IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK FISIKO-KIMIA … · A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN . 1....
Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ASPEK FISIKO-KIMIA … · A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN . 1....
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN
1. Persen Kerusakan
Persen kerusakan menyatakan persentase jumlah buah yang rusak
setiap pengamatan. Semakin lama penyimpanan, jumlah buah yang rusak
meningkat baik pada penyimpanan suhu 15ºC, 22ºC dan suhu ruang (31ºC)
seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Pesentase kerusakan yang terjadi pada
penyimpanan suhu 15ºC (RH 85-90%), lebih rendah daripada penyimpanan
suhu 22ºC (RH 65-66%) dan 31ºC (RH 67-72%). Penyimpanan pada suhu
rendah menyebabkan aktivitas metabolisme menjadi berkurang dan
perubahan kimia berlangsung lambat.
Tabel 3 Persen kerusakan (%) salak Pondoh selama penyimpanan
Perlakuan Masa simpan (hari)
0 5 10 15 20 25 30
T1A 0,00a
0,00a
0,00a
8,33a
10,42a
22,92a 45,83
a
T1B 0,00a 0,00
a 0,00
a 8,33
a 8,33
a 25,00
a 43,75
a
T1C 0,00a 0,00
a 0,00
a 16,67 ab 16,67
a 35,42
a 47,92
a
T1D 0,00a 0,00
a 0,00
a 12,50
a 62,50
a
T2A 0,00
a 0,00
a 8,33
a 37,50 bc 50,00
a
T2B 0,00
a 0,00
a 0,00
a 16,67 ab 47,92
a
T2C 0,00
a 4,17
a 8,33
a 54,17 cd 66,67
a
T2D 0,00
a 0,00
a 31,25
b 75,00
d
T3K 0,00
a 18,75
a 43,75
c 100,00
e
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak berbeda nyata (α=0,05)
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Salak Pondoh perlakuan kontrol pada suhu 31ºC mulai mengalami
kerusakan pada penyimpanan hari ke-5. Jenis kerusakan yang ditemui selama
22
penyimpanan adalah kulit buah ditumbuhi mikroba dan busuk (Gambar 6ab),
perubahan warna coklat dan berair pada daging buah (Gambar 6c), serta kulit
buah kisut dan kering (Gambar 6d). Kerusakan buah salak Pondoh seperti
berjamur, busuk, daging buah menjadi lunak, berair disertai bau menyengat
disebabkan oleh kontaminasi mikrobia, sedangkan kulit buah salak Pondoh
menjadi kisut dan kering disebabkan penurunan kandungan air dan
kelembaban kulit selama penyimpanan. Hal ini didukung dengan semakin
menurunnya nilai kadar air kulit.
Gambar 6 Beberapa gejala kerusakan pada buah Salak Pondoh selama
penyimpanan (a) kulit buah ditumbuhi mikroba (warna hitam dan
kuning) dan busuk, (b) kulit buah ditumbuhi mikroba (warna
putih) dan busuk, (c) daging buah busuk lunak dan berair, (d)
kulit buah kisut dan kering.
Salak Pondoh yang mendapat perlakuan pencelupan dalam ekstrak
lengkuas 5% yang disimpan pada suhu 15ºC dan 22ºC mulai ditumbuhi
mikroorganisme pada hari penyimpanan ke-15 sedangkan perlakuan kontrol
tanpa pencelupan dalam ekstrak lengkuas (0%) dan pencelupan dalam 10%
pada penyimpanan suhu 22ºC mulai ditumbuhi mikroorganisme pada hari
penyimpanan ke-5 dengan nilai persentase kerusakan berturut-turut adalah
4,17% dan 18,75. Hal ini diduga disebabkan adanya kontaminasi mikroba
penyebab kerusakan buah saat melakukan proses pencelupan salak Pondoh
dalam larutan ekstrak lengkuas atau antimikroba yang terdapat pada ekstrak
lengkuas hanya mampu atau efektif menahan mikroorganisme sampai 15 hari
penyimpanan. Munculnya mikroba juga dapat disebabkan oleh kondisi ruang
penyimpanan yang kurang bersih atau steril.
a c d b
23
Menurut Kusumo et al. (1995), jamur yang menyerang buah salak
adalah Ceratocystis paradoxa yang berwarna hitam atau Fusarium sp. yang
berwarna putih sedangkan busuk lunak dan berair oleh patogen Thielaviopsis
sp yang menyebabkan daging buah berwarna coklat ( Murtiningsih et al.,
1996). Gejala busuk buah oleh Fusarium sp. yaitu pada bagian kulit buah
yang luka atau lenti sel mula-mula terbentuk noda kecil warna cokelat, bentuk
bulat dengan batas yang tidak jelas antara bagian yang sakit dan sehat. Noda
ini cepat sekali meluas dan daging buah dibawahnya menjadi busuk. Pada
kulit buah yang busuk dan berwarna cokelat segera terbentuk miselium jamur
warna putih seperti kapas dan yang dapat meliputi seluruh permukaan buah
hanya dalam waktu 6-7 hari (Martoredjo, 2009). Gejala busuk oleh
Ceratocystis paradoxa yaitu pada pangkal buah terjadi gejala kebasahan,
garis hitam pada bagian yang luka atau lecet. Bagian buah ini menjadi hitam
dan meluas seiring dengan perluasan pembusukan. Pertumbuhan jamur yang
berwarna putih sampai abu-abu menimbulkan bau harum karena terbentuknya
etil asetat (Soesanto, 2006).
Persen kerusakan salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC (8,33%) lebih rendah dibandingkan salak
Pondoh yang dicelupkan dalam larutan ekstrak lengkuas 0% (10,42%) dan
10% (16,67%) pada penyimpanan hari ke-20 (Tabel 3). Adanya kandungan
senyawa antimikroba yang terlalu tinggi dalam ekstrak lengkuas 10% dapat
merusak jaringan sel buah, sehingga buah menjadi lebih mudah
terkontaminasi oleh mikrobia dan menjadi cepat busuk.
Sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan pencelupan
dalam ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut
memberikan pengaruh nyata terhadap persen kerusakan salak Pondoh pada
penyimpanan hari ke-10 dan hari ke-15. Uji lanjut Duncan (Tabel 3)
menunjukkan bahwa buah salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Pencelupan buah dalam larutan ekstrak lengkuas 5% mampu menghambat
infeksi mikrobiologis penyebab kebusukan hingga 10 hari lebih lama dari
kontrol (perlakuan kontrol busuk pada hari ke-5). Adanya senyawa fenol
24
dalam ekstrak lengkuas menyebabkan lisis pada sel mikroba sehingga racun
dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebocoran kandungan metabolit
esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, setelah berada di
dalam sel fenol akan merusak sistem kerja sel. Pengemasan berforasi mampu
menghambat proses respirasi dan transpirasi sehingga dapat menekan
perubahan sifat fisiko-kimia yang berujung pada kerusakan atau kebusukan
buah. Penyimpanan pada suhu 15ᵒC dapat mengurangi laju pembusukan buah
dengan cara menghambat pertumbuhan organisme penyebabnya dan
mempertahankan kualitas salak pondoh yang disimpan.
Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu
penyimpanan rendah, namun komoditas segar berangsur-angsur kehilangan
resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organisme perusak. Oleh karena itu
lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami
(kehilangan kualitas), pertumbuhan organisme perubahan dan kepekaan
terhadap cacat suhu dingin (Tranggono dan Sutardi, 1990).
Tabel 4. Umur simpan buah salak Pondoh
Perlakuan Umur simpan (hari)
Mutu A
T1A 19
T1B 21
T1C 13
T1D 14
T2A 10
T2B 13
T2C 10
T2D 8
T3K 3
Umur simpan buah salak Pondoh ditentukan dengan metode
interpolasi dari data persentase kerusakan seperti pada Tabel 3. Batasan
toleransi kerusakan merujuk pada SNI No. 3167 tahun 2009 yakni maksimal
sebesar 10%. Perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15°C (Tabel 4) dapat memperpanjang umur simpan
buah salak Pondoh segar sampai 21 hari (7 hari lebih panjang) daripada
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0%, suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5%, suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10%, suhu 15ºC
T1D = Kontrol, suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0%, suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5%, suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10%, suhu 22ºC T2D = Kontrol, suhu 22ºC
T3K = Kontrol, suhu 31ºC
25
kontrol suhu 15°C. Kombinasi perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas
5%, pengemasan dan penyimpanan pada suhu 15°C dapat memperpanjang
umur simpan buah salak Pondoh 18 hari lebih panjang daripada kontrol MA
(modified atmosphere) pada suhu ruang (31°C) yang hanya mampu bertahan
sampai pada penyimpanan hari ke-3.
Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% selain dapat mencegah
pembusukan oleh mikroba, juga dapat mempertahankan tampilan buah salak
Pondoh. Salak Pondoh terlihat lebih segar, kadar air kulit buah tetap terjaga
sehingga memudahkan dalam proses pengupasan kulit dibandingkan kontrol.
2. Susut Bobot
Tabel 5 Persen susut bobot (%) salak Pondoh selama penyimpanan
Perlakuan Masa simpan (hari)
0 5 10 15 20 25 30
T1A 0,00a
0,15b
0,26a
0,50ab
0,56b
0,83a 1,64
a
T1B 0,00a 0,16
b 0,26
a 0,38
b 0,55
b 0,79
a 1,24
a
T1C 0,00a 0,08
a 0,24
a 0,23
a 0,35
a 0,80
a 1,24
a
T1D 0,00a 6,25
c 9,38
c 10,94
d 12,50
d
T2A 0,00
a 0,43
c 0,79
b 1,57
c 2,30
c
T2B 0,00
a 0,45
c 0,79
b 1,57
c 2,16
c
T2C 0,00
a 0,43
c 0,81
b 1,63
c 2,36
c
T2D 0,00
a 13,33
f 16,67
c 20,93
e
T3K 0,00
a 9,68
e 14,52
d 20,97
e
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti
tidak berbeda nyata (α=0,05)
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Persentase susut bobot buah salak Pondoh mengalami peningkatan
selama penyimpaan (Tabel 5). Semakin tinggi persentase susut bobot salak
26
Pondoh, kehilangan bobot akan semakin tinggi sehingga bobot salak Pondoh
akan berkurang. Susut bobot salak Pondoh yang disimpan pada suhu 31°C
lebih tinggi daripada suhu 22°C dan 15°C. Suhu rendah dapat menekan laju
metabolisme seperti respirasi dan mengurangi laju pembusukan buah dengan
cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebabnya. Selain itu,
suhu rendah juga dapat menghambat laju pemasakan buah.
Kelembaban udara relatif (RH) yang lebih rendah pada suhu 31°C
yaitu 67-72% berperan dalam mempercepat terjadinya transpirasi. Menurut
Ryall dan Lipton (1983) bahwa pada RH tinggi kehilangan air (transpirasi)
pada buah dan sayuran lebih rendah dibanding pada RH rendah pada suhu
yang sama, sehingga faktor kelembaban udara ruangan juga berperan dalam
terjadinya susut bobot.
Salak pondoh yang mendapat perlakuan pencelupan dalam ekstrak
lengkuas 5% memiliki persentase susut bobot terendah dibandingkan kontrol
pada penyimpanan suhu 15°C dan 22°C. Besarnya susut bobot yang terjadi
sebanding dengan proses transpirasi dan respirasi. Respirasi dapat
menyebabkan susut bobot karena terjadi pembakaran gula atau subsrat lain
seperti lemak dan protein yang diubah menjadi gas CO2, uap air, serta energi.
Hasil samping respirasi yang berupa gas hilang menguap (Wills, 1981). Proses
transpirasi merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi tinggi
karena adanya perbedaan tekanan air diluar dan didalam salak Pondoh.
Tekanan air didalam bahan lebih tinggi dibanding diluar bahan sehingga uap
air akan keluar dari bahan. Berkurangnya kandungan air dalam salak Pondoh
menyebabkan bobot salak Pondoh berkurang.
Sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan perlakuan pencelupan dalam
ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan
pengaruh nyata terhadap susut bobot salak Pondoh pada penyimpanan hari ke-
5, hari ke-10, hari ke-15 dan hari ke-20. Uji lanjut Duncan (Lampiran 8)
menunjukkan bahwa buah salak Pondoh dengan perlakuan pencelupan dalam
ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan
pada suhu 15ºC dapat menekan susut bobot hingga 95,6% (susut bobot pada
27
kontrol sebesar 12,5%) pada penyimpanan hari ke-20. Hal ini disebabkan oleh
adanya senyawa fenolik yang larut air pada lengkuas. Ekstrak aqueos
lengkuas, diperkirakan mengandung senyawa fenolik seperti asam fenolat,
turunan dehidrosinamat, dan flavonoid (Duke, 1994 didalam Rahayu, 1999).
Pengemasan perforasi dapat mempercepat pertukaran udara didalam kemasan
dan berfungsi sebagai barir terhadap CO2, O2 dan air. Kontrol tanpa
pengemasan dan pencelupan dalam ekstrak lengkuas dapat mempercepat
respirasi buah dan hilangnya air dalam buah. Penguapan buah akan dipercepat
sehingga air yang ditampung di dalam sel atau ruang antar-sel meningkat,
akibatnya air akan dilepas ke udara dan sel akan kehilangan air. Hal ini akan
meningkatkan kelembaban lingkungan simpan dan akan memacu infeksi oleh
mikroorganisme.
Persen susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar
20,93% dan terendah pada perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5%
sebesar 1,57% pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 22ºC), sedangkan pada
penyimpanan hari ke-30 (suhu 15ºC) persen susut bobot tertinggi juga terdapat
pada perlakuan ekstrak lengkuas 0% (T1A) sebesar 1,64% dan terendah pada
perlakuan ekstrak lengkuas 5% sebesar 1,24%.
Menurut Pantastico et al. (1986), produk hortikultura (sayuran dan
buah-buahan) dianggap tidak layak dipasarkan bila mengalami susut bobot
sekitar 5-10%. Salak Pondoh masih layak dipasarkan sampai 30 hari untuk
perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas dan penyimpanan pada suhu
rendah (15°C dan 22°C ) karena susut bobot salak Pondoh masih kurang dari
5%.
