KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN ... · Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak yang...

113
KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO ANDINI JULIA SELLY. F24103067 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN ... · Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak yang...

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN

ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus

Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO

ANDINI JULIA SELLY.

F24103067

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

SKRIPSI

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN

ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus

Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ANDINI JULIA SELLY

F24103067

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Andini Julia Selly. F24103067. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 secara In Vitro. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, Msi dan Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., PhD.

RINGKASAN

Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki

keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 spesies tanaman obat yang yang telah dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional. Penelitian yang dilakukan terhadap tanaman-tanaman berkhasiat obat menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tersebut mengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu bahan alam yang mulai banyak diteliti adalah buah merah.

Khasiat buah merah yang banyak disebut belakangan ini adalah kemampuannya dalam melawan penyakit kanker. Jumlah total penderita kanker pada tahun 2002, kecuali kanker kulit, sebanyak 5 801 809 pria dan 5 060 657 wanita. Dua jenis kanker yang perlu mendapat perhatian adalah kanker serviks dan leukimia. Kanker serviks merupakan jenis kanker yang berada pada peringkat ke-3 penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara berkembang. Di Indonesia, setiap tahunnya ditemukan 4 000 anak yang menderita kanker. Leukimia merupakan jenis kanker yang sering menyerang anak-anak.

Pengujian terhadap buah merah dan bahan obat lain yang bersifat antikanker umumnya dilakukan dengan metode in vitro. Metode ini relatif lebih murah, lebih cepat dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare.

Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari sifat fisiko-kimia ekstrak buah merah berupa fraksi minyak dan air, serta (2) menguji pengaruh kedua fraksi tersebut dalam menghambat proliferasi alur sel kanker HeLa dan K-562 secara in vitro.

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak buah merah yang berupa fraksi minyak dan fraksi air hasil dari metode ekstraksi sentrifugal yang diperoleh dari Drs. I Made Budi. Metode analisis yang dilakukan terhadap kedua jenis fraksi yaitu analisis fisiko-kimia yang meliputi analisis proksimat, pengukuran total karoten, β-karoten, total tokoferol, α-tokoferol, total fenol dan uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker HeLa dan K-562. Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak yang dilakukan terhadap fraksi minyak, antara lain penentuan titik cair, berat jenis, turbidity point, indeks bias, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebas.

Berdasarkan analisis proksimat, diperoleh kadar air (basis basah) untuk fraksi minyak dan air berturut-turut adalah 0.86 dan 98.92%, kadar abu (basis kering) sebesar 0.03 dan 11.92%, kadar lemak (basis kering) 93.65 dan 38.24%, kadar protein (basis kering) sebesar 0.08 dan 42.88%, serta kadar karbohidrat (basis kering) sebesar 6.22 dan 21.96%.

Fraksi minyak mengandung total karoten sebesar 4 505.43 ppm dengan kandungan β-karoten sebesar 636.24 ppm. Fraksi air mengandung total karoten sebesar 1.11 ppm dengan β-karoten sebesar 0.93 ppm. Nilai total tokoferol untuk

fraksi minyak adalah 22 940.35 ppm dengan kandungan α-tokoferol sebesar 481.48 ppm. Fraksi air memiliki total tokoferol sebesar 1836.03 ppm dengan α-tokoferol sebesar 110 ppm. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Hal ini disebabkan senyawa karotenoid, terutama karotenoid provitamin A, dan tokoferol merupakan senyawa yang bersifat lipofilik. Karena memiliki struktur yang nonpolar, kedua senyawa tersebut larut pada ekstrak yang bersifat nonpolar, yaitu fraksi minyak.

Analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kerusakan pada fraksi minyak buah merah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Berdasarkan analisis fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat kerusakan minyak, diperoleh nilai titik cair sebesar 12,5oC, berat jenis 0,90 g/ml, turbidity point 58,0oC, indeks bias sebesar 1,46, nilai bilangan peroksida sebesar 12,80 mg ekivalen/kg, bilangan penyabunan 242,28 mg KOH/g sampel, bilangan iod 71,02 g iod/100 g lemak, dan bilangan asam sebesar 0,70 mg KOH/g sampel.

Hasil uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker menunjukkan bahwa kedua jenis fraksi buah merah mempunyai aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562 secara in vitro dan berpotensi melebihi aktivitas yang diberikan oleh kontrol positf antikanker doxorubicin. Hasil analisis sidik ragam dan uji duncan menunjukkan bahwa jenis fraksi, perbedaan konsentrasi, serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel HeLa. Jenis sampel juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel K-562. Namun, jumlah sel dan nilai % antiproliferasi sel K-562 dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan konsentrasi serta interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi yang diberikan, yaitu 10, 20, dan 40 µL/mL menyebabkan penurunan jumlah sel dan peningkatan nilai % antiproliferasi terhadap sel K-562. Kemampuan antiproliferasi kedua jenis fraksi buah merah dikarenakan adanya senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya, seperti karotenoid, tokoferol, maupun fenol.

.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN PENGUJIAN

ANTIPROLIFERASI EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus

Lam.) TERHADAP SEL KANKER HeLa DAN K-562 SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANDINI JULIA SELLY

F24103067

Dilahirkan pada Tanggal 3 Juli 1985

di Jakarta

Tanggal lulus : 22 Januari 2008

Menyetujui,

Bogor, 2008

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, Msi. Drh. Bambang Pontjo P., MS., PhD

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing I

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Andini Julia Selly,

dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1985. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang

dilahirkan dari pasangan Sunardi dan Wartini. Pendidikan

dasarnya ditempuh di SDN Grogol Utara 07 Pagi Jakarta

hingga tahun 1997, SLTPN 16 Jakarta hingga tahun 2000, dan SMUN 70 Jakarta

sampai dengan tahun 2003. Setelah lulus dari SMU, penulis melanjutkan

pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi

Pertanian, Insitut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk

IPB).

Tugas akhir penelitian yang disusun penulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, berjudul “Karakterisasi

Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus

conoideus Lam.) terhadap Sel Kanker HeLa dan K562 secara In Vitro”. Tugas

akhir ini dilakukan di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Drh.

Bambang Pontjo Priosoeryanto, M.S., PhD.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis panjatkan kepada Allah SWT

atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor.

Tugas akhir ini dilakukan selama 6 bulan (Juni – November) dengan

menggunakan fasilitas Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Kultur Jaringan Departemen

Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Bogor. Pelaksanaan tugas akhir, khususnya dalam hal analisis fisiko-kimia

dilakukan atas kerjasama penulis dengan Hayuning Pambayu (F24103028) dan

Eka Kurnia Sari (F24103116).

Penulis menyadari selama proses pelaksanaan tugas akhir ini, telah

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. selaku dosen pembimbing pertama atas

arahan, masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama kuliah

hingga penulisan skripsi ini.

2. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS. PhD. selaku dosen pembimbing

kedua atas arahan, masukan, dan kesabarannya dalam membimbing penulis

selama penulisan skripsi ini.

3. Didah Nur Faridah, STP., MSi. atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta

saran yang telah diberikan demi perbaikan skripsi ini.

4. Tim Manajemen Program Hibah Bersaing X1V Perguruan Tinggi, Dirjen

Dikti, Depdiknas yang telah membantu dana penelitian.

5. Ayah, mama, serta adik-adikku (danti, gita dan asga) atas segala dukungan

moril dan materil selama ini.

6. Seluruh keluarga besar atas segala bantuan, perhatian dan motivasinya selama

ini.

7. Rekan-rekan satu bimbingan senasib seperjuangan (Hayuning dan Eka) atas

segala bantuan, semangat, canda tawa, dan kebersamaannya selama hari-hari

perjuangan yang tidak akan terlupakan.

8. Bapak Drs. I Made Budi yang telah bersedia menyediakan ekstrak buah merah

serta mba Santi atas bantuan serta masukan kepada penulis selama penelitian.

9. Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Bu Rubiyah, Pak Rojak, dan seluruh

teknisi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas bantuan yang diberikan

selama penelitian.

10. Seluruh dosen Departemen ITP yang telah memberikan ilmu dan nasehat

berharga kepada penulis selama berkuliah dan staf departemen yang telah

banyak membantu penulis.

11. Sahabat-sahabatku yang tercinta (Dion, Tuty, Ina, Jeng-jeng, Toto) atas segala

bantuan, motivasi, doa, dan persahabatan yang tulus selama ini.

12. Teman-teman penelitian (Mba Asih, Her-her, Primus, dan lainnya) atas

bantuan yang diberikan selama penelitian.

13. Teman-teman Fauziah (Kak Ira, Widia, Ari, Wiwi, Irva, Icha, adik dan kakak-

kakak yang lainnya) atas bantuan, motivasi, kesabaran, kebersamaan, dan

keceriaan yang dibagi selama ini.

14. Sahabat kecilku (Ajeng, Surya, Ella, Lia, Ai, dan Nurul) atas segala bantuan,

perhatian, dan semua kenangan indah kita.

15. Teman-teman seperjuangan ITP 40 yang tak terlupakan.

16. Serta seluruh pihak dan kerabat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa di dalam skripsi ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat baik untuk masyarakat maupun untuk kemajuan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Februari 2008

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................ vv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ivi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii

I. PENDAHULUAN ........................................................................... 11

A. LATAR BELAKANG ............................................................... 11

B. TUJUAN .................................................................................... 22

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 33

A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) ........................... 33

1. Minyak dan Lemak ................................................................ 75

2. Karoten .................................................................................. 7

3. Tokoferol ................................................................................ 9

4. Fenol ..................................................................................... 10

B. BAHAN PANGAN SEBAGAI ANTIKANKER ...................... 12

1. Penggunaan Kultur Sel dalam Uji In Vitro Bahan Antikanker 14

a. Alur Sel ............................................................................. 16

b. Proliferasi Sel ...................................................................... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21

A. BAHAN DAN ALAT ................................................................ 21

1. Bahan ................................................................................... 21

2. Alat ........................................................................................ 21

B. METODE PENELITIAN ........................................................... 22

1. Ekstraksi Buah Merah ........................................................... 22

2. Pengujian Karakteristik Fisiko-Kimia Ekstrak Buah Merah 23

3. Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 ...................................................... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 39

A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK BUAH MERAH ...................................................... 39

B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA EKSTRAK BUAH MERAH 42

C. PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH DALAM MENGHAMBAT PROLIFERASI SEL KANKER HeLa DAN K-562 .......................................................................................... 60

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 74

A. KESIMPULAN .......................................................................... 74

B. SARAN ..................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 76

LAMPIRAN ......................................................................................... 85

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif buah merah per 100 gram ............................................................................ 5

Tabel 2. Kandungan lemak pada berbagai kultivar buah merah ............ 6

Tabel 3. Rendemen ekstrak buah merah ............................................... 40

Tabel 4. Kandungan proksimat ekstrak buah merah dan buah merah segar kultivar merah panjang asal Wamena ...................................... 43

Tabel 5. Kandungan senyawa bioaktif ekstrak buah merah ................... 49

Tabel 6. Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah ............. 53

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Buah Merah ........................................................................... 4

Gambar 2. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak 7

Gambar 3. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida ................... 7

Gambar 4. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air..................................... 7

Gambar 5. Stabilisasi fenol oleh delokasi elektron ................................. 10

Gambar 6. Siklus Sel ............................................................................... 19

Gambar 7. Tahapan ekstraksi buah merah (Metode Sentrifugal) ........... 23

Gambar 8. Profil sel kanker di bawah video photo microscope.............. 38

Gambar 9. Fraksi minyak (a) dan fraksi air buah merah (b) ................ . 39

Gambar 10. Tahapan ekstraksi buah merah metode modifikasi 2 ......... . 41

Gambar 11. Fase minyak (a), fase air (b) dan pasta (c) ............................ 45

Gambar 12. Proliferasi sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-)dan doxorubicin sebagai kontrol (+). ............................. .. 62

Gambar 13. Persentase antiproliferasia sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 63

Gambar 14. Persentase antiproliferasib sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 64

Gambar 15. Proliferasi sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-)dan doxorubicin sebagai kontrol (+). ............................. .. 65

Gambar 16. Persentase antiproliferasia K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 66

Gambar 17. Persentase antiproliferasib sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi minyak dan air buah merah ...................................... . 67

Gambar 18. Persentase antiproliferasia sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi minyak buah merah ................ . 72

Gambar 19. Persentase antiproliferasia sel K-562 dan sel Hela pada berbagai konsentrasi fraksi air buah merah........................ . 72

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi fraksi buah merah ....................... 85

Lampiran 2. Rancangan pemetaan sampel pada lempeng kultur bersumur 24 buah ................................................................ 86

Lampiran 3. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) .......................................................................... .. 87

Lampiran 4a. Rekapitulasi data analisis físiko-kimia ekstrak buah merah 88

Lampiran 4b. Rekapitulasi data analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak 88

Lampiran 5a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar α-tokoferol 89

Lampiran 5b. Kurva standar total tokoferol .............................................. 89

Lampiran 6a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar dan sampel untuk total fenol .............................................................. ... 90

Lampiran 6b. Kurva standar total fenol ................................................... 90

Lampiran 7. Perhitungan dosis kontrol positif doxorubicin .................. 91

Lampiran 8. Data hasil perhitungan sel Hela dengan metode trypan blue 92

Lampiran 9a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel HeLa ....... 93

Lampiran 9b. Hasil uji Duncan untuk jenis fraksi terhadap jumlah sel HeLa ............................................................................... ... 93

Lampiran 9c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi fraksi terhadap jumlah sel HeLa ............................................................. ... 93

Lampiran 10a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel HeLa.............................................................. 94

Lampiran 10b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa .................................... ... 94

Lampiran 10c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa .................................... ... 94

Lampiran 11a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel HeLa.............................................................. 95

Lampiran 11b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa .................................... ... 95

Lampiran 11c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa .................................... ... 95

Lampiran 12. Data hasil perhitungan sel K-562 dengan metode trypan blue ................................................................................. ... 96

Lampiran 13a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel K-562 . ... 97

Lampiran 13b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel K-562 ........................................................... ... 97

Lampiran 13c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel K-562 ........................................................... ... 97

Lampiran 14a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel K-562 ............................................................ 98

Lampiran 14b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 .................................. ... 98

Lampiran 14c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel K-562 .................................. ... 98

Lampiran 15a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel K-562 ............................................................ 99

Lampiran 15b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel K-562 .................................. ... 99

Lampiran 15c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel K-562 .................................. ... 99

Lampiran 16. Hasil pengujian β-karoten ekstrak buah merah oleh Balai Pasca Panen ................................................................... .. 100

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki

keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Indonesia juga dikenal sebagai gudang

tanaman obat (herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory. Sekitar 30.000

jenis tanaman obat terdapat di Indonesia. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut

belum dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar

1200 spesies tanaman obat yang yang telah dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat

tradisional (Johnherf, 2007).

