization transfer imaging (MTI) yang lebih

sensitif terhadap perubahan jaringan dibandingkan MRI konvensional. Keduanya

merupakan pengukuran kuantitatif integritas makrostruktur. Pada VBM, penderita

TS menunjukkan penurunan volume substantia nigra di area prefrontal, girus

cinguli anterior, area sensorimotorik, nukleus kaudatus kiri, dan girus postsentral

kiri secara signifikan. Penurunan volume substantia alba terdeteksi di girus frontal

inferior kanan, girus frontal superior kiri, dan anterior corpus callosum.

Peningkatan dijumpai di girus frontal pertengahan kiri dan area sensorimotor kiri.

Dengan MRI, reduksi substantia alba terlihat di girus frontal medial kanan, girus

frontal inferior bilateral, dan girus cinguli kanan. (17)

g. Penatalaksanaan

Umumnya, terapi dimulai dengan agonist clonidine dosis rendah dan

ditingkatkan dosis dan frekuensinya secara bertahap, sampai hasilnya memuaskan.

Guanfacin (0,5–2 mg/hari) merupakan golongan agonis baru yang disukai karena

dosisnya hanya sekali sehari. Bila tidak efektif, dapat diberi antipsikotik.

Neuroleptik atipikal (risperidon 0,25–16 mg/hari, olanzapine 2,5–15 mg/hari,

ziprasidon 20–200 mg/hari) dipilih karena rendahnya risiko efek samping

ekstrapiramidal. Jika tidak efektif, dapat diberikan neuroleptik klasik, seperti

haloperidol, fl uphenazin, atau pimozid. Modalitas terapi lain juga dapat

dipertimbangkan. Suntikan botulinum toxin tipe A efektif mengendalikan tik

vokal yang melibatkan kumpulan otot kecil (localized tics). Tindakan atau

intervensi yang lebih invasif seperti: deep brain stimulation, transcranial

magnetic stimulation (TMS), dan bedah saraf (neurosurgery) boleh

dipertimbangkan. TMS repetitif adalah pendekatan efektif untukkasus berat.(17)

Page 33: Gangguan Pergerakan2

33

Terapi nonfarmakologis berupa: edukasi penderita, anggota keluarga,

teman sekolah, modifikasi lingkungan sekolah sehingga penderita tidak merasa

bosan, stres, tegang, atau tertekan, konseling suportif yang dapat dilakukan saat di

sekolah dan di luar sekolah. Teknik relaksasi dapat meringankan tik. Terapi

pembalikan kebiasaan (habit reversal therapy) juga pilihan efektif untuk TS.

Terapi lain berupa complementary and alternative medicine (CAM), misalnya:

berdoasholat (pray), vitamin, pijat, suplemen diet, manipulasi chiropractic,

meditasi, perubahan diet, yoga, akupunktur, hipnosis, homeopati, dan EEG

biofeedback. Meskipun alami dan tak berbahaya, perlu riset lanjutan untuk

mempelajari keamanan dan efektivitasnya.(17)

Beberapa strategi cerdas dan efektif melalui pendekatan psikoedukasi

dipergunakan untuk memperlakukan, merawat, dan mengevaluasi anak TS.

Lingkungan nyaman, higienis, pola tidur teratur dapat bermanfaat. Berbagai faktor

seperti: stres, lelah, penyakit fisik dapat memperburuk tics untuk sementara.

Berbagai aktivitas seperti: memainkan alat musik, berolahraga, menari atau

berdansa bermanfaat dan membantu anak untuk mengalihkan atau meredakan tik.

Konsentrasi yang terutama melibatkan aktivitas motorik, sering dapat

memperbaiki tik. Medikasi tik berfokus pada upaya meminimalkan impairment,

bukan menghilangkan tik. Pada mayoritas kasus, tik membaik selama masa

remaja. Komorbiditas umum dijumpai pada TS, dapat menyebabkan perburukan

atau gangguan yang lebih besar daripada tik. Anak TS berisiko tinggi menjadi

OCD selama masa remaja dan dewasa muda. Edukasi dan terapi perilaku agresif

gejalagejala OCD sangat membantu meminimalkan pengaruh jangka panjang.

Akurasi diagnosis, termasuk identifi kasi komorbiditas amat perlu sebelum

menentukan farmakoterapi yang sesuai. Penyalahgunaan zat, terutama kokain atau

amfetamin, sering memperburuk tik. Keturunan penderita TS memiliki peluang

10% berkembang menjadi tik, jika pasangan hidupnya tidak memiliki riwayat

keluarga tik. Banyak orang dewasa dapat menikmati kehidupan meskipun

mengalami tik. (17)

Page 34: Gangguan Pergerakan2

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Pande S. Chorea.Journal of The Association of Physician of India. 2013; 61:

471-473.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Neurologi. Jakarta :

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006.

3. Mardjono M dan Sidharta P .Neurologi Klinis Dasar.Jakarta: Dian

Rakyat;2003.60-6.

4. Lumbantombing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2006.92-3.

5. Lumbantobing S. Gangguan Gerak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.

116-35.

6. Charles C, Robin H, Martin R and Simon S. Neurology: A Queen Square

Textbook. London : National Hospital for Neurology & Neurosurgery

University College London Hospitals NHS Foundation Trust Queen Square;

2009.

7. Mumenthaler and Mark. Neurology 4th Edition Thieme. Switzerland:

Department of Neurology Berne University; 2009.

Page 35: Gangguan Pergerakan2

35

8. Department of Health and Human Services. The dystonia. United State:

Public Health Service National Institutes of Health; 2012

9. Alberto A, Kailash B, Susan B, Bressman, Mahlon R, Stanley F, et al.

Phenomenology and Classification of Dystonia: A Consensus Update.

Movement Disorder.2013; 7.

10. Lumbantombing S. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004.32-4.

11. Gunter Deuschi and Della Lorenz. Essential Tremor. German : Orphanet

Encyclopedia. 2003;1-4.

12. Frederic H.Human Anatomy The Skeletal System.Seventh Edition.New

York : Pearson Education;2012.p. 550-560

13. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 10th ed. New

York: McGraw-Hill; 2009. p. 1559-1560.

14. PERDOSSI.Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan

Gerak Lainnya.Depok : Desantara Utama; 2013.p.113-128

15. Sidharta P. Neurologi Dasar Klinis.Jakarta : Dian Rakyat; 2009. p. 60-66

16. Snell RS. Neuroanatomi Klinik. Edisi 7.Jakarta : EGC;2009.p. 192-236.

17. Dito Anurogo. Fenomenologi Sindrom Tourette. CDK-211.2013; 40;12.