3. Kekerasan
Grafik (Gambar 7) menunjukkan nilai kekerasan yang terbaca pada
alat. Nilai kekerasan ini menunjukkan sejauh mana (jarak) probe cone (jarum
penetro) menembus bahan. Semakin dalam jarum penetro menembus bahan
maka nilai kekerasan yang terbaca akan semakin tinggi yang berarti buah
salak Pondoh semakin lunak.
28
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 7 Grafik Perubahan kekerasan kulit (a) dan kekerasan daging buah
(b) Salak Pondoh Selama Penyimpanan.
Nilai kekerasan kulit buah salak Pondoh berkisar antara 0,3 – 3,11
mm/150 gram/10 detik, sedangkan nilai kekerasan daging buah berkisar antara
7,7 – 12,1 mm/150 gram/10 detik.
(a)
(b)
29
Salak Pondoh perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22°C
memiliki nilai kekerasan daging buah tertinggi setelah disimpan selama 15
hari, yaitu 12,1 mm/150g/10 det dan nilai kekerasan terendah, yaitu pada
perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC sebesar 8,9
mm/150g/10 det. Selama pematangan, terjadi degrasasi pektin yang tidak larut
air (protopektin) dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air
mengakibatkan terjadinya penurunan kekerasan pada buah salak pondoh
selama penyimpanan.
Salak Pondoh dengan perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC memiliki nilai kekerasan kulit tertinggi pada
penyimpanan hari ke-15 hari, yaitu 2,05 mm/150g/10 det dan nilai kekerasan
terendah, yaitu pada perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22°C
sebesar 0,31 mm/150g/10 det (Gambar 7). Penurunan kandungan air di dalam
kulit buah menyebabkan kekerasan kulit buah selama penyimpanan semakin
meningkat, sehingga kulit menjadi lebih keras. Selain itu juga disebabkan laju
penguapan air pada kulit lebih besar dibandingkan pada daging buah.
Hasil pengamatan secara visual terhadap kekerasan juga menunjukkan
terjadinya penurunan skor penilaian yang berarti terjadi penurunan kekerasan
buah (buah semakin lunak) selama penyimpanan. Kekerasan buah tertinggi
penyimpanan hari ke-15 adalah perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC dengan nilai rata-rata sebesar 6,48 dan terendah
yang berarti buah telah menjadi lunak adalah perlakuan kontrol dan
penyimpanan pada suhu 22ºC dengan nilai rata-rata sebesar 3,54 (Lampiran
15).
Sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan perlakuan pencelupan dalam
ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan
pengaruh nyata terhadap kekerasan kulit salak Pondoh pada penyimpanan hari
ke-5, hari ke-10 dan hari ke-15 sedangkan kekerasan daging buah salak
Pondoh pada penyimpanan hari ke-15. Uji lanjut Duncan (Lampiran 9)
menunjukkan buah salak Pondoh dengan perlakuan pencelupan dalam ekstrak
lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas dapat memperkecil
30
kerusakan mikrobiologis sehingga dapat menekan proses metabolisme yang
menyebabkan perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air
berkurang, sehingga kekerasan buah salak pondoh akan bertahan.
Terhambatnya proses transpirasi akibat pengemasan salak Pondoh dalam
kantong plastik berlubang efektif mengurangi kehilangan air pada kulit buah
salak Pondoh sehingga kekerasan kulit buah lebih terjaga dan lebih tinggi
daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico (1986), bahwa
pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam
bahan. Selain itu kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses
respirasi atau metabolisme.
Degradasi komponen-komponen dinding sel seperti sellulosa,
hemiselulosa, protopektin dan pektin menyebabkan penurunan kekerasan.
Pada saat buah berubah dari mentah menjadi matang terjadi degradasi
senyawa pektin dan hemiselulosa yang menyebabkan buah matang lebih lunak
dibandingkan buah mentah. Selama pemasakan, pektin yang tidak larut air
berkurang dari 0,5% menjadi 0,2% berat basah dari pektin yang larut air
meningkat, kandungan selulosa dan hemiselulosa menurun (Bennet et al,
1987; Quazi dan Freebairn, 1970), namun degradasi berlebihan akan
menyebabkan tekstur buah menjadi lembek, yang mengindikasikan buah
tersebut sudah mengarah pada kerusakan.
Menurut Bourne (1976), pelunakan disebabkan pektin berkurang dan
kehilangan kekuatannya yang disebabkan terjadinya depolimerisasi. Menurut
Eskin et al. (1971), pada proses pelunakan terjadi perubahan protopektin
menurut reaksi sebagai berikut: Protopektin pektin asam pektinat
asam pektat α-D asam galakturonat. Perubahan zat pektin ini
menyebabkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat
sel satu dengan yang lain (Pantastico, 1986).
4. Warna
Warna merupakan salah satu faktor penting dalam menilai kualitas
buah salak Pondoh. Sistem notasi warna dinyatakan dengan menggunakan
sistem Hunter, yang dicirikan dengan 3 parameter yaitu L*, a* dan b*. Nilai L
31
menyatakan kecerahan yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) dan 100 (putih).
Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah dan hijau. Nilai b*
menyatakan warna kromatik campuran kuning biru.
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 8 Grafik Perubahan tingkat kecerahan kulit (a) dan daging buah (b)
salak Pondoh selama penyimpanan.
Grafik (Gambar 8) menunjukkan peningkatan nilai kecerahan kulit
buah dan penurunan nilai kecerahan daging buah. Nilai L kulit salak Pondoh
berkisar antara 31,94 – 41,84 dan nilai L daging buah berkisar antara 78,54 –
(a)
(b)
32
81,58. Peningkatan nilai kecerahan kulit buah terbesar pada hari ke-30, yaitu
pada buah salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan
pada suhu 15ºC dan penurunan nilai kecerahan daging buah terbesar, yaitu
pada buah salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan
pada suhu 15ºC.
Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
mempunyai nilai kecerahan kulit sebesar 37,13 dan nilai kecerahan daging
buah 80,46 pada penyimpanan hari ke-20. Nilai kecerahan ini lebih rendah
dibandingkan perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC sebesar
31,89 untuk kecerahan kulit dan sebesar 78,54 untuk kecerahan daging buah.
Nilai kecerahan kulit dan daging buah yang rendah pada perlakuan kontrol
dan penyimpanan pada suhu 15ºC disebabkan pada kulit buah terdapat spot
hitam yang menandakan buah busuk atau rusak. Spot ini menyebabkan daging
buah berwarna kecoklatan. Berkaitan dengan pencoklatan yang terjadi pada
daging buah setelah dikupas,Tranggono dan Sutardi (1989) menyatakan
bahwa kondisi pencoklatan yang terjadi disebabkan enzim polifenol oksidase
atau fenolase. Enzim Polyphenol Oxidase (PPO) yang terkandung dalam buah
akan keluar dan berkontak dengan oksigen dari udara sehingga reaksi
pencoklatan terjadi. Enzim Polyphenol Oxidase dengan bantuan oksigen akan
mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya
diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk
warna coklat. (Deman, 1989).
