Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

27
Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru di Puskesmas Klirong II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang menular langsung antar manusia yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati oleh cahaya sinar matahari langsung karena terkena sinar ultraviolet dan radiasi panas. Dalam tempat yang gelap dan lembab kuman tersebut dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Mycobacterium tubeculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Hingga saat ini Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di tingkat dunia. (Depkes.RI,2002) Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali penularanya. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, Di Negara- negara berkembang kematian TBC merupakan 25% dari penyakit seluruh kematian. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang, 75 % penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15–50 tahun) ( Depkes RI, Ibid)

Transcript of Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Page 1: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru di Puskesmas Klirong II

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang menular langsung antar manusia

yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati oleh

cahaya sinar matahari langsung karena terkena sinar ultraviolet dan radiasi panas.

Dalam tempat yang gelap dan lembab kuman tersebut dapat bertahan hidup selama

beberapa jam. Mycobacterium tubeculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.

Hingga saat ini Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit infeksi menular

yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di tingkat dunia. (Depkes.RI,2002)

Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena

pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali penularanya. Hal

ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, Di Negara-

negara berkembang kematian TBC merupakan 25% dari penyakit seluruh kematian.

Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang, 75 % penderita

TBC adalah kelompok usia produktif (15–50 tahun) ( Depkes RI, Ibid)

Indonesia menempati urutan ketiga terbesar di dunia dalam hal jumlah penderita

TBC (583 ribu orang) setelah cina (2 juta orang) dan India (1,5 juta orang), Di Indonesia

kematian akibat penyakit TBC setiap tahun ada sekitar 140.000 orang meninggal dunia

dari total penderita. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995

menunjukkan bahwa TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

Page 2: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. Pada golongan penyakit infeksi TBC

menjadi kematian nomor satu .

Tujuan jangka panjang penanggulangan TBC di Indonesia adalah menurunkan

angka kesakitan dan angka kematian penyakit TBC dengan cara memutus mata rantai

penularan. Dengan harapan penyakit TBC tidak lagi merupakan masalah kesehatan

masyarakat di indonesia. Sedangkan tujuan jangka pendek adalah tercapainya angka

kesembuhan minimal 85% dari semua penderita TBC dengan BTA positip yang

ditemukan. Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap, sehingga pada

tahun 2007 dapat mencapai 60% dari perkiraan semua penderita TBC dengan BTA

positif.

Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan program penanggulangan TBC,

prioritas kegiatan ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penyempurnaan

kebijakan operasional dengan mengaktifkan serta meningkatkan infrastruktur yang ada.

Disamping itu diupayakan mengikutsertakan komponen kesehatan di luar program,

pengadaan sarana - prasarana, penyuluhan, pelatihan, supervisi, serta penggunaan

obat yang rasional dan panduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS ( Directly

Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy).

Pada pelaksanaan strategi DOTS di puskesmas dibentuk Kelompok Puskesmas

Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dengan

dikelilingi oleh kurang lebih lima Puskesmas Satelit (PS) atau Puskesmas Pelaksana

Mandiri (PPM). KPP mencakup wilayah kerja dengan jumlah penduduk 50.000-150.000

jiwa. Pada keadaan geografis yang sulit dan dalam upaya mendekatkan pelayanan

kepada penderita TBC, dapat dibentuk PPM yang merupakan peningkatan dari

Puskesmas Satelit dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan dahak.

Untuk dapat melihat kinerja petugas TBC puskesmas salah satunya adalah

dengan melihat cakupan penemuan kasus TBC BTA positif, yaitu indikator Case

Page 3: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

detection rate (CDR). CDR adalah : persentase jumlah penderita TBC BTA positif yang

ditemukan dibanding dengan jumlah penderita TBC BTA positif yang diperkirakan ada

dalam wilayah tersebut. CDR menggambarkan cakupan penemuan penderita TBC BTA

positif pada wilayah tersebut.

