Gangguan obsesif kompulsif.docx

39
REFERAT PSIKIATRI “Gangguan Obsesif Kompulsif” (Obsessive Compulsive Disorder) Supervisor: dr. Kartidjo, Sp.KJ Oleh : Saeful Ambari S.Ked NPM. 09310150 1

Transcript of Gangguan obsesif kompulsif.docx

REFERAT PSIKIATRI

“Gangguan Obsesif Kompulsif” (Obsessive Compulsive Disorder)

Supervisor:

dr. Kartidjo, Sp.KJ

Oleh :

Saeful Ambari S.Ked

NPM. 09310150

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD dr. SOEKARJO

TASIKMALAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

TAHUN 2013/2014

1

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

referat yang berjudul gangguan obsesif kompulsif (Obsessive

Compulsive Disorder), yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh

kepaniteraan klinik senior bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD dr. Soekarjo

Tasikmalaya.

Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima

kasih kepada dr. Kartidjo Sp. KJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam

penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari

teman-teman di bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD dr. Soekarjo Tasikmalaya,

sehingga penyusunan referat ini dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari

sempurna.

Tasikmalaya, Februari 2014

Penulis

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

A. Definisi............................................................................................... 3

B. Epidemiologi...................................................................................... 4

C. Etiologi............................................................................................... 4

D. Diagnosis............................................................................................ 8

E. Gambaran klinis.................................................................................. 13

F. Terapi.................................................................................................. 14

G. Perjalanan penyakit dan Prognosis..................................................... 19

H. Contoh Kasus....................................................................................... 20

BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22

3

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan

cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap

dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-

ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan

sehari-hari. 1

Obsesi adalah pikiran-pikiran, bayangan-bayangan atau dorongan-dorongan

intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi

oleh individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan

yang digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega.2

Gangguan obsesif kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang

menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan

mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang

biasanya, atau hubungan dengan teman atau anggota keluarga. 2

Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2% sampai

3% masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka. Meskipun

jumlahnya relatif kecil dalam suatu masyarakat, namun bukan berarti kondisi

tersebut dapat diabaikan. Bagaimanapun juga, apabila sudah berlabel gangguan,

maka dapat dipastikan bahwa orang yang mengalaminya merasa terganggu dan

ingin lepas dari gangguan itu. Orang yang mengalami gangguan obsesif-

kompulsif tidak akan merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam keseharian

hidupnya. Kompulsi yang seringkali dilakukan sebagai jawaban dari pikiran

obsesi biasanya akan muncul cukup sering sehingga mengganggu kehidupan

sehari-hari atau menimbulkan distress yang signifikan.12

4

Menurut Skoog, suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun

kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus

berlanjut mempunyai simtom gangguan hidup ini sepanjang hidup mereka. 4 DSM

IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang terganggu oleh

obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga

menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam

sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal rutin yang normal,

mengganggu fungsi kerja atau sosial.

Gangguan obsesif – kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan

jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat.4

Referat ini disusun untuk menambah pengetahuan tentang apa yang

dimaksud dengan gangguan obsesif kompulsif, bagaimana mendiagnosisnya dan

terapi apa yang harus diberikan kepada pasien.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi

yang muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison &Neale, hal-hal tersebut

muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak

rasional dan tidak dapat dikontrol.1

Sedangkan kompulsi menurut Davison & Neale adalah perilaku atau

tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk

menampilkannya agar mengurangi stres.1

Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang

mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat

kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai

fantasi aneh dan menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang

disayangi. Sedangkan istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls

yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif

mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa

berulang kali memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati atau

menelepon orang yang dicintai untuk memastikan keselamatannya.7

Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan

obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi

oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk

melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan

mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.1

B. Epidemiologi

6

Prevalensi gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan

adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa gangguan

obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik

psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai

diagnosis psikiatrik tersering keempat setelah fobia, gangguan yang berhubungan

dengan zat, dan gangguan depresif berat.3

Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi

untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif

dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara

keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia

25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35

tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-

kompulsif dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif

ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih.3

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang

yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat

berhati-hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan

hanya menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan

banyak permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam,

dan tidak ramah.3

C. Etiologi

1. Aspek Biologis

a. Neurotransmiter

Davison & Neale (Fausiah & Widury, 2007) menjelaskan bahwa salah

satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah

keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah

serotonin.

Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif

dibandingkan obat lain yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain.

7

Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-

kompulsif belum jelas.11

b. Genetik

Penelitian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah

secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi

secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar

dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif

menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien

gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan.11

2. Faktor Perilaku

Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.

Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau

kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan

memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya

atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya

netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan

kecemasan atau gangguan.11

Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan

bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan

pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk

perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan

kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam

menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi

menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang

dipelajari.11

3. Faktor Psikososial

a. Faktor kepribadian

8

Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan

kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-

kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian,

sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk

perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35

persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional

pramorbid.3

b. Faktor psikodinamika

Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis

utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter

obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan

reaksi. 3

1) Isolasi

Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi

seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika

terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah

dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran.

Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait

seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan

yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya.3

2) Undoing

Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin

dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi

pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan

menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.

Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi

defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan

mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh

isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah

mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan

sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang

9

dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat

yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls

obsesional yang menakutkan.3

3) Pembentukan reaksi

Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi

dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan

impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah

sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.3

4) Faktor psikodinamik lainnya.

Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif

dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi

dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien

dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan

tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting,

mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional

yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya

benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama

menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan

kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan

obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi

atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam

hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian,

psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada

gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan

dengan fase perkembangan anal-sadistik.3

c. Ambivalensi

Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam

karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada

10

anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak

merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi

yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku

melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan

yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.3

d. Pikiran magis

Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran

awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id,

dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah

pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat

menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang

menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang

peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu

pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-

kompulsif.3

D. Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:

1. Salah satu obsesi atau kompulsi

Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten

yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai

intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan

yang jelas.

b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata

kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,

atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran

atau tindakan lain.

11

d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan

obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari

luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau

tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata

dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk

melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut

dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau

menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi

yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak

dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap

untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari

bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak

3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan

waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna

mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),

atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.

4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak

terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat

gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,

permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,

preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,

preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat

hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika

terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan

depresif berat).

12

5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang

disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu

selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan

kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. ( Kaplan & Saddock,

1993).3

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:

a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama

sedikitnya dua minggu berturut-turut.

b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu

aktivitas penderita.

c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,

meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan

hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega

dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan

seperti dimaksud di atas.

Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan

depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi

berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode

depresifnya.

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau

menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan

13

perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut,

maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada

gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila

dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi

sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas

diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain

menghilang.

e. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,

sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai

bagian dari kondisi tersebut.5

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan

Pedoman Diagnostik

a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls

( dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

b. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu

menyebabkan penderitaan.5

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)

Pedoman Diagnostik

a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya

mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu

situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan

keteraturan.

Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang

mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual

tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari

bahaya tersebut.

14

b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai

beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan

ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.5

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif

Pedoman Diagnostik

a. Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran

obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua

hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.

b. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan

dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang

berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif

terhadap terapi perilaku.5

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT.5

E. Gambaran Klinis

Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

a. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi

dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.

b. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi

sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan

melawan gagasan atau impuls awal.

c. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami

sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya

sendiri sebagai makhluk psikologis.

d. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi

tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk

akal.

e. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan

suatu dorongan yang kuat untuk menahannya.

15

Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil

terhadap kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa

kompulsi adalah irasional.3

Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada

anak-anak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih

dan berubah dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif

memiliki empat pola gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan

adalah suatu obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai

penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi.

Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses,

urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus menggosok kulit

tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak

mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan

adaloah respon emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti,

rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan

obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek

ke objek atau orang ke orang oleh kontak ringan. ( Kaplan & Saddock, 1993).

Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh

pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya

kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu.

Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke

rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri

sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan

atau melakukan sesuatu.3

Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran

obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya

berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela

oleh pasien. 1 Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas

atau ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara

harfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur

16

wajahnya. Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi

yang beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.3

F. TERAPI

1. Farmakoterapi

a. Penggolongan

1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik

Contoh: Clomipramine.