Chroma menunjukkan intensitas suatu warna. Semakin tinggi nilai
chroma maka warna akan semakin kuat dikarenakan intensitas meningkat,
begitu juga sebaliknya, sedangkan oHue didefinisikan sebagai warna yang
terlihat pada objek atau bahan seperti : warna merah, hijau, kuning, biru dan
warna lainnya (www.tintometer.com). Nilai chroma kulit berkisar antara 14,3-
29,62 dan daging buah berkisar antara 23,66 - 28,10. Nilai oHue kulit dan
daging buah berturut-turut berkisar antara 52,13 – 66,04 dan 97,63-100,37.
Gambar 9 menunjukkan perubahan warna kulit dan daging buah salak
Pondoh selama penyimpanan. Perubahan warna terjadi setelah penyimpanan
hari ke-10. Warna kulit salak mengalami perubahan dari warna lebih gelap
33
menjadi agak cerah (jingga-kekuningan) namun perlakuan kontrol dan
penyimpanan pada suhu 15ºC tetap berwarna kelabu atau lebih gelap
dibandingkan warna kulit salak perlakuan lainnya. Daging buah salak
mengalami perubahan warna kuning pucat menjadi kelabu. Adanya
pertumbuhan mikroorganisme atau pembusukan dan memar pada daging buah
menyebabkan warna menjadi kelabu atau kecoklatan.
Gambar 9 Perubahan warna kulit (a) dan warna daging buah (b) salak Pondoh
selama penyimpanan.
Perlakuan Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC memiliki
nilai chroma dan ᵒHue kulit terbesar pada penyimpanan hari ke-10 berturut-
turut yaitu sebesar 25,79 dan 63,34, dan terendah adalah perlakuan Kontrol
dan penyimpanan pada suhu 15ºC berturut-turut sebesar 16,45 dan 33,39.
Hari ke-0 Hari ke-10 Hari ke-20 Hari ke-30
(a)
Hari Ke-30 Hari Ke-20 Hari Ke-0 Hari Ke-10
Keterangan :
Ekstrak Lengkuas 5% (Suhu 22ᵒC) Kontrol (Suhu 31ᵒC) Ekstrak Lengkuas 5% (Suhu 15ᵒC) Kontrol (Suhu 15ᵒC)
Kontrol (Suhu 22ᵒC)
(b)
34
Nilai Chroma dan °Hue perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
lebih tinggi daripada perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC. Hal
ini menunjukkan bahwa warna kulit salak pondoh yang disimpan pada suhu
22ºC lebih gelap daripada salak pada penyimpanan suhu 15ºC. Perubahan
warna kulit menjadi lebih gelap disebabkan kandungan pigmen anthocianin
yang tinggi. Pigmen anthocianin (flavonoid) menyebabkan warna buah
menjadi merah, ungu dan biru. Menurut Winarno (2002a), apabila konsentrasi
anthocianin sangat tinggi maka warna menjadi ungu pekat atau malahan
menjadi hitam. Warna yang disebabkan oleh adanya anthocianin dipengaruhi
oleh konsentrasi anthocianin dalam buah, pH dari media atau adanya pigmen
lain.
Selama penyimpanan, warna kulit salak Pondoh mengalami perubahan
dari lebih gelap menjadi agak cerah (jingga-kekuningan). Perubahan ini
disebabkan adanya pigmen karotenoid. Pada dasarnya ada dua jenis
karotenoid yaitu β-karoten dan xantofil. β-karoten menyebabkan buah
berwarna merah sedangkan xantofil menyebabkan buah berwarna kuning.
Selama proses pematangan, jumlah xantofil akan menurun dan jumlah β-
karoten akan meningkat (Winarno, 2002a). Karotenoid merupakan senyawa
stabil dan tetap ada dalam jaringan bahkan saat senesenpun terjadi.Warna
daging buah salak pondoh mengalami perubahan menjadi kelabu atau
kecoklatan selama penyimpanan. Proses pencoklatan mula-mula terjadi pada
bagian pangkal yang memar atau rusak saat pengupasan kulit, sehingga
merangsang pencoklatan menyebar ke bagian lain. Pada daerah ini jaringan
permukaan daging tidak kompak seperti bagian lain atau bahkan sel-selnya
terbuka. Noda coklat juga mudah terjadi di daerah dimana terdapat luka atau
memar, yang mungkin terjadi selama proses penyiapan. Pengupasan kulit
salak pondoh juga memperluas kontak buah dengan oksigen udara, sehingga
aktifitas enzim fenolase makin tinggi. Warna coklat timbul karena terjadinya
reaksi pencoklatan enzimatis akibat terjadinya oksidasi. Buah salak
mengandung senyawa poliphenol dalam bentuk tanin. Menurut Winarno
(2002b), reaksi pencoklatan terjadi akibat oksigen dapat berhubungan
langsung dengan poliphenol dengan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase
35
membentuk senyawa melanin berwarna coklat. Oksigen dapat berhubungan
dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat luka.
5. Kadar air
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 10 Grafik Perubahan kadar air kulit (a) dan kadar air daging buah (b)
Salak Pondoh Selama Penyimpanan.
(a)
(b)
36
Kadar air daging buah salak Pondoh selama penyimpanan
menunjukkan peningkatan sedangkan kadar air kulit cenderung tetap. Grafik
(Gambar 10) menunjukkan salak Pondoh kontrol pada penyimpanan suhu
22ᵒC mengalami penurunan kadar air kulit tertinggi sebesar 79,94% (dari
69,93% menjadi 14,59%) setelah penyimpanan selama 20. Hal ini
mengakibatkan kulit buah salak Pondoh menjadi kering, sangat sulit dikupas
dan tidak layak konsumsi. Transpirasi menyebabkan penurunan kadar air kulit.
Peningkatan kadar air kulit salak Pondoh tertinggi yaitu dengan
perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu
15ᵒC sebesar 9,29% (dari 69,93% menjadi 77,09%) setelah disimpan selama
30 hari dan terendah yaitu perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 10%
dan penyimpanan pada suhu 15ᵒC sebesar 5,35% (dari 69,93 menjadi
73,88%). Pencelupan salak Pondoh ke dalam ekstrak lengkuas 5% dapat
mempertahankan kelembaban kulit. Sehingga meskipun buah disimpan pada
suhu tinggi dengan RH yang rendah, kadar air kulit masih terjaga.
Kadar air daging buah salak Pondoh perlakuan kontrol dan
penyimpanan pada suhu 22ºC mengalami peningkatan sebesar 2,67% (dari
78,14 % menjadi 80,28%) setelah penyimpanan 5 hari dan mengalami
penurunan sebesar 2,76% (dari 78,86% menjadi 76,68%) setelah penyimpanan
15 hari. Kadar air daging buah salak Pondoh tertinggi yaitu perlakuan ekstrak
lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC sebesar 4,65% setelah
disimpan selama 25 hari. Peningkatan kadar air disebabkan oleh kegiatan
respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O lebih dominan dibandingkan
dengan kegiatan transpirasi. Akibatnya air yang dihasilkan dari proses
respirasi tersebut terakumulasi di dalam kemasan. Penyimpanan dalam
kemasan plastik mempertahankan kelembaban dan mencegah proses
transpirasi (Zagory dan Kader, 1988).