Beberapa faktor yang terkait dengan CDR antara lain yaitu:

1. Jumlah suspek TBC yang berkunjung ke puskesmas.

2. Kegiatan penyuluhan oleh petugas puskesmas, kader, PMO guna memberikan

informasi tentang TBC kepada masyarakat untuk meningkatkan kunjungan suspek.

3. Komitmen petugas TBC puskesmas untuk melaksanakan penanggulangan TBC di

wilayahnya.

4. Kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor untuk mensosialisasikan

pengobatan TBC di masyarakat.

5. Error rate petugas laboratorium puskesmas.

Permasalahan program penanggulangan TBC di kabupaten kebumen adalah

masih rendahnya cakupan CDR. Pada tahun 2007 hanya ada beberapa puskesmas

yang dapat memenuhi target CDR yaitu puskesmas Gombong I dengan CDR 142 %,

Puskesmas Ayah II dengan CDR 122 %, Puskesmas Buluspesantren I dengan CDR

105%, sedangkan puskesmas lainya masih di bawah target yang ditetapkan.

Puskesmas Klirong II tahun 2007 belum memenuhi target yaitu 28 % ( 8 penderita BTA

+) dari 28 penderita BTA + yang di targetkan. Sedangkan untuk suspek baru 50% (144

suspek) dari target 284 Suspek baru. (Dinkes.kabupaten Kebumen,2007)

Dari laporan hasil kegiatan P2 TBC tahun 2007 di Puskesmas klirong II dijumpai

beberapa permasalahan yaitu :

1. Keterpaduan pemberantasan TBC belum optimal baik lintas program maupun lintas

sektor. Keterlibatan lintas sektor masih bersifat serah, misalnya kerja sama dengan

Page 4: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

LSM lebih sering merupakan inisiatif dari dinas kesehatan, sehingga akan dilakukan

apabila ada ajakan untuk kegiatan tersebut.

2. Belum semua petugas puskesmas klirong II memprioritaskan program

pemberantasan TBC di wilayahnya, dan masih menjadi tanggung jawab pemegang

program TBC saja.

3. Sosialisasi program TBC di masyarakat belum terlihat hasilnya, hal ini terlihat dari

masih kurangnya partisipasi dari masyarakat dan pengiriman suspek TBC yang

masih rendah.

4. Penyuluhan oleh kader kesehatan pada masyarakat masih kurang, hal ini di

sebabkan masih banyaknya kader yang berusia lanjut, sehingga perlu adanya

regenerasi kader – kader muda yang handal, belum adanya penghargaan untuk

kader yang memadai, sehingga kerja kader tidak maksimal, pengetahuan kader

yang masih rendah mengenai: Pengertian penyakit TBC, Penyebab penyakit TBC,

Tanda dan gejala penyakit TBC, Pengobatan penyakit TBC, Pencegahan penyakit

TBC

(Petugas TBC Puskesmas)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian

bagaimana tingkat pengetahuan kader tentang penyakit TBC di Puskesmas Klirong II

Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader tentang penyakit TBC di Puskesmas

Klirong II Kabupaten Kebumen.

Page 5: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader tentang :

1. Pengertian penyakit TBC.

2. Penyebab Penyakit TBC.

3. T anda-tanda seseorang terkena penyakit TBC .

4. Pengobatan penyakit TBC.

5. Pencegahan penyakit TBC.

D. Manfaat

Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat :

1. Bagi Kepala Puskesmas, sebagai motivator agar mampu memberikan teladan yang baik kepada para petugas dan kader dalam pelaksanaan program TBC.

2. Bagi para kader, untuk menambah pengetahuan tentang penyakit TBC demi tercapainya pelayanan yang baik.

3. Bagi penulis, antara lain :

a. Dapat menambah ilmu pengetahuan, terutama tingkat pengetahuan kader tentang

penyakit TBC di Puskesmas Klirong II Kabupaten Kebumen.

b. Memberikan masukan dan informasi tentang betapa pentingnya pengetahuan

tentang penyakit TBC yang baik dan memadai untuk mewujudkan masyarakat

yang bebas penyakit TBC.

4. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Gombong, untuk menambah bahan kepustakaan sebagai literature berharga dan berguna untuk penelitian selanjutnya.

Page 6: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

5. Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan, mengetahui secara mendalam pengetahuan kader tentang penyakit TBC, maka diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan baik yang bersifat konseptual dan teoritis.

6. Bagi Dunia Praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan penyempurnaan kepada para Petugas Puskesmas serta para kader mengenai cara-cara praktis dalam menunjang pelayanan kesehatan masyarakat yang baik khususnya untuk penyakit TBC.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Keilmuan

Bidang ilmu kesehatan masyarakat dengan penekanan epidemiologi penyakit tropic,

khususnya penyakit TBC.

2. Lingkup Masalah

Masalah dibatasi untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader tentang TBC .

3. Lingkup Sasaran

Sasaran penelitian ini adalah seluruh kader TBC di Puskesmas Klirong II kabupaten

Kebumen .

4. Lingkup Lokasi

Lokasi penelitian di puskesmas Klirong II Kabupaten Kebumen.

5. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni dan Juli tahun 2008.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 7: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

A. Landasan Teori

1. Penyakit TBC

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosisyakni

kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau diberbagai organ tubuh lainya

yang mempunyai tekanan partial oksigen yang tinggi (Tabrani,1996:236).

TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkanoleh bakteri aerob gram positif,

bakteri asam lemak, bakteri tersebut sering menyerang pada paru-paru, meskipun juga

dapat ke beberapa organ tubuh lainya (Ni Luh Gede Yasmin, 1999;120).

TBC adalah infeksi saluran nafas bawah yang disebabkan

olehMycobacterium yang biasanya ditularkan melalui percikan (droplet) dari orang ke

orang, dan mengkolonasi Bronkheolus dan alveolus (Corwin, 2000:412).

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa TBC adalah penyakit

infeksi saluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh Mycobacterium yakni

kumanaerob yang dapat hidup terutama di paru atau organ lain yang mempuyai

tekananpartial oksigen tinggi dan dapat ditularkan melalui droplet dari orang ke orang

dan mengkolonasi Bronkheolus dan Alveolus.

2. Penyebab

Penyebab penyakit TBC dalah Mycobacterium Tuberculosis yaitu kuman yang

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 / um (Soeparman,1998:718).

TBC disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat

hidup terutama di paru / di beberapa organ tubuh lainya yang mempunyai

tekanan partial oksigen tinggi pada membran selnya sehingga bakteri ini tahan terhadap

Page 8: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

asam dan pertumbuhanya berlangsung lambat . Bakteri ini tidak tahan

terhadap ultraviolet sehingga penyebaranya terjadi pada malam hari (Tabrani,1996:236)

3. Tanda – tanda TBC

Pada awalnya TBC primer sukar diketahui secara klinis karena penyakit ini mulai

secara perlahan – lahan . kadang – kadang TBC juga ditemukan pada anak tanpa

gejala atau keluhan. Gejala TBC pada anak dibagi menjadi dua yaitu :

a. Gejala umum / non spesifik, berupa :

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dengan penaganan

gizi.

2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik.

3. Demam lama / berulang tanpa sebab jelas, dapat disertai keringat malam.

4. Pembesaran kelenjar limpfe superfisial multiple dan tidak nyeri.

5. Batuk lebih dari 30 hari.

6. Diare persiten, tidak sembuh dengan pengobatan diare. (Stork,2000)

b. Gejala spesifik sesuai dengan organ yang terkena, yaitu :

1. TBC kulit / skofuloderma.

2. TBC tulang dan sendi.

3. TBC Otak dan syaraf : meningitis dengan gelala iritabel, kaku, muntah dan

kesadaran menurun.