Kecenderungan penggunaan herbal di dunia semakin meningkat dengan

maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature). Obat yang berasal dari

bahan alam memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat-obatan

kimia, karena efek obat herbal bersifat alamiah. Penelitian yang dilakukan

terhadap tanaman-tanaman berkhasiat obat menunjukan bahwa tanaman-tanaman

tersebut mengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi

kesehatan.

Salah satu bahan alam yang mulai banyak diteliti adalah buah merah yang

dikenal sebagai makanan pendamping umbi-umbian bagi warga di pedalaman

Papua. Berdasarkan penelitian kesehatan yang sudah pernah dilakukan di

Indonesia, buah ini mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan

kekebalan tubuh, diantaranya karotenoid, beta-karoten, alfa-tokoferol, asam oleat,

asam linoleat, asam linolenat dan dekanoat.

Khasiat buah merah yang banyak disebut belakangan ini adalah

kemampuannya dalam melawan penyakit kanker. Kemampuan ini didukung

dengan adanya zat-zat alami pada buah merah yang bekerja sebagai antioksidan.

Antioksidan tersebut berfungsi mencegah perkembangan sel-sel kanker sekaligus

mengatur keseimbangan hormon yang turut berperan dalam menimbulkan kanker.

Khasiat buah merah dalam melawan kanker yang beredar akhir-akhir ini

menimbulkan harapan kesembuhan baru melalui cara pengobatan yang lebih

murah dan efek samping yang lebih kecil bagi para penderita kanker. Jumlah total

penderita kanker pada tahun 2002, kecuali kanker kulit, sebanyak 5 801 809 pria

dan 5 060 657 wanita. Setiap tahunnya, diperkirakan 2 300 000 orang di negara

industri meninggal akibat penyakit ini (Parkin, 2002). Dua jenis kanker yang perlu

mendapat perhatian adalah kanker serviks dan leukimia.

Kanker serviks merupakan jenis kanker yang berada pada peringkat ke-3

penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara berkembang.

Sekitar 493 243 kasus baru per tahun terjadi di negara berkembang sedangkan di

negara maju hanya 100 000 kasus. Di Indonesia, kanker serviks menjadi penyebab

utama kematian pada wanita dengan persentase sebesar 18,62%, (Parkin, 2002).

Di antara seluruh kasus kanker di Indonesia, terdapat 3% kasus yang

diderita oleh anak-anak. Walaupun kanker pada anak di bawah usia 18 tahun

hanya sebagian kecil dari seluruh kasus kanker pada manusia, tetapi 10%

kematian anak disebabkan penyakit ini. Di Indonesia, setiap tahunnya ditemukan

4 000 anak yang menderita kanker. Salah satu jenis kanker yang paling banyak

menyerang anak-anak adalah leukemia (Ade, 2007)

Pengujian terhadap buah merah dan bahan obat lain yang bersifat

antikanker umumnya dilakukan dengan metode in vitro. Metode ini relatif lebih

murah, lebih cepat dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare karena

percobaan dilakukan di luar tubuh hewan atau manusia. Selain itu, kondisi

lingkungan (kultur) dan keseragaman (homogenitas) populasi sel lebih dapat

dikontrol.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari karakteristik fisiko-kimia ekstrak

buah merah berupa fraksi minyak dan air, serta (2) menguji pengaruh kedua fraksi

tersebut dalam menghambat proliferasi alur sel kanker HeLa dan K-562 secara in

vitro.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam)

Menurut Irawan (2006), tanaman buah merah merupakan tanaman

endemik Papua yang banyak terdapat di pegunungan Jayawijaya, meskipun dapat

ditemukan juga di dataran rendah. Pada habitat aslinya, tanaman buah merah

tumbuh baik di dataran rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2 000 m dpl).

Buah ini tumbuh bergerombol dan hidup baik dengan suhu di bawah 170C, curah

hujan rata-rata 186 mm perbulan, penyinaran matahari 75% serta tekanan udara

rata-rata 896 mb. Tanaman buah merah tumbuh secara kompetitif di lingkungan

dengan kondisi tanah lembab dengan pH netral, suhu 23-33oC, dan kelembaban

udara antara 73-98%.

Buah merah merupakan tanaman yang termasuk ke dalam golongan famili

yang sama dengan pandan. Buah merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophytae

Kelas : Angiospermae

Sub-kelas : Monocotyledonae

Ordo : Pandanales

Famili : Pandanaceae

Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus conoideus Lam

Menurut Budi dan Paimin (2004), tanaman buah merah ini termasuk terna

berbentuk semak, perdu, atau pohon. Daunnya tunggal berbentuk lanset sungsang,

berwarna hijau tua dan letaknya berseling. Batangnya bercabang banyak, tegak,

bergetah, dan berwarna coklat bercak putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m.

Akar tanamannya berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan tergolong

akar serabut dengan tipe perakaran dangkal. Buahnya panjang dan memiliki

bentuk silindris, ujung tumpul, dan pangkal menggantung (Gambar 1). Panjang

buahnya antara 96-102 cm dengan diameter 15-20 cm dengan bobot buah

mencapai 7-8 kg. Buah berwarna merah bata saat muda dan merah terang saat

matang. Perkembangbiakan buah merah melalui pertunasan dan biji yaitu tanaman

buah merah yang tumbuh dan berbuah akan mengeluarkan tunas-tunas di sekitar

tanaman induk.

Gambar 1. Buah merah

Buah dengan nama ilmiah Pandanus conoideus Lam ini memiliki sekitar

14 spesies yang berbeda dalam bentuk, berat dan warna (Irawan, 2006). Menurut

Sadsoeitoeboen (1999), beberapa ciri morfologi dalam populasi Pandanus

conoideus Lam yang dapat dipakai untuk membedakan kultivarnya adalah: warna

buah, ukuran buah, bentuk buah, bagian atas buah, dan bentuk tempurung atau

endokarp. Berdasarkan ciri-ciri tersebut populasi Pandanus conoideus Lam yang

ada di pegunungan Arfak dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi empat kultivar,

yaitu kultivar merah panjang, kultivar merah kecil, kultivar merah coklat, dan

kultivar kuning. Pada daerah pedalaman Papua, ditemukan 14 varietas buah

merah, tetapi yang populer adalah varietas merah panjang.

Sadsoeitoeboen (1999) menyatakan bahwa buah merah telah dikonsumsi

masyarakat Papua secara turun temurun sebagai sumber pangan. Buah ini

biasanya diolah secara tradisional untuk mendapatkan minyak dan saus. Di Papua,

buah ini dikenal sebagai obat cacing dan penyakit kulit, penghambat kebutaan,

serta berperan dalam meningkatkan stamina tubuh.

Berdasarkan penelitian kesehatan yang sudah pernah dilakukan di

Indonesia, pada bagian buah tanaman buah merah ditemukan kandungan zat-zat

alami yang memang dapat meningkatkan kekebalan tubuh, diantaranya

karotenoid, beta-karoten, alfa-tokoferol, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat

dan dekanoat. Selain itu, buah ini juga mengandung kalsium, serat, protein,

vitamin B1, C dan niasin. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif dari buah

merah berdasarkan penelitian Budi (2002) dapat dilihat pada Tabel 1. Buah merah

yang berasal dari dataran tinggi diyakini mengandung nilai gizi yang lebih

optimal dibandingkan dengan buah yang berasal dari dataran rendah (Irawan,

2006).

Tabel 1. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif buah merah per 100 gram

Komponen Jumlah Satuan Energi 396 kilokalori Protein 3.3 gram Lemak 28.1 gram Serat 20.9 gram

Kalsium 0.54 gram Fosfor 0.03 gram Besi 0.002 gram

Vitamin B1 0.001 gram Vitamin C 0.026 gram

Niasin 0.002 gram Air 34.9 gram

Tokoferol 511 ppm Alfa-tokoferol 351 ppm Beta-karoten 59.7 ppm Asam oleat 66.057 % dari lemak

Asam linoleat 5.532 % dari lemak Asam alfa-linoleat 0.589 % dari lemak

Sumber: Budi( 2002)

1. Minyak dan Lemak

Menurut Fessenden dan Fessenden (1992), lemak atau minyak merupakan

trigliserida atau triasilgliserol. Winarno (1995) menyatakan bahwa dalam

pengertian sehari-hari, lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar,

sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu kamar, tetapi keduanya terdiri dari

molekul-molekul trigliserida.

Sebagian besar trigliserida pada hewan berupa lemak, sedangkan gliserida

dalam tanaman cenderung berupa minyak. Contoh lemak hewani antara lain

lemak babi, lemak sapi, dan minyak hewani, sedangkan contoh minyak nabati

antara lain minyak jagung dan minyak bunga matahari (Fessenden dan Fessenden,

1992). Lemak dan minyak dapat diekstraksi dari jaringan hewan atau tanaman

dengan tiga cara yaitu, rendering, pengepresan (pressing), atau ekstraksi dengan

menggunakan pelarut (Winarno, 1995).

Hasil ekstraksi buah merah umumnya berupa minyak. Hal ini disebabkan

buah merah mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi. Hasil penelitian Sherly

(1998) menunjukkan bahwa kandungan lemak pada buah merah berbeda-beda

tergantung dari kultivarnya (Tabel 2). Diantara 4 macam kultivar buah merah

yang diteliti oleh Sherly (1998), buah merah kultivar merah panjang asal Wamena

memiliki kandungan lemak tertinggi, yaitu sebesar 37,7% (b/b).

Tabel 2 Kandungan lemak pada berbagai kultivar buah merah

Kultivar Buah Merah Kadar Lemak (%b/b)

Merah panjang asal Manokwari 20,9

Merah pendek asal Manokwari 21,3

Merah coklat asal Manokwari 9,2

Kuning asal Manokwari 7,1

Merah panjang asal Wamena 37,7

Sumber: Sherly (1998)

Menurut Ketaren (1986), fungsi utama lemak dalam tubuh adalah sebagai

sumber energi. Lemak yang dikonsumsi juga berfungsi sebagai sumber asam-

asam lemak esensial (linoleat, linolenat, arakhidonat) dan sebagai pelarut atau

sumber vitamin A, D, E, K. Lemak merupakan sumber energi tersimpan yang

utama sebab dapat dimetabolisme dengan cepat oleh banyak sekali jaringan.

Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat

mempengaruhi bau dan rasa makanan. Pada umumnya penguraian lemak dan

minyak menghasilkan zat-zat yang tidak dapat dimakan. Kerusakan lemak dan

minyak dapat menurunkan nilai gizi serta dapat menyebabkan penyimpangan rasa

dan bau pada lemak yang bersangkutan (Winarno, 1995). Kerusakan minyak

dapat terjadi akibat reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi pada minyak dapat dilihat

pada Gambar 2.

Proses pemanasan pada minyak akan menyebabkan terjadinya

dekomposisi peroksida. Proses ini terjadi melalui beberapa tahap. Tahap pertama,

yaitu terputusnya ikatan oksigen-oksigen pada gugus peroksida yang akan

1. Reaksi inisiasi

( ) ( )bebasradikalRbebaslemakasamRH •→

2. Reaksi propagasi

•+→+••→+•

RROOHRHROOROOR

menghasilkan senyawa alkoksi radikal dan hidroksi radikal (Jadav et al., 1996).

Tahap ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak

OHOO

OHRCHRRCHR •+−−→−− 2121

(peroksida) (alkoksi radikal) (hidroksi radikal)

Gambar 3. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida

Minyak yang diekstrak dengan menggunakan air dan suhu tinggi dapat

menyebabkan proses hidrolisis. Hidrolisis minyak dapat terjadi dengan adanya

katalis enzim pada ikatan ester trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak

bebas seperti yang terdapat pada Gambar 4 (Ketaren, 1986).

Gambar 4. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air

2. Karoten

Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat

dalam bahan pangan nabati. Senyawa vitamin A aktif dipresentasikan oleh retinol

dan prekursor karotenoid vitamin A (provitamin A). Aktivitas antioksidan

karotenoid dari provitamin A dihasilkan dari interaksi langsung dengan spesies

Enzim Trigliserida + H2O ALB + Gliserol

Panas

oksigen reaktif. Karoten penting untuk penglihatan, diferensiasi jaringan,

reproduksi, serta imunitas (Ball, 2000).

Karotenoid tersebar luas di alam dan berkontribusi pada warna tumbuhan

dan hewan. Karoten memberikan warna kuning, oranye, merah, dan ungu pada

banyak bahan pangan nabati maupun hewan. Senyawa ini dikenal sebagai

pewarna alami yang tidak bersifat racun pada bahan pangan dan telah dikenal

sebagai substansi kimia. Karoten stabil dalam pH netral dan basa tetapi sensitif

terhadap asam, basa, oksigen, cahaya, dan panas yang dapat menyebabkan

perubahan pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam, karotenoid

bersifat stabil. Namun, isolatnya mudah mengalami perubahan molekul,

isomerisasi, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam

(Bauernfeind et al., 1981).

Karotenoid merupakan polimer isoprenoid yang terbentuk dengan

bergabungnya delapan unit C5H8. Secara struktural, karoten dibedakan ke dalam

dua golongan besar berdasarkan keberadaan gugus fungsional spesifiknya, yaitu

karotenoid hidrokarbon (C40H56) yang hanya terdiri dari atom karbon dan

hidrogen, serta oksikarotenoid, atau xantofil. Beta-karoten dan likopen merupakan

anggota utama dari karotenoid hidrokarbon. Oksikarotenoid merupakan turunan

dari hidrokarbon karotenoid, lebih polar dan mengandung setidaknya satu atom

oksigen. Anggota dari oksikarotenoid adalah cryptoxanthin, lutein, chantaxanthin,

zeaxanthin, dan astaxanthin (Stahl dan Sies, 1996).