Sidik ragam (Lampiran 10), konsentrasi ekstrak lengkuas, suhu dan
interaksi antara kedua faktor tersebut menunjukkan adanya pengaruh nyata
terhadap perubahan kadar air kulit pada hari ke-5, ke-10, ke-25 dan ke-30,
serta terhadap kadar air daging pada hari ke-10 dan hari ke-15. Uji lanjut
37
duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak lengkuas 5%
dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu
15ᵒC dapat menekan aktivitas metabolisme buah salak Pondoh seperti
respirasi dan tanspirasi, selain itu juga dapat menghambat proses pembusukan
oleh mikroorganisme sehingga menekan kehilangan kadar air pada buah.
Transpirasi menyebabkan buah kehilangan air sehingga berpengaruh terhadap
kesegaran dan kerenyahan buah. Semakin kecil transpirasi maka buah akan
terlihat semakin segar dan sebaliknya. Pada suhu tinggi dan RH rendah uap air
akan bergerak dari konsertasi tinggi ke konsentrasi rendah. Perbedaaan
kandungan air di dalam buah dan di lingkungan atau atmosfer penyimpanan
menyebabkan uap air akan bergerak keluar dari jaringan ke atmosfer. Semakin
kering udara dalam ruang penyimpanan semakin cepat kehilangan air dari
buah yang disimpan.
Kadar air kulit berhubungan dengan kesegaran buah salak Pondoh.
Berdasarkan analisa visual (Lampiran 15), kesegaran buah salak Pondoh
mengalami penurunan selama penyimpanan. Perlakuan ekstrak lengkuas 5%
dan penyimpanan pada suhu 15ºC lebih segar dibandingkan kontrol pada
penyimpanan suhu 22ºC dan 31ºC. Menurut Martoredjo (2009), suhu tinggi
dapat menyebabkan terjadinya penguapan yang lebih cepat sehingga hasil
tanaman menjadi cepat layu, berkerut-kerut dan mengering atau kesegaran
buah berkurang. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas dan pengemasan dapat
menjaga kelembaban kulit buah salak Pondoh dan dapat mencegah kehilangan
air atau transpirasi.
6. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut menunjukkan total gula yang terdapat pada salak
Pondoh. Selama penyimpanan, untuk buah klimaterik terjadi peningkatan
kadar gula, tetapi untuk buah non-klimaterik seperti salak Pondoh, perubahan
kadar gula cenderung tetap atau perubahan yang terjadi cukup kecil.
Gambar 11 menunjukkan total padatan terlarut salak Pondoh perlakuan
ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC mulai mengalami
38
peningkatan pada penyimpanan hari ke-5 dan mengalami penurunan pada hari
ke-10. Peningkatan total padatan terlarut dalam buah terjadi karena
pemecahan komponen-komponen yang komplek seperti polimer karbohidrat
khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa (Paramawati 1998).
Senyawa-senyawa sederhana ini mudah larut dalam air. Penurunan total
padatan terlarut dapat disebabkan oleh penggunaan gula-gula sederhana
sebagai substrat pada proses respirasi.
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 11 Grafik Perubahan total padatan terlarut salak Pondoh.
Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan faktor konsentrasi
ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata
terhadap perubahan total padatan terlarut selain hari ke-20. Uji lanjut duncan
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Pencelupan dalam ekstrak lengkuas dan pengemasan dapat memperlambat
39
proses respirasi sehingga gula yang digunakan sebagai subsrat saat respirasi
berkurang.
Total padatan terlarut salak Pondoh terbesar pada hari ke-15 yaitu
perlakuan Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC sebesar 20,01 obrix dan
yang terendah pada perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada
suhu 22ºC sebesar 16,20 o
brix. Perlakuan ini tetap menunjukkan nilai total
padatan terlarut terendah sampai penyimpanan hari ke-30 sebesar 16,40 obrix.
Hasil pengamatan di atas didukung oleh pernyataan Pantastico (1975) bahwa
selama buah-buahan masih melakukan respirasi akan melalui tiga fase yaitu
pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana yang berakibat kadar gula
meningkat dan dilanjutkan dengan oksidasi gula sederhana menjadi asam
piruvat dan asam organik lainnya dan konsekuensinya kadar gulanya turun,
selanjutnya berlangsung transformasi piruvat dan asam organik secara aerobik
menjadi CO2, H2O dan energi dan pada akhirnya asam-asam organikpun turun
secara nyata. Tranggono dan Sutardi (1989) menyatakan bahwa selama
periode pematangan kandungan gula mengalami peningkatan, kemudian akan
mengalami penurunan kembali pada saat penuaan.
7. Total Asam
Grafik (Gambar 12) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan total
asam salak Pondoh, namum peningkatannya cukup kecil. Nilai total asam
salak Pondoh berkisar antara 0,16 sampai 0,41%.
Hasil sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan faktor konsentrasi
ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata
terhadap perubahan total asam salak Pondoh selain hari ke-5 dan hari ke-30.
Uji lanjut duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak
lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan pencelupan dalam ekstrak
lengkuas mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga asam yang
terbentuk semakin rendah.
Buah klimaterik mengalami peningkatan kadar gula dan penurunan
keasaman selama penyimpanan, tetapi untuk buah nonklimaterik seperti salak
40
Pondoh perubahan keasaman yang terjadi cukup kecil (Gambar 10). Hal ini
seperti yang diutarakan Tranggono dan Sutardi (1989), pada kebanyakan
buah-buahan dan sayuran, asam organik mengalami perubahan metabolik
yang konstan. Keasaman total banyak buah-buahan menurun selama
pematangan meskipun ada beberapa asam tertentu yang kadarnya meningkat.
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 12 Grafik Perubahan total asam salak Pondoh selama penyimpanan.
Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
menunjukkan nilai total asam terendah, yaitu sebesar 0,26% dan yang tertinggi
pada perlakuan ekstrak lengkuas 0% dan 10% pada penyimpanan suhu 15ºC
yaitu sebesar 0,28%. Hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana yang
selanjutnya dikonversi menjadi asam-asam organik menyebabkan kenaikan
total asam pada salak Pondoh. Asam organik yang terbentuk dapat pula
berasal dari degradasi protein dan gula pada saat proses respirasi berlangsung.
Adanya mikroba juga berperan dalam kenaikan total asam pada salak Pondoh,
41
karena mikroba dapat menghasilkan asam selama masih melakukan aktivitas
metaboliknya.
8. Vitamin C
Grafik (Gambar 13) menunjukkan penurunan kandungan vitamin C
selama penyimpanan. Kandungan vitamin C salak Pondoh berkisar antara
28,88 – 64,31 mg per 100 gram bahan. Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC menunjukkan kandungan vitamin C sebesar
30,38 mg per 100 gram bahan pada hari ke-30 sedangkan perlakuan ekstrak
lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC menunjukkan kandungan
vitamin C terendah, yaitu sebesar 28,88 mg.
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 13 Grafik Perubahan vitamin C salak Pondoh selama penyimpanan.
Hasil sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan faktor konsentrasi
ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata
42
terhadap perubahan vitamin C salak Pondoh pada hari ke-10, hari ke-15 dan
hari ke-25. Uji lanjut duncan (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan
ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan pencelupan dalam ekstrak
lengkuas mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga masuknya
oksigen ke dalam buah dapat dihambat. Pengemasan berforasi dapat
mempercepat pertukaran udara yang menyebabkan tidak menimbulkan panas
dalam kemasan sehingga memperlambat proses oksidasi penyebab terjadinya
kerusakan vitamin C.