4. TBC Mata : conjungtivitis , tuberkel khoroid.

Page 9: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

5. TBC Organ Lainya.

TBC juga dapat menunjukan gejala seperti bronkopneumonia, sehingga pada

anak dengan pengobatan broncopneumonia tidak menunjukan perbaikan,

sehingga harus dipikirkan juga kemungkinan menderita TBC (stork,2000)

Tanda klinis dari TBC adalah terdapatnya keluhan berupa : Batuk berdahak

(lebih dari 3 minggu), Sputum Mukoid atau purulen, Nyeri dada, Demam,dan

berkeringat di malam hari, Berat badan menurun, Anoreksia, Malaise, Ronki

basah di apeks paru (Stork, 2000).

4. Pengobatan TBC

a. Minum obat secara teratur sampai tuntas (selama pengobatan 6-8 bulan).

b. Jangan berhenti berobat sebelum petugas kesehatan / dokter mengatakan sembuh, jika

berhenti sebelum waktunya penyakit TBC akan lebih sukar diobati.

c. Periksa dahak selama masa pengobatan , untuk memastikan apakah ada kemajuan dari

pengobatan.

d. Selama masa pengobatan bersedia diawasi oleh Pengawas minum obat (PMO) / kader

TBC, anda bebas memilih siapa yang anda inginkan sebagai PMO.

e. Pola hidup sehat dan istirahat cukup.

Tanpa pengobatan penyakit TBC setelah 5 tahun, akan meninggal 50%, akan

sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi sebanyak 25%, dan 25 % lagi

sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO,1996).

5. Pencegahan TBC

Page 10: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

a. Perhatikan pergantian udara dalam rumah atau tempat kerja.

b. Usahakan agar sinar matahari masuk dalam ruangan.

c. Tutup Mulut saat batuk.

d. Jangan meludah sembarang tempat.

e. Imunisasi BCG saat bayi.

1. Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.

Ada beberapa tipe penderita yaitu:

a. Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita TBC yang sebelumnya pernah mendapat obat anti tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA Positif.

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan disuatu kabupaten lain

dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut

harus membawa surat rujukan/pindah.

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Page 11: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2

bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.

e. Gagal

- Adalah penderita BTA positf yang tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke 5 (1 bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.

- Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rongent positif menjadi BTA positif

pada akhir bulan ke 2 pengobatan.

f. Kasus kronis

Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai

pengobatan ulang kategori 2.

2. Hasil Pengobatan dan Tindak Lanjut.

Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikatagorikan sebagai: Sembuh,

Pengobatan Lengkap, Meninggal, Pindah (Transfer Out), Defaulter (lalai) atau DO

dan Gagal.

a. Sembuh

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan

secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit 2 kali

berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada Akhir Pengobatan/ AP dan atau

sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumya).

b. Pengobatan Lengkap

Page 12: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap tapi tidak

ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif.Tindak lanjut:

Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri

dengan mengikuti prosedur tetap.

c. Meninggal

Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab

apapun.

d. Pindah

Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/ kota lain.

Tindak lanjut: Penderita yang ingin pindah,dibuatkan surat pindah dan bersama sisa

obat dikirim ke unit pelayanan kesehatan yang baru.

e. Defaulted atau droup out

Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau

lebihsebelum masa pengobatannya selesai.

Tindak Lanjut: penderita tersebut dilacak dan dibeeri penyuluhan pentingya berobat

secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan

pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori 2, bila negatif

sisa pengobatan kategori 1 dilanjutkan.

f. Gagal

1). Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada

akhir pengobatan.

Page 13: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Tindak lanjut: Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberi kategori 2

mulai dari awal. Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2

dirujuk ke unit pelaksana kesehatan spesialistik atau berikan INH seumur

hidup.

2). Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke

2 menjadi positif.

Tindak lanjut: diberikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.

