GAMBARAN PENGELOLAAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DI ...
Transcript of GAMBARAN PENGELOLAAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DI ...
GAMBARAN PENGELOLAAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DI
LABORATORIUM FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2019
SKRIPSI
Oleh :
Diandra Dinda
NIM: 11151010000059
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1441 H
i
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 15 November 2019
Diandra Dinda, NIM 11151010000059
GAMBARAN PENGELOLAAN PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DI LABORATORIUM
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN
2019
x+ 281 halaman, 12 tabel, 9 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Laboratorium kimia ataupun laboratorium yang didalamnya terdapat bahan kimia dinilai
berisiko untuk menimbulkan risiko kesehatan maupun risiko keselamatan. Upaya untuk dapat
mengatasi salah satu faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan laboratorium yaitu melalui
penerapan 7 prinsip penyimpanan bahan kimia aman yaitu : (1) pelabelan bahan kimia, (2)
kompatibilitas, (3) pengadaan bahan kimia sedikit, (4) perawatan kebersihan wadah dan
laboratorium, (5) pengendalian stok bahan kimia (6) peletakkan bahan kimia dan (7) penyimpanan
yang dapat dijangkau dengan penglihatan. Banyaknya variasi bahan kimia yang terdapat di 7
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut maka perlu untuk
adanya penanganan terhadap pemenuhan aspek penyimpanan bahan kimia.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di 7 laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, penelitian II, kimia obat,
PDR, PHA, PSO dan HEN tahun 2019. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh bahan kimia yang
digunakan untuk kegiatan praktikum mahasiswa dan bukan merupakan bahan kimia yang sudah
berbentuk produk. Informan dalam penelitian ini yaitu laboran, kepala STP serta Kepala
laboratorium FIKES dari masing-masing laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh laboratorium berada pada kategori tidak aman
(tidak terpenuhi 100% keseluruhan aspek penyimpanan bahan kimia). Seluruh laboratorium telah
memenuhi aspek peletakkan bahan kimia. Sedangkan mengenai aspek pelabelan dan aspek
kompatibilitas hanya terpenuhi di laboratorium PHA.
Oleh karena itu, pengelola laboratorium perlu untuk menyusun serta mensosialisasikan
standar opersional kerja (SOP) yang mencakup seluruh prinsip penyimpanan bahan kimia dan
menyelenggarakan review secara berkala mengenai pelaksaanaan laboratorium.
Kata Kunci : Penyimpanan bahan kimia , Pelabelan bahan kimia, compatibility, FIFO & FEFO
Daftar bacaan : 70 bacaan (1991 – 2019)
ii
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Undergraduated Thesis, 15 November 2019
Diandra Dinda, NIM: 11151010000059
DESCRIPTION OF CHEMICAL STORAGE MANAGEMENT IN LABORATORY OF
FACULTY OF HEALTH SCIENCE UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IN 2019
x + 281 pages + 12 tables + 9 pictures, 3 attachments
ABSTRACT
Chemical laboratories or laboratories where chemicals are present are considered risky to
pose health risks and safety risks. Efforts to overcome one of the factors that can cause laboratory
accidents are through the application of 7 principles of safe chemical storage : (1) labelling, (2)
compatibility, (3) minimize quantities (4) maintain good houskeeping (5) maintain good stock
control (6) do not store chemical under sink and (7) sensible shelf storage. The many variations of
chemicals found in 7 laboratories at the Faculty of Health Sciences of UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, it is necessary for the handling of the fulfillment of chemical storage aspects.
This research is a descriptive qualitative research that aims to find out the description of the
management of chemical storage in 7 laboratories at the Faculty of Health UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta namely pharmacogonosi-phytochemical laboratory, research II, drug chemistry, PDR, PHA,
PSO and HEN in 2019. Objects in research These are all chemicals used for student practicum
activities and are not chemicals that have been in the form of products. Informants in this study were
laboratory assistants, heads of STP and heads of FIKES laboratories from each laboratory.
The results showed that all laboratories were in the unsafe category (not fulfilled 100% of
all aspects of chemical storage). All laboratories meet the chemical laying aspects. Whereas
regarding labeling aspects and compatibility aspects are only fulfilled in PHA laboratories.
Therefore, laboratory managers need to develop and socialize operational standards (SOPs)
that cover all the principles of chemical storage and conduct periodic reviews of laboratory
implementation.
Keyword : Chemical storage, labeling, compatibility, FIFO & FEFO
Reference : 70 (1991-2019)
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Diandra Dinda
NIM : 11151010000059
Prodi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Islam Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (n e c e a ree) atas Karya ilmiah
Saya yang berjudul : Gambaran Pengelolaan Penyimpanan Bahan Kimia Di Laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan hak bebas royalty Non-eksklusif ini
UIN berhak menyimpan mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pengkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir Saya selama tetapi mencantumkan
nama Saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta,
Diandra Dinda
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Diandra Dinda
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 13 Februari 1996
Agama : Islam
Alamat : Jl. Hj. Mawi Desa Bojong Indah RT/RT 01/01 No 92
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.
No. Handphone : 0881025142642
Email : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
2002-2003 : TK Nurul Fatimah
2003-2009 : SDN Waru 01
2009-2012 : SMPN 1 Parung
2012-2015 : SMAN 1 Parung
2015-sekarang : Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Organisasi dan Pengalaman Kerja
2017-2018 : Anggota Department Public relations Forum Studi
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
2018-2019 : Anggota Department Human Resources Development
Forum Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2018 : Pengalaman Belajar Lapangan I dan II di wilayah
viii
Kerja Puskesmas Kampung Sawah, Ciputat,
Tangerang Selatan.
2019 : Magang di PT. Telkom Indonesia Gatot Subroto
Regional II, Jakarta
viii
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakhatuh
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan nikmat
yang telah diberikan sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan
harapan. Sholawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kami nabi besar
Muhammad SAW yang menjadi teladan bagi kita semua. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
proposal ini kepada:
1. Dr. Zilhadia., M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Catur Rosidati.,M.KM selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Iting Shofwati, ST., M.KKK. Selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun proposal penelitian ini..
4. Kedua orang tua saya bapak Satria Anggara dan ibu Rosmawati yang telah
memberikan kasih sayang dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan
proposal ini.
5. Teman-teman terbaik dan terdekat Kak Ummi Habibah Lubis, Zelda Octaviani, Decy
Rahmawati, Ummu ruqiyah, Fitria Khoiriani, Rika Mardiah Azhari yang telah
membantu dan memberikan semangat dalam menyusun proposal ini.
Demikianlah rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak. Dalam penulisan
proposal penelitian ini penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakhatuh.
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................................ v
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................................xvi
DAFTAR ISTILAH..................................................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ...................................................................................................... 8
D. Tujuan ............................................................................................................................. 8
1. Tujuan Umum .............................................................................................................. 8
2. Tujuan Khusus ............................................................................................................. 8
E. Manfaat ........................................................................................................................... 9
1. Manfaat bagi Peneliti ................................................................................................... 9
2. Manfaat bagi Fakultas Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ........................... 9
F. Ruang Lingkup ................................................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 11
1. Laboratorium ............................................................................................................. 11
a. Pengetian Laboratorium...........................................................................................11
b. Jenis-jenis Laboratorium..........................................................................................12
c. Manajemen Laboratorium........................................................................................13
2. Bahan Kimia ........................................................................................................ ......13
a. Pengertian Bahan Kimia...........................................................................................13
b. Bentuk Bahan Kimia................................................................................................13
xi
c. Sifat-sifat Bahan Kimia............................................................................................15
d. Material Safety Data Sheets.....................................................................................18
e. Bahaya dan Efek Bahan Kimia Berbahaya...............................................................21
f. Interaksi Bahan Kimia...............................................................................................27
3. Penyimpanan Bahan Kimia Aman ...................................................................... ......29
a. Pelabelan Bahan Kimia (Labelling).........................................................................29
b. Kompatibilitas Bahan Kimia(Compatibillity)................................................... ......34
c. Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia Minimal (Minimise quzntities) ......................44
d. Perawatan Kebersihan Labarotorium (Mantain good hosukeeping) .......................45
e. Perawatan terhadap Pengendalian Stok bahan Kimia (Mantain good stock control).52
f. Peletakan Bahan Kimia (Do not store chemical under
sink)..............................................................................................................................53
g. Wadah Penyimpanan dan Ketinggian Bahan Kimia (Store large breakable cointaners,
particulary liquid bellow shoulder height)............................................ ......................53
h. Penyimpanan yang dapat dijangkau oleh penglihatan (sensible shelf storage)........54
B. Kerangka Teori.............................................................................................................. 56
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ............................................. 57
A. Kerangka Konsep .......................................................................................................... 57
B. Definisi Istilah ............................................................................................................... 59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................ 70
A. Desain Peneltian ............................................................................................................ 70
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................................ 70
C. Objek dan Informan Penelitian ..................................................................................... 70
1. Objek ......................................................................................................................... 70
2. Informan .................................................................................................................... 70
D. Instrumen Penelitian...................................................................................................... 71
1. Lembar Observasi ...................................................................................................... 71
2. Pedoman Wawancara ................................................................................................ 71
3. Alat Ukur ................................................................................................................... 71
4. Recorder .................................................................................................................... 71
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................ 71
F. Validasi Data ................................................................................................................. 76
G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data .................................................................. 80
xii
BAB V HASIL ......................................................................................................................... 84
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................................. 84
B. Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia ........................................................................ 88
1. Gambaran Pelabelan Bahan Kimia ............................................................................ 89
2. Gambaran Kompatibilitas Bahan Kimia ................................................................... 94
3. Gambaran Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia yang Sedikit .................................. 102
4. Gambaran Terkait Perawatan Kebersihan Laboratorium ........................................ 106
5. Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia ................................... 161
6 Gambaran Peletakan Bahan Kimia .......................................................................... 171
7 Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia ................................................................... 174
BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................................... 182
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................... 182
B. Pemetaan Penyimpanan Bahan Kimia ....................................................................... 182
1. Pelabelan Bahan Kimia ........................................................................................... 184
2. Kompatibilitas Bahan Kimia ................................................................................... 185
3. Pengadaan Bahan Kimia.......................................................................................... 186
4. Perawatan Kebersihan Laboratorium ...................................................................... 190
5. Perawatan Terhadap Pengendalian Stok Bahan Kimia ........................................... 191
6. Peletakan Bahan Kimia ........................................................................................... 268
7. Penyimpanan Bahan Kimia yang Dapat Dijangkau ................................................ 268
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 273
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 273
B. Saran ........................................................................................................................... 277
1. Saran untuk Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ................ 277
2. Saran untuk Pengelola Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ....................................................................................................... 278
xiii
a. Kepala Laboratorium ......................................................................................... 278
b. Kepala STP ........................................................................................................ 279
DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelompok Bahan Kimia dan Kelompok Inkompatibilitas .......... ..........37
Tabel 2.2 Bahaya dari Penyimpanan Bahan Kimia yang Tidak Memerhatikan
Kompatibilitas Bahan Kimia ................................................................. 43
Tabel 4.1 Ringkasan Triangulasi Data ................................................................... 78
Tabel 5.1 Gambaran Kompatibilitas Bahan Kimia ................................................ 90
Tabel 5.2 Gambaran Pelabelan Bahan Kimia ........................................................ 95
Tabel 5.3 Gambaran Pengadaan Kuantitas ......................................................... 103
Tabel 5.4 Gambaran Metode 5S .......................................................................... 104
Tabel 5.5 Ringkasan Pemenuhan Kriteria Aspek Kebersihan Laboratorium ...... 160
Tabel 5.6 Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia ............... 162
Tabel 5.7 Gambaran Peletakan Bahan Kimia ...................................................... 171
Tabel 5.8 Gambaran Ketinggian Rak Penyimpanan............................................ 174
Tabel 5.9 Pemetaam Aspek Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia ........................ 180
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Piktogram BahayaGlobal Harmonized System ............ .................30
Gambar 2.2 Elemen Label Global Harmonized System .................................... 32
Gambar 2.3 Kesalahan Pelabelan Bahan Kimia ................................................. 33
Gambar 2.4 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia ............................................ 36
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Prinsip Penyimpanan Bahan
KimiaAman di Laboratorium menurut Univeristy
Nothingham, (2012) ...................................................................... 58
Gambar 5.1 Dokumentasi Pelabelan ................................................................. 92
Gambar 5.2 Dokumentasi Temuan Bahan Kimia yang Disimpan
Tidak Kompatibel .......................................................................... 99
Gambar 5.3 Dokumentasi Buku Catatan Kerusakan Alat ............................... 127
Gambar 5.4 Dokumentasi Modul dan Handout Materi Pelatihan ................... 154
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran 1 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia............................................................
B. Lampiran 2 Lembar Observasi Penyimpanan Bahan Kimia Laboratorium ....................
C. Lampiran 3 Pedoman Wawancara ....................................................................................
xvii
DAFTAR ISTILAH
APD : Alat Pelindung Diri
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun
FIFO : First in - First Out
FEFO : First Expired – First Out
HEN : Helath Environment
HSE : Health Safety Executive
ILO : Institute Labour Organization
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
MSDS : Material Safety Data Sheets
OSHA : Occupational Safety Health Administration
PMK : Peraturan Menteri Kesehatan
5S : Sort, set in order, shine, sustain, dan standardize
UIN : Universitas Islam Negeri
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laboratorium merupakan suatu tempat untuk melakukan kegiatan eksperimen
sebagai pembuktian penelitian yang ditunjang oleh adanya peralatan dan infrastruktur
yang lengkap seperti tersedianya fasilitas air, listrik. (Muna, 2016). Dalam arti luas
menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Biorkrasi Nomor
03 Tahun 2010 laboratorium adalah penunjang akademik pada lembaga pendidikan,
berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat pemanen atau bergerak, dikelola
secara sistematis untuk kegiatan pengujian, kalibrasi dan atau produksi dalam skala
terbatas dengan menggunakan peralatan dan bahan berdasarkan metode keilmuan
tertentu dalam rangka pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
Laboratorium kimia ataupun laboratorium yang didalamnya terdapat bahan
kimia dinilai berisiko untuk menimbulkan risiko kesehatan maupun risiko
keselamatan serta dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang berasal dari bahan kimia (Lizza, 2009). Hal ini disebabkan karena
banyaknya bahan kimia yang masing-masing memiliki sifat mudah terbakar,
meledak, reaktif terhadap air atau asam, beracun dan gas bertekanan. (Harjanto,
2011)
Menurut data yang tercatat kasus kecelakaan Laboratoium sekolah menengah
di dunia yang dilaporkan oleh Education Bureau pada tahun 2014/2015 yaitu
sebanyak 280 kasus, dimana 241 siswa dan 10 anggota staff terluka. (Education
Bureau, 2015). Di Indonesia sendiri, kasus kecelakaan laboratorium kimia pernah
2
tercatat mengalami kebakaran akibat dari penyimpanan bahan-bahan eksplosif dan
mudah terbakar. Hal ini dapat terjadi dikarena campuran tersebut inkompatibel.
Selain itu terjadi keracunan peptisida akibat kesalahan dalam penyimpanan dan
penggunaannya. (Adiesendjaja, 2004) .
Faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan laboratorium menurut
Education Bureau yaitu berasal dari faktor individu seperti pengetahuan dan
kecerobohan pengguna labarotoium. Kecerobohan pengguna laboratorium 95%
berkontribusi menyebabkan kecelakaan di laboratorium. Kemudian didukung dengan
faktor manajemen yaitu pembuangan bahan kimia yang tidak baik dan
penanganan bahan kimia yang tidak tepat seperti pemisahan, pengemasan, pelabelan
dan penyimpanan bahan kimia yang tidak memerhatikan prinsip-prinsip
penyimpanan bahan kimia yang aman.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Education Bureau sumber
terjadinya kecelakaan di laboratorium adalah kurangnya pengetahuan dan
pemahaman tentang bahan kimia dan proses perlengkapan dan peralatannya dan
kurang mengikuti petunjuk atau aturan-aturan baik penggunaan bahan kimia
maupun penyimpanan (Adiesendjaja, 2004). Adapun sumber penyebab kecelakaan
laboratorium yang lain yaitu kurang jelasnya petunjuk dan pengawasan , kurangnya
bimbingan siswa atau mahasiswa dalam melakukan kegiatan laboratorium, kurang
tersedianya perlengkapan keamanan dan pelindung kegiatan laboratorium, dan
kurang bersikap hati-hati dalam melakukan kegiatan.
Terkait dengan faktor manajemen mengenai penyimpanan bahan kimia
terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan penyimpanan
bahan kimia agar aman. Menurut University Nottingham, (2012) prinsip-prinsip
penyimpanan bahan kimia aman yaitu harus memenuhi delapan aspek, yaitu :
3
Labelling (pelabelan bahan kimia, Compatibillity (kompabilitas bahan kimia),
minimize quantities (Pengadaan kuantitas bahan kimia yang sedikit), maintain good
houskeeping (perawatan kebersihan laboratorium yang baik), maintain good stock
control (perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia), do not store chemical
under sink (peletakaan bahan kimia), store large breakable cointaners, perticulary
liqubabid bellow shoulder height (wadah bahan kimia dan ketinggian rak
penyimpanan bahan kimia), sensible shelf storage (penyimpanan yang dapat
dijangkau oleh penglihatan).
Aspek yang pertama yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia
yaitu Labelling (pelabelan bahan kimia). Menurut Peraturan Perindustrian No.23/M-
IND/PER/4/2013 menjelaskan bahwa setiap bahan kimia tunggal maupun bahan
kimia campuran wajib diberikan label. Fungsi label pada bahan kimia yaitu untuk
memberikan informasi dan mengingatkan pengguna yang terdiri dari penanda
produk, piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan bahaya, identifikasi produsen serta
mengenai tindakan pencegahan dan langkah-langkah secara singkat untuk
meminimalisir atau mencegah efek dari bahaya fisik, kesehatan maupun lingkungan.
Selain itu dalam kaitannya dengan penyimpanan, label memberikan informasi penting
untuk siapa saja yang menangani, menggunakan, menyimpan, dan mengangkut bahan
kimia berbahaya (OSHA, 2013).
Aspek yang kedua yang harus dipenuhi dalam menyimpan bahan kimia yaitu
harus memerhatikan kompatibilitas dari masing-masiing bahan kimia (compatibility).
Menurut WHO, (2004) penyimpanan bahan kimia yang sesuai standar dinilai sangat
penting mengingat sejumlah bahan kimia yang diperlukan untuk penggunaan sehari-
hari harus disimpan ditempat khusus dan sesuai dengan matriks penyimpanan bahan
kimia. Penyimpanan bahan kimia yang tidak mengikuti standar atau matriks
4
penyimpanan dapat menimbulkan reaksi ledakan, kebakaran dan menimbulkan
racun. (Harjanto, 2011). Kompatibilitas bahan kimia adalah pedoman umum untuk
penyimpanan material bahan kimia berbahaya yang tujuannya agar bahan kimia
tersebut tidak tercampur ataupun bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan.
Kompatibilitas bahan kimia sangat penting ketika terdapat beberapa bahan kimia
yang berbahaya memilki sifat yang tidak similar. (MEMD Milliporse, 2013)
Aspek ketiga yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu
dengan menerapkan prinsip pengadaan kuantitas bahan kimia yang sedikit (minimise
quantities). Menurut American Chemical Society, (1993) konsep minimise quantities
dikenal sebagai dengan konsep Less is better yaitu penggunaan bahan kimia dalam
jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar. Pembelian bahan kimia dalam
jumlah besar dapat menyita tempat atau gudang penyimpanan bahan kimia serta
menjadi tidak efisien. Selain itu efek yang ditimbulkan dari adanya jumlah bahan
kimia yang terlalu banyak yaitu dapat berpotensi menimbulkan risiko bahaya yang
tinggi.
Aspek keempat dari penyimpanan bahan kimia yaitu perawatan kebersihan
laboratorium yang baik (maintain good houskeeping). Menurut safety culture, (2018)
aspek houskeeping dapat diterapkan di semua tempat kerja termasuk laboratorium.
Aspek houskeeping diterapkan untuk meningkatkan efesiensi penyimpanan,
kebersihan, kerapihan, pengawasan pada wadah, serta standar yang harus dipatuhi
dalam menjaga keamanan laboratorium melalui metode 5S (sort, set in order, shine,
sustain, dan standardize)
Aspek kelima dari penyimpanan bahan kimia yaitu perawatan terhadap
pengendalian stok bahan kimia (maintain good stock control). Didalam aspek ini
memerhatikan pengelolaan terkait persediaan bahan kimia meliputi pengecekan
5
tanggal kadarluarsa dan pemberian label tanggal ketika botol pertama kali dibuka.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan laboratorium
klinik menyebutkan bahwa laboratorium yang sudah ada harus ditangani secara
cermat dengan mempertimbangkan perputaran pemakaian dengan kaidah FIFO (First
in - First Out) dan FEFO (First Expired – First Out).
Aspek keenam yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu
peletakkan bahan kimia (do not store chemical under sink). Menurut Occupational
Safety Health and Administration Penyimpanan bahan kimia dilarang disimpan di
bawah westafel. Hal ini disebabkan oleh sebagian bahan kimia yang mudah berekasi
dengan air dapat menimbulkan reaksi melepaskan gas yang mudah terbakar.
Aspek ketujuh yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu
wadah bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan store large breakable
cointaners, particulary liquid below shoulder height. Penyimpanan bahan kimia harus
memerhatikan wadah bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan bahan kimia.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 bahan kimia tertentu dapat
berinteraksi dengan wadahnya dan akan menimbulkan kebocoran ataupun kerusakan.
Selain itu ketinggan dari peletakkan bahan kimia menurut University of Nothingham,
(2012) harus setinggi bahu orang dewasa. Menurut Stephen, (1994) bahan kimia
dilarang diletakkan dilantai. Hal ini disebabkan untuk mencegah terjadinya tumpahan
secara tidak sengaja yang dapat memicu kontak ataupun reaksi.
Aspek kedelapan yang harus dipenuhi dalam penyimpanan bahan kimia yaitu
sensible shelf storage. Menurut WHO efek yang ditimbulkan akibat adanya uap kimia
yang dihasilkan dari penyimpanan yang tidak sesuai dapat merusak sistem
pernapasan, sistem pencernaan, darah, paru-paru, hati, ginjal, serta organ dan
jaringan lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa bahan kimia diketahui bersifat
6
karsinogenik. Terlepas dari efek yang lebih serius yang disebutkan di atas, paparan
uap kimia dapat mengakibatkan gangguan yang tidak menunjukkan efek segera
terlihat, yaitu dapat berupa kurangnya koordinasi, mengantuk dan gejala serupa, yang
mengarah ke peningkatan rawan kecelakaan. (WHO, 2004)
Dalam peraturan Menteri Riset teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44
Tahun 2015 perguruan tinggi harus memenuhi standar sarana pembelajaran yang
dimana salah satunya yaitu laboratorium. Untuk itu sebagai fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan, Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta memiliki 18 laboratorium. 7 laboratorium diantaranya terdapat bahan kimia
yang bervariasi. Laboratoirum tersebut sering digunakan untuk sarana pembelajaran
maupun praktikum oleh mahasiswa Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun rincian dari laboratorium tersebut yaitu berjumlah 7 laboratoium
diantaranya yaitu laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR,
penelitian II, PSO, dan PHA. Berdasarkan data inventaris alat dan bahan kimia
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui dari 7
laboratorium tersebut terdapat bahan kimia bervariasi sebanyak 347.
Berdasarakan studi pendahuluan yang dilakukan di dua laboratorium melalui
observasi dan wawancara, pada laboratoium Farmakogonosi-Fitokimia Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditemukan bahwa terdapat 21 wadah
bahan kimia di laboratorium farmakogonosi tidak terdapat label yang sesuai dengan
persyaratan, ditemukan 1 bahan kimia yang ditempatkan tidak sesuai dengan sifat
komptibilitasnya, tidak melakukan pengecekkan tanggal kadarluarsa, tidak
memberikan label dan tanggal ketika botol pertama kali dibuka, wadah bahan kimia
diletakkan di lantai dan tidak menerapkan masa kadarluarsa pada bahan kimia yang
telah memasuki tanggal expired. Selain itu pada laboratorium penelitian II ditemukan
7
sebanyak 144 wadah bahan kimia tidak terdapat label yang sesuai, 1 bahan kimia
tidak ditempatkan sesuai dengan kompatibilitas, tidak melakukan pengkajian pada
tanggal kadaluarsa, tidak melakukan aduit untuk memantau keefektifan dari praktik
kerja yang aman, tidak memberikan label ketika botol pertama kali dibuka dan tidak
menerapkan masa kadaluarsa bahan kimia yang sudah memasuki tanggal expired.
Melihat dari adanya ketidaksesuaian tersebut serta efek yang ditimbulkan dari
penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai dengan prinsip penyimpanan bahan
kimia yang aman maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengelolaan
penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Penyimpanan bahan kimia merupakan salah satu faktor manajemen yang
berkontribusi menyebabkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja di laboratorium.
Banyaknya jumlah dan variasi bahan kimia memperbesar risiko untuk menimbulkan
kecelakaan maupun penyakit akibat kerja di laboratorium. Dalam kaitannya dengan
hal tersebut prinsip penyimpanan bahan kimia yang aman dan sesuai standar dinilai
sangat penting.
Melihat dari adanya ketidaksesuaian tersebut serta efek yang ditimbulkan dari
penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai dengan prinsip penyimpanan bahan
kimia yang aman maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengelolaan
penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.
8
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di 7 laboratorium
Fakultas Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2019?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di 7
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pelabelan (Labelling) bahan kimia di laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2019
b. Diketahuinya gambaran kompatibilitas bahan kimia (Compatiblity) di
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
c. Diketahuinya gambaran pengadaan kuantitas bahan kimia yang sedikit
(minimise quantites) bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
d. Diketahuinya gambaran terkait perawatan kebersihan laboratorium
(maintain good houskeeping) di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
e. Diketahuinya gambaran perawatan dan pengendalian stok bahan kimia
(maintain good stock control) di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
9
f. Diketahuinya gambaran peletakan bahan kimia (do not store chemical
under sink) di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
g. Diketahuinya gambaran penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau
oleh penglihatan (sensible shelf storage) di laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
E. Manfaat
1. Manfaat bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai bahan referensi
dan bacaan oleh peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai keselamatan
laboratoium di laboratorium yang terdapat bahan kimia.
2. Manfaat bagi Fakultas Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Dapat mengetahui gambaran pemenuhan standar prinsip penyimpanan bahan
kimia di laboratorium yang akan dijadikan sebagai bahan evaluasi
penyimpanan bahan kimia
b. Memberikan referensi masukan dan saran dalam menciptakan laboratarium
yang aman, nyaman dan sehat bagi laboran dan mahasiswa
c. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembuatan program
pengendalian risiko paparan bahan kimia akibat salah penyimpanan
F. Ruang Lingkup
Penelitan ini didasarkan oleh hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan
dimana hasilnya ditemui terdapat ketidaksesuaian dari prinsip penyimpanan bahan
kimia di laboratorium. Ketidaksesuaian tersebut memberikan implikasi ingin
diketahuinya mengenai gambaran pengelolaan penyimpanan bahan kimia di
10
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2019.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - November 2019 dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan objek seluruh bahan
kimia yang terdapat di delapan laboratoium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu (Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia
obat, PDR, penelitian II, PSO dan PHA, serta informan utama yaitu laboran dan
informan pendukung yaitu kepala STP dari setiap laboratorium tersebut.
Pengumpulan data diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Dimana data
primer diperoleh dari observasi langsung dan wawancara yang hasilnya dibandingkan
dengan standar, matriks penempatan bahan kimia (Chemical Compatibility Chart) dan
Material Safety Data Sheet. Sedangkan terkait data sekunder berasal dari daftar
inventaris alat dan bahan, daftar penggunaan bahan habis pakai serta Material Safety
Data, aturan / SOP laboratorium
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Laboratorium
a. Pengertian Laboratorium
Laboratorium diartikan sebagai tempat untuk melakukan percobaan atau
meneyelidiki sesuatu yang berhubungan dengan fisika, kimia. Kata laboratorium
berasal dari laboratory yang didalamnya mengandung banyak pengertian yaitu
sebagai tempat yang memuat peralatan untuk mengadakan eksperimen di dalam
sains atau melakukan pengujian dan analisis. Arti lain dari laboratory yaitu
bangunan atau ruang yang dilengkapi dengan peralatan penunjang untuk melakukan
penelitian ilmiah atau praktek kimia dan obat-obatan. Selain tiu kata laboratory
berarti tempat atau ruang kerja ilmuan untuk melakukan penelitian ilmiah untuk
melakukan eksperimen dibidang studi sains fisika, biologi dan kimia.
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 03 Tahun 2010 labortorium adalah unit penunjang
akademik pada lembaga pendidikan, berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat
permanen atau bergerak, dikelola secara sistematis untuk kegiatan pengujian,
kalibrasi dan produksi dalam skala terbatas dengan menggunakan peralatan dan
bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu dalam rangka pelaksanaan pendidikan,
penelitian dan pengabdian msyarakat.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa laboratorium merupakan tempat atau wadah yang berisi perlengkapan untuk
melakukan ekperimen atau pengujian, kalibrasi dan produksi dengan menggunakan
12
metode tertentu dalam rangka melaksanakan penelitian, pendidikan, pembelajaran
dan pengabdian masyarakat dalam bidang ilmu tertentu
b. Jenis-jenis Laboratorium
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi No. 03 tahun 2010 laboratorium pendidikan dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1) Laboratorium Tipe I merupakan laboratorium yang terdapat di sekolah dasar
pada jenjang pendidikan menengah, atau unit pelaksana teknis yang
menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang
peralatan kategori I dan II, dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori
umum untuk melayani kegiatan pendidikan siswa.
2) Laboratorium Tipe II merupakan laboratorium yang tedapat di perguruan tinggi
tingkat persiapan (semester I,II) atau unit pelaksana teknis yang
menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang
peralatan kategori I dan II dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori
umum untuk melayani kegiatan pendidikan mahasiswa.
3) Laboratorium Tipe III merupakan laboratorium bidang keilmuan terdapat di
jurusan atau program studi atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan
pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peraltan kategori I, II dan
II dan bahann yang dikelola adalah bahan kategori umum dan khusus untuk
melayani kegiatan pendidikan dan penelitian mahasiswa dan dosen.
4) Laboratorium Tipe IV merupakan laboratorium terpadu yang terdapat di pusat
studi fakultas atau universitas atau unit pelaksana teknis yang
menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan dengan fasilitas penunjang
perlatan kategori I,II dan II dan bahan yang dikelola adalah bahan kategoti
13
umum dan khusus untuk melayani kegiatan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, mahasiswa dan dosen.
c. Manajemen Laboratorium
Manajemen adalah proses dalam mencapai suatu sasaran dengan penggunaan
sumberdaya secara efektif. Manajemen labaoratorium sendiri diartikan sebagai
pelaksanaan dalam pengadministrasian, perawatan, pengamanan, perencanaan untuk
pengembangan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan. Manajemen
laboratorium mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan serta
pengawasan. Hal ini bertujuan untuk mengatur dan memelihara alat dan bahan yang
terdapat di dalam laboratorium dan menunjang keselamatan laboratorium.
(Wahyukaeni, 2005)
2. Bahan Kimia
a. Pengertian Bahan Kimia
Dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 23/M-
IND/PER/4/2013 disebutkan bahwa bahan kimia adalah semua materi dalam bentuk
cairan, padat atau gas berupa unsur atau senyawa dalam bentuk tunggal atau
campuran dan memiliki sifat khusus. Dalam kaitannya dengan bentuk dari bahan
kimia, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik sifat fisik
maupun secara sifat kimiawinya
b. Bentuk Bahan Kimia
Dalam menjalankan aktivitasnya pengguna laboratorium maupun petugas
laboratorium setingkali terpapar berbagai bahan kimia. Penggunaan bahan kimia di
laboratorium umumnya digunakan dalam jumlah sedikit namun mencakup jenis
yangg sangat beragam. Menurut Endang, (2003) berdasarkan wujudnya bahan kimia
14
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu bahan kimia yang berbentuk padat, cair dan
gas.
Menurut Shofwati, (2009) dengan mengetahui bentuk fisiknya bahan kimia
maka akan mempermudah mengidentifikasi dan mengenali efek kesehatan yang
ditimbulkannya. Hal ini disebabkan oleh diketahuinya jalur masuk kedalam tubuh.
Adapun sifat fisik bahan kimia adalah sebagai berikut :
1) Padatan dan cairan yang mudah melayang di Udara (Air-borne)
Bahan kimia baik dalam bentuk cair maupun padat dapat melayang diudara.
2) Mist (Kabut)
Mist merupakan awan airborne yang berupa tetesan cairan yang kecil.
3) Vapour (Uap)
Cairan dapat berubah menjadi uap ketika cairan tersebut bercampur dengan
udara melalui peroses penguapan. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur dan
tekanan. Uap dapat dihasilkan dari proses penguapan yang merupakan hasil
dari cairan yang dipanaskan.
4) Dust (Debu)
Debu tersusun dari patikel padat yang sangat kecil yang berasal dari bahan
padat yang dihancurkan.
5) Fume (Kabut Tebal)
Fume merupakan materi berbentuk partikel yang terdiri atas partikel padata
atau cair yang dihasilkan oleh pengembunan keadaan gas. Umumnya
ditimbulkan dari adanya penguapan yang diiringi dengan reaksi kimia seperti
oksidasi. Fume terbentuk ketika bahan padat berubah menjadi cair. Partikel
fume umumnya sangat kecil diamternya berkisar <1 mikro sehingga dapat
terhirup.
15
6) Smoke (Asap)
Smoke merupakan campuran gas dan emisi partikel dari cerobong ketel uap,
asap mengandung partikel padat yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon.
c. Sifat-Sifat Bahan Kimia
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan laboratorium klinik berdasarkan sifatnya bahan kimia terbagi
menjadi :
1) Bahan Mudah Terbakar
Merupakan bahan kimia yang mudah berekasi dengan oksigen dan dapat
menimbulkan kebarakan. Reaksi kebakran yng amat cepat dapat menimbulkan
ledakan. Bahan kimia yang memliki sifat mudak terbakar dapat berwujud gas,
padat, cair yang mudah menguap ataupun bahan padat yang berbentuk debu
jika terpapar atau terdispersi dengan udara makan akan meledak.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 tentang
penyelenggaraan laboratorium klinik, jenis bahan kimia mudah terbakar dapat
digolongkan menjadi tiga sub golongan, yaitu :
a) Zat padat mudah terbakar
Zat padat yang mudah terbkar adalah bahan padat yang tidak
mudah meledak, dapat menimbulkan kebakaran karena gesekan,
absorpsi uap, perubahan kimia yang spontan dan penyimpanan panas
selama proses. Pada umumnya zat padat lebih sukar terbakar
dibandingkan dengan zat cair, tetapi zat padat berupa serbuk halus
mudah terbakar daripada zat cait atau gas. Contoh yang termasuk
16
golongan ini adalah belerang, fosfor, hibrida logam, logam alkali dll
(PMK. No. 43 Tahun 2013).
b) Zat cair mudah terbakar
Zat cair yang mudah terbakar adalah bahan cair yang mudah
menguap serta uapnya mudah terbakar pada suhu dibawah 25,5 C.
Golongan ini paling banyak dijumpai dan di laboratorium serta dikenal
sebagai pelarut organik. Contoh : eter, alkohol, aseton, benzena heksan
dll. Pelarut tersebut pada suhu kamar dapat menghasilkan uap yang jika
bereaksi dengan udara pada perbandingan tertentu dapat terbakar oelh
adanya api atau loncatan listrik (PMK. No. 43 Tahun 2013).
Sifat fisika dan kimia dari zat cair mudah terbakar menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187 tahun 199 yaitu sebagai berikut
cairan mudah terbakar yaitu memiliki titik nyala >21C dan <55C pada
tekanan 1 atmosfir
c) Gas mudah terbakar
Golongan gas mudah terbakar adalah gas yang amat mudah
terbakar dan sering menimbulkan ledakan. Menurut Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 187 tahun 1999 gas mudah terbakar memiliki titik
didih <20C pada tekanan 1 atmosfir. Contoh : gas alam untuk bahan
bakar, hidrogen, asetilen, etilen oksida dan sebagainya.
2) Bahan mudah meledak (Eksplosif)
Bahan kimia yang memiliki sifat mudah meledak merupakan zat padat
atau cair ataupun campuran yang bereaksi mengahsilkann gas melalui rekasi
kimia. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187 tahun 1999 dari hasil
reaksi tersebut menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta
17
suhu yang tinggi, sehingga dapat meimbulkan kerusakan di sekelilingnya.
Contoh bahan kimia yang mudah meledak yaitu : metanol, eter, aseton, heksana
benzena.
3) Bahan Korosif
Merupakan bahan kimia dapat mengakibtkan kerusakan apabila kontak
dengan jaringan tubuh atau bahan lain. Bahan Kimia yang memiliki sifat
korosif. Contoh bahan kimia yang ebersifat korosif antara lain : anhidrida asam,
alkali, asam sulfat, fenol dll
4) Bahan Beracun.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tentang Penyelenggaraan
laboratorium klinik bahan kimia beracun (toksik) adalah bahan kimia yang
dapat menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena terelan,
terhirup atau terkena kulit. Bahan beracun contohnya : karbondioksida,
benzena, kloroform, sianida dll
5) Bahan Oksidator.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tentang Penyelenggaraan
laboratorium klinik, bahan kimia oksidator adalah bahan kimia yang mungkin
tidak mudah terbakar namun dapat menghasilkan oksigen yang dapat
menyebabkan kebakaran bahan lainnya. Peraturan Menteri tenaga Kerja No.
187 tahun 1999 tentang pengendalian bahan kimia di tempat kerja
menyebutkan bahwa bahan kimia yang bersifat oksidator yaitu apabila reaksi
kimia tau penguraiannya mengahsilkan oksigen yang dapat menyebabkan
kebaran.Contoh bahan kimia yang bersifat oksidator adalah : natrium,
nitrit/nitrat, kalium, klorat, kaporit, asam sedawa, alkena,alkilbenzena.
18
6) Bahan reaktif
Merupakan bahan atau zat-zat yang bereaksi secara liar jika
dicampurkan dengan zat lai, seperti logam alkali yang rektif terhadap air atau
campurnan asam kuat dan basa yang tidak cocok. Menurut Peraturan Menteri
No. 187 tahun 1999 bahan kimia yang ditetapkan termasuk kedalam kriteria
reaktif yaitu apabila bereaksi dengan air dapat mengeluarkan panas dan gas
mudah terbakar atau bereaksi dengan asam dapat mengeluarkan panas dan gas
yang mudah terbakar atau beracun atau korosif.
d. Material Safety Data Sheet
1) Pengertian MSDS
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
23/M-IND/PER/4/2013 Material Safety Data Sheet (Lembar Data Keselamatan
Bahan) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat
fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan khusus
dalam keadaan darurat dan informasi lain yang diperlukan.
2) Kegunaan MSDS
Health Safety Authority, (2018) menyebutkan bahwa lembar data
keamanan berguna untuk memberikan informasi mengenai bahan kimia,
menjelaskan bahaya bahan kimia dan memberikan informasi mengenai
penanganan, penyimpanan dan tindakan darurat jika terjadi kecelakaan.
Dengan demikian Material Safety Data Sheet bermanfaat untuk memberi
petunjuk kepada pekerja (penggunaaan bahan kimia), mecegah pekerja dari
adanya kecelakaan akibat penggunaan bahan kimia, memberikan informasi
19
mengenai pemenuhan tindakan dan peraturan yang berlaku. Safety Data Sheet
harus memuat 16 informasi yaitu :
a. Informasi Produk (Identification of the substance / mixture and of the
company / undertaking)
Berisikan informasi terperinci mengenai perusahaan yang
memproduksi bahan kimia, penggunaan bahan kimia, serta nomor
telepon yang bisa dihubungi dalam situasi darurat.
b. Identifikasi Bahaya (Hazard identification)
Memberikan rincian tentang bahaya, efek yang ditimbulakan dan gejala
potensial dari penggunaan bahan kimia. Dalam informasi ini
membantu menilai risiko kesehatan. Karena pada bagian ini tercantum
informasi batasan yang diizinkan dalam satuan persentase nilai
ambang batas, LDC50, LC10 dll.
c. Informasi komposisi bahan kimia (Composition/ information on
ingredients)
Bagian ini menyeiakan inforamsi tentang indentitas, bahaya dan
konsentrasi zat dalam campuran.
d. Tindakan Pertolongan pertama ( First aid measures)
Menggambarkan tindakan pertolongan pertama yang diperlukan
untuk diambil jika terjadi kecelakaan.
e. Instuksi kebakaran (Fire fighting measures)
Memberikan informasi yang spesifik tentang pemadaman api yang
disebabkan oleh bahan kimia, termasuk media pemadam dan alat
pelindung yang paling cocok untuk digunakan serta prosedur khusus
pemadaman api dan bahaya kebakaran dan ledakan yang tidak lazim
20
f. Instruksi tumpahan dan kebocoran (Accidental release measures
Menjelaskan tindakan apa yang perlu diambil jika ada pelepasan bahan
kimia secara tidak sengaja, tumpahan maupun kebocoran.
g. Penanganan dan Penyimpanan (Handling and storage)
Berisi detail tentang cara menangani dan menyimpan bahan kimia
dengan aman.
h. Pengendalian paparan / APD (Exposure control / personal protection)
Memberikan rincian langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengurangi eksposur, baik pengendalian secara tekmis seperti ventilasi
maupun alat pelindung diri diperlukan untuk melindungi kesehatan,
serta batas pemaparan alam pekerjaan nilai bila diperlukan.
i. Identifikasi Sifat Fisik Kimia (Physycal and chemical properties)
Memberikan informasi rinci tentang fisik/sifat kimia, toksikologi dan
ekologi dari bahan kimia. Seperti titik didih , Vapor Density, tekanan
uap , kelarutan dalam air, Specific Gravity, penampilan dan bau.
j. Stablititas dan Rektivitas (Stabillity and reactivity)
Berisi rincian reaksi berbahaya apapun yang mungkin terjadi jika bahan
kimia digunakan dalam kondisi tertentu atau tercampur.
k. Informasi Toksikologi (Toxicological information)
Memberikan informasi rinci tentang fisik/sifat kimia, ekologi dari
bahan kimia. Selain itu berisikan informasi mengenai efek kesehatan
baik akut maupun kronik akibat dari adanya paparan yang diterima.
Termasuk efek dari teratogenik dan efek mutagenik.
l. Informasi Ekologi (Ecological information)
21
Memberikan informasi rinci tentang fisik/sifat kimia, toksikologi dan
ekologi dari bahan kimia.
m. Informasi Pembuangan Bahan kimi (Disposal considerations)
Menjelaskan bagaimana bahan kimia harus dibuang dengan benar.
n. Informasi Transportasi (Transport Information)
Berisi informasi yang berkaitan dengan transportasi dari bahan kimia.
o. Informasi Peraturan ataupun Regulasi (Regulatory information)
Berisi tentang undang-undang yang relevan.
p. Informasi lainnya (Other information)
Memberikan informasi lain yang relevan dengan bahan kimia tersebut,
misalnya saran pelatihan, teks lengkap dari pernyataan bahaya dll.
e. Bahaya dan Efek Bahan Kimia Berbahaya
Pada dasarnya banyak bahan kimia berbahaya karena dapat menimbulkan
kebakaran (F-flammability hazard), ledakan (R-reactivity / stability hazard) atau
gangguan kesehatan (H-health hazard) bagi pengguna maupun petugas
laboratorium. Berdasarkan Global Harmonzed System klasifikasi bahan kimia
berdasarkan peggolongan bahaya adalah sebagai berikut :
1) Bahaya Fisik
Bahaya fisik bahan kimia yaitu meliputi eksplosif atau mudah meledak, gas
mudah menyala, aerosol mudah menyala, gas pengoksidasi, gas bertekanan,
cairan mudah menyala, padatan mudah menyala, zat dan campuran reaktif,
cairan piroforik, padatan piroforik, zat dan campuran swapanas, zat yang jika
kontak dengan air mengeluarkan gas mudah menyala, cairan pengoksidasi,
padatan pengoksidasi, peroksida organik dan korosif terhadap logam.
22
2) Bahaya Kesehatan
Bahan kimia yang dapat menimbulkan efek kesehatan dapat muncul secara
akut maupun dalam jangka waktu yang lama (kronis). Menurut Global
Harmonzed System bahaya kesehatan yang dapat muncul akibat bahan
kimia berbahaya yang terdapat di laboratorium diantaranya :
a. Toksikan Akut
Toksisitas akut adalah kemampuan bahan kimia untuk dapat
menimbulkan efek setelah terjadinya pajanan yang bersifat satu arah
(single exposure). Indikator dari baha kimia toksik yaitu berupa n ilai
LD50 dan LC50. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187
Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat
Kerja Lethal dose 50 atau LD50 yaitu dosis yang dapat menyebabka
kematian pada 50% binatang percobaan. Sedangkan Lethal
Concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan
kematian pada 50% binatang percobaan. Dampak yang ditimbulkan
dari pajanan satu arah ini dapat menyebabkan efek toksik
lokal,sistemik maupun gabungan dari efek lokal dan sistemik.
Efek lokal merupakan suatu efek yang timbul akibat dari
paparan bahan kimia toksik yang kontak dengan salah satu rute
masuknya pajanan yaitu dapat berupa kulit, sistem pernapasan dll
kemudian secara langsung memberikan pengaruh terhadap sistem
masuknya pajanan tersebut. Contoh bahan kimia toksik yang terhirup
dapat memberikan efek lokal pada saluran pernafasan yaitu
mempengaruhi keadaan saluran napas tersebut. Sedangkan efek
sistemik merupakan efek yang disebakan oleh bahan kimia toksik yang
23
masuk kemudian menyebar dan memberikan efek terhadap organ lain.
Contoh bahan kimia toksik tehirup kedalam saluran napas kemudian
akan mempengaruhi organ-organ lain di dalam tubuh melalui darah
seperti anestesia umum.
b. Iritan dan Korosi
Iritasi merupakan kerusakan atau peradangan yang terjadi pada
permukaan tubuh seperti mata, saluran pernapasan, kulit dll oleh
bahan kimia yang bersifat korosif atau iritan seperti asam klorida, asam
trikloroasetat, gas klor, belerang dioksida dll. Efek iritasi yang sering
ditemui dapat berupa kemerahan pada kulit, gatal-gatal, terasa panas
pada permukaan yang terkena kontak dll.
Korosi merupakan hasil dari kerusakan yang irreversible atau
tidak dapat kembali lagi kedalam keadaan sebelumnya. Efek ini dapat
terjadi pada kulit, mata saluran pernapasan serta saluran
gastrointestinal.
c. Kerusakan Mata yang serius / Iritasi Mata
Kerusakan mata yang serius merupakan kerusakan yang terjadi
dari rusaknya jaringan mata yang berdampak pada terganggunnya
fungsi fisik mata dalam penglihatan. sifat dari kerusakan mata yang
serius diakibatkan oleh paparan bahan kimia yaitu irreversible (tidak
dapat kembali seperti keadaan semula).
Iritasi Mata adalah perubahan yang terjadi akibat adanya
paparan bahan kimia yang mengenai permukaan mata. Iritasi bersifat
reversible.
24
d. Sensitifitas pada sistem pernapasan atau kulit
Sensitifitas pada sistem pernapasan yaitu keadaan
hipersensitifitas pada saluran napas terhadap bahan kimia yang masuk
kedalam saluran pernapasan. Sedangkan sensitifitas pada kulit yaitu
keadaan yang disebabkan akibat paparan bahan kimia yang
menyebabkan respon alergi pada kulit akibat adanya kontak dengan
kulit. Alergi dapat terjadi karena reaksi dari sistem imun yang menolak
ataupun salah mengenali adanya bahan kimia dan dapat terjadi akibat
tingkat sensitifitas yang dimiliki tubuh seseorang terhadap bahan kimia
tertentu.
e. Mutagenik
Efek mutagenik merupakan efek yang dapat menyebabkan
perubahan pada gen. Efek ini dapat terjadi diakibatkan oleh adanya
perubahan yang terjadi pada kromosom yang berarti dapat
meningkatkan mutasi. Sebagian bahan kimia yang dapat menimbulkan
efek mutagen biasanya pula memiliki efek karsinigenik. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya mutasi yang dialami oleh gen maka
cenderung menjadi karsinogenik.
f. Karsinogenik
Karsinogenik merupakan efek yang dapat menimbulkan efek
kanker. Bahan kimi yang dapat menyebabkan efek ini merupakan
bahan kimia yang bersifat kronik dan bersifat laten. Efek ini dapat
terjadi jika adanya pajanan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama
dan diakibatkan oleh adanya pajanan yang berulang.
25
g. Toksin yang dapat mempengaruhi Sistem Reproduksi
Beberapa bahan kimia memiliki efek yang dapat berdampak
pada sistem reproduksi manusia. Menurut Occuppational Safety Health
and Administration toksin yang dapat mempengaruhi sistem
reproduksi yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan
kromosom da efek kecacatan pada janin. Selain itu dapat berdampak
pada menurunnnya fungsi reproduksi baik pria maupun wanita.
Menurut Occupational Safety and Helath Research Intitute
bahaya pajanan bahan kimia pada sistem reproduksi pria diantaranya
adalah :
1. Jumlah sprema
Bahaya reproduksi yang dihasilkan dari bahan kimia yang
dapat mempengrauhi sistem reproduksi dapat memperlambat
produksi sperma. Hal tersebut dapat menyebabkan sperma yang
dihasilkan sedikit dan tidak optimal dalam membuahi sel telur.
Selain itu dapat pula mengakibatkan produksi sperma terhenti
sehingga beruung pada infertilitas atau kemandulan permanen.
2. Bentuk sperma
Pajanan bahan kimia yang berdampak pada sistem reproduksi
dapat pula merubah bentuk dari sel sperma, sehingga sprema
akan kesulitan dan tidak memiliki kemampuan untuk
membuahi sel telur
26
3. Transfer sperma
Bahan kimia berbahaya yang masuk kedalam tubuh, akan
terkumpul pada epididimis, vasikulaseminalis atau prostat.
Bahan kimia yang terkumpul ini dapat membunuh sperma,
menempel pada sperma ketika sperma keluar dan siap untuk
membuahi
4. Kromosom Sperma
Radiasi dan bahan kimia dapat meyebabkan perubahan dalam
DNA. Jika DNA sperma rusak maka kemungkinan besar
sprema tidak dapat membuahi sel telur. Hal ini dapat terjadi
karena pada saat pembuahan sperma dan sel telur masing-
masing menyumbangkan 23 kromosom. DNA yang terseimpan
dalam kromosom ini sangat dibutuhkan dalam pembuahan sel
telur.
Sedangkan efek pajanan bahan kimia yang berakibat pada
sistem reproduksi wanita yaitu dapat berdampak pada kesuburan,
prematur, periode masa kehamilan, periode menyusi serta kemampuan
organ reproduksi secara umum.
h. Toksin yang Berpengaruh terhadap Target organ
Bahan kimia dapat memperngaruhi target organ lainnya. Bahaya bahan
kimia jenis ini adalah dapat memberikan lebih dari satu efek pada
organ target. Contoh dari bahan kimia ini adalah karbon monoksida,
benzene, sianida dll.
27
i. Asphyxant
Merupakan bahan kimia yang mengganggu kecukupan transportasi
oksigen pada organ-organ vital di dalam tubuh. Hal ini disebabkan
oleh digantikannya keberadaaan oksigen dengan bahan kimia yang
mendorong efek buruk terhadap organ vital tubuh terutama otak. Cotoh
bahan kimia yang dapat menyebabkan efek ini adalah karbon dioksida,
asitilen, metana, helium dll. Selain itu terdapat bahan kimia yang
memiliki kemampuan mengikat hemoglobin dan menyebabkan
berkurangnya kapasitas darah dan suplai oksigen dalam tubuh. Contoh
bahan kimia tersebut adalah sianida, karbon monoksida dll.