Saat ini lebih dari 600 struktur karoten berbeda telah diidentifikasi. Dari

jumlah tersebut, hanya sekitar 50 yang memiliki aktivitas vitamin A. Aktivitas

tersebut dimiliki jika molekul karotenoid memiliki kesamaan dengan molekul

retinol. Beta-karoten terdiri dari dua molekul retinol, sehingga senyawa ini (beta-

karoten all trans) memiliki aktivitas vitamin A dari beberapa jenis karotenoid.

Bila teroksidasi, aktivitas karoten akan menurun karena terjadinya perubahan

isomer dari bentuk trans menjadi cis (Jansen et al., 1993).

Buah merah memiliki kandungan karoten yang tinggi. Menurut Budi

(2002), buah merah mengandung 59.7 ppm beta-karoten. Hasil penelitian Susanti

(2006) menunjukkan bahwa kandungan total karoten pada ekstrak buah merah

yang diekstraksi dengan metode modifikasi 2 dapat mencapai 21 430 ppm dengan

beta-karoten sebesar 4 583 ppm. Kandungan karoten yang tinggi tersebut terlihat

dari warna ekstrak buah merah (berupa minyak) yang merah pekat.

Menurut Irawan (2006), kandungan karoten yang tinggi pada buah merah

berpotensi sebagai antioksidan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Zat-zat alami

yang bekerja sebagai antioksidan dapat berfungsi pada pencegahan perkembangan

sel-sel kanker sekaligus mengatur keseimbangan hormon yang turut berperan

dalam menimbulkan kanker. Selain itu, interaksi beta karoten dengan protein

diketahui dapat meningkatkan produksi antibodi dalam sistem imunitas tubuh.

3. Tokoferol

Komponen vitamin E yang mempunyai aktivitas adalah tokoferol dan

tokotrienol. Kelompok tokoferol memiliki rantai samping isopren jenuh dan

dibedakan menjadi alfa, beta, gamma, dan sigma tokoferol. Kelompok tokotrienol

memiliki rantai samping isopren tidak jenuh dan dibedakan menjadi alfa, beta,

gamma, dan sigma tokotrienol.

Aktivitas biologis tokoferol secara berurutan adalah α > β > γ >δ. Menurut

Giamalva (1985), aktivitas biologis vitamin E berhubungan dengan fungsinya di

dalam tubuh. Secara luas, fungsi tokoferol secara in vivo terutama sebagai

antioksidan, yaitu dengan melindungi asam lemak tidak jenuh pada membran sel

dari degradasi peroksidatif. Kerja vitamin E sebagai antioksidan dapat

ditunjukkan dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu 1) vitamin E bereaksi

langsung dengan oksigen singlet dan 2) vitamin E bekerja untuk menangkap

radikal turunan asam lemak tidak jenuh dan menghentikan autooksidasi.

Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga berperan dalam

sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah, dan sintesis koenzim A yang

penting dalam proses pernapasan. Hasil penelitian secara in vitro menunjukkan

bahwa alfa-tokoferol terlebih dahulu digunakan sebagai antioksidan untuk

menangkap radikal peroksil dari metil linoleat, baru kemudian beta-karoten.

Aktivitas alfa-tokoferol sebagai antioksidan adalah dengan menangkap radikal

turunan asam lemak tidak jenuh dan menghambat reaksi propagasi. Oksidasi alfa-

tokoferol akan menghasilkan senyawa dimer, trimer, komponen dihidroksi, dan

quinon. Senyawa-senyawa tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin E,

sehingga akan mengurangi kandungan alfa-tokoferol (Krinsky, 1988).

Buah merah memiliki kandungan tokoferol yang tinggi. Menurut Irawan

(2006), kandungan total tokoferol ekstrak buah merah sebesar 11 000 ppm. Hasil

penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa total tokoferol dan alfa-tokoferol

pada ekstrak buah merah dapat mencapai 10 832 ppm dan 1 368,26 ppm.

Selain sebagai antioksidan, kandungan tokoferol buah merah berfungsi

untuk mengencerkan darah, memperlancar sirkulasi darah dan optimalisasi kadar

oksigen dalam darah sehingga dapat mengatasi stroke dan hipertensi. Buah merah

juga berkhasiat untuk mengatasi penyakit gula/diabetes serta asam urat lewat

fungsi zat-zat alaminya memperbaiki sistem kerja pankreas dan hati (Irawan,

2006).

4. Fenol

Tanaman, sayuran dan buah-buahan banyak mengandung antioksidan

alami, seperti senyawa fenolik, karotenoid, dan vitamin C (Shahidi, 1997).

Senyawa fenolik meliputi fenol sederhana, asam fenolat, turunan asam

hidroksinamat, dan flavonoid. Senyawa fenol sederhana terdiri atas monofenol,

difenol, dan trifenol. Senyawa fenolik kompleks antara lain adalah senyawa

turunan asam hidroksinamat, kumarin, asam kafeat dan ferulat, serta golongan

flavonoid. Komponen fenolik dari bumbu dan rempah telah banyak dilaporkan

mempunyai aktivitas antioksidan, diantaranya; capcaisin dan hidrocapsaicin dari

cabe; katekin dari teh hijau; dan kurkuminoid dari kunyit (Nakatani ,1997).

Gambar 5. Stabilisasi fenol oleh delokasi elektron

Menurut Hudson (1990), antioksidan fenolik seperti vitamin E, flavonoid,

turunan asam sinamat, kumarin, dan komponen fenolik, umumnya merupakan

antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi rantai radikal bebas pada

oksidasi lipid. Suatu molekul dapat berfungsi sebagai antioksidan primer jika

dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal lipid atau

dikonversi menjadi produk stabil. Radikal bebas yang terbentuk pada reaksi

senyawa fenol dengan radikal lemak selalu distabilkan oleh delokalisasi elektron

tidak berpasangan di sekitar cincin aromatik dari fenol tersebut (Gambar 5).

Reaksi antioksidan fenolik dengan radikal bebas digambarkan sebagai

berikut:

ROO• + AH ROOH + A•

RO• + AH ROH + A•

R• + AH RH + A•

OH• + AH H2O + A•

Keterangan :

ROO• = radikal peroksil

RO• = radikal alkoksil

R• = radikal lipid

OH• = radikal hidroksil

A• = radikal antioksidan

Setelah terjadi reaksi antara antioksidan fenolik dengan radikal lipid, akan

terbentuk radikal fenolik (A•) yang tidak cukup aktif untuk melakukan reaksi

propagasi. Radikal fenolik pada umumnya diinaktivasi menggunakan A• yang

lain atau menggunakan radikal lipid, sehingga membentuk produk yang tidak aktif

(Hudson, 1990).

Buah merah ternyata juga mengandung senyawa fenolik yang larut dalam

pelarut polar. Hasil penelitian Meiriana (2006) menunjukkan bahwa hasil

ekstraksi buah merah dengan pelarut aquades memiliki total fenol sebesar 26.335

ppm. Ekstrak akuades tersebut tidak bersifat toksik dan belum dapat

meningkatkan fungsi sistem imun hingga mencapai konsentrasi 16.667 ug/ml.

Namun, pada konsentrasi 33.333 ug/ml, ekstrak aquades tersebut memperlihatkan

peningkatan proliferasi sel limfosit.

B. BAHAN PANGAN SEBAGAI ANTIKANKER

Kanker merupakan penyakit yang disebabkan adanya kelompok sel yang

berproliferasi di luar batas normal akibat faktor-faktor yang sangat kompleks

seperti zat-zat kimia karsinogenik, keturunan, virus, dan makanan (Kimball,

1990). Menurut Schunack et al. (1990), kanker merupakan pembentukan baru

jaringan ganas dari sel tubuh yang sebelumnya normal, dengan ciri utamanya

adalah pertumbuhan yang diatur sendiri, lepas dari mekanisme pengendali.

Beberapa sifat umum kanker adalah pertumbuhan berlebihan, gangguan

diferensiasi dari sel jaringan, bersifat invasi, mampu tumbuh di jaringan di

sekitarnya, bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain, menyebabkan

pertumbuhan baru, dan memiliki hereditas bawaan. Kanker menjadi berbahaya

karena menyebabkan desakan akibat pertumbuhan tumor, penghancuran jaringan

tempat tumor berkembang (metastasis) dan gangguan sistemik lain sebagai akibat

sekunder dari pertumbuhan sel kanker (Gan dan Nafrialdi, 1989). Pembentukan

sel kanker dimulai oleh tahap inisiasi dengan terjadinya perubahan DNA, promosi

yang meliputi perkembangbiakan sel dan perubahan menjadi sel tumor

premalignant, lalu disusul tahap progresi dengan invasi, serta metastasis

(Murakami et al., 1996).

Banyak penelitian menunjukkan potensi bahan pangan tertentu sebagai

anti kanker. Menurut Elson dan Yu (1994), buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-

bijian merupakan sumber yang kaya akan produk sampingan dari metabolisme

mevalonat yang bersifat antikarsinogenik. Efek pencegahan penyakit kanker

berhubungan juga dengan vitamin C dan beta-karoten yang terdapat di dalam

sayur-sayuran dan buah-buahan. Penggunaan sayuran dan buah-buahan sebagai

bahan antikanker didukung pula oleh hasil penelitian Irwan (1996) yang

mengungkapkan bahwa dengan mengkonsumsi zat gizi antioksidan vitamin C dan

E dari sayur dan buah selama 30 hari, proliferasi sel limfosit dan aktifitas

sitotoksik sel Natural Killer meningkat. Menurut Roitt (1991), sel limfosit adalah

sel yang berperan dalam kekebalan tubuh, sedangkan sel Natural Killer memiliki

kemampuan melisis sel yang terinfeksi virus atau sel yang tak normal.

Makanan yang mengandung karbohidrat terutama serat makanan (Dietary

fiber/Non Starch Polysaccharides) juga dapat melindungi tubuh dari penyakit

kanker usus besar (Colonic Cancer). Serat makanan tersebut akan difermentasi

oleh bakteri dalam usus besar sehingga menghasilkan asam lemak rantai pendek,

yang berakibat menurunnya beban feses dapat melarutkan beban bahan-bahan

yang bersifat karsinogen di sekitar usus besar dan menurunkan waktu transit feses

(Stephen dan Cummings, 1980).

Bahan antikanker juga terdapat dalam minyak tumbuhan, misalnya

eugenol yang terdapat pada minyak cengkeh dan minyak atsiri beberapa tanaman

serta d-limonen yang merupakan komponen minyak citrus. Senyawa d-limonen

tersebut dapat menekan pertumbuhan tumor (Winarno, 1997).

Selenium yang merupakan mineral essensial pada makanan berperan

dalam sisi aktif dari enzim glutation peroksidase, yaitu enzim yang mendegradasi

hidrogen peroksida (H2O2) dan lipid peroksida (LOOH). Kekurangan selenium

akan meningkatkan infeksi dan toleransi terhadap antigen tumor dan menurunkan

antibodi (Sheffy dan Scultz, 1978).

Genistein yang banyak terdapat pada kacang kedelai juga dapat berfungsi

sebagai bahan antikanker. Genistein terbukti memiliki aktifitas biologi yang

berkaitan dengan aktifitas antikankernya. Beberapa diantaranya adalah aktifitas

antioksidan, antiinflamasi dan aktifitas antimetastatik (Mueller et al., 1992).

Asam fitat (Inositol hexaphosphate) yang banyak terkandung dalam sereal

juga berpotensi sebagai bahan antikanker. Percobaan di laboratorium dengan

inkorporasi 3H-timidin menunjukkan adanya pengurangan sintesis DNA.

Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa aksi asam fitat dalam

menghambat pertumbuhan kanker adalah dengan mengontrol pembelahan sel

(Shamsuddin, 1995).

Komponen lain yang cukup mendapat perhatian adalah flavonoid.

Quersetin terbukti menghambat protein kinase C, yaitu enzim yang terlibat dalam

transduksi signal oleh faktor pertumbuhan kepada nukleus. Sifat ini dijadikan

landasan kemampuan antikanker flavonoid. Quersetin secara sinergik bersama-

sama dengan busulphan yang merupakan bahan kemoterapi antileukimia

menghambat proliferasi sel leukimia manusia (Stavric dan Matula, 1992).

Aktivitas sitotoksik antitumor dari senyawa fenolik tanaman ditunjukkan

oleh kurkumin dan catechin. Kurkumin dapat menghambat pertumbuhan sel

tumor secara in vitro dan menghambat sintesis DNA serta inflamasi (Huang dan

Feraro, 1992). Agustinisari (1998) melaporkan dalam penelitiannya bahwa ekstrak

jahe segar dan bertunas, memiliki sifat antiproliferatif terhadap K-562 yang

ditunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol hingga pengenceran tiga kali

pada taraf uji 0.05.

1. Penggunaan Kultur Sel dalam Uji In Vitro Bahan Antikanker

Kultur sel merupakan teknik yang biasa dipergunakan untuk

mengembangbiakkan sel di luar tubuh (in vitro). Biakan sel atau jaringan ini

dimaksudkan untuk mempelajari sifat sel di luar tubuhnya. Keuntungan teknik ini

adalah terkontrolnya lingkungan psikokimia sel sehingga dapat menjadi konstan,

yaitu pH, suhu, tekanan osmosis, O2 dan CO2. Namun, teknik ini juga memiliki

kekurangan, yaitu hilangnya spesifitas sel tersebut. Hal ini dikarenakan pada

awalnya (in vivo), sel-sel bekerja secara integritas dalam suatu jaringan,

sedangkan pada kultur, sel menjadi terpisah-pisah. Untuk mempertahankan

spesifitas sel sehingga sel di luar tubuh dapat dipelajari dengan baik, kondisi

kultur harus dibuat semirip mungkin dengan keadaan lingkungan awal di dalam

tubuh (Malole, 1990).

Sel tersebut memerlukan media pertumbuhan yang dapat membuatnya

bertahan hidup, berkembang, dan berdiferensiasi. Jumlah dan kualitas media

menentukan jumlah sel yang dapat ditumbuhkan dalam kultur (Malole, 1990).

Asam amino esensial dan non esensial berpengaruh terhadap ketahanan sel dan

kecepatan pertumbuhan sel. Vitamin pada kultur sel akan sangat dibutuhkan jika

konsentrasi serum berkurang. Namun, adakalanya vitamin tetap esensial walaupun

serum tersedia dalam jumlah yang cukup. Garam-garam, terutama Na+. K+, Mg+,

Ca+, Cl-, SO42-, PO4

3-, dan HCO3 merupakan komponen yang berperan terhadap

osmolalitas media. Glukosa merupakan sumber energi dan menjadi faktor penentu

dalam pertumbuhan sel (Freshney, 1994).