D. Faktor-faktor yang menyebabkan pengobatan tidak tuntas/ DO.

Sebagaimana telah ditulis sebelumnya, pengobatan yang tidak teratur dan tidak tuntas

tidak dapat menyembuhkan TBC.Bahkan kuman yang ada akan resisten terhadap obat

TBC. Dari hasil kajian, hal-hal yang melatarbelakangi antara lain adalah:

a. Adanya efek samping obat yang sering mengganggu; mual-mual, gatal-gatal, dan

lain-lain. Timbulya efek samping obat merupakan salah satu penyebab kegagalan

pengobatan. 8

Pengobatan yang adekuat setiap kasus merupakan hal yang sangat penting. Oleh

karena itu setiap perubahan dari paduan pengobatan yang diduga karena efek

samping obat harus betul-betul diperhitungkan gejala samping dari penderita OTA

sangat jarang ditemukan, kalaupun ada biasanya ringan dan tidak perlu

menghentikan pengobatan. Pemakaian obat anti Tuberkulosis (OAT) sebelumya,

pemakaian OAT sebelumnya tekait dengan resistensi obat. Pemakaian OTA maki

lama,makin sering, dan makin tidak teratur akan meningkatkan resistensi kuman

terhadap OTA. Pemakaian obat sebelumya karena putus berobat sebelum

waktunya, merupakan faktor terbesar dalam kegagalan pengobatan TBC di

Indonesia. Angka ini sekitar 50% penderita yang pernah minum OAT selam satu

bulan atau lebih lalu berhenti 9, mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk

Page 14: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

menjadi kebal terhadap obat pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

kepada penderita oleh petugas kesehatan atau oleh PMO sebelum menjalani masa

pengobatan menjadi sesuatu hal yang amat penting. Melalui KIE yang lengkap dan

baik diharapkan penderita selalu mempunyai motivasi untuk patuh dan teratur

memenuhi anjuran yaitu tertib minum obat sesuai aturan.

b. Tidak diketahuinya bahaya resistensi kuman terhadap OAT.

c. Jumlah obat yang banyak dan frekuensi minum.

d. Sudah merasa sembuh.

e. Karakteristik penderita (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan). Tingkat

pendidikan penderita mempengaruhi pemahaman tentang penyakit TBC cara

pengobatan, bahaya akibat minum obat tidak teratur, dan akan mempengaruhi

kepatuhan minum obat, disamping akan berpengaruh kepada perilaku sehari-hari.

Pekerjaan berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi, mempengaruhi kemampuan

menyediakan pangan, papan dan sandang. Diketahui berkembangnya kuman

Tuberkulosis akan lebih banyak terjadi pada lingkungan perumahan yang buruk

seperti tidak adanya ventilasi, kurangnya pencahayaan dan terbatasnya sanitasi.

Disisi lain sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan pembiayaan dalam bidang

kesehatan, karena masik terfokus pada kebutuhan pokoknya.

f. Pengetahuan, sikap, praktik tentang penyakit TBC.

g. Jarak rumah penderita dengan tempat pelayanan kesehatan.

h. Biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat.

i. Ada tidaknya Pengawas Minum Obat/PMO.

Page 15: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Tidak adanya PMO dapat menyebabkan ketidakteraturan minum obat sesuai

dengan jadwal yang seharusnya dan dapat menyebabkan penderita putus berobat

(drop out), sehingga dapat memungkinkan kegagalan pengobatan dan resistensi

terhadap OAT. Dukungan keluarga dan masyarakat dalam hal pengawasan dan

pemberian semangat mempunyai andil yang besar dalam peningkatan kepatuhan

pengobatan penderita.

Dibanyak negara dokter memberikan terapi yang salah atau tidak adekuat. Hal ini

mungkin menyebabkan:

1. Kegagalan menyembuhkan penderita.

2. Membuat penderita kebal terhadap obat-obatan dan menyulitkan penyembuhannya.

3. Membuat penderita hidup dengan infeksi yang sudah kebal terhadap pengobatan

sehingga memudahkan penularan kepada orang lain. Jadi pengobatan yang kurang baik

merupakan gabungan antara pengobatan oleh dokter yang kurang baik dengan kesehatan

masyarakat yang kurang baik.