Vitamin C buah salak Pondoh meningkat pada hari ke-5 dan menurun
setelah hari penyimpanan ke-10. Hal ini disebabkan pada awal penyimpanan,
laju respirasi berjalan semakin cepat lalu berjalan lambat seiring masa
penyimpanan. Laju respirasi yang menurun menyebabkan hidrolisis pati
menjadi sukrosa menjadi lambat sehingga proses glikolisis dimana terjadi
perubahan glukosa menjadi glukosa-6-phospat menjadi berjalan lambat,
akibatnya glukosa-6-phospat yang dihasilkan berjumlah sedikit. Glukosa-6-
phospat merupakan subsrat di dalam pembentukan asam askorbat, dengan
demikian asam askorbat yang dihasilkan akan berjumlah sedikit.
Penurunan kandungan vitamin C setelah hari ke-10 disebabkan salak
Pondoh perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC mulai mengalami
kerusakan pada hari ke-5 dan telah ditumbuhi oleh mikroba. Pembusukan
menyebabkan oksigen yang masuk ke buah lebih besar. Adanya oksigen dan
busuk atau rusaknya salak Pondoh menyebabkan terjadinya oksidasi sehingga
vitamin C terdegradasi menjadi asam dehidro-askorbat. Terdegradasinya
vitamin C ini menyebabkan penurunan kandungannya dalam buah. Penyebab
lain penurunan kandungan vitamin C ini adalah aktivitas enzim asam askorbat
oksidase (Tranggono dan Sutardi, 1989), suhu tinggi, kerusakan mekanis, dan
memar. Enzim oksidatif menjadi aktif bila terjadi perubahan organisasi sel
akibat kerusakan mekanis dan pembusukan atau kelayuan. Bila tidak ada
enzim, oksidasi vitamin C tetap belangsung tetapi kecepatannya berkurang
(Gaman dan Sherrington, 1992). Kandungan vitamin C akan menurun selama
43
penyimpanan dan apabila buah mengalami perubahan warna menjadi coklat
menunjukkan adanya kerusakan vitamin C.
Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan hampir
terdapat pada semua sayuran dan buah-buahan (Winarno 1992). Vitamin C
adalah jenis vitamin yang paling mudah rusak, mudah teroksidasi dan
dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta katalis tembaga dan
besi (Winarno, 1997). Oksidasi ini akan terhambat bila vitamin C dibiarkan
dalam keadaan asam, atau disimpan pada suhu rendah.
B. ASPEK FISIOLOGIS
1. Pendugaan nilai RQ buah salak
Kandungan oksigen dan karbon dioksida diukur setiap pengamatan dan
dinyatakan dalam persen kandungan oksigen dan karbon dioksida. Nilai
oksigen dan karbon dioksida yang terbaca pada alat oxybaby mencerminkan
kondisi lingkungan di dalam kemasan akibat proses respirasi komoditi.
Kandungan oksigen di dalam kemasan berkisar antara 11% - 16% dan
kandungan karbon dioksida berkisar antara 0,85% - 6%. Penurunan kandungan
oksigen dalam kemasan 5-10% dari kondisi atmosfer (21%) akan menurunkan
laju respirasi buah yang akhirnya mencegah pembusukan karena
mikroorganisme. Penurunan laju respirasi buah menyebabkan melambatnya
proses perombakan karbohidrat menjadi gula sederhana yang selanjutnya
dikonversi menjadi CO2, H2O dan energi. Hal ini akan menyebabkan
berkurangnya subsrat bagi mikroorganisme untuk melakukan metabolismenya.
Peningkatan kandungan karbon dioksida dalam kemasan lebih dari 1% dapat
mencegah penurunan mutu, pemasakan buah, dan kerusakan karena
mikroorganisme.
Pada awal penyimpanan (hari ke-0) kandungan oksigen yang terukur
pada alat lebih rendah (14-16%) daripada kandungan oksigen di lingkungan
atmosfer (21%) sedangkan kandungan karbon dioksida lebih tinggi (5-6%)
daripada kandungan karbondioksida di atmosfer (0,03%). Hal ini disebabkan
pengukuran dilakukan 1 jam setelah kemasan di kelim (seal), oleh karenanya
telah terjadi perubahan komposisi gas dalam kemasan. Pengaruh utama MAP
44
(Modified Atmosphere Packaging) adalah menurunkan kecepatan respirasi
dengan mengurangi kecepatan penggunaan subsrat, sehingga metabolisme
diperlambat (Zagory dan Kader, 1988). MAP juga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dan perubahan enzimatis pada buah dengan
merubah komposisi gas dalam kemasan sehingga akan menciptakan kondisi
keseimbangan antara oksigen dan karbonsioksida.
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
Gambar 14 Grafik kandungan O2 (a) dan kandungan CO2 (b) dalam kemasan
MAP selama 7 hari penyimpanan.
(a)
(b)
45
Komposisi karbon dioksida yang lebih tinggi dibandingkan oksigen
pada udara dalam kondisi atmosfir termodifikasi secara pasif terjadi dalam
kemasan setelah dikelim sebagai hasil respirasi. Kecukupan oksigen dalam
kemasan dapat mencegah kondisi anoksik (kekurangan oksigen) dan respirasi
secara anaerobik. Karbon dioksida akan tersebar merata dalam kemasan.
Pengukuran oksigen dan karbon dioksida dilakukan untuk mengevaluasi
sifat proses respirasi. Respirasi quoteint (RQ), merupakan rasio dari volume
karbon dioksida yang diproduksi oleh buah dengan volume oksigen yang
digunakan selama kurun waktu respirasi yang sama. RQ berguna untuk
mendeduksi sifat subsrat yang digunakan dalam respirasi, sejauh mana reaksi
respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses itu bersifat aerobik atau
anaerobik.
Tabel 6. Pendugaan Nilai kuosien respirasi (RQ) selama penyimpanan
Perlakuan Masa simpan (hari)
0 1 2 3 4 5 6 7
T1A 1,04 1,09 1,14 1,09 1,07 0,62 0,77 0,57
T1B 1,04 1,00 0,91 1,01 1,12 0,39 0,74 0,73
T1C 1,12 1,06 1,13 0,97 1,06 0,63 0,79 0,54
T2A 1,21 1,11 0,97 1,03 1,16 0,78 0,2 0,74
T2B 1,08 1,04 0,82 0,98 1,00 0,57 0,39 0,76
T2C 1,11 1,11 1,09 0,98 0,96 0,74 0,64 0,67
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
Nilai RQ pada awal penyimpanan berkisar antara 1-1,08 seperti
ditunjukkan pada Tabel 6. Hal ini menunjukkan bahwa subsrat yang digunakan
(dioksidasi) pada proses respirasi adalah gula. Nilai RQ lebih dari satu (1,1-
1,14) menunjukkan bahwa subsrat yang digunakan dalam respirasi adalah
asam-asam organik yang mengandung oksigen. Respirasi berjalan secara
aerobik. Nilai RQ berkisar antara 0,8-0,9 berarti subsrat yang digunakan untuk
respirasi adalah protein. Kandungan oksigen dan karbon dioksida dalam
46
kemasan mengalami penurunan pada penyimpanan hari ke-5 dan kemudian
meningkat (Gambar 14). Nilai RQ pada hari ke-5 berkisar antara 0,39-0,78
yang berarti kemungkinan subsrat yang digunakan adalah lemak.