Media biasanya dilengkapi juga dengan serum, yang terbukti dapat

menunjang pertumbuhan sel di luar tubuh. Penambahan serum berkisar antara 5 –

20%. Menurut Temin et al. (1972), peranan serum dalam media biakan sangat

penting sebagai nutrisi untuk pertumbuhan sel serta fungsinya dalam pelekatan

sel. Serum memberikan hormon-hormon penting, faktor penempel sel ke matriks

tempat sel tumbuh, protein lipid, serta mineral-mineral yang diperlukan sebagian

besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang

Protein merupakan komponen serum terbesar dan protein yang penting,

yaitu albumin dan globulin. Fibronectin (globulin tak larut) berguna untuk

merangsang pelekatan sel, sedangkan alpha-2 macroglobulin berfungsi

menghambat tripsin yang merupakan enzim proteolitik. Fetuin yang terdapat di

dalam serum fetus meningkatkan pelekatan sel. Transferin berfungsi mengikat

unsur-unsur besi. Protein lain yang bermanfaat dalam pelekatan sel dan

pertumbuhan mungkin masih banyak, tetapi belum jelas karakterisasinya

(Freshney, 1985).

Freshney (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4.

Bila pada proses pembiakan sel, pH media lebih rendah dari 7, pertumbuhan sel

biasanya terhambat. Sebagai indikator pH pada media, biasanya digunakan zat

warna fenol merah. Media akan berwarna merah pada pH 7.4, orange pada pH

7.0, kuning pada pH 6.5, merah kebiruan pada pH 7.6, dan ungu pada pH 7.8.

Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan 5% CO2 pada ruangan di atas

media. Keseimbangan pH dijaga dengan menambahkan NaHCO3 dan HEPES (N-

2-hydroxymetil-piperazine-N’-2-ethan-sulfonic acid) pada pH 7.2 – 7.6 yang

merupakan buffer yang kuat dan mulai banyak digunakan.

Suhu kultur dipertahankan 370C untuk menyamakan dengan suhu tubuh.

Selain memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel, temperatur juga

mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO2 pada temperatur rendah

dan mungkin melalui perubahan ionisasi dan pH dari buffer (Freshney, 1985).

Kebutuhan gas oksigen sebesar 95%. Ketebalan media kultur dapat

mempengaruhi difusi oksigen ke dalam sel. Oleh karena itu, ketebalannya berkisar

antara 2 – 5 mm. Antibiotik ditambahkan dalam media untuk mencegah terjadinya

kontaminasi (Freshney, 1985).

Kultur sel terbagi menjadi dua jenis, yaitu kultur dalam bentuk suspensi

dan kultur dalam bentuk sel selapis atau monolayer. Sel yang berkembang biak

dalam kultur berbentuk suspensi tinggal dalam media dan tidak memerlukan

support atau faktor pembantu untuk menempel. Sel yang biasanya dikultur dengan

cara ini adalah sel-sel darah. Kultur sel dalam bentuk monolayer biasanya untuk

sel-sel yang berasal dari jaringan. Sel yang dikultur dalam bentuk ini memerlukan

support untuk menempel pada permukaan tempat kultur. Dalam

perkembangbiakannya, sel akan memenuhi permukaan tempat tumbuhnya

sehingga diperlukan wadah yang lebih luas dibandingkan yang dibutuhkan oleh

sel yang dibiakkan dalam bentuk suspensi (Freshney, 1985).

a. Alur Sel

Alur sel (cell line) adalah sel yang berasal dari suatu sumber jaringan

tertentu yang mengalami pengkulturan lebih lanjut, hingga menghasilkan

subkultur. Pasase atau pengkulturan kembali dilakukan dengan memindahkan

sel-sel dari kultur lama ke tempat yang baru dan menumbuhkannya dengan

media baru. Pemeliharaan alur sel dilakukan dengan inkubasi pada kondisi

yang sesuai dan penggantian media secara periodik. Interval waktu

penggantian media dan subkultur ini bervariasi untuk tiap sel, tergantung pada

kecepatan pertumbuhan dan metabolisme (Freshney, 1994).

Alur sel terbagi dua, yaitu finite cell line dan continuos cell line. Jika

sel yang dikultur berasal dari jaringan normal dan sel-sel tersebut tidak

berubah selama masa pengkulturan, baik secara spontan ataupun dengan

rangsangan virus maupun bahan kimia, maka alur sel tersebut mempunyai

masa hidup yang terbatas (finite cell line). Sel-sel itu akan mati setelah

beberapa kali pasase. Namun, jika yang dikultur adalah sel tumor atau terjadi

perubahan secara in vitro, maka yang dihasilkan adalah alur sel yang masa

hidupnya tidak terbatas (continuos cell line) (Walum et al., 1990). Sel ini juga

disebut sel immortal. Alur sel yang masa hidupnya terbatas memerlukan

waktu penggandaan lebih panjang, yaitu setelah 24 - 96 jam, sedangkan alur

sel immortal hanya memerlukan waktu 12 - 24 jam saja (Freshney, 1994).

Terbentuknya continuos cell line ditandai dengan adanya beberapa

perubahan, yaitu perubahan dalam morfologi sel, misalnya menjadi lebih

kecil, kurang melekat, lebih bulat, dan perbandingan inti dengan

sitoplasmanya lebih besar. Selain itu, sel menjadi lebih cepat tumbuh,

ketergantungan pada serum berkurang, sel menjadi lebih mampu berproliferasi

dalam suspensi karena ketergantungan pelekatan berkurang, variasi kromosom

dalam sel meningkat, terjadi penyimpangan pada fenotip sel donor dan

cenderung bersifat tumor (Malole, 1990). Dua jenis alur sel yang digunakan

dalam penelitian ini, antara lain:

Alur sel K-562

K-562 termasuk tipe alur sel yang masa hidupnya tidak terbatas

(continuos cell line). Alur sel ini diisolasi pertama kali oleh Lozzio dan Lozzio

pada tahun 1972 dari efusi pleural wanita berusia 53 tahun yang menderita

leukimia myeologeneus kronik. K- 562 atau alur erythroleukimia manusia

digunakan sebagai target yang sensitif untuk percobaan dengan Natural Killer

(NK) (ATCC, 2006). Alur sel ini dibiakkan dalam bentuk suspensi.

Alur sel HeLa

Sel ini berasal dari jaringan tumor serviks seorang wanita yang bernama

Henrietta Lacks yang meninggal pada tahun 1951 di usia 30 tahun. Sampel sel

tumor ini dikirimkan kepada George and Margaret Gey yang sedang mencari alur

sel manusia yang dapat bertahan di luar tubuh untuk tujuan penelitian. Sel tumor

yang mereka terima tersebut berkembang biak tidak seperti sel yang sebelumnya

telah mereka lihat. Sel HeLa tersebut kemudian menjadi standar laboratorium dan

dapat ditumbuhkan di luar tubuh (Anonim, 2006). Sel HeLa ini bersifat immortal

dan dapat membelah hingga jumlah yang tak terbatas selama kondisi kebutuhan

sel terpenuhi.

Perubahan sel normal menjadi sel kanker disebabkan oleh adanya faktor-

faktor dari luar, seperti senyawa kimia, sinar ionisasi, dan virus onkogen. Guyton

(1993) menyatakan bahwa pada kebanyakan contoh yang terjadi, penyakit ini

dapat disebabkan oleh keadaan mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan sel-

sel dan proses mitosis. Sel kanker akan membunuh sel lain karena jaringan kanker

bersaing dengan jaringan normal untuk memperoleh nutrisi sehingga jaringan

normal menderita kematian nutritif.

Suatu molekul yang bersifat karsinogen dapat menimbulkan mutasi

somatik yang berujung pada terbentuknya kanker. Hal ini merupakan reaksi yang

berhubungan erat dengan DNA. Beberapa karsinogen mengaitkan dirinya secara

langsung kepada guanin atau mengambil gugus amino dari sitosin (Spector dan

Spector, 1993).

Radiasi elektromagnetik, misalnya elektron, neutron, dan partikel alfa juga

dapat menyebabkan kanker pada manusia. Cahaya ultraviolet akan menginduksi

tumor pada hewan dan akan menyebabkan mutasi pada banyak bentuk kehidupan

yang berbanding langsung dengan kemampuannya menyebabkan tumor. Serangan

yang bersifat langsung pada aparat genetik dan iradiasi ultraviolet ini akan

membentuk ikatan antara pasangan basa yang berdekatan di dalam sel DNA

dengan pembentukan timin abnormal sehingga akan menimbulkan transformasi

malignan (Spector dan Spector, 1993).

Banyak hewan dan manusia rentan terhadap kanker yang diinduksi virus.

Kelompok virus penyebab kanker adalah retrovirus. Retrovirus merupakan virus

RNA yang memiliki enzim transkriptase terbalik yang memungkinkan sel

membuat duplikat DNA genom virus RNA yang kemudian diinkorporasikan ke

dalam genom sel hospes (Spector dan Spector, 1993).

Mutasi yang disebabkan oleh zat kimia, radiasi atau peristiwa lain seperti

hilangnya atau penyusunan kembali kromosom, serta penyisipan retrovirus dapat

menjurus kepada hilangnya gen dalam sel somatik. Adanya kehilangan alel dalam

garis germinal akan mempengaruhi penurunan sifat pada individu selanjutnya

yang dapat menimbulkan mutasi genetik berakibat kanker (Spector dan Spector,

1993).

Kanker dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu karsinoma, bila tumor

berasal dari jaringan epitel, sarkoma jika berasal dari jaringan fibrous atau

jaringan konektif dan pembuluh darah, serta leukimia dan limfoma yang timbul

dalam sel darah (Ensminger et al., 1983).

b. Proliferasi Sel

Semua sel, kecuali sel syaraf, mengalami siklus pertumbuhan yang

lengkap melalui pembelahan sel untuk membentuk dua sel baru yang identik.

Ketika sel distimulasi untuk tumbuh, mereka meninggalkan keadaan diamnya

(resting state) dan memasuki satu fase siklus sel yang disebut fase G (Gambar 6).

Sel berada dalam fase ini selama lebih kurang 8 jam. Setelah itu, sel memasuki

fase S. Di dalam fase ini, replikasi DNA dimulai dan terus berlangsung sampai

terbentuk dua DNA baru yang identik. Sintesis DNA memakan waktu lebih

kurang 6 jam. Fase selanjutnya adalah fase G2 yang berlangsung selama 4 – 5

jam. Fase ini merupakan fase persiapan, sebelum sel membelah. Periode

pembelahan disebut fase M atau fase mitotik. Di dalam fase yang berlangsung 1 –

5 jam ini, dihasilkan dua sel baru (Walum et al., 1990). Menurut Giese (1979),

sel-sel kanker pada umumnya tumbuh secara eksponensial, lebih cepat dari sel-sel

normal.

Sel tumor dapat berada pada tiga kondisi, yaitu yang sedang membelah

(siklus proliferatif), yang sedang dalam keadaan istirahat (tidak membelah atau

fase G0), dan yang secara permanen tidak membelah. Sel yang sedang berada

pada siklus proliferatif mengalami beberapa fase yang sama seperti sel normal.

Pada akhir fase G1 (pasca mitosis), terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase

S yang merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir, sel

masuk dalam fase pramitosis (G2). Dalam fase ini, sel berbentuk tetraploid,

mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel fase lain dan masih

berlangsung sintesis RNA dan protein. Pada saat sel mengalami mitosis (fase M),

sintesis protein dan RNA berkurang tiba-tiba dan terjadi pembelahan menjadi dua

sel. Setelah itu, sel memasuki tahap interfase untuk kembali memasuki fase G1,

saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0). Di dalam fase tersebut,

sel masih berpotensi untuk berproliferasi (Gan dan Nafrialdi, 1989).

Gambar 6 . Siklus Sel

Pengujian terhadap proliferasi sel umumnya dilakukan dengan metode

pewarnaan MTT ataupun dengan metode trypan blue. Metode trypan blue

merupakan metode yang sangat mudah dan sederhana. Pewarna trypan blue akan

diserap oleh sel yang mati atau mengalami kerusakan membran plasma (McAteer

dan Davis, 1994). Menurut Anonim (2007b), sel hidup sangat selektif terhadap

senyawa yang melalui membran. Pada sel yang hidup, trypan blue tidak akan

diserap tetapi pewarna tersebut dapat memasuki membran pada sel yang mati. Sel

yang mati akan memperlihatkan warna biru di bawah mikroskop akibat

penyerapan trypan blue pada sel.

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah buah merah varietas merah panjang

Wamena yang diperoleh dari Drs. I Made Budi dalam bentuk fraksi minyak dan

air.

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis sifat fisiko-kimia

ekstrak buah merah, yaitu asam asetat glasial, akuades, heksan, iod, kloroform,

pereaksi Hanus, KI 15%, larutan pati, KOH beralkohol, indikator fenolftalein,

HCl 0.5%, NaCl 0.88%, 2,2-bipiridin, FeCl3.6H2O, N2, NaCl 0.88%, standar β-

karoten, standar α-tokoferol, HgO, H2SO4 pekat, K2SO4, asam tanat, metanol,

Na2CO3, NaOH, asam oksalat, toluen, reagen folin-ciocalteu, etanol 95%, etanol

99%, asam borat, indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2% dan 1 bagian

metil biru 0.2% dalam alkohol, KOH, NaOH-Na2S2O3, Na2S2O3, HCl 0.1 N,

Na2SO4 anhidrat, kapas, asetonitril, tetrahidrofuran, sodium askorbat, kertas

saring, etil asetat, dan BHT.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pengujian antiproliferasi ekstrak

buah merah, yaitu alur sel K-562 dan HeLa yang diperoleh dari Laboratorium

Kultur Jaringan FKH IPB, larutan FBS (Fetal Bovine Serum) 10%, larutan trypan

blue, medium DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium)/F12, DMSO

(Dimethyl Sulfoxide), alkohol 70%, akuabidest, dan senyawa doxorubicin.