E. Tatalaksana penderita yang berobat tidak teratur

Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa minum obat

selesai. Hal ini dapat terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat harus

ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas harus mengusahakan

agar penderita yang putus berobat tersebut kembali ketempat pelayanan kesehatan.

Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe penderita, lama pengobatan

sebelumnya, lamanya putus berobat dan hasil bagaimana pemeriksaan dahak sewaktu

sewaktu dia kembali berobat. Untuk lebih jelasnya lihat tabel.

Untuk mendukung kegiatan dilakukan: pelatihan kepada petugas / kader, penyuluhan

kepada masyarakat, melakukan supervisi dan pengawasan pengobatan dengan

memberikan PMO bagi setiap penderita TBC.

Page 16: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

F. Sifat Karakteristik Penderita TBC

a. Umur

Merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang utama. Penyebaran

keadaan umur dalam masyarakat mudah dilihat dengan kurva penduduk atau

piramida penduduk. Yang mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan,

besarnya risiko serta sifat resistensi tertentu.

b. Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat

kerentanan memegang peran tersendiri. Rasio jenis kelamin harus selalu

diperhitungkan pada peristiwa penyakit tertentu.

c. Pendidikan

Pendidikan formal yang telah diperoleh seseorang sehingga orang tersebut semakin

mampu untuk beradaptasi dan menerima pesan-pesan yang disampaikan

kepadanya. Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari

masukan (input), yaitu sasaran pendidikan, dan keluaran (out put). Yaitu suatu

bentuk perilaku baru atau kemampuan baru dari sasaran pendidikan. Proses

tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak (soft ware) yang terdiri dari kurikulum,

pendidik, metode dan sebagainya, dan perangkat keras (hard ware) yang terdiri dari

ruang, perpustakaan (buku-buku) dan alat-alat bantu pendidikan lain. 14)

d. Pekerjaan

Yaitu jenis mata pencaharian utama seseorang yang diperoleh untuk membiayai

keperluan hidup keluarganya. Pekerjaan berhubungan dengan tingkat sosial

ekonomi, mempengaruhi kemampuan menyediakan pangan, papan dan sandang.

Page 17: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Disisi lain sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan pembiayaan dalam bidang

kesehatan, karena masih terfokus pada kebutuhan pokoknya.

e. Pengetahuan

Merupakan hasil pengideraan, ini terjadi setelah sesseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Melalui indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan yang dimiliki

seseorang terhadap suatu obyek melalui indera penglihatan dan pendengaran.

Pengetahuan tidak lain dari hasil atau pengalaman sendiri atau tahu dari

pengetahuan orang lain artinya mengakui sesuatu terhadap atau dari sesuatau yang

disebut putusan sehungga pada dasarnya putusan atau pengetahuan itu adalah

sama.

f. Sikap

1). Pengertian sikap

Sikap sebagai produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi dengan

rangsangan yang diterimanya. Respon timbul apabila individu dihadapkan pada

suatu stimulus yang menghendaki respon individual. Respon yang dinyatakan

sebagai sikap didasari oleh proses evaluasi dari dalam diri individu, yang

memberikan kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk,

positif atau negativ, menyenagnkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak

suka yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap.

Ekspresi sikap individu tergantung pada berbagai kondisi dan situasi yang betul-

betul bebas dari berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang dapat

mengganggu ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk

perilaku yang ditampakkan merupakan ekspresi sikap sebenarnya.

Page 18: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Sikap terdiri dari 3 komponen yaitu:

a) Kognitif, berhubungan dengan kepercayaan, ide dan konsep. Komponen

kognisi berisi persepsi, kepercayaan dan stereotip yang dimiliki seseorang

tentang sesuatu.

b) Afektif, berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang. Secara umum

komponen ini disamakan denagn perasaan yang dimiliki seseorang terhadap

sesuatu. Namun perasaan pribadi sangat berbeda perwujudannya bila

dikaitkan dengan sikap.

c). Konatif, berhubungan dengan kecenderungan tingkah laku seseorang

berkaitan dengan sikap yang dihadapi. Asumsi dasar adalah bahwa

kepercayaan dan perasaan mempengaruhi perilaku. Artinya orang akan

berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tersebut.