Menurut Phan et al., (1986), RQ kurang dari satu disebabkan oleh
beberapa kemungkinan : (a) subsratnya mempunyai perbandingan oksigen
terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa; (b) oksidasi belum tuntas;
(c) CO2 yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis. Adanya
penimbunan karbondioksida menyebabkan penurunan nilai RQ yang
menunjukkan perbandingan antara volume karbondioksida yang diproduksi
dengan volume oksigen yang diserap.
2. Kandungan O2 dan CO2 selama penyimpanan
Peningkatan kandungan oksigen terjadi pada awal penyimpanan dan
kemudian mengalami penurunan pada akhir penyimpanan sedangkan
peningkatan kandungan karbon dioksida terjadi setelah penyimpanan hari ke-
10 (Gambar 15).
Kandungan oksigen dalam kemasan salak Pondoh yang disimpan pada
suhu 15ᵒC pada ketiga perlakuan memiliki perubahan yang lebih tinggi (8,25%
- 20,75%) dibandingkan buah salak yang disimpan pada suhu 22ᵒC (12,30% -
17,13%), namun mengalami perubahan kandungan karbon dioksida yang lebih
rendah (2,4 - 5,98%) dibandingkan penyimpanan pada suhu 22ᵒC (5 - 11,08%).
Penurunan kandungan oksigen dalam kemasan disebabkan buah mengalami
perubahan dari proses pertumbuhan menjadi “senescene” (Winarno, 2002a).
Kandungan oksigen yang rendah dapat mempengaruhi laju respirasi dan
oksidasi subsrat menurun.
Nilai kandungan karbon dioksida meningkat selama penyimpanan dan
tertinggi pada hari ke-20 yaitu pada perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC sebesar 11,08%. Hal ini diduga pada
penyimpanan hari ke-20 suhu penyimpanan belum optimal menghambat
respirasi buah sehingga buah masih sangat aktif melakukan respirasi
menghasilkan karbon dioksida. Pada hari ke-25 kandungan karbon dioksida
menurun, hal ini menandakan bahwa pada hari tersebut kondisi penyimpanan
47
mempengaruhi respirasi komoditi yang dikemas. Penyimpanan dingin
menyebabkan respirasi buah menjadi lambat sehingga kandungan karbon
dioksida menurun dan keberadaan perforasi pada kemasan turut membantu
sirkulasi udara di dalam kemasan.
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
Gambar 15 Grafik Kandungan O2 (a) dan kandungan CO2 buah salak Pondoh
selama 30 hari penyimpanan.
Sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan perlakuan pencelupan dalam
ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan
pengaruh nyata terhadap kandungan oksigen dan karbon dioksida pada
(b)
(a)
48
penyimpanan hari ke-5, hari ke-10 dan hari ke-15. Uji lanjut Duncan
(Lampiran 14) menunjukkan konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam
kemasan buah salak Pondoh dengan perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan
penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Perubahan konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada perlakuan pencelupan
dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC lebih rendah
(Kandungan oksigen berkisar antara 8%-20% dan karbondioksida berkisar
antara 3-6%) daripada perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas
dan penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan proses metabolisme seperti
respirasi sehingga memperlambat konsumsi oksigen dan produksi
karbonsioksida selama respirasi. Hal yang sama juga diutarakan oleh Zagory
(1998) bahwa perubahan komposisi udara di dalam kemasan terjadi karena (1)
konsumsi oksigen oleh komoditi selama penyimpanan, (2) produksi
karbondioksida oleh komoditi selama penyimpanan, dan (3) pertukaran gas
dengan lingkungan melalui film kemasan.
C. UJI ORGANOLEPTIK
Uji organoleptik merupakan parameter penerimaan konsumen terhadap
produk. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan atau hedonik
dengan 5 skala penilaian, yaitu 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak
suka, dan 1 = sangat tidak suka. Parameter yang digunakan meliputi spot hitam
pada pangkal buah, kekerasan, kesegaran, kemudahan mengupas, warna daging,
aroma dan rasa.
Tabel 7 menunjukkan penilaian panelis terhadap spot hitam pada pangkal
buah salak pondoh pada hari penyimpanan ke-5 dan ke-30. Secara umum, adanya
spot hitam pada pangkal buah sampai hari penyimpanan ke-30 masih dapat
diterima oleh panelis. Hal ini terlihat pada modus penilaian yaitu 4 dan median 4.
Perlakuan ekstrak lengkuas pada beberapa konsentrasi dan penyimpanan pada
suhu 15ᵒC dan 22ᵒC tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap adanya
spot hitam pada pangkal buah.
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa spot hitam pada
pangkal buah salak pondoh tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada
49
penyimpanan hari ke-10, hari ke-15, hari ke-20, dan hari ke-30, sedangkan pada
penyimpanan hari ke-5 adanya spot hitam pada pangkal buah salak pondoh
menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan ekstrak lengkuas 0% dan
penyimpanan pada suhu 22◦C mendapat penilaian tertinggi dari panelis dengan
nilai rata-rata sebesar 4,40 yang berarti tidak ada spot hitam pada pangkal buah.
Tabel 7a Hasil uji organoleptik spot hitam pada pangkal hari ke-5
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase Keseluruhan
(%)
1 - - - - - - 0,00
2 2 2 1 3 4 5 28,33
3 2 1 3 3 3 3 25,00
4 3 5 4 1 2 1 26,67
5 3 2 2 3 1 1 20,00
Modus 4 4 4 5 2 2 2
Median 4 4 4 5 3 3 3
Tabel 7b Hasil uji organoleptik spot hitam pada pangkal hari ke-30
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase Keseluruhan (%)
1 - - 1 - - - 3,33
2 - 1 1 - - - 6,67
3 2 - - - - - 6,67
4 7 6 5 - - - 60,00
5 1 3 3 - - - 23,33
Modus 4 4 4 - - - 4
Median 4 4 4 - - - 4
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Tabel 8 menunjukkan penilaian panelis terhadap kekerasan buah pada hari
penyimpanan ke-20. Secara umum, kekerasan buah salak Pondoh masih dapat
diterima panelis. Hal ini dapat dilihat dari modus penilaian panelis adalah 3
(netral) sebesar 45% dan nilai tengahnya adalah 3 (netral). Kekerasan salak
Pondoh yang tidak disukai panelis adalah perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan
penyimpanan pada suhu 15◦C, karena 3 panelis menyatakan buah salak Pondoh
lunak.
50
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kekerasan salak
pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada penyimpanan hari ke-20 dan hari
ke-25. Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
mendapat penilaian tertinggi dari panelis dengan nilai rata-rata sebesar 2,25 pada
penyimpanan hari ke-25 yang berarti buah masih keras atau belum rusak/busuk.
Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu rendah yaitu
15◦C dapat menekan pembusukan sehingga dapat mempertahankan kekerasan
buah.