3. Bahaya Lingkungan
Bahaya lingkungan dari bahan kimia berbahaya yaitu dapat berupa
bahaya terhadap lingkungan akuatik. Bahaya terhadap lingkungan akuatik
adalah bahaya yang disebabkan oleh adanya paparan bahan kimia yang dapat
menyebabkan terganggunya lingkungan akuatik dan memberikan efek bagi
kehidupan akuatik.
f. Interaksi Bahan Kimia
Adanya suatu bahaya yang menimbulkan efek dari bahan kimia berbaaya
tidak terlepas dari adanya interaksi bahan kimia. Menurut Danish Veterinary and
Food Administration, (2003) bahan kimia dapat berinterkasi satu sama lain dan
memodifikasi besar dari efek maupun sifatnya. Kombinasi dari interaksi bahan
kimia dapat menghasilkan lebih lemah efeknya ataupun lebih kuat dari efek dari
masing-masing bahan kimia tersebut. Adapun macam-macam interkasi bahan
kimia adalah sebagai berikut :
28
1) Antagonis
Efek antagonis terjadi ketika efek dari dua bahan kimia kurang dari
jumlah setiap efek yang diberikan dari masing-masing bahan kimia. Efek ini
terjadi ketika terdapat bahan kimia yang memiliki efek toksik yang rendah
kemudian ditemukan dengan bahan kimia yang memiliki efek toksik yang
rendah maka menghasilkan efek toksik yang jauh lebih rendah dari masing-
masing efek toksik yang diberikan sebelum kedua bahan atau lebih berinteraksi.
2) Sinergis
Efek sinergis terjadi ketika efek gabungan dari dua bahan kimia lebih
besar dari jumlah efek dari setiap bahan kimia yang diberikan masing-masing.
Efek ini terjadi ketika bahan kimia yang masing-masing memiliki toksisitas
rendah berinteraksi, kemudian menghasilkan efek toksisitasnya tinggi dari
toksisitas masing-masing bahan kimia sebelum berinteraksi.
3) Potensi
Efek potensi terjadi ketika terdapat bahan kimia yang memiliki efek
risiko yang rendah bersama-sama bertemu dengan bahan kimia lain yang tidak
memiliki efek toksik dan memberikan efek yang sangat berisiko.
4) Complex Similar action (Additive)
Efek additive dapat terjadi ketika adanya interaksi dari bahan kimia yang
menghasilkan akumulasi dari masing-masing efek bahan kimia tersebut.
Interaksi bahan kimia ini dapat terjadi pada bahan kimia yang memiliki target
organ yang sama.
5) Complex dissimilar actions
Efek Complex dissimilar actions dapat terjadi ketika adanya interaksi
dari masing – masing bahan kimia yang memiliki toksisitas rendah
29
menghasilkan toksisitas yang lebih rendah dari sebelum adanya interaksi dari
bahan kimia tersebut.
3. Penyimpanan Bahan Kimia Aman
Prinsip penyimpanan bahan kimia yang aman menurut Univeristy
Nottingham, (2012) prinsip dalam penyimpanan bahan kimia di laboratorium
adalah harus memenuhi aspek sebagai berikut :
1) Pelabelan Bahan Kimia (Labelling)
Menurut Widuri, (2017) label adalah keterangan mengenai bahan
kimia yang berbentuk piktogram bahaya atau simbol, tulisan atau kombinasi
keduanya atau bentuk lain yang berisi informasi bahan kimia atau produk,
identitas produsen / pemasok, serta klasifikasi bahan kimia.
Sejalan dengan widuri, dalam Peraturan Perindustrian No. 23/M-
IND/PER/4/2013 menyebutkan bahwa label merupakan setiap keterangan
yang memuat informasi tentang bahan kimia yang dapat berbentuk gambar,
tulisan atau kombinasi keduamya atau bentuk lainnya yang harus memuat
unsur :
a) Penanda produk
Penanda produk berisi tentang identitas bahan kimia seperti
nama bahan kimia, nomer kode bahan kimia atau nomor batch.
b) Pikogram bahaya
Piktogram bahaya adalah suatu komposisi grafis yang terdiri
dari suatu simbol bahaya dan elemen-elemen grafis lainnya seperti
bingkai, pola latar belakang atau warna yang dimaksudkan untuk
menyampaikan informasi spesifik tentang suatu bahaya. Adapun
bentuk dari piktogram tersebut adalah sebagai berikut :
30
Sumber : Safety Institute Of Australia. (2012)
Gambar 2.1 Piktogram Bahaya Global Harmonized System
c) Kata sinyal
Kata sinyal adalah suatu kata yang digunakan untuk
menunjukkan tingkatan relatif suatu bahaya agar pengguna waspada
terhadap potensi bahaya dari suatu bahan kimia. Kata sinyal yang biasa
digunakan dalam label adalah “Bahaya” dan “awas”
31
d) Pernyataan bahaya
Pernyataan bahaya adalah pernyataan yang dimaksudkan untuk
tiap katogeri dan kelas bahaya yang menguraikan sifat dasar bahaya
suatu bahan kimia dan termasuk ke tingkat bahayanya.
e) Identifikasi produsen
Identifikasi produsen memuat informasi umum terkait identitas
produsen yang membuat atau mengeluarkan bahan kimia. Seperti nama
instansi, alamat dan nomor telepon produsen atau impotir.
Menurut Occupational Safety Health Administration label tidak hanya
memuat infromasi mengenai penanda produk, piktogram bahaya, kata sinyal,
pernyataan bahaya dan identifikasi produsen. Namun memuat pula informasi
mengenai tindakan pencegahan (Precautionary Measures) yang memuat informasi
kehati-hatian yang betujuan untuk melengkapi informasi bahaya dengan
memberikan langkah-langkah secara singkat untuk meminimalkan atau mencegah
efek samping dari bahaya fisik, kesehatan atau lingkungan. Dalam hal ini pula
memuat pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika terjadi kecelakaan dalam
penggunaan bahan kimia. Berikut elemen label yang harus dipenuhi menurut OSHA
yang dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :
32
Sumber : Occupational Safety Health Administration
Gambar 2.2 Elemen Label Global Harmonized System
Di area kerja produksi maupun laboratorium bahan kimia sering
dipindahkan dari wadah primernya ke wadah sekunder yang cenderung
ukurannya lebih kecil. Tujuan dari pemindahan ini adalah agar mudah untuk
digunakan. Namun pada kenyataannya wadah sekunder yang terdiri dari
berbagai bentuk membatasi jumlah informasi yang harusnya dicantumkan di
dalam label (Summera, 2018). Berikut merupakan contoh kesalahan
pelabelan pada wadah sekunder dapat dilihat pada gambar 2.3
33
Sumber : Summera, (2018)
Gambar 2.3 Kesalahan Pelabelan Wadah Bahan Kimia
Didalam buku yang berjudul Labelling of Workplace Hazardous
Chemicals yang dikeluarkan oleh Office Of Industrial tahun 2012 Pelabelan
pada bahan kimia merupakan komponen penting dari Program Global
Harmonized System hal ini didasrkan oleh label mengandung informasi
tentang penggunaan, arah, aplikasi, dan penyimpanan dari bahan kimia.
Selain itu pula dapat menyelamatkan pengguna dari potensi bahaya yang
ditimbulkan dari masing-masing bahan kimia. Dengan adanya label yang
jelas dan konsisiten dapat memberikan pemahaman dalam memastikan
bahaya kimia yang dengan mudah untuk dipahami melalui komponen yang
tercantum dalam label. Selain itu dapat memberikan pengetahuan kepada
pengguna bahan kimia mengenai pencegahan yang tepat dan penanganan
yang tepat dalam menggunakan bahan kimia tertentu.
Bahan kimia tertentu mengharuskan pengguna mengenakan pakaian
tertentu atau dalam beberapa kasus memberikan penjelasan mengenai cara
untuk menghindari ataupun menangani bahan kimia tersebut. Selain itu
terdapat bahan kimia tertentu yang mengharuskan dilakukannya
pengocokkan terlebih dahulu sebelum digunakan dan tidak boleh terlalu
34
banyak dikocok karena sifatnya yang mudah terbakar. Hal tersebut mendasari
alasan bahwa pelabelan pada bahan kimia dianggap hal yang penting.
Dampak yang ditimbulkan dari tidak terdapatnya label, kondisi label
dalam keadaaan rusak ataupun ketidaksesuaian label dengan bahan kimia
yaitu dapat memperbesar resiko tertukarnya bahan kimia, memperbesar
peluang kecelakaan akibat salah pencampuran bahan kimia akibat tidak
teridentifikasinya bahan kimia tersebut, kemudian dapat berakibat salah
dalam melakukan penyimpanan bahan kimia dan tidak mengetahui resiko
serta pencegahan maupun penanganan penggunaan bahan kimia secara tepat.
2) Kompatibilitas Bahan Kimia (Compatibillity)
Merupakan penyimpanan yang sesuai dengan matriks penyimpanan
bahan kimia dan MSDS, dimana bahan kimia disimpan sesuai dengan sifat
dan kategori bahaya yang dimiliki.
Menurut MEMD Milliporse, (2013) Kompatibilitas bahan kimia
adalah pedoman umum untuk penyimpanan material bahan kimia
berbahaya. Tujuannya agar bahan kimia tersebut tidak tercampur ataupun
bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan. Kompatibilitas bahan kimia
sangat penting ketika terdapat beberapa bahan kimia yang berbahaya
memilki sifat yang tidak similar.
Prinsip dari penyimpanan bahan kimia berdasarkan matriks
kompabilitas yaitu dengan melihat sifat dan kelompok dari antar bahan
kimia. Kelompok-kelompok tersebut disusun berdasarkan matriks
kompabilitas, pada matriks tersebut digambarkan kelompok bahan kimia
yang tidak boleh disandingkan dengan kelompok bahan kimia lain yaitu
35
ditunjukkan dengan tanda “X” . Tanda tersebut ini mengindikasikan bahwa
kelompok bahan kimia tersebut memiliki sifat Inkompatibilitas dan akan
bereaksi jika ditempatkan bersebelahan serta tidak boleh disimpan secara
bersamaan. Berikut Matriks Kompatibilitas bahan kimia menurut CRC
Laboratory dapat dilihat pada gambar 2.4 :
36
Sumber : CRC, Laboratory, (2012)
Gambar 2.4 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia
37
Berikut merupakan contoh kelompok bahan kimia dan kelompok inkompatibilitas
bahan kimia berdasarkan CRC Laboratory, (2012) dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut
:
Tabel 2.1 Kelompok Bahan Kimia dan Kelompok Inkompatibilitas
Group
#
Nama Kelompok
Bahan Kimia
Contoh Kelompok Incompatotible
1 In organic acids - Hydroclochoric acid
- Hydroflouric acid
- Hydrogen chloride
- Hydrogen flouride
- Nitric acid
- Sulfur acid
- Phosphoric acid
2,3,4,5,6,7,8,10,13,14,16,1
7,18,19,21,22,23
2 Organic acids - Acetic acid
- Butyric acid
- Formic acid
- Propionic acid
1,3,4,7,14,16,17,18,19,22
3 Cautics - Sodium hydroxide
- Ammonium hydroxide
solution
1,2,6,7,8,13,14,1,5,16,17,1
8,20,23
4 Amines
alkanolamines
- Aminoethylethanolammine
- Anilline
- Diethanolamine
- Diethylamine
1,2,5,7,8,13,14,15,16,17,18
,23
38
Group
#
Nama Kelompok
Bahan Kimia
Contoh Kelompok Incompatotible
- Ethylenediamine
- 2-methyl 5-ethylpyridine
- Monoethanolamine
- Pyridine
- Triethanolamine
triethylamine
- Triethylenetetramine
5 Halogeneted
compounds
- Aklyl chloride
- Carbon tetrachloride
- Chlorobenzene
- Chloroform
- Methylene chloride
1,3,4,11,14,17
- Monochlorodiflouromethan
e
- 1,2,4- trichlorobenzene
- 1,1,1-trichloroethane
- Trichloroethylene
- Trichloroflouromethane
6 Alcohols glycols,
glycol ether
- Methyl alcohol
- Methanol
- Ethanol
- Butanol
1,7,14,16,20,23
39
Group
#
Nama Kelompok
Bahan Kimia
Contoh Kelompok Incompatotible
7 Aldehyde
acetaldehyde
- Crotonaldehyde
- Formaldehyde
- Furfural
- Paraformaldehyde
- Propionaldehyde
- Acetone
- Acetophenone
1,2,3,4,6,8,15,16,17,19,20,
23
8 Ketones - Diisobutyl ketone
- Methyl ethyl ketone
- Butane
- Cychlohehane
1,3,4,7,19,20
9 Saturated
hydrocarbon
- Ethane
- Heptane
- Paraffins
- Paraffin wax
- Pantene
- Petroleum ether
- Benzene
20
10 Aromatic
hydrocarbon
- Cumene
- Ethyl benzene
- Naphtha
1,20
- Napthalene
40
Group
#
Nama Kelompok
Bahan Kimia
Contoh Kelompok Incompatotible
- Toluene
- Xylene
11 Olefins - Butylene
- 1-Decene
- 1-Dodeceme
- Ethylene
- Turpentine
1,5,20
12 Petroleum oils - Gasoline
- Mineral oil
20
13 Esters - Arnyl acetate
- Butyl acetates
- Castor oil
- Diemthyl sulfate
- Ethyl acetate
1,3,4,19,20
14 Monomers - Polymerizable esters
- Acrylic acid
- Acrloronitrite
- Butadiene
- Acrylates
1,2,3,4,5,15,16,19,20,21,23
15 Phenols - Carbolic acid
- Cresote
- Cresols phenol
3,4,7,14,16,19,20
41
Group
#
Nama Kelompok
Bahan Kimia
Contoh Kelompok Incompatotible
16 Alkylene oxides - Ethylene oxide
- Propylene oxide
1,2,3,4,6,7,14,15,17,18,19,
23
17 Cyanohydrins - Acetone cyanohydrins
- Ethylene cyanohydrins
1,2,3,4,5,7,16,19,23
18 Nitriles - Acetonitrile
- Adiponitrile
1,2,3,4,16,23
19 Ammonia - Ammonium hydroxide
- Ammonium gas
1,2,7,8,13,14,15,16,17,20,2
3
20 Halogens - Chlorine
- Flourine
3,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15
,19,21,22
21 Ethers - Diethyl ether
- THF
1,14,20
22 Phosphorus - Phosporus elemental 1,2,3,20
23
Acid andhydrides - Acetic anhydride
- Propionic anhydride
1,3,4,6,7,14,16,17,18,19
Sumber : CRC, Laboratory, (2012)
Menurut Stephen K. Hall, (1994) dalam sejarahnya kasus kecelakaan
laboratoium akibat kesalahan dari sistem penyimpanan yang tidak
memerhatikan dari aspek kompatibilitas bahan kimia. Kesalahan
penyimpanan bahan kimia diakibatkan oleh penyimpanan bahan kimia
disusun berdasarkan alfabet dan tidak memerhatikan sisi kompatibilitas
42
dari masing-masing sehingga hal ini mendorong reaksi dari antar bahan
kimia yang dapat menimbulkan tercampurnya antar bahan kimia yang reaktif,
kebakaran, dan lain-lain. Untuk itu dalam penerapan prinsip penyimpanan
bahan kimia berdasarkan kompatibilitas maka yaitu harus memerhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1) Memiliki data inventaris seluruh bahan kimia yang lengkap. Seluruh
bahan kimia yang terdapat tercatat di data inventaris tersebut harus di
kategorikan dan dipisahkan menjadi kelas asam, basa, mudah
meledak, pengoksidasi dll. Dalam penelitian ini pengkategorian
disesuaikan dengan matriks kompatibilitas bahan kimia yang dengan
sendirinya telah memisahkan bahan kimia berdasarkan kelompok
bahan kimia
2) Melakukan pemisahan lebih lanjut untuk mengelompokkoan bahan
kimia berdasarkan kelompok yang berhubungan secara kimiawi dan
kompatibilitas.
3) Melakukan penetapan pengaturan penyimpanan bahan kimia yang
telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan kompatibilitas
serta melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia yang
tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier
maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada
ukuran area penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.
4) Akses ke area penyimpanan bahan kimia harus dibatasi secara ketat.
Akses tersebut hanya dimiliki personel yang dipilih dan memiliki
tanggung jawab langsung terhadap pengendalian inventaris dan
pemisahan bahan kimia.
43
Dampak yang ditimbulkan akibat penyimpanan bahan kimia yang
tidak memerhatikan kompatibilitas bahan kimia yaitu dapat memicu reaksi
yang dari masing-masing bahan kimia yang reaktif (Stephen K. Hall, 1994).
Adapun reaksi tersebut dapat digambarkan melalui tabel 2.2
Tabel 2.2 Bahaya dari Penyimpanan Bahan Ki
mia yang Tidak Memerhatikan Kompatibilitas Bahan Kimia
Penyimpanan Bahan Kimia yang
di Simpan Secara Bersamaan
Reaksi yang ditimbulkan
Acetic acid + acetaldehyde Dapat menyebabkan polimerisasi
kemudian dapat menyebabkan
pelepasan panas dalam jumlah yang
besar
Acetic anyhidride + acetaldehyde Dapat menimbulkan reaksi ledakan
yang besar
Mercury II oxide + Phosphorus Menyebabkan campuran menyala
Metil alcohol + mercury II nitrat Dapat membentuk merkuri yang
dijadikan sebagai bahan peledak
Sodium nitrat + sodium trisulfat Dapat menyebabkan ledakan
Nitric acid + phosphorus Phosphorus akan membakar secara
spontan
Sumber : Stephen K. Hall, 1994
44
3) Pengadaan Kunatitas Bahan Kimia yang Sedikit (Minimise quantities)
Penyimpanan bahan kimia berbahaya harus seminimum mungkin
ataupun sewajarnya mungkin untuk penggunaannya di laboratorium.
Penyimpanan dalam jumlah besar disarankan disimpan di toko bahan kimia
eksternal. Menurut American Chemical Society , (1993) konsep minimise
quantites dikenal dengan konsep Less is Better, yaitu mempergunakan bahan
kimia dalam jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar. Dalam
proses pengadaan bahan kimia diupayakan pembelian dalam jumlah sedikit
dan secukupnya, hindari pembelian dalam jumlah besar yang dapat
berpotensi menyita tempat atau gudang bahan kimia menjadi tidak efisien.
Untuk dapat mengatasi pemakaian bahan kimia yang berlebihan
(Suplus Chemicals) yaitu dapat dengan melakukan pengkajian secara ulang
terhadap bahan kimia kadarluarsa namun masih dalam kemasan yang
sempurna, pemakaian kembali dapat dilakukan jika bahan kimia tersebut
belum mengalami degradasi (Lasut, 2006).
Pemakaian bahan kimia yang berlebihan akan berdampak pada
penyimpanan dan keselamatan laboratorium. Bahan kimia dengan kuantitas
yang berlebih akan cenderung sulit untuk diorganisir. Hal ini diakibatkan
dari banyaknya bahan kimia tersebut dibutuhkan waktu untuk melakukan
pengkategorian berdasarkan sifat kompatibilitasnya. Selain itu dengan
berlebihnya pemakaian bahan kimia maka akan meningkatkan variasi bahan
kimia yang berdampak pada meningkatnya konsekuensi efek dari masing-
masing bahan kimia.
45
4) Perawatan Kebersihan Laboratorium (Maintain good houskeeping)
Penyimpanan bahan kimia harus memerhatikan aspek kerapihan
untuk menghindari kekacauan dalam peletakan bahan kimia. Menurut
Safety culture, (2018) aspek houskeeping biasanya diterapkan pada bidang
manufaktur, gudang, kantor, dan rumah sakit. Namun prinsipnya aspek
houskeeping pada semua tempat kerja termasuk laboratorium yang terdapat
bahan kimia. Hal ini didasarkan oleh pada laboratorium tersebut memiliki
banyak bahan kimia yang disimpan didalamnya.
Menurut Stephen K. Hall, (1994) dalam kaitannya dengan penerapan
aspek houskeeping di laboratorium tidak terlepas dari adanya peran pekerja
laboratorium dalam menjaga kebersihan laboratorium. Setiap pekerja
laboratorium berkewajiban untuk :
1. Memastikan seluruh area kerja laboratorium dalam keadaan bersih
2. Memastikan seluruh lantai permukaaan dan lantai bersih
3. Memastikan akses untuk seluruh peralatan keadaan, shower, eyewash,
dan pintu eksit tidak terhalang maupun terkunci
4. Tidak ada bahan kimia atau peralatan yang disimpan di bawah tangga
maupun lorong atau dibiarkan di atas meja kerja
5. Seluruh wadah bahan kimia harus terlabel dengan identitas serta
bahaya dari bahan kimia tersebut dapat terlihat oleh pengguna bahan
kimia
6. Pada akhir waktu di setiap hari kerja, seluruh bahan kimia harus
disimpn di tempat penyimpanan yang telah ditetapkan, dan bahan
kimia yang tidak memiliki label dianggap limbah yang harus
ditempatkan dengan benar dalam wadah yang berlabel
46
7. Seluruh tumpahan bahan kimia dan kebocoran yang tidak disengaja
harus segera dibersihkan sesuai dengan rencana tanggap darurat
kimia, menggunakan pakaian an peralatan pelindung yang tepat
sesuai MSDS dari bahan kimia tersebut dan bahan kimia tumpahan
serta alat pembersihan tumpahan tersebut dibuang dengan benar.
Penerapan aspek housekeeping yaitu dengan memerhatikan aspek 5S
yaitu merupakan sistem dan cara mengatur serta mengelola ruang kerja untuk
meningkatkan efesiensi dengan menghilangkan limbah, meingkatkan aliran
dan mengurangi proses. Penerapan aspek houskeeping 5S di laboratorium
menurut Ball, (2013) yaitu diantaranya dapat meningkatkan keamanan
laboratoium, mendukung adanya keterlibatan karyawan dalam
mengoragnisir laboratorium, efisensi terhadap ruang laboratorium maupun
stok persediaan bahan kimia, serta kebersihan laboratorium. Metode 5S
menerapkan praktik tata graha standar di tempat kerja melalui 5 prinsip yaitu
:
a) Penyortiran (Sort / Seiri)
Merupakan prinsip yaitu dengan menghilangkan apapun yang
tidak diperlukan agar pelatan berfungsi dengan baik. Selain itu prinsip
ini adalah untuk mencari tahu terkait item mana yang harus
ditiadakan dengan metode penyortiran (Safety culture, 2018).
Dalam menerapkan prinsip ini cara yang dilakukan adalah
dengan memilih dan melist peralatan, barang, bahan yang telah rusak,
tidak terpakai dan tidak berguna lagi. Selain itu dengan menentukan
frekuensi pemakaian barang (harian, mingguan, bulanan, tidak
pernah) dan menerapkan penanda atau tag merah berfungsi sebagai
47
penanda bahwa barang, bahan maupun peralatan bahan kimia
dikategorikan sebagai yang tidak terpakai maupun tidak berfungsi
dengan baik. Jika belum yakin untuk menjadikan barang tersebut
sebagai barang yang tidak terpakai dan tidak berguna lagi maka
petugas laboratorium perlu untuk melakukan verifikasi terhadap tag
merah yang telah dilakukan (Ball, 2013).
Tujuan dari penerapan prinsip ini adalah untuk
mengidentifikasi serta memaksimalkan efesiensi ruangan
laboratorium sehingga terciptanya laboratorium yang rapih dan dapat
memperkecil risiko terjadinya kecelakaan di laboratorium akibat
pemakaian alat maupun bahan kimia yang tidak memiliki fungsinya
dengan baik.
b) Menyimpan pada tempatnya (Set in Order / Seiton)
Merupakan prinsip menempatkan segala barang atau bahan
sesuai pada tempatnya. Tujuan dari prinsip ini adalah untuk
menciptkan manajemen visual yang baik dengan mempertimbangkan
item apa yang harus diposisikan, kuantitas dan dimana penempatan
yang sesuai.
Penerapan aspek ini yaitu dengan cara selalu mengalokasikan
dan menyimpan barang ditempat yang mudah dijangkau dan
mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan
fungsinya. Untuk dapat mengalokasikan dan menyimpanan barang
yang mudah dijangkau yaitu dengan menentukan lokasi untuk setiap
peralatan maupun bahan kimia yang diperlukan (Safety culture,
2018).
48
Dampak yang ditimbulkan dari tidak menerapkannya prinsip
ini yaitu memperbesar peluang kesalahan akibat penyimpanan
maupun pengalokasian peralatan serta bahan kimia di tempat yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan. Contoh dalam kegiatan
praktikum bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dengan air
ditempatkan disisi wastafel akan berpotensi menimbulkan efek
keselamatan maupun kesehatan seperti ledakan, kebakaran,
keracunan dll.
c) Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine / Seiso)
Merupakan prinsip untuk menjaga agar wadah bahan kimia
serta laboratorium tetap bersih. Tujuan dari penerapan prinsip ini
yaitu memudahkan dalam mendeteksi adanya kebocoran atau
kelainan pada wadah bahan kimia serta membantu ruangan dalam
keadaan bersih, aman dan nyaman bagi pengguna maupun pekerja
(laboran) dengan demikian dapat meingkatkan fokus dan motivasi
pengguna laboratorium maupun laboran (Ball, 2013).
Penerapan aspek ini yaitu dilakukan dengan cara menetapkan
rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia,
memastikan aarea kerja laboratorium bersih dan siap digunakan
sebelum dan sesudah praktikum, membersihkan area kerja setelah
shift berakhir minimal 5 menit, melakukan kegiatan inspeksi untuk
tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah,
peralatan, kabel usang dll, memasang pencahayaan yang memadai
(Safety Culture, 2018).
49
Terkait dengan kebersihan area kerja terdapat beberapa
indikator kebersihan yang dapat dikatakan sebagai area laboratorium
yang bersih. Indikator tersebut diantaranya :
1. Tidak tercium bau busuk / bau bahan kimia yang
menyengat di dalam ruangan laboratorium
2. Tidak terdapat sampah di atas meja praktikum, di lantai
ruangan laboratorium
3. Tidak terdapat debu di meja praktikum, lemari tempat
penyimpanan bahan kimia, dan lantai laboratorium
4. Tidak terdapat air tergenang di lantai maupun di meja
praktikum
Adapun terkait pencahayaan memadai, menurut Peraturan
Menteri Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 Nilai
Ambang Batas pencahayaan untuk di laboratorium sebesar plus minus
10% dari 500 lux atau sebesar 450-550 lux.
Dampak tidak dilakukannya prinsip ini yaitu menyebabkan
laboaratoium yang tidak sehat dan nyaman untuk pengguna,
memperbesar resiko kecelakaan maupun kesehatan akibat adanya
reaksi dari tumpahan bahan kimia baik antar bahan kimia maupun
reaksi yang terjadi ketika terjadinya kontak dengan kulit, pernapasan
dll. Selain itu dapat memperbesar risiko kebakaran akibat konsleting
listrik yang berasal dari kabel yang usang.
50
d) Pelibatan Pengguna laboratoium dalam kebersihan (Sustain /
Shitsuke)
Merupakan prinsip yang mempertahankan praktik dan
perbaikan yang baik dengan melibatkan kontribusi dari pekerja
maupun pengguna laboratorium dalam menjaga kebersihan
lingkungan laboratorium yang sehat dan aman. Dalam menerapkan
prinsip ini membutuhkan disiplin dan kepatuhan dalam
menjalankannya (Safety culture, 2018).
Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara komunikasi mengenai
prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun
laboran, melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan
laboratorium maupun penyimpanan bahan kimia, melakukan audit
untuk memantau kefektifan laboratoium serta dari praktik kerja yang
aman.
Tujuan dari penerapan prinsip ini yaitu meningkatkan
pengetahuan serta tanggung jawab pengguna laboratorium maupun
laboran mengenai prosedur yang terdapat di laboratorium,
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan laboratorium dalam
menjalankan prinsip-prinsip penggunaan maupun penyimpanan bahan
kimia serta dapat mengidentifikasi kesalahan maupun kekurangan
yang terdapat di laboraroium.
Dampak tidak melakukannya prinsip ini yaitu dapat
memperbesar risiko salah penempatan bahan kimia, menyalahi
prosedur serta sulit untuk menentukkan tindakan perbaikan yang
harus dilakukan mengenai kekurangan dari laboratorium.
51
e) Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize / Seiketsu)
Prinsip ini digunakan untuk mendukung 4 prinsip lainnya
yaitu dengan membuat aturan sebagai standar yang harus dipatuhi
sehingga dapat menghindari kecenderungan kembali pada kebiasaan
lama yang mengarah pada kebiasaan buruk dan cenderung tidak
aman.
Menurut International Trade Centre, (2012) penerapan prinsip
ini yaitu dengan cara menyediakan pengingat visual didinding berupa
petunjuk ataupun prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang
aman, ketetapan temperatur suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan
untuk dijadikannya bahan referensi mengenai penyimpanan bahan
kimia yang tepat dan aman, temperatur suhu dan kelembaban. Selain
itu menetapkan peran dan tanggung jawab pekerja maupun pengguna
laboratoium untuk menjaga budaya kebersihan, serta menggunakan
daftar periksa untuk melakukan audit dan perawatan secara rutin.
Terkait dengan standar suhu dan kelembaban peraturan
menteri tenaga kerja nomor 05 tahun 2018 menyebutkan bahwa
tempat kerja yang dijadikan untuk melakukan jenis pekerjaan
administratif, pelayanan umum dan fungsi manajerial harus
memenuhi kualitas udara dalam ruangan yang sehat dan bersih.
Kualitas udara dalam ruangan tersebut ditentukan oleh salah satunya
suhu dan kelembaban. Suhu ruangan yang nyaman berkisar 23C-
26C dengan kelembaban berkisar 40-60%.
52
Dampak yang ditimbulkan dari tidak diterapkannya prinsip ini
yaitu memperbesar risiko kesalahan runtutan dalam menggunakan
maupun menyimpan bahan kimia, tidak dilakukannnya perawatan
secara rutin.
5) Perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia (Maintan good stock
control)
Penyimpanan bahan kimia memerhatikan pengelolaan terkait
persediaan bahan kimia yang meliputi pengecekan tanggal kadarluarsa.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan
laboratorium klinik menyebutkan bahwa bahan laboratorium yang sudah
ada harus ditangani secara cermat dengan mempetimbangkan perputaran
pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar (FIFO-
First in First out) yaitu bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan
harus digunakan lebih dahulu. Tujuan dari penerapan kaidah ini yaitu agar
bahan kimia yang digunakan untuk kegiatan praktikum tidak memasuki
masa kadarluarsa serta menjaga kualitas dari bahan kimia masih tetap prima.
Kemudian kaidah yang kedua adalah menerapkan masa kadarluarsa bagi
bahan kimia yang sudah memasuki tanggal expired harus segera dibuang
(FEFO-First-expired first Out). Tujuannya agar bahan kimia yang sudah
memasuki tanggal kadarluarsa tidak disimpan secara bersamaan dengan
bahan kimia yang belum memasuki tanggal kadarluarsa maupun tidak
digunakan untuk kegiatan praktikum.
Dampak yang ditimbulkan akibat tidak menerapkan prinsip FIFO
yaitu akan meningkatkan kuantitas bahan kimia yang kadarluarsa sehingga
tidak dapat digunakan, memperbesar pembiayaan pengadaan bahan kimia.
53
Sedangkan dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukannya pengecekkan
tanggal kadaluarsa dan tidak menerapkannya prinsip FEFO yaitu berupa
dampak keselamatan maupun kesehatan. Menurut Vanderbit Enviromental
Health and Safety pemakaian bahan kimia yang telah memasuki tanggal
kadaluarsa yaitu dapat meimbulkan efek mudah terbakar, berubah menjadi
lebih eksplosif ataupun berdampak pada bertambahnya efek yang
ditimbulkan sebelum memasuki tanggal expired.
6) Peletakan bahan kimia (Do not store chemical under sinks)
Penyimpanam bahan kimia dilarang disimpan di bawah westafel. Hal
ini dapat memicu reaksi kimia hal ini didasarakan oleh terdapat bahan
kimia yang mudah bereaksi ketika basah. Menurut Occupational Safety
Health and Administration sebagian bahan kimia yang mudah bereaksi
dengan air dapat menimbulkan reaksi untuk melepaskan gas yang mudah
terbakar.
7) Wadah bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan bahan kimia (Store
large breakable cointaners, particulary liquid below shoulder height)
Penyimpanan bahan kimia yang memerhatikan wadah, ketinggian
dari peletakan bahan kimia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43
Tahun 2013 bahan kimia tertentu dapat beinteraksi dengan wadahnya dan
akan menimbulkan kebocoran ataupun kerusakan. Adapun syarat-syarat
penyimpanan bahan kimia yang berkaitan dengan aturan mengenai wadah
bahan kimia menurut Budhi, (2018) adalah sebagai berikut :
a) Bahan yang dapat bereaksi dengan plastik sebaiknya disimpan dalam
botol kaca
54
b) Bahan yang dapat berekasi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam
botol plastik
c) Bahan yang dapat berubah apabila terkena matahari langsung harus
disimpan dalam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup.
d) Bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung
dapat disimpan dalam botol bewarna bening
e) Bahan berbahaya dan bahan yang bersifat korosif disimpan terpisah
dari bahan lainnya.
Beberapa bahan kimia yang amat korosif seperti asam sulfat, asam
klorida, natrium hidroksida dapat merusak wadah. Kerusakan ini dapat
menyebabkan interaksi antar bahan sehingga menimbulkan reaksi-rekasi
berbahaya seperti kebakaran, ledakan atau menimbulkan racun (Harjanto,
2011).
Selain memerhatikan syarat wadah bahan kimia, dalam
penyimpanan bahan kimia perlu memperhatikan ketinggian dari peletakan
bahan kimia. Ketinggian penyimpanan bahan kimia menurut University of
Nothingham, (2012) harus setinggi bahu orang dewasa.
8) Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh penglihatan (Sensible
shelf storage)
Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh penglihatan
pengguna bahan kimia di laboratoium. Pada prinsinya keterjangkauan
penglihatan berhubungan dengan ketinggian dari peletakkan bahan kimia.
Menurut University of Nothingham, (2012) penyimpanan bahan kimia
harus setinggi bahu orang dewasa. Dengan demikian bahan kimia akan lebih
mudah ditemukan dalam penggunaannya.
55
Berdasarkan data antropometri masyarakat Indonesia yang didapatkan
dari interpolarasi masyarakat British dan Hongkong terhadap masyarakat
Indonesia diketahui bahwa rata-rata tinggi bahu orang dewasa indonesia baik
perempuan maupun laki-laki yaitu 127,2 - 133,8 cm (Nurmianto, 1991).
Dengan demikian ketinggian dari rak penyimpanan bahan kimia berkisar
1,272 m – 1,338 m.
Dampak yang ditimbulkan akibat tidak dilakukannya penyesuaian
terhadap ketinggian yaitu memperbesar risiko terjadinya tumpahan akibat
dari tinggi atau terlalu rendahnya rak penyimpanan bahan kimia, sulit untuk
dijangkau baik dalam jangkauan tangan maupun jangkauan penglihatan.
56
A. Kerangka Teori
``````
Penyimpanan bahan
kimia aman
Kompatibilitas bahan kimia
(Chemical Compatibillity)
Pengadaan kuantitas bahan kimia
sedikit (Minimise quantities) )
Perawatan kebersihan lab
(Maintain good houskeeping)
a. Penyortiran (Sort)
b. Menyimpan pada
tempatnya (Set in order)
c. Kebersihan wadah dan lab
(Shine)
d. Pelibatan pengguna lab
dalam kebersihan
(sustain)
e. Adanya petunjuk /
prosedur (Standardize)
Perawatan terhadap pengendalian
stok bahan kimia (Maintan good
stock control)
Peletakkan Bahan Kimia (Do not
store chemical under sinks)
Wadah bahan kimia dan
ketinggian peletakkan bahan
kimia (Store large breakable
cointaners, particulary liquid
below shoulder height)
Pelabelan (Labelling)
a. Penanda produk
b. Piktogram bahaya
c. Kata sinyal
d. Pernyataan bahaya
e. Identifikasi produsen
f. Tindakan pencegahan
Penyimpanan yang dapat
dijangkau penglihatan (Sensible
shelf storage)
B. Kerangka Teori
57
57
NABAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada teori pada prinsip dalam
penyimpanan bahan kimia yang aman menurut University Nottingham, (2012).
Adapun prinsip-prinsip tersebut terdiri dari : Pelabelan bahan kimia (Labelling) ,
Kompatibilitas bahan kimia (Compatibillity), kuantitas bahan kimia yang sedikit
(Minimise quantities), Perawatan kebersihan laboratoium (Maintain good
houskeeping), Perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia (Maintan good
stock control), Peletakkan Bahan Kimia (Do not store chemical under sinks), wadah
bahan kimia dan ketinggian rak penyimpanan bahan kimia (Store large breakable
cointaners, particulary liquid below shoulder height) dan penyimpanan bahan kimia
yang dapat dijangkau oleh penglihatan (Sensible shelf storage). Namun pada
penelitian ini, peneliti tidak melakukan pengkajian terhadap variabel wadah bahan
kimia (Store large breakable cointaners, particulary liquid below shoulder height).
Hal ini didasarkan oleh tidak bervariasinya wadah bahan kimia yang digunakan dari
masing-masing laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Adapun kerangka konsep dapat digambarkan melalui gambar 3.1 sebagai
berikut :..................
58
..........................................
Penyimpanan bahan
kimia aman
Kompatibilitas bahan kimia
(Chemical Compatibillity)
Pengadaan kuantitas bahan kimia
(Minimise quantities) )
Perawatan kebersihan lab
(Maintain good houskeeping)
a. Penyortiran (Sort)
b. Menyimpan pada
tempatnya (Set in order)
c. Kebersihan wadah dan lab
(Shine)
d. Pelibatan pengguna lab
dalam kebersihan
(sustain)
e. Adanya petunjuk /
prosedur (Standardize)
Perawatan terhadap pengendalian
stok bahan kimia (Maintan good
stock control)
Peletakan Bahan Kimia (Do not
store chemical under sinks)
Pelabelan (Labelling)
a. Penanda produk
b. Piktogram bahaya
c. Kata sinyal
d. Pernyataan bahaya
e. Identifikasi produsen
f. Tindakan pencegahan
Penyimpanan yang dapat
dijangkau penglihatan (Shensible
shelf storage)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Prinsip
Penyimpanan Bahan Kimia Aman di
Laboratorium menurut University
Notthingham, (2012)
59
B. Definisi Istilah
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
1. Penyimpanan bahan kimia
aman
Evaluasi kesesuaian
penyimpanan bahan kimia
berdasarakan prinsip
penyimpanan bahan kima
aman yaitu : pelabelan,
kompatibilitas bahan kimia,
pengadaan kuantitas
minimal bahan kimia,
perawatan terhadap
pengendalian stok bahan
kimia, tidak meletkakan
bahan kimia di bawah
westafel, wadah
penyimpanan dan
ketinggian peletakkan bahan
kimia, penyimpanan yang
dapat dijangkau penglihatan
di 11 laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
(Laboratorium
Farmakogonosi-Fitokimia,
Penelitian II, PSO, Kimia
obat, Kesehatan
Lingkungan, PDR)
a. Lembar
Observasi
b. Matriks Chemical
Compatibillity,
Material Safety
Data Sheet)
c. SOP / Aturan
laboratorium
d. Pedoman
wawancara
e. Lux meter,
higrometer
a. Observasi
b. Telaah
Dokumen
c. Wawancara
d. Pengukuran
1. Aman, jika
memenuhi
seluruh aspek
prinsip
penyimpanan
bahan kimia
aman
2. Tidak aman, jika
tidak memenuhi
salah 1 aspek
prinsip
penyimpanan
bahan kimia
aman
(University of
Nothingham, 2012)
60
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
2. Pelabelan (Labelling) Evaluasi ketersediaan
keterangan mengenai
komponen label bahan
kimia yang berbentuk
piktogram bahaya atau
simbol, tulisan atau
kombinasi dari keduanya
atau bentuk lain yang
memuat informasi : penanda
produk, piktogram bahaya,
kata sinyal, penyataan
bahaya, identifikasi
produsen, dan tindakan
pencegahan.
(Global Harmonized
System)
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
Laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah
Dokumen
1. Sesuai, apabila
memenuhi
seluruh
komponen label
2. Tidak sesuai,
apabila tidak
memenuhi salah
satu komponen
label
a. Penanda Produk Evaluasi ketersediaan
keterangan yang tercantum
pada label mengenai
identitas bahan kimia seperti
nama bahan kimia, nomer
kode bahan kimia atau
nomor batch
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
Laboratorium
a. Wawancara
b.Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
ketersedaiaan
keterangan identitas
bahan kimia seperti :
nama bahan kimia, kode
bahan kimia atau nomor
batch yang tercantum
pada label bahan
61
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
b. Piktogram Bahaya Evaluasi ketersediaan
keterangan mengenai
informasi spesifik tentang
suatu bahaya dari masing-
masing bahan kimia yang
digambarkan melalui simbol
bahaya dan elemen grafis
lainnya berupa bingkai,
pola, latar belakang atau
warna
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
Laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah
dokumen
Informasi mengenai
ketersediaan informasi
spesifik tentang suatu
bahaya dari masing-
masing bahan kimia
yang digambarkan
melalui simbol bahaya
dan elemen grafis
lainnya berupa bingkai,
pola, latar belakang atau
warna
c. Kata Sinyal Evaluasi ketesediaan
keterangan kata yang
menunjukkan tingkatan
relatif suatu bahaya dari
suatu bahan kimia berupa
kata “bahaya” dan “awas”
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
Laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah
Dokumen
Informasi mengenai
ketersediaan keterangan
kata yang menunjukkan
tingkatan relatif suatu
bahaya dari suatu
bahan kimia berupa kata
“bahaya” dan “awas”
d. Pernyataan Bahaya Evaluasi ketersediaan
keterangan pada label bahan
kimia yang menyatakan
kategori dan tingkat bahaya
dari masing-masing bahan
kimia
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah
Dokumen
Informasi mengenai
ketersediaan keterangan
pada label bahan kimia
yang menyatakan
kategori dan tingkat
bahaya dari masing-
masing bahan kimia
62
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
e. Identifikasi produsen Evaluasi ketersediaan
keterangan yang memuat
informasi terkait identitas
produsen seperti : nama
instansi, alamat dan nomor
telepon produsen atau
importir pada masing-
masing label bahan kimia
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah
Dokumen
Informasi mengenai
ketersediaan keterangan
yang memuat informasi
terkait identitas
produsen seperti : nama
instansi, alamat dan
nomor telepon produsen
atau importir pada
masing-masing label
bahan kimia
f. Tindakan pencegahan
(precautionary
Measures)
Evaluasi ketersediaan
keterangan yang memuat
informasi kehati-hatian dan
langkah-langkah secara
singkat untuk
meminimalisir atau
mencegah efek samping dari
bahan kimia
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
Laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah
Dokumen
Informasi mengenai
ketersediaan
keteranganpada label
yang memuat informasi
kehati-hatian dan
langkah-langkah secara
singkat untuk
meminimalisir atau
mencegah efek
samping dari bahan
kimia
3. Chemical Compatibillity Evaluasi kesesuaian
penyimpanan material
bahan kimia berbahaya
berdasarkan sifat yang
similar (kompatibilitas)
menurut matriks Chemical
Compatibillity dan Material
Safety Data Sheet
a. Lembar Observasi
b. Matriks Chemical
Compatibillity CRC
Laboratory, (2012),
Material Safety Data
Sheet, SOP / Aturan
laboratorium
a. Observasi
b. Telaah
Dokumen
c. Wawancara
Informasi mengenai
gambaran kesesuaian
penyimpanan bahan
kimia berdasarkan sifat
yang similar
(kompatibilitas)
menurut matriks
Chemical Compatibillity
63
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
c. Pedoman
Wawancara
di laboratorium FIKES
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
4. Pengadaan kuantitas bahan
kimia (Minimise quantities)
Evaluasi pengadaan bahan
kimia berdasarkan tingkat
kebutuhan dan memiliki
pengaruh yang besar.
(American Chemical Safety,
1993)
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
a. Wawancara
b. Observasi
Informasi mengenai
pertimbangan
pengadaan bahan kimia
di laboratorium FIKES
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
5. Perawatan kebersihan lab
(Maintain good houskeeping)
Evaluasi penyimpanan
bahan kimia yang
memerhatikan aspek
kerapihan dan kebersihan
pada bahan kimia, wadah
bahan kimia dan lab
berdasarkan prinsip :
Penyortiran (Sort),
menyimpan pada tempatnya
(Set in order), Kebersihan
wadah dan laboratorium
(Shine), Pelibatan pengguna
lab dalam kebersihan
(sustain), Adanya petunjuk /
prosedur (Standardize)
(Safety culture, 2018)
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
Laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
prinsip 5S disetiap
laboratorium FIKES
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
64
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
a. Penyortiran (Sort) Evaluasi mengenai kegiatan
penyortiran terhadap
peralatan dan bahan kimia
yang tidak berfungsi dengan
baik maupun sudah tidak
terpakai lagi dengan cara :
melakukan pelistan pada
peralatan, barang dan bahan
kimia yang telah rusak,
tidak terpakai dan tidak
berguna lagi, menentukkan
frekuensi pemakaian
barang.
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratoium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
ketersediaan list pada
peralatan, barang dan
bahan kimia yang telah
rusak, tidak terpakai dan
tidak berguna lagi, serta
informasi mengenai
frekuensi pemakaian
barang.
b. Menyimpan peralatan
dan bahan pada tempatnya
(Set in order),
Evaluasi mengenai kegiatan
pengalokasian dan
penyimpanan barang atau
bahan kimia yang mudah
dijangkau, pengelompokkan
alat atau item berdasarakan
tingkat penggunaan dan
fungsinya
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratoium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Infromasi mengenai
kesesuaian alokasi dan
penyimpanan bahan
kimia, pengelompokkan
alat atau item
berdasarkan tingkat
penggunaan
d. Kebersihan wadah dan
laboratorium
Evaluasi mengenai kegiatan
penetapan rutinitas
pembersihan pada wadah
dan lingkungan
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
kegiatan penetapan
rutinitas pembersihan
pada wadah dan
lingkungan
65
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
laboratorium laboratoium
laboratorium
Evaluasi kegiatan
pembersihan area kerja
setelah shift berakhir
minimal 5 menit
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Infomasi mengenai
kegiatan pembersihan
pada area kerja setelah
shift berakhir di
laboratorium FIKES
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Melakukan kegiatan
pemastian terhadap
peralatan termasuk area
kerja bersih dan siap
digunakan sebelum dan
sesudah praktikum
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
kegiatan pemastian
peralatan sebelum dan
sesudah praktikum
Melakukan kegiatan
pemeriksaan tumpahan,
kebocoran wadah,
kerusakan alat, kabel
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Infromasi mengenai
kegiatan pemeriksaan
tumpahan, kebocoran
wadah, kerusakan alat,
kabel
66
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
Melakukan pengukruan
Intensitas pencahayaan
dilaboratorium umum
bernilai 450-550 lux
(Peraturan Menteri
Kesehatan No. 70 tahun
2016 : NAB pencahayaan =
500 lux)
Lux meter Pengukuran
Hasil Pengukuran
Pencahayaan umum
pada masing-masing
laboratorium Fikes UIN
Syarif Hidayatullah
Jakarta.
d. Pelibatan pengguna lab
dalam menjaga
kebersihan
laboratorium (sustain)
Evaluasi kegiatan
komunikasi mengenai
prosedur dan tanggung
jawab terhadap setiap
pengguna laboratorium
mengenai kebersihan
laboratorium maupun
penyimpanan bahan kimia
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
kegiatan komunikasi
prosedur dan tanggung
jawab kebersihan
laboratorium dan
penyimpaan bahan
kimia pada setiap
pengguna laboratorium
Evaluasi mengenai kegiatan
pelatihan yang diakukan
mengenai prinsip
penggunaan laboratorium
a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
kegiatan pelatihan yang
telah dilakukan
mengenai prinsip
penggunaan
laboratorium
67
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
Evaluasi mengenai kegiatan
audit yang dilakukan di
setiap laboratorium a. Pedoman
wawancara
b. Lembar
Observasi
a. Wawancara
b. Observasi
Informasi mengenai kegiatan audit yang
dilakukan di setiap
laboratorium
e. Petunjuk / prosedur
(Standardize)
Identifikasi dokumen
tertulis berupa pengigat
visual mengenai petunjuk
ataupun aturan mengenai
penyimpanan bahan kimia
yang aman
a. Pedoman
Wawancara
b. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Telaah
dokumen
Infrormasi mengenai
ketersediaan dokumen
tertulis maupun
pengingat visual
ataupun aturan
mengenai penyimpanan
bahan kimia
Melakukan pengukuran
suhu di setiap laboratorium
(Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. 05 tahun 2018 :
NAB suhu = 23C-26C)
Higrometer Pengukuran
Hasil Pengukuran suhu
pada masing-masing
laboratorium Fikes UIN
Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Melakukan pengukuran
Kelembaban di setiap
laboratorium
(Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. 05 tahun 2018 :
Higrometer Pengukuran
Hasil Pengukuran
kelembaban pada
masing-masing
laboratorium Fikes UIN
Syarif Hidayatullah
68
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
NAB kelembaban= 40-
60%)
Jakarta.
Evaluasi peran dan
tanggung jawab pekerja
maupun pengguna
laboratoium untuk menjaga
budaya kebersihan
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
peran dan tanggung
jawab pekerja maupun
pengguna laboratorium
dalam menjaga
kebersiha laboratorium
6. Perawatan terhadap
pengendalian stok bahan kimia
(Maintan good stock control)
Evaluasi penyimpanan
bahan kimia yang
memerhatikan pengelolaan
terkait persediaan bahan
kimia yang meliputi :
pengecekan tanggal
kadarluarsa, pemakaian
bahan kimia menggunakan
kaidah FIFO dan FEFO.
(Permenkes No. 43 tahun
2013)
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
pengelolaan terkait stok
bahan kimia yang
meliputi : pengecekan
tanggal kadarluarsa,
pemberian label ketika
pertama kali botol di
buka, pemakaian bahan
kimia menggunakan
kaidah FIFO dan FEFO
7. Peletakkan bahan kimia (Do
not store chemical under sinks)
Evaluasi penyimpanan
bahan kimia yang tidak
diletakkan di bawah
westafel
(Occupational Safety Health
a. Pedoman
Wawancara
b. Lembar
Observasi
c. SOP / Aturan
laboratorium
a. Wawancara
b. Observasi
c. Telaah Dokumen
Informasi mengenai
penyimpanan ataupun
peletakkan bahan kimia
69
NO. Variabel Definisi Istilah Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur `
and Administration)
Evaluasi peran dan
tanggung jawab pekerja
maupun pengguna
laboratoium untuk menjaga
budaya kebersihan,
8. Penyimpanan yang dapat
dijangkau penglihatan
(Sensible shelf storage)
Evaluasi ketinggian
penyimpanan bahan kimia
yang dapat dijangkau
dengan penglihatan
(setinggi bahu orang dewasa
atau berkisar 127,2 cm –
133,8 cm)
(University Nothingham,
(2012) dan Nurmianto,
(1991) )
Meteran Pengukuran
Hasil pengukuran
ketinggian rak
penyimpanan bahan
kimia dari masing-
masing laboratorium
Fikes UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
70
70
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Peneltian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif yang menggunakan
pendekatan deskriptif. Pendekatan kualitatif dipilih yaitu untuk dapat menggambarkan
sacara lebih rinci mengenai gambaran penyimpanan bahan kimia dari masing-masing
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
dijadikan sebagai lokasi penelitian.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Laboratoium tersebut diantaranya :
Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR, penelitian II, PMC,
PSO, dan PHA. Pemilihan lokasi penelitian tersebut didasarkan oleh karena
banyaknya variasi bahan kimia serta tingginya intensitas penggunaan laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta oleh
mahasiswa maupun laboran. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga
Agustus 2019.