2. Alat

Peralatan yang digunakan adalah vacuum evaporator, hydraulic pressure,

oven, sentrifugator, laminar flow hood, inkubator CO2 5%, autoklaf, HPLC,

spektrofotometer UV-Vis, viscometer Brookfield, alat kjeldahl, alat distilasi,

refluks, neraca analitik, penangas air atau hot plate, desikator, mikroskop cahaya,

vorteks, refraktometer Abbe, piknometer, bunsen, tabung kapiler, kaca pembesar,

termometer, tabung sentrifus, cawan alumunium, tabung vacutainer, mikropipet,

pipet pasteur, mikrotip, syringe, microcentrifuge tube 2 ml, lempeng mikro

bersumur 96, lempeng bersumur 24, hemasitometer, membran sterilisasi 0.2 µm,

dan peralatan gelas.

B. METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa fraksi minyak dan

fraksi air yang diperoleh dari hasil ekstraksi buah merah menggunakan metode

sentrifugal. Ekstrak buah merah yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis sifat

fisiko-kimianya dan diuji aktivitas antiproliferasinya terhadap sel kanker HeLa

dan K-562. Analisis sifat fisik yang dilakukan terdiri dari berat jenis, indeks bias,

turbidity point, titik cair, dan viskositas. Analisis kimia meliputi analisis

proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat), β-karoten, α-

tokoferol, total karoten, total tokoferol, total fenol, bilangan penyabunan, bilangan

iod, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.

1. Ekstraksi Buah Merah dengan Metode Sentrifugal

Buah merah matang dibelah menjadi dua, kemudian dikeluarkan bagian

empulurnya (bagian kayu di bagian tengah buah). Daging buah dipotong-potong

dan dicuci dengan air bersih. Setelah itu, daging buah dikukus dengan suhu 70-

75oC selama 30 menit. Daging buah yang telah dikukus kemudian dipres dengan

tekanan 1010 psi dengan hydraulic pressure sehingga diperoleh minyak yang

masih tercampur air. Campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm

(888 x g) selama 15 menit sehingga fase minyak terpisah. Fase minyak yang

diperoleh kemudian diuapkan secara vakum dengan vacuum evaporator pada

suhu 500C selama 40 menit untuk menghilangkan kandungan air yang masih

terdapat di dalamnya. Fase minyak tersebut lalu disaring untuk memisahkan pasta

granula amilum di dalam minyak sehingga diperoleh fraksi minyak yang akan

digunakan dalam penelitian. Pasta yang diperoleh dari proses pemisahan dengan

minyak, disentrifugasi kembali sehingga diperoleh fraksi air yang akan dianalisis.

Tahapan ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Tahapan proses ekstraksi buah merah (metode sentrifugal)

2. Pengujian Karakteristik Fisiko-Kimia Ekstrak Buah Merah

a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Prinsip Pengukuran kehilangan berat akibat menguapnya air dari bahan yang

dikeringkan pada suhu rendah dengan kondisi vakum.

Pembelahan dan pengeluaran empulur

Empulur Daging buah

Buah merah matang

Pemotongan

Pencucian

Pengukusan pada suhu 70-75oC selama 30 menit

Pengepresan dengan hydraulic pressure 1010 i

Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 2000 rpm)

Minyak

Ampas biji

Penguapan vakum (40 menit, 50oC)

Pasta

Pasta (air dan endapan)

Pengendapan (sentrifugasi 15 menit, 2000 rpm)

Fraksi air endapan

Fraksi minyak murni Analisis sifat fisiko-kimia dan uji aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa dan K-562

Penyaringan

Prosedur

Mula-mula cawan alumunium dipanaskan di dalam oven dengan suhu

105oC selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30

menit. Lalu bobotnya ditimbang dan dicatat. Setelah itu, sampel ditimbang

sebanyak 5 gram pada cawan alumunium yang telah dikeringkan dan

selanjutnya dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit.

Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan alumunium

yang berisi sampel minyak lalu ditimbang. Pemanasan dan penimbangan

diulangi sampai diperoleh bobot tetap. Nilai kadar air diperoleh berdasarkan

rumus:

X = bobot sampel (g)

Y = bobot cawan + sampel (g)

A = bobot cawan kering

b. Analisis Kadar Abu (Nielsen, 2003)

Prinsip

Pengabuan sampel dengan pemanasan pada temperatur tinggi (> 450oC)

di dalam tanur.

Prosedur

Mula-mula, cawan porselen dikeringkan dalam tanur pada suhu 550oC

selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2

– 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan, untuk contoh cairan, diuapkan

terlebih dahulu di atas penangas air sampai kering. Lalu, contoh di dalam

cawan dibakar di atas hot plate hingga tidak berasap. Setelah itu, cawan

tersebut dimasukkan ke dalam tanur suhu 550oC selama 16 jam hingga

diperoleh abu putih. Cawan tersebut lalu didinginkan di dalam desikator

kemudian ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air (%basis kering) = ( )%100

)(x

AYAYX

−−−

Kadar abu = %100xX

AY −

Kadar lemak (% basis basah) = %100xsampelberatlemakberat

Kadar lemak (% basis kering) = basahbasisairkadar

basahbasislemakkadar%100

%−

X = bobot sampel sebelum diabukan (g)

A = bobot cawan kosong (g)

Y = bobot sampel + cawan setelah diabukan (g)

c. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Analisis kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet dilakukan

berdasarkan prinsip ekstraksi lemak secara berulang dengan menggunakan

pelarut yang dipanaskan.

Prosedur

Pada metode ini, labu lemak yang digunakan untuk ekstraksi terlebih

dahulu dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, dan kemudian

ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g langsung di atas kertas saring.

Kemudian kertas saring tersebut digulung dan ditutup dengan kapas bebas

lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut lalu diletakkan kedalam alat

ekstraksi soxhlet, lalu dipasang alat kondensor dan labu lemak diatasnya.

Pelarut heksana dituang ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan

ukuran soxhlet yang digunakan. Kemudian dilakukan refluks selama lebih

kurang ±6 jam hingga pelarut yang turun kembali ke labu berwarna jernih.

Pelarut berisi lemak yang terdapat di dalam labu lemak didistilasikan. Labu

lemak beserta lemak yang diperoleh dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC,

lalu dikeringkan hingga beratnya tetap, didinginkan dalam desikator, dan

ditimbang lagi beserta lemaknya.

d. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC, 1995)

Prinsip

Analisis kadar protein metode Kjeldahl merupakan analisis yang

didasarkan pada beberapa tahap, yaitu destruksi, distilasi, dan titrasi. Destruksi

sampel dilakukan dengan menggunakan asam sulfat pekat dan dikatalis

% bk N = ( )ingbahankonversixsampelmg

xxHClNxBAker

%100007.14−

dengan penambahan kalium dan merkuri dalam ruang asap. Pada tahap

distilasi, sampel dinetralkan dengan NaOH-Na2S2O3 sehingga akan terbentuk

amonia yang akan ditangkap oleh asam borat. Kelebihan asam borat lalu

dititrasi dengan HCl 0,02 N.

Prosedur

Sampel sebanyak 0.1 g – 0.15 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30

ml. Kemudian, sebanyak 2 g K2SO4, 2 ml H2SO4, dan 50 mg HgO juga

dimasukkan ke dalam labu. Sampel dalam labu tersebut lalu dididihkan

selama 1 – 1.5 jam hingga cairan jernih. Sampel lalu didinginkan,

ditambahkan sejumlah akuades secara perlahan, dan didinginkan kembali. Isi

labu dipindahkan ke dalam alat distilasi. Labu dicuci dan dibilas 5 hingga 6

kali dengan 1 – 2 ml akuades, lalu air cucian dipindahkan ke alat distilasi.

Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan asam borat dan 2 – 4 tetes indikator

(campuran 2 bagian metil merah 0.2% dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam

alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Kemudian ditambahkan 8 – 10 ml

larutan NaOH-Na2S2O3 dan didistilasi hingga tertampung 15 ml destilat

dalam erlenmeyer. Tabung kondensor lalu dibilas dengan air. Air bilasan

tersebut ditampung dalam erlenmeyer berisi destilat dan diencerkan hingga 50

ml. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N hingga warna berubah

menjadi abu-abu. Selain itu, juga harus dilakukan penetapan blanko.

% bk protein = % N x faktor konversi (yaitu 6.25)

A = ml HCl yang digunakan untuk titrasi sampel

B = ml HCl yang digunakan untuk titrasi blanko

e. Analisis Kadar Karbohidrat (by difference) (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Kadar karbohidrat diukur dengan menghitung selisih angka 100%

dengan jumlah persentase protein, lemak, air, dan abu pada basis tertentu

(basis basah atau basis kering).

Kadar karbohidrat (% bb) = 100% b/b – (% b/b kadar protein + % b/b kadar

lemak + % b/b kadar air + % b/b kadar abu)

Kadar karbohidrat (% basis kering) = basahbasisairkadar

basahbasistkarbohidra%100

%−

f. Pengukuran Kadar Total Tokoferol (Modifikasi Wong et al., 1988)

Prinsip

Pengukuran kadar total tokoferol dilakukan berdasarkan pengukuran

absorbansi warna dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 520 nm.

Prosedur

Pada metode ini, terlebih dahulu dipersiapkan standar tokoferol dengan

skala yang telah ditentukan yaitu 40 µg, 80 µg, 120 µg, 16 µg dan 200 µg

dalam 10 ml larutan dan pereaksi. Ekstrak vitamin E ditimbang sebanyak 10 -

20 mg dalam tabung reaksi 10 ml. Sampel yang telah ditimbang secara akurat

ditambahkan toluen 5 ml. Larutan minyak yang telah diencerkan ditambahkan

3.5 ml 2,2-bipiridin (0.07% w/v dalam etanol 95%) dan 0.5 ml larutan

FeCl3.6H2O (0.2% w/v dalam etanol 95%) kemudian ditepatkan 10 ml dengan

etanol 95%. Larutan kemudian didiamkan selama 1 menit dalam ruangan

gelap kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada

panjang gelombang 520 nm.

Penentuan kadar total tokoferol sampel dilakukan berdasarkan kurva

standar. Persamaan regresi kurva standar diperoleh dengan prosedur yang

sama seperti pengerjaan sampel dengan 0-200 μg α-tokoferol murni dalam 10

ml toluene dan pereaksi (0-20 ppm). Bobot tokoferol (nilai x) diperoleh

dengan memasukkan nilai absorbansi sampel sebagai nilai y. Perhitungan total

tokoferol adalah sebagai berikut:

g. Analisa Kadar Total Karoten (Parker, 1992)

Prinsip

Analisa kadar total karoten dalam ekstrak buah merah dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer berdasarkan pengukuran absorbansi sampel

pada panjang gelombang 450 nm.

Total tokoferol = sampelgram

darskurvapersamaandaritokoferolbobot tan

Prosedur

Sampel ditimbang sebanyak 0.9 gram lalu diencerkan di dalam labu

takar 100 ml dengan pelarut heksana. Ekstrak yang sudah diencerkan diambil

sebanyak 1 ml ke dalam labu takar 10 ml lalu diencerkan kembali dengan

pelarut heksana dan selanjutnya diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. Analisa dengan

menggunakan persamaan:

A = absorbansi sampel

2600 = nilai E untuk β-karoten (1%, 1cm)

FP = faktor pengenceran

V = volume sampel yang diukur (ml)

B = bobot sampel yang dianalisis (gram)

h. Analisa β-karoten (Parker (1992) yang dimodifikasi oleh Balai Pasca Panen)

Prinsip

Analisa menggunakan HPLC berdasarkan prinsip pemisahan komponen-

komponen sampel dengan cara melewatkan sampel pada suatu kolom, yang

selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing komponen-

komponen tersebut dengan suatu detektor.

Prosedur

Sampel minyak sebanyak 0,5 g dalam erlenmeyer, kemudian

ditambahkan 30 ml kloroform. Larutan divorteks selama 30 detik kemudian

disentrifus dan dibuang fase airnya. Selanjutnya fase kloroform disaring

dengan kapas dan Na2SO4 anhidrat. Filtrat yang diperoleh dievaporasi pada

suhu 40oC hingga kering. Selanjutnya ditambahkan 25 ml heksana dan

diperoleh konsentrat karoten. Kemudian dievaporasi kembali hingga kering

dan ditambahkan fase gerak 5-10 ml. Ekstrak kemudian siap untuk diinjeksi

ke dalam HPLC.

Analisis HPLC menggunakan kolom vydac tipe 201TP34 C-18 fase

terbalik dengan panjang 25 cm dan diameter 4.6 mm. Fase mobil terdiri dari

28% asetonitril, 25% metanol, dan 2% tetrahidrofuran dengan kecepatan

Kadar karoten total = Bx

xVxFPxAx2600

100010

aliran 1 ml/menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV visibel

dengan panjang gelombang 450 nm dan volume injeksi 10μl.

Injeksi dilakukan dengan membandingkan pola kromatogram sampel

dengan pola kromatogram standar. Identifikasi didasarkan dengan waktu

retensinya. Prinsip perhitungan konsentrasi karoten adalah dengan

membandingkan luas area dari puncak karoten pada standar. Hubungan antara

luas area dan konsentrasinya digambarkan dalam kurva standar, yang

menunjukkan luas area pada berbagai konsentrasi. Nilai luas area sampel ke

dalam persamaan kurva standar β-karoten sehingga konsentrasi β-karoten

sampel dapat diketahui.

i. Analisis α-Tokoferol (Dionisi et al. (1995) yang dimodifikasi oleh Balai Pasca Panen)

Prinsip

Analisis α-tokoferol dilakukan dengan menggunakan HPLC

berdasarkan prinsip pemisahan komponen-komponen sampel dengan cara

melewatkan sampel pada suatu kolom, yang selanjutnya dilakukan

pengukuran kadar masing-masing komponen-komponen tersebut dengan suatu

detektor.

Prosedur

Sampel ditimbang sebanyak 2 g ke dalam Erlenmeyer beralufo, lalu

ditutup rapat. Kemudian, erlenmeyer berisi sampel tersebut dimasukkan

dengan 20 ml alkohol 99%, 3 g KOH, 0,1 g sodium askorbat. Kemudian

distirer pada suhu ruang. Selanjutnya diekstrak dengan heksan sebanyak 2 x

30 ml di dalam tabung pemisah. Setelah terlihat adanya pemisahan, lapisan

heksan di bagian atas dipisahkan. Lalu fase organik dicuci dengan 20 ml air

sebanyak 3 kali, lapisan atas diambil, dan dikeringkan dengan menambahkan

Na2SO4 anhidrous. Lalu dilakukan penyaringan dengan kertas saring.