Tabel 8 Hasil uji organoleptik kekerasan hari ke-20
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase
Keseluruhan (%)
1 - - 1 - - - 1,79
2 - 1 3 2 1 - 11,67
3 5 4 3 6 4 5 45,00
4 5 4 3 2 3 4 35,00
5 - 1 - - 2 1 6,67
Modus 3 dan 4 4 dan 4 2,3 dan 4 3 3 3 3
Median 4 4 3 3 4 4 3
Tabel 9 Hasil uji organoleptik kesegaran buah hari ke-20
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase Keseluruhan (%)
1 - - - - - - 0,00
2 - - 2 3 2 2 15,00
3 5 5 3 3 5 1 36,67
4 3 4 5 4 3 6 41,67
5 2 1 - - - 1 6,67
Modus 3 3 4 4 3 4 4
Median 4 4 4 3 3 4 3
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Tabel 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap kesegaran buah pada hari
penyimpanan ke-20. Secara umum, kekerasan buah salak Pondoh masih dapat
diterima panelis. Hal ini dapat dilihat dari modus penilaian panelis adalah 4 (suka)
sebesar 41,67% dan nilai tengahnya adalah 3 (netral). Perlakuan ekstrak Lengkuas
5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C jumlah panelis yang menyatakan suka
51
karena buah masih segar sebanyak 4 orang dan menyatakan netral sebanyak 5
orang. Namun untuk perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada
suhu 15◦C, 2 panelis menyatakan tidak suka karena buah terlihat tidak segar.
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kesegaran salak
pondoh tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada tiap pengamatan. Hal ini
berarti adanya perlakuan ekstrak lengkuas dan penyimpanan pada suhu rendah
tidak merubah penerimaan atau kesukaan panelis terhadap buah salak Pondoh.
Salak Pondoh masih terlihat segar sampai penyimpanan hari ke-30.
Tabel 10 Hasil uji organoleptik kemudahan mengupas hari ke-20
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase Keseluruhan (%)
1 - - 1 - - - 1,67
2 1 - 1 1 1 - 6,67
3 6 6 5 7 3 6 55,00
4 3 4 3 2 6 3 35,00
5 - - - - - 1 1,67
Modus 3 3 3 3 4 3 3
Median 3 3 3 3 4 3 3
Tabel 11 Hasil uji organoleptik warna hari ke-20
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase Keseluruhan (%)
1 - - - - - - 0,00
2 - 1 1 - 4 - 10,17
3 3 2 5 4 3 4 35,59
4 5 5 3 5 3 5 44,07
5 2 2 1 1 - - 10,17
Modus 4 4 3 4 2 4 4
Median 4 4 3 4 3 4 4
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Tabel 10 menunjukkan penilaian panelis terhadap parameter kemudahan
mengupas pada hari penyimpanan ke-20. Pada hari ke-20 panelis lebih menyukai
perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C dengan nilai
rata-rata sebesar 4,0 sedangkan pada hari ke-30 analisa untuk perlakuan ekstrak
52
lengkuas 0%, 5% dan 10% pada suhu 22◦ tidak dilakukan karena buah salak
Pondoh tidak layak dikonsumsi lagi atau sudah tidak diterima panelis. Pencelupan
dalam ekstrak lengkuas dan penyimpanan pada suhu rendah dapat
mempertahankan kelembaban kulit buah salak Pondoh.
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kemudahan
mengupas salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari
penyimpanan ke-30.
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan warna daging buah salak
pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari penyimpanan ke-30. Tabel
11 menunjukkan bahwa pada hari ke-20 panelis lebih menyukai warna buah salak
Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C . Hal
ini dapat dilihat dari jumlah panelis yang menyatakan suka (5 orang) lebih banyak
daripada yang menyatakan tidak suka (1 orang) dengan nilai rata-rata sebesar
4,00. Secara umum, warna daging buah salak Pondoh dapat diterima panelis
sampai penyimpanan hari ke-30.
Warna merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat kesukaan
konsumen terhadap suatu bahan atau parameter masih layak atau tidaknya suatu
bahan atau produk untuk dikonsumsi. Penyimpangan dari warna yang seharusnya
dari suatu bahan pangan dianggap sebagai suatu kerusakan (Winarno 1992).
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan aroma salak pondoh
menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari penyimpanan ke-20 dan hari ke-30.
Tabel 12 menunjukkan pada hari ke-20 panelis lebih menyukai perlakuan ekstrak
lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
panelis yang menyatakan suka dan sangat suka (6 orang) lebih banyak daripada
yang menyatakan netral (4 orang) dengan nilai rata-rata sebesar 4,35, dan yang
tidak disukai adalah perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada
suhu 22◦C. Tingkat kerusakan sebesar 66,67% pada perlakuan pencelupan dalam
ekstrak lengkuas 10% pada suhu 22◦C menyebabkan sebagian besar panelis
menyatakan tidak suka terhadap aroma buah salak Pondoh. Hal ini disebabkan
sebagian besar buah telah mengalami pembusukan.
Tingginya penilaian panelis terhadap aroma buah salak Pondoh yang
diberi perlakuan ekstrak lengkuas 5% membuktikan bahwa pencelupan salak
53
Pondoh dalam ekstrak lengkuas tidak merubah aroma buah salak Pondoh. Secara
umum, aroma buah salak Pondoh dapat diterima panelis sampai penyimpanan hari
ke-30.
Tabel 12 Hasil uji organoleptik aroma hari ke-20
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase Keseluruhan (%)
1 - - - - - 1 1,67
2 - - - - 4 2 10,00
3 6 6 4 4 5 5 50,00
4 4 3 5 4 1 2 33,33
5 - 1 1 2 - - 5,00
Modus 3 3 4 3 dan 4 3 3 3
Median 3 3 4 4 3 3 3
Tabel 13 Hasil uji organoleptik rasa hari ke-20
Skor T1A T1B T1C T2A T2B T2C Persentase Keseluruhan (%)
1 - - - - - - 0,00
2 1 2 3 4 2 - 20,00
3 3 2 2 3 4 4 30,00
4 6 6 3 2 4 6 45,00
5 - - 2 1 - - 5,00
Modus 4 4 4 2 3 dan 4 4 4
Median 4 4 4 3 3 4 3
Keterangan :
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C
T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Aroma yang khas timbul pada buah-buahan yang sedang masak dan bau
dari setiap jenis buah-buahan akan berbeda tergantung dari senyawa penyusunnya.
Senyawa-senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan
asam-asam lemak berantai pendek.
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan rasa salak pondoh
menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari penyimpanan hari ke-30. Tabel 13
menunjukkan pada hari ke-20 panelis lebih menyukai perlakuan ekstrak lengkuas
5 dan penyimpanan pada suhu 15◦C) dengan jumlah panelis yang menyatakan
suka (6 orang) lebih banyak daripada tidak suka (2). Secara umum, rasa buah
54
salak Pondoh dapat diterima panelis sampai penyimpanan hari ke-30. Hal ini
membuktikan bahwa pencelupan salak Pondoh dalam ekstrak lengkuas tidak
merubah rasa buah salak Pondoh.
Rasa merupakan parameter yang sangat mempengaruhi penerimaan
konsumen terhadap bahan atau produk. Rasa buah salak pondoh didominasi oleh
perpaduan antara kandungan gula dan asam.