C. Objek dan Informan Penelitian
1. Objek
Objek dalam penelitian ini adalah seluruh bahan kimia yang terdapat di
Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR, penelitian II,
PSO, dan PHA. Pemilihan bahan kimia pada 7 laboratorium tersebut didasarkan
oleh banyaknya variasi yang dimiliki dari setiap bahan kimia. Dengan banyaknya
71
variasi bahan kimia tersebut maka perlu untuk memerhatikan prinsip
penyimpanan bahan kimia..
Bahan kimia yang dijadikan sebagai objek penelitian yaitu bahan kimia
yang digunakan untuk kegiatan praktikum mahasiswa yang dapat dilihat dari
data bahan habis pakai di dokumen alat inventaris alat dan bahan selain itu
bahan kimia yang bukan telah menjadi bahan kimia yang sudah berbentuk
produk baik obat-obatan, media kultur bakteri maupun produk shampo, minyak
telon dll. Hal ini didasarkan oleh penentuan kompatibilitas bahan kimia hanya
dapat ditentukan pada bahan kimia yang belum diolah menjadi produk.
2. Informan
Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu
peneliti memiliki pertimbangan dan kriteria tertentu untuk dilibatkan sebagai
informan penelitian. Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi informan
utama, informan pendukung dan informan kunci. Dimana kriteria informan
utama, infoman pendukung dan informan kunci yaitu bekerja di laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertanggung
jawab atau berhubungan dengan pengelolaan laboratorium baik sarana dan
prasarana maupun manajemen laboratorium. Informan utama yaitu laboran
sedangkan untuk informan pendukung yaitu kepala STP laboratorium
Farmakogonosi-fitokimia, HEN, Kimia obat, PDR, penelitian II, PSO, dan
PHA,dan informan kunci yaitu kepala laboratorium.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini menggunakan lembar observasi, pedoman
wawancara, lembar data keselamatan bahan kimia (Material Safety Data Sheet) ,
72
Matriks Penempatan Bahan Kimia (Chemcial Compatibillity Matrix), dan SOP /
Aturan laboratorium, alat ukur yaitu meteran lux meter dan higrometer, kamera dan
recorder.
1. Lembar observasi digunakan untuk mengukur variabel pelabelan (Labelling),
kompatibilitas bahan kimia (Compatibillity), kuantititas bahan kimia sedikit
(minimise quantities), perawatan kebersihan laboratorium (Maintain good
houskeeping), perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia (Maintain
good stock control) dan peletakan bahan kimia (Do not store chemical under
sinks). Penyusunan lembar observasi mengacu pada standar yang dikeluarkan
oleh University Nothingham, (2012) dan didukung dari teori lain.
2. Pedoman wawancara digunakan untuk mengukur variabel perawatan terhadap
Pelabelan Bahan Kimia (Labelling), Kompatibilitas Bahan Kimia
(Compatibillity), pengendalian stok bahan kimia (Maintan good stock
control), perawatan kebersihan laboratorium (Maintan good houskeeping),
pengadaan kuantitas bahan kimia dalam jumlah minimal (Minimise
quantities), peletakkan bahan kima (do not store chemical under sink) dan
penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau dengan penglihatan (Sensible
Shelf Storage)
3. Material Safety Data Sheets digunakan untuk mengetahui kelompok bahan
kimia yang akan digunakan untuk pengkategorian kompatibilitas bahan kimia
dari masing-masing bahan kimia yang terdapat di laboratorium.
4. Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia digunakan untuk membandingkan dan
mengevaluasi kesesuaian penyimpanan bahan kimia yang terdapat di setiap
laboratorium dengan standar penyimpanan bahan kimia berdasarkan matriks
yang dikeluarkan oleh CRC laboratory, (2012)
73
5. SOP / Aturan laboratorium digunakan sebagai perbandingan antara aturan
umum penggunaan maupun penyelenggaraan laboratorium yang berlaku di
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan fakta yang ditemukan di lapangan. Sehingga dapat diketahuinya
kesesuaian ataupun ketidaksesuaian dari hasil perbandingan fakta tersebut.
6. Alat Ukur
a. Meteran
Meteran digunakan untuk mengukur ketinggian rak penyimpanan bahan
kimia. Meteran yang digunakan yaitu meteran yang sering digunakan
untuk mengukur panjang kayu, luas bangunan dll dengan panjang 10
meter.
b. Lux meter
Lux meter digunakan untuk mengukur intesitas pencahayaan di
laboratorium baik pengukuran pencahayaan umum maupun pengukuran
pencahayaan setempat
c. Higrometer
Higrometer digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban yang
terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
7. Kamera digunakan untuk mendokumentasikan gambar terkait temuan di
lapangan terkait ketidaksesuaian penyimpanan bahan kimia.
8. Recorder atau perekam suara digunakan untuk merekam hasil wawancara
dengan informan
74
E. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa berasal dari data
primer dan sekunder. Adapun rincian dari data tersebut adalah :
1. Data primer yang diperoleh secara langsung yaitu berasal dari hasil observasi dan
wawancara.
b. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati kesesuaian komponen label
pada bahan kimia di laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sehingga didapatkan data mengenai gambaran kondisi serta jumlah label
bahan kimia pada masing-masing laboratorium. Observasi dilakukan untuk
mengamati kesesuaian penyimpanan bahan kimia yang digunakan di
Laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan matriks
kompatibilitas sehingga didapatkan data mengenai jumlah bahan kimia yang
tidak sesuai penempatan berdasarkan matriks kompatibilitas dari masing-
masing laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu,
observasi dilakukan untuk mengamati mengenai perawatan kebersihan
laboratorium, perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia serta
peletakan bahan kimia
c. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui mengenai pelabelan bahan
kimia (Labelling), kompatibilitas bahan kimia (Compatibility), kuantitas
bahan kimia sedikit (Minimise quantities), perawatan kebersihan
laboratorium (Maintain good houskeeping), perawatan terhadap
pengendalian stok bahan kimia (Maintan good stock control), peletakkan
bahan kimia (do not store chemical under sink), penyimpanan bahan kimia
75
yang dapat dijangkau dengan penglihatan (Sensible shelf storage). Serta
alasan terkait tidak dilakukan maupun tidak adanya aktivitas ataupun
kegiatan tersebut dari masing-masing laboratorium Fikes UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Wawancara dilakukan untuk mendukung data yang
didapatkan dari hasil observasi. Sehingga diharapkan dapat saling
memberikan kejelasan maupun klarifikasi dari masing-masing data yang
didapatkan.
2. Data sekunder diperoleh dari daftar inventaris alat dan bahan kimia Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Matrial Safety Data Sheet ,
matriks kompatibilitas bahan kimia Serta Standar Operasional Prosedur
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
a. Daftar Inventaris alat dan Bahan Kimia
Daftar inventaris alat dan bahan kimia digunakan untuk mengetahui
jumlah bahan kimia yang digunakan oleh mahasiswa dari masing-masing
laboratorium serta digunakan untuk mengelompokkan bahan kimia
berdasarkan kelompok bahan kimianya seperti : organic acid, in organic
acid dll. Pengelompokkan bahan kimia ini didasarkan dari kelompok bahan
kimia yang terdapat di matriks komaptibilitas menurut CRC laboratory,
(2012)
b. Material Safety Data Sheet
Dokumen ini digunakan untuk melihat dari masing-masing bahan
kimia terkait kelompok kompatibilitasnya yang tercantum pada sub bagian
tata cara penanganan dan penyimpanan bahan kimia. Sehingga diketahuinya
data mengenai kompatibilitas antar bahan kimia yang tidak ditemukan
kelompok bahan kimianya.
76
c. Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia
Matriks kompatibilitas bahan kimia CRC laboratory, (2012)
merupakan matriks yang menjelaksan mengenai penyimpanan bahan
kimia berdasarkan similaritas kelompok bahan kimia. Bahan kimia yang
memiliki sifat tidak similar atau inkompatibilitas tidak boleh disatukan
atupun disimpan secara berdampingan. Tanda bahan kimia yang tidak
inkompatibilitas di dalam matriks dapat disajikan dalam simbol “X’ atau
yang lainnnya. Matriks kompatibiilitas bahan kimia digunakan untuk
membandingkan hasil observasi penyimpanan bahan kima yang diperoleh
dari pengamatan dengan ketentuan yang tercantum pada matriks. Sehingga
diperoleh data mengenai gambaran ataupun jumlah bahan kimia yang telah
maupun belum disimpan berdasarakan kompatibilitas bahan kimia.
d. SOP atau aturan umum Laboratorium Modul
SOP atau aturan umum Laboratorium digunakan sebagai
perbandingan antara aturan umum penggunaan maupun penyelenggaraan
laboratorium yang berlaku di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan fakta yang ditemukan di lapangan.
Sehingga dapat diketahauiya kesesuaian ataupun ketidaksesuaian dari hasil
perbandingan fakta tersebut.
F. Validasi Data
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan validasi data digunakan metode
triangulasi sumber dan traingualsi teknik. Triangulasi sumber digunakan untuk
membandingkan hasil data yang diperoleh dari informan. Tujuannnya untuk menguji
kredibilitas data dari berbagai informasi yang diberikan dari informan yang berbeda.
Informan dalam penelitian ini yaitu laboran dan kepala laboratorium. Kemudian
77
triangualsi teknik digunakan untuk membandingkan hasil wawancara dengan hasil
observasi maupun hasil dari telaah dokumen yang telah didapatkan. Tujuannya agar
masing-masing informasi dapat diuji kebenarannya serta dapat saling melengkapi
informasi satu sama lain. Triangulasi teknik dalam penelitian ini yaitu, wawancara,
observasi dan telaah dokumen. Berikut merupakan ringkasan mengenai triangulasi
data yang akan digunakan pada penelitian ini yang dapat dilihat pada tabel 4.1 :
78
Tabel 4.1 Ringkasan Triangulasi Data
No. Variabel Triangulasi Teknik Triangulasi Sumber
Observasi Wawancara Telaah
Dokumen
Pengukuran Informan
Utama
(Laboran)
Informan
Pendukung
(STP)
Informan
Kunci (Kepala
Laboratorium)
1. Pelabelan Bahan
Kimia (Labelling) -
2. Kompatibilitas
Bahan Kimia
(Compatibility)
-
3. Kuantitas sedikit
(minimise
quantities) -
4. Perawatan
kebersihan
laboratorium
(maintain good
houskeeping)
5. Perawatan
pengendalian stok
bahan kimia
(Maintain good
stock control)
-
79
No. Variabel Triangulasi Teknik Triangulasi Sumber
Observasi Wawancara Telaah
Dokumen
Pengukuran Informan
Utama
(Laboran)
Informan
Pendukung
(STP)
Informan
Kunci (Kepala
Laboratorium)
6. Peletakkan Bahan
Kimia (do not
store chemical
under sink)
-
7. Penyimpanan
bahan kimia yang
dapat dijangkau
penglihatan
(Sensible shelf
storage)
80
80
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Seluruh data yang telah dikumpulkan, kemudian diolah dengan serangkaian
tahapan pengolahan data tujuannya agar data siap untuk dilakukan analisis dan
interpretasi. Adapun tahapannya sebagai berikut:
1) Teknik Pengolahan dan Analisis Data terkait Kompatibilitas Bahan Kimia
a. Mengidentifikasi kelompok bahan kimia dari masing-masing bahan kimia
yang tercantum dalam daftar invetaris alat dan bahan kimia pada masing-
masing laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Menentukan kompatibilitas dari masing-masing bahan kimia sesuai
dengan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC Laboratory.
Bahan kimia yang telah dikategorikan selanjutnya ditentukan tidak boleh
bersebelahan dengan bahan kimia yang tidak kompatibel (cocok) untuk
disimpan. Misalnya bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok bahan
kimia asam organik tidak boleh disimpan secara bersebelahan dengan
bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok asam inoganik, caustic dll
c. Melakukan analisis perbandingan terhadap data existing bahan kimia
yang telah didapatkan dari hasil observasi dengan keseharusan
penyimpaanan bahan kimia yang sesuai dengan matriks kompatibilitas
bahan kimia. Penempatan bahan kimia yang tidak sesuai dengan matriks
tersebut akan dijadikan sebagai bahan temuan yang selanjutnya akan
disusun rekomendasi untuk penyimpanan bahan kimia yang sesuai
matriks kompatibilitas bahan penyimpanan bahan kimia
81
d. Mendata jumlah bahan kimia yang menjadi temuan atau tidak sesuai
dengan matiks kompatibilitas bahan kimia dari masing-masing
laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
e. Melakukan pemetaan berdasarkan jumlah temuan bahan kimia yang tidak
kompatibilitas pada masing-masing laboratorium Fikes UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2) Teknik Pengolahan dan Analisis Data terkait Hasil Wawancara
a. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang telah
dikumpulkan yang berasal dari hasil wawancara dan catatan-catatan
tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa sehingga didapatkan
kesimpulan akhir dengan melakukan pengecekan terhdap hasil observasi
yang didapatkan.
b. Penyajian Data
Merupakan kegiatan penyusunan informasi untuk memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Bentuk penyajian data kualitatif dapat berupa teks naratif yang berbentuk
catatan lapangan ataupun matriks, grafik, jaringan dan bagan. Dalam
penelitian ini bentuk penyajian data yang akan ditampilkan yaitu berupa
narasi, matriks atau tabel.
82
c. Penarikan Kesimpulan
Merupakan kegiatan untuk menetapkan hasil analisis yang telah
dilakukan. Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus-menurus selama
proses penelitian sampai dengan proses analisis.
3) Teknik Pengolahan dan Analisis Data terkait Hasil Pengukuran
a. Pengukuran Pencahayaan
1. Melakukan penentukan titik pengukuran pencahyaan. Penentuan titik
pengukuran pencahayaan umum didasarkan dengan ukuran luas
ruangan masing-masing laboratorium
2. Melakukan pengukuran pencahayaan umum
3. Mendata hasil pengukuran pencahayaan umum maupun setempat yang
telah dilakukan pada masing-masing laboratoium Fikes UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
4. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar atau NAB
pencahayaan (Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 : NAB
pencahayaan = ± 10% dari 500 lux)
5. Memetakkan hasil perbandingan pengukuran pencahayaan dan NAB
pada masing-masing laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Baik hasil pengukuran pencahayaan umum maupun setempat
b. Pengukuran Ketinggian Rak Penyimpanan Bahan Kimia
1. Mendata hasil pengukuran ketinggian rak penyimpanan bahan kimia
darii masing-masing laboratorium
83
2. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar ketinggian rak
penyimpanan menurut University Nothingham, (2012) dan Nurmianto,
(1991) yaitu sebesar 127,2 – 133,8 cm.
3. Memetakkan hasil pengukuran ketinggian rak penyimpanan bahan
kimia yang telah dibandingkan dengan standar pada masing-masing
laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Pengukuran Suhu
1. Mendata hasil pengukuran suhu ruangan di masing-masing
laboratorium
2. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar suhu menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05 Tahun 2018 yaitu sebesar
23C-26C
3. Memetakkan hasil pengukuran suhu ruangan laboratorium yang telah
dibandingkan dengan standar pada masing-masing laboratorium Fikes
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
d. Pengukuran Kelembaban
1. Mendata hasil pengukuran kelembaban ruangan di masing-masing
laboratorium
2. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar suhu menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05 Tahun 2018 yaitu sebesar 40-
60%
3. Memetakkan hasil pengukuran kelembaban ruangan laboratorium
yang telah dibandingkan dengan standar pada masing-masing
laboratorium Fikes UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
84
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium 7 Laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7
laboratorium tersebut diantaranya laboratorium farmakogonosi-fitokimia,
penelitian II, Kimia obat, PDR, PSO, PHA, dan HEN . Laboratorium
tersebut merupakan laboratorium yang terdapat bahan kimia dan sering
digunakan untuk penunjang kegiatan pembelajaran mahasiswa.
Laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi penelitian terletak
pada lantai 3,4 dan 5 gedung Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun fungsi dari masing-masing
laboratorium tersebut yaitu terkait dengan penyelenggaraan praktikum
pembuatan obat-obatan, bahan kosmetik, uji halal obat, dan uji kualitas
lingkungan.
1. Bahan Kimia di Laboratorium
Berdasarkan data inventaris alat dan bahan kimia
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, diketahui dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi
penelitian terdapat bahan kimia sebanyak 347 bahan kimia yang
bervariasi dan sering digunakan dalam kegiatan praktikum. Bahan-
bahan kimia tersebut tergolong kedalam kategori sifat bahaya korosi
sebanyak 77,9% iritan 14,9%, serta bersifat toksik sebanyak 7,2%
74
85
2. Prosedur Keselamatan Kerja di Laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan
Kegiatan di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang dijadikan sebagai lokasi penelitian
tidak terlepas dengan penggunaan bahan kimia. Segala bentuk
kegiatan praktikum yang menggunakan bahan kimia, jika tidak
dilaksanakan secara hati-hati maka dapat menimbulkan bahaya
maupun berbagai efek samping baik efek keselamatan, kesehatan
maupun efek terhadap lingkungan. Untuk itu dalam menunjang
keselamatan pengguna laboratorium, prosedur mengenai
keselamatan kerja di laboratorium harus dapat menjamin
keselamatan kerja dan dapat menerangkan setiap perlengkapan
maupun tahapan proses yang sesuai dengan standar yang ditetapkan
mengenai keselamatan laboratorium.
Prosedur Keselamatan kerja yang terdapat di laboratorium
fakultas ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tercantum
pada aturan keamanan dan keselamatan laboratoium yang di tempel
pada dinding laboraorium. Prosedur ini hanya terdapat pada empat
laboratorium (Farmakogonosi, Penelitian II, Kimia Obat dan
laboraorium halal). Adapun rincian dari isi prosedur tersebut
mengatur mengenai :
a. Keterangan bahaya yang ditimbulkan dari penanganan bahan
kimia yang tidak tepat ketika kegiatan praktikum dilakukan
86
tanpa memerhatikan aspek keselamatan dan keamanan kerja
di laboratorium
b. Jenis peralatan yang harus digunakan oleh pengguna
laboratorium mengenai :
1) Jas laboratorium dan alas kaki tertutup
2) Sarung tangan, kaca mata pelingung (googles) untuk
menangani zat-zat kimia tertentu yang berbahaya
3) Jika menggunakan zat kimia asam atau basa pekat atau
melakukan pekerjaan dengan bahan yang mudah meledak
perlu menggunkan pelindung muka dan bekerja di lemari
asam
c. Keterangan mengenai himbauan untuk melakukan kegiatan
praktikum dengan hati-hati dan menyadari bahwa setiap
bahan kimia dapat menjadi sumber bahaya dan kecelakaan
d. Keterangan mengenai himbauan untuk memerhatikan sifat
zat bahan kimia dan membaca penjelasan pada setiap wadah
reagensia
e. Keterangan mengenai himbauan untuk menangani bahan
kimia sesuai dengan karakteristiknya dengan melihat label
keselamatan bahan yang telah disediakan
f. Keterangan mengenai himbauan untuk mengetahui
karakteristik senyawa bahan kimia yang akan digunakan
dalam penelitian serta mengetahui bagaimana cara
penyimpanan senyawa bahan kimia yang benar.
87
g. Himbauan mengenai kewajiban untuk memberikan label pada
senyawa bahan kimia yang disimpan pada lemari pendingin
sesuai dengan isinya dan masa pakai.
h. Keterangan mengenai himbauan kehati-hatian dalam
menggunakan bahan kimia yang dapat menimbulkan luka
bakar. Misalnya asam-asam pekat (H2SO4, HNO3, HCL),
basa-basa kuat (KOH,NaOH dan NH4OH) dan oksidator kuat
(air, brom, iod, senyawa klor dan permanganat)
i. Keterangan mengenai tindakan pertolongan pertama jika
terjadi insiden bahan kimia cairan yang tertelan harus segera
memuntahkan dan kumur-kumur dengan air bersih dalam
jumlah banyak
j. Keterangan mengenai tindakan pertolongan pertama yang
harus dilakukan jika suatu zat tertelan dan harus diberikan
penawar sesuai dengan jenis larutan yang terminum seperti :
1) Asam, diencerkan dengan minum banyak air diikuti
dengan air susu
2) Alkalis, dilarutkan dengan minum banyak air diikuti
dengan minum lemon / jus jeruk / susu
3) Garam-garam logam berat, berikan putih telur atau susu
k. Keterangan mengenai tindakan pertolongan pertama yang
harus dilakukan jika terjadi tumpahan zat kimia berbahaya
seperti :
88
1) Apabila terkena mata, dicuci dengan air mengalir dalam
jumlah besar selama 15 menit
2) Apabila terkena kulit, dicuci dengan air mengalir dalam
jumlah banyak dan secepatnya.
l. Keterangan mengenai himbauan untuk melaporkan setiap
kecelakaan yang terjadi di laboratorium
B. Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Analisis penyimpanan bahan kimia yaitu memerhatikan 7 aspek
prinsip-prisip penyimpanan bahan kimia aman yang dikeluarkan oleh
University of Nothingham, (2012). Pengambaran tersebut melihat dari
masing-masing pemenuhan aspek kesesuaian yang telah diterapkan
dengan ketentuan yang harus dilakukan pada setiap aspek prinsip
penyimpanan bahan kimia.
Penilaian kesesuaian penyimpanan bahan kimia aman didasarkan
apabila seluruh aspek prinsip penyimpanan bahan kimia aman dapat
terpenuhi. Sedangkan penilaian penyimpanan bahan kimia tidak aman
didasarkan pada apabila terdapat salah satu aspek prinsip penyimpanan
bahan kimia tidak terpenuhi. Berikut merupakan rincian dari masing –
masing aspek prinsip penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan Univerisitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2019 :
89
1. Gambaran Pelabelan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2019
Dalam menentukan kesesuaian pelabelan bahan kimia di masing-
masing laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
syarif Hidayatllah Jakarta, peneliti menggunakan kriteria pelabelan bahan
kimia yang mengacu pada Peraturan Perindustrian No. 23/M-
IND/PER/4/2013. Dimana kriteria dalam peraturan tersebut menyatakan
bahwa setiap bahan kimia wajib diberikan label yang berisi informasi
mengenai penanda produk, piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan
bahaya, identifikasi produsen dan informasi mengenai tindakan
pencegahan).
Untuk dapat menentukan kesesuaian dari setiap label bahan kimia
yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Jakarta, peneliti memperoleh data dengan cara melakukan
observasi serta wawancara mendalam mengenai pelabelan dan alasan
terkait tidak sesuainya label bahan kimia di masing-masing laboratorium.
Berikut adalah hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada
tabel 5.1
90
Tabel 5.1 Gambaran Pelabelan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2019
No. Laboratorium Kriteria Pelabelan Bahan Kimia
Keterangan Penanda Produk Piktogram Bahaya Kata Sinyal Pernyataan Bahaya Identifikasi Produsen
Inforrmasi mengenai
tindakan pencegahan
(Precuationary Measures)
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N %
1. Farmakogonosi-
Fitokimia
(n) = 111 botol bahan
kimia
111 100 0 0 90 81,1 21 18,9 90 81
,1
21 18
,9
90 81
,1
21 18,
9
90 81,
1
21 18,9 90 81,1 21 18,9 Tidak Sesuai
2. Penelitian II
(n) = 286 Botol
Bahan Kimia
286 100 0 0 142 49,7 144 50,3 14
2
49
,7
144 50
,3
142 49
,7
144 50,
3
14
2
49,
7
144 50,3 142 49,7 144 50,3 Tidak Sesuai
3. Kimia Obat
(n) = 418 botol bahan
kimia
418 100 0 0 158 37,7 260 62,3 26
0
62
,3
158 37
,7
260 62
,3
158 37,
7
26
0
62,
3
158 37,7 260 62,3 158 37,7 Tidak Sesuai
4. PDR
(n) = 123 botol
bahan kimia
123 100 0 0 44 35,8 79 64,2 44 35
,8
79 64
,2
44 35
,8
79 64,
2
44 35,
8
79 64,2 44 35,8 79 64,2 Tidak Sesuai
5. PHA
(n) = 79 botol bahan
79 100 0 0 79 100 0 0 79 10
0
0 0 79 10
0
0 0 79 10
0
0 0 79 100 0 0 Sesuai
91
No. Laboratorium Kriteria Pelabelan Bahan Kimia
Keterangan Penanda Produk Piktogram Bahaya Kata Sinyal Pernyataan Bahaya Identifikasi Produsen
Inforrmasi mengenai
tindakan pencegahan
(Precuationary Measures)
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N %
kimia
6. PSO
(n) = 130 botol bahan
kimia
130 100 0 0 121 93 9 7 95 73 35 27 95 73 35 27 95 73 35 27 95 73 35 27 Tidak Sesuai
7. HEN
(n) = 75 botol bahan
kimia
75 100 0 0 44 58,6 31 41,4 23 30
,6
52 69
,4
23 30
,6
52 69,
4
23 30,
6
52 69,4 23 30,6 52 69,4 Tidak Sesuai
92
Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta hanya ada 1
laboratorium yaitu laboratorium PHA yang memenuhi aspek pelabelan yang
sesuai dengan kriteria label yang dikeluarkan oleh Global Harmonized System.
Sedangkan 6 laboratorium lainnya yaitu Farmakogonosi-fitokimia, penelitian II,
Kimia Obat, PDR, PSO, dan HEN hanya mencantumkan terkait nama bahan
kimia pada label dan belum mencantumkan terkait piktogram bahaya, kata sinyal,
pernyataan bahaya, identifikasi produsen dan informasi mengenai tindakan
pencegahan.
Berikut adalah salah satu dokumentasi mengenai hasil temuan terkait
pelabelan bahan kimia tidak sesuai maupun yang telah memenuhi kriteria :
Sumber : Primer
Gambar 5.1 Dokumentasi Pelabelan di Laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sesuai
Kritera
Tidak ada piktogram, kata sinyal,
pernyataan bahaya, informasi
pencegahan,
Hanya
mencantumkan nama
bahan kimia
93
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada setiap
laboran Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
menyebutkan bahwa alasan tidak terpenuhinya aspek pelabelan bahan kimia di
laboratorium yaitu disebabkan oleh belum adanya aturan baku mengenai sistem
pelabelan bahan kimia, tidak adanya review yang melihat terkait kesesuaian
semua aspek terkait manajemen laboratorium maupun keselamatan laboratorium,
serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh laboran terkait pelabelan bahan
kimia yang sesuai dengan standar. Berikut merupakan beberapa hasil wawancara
yang dilakukan oleh laboran :
“Hanya mencantumkan nama alasannya agar tau itu bahan apa, alasan
lain karena tidak kepikiran dan karena tidak ada perintah dari atasan, untuk
aturan tidak ada “. (IU2)
“Hanya mencantumkan nama alasannya karena ketidaktahuan dan
mengikuti yang terdahulu”. (IU3)
Hasil dari wawancara dengan informan utama diatas didukung oleh
informan lain. Berikut adalah kutipan wawancaranya :
“Sistem pelabelan disini belum ada, kita belum mematok pelabelan harus
kaya gimana, jadi selama ini itu yang dicantumkan hanya bahan kimia,
konsentrasinya dan tanggal pembuatan. Setau saya selama saya menjadi kepala
STP aturan mengenai pelabelan tersebut belum ada.” (IP1)
Penjelasan dari kedua informan tersebut dilengkapi dengan oleh informan
kunci, bagaimana terkait klarifikasi mengenai peraturan dan review terkait
pelabelan bahan kimia.
“SOP mengenai sistem pelabelan belum ada, selama ini kita baru fokus
terkait di penyelenggaraan praktikum, bagaimana mahasiswa disetiap semesternya
94
bisa praktikum tanpa ada kendala, untuk SOP-SOP kami belum fokus kearah situ,
paling cuma ada SOP alat dan tata tertib. Orientasinya masih praktikum harus
berjalan. Dan hal tersebut menurut kita belum urgent. Peninjauan ulang belum
dilakukan, peninjauan hanya dilakukan mengenai pengadaan bahan kimia
(BHP)”.(IK1)
2. Gambaran Kompatibilitas bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Penentuan kriteria kesesuaian kompatibilitas bahan kimia diperoleh dari
hasil observasi yang dilakukan dengan cara membandingkan penempatan wadah
bahan kimia yang disimpan di dalam rak penyimpanan bahan kimia dengan
kesesuaian jenis kelompok bahan kimia dan kesesuaian mengenai matiks
kompatibilitas bahan kimia yang dikeluarkan oleh University of Nothingham.
(2012). Selain melihat mengenai penempatan bahan kimia di laboratorium, peneliti
juga mengumpulkan data untuk menanyakan terkait alasan apabila tidak
terpenenuhinya penyimpanan bahan kimia yang disimpan berdasarkan kelompok
kompatibilitasnya yaitu melalui wawancara. Adapun hasil observasi yang telah
dilakukan di delapan laboratorium yang menjadi lokasi penelitian dapat terlihat
pada tabel 5.2
95
Tabel 5.2 Gambaran Kompatibilitas Bahan Kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
No. Laboratorium
Jumlah yang
ditempatkan
tidak
kompatibel
Temuan Inkompibel Kelompok
Inkompatibel
Potensi Efek yang
ditimbulkan Keterangan
1. Farmakogonosi-
Fitokimia 1
a. Iron III Chlorida X
Bismuth III Nitrit
(Ruang
Spektofotometri)
a. Halogeneted
Compound X
In Organic
Dapat mengalami
dekomposisi, kondensasi
atau polimerisasi
berbahaya serta dapat
mengeluarkan gas
beracun atau dapat
menjadi reaktif.
Tidak Sesuai
2. Penelitian II 1 a. Asam Oksalat X
CMC Na (Lemari I)
a. Organic X
Monomer Dapat menyebabkan
lebih reaktif Tidak Sesuai
3. Kimia Obat 4
a. Kalium Iodat X
Natrium Carbonat
(Ruang Laboran +
alat)
a. Halogeneted
Compound X
Alkylene
Oxide
Keterangan
Meningkatkan reaksi
kebakaran Tidak Sesuai
b. Natrium Carbonat X
Ammonium Oksalat
b. Alkylene
Oxide X Keterangan mengenai Tidak Sesuai
96
No. Laboratorium
Jumlah yang
ditempatkan
tidak
kompatibel
Temuan Inkompibel Kelompok
Inkompatibel
Potensi Efek yang
ditimbulkan Keterangan
(Ruang Laboran +
alat)
Ammonia efek tidak tersedia
c. Asam Sulfat X
Benzaldehid
(Lemari asam II)
c. Inorganic
acid X
Organic acid
Dapat menyebabkan
kebakaran dan ledakan Tidak Sesuai
d. Asam Sulfat X
Natrium Benzoat
(Lemari asam IV)
d. Inorganic
acid X
Oganic acid
Dapat menyebabkan
kebakaran dan ledakan Tidak Sesuai
4. PDR 1
a. Iron III Chloride
hexahydrate X
cadmium Sulfate
(Lemari I)
a. Halogeneted
Compound X
inorganic
acid
Dapat menimbukan
reaksi oksidasi yang
mengakibatkan
peningkatan risiko
kebakaran atau ledakan
dan pelepasan gas / uap
korosif, selain itu
berisiko mengalami
penyalaan yang spontan.
Tidak Sesuai
5. PHA Tidak ditemukan bahan kimia yang disimpan tidak inkompatibel Sesuai
6. PSO 3 a. Sodium carbonat X
Sodium Cyclamate
(Lemari I atas)
a. Inroganic
acid X
organic acid
Dapat menyebabkan
kebakaran dan ledakan Tidak Sesuai
97
No. Laboratorium
Jumlah yang
ditempatkan
tidak
kompatibel
Temuan Inkompibel Kelompok
Inkompatibel
Potensi Efek yang
ditimbulkan Keterangan
b. Natrium alginat X
Natrium Bikarbonat
(Lemari 2 Bawah)
b. Monomer X
alcohol
glycol, ether
Keterangan mengenai
potensi efek yang
ditimbulkan tidak
tersedia
Tidak Sesuai
c. Sorbitol X PEG 400
(Lemari IV)
c. Alcohol,glyc
ol ether X
Monomer
Keterangan mengenai
potensi efek yang
ditimbulkan tidak
tersedia
Tidak Sesuai
7. HEN 1
a. Kalium Klorida X
NaOH
(Lemari 4)
a. Halogeneted
Compound X
caustic
Keterangan mengenai
potensi efek yang
ditimbulkan tidak
tersedia Tidak Sesuai
98
Berdasarkan hasil observasi dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai
lokasi penelitian, 1 laboratorium yaitu laboratorium PHA sudah memenuhi aspek
kompatibilitas. Dimana pada kedua laboratorium tersebut tidak ditemukan bahan
kimia yang disimpan sesuai dengan sifat dan kompatibilitas dari masing-masing
bahan kimia. Pada laboratorium PHA bahan kimia dipisahkan berdasarkan bentuk
dan sifat kimianya (mudah terbakar, ekspolsif, korosif dll) sehingga hal ini yang
menyebabkan bahwa penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut secara
tidak sengaja memenuhi aspek kompatibilitas bahan kimia. Sedangkan pada 6
laboratorium lainnya masih ditemukan bahan kimia yang disimpan tidak sesuai
dengan kompatibilitas bahan kimia. 4 laboratorium diantaranya disebabkan oleh
sistem penyimpanan bahan kimia yang digunakan di laboratorium tersebut
menggunakan sistem penyusunan secara alfabetis (abjad) dan dipisahkan
berdasarkan bentuk fisik dari masing-masing bahan tanpa memerhatikan aspek
kompatibilitas. Dan 2 laboratorium diantaranya yaitu laboratorium HEN dan PDR
penyimpanan bahan kimia didasarkan oleh bentuk fisik dan sifat kimianya.
Berikut adalah beberapa hasil dokumentasi dari temuan mengenai
penyimpanan bahan kimia yang disimpan tidak pada kelompok kompatibilitasnya :
99
Sumber : Data Primer
Gambar 5.2 Dokumentasi Temuan Bahan Kimia yang Disimpan Tidak
Kompatibel
Kalium Klorida X NaOH
Laboratorium HEN
Natrium Alginat X Natrium
Bicarbonat
Laboratorium PSO
Sodium carbonat X Sodium
Cyclamate
Laboratorium PSO
100
Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan
informan utama dari masing-maisang laboratorium menyebutkan bahwa sistem
penyimpanan bahan kimia dilaboratoriun menggunakan sistem alfabetis dan
pemisahan secara bentuk fisik. Berikut adalah beberapa kutipan wawancaranya :
“Memakai sistem alpabetis, tidak berdasarkan aspek kompatibilitas
alasannya karena bahannya tidak saling bereaksi dan bukan bahan berbahaya,
mengenai aturan tidak ada, tidak ada perintah, dan lemari penyimpanan terbatas”.
(IU2)
“Berdasarkan abjad alasannya agar mudah dan mengikuti yang terdahulu,
mengenai kompatibilitas belum tahu”. (IU3)
“Seperti biasa di taro di wadah khusus saja, tapi mereka tidak di campur,
misalnya bahan kimia berbahaya tidak dicampur dengan yang mudah rusak atau
korosif di lemari khusus bahan kimia,cara pemisahananya dilihat dari label,
penyimpanan tidak dilakukan berdasarkan kompatibilitasnya tetapi tidak ada
yang bereaksi antar bahan kimia yang berbahaya karena disimpan berdasarkan
sifat fisik bahan kimianya, pelarut dengan pelarut organik dengan organik
padatan dengan padatan,gas dengan gas”. (IU5)
Hasil wawancara dengan informan utama tersebut pula didukung dengan
penjelasan dari informan pendukung yang menyebutkan bahwa penyimpanan bahan
kimia berdasarkan sifat kimia yaitu mudah terbakar, eksplosif, dll dan sifat fisik
yaitu padatan, cairan, gas, dll. Berikut merupakan hasil kutipan wawancara dari
beberapa informan pendukung :
“Disesuaikan dengan cairan-cairan, padat-padat. Diantara cairan yg
padat atau cairan tersebut dilihat dari sifatnya misalnya bahan-bahan yg iritatif
101
disatukan dengan bahan-bahan yang memiliki sifat iritatif, eksplosif-eksplosif”.
(IP7)
Dari kedua hasil wawancara yang dilakukan oleh informan utama dan
informan pendukung dapat diketahui bahwa alasan tidak terpenuhinya mengenai
aspek kompatibilitas adalah yaitu didasarkan oleh aturan yang tidak ada. Kedua
pernyataan tersebut dilengkapi dengan informan kunci yang menyebutkan bahwa
aturan mengenai penyimpanan bahan kimia selama ini belum terdapat aturan baku,
pengorganisasian teknis diserahkan sepenuhnya oleh laboran dan kepala STP
masing-masing laboratorium. Berikut adalah hasil wawancara dengan informan
kunci :
“Kalau aturan baku mengenai penyimpanan bahan kimia tidak ada, hanya
dipisahkan kalau padatan disimpan di lemari atas, pelarut disimpan dilemari
bawahnya karena kalau padatan itu takutnya lembab ya.” (IK2)
“Belum ada aturan, karena kendalanya ada 2 yaa, gudang disini itu belum
ada. Jadi harusnya seluruh bahan kimia yang datang itu masuknya ke gudang baru
nanti ketika dibutuhkan oleh masing-masing di laboratorium baru masuk. Serta
belum jelasnya jobdesk dari masing-masing laboran, STP dan Kepala
Laboratorium sehingga sulit untuk membuat aturan. Selain itu bobot dari beban
kerja STP dan Kepala laboratorium berlebih. Karena selain bertugas menjadi STP
dan Kepala laboratorium memiliki kewajiban juga untuk mengajar sebagai dosen
yang disamakan bobotnya dengan dosen lain hal tersebut membuat kurang fokus
untuk mengurus laboratorium”. (IK1)
Dari wawancara tersebut pula dapat disimpulkan bahwa alasan
penyimpanan bahan kimia berdasarkan alfabetis (abjad) didasarkan tidak adanya
102
aturan baku terkait penyimpanan bahan kimia dan terbatasnya fasilitas (lemari
penyimpanan bahan kimia) yang menunjang untuk dilakukannya penyimpanan
bahan kimia secara benar.
3. Gambaran Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia Yang Sedikit Bahan Kimia Di
Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Kesesuaian mengenai pengadaan bahan kimia yang sedikit yaitu dapat
dilihat dari sistem pengadaan bahan kimia yang dilakukan di masing-masing
laboratorium. Penggambaran kesesuaian mengenai pengadaan bahan kimia dapat
dilihat dari berapa banyak praktikum yang berlangsung selama 1 tahun, berapa
banyak bahan kimia yang digunakan dalam setiap praktikum yang tercantum dalam
modul praktikum dan berapa banyak mahasiswa yang menggunakan bahan kimia
ataupun yang mengikuti praktikum. Hasil dari perhitungan dibandingkan dengan
list jumlah permintan bahan habis pakai (BHP) ataupun list inventaris bahan kimia
dari setiap laboratorium di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berikut merupakan hasil telaah dokumen yang telah dilakukan dapat
terlihat pada table 5.3 sebagai berikut :
103
Tabel 5.3 Gambaran Pengadaan Kuantitas Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Laboratorium
Kebutuhan Bahan Kimia
Jumlah
Bahan
Kimia
Keterangan
Berdasarkan Modul Tidak
tercantum
dalam modul Sesuai Tidak Sesuai
N % Berlebih Kurang
N % N % N %
Farmakogonosi-
Fitokimia 0 100 4 66,67 2 33,33 39 100 45
Tidak
Sesuai
Penelitian II 0 100 15 83,33 3 16,67 48 100 66
Tidak
Sesuai
Kimia Obat 0 100 15 60 10 40 193 100 218
Tidak
Sesuai
PDR 0 100 5 50 5 50 8 100 18
Tidak
Sesuai
PHA 0 100 2 100 0 0 22 100 24
Tidak
Sesuai
PSO 0 100 6 100 0 0 41 100 47
Tidak
Sesuai
HEN 0 100 10 76,9 3 23,1 44 100 54
Tidak
Sesuai
Berdasarkan hasil telaah dokumen dari 7 laboratorium yang dijadikan
lokasi penelitian diketahui semua laboratorium tidak memenuhi aspek pengadaan
kuantitas bahan kimia yang minimal. Dimana pengadaan bahan kimia dari seluruh
laboratorium tersebut tidak disesuaikan berdasarkan kebutuhan praktikum yang
dicantumkan di dalam modul pembelajaran selama 1 tahun yang terdiri dari 2
semester. Terdapat bahan kimia yang diketahui untuk penunjang penelitian yang
dilakukan oleh dosen berada pada laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
104
Hasil telaah dokumen tersebut pula didukung dengan wawncara yang
dilakukan oleh peneliti kepada informan utama, pendukung maupun informan
kunci. Berikut adalah hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan utama :
“Berdasarkan kebutuhan praktikum ataupun atas list instruksi dari kepala
STP”. (IU6)
“Berdasarkan praktikum yang di lihat di modul, kepala lab melakukan
pengurangan melihat dana yang ada dan urgensinya. Disini bahan kimia ga semua
punya laboratorium tetapi ada bahan kimia yang untuk penelitian dosen”. (IU5)
Hasil wawancara tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh informan pendukung. Berikut adalah hasil wawancara yang
dilakukan oleh beberapa informan pendukung :
”Setiap tahun kita melakukan perencanaan yang dilakukan oleh kepala
STP. Perancanaan dibuat berdasarkan pemakaian dari 1 tahun kebelakang sama
jumlah mahasiswa dan jumlah kebutuhan praktikum. Misal tahun lalu cuma
dipakai 1 praktikum kita mesennya cuma sedikit. Tapi kalau misalnya ada
rencana mau dipakai praktikum yang lain misalnya ada tiga atau empat ya kita
tambah, jadi metode konsumsi”. (IP4)
“Kita minta mengajukan lewat lab kepada kepala lab, ya nanti saya engga
tahu biasanya kepala lab lah yang akan menyediakan sesuai dengan yang kita
minta atau sesuai dengan anggaran. Biasanya perminataan itu berdasakan
kebutuhan praktikum apa yang akan dilakukan pada semseter ini butuhnya apa
ketersiadannya yang ada di lab apa sehingga kurangnya ditambah yang tidak ada
di mintakan”. (IP1)
105
Kedua wawancara dari kedua informan tersebut dilengkapi oleh informan
kunci. Bagaimana terkait sistem pengadaan bahan kimia di laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan kunci :
“Berdasarkan kebutuhan praktikum yang lebih penting biasanya ada bahan
kimia yang khusus untuk penelitian dosen”. (IK1)
Dari hasil telaah dokumen dan wawancara tersebut maka dapat disimpulkan
terkait sistem pengadaan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu tidak hanya
berdasarkan tingkat kebutuhan praktikum yang ada selama 1 tahun melainkan
terdapat pula permintaan bahan kimia yang disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian dosen. Dari masing-masing semester tersebut STP melakukan
perencanaan terkait praktikum apa saja yang akan diselenggarakan sehingga dari
perencanaan tersebut tergambar terkait apa saja kebutuhan bahan kimia yang akan
digunakan dalam 1 tahun. Disamping itu, laboran melakukan inventaris alat dan
bahan dan melakukan pengecekkan terkait bahan apa saja yang masih tersedia di
laboratorium. Kemudian dari hasil perencanaan yang dibuat oleh STP kemudian
dicocokan dengan hasil pengecekaan bahan apa saja yang masih tersedia dan sudah
habis oleh laboran untuk dilakukannya penyusunan list pengajuan bahan kimia
yang dibutuhkan dari masing-masing laboratorium. Hasil dari list kebutuhan
tersebut diserahkan ke kepala laboratorium untuk dikomunikasikan ke masing-
masing program studi untuk melakukan pemesanan bahan sesuai dengan anggaran
yang disediakan dan prioritas kebutuhan bahan kimia yang digunakan.
106
4. Gambaran terkait Perawatan Kebersihan Laboratorium di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Penentuan kesesuaian mengenai aspek prinsip kebersihan laboratorium menggunakan metode 5S yaitu (sort, set in order, shine,
sustain, dan standardize). Berikut adalah hasil observasi yang dilakukan di laboratoium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5.4 Gambaran Metode 5S yaitu (sort, set in order, shine, sustain, dan standardize) di Laboratorium Farmakogonosi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019
Penyortiran (Sort)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian
II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Adanya list kerusakan, tidak terpakai dan tidak berguna lagi pada :
a. Peralatan √ √ √ √ √ - √
Di catat di
surat
Di catat di
dokumen
list
Di catat di
dokumen
list
Ditulis
dibuku
besar
Di catat di
dokumen list
inventaris
Tidak ada list
ataupun
catatan untuk
Tercantum
dalam buku
catatan
107
Penyortiran (Sort)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian
II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
perbaikan alat inventaris
alat dan
bahan.
inventaris
alat dan
bahan.
“Kerusakan
alat”
alat dan
bahan
kerusakan
alat
“Data
Kerusakan
Alat”
b. Barang-Barang
- - √ - √ - √
Tidak ada Tidak ada Di catat di
list
inventaris
Tidak ada Dicatat di list
inventaris
Tidak ada Tercantum
dalam buku
catatan
“Data
Kerusakan
Alat”
c. Bahan Kimia - - - - - - -
Tidak ada list terkait bahan kimia yang sudah tidak terpakai kadaluarsa di seluruh laboratorium
Adanya catatan frekuensi
pemakaian barang (harian,
mingguan)
√ √ √ √ √ √ √
Terdapat buku catatatan mengenai pemakaian, peminjaman alat, bahan yang tercantum dalam buku catatan di seluruh laboratorium
108
Penyortiran (Sort)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian
II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Keterangan Tidak sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Meletakkan Benda sesuai dengan Tempatnya (Set in Order)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Mengalokasikan
dan menyimpan
barang yang
mudah dijangkau
√ √ √ √ √ √ √
Di seluruh laboratorium barang-barang dan alat-alat disimpan di tempat yang mudah dijangkau oleh
pengguna laboratorium dan dengan disesuaikan dengan tempat dan fungsinya
Mengelompokka
n alat atau item
berdasarkan
penggunaan dan
√ √ - √. √ √ √
109
fungsinya
Adanya
pemisahan
alat-alat di
ruang khusus
sesuai dengan
penggunaanny
a, adanya
ruang
penyimpanan
bahan kimia
Adanya
pemisahan
alat-alat di
ruang khusus
sesuai dengan
penggunaanny
a, adanya
ruang
penyimpanan
bahan kimia
Alat-Alat
dipisahkan
diruang
khusus
namun
tempat
penyimpana
n bahan
kimia tidak
dipisahkan
ruangannya
Adanya
pemisahan
alat-alat di
ruang khusus
sesuai dengan
penggunaanny
a, adanya
ruang
penyimpanan
bahan kimia
Adanya
pemisahan
alat-alat di
ruang khusus
sesuai dengan
penggunaanny
a, adanya
ruang
penyimpanan
bahan kimia
Adanya
pemisahan
alat-alat di
ruang khusus
sesuai dengan
penggunaanny
a, adanya
ruang
penyimpanan
bahan kimia
Adanya
pemisahan
alat-alat di
ruang khusus
sesuai dengan
penggunaanny
a, adanya
ruang
penyimpanan
bahan kimia
Keterangan Sesuai Sesuai Tidak
Sesuai
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Adanya rutinitas pembersihan pada :
a. wadah √ √
√ √ √ √ √
110
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan oleh
laboran
seminggu
sekali
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
selesai.
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
6 bulan
sekali
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
6 bulan
sekali
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
6 bulan sekali
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
jika bahan
kimia yang
sudah habis
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
selesai
praktikum
b. Botol bahan kimia √ √
√ √ √ √ √
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
praktikum
Dilakukan
oleh
mahasiswa
setelah
selesai
111
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan oleh
laboran
seminggu
sekali
selesai. selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
6 bulan
sekali
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
6 bulan
sekali
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
6 bulan sekali
selesai.
Sedangkan
yang
dilakukan
oleh laboran
jika bahan
kimia yang
sudah habis
praktikum
Adanya kegiatan pemastian terhadap area kerja bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum dengan kriteria area sebagai
berikut :
1. Tidak tercium bau
busuk atau bahan kimia
yang menyengat di
dalam ruangan dan
ruang penyimpanan
bahan kimia di
laboratorium
- √
-
- √
√
-
Pada area
praktikum dan
ruang
penyimpanan
Pada area
praktikum
maupun
ruang
Pada area
praktikum
tercium
bahan kimia
Pada area
praktikum
dan ruang
penyimpanan
Pada area
praktikum
tidak tercium
bau busuk
Pada area
praktikum
tidak tercium
bau busuk
Pada area
praktikum
tidak tercium
bau busuk
112
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
bahan kimia
tercium bau
bahan kimia
menyengat
penyimpanan
bahan kimia
tidak tercium
bahan kimia
yang
menyengat
yang
menyengat
bahan kimia
tercium bau
serbuk,
bahan-bahan
alami dan
bahan kimia
yang cukup
menyengat.
maupun bau
bahan kimia
yang
menyengat
maupun bau
bahan kimia
yang
menyengat
maupun bau
bahan kimia
yang
menyengat.un
pada ruang
penyimpanan
bahan kimia
tercium bau
bahan kimia
yang
menyengat
2. Tidak terdapat sampah
diatas meja praktikum,
di lantai ruangan
√
√
√
√
√
√
√
Diseluruh laboratorium tidak ditemukan sampah diatas meja prakikum maupun lantai ruangan
3. Tidak terdapat debu di
meja praktikum, lemari
penyimpanan bahan
kimia dan lantai
√
√
-
√
√
√
√
113
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
laboratorium
Meja, lemari
penyimpanan
bahan kimia
dan lantai area
praktikum
tidak terdapat
debu.
Meja, lemari
penyimpanan
bahan kimia
dan lantai
area
praktikum
tidak
terdapat
debu.
Meja, lemari
penyimpanan
bahan kimia
tidak
terdapat
debu.
Namun
untuk lantai
area
praktikum
terdapat
debu yang
berasal dari
lantai yang
rusak.
Meja, lemari
penyimpanan
bahan kimia
dan lantai
area
praktikum
tidak
terdapat
debu.
Meja, lemari
penyimpanan
bahan kimia
dan lantai
area
praktikum
tidak terdapat
debu.
Meja, lemari
penyimpanan
bahan kimia
dan lantai
area
praktikum
tidak terdapat
debu.
Meja, lemari
penyimpanan
bahan kimia
dan lantai
area
praktikum
tidak terdapat
debu.
4. Tidak terdapat air
tergenang di lantai
maupun di meja
√
√
√
√
√
√
-
114
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
praktikum
Tidak
ditemukan
genangan air
di lantai
maupun meja
praktikum
Tidak
ditemukan
genangan air
di lantai
maupun
meja
praktikum
Tidak
ditemukan
genangan air
di lantai
maupun
meja
praktikum
Tidak
ditemukan
genangan air
di lantai
maupun
meja
praktikum
Tidak
ditemukan
genangan air
di lantai
maupun meja
praktikum
Tidak
ditemukan
genangan air
di lantai
maupun meja
praktikum
Pada lantai
area
praktikum
maupun
ruang
penyimpanan
bahan kimia
serta meja
praktikum
tidak
dietemukan
genangan air.