Kemudian kertas saring dibilas dengan heksan dan dikeringkan dengan aliran

gas N2. Residu lalu dilarutkan dalam fase gerak 5 ml, dengan perbandingan

metanol : asetonitril = 1 : 1. Selanjutnya diinjeksi ke HPLC, dengan volume

injeksi 20 μl.

Kandungan alpha-tokoferol ditentukan dengan sistem HPLC

menggunakan Waters Bondapak (18 reverse phase column, 10 μm, 3 : 9 x 300

nm). Fase gerak yang digunakan adalah metanol : air (95 : 5) dengan

kecepatan aliran 2,5 ml / menit dengan menggunakan detektor UV pada

panjang gelombang 290 nm.

j. Analisis Total Fenol (Shetty et al., 1995)

Prinsip

Analisis total fenol dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran

absorbansi sampel dengan menggunakan spektrofotometer. Penentuan total

fenol dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi yang diperoleh ke

dalam persamaan regresi kurva standar.

Prosedur

Pada metode ini, larutan sampel sebanyak 1 ml ditempatkan dalam

tabung reaksi berisi 1 ml etanol 95% dan 5 ml air bebas ion, lalu ditambahkan

0.5 ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Setelah 5 menit, ditambahkan 1 ml

Na2CO3 5% lalu divorteks sampai homogen dan disimpan dalam ruang gelap

selama 1 jam. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 725 nm. Kurva standar dipersiapkan dengan menggunakan asam

tanat dalam etanol 95% dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm.

k. Berat Jenis (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada

saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan piknometer.

Prosedur

Sampel minyak cair yang akan ditentukan berat jenisnya sebelumnya

harus disaring dulu dengan kertas saring. Hal ini bertujuan membuang benda-

benda asing dan kandungan air. Piknometer dibersihkan dan dikeringkan.

Piknometer diisi dengan akuades bersuhu 20-30oC.

Pengisian dilakukan sampai kadar air dalam botol meluap dan tidak ada

gelembung udara di dalamnya. Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air

yang bersuhu 25oC dengan toleransi 0.2oC selama 30 menit. Botol diangkat

dari bak air dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Berat botol ditimbang

dengan isinya. Perhitungan berat jenis minyak buah merah adalah

a = berat botol dan minyak b = berat botol c = berat air pada suhu 250C

l. Indeks Bias (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Pengukuran indeks bias dengan refraktometer Abbe dilakukan

berdasarkan prinsip pembiasan, yaitu jika seberkas cahaya dengan panjang

gelombang tertentu jatuh dari udara menuju minyak atau dari media yang

kurang padat menuju media yang lebih padat, maka sinar tersebut akan

dibiaskan mendekati garis normal.

Prosedur

Minyak diteteskan pada prisma refraktometer Abbe yang sudah

distabilkan pada suhu tertentu, dibiarkan selama 1-2 menit untuk mencapai

suhu refraktometer, lalu dilakukan pembacaan indeks bias. Sebelum dan

sesudah digunakan prisma refraktometer dibersihkan dengan toluene atau

alkohol. Indeks bias perlu dikoreksi untuk temperatur standar, dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

R = Indeks bias pada suhu standar

R’ = Indeks bias pada suhu pembacaan

T = Suhu standar

T’ = Suhu pembacaan

K = 0.000385 untuk minyak

m. Turbidity Point (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Turbidity point merupakan suhu pada saat bagian termometer yang

tenggelam dalam minyak tidak dapat dilihat dengan nyata bila secara

horizontal atau sejajar melalui gelas piala dan sampel.

Berat jenis minyak pada suhu 25oC = c

ba−

R = R’– K (T’ – T)

Prosedur

Contoh minyak dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam asetat

atau alkohol. Kemudian dipanaskan sampai contoh minyak larut sempurna.

Larutan ini kemudian didinginkan perlahan-lahan sampai mulai menghablur.

Suhu dicatat jika terlihat adanya kristal-kristal halus lemak dicatat dan

dinyatakan sebagai turbidity point atau biasa disebut titik kritis.

n. Titik Cair (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Pengukuran titik cair berdasarkan pengukuran suhu pada saat lemak

mulai keluar dari pipa kapiler yang berada di dalam air setelah sebelumnya

mengalami pembekuan.

Prosedur

Lemak cair yang sudah disaring dimasukkan ke dalam tabung kapiler

sepanjang 10 mm. Ujung tabung ditutup rapat dengan cara memanaskan pada

api kecil dan dijaga jangan sampai terbakar. Tabung pipa kapiler dimasukkan

ke dalam refrigerator 4-10oC, dibiarkan selama 16 jam. Tabung kapiler

digabungkan dengan termometer air raksa sehingga ujung tabung berisi lemak

sejajar dengan ujung termometer yang berisi air raksa (bisa dengan

mengikatnya menjadi satu). Kemudian direndam dalam gelas piala 600 ml

yang berisi air setengah penuh sehingga termometer terendam sepanjang 30

ml. Suhu dicatat pada saat tetesan lemak mulai jatuh dan digunakan kaca

pembesar untuk melihatnya. Suhu yang terbaca merupakan titik cair lemak

tersebut.

o. Viskositas metode Brookfield (Wahyuni, 2000)

Prinsip

Aliran bahan dalam viskometer yang didasarkan pada gaya rotasi oleh

spindle yang diatur kecepatan putarnya. Pengukuran viskositas dilakukan

dengan Viscometer Brookfield.

Prosedur

Sebelum dilakukan pengukuran, rpm (putaran per menit) dan beban

(spindle) yang akan digunakan (bernomor) diatur. Hal ini dilakukan untuk

menentukan angka konversinya pada tabel yang terdapat pada bagian atas alat.

Nilai rpm yang digunakan adalah 60. Spindle yang digunakan adalah spindle

no. 1. Jarum diusahakan menunjuk ke angka nol. Contoh dimasukkan ke

dalam wadah hingga tanda tera pada beban terendam. Motor penggerak

dijalankan setelah jarum benar-benar berimpit dengan angka nol. Setelah dua

menit, motor dimatikan, bersamaan dengan itu, tekan tombol penekan jarum

dan baca angka yang ditunjukkan jarum tersebut.

A = angka yang ditunjukkan oleh jarum

p. Bilangan Penyabunan (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Reaksi antara minyak dengan larutan KOH dalam etanol di bawah

pendingin tegak serta penitaran kelebihan KOH dengan asam klorida

menggunakan indikator fenolftalein.

Prosedur

Mula-mula, sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam erlenmeyer 300

ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH beralkohol. Erlenmeyer yang berisi

sampel dan KOH beralkohol dihubungkan dengan pendingin tegak. Refluks

dengan hot plate sampai semua sampel tersabunkan sempurna, yaitu sampai

larutan bebas dari butiran lemak. Proses ini membutuhkan waktu 1 jam.

Larutan didinginkan dan bagian dalam pendingin tegak dibilas dengan

akuades. Larutan ditambahkan 1 ml indikator fenolftalein kemudian dititrasi

dengan HCl 0.5 N sampai warna merah jambu hilang. Blanko dibuat seperti

pada penetapan contoh (tanpa sampel). Perhitungan bilangan penyabunan

adalah sebagai berikut:

Bilangan penyabunan = ( )gramdalamsampelberat

xHClNxsampeltiterblankotiter 1.56−

Viskositas = A x angka konversi

q. Bilangan Iod (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Penentuan bilangan iod didasarkan pada kemampuan gliserida tidak

jenuh minyak atau lemak dalam mengabsorbsi sejumlah iod, khususnya

apabila dibantu dengan iodin bromida, sehingga membentuk senyawa yang

jenuh. Kelebihan iod dititrasi dengan Na-tiosulfat sehingga iod yang

diabsorpsi oleh minyak atau lemak dapat diketahui jumlahnya.

Prosedur

Mula-mula, dilakukan pembuatan pereaksi Hanus, yaitu dengan cara

melarutkan 13.2 g I2 dalam asam asetat glasial panas. Setelah larut, Br2

ditambahkan ke dalam larutan pereaksi yang telah dingin.

Sampel ditimbang tepat 0.1-0.5 g, lalu ditambahkan 10 ml kloroform

atau karbon tetraklorinasi untuk melarutkan sampel minyak dan 25 ml

pereaksi Hanus. Larutan lalu ditempatkan dalam ruang gelap selama 1 jam

sambil sekali-kali dikocok. Sesudah 1 jam, larutan ditambahkan 10 ml larutan

KI 15% dan dikocok merata. Larutan segera dititrasi hingga warna kuning iod

hampir hilang. Tambahkan 2 tetes larutan pati 1% sebagai indikator. Titrasi

dilanjutkan hingga warna biru hilang. Blanko dibuat seperti pada penetapan

sampel (untuk blanko, sampel diganti dengan kloroform/CCL). Perhitungan

bilangan Iod adalah sebagai berikut :

r. Bilangan Asam (Apriyantono et al., 1989)

Prinsip

Penentuan bilangan asam didasarkan pada pelarutan contoh minyak

dalam pelarut organik tertentu (alkohol) dilanjutkan dengan penitaran

menggunakan larutan basa.

Prosedur

Sampel minyak ditimbang sebanyak 20 mg dalam erlenmeyer 250 ml,

kemudian ditambahkan 50 ml alkohol 95% netral, dipanaskan sampai

Bilangan Iod = ( )gramdalamsampelberat

XOSNaNxsampeltiterblankotiter 69.12322−

mendidih dan dibiarkan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk.

Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N menggunakan indikator

fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu yang konsisten selama 10

detik. Perhitungan bilangan asam dan kadar asam adalah sebagai berikut:

G = Berat sampel

M = Berat molekul asam lemak yang dominan dalam minyak (rata- rata dari campuran asam lemak), untuk asam oleat = 282

s. Bilangan Peroksida (SNI, 1998 )

Prinsip

Penentuan bilangan peroksida didasarkan pada pengukuran sejumlah iod

yang dibebaskan dari kalium iodida melelui reaksi oksidasi oleh peroksida

dalam minyak pada suhu ruang dengan medium asam asetat dan kloroform.

Prosedur

Sampel ditimbang sebanyak 0,1 mg di dalam erlenmeyer 300 ml,

ditambahkan 10 ml kloroform, dikocok sampai semua minyak larut.

Ditambahkan 15 ml larutan asam asetat glasial dan 1 ml KI jenuh. Larutan

dikocok 5 menit di tempat gelap pada suhu 15 – 25o C. Setelah 5 menit,

ditambahkan air suling 75 ml dan dikocok. Kelebihan iod dititrasi dengan

larutan sodium tiosulfat 0.02 N dengan pati sebagai indikator.

Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan, yaitu miligram

ekivalen per kg, dan miligram oksigen per kg.

A = ml Sodium tiosulfat untuk contoh – ml Sodium tiosulfat untuk blanko

N = Normalitas Sodium tiosulfat

G = Berat minyak/lemak (gram)

3. Pengujian Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah terhadap Sel Kanker HeLa dan K-562 (Priosoeryanto, 1994)

Pengujian antiproliferasi ekstrak buah merah dilakukan terhadap sel

kanker HeLa dan K-562. Sel HeLa merupakan sel kanker yang dibiakkan dalam

Kadar asam = G

MxKOHNxKOHml10

Bilangan peroksida = G

xNxA 1000 (Mek/kg contoh)

bentuk monolayer, sedangkan sel K-562 dibiakkan dalam bentuk suspensi.

Tahapan yang dilakukan dalam pengujian ini, antara lain persiapan larutan ekstrak

buah merah, pengenceran stok suspensi sel kanker, kultur sel, pemanenan dan

penghitungan sel setelah inkubasi.

a. Persiapan larutan stok fraksi minyak dan air buah merah

Fraksi minyak dan air buah merah yang akan digunakan dalam

pengujian antiproliferasi terhadap sel kanker, terlebih dahulu dibuat dalam tiga

konsentrasi larutan, yaitu 10, 20, dan 40 μl/ml (Lampiran 1). Pembuatan

larutan fraksi minyak buah merah dengan konsentrasi 10 μl/ml dilakukan

dengan mencampurkan 10 μl fraksi minyak dengan 5 µl DMSO (Dimethyl

Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml dengan media DMEM/F12.

Pembuatan larutan stok fraksi minyak buah merah dengan konsentrasi 20

μl/ml dilakukan dengan mencampurkan 20 μl fraksi minyak dengan 5 µl

DMSO (Dimethyl Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml dengan media

DMEM/F12. Pembuatan larutan fraksi minyak buah merah dengan

konsentrasi 40 μl/ml dilakukan dengan mencampurkan 40 μl fraksi minyak

dengan 5 µl DMSO (Dimethyl Sulfoxide Acid), kemudian ditera hingga 1 ml

dengan media DMEM/F12. Pembuatan larutan fraksi air buah merah untuk

tiga konsentrasi yang sama dengan ekstrak minyak dilakukan dengan cara

yang sama seperti tersebut di atas tetapi tanpa penambahan DMSO. Larutan

tersebut masing-masing diaduk secara homogen dan distrerilisasi dengan

membran sterilisasi 0.2 µm.

b. Pengenceran stok suspensi sel kanker (sel HeLa dan sel K-562)

Larutan stok suspensi sel kanker yang disimpan dalam nitrogen cair

dicairkan kembali (thawing) dengan mendiamkan pada suhu kamar atau

digenggam dengan tangan. Sebanyak l ml larutan stok suspensi sel kanker

dipindahkan ke dalam tabung vacutainer kemudian ditambahkan dengan 4 ml

medium penumbuh (DMEM/F12). Lalu campuran tersebut divorteks agar

suspensi sel kanker yang berada pada tabung menjadi homogen sehingga pada

saat dipergunakan sel tidak berkumpul di satu tempat.

c. Kultur sel

Sebanyak 850 µL media DMEM/F12 yang telah mengandung FBS 10%

dimasukkan ke dalam tiap sumur perlakuan fraksi minyak dan air dalam

lempeng yang bersumur 24 buah. Kemudian sebanyak 50 µl suspensi sel

dengan densitas 2 x 106 sel/ml dimasukkan ke dalam tiap sumur. Sebanyak

100 µl larutan fraksi minyak dan air buah merah, masing-masing dimasukkan

ke dalam sumur sehingga setiap sumur berisi 1000 µl. Dengan demikian,

konsentrasi fraksi di dalam sumur menjadi 1, 2, dan 4 µl/ml, sedangkan

konsentrasi sel dalam sumur menjadi 1 x 105 sel/ml. Kontrol positif antikanker

yang digunakan adalah senyawa doxorubicin sebanyak 6 µl dengan

konsentrasi larutan stok sebesar 2 mg/ml sebagai indikator penghambatan sel

kanker. Konsentrasi doxorubicin dalam sumur sebesar 0.0111 mg/ml atau 11.1

mg/ml. Kontrol negatif merupakan sumur yang hanya berisi media penumbuh

dan sel. Inkubasi kultur dilakukan selama tiga hari dalam inkubator 370C, dan

CO2 5%. Rancangan pemetaan sumur dapat dilihat pada Lampiran 2.

d. Pemanenan dan Penghitungan Sel dengan Metode Trypan Blue

Setelah diinkubasi selama tiga hari, suspensi sel dalam tiap sumur

diaduk dengan mikropipet hingga homogen. Kemudian sebanyak 90 μl

suspensi tersebut dipipet ke dalam salah satu sumur pada lempeng bersumur

96 lubang dan ditambahkan dengan 10 μl trypan blue 0,4%. Lalu campuran

suspensi sel dan trypan blue tersebut diaduk hingga homogen. Larutan

suspensi sel dan trypan blue tersebut kemudian diteteskan di ujung

hemasitometer yang telah ditutup dengan gelas penutup hingga semua bagian

di bawah gelas penutup dipenuhi larutan tersebut.