2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)

Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,

Citalopram.8

b. Indikasi Penggunaan

Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.

Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:

1). Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari

mengalami gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri

berikut:

a. Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls

dari diri individu sendiri;

b. Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan

pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);

c. Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan

atau impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang

memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega

dari ketegangan atau ansietas);

d. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak

berhasil dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang

tidak lagi dilawan/dielakkan oleh penderita;

2). Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress)

atau menggangu aktivitas sehari-hari (disability)

17

Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi

seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan

kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian,

umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil

pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior

therapy).8

Clomipramine.

Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg

sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap

dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek

samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat

trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi,

disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.3

SSRI.

Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja

terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan

kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh

ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang

spesifik, sehinggga tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang dapat

berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin

bertahan lebih lama di celah sinaps. Pengguanaan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku

stereotipik , perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal

rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alas an utama

pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah

kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian

fluexetine adalah nausea, disfunfsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering.

Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh karena sifat

selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor

18

neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus

serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-

gejala disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan

pengamatan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejal

cemas.6

Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak

ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan

dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin

oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine

(Nardil).3

2. Exposure and Response Prevention

Terapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan oleh

Victor Meyer (1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada

situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif atau (seperti memegang

sepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan

perilaku yang menjadi ritualnya membuatnya menghadapi stimulus yang

membangkitkan kecemasan, sehingga memungkinkan kecemasan menjadi

hilang.1

3. Terapi Keluarga (Family therapy)

Terapi keluarga.13 merupakan teknik pengobatan yang sangat

penting bila pada keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan

dalam keluarga, kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam

anggota keluarga atau peran anggota keluarga yang kurang sesuai yang

akan mengganggu keberhasilan fungsi masing-masing individu dalam

keluarga termasuk dalam waktu jangka panjang akan berakibat buruk pada

anak OCD.

Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi,

menggunakan semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu

19

dalam keluarga. Menilai tingkah laku setiap anggota keluarga yang

mempengaruhi tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah laku

yang positif dari setiap individu.

4. Terapi perilaku (Behavior therapy)

Leonardo mengatakan.13 bahwa teknik terapi perilaku yang khusus

digunakan untuk pasien anak usia lebih tua dan remaja dengan gangguan

OCD adalah latihan relaksasi dan response prevention technique.

Terapi perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan

informasi yang lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyarat

faktor internal dan fakto eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnya

gejala OCD. Kemudian mengawasi tingkah laku pasien dala menghindari

situasi yang menimbulkan kecemasan, menghindari timbulnya gejala

kompulsif dan tingkat kecemasan pasien saat timbul gejala OCD harus

diperiksa secara teliti.

Teknik terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja :13

a. Latihan relaksasi

Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian pasien

diminta untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam sadar. Ketika

pikiran obsesi muncul, maka terapi akan meminta pasien untuk

menghentikan pemikiran itu, misalnya dengan cara memukul maja, atau

menarik tali elastic yang diikatkan pada tangan. Hal ini dilakukan di rumah

atau di mana saja.

b. Response prevention technique

Mula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetus yang

menyebabkan dorongan untuk melakukan tindakan kompulsif. Jika

rangsangan kompulsif muncul maka pasien secara aktif diberanikan untuk

melawan tingkah laku kompulsif, sering dengan mengalihkan perhatian

pasien sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin dilakukan misalnya

dengan memukul meja.

20

c. Penurunan kecemasan

Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang

menimbulkan gejala obsesif dan kompulsif.

Hal ini dilakukan dengan desensitisasi secara sistematik yakni dengan

menghadapkan anak atau remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya

pisau, hal-hal yang kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara pelan-

pelan samapai ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.

G. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif

memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien

memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti

kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena

banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5

sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan

tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan

gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit

biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien mengalami penyakit yang

berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang konstan.3

Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik

dengan perode dari gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu akan

mengalami peningkatan. Penderita gangguan ini tidak biasanya sembuh

sempurna atau bebas dari gejala. Walaupun demikian dengan pengobatan,

banyak orang yang mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut berupa gejala

yang berbeda seperti cara merealisasikan suatu obsesif yang berbeda.