Namun pada
ruang
penyimpanan
bahan kimia
terdapat
tumpahan
bahan kimia
di lantai.
115
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Adanya kegiatan
pembersihan area kerja
setelah shift berakhir
selama 5 menit
-
√
√
√
√
- -
Kegiatan
pembersihan
dilakukan
seminggu
sekali
Setiap hari
setelah shift
kerja
berakhir
Setiap hari
setelah shift
kerja
berakhir.
Setiap hari
setelah shift
kerja
berakhir.
Setiap hari
setelah shift
kerja
berakhir.
Kegiatan
pembersihan
dilakukan
hari rabu dan
jumat.
Kegiatan
pembersihan
dilakukan
seminggu
sekali
Adanya rutinitas untuk
memastikan dan
memeriksakan tumpahan
yang mungkin terjadi
√
√
√
√
√
-
√
116
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Kegiatan
pemastian
terhadap botol
bahan kimia,
tumpahan
dilakukan oleh
laboran
sebelum
praktikum
dimulai
Kegiatan
pemastian
terhadap
botol bahan
kimia,
tumpahan
dilakukan
oleh laboran
sebelum
praktikum
dimulai
Kegiatan
pemastian
terhadap
botol bahan
kimia,
tumpahan
dilakukan
oleh laboran
sebelum
praktikum
dimulai
Kegiatan
pemastian
terhadap
botol bahan
kimia,
tumpahan
dilakukan
oleh laboran
sebelum
praktikum
dimulai
Kegiatan
pemastian
terhadap
botol bahan
kimia
tumpahan
dilakukan
oleh laboran
sebelum
praktikum
dimulai
Pemastian
pada wadah
maupun botol
bahan kimia
tidak
dilakukan
secara ruitn
oleh laboran.
Pemastian
tersebut
dilakukan
ketika adanya
laporan dari
mahasiswa
Kegiatan
pemastian
terhadap
botol bahan
kimia,
tumpahan
dilakukan
oleh laboran
sebelum
praktikum
dimulai
117
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
a. Wadah √
√
√
√
√
-
√
Kegiatan
pemastian
terhadap
wadah
dilakukan oleh
laboran
sebelum dan
sesudah
praktikum
Kegiatan
pemastian
terhadap
wadah bahan
kimia
dilakukan
setiap
sebelum dan
sesudah
praktikum
Kegiatan
pemastian
terhadap
wadah bahan
kimia
dilakukan
setiap
sebelum dan
sesudah
praktikum
Kegiatan
pemastian
terhadap
wadah
dilakukan
oleh laboran
sebelum dan
sesudah
praktikum
Kegiatan
pemastian
terhadap
wadah bahan
kimia
dilakukan
setiap
sebelum dan
sesudah
praktikum
Pemastian
pada wadah
maupun botol
bahan kimia
tidak
dilakukan
secara ruitn
oleh laboran.
Pemastian
tersebut
dilakukan
ketika adanya
laporan dari
mahasiswa
Kegiatan
pemastian
terhadap
wadah bahan
kimia
dilakukan
setiap
sebelum dan
sesudah
praktikum
b. Alat √
√
√
√
√
√
√
118
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Kegiatan
pemastian
terhadap alat
dilakukan oleh
laboran
sebelum dan
sesudah
praktikum
Kegiatan
pemastiaan
terhadap
peralatan
dilakukan
ketika tidak
adanya
praktikum
dan setiap 6
bulan sekali
Kegiatan
pemastiaan
terhadap
peralatan
dilakukan
ketika
sebelum dan
sesudah
praktikum
Kegiatan
pemastiaan
terhadap
peralatan
dilakukan
sebelum dan
sesudah
praktikum
Kegiatan
pemastian
terhadap
peralatan
dilakukan
oleh laboran
dan
mahasiswa
sebelum
penggunaan
dan selesai
penggunan
Kegiatan
pemastian
terhadap
peralatan
dilakukan
oleh laboran
dan
mahasiswa
sebelum dan
seudah
praktikum
Kegiatan
pemastian
terhadap alat
bahan
dilakukan
oleh laboran
secara rutin
ketika
sebelum dan
sesudah
praktikum
c. Kabel √
√
√
√
√
√
√
Kegiatan
pemastian
terhadap kabel
dilakukan oleh
laboran
Kegiatan
pemastian
terhadap
kabel
dilakukan
Kegiatan
pemastian
terhadap
kabel
dilakukan
Kegiatan
pemastian
terhadap
kabel
dilakukan
Kegiatan
pemastian
terhadap
kabel
dilakukan
Kegiatan
pemastian
terhadap
kabel
dilakukan
Pengecekkan
kabel
peralatan
dilakukan
ketika alat
119
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
sebelum dan
sesudah
praktikum
berbarengan
dengan
pemastian
terhadap alat
yaitu setiap
tidak adanya
praktikum
dan setiap 6
bulan sekali
ketika alat
ingin
digunakan
ketika alat
ingin
digunakan
ketika sedang
ingin
menggunakan
alat. Kegiatan
pengecekkan
tersebut
dilakukan
oleh laboran
namun tidak
rutin
dilakukan
ketika sedang
ingin
menggunakan
alat. Kegiatan
pengecekkan
tersebut
dilakukan
oleh laboran
namun tidak
rutin
dilakukan
akan
digunakan
maupun akan
dikalibrasi
Adanya Pencahayaan
yang memadai di
laboratorium, pada :
a. Pengukuran
pencahayaan Ruang
Praktikum
- - - - - - -
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
120
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
dilakukan di
16 titik ruang
praktikum
diketahui rata-
rata
pencahayaan
yaitu sebesar
24,9 hingga
115,5 lux
dilakukan di
16 titik
ruang
praktikum
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
27,6 hingga
183,4 lux
dilakukan di
10 titik
ruang
praktikum
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
73,2 hingga
146,8 lux
dilakukan di
16 titik
ruang
praktikum
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
32,3 hingga
246 lux
dilakukan di
20 titik ruang
praktikum
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
82,6 hingga
204, 7 lux
dilakukan di
12 titik ruang
praktikum
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
12,5 hingga
97,2 lux
dilakukan di
16 titik ruang
praktikum
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
37,7 hingga
336, 3lux
b. Pengukuran
Pencahayaan Ruang
Penyimpanan
- - - - - - -
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
dilakukan di
16 titik ruang
penyimpanan
bahan kimia
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
dilakukan di
11 titik
ruang
penyimpanan
Tidak
terdapat
ruang
penyimpanan
bahan kimia
sehingga
pengukuran
pencahayaan
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
dilakukan di
17 titik
ruang
penyimpanan
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
dilakukan di
24 titik ruang
penyimpanan
bahan kimia
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
dilakukan di
15 titik ruang
penyimpanan
bahan kimia
Dari hasil
pengukuran
pencahayaan
yang
dilakukan di
20 titik ruang
penyimpanan
bahan kimia
121
Kebersihan Wadah dan Laboratorium (Shine)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
diketahui rata-
rata
pencahayaan
yaitu sebesar
106,6
hingga 221 lux
bahan kimia
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
135,3 hingga
232,3 lux
tidak
dilakukan.
bahan kimia
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
49,2 hingga
171,1 lux
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
124,2 hingga
322,3 lux
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
57,1 hingga
176,7 lux
diketahui
rata-rata
pencahayaan
yaitu sebesar
28,7 hingga
76,3lux
Keterangan Tidak Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai
122
Pelibatan Pengguna Laboratorium dalam Menjaga Kebersihan (Sustain)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian
II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Adanya komunikasi
mengenai prosedur dan
tanggung jawab dari setiap
pengguna laboratorium
mengenai kebersihan
laboratorium dan
penyimpanan bahan kimia
√ √ √ √ √ √ √
Penyampaian prosedur tulisan dan lisan. Penyampaian secara tulisan berupa tata tertib, aturan kebersihan
yang tercantum dalam modul praktikum. Sedangkan peyampaian secara lisan yaitu disampaian oleh dosen
ataupun laboran mengenai aturan penyimpanan bahan kimia secara umum yaitu berupa pengarahan ketika
menggunakan bahan kimia harus disimpan ditempat semula pada awal perkualihan
Adanya bukti berupa foto
kegiatan, handout ataupun
softfile materi ataupun
kegiatan pelatihan yang
dilakukan
√ √ √ √ √ √ √
Terdapat modul pelatihan mengenai manajemen laboratorium, handout materi pelatihan ISO/IEC 17025 :
2017 mengenai akreditasi laboratorium yang pernah diikuti oleh laboran, kepala STP
Adanya bukti berupa hasil - - - - - - -
123
audit yang dilakukan
Belum pernah dilakukan audit baik audit internal maupun audit eksternal
Keterangan Tidak Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Adanya Petunjuk ataupun Prosedur (Standardize)
Kriteria Lab.
Farmaogonsi-
Fitokimia
Lab.
Penelitian II
Lab. Kimia
Obat
Lab. PDR Lab. PHA Lab. PSO Lab. HEN
Adanya pengingat visual
didinding berupa petunjuk
ataupun prosedur
mengenai penyimpanan
bahan kimia yang aman
- - - - - - -
Belum terdapat prosedur yang baku mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman di setiap laboratorium
Adanya peran dan
tanggung jawab pekerja
maupun pengguna
laboratorium untuk
menjaga budaya
kebersihan (jadwal piket)
√ √ √ √ √ √ √
124
Terdapat
jadwal piket
yang dibuat
oleh laboran
bersama
dengan
penanggung
jawab (PJ)
Terdapat
jadwal piket
yang dibuat
oleh laboran
bersama
dengan
penanggung
jawab (PJ)
Terdapat
jadwal
piket yang
dibuat oleh
laboran
bersama
dengan
penanggung
jawab (PJ)
Terdapat
jadwal piket
yang dibuat
oleh laboran
bersama
dengan
penanggung
jawab (PJ)
Terdapat
jadwal piket
yang dibuat
oleh laboran
bersama
dengan
penanggung
jawab (PJ)
Terdapat
jadwal piket
yang dibuat
oleh laboran
bersama
dengan
penanggung
jawab (PJ)
Tidak
terdapat
jadwal piket,
namun
kegiatan
pembersihan
dilakukan
oleh
mahasiswa
setiap
praktikum
berakhir
Adanya standar temperatur
ruangan : - - - - - - -
Tidak adanya standar mengenai temperatur ruang praktikum maupun ruang penyimpanan baik suhu dan
kelembaban di setiap laboratorium
a. Suhu - - - - - √ -
Hasil
pengukuran
suhu :
a. Ruang
Praktikum :
27,7 °C
Hasil
pengukuran
suhu :
a. Ruang
Praktikum :
25,9 °C
Hasil
pengukuran
suhu :
a. Ruang
Praktikum :
29,1 °C
Hasil
pengukuran
suhu :
a. Ruang
Praktikum
: 30,1 °C
b. Ruang
Hasil
pengukuran
suhu :
a. Ruang
Praktikum :
27,6 °C
b.Ruang
Hasil
pengukuran
suhu :
a. Ruang
Praktikum :
26 °C
b. Ruang
Hasil
pengukuran
suhu :
a. Ruang
Praktikum
: 27,3 °C
b. Ruang
125
b. Ruang
Penyimpanan
: 27,9 °C
b. Ruang
Penyimpanan
: 26,6 °C
Penyimpan
an : 29,6
°C
Penyimpan
an : 27,9
°C
Penyimpan
an : 23 °C
Penyimpa
nan : 27,8
°C
b. Kelembaban - - - - - - -
Hasil
Pengukuran
Kelembaban :
a. Ruang
Praktikum :
53,8%
b. Ruang
Penyimpanan
: 55,5%
Hasil
pengukuran
kelembaban :
a. Ruang
Praktikum :
54%
b. Ruang
Penyimpanan
: 54,8%
Hasil
pengukuran
kelembaban
:
a. Ruang
Praktikum :
52,4%
Hasil
pengukuran
kelembaban :
a. Ruang
Praktikum :
63,9, %
b.Ruang
Penyimpanan
: 65 %
Hasil
pengukuran
kelembaban :
a. Ruang
Praktikum :
60,8, %
b. Ruang
Penyimpan
an : 63,2 %
Hasil
pengukuran
kelembaban :
a. Ruang
Praktikum :
57,3, %
b. Ruang
Penyimpan
an : 73 %
Hasil
pengukuran
kelembaban :
a. Ruang
Praktiku
m : 57,2
%
b. Ruang
Penyimp
anan :
56,8 %
Keterangan Tidak Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak Sesuai
126
A. Sort / Seiri (Penyortiran)
Prinsip dari aspek penyortiran adalah untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan terkait barang-barang yang sudah tidak dapat digunakan.
Menurut Ball, (2013) dalam menerapkan prinsip peyortiran yaitu dengan cara
melakukan pemilihan dan pelistan terhadap peralatan, barang, bahan yang
telah rusak, tidak terpakai dan tidak berguna lagi dan menentukan frekuensi
pemakaian barang.
1. Melakukan Pemilihan dan Pelistan terhadap :
a) Peralatan
Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium,
6 laboratorium diantaranya sudah melakukan pencatatan terhadap
peralatan yang sudah rusak. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO
belum melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak.
Pencatatan yang dilakukan oleh 6 laboratorium tersebut dilakukan
pada dokumen yang bervariasi. Artinya pada 6 laboratorium
tersebut memiliki perbedaan dalam melakukan pencatatan di
masing-masing dokumen. untuk laboratorium farmakogonsi
pencatatan peralatan yang rusak dicatat pada surat perbaikan alat,
laboratorium penelitian II, Kimia Obat, PHA di catat pada list
inventaris alat dan bahan dan untuk laboratorium PDR dan
laboratorium HEN dilakukan pencatatan di log book dengan judul
buku “Data Kerusakan Alat”. Berikut adalah hasil dokumentasi :
127
Sumber : Primer
Gambar 5.3 Dokumentasi Buku Catatan Kerusakan alat
dan Barang
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti kepada informan utama, pendukung
maupun informan kunci. Berikut adalah hasil kutipan wawancara
dengan beberapa informan utama, informan pendukung dan
informan kunci :
“Kerusakan alat dilakukan pencatatan pada surat
perbaikan alat. (IUI).
“Alat-alat laboratorium seperti gelas-gelas ataupun alat
besar dicatat biasanya di komputer, nama filenya itu inventaris
alat dan bahan. (IU2)
“Alat-alat ataupun barang-barang laboratorium yang
lainnya yang sudah rusak dicatat di buku besar. Di dalamya di
128
tulis alat apa saja yan rusak, tanggal kerusakan, berapa banyak
yang rusak dll. (IP7).
Kedua pernyataan tersebut dilengkapi dengan pernyataan
yang dikeluarkan oleh informan kunci yang menyebutkan bahwa
terdapat pencatatan terhadap kerusakan alat pada surat perbaikan
atau (logbook) di setiap laboratorium. Berikut adalah kutipan
wawancaranya.
“List barang-barang rusak dan sudah tidak terpakai di
buku besar atau biasanya melalui surat perbaikan alat” (IK1)
Sedangkan untuk laboratorium PSO menyebutkan bahwa
alasan belum melakukan pencatatan terhadap alat-alat yang rusak
yaitu dikarenakan tidak adanya tindak lanjut dari bagian fakultas
untuk melakukan perbaikan alat. Berikut adalah hasil kutipan
wawancaranya :
”Kalau dulu saya tulis, kalau sekarang udah jarang,
alasannya saya udah bosen ngajuinnya, maksudnya gini misalkan
rusak kan kalopun kita ajuin belum tentu langsung dibenerinkan
gitu loh, kewajiban buat laboran melakukan pelistan alat yang
rusak, biasanya ka lab setiap awal tahun nanyain ada alat yang
rusak ga”. (IU6)
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pencatatan terhadap kerusakan
alat di laboratorium hampir seluruh laboratorium telah melakukan.
129
Namun pencatatan yang dilakukan penentuan terhadap keharusan
untuk melakukan pencatatan pada dokumen tertentu sehingga
belum terciptanya penyeragaman terhdap dokumentasi kerusakan
alat laboratorium. Selain itu dapat disimpulkan terkait alasan tidak
dilakukannya pencatatan terhadap kerusakan alat di laboratorium
PSO yaitu disebabkan oleh tidak adanya tindak lanjut dari bagian
fakultas untuk melakukan perbaikan alat.
b) Barang-Barang
Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium,
3 laboratorium diantaranya yaitu laboratorium kimia obat, PHA
dan HEN sudah melakukan pencatatan terhadap barang-barang
yang sudah rusak. Sedangkan 4 laboratorium lainnya belum
melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah rusak.
Pencatatan barang-barang tersebut diantaranya pencatatan terhadap
lemari, bangku-bangku ataupun terkait barang-barang yang lain,
AC dll. Untuk laboratorium kimia obat dan PHA pencatatan
tersebut dilakukan di list ineventaris sedangkan untuk laboratorium
HEN pencatatan tersebut dilakukan pada buku besar (logbook)
yang berbarengan dengan pencatatan kerusakan alat yaitu buku
catatan “Data Kerusakan Alat”.
Hasil observasi tersebut didukung dengan wawancara yang
dilakukan oleh informan utama dan pendukung. Berikut adalah
hasil kutipan wawancaranya :
130
“Catatan kerusakan alat dan barang-barang yang sudah
tidak terpakai dan rusak ada di data inventaris”. (IU3)
“Alat-alat ataupun barang-barang laboratorium yang
lainnya yang sudah rusak dicatat di buku besar. Di dalamya di
tulis alat apa saja yang rusak, tanggal kerusakan, berapa banyak
yang rusak dll.” (IP7)
Sedangkan mengenai belum dilakukan serta alasan terkait
tidak melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah
rusak dapat diketahui dari hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti terhadap infoman utama, pendukung dan informan kunci.
Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :
“Untuk barang-barang selain alat belum dilakukan
pencatatan. (IU4).
“List barang-barang rusak belum ada. Aturan mengenai
pencatatan barang rusak dan tidak terpakai tidak dulu ada. Tapi
tidak tahu. (IP4)
“Barang-barang yang sudah rusak seharusnya dicatat,
kaya AC dll itu harus ikut dilaporkan juga ketika pengajuan alat.
Tapi memang belum ada aturan dan belum disosialisasikan”.
(IK2)
Dari hasil observasi dan wawancara tersebut dapat
disimmpulkan bahwa sebagian laboratorium fakultas ilmu
kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui sudah
melakukan pencatatan pada dokumen yang belum seragam. Dan
131
sebagian laboratorium lainnya belum melakukan pencatatan
terhdap barang-barang yang sudah rusak. Adapun alasannya yaitu
karena belum adanya aturan yang mewajibkan untuk melakukan
kegiatan pencatatan tersebut yang diketahui oleh seluruh pengelola
laboratorium.
c) Bahan Kimia yang sudah rusak / Kadaluarsa
Berdasarkan hasil observasi diketahui 7 laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidaytullah Jakarta belum
melakukan pencatatan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki
tanggal kadaluarsa. Belum adanya catatan terkait tanggal
kadaluarsa pada bahan kimia yaitu disebabkan oleh belum adanya
aturan yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan serta
terdapat sebagian bahan kimia yang tidak mencantumkan tanggal
kadaluarsa secara pasti.
Bahan kimia yang sudah kadaluarsa biasanya masih
digunakan untuk praktikum selama bahan kimia tersebut belum
berubah secara fisik baik warna maupun wujudnya. Selain itu pula
bahan kimia yang sudah kadaluarsa yang masih dapat digunakan
tersebut disimpan secara bersamaan dengan bahan kimia yang lain.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti kepada informan utama, pendukung
dan infoman kunci. Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :
“Untuk list bahan yang udah kadaluarsa ga ada biasanya
saya pisahin aja alasannya jadi kalau di invennya mah saya tulis
132
expired tapi ga tau itu harus diapain sebenernya, tapi saya pisahin
kalau misalkan masih bisa dipake ya di pake, kalo yang udah
expired terus udah terlalu lama dan berubah itu saya pisahin,
maksudnya penyimpanannya”. (IU6)
“Kalau untuk bahan kimia yang sudah kadalurasa tidak
dilakukan. Karena memang belum ada kewaibannya dan masih
ada bahan kiima yang kadaluarsa yang masih dipakai untuk
praktikum”. (IU4)
“Tanggal kadaluarsa bahan tidak di tulis karena tidak ada
tanggal expirednya”. (IP2)
“Tidak ada list bahan yang sudah memasuki tanggal
kadaluarsa. Aturan mengenai pencatatan belum ada, aturan
mengenai larangan penggunaan bahan kimia kadaluarsa belum
ada”.
Dari hasil observasi dan wawancara tersebut dapat
disimpulkan bahwa semua laboratorium belum melakukan
pencatatan terkait bahan kimia yang sudah memasui tanggal
kadaluarsa. Dimana alasannya yaitu karena belum adanya aturan
yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan serta terdapat
sebagian bahan kimia yang tidak menctumkan tanggal kadaluarsa
secara pasti
2. Menentukkan frekuensi pemakaian barang
Berdasarkan hasil observasi di seluruh laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui telah
133
melakukan pencatatan terhadap frekuensi pemakaian barang (harian,
mingguan) mengenai pemakaian, peminjaman alat dan bahan yang
tercantum dalam buku catatan di seluruh laboratorium. Hal ini sesuai
dengan Ball. (2013) yang menyebutkan bahwa dalam penerapan aspek
penyortiran harus menentukan frekuensi pemakaian barang baik bahan
maupun alat.
Di masing-maisng laboratorium, mahasiswa diwajibkan untuk
mengisi logbook atauun buku catatan besar terakit pemakaian bahan
serta peralatan apa saja yang akan digunakan serta jumlah dari masing-
masing kebutuhan bahan dan alat yan digunakan. Tidak hanya pada
saat praktikum, bagi mahasiswa yang melakukan riset yang
mengunakan alat laboratorium wajib mengisi catatan peminjaman alat.
Dengan demikian dapat tergambar bahwa frekuensi pemakaian alat
maupun bahan setiap harinya maupun setiap minggunya bergantung
pada penyelenggaraan praktikum maupun riset mahasiswa.
Hasil observasi tersebut didukung pula dengan hasil
wawancara yang dilakukan oleh salah satu informan utama,
pendukung yang menyebutkan bahwa hal yang serupa dengan hasil
observasi. Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :
“Saya selalu ingatkan mahasiswa untuk mencatat. Karena itu
penting sekali untuk tahu siapa yang menggunakan alat. Makanya
saya selalu ketat jika ada mahasiswa yang menggunakan alat untuk
praktikum ataupun untuk riset untuk mengisi buku catatan pemakaian
134
alat. Untuk pemakaian bahan mereka selalu mengisi dan mencatat di
buku pemakaian bahan”. (IU4)
“Biasanya dicatat di buku pemakaian bahan dan buku
pemakaian alat”. (IP7)
Pernyataan dari kedua informan tersebut sejalan dengan
pernyataan yang dinyatakan oleh informan kunci. Dimana informan
kunci tersebut membenarkan bahwa terdapat pencatatan untuk
terhadap frekuensi pemakaian alat maupun bahan yang tercantum
dalam buku catatan besar yang dilakukan oleh mahasiswa setiap ingin
menggunakan dalam kegitan praktikum ataupun mahasiswa yang
sedang melakukan riset di laboratorium.
“Biasanya mahasiswa praktikum ataupun mahasiswa yang
sedang melakukan penelitian skripsi jika menggunakan peralatan
laboratorium diwajibkan untuk mencatat alat apa saja yang
digunakan. Mahasiswa praktikum biasanya dibagi perkelompok dan
jika ingin menggunakan bahan dicatat berdasarkan hitungan
kelompok”. (IK1)
“Ada catatanya untuk pemakaian bahan ataupun alat yang
menunjukkan bahwa alat atau bahan tersebut digunakan setiap hari
ataupun setiap minggu dll. Itu dijadikan sebagai bahan rujukan untuk
penyimpanan alat maupun bahan”. (IK2)
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan telah melakukan pencatatan terhadap pemakaian alat dan
135
bahan. Catatan tersebut berfungsi untuk mengetahui frekuensi
pemakaian bahan maupun alat setiap harinya ataupun bergantung
dengan kegiatan praktikum berlangsung.
B. Set In Order / Seiton (Menyimpan pada tempatnya)
Merupakan prinsip menempatkan segala barang atau bahan sesuai pada
tempatnya. Tujuan dari prinsip ini adalah untuk menciptkan manajemen visual
yang baik dengan mempertimbangkan item apa yang harus diposisikan,
kuantitas dan dimana penempatan yang sesuai.
Penerapan aspek ini yaitu dengan cara : (1) mengalokasikan dan
menyimpan barang ditempat yang mudah dijangkau dan (2)
mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya.
Untuk dapat mengalokasikan dan menyimpanan barang yang mudah
dijangkau yaitu dengan menentukan lokasi untuk setiap peralatan maupun
bahan kimia yang diperlukan (Safety culture, 2018).
1. Mengalokasikan dan menyimpan barang yang mudah dijangkau
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa seluruh laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah
mengalokasikan dan menyimpan barang yang mudah di jangkau. Hal
tersebut terlihat dari pada seluruh laboratorium barang-barang maupun alat
disimpan ditempat yang mudah dijangkau dengan penglihatan ataupun
jangkauan tangan oleh pengguna laboratorium kemudian disesuaikan
dengan tempat dan fungsinya. Hal tersebut telah sesuai dengan Safety
culture, (2018) yang menyebutkan bahwa penerapan aspek menyimpan
pada tempatnya yaitu dengan cara selalu mengalokasikan dan menyimpan
136
barang ditempat yang mudah dijangkau dan mengelompokkan alat atau
item berdasarkan penggunaan dan fungsinya. Tujuan dari penerapan
kriteria ini agar terciptanya efektifitas dalam sisi pengambilan bahan
maupun alat ketika sewaktu-waktu ingin digunakan.
Secara penglihatan pengalokasian dan penyimpanan bahan maupun
alat dapat terlihat oleh penglihatan ataupun dapat di ambil oleh jangkauan
tangan. Terdapat area-area tertentu ataupun ruangan yang petakan untuk
alat ataupun bahan-bahan kimia di masing-masing laboratorium. Untuk
penyimpanan alat-alat besar (mayor) disimpan di ruang khusus alat.
Sehingga penggunaannya dilakukan diruangan tersebut, sedangkan untuk
alat-alat yang kecil (minor) seperti gelas-gelas kaca, pipet, corong dll
disimpan dilemari penyimpanan alat.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh informan utama, informan pendukung dan informan kunci.
Berikut adalah hasil kutipannya :
“Sistem pengalokasian bahan kimia memerhatikan aspek
keterjangkauan. Ga tinggi-tinggi kalau simpan alat atau bahan yang
penting prinsipnya harus terlihat dan mudah untuk diambil”. (IU3)
“Selama ini mahasiswa sudah tahu alat disimpan dimana dan selalu
bisa mengambilnya”. (IP6)
“Memerhatikan aspek keterjangkauan biasanya laboran sudah
mengetahui agar mahasiswa efektif dalam kegiatan praktikum”. (IK1)
“Penyimpanan dan pengalokasian bahan kimia memerhatikan
aspek keterjangkauan, alat di ruang alat”. (IK2)
137
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan telah
memenuhi kriteria mengalokasikan dan menyimpan barang baik bahan dan
alat dengan mudah dijangkau. Hal tersebut didasarkan oleh untuk lemari
alat dan bahan dilengkapi dengan kaca didepannya sehinga memudahkan
pengguna untuk melihat serta pengaloasikan dan penyimpanan bahan dan
alat dilakukan didalam laboratorium yang mana telah ditentukan area-area
tertentu ataupun ruangan dari masing-masing penggunaannya.
2. Mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dari 7 laboratorium, 6
laboratorium diantaranya telah memenuhi kriteria mengelompokkan alat
atau item berdasarkan pengunaan dan fungsinya. Sedangkan 1
laboratorium lainnya yaitu laboratorium kimia obat belum memenuhi
kriteria tersebut. Pada laboratorium kimia obat tidak dipisahkan antara
ruang penyimpanan bahan kimia dengan area praktikum mahasiswa. Hal
tersebut dilatarbelakangi oleh keterbatasannya ruangan yang tersedia di
laboratorium tersebut serta banyaknya alat-alat besar yang bersifat mayor
sehingga membutuhkan ruangan khusus dalam pengoperasiannya.
Sedangkan untuk laboratorium lainnya sudah terdapat pemisahan terhadap
ruang praktikum, penyimpanan alat besar dan ruang penyimpanan bahan
kimia.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut
adalah hasil kutipan wawancaranya :
138
“Disini kalau alat-alat besar yang bersifat mayor dipisahkan. Tapi
untuk ruang penyimpanan bahan kimia tidak ada, karena ruangannya
terpakai semua dengan penyimpanan alat-alat khusus”. (IU3)
“Area praktikum dipisahkan dengan ruang penimbangan bahan,
alat-alat besar. Namun belum ada ruang penyimpanan bahan kimia yang
secara terpisah”. (IP3)
“Di laboratorium sudah memisahkan sudah memisahkan antara
ruang praktikum, penyimpanan alat dan penyimpanan bahan kimia. Ada
juga sebagaian yang disatukan ruangannya antara penyimpanan alat
yang kecil-kecil seperti gelas-gelas pipet dll di ruang penyimpanan
bahan”. (IK1)
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka
dapat simpulkan bahwa hanya 1 laboratorium yaitu kimia obat yang belum
memenuhi kriteria mengelompokkan alat atau item berdasarkan
penggunaan dan fungsinya. Hal tersebut didasari oleh keterbatasan
ruangan yang dimiliki. Sehingga belum dilakukannya pemisahan terhadap
ruang penyimpanan bahan kimia dengan area praktikum mahasiswa.
C. Shine / Seiso (Kebersihan wadah dan laboratorium)
Menurut Ball, (2013) penerapan prinsip kebersihan yaitu bertujuan
untuk menjaga agar wadah bahan kimia serta laboratorium tetap bersih.
Selain itu memudahkan dalam mendeteksi adanya kebocoran atau kelainan
pada wadah bahan kimia serta membantu ruangan dalam keadaan bersih,
aman dan nyaman bagi pengguna maupun pekerja (laboran) dengan
139
demikian dapat meingkatkan fokus dan motivasi pengguna laboratorium
maupun laboran.
Adapun dalam penerapan ini yaitu dilakukan dengan cara : (1)
menetapkan rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia, (2)
memastikan area kerja laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan
sesudah praktikum, (3) membersihkan area kerja setelah shift berakhir
minimal 5 menit, (4) melakukan kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang
mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah, peralatan, kabel usang dll,
memasang pencahayaan yang memadai (Safety Culture, 2018).
1. Adanya rutinitas pembersihan pada :
a. Wadah dan botol Kimia
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di 7 laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN syarif Hidayatullah Jakarta diketahui
bahwa seluruh laboratorium telah memenuhi kriteria yaitu melakukan
rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia. Kegiatan
tersebut dilakukan oleh mahasiswa dan laboran. Untuk kegiatan
pemberishan yang dilakukan oleh mahasiswa yaitu setelah praktikum
selesai, sedangkan untuk kegiatan pembersihan rutin yang diakukan
oleh laboran dilakukan seminggu sekali, jika bahan kimia sudah habis
ataupun dilakukan ketika 6 bulan sekali berbarengan dengan kagiatan
stok of name.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan oleh salah beberapa informan utama, pendukung, dan
informan kunci. Berikut adalah kutipan wawancaranya :
140
“Sistem pembersihan pada wadah, botol dilakukan setelah
praktikum”. (IU3)
“Sistem pembersihan pada wadah botol dilakukan 6 bulan
sekali atau setelah praktikum”. (IU2)
“Rutinitas Pembersihan wadah botol dilakukan setelah
praktikum. (IP3)
“Dilakukan setiap selesai prakrikum, laboran ketika stock of
name” (IP2)
“Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan kebocoran
wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus dilakukan berapa
kali dalam seminggu. Berantung intensitas praktikum”. (IK1)
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan dapat
simpulkan bahwa diseluruh laboratorium telah menjalankan rutinitas
untuk melakukan pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia.
Namun intensitas pemberishannnya di masing-maisng laboratorium
berbeda-beda. Hal tersebut didasari oleh belum adanya aturan yang
mewajibkan untuk dilakukan kegiatan tersebut kapan harus dilakukan
berapa kali dalam kurun waktu tertentu. Sehinga hal tersebut yang
menimbulkan variasi waktu pelaksanaan rutinitas pembersihan pada
wadah bahan kimia.
2. Adanya kegiatan pemastian terhadap area kerja bersih dan siap digunakan
sebelum dan sesudah praktikum dengan kriteria area sebagai berikut :
a. Tidak tercium bau busuk atau bahan kimia yang menyengat di dalam
ruangan dan ruang penyimpanan bahan kimia di laboratorium
141
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, dapat
diketahui bahwa 4 laboratorium yaitu laboratorium Farmakogonosi-
fitokimia, kimia obat, PDR, dan laboratorium HEN tercium bau
menyengat di dalam ruangan praktikum maupun di ruang
penyimpanan bahan kimia. Sedangkan 3 laboratorium lainnya tidak
tercium bau busuk maupun bau bahan kimia yang menyengat.
Bau menyengat yang ditemukan di area praktikum dan ruang
penyimpanan laboratorium Farmakogonosi-Firokimia berasal dari
bahan kimia. Sedangkan untuk bau menyengat yang ditemukan di
laboratorium kimia obat berasal dari bahan kimia yang disimpan di
ruang praktikum sehingga berdampak pada terciumnya bau menyengat
diruang praktikum. Selain itu pada laboratorium PDR bau menyengat
yang tercium di area praktikum dan ruang penyimpanan yaitu berasal
dari serbuk bahan-bahan alami dan bahan kimia yang digunakan untuk
kegiatan praktikum maupun bahan kimia yang disimpan diruang
penyimpanan. Dan untuk bau menyengat yang tercium di laboratoriu
HEN yaitu berasal dari bahan kimia yaitu spirtus yang tumpah di lantai
ruang penyimpanan bahan kimia. kondisi tersebut diperparah dengan
kurang berfungsinya local exhaust pada area praktikum maupun ruang
penyimpanan bahan kimia di 4 laboratorium tersebut. Penyataan
tersebut didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh salah
satu informan utama. Berikut adalah kutipan wawancaranya :
142
“Tidak ada, karena tidak ada fasilitas yang memumpuni, jadi
percuma ada standar juga karena fasilitasnya ga mendukung. AC dan
Local exhaust saja rusak” (IU1)
b. Tidak terdapat sampah diatas meja praktikum, di lantai ruangan
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium diketahui
bahwa seluruh laboratorium tidak terdapat sampah diatas meja
praktikum, di lantai ruangan. Hal tersebut terlihat dari bersihnya lantai
dan meja tanpa ditemukan sampah-sampah plastik makanan ataupun
sampah-sampah lainnya. Kondisi tersebut dapat terjadi akibat adanya
aturan tata tertib yang melarang mahasiswa untuk meninggalkan
sampah di area laboratorium serta dilarang membawa makanan dari
luar sehingga mahasiswa ketika melakukan pratkikum tidak membawa
sampah plastik bekas makanan dan selalu menjaga kebersihan
laboratorium.
c. Tidak terdapat debu di meja praktikum, lemari penyimpanan bahan
kimia dan lantai laboratorium
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, dapat
diketahui 6 laboratorium lainnya telah sesuai memenuhi kriteria tidak
terdapat debu di meja praktikum, lemari penyimpanan bahan kimia dan
lantai laboratorium. Sedangkan 1 laboratorium yaitu laboratorium
kimia obat ditemukan debu pada lantai laboratorium. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya lantai laboratorium kimia obat yang
menyebabkan berdebunya lantai laboratorium. Kondisi tersebut
diperparah dengan tidak dilakukannya kegiatan pembersihan pada
143
lantai laboratorium yang disebabkan oleh timpang tindihnya tugas dan
tanggung jawab antara laboran dan OB (office boy).
Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan
oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut adalah
kutipan wawancaranya :
”Rutinitas Pembersihan laboratorium untuk hanya untuk meja
dan alat untuk lantai tidak dilakukan, karena kalau lantai itu
tanggung jawab OB”. (IU3)
“Pembersihan laboratorium tanggungjawab OB. Laboran
hanya mengelola laboratorium. Mungkin untuk kebersihan alat-alat
itu tanggung jawab laboran”. (IP3)
“Kebersihan laboratorium itu tupoksinya OB”. (IK1)
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar laboratorium telah memenuhi
kriteria, hanya terdapat sebagian kecil laboratorium yang belum
memenuhi kriteria tidak terdapatnya debu pada lantai laboratorium
yang disebabkan oleh rusaknya lantai laboratorium kemudian
didukung dengan tidak dilakukannya pembersihan pada lantai
laboratorium.
144
d. Tidak terdapat air tergenang di lantai maupun di meja praktikum
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium,
diketahui 6 laboratorium telah memenuhi kriteria yaitu tidak
ditemukan air tergenang di lantai dan meja pada area praktikum
maupun ruang penyimpanan bahan kimia. namun terdapat 1
laboratorium yang ditemukan adanya air yang menggenangi lantai
ruang penyimpanan bahan kimia. air tersebut diketahui adalah bahan
kimia spirtus yang tumpah. Tumpahan tersebut disebabkan oleh bahan
kimia yang disimpan dilantai serta kurang hati-hatinya pengguna
bahan kimia dalam mengambil bahan kimia tersebut.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan oleh informan pendukung. Berikut adalah kutipan
wawancaranya :
“Disimpan dilantai karena waktu itu ada yang pakai dan
tumpah pada saat nuangin. Setahu saya memang itu disimpan
dilantai”. (IP7)
3. Adanya kegiatan pembersihan area kerja setelah shift berakhir selama 5
menit
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium dapat
diketahui 4 laboratorium diantaranya telah memenuhi kriteria yaitu
melakukan kegiatan pembersihan setelah shift kerja berakhir selama 5
menit pada meja-meja ataupun lingkungan laboratorium. Kegiatan tersebut
dilakukan oleh laboran secara rutin ketika sebelum pulang. Tujuannya agar
laboratorium esok harinya sudah siap digunakan. Sedangkan 3
145
laboratorium lainnya yaitu laboratorium. Farmakogonosi, laboratorium
PSO dan laboratorium HEN belum melakukan kegiatan pembersihan pada
area kerja setelah shift kerja berakhir. Hal tersebut didasarkan oleh
kegiatan kegiatan pembersihan ada yang melakukan setiap minggu ada
pula yang melakukan bergantung dengan intensitas pemakaian
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh informan utama, pendukung dan. Berikut adalah kutipan
wawancaranya :
“Rutinitas pembersihan di laboratorium tidak rutin tergantung
pemakaian alasannya karena prkatikumnya tidak tentu”. (IU6)
“Rutinitas pembersihan laboratorium sesuai kegiatan praktikum.
Tidak ditetapkan harus melakukan berapa kali” (IP6)
“Rutinitas pembersihan laboratorium dilakukan setiap minggu”.
(IP7)
Penyataan tersebut dilengkapi dengan jawaban informan kunci
yang menyebutkan bahwa untuk rutinitas pembersihan laboratorium tidak
ditentukan intensitasnya harus berapa kali. Berikut adalah hasil kutipan
wawancaranya :
“Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan kebocoran
wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus dilakukan berapa kali
dalam seminggu. Bergantung intensitas praktikum”. (IK1)
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa masih terdapat sebagian kecil laboratorium yang
belum melakukan rutinitas untuk melakukan pembersihan pada area
146
labortorium yaitu yang disebabkan oleh belum adanya aturan yang
menjelaskan terkait frekuensi pembersihan yang harus dilakukan berapa
kali dalam seminggu yang harus dilakukan oleh laboran.
4. Adanya rutinitas untuk memastikan dan memeriksakan tumpahan yang
mungkin terjadi :
a. Wadah
Dari hasil observasi di 7 laboratorium diketahui 6
laboartorium telah melakukan pengecekkan untuk memastikan dan
memeriksakan tumpahan yang mungkin terjadi pada wadah bahan
kimia yang digunkan. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO belum
melakukan pengecekkan secara rutin. Pengecekkan yang dilakukan
oleh 6 laboratorium yaitu pada saat sebelum dan sesudah
praktikum berlangsung. Sedangkan untuk pengecekkan yang
dilakukan oleh laboratorium PSO yaitu ketika adanya laporan dari
mahasiswa.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan oelh informan utama, pendukung. Berikut adalah
hasil kutipan wawancaranya :
“Rutinitas pemastian tumpahan dan kebocoran waah serta
kabel dilakukan sambil berjalan saja seperti menungu laporan ada
masalah atau tidak dari mahasiswa biasanya melapor”. (IU6)
“Rutinitas pemastian tumpahan dan kebocoran wadah tidak
ada alasannya karena tidak ada tumpahan dan kebocoran wadah
dan belum ada kewajibannya”. (IP6)
147
Hasil wawancara dari kedua informan tersebut didukung
dengan pernyaraan informan kunci yang menyebutkan belum
adanya aturan yang mewajibkan untuk melakukan pengecekkan
secara rutin yang ditentukan harus berapa kali dalam sehari dan
kapan harus dilakukan serta apa saja item yang harus diperiksakan.
Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :
“Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan
kebocoran wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus
dilakukan berapa kali dalam seminggu. Berantung intensitas
praktikum”. (IK1)
b. Alat
Berdasarkan hasil observasi di 7 laboratorium dapat
diketahui seluruh laboratorium telah melakukan pengecekkan
terhadap alat sebelum dan sesudah praktikum dilakukan. Tujuan
dari pengecekkan tersebut yaitu dilakukan untuk memastikan
apakah terdapat alat laobratorium yang sudah tidak berfungsi
ataupun sesuai dengan kondisi awal dan fungsinya. Kegiatan
pengecekkan tersebut dilakukan oleh laboran dan mahasiswa
terkait yang menggunakan alat laboratorium tersebut. Apabila
ditemukan alat yang sudah rusak sebelum praktikum maka
disisihkan dan dicatat di buku kerusakan alat maka alat tersebut
tidak dapat digunakan. Namun apabila ditemukan alat yang rusak
ketika habis pemakaian maka mahasiswa terkait menggantikan alat
148
tersebut sesuai dengan spesifikasi alat yang dirusak, kemudian alat
yg rusak tersebut disisihkan.
Hasil obeservasi tersebut didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan dengan salah satu informan utama, pendukung.
Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya
“Rutinitas pemastian alat dan bahan kimia yang sedang
digunakan hanya dengan dilihat, apabila rusak di sisihkan.
Pemeriksaan dilakukan juga ketika jeda praktikum”. (IU6)
“Rutinitas pemasitan alat dan bahan kimia yang sedang
digunakan dilakukan setelah praktikum dan di jeda kosong
praktikum”. (IP6)
c. Kabel
Berdasarkan hasil observasi di 7 laboratorium, diketahui
seluruh laboratorium melakukan pengecekkan kabel untuk
memastikan kondisi kabel secara fisik apakah ada masalah seperti
terkelupas, ataupun korsleting. Kegiatan pengecekkan tersebut
bervariasi mengenai waktu pelaksanaannya yaitu ketika dilakukan
sebelum dan sesudah praktikum, 6 bulan sekali, hanya ketika alat
ingin digunakan ataupun dikalibrasi dan ada pula yang
melakukannya setiap kali selesai digunakan sebelum pulang oleh
laboran.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan dengan informan utama, pendukung dan informan
kunci. Berikut adalah kutipan wawancaranya.
149
“Kalau kabel ga rutin kalau ga ada praktikum dicek atau
setiap 6 bulan sekali semuaya memang harus di cek”. (IU2)
“Rutinitas memastikan kabel dilakukan ingin digunakan”.
(IU4)
“Kabel-kabel listrik dari alat dicek kalau alat itu gabisa
digunain ketika mau dipakai berarti ada masalah. Biasanya
mahasiswa yang lapor. Baru saya cek”. (IU6)
“Idealnya memang harus sebelum digunakan alat yang
menggunakan listrik. Namun saya kurang tahu hal itu dilakukan
atau tidak. Aturannya pun blm ada”. (IP6)
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa
perbedaan pelaksanaan pengecekan kabel pada peralatan yang
mengunakan listrik disebabkan oleh karena belum adanya
ketentuan mengenai aturan untuk melakukan pengecekkan yang
dirincikan kapan, siapa dan bagaimana kegiatan tersebut dilakukan.
Hasil kedua wawancara tersebut dilengkapi dengan informan kunci
yang menyebutkan hal yan sejalan. Berikut adalah hasil kutipan
wawancaranya :
““Aturan pemeriksaan, pembersihan tumpahan dan
kebocoran wadah berupa instruksi. Tidak ada kewajiban harus
dilakukan berapa kali dalam seminggu. Berantung intensitas
praktikum”. (IK1)
150
5. Adanya pencahayaan yang memadai
a. Pengukuran pencahayaan Ruang Praktikum
Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan yang dilakukan di
beberapa titik yang ditentukan dari 7 laboratorium seluruh ruang
praktikum laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tidak memiliki pencahayaan yang memadai. Pengukuran
pencahayaan yang dilakukan pada masing-masing titik yang ditentukan
berdasarkan grid dari masing-masing luas ruang praktikum berada
dibawah standar pencahayaan yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri
Kesehatan No. 70 tahun 2016 mengenai nilai ambang batas pencahayaan
di laboratorium yaitu plus minus 500 lux atau 450-550 lux.
Dari hasil observasi pula diketahui bahwa kondisi laboratorium
pada saat pengukuran pencahayaan yang dilakukan yaitu tidak semua
lampu dinyalakan pada laboratorium tertentu. Adapun total lampu dari
setiap area praktikum yaitu berjumlah 9 lampu. Tidak dinyalakan semua
lampu pada saat pengukuran pencahayan yaitu disebabkan oleh adanya
anggapan cukupnya pencahayaan di laboratorium oleh mahasiswa. Selain
itu warna dari dinding laboratorium berwarna cream. Adapun hal tersebut
memberikan implikasi terhadap kurangnya pencahayaan di laboratorium.
b. Pengukuran Pencahayaan Ruang Penyimpanan
Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan yang dilakukan di
beberapa titik yang ditentukan dari 7 laboratorium seluruh ruang
penyimpanan bahan kimia di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tidak memiliki pencahayaan yang memadai.
151
Pengukuran pencahayaan yang dilakukan pada masing-masing titik yang
ditentukan berdasarkan grid dari masing-masing luas ruang praktikum
berada dibawah standar pencahayaan yang dikeluarkan oleh Peraturan
Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 mengenai nilai ambang batas
pencahayaan di laboratorium yaitu plus minus 500 lux atau 450-550 lux.
Dari hasil observasi pula diketahui bahwa kondisi laboratorium
pada saat pengukuran pencahayaan yang dilakukan yaitu lampu
dinyalakan pada ruang penyimpanan bahan kimia. Adapun total lampu
dari setiap area praktikum yaitu berjumlah 1 lampu serta cat dinding ruang
penyimpanan berwarna cream. Adapun hal tersebut memberikan implikasi
terhadap kurangnya pencahayaan di laboratorium
D. Sustain / Shitsuke (Pelibatan Pengguna laboratorium dalam menjaga
kebersihan)
Merupakan prinsip yang mempertahankan praktik dan perbaikan yang
baik dengan melibatkan kontribusi dari pekerja maupun pengguna
laboratorium dalam menjaga kebersihan lingkungan laboratorium yang sehat
dan aman. Dalam menerapkan prinsip ini membutuhkan disiplin dan
kepatuhan dalam menjalankannya (Safety culture, 2018).
Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara : (1) komunikasi mengenai
prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun laboran,
(2) melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium
maupun penyimpanan bahan kimia dan (3) melakukan audit untuk memantau
kefektifan laboratoium serta dari praktik kerja yang aman.
152
1. Adanya komunikasi mengenai prosedur dan tanggung jawab dari setiap
pengguna laboratorium mengenai kebersihan laboratorium dan
penyimpanan bahan kimia
Berdasarkan hasil observasi dari 7 laboratorium diketahui
seluruhnya telah melakukan komunikasi mengenai prosedur dan tanggung
jawab dari setiap pengguna laboratorium mengenai kebersihan
laboratorium dan penyimpanan bahan kimia. Penyampaian komunikasi
tersebut dilakukan secara lisan dan tulisan. Adapun Penyampaian secara
tulisan berupa tata tertib, aturan kebersihan yang tercantum dalam modul
praktikum. Sedangkan peyampaian secara lisan yaitu disampaian oleh
dosen ataupun laboran mengenai aturan penyimpanan bahan kimia secara
umum yaitu berupa pengarahan ketika menggunakan bahan kimia harus
disimpan ditempat semula pada awal perkuliahan.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut
adalah hasil kutipan wawancaranya :
“Alur penyampaian komunikasi prosedur dan tanggungjawab
dilakukan melalui lisan”. (IU1)
“Alur penyampaian komunikasi prosedur dan tanggungjawab
dilakukan dosen untuk cara penyimpanan alat dan bahan dilakukan di
awal pertemuan dalam panduan modul”. (IP1)
“Biasanya dosen praktikumnya sih yang menyampaikan tentang
aturan-aturan kebersihan, tatib laboratorium si awal pertemuan biasanya.
Laboran juga menyampaikan. Biasanya mahasiswa sudah mengerti jika
153
menggunakan bahan kimia yang diambil di lemari disimpan kembali di
tempat semula”. (IK1)
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah memenuhi kriteria Adanya
komunikasi mengenai prosedur dan tanggung jawab dari setiap pengguna
laboratorium mengenai kebersihan laboratorium dan penyimpanan bahan
kimia.
2. Adanya bukti berupa foto kegiatan, handout ataupun softfile materi
ataupun kegiatan pelatihan yang dilakukan
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, diketahui
bahwa seluruh pengelola laboratorium baik laboran dan STP telah
mengikuti pelatihan yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
kapabilitas dalam mengelola laboratorium. Adapun pelatihan yang pernah
diikui yaitu mengenai manajemen laboratorium yang diselenggarakan di
Batam oleh Balai Pelatihan Kesehatan pada tahun 2017, pelatihan
ISO/IEC 17025 : 2017 mengenai akreditasi laboratorium. Kegiatan
tersebut difasilitasi oleh Fakultas. Berikut adalah dokumentasi handout
pelatihan yang pernah dikuti oleh laboran dan STP.
154
Sumber : Primer
Gambar 5.4 Dokumentasi Modul dan Handout Materi
Pelatihan
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan dengan informan utama, pendukung dan informan kunci.
Berikut adalah hasil kutipan wawancaranya :
“Pelatihan yang pernah saya ikuti manajemen laboratorium, ISO”.
(IU5)
“Pelatihan yang dibogor, manajemen laboratorium di batam”.
(IP5)
“Pelatihan untuk laboran, STP waktu itu safety, manajemen
laboratorium, yang tentang akreditasi laboratorium”. (IK1)
3. Adanya bukti berupa hasil audit yang dilakukan
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, seluruh
laboratorium belum pernah melakukan audit baik audit internal maupun
audit eksternal. Hal tersebut didasarkan oleh tidak ditemukannya berupa
dokumen hasil audit laboratorium di seluruh laboratorium.
155
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan
informan utama, pendukung dan innforman kunci. Berikut adalah hasil
kutipan wawancaranya :
“Akreditasi bagian kecil dari audit. Waktu akreditasi ditanya alat
apa saa yang rusak. untuk audit keamanan laboratorium belum pernah
alasannya karena belum ada yang mampu untuk melakukan hal tersebut”.
(IU5)
“Belum pernah dilakukan audit alasannya karena personil
auditnya tidak tahu harusnya siapa, aturan belum ada”. (IP1)
“Audit berupa inventaris, untuk audit secera keseluruhan belum
pernah alasannya karena bergantung dana”. (IK2)
Dari hasil observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa audit di
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
belum pernah dilakukan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya sumber
daya yang dapat menyelenggarakan audit internal serta keterbatasannya
dana operasional laboratorium sehingga sulit untuk meminta pihak
eksternal untuk melakukan audit.