Kecenderungan berperilaku konsisten selaras denag kepercayaan dan

perasaan ini membentuk sikap individual, karena itu logis bahwa sikap

seseorang dicerminkan dalam bentuk perilaku dalam obyek.

2). Faktor yang mempengaruhi perubahan sikap

Dalam perkembangannya sikap dipengaruhi oleh lingkungan, individu yang satu

dengan yang lain. Sikap tidak akan terbentuk interaksi manusia terhadap

obyek tertentu atau suatu obyek.

Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap:

a) Faktor internal, yaitu faktor yang terdapat dalam kepribadian manusia.

Faktor ini berupa selektifitas atau daya pilih seseorang untuk menerima

dan mengolah perubahan-perubahan yang datang dari luar.

Page 19: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

b) Faktor eksternal, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor

ini berupa interaksi sosial di luar kelompok.

g. Praktik

Adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang diamati secara langsung

maupun tidak langsung. Secara lebih operasional perilaku dapat diartika sebagai

suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsanga (stimulus) dari luar

subyek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam, yaitu:

1). Bentuk pasif (cover behavior) adalah respon internal, yaitu yang terjadi dalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.

Misalnya: berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

2). Bentuk aktif (over behavior) yaitu apabila perilaku iti sudah tampak dalam bentuk

tindakan nyata, sehingga dapat diobservasi secara langsung.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Penelitian

Penelitian akan dilakukan selama 1 (satu) bulan yang akan dilaksanakan dari

tanggal 27 Juni 2008 sampai dengan 27 Juli 2008. sedang penelitian akan dilaksanakan

di Puskesmas Klirong II Kabupaten Kebumen yang beralamatkan di Jalan Dandeles No.

07 Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen.

B. Populasi dan Sampel

Page 20: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah kader yang ada di Puskesmas Klirong II

Kabupaten Kebumen yang berjumlah 250 kader.

2. Sampel

Untuk sampel, penulis mengambil pendapat Suharsimi Arikunto (2003 : 107) yang

menyatakan jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10 – 15 % atau 20 –

25 % atau lebih, maka penulis mengambil sampel sebesar 25% dari jumlah populasi

yang ada.

23

Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampel yaitu, penelitian dilakukan terhadap kader yang menangani langsung/mengetahui pelaksanaan pelatihan kader TB di Puskesmas Klirong II Kabupaten Kebumen. Sampel diambil sebesar 25 % dari jumlah keseluruhan responden, yakni 33 orang dari 250 orang.

C. Pembahasan

Dari sampel, penulis menghubungkan antara hasil jawaban responden (kader)

dengan pengetahuan kader mengenai penyakit TBC, dan penangannya. Hal ini

dimaksudkan agar penulis dapat mengetahui tingkat pengetahuan kader tentang

penyakit TBC di Puskesmas Klirong II Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen.

- Penulis mengadakan secara langsung dengan mengikuti pelatihan tentang penyakit

TBC dan dengan melaksanakan program tentang penanganan penyakit TBC

termasuk kegiatan pelayanan masyarakat dari penyakit TBC. Dimana sebelumnya

penulis telah menyiapkan pertanyaan yaitu yang meliputi sejauhmana tingkat

pengetahuan kader tentang penyakit TBC di Puskesmas Klirong II Kecamatan

Klirong Kabupaten Kebumen.

Page 21: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

- Dengan adanya kegiatan pelatihan tentang penyakit TBC, apalagi bila ditunjang

dengan aktifitas mereka untuk mengikutinya, kader akan lebih merasakan penting

dan manfaatnya pengetahuan tentang penyakit TBC. kader akan lebih termotivasi

dan semangat tinggi dengan tersedianya pengalaman tambahan berupa kegiatan

pelatihan tersebut.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pelaksanaan program Puskesmas tentang penyakit TBC, baik yang menyangkut

kegiatan rutin maupun kegiatan pelayanan kesehatan yang meningkat terus sesuai

dengan tahapan tugas-tugas yang ditangani oleh para kader yang mengelolanya

tentu semakin bertambah berat, terlebih dikaitkan dengan pencapaian sasaran yang

harus efektif.