Diagnosis awal dan terapi yang dilakukan secepatnya akan memberikan hasil

yang lebih baik di mana penekanan onset usia dini adalah hal yang patut untuk

segera didiagnosis. Selain itu, mereka yang bergerak di bidang kesehatan

mesti memahami perbedaan antara gangguan obsesif-kompulsif dengan

21

gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang mana untuk jenis gangguan

kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu umur di atas 20

tahun sedangkan.10

Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif

kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi

semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk

dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada

masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah

sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya

gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan

kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian

skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan

pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang

episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.1

H. Contoh Kasus

Ny. X, 34 tahun, ibu dari 2 anak, datang menemui psikolog dengan keluhan

perilaku yang mengganggu. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan,

ditemukan bahwa Ny. X disarankan ke psikolog oleh suaminya, karena

beberapa perilakunya cenderung berlebihan. Menurut Ny. X, ia adalah

pecinta kebersihan dan takut akan kuman yang ada dimana-mana. Ny. X

menceritakan, bahwa setiap hari ia mandi hingga 6 kali, dan mencuci tangan

lebih sering lagi. Setiap kali mandi, Ny. X menyabuni badannya sebanyak 5

kali; jika tidak, ia merasa belum bersih. Demikian juga jika sedang cuci

tangan, ia berkali-kali membersihkan tangan dengan sabun. Sebelum mandi

Ny. X selalu berusaha membersihkan dan menyikat lantai kamar mandi dan

kloset terlebih dahulu. Akibatnya waktu Ny. X banyak terbuang dalam

kegiatan mandi dan mencuci tangan. Ny. X memperkirakan kebiasaan itu

berlangsung saat ia SMA, dan makin lama makin parah. Ny. X merasa

terganggu dengan kebiasaan ini, karena membuang waktunya dan

membuatnya tidak dapat melakukan aktifitas lainnya. Namun demikian Ny. X

22

tidak berdaya untuk menghentikannya, dan ingin mencari pertolongan untuk

dapat mengontrol perilakunya tersebut.

BAB III

KESIMPULAN

23

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran

seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan

ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga

menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala – gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua – duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2

minggu berturut – turut.

Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif

diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmitter dan genetika, faktor

psikologi dan faktor psikososial. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk

penatalaksanaan gangguan obsesif – kompulsif antara lain terapi farmakologi

(farmakoterapi), Exposure and Response Prevention, terapi keluarga dan terapi

prilaku.

DAFTAR PUSTAKA

24

1. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta:

UI-Press

2. Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

3. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry

vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore

4. Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. 2005. Psikologi Abnormal jilid

1. Jakarta: Erlangga

5. Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-

III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

6. Pinzon, R. 2006. Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum

Autistik:Telaah Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi,

No.4, vol.19, ISSN 0215-7551, hal. 169-172.

7. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2rd rev. ed.

Surabaya: Airlangga University Press; 2009, 312-313 p.

8. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik

(Psychotropic Medication). 3rd rev. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

FK – UNIKA Atmajaya; 2001, 47-48 p.

9. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri (Psychiatry). 6th rev. ed. Nasrun MWS,

translator. Yogyakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004, 238-239 p.

10. National Colaborating Centre for Mental Health, National Institute for Health

and Clinical Excellence. Obsessive-Compulsive Disorder: Core interventions

in the treatment of obsessive-compulsive disorder and body dysmorphic

disorder. National Clinical Practice Guideline. 2006; 31: 19-20

11. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 2004. Buku Ajar Psikiatri Edisi.2 Cetakan

2013. USA: Buku Kedokteran EGC. Hal 247-251.

12. Suryaningrum Cahyaning, Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Mengatasi

Gangguan Obsesif Kompulsif. jurnal Fakultas Psikologi, Universitas

Muhammadiyah Malang. Vol. 01, No.01, Januari 2013

13. Marlina, S. Mahajudin. 1995. Gangguan Obsesif-Kompulsif. Tinjauan Gejala

dan Psikodinamika. Jurnal Anima, vol X, No.40, hal.44-71.

25

26