E. Standardize / Seiketsu (Adanya petunjuk atau prosedur
Menurut International Trade Centre, (2012) Penerapan prinsip ini
yaitu dengan cara : (1) menyediakan pengingat visual didinding berupa
petunjuk ataupun prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman,
(2) ketetapan temperatur suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan untuk
dijadikannya bahan referensi mengenai penyimpanan bahan kimia yang tepat
dan aman, temperatur suhu dan kelembaban.
156
1. Adanya pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun prosedur
mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman
Dari hasil observasi yang dilakukan di seluruh laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui
belum tersedia prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia di
setiap laboratorium. Penyimpanan bahan kimia yang dilakukan selama ini
oleh laboran hanya berdasarkan pengetahuannya terdahulu ketika
didapatkan semasa kuliah ataupun bekerja di tempat lain yang kemudian
disesuaikan dengan kondisi maupun fasilitas yang terdapat di
laboratorium.
Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut
adalah hasil kutipan wawancaranya :
“Tidak ada pengingat visual di dinding mengenai prosedur
penyimpanan bahan kimia karena tidak ada aturan dari atas”. (IU2)
“Petunjuk aturan penyimpanan bahan kimia tidak ada”. (IP2
“Prosedur penyimpanan bahan kimia tidak ada alasannya tidak
focus mengenai itu” (IK2)
Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih belum memenuhi terkait kriteria
tersedianya prosedur untuk penyimpanan bahan kimia secara baku. Hal
tersebut disebabkan oleh fokus utama penyelenggaraan laboratorium
yaitu masih berorientasi terhadap jalannya suatu praktikum di
157
laboratorium dan belum fokus mengarah pada penyelenggaraan
praktikum yang sesuai dengan sistem dokumentasi yang sesuai dengan
ISO/IEC 17025 : 2017 mengenai keharusan untuk tersedianya prosedur
yang dapat memfasilitasi terseleggaranya laboratotorium yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. Adanya peran dan tanggung jawab pekerja maupun pengguna
laboratorium untuk menjaga budaya kebersihan (jadwal piket)
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium diketahui
bahwa seluruhnya telah melakukan pembagian peran dan tanggung jawab
antara laboran dengan pengguna laboratorium untuk menjaga budaya
kebersihan (jadwal piket). Jadwal piket ini berfungsi untuk mengorganisir
pengguna laboratorium untuk kegiatan pembersihan laboratorium.
Adapun kegiatan pembersihan yang dilakukan yaitu bersih-bersih area
laboratorium seperti meja, wadah ataupun lantai namun khusus untuk
lantai laboratorium kimia obat tidak dilakukan pembersihan hal tersebut
dikarenakan rusaknya lantai laboratorium. Lantai laboratorium hanya
ditutupi dengan kardus sebagai upaya untuk menutupi lantai yang rusak
agar debu lantai tidak terinjak-injak dan semakin banyak.
Pembentukan jadwal piket melibatkan antara penanggung jawab
praktikum yang berasal dari mahasiswa dengan laboran masing-masing
laboratorium. Jadwal piket tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiwa
yang melakukan praktikum saja, namun diberlakukan pula untuk
mahasiswa yang sedang melakukan pengujian di laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
158
Hasil observasi tersebut didukung oleh hasil wawancara yang
dilakukan oleh informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut
adalah kutipan wawancaranya :
“Penetapan peran dan tanggungjawab antara laboran dan
mahasiswa tentang kebersihan ada berupa jadwal piket”. (IU4)
“Penetapan peran dan tanggungjawab antara laboran dan
mahasiswa tentang kebersihan ada berupa jadwal piket pada setiap
praktikum dan ada penanggungjawabnya”. (IP4)
“Laboran membuat jadwal piket. Masing-masing laboratorium
mahasiswanya dilibatin untuk berish-berish setelah pemakaian” (IK1)
3. Adanya standar temperatur ruangan
a. Suhu dan Kelembaban
Dari hasil observasi yang dilakukan seluruh laboratorium
diketahui tidak terdapat standar suhu yang ditetapkan untuk masing-
masing laboratorium. Dari hasil pengukuran suhu yang telah
dilakukan pula diketahui bahwa, 6 ruang praktikum laboratorium dan
ruang penyimpanan bahan kimia menunjukkan bahwa hasil
pengukuran melebihi standar suhu yang dikeluarkan oleh Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 yaitu berkisar 23C-26C.
Sedangkan 1 laboratorium lainnya yaitu PSO telah memenuhi standar
suhu yang telah ditetapkan. Mengenai kelembaban ruangan baik
ruang praktikum aupun ruang penyimpanan menunjukkan angka yang
kurang dari standar dengan kelembaban yang dikeluarkan oleh
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 berkisar 40-60%.
159
Penyebab dari tidak terpenuhinya mengenai terdapatnya standar suhu
dan kelembaban ruangan yang ditetapkan disebabkan oleh tidak
adanya fasilitas yang mendukung untuk menerapkan suhu yang sesuai
dengan standar. hal tersebut dilatarbelakangi oleh rusaknya local
exhaust pada sebagian laboratorium serta rusaknya AC sehingga sulit
untuk mengontrol kesesuaian dari suhu dan kelembaban.
Hasil observasi tersebut didukung oleh hasil wawancara oleh
informan utama, pendukung dan informan kunci. Berikut adalah hasil
kutipan wawanacaranya :
“Tidak ada, karena tidak ada fasilitas yang memumpuni, jadi
percuma ada standar juga karena fasilitasnya ga mendukung. AC dan
Local exhaust saja rusak” (IU1)
Pernyataan tersebut pula didukung dengan infoman
pendukung yang menyebutkan bahwa tidak adanya standar mengenai
suhu dan kelembaban pula didukung dengan tidak adanya aturan yang
dikeluarkan oleh kepala laboratorium mengenai standar suhu dan
kelembaban ruangan laboratoirum. Berikut adalah hasil kutipan
wawancaranya :
“Tidak ada secara tertulis, karena memang selain fasilitas
tidak mendukung aturan dari kepala laboratorium juga tidak ada”.
(IP1)
Pernyataan dari kedua informa tersebut sejalan dengan
pernyataan informan kunci yang menyebutkan bahwa tidak adanya
aturan mengenai standar suhu dan kelembaban ruangan laboratorium
160
yang disebabkan oleh belum menaruh fokus pada standar mengenai
suhu dan kelembaban ruangan laboratorium.
“Ga ada, ga ada alasannya belum kepikiran aja sampai
kesana, karena fokusnya yang penting praktikum berjalan”.(IK1)
Tabel 5.5 Ringkasan Pemenuhan Kriteria Aspek Kebersihan Laboratorium
(Maintain Good Housekeeping) di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019
No. Laboratorium Kriteria metode 5 S Keterangan
Sort
Set In
Order
Shine Sustain Standardize
1. Farmakogonosi
– Fitokimia
Tidak
sesuai
Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
2. Penelitian II Tidak
Sesuai
Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
3. Kimia Obat Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
4. PDR Tidak
Sesuai
Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
5. PHA Tidak
Sesuai
Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
6. PSO Tidak
Sesuai
Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
7. HEN Sesuai Sesuai Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa seluruh laboratorium
Fakultas Ilmu Kesahatan yang menjadi tempat penelitian belum memenuhi aspek
perawatan kebersihan laboratorium (mantain good hosukeeping)
161
5. Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia Di
Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Dalam menentukan kesesuaian pengendalian stok bahan kimia di masing-
masing laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri syarif
Hidayatllah Jakarta, peneliti menggunakan kriteria pengendalian bahan kimia
yang mengacu pada prinsip penyimpanan bahan kimia aman yang dikeluarkan
oleh University of Nothingham, (2012). Dimana kriteria dalam pengendalian stok
bahan kimia tersebut menyatakan bahwa setiap bahan kimia harus dilakukan
kegiatan pengecekkan bahan kimia, dan memerhatikan terkait perputaran stok
bahan kimia (FIFO) dan pembuangan bahan kimia yang sudah memasuki tanggal
kadaluarsa (FEFO). Untuk dapat menentukan kesesuaian dari setiap label bahan
kimia yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Jakarta, peneliti memperoleh data dengan cara melakukan observasi serta
wawancara mendalam mengenai pengendalian stok bahan kimia dan alasan terkait
tidak sesuainya kriteria pengendalian bahan kimia di masing-masing
laboratorium. Berikut adalah hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat
pada tabel 5.6
162
Tabel 5.6 Gambaran Perawatan dan Pengendalian Stok Bahan Kimia Di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
No. Laboratorium
Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia
Keterangan Melakukan
pengecekan tanggal
kadaluarsa
Menggunakan bahan
Kimia persediaan
terdahulu (FIFO)
Melakukan pembuangan pada
bahan kimia yang telah memasuki
tanggal kadaluarsa (FEFO)
1. Farmakogonosi –
Fitokimia
Pengecekan tanggal
kadaluarsa dilakukan
ketika bahan kimia ingin
digunakan. Pengecekan
tersebut dilakukan oleh
laboran
Bahan Kimia
persediaan terdahulu
disimpan di deretan
paling depan.
Tidak
melakukan pembuangan pada bahan
kimia yang sudah memasuki tanggal
kadaluarsa. Bahan kimia yang sudah
kadalursa masih digunakan dalam
praktikum jika secara fisik terlihat
masih baik (tidak berubah warna) dan
disimpan secara bersamaan dengan
bahan kimia yang belum kadaluarsa.
Tidak Sesuai
163
No. Laboratorium
Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia
Keterangan Melakukan
pengecekan tanggal
kadaluarsa
Menggunakan bahan
Kimia persediaan
terdahulu (FIFO)
Melakukan pembuangan pada
bahan kimia yang telah memasuki
tanggal kadaluarsa (FEFO)
2. Penelitian II
Pengecekan tanggal
kadaluarsa dilakukan
ketika bahan kimia ingin
digunkaan untuk
kegiatan praktikum
mahasiswa dan setiap 6
bulan sekali oleh
laboran
Menempatkan bahan
kimia persediaan
terhdahulu di deretan
paling depan
Tidak melakukan pembuangan
terhadap bahan kimia yang sudah
kadalursa. Bahan kimia yang sudah
kadalurasa masih digunakan untuk
praktikum jika secara fisik masih
baik (tidak berubah warna)
seadngkan untuk bahan kimia yang
kadaluarsa dan sudah tidak bisa
digunakan hanya dikumpulkan
Tidak Sesuai
3. Kimia Obat
Tidak melakukan
pengecekan tanggal
kadaluarsa dikarenakan
bahan kimia yang
terdapat di laboratorium
tidak memiliki tanggal
kadaluarsa secara pasti.
Dan
tidak melakukan
pencatatan ketika botol
Menempatkan bahan
kimia persediaan
terhdahulu di deretan
paling depan
Tidak semua bahan kimia yang sudah
memasuki tanggal kadaluarsa
dibuang. Pembuangan dilakukan
ketika bahan kimia kadalursa tersebut
menunjukan ciri fisik yg sudah tidak
bisa digunakan kembali. Namun
untuk bahan kimia yang sudah
kadaluarsa dan sudah tidak bisa
digunakan kembali dilakukan
pembuangan. Untuk pembuangan
Tidak sesuai
164
No. Laboratorium
Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia
Keterangan Melakukan
pengecekan tanggal
kadaluarsa
Menggunakan bahan
Kimia persediaan
terdahulu (FIFO)
Melakukan pembuangan pada
bahan kimia yang telah memasuki
tanggal kadaluarsa (FEFO)
pertama kali dibuka jenis bahan kimia cair dibuang ke
westafel. Sedangkan untuk bahan
kimia padatan dibuang ke tong
sampah
4. PDR
Pengecekkan tanggal
kadalursa dilakukan
setiap berakhirnya
semester atau 6 bulan
sekali.
Menempatkan bahan
kimia persediaan
terhdahulu di deretan
paling depan
Tidak sesmua bahan kmia yang sudah
memasuki tanggal kadaluarsa
dipisahkan dan dibuang. Untuk bahan
kimia yang masih menujukkan ciri
fisik yang masih layak untuk
digunakan maka bahan kimia tersebut
masih disimpan dan digunakan untuk
keperluan praktikum
Tidak sesuai
5. PHA
Melakukan pengecekkan
tanggal kadaluarsa
ketika bahan kimia
tersebut digunakan pada
saat praktikum
Menempatkan bahan
kimia persediaan
terhdahulu di deretan
paling depan
Tidak semua bahan kimia yang sudah
memasuki tanggal kadalurasa
dilakukan pemisahan dan dibuang.
Bahan kimia yang sudah memasuki
tanggal kadalursa namun belum
menunjukkan perubahan secara fisik
masih disimpan secara bersamaan
dan digunakan untuk kegiatan
praktikum. Contoh bahan kimia yang
telah memasuki tanggal kadalurasa
Tidak sesuai
165
No. Laboratorium
Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia
Keterangan Melakukan
pengecekan tanggal
kadaluarsa
Menggunakan bahan
Kimia persediaan
terdahulu (FIFO)
Melakukan pembuangan pada
bahan kimia yang telah memasuki
tanggal kadaluarsa (FEFO)
dan ditemukan di lab ini adalah
alkohol
166
No. Laboratorium
Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia
Keterangan Melakukan
pengecekan tanggal
kadaluarsa
Menggunakan bahan
Kimia persediaan
terdahulu (FIFO)
Melakukan pembuangan pada
bahan kimia yang telah memasuki
tanggal kadaluarsa (FEFO)
6. PSO
Melakukan pengecekkan
tangal kadalursa hanya
pada bahan kimia yang
tertera tanggal
kadalursa. Sedangkan
bahan kimia yang tidak
memiliki tanggal
kadalursa tidak
dilakukan pencatatan
ketika botol pertama kali
dibuka. Pengecekkan
tanggal kadalursa
tersebut dilakukan
ketika stock opname
atau setiap 6 bulan
sekali.
Menempatkan bahan
kimia persediaan
terhdahulu di deretan
paling depan
Bagi bahan kimia yang ditemukan
sudah memasuki tanggal kadalursa
dan menujukkan perubahan fisik
dilakukan pemisahan namun bagi
bahan kimia kadalursa yang tidak
memiliki tanggal kadalursa dan masih
tidak menunjukkan perubahan ciri
fisik maka masih disimpan dan
digunakan dalam kegiatan praktikum
Tidak sesuai
167
No. Laboratorium
Hasil Pengamatan Terhdap Kriteria Pengendalian Stok Bahan Kimia
Keterangan Melakukan
pengecekan tanggal
kadaluarsa
Menggunakan bahan
Kimia persediaan
terdahulu (FIFO)
Melakukan pembuangan pada
bahan kimia yang telah memasuki
tanggal kadaluarsa (FEFO)
7. HEN
Tidak ada rutinitas
untuk melakukan
pengecekan tanggal
kadalursa. Pengecekkan
dilakukan ketika bahan
ingin digunakan untuk
praktikum
Menempatkan bahan
kimia persediaan
terhdahulu di deretan
paling depan
Tidak melakukan pemisahan terhadap
bahan kimia yang telah memasuki
taanggal kadalursa. Ditemukan bahan
kimia yang kadaluarsa di lemari
penyimpanan bahan kimia
Tidak Sesuai
168
Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium yang dijadikan
sebagai lokasi penelitian, seluruhnya tidak memenuhi kriteria yaitu tidak
melakukan salah satu aspek ataupun keduanya yaitu terkait tidak melakukan
pengecekan tanggal kadalursa dan melakukan pembuangan pada bahan kimia
yang telah memasuki tanggal kadalursa (FEFO).
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada setiap
laboran Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
menyebutkan bahwa alasan tidak terpenuhinya aspek pengendalian stok bahan
kimia di laboratorium yaitu disebabkan oleh belum adanya aturan baku mengenai
pengendalian terhadap stok bahan kimia dan terbatasnya fasilitas yang dapat
menunjang untuk pengaturan stok bahan kimia dan pembuangan stok bahan
kimia. Berikut merupakan beberapa hasil wawancara yang dilakukan oleh
beberapa laboran :
“Bahan kimia yang kadaluarsa tapi masih bisa dipake di simpan,
yang ga bisa dipake dibuang, dibuang ke tong sampah, ga dipisahkan dulu
karena ga ada memang, disini sistem limbahnya ga berjalan sistem
pembuangan limbahnya ga ada jadi kita ya mau gamau terpaksa,
prosedurnya tidak ada disini harusnya ketempat pembuangan limbah tapi
saya tau kan saya pernah pelatihan tuh jadi tau bukan ada tapi tau tapi
tidak dilakukan gara-gara fasilitasnya ga ada “. (IU5)
“Ketika ada bahan yang kadaluarsa selama ini materialnya saya
buang, di buang tempat sampah, saya bingung untuk menangani limbah”.
(IU1)
169
“Kalau saya sih caranya saya pisahin doang, soalnya saya
bingung mau di buang dimana, sebenernya kalau di buang di westafel
juga ga masalah, sebenernya menurut saya buat bahan-bahan tertentu
kaya pewarna/perasa makanan soalnya disini sttusnya foodgrade”. (IU6)
“Tidak semua bahan kimia yg sudah kadualursa dibuang hanya
bahan kimia yang sudah berubah bentuk misalnya dari padat menjadi cair
ataupun berubah warna yang dibuang. Dibuangnya kewatafel, secara
aturan belum ada”. (IU3)
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan
utama, kemudian didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh
informan pendukung yang menyebutkan bahwa
“Pengcecekan tanggal kadalursa dilakukan setiap 1 semester
sekali oleh laboran, untuk penanganan pembuangan limbah expayed
dilabel merah, kemudian di pisahkan di tempatt bahan-bahan yang
expayed kemudian dimusnahkan sesuai dengan caranya sendiri. Misalnya
cairan dimusnahkan dengan cara diencerkan ataupun di tanam. Jika
padatan di musnahkan dengan cara di bakar di insenerator. Jika ditanya
soal SOPnya secara tertulis demikian harusnya ada tapi selama ini saya
belum pernah liat aturan tersebut. Terus saya bisa tahu darimana aturan
seperti itu ya dari saya sendiri karena saya pernah bekerja di tempat
lain”. (IP4)
“Selama ini belum ada aturan mengenai prosedur untuk melakukan
pengeckkan tanggal kadalursa, pengecekkan tanggal kadalursa biasanya
170
dilakukan ketika bahan kimia tersebut akan digunkan dan baru ketahuan
bahwa itu sudah kadalursa. Untuk penanganan terhadap limbah
kadaluarsa. Limbah yang sudah kadalursa bisanya disisihkan dan
dikumpulkan kemudian dikoordinasikan ke bagian umum untuk di proses”.
(IP7)
“Selama ini tidak ada prosesnya pembuangan limbah yang ada
maka itu masih dibiarkan. Karena instruksi untuk melakukan pembuangan
limbah tidak ada. Dan kalau memang masih bisa digunakan saya
gunakan”. (IP1)
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh informan utama maupun
pendukung serta hasil observasi yang telah dilakukan, didapakan hasil
yang sejalan dengan pengakuan informan kunci mengenai belum adanya
aturan, serta tidak adanya fasilitas yang memadai menjadi alasan belum
sesuainya kriteria pengendalian stok bahan kimia. Berikut kutipan hasil
wawancara yang dilakukan dengan informan kunci :
“Belum, belum saya pun belum kepikiran sampai kesana.
Peraturannya belum ada, kayanya pembuangan belum ada, saya pun
gatau tuh kita juga mau pembuangan itu kemana kita bisa itu belum tahu
saya belum ada deh kayaknya di UIN”. (IK2)
171
6. Gambaran Peletakan Bahan Kimia (Do Not Store Chemical Under
Sink) Di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Penentuan kesesuaian peletakan bahan kimia di masing-masing
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri syarif
Hidayatllah Jakarta, peneliti menggunakan pinsip penyimpanan bahan
kimia aan yang dikeluarkan oleh University of Nothingham. (2012) yaitu
menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu dilarang diletakan di bawah
westafel maupun area westafel. Untuk dapat menentukan kesesuaian dari
kiteria tersebut memperoleh data dengan cara melakukan observasi serta
wawancara mendalam mengenai pelabelan dan alasan terkait tidak
sesuainya peletakan bahan kimia di masing-masing laboratorium. Berikut
adalah hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Gambaran Peletakan Bahan Kimia Di Laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2019
No. Laboratorium Hasil Pengamatan Keterangan
1. Farmakogonosi –
fiokimia
Tidak ditemukan bahan
kimia yang disimpan ataupun
diletakkan dibawah westafel
pada seluruh laboratorium
yang menjadi lokasi
penelitian. Seluruh bahan
kimia di simpan di lemari
penyimpanan dan diletakkan
di meja praktikum ataupun
lantai yang berjauhan dengan
westafel.
Sesuai
2. Penelitian II
3. Kimia Obat
4. PDR
5. PHA
6. PSO
7. HEN
172
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dari 7 laboratorium
yang menjadi lokasi penelitian tidak ditemukan bahan kimia yang
disimpan ataupun diletakan dibawah maupun berdekatan dengan westafel.
Masing-masing laboratorium menyimpan bahan kimia di lemari
penyimpanan bahan kimia yang terdapat di ruang praktikum maupun
ruang penyimpanan bahan kimia. Adapun bahan kimia yang tidak
disimpan dilemari akibat terbatasnya jumlah lemari yang dimiliki,
diletakkan dilantai yang berjauhan dengan westafel. Selain itu untuk bahan
kimia yang digunakan dalam kegiatan praktikum diletakkan di atas meja
praktikum. Dengan demikian dapat disimpulkan maka hal tersebut telah
sesuai dengan aspek terkait peletakan bahan kimia.
Hasil observasi tersebut didukung pula dengan hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti kepada informan utama yang menyebutkan
bahwa tidak ada bahan kimia yang disimpan di bawah westafel. Berikut
beberapa kutipan wawancara dengan informan utama :
“Ga ada tapi memang di bawah westafel ga ada ruang
penyimpanan”. (IU5)
“Ga ada, saya gatau kan aturannya dari sini mungkin mereka
kurang ini sama lab, kalau dari saya sendiri yang naro bahan jadi saya ga
taro di bawah westafel”. (IU2)
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa sejalan dengan
hasil observasi yaitu tidak bahan kimia yang disimpan di bawah westafel.
Namun diketahui dari hasil wawancara tersebut secara aturan mengenai
larangan peletakkan bahan kimia di bawah westafel belum ada. terkait
173
dengan tidak adanya aturan mengenai peletakkan bahan kimia
disampaikan pula oleh informan pendukung. Berikut adalah hasil
wawancara dengan informan pendukung :
“ Larangan mengenai bahan kimia yang tidak boleh diletakkan
dekat-dekat westafel tidak ada”. (IP7)
“Aturan mengenai bahan kimia tidak boleh diletakkan ataupun
didekatkan di westafel secara lisan maupun tulisan kayaya ga ada
ya.”.(IP4)
Dari kedua pernyataan yang disebutkan oleh informan dan
informan pendukung mengenai tidak adanya aturan terkait peletakan
bahan kimia yang dilarang disimpan maupun didekatkan dekat dengan
westafel disampaikan pula oleh informan kunci. Berikut adalah hasil
kutipan wawancara dengan informan kunci :
“Kalau peraturan-peraturan penyimpanan kita itu ga ada secara
tertulis”. (IK2)
Dari pernyataan hasil wawancara yang dilakukan oleh informan
kunci terkait belum adanya aturan mengenai peletakan bahan kimia yang
dilarang dibawah westafel maupun berdekatan dengan westafel dapat
disimpun yaitu kurangnya pengetahuan yang dimiliki terkait efek yang
ditimbulkan maupun syarat-syarat penyimpanan bahan kimia. Selain itu
alasan lain dari belum terbentuknya aturan-aturan mengenai syarat
penyimpanan maupun peletakkan bahan kimia yaitu beban kerja yang
dimiliki oleh STP maupun Kepala laboratorium yang memiliki pekerjaan
yang merangkap. Selain menjabat sebagai pengurus laboratorium STP dan
174
kepala laboartorium dibebankan pula untuk mengajar dengan bobot kerja
yang sama dengan dosen yang tidak terlibat dalam kepengurusan
laboratorium. Berikut adalah hasil wawancara yang menyebutkan alasan
tersebut :
“Belum dibuat karena belum ada waktu kali ya, karena yaitu
dosennya dengan ininya bebannya kemudian yaitu belum ada waktu”.
(IK1)
7. Gambaran Penyimpanan Bahan Kimia Yang Dapat Dijangkau Oleh
Penglihatan Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Aspek penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh
penglihatan yaitu mengenai ketinggian dari rak penyimpanan bahan kimia.
Berikut adalah hasil pengukuran ketinggian rak penyimpanan bahan kimia
yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dapat dilihat pada tabel 5.8
Tabel 5.8 Gambaran Ketinggian Rak Penyimpanan Bahan Kimia di
Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
No. Laboratorium
Hasil Pengukuran Tinggi
Lemari Rak Penyimpanan
Bahan Kimia
Keterangan
(Standar :
127,2 cm –
133,8 cm /
1,272 m –
1.338 m)
1. Farmakogonosi –
fiokimia
Lemari Rak Penyimpanan
Bahan Kimia I
- Rendah : 0,73 m
- Tinggi : 1,63 m
Tidak Sesuai
175
No. Laboratorium
Hasil Pengukuran Tinggi
Lemari Rak Penyimpanan
Bahan Kimia
Keterangan
(Standar :
127,2 cm –
133,8 cm /
1,272 m –
1.338 m)
Lemari Rak Penyimpanan
Bahan Kimia II
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m
-
Keterangan : Terdapat bahan
kimia yang disimpan di lantai
Tidak Sesuai
2. Penelitian II a. Lemari Penyimpanan
di ruang praktikum
- Rendah : 0,73 m
- Tinggi : 1,63 m
Tidak Sesuai
b. Lemari Penyimpanan
di Ruang Penyimpanan
Bahan Kimia (Lemari I
& II)
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m
Tidak Sesuai
3. Kimia Obat Lemari Penyimpanan Bahan
Kimia di Ruang Praktikum
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m
Keterangan : Terdapat Bahan
Kimia yang disimpan di lantai
Tidak Sesuai
4. PDR Lemari Penyimpanan Bahan
Kimia di Ruang Praktikum
(Lemari I & II)
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m
Keterangan : Terdapat bahan
kimia yang diletakkan
dibawah lantai
Tidak Sesuai
5. PHA Lemari penyimpanan 1, 2 dan
3
- Rendah : 0,20 m
- Tinggi : 0,20 m
Tidak Sesuai
176
No. Laboratorium
Hasil Pengukuran Tinggi
Lemari Rak Penyimpanan
Bahan Kimia
Keterangan
(Standar :
127,2 cm –
133,8 cm /
1,272 m –
1.338 m)
6. PSO Lemari Penyimpanan Bahan
Kimia di Ruang Praktikum
(Lemari I, II & III)
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m
Tidak Sesuai
7. HEN Lemari Penyimpanan Bahan
Kimia di Ruang Penyimpanan
(Lemari I,II,III&IV)
- Rendah : 0,11 m
- Tinggi : 1,45 m
Keterangan : Terdapat Bahan
Kimia yang disimpan di
bawah lantai
Tidak Sesuai
Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan pada lemari rak
penyimpanan bahan kimia yang terdapat di 7 laboratorium, diketahui
bahwa seluruh lemari yang terdapat di laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang digunakan sebagai rak
menyimpan bahan kimia tidak sesuai ketinggiannya dengan standar yang
ditetapkan oleh University of Nothingham, (2012). Selain itu dari hasil
observasi pula diketahui bahwa terdapat bahan kimia yang disimpan
dibawah lantai yang ditemukan pada laboratorium Farmakogonosi-
fitokimia, kimia obat, penelitian I dan HEN.
Dari hasil wawancara diketahui alasan tidak terpenuhinya
ketinggian rak penyimpanan bahan kimia yaitu disampaikan oleh informan
177
utama, pendukung maupun informan kunci. Berikut adalah hasil
wawancara yang dilakukan oleh informan utama :
“Untuk aspek ketinggiannya yang bisa di jangkau semua tuh
lemarinya paling tinggi segitu kira-kira 175 cm. Lemarinya sama semua”.
(IU5)
“Lemarinya lemari kayu berkaca gitu sih yang bagus, dari segi
ketinggian kira-kira 1 meter, menurut saya rak ini udah sesuai standar
sama aspek keterjangkauan, cuman ini ngegabung sama buka terus yang
bawahnya pintunya kayu harusnya kaca”. (IU2)
“Gatau juga saya, kalau saya sih saya simpen aja di lemari, biar
saya sendiri bisa liat ga perlu pake kursi kalau kita berdiri yang di atas
masih tau atau keliatan berarti masih bisa”. (IU6)
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh informan utama
dapat diketahui bahwa pengetahuan mengenai ketinggian rak
penyimpanan bahan kimia yang sesuai standar masih kurang. Hasil
tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh informan
pendukung :
“Itu cairan spirtus, kalau itu memang harusnya ditaruh dilantai
setahu saya ya, itu diletakkin disitu karena waktu itu ada yang pake”.
(IP7)
“Saya ga hafal berapa ketinggiannya harus berapa. Aturan
mengenai ketinggian rak penyimpanan rak harusnya ada tapi untuk
aturan yang ada di lab Fikes ini tidak ada, aturan tersebut saya tau hanya
dari teori”. (IK1)
178
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan alasan tidak terpenuhinya mengenai ketinggian rak
penyimpanan bahan kimia yaitu disebabkan oleh yaitu disebabkan oleh
terbatasnya fasilitasnya pendukung yaitu lemari penyimpanan bahan
kimia. Hal ini dapat terlihat dari masih adanya bahan kimia yang disimpan
berbarengan dengan buku-buku dan tidak bahan kimia yang bukan berasal
dari laboratorium yang disimpan dilemari penyimpanan bahan kimia
C. Gambaran Pengelolaan Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia Di
Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019
Berdasarkan penilaian kesesuaian yang telah dilakukan pada setiap
aspek prinsip penyimpanan bahan kimia di masing-masing laboratorium
maka dapat dilakukan pemetaan prinsip penyimpanan bahan kimia
berdasarkan prinsip penyimpanan bahan aman yang dikeluarkan oleh
University of Nothingham. Dimana pada prinsip tersebut menyebutkan
bahwa ketegori penyimpanan bahan kimia di laboratorium aman yaitu
memenuhi seluruh aspek prinsip penyimpanan bahan kimia yaitu (1)
Pelabelan bahan kimia (labeling), (2) Kompatibilitas bahan kimia
(compatibility), (3) Pengadaan bahan kimia yang sedikit (minimize
quantities), (4) perawatan kebersihan laboratorium (maintain good
houskeeping), (5) Perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia
(maintan good stock control), (6) Peletakan bahan kimia (do not store
chemical under sinks), (8) Penyimpanan bahan kimia yang dapat
dijangkau oleh penglihatan (sensible shelf storage). Berikut merupakan
179
hasil pemetaan aspek prinsip penyimpanan bahan kimia yang dapat dilihat
pada tabel 5.9
180
Tabel 5.9 Pemetaan Apek Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019
No. Laboratorium
Aspek Prinsip Penyimpanan Bahan Kimia
Keterangan
Pelabelan
Bahan
Kimia
Kompatibilitas
Bahan Kimia
Pengadaan
Bahan
Kimia
Perawatan
Kebersihan
Loratorium
Pengendalian
Stok Bahan
Kimia
Peletakan
Bahan
Kimia
Penyimpanan
yang dapat
dijangkau
dengan
penglihatan
1. Farmakogonosi
- fiokimia Tidak
Sesuai Tidak Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai
Tidak Aman
2. Penelitian II Tidak
Sesuai Tidak Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
3. Kimia Obat Tidak
Sesuai Tidak Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
4. PDR Tidak
Sesuai Tidak Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
5. PHA Sesuai Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
6. PSO Tidak
Sesuai Tidak Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
7. HEN Tidak
Sesuai Tidak Sesuai
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Aman
181
Dari tabel 5.9 diketahui bahwa seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian
dikategori tidak aman dalam segi aspek penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut. Adapun ketidaksesuaian dari aspek
yang tidak terpenuhi yaitu pada aspek pelabelan bahan kimia, kompatibilitas bahan kimia perawatan terhadap kebersihan
laboratorium, pengendalian stok bahan kimia serta penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau dengan penglihatan
(ketinggian rak penyimpanan bahan kimia)
182
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini tidak luput dari adanya kekurangan, baik dari sisi penilaian,
maupun sisi lainnya. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Tidak melakukan penilaian terhadap 1 aspek penyimpanan bahan kimia mengenai
kesesuaian jenis wadah bahan kimia. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan instrumen yang
digunakan serta keterbatasan peneliti untuk melakukan penilaian tersebut.
2. Penilaian pada pengadaan bahan kimia secara minimal hanya didasarkan kebutuhan
praktikum tidak melihat dari sisi pengadaan bahan kimia untuk kebutuhan penelitian dosen.
B. Pemetaan Penyimpanan Bahan Kimia di Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut University of Nothingham. (2012) Prinsip penyimpanan bahan kimia aman
harus memenuhi 7 aspek yaitu (1) pelabelan bahan kimia, (2) kompatibilitas bahan kimia, (3)
pengadaan bahan kimia yang sedikit, (4) perawatan kebersihan laboratorium, (5) perawatan
pengendalian stok bahan kimia, (6) peletakan bahan kimia dan (7) penyimpanan bahan kimia
yang dapat dijangkau dengan penglihatan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui
bahwa penyimpanan bahan kimia pada 7 laboratorium yang terdapat di Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan berada pada kategori tidak
aman. Penilaian tersebut didasarkan oleh hasil perbandingan yang didapatkan dari perolehan
data observasi, wawancara dan telaah dokumen dengan masing-masing aspek dari prinsip
penyimpanan bahan kimia aman.
183
Mengenai aspek dari pelabelan bahan kimia, Menurut Global Harmonized System setiap
label bahan kimia harus memuat infromasi keterangan yaitu : (1) Penanda Produk, (2)
piktogram bahaya, (3) kata sinyal, (4) pernyataan bahaya, (5) identifikasi produsen, serta (6)
informasi mengenai tindakan pencegahan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 7
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
hanya ada 1 laboratorium yaitu labortorium PHA yang memenuhi kriteria aspek pelabelan yang
sesuai dengan kriteria label yang dikeluarkan oleh GHS. Sedangkan 6 laboratorium lainnya
yaitu Farmakogonosi-fitokimia, penelitian II, Kimia Obat, PDR, PSO, HEN dan hanya
mencantumkan terkait nama bahan kimia pada label dan belum mencantumkan terkait
piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan bahaya, identifikasi produsen dan informasi
mengenai tindakan pencegahan.
Selanjutnya pada aspek kompatibilitas diketahui dari dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta hanya 1 laboratorium yang
memenuhi aspek penyimpanan kompatibilitas yaitu laboratorium PHA. Menurut MEMD
Miliporse, (2013) kompatibilitas bahan kimia adalah pedoman umum untuk penyimpanan
material bahan kimia berbahaya. Tujuannya agar bahan kimia tersebut tidak tercampur
ataupun bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan. Kompatibilitas bahan kimia sangat
penting ketika terdapat beberapa bahan kimia yang berbahaya memilki sifat yang tidak
similar. Pemenuhan pada laboratorium PHA didasarkan oleh pada laboratorium PHA bahan
kimia dipisahkan berdasarkan bentuk dan sifat kimianya (mudah terbakar, ekspolsif, korosif dll)
sehingga hal ini yang menyebabkan bahwa penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut
secara tidak sengaja memenuhi aspek kompatibilitas bahan kimia.
184
Selanjuntya pada aspek pengadaan bahan kimia secara minimal yaitu diketahui seluruh
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
diketahui pengadaan bahan kimia tidak berdasarkan tingkat kebutuhan. Berdasarkan American
Chemical Society, (1993) konsep minimise quantites dikenal dengan konsep Less is Better, yaitu
mempergunakan bahan kimia dalam jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar.
Penyimpanan bahan kimia berbahaya harus seminimum mungkin ataupun sewajarnya mungkin
untuk penggunaannya di laboratorium.
Aspek lain dari penyimpanan bahan kimia aman yaitu perawatan kebersihan
laboratorium (Maintain good Housekeeping). Menurut Safety culture, (2018) aspek
housekeeping biasanya diterapkan pada bidang manufaktur, gudang, kantor, dan rumah sakit.
Namun prinsipnya aspek housekeeping pada semua tempat kerja termasuk laboratorium yang
terdapat bahan kimia. Penerapan aspek housekeeping 5S di laboratorium menurut Ball, (2013)
yaitu diantaranya dapat meningkatkan keamanan laboratoium, mendukung adanya keterlibatan
karyawan dalam mengorganisir laboratorium, efisensi terhadap ruang laboratorium maupun
stok persediaan bahan kimia, serta kebersihan laboratorium. Berikut adalah hasil penelitian dari
masing-masing kriteria 5S sebagai berikut :
1. Penyortiran (Sort / Seiri)
Menurut Safety culture. (2018) penerapan prinip penyortiran yaitu
menghilangkan apapun yang tidak diperlukan agar pelatan berfungsi dengan baik
dan mencari tahu terkait item mana yang harus ditiadakan. Penerapan prinsip ini
yaitu diantaranya : (1) memilih dan melist peralatan, barang, bahan yang telah rusak,
tidak terpakai dan tidak berguna lagi dan (2) menentukkan frekuensi pemakaian
barang (harian, mingguan, bulanan, tidak pernah).
185
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium, seluruh
laboratorium telah melakukan frekuensi pemakaian barang namun masih terdapat 1
laboratorium yang belum melakukan pencatatan terhadap pealatan yang rusak, 4
laboratorium belum melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang rusak dan
tidak terpakai lagi dan seluruh laboratorium belum melakukan pencatatan terhadap
bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa. menurut Ball, (2013) tujuan
dari adanya pencatatan terhadap peralatan, barang-barang maupun bahan yang sudah
memasuki tanggal kadaluarsa yaitu untuk mengetahui item-item tersebut
dikategorikan sebagai yang sudah tidak terpakai maupun tidak berfungsi dengan
baik.
2. Menyimpan pada tempatnya (Set In Order / Seiso)
Menyimpan bahan kimia pada tempatnya bertujuan untuk menciptakan
manajemen visual yang baik dengan mempertimbangkan item apa yang harus
diposisikan, kuantitas dan dimana penempatan yang sesuai. Penerapan aspek ini
dilakukan dengan cara : (1) mengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat
yang mudah dijangkau serta (2) mengelompokkan alat atau item berdasarkan
penggunaan dan fungsinya (Safety culture, 2018).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat 6 laboratorium yang telah
memenuhi aspek set in order, hal ini terlihat dari terpenuhinya kriteria pada adanya
pemisahan alat-alat di ruang khusus sesuai dengan penggunaannya serta ruang
penyimpanan bahan kimia yang terpisah dari area praktikum mahasiswa.
Sedangkan 1 laboratorium yaitu laboratorium kimia obat belum memenuhi terkait
186
kriteria tersebut. Tidak terepenuhinya mengenai kriteria pemisahan alat-alat di
ruang khusus yang sesuai dengan penggunaannya yaitu disebabkan oleh lemari
penyimpanan bahan kimia berada dalam ruangan yang sama dengan area praktikum
mahasiswa. . Menurut Bapelkes, (2017) tata ruang yang baik bagi laboratorium
yaitu dapat memisahkan antara ruang persiapan, peralatan, penyimpanan bahan,
ruang bekerja (ruang praktikum),ruang staff, ruang teknisi. Dengan adannya
pemisahan terhadap tata ruang tersebut maka dapat menciptakan optimalisasi visual
pada laboratorium sehingga dapat mendorong untuk menciptakan laboratorium
yang rapi serta nyaman dalam bekerja maupun aman dalam menggunakan
3. Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine / Seiso)
Penerapan prinsip kebersihan wadah dan laboratorium menurut Ball. (2013)
yaitu menjaga agar wadah dan bahan kimia serta laboraorium dalam keadaan
bersih. Penerapan aspek ini yaitu dilakukan dengan cara : (1) menetapkan rutinitas
pembersihan pada wadah dan botol bahan kimi, (2) memastikan area kerja
laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum, (3)
membersihkan area kerja setelah shift berakhir minimal 5 menit, (4) melakukan
kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan,
wadah, peralatan, kabel usang dll, (5) memasang pencahayaan yang memadai
(Safety Culture, 2018).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah memenuhi kriteria aspek
penetapan rutinitas pembersihan wadah dan botol bahan kimia. Pemenuhan tersebut
dilatarbelakangi oleh adanya kewajiban yang diberikan oleh dosen praktikum
187
maupun laboran untuk melakukan pembersihan pada wadah maupun botol bahan
kimia yang digunakan setelah praktikum selesai. Kemudian adapun pembersihan
tambahan yang dilakukan oleh laboran terhadap wadah dan botol bahan kimia
relatif dikerjakan setiap seminggu sekali ataupun 6 bulan sekali.
Selanjutnya terkait dengan kegiatan pemastian terhadap area kerja bersih
dan siap digunakan terdapat kriteria mengenai kebersihan area praktikum maupun
ruang penyimpanan sebagai berikut :
5. Tidak tercium bau busuk/ bau bahan kimia yang menyengat di dalam
ruangan laboratorium
6. Tidak terdapat sampah di atas meja praktikum, di lantai ruangan
laboratorium
7. Tidak terdapat debu di meja praktikum, lemari tempat penyimpanan bahan
kimia, dan lantai laboratorium
8. Tidak terdapat air tergenang di lantai maupun di meja praktikum
Tujuan dari penerapan kriteria ini yaitu untuk menciptakan area praktikum
yang bersih, sehat dan nyaman untuk pengguna laboratorium seihngga terhindar
dari kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja akibat paparan dari bahan kimia
maupun risiko bahaya yang ada di laboratorium.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium terdapat 3
laboraorium yaitu diantaranya laboratorium penelitian II, PHA, dan PSO yang telah
memenuhi kriteria kebersihan pada area praktikum mengenai tidak tercium bau
busuk / bau bahan kimia yang menyengat di dalam ruangan laboratorium.
Sedangkan 4 laboratorium lain diantaranya laboratorium Farmakogonosi-fitokimia,
188
kimia obat, PDR dan HEN belum memenuhi kriteria tersebut. Selain itu terkait
dengan hasil temuan lain mengenai kriteria kebersihan area praktikum yaitu
terdapat debu pada lantai laboratorium kimia obat dan ditemukan 1 laboratorium
yaitu labratorium HEN yang terdapat genangan air (bahan kimia) pada ruang
penyimpanan bahan.
Pada kriteria selanjutnya mengenai pembersihan area kerja setelah shift
berakhir minimal 5 menit. Tujuan dari penerapan kriteria ini yaitu untuk
menciptakan laboratorium yang bersih dan siap digunakan untuk kegiatan
praktikum setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7
laboratorium terdapat 3 laboratorium yaitu laboratorium Farmakognosi-fitokimia,
PSO, HEN yang tidak melakukan pembersihan setiap shift kerja berakhir. Menurut
Bapelkes. (2017) kegiatan yang dilaksanakan oleh pengelola di laboratorium salah
satunya yaitu melakukan pemeliharaan keadaan laboratorium secara keseluruhan.
Pada kriteria kebersihan laboratorium selanjutnya yaitu melakukan kegiatan
inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah,
peralatan, kabel usang. Menurut International Trade Centre. (2012) kegiatan ini
bertujuan untuk memeriksakan terkait kelainan ataupun termasuk kedalam kegiatan
pemeliharaan primer terhdap peralatan maupun kabel yang tidak layak untuk
digunakan.
Berdasarkan hasil penellitian diketahui dari 7 laboratorium terdapat 1
laboratorium yaitu PSO tidak melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap kebocoran,
kerusakan pada wadah dan 3 laboratorium yaitu laboratorium PDR, PHA dan PSO
tidak melakukan pemeriksaan terhadap kebocoran, kerusakan pada alat pada
189
sebelum dan sesudah praktikum. Menurut Ball. (2013) kegiatan pemeriksaan
kebocoran atupun masalah lainnya terhadap peralatan ataupun instalasi lainnya
yang ada di laboratorium dilakukan setiap hari.
Kriteria lain dari penerapan aspek kebersihan wadah dan laboratorium yaitu
pencahayaan yang memadai. Pencahayaan adalah faktor penting untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman, nyaman dan dapat meningkatkan efektifitas kerja yang
mengarah pada produktifitas. Menurut Putra, (2017) tingkat pencahayaan yang baik
memberikan kemudahan bagi seseorang dalam melihat, memahami display, simbol-
simbol dan benda secara jelas. Menurut Peraturan Menteri Peraturan Menteri
Kesehatan No. 70 tahun 2016 Nilai Ambang Batas pencahayaan untuk di
laboratorium sebesar plus minus 10% dari 500 lux atau sebesar 450-550 lux. Namun
berdasarkan hasil pengukuran pecahayaan yang dilakukan di ruang praktikum dan
ruang penyimpanan bahan kimia di 7 laboratorium diketahui bahwa seluruh
laboratorim Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta belum
memenuhi standar yang ditentukan baik ruang praktikum maupun ruang
penyimpanan. Penyebab dari tidak terpenuhinya pencahayaan yang memadai pada
kedua ruang tersebut disebabkan oleh kurangnya besaran lux yang dimiliki oleh
lampu yang terdapat di laboratorium dan warna cat dinding dari laboratorium.
Menurut Putra, (2017) Besaran dan kecilnya lux dapat ditentukan salah satunya dari
jumlah lampu yang tersedia, selain itu refleksi yang dipantulkan jenis warna dinding
ikut berpengaruh terhdap besaran lux yang dihasilkan.
190
4. Pelibatan Pengguna laboratorium dalam kebersihan (Sustain / Shitsuke)
Dalam menerapkan praktik kerja yang aman serta mempertahankan kondisi
kebersihan laboratorium harus melibatkan kontribusi dari pekerja laboratorium
maupun pengguna laboratorium sebagai sarana untuk mempertahankannya (Safety
culture, 2018). Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara : (1) komunikasi mengenai
prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun laboran (2)
melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium maupun
penyimpanan bahan kimia dan (3) melakukan audit untuk memantau kefektifan
laboratoium serta dari praktik kerja yang aman.
Berdasarkan hasil penellitian diketahui dari 7 laboratorium yang terdapat di
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seluruh laboratorium
telah kriteria yaitu melakukan komunikasi mengenai prosedur dan tanggung jawab
dalam menjaga kebersihan dan penyimpanan bahan kimia dan telah
menyelenggarakan pelatihan mengenai manajemen laboratorium dan dokumentasi
sistem manajemen laboratorium untuk laboran dan STP. Namun untuk kriteria audit
diketahui dari seluruh laboratorium belum menjalankan mengenai audit
laboratorium. Menurut International trade centre. (2012) yang menyebutkan bahwa
tujuan dari penerapan praktik kerja aman serta mempertahankan kondisi kebersihan
laboratorium yaitu untuk membentuk pola kebiasaan yang baik serta meningkatkan
disiplin dari pengelola maupun pengguna laboratorium untuk menjaga kebersihan
maupun penerapan praktik kerja aman yaitu menyimpan bahan kimia. Adanya
komunikasi yang dilakukan yaitu untuk mengefektifkan penerapan aturan yang ada
di laboratorium guna meningkatkan pengtehuan serta dijalankannya aturan tersebut
191
oleh pengelola maupun pengguna laboratorium. Selain itu pelatihan bertujuan untuk
meningkatkan kapabilitas dalam mengelola laboratorium untuk menjalankan
penyelenggaraan laboratorium yang sesuai hal itu berdasarkan hasil penelitian
Lestari, (2017) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan pengelolaan
laboratorium sebesar 63% pada peserta setelah mengikuti pelatihan manajemen
laboratorium. serta audit laboratorium bertujuan untuk menilai atau memeriksa
kembali secara kritis berbagai kegiatan yang dilaksanakan di dalam laboratorium.
(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2013)
5. Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize / Seiketsu)
Menurut International Trade Centre, (2012) Penerapan prinsip ini yaitu
dengan cara : (1) menyediakan pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun
prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman, (2) ketetapan temperatur
suhu dan kelembaban. Hal ini bertujuan untuk dijadikannya bahan referensi
mengenai penyimpanan bahan kimia yang tepat dan aman, temperatur suhu dan
kelembaban.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dari seluruh laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum memiliki petunjuk
maupun prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia yang di tempel di
dinding serta tidak memiliki standar mengenai ketetapan suhu dan kelembaban
ruangan yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018.
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban ruangan menunjukkan bahwa 6 dari 7
laboratorium belum memenuhi suhu ruangan yang sesuai standar baik di ruang
praktikum maupun di ruang penyimpanan bahan kimia. Sedangkan 1 laboratorium
192
yaitu telah memenuhi suhu ruangan yg sesuai dengan standar (23-26 C) yaitu
laboratorium PSO. Sedangkan untuk hasil pengukuran kelembaban dari seluruh
laboratorium belum memenuhi standar kelembaban ruangan yang seusuai standar.
Aspek selanjutnya yaitu perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia. Menurut
University of Nothingham, (2012) salah satu penerapan aspek perawatan terhadap pengendalian
stok bahan kimia yaitu melakukan pengecekan tanggal kadarluarsa. Selain itu menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan laboratorium klinik menyebutkan bahwa
bahan laboratorium yang sudah ada harus ditangani secara cermat dengan mempetimbangkan
perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar (FIFO-First in
First out) yaitu bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan lebih
dahulu.
Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi
penelitian seluruh laboratorium tidak memenuhi salah satu aspek ataupun keduanya yaitu terkait
tidak melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa dan melakukan pembuangan pada bahan kimia
yang telah memasuki tanggal kadalurasa (FEFO).
Aspek lain yaitu penyimpanam bahan kimia dilarang disimpan di bawah westafel. Hal
ini dapat memicu reaksi kimia hal ini didasarakan oleh terdapat bahan kimia yang mudah
bereaksi ketika basah. Menurut Occupational Safety Health and Administration sebagian
bahan kimia yang mudah bereaksi dengan air dapat menimbulkan reaksi untuk melepaskan gas
yang mudah terbakar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seluruh laboratorium tidak
ditemukan bahan kimia yang disimpan di bawah ataupun di dekat westafel. Artinya pada aspek
ini seluruh laboratorium telah memenuhi aspek peletakkan bahan kimia.
193
Selain itu aspek yang terakhir yaitu Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh
penglihatan pengguna bahan kimia di laboratoium. Pada prinsinya keterjangkauan penglihatan
berhubungan dengan ketinggian dari peletakkan bahan kimia. Menurut University of
Nothingham, (2012) penyimpanan bahan kimia harus setinggi bahu orang dewasa. Berdasarkan
data antropometri masyarakat Indonesia yang didapatkan dari interpolarasi masyarakat British
dan Hongkong terhadap masyarakat Indonesia diketahui bahwa rata-rata tinggi bahu orang
dewasa Indonesia baik perempuan maupun laki-laki yaitu 1,272 m – 1,338 m. (Nurmianto, 1991)
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap rak penyimpanan bahan kimia di
7 laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diketahui seluruhnya
tidak memenuhi ketinggian rak yang dipersyaratkan. Selain itu dari hasil observasi pula
diketahui bahwa terdapat bahan kimia yang disimpan dibawah lantai yang ditemukan pada
laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, kimia obat, PDR dan HEN.