2. Dalam hal ini memerlukan kader yang dapat bekerja sesuai dengan ketentuan yang

dilaksanakan di Puskesmas Klirong II. serta para kader yang mempunyai

pengetahuan tentang penyakit TBC. Untuk ini adalah melalui pelatihan

tentangpenanganan penyakit TBC, sebab melalui pelatihan akan diperoleh kader-

kader yang dapat ditingkatkan pengabdian, mutu, serta akan tercipta pola berfikir

yang sama, terciptanya dan berkembangnya metode kerja yang lebih baik.

3.

25

Page 22: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

Adapun pelatihan tentang penyakit TBC yang dilaksanakan di Puskesmas Klirong II kepada para kader, maksudnya untuk mendapatkan pengetahuan tambahan, agar mereka lebih siap menghadapi masalah – masalah penyakit TBC dan untuk kader baru dapat menambah ilmu tentang penyakit TBC

B. Saran

1. Bahwa dengan dilaksanakannya pelatihan kader tentang penyakit TBC akan dapat

meningkatkan pengetahuan, keterampilan bagi para kader dalam menginformasikan

tentang penyakit TBC ke masyarakat luas pada umumnya dan masyarakat klirong pada

khususnya. Untuk itu perlu dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.

2. Untuk menunjang program kerja, faktor-faktor seperti fasilitas dan sarana dan

prasarana pelatihan akan sangat berperan. Adanya gedung dan perpustakaan untuk

menunjang kegiatan pelatihan para kader sudah cukup baik, walaupun masih ada

kekurangan-kekurangan, dan mudah-mudahan kekurangan-kekurangan tersebut di masa

yang akan datang dapat diatasi, karena sarana dan prasarana ikut menentukan dalam

mencapai tujuan.

3. Pelatihan yang telah dijalankan hendaknya dijadikan sebagai tempat menghasilkan

bibit-bibit kader muda untuk menggantikan kader yang akan dan telah pensiun sehingga

alih generasi akan ada hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad H.M., 1997. Praktisi Aplikasi Chi- Square dalam bidang kesehatan, Alfa Publicing,

Semarang.

Bia Ikawati, Kaitan Karakteristik Petugas dengan Kinerja Petugas Surveilans TB Paru Pada

Puskesmas Di Kabupaten Kebumen, FKM Undip Semarang, Tahun 2001.

Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI, Kebijakan pelayanan kesehatn kerja di era desentralisasi . dalam Konvernsi nasional kesehatan kerja, Jakarta 25-26 Agustus 2008

Page 23: Gambaran Tingkat Pengetahuan Kader Tentang Penyakit TB Paru Di Puskesmas Klirong II

DepKes RI., 1996. Metode Survei Cepat, Pusat Data Kesehatan, DepKes RI, Jakarta.

DepKes RI., 2003. Prosedur Kerja Surveilan Faktor Resiko Penyakit Menular dalam

Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Terapdu Berbasis Wilayah,

khusus: Faktor Resiko Lingkungan dan Perilaku, Dirjen PPM & PL, DepKes RI,

Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen., 2003. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen tahun

2003, Dinkes Kabupaten Kebumen, Kebumen.

Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit STIE YKPN Yogyakarta,

edisi kedua, 1999

Kebijakan Teknis program kesehatan kerja Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002

Lawlor, A dan Peka F. Manual Peningkatan Produktivitas. SIUP Grower Publising Company

Limited Binamar Teknika. Jakarta. 1998.

Moekijat. Fungsi-fungsi Manajemen. Mandar Maju. Bandung. 2000

Murwati B Raharjo, Pendidikan dan Masyarakat Sebagai sarana Pemerataan Pendapatan.

CSIS. Jakarta. 1983.