Penghitungan sel dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya

menggunakan perbesaran 40X. Sel yang dihitung adalah sel berbentuk bulat

yang berada dalam 25 kotak pada bagian tengah hemasitometer. Jumlah total

sel adalah jumlah seluruh sel yang hidup dan mati. Sel yang hidup tidak akan

berwarna, sedangkan sel yang mati akan berwarna biru (Gambar 8). Jumlah

sel per ml, persen proliferasi dan antiproliferasi dihitung dengan rumus:

a : dihitung berdasarkan kontrol negatif

b : dihitung berdasarkan aktivitas kontrol positif

(a)

(b) (c)

Gambar 8. Profil sel kanker di bawah video photo microscope : (a) sebelum diberi tryphan blue (perbesaran 25x), (b) dan (c) setelah diberi tryphan blue (perbesaran 40x).

Jumlah sel/ml = Jumlah total sel x FP X 104 sel/ml

% Proliferasi = ( ) %100Xnegatifkontrolselrataanjumlah

perlakuanmatihidupselrataanjumlah +

% Antiproliferasia = 100% - % proliferasi

% Antiproliferasib = %100%

% XpositifkontrolerasiAntiprolif

merahbuahfraksierasiAntiprolifa

a

hidup

mati

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGARUH PROSES EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK BUAH MERAH

Fraksi minyak dan air yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada

Gambar 9. Kedua fraksi tersebut diperoleh dari satu rangkaian metode ekstraksi

sentrifugal seperti yang telah tercantum dalam bab sebelumnya (Gambar 7).

(a) (b)

Gambar 9. Fraksi minyak (a) dan fraksi air buah merah (b)

Metode ekstraksi sentrifugal yang digunakan untuk mengekstrak buah

merah memiliki beberapa persamaan tahap dengan metode ekstraksi buah merah

yang dilakukan oleh Susanti (2006), yaitu pengukusan, pengepresan, sentrifugasi,

dan penguapan. Metode ekstraksi modifikasi 2 tersebut dapat dilihat pada

Gambar 10.

Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah bahan hasil ekstraksi

dengan jumlah bahan yang diekstraksi. Rendemen merupakan suatu parameter

yang penting dalam suatu proses produksi. Menurut Budi et al. (2005), hasil

rendemen fraksi minyak buah merah dari metode sentrifugal sebesar 15 % dari

buah merah utuh. Rendemen fraksi air yang diperoleh dari 3 liter pasta sisa

sebesar 1.6 liter atau sekitar 53 % (Tabel 3). Rendemen minyak buah merah hasil

ekstraksi modifikasi 2 sebesar 18% (Susanti, 2006).

Perbedaan rendemen minyak yang dihasilkan dari kedua metode tersebut

dapat dikarenakan adanya perbedaan parameter proses, seperti penggunaan suhu,

waktu, dan tekanan. Sirait (1981) menyatakan bahwa rendemen pengepresan

dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan bahan yang mengandung minyak

sebelum pengepresan. Proses pengukusan yang dilakukan sebelum pengepresan

pada metode sentrifugal dilakukan pada suhu 75oC selama 30 menit, sedangkan

untuk metode modifikasi 2 dilakukan pada suhu 100oC, 15 menit. Menurut Harris

dan Karmas (1989), pengukusan yang lama dengan suhu yang rendah tidak

mempunyai keuntungan yang nyata dalam hal rendemen dibandingkan

pengukusan sebentar pada suhu tinggi. Bahkan jika dilihat dari susut bahan atau

susut akibat oksidasi, pengukusan pada suhu tinggi dengan waktu singkat akan

menghasilkan retensi zat gizi yang lebih besar.

Tabel 3. Rendemen ekstrak buah merah

Fraksi Rendemen (%) Metode sentrifugal Metode modifikasi 2b

Minyak 15 18 Air 53a -

a: dihitung dari pasta sisa b Sumber Susanti (2006)

Rendemen minyak juga dipengaruhi oleh besar tekanan pengepresan.

Rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi seiring dengan semakin besar

tekanan pengepresan hingga mencapai tekanan optimum (Jamieson, 1964).

Tekanan yang digunakan pada metode sentrifugal (1010 psi) lebih kecil

dibandingkan dengan metode modifikasi 2 (4000 – 4500 psi). Perbedaan besar

tekanan yang digunakan pada kedua metode tersebut dapat menghasilkan

rendemen minyak yang berbeda. Hal ini terbukti pada penelitian minyak biji jarak

yang dilakukan oleh Liestiyani (2000).

Semakin besar tekanan pengepresan yang digunakan, rendemen minyak

biji jarak yang dihasilkan semakin besar. Hal ini akan menyebabkan daya tekan

terhadap bahan semakin besar sehingga jaringan bahan semakin mudah rusak dan

minyak dalam biji semakin mudah keluar (Liestiyani, 2000). Penggunaan tekanan

pengepresan yang lebih besar pada metode modifikasi 2 akan memberikan daya

tekan yang lebih besar pada bahan sehingga rendemen minyak hasil modifikasi 2

dapat lebih tinggi.

Selain besarnya tekanan, proses penambahan air pada metode modifikasi 2

dapat meningkatkan rendemen minyak. Penambahan air panas dapat mempercepat

penetrasi panas dalam bahan, yang berasal dari uap air panas. Hal ini

mengakibatkan penggumpalan protein bahan lebih sempurna dan minyak menjadi

lebih mudah keluar sehingga rendemen minyak yang dihasilkan pada metode

modifikasi 2 dapat lebih tinggi dibandingkan pada metode sentrifugal.

Gambar 10. Tahapan Ekstraksi Buah Merah Metode Modifikasi 2 (Susanti, 2006)

Buah merah

Pembelahan dan pembuangan empulur

Penimbangan (1 kg daging buah)

Pengukusan (100oC, 15 menit)

Penambahan air (2 L, 80 oC)

Pemisahan biji dan daging buah

pasta biji

Pengepresan (P 4000 – 4500 psi)

Pengendapan (sentrifugasi 3000 rpm, 10 menit)

Minyak kasar

ampas

Penguapan (vacuum 50 oC, 15 menit)

Minyak (ekstrak buah merah)

B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA EKSTRAK BUAH

Analisis karakteristik kimia yang dilakukan terhadap ekstrak buah merah

antara lain analisis proksimat (analisis kadar air, abu, lemak, protein, dan

karbohidrat) dan analisis kandungan senyawa bioaktif yang meliputi β-karoten, α-

tokoferol, total karoten, total tokoferol, serta total fenol. Pada fraksi minyak buah

merah juga dilakukan analisis fisik (meliputi: berat jenis, indeks bias, turbidity

point, titik cair, dan viskositas) serta analisis kimia (meliputi: bilangan

penyabunan, bilangan iod, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida) yang

terkait dengan derajat kerusakan minyak atau lemak.

Kandungan proksimat dan senyawa bioaktif ekstrak buah merah

Kadar air merupakan jumlah materi yang hilang akibat pemanasan bahan

pangan pada suhu sekitar titik didih air (Jacobs, 1951). Kadar air berdasarkan

basis basah yang diperoleh untuk fraksi minyak sebesar 0.86% dan fraksi air

sebesar 98.92% (Tabel 4). Dibandingkan dengan fraksi air, fraksi minyak buah

merah telah melalui proses lebih lanjut untuk menghilangkan sisa kandungan air

di dalamnya. Pada proses ekstraksi, sampel minyak buah merah telah mengalami

proses penguapan secara vakum sehingga kandungan air pada fraksi minyak

menjadi lebih berkurang, dan dimungkinkan mendekati nol untuk menghindari

terjadinya proses hidrolisis minyak. Kadar air yang tinggi juga dapat mendorong

pertumbuhan mikroba yang akan menyebabkan kerusakan pangan.

Menurut Sherly (1998), kadar air pada buah merah segar sebesar 6.7%

(basis basah). Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air buah

merah menurut Budi (2002), yaitu sebesar 34.9% (Tabel 1). Hal ini dikarenakan

adanya proses pengeringan yang dilakukan Sherly (1998) terhadap buah merah

sebelum dilakukan analisis untuk mencegah kebusukan buah selama proses

pengiriman dari habitat aslinya (Papua).

Bila dibandingkan dengan kadar air pada buah merah segar, fraksi minyak

memiliki kadar air yang lebih rendah (Tabel 4). Hal ini dapat disebabkan adanya

tahap pengukusan pada proses ekstraksi. Pada proses tersebut, air yang

terkandung di dalam bahan akan menguap dan keluar dari bahan. Proses

sentrifugasi juga berperan dalam memisahkan air dari fraksi minyak sehingga

kandungan airnya akan semakin berkurang. Proses pemanasan secara vakum

terhadap fraksi minyak juga merupakan suatu cara untuk menguapkan air yang

masih berada pada fraksi minyak.

Tabel 4. Kandungan proksimat ekstrak buah merah dan buah merah segar kultivar merah panjang asal Wamena

Kandungan Fraksi minyak

Fraksi air Buah merah segara

Kadar air (%bb) 0.86 98.92 6.7 Kadar abu (%bk) 0.03 11.92 2.57 Kadar lemak (%bk) 93.65 38.24 40.41 Kadar protein (%bk) 0.08 42.88 0.86 Kadar karbohidrat (%bk) 6.22 21.96 56.16

a : Pengukuran dilakukan setelah bahan dikeringkan dan tiba Bogor (Sherly, 1998)

bb : Basis basah bk : Basis kering

Menurut Susanti (2006), kadar air minyak hasil metode modifikasi 2

sebesar 0.03% (basis basah). Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

kadar air fraksi minyak hasil metode sentrifugal. Perbedaan nilai ini dapat

dikarenakan perbedaan parameter proses dalam ekstraksi minyak. Pada metode

modifikasi 2, pengukusan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 1000C

sehingga air dalam bahan akan lebih cepat menguap dan keluar dari bahan.

Pengepresan dengan tekanan yang lebih besar (4000 – 4500 psi), akan membuat

daya tekan terhadap bahan lebih besar, sehingga minyak maupun air yang keluar

juga akan lebih banyak. Sentrifugasi yang dilakukan pada kecepatan yang lebih

tinggi (3000 rpm) akan memisahkan fase air dan minyak dengan lebih baik

sehingga air akan terpisah lebih sempurna dari fraksi minyak.

Berdasarkan tahapan metode sentrifugal, seharusnya kadar air fraksi

minyak yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan yang terkandung di

dalam minyak hasil ekstraksi modifikasi 2 karena tidak ada tahap penambahan air

yang dapat meningkatkan kadar air bahan. Hal ini dapat dikarenakan tidak adanya

pemisahan biji sebelum pengepresan pada metode sentrifugal sehingga protein

yang terkandung dalam kulit biji dapat bertindak sebagai emulsifier antara minyak

dengan air. Oleh karena itu, pemisahan air dan minyak menjadi lebih sulit pada

tahap ekstraksi. Proses ini dapat dijelaskan pada kasus minyak biji pepaya

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sirait (1981).

Menurut Sirait (1981), pada proses pengukusan, air masuk ke dalam bahan

dan keluar bersama minyak dalam bentuk emulsi pada saat pengepresan. Jika kulit

biji pepaya (mengandung protein) tidak dihilangkan dengan proses pemisahan,

berarti biji pepaya masih mengandung protein yang lebih banyak. Dengan adanya

protein pada kulit biji yang ikut terekstrak, terjadi emulsi antara minyak dengan

air dengan protein sebagai emulsifier. Adanya mono/digliserida, lesitin, dan

fosfolipid dalam minyak juga dapat berfungsi sebagai emulsifier sehingga

pemisahan air dari minyak lebih sukar. Oleh karena itu, masih banyak air yang

tertinggal dalam emulsi tersebut, yang menyebabkan kadar air minyak pda metode

sentrifugal menjadi lebih tinggi.

Abu dalam bahan pangan merupakan residu anorganik yang

mempresentasikan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan (Pomeranz

dan Clifton, 1971). Menurut Farlex (2008), sebagian besar elemen mineral dalam

bahan pangan, stabil terhadap kondisi pemasakan standar. Mineral tidak hilang

karena adanya panas. Namun, mineral dapat larut ke dalam cairan hasil

pemasakan. Dalam hal ini, mineral larut dalam fraksi minyak dan air. Tabel 4

menunjukkan bahwa nilai kadar abu (basis kering) yang diperoleh untuk sampel

fraksi minyak sebesar 0.03%, fraksi air sebesar 11.92% dan buah merah segar

2.57%. Kandungan mineral pada fraksi minyak dan air lebih rendah dibandingkan

dengan buah merah segar. Hal ini dapat dikarenakan fraksi tersebut telah

mengalami proses pemisahan dengan pasta dan biji yang banyak mengandung

mineral. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung kalsium yang

merupakan salah satu jenis mineral.

Menurut Ketaren (1986), mineral merupakan kotoran yang tidak larut

dalam minyak sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dari fraksi minyak.