Dari hasil uraian tersebut berikut pembahasan secara detail dari masing-masing aspek
dari setiap laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta :
1. Pelabelan Bahan Kimia (Labelling)
Menurut Global Harmonized System menyebutkan bahwa label merupakan setiap
keterangan yang memuat informasi tentang bahan kimia yang dapat berbentuk gambar,
tulisan atau kombinasi keduamya atau bentuk lainnya yang harus memuat unsur penanda
produk berupa nama bahan kimia dan nomor batch, piktogram bahaya, kata sinyal,
pernyataan bahaya, identifikasi produsen serta tindakan pencegahan mengenai langkah-
lngkah singkat untuk meminimalisir maupun mencegah dari efek samping bahaya fisik,
kesehatan maupun lingkungan.
194
Fungsi label pada bahan kimia yaitu untuk memberikan pengetahuan kepada
pengguna bahan kimia mengenai pencegahan dan penanganan yang tepat dalam
menggunakan bahan kimia tertentu. Bahan kimia tertentu mengharuskan pengguna
mengenakan pakaian tertentu atau dalam beberapa kasus memberikan penjelasan
mengenai cara untuk menghindari ataupun menangani bahan kimia tersebut. Selain itu
terdapat bahan kimia tertentu yang mengharuskan dilakukannya pengocokkan terlebih
dahulu sebelum digunakan dan tidak boleh terlalu banyak dikocok karena sifatnya yang
mudah terbakar. Hal tersebut mendasari alasan bahwa pelabelan pada bahan kimia
dianggap hal yang penting.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui dari masing-masing
kriteria pelabelan bahan kimia adalah sebagai berikut :
a. Penanda produk
Penanda produk merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelabelan
karena pada penanda produk juga dapat menyertakan komposisi dari elemen
campuran yang mungkin memberikan efek samping seperti keracunan akut, korosif
pada kulit atau kerusakan pada mata atau specific target organ toxicity (STOT)
(United Nations, 2017). Pemberian informasi terkait komposisi bahan kimia ini
biasanya terdapat pada produk bahan unusr atau campuran.
Penanda produk berisi tentang identitas bahan kimia seperti nama bahan
kimia, nomer kode bahan kimia atau nomor batch. Peraturan Perindustrian 2013).
Menurut United Nation, (2013) adanya pemberian informasi nama pada label bahan
kimia bertujuan untuk dapat mengidentifikasi jenis unsur atau bahan kimia apa yang
terdapat di dalam wadah. Sedangkan mengenai nomor batch atau Lot’s number
195
adalah sebuah kumpulan kode untuk menyediakan fungsionalitas tambahan yang
berfungsi untuk melacak tanggal produksi, dan informasi lebih rinci lainnya. Nomor
batch ini dapat membantu importir dalam pelaporan, kontrol kualitas, atau info
lainnya termasuk kesalahan produksi. (Nguyen, 2018)
Pada penelitian ini, seluruh bahan kimia yang ada di 7 laboratorium telah
mencantumkan nama bahan kimianya. Sedangkan mengenai nomor bacth hanya
laboratorium PHA (100%) yang telah mencantumkan nomor batch pada label di
seluruh wadah bahan kimia, sedangkan 6 laboratorium lainnya belum mencantumkan
terkait nomor batch pada label wadah bahan kimia. Keterangan nomor batch
digunakan produsen memberikan ciri terhadap bahan kimia mengenai kapan
pertama kali diproduksi, komposisi bahan apa saja yang terdapat didalamnya serta
memberikan informasi mengenai efek samping secara tersirat yang mungkin
ditimbulkan dari adanya penomoran komposisi bahan kimia yang dikandungnya.
Namun memberikan pengaruh pula pada pengguna bahan kimia (Nguyen, 2018)
Meskipun nomor batch merupakan tanggung jawab produsen , namun
pengelola laboratorium perlu untuk memberikan masukan terkait kelengkapan kriteria
pelabelan pada saat melakukan pemesanan bahan kimia. Serta melengkapi kriteria
pelabelan ketika melakukan pemindahan dari wadah yang besar ke wadah yang lebih
kecil. Hal tersebut sesuai dengan United Nation, (2015) yang menyebutkan bahawa
pengelola laboratorium dapat memilih dan memeberikan masukan terhadap
kelengkapan setiap item dari pelabelan bahan kimia kepada produsen bahan kimia.
Dengan diketahuinya mengenai tujuan serta manfaat yang diberikan dari
adanya nomor batch maka dapat diketahui bahwa dampak yang ditimbulkan dari
196
tidak adanya nomor batch untuk pengguna yaitu tidak dapat mengetahui informasi
mengenai komposisi ini tentu akan menjadi peringatan untuk melakukan tindakan
pencegahan agar tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan pengguna. Oleh
sebab itu, sebaiknya bagi pengelola laboratorium dapat melakukan permintaan
terhadap produsen bahan kimia pada saat pemesanan untuk memilih label yang sesuai
dengan kriteria standar yang ditetapkan serta melengkapi penanda produk dengan
lengkap pada setiap label kemasan bahan kimia yang merujuk pada botol induk.
b. Piktogram bahaya
Piktogram bahaya adalah suatu simbol grafis yang menggambarkan informasi
spesifik tentang bahaya bahan kimia (United Nations, 2017). Adanya piktogram akan
membantu pengguna dalam mengidentifikasi bahaya yang ditimbulkan dari bahan
kimia yang digunakan, sehingga pengguna dapat melakukan tindakan pencegahan
untuk menghindari efek samping yang mungkin ditimbulkan.
Pada penelitian ini, keberadaan gambar piktogram bahaya pada label kemasan
bahan kimia dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta, 3 laboratorium tidak
menyertakan piktogram bahaya pada kemasan, yaitu laboratorium penelitian II, kimia
obat, dan PDR (50,3%; 62,3%; 64,2%). Kemudian terdapat 4 laboratorium yang
sebagian besar kemasan bahan kimianya memiliki piktogram bahaya, yaitu
laboratorium farmakogonosi-fitokimia, PSO, PHA, dan HEN (97,3%; 93%; 100%).
Adanya piktogram akan membantu pengguna untuk lebih berhati-hati
terhadap bahaya yang mungkin ditimbulkan dari bahan kimia tertentu. Setiap bahan
kimia memiliki bahaya potensial yang berbeda-beda, misalkan mudah meledak,
mudah terbakar, korosif, dan lain sebagainya. Karena bahaya potensial yang berbeda
197
tentu akan membutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam mencegah atau
mengurangi dampak yang didapatkan.
Berdasarkan hal tersebut, sangat terlihat bahwa piktogram merupakan salah
satu aspek yang juga penting dalam pelabelan pada kemasan bahan kimia. Oleh
karena itu, sebaiknya petugas laboratorium dalam melakukan pemesanan bahan perlu
untuk memberitahukan kepada produsen terkait kriteria label yang sesuai standar agar
seluruh label pada bahan kimia dapat memenuhi kriteria pelablean yang sesuai. Selain
itu menyantumkan piktogram bahaya pada setiap bahan kimia yang ada demi
menjaga keselamatan pengguna laboratorium. Terutama pada laboratorium yang
sebagian besar masih belum mencantumkan piktogram pada label kemasan bahan
kimia, seperti laboratorium penelitian II, kimia obat dan PDR.
c. Kata sinyal
Kata sinyal digunakan untuk mengidentifikasi level keparahan dari bahaya
bahan kimia dan sebagai peringatan bagi pengguna terkait bahaya potensial pada
label (United Nations, 2017). Pada penelitian ini dari 7 laboratorium di FIKES UIN
Jakarta, terdapat 4 laboratorium yang sebagian besar label kemasan bahan kimianya
terdapat kata sinyal, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia obat, PHA,
dan PSO (81,1%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 3 laboratorium lainnya tidak
terdapat kata sinyal pada label kemasan bahan kimianya, yaitu laboratorium
penelitian II, PDR dan HEN, (50,3%; 64,2%; 69,4%)
Terdapat dua pilihan kata sinyal yang terdapat pada label kemasan bahan
kimia yaitu danger dan warning. Kata “danger” digunakan untuk bahan kimia yang
memiliki tingkat bahaya tinggi dan “warning” digunakan untuk bahan kimia yang
198
tidak terlalu berbahaya (United Nations, 2017). Maka dari itu, petugas laboratorium
sebaiknya menyertakan kata sinyal pada semua bahan kimia yang ada di laboratorium
dengan harapan, kata sinyal tersebut akan meningkatkan kewaspadaan penggunanya,
sehingga bisa mencegah kecelakaan kerja atau meminimalisir dampak yang
diakibatkannya. Terutama pada laboratorium yang sebagian besar masih belum
menyantumkan kata sinyal, seperti laboratorium penelitian II, PDR, dan HEN.
d. Pernyataan bahaya
Pernyataan bahaya pada label bahan kimia mendeskripsikan kelas bahaya
bahan kimia dan katagori bahaya yang ditimbulkan (WHO, 2015). Mengenai kelas
bahaya yang dimaksud yaitu menurut United Nation, (2017) yaitu eksplosif, gas
mudah menyala, gas pengoksidasi, gas dibawah tekanan, cairan muda menyala,
padatan mudah menyala, dll.
Adapun kategori bahaya menurut Kemenperin No. 23 tahun 2013 yaitu : (1) kategori
bahaya terhadap kesehatan dan (2) kategori bahaya lingkungan.
Kategori bahaya terhadap kesehatan Sedangkan kateori bahaya kesehatan
yaitu toksisitas akut, korosi, kerusakan mata serius, sensitisasi saluran pernapasan,
mutagenisitas, karsinogenisitas, toksisitas terhadap reprosuksi, toksisitas pada organ
sasaran spesifik setelah paparan tunggal dan paparan berulang, bahaya aspirasi.
Sedangkan bahaya lingkungan yaitu bahaya akuatik akut jangka pendek, bahaya
akuatik kronis atau jangka panjang dan berbahya terhadap lapisan ozon (Kemenperin.
2013).
Berdasarkan penelitian dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta, terdapat 5
laboratorium lebih dari 50% sebagian besar label kemasan bahan kimianya terdapat
199
pernyataan bahaya, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, penelitian II, kimia
obat, PHA, dan PSO (50,3%; 81,1%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 2 laboratorium
lainnya sebagian besar kurang dari 50% belum terdapat pernyataan bahaya pada label
kemasan bahan kimianya, yaitu laboratorium PDR dan HEN, (64,2%; 69,4%)
Pernyataan bahaya merupakan sebuah kalimat yang melengkapi piktogram.
Ketika hanya diberikan piktogram bahaya pada label kemasan bahan kimia tanpa
dilengkapi pernyataan bahaya mungkin ada beberapa pengguna yang tidak
mengetahui makna dari lambang piktogram tersebut. Sehingga, keberadaan
pernyataan bahaya ini akan sangat membantu bagi pengguna awam bahan kimia
seperti mahasiswa untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan bahan kimia. Oleh
karena itu, sebaiknya petugas terutama laboratorium penelitian II, PDR dan HEN
menyantumkan pernyataan bahaya pada setiap label bahan kimia demi menjaga
keselamatan dan kesehatan pengguna laboratorium yang sebagian besar adalah
mahasiswa.
e. Identifikasi produsen
Identifikasi produsen memuat informasi umum terkait identitas produsen yang
membuat atau mengeluarkan bahan kimia. hal tersebut sejalan dengan Bharti dkk. (
2019) yang menyebutkan bahwa bagian ini merupakan bagian yang memberikan
informasi tentang nama, alamat dan nomor telepon pabrikan / importir atau pihak
yang bertanggung jawab lainnya dan harus dicantumkan pada label.
Pada penelitian ini dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta terdapat 4
laboratorium yang sebagian besar label kemasan bahan kimianya terdapat informasi
terkait identifikasi produsen, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia obat,
200
PHA, dan PSO (78,4%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 3 laboratorium lainnya tidak
terdapat informasi terkait identifikasi produsen pada label kemasan bahan kimianya,
yaitu laboratorium penelitian II, PDR, HEN, (50,3%; 64,2%; 69,4%)
Dampak dari tidak adanya mengenai identikasi produsen yaitu tidak dapat
mengetahui dan menghubungi jika sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian atapun
kesalahan terkait isi dari bahan kimia yang tidak sesuai, ataupun mengenai kerusakan
atau bahan kimia yang telah dipesan. Yang tujuannya untuk meminta pertanggung
jawaban dari produsen ataupun importir bahan kimia. oleh sebab itu petugas
laboratorium sebaiknya melengkapi meminta label yang sesuai serta menyertakan
identitas produsen pada label kemasan bahan kimia yang dipindahkan ke wadah yang
kecil.
f. Informasi mengenai tindakan pencegahan
Informasi mengenai tindakan pencegahan pada label kemasan bahan kimia
berisi mengenai cara untuk meminimalisir atau mencegah efek samping dari hasil
paparan terhadap bahan kimia berbahaya atau penyimpanan yang tidak sesuai (United
Nations, 2017). Pada penelitian ini dari 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta terdapat
4 laboratorium yang sebagian besar label kemasan bahan kimianya terdapat informasi
terkait tindakan pencegahan, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia
obat, PHA, dan PSO (81,1%, 62,3%; 100%; 73%). Sedangkan 3 laboratorium lainnya
tidak terdapat informasi terkait tindakan pencegahan pada label kemasan bahan
kimianya, yaitu laboratorium penelitian II, PDR dan HEN (50,3%; 64,2%; 69,4%)
Adanya informasi mengenai tindakan pencegahan (precautionary measures)
pada label bahan kimia akan sangat membantu pengguna bahan kimia karena memuat
201
informasi terkait tindakan atau pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika
terjadi kecelakaan selama penggunaan bahan kimia, sehingga tidak akan memberikan
dampak yang lebih berbahaya. Maka dari itu, petugas laboratorium sebaiknya
mencantumkan informasi mengenai tindakan pencegahan pada setiap label kemasan
bahan kimia. Terutama pada laboratorium penelitian II, PDR dan HEN,
Mengenai dari rincian beberapa temuan terkait kriteria pelabelan diketahui
beberapa alasan tidak terpenuhinya yaitu disebabkan oleh (1) Tidak adanya aturan baku
(SOP) yang mewajibkan untuk mencantumkan terkait komponen lain pada label bahan
kimia selain nama bahan kimia, (2) Tidak adanya monitoring yang dilakukan untuk
melihat kesesuaian semua aspek yang terkait dengan manajemen laboratorium maupun
keselamatan laboratorium dan (3) kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh laboran
mengenai pemenuhan kriteria label yang sesuai dengan standar.
Menurut Balai Pelatihan Kesehatan Batam, (2017) menyebutkan bahwa
laboratorium agar aman dan nyaman bagi peserta didik dan dosen atau instruktur salah
satunya harus terdapat Standard Operating Procedures atau SOP yang bersifat
operasional dan mengikat bagi semua pengguna laboratorium. Standar Operasional
Prosedur (SOP) diartikan sebagai serangkaian instruksi yang menggambarkan
pendokumentasian dari kegiatan yang dilakukan secara berulang pada sebuah organisasi
dan dilakukan secara jelas tentang apa yang diharapkan dan diisyaratkan dari semua
karyawan dalam menjalankan kegiaan sehari-hari (Bapelkes, 2017). Dengan adanya
prosedur ataupun aturan baku mengenai pelabelan bahan kimia yaitu memberikan
gambaran mengenai standar ataupun keseragaman informasi yang lengkap yang harus
202
tercantum dalam label bahan kimia sekaligus memberikan suatu kewajiban kepada laboran
untuk melakukan pengelolaan terhadap label bahan kimia yang sesuai dengan standar
maupun peraturan yang berlaku untuk mencegah dari adanya kesalahan penyimpanan,
penggunaan maupun pengelolaan bahan kimia oleh pengguna laboratorium. Hal ini sejalan
dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Office of Industrial Relation, (2011) yang
tercantum dalam buku yang berjudul Labelling of Workplace Hazardous Chemicals
menyebutkan bahwa pelabelan pada bahan kimia merupakan komponen penting dari
Program Global Harmonized System hal ini didasarkan oleh label mengandung informasi
tentang penggunaan, arah, aplikasi, dan penyimpanan dari bahan kimia. Selain itu pula
dapat menyelamatkan pengguna dari potensi bahaya yang ditimbulkan dari masing-
masing bahan kimia.
Terkait dengan penyebab lain dari tidak terpenuhinya komponen label pada
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yaitu disebabkan oleh tidak adanya review yang melihat terkait kesesuaian semua
aspek terkait manajemen laboratorium maupun keselamatan laboratorium khususnya pada
komponen label. Review merupakan bagian dari salah satu kegiatan manajemen
laboratoium yang penting dalam upaya monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan maupun
penyelenggaraan laboratorium. Menurut Lembaga Pengembangan Pendidikan dan
Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Andalas, (2015) monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan laboratorium secara berkala dan terencana merupakan tuntutan untuk
melaksanakan koreksi ataupun perbaikan. Dengan demikian adanya review memberikan
gambaran mengenai masalah serta dapat menyusun rencana perbaikan dalam mengatasi
akar masalah tersebut.
203
Terkait dengan penyebab lain dari tidak terpenuhinya komponen label pada
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yaitu disebabkan oleh kurangnya pengetahuan laboran mengenai komponen label
yang harus dipenuhi. Pengetahuan didefinisikan sebagai kombinasi dari informasi dengan
pemahaman yang dapat berpengaruh terhadap sikap dan tindakan yang dilakukan
seseorang. Berdasarkan hasil penelitian Sari, dkk, (2014) terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan kecelakaan kerja di
laboratorium. Semakin meningkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka akan
semakin meningkatkan perilaku dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja di
laboratatorium. Dengan demikian jika pengelola laboratorium memiliki pengetahuan yang
baik mengenai komponen yang menjadi pencegah dari timbulnya kecelakaan kerja di
laboratorium serta risiko terjadinya kecelakaan di laboratorium dapat dikendalikan.
Hal ini sejalan dengan peran laboran di laboratorium yaitu berperan penting dalam
upaya menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium yang melingkupi
pengelolaan sebelum kerja (pre-activity), saat kegiatan (in doing process) sampai dengan
penanganan risiko (risk taking action). (Subiantoro, 2011). Pelabelan merupakan salah
satu bentuk pengelolaan sebelum bekerja yang dilakukan oleh laboran dalam hal
menciptakan laboratorium yang aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium. Dengan
demikian untuk mencapai hal tersebut diperlukan pengetahuan yang menunjang yang
dimiliki oleh laboran.
Mengenai ketidaksesuaian aspek pelabelan bahan kimia dapat memberikan
dampak yang ditimbulkan dari tidak terdapatnya label yang tidak sesuai. Dampak yang
ditimbulkan dari tidak adanya label, kondisi label dalam keadaaan rusak ataupun
204
ketidaksesuaian label dengan bahan kimia yaitu dapat memperbesar resiko tertukarnya
bahan kimia, memperbesar peluang kecelakaan akibat salah pencampuran bahan kimia
akibat tidak teridentifikasinya bahan kimia tersebut, kemudian dapat berakibat salah dalam
melakukan penyimpanan bahan kimia dan tidak mengetahui resiko serta pencegahan
maupun penanganan penggunaan bahan kimia secara tepat.
Untuk dapat mangatasi penyebab dari tidak terpenuhinya aspek pelabelan bahan
kimia dan menghindari dampak yang ditimbulkan dari ketidaksesuaian tersebut yaitu
dengan menysun Standar Opersional Kerja (SOP) mengenai pelabelan bahan kimia,
melaksanakan review secara berkala mengenai pelaksaanaan laboratorium, memberikan
masukan untuk produsen terhadap label bahan kimia yang kan dipesan serta melakukan
pelabelan pada setiap bahan kimia sesuai dengan komponen label.
2. Kompatibilitas Bahan Kimia (Compatibillity)
Kompatibilitas bahan kimia adalah pedoman umum untuk penyimpanan
material bahan kimia berbahaya. Tujuannya agar bahan kimia tersebut tidak tercampur
ataupun bereaksi ketika didekatkan secara berdekatan. Kompatibilitas bahan kimia
sangat penting ketika terdapat beberapa bahan kimia yang berbahaya memilki sifat
yang tidak similar. (MEMD Miliporse. 2013) Prinsip dari penyimpanan bahan kimia
berdasarkan matriks kompabilitas yaitu dengan melihat sifat dan kelompok dari antar
bahan kimia. Kelompok-kelompok tersebut disusun berdasarkan matriks kompabilitas,
pada matriks tersebut digambarkan kelompok bahan kimia yang tidak boleh disandingkan
dengan kelompok bahan kimia lain yaitu ditunjukkan dengan tanda “X”. Tanda tersebut
ini mengindikasikan bahwa kelompok bahan kimia tersebut memiliki sifat
205
Inkompatibilitas dan akan bereaksi jika ditempatkan bersebelahan serta tidak boleh
disimpan secara bersamaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui dari 7 laboartorium
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta hanya 1
laboratorium yang memenuhi aspek penyimpanan kompatibilitas yaitu laboratorium PHA.
Pada laboratorium PHA bahan kimia dipisahkan berdasarkan bentuk dan sifat kimianya
(mudah terbakar, ekspolsif, korosif dll) sehingga hal ini yang menyebabkan bahwa
penyimpanan bahan kimia di laboratorium tersebut secara tidak sengaja memenuhi aspek
kompatibilitas bahan kimia. Sedangkan pada 6 laboratorium lainnya masih ditemukan
bahan kimia yang disimpan tidak sesuai dengan kompatibilitas bahan kimia. 4
laboratorium diantaranya disebabkan oleh sistem penyimpanan bahan kimia yang
digunakan di laboratorium tersebut menggunakan sistem penyusunan secara alfabetis
(abjad) dan dipisahkan berdasarkan bentuk fisik dari masing-masing bahan tanpa
memerhatikan aspek kompatibilitas. Dan 2 laboratorium diantaranya yaitu laboratorium
HEN dan PDR penyimpanan bahan kimia didasarkan oleh bentuk fisik dan sifat kimianya.
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing temuan bahan kimia yang disimpan tidak
kompatibel yang ditemukan di masing-masing laboratorium :
1. Laboratorium Farmakogonosi-fitokimia
Pada laboratorium Farmakogonosi ditemukan bahan kimia Iron III
Chlorida yang disimpan secara bersamaan dengan Bismuth Nitrit III di ruang
spektofotometri. Berdasarkan hasil telaah dari material safety data sheet diketahui
bahwa Iron III chlorida merupakan bahan kimia termasuk kedalam kelompok
206
Halogenated compound. Sedangkan bismuth nitrit III merupakan bahan kimia
yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia In organic acid.
Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,
(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia halogenated compund tidak boleh
disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia in organic acid. Jika
tutup wadah tidak ditutup secara rapat maka dapat mengeluarkan uap. Berdasarkan
material safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada
bagian Incompatibility with various substances menyebutkan bahwa jika masing-
masing bahan tersebut disimpan secara bersamaan dapat mengalami dekomposisi,
kondensasi atau polimerisasi berbahaya serta dapat mengeluarkan gas beracun atau
dapat menjadi lebih reaktif.
Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk
melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak
disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat
memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan
Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan
bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan
kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia
yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier
maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area
penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.
207
2. Laboratorium Penelitian II
Pada laboratorium Penelitian II ditemukan bahan kimia Asam oksalat yang
disimpan secara bersamaan dengan CMC Na di lemari I ruang penyimpanan
bahan. Berdasarkan hasil telaah dari material safety data sheet diketahui bahwa
Asam oksalat merupakan bahan kimia termasuk kedalam kelompok Organic acid.
Sedangkan CMC Na merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok
bahan kimia monomer.
Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,
(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia organic acid salah satunya tidak
boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia monomer. Jika
tutup wadah tidak ditutup secara rapat maka dapat mengeluarkan uap. Berdasarkan
material safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada
bagian Incompatibility with various substances menyebutkan bahwa jika masing-
masing bahan tersebut disimpan secara bersamaan dapat menyebabkan bahan
kimia dari masing-masing bahan kimia tersebut akan menjadi lebih reaktif.
Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk
melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak
disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat
memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan
Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan
bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan
kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia
yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier
208
maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area
penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.
3. Laboratorium Kimia Obat
Pada laboratorium Kimia obat ditemukan 4 bahan kimia yang disimpan
tidak sesuai dengan kelompok kompatibilitas. 4 bahan kimia tersebut diantaranya :
(1) Kalium Iodat X Natrium Carbonat, (2) Natrium carbonat X ammonium oksalat,
(3) Asam sulfat X benzaldehid dan (4) Asam sulfat X natrium benzoate.
Kalium Iodat merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok
halogenated compound sedangkan Natrium Carbonat merupakan bahan kimia
yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia alkylene oxide. Selanjutnya
mengenai ammonium oksalat termasuk kedalam kelompok bahan kimia ammonia,
asam sulfat termasuk kedalam kelompok bahan kimia in organic acid serta
benzaldehid dan natrium benzoate termasuk kelompok bahan kimia organic acid
Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,
(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia alkylene oxide, salah satunya tidak
boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia halogenated
compound dan ammonia, selain itu diketahui bahwa kelompok bahan kimia in
organic acid tidak boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan
kimia organic acid.
Jika tutup wadah tidak ditutup secara rapat ataupun wadah mengalami
kerusakan, maka dapat mengeluarkan uap yang dapat berpotensi menyebabkan
kebakaran dan ledakan. Hal tersebut berdasarkan data dari material safety data
209
sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada bagian Incompatibility
with various substances.
Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk
melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak
disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat
memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan
Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan
bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan
kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia
yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier
maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area
penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.
4. Laboratorium PDR
Pada laboratorium PDR ditemukan bahan kimia Iron III Chlorida
hexahydrate yang disimpan secara bersamaan dengan cadmium sulfat yang
disimpan di lemari I ruang penyimpanan bahan. Berdasarkan hasil telaah dari
material safety data sheet diketahui bahwa Iron III chlorida merupakan bahan
kimia termasuk kedalam kelompok Halogenated compound. Sedangkan cadmium
sulfat merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia In
organic acid.
Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,
(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia halogenated compund tidak boleh
disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia in organic acid. Jika
210
tutup wadah tidak ditutup secara rapat maka dapat mengeluarkan uap. Berdasarkan
material safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada
bagian Incompatibility with various substances menyebutkan bahwa jika masing-
masing bahan tersebut disimpan secara bersamaan dapat Dapat menimbukan reaksi
oksidasi yang mengakibatkan peningkatan risiko kebakaran atau ledakan dan
pelepasan gas / uap korosif, selain itu berisiko menagalami penyalaan yang
spontan.
Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk
melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak
disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat
memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan
Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan
bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan
kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia
yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier
maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area
penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.
5. Laboratorium PSO
Pada laboratorium PSO ditemukan 3 bahan kimia yang disimpan tidak
sesuai dengan kelompok kompatibilitas. 3 bahan kimia tersebut diantaranya : (1)
Sodium Carbonat X Sodium Cyclamate, (2) Natrium alginat X Natrium
bicarbonat, (3) Sorbitol X PEG 400
211
Sodium Carbonat merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam
kelompok In organic acid sedangkan Sodium Cyclamate merupakan bahan kimia
yang termasuk kedalam kelompok bahan kimia organic acid. Selanjutnya
mengenai natrium alginatt dan PEG 400 termasuk kedalam kelompok bahan kimia
monomer dan untuk bahan kimia narium bicarbonate dan sorbitol merupakan
bahan kimia kelompok alcohol, glycol, glycol ether
Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,
(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia In organic acid salah satunya tidak
boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia organic acid.
Dan untuk kelompok bahan kimia monomer salah satunya tidak boleh disimpan
secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia alcohol, glycol, glycol ether. Hal
ini disebabkan oleh jika tutup wadah tidak ditutup secara rapat ataupun wadah
mengalami kerusakan, maka dapat menimbulkan potensi bahaya diantaranya yaitu
dapat mengeluarkan uap yang dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan. Hal
tersebut berdasarkan data dari material safety data sheet dalam keterangan data
stabilitas dan reaktifitas pada bagian Incompatibility with various substances.
Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk
melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak
disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat
memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan
Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan
bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan
kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia
212
yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier
maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area
penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.
6. Laboratorium HEN
Pada laboratorium HEN ditemukan bahan kimia kalium klorida yang
disimpan secara bersamaan dengan NaOH di lemari 4 ruang penyimpanan bahan.
Berdasarkan hasil telaah dari material safety data sheet diketahui bahwa kalium
klorida merupakan bahan kimia termasuk kedalam kelompok halogenated
compound. Sedangkan NaOH merupakan bahan kimia yang termasuk kedalam
kelompok bahan kimia caustic.
Berdasarkan matriks kompatibilitas yang dikeluarkan oleh CRC laboratory,
(2012) diketahui bahwa kelompok bahan kimia halogenated compound salah
satunya tidak boleh disimpan secara bersamaan dengan kelompok bahan kimia
caustic. Mengenai keterangan dampak yang dapat ditimbulkan akibat disimpannya
secara bersamaan kedua kelompok bahan tersebut tidak tersedia pada material
safety data sheet dalam keterangan data stabilitas dan reaktifitas pada bagian
Incompatibility with various substances.
Untuk dapat menghindari kondisi seperti tersebut maka perlu untuk
melakukan pemisahan terhadap salah satu bahan kimia tersebut agar tidak
disimpan secara bersamaan dengan bukan kelompok bahan kimianya atau dapat
memberikan hambatan fisik atau barrier maupun jarak. Hal ini sejalan dengan
Stephen K. Hall, (1994) yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pengaturan
bahan kimia yang telah di kelompokkan berdasarkan sifat kimiawi dan
213
kompatibilitas yaitu dapat melakukan pemisahan terhadap kelompok bahan kimia
yang tidak inkompatibilitas dengan memberikan hambatan fisik atau barrier
maupun jarak. Pengaturan penyimpanan bahan kimia bergantung pada ukuran area
penyimpanan dan jumlah bahan kimia yang tersedia.
Menurut Stephen K. Hall, (1994) dalam sejarahnya kasus kecelakaan laboratoium
akibat kesalahan dari sistem penyimpanan yang tidak memerhatikan dari aspek
kompatibilitas bahan kimia. Kesalahan penyimpanan bahan kimia diakibatkan oleh
penyimpanan bahan kimia disusun berdasarkan alfabet dan tidak memerhatikan sisi
kompatibilitas dari masing-masing sehingga hal ini mendorong reaksi dari antar bahan
kimia yang dapat menimbulkan tercampurnya antar bahan kimia yang reaktif, kebakaran,
dan lain-lain. Pada prinsipnya penyimpanan bahan kimia yang disimpan secara alfabetis
tanpa melakukan pengkajian terlebih dahulu mengenai kelompok bahan kima dari masing-
masing dapat berpeluang lebih besar untuk terjadi kesalahan penyimpanan yang tidak
sesuai dengan matriks kompatibilitas bahan kimia yang mendorong untuk menimbulkan
reaksi antar bahan kimia.
Penyebab dari tidak terpenuhinya aspek penyimpanan yang memperhatikan
kompatibilitas bahan kimia yaitu disebabkan oleh : (1) Tidak adanya aturan baku
mengenai penyimpanan bahan kimia, serta (2) Terbatasnya fasilitas penunjang (rak
penyimpanan bahan kimia). Mengenai aturan baku penyimpanan bahan kimia diketahui
memiliki pengaruh terhadap kesalahan dalam mengorganisir penyimpanan bahan kimia.
Aturan baku atau SOP penyimpanan bahan kimia harus memuat mengenai segala indikasi
dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada setiap tahapan-tahapan yang harus dilalui pada
214
setiap kegiatan penyimpanan bahan kimia. (Bapelkes. 2017) dengan demikian adanya
aturan baku berupa SOP dapat memberikan penggambaran secara jelas mengenai syarat
dan tahapan yang harus dipenuhi dalam menyimpan bahan kimia.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
298/Menkes/SK/III/2008 tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan setiap
laboratorium harus mempunyai prosedur baku yang dibuat oleh petugas laboratorium
tentang prosedur pengadaan bahan laboratroium (reagen, antigen-antisera,media dan
bahan laboratorium lain) untuk keperluan pemeriksaan mulai dari permintaan pengadaan
sampai penyimpanan bahan laboratorium tersebut. SOP ataupun aturan baku dapat
berperan untuk menjadi acuan teknis pengelolaan bahan kimia untuk pengelola (laboran
dan STP dan pengguna laboratorium (mahasiswa) serta dapat mencegah dan menekan
sekecil mungkin mengenai kesalahan ataupun efek dari tidak tepatnya penyimpanan bahan
kimia yang tidak berdasarkan sifat kompatibilitasnya seperti kebakaran, peledakan,
keracunan maupun hal-hal lain yang dapat merugiakan pengelola laboratorium maupun
pengguna laboratorium.
Penyebab lain yang ditemukan dari tidak terpenuhinya mengenai penyimpanan
bahan kimia yang didasarkan oleh kompatibilitas bahan kimia yaitu disebabkan oleh
terbatasnya fasilitas (lemari rak penyimpanan bahan kimia). Menurut Bapelkes, 2017
laboratorium suatu sistem yang terdiri dari prasarana dan sarana penunjang kegiatan baik
berupa peralatan laboratorium maupun sumber daya manusia. Rak penyimpanan bahan
kimia merupakan salah satu sarana penunjang dalam penyelenggaraan laboratorium
atupun fasilitas yang mendukung untuk pemenuhan terselenggaranya keamanan dan
kesehatan laboratorium. Kurangnya fasilitas rak penyimpanan bahan kimia dapat
215
berpengaruh terhadap kesalahan dalam menyimpan bahan kimia yang sesuai dengan
kelompok bahan kimia berdasarkan kompatibilitasnya kemudian keterbatasan tersebut
mendorong pengelola maupun pengguna laboratorium untuk melakukan kesalahan dalam
menyimpan bahan kimia serta sulit untuk merealisasikan penyimpanan bahan kimia yang
disimpan berdasarkan kelompok bahan kimia. Karena jika ingin melakukan penyimpanan
bahan kimia yang berdasarkan kompatibilitas harus mengelompokkan bahan kimia
berdasarkan 23 kelompok bahan kimia yang dikeluarkan oleh CRC laboratory, (2012).
Dengan adanya ketidaksesuaian serta diketahuinya penyebab tidak terpenuhinya
hal tersebut maka perlu untuk membuat suatu aturan baku (SOP) mengenai penyimpanan
bahan kimia aman, dapat mesiasati dari keterbatasnya fasilitas rak penyimpanan bahan
kimia yaitu dengan melakukan pertimbangan pada pemesanan kuantitas bahan kimia yang
berdasarkan sesuai dengan kebutuhan yang digunakan. Selain itu pula melakukan
pemisahan terhadap bahan kimia yang memiliki kelompok bahan kimia yang bukan
kompatibel baik secara jarak atau dapat melalui pemisah fisi atau barier. Yaitu dengan
cara melakukan list inventarisasi terhadap bahan kimia apa saja yang terdapat di
laboratorium, selanjutnya melakukan pengelompokkan berdasarkan kelompok bahan
kimia yang sesuai matriks kompatibilitas. Dan melakukan pemetaan sesuai dengan matriks
kompatibilitas.
3. Pengadaan Bahan Kimia yang Sedikit (Minimise Quantities)
Penyimpanan bahan kimia berbahaya harus seminimum mungkin ataupun
sewajarnya mungkin untuk penggunaannya di laboratorium. Menurut American Chemical
Society, (1993) konsep minimise quantites dikenal dengan konsep Less is Better, yaitu
mempergunakan bahan kimia dalam jumlah sedikit dan memiliki pengaruh yang besar.
216
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 7 laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui pengadaan
bahan kimia tidak berdasarkan tingkat kebutuhan. Dimana pada 6 laboratorium tersebut
masih terdapat bahan kimia yang pengadaannya berlebih (surplus) dari kebutuhan yang
tercantum dalam modul praktikum yang digunakan untuk kegiatan praktikum. Selain itu
pada laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan pengadaan bahan kimia di laboratorium tidak
hanya untuk kebutuhan praktikum yang dilakukan oleh mahasiswa namun bergantung
pula dengan kebutuhan penelitian dosen. Namun untuk bahan kimia untuk keperluan
penelitian dosen tidak tercantum dalam modul sehingga sulit untuk mengidentifkasi
mengenai kesesuaian kuantitas pengadaan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Penentuan penyesuaian kuantitas pengadaan bahan kimia yang sesuai dengan
kebutuhan yaitu dengan melakukan penyesuaian pada bahan kimia apa saja yang akan
digunakan dan berapa jumlah yang dibutuhkan dalam setiap praktikum kemudian
dilakukan perhitungan dengan menyesuaikan jumlah mahasiswa ataupun frekuensi
pemakaian yang dilakukan secara berulang. Dengan demikian dapat ditentukan mengenai
jumlah bahan kimia yang sesuai dengan kebutuhan tanpa surplus maupun kekurangan
Menurut American Chemical Society, (1993) dalam proses pengadaan bahan
kimia diupayakan pembelian dalam jumlah sedikit dan secukupnya, hindari pembelian
dalam jumlah besar yang dapat berpotensi menyita tempat atau gudang bahan kimia
menjadi tidak efisien. Pemakaian bahan kimia yang berlebihan akan berdampak pada
penyimpanan dan keselamatan laboratorium. Bahan kimia dengan kuantitas yang
berlebih akan cenderung sulit untuk diorganisir. Hal ini diakibatkan dari banyaknya bahan
kimia tersebut dibutuhkan waktu untuk melakukan pengkategorian berdasarkan sifat
217
kompatibilitasnya dan memerlukan fasilitas yang mendukung (lemari rak penyimpanan
bahan kimia). Selain itu dengan berlebihnya pemakaian bahan kimia maka akan
meningkatkan variasi bahan kimia yang berdampak pada meningkatnya konsekuensi efek
dari masing-masing bahan kimia.
Untuk dapat mengatasi ketidaksesuaian tersebut maka diperlukan suatu gudang
penyimpanan bahan kimia yang terpisah dengan laboratorium. Dimana gudang
penyimpanan bahan kimia tersebut menyimpan bahan kimia dari seluruh laboratorium. hal
ini bertujuan untuk mengatasi penyimpanan bahan kimia dalam jumlah besar serta sebagai
upaya untuk melokalisir bahaya yang dapat mengurangi risiko.
4. Perawatan Kebersihan Laboratorium (Maintain good Houskeeping)
Penyimpanan bahan kimia harus memerhatikan aspek kerapihan untuk
menghindari kekacauan dalam peletakan bahan kimia. Menurut Safety culture, (2018)
aspek houskeeping biasanya diterapkan pada bidang manufaktur, gudang, kantor, dan
rumah sakit. Namun prinsipnya aspek houskeeping pada semua tempat kerja termasuk
laboratorium yang terdapat bahan kimia. Penerapan aspek houskeeping 5S di laboratorium
menurut Ball, (2013) yaitu diantaranya dapat meningkatkan keamanan laboratoium,
mendukung adanya keterlibatan karyawan dalam mengorganisir laboratorium, efisensi
terhadap ruang laboratorium maupun stok persediaan bahan kimia, serta kebersihan
laboratorium.
Tekait dengan hasil temuan ketidaksesuaian yang teradapat pada kriteria aspek
perawatan kebersihan laboratorium di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Univeristas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut :
218
a. Penyortiran (Sort / Seiri)
Menurut Safety culture. (2018) penerapan prinip penyortiran yaitu
menghilangkan apapun yang tidak diperlukan agar pelatan berfungsi dengan baik
dan mencari tahu terkait item mana yang harus ditiadakan. Penerapan prinsip ini
yaitu : (1) memilih dan melist peralatan, barang, bahan yang telah rusak, tidak
terpakai dan tidak berguna lagi dan (2) menentukkan frekuensi pemakaian barang
(harian, mingguan, bulanan, tidak pernah). Adapun rician pembahasannya adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan Pemilihan dan Pelistan terhadap :
d) Peralatan
Menurut Bapelkes, (2017) pengelola laboratorium wajib
melaksanakan kegiatan salah satunya yaitu mencatat dalam buku harian
(log book) mengenai kejadian-kejadian yang dianggap penting untuk
dicatat yaitu : (1) terjadinya kecelakaan, (2) kejadian : alat gelas pecah,
instrumen rusak, atau hilangnya suatu alat, (3) penerimaan bahan dan
alat baru.
Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium, 6
laboratorium diantaranya sudah melakukan pencatatan terhadap
peralatan yang sudah rusak. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO belum
melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak. Pencatatan
yang dilakukan oleh 6 laboratorium tersebut dilakukan pada dokumen
yang bervariasi. Artinya pada 6 laboratorium tersebut memiliki
219
perbedaan dalam melakukan pencatatan di masing-masing dokumen.
untuk laboratorium farmakogonsi, penelitian II, Kimia Obat, PHA di
catat pada list inventaris alat dan bahan dan untuk laboratorium PDR dan
laboratorium HEN dilakukan pencatatan di log book dengan judul buku
“Data Kerusakan Alat”.
Menurut Bapelkes, (2017) pengelola laboratorium melakukan
kegiatan inventarisasi alat dan bahan untuk mengetahui jumlah alat yang
ada, yang masih baik dan yang sudah rusak. Hal yang penting mengenai
pencatatan alat yang rusak yaitu nama alat, jumlah atau banyaknya alat
yang rusak, spesifikasi, tanggal pengadaan atau tanggal alat dikeluarkan
(melakukan pengajuan perbaikan). Sedangkan pencatatan terhadap
penerimaan bahan yaitu mencakup mengenai tanggal pertama bahan
diterima, tanggal pertama kali bahan dibuka serta tanggal kadalursa dari
masing-masing bahan kimia. Dengan demikian dapat diketahui
mengenai peralatan, barang-barang serta bahan kimia yang sudah rusak,
tidak terpakai dan tidak berguna lagi.
Menurut Ball, (2013) tujuan dari adanya pencatatan terhadap
peralatan, barang-barang maupun bahan yang sudah memasuki tanggal
kadaluarsa yaitu untuk mengetahui item-item tersebut dikategorikan
sebagai yang sudah tidak terpakai maupun tidak berfungsi dengan baik.
Selain itu untuk mengidentifikasi serta memaksimalkan efesiensi
ruangan laboratorium sehingga terciptanya laboratorium yang rapih dan
dapat memperkecil risiko terjadinya kecelakaan di laboratorium akibat
220
pemakaian alat maupun bahan kimia yang tidak memiliki fungsinya
dengan baik.
Berdasarkan hasil peneltian, penyebab dari tidak terpenuhinya
pencatatan terhadap peralatan disebabkan oleh belum adanya aturan
yang mewajibkan untuk melakukan pencatatan terhadap hal tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
298/Menkes/SK/III/2008 setiap laboratorium harus mempunyai prosedur
baku yang dibuat oleh petugas laboratorium tentang prosedur
pemeliharaan dan kalibrasi serta perbaikan peralatan yang digunakan
untuk pemeriksaan laboratorium serta harus mempuyai prosedur
pengendalian (pencatatan, perubahan, pendistribusian dan penyimpanan
dokumen).
Dampak yang ditimbulkan akibat tidak adanya pencatatan
terhadap peralatan yang sudah rusak yaitu tidak dapat mengetahui secara
pasti mengenai jumlah serta peralatan apa saja yang sudah rusak dan
tidak dapat digunakan kembali yang akan berdampak pada saat
melakukan pengajuan pemesanan alat baru atau melakukan pengajuan
perbaikan alat. Untuk itu mengingat akan pentingnya dari tujuan serta
dampak dari tidak adanya pencatatan terhadap peralatan yang sudah
rusak serta adanya temuan terkait tidak seragamnya pencatatan yang
dilakukan terhadap peralatan yang sudah rusak maka perlu untuk
memberlakukan suatu aturan mengenai kewajiban laboran untuk
melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak yang
221
didalamnya tercantum mengenai sistem dokumentasinya dan item-item
apa saja yang harus dicantumkan dalam melakukan pencatatan di
dokumen tersebut.
e) Barang-Barang
Menurut Bapelkes, (2017) salah satu kewajiban pengelola
laboratorium yaitu melakukan pencatatan terhadap kejadian yang
dianggap penting termasuk kerusakan gelas kaca. Gelas kaca
digolongkan sebagai barang barang yang ada di laboratorium. Artinya
barang-barang lain yang terdapat di laboratorium seperti meja, bangku,
AC, local exhaust dll harus dilakukan pula pencatatan secara terperinci.
Berdasarkan hasil observasi diketahui dari 7 laboratorium, 3
laboratorium diantaranya yaitu laboratorium kimia obat, PHA dan HEN
sudah melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah rusak.
Sedangkan 4 laboratorium lainnya belum melakukan pencatatan
terhadap barang-barang yang sudah rusak. Pencatatan barang-barang
tersebut diantaranya pencatatan terhadap lemari, bangku-bangku ataupun
terkait barang-barang yang lain, AC dll. Untuk laboratorium kimia obat
dan PHA pencatatan tersebut dilakukan di list inventaris sedangkan
untuk laboratorium HEN pencatatan tersebut dilakukan pada buku besar
(logbook) yang berbarengan dengan pencatatan kerusakan alat yaitu
buku catatan “Data Kerusakan Alat”.
Berkaitan dengan penyortiran, pencatatan dilakukan sebagai
salah satu upaya untuk melakukan penyisiran terhadap barang-barang
222
yang masih layak atau tidak untuk digunakan. Hal itu sejalan dengan
pernyataan Ball, (2013) tujuan dari adanya pencatatan terhadap
peralatan, barang-barang maupun bahan yang sudah memasuki tanggal
kadaluarsa yaitu untuk mengetahui item-item tersebut dikategorikan
sebagai yang sudah tidak terpakai maupun tidak berfungsi dengan baik.
Pencatatan terhadap kerusakan barang-barang tersebut
merupakan bagian kecil dari proses inventarisasi yang berperan penting
dalam kegiatan manajerial suatu instansi. Inventarisasi merupakan
pencatatan selengkapnya mengenai barang-barang yang telah dibeli,
diterima, dibagikan dan dipakai oleh seluruh komponen organisasi baik
mengenai barang dalam kondisi baik ataupun sudah rusak (Astari, 2013).
Hal dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengetahui kondisi dari
kelayakan barang-barang tersebut yang nantinya akan dijadikan sebagai
bahan rujukan untuk melakukan pengajuan terhadap perbaikan ataupun
pemesanan barang-barang baru ataupun menjadikan bahan pertimbangan
untuk melakukan penyortiran sebagai salah satu upaya untuk
memaksimalkan efesiensi dari ruangan laboatorium.
Penyebab dari tidak dilakukannya pencatatan terhadap barang-
barang yang sudah rusak yaitu disebabkan oleh tidak adanya aturan yang
mengahruskan untuk melakukan pencatatam tersebut. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 298/Menkes/SK/III/2008 setiap
laboratorium harus mempunyai prosedur baku yang dibuat oleh petugas
laboratorium tentang prosedur pemeliharaan dan kalibrasi serta
223
perbaikan peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
serta harus mempuyai prosedur pengendalian (pencatatan, perubahan,
pendistribusian dan penyimpanan dokumen). Didalam aturan tersebut
pula dijelaskan mengenai adanya kewajiban untuk melakukan
pencatatan terhadap pengelolaan sumber daya laboratorium yaitu alat,
barang-barang maupun bahan kimia.
Dampak dari tidak dilakukan pencatatan terhadap barang-barang
yang sudah rusak yaitu tidak dapat mengetahui secara pasti mengenai
jumlah ataupun barang apa saja yang sudah tidak bisa digunakan. Tidak
memaksimalkan efisiensi ruangan akibat laboratorium masih dipenuhi
dengan barang-barang yang sudah rusak, memperbesar risiko pada saat
praktikum dengan menggunakan barang-barang yang sudah rusak seperti
bangku, meja dll.
Mengingat akan pentingnya pencatatan, ditemukannya suatu
temuan, serta dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukan pencatatan
terhadap barang-barang yang sudah rusak, maka perlu untuk membuat
aturan kewajiban untuk melakukan pencatatan yang seragam mengenai
barang-barang yang sudah rusak pada masing-masing laboratorium.
224
f) Bahan Kimia yang sudah rusak / Kadaluarsa
Menurut Safety culture. (2018) salah satu penerapan aspek dari
penyortiran yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap bahan kimia
yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa. Pencatatan terhadap bahan
kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa dinilai sangat peniting
untuk dilakukan sebagai bagian dari sistem pendokumentasian terhadap
bahan habis pakai.
Berdasarkan hasil observasi diketahui seluruh laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidaytullah Jakarta belum
melakukan pencatatan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki
tanggal kadaluarsa. Bahan kimia yang sudah kadaluarsa biasanya masih
digunakan untuk praktikum selama bahan kimia tersebut belum berubah
secara fisik baik warna maupun wujudnya. Selain itu pula bahan kimia
yang sudah kadaluarsa yang masih dapat digunakan tersebut disimpan
secara bersamaan dengan bahan kimia yang lain.
Belum adanya catatan terkait tanggal kadaluarsa pada bahan
kimia yaitu disebabkan oleh belum adanya aturan yang mewajibkan
untuk melakukan pencatatan serta terdapat sebagian bahan kimia yang
tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa secara pasti. Terkait dengan
penyebab mengenai belum adanya aturan yang mewajibkan untuk
melakukan pencatatan bahan kimia yang sudah memasuki tanggal
kadaluarsa, menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
298/Menkes/SK/III/2008 setiap laboratorium harus mempunyai prosedur
225
baku yang dibuat oleh petugas laboratorium tentang aturan mengenai
adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan terhadap pengelolaan
sumber daya laboratorium yaitu alat, barang-barang maupun bahan
kimia.
Selain itu mengenai tidak adanya tanggal kadaluarsa yang
tercantum dalam wadah bahan kimia. dapat disiasati dengan melakukan
pencatatan jika wadah pertama kali dibuka. Menurut Vanderbilt
Environmental Health and Safety yang diakses pada tanggal 1
November 2019 menyebutkan bahwa pencatatan terhadap tanggal
pertama kali diterima dan tanggal pertama kali dibuka merupakan hal
sangat penting untuk menghindari bahan kimia kadaluarsa yang
tersimpan di laboratorium. Sebagai contoh efek yang ditimbulkan dari
bahan kimia eter yang sudah kadalursa kemudian terpapar dengan udara
dan sinar matahari dapat menyebabkan mudah terbakar dan dapat
membentuk peroksida yang mudah meledak. Kewajiban pencatatan
terhadap bahan pertama kali dibuka pula disebutkan oleh Balai Pelatihan
Kesehatan, (2017) yaitu menyebutkan kewajiban pengelola laboratorium
untuk melaksanakan kegiatan pencatatan dalam buku harian (log book)
mengenai kejadian-kejadian yang dianggap penting yaitu salah satunya
tanggal penerimaan bahan
Dampak dari tidak dilakukannya pencatatan terhadap bahan
kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa yaitu dapat
memperbesar risiko pengguna laboratorium akibat pemakaian bahan
226
kimia yang sudah kadaluarsa. Untuk itu dapat menghindari dan
mengatasi hal tersebut maka perlu untuk dilakukan pencatatan terhadap
bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa ataupun
melakukan pencatatan ketika botol pertama kali dibuka pada bahan
kimia yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa secara pasti.
2. Menentukkan frekuensi pemakaian barang
Menurut Ball, (2013) salah satu penerapan kriteria penyortiran yaitu
dengan menentukkan frekuensi pemakaian barang baik bahan maupun alat.
Penentuan frekuensi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi mengenai
barang apa saja yang sering digunakan dan yang jarang digunakan. Sebagai
pertimbangan untuk melakukan pemisahan terhadap barang-barang yang
sudah tidak perlu untuk disimpan, penambahan alat dan bahan.
Berdasarkan hasil observasi di seluruh laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui telah melakukan
pencatatan terhadap frekuensi pemakaian barang (harian, mingguan)
mengenai pemakaian, peminjaman alat dan bahan yang tercantum dalam
buku catatan di seluruh laboratorium. Hal ini sesuai dengan Ball. (2013) yang
menyebutkan bahwa dalam penerapan aspek penyortiran harus menentukan
frekuensi pemakaian barang baik bahan maupun alat.
Di masing-maisng laboratorium, mahasiswa diwajibkan untuk
mengisi logbook atauun buku catatan besar terakit pemakaian bahan serta
peralatan apa saja yang akan digunakan serta jumlah dari masing-masing
kebutuhan bahan dan alat yang digunakan. Tidak hanya pada saat praktikum,
227
bagi mahasiswa yang melakukan riset yang mengunakan alat laboratorium
wajib mengisi catatan peminjaman alat. Dengan demikian dapat tergambar
bahwa frekuensi pemakaian alat maupun bahan setiap harinya maupun setiap
minggunya bergantung pada penyelenggaraan praktikum maupun riset
mahasiswa.
Dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukannya mengenai kriteria
ini yaitu tidak dapat mengetahui mengenai penggunaan peralatan ataupun
bahan apa saja yang sering digunakan ataupun barang-barang yang sudah
tidak terpakai serta sulit untuk mengidentifkasi mengenai pemakaian alat dan
laju pemakaian bahan.
b. Menyimpan pada tempatnya (Set In Order / Seiso)
Menyimpan bahan kimia pada tempatnya bertujuan untuk menciptakan
manajemen visual yang baik dengan mempertimbangkan item apa yang harus
diposisikan, kuantitas dan dimana penempatan yang sesuai. Penerapan aspek ini
dilakukan dengan cara : (1) mengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat
yang mudah dijangkau serta, (2) mengelompokkan alat atau item berdasarkan
penggunaan dan fungsinya (Safety culture, 2018).
1. Mengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat yang mudah dijangkau
Menurut Safety culture, (2018) yang menyebutkan bahwa penerapan
aspek menyimpan pada tempatnya yaitu dengan cara selalu mengalokasikan
dan menyimpan barang ditempat yang mudah dijangkau dan
mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya.
228
Tujuan dari penerapan kriteria ini agar terciptanya efektifitas dalam sisi
pengambilan bahan maupun alat ketika sewaktu-waktu ingin digunakan.
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa seluruh laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah
mengalokasikan dan menyimpan barang yang mudah di jangkau. Hal tersebut
terlihat dari pada seluruh laboratorium barang-barang maupun alat disimpan
ditempat yang mudah dijangkau dengan penglihatan ataupun jangkauan
tangan oleh pengguna laboratorium kemudian disesuaikan dengan tempat dan
fungsinya. Maka hal tersebut dinilai telah sesuai.
Secara penglihatan pengalokasian dan penyimpanan bahan maupun
alat dapat terlihat tanpa terhalang oleh benda apapun didepannya. Terdapat
area-area tertentu ataupun ruangan yang petakan untuk alat ataupun bahan-
bahan kimia di masing-masing laboratorium. Untuk penyimpanan alat-alat
besar (mayor) disimpan di ruang khusus alat. Sehingga penggunaannya
dilakukan diruangan tersebut, Sedangkan untuk alat-alat yang kecil (minor)
seperti gelas-gelas kaca, pipet, corong dll disimpan dilemari penyimpanan
alat.
Menurut International trade centre, (2012) dalam penerapan kriteria
pengalokasikan dan menyimpan barang pada tempat yang mudah dijangkau
harus dapat menentukkan tempat yang tepat untuk segalanya seperti
peralatan, barang-barang maupun penyimpanan bahan kimia. Selain itu
menurut Bapelkes, (2017) laboratorium agar aman dan nyaman bagi
pengguna harus dapat memberikan ruang untuk memungkinkan penglihatan
229
maupun jangkauan untuk melihat dan mengambil peralatan tanpa terhalang
oleh parabot atau benda-benda lain.
Menurut International trade centre, (2012) manfaat dari penerapan
kriteria ini yaitu dapat memperkecil risiko kecelakaan akibat kesalahan dalam
menyimpan bahan kimia yang sulit untuk dijangkau serta mengurangi waktu
pencarian terhadap barang-barang ataupun alat-alat yang diletakkan tidak
beraturan. Dengan terpenuhinya mengenai kriteria ini di seluruh
laboratorium, maka harus tetap mempertahankan praktiknya sampai
selanjutnya.
2. Mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya
Salah satu kriteria lain yang harus diterapkan pada aspek set in order
yaitu mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan
fungsinya. Menurut International trade centre, (2012) setiap item hars
memiliki tempat serta dikelompokkan berdasarkan jenis dan penggunaannya.
Hal ini bertujuan untuk meudahkan dalam pengambilan, pengembalian, serta
pemakaian secara lebih mudah.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat 6 laboratorium
yang telah memenuhi telah memenuhi kriteria adanya pengelompokkan alat
atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinnya. Di 6 laboratorium sudah
melakukan pemisahan pada alat-alat yang di simpan di ruang khusus sesuai
dengan penggunaannya serta untuk bahan kimia disimpan ruang
penyimpanan bahan kimia yang terpisah dari area praktikum mahasiswa.
230
Sedangkan 1 laboratorium yaitu laboratorium kimia obat belum memenuhi
terkait kriteria tersebut. Tidak terepenuhinya mengenai kriteria pemisahan
alat-alat di ruang khusus yang sesuai dengan penggunaannya yaitu
disebabkan oleh lemari penyimpanan bahan kimia berada dalam ruangan
yang sama dengan area praktikum mahasiswa.
Penyebab dari tidak dilakukannya pemisahan terhadap ruang
penyimpanan bahan kimia dan ruang praktikum yaitu disebabkan oleh
kurangnya ruangan yang terdapat di laboratorium kimia obat serta banyaknya
instrumen alat kategori besar yang membuat ruang penyimpanan semula
menjadi ruang khusus untuk alat. Menurut Bapelkes, (2017) tata ruang yang
baik bagi laboratorium yaitu dapat memisahkan antara ruang persiapan,
peralatan, penyimpanan bahan, ruang bekerja (ruang praktikum),ruang staff,
ruang teknisi. Dengan adannya pemisahan terhadap tata ruang tersebut maka
dapat menciptakan optimalisasi visual pada laboratorium sehingga dapat
mendorong untuk menciptakan laboratorium yang rapi serta nyaman dalam
bekerja maupun aman dalam menggunakan. Selain itu dengan adanya
pemisahan pada ruang penyimpanan bahan dan ruang praktikum maka dapat
memperkecil risiko terhadap paparan uap kimia yang dihasilkan dari bahan
kimia yang tidak ditutup secara rapat.
Dampak dari tidak terpenuhinya mengenai kriteria tidak melakukan
pengelompokkokan pada alat atau item berdasarkan penggunaan dan
fungsinya yaitu penyimpanan alat yang tidak terorganisir pada laboratorium
akan memperbesar peluang kesalahan akibat penyimpanan maupun
231
pengalokasian peralatan serta bahan kimia di tempat yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan dan memperbesar risiko paparan bahan kimia.
Untuk dapat mengatasi hal tersebut maka perlu untuk melakukan
peninjauan terhadap ruangan serta alat-alat yang mungkin bisa untuk
dilakukan penyimpanan secara bersamaan atau dengan melakukan
penambahan ruangan penyimpanan bahan kimia di laboratorium kimia obat.
c. Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine / Seiso)
Penerapan prinsip kebersihan wadah dan laboratorium menurut Ball. (2013)
yaitu menjaga agar wadah dan bahan kimia serta laboratorium dalam keadaan
bersih. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dan mendeteksi adanya kebocoran atau
kelainan pada wadah bahan kimia serta menciptakan ruangan dalam keadaan bersih,
aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan fokus dan motivasi pengguna maupun pekerja laboratorium.
Penerapan aspek ini yaitu dilakukan dengan cara : (1) menetapkan rutinitas
pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia, (2) memastikan area kerja
laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum, (3)
membersihkan area kerja setelah shift berakhir minimal 5 menit, (4) melakukan
kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan,
wadah, peralatan, kabel usang dll, (5) memasang pencahayaan yang memadai
(Safety Culture, 2018).
Untuk dapat mengetahui secara lebih jelas, berikut adalah hasil penelitian
serta pembahasannya dari masing-masing kriteria penerapan aspek kebersihan
wadah dan laboratorium (Shine) :
232
1. Menetapkan rutinitas pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia
Menurut Safety Culture, (2018) salah satu kriteria penerapan
kebersihan wadah dan laboratorium yaitu dengan melakukan penetapan
rutinitas pembersihan pada wadah dan botol baha kimia. Penetapan rutinitas
pembersihan pada wadah dan botol bahan kimia betujuan untuk memastikan
bahwa wadah dan botol bahan kimia dalam keadaan bersih dan terbebas dari
tumpahan bahan kimia yang mungkin terjadi pada saat pemakaian bahan pada
kegiatan praktikum sehingga dapat memperkecil risiko kontak dengan bahan
kimia apabila pengguna bahan kimia tidak menggunakan sarung tangan
praktikum.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 7 laboratorium
diketahui bahwa kegiatan pembersihan wadah dan botol kimia telah dilakukan
pada seluruh laboratorium di FIKES UIN Jakarta. Pada 7 laboratorium
sebagian besar pembersihan wadah dan botol kimia dilakukan oleh mahasiswa
setiap praktikum berakhir, sedangkan laboran melakukan pembersihan setiap
seminggu sekali atau 6 bulan sekali. Pembersihan pada wadah dan botol kimia
dilakukan agar dapat membersihkan bahan kimia yang mungkin tumpah
mengenai wadah, sehingga tidak membahayakan pengguna laboratorium.
Dampak jika tidak dilakukannya mengenai kriteria ini yaitu tidak akan
memperbesar risiko paparan terhadap bahan kimia yang apabila tumpah pada
wadah ataupun botol-botol bahan kimia pada saat praktikum yang selanjutnya.
Ataupun dapat menimbulkan tercampurnya antara bahan kimia sebelumnya
233
sudah terdapat di dalam wadah dengan bahan kimia yang akan digunakan
pada saat praktikum yang selanjutnya.
2. Memastikan area kerja laboratorium bersih dan siap digunakan sebelum dan
sesudah praktikum
Kriteria lain dari penerapan aspek kebersihian wadah dan laboratorium
(shine) yaitu melakukan pemastian terhadap area kerja di laboratorium dalam
keadaan bersih dan siap untuk digunakan. (Safety culture, 2018). Kegiatan
pemastian tersebut dialakukan sebelum dan sesudah praktikum dilakukan.
Menurut International trade centre, (2018) pemastian area kerja tetap
bersih dan selalu dalam keadaan yang siap digunakan menjadi salah satu cara
untuk tetap menjaga kebersihan dan keamanaan bagi pengguna laboratorium.
Karena kegiatan ini merupakan pencegahan dalam meminimalisir potensial
bahaya yang mungkin timbul dari penggunaan laboratorium sebelumnya
akibat seperti debu, kotoran, sampah, dan tumpahan bahan kimia lain serta
bau menyengat yang dihasilkan.
Adapun dalam penentuan dilakukannya pemastian kebersihan dan
kesiapan diukur dengan melihat dari beberapa aspek, yaitu tidak terciumnya
bau busuk atau bahan kimia yang menyengat, tidak terdapat sampah, tidak
terdapat debu, dan tidak terdapat genangan air. Berikut adalah hasil observasi
yang didapatkan pada 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta:
a. Terdapat 4 laboratorium yang masih tercium bau busuk atau bahan
kimia menyengat, yaitu laboratorium farmakogonosi-fitokimia, kimia
obat, PDR, dan HEN.
234
Ditemukannya terkait tidak terpenuhinya mengenai terciumnya
bau menyengat di dalam ruangan laboratorium yaitu disebabkan oleh : (1)
Tidak berfungsinya dengan baik local exhaust yang ada di laboratorium
tersebut, (2) tidak adanya ruang penyimpanan bahan kimia yang
dipisahkan dengan area praktikum serta (3) adanya tumpahan bahan
kimia yang dibiarkan oleh pengurus laboratorium.
Menurut Health and Safety Authority. (2014) ventilasi
pembuangan lokal (local exhaust ventilation) adalah sistem rekayasa
untuk melindungi pekerja dari paparan bahaya berbahaya dengan
mengandung atau menangkapnya secara lokal pada titik emisi. Sistem ini
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya apabila dipertahankan
secara teratur agar tetap efektif mengenai fungsi dan kesesuaian dari
masing-masing komponen sistem local exhaust. Artinya tidak cukup
hanya menyediakan local exhaust sebagai upaya pengendalian teknis
enggenering untuk menghilangkan bau menyengat yang ditimbulkan dari
bahan kimia melainkan pula harus melakukan pengendalian administratif
yaitu melakukan kegiatan maintenance (perawatan) terhadap komponen
local exhaust dan segera melakukan kegiatan pembersihan terhadap
bahan kimia yang tumpah.
Mengenai penyebab lain dari terciumnya bau bahan kimia yang
menyengat yaitu disebabkan oleh tidak terpisahnya ruang praktikum
dengan ruang penyimpanan bahan kimia di laboratorium kimia obat
sehingga bau bahan kimia terakumulasi di ruang praktikum.
235
Laboratorium harus di tata dan dikelola sedemikian rupa agar tata ruang
ruang dapat dimengerti sebagai pusat aktivitas dari salah satu manajemen
laboratorium yang penting.
Tata ruang yang baik di laboratorium yaitu dapat memisahkan
antara ruang persiapan, peralatan, penyimpanan bahan, ruang bekerja
(ruang praktikum),ruang staff, ruang teknisi (Bapelkes. 2017). Dengan
adanya pemisahan terhadap ruang-ruang tersebut dapat menciptakan
laboratorium yang dapat berfungsi dengan baik dan mencapai aspek
kenyamanan, kemanan dan kesehatan bagi pengguna maupun pengurus
laboratorium.
Selain itu mengenai penyebab yang lain terkait terciumnya bau
bahan kimia yang menyengat yaitu disebabkan adanya tumpahan bahan
kimia spirtus di lantai ruang penyimpanan bahan kimia di laboratorium
HEN yang tidak dibersihkan. Spirtus atau metanol, metil alcohol, wood
alcohol merupakan bahan kimia yang sangat mudah untuk menguap,
mudah terbakar (Nabila, 2011). Dengan adanya tumpahan tersebut maka
dapat memperbesar paparan melalui inhalasi maupun kontak terhadap
kulit jika pengguna laboratorium pada saat pengambilan bahan kimia
tidak menggunakan safety shoes. Adapun efek paparan yang dapat
ditimbulkan melalui inhalasi menurut Material Safety Data Sheet eefek
yang ditimbulkan dari paparan uap spirtus yaitu dapat menyebabkan sakit
kepala, mual, pusing, hilangnya koordinasi, depresi sistem syaraf pusat,
iritasi saluran penranapasan, kepekaan terhadap cahaya dan penglihatan
236
kabur, koma dan bahkan mengakibatkan kematian akibat jika paparan
parah. Sedangkan efek paparan kontak kulit yaitu dapat menyebabkan
iritasi kulit, kulit terasa panas dan terbakar.
Merujuk pada Material safety data sheet untuk penanganan cairan
tumpahan spirtus yaitu dapat dengan melakukan penyerapan tumpahan
dengan menggunakan pasir atau bahan lain yang tidak mudah terbakar,
kumpulkan bahan tumpahan dalam wadah yang sesuai untuk
pembuangan. Bersihkan permukaan terkontaminasi secara menyeluruh.
Busa penahan uap dapat digunakan untuk mengurangi uap. Dalam
melakukan kegiatan pembersihan gunakan pakaian pelindung, pelindun
mata dan wajah. Dilarang menyentuh dan menginjak tumpahan tanpa
alas, bersihkan dengan cara melawan angina dari bahan yang tumpah.
Untuk dapat mengatasi temuan terkait terciumnya bau busuk
ataupun bau bahan kimia yang menyengat maka perlu untuk melakukan
kegiatan maintenance (perawatan) terhadap komponen local exhaust dan
segera melakukan kegiatan pembersihan terhadap bahan kimia yang
tumpah secara tepat serta melakukan pemisahan terhadap ruang antara
ruang penyimpanan dengan ruang praktikum
b. Seluruh laboratorium yang diamati tidak ditemukan adanya sampah baik
di atas meja praktikum maupun lantai ruangan
Untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium
maka perlu melakukan pengaturan dan menjaga kebersihan lingkungan
laboratorium termasuk meja dan lantai laboratorium. menurut Bapelkes,
237
(2017) meja kerja harus dalam keadaan bersih dan terbebas dari semua
hal-hal yang tak perlu. Tujuannya agar menciptakan keadaan nyaman dan
aman serta menghindari adanya tumpahan bahan kimia yang
memungkinkan berada pada meja praktikum. Selain itu lantai
laboratorium harus memerhatikan kebersihan lantai laboratorium.
Terkait kebersihan lantai menurut Bapelkes, (2017) suatu
laboratorium dapat berfungsi dengan efektif dan efsien serta aman untuk
digunakan salah satunya harus memerhatikan persyaratan lantai. Lantai
laboratorium harus bersih dan tidak ada benda yang diletakkan dilantai
dan menghalangi akses pengguna laboratorium , tidak boleh licin,serta
harus tahan terhadap tumpahan bahan kimia.
c. Dari 7 laboratorium yang diamati, hanya laboratorium kimia obat yang
ditemukan adanya debu pada lantai area praktikum dan tumpahan bahan
kimia di lantai ruang penyimpanan
Terkait dengan tidak terpenuhinya mengenai adanya debu pada
lantai laboratorium kimia obat yaitu disebabkan oleh lantai yang rusak
sehingga menimbulkan debu yang berasal dari serpihan lantai yang
hancur dan didukung dengan tidak dilakukannya pembersihan pada lantai
oleh laboran yaitu disebabkan oleh hal tersebut bukan merupakan
tanggung jawabnya melainkan tugas office boy yang tidak dijalankan.
Kurangnya koordinasi dari petugas laboratorium membuat hal tersebut
belum dapat teratasi. Rusaknya lantai laboratorium membuat ruangan
laboratoium berdebu.
238
Adanya debu tersebut dapat memperbesar risiko untuk
menimbulkan efek bagi pengguna laboratorium maupun pengurus
laboratorium yang didukung dengan paparan dalam jangka panjang. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Pradika, (2011) menunjukkan bahwa
terdapat hasil yang signifikan terkait adanya pengaruh debu terhadap
fungsi pernafasan terutama pada fungsi paru pada karyawan.
Untuk dapat mengatasi temuan serta menghindari dampak yang
ditimbulkan maka perlu untuk melakukan perbaikan terhadap lantai,
melakukan koordinasi dengan office boy untuk melakukan pembersihan
terhadap lantai laboratorium setiap berakhirnya seluruh praktikum dalam
1 hari.
d. Dari 7 laboratorium yang diamati, hanya laboratorium HEN yang
ditemukan adanya tumpahan bahan kimia di lantai ruang penyimpanan
Mengenai ditemukannya genangan bahan kimia di lantai ruang
penyimpanan bahan kimia di laboratorium HEN yaitu disebabkan oleh
bahan kimia disimpan di lantai serta disebabkan oleh kurang hati-hatinya
pemakaian bahan kimia selain itu didukung dengan menyimpan bahan
kimia di lantai disebabkan oleh tidak dilakukannya pemindahan dari
wadah-wadah yang besar ke wadah-wadah yang kecil sehingga untuk
memudahkan penyimpanan serta pemakaian pada saat penuangan bahan
kimia.
Menurut University of Bristol, (2015) mengenai prinsip
penyimpanan bahan kimia harus dapat mempertimbangkan posisi
239
penyimpanan yang tepat, hindari menyimpan botol di lantai karena dapat
merusak dan berpotensi jatuh. Serta tempatkan wadah besar di rak-rak
yang lebih rendah dan hindari menumpuk wadah diatas satu sama lain.
Untuk dapat mengatasi temuan tersebut maka perlu untuk
melakukan melakukan pemindahan terhadap bahan kimia yang memiliki
wadah besarserta tidak menempatkan di lantai
3. Membersihkan area kerja setelah shift berakhir minimal 5 menit
Kriteria lain dari penerapan aspek kebersihan wadah dan laboratorium
yaitu dengan cara melakukan kegiatan pembersihan pada area kerja setelah
shift berakhir minimal 5 menit. (Safety culture, 2018). Kegiatan ini bertujuan
untuk menciptakan laboratorium yang bersih dan siap untuk digunakan pada
besok hari.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium
terdapat 3 laboratorium yaitu laboratorium Farmakognosi-fitokimia, PSO,
HEN yang tidak melakukan pembersihan setiap shift kerja berakhir. Penyebab
dari tidak dilakukannya kegiatan pembersihan tersebut disebabkan oleh
kegiatan pembersihan selalu dilakukan ketika selesai dilakukannya praktikum
pada alat-alat, wadah yang sudah digunakan, meja praktikum, maupun
tumpahan-tumpahan yang terjadi selama proses praktikum berjalan oleh
mahasiswa serta intensitas praktikum yang tidak dilakukan setiap hari.
Menurut Bapelkes. (2017) kegiatan yang dilaksanakan oleh pengelola di
laboratorium salah satunya yaitu melakukan pemeliharaan keadaan
laboratorium secara keseluruhan. Pembersihan area kerja merupakan salah
240
satu bagian dari melakukan pemeliharaan pada laboratorium. Dengan
melakukan pembersihan pada area kerja laboratorium artinya menjaga dan
memelihara laboratorium agar tetap bersih dan nyaman digunakan oleh
pengguna maupun petugas laboratorium.
Dengan demikian dapat diketahui, dampak dari tidak dilakukannya
mengenai kriteria ini yaitu memungkinkan area kerja laboratorium dalam
kondisi yang tidak benar-benar bersih.
Dengan adanya temuan serta dampak yang ditimbulkan maka perlu
untuk melakukan pembersihan terhdap area kerja ketika shift kerja berakhir
selama 5 menit sebagai upaya unutk menciptakan keadaan yang bersih.
4. Melakukan kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang mungkin terjadi,
kebocoran, kerusakan, wadah, peralatan, kabel usang dll,
Kriteria selanjutnya dari penerapan aspek kebersihan wadah dan
laboratorium (shine) yaitu melakukan kegiatan inspeksi untuk tumpahan yang
mungkin terjadi, kebocoran, kerusakan, wadah, peralatan, kabel usang dll.
(Safety culture, 2018). Menurut International trade centre, (2012)
menyebutkan bahwa kegiatan pemeriksaan ataupun inspeksi terhadap
peralatan dan fasilitas bertujuan untuk mendeteksi keadaan abnormal pada hal
tersebut. Selain itu meupakan salah satu cara untuk melakukan menyusun
rencana pemeliharaan terhadap peralatan ataupun fasilitas yang ditemukan
sudah tidak layak untuk digunakan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui kegiatan
memastikan dan memeriksa tumpahan pada wadah dan botol telah dilakukan
241
oleh 6 laboratorium, sedangkan 1 laboratorium PSO yang belum melakukan
pemeriksaan tumpahan. Pemeriksaan tumpahan hanya dilakukan ketika
adanya laporan terkait tumpahan baik pada wadah dan botol. Selain itu
pemeriksaan kerusakaan, alat, dan kabel telah dilakukan oleh seluruh
laboratorium.
Dampak dari tidak dilakukannya mengenai kriteria ini yaitu tidak
dapat mengetahui terkait kerusakan pada alat, wadah maupun kabel yang
dapat memperbesar risiko pada saat penggunaannya akibat pecah, ataupun
korsleting litrik serta tidak dapat menyusun rencana pemeliharaan terhadap
peralatan ataupun fasilitas yang ditemukan sudah tidak layak untuk
digunakan.
Dengan adanya temuan serta diketahuinya dampak yang ditimbulkan
maka perlu untuk melakukan pengecekkan terhadap wadah, alat, serta kabel
peralatan yang menggunakan listrik.
5. Memasang pencahayaan yang memadai
Kriteria lain mengenai penerapan aspek kebersihan wadah dan
laboratorium yaitu memasang pencahayaan yang memadai. (Safety culture,
2018). Penerapan aspek shine tidak hanya terbatas mengenai kebersihan area
kerja tetapi mencakup pula mengenai penerangan area kerja.
Adapun terkait pencahayaan memadai, menurut Peraturan Menteri
Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 Nilai Ambang Batas
pencahayaan untuk di laboratorium sebesar plus minus 10% dari 500 lux atau
sebesar 450-550 lux.
242
Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan yang dilakukan di
beberapa titik yang ditentukan dari 7 laboratorium seluruh ruang praktikum
laboratorium dan ruang penyimpanan laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak memiliki pencahayaan yang memadai.
Pengukuran pencahayaan yang dilakukan pada masing-masing titik yang
ditentukan berdasarkan grid dari masing-masing luas ruang praktikum. Hasil
pengukuran pencahyaan terseut menunjukkan berada dibawah standar
pencahayaan yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 70
tahun 2016 mengenai nilai ambang batas pencahayaan di laboratorium yaitu
plus minus 500 lux atau 450-550 lux
Berdasarkan hasil penelitian pula diketahui bahwa kondisi
laboratorium pada saat pengukuran pencahayaan yang dilakukan yaitu tidak
semua lampu dinyalakan pada laboratorium tertentu. Adapun total lampu dari
setiap ruang praktikum yaitu berjumlah 9 lampu dan untuk total lampu di
ruang penyimpanan bahan kimia berjumlah 1 lampu.
Mengenai penyebab dari tidak terpenuhinya pencahayaan yang tidak
memadai yaitu adanya anggapan dari mahasiswa bahwa pencahayaan tersebut
sudah memenuhi kebutuhannya dalam praktikum serta kurang besarnya lux
yang dimiliki dari lampu yang ada dilaboratorium. Sehingga ketika seluruh
lampu dinyalakan pun masih kurang memenuhi standar besaran lux yang
dipersyaratkan.
Mengenai penyebab dari adanya anggapan yang salah mengenai
kebutuhan pencahayaan yang sesuai yang dimiliki oleh mahasiswa yaitu
243
disebabkan oleh adanya persepsi yang kurang baik yang dimiliki oleh
mahasiswa terhadap kebutuhan pencahayaan. Menurut Nasution. (2018)
persepsi K3 yang baik yang dimiliki oleh individu yaitu dapat mengerti bahwa
terdapat potensi bahaya dan risiko di lingkungan kerja yang ditimbulkan.
Dalam hal ini hal tersebut berbanding terbalik bahwa mahaiswa tidak
mengerti mengenai potensi bahaya dan risiko yang ditimbulkan akibat
pencahayaan yang kurang. Sehingga mengenai hal tidak adanya pencahayaan
yang mamadai di setiap laboratorium baik ruang praktikum maupun ruang
penyimpanan bahan kimia dapat ditoleransi.
Selain itu penyebab lain dari tidak terpenuhinya pencahayaan yang
memadai di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yaitu disebabkan oleh kurangnya besaran lux yang dimiliki oleh lampu
yang terdapat di laboratorium. Berdasarkan hasil pengukuran total besaran lux
dari 9 lampu yang menyala diruang praktikum pada laboratorium
Farmakogonosi-Fitokimia hanya berkisar 37,1 sampai dengan 115,5 lux. Serta
1 lampu yang meyala pada ruang penyimpanan bahan kimia sebesar 123,6
sampai dengan 221 lux. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan lampu
untuk labortorium masih kurang dari standar yang ditetapkan. Besaran dan
kecilnya lux dapat ditentukan salah satunya dari jumlah lampu yang tersedia,
selain itu refleksi yang dipantulkan jenis warna dinding ikut berpengaruh
terhdap besaran lux yang dihasilkan. (Putra. 2017)
Mengenai warna dinding, laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui memiliki warna cat dinding berwarna
244
cream. Warna cream dianggap kurang mampu untuk merefleksikan cahaya
dari lampu yang terdapat di laboratorium. Menurut IES Handbook. (2014)
dalam Putra, (2017) menyebutkan bahwa refleksi pantulan cahaya dinding
berwarna putih sebesar 85%. Dengan demikian hal tersebut dapat membantu
dalam memperbesar pencahayaan yang seseuai dengan standar.
Dampak dari tidak terpenuhinya mengenai pencahayaan yang tidak
memadai akibat kurangnya satuan lux yang dipersyaratkan yaitu dapat
menyebabkan menyebabkan gangguan pada kesehatan mata yaitu salah
satunya kelelahan mata yang disebaban oleh adanya stress intensif pada
fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang perlu terhadap
pengamatan secara teliti . sedangkan dampak dari pencahayaan yang tidak
emadai akibat terlalu berlebihnya satuan lux dari yang dipersyaratkan yaitu
dapat menyebabkan kelainan pada indra penglihatan dan kesilauan yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja (Putra.2017).
Untuk dapat mengatasi temuan tersebut serta menghindari dampak
yang ditimbulkan, maka perlu untuk melakukan memberikan pengarahan
terhadap mahasiswa untuk menyalakan seluruh lampu untuk setiap kegiatan
praktikum berjalan, menambah jumlah lampu pada ruang praktikum dan ruang
penyimpanan bahan kimia serta mengganti warna cat dinding menjadi warna
putih.
Pada konsepnya prinsip penyimpanan bahan kimia aman di laboratorium yang
dikeluarkan oleh University of Nothingham, (2012) yaitu mengenai segala aturan
245
kesesuaian yang harus dipenuhi dari setiap aspeknya untuk mencapai kategori aman atau
tidak aman. Pencapaian kategori secara umum adalah mengenai tentang mengatur
bagaimana menyimpan dengan cara yang rapih (sesuai) agar terciptanya sebuah tampilan
manajemen laboratorium yang aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium.
Terdapat satu aspek prinsip penyimpanan bahan kimia aman yang dikeluarkan oleh
University of Nothingham, (2012) yang membahas terkait aspek kebersihan laboratorium
(maintain good housekeeping). Dimana tujuan dari aspek tersebut adalah untuk
menciptakan laboratorium yang rapih dengan cara melakukan sistem penyortiran (sort)
ataupun menyingkirkan barang, peralatan maupun bahan kimia yang sudah kadalurasa dan
tidak berguna lagi dan meletakkan barang, peralatan sesuai pada tempatnya (set in order).
Selain itu pada aspek ini terdapat pula kriteria mengenai kebersihan (shine) yang
tujuannya untuk menciptakan laboratorium yang bersih dan sehat.
Bersinggungan dengan hal tersebut, di dalam hadits riwayat muslim secara jelas
menyatakan bahwa Allah SWT mencintai sesuatu yang indah termasuk kebersihan dan
kerapihan.
إن الله جميل يحب الجمال
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan (termasuk kebersihan dan
kerapihan)”. (HR. Muslim No. 91)
246
Telah menceritakan kepada kami ['Isham bin Khalid] telah menceritakan kepada
kami [Hariz bin 'Utsman] dari [Sa'ad bin Martsad Ar-Rahabi] berkata; saya telah
mendengar [Abdurrahman bin Hautsab] menceritakan dari [Tsauban bin Syahr
Al Asy'ari] berkata; saya telah mendengar [Kuraib bin Abrahah] dia duduk
bersama Abdul Malik di atas tempat tidurnya di Dair Al Murrah, dia
menyebutkan tentang 'sombong' lalu Kuraib berkata; saya mendengar [Abu
Raihanah] berkata; saya mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam
bersabda: "Sedikit saja dari kesombongan tidak akan masuk surga, " (Abu
Raihanah Rasulullah) berkata; lalu ada seseorang yang berkata; "Wahai
Nabiyullah, saya senang berdandan dengan dua tali cemetiku dan tali sandalku."
Lalu Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Itu bukan termasuk
kesombongan, sesungguhnya Allah Azzawajalla Maha indah dan menyukai
keindahan. Sesungguhnya kesombongan itu siapa saja yang tidak mau tahu
terhadap kebenaran dan meremehkan manusia dengan kedua matanya."
Selain itu pada hadist yang lain dijelaskan pula mengenai kewajiban
untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan dalam hadist riwayar tarmidzi.
Berikut adalah hasidtsnya :
طيب يحب الطهيب , نظيف يحب النهظافة , كريم يحب الكرم , إنه الله
ج واد يحب الجود , فنظفوا أفنيتكم
247
“Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai kebaikan, Bersih (suci) dan
mencintai kebersihan, Mulia dan mencintai kemuliaan, bagus dan mencintai
kebagusan, bersihkanlah rumahmu” (HR. Tarmidzi Nomor 2723)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basyar] telah menceritakan
kepada kami [Abu 'Amir Al 'Aqadi] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin
Ilyas] dari [Shalih bin Abu Hassan] ia berkata; Aku mendengar [Sa'id bin Al
Musayyab] berkata; "Sesungguhnya Allah Maha Baik, dan menyukai kepada
yang baik, Maha Bersih dan menyukai kepada yang bersih, Maha Pemurah, dan
menyukai kemurahan, dan Maha Mulia dan menyukai kemuliaan, karena itu
bersihkanlah diri kalian, " aku mengiranya dia berkata; "Halaman kalian, dan
janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi, " Shalih bin Abu Hassan
berkata; Hadits itu aku sampaikan kepada [Muhajir bin Mismar], lalu dia
berkata; " [Amir bin Sa'ad bin Abu Waqqas] telah menceritakannya kepadaku
dari [Ayahnya] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan hadits yang
semisal, Namun dalam hadits tersebut beliau bersabda: "Bersihkanlah halaman
kalian." Abu Isa berkata; Hadits ini gharib, dan Khalid bin Ilyas telah
dilemahkan, dan dia juga dinamakan Ibnu Iyas
d. Pelibatan Pengguna laboratorium dalam kebersihan (Sustain / Shitsuke)
Dalam menerapkan praktik kerja yang aman serta mempertahankan kondisi
kebersihan laboratorium harus melibatkan kontribusi dari pekerja laboratorium
maupun pengguna laboratorium sebagai sarana untuk mempertahankannya (Safety
culture, 2018). Penerapan prinsip ini yaitu dengan cara : (1) komunikasi mengenai
248
prosedur dan tanggung jawab setiap pengguna laboratorium maupun laboran, (2)
melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium maupun
penyimpanan bahan kimia, (3) melakukan audit untuk memantau keefektifan
laboratorium serta dari praktik kerja yang aman.
Tujuan dari penerapan prinsip ini yaitu meningkatkan pengetahuan serta
tanggung jawab pengguna laboratorium maupun laboran mengenai prosedur yang
terdapat di laboratorium, meningkatkan pengetahuan serta keterampilan pekerja
maupun pengguna laboratorium dalam menjalankan prinsip-prinsip penggunaan
maupun penyimpanan bahan kimia serta dapat mengidentifikasi kesalahan maupun
kekurangan yang terdapat di laboraroium
Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh laboratorium, maka dapat
diketahui pemenuhan dari masing-masing kriteria yaitu dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Komunikasi prosedur dan tanggung jawab dari setiap pengguna
laboratorium mengenai kebersihan dan penyimpanan bahan kimia
Salah satu penerapan aspek pelibatan Pengguna laboratorium dalam
kebersihan yaitu salah satunya dengan melakukan komunikasi prosedur dan
tanggung jawab dari setiap pengguna laboratorium mengenai kebersihan dan
penyimpanan bahan kimia. (safety culture, 2018). Penerapan kriteria ini
yaitu bertujuan untuk memberikan arahn atuapun pengetahuan kepada
pengguna laboratorium terhdap aturan atupun kewajiban kebersihan maupun
penyimpanan bahan kimia yang harus dipenuhi.
249
Berdasarkan hasil observasi dari 7 laboratorium diketahui
seluruhnya telah melakukan komunikasi mengenai prosedur dan tanggung
jawab dari setiap pengguna laboratorium mengenai kebersihan laboratorium
dan penyimpanan bahan kimia. penyampaian mengenai prosedur tersebut
dilakukan pada saat awal masuk praktikum yang disampaikan berbarengan
dengan penyampaian tata tertib penggunaan laboratorium. Penyampaian
tersebut disampaikan secara lisan oleh dosen praktikum maupun laboran
dari masing-masing laboratorium. Mengenai aturan kebersihan disampaikan
mengenai aturan untuk menjaga kebersihan laboratorium yaitu dengan tidak
membawa makanan dan minuman pada saat praktikum, dilarang
meninggalkan sampah di laboratorium, mencuci wadah ataupun alat-alat
yang sudah digunakan ketika sudah selesai praktikum. Selain itu
penyampaian mengenai prosedur penyimpanan bahan kimia sama halnya
disampaikan pula melalui lisan oleh dosen praktikum maupun laboran dari
masing-masing laboratorium terkait.
Penyampaian mengenai prosedur penyimpanan bahan kimia yaitu
hanya mengenai aturan umum untuk melakukan pengembalian terhadap
bahan kimia yang telah digunakan pada tempat semula disimpan. Tujuan
dari masing-masing penyampaian tersebut adalah memberikan pengetahuan
serta membentuk pola habitat yang baik dan disiplin dari pengguna
laboratorium. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari International
trade centre. (2012) yang menyebutkan bahwa tujuan dari penerapan praktik
kerja aman serta mempertahankan kondisi kebersihan laboratorium yaitu
250
untuk membentuk pola kebiasaan yang baik serta meningkatkan disiplin dari
pengelola maupun pengguna laboratorium untuk menjaga kebersihan
maupun penerapan praktik kerja aman yaitu menyimpan bahan kimia.
Adanya komunikasi yang dilakukan yaitu untuk mengefektifkan penerapan
aturan yang ada di laboratorium guna meningkatkan pengtehuan serta
dijalankannya aturan tersebut oleh pengelola maupun pengguna
laboratorium.
Manfaat dari penerapan kritera ini yaitu dapat membentuk pola
kebiasaan untuk selalu menjaga kebersihan di laboratorium, menghindari
praktik kerja yang tidak sesuai dengan prosedur baik dalam penyimpanan
maupun penggunaan laboratorium, meciptakan laboratorium yang berish,
aman dan nyaman bagi pengguna laboratorium.
2. Melakukan pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium
maupun penyimpanan bahan kimia
Penerapan praktik kerja yang aman di laboratorium harus melibatkan
kontribusi dari pekerja laboratorium sebagai sarana untuk salah satunya
melalui pelatihan mengenai pinsip-prinsip penggunaan laboratorium
maupun penyimpanan bahan kimia (Safety culture, 2018). Pelatihan ini
bertujuan untuk memberikan peningkatan tkapabiitas pengelola
laboratorium dalam melakukan penyelenggaraan laboratorium.
Dari hasil observasi yang dilakukan di 7 laboratorium, diketahui
bahwa seluruh pengelola laboratorium baik laboran dan STP telah
mengikuti pelatihan yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
251
kapabilitas dalam mengelola laboratorium. Adapun pelatihan yang pernah
diikui yaitu mengenai manajemen laboratorium yang diselenggarakan di
Batam oleh Balai Peatihan Kesehatan pada tahun 2017, pelatihan ISO/IEC
17025 : 2017 mengenai akreditasi laboratorium. Kegiatan tersebut
difasilitasi oleh Fakultas.
Pelatihan mengenai manajemen laboratorium diselenggarakan oleh
Balai Pelatihan Kesehatan Batam sedangkan pelatihan ISO/IEC 17025 :
2017 diselenggarakan oleh Kementerian Perindustrian. Pelatihan tersebut
diikuti oleh laboran dan kepala STP laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan
kapabilitas dalam mengelola laboratorium untuk menjalankan
penyelenggaraan laboratorium yang sesuai. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Lestari, (2017) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kemampuan pengelolaan laboratorium sebesar 63% pada peserta setelah
mengikuti pelatihan manajemen laboratorium.
Dampak dari tidak diselenggarakannya mengenai pelatihan pinsip-
prinsip penggunaan laboratorium maupun penyimpanan bahan kimia yaitu
tidak dapat mengetahui mengenai aturan ataupun standar yang ditetapkan
dalam pengelolaan laboratorium, menciptakan laboratorium yang tidak
menjamin keamanannya untuk pengguna maupun pekerja laboratorium,
memperbesar kesalahan dalam melakukan penyimpanan bahan kimia yang
berdampak pada timbulnya efek keselamatan maupun efek kesehatan.
252
3. Melakukan audit untuk memantau kefektifan laboratoium serta dari praktik
kerja yang aman.
Selain melakukan komunikasi mengenai prosedur dan
menyelenggarakan pelatihan, dalam penerapan aspek pelibatan pengguna
laboratorium dalam kebersihan (sustain) terdapat pula kriteria melakukan
audit untuk memantau kefektifan laboratoium serta dari praktik kerja yang
aman. (Safety culture, 2018).
Dari hasil penelitian yang dilakukan di 7 laboratorium, seluruh
laboratorium belum pernah melakukan audit baik audit internal maupun
audit eksternal. Hal tersebut didasarkan oleh tidak ditemukannya berupa
dokumen hasil audit laboratorium di seluruh laboratorium.
Menurut World Health Organization audit yang dirancang dengan
baik akan mengungkapan kelemahan dalam tahap pra-pemeriksaan,
pemeriksaan dan pasca pemeriksaan. Informasi yang dikumpulkan
mengenai audit mutu internal yaitu mengenai proses dan prosedur
operasional, kompetensi dan pelatihan staf / laboran, peralatan laboratorium,
lingkungan laboratorium, pengecekkan dan verifikasi terhadap hasil
penyelenggaraan, serta impelementasi pencatatan dan pelaporan.
Audit internal adalah kegiatan laboratorium formal yang harus
dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi dan pada jadwal
reguler. Laboratorium dapat memilih untuk melakukan audit laboratorium
penuh setiap tahun atau dua tahun sekali, atau mengaudit bagian-bagian dari
sistem mereka setiap bulan. (Association Of Public Health Laboratories,
253
2017). Sedangkan audit keamanan laboratorium menurut The Univeristy of
Texas at El Paso, (2018) yaitu rangkaian proses yang bertujuan untuk
meininjau keselamatan dan kesehatan laboratorium dan menentukan
kesesuaian dengan standar maupun aturan yang dikeluarkan oleh Negara
maupun institusi.
Audit keamanan laboratorium berfokus pada bidang penanganan dan
pengendalian terhadap bahan kimia berbahaya, pelatihan personil
laboratorium dan mahasiswa serta keamanan laboratorium. Adapun
mengenai pemeriksanaan yang diperiksa yaitu kondisi umum lingkungan
laboratorium (pencahayaan laboratorium, penyimpanan bahan kimia,
pengelolaan limbah laboratorium, aturan umum penyimpanan bahan kimia,
sarana jalan keluar, kondisi lantai), rencana tanggap darurat (fasilitas,
inspeksi, prosedur), ketersediaan informsi (emergency action plan, MSDS,
chemical Hygiene, dokumentasi APD), informasi darurat (poster informasi
darurat dan tekini, stiker nomor darurat yang dapat dihubungi, rute
evakuasi), APD, Bahaya listrik, Penyimpanan bahan kimia (Fasilitas
penyimpanan, wadah penyimpanan bahan kimia, prosedur penyimpanan,
aturan untuk bahan kimia flammable dan bahan kimia bertekanan,
pembuangan limbah, ventilasi, keamanan, pelatihan laboratorium). (The
Univeristy of Texas at El Paso, (2018)
Penyebab dari tidak dilakukannya audit di laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidaytullah Jakarta yaitu disebabkan oleh tidak
adanya sumber daya yang berkompeten untuk melakukan audit serta
254
terbatasnya dana penyelenggaraan laboratorium sehingga sulit untuk
menunjuk vendor luar untuk melakukan audit eksternal. Menurut SNI
ISO/IEC 17025 : 2008 audit internal harus dilakukan oleh personel terlatih
dan mampu untuk melakukan audit. Tujuannya agar mampu menentukkan
mengenai ketidaksesuaian dari hasil temuan yang dihasilkan sehingga hasil
audit dapat secara pasti bisa dipercaya.
Selain itu, penyebab lain dari belum terselenggaranya audit yaitu
disebabkan oleh dana operasional laboratorium yang masih terbatas. Dana
laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hanya baru berorientasi pada peyelenggaraan praktikum yaitu untuk
keperluan perbaikan alat, pengajuan bahan habis pakai. Sedangkan
mengenai dana untuk keperluan audit belum ada. Menurut Bapelkes, (2017)
laboratorium tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, jika tidak
memiliki dana yang cukup, baik untuk operasional maupun untuk
pengembangan laboratorium. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan
baik laboatorium perlu untuk dilakukan pengkajian secara keseluruhan
melalui audit baik audit internal maupun audit eksternal.
Dampak dari tidak dilakukannya mengenai audit yaitu tidak dapat
mendeteksi mengenai kesalahan maupun kekurangan yang terdapat di
laboraotirium dengan demikian dapat memperbesar risiko salah dalam
menjalankan prosedur serta sulit untuk menentukkan tindakan perbaikan
yang harus dilakukan mengenai kekurangan dari laboratorium.
255
Untuk dapat mengatasi ketidaksesuaian tersebut maka perlu untuk
dilakukaan penentuan dan pelatihan terhadap sumber daya (laboran/STP)
untuk dapat melakukan audit internal laboratorium serta perlu untuk
melakukan advokasi dan negoisasi dengan pihak kampus mengenai
pendanaan untuk kegiatan penyelenggaraan audit laboratorium.
e. Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize / Seiketsu)
Prinsip ini digunakan untuk mendukung 4 prinsip lainnya yaitu dengan
membuat aturan sebagai standar yang harus dipatuhi sehingga dapat menghindari
kecenderungan kembali pada kebiasaan lama yang mengarah pada kebiasaan buruk
dan cenderung tidak aman.
Menurut International Trade Centre, (2012) Penerapan prinsip ini yaitu
dengan cara : (1) menyediakan pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun
prosedur mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman, (2) adanya peran dan
tanggung jawab pekerja maupun pengguna laboratorium untuk menjaga budaya
kebersihan (jadwal piket) serta , (3) ketetapan temperatur suhu dan kelembaban.
Hal ini bertujuan untuk dijadikannya bahan referensi mengenai penyimpanan bahan
kimia yang tepat dan aman, temperatur suhu dan kelembaban.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut adalah
pemenuhan dari masing-masing kriteria adanya petunjuk atau prosedur
(standardize) sebagai berikut :
1. Menyediakan pengingat visual didinding berupa petunjuk ataupun prosedur
mengenai penyimpanan bahan kimia yang aman
256
Menurut safety culture, (2018) dengan membuat aturan sebagai
standar yang harus dipatuhi dapat menghindari kecenderungan kembali pada
kebiasaan lama yang mengarah pada kebiasaan buruk dan cenderung tidak
aman. Dengan demikian adanya petunjuk berupa prosedur berfungsi untuk
memberikan pengarahan agar penyimpanan serta ataupun pengelolaan
bahan kimia di laboratorium sesuai dan teratur.
Dari hasil observasi yang dilakukan di seluruh laboratorium Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui belum tersedia
prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia di setiap laboratorium.
Penyimpanan bahan kimia yang dilakukan selama ini oleh laboran hanya
berdasarkan pengetahuannya terdahulu ketika didapatkan semasa kuliah
ataupun bekerja di tempat lain yang kemudian disesuaikan dengan kondisi
maupun fasilitas yang terdapat di laboratorium.
Menurut Balai Penelitian Kesehatan, (2017) menyebutkan bahwa
SOP atau standar prosedur operasional merupakan suatu panduan yang
menjelaskan secara terperinci bagaimana suatu proses harus dilaksanakan.
Dimana tujuan dari SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang
dikerjakan oleh pengelola laboratorium untuk mewujudkan penyelenggaraan
laboratorium yang baik, sehingga dapat membantu mewujudkan visi dan
misi dari program studi dan jurusan. Dengan adanya SOP terkait
penyimpanan bahan kimia yang aman memberikan indikasi dan syarat-
syarat yang harus dipenuhi serta tahapan-tahpan dan dilalui dalam
melakukan penyimpanan.
257
Dampak dari tidak adanya aturan ataupun prosedur mengenai
penyimpanan bahan kimia yang aman yaitu dapat memperbesar risiko
kesalahan runtutan dalam menggunakan maupun menyimpan bahan kimia.
Hal ini akan menciptakan peluang yang lebih besar untuk menimbulkan
adanya dampak keselamatan maupun kesehatan di laboratorium.
Mengingat akan adanya temuan, serta adanya dampak yang
ditimbulkan dari tidak adanya aturan ataupun prosedur mengenai
penyimpanan bahan kimia yang aman, maka perlu untuk membuat serta
disediakannnya prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia yang
dapat diketahui oleh pengguna laboratorium maupun pengelola
laboratorium.
2. Adanya peran dan tanggung jawab pekerja maupun pengguna laboratorium
untuk menjaga budaya kebersihan (jadwal piket)
Menurut International Trade Centre, (2012) salah satu penerapan
prinsip ini yaitu dengan membagi peran dan tanggung jawab antarapekerja
maupun pengguna laboratorium dalam menjaga budaya kebersihan melalui
jadwal piket laboratorium. Hal ini bertujuan untuk membangun kerjasama
dalam melakukan kegiatan pembersihan sebagai upaya menciptakan
laboratorium yang bersih dan nyaman untuk digunakan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di 7 laboratorium diketahui
bahwa seluruhnya telah melakukan pembagian peran dan tanggung jawab
antara laboran dengan pengguna laboratorium untuk menjaga budaya
kebersihan (jadwal piket). Jadwal piket ini berfungsi untuk mengorganisir
258
pengguna laboratorium untuk kegiatan pembersihan laboratorium. Adapun
kegiatan pembersihan yang dilakukan yaitu bersih-bersih area laboratorium
seperti meja, wadah ataupun lantai namun khusus untuk lantai laboratorium
kimia obat tidak dilakukan pembersihan hal tersebut dikarenakan rusaknya
lantai laboratorium. Lantai laboratorium hanya ditutupi dengan kardus
sebagai upaya untuk menutupi lantai yang rusak agar debu lantai tidak
terinjak-injak dan semakin banyak.
Pembentukan jadwal piket melibatkan antara penanggung jawab
praktikum yang berasal dari mahasiswa dengan laboran masing-masing
laboratorium. Jadwal piket tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiwa yang
melakukan praktikum saja, namun diberlakukan pula untuk mahasiswa yang
sedang melakukan pengujian di laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dampak yang ditimbulkan dari tidak adanya jadwal piket ataupun
pembagian tanggung jawab dalam melakukan kegiatan pembersihan
dilaboratorium maka akan menciptakan laboratorium yang kotor dan
memberikan efek ketidaknyamanan bagi pengguna maupun pekerja
laboratorium.
3. Ketetapan standar temperatur suhu dan kelembaban
Salah satu kriteria lain dari penerapan aspek adanya petunjuk atau
prosedur (Standardize) menurut International Trade Centre, (2012) yaitu
menetapkan standar temperature suhu dan kelembaban ruangan. Dengan
259
adanya standar tersebut dapat memberikan referensi dalam pengaturan suhu
ruangan di laboratorium.
Terkait dengan standar suhu dan kelembaban peraturan menteri
tenaga kerja nomor 05 tahun 2018 menyebutkan bahwa tempat kerja yang
dijadikan untuk melakukan jenis pekerjaan administratif, pelayanan umum
dan fungsi manajerial harus memenuhi kualitas udara dalam ruangan yang
sehat dan bersih. Kualitas udara dalam ruangan tersebut ditentukan oleh
salah satunya suhu dan kelembaban. Suhu ruangan yang nyaman berkisar
23C-26C dengan kelembaban berkisar 40-60%.
Dari hasil observasi yang dilakukan seluruh laboratorium diketahui
tidak terdapat standar suhu yang ditetapkan untuk masing-masing
laboratorium. Dari hasil pengukuran suhu yang telah dilakukan pula
diketahui bahwa, 6 ruang praktikum laboratorium dan ruang penyimpanan
bahan kimia menunjukkan bahwa hasil pengukuran melebihi standar suhu
yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018
yaitu berkisar 23C-26C. Sedangkan 1 laboratorium lainnya yaitu PSO
telah memenuhi standar suhu yang telah ditetapkan. Mengenai kelembaban
ruangan baik ruang praktikum aupun ruang penyimpanan menunjukkan
angka yang kurang dari standar dengan kelembaban yang dikeluarkan oleh
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 berkisar 40-60%.
Penyebab dari tidak terpenuhinya mengenai terdapatnya standar
suhu dan kelembaban ruangan yang ditetapkan disebabkan oleh tidak
adanya fasilitas yang mendukung untuk menerapkan suhu yang sesuai
260
dengan standar. hal tersebut dilatarbelakangi oleh rusaknya local exhaust
pada sebagian laboratorium serta rusaknya AC sehingga sulit untuk
mengontrol kesesuaian dari suhu dan kelembaban serta tidak adanya
kegiatan maintenance yang dilakukan secara rutin.
Menurut Bapelkes, (2017) ruang pemeliharaan atau penyimpanan
alat seharusnya ber-AC. Kondisi tersebut disebabkan oleh sebagian
peralatan harus beroperasi dalam spesifik pabrik untuk kelembaban dan
suhu tertentu. Mengenai maintenance tujuan dari kegiatan pemeliharaan
adalah untuk mengetahui gambaran mengenai keefktifan serta memperbaiki
kondisi peralatan yang sudah rusak ataupun mengalami penuruan fungsi.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Fachiyah, (2016) yang
menyebutkan bahwa laboratorium harus memantau, mengendalikan dan
merekam kondisi lingkungan. Perhatian khusus harus diberikan terhadap
sterilitas biologis, debu, gangguan elektromagnetik, radiasi, kelembaban,
suplai listrik, suhu, suara dan getaran.
Dampak dari tidak adanya ketetapan standar temperatur suhu dan
kelembaban yaitu tidak dapat memenuhi kualitas udara mengenai suhu dan
kelembaban yang di persyaratkan sehingga dapat menciptkan kondisi
lingkungan laboratorium yang kurang nyaman.
Dengan adanya temuan serta dampak yang ditimbulkan dari adanya
tidak dilakukannya kriteria tersebut maka perlu untuk menyediakan standar
suhu dan kelembaban yang dipersyaratkan serta melakukan kegiatan
pemeliharaan AC dan local exhaust secara rutin
261
5. Perawatan terhadap Pengendalian Stok Bahan Kimia (Maintain good Stock Control)
Penyimpanan bahan kimia memerhatikan pengelolaan terkait persediaan bahan
kimia yang meliputi : (1) pengecekan tanggal kadarluarsa, (2) mempetimbangkan
perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk (FIFO-First In First
Out) dan (3) mempetimbangkan perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah
keluar (FEFO-First-Expired First Out). (Permenkes No. 43 tahun 2013)
Tujuan dari penerapan prinsip ini yaitu agar bahan kimia yang digunakan untuk
kegiatan praktikum tidak memasuki masa kadarluarsa serta menjaga kualitas dari bahan
kimia masih tetap prima dan mencegah bahan kimia yang sudah memasuki tanggal
kadarluarsa tidak disimpan secara bersamaan dengan bahan kimia yang belum memasuki
tanggal kadarluarsa maupun tidak digunakan untuk kegiatan praktikum.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut adalah pembahasan
mengenai masing-masing kriteria perawatan terhadap pengendalian stok bahan kimia :
a. Melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa
Pengecekan tanggal kadaluarsa terhadap bahan kimia merupakan salah satu
hal yang penting dalam manajemen penyimpanan bahan kimia. Pengecekan tanggal
kadaluarsa dilakukan untuk mengidentifikasi dan memisahkan bahan kimia yang
sudah memasuki tanggal kadaluarsa dan mempekecil risiko akibat kontak serta efek
dari penyimpanan bahan kimia kadalurasa yang disatukan dengan bahan kimia yang
lain.
Pada penelitian ini diketahui bahwa dari 7 laboratorium di FIKES UIN
Jakarta, sebagian besar laboratorium tersebut melakukan pengecekan tanggal
kadaluarsa ketika bahan kimia tersebut akan digunakan. Namun pada laboratorium
262
kimia obat, tidak melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa karena bahan kimia yang
ada pada laboratorium tersebut tidak memiliki tanggal kadaluarsa yang pasti serta
laboratorium tersebut tidak melakukan pencatatan ketika botol pertama kali dibuka.
Sebagai alternatif cara untuk melakukan pengecekkan tanggal kadaluarsa
bahan kimia yaitu dengan cara melakukan pencatatam ketika botol pertama kali
dibuka. Hal ini sejalan dengan pernyataan menurut Vanderbilt Environmental Health
and Safety yang diakses pada tanggal 2 November 2019 salah satu upaya untuk
melakukan pengecekkan terhadap bahan kimia yang tidak memiliki tanggal
kadaluarsa yaitu dengan melakukan pencatatan ketika botol pertama kali di buka.
Bahan kimia yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa umumnya akan mengalami
penurunan kualitas setelah 6 bulan dari masa dibukanya botol tersebut.
Tujuan dari adanya pengecekkan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki
tanggal kadaluarsa yaitu untuk mengidentifikasi dan memisahkan bahan kimia yang
sudah memasuki tanggal kadaluarsa, mempekecil risiko akibat kontak dan efek dari
penyimpanan bahan kimia kadalurasa yang disatukan dengan bahan kimia yang lain.
Sebagai contoh Menurut Vanderbilt Environmental Health and Safety, efek yang
ditimbulkan dari bahan kimia eter yang sudah kadalursa kemudian terpapar dengan
udara dan sinar matahari dapat menyebabkan mudah terbakar dan dapat membentuk
peroksida yang mudah meledak, dengan demikian maka pengecekkan mengenai
tanggal kadalurasa merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Mengenai efek lain dari bahaya pemakaian bahan kimia yang sudah memasuki
masa kadaluarsa dipaparkan oleh Safe Work Australia, (2011) yaitu bahan kimia
kadaluarsa cenderung memiliki sifat lebih reaktif dan tidak stabil sehingga
263
memungkinkan tingkat bahayanya menjadi berubah serta diperlukan penanganan atau
penyimpanan khusus agar tidak membahayakan penggunanya.
Oleh karena itu, dengan adanya temuan serta dampak yang ditimbulkan dari
bahaya bahan kimia kadaluarsa maka petugas laboratorium harus selalu melakukan
pengecekan tanggal kadaluarsa dan melakukan pencatatan ketika botol pertama kali
dibuka pada bahan kimia yang telah memasuki tanggal kadaluarsa serta membuat
aturan mengenai pengecekkan tanggal kadaluarsa
b. Menggunakan bahan kimia terdahulu (FIFO)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tentang penyelenggaraan
laboratorium klinik menyebutkan bahwa bahan laboratorium yang sudah ada harus
ditangani secara cermat dengan mempertimbangkan perputaran pemakaian dengan
menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar (FIFO-First in First out) yaitu
bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus digunakan lebih dahulu.
Pada penelitian ini diketahui bahwa dari 7 laboratorium di Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta, semua laboratorium tersebut sudah melakukan kaidah FIFO dengan
cara menempatkan bahan kimia persediaan terdahulu pada deretan paling depan,
sehingga bahan kimia yang pertama masuk akan digunakan terlebih dahulu.
Penerapan FIFO bertujuan agar bahan kimia yang digunakan untuk kegiatan
praktikum tidak memasuki masa kadaluarsa serta menjaga kualitas dari bahan kimia
masih tetap prima.
Bila petugas laboratorium tidak menerapkan prinsip FIFO, akan berdampak
pada bertambahnya kuantitas bahan kimia yang kadarluarsa sehingga tidak dapat
digunakan dan memperbesar pembiayaan pengadaan bahan kimia. Oleh karena itu,
264
petugas laboratorium diharapkan untuk tetap melakukan kaidah FIFO untuk tetap
menjamin kualitas bahan kimia.
c. Melakukan pembuangan pada bahan kimia yang telah memasuki tanggal kadaluarsa
Melakukan pembuangan pada bahan kimia yang sudah memasuki masa
kadarluarsa (FEFO - First expired first) bertujuan agar bahan kimia yang sudah
memasuki tanggal kadaluarsa tidak digunakan kembali dan tidak disimpan secara
bersamaan dengan bahan kimia yang belum memasuki tanggal kadaluarsa. Hal ini
sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 tahun 2013 tentang
penyelenggaraan laboratorium klinik menyebutkan bahwa bahan laboratorium yang
sudah ada harus ditangani secara cermat dengan mempetimbangkan perputaran
pemakaian dengan menggunakan kaidah pertama masuk dan keluar. Bahan kimia
yang telah memasuki masa kadalurasa harus segera dibuang dengan standar yang
sesuai. Tujuannya agar bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa tidak
disimpan secara bersamaan dengan bahan kimia yang belum memasuki tanggal
kadarluarsa maupun tidak digunakan untuk kegiatan praktikum.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium di Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta, sebagian besar masih belum menerapkan kaidah FEFO.
Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan bahan kimia yang kadaluarsa berada
dalam satu rak penyimpanan dengan bahan kimia yang belum kadaluarsa. Selain itu,
bahan kimia yang sudah memasuki masa kadaluarsa, tetapi secara fisik masih terlihat
layak digunakan (tidak berubah warna) akan tetap digunakan oleh pengguna
laboratorium. Pemisahan dan pembuangan bahan kimia yang kadaluarsa hanya
dilakukan ketika terjadi perubahan secara fisik.
265
Tidak adanya pemisahan bahan kimia kadaluarsa akan memperbesar potensi
kontaminasi bahan kimia yang disimpan di rak penyimpanan terhadap bahan kimia
yang lain. Kemudian penggunaan bahan kimia yang kadaluarsa akan berdampak pada
keselamatan maupun kesehatan penggunanya. Menurut Vanderbit Enviromental
Health and Safety, bahan kimia yang telah memasuki masa kadaluarsa, cenderung
akan meningkatkan efek yang dimilikinya. Selain itu, pemakaian bahan kimia yang
telah memasuki tanggal kadaluarsa juga dapat menimbulkan efek mudah terbakar dan
berubah menjadi lebih eksplosif.
Penyebab dari tidak dilakukannya kriteria FEFO yaitu disebabkan oleh tidak
tersedianya fasilitas yang mendukung untuk melakukan pembuangan, tidak adanya
aturan yang baku untuk mewajibkan bahan kimia yang sudah kadaluarsa harus segera
dibuang, serta tidak adanya prosedur baku untuk melakukan pembuangan pada bahan
kimia yang sudah memasuki masa kadaluarsa. Di laboratorium Fakultas Ilmu
Kesehatan sarana pembuangan bahan kimia belum tersedia. Bahan kimia yang sudah
kadaluarsa dan telah menunjukkan ciri fisik yang sudah tidak bisa digunakan dibuang
di westafel ataupun dibuang di tong sampah. Banyaknya jumlah bahan kimia yang
ada di laboratorium tidak diimbangi dengan pemenuhan fasilitas pembuangan yang
menunjang yang tujuannya untuk mencegah timbulnya efek bagi pengguna
laboratorium maupun lingkungan laboratorium.
Mengenai penyebab tidak adanya aturan yang baku untuk mewajibkan bahan
kimia yang sudah kadaluarsa untuk dilakukan pemisahan ataupun pembuangan dan
dilarang untuk digunakaan kembali pada kegiatan praktikum merupakan salah satu
penyebab dari tidak terpenuhinya kriteria FEFO di laboratorium Fakultas Ilmu
266
Kesehatan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Menurut Peraturan Perindustrian No.
23/M-IND/PER/4/2013 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun
menyebutkan bahwa B3 yang kadaluarsa dan atau tidak memenuhi spesifikasi dan
atau bekas kemasan, wajib dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Artinya setiap instansi
yang didalamnya terdapat bahan kimia berbahaya wajib untuk melakukan
pengelolaan terhadap bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadalurasa. Bahan
kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa harus dilakukan pemisahan dan
pembuangan. Untuk dapat mewujudkan pengelolaan terhadap bahan kimia yang
sudah memasuki tanggal kadaluarsa secara benar diperlukan suatu aturan yang baku
mengenai ketentuan terhadap kewajiban untuk melakukan pengelolaan terhadap
bahan kimia yang sudah memasuki tanggal kadaluarsa agar laboran mengetahui
mengenai kewajibannya dan mengetahui tata cara secara pasti untuk untuk
melakukan pemisahan terhadap bahan kimia yang sudah kadaluarsa agar tidak
menimbulkan dampak pada penggunaan maupun penyimpanan bahan kimia
Selain itu mengenai penyebab fasilitas pengolahan tidak memdai yaitu dengan
melakukan pengumpulan terhadap bahan kimia yang sudah kadalursa kemudian dapat
bekerja sama dengan institusi atau lembaga pengolah limbah B3. Hal tersebut didasari
oleh Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999 pasal 1 ayat 3 yaitu menyebutkan
bahwa kewajiban yang harus dilakukan pengelola laboratorium yaitu melakukan
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan
penimbunan bahan kimia yang sudah kadalurasa ataupun rusak kemasan. Artinya jika
suatu institusi tidak memiliki terhadap fasilitas terkait pengelolaan limbah B3 secara
267
aturan tidak menyalahi jika pengelola melakukan kegiatan pengumpulan bahan kimia
kadaluarsa dan menyerahkannya pada institusi atau lembaga pengolah limbah B3.
Karena jika pengelolaan B3 yang tidak sesuai maka dapat menimbulkan dapat pada
lingkungan sekitar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sulman dkk, (2016) yang
menyebutkan bahwa pemusnahan bahan kimia kadaluarsa yang merupakan bahan B3
tidak dapat dilakukan di laboratorium jika fasilitas dan cara penanganannnya belum
dapat terpenuhi. Sebagai contoh pemusnahan melalui cara insenerasi dapat
menghasilkan gas-gas beracun dari hasil pembakaran bahan-bahan kimia. Hal
tersebut dapat memberikan dampak pada lingkungan sekitar.
Dampak dari tidak dilakukannya kriteria tidak melakukan pengecekkan
terhadap bahan kimia dan tidak melakukan pemisahan ataupun pembuangan
terhadap bahan kimia yang sudah memasuki masa kadaluarsa yaitu dapat
memperbesar potensi kontaminiasi bahan kimia yang disimpan di rak penyimpanan
bahan kimia terhadap bahan kimia yang lain serta memperbesar risiko keselamatan
pada pengguna bahan kimia di laboratorium.
Mengingat akan pentingnya penerapan kriteria FEFO , adanya temuan dan
dampak yang ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya kriteria tersebut maka
pengelola laboratorium melakukan perencanaan untuk bekerja sama dengan institusi
terkait pengolah limbah B3, membuat SOP terkait kewajiban dan sistem penanganan
terhadap bahan kimia yang sudah kadaluarsa agar dapat dilakukannya pemisahan
bahan kimia kadaluarsa terhadap bahan kimia yang belum kadaluarsa serta tidak
menggunakan bahan kimia yang sudah kadaluarsa tersebut untuk kegiatan praktikum.
268
6. Peletakan Bahan Kimia (Do Not Store Chemical Under Sink)
Penentuan kesesuaian peletakan bahan kimia di masing-masing laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti
menggunakan pinsip penyimpanan bahan kimia yang dikeluarkan oleh University of
Nothingham (2012), yang menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu dilarang diletakkan
di bawah wastafel maupun area wastafel. Hal ini dikarenakan sebagian bahan kimia
mudah bereaksi dengan air dan akan melepaskan gas yang mudah terbakar (Occupational
Safety Health and Administration).
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 7 laboratorium di FIKES UIN
Jakarta, tidak ditemukan bahan kimia yang disimpan ataupun diletakkan dibawah
wastafel pada delapan laboratorium yang menjadi lokasi penelitian. Seluruh bahan kimia
disimpan di lemari penyimpanan dan diletakkan di meja praktikum ataupun lantai yang
berjauhan dengan wastafel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peletakan bahan
kimia pada delapan laboratorium di Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Jakarta telah sesuai
dengan standar.
Menimbang adanya beberapa bahan kimia yang mudah bereaksi dengan air atau
bereaksi ketika basah, diharapkan bagi petugas laboratorium tetap mempertahankan
peletakan bahan kimia di dalam lemari penyimpanan demi terjaganya keamanan
pengguna laboratorium.
7. Penyimpanan Bahan Kimia yang dapat dijangkau dengan Penglihatan (Sensible
shelf storage)
Penyimpanan bahan kimia yang dapat dijangkau oleh penglihatan pengguna bahan
kimia di laboratoium yaitu pada prinsinya adalah keterjangkauan penglihatan yang
269
berhubungan dengan ketinggian dari peletakkan bahan kimia. Menurut University of
Nothingham, (2012) penyimpanan bahan kimia harus setinggi bahu orang dewasa.
Berdasarkan data antropometri masyarakat Indonesia yang didapatkan dari
interpolarasi masyarakat British dan Hongkong terhadap masyarakat Indonesia diketahui
bahwa rata-rata tinggi bahu orang dewasa Indonesia baik perempuan maupun laki-laki
yaitu 127,2 - 133,8 cm (Nurmianto, 1991). Dengan demikian ketinggian dari rak
penyimpanan bahan kimia berkisar 1,272 m – 1,338 m.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui sebagai berikut
:
a. Ketinggian dari rak penyimpanan
Pada prinsinya keterjangkauan penglihatan berhubungan dengan ketinggian
dari peletakkan bahan kimia. Menurut University of Nothingham (2012),
penyimpanan bahan kimia harus setinggi bahu orang dewasa yaitu 127,2 - 133,8 cm
(Nurmianto, 1991). Oleh karena itu, ketinggian rak penyimpanan bahan kimia
sebaiknya berkisar 1,272 m – 1,338 m.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, melalui pengukuran
ketinggian rak penyimpanan bahan kimia pada 7 laboratorium di FIKES UIN Jakarta,
diketahui seluruhnya tidak memenuhi ketinggian rak yang dipersyaratkan. Hasil
pengukuran tersebut menunjuukkan bahwa ketinggian rak penyimpanan yang ada di
setiap laboratoium terlalu rendah untuk rak yang paling bawah dan terlalu tinggi
untuk ketinggian dari rak yang paling atas dari lemari penyimpanan bahan kimia
tersebut.
270
Tidak sesuainya tinggi rak penyimpanan bahan kimia dengan standar akan
memperbesar risiko terjadinya tumpahan akibat dari tinggi atau terlalu rendahnya rak
penyimpanan bahan kimia. Selain itu, Penyimpanan bahan kimia yang terlalu rendah
tidak memenuhi dari aspek ergonomi. Yang mana salah satu aspek ergonomi yaitu
mengedepankan kesesuaian antara pengguna dengan lingkungan kerjanya, dalam hal
ini adalah lemari rak penyimpanan bahan kimia.
Ketinggian rak penyimpanan bahan kimia sebatas bahu orang dewasa akan
memberikan keuntungan karena lebih mudah terjangkau dari sisi penglihatan,
sehingga pengguna laboratorium dapat dengan mudah mengidentifkasi bahan kimia
tersebut melalui pembacaan label yang tertera pada bahan kimia. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan dari Univerisity of Nothingham, (2012) yang menyebutkan bahwa
bahan kimia akan lebih mudah ditemukan ketika rak penyimpanan bahan kimia
setinggi bahu orang dewasa. Selain itu penyimpanan bahan kimia yang sesuai dengan
standar pula dapat mengidentifikasi mengenai bahan kimia tersebut secara benar
melalui pembacaan label bahan kimia.
Dampak yang ditimbulkan akibat tidak dilakukannya penyesuaian terhadap
ketinggian dan terdapatnya bahan kimia yang diletakkan dilantai yaitu memperbesar
risiko terjadinya tumpahan akibat dari tinggi atau terlalu rendahnya rak penyimpanan
bahan kimia dan adanya bahan kimia yaitu sulit untuk dijangkau baik dalam
jangkauan tangan maupun jangkauan penglihatan. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan yang dikemukaan oleh University of Bristol, (2015) mengenai prinsip
penyimpanan bahan kimia harus dapat mempertimbangkan posisi penyimpanan yang
tepat, hindari menyimpan botol di lantai karena dapat merusak bahan kimia dan
271
berpotensi jatuh, serta tempatkan wadah besar pada rak yang lebih rendah dan hindari
menumpuk wadah di atas satu sama lain.
Mengingat manfaat dari serta dampak yang ditimbulkan akibat tidak
sesuainya ketinggian rak penyimpanan bahan kimia, maka perlu menyesuaikan
ketinggian rak penyimpanan dengan standar yang telah ditetapkan yaitu setinggi bahu
orang dewasa agar keselamatan pengguna terjamin dan kegiatan selama
menggunakan laboratorium menjadi lebih efektif.
b. Larangan tidak boleh disimpan di bawah lantai
Penyimpanan bahan kimia yang diletakkan di lantai dapat memicu adanya
tumpahan dari bahan kimia itu sendiri akibat kelalaian pengguna. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan dari University of Bristol, (2015) yaitu untuk menghindari
menyimpan wadah bahnan kimia di lantai karena dapat merusak bahan kimia dan
berpotensi jatuh.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 7 laboratorium di FIKES
UIN Jakarta, terdapat 4 laboratorium yang menyimpan bahan kimia di bawah lantai,
yaitu laboratorium Farmakogonosi-fitokimia, kimia obat, PDR dan HEN. Di
laboratorium HEN sendiri terdapat tumpahan bahan kimia yang terdapat dilantai
ruang penyimpanan bahan kimia. tumpahan tersebut diketahui merupakan tumpahan
bahan kimia spirtus.
Adanya tumpahan pada bahan kimia yang ada di lantai, tumpahan tersebut
dapat membahayakan pengguna laboratorium. Pada beberapa bahan kimia yang
memiliki kereaktifan yang tinggi, tumpahan yang ada pada lantai dapat memicu
terjadinya dekomposisi bahan kimia tersebut dan memicu reaksi ledakan, Seperti
272
hydrogen dan klorin yang menghasilkan ledakan karena terkena cahaya (National
Institute of Health, 2015).
Penyebab dari alasan diletakkannya bahan kimia di lantai yaitu disebabkan
oleh terbatasnya fasilitasnya pendukung yaitu lemari penyimpanan bahan kimia yang
tidak dapat menampung bahan kimia dalam bentuk wadah yang besar. Hal tersebut
dapat diatasi dengan melakukan pemindahan bahan kimia dari wadah besar ke wadah
yang lebih kecil namun tetap melakukan pelabelan yan merujuk dan sesuai dengan
label yang tercantum dengan botol induk. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan
Pemerintah nomor 74 tahun 2001 menyebutkan bahwa setiap tempat penyipanan B3
wajib diberikan simbol dan label yang sesuai. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
melakukan optimalisasi terhadap fasilitas lemari rak penyimpanan bahan kimia yang
sudah disediakan di laboratorium
Untuk dapat menghindari dan mengatasi dari permasalahan yang ditemukan
tersebut maka perlu untuk memberikan pengarahan terhadap ketentuan untuk
melakukan pemindahan pada bahan kimia yang memilki wadah besar ke wadah yang
lebih kecil serta menerapkan adanya aturan untuk tidak meletakkan bahan kimia di
lantai.
273
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada penelitian yang
telah dilakukan pada laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta , maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari 7 laboratorium, hanya ada 1 laboratorium yaitu labortorium PHA yang
memenuhi aspek pelabelan yang sesuai dengan kriteria label yang dikeluarkan oleh
Globally Harmonized System of Classification and Labelling Of Chemical (GHS).
Sedangkan 7 laboratorium lainnya yaitu Farmakogonosi-fitokimia, penelitian II,
Kimia Obat, PDR, PSO, dan HEN hanya mencantumkan terkait nama bahan kimia
pada label
2. Dari 7 laboratorium yang dijadikan sebagai lokasi penelitian, hanya 1 laboratorium
yaitu laboratorium PHA sudah memenuhi aspek kompatibilitas
3. Dari 7 laboratorium yang dijadikan lokasi penelitian diketahui semua laboratorium
tidak memenuhi aspek pengadaan kuantitas bahan kimia yang minimal. Pengadaan
bahan kimia tidak seluruhnya berdasarkan kebutuhan yang tercantum dalam modul.
4. Seluruh laboratorium Fakultas Ilmu Kesahatan yang menjadi tempat penelitian belum
memenuhi aspek perawatan kebersihan laboratorium (maintain good hosukeeping).
Adapun rincian dari masing-masing kriteria yaitu sebagai berikut :
273
274
a. Penyortiran (sort)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui seluruh laboratorium diketahui
telah melakukan pencatatan terhadap frekuensi pemakaian barang (harian,
mingguan) mengenai pemakaian, peminjaman alat dan bahan yang tercantum
dalam buku catatan dan tidak melakukan pencatatan terhadap bahan kimia yang
sudah memasuki tanggal kadaluarsa. Sedangkan 1 laboratorium yaitu PSO belum
melakukan pencatatan terhadap peralatan yang sudah rusak, 4 laboratorium
lainnya belum melakukan pencatatan terhadap barang-barang yang sudah rusak.
b. Menyimpan pada tempatnya (Set In Order)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 2 kriteria set in order, bahwa
seluruh laboratorium telah memenuhi 1 kriteria yaitu mengalokasikan dan
menyimpan barang yang mudah di jangkau. Sedangkan untuk kriteria
mengelompokkan alat atau item berdasarkan penggunaan dan fungsinya pada 1
laboratorium yaitu kimia obat belum memenuhi kriteria tersebut.
c. Kebersihan wadah dan laboratorium (Shine)
Dari hasil penelitian diketahui bahwa seluruh laboratorium telah
memenuhi kriteria yaitu melakukan rutinitas pembersihan pada wadah dan botol
bahan kimia dan pengecekkan terhadap alat dan kabel sebelum dan sesudah
praktikum dilakukan, 3 laboratorium tidak tericium bau busuk maupun bau bahan
kimia yang menyengat, 1 laboratorium yaitu laboratorium kimia obat ditemukan
debu pada lantai laboratorium, 1 laboratorium yang ditemukan adanya air yang
menggenangi lantai ruang penyimpanan bahan kimia, 3 laboratorium lainnya
yaitu laboratorium. Farmakogonosi, laboratorium PSO dan laboratorium HEN
275
belum melakukan kegiatan pembersihan pada area kerja setelah
shift kerja berakhir, 1 laboratorium yaitu PSO belum melakukan
pengecekkan untuk memastikan dan memeriksakan tumpahan secara
rutin dan seluruh ruang praktikum dan ruang penyimpanan bahan
kimia berada dibawah standar pencahayaan yang dikeluarkan oleh
Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 tahun 2016 mengenai nilai
ambang batas pencahayaan di laboratorium yaitu plus minus 500 lux
atau 450-550 lux.
d. Pelibatan Pengguna laboratorium dalam menjaga kebersihan (Sustain)
Berdasarkan hasil penelitian dari 3 kriteria, diketahui pada 2
kriteria terpenuhi oleh seluruh laboratorium yaitu : (1) komunikasi
mengenai prosedur dan tanggung jawab dari setiap pengguna
laboratorium mengenai kebersihan laboratorium seluruhnya telah
memenuhi, dan (2) telah menyelenggarakan pelatihan. Sedangkan
pada kriteria audit seluruh laboratorium belum pernah melakukan
audit baik audit internal maupun audit eksternal.
e. Adanya petunjuk atau prosedur (Standardize)
Dari hasil penelitian diketahui dari 3 kriteria terdapat 1 kriteria
yang telah terpenuhi yaitu adanya pembagian peran dan tanggung
jawab antara laboran dengan pengguna laboratorium untuk menjaga
budaya kebersihan (jadwal piket). Sedangkan pada kriteria tersedia
prosedur baku mengenai penyimpanan bahan kimia di setiap
276
laboratorium dan adanya standar suhu dan kelembaban ruangan belum
terpenuhi.
Dari hasil pengukuran suhu yang telah dilakukan pula
diketahui bahwa, 6 ruang praktikum laboratorium dan ruang
penyimpanan bahan kimia menunjukkan bahwa hasil pengukuran
melebihi standar suhu yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. 05 tahun 2018 yaitu berkisar 23C-26C. Sedangkan
1 laboratorium lainnya yaitu PSO telah memenuhi standar suhu yang
telah ditetapkan.
5. Seluruh laboratorium diketahui, belum memenuhi kriteria pengendalian
stok bahan kimia. seluruh laborarorium tidak memenuhi kriteria yaitu
tidak salah satu aspek ataupun keduanya yaitu terkait tidak melakukan
pengecekan tanggal kadalursa dan melakukan pembuangan pada bahan
kimia yang telah memasuki tanggal kadalursa (FEFO).
6. Seluruh laboratorium telah memenuhi aspek peletakkan bahan kimia. Hal
ini disebabkan oleh tidak ditemukan bahan kimia yang disimpan ataupun
diletakkan dibawah maupun berdekatan dengan westafel.
7. Seluruh lemari yang terdapat di laboratorium yang digunakan sebagai rak
menyimpan bahan kimia tidak sesuai ketinggiannya dengan standar yang
ditetapkan oleh University of Nothingham, (2012).
277
B. Saran
Untuk dapat meningkatkan kesesuaian mengenai prinsip penyimpanan
bahan kimia aman di laboratorium, maka perlu dilakukan adanya tindakan
perbaikan pada seluruh aspek yang dijadikan sebagai acauan dalam
melakukan penilaian prinsip penyimpanan bahan kimia aman yang
dikeluarkan oleh University of Nothingham, (2012) pada laboratorium
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta yaitu :
1. Saran untuk Fakultas Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Mengesahkan standar opersional kerja (SOP) mengenai
keseluruhan prinsip – prinsip penyimpanan bahan kimia
b. Menyelenggarakan review secara berkala mengenai pelaksaanaan
laboratorium.
c. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kesesuaian prosedur
penyimpanan bahan kimia dan standar suhu dan kelembaban yang
telah dibuat dengan penerapannya di laboratorium
d. Penentuan dan pelatihan terhadap sumber daya (laboran) untuk
dapat melakukan audit internal laboratorium
e. Menyediakan gudang penyimpanan bahan kimia yang terpisah
dengan laboratorium. Dimana gudang penyimpanan bahan kimia
tersebut menyimpan bahan kimia dari seluruh laboratorium.
f. Melakukan perencanaan untuk bekerja sama dengan institusi terkait
pengolah limbah B3
278
g. Menyelenggarakan kegiatan perawatan (maintenance) pada seluruh
peralatan dan perlengkapan laboaratorium
h. Menambah jumlah lampu pada ruang praktikum dan ruang
penyimpanan bahan kimia serta mengganti warna cat dinding
menjadi warna putih.
i. Melakukan perbaikan terhadap lantai laboratorium kimia obat
2. Saran untuk Pengelola laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Kepala laboratorium
1) Membantu dalam penyusunan standar Opersional Kerja
(SOP) mengenai keseluruhan aspek prinsip-prinsip
penyimpanan bahan kimia di laboratorium
2) Melaksanakan review secara berkala mengenai
pelaksaanaan laboratorium.
3) Melakukan pengajuan perencanaan terhadap pihak Fakultas
untuk bekerja sama dengan institusi terkait pengolah limbah
B3,
4) Melakukan permintaan terhadap produsen terhadap
komponen label yang sesuai ketika pemesanan bahan
5) Melakukan pembenahan terhadap aturan mengenai
kewajiban pencatatan yang seragam terhadap peralatan,
barang-barang dan bahan kimia yang sudah memasuki
tanggal kadaluarsa
279
6) Penentuan dan pelatihan terhadap sumber daya (laboran)
untuk dapat melakukan audit internal laboratorium
7) Melakukan advokasi dan negoisasi dengan pihak kampus
mengenai pendanaan untuk kegiatan penyelenggaraan audit
laboratorium.
8) Memberikan pengarahan terhadap ketentuan untuk
melakukan pemindahan pada bahan kimia yang memilki
wadah besar ke wadah yang lebih kecil.
b. Laboran
1) Peninjauan terhadap ruangan serta alat-alat yang mungkin
bisa untuk dilakukan penyimpanan secara bersamaan
2) Mencatat alat yang akan dilakukan kegiatan maintenance
(perawatan) terhadap komponen local exhaust dan segera
melakukan kegiatan pembersihan terhadap bahan kimia
yang tumpah serta melakukan pemisahan terhadap ruang
antara ruang penyimpanan dengan ruang praktikum
3) Melakukan pemisahan fisik ataupun jarak terhadap bahan
kimia yang memiliki kelompok bahan kimia yang bukan
kompatibel. Yaitu dengan cara melakukan list inventarisasi
terhadap bahan kimia apa saja yang terdapat di
laboratorium, selanjutnya melakukan pengelompokkan
berdasarkan kelompok bahan kimia yang sesuai matriks
280
kompatibilitas. Dan melakukan pemetaan sesuai dengan
matriks kompatibilitas.
4) Melakukan pemindahan terhadap bahan kimia yang
memiliki wadah besar dan tidak menempatkan di lantai,
5) Memberikan pengarahan terhadap mahasiswa untuk
menyalakan seluruh lampu untuk setiap kegiatan praktikum
berjalan
6) Melakukan pembersihan terhadap area kerja ketika shift
kerja berakhir selama 5 menit sebagai upaya unutk
menciptakan keadaan yang bersih.
7) Melakukan pengecekkan terhadap wadah, alat, serta kabel
peralatan yang menggunakan listrik
8) Melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa dan melakukan
pencatatan ketika botol pertama kali dibuka pada bahan
kimia yang telah memasuki tanggal kadaluarsa
281
DAFTAR PUSTAKA
Adiesendjaja, Yusuf Hilmi. 2004. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium
American Chemical Society. 1993. Task Force on Laboratory Waste Management.
Less is Better. Washington, DC
Askar, Suryah, Pengenalan Beberapa Bahan Kimia Berbahaya dan Cara
Penangananya. Balai Penelitian Ternak : Ciawi Bogor
Association of public health laboratories. 2017. Laboratory Internal Audit Plan
Astari, Rima. 2013. Manajemen Pengelolaan Inventarisas Guna Menunang
Akivitas Perbekalanan Program Pasca Sarjana Uniersitas Negeri Semarang
Balai Pelatihan Kesehatan Batam. 2017. Modul Pelatihan Manajemen Laboratorium
Ball, David. 2013. Implementing 5S in a Laboratory Enviromental
Bharti,nellam dkk. 2019. Understanding GHS Classification, Chemical Labels
and Safety Data Sheets
Budhi, Yogi Wibisono. 2018. Membangun Sistem K3 Laboratorium dan Pengelolaan
Limbah B3.
CRC Laboratory. 2012. Chemical Compatibily Chart
281
282
Danish Veterinary and Food Administration. 2003. Combined Actions and
Interactions of Chemicals in Mixtures The Toxicological Effects of
Exposure to Mixtures of Industrial and Environmental Chemicals
Education Bereau. 2015. Report of the Survey on Laboratory Accident in Secondari
Schols for the 2014/2015 School Year.
Endang. 2003. Pengelolaan Bahan Kimia.
EPA. 2016. Glycol ethers) diakses pada laman
https://www.epa.gov/sites/production/files/2016- 09/documents/glycol-
ethers.pdf pada tanggal 13 Desember 2018
Harjanto. Nur Tri. Dkk. 2011. Manajemen Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun
Sebagai Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta
Perlindungan Lingkungan
Health and Safety Authority. 2018. Safety Data Sheets for Hazardous Chemical :
Information Sheet
HSE 2014. Local Exhaust Ventilation (LEV) Guidance
International Trade Centre. 2012. 5S : Good Houskeeping Techniques For Enhancing
Productivity, Quality and Safety At The Workplace
KBBI. Laboratorium. Diakses dari laman KBBI. We. Id. Pada tanggal 12 Oktober
2012
283
Kementerian Agama Republik Indonesia. 2011. Al-Qur’an dan tafsirnya. Jakarta :
Widya Cahaya
Kementerian Perindustrian Republik Indonesian No. 23 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M/IND/PER/9/2009
Tentang Sistem Harmonisasi Global Klasifikasi Dan Label Pada Bahan Kimia
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 298/Menkes/SK/III/2008
tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium Kesehatan
Lasut. 2006. Implementasi Manajemen Bahan Kimia dan Limbah Laboratorium
Kimia : Studi Kasus di Laboratorium PT. Pupuk Kaltim, Tbk.
Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas
Andalas. 2015. Pedoman Manajemen dan Evaluasi Mutu Laboratroium /
Bengkel / Studio
Lestari, Nurita Apridiana. 2017. Pelatihan Manajemen Laboratorium Untuk
Pengelola Laboratorium IPA Tingkat SMA di Kabupaten Bojonegoro
SNI. 2008. Persyaratan Umum Kompetensi Laboatorium Pengujian dan
Laboratorium Kalibrasi
Liza. Salaswati. 2009. Hubungan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di laboratorium Klinik
Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009
284
Miliporse. MEMD. 2013. Chemical Compatibility, evaluation and Qualification
Services
Muna, Izza Aliyatul. 2016. Optimalisasi Fungsi Laboratorium IPA Melalui
Kegiatan Praktikum Pada Prodi PGMI Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo.
Nabila, Norma. 2011. Pengaruh Pemberian Metanol dan Etnaol Terhadap Tingka
Kerusakan Sel Hepar tikus Wistar
National Institute of Health. 2015. Chemical Safety Guide. US: National Institute of
Health
Nedved, Milles. 1991. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan
Pengendalian Bahaya Besar : Fundamentals of Chemical Safety and
Major Hazard Control
Nur Saadillah Ihdiar. Temporary Storage of Hazardous And Toxical Chemical
Substance Designed At PT. Mermaid Textile Industries Indonesia PT.
Mertex
Nurmianto, Eko. 1991. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Prima :
Surabaya
Nuyen, chinh. 2018. What is the Difference between Lots and Serial Number
Occupational Safety and Health Research Intitute. Reproductive Toxic Chemical at
Work and Efforts to Protect Workers Health : A Literature Review
285
Office of Industrial Relations. 2011. Labelling of Workplace Hazardous Chemical.
Australia : Queensland Goverment Gazette
OSHA. 2013. Hazzard Communication Standard : Labels and Pictograms
OSHA. A Guide to The Globally Harmonized System of Classification and
Labeling of Chemicals (GHS)
OSHA. Chemical Storage Guidelines : Flammable Materials
Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2013 Tentang Cara Penyelenggaraan
Laboratorium Klinik yang Baik.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 Tahun 2016 Tentang Standar Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Biorkrasi Nomor 03
Tahun 2010. Tentang Jabatan Fungsional Pranta Laboratorium
Pendidikan dan Angka Kreditnya
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 187/MEN/1999 Tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999.tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
286
Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun
Pradika, Denis Zulkan. 2011. Pengaruh Paparan Debu Total di Tempat Kerja
Terhdap Fungsi Paru Karyawan di PT. Marunda Graha Mineral Job Site
Laung Tuhup
Putra, Bobby Guntur Adi. 2017. Analisis Intensias Cahaya Pada Area Produksi
Terhadap Keselamatan dan Kenyamanan Kerja Sesuai dengan Standar
Pencahayaan (Studi Kasus di PT. Lendis CIpta Media Jaya)
Safe Work Australia. Labelling of Workplace Hazardous Chemicals. Australia:
Safe Work Australia
Safety Culture. What is 5S : Promoting Workplace Quality and Safety. Diakses dari
https://safetyculture.com/topics/5s-lean/ pada tanggal 15 Juni 2019
Safety Institute Of Australia. 2012. Chemical hazard
Shofwati, Iting dan Prapanca, Yuli. 2009. Hygine Industri. Jakarta Selatan :
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Stephen. K. Hall. 1994. Chemical Safety in The Laboratory. United States America :
CRC Press inc
Subiatoro. Agung W. 2011. Keselamatan dan kesehatan Kerja di Laboratorium
SAINS
287
Sulman, Lalu. dkk. 2016. Pengelolaan Limbah Kimia di Laboratorium Kimia
PMIPA FKIP UNRAM
Summera. 2018. Chemical Management Guide and Training for Manufactures
Tampobolon, Muslim. 2004. Penerapan dan Pendekatan Teori Sistem : Studi
Kasus Universitas HKBP Nomensen.
The University of Texas at El Paso. 2018. Laboratory Safety
United Nation. 2013. Globally Harmonized System Of Classification and Labelling
Of Chemicals (GHS)
United Nations. 2017. Globally Harmonized System of Classification and Labelling
of Chemicals (GHS). Seventh revised edition. New York: United Nations.
Univeristy Nottingham. 2012. Guidance on Safe Storage of Chemicals in
Laboratories
University of Bristol. 2015. Chemical Storage Guidance
Vanderbit Enviromental Health and Safety. Highly Hazardous Chemical and
Chemical Spills : EPA Compliance Fact Sheet
Wahyukaeni, Titi. 2005. Manajemen Laboratorium Kimia Organik FMIPA-
UNNES Semarang (Studi Kasus di FMIPA-UNNES Semarang)
WHO. 2004. Laboratory Biosafety Manual
WHO. Laboratory Quality Management System – Assessment Audit
288
Widuri, Pamela Dewi. 2017. Evaluasi Penerapan Globally Harmonized System
(GHS) sebagai Pengendalian Bahan Kimia Di PT. Pupuk Kalimantan
Timur
289
LAMPIRAN
A. Lampiran 1 Matriks Kompatibilitas Bahan Kimia
B. Lampiran 3 Lembar Observasi Penyimpanan Bahan Kimia Laboratorium
Nama Lab :
Tanggal observasi :
LEMBAR OBSERVASI
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
1. Labelling
a. Penanda
Produk
Terdapat identias bahan kimia :
1. Nama bahan kimia
2. Nomer kode bahan kimia atau nomor batch
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
b. Piktogram
bahaya
Terdapat simbol yang menjelaskan mengenai
bahaya dari bahan kimia.
c. Kata Sinyal Terdapat suatu kata yang menunjukkan bahaya
seperti “Bahaya” dan “Awas”
d. Pernyataan
Bahaya
Terdapat pernyataan untuk tiap kategori dan kelas
bahaya
e. Identifikasi
produsen
Informasi yang berkaitan dengan identitas
produsen seperti :
1. Nama instansi
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
2. Alamat
3. Nomor tlp produsen atau importir
f. Inforrmasi
mengenai
tindakan
pencegahan
(Precuationar
y Measures)
Terdapat informasi yang memuat mengenai kehati-
hatian dan memberikan langkah-langkah secara
singkat dalam meminimalisir dan mencegah efek
samping dari bahaya fisik, kesehatan atau
lingkungan
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
2. Chemical
Compatibillity
Kesesuaian penyimpanan bahan kimia berdasarkan
matriks kompatibilitas bahan kimia
3. Minimise quantities Keseuaian pengadaan bahan kimia berdasarkan
tingkat kebutuhan dengan kriteria :
Kuantititas penggunaan bahan kimia yang
digunakan dalam kegiatan praktikum
Intensitas penggunaannya bahan kimia yang sering
digunakan dalam kegiatan praktikum
4. Maintain good
houskeeping
Menerapkan metode 5S :
a. Sort (Seiri)
- Adanya list kerusakan, tidak terpakai
dan tidak berguna lagi pada :
a. Peralatan
b. Barang-barang
c. Bahan Kimia
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
- Adanya catatan frekuensi pemakaian
barang (harian, mingguan)
b. Set in Order (Seiton)
- Mengalokasikan dan menyimpan
barang yang mudah dijangkau
- Mengelompokkan alat atau item
berdasarkan penggunaan dan fungsinya
c. Shine (Seiso)
- Adanya rutinitas pembersihan pada :
a. wadah
b. botol bahan kimia
- Adanya kegiatan pemastian terhadap
area kerja bersih dan siap digunakan
sebelum dan sesudah praktikum dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Tidak tercium bau busuk di dalam
ruangan laboratorium
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
2. Tidak terdapat sampah di atas meja
praktikum, di lantai ruangan
laboratorium
3. Tidak terdapat debu di meja
praktikum, lemari tempat
penyimpanan bahan kimia, dan
lantai laboratorium
4. Tidak terdapat air tergenang di
lantai maupun di meja praktikum
- Adanya kegiatan pembersihan area
kerja setelah shift berakhir minimal 5
menit
- Adanya rutinitas untuk memastikan dan
memeriksakan tumpahan yang mungkin
terjadi
- Adanya rutinitas unutk memeriksakan
kebocoran dan kerusakan pada :
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
a. Wadah
b. Alat
c. kabel
d. Sustain (Shisutske)
- Adanya komunikasi mengenai prosedur
dan tangung jawab dari setiap
pengguna laboratorium
- Adanya bukti berupa foto kegiatan,
handout ataupun softcopy materi
ataupun kegiatan pelatihan yang
dilakukan
- Adanya bukti berupa hasil audit yang
dilakukan
e. Standardize (Seiketsu)
- Adanya pengingat visual didinding
berupa petunjuk ataupun prosedur
mengenai penyimpanan bahan kimia
yang aman
No. Variabel Kriteria Hasil Pengamatan Keterangan
Sesuai Tidak
sesuai
- Adanya peran dan tanggung jawab
pekerja maupun pengguna laboratoium
untuk menjaga budaya kebersihan
(Jadwal piket)
- Adanya standar temperatur ruangan :
a. Suhu
b. Kelembaban
5. Maintan good stock
control
- Melakukan Pengecekkan tanggal
kadarluarsa
- Menggunakan bahan kimia persediaan
yang dahulu
- Menerapkan masa kadarluarsa bagi
bahan kimia yang sudah memasuki
tanggal expired
- Melakukan pembuangan pada bahan
kimia yang telah memasuki tanggal
expired
6. Do not store chemical
under sinks
Tidak terdapat bahan kimia yang disimpan dibawah
westafel
C. Lampiran 4 Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
Laboratorium : No. Telepon :
Tanggal pengisian : Bidang Pekerjaan :
Nama informan : Status Informan :
Jenis Kelamin : 1. Informan Utama
(Laboran)
2.Informan Pendukung
(Kepala STP)
3. Informan Kunci (Kepala
Laboratorium)
A. Pertanyaan Pelabelan Bahan Kimia (Labelling)
1. Bagaimana sistem pelabelan bahan kimia yang dilakukan pada wadah
bahan kimia yang digunakan sebagai wadah untuk menyimpan bahan
kimia di laboratorium ini?
(Probing : berdasarkan peraturan mengenai komponen label, alasan
terpenuhinya beberapa komponen pada label)
B. Pertanyaan Kompatibilitas (Compatibillity)
1. Bagaimana cara dalam menyimpan bahan kimia di laboratorium ini?
(aspek apa saja yang harus dipenuhi, alasan tidak dilakukannya
penyimpanan berdasarkan kompatibilitas bahan kimia)
C. Pertanyaan Pengadaan Bahan Kimia minimal (Minimise Quantities)
1. Bagaimana sistem pengadaan bahan kimia di laboratorium?
(Probing : berdasarkan tingkat kebutuhan dan kemanfaatanya)
2. Selain berdasarkan tingkat kebutuhan dan kemanfaatan dari bahan kimia
adakah petimbangan lain yang menjadi patokan dalam pengadaan bahan
kimia?
3. Bagaimana alur pengadaan bahan kimia di laboratorium?
4. Bagaimana sistem pengkajian yang dilakukan oleh kepala STP terkait
ataupun Kepala laboratorium Fikes terhadap permintaan pengadaan bahan
kimia yang telah diajukan?
D. Pertanyaan menganai perawataan kebersihan dan kerapihan laboratorium
(Maintain Good Houskeeping)
1. Penyortiran (Sort)
a. Bagaimana sistem pemilihan dan pelistan terkait alat yang tidak
terpakai?
b. Bagaimana sistem pemilihan dan pelistan terkait barang-barang
(botol, kardus, dll yang tidak terpakai?
c. Bagaimana sistem pemilihan dan pelistan bahan kimia yang telah
kadarluarsa, tidak terpakai dan tidak berguna lagi?
d. Bagaimana dan apa yang menjadi alasan dilakukannya dan tidak
dilakukannya penentuan frekuensi pemakaian bahan kimia?
(Probing : harian,mingguan, bulanan)
2. Meletakkan barang sesuai tempatnya (set in order)
a. Bagaimana sistem peyimpanan dan pengalokasian bahan kimia di
laboratoium?
(Probing : memerhatikan keterjangkauan)
b. Bagaimana sistem pengalokasian alat di laboratorium?
(probing : pengelompokkan alat atau item berdasarkan fungsi
penggunaannya)
3. Kebersihan wadah dan laboratorium (shine)
a. Bagaimana sistem pembersihan pada wadah botol kimia?
(Probing : kapan dan siapa yang melakukan hal tersebut)
b. Bagaimana penetapan rutinitas pembersihan pada lingkungan
laboratorium?
c. Bagaimana kegiatan pembersihan area kerja di laboratorium ini?
(Probing : setelah shift kerja berakhir)
d. Bagaimana cara pemastian terhadap peralatan termasuk area kerja
bersih dan siap digunakan sebelum dan sesudah praktikum ?
(Probing : alasan dilakukan dan tidak dilakukan hal tersebut)
e. Bagaimana cara pemeriksaan tumpahan, kebocoran wadah, kerusakan
alat, kabel ?
(Probing : alasan dilakukan dan tidak dilakukan hal tersebut)
4. Pelibatan Pengguna lab dalam menjaga kebersihan dan keamanan
laboratorium (Sustain)
a. Bagaimana cara serta alur penyampaian komunikasi mengenai
prosedur dan tanggung jawab terhadap setiap pengguna laboratorium
mengenai kebersihan laboratorium maupun penyimpanan bahan kimia
?
b. Bagaimana pemahaman pengguna lab mengenai prosedur dan
tanggung jawab terhadap kebersihan laboratorium maupun
penyimpanan bahan kimia?
c. Bagaimana pelaksanaan audit internal maupun eksternal ?
d. Bagaimana pelaksanaan pelatihan yang telah diikuti?
(Probing : jenis pelatihan, waktu pelaksanaan, tempat, materi yang
disampaikan)
5. Prosedur / standar penyimpanan bahan kimia (Standardize)
a. Bagaimana dokumen petunjuk ataupun aturan mengenai penyimpanan
bahan kimia yang telah ada di laboratorium?
b. Bagaiamana standar mengenai suhu dan kelembaban ruangan di
laboratorium?
c. Bagaimana penetapan peran dan tanggung jawab pekerja (laboran)
atau pengguna lab (mahasiswa) untuk menjaga budaya kebersihan?
E. Pertanyaan mengenai Perawatan terhadap Pengendalian Stok Bahan Kimia
(Maintan Good Stock Control)
a. Bagaimana cara melakukan pengecekan tanggal kadaluarsa pada setiap
bahan kimia yang ada di laboratorium ?
(Probing : kapan dan siapa yang melakukan hal tesebut dilakukannya
pengecekkan tanggal kadaluarsa pada bahan kimia?)
b. Bagaimana prosedur mengenai penanganan terhadap bahan kimia
yang telah memasuki tanggal kadarluarsa?
c. Bagaimana sistem penggunaan bahan kimia pada laboratorium ini?
(Probing : penggunaan bahan kimia selalu menggunakan stok
persediaan yang dahulu (FIFO)
d. Bagaimana mekanisme penanganan terhadap bahan kimia yang telah
memasuki tanggal kadarluasa?
(Probing : pembuangan pada bahan kimia yang lebih awal mengalami
expired? (FEFO)
F. Pertanyaan mengenai peletakkan Bahan Kimia (do not store chemical under
sink)
1. Bagaimana aturan mengenai peletakkan bahan kimia?
G. Pertanyaan mengenai penyimpanan yang dapat dijangkau penglihatan
(sensible shelf storage)
1. Bagaimana syarat penyimpanan bahan kimia agar bahan kimia dapat
dijangkau oleh penglihatan?
(Probing : Ketinggian)