Proses pemisahan tersebut umumnya dilakukan secara mekanis, seperti

pengendapan, penyaringan, dan sentrifugasi. Pada proses ekstraksi buah merah

metode sentrifugal terdapat tahap sentrifugasi dan penyaringan sehingga akan

menghasilkan ampas berupa pasta. Pasta yang banyak mengandung komponen

mineral ini dipisahkan dari fraksi minyak dan air. Oleh karena itu, kandungan

mineral pada fraksi minyak dan air hasil ekstraksi tersebut dapat lebih rendah

dibandingkan buah segarnya.

Menurut Sherly (1998), di dalam buah merah terkandung berbagai

komponen mineral seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Buah merah juga

mengandung mineral besi (Budi, 2002). Beberapa mineral seperti Cu, Mn, dan Fe

dapat berfungsi sebagai katalis pada berbagai reaksi yang menyebabkan

kerusakan pada fraksi minyak karena mendorong terjadinya proses oksidasi.

Kadar lemak menunjukkan jumlah kandungan lemak dalam suatu bahan.

Kadar lemak (basis kering) yang diperoleh pada fraksi minyak adalah 93.65%,

sedangkan pada fraksi air adalah 38.24% (Tabel 4). Menurut Muchtadi (2000),

lemak adalah senyawa yang larut pada pelarut organik dan tidak larut dalam air.

Selain itu, kandungan lemak yang rendah pada fraksi air juga dikarenakan adanya

proses sentrifugasi pada tahap ekstraksi. Proses ini dapat memisahkan fase yang

banyak mengandung lemak dan fase air. Fase minyak akan berada di bagian atas,

sedangkan fase air berada pada bagian tengah (Gambar 11).

Gambar 11. Fase minyak (a), fase air (b), pasta (c)

Kadar lemak pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan buah

merah segar. Hal ini dikarenakan fraksi minyak merupakan hasil ekstraksi dari

beberapa tahap proses yang dilalui buah merah segar, yaitu tahap sentrifugasi

akan memisahkan fraksi minyak dengan air dan pasta serta penguapan vakum

untuk menghilangkan sisa air sehingga fraksi minyak yang diperoleh akan lebih

terkonsentrasi.

a

b

c

Kandungan lemak yang tinggi pada fraksi minyak merupakan sumber

asam lemak yang esensial, diantaranya asam oleat, linoleat dan linolenat yang

tergolong ke dalam asam lemak tidak jenuh. Asam lemak dapat berfungsi sebagai

antibiotik dan antivirus. Asam lemak juga dapat memperlambat dan membunuh

sel tumor aktif (Khomsan, 2005).

Lemak merupakan pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kandungan lemak yang

tinggi memungkinkan vitamin-vitamin tersebut terdapat dalam jumlah yang lebih

banyak pada fraksi minyak. Vitamin A dan E dikenal sebagai pencegah penyakit

degeneratif seperti jantung koroner, stroke, dan kanker (Khomsan,2005).

Kandungan protein yang tinggi pada bahan pangan merupakan suatu

indikator pangan yang bergizi protein tinggi. Protein pangan adalah sumber utama

asam amino yang dikonsumsi, baik sebagai protein atau sebagai asam amino

bebas. Nilai kadar protein basis kering yang diperoleh untuk fraksi minyak

sebesar 0.08%, sedangkan untuk fraksi air sebesar 42.59% (Tabel 4).

Protein merupakan senyawa yang umumnya larut dalam air atau pelarut

polar. Beberapa jenis protein larut air menurut Winarno (1992) yaitu histon,

albumin, pepton, dan proteosa. Adanya protein dalam fraksi minyak kemungkinan

disebabkan adanya konjugasi protein dengan lipid membentuk lipoprotein atau

adanya emulsi antara air dan minyak dengan protein sebagai agen pengemulsi.

Protein berperan penting sebagai biokatalis, komponen struktur sel dan

organ, protein kontraktil, hormon, pengkelat logam, antibodi, protein pelindung,

dan cadangan sumber nitrogen dan energi bagi tubuh (Damodaran, 1997).

Interaksi protein dengan beta-karoten dapat meningkatkan produksi antibodi

dalam tubuh sehingga akan meningkatkan jumlah sel Natural Killer serta

memperbanyak aktivitas sel T helpers dan limfosit. Sel Natural Killer tersebut

dapat menekan kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal

bebas senyawa karsinogen penyebab kanker (Budi et al., 2005)

Kadar protein yang rendah pada fraksi minyak dan air bila dibandingkan

dengan buah merah segar (Tabel 4) dapat dikarenakan di dalam buah merah segar

masih terdapat biji, yang salah satu kandungan di dalamnya adalah protein.

Adanya proses pemisahan kotoran yang berbentuk suspensi koloid pada tahapan

ekstraksi dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein dalam bahan.

Menurut Ketaren (1986), senyawa yang mengandung nitrogen termasuk ke

dalam kotoran dalam minyak yang berbentuk suspensi koloid. Kotoran dalam

bentuk suspensi koloid dapat dipisahkan dengan cara pengendapan dan

penyaringan. Pada metode ekstraksi sentrifugal, terdapat proses sentrifugasi dan

penyaringan yang akan memisahkan fraksi minyak dan air dengan pasta. Protein

tersebut mungkin banyak terdapat pada pasta yang merupakan ampas dari proses

ekstraksi sentrifugal. Menurut Thung (2005), pasta buah merah mengandung

kalsium, serat alami, dan protein.

Kadar karbohidrat (basis kering) yang diperoleh untuk sampel fraksi

minyak sebesar 6.22%, fraksi air sebesar 21.96% dan buah merah segar 56.16%

(Tabel 4). Kadar karbohidrat basis kering pada fraksi minyak dan air buah merah,

lebih kecil dibandingkan pada buah merah segar. Hal ini dikarenakan pada buah

merah segar masih mempunyai bagian-bagian tanaman yang lengkap seperti biji,

kulit biji, dan empulur yang juga dapat mengandung karbohidrat di dalamnya.

Rendahnya kandungan karbohidrat pada fraksi minyak juga dapat

dikarenakan adanya proses pemisahan ekstrak dengan ampas maupun pasta yang

dihasilkan setelah proses pengepresan, penyaringan (filtrasi), dan sentrifugasi.

Ampas yang dipisahkan tersebut merupakan kotoran yang tidak larut dalam

minyak seperti biji atau partikel jaringan, lendir atau getah, serta serat-serat yang

berasal dari kulit (mungkin selulosa dan lignin). Seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya oleh Thung (2005) bahwa pasta buah merah yang merupakan ampas

juga mengandung serat alami selain kalsium dan protein.

Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati baik berupa gula

sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang

tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya buah-buahan

mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Karbohidrat berfungsi

sebagai sumber kalori utama bagi tubuh Selain itu, dapat pula untuk mencegah

timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral,

dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1992).

Menurut Southgate (1976), kadar karbohidrat (by difference) yang

ditentukan dalam penelitian ini merupakan nilai total dari gula, pati, pektin,

hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Adanya karbohidrat memungkinkan adanya

kandungan serat pangan pada kedua fraksi dengan kandungan tertinggi pada fraksi

air berdasarkan basis kering (Tabel 4).

Serat pangan (dietary fiber) merupakan kelompok polisakarida dan

polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian

atas tubuh manusia. Serat pangan total terdiri dari komponen serat pangan larut

(soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber,

IDF). SDF merupakan jenis serat pangan yang mungkin banyak terkandung dalam

kedua fraksi, karena IDF mungkin telah terpisah pada tahap penyaringan dan

sentrifugasi. Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam

dinding sel tanaman merupakan sumber SDF (Muchtadi, 2000).

Serat terlarut telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol darah.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa secara fisiologis, serat pangan larut (SDF)

lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein

(LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). Selain itu,

ternyata SDF juga bermanfaat bagi penderita diabetes mellitus, yaitu berhubungan

dengan peranan SDF dalam mereduksi absorpsi glukosa dalam usus. Manfaat lain

SDF adalah membuat perut merasa capat kenyang, sehingga berguna untuk

mempertahankan berat badan normal (Muchtadi, 2000)

Buah merah terkenal karena mengandung senyawa-senyawa yang

berpotensi sebagai antioksidan, yaitu senyawa karoten dan tokoferol. Berdasarkan

hasil analisis yang tercantum pada Tabel 5, kadar β-karoten dan total karoten

pada fraksi minyak lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Kadar beta-

karoten fraksi minyak sebesar 636.24 ppm dan fraksi air buah merah sebesar 0.93

ppm. Total karoten pada fraksi minyak sebesar 4 505.43 ppm, sedangkan pada

fraksi air sebesar 1.11 ppm. Menurut Meiriana (2006), hal tersebut disebabkan

senyawa karotenoid terutama karotenoid provitamin A merupakan komponen

yang bersifat lipofilik karena strukturnya yang nonpolar sehingga larut pada fraksi

yang bersifat nonpolar. Karotenoid sangat larut dalam minyak dan merupakan

hidrokarbon dengan banyak ikatan tidak jenuh. Winarno (1992) juga menyatakan

bahwa minyak dan lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A,

D, E, dan K. Kadar lemak yang lebih tinggi pada fraksi minyak (Tabel 4)

memungkinkan karotenoid yang terlarut juga lebih besar dibandingkan dengan

fraksi air.

Tabel 5. Kandungan senyawa bioaktif ekstrak buah merah

Senyawa bioaktif Fraksi minyak Fraksi air Metode

sentrifugal Metode

modifikasi 2a Total karoten (ppm) 4 505.43 21 430.00 1.11 β-karoten (ppm) 636.24b 4 583.00 0.93 b Total tokoferol (ppm) 22 940.35 10 832.00 1836.03 α-tokoferol (ppm) 481.48 b 1 368.26 1.10 b Total fenol (ppm) - - 210.44

a : Sumber Susanti (2006) b : Hasil pengujian Balai Pasca panen

Kandungan karotenoid yang tinggi, terutama beta-karoten, pada fraksi

minyak, dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan dapat merangsang

sistem imun untuk dapat melawan radikal bebas yang membentuk karsinogen.

Konsumsi beta-karoten 30 – 60 mg/hari selama dua bulan membuat tubuh dapat

memperbanyak sel Natural Killer. Bertambahnya sel-sel tersebut dapat menekan

kehadiran sel-sel kanker karena ampuh menetralisasikan radikal bebas senyawa

karsinogen yang dapat menyebabkan kanker (Uripi, 2005).

Kandungan beta-karoten pada minyak buah merah lebih tinggi

dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya berkisar antara 500 – 700

ppm (Widarta, 2007). Menurut Anonim (2007a) dan Budi et al. (2005), kadar β-

karoten pada sari buah merah sebesar 700 ppm dan total karotennya sebesar

12 000 ppm. Total karoten dan β-karoten pada minyak yang dihasilkan dari

metode modifikasi 2 sebesar 21 430 ppm dan 4 583 ppm. Perbedaan nilai tersebut

dengan hasil yang diperoleh pada penelitian dapat dikarenakan karotenoid telah

mengalami sedikit kerusakan akibat panas, oksigen, dan katalis logam. Patterson

(1983) menjelaskan bahwa keberadaan oksigen dan panas yang biasanya menjadi

katalis dalam proses oksidasi, serta peroksida yang terbentuk pada proses oksidasi

lemak, dapat mempercepat oksidasi karoten. Oksidasi akan membuka cincin β-

ionon pada ujung molekul karoten, sehingga menyebabkan kerusakan aktivitas

karoten tersebut sebagai provitamin A. Pemanasan sampai dengan suhu 600C

tidak mengakibatkan dekomposisi karoten, tetapi dapat terjadi perubahan isomer.

Perubahan stereoisomer mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten. Isomer cis

mempunyai nilai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dibandingkan isomer

trans-nya. Secara alami, karoten dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk all-

trans-karoten (Bauernfeind et al., 1981).

Oksidasi karotenoid juga dapat dipercepat dengan adanya katalis logam,

khususnya tembaga, besi, dan mangan yang terjadi secara acak pada rantai karbon

yang mengandung ikatan ganda (Iwashaki dan Murakoshi, 1992). Hasil analisis

yang dilakukan oleh Sherly (1998) menunjukkan bahwa buah merah mengandung

berbagai komponen mineral, seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Menurut Budi

(2002), logam besi juga berada pada buah merah (Tabel 1). Pada fraksi minyak

buah merah, mineral-mineral tersebut berada dalam jumlah yang relatif kecil yang

direpresentasikan oleh kadar abu, yaitu 0.03% (Tabel 4). Keberadaan logam Cu,

Mn dan Fe pada fraksi minyak buah merah dapat mempercepat terjadinya oksidasi

yang mengakibatkan kerusakan karotenoid.

Senyawa peroksida juga dapat mempercepat oksidasi karotenoid

(Patterson, 1983). Fraksi minyak metode sentrifugal memiliki kandungan

peroksida sebesar 12 mek/kg (Tabel 6) yang lebih tinggi dibandingkan kandungan

peroksida pada fraksi minyak metode modifikasi 2. Kandungan peroksida yang

lebih tinggi tersebut mendorong terjadinya kerusakan karotenoid yang lebih besar

sehingga menurunkan jumlah kandungan karotenoid pada fraksi minyak metode

sentrifugal. Keberadaan peroksida pada fraksi minyak dapat terjadi karena adanya

perbedaan metode dan reaksi oksidasi selama penyimpanan.

Kerusakan karoten juga dapat terjadi akibat proses pengolahan dan

penyimpanan. Menurut Belitz dan Grosch (1999), proses pengolahan dan

penyimpanan dapat mendorong terjadinya kerusakan karoten sebesar 5 – 40%.

Fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian telah disimpan selama ± 4 bulan

sehingga kemungkinan untuk mengalami kerusakan sangat tinggi.

Kadar α-tokoferol dan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah

menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air (Tabel 5).

Kadar α-tokoferol dan total tokoferol fraksi minyak secara berurutan adalah

481.48 ppm dan 22940.35 ppm, sedangkan pada fraksi air sebesar 1.10 ppm dan

1836.03 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5a dan 5b.

Fraksi minyak buah merah mengandung tokoferol yang lebih tinggi

dibandingkan dengan fraksi air. Menurut Machlin (1991), vitamin E tidak larut

dalam air, larut dalam lemak, alkohol, pelarut organik, serta minyak nabati.

Tokoferol bersifat nonpolar sehingga akan lebih larut dalam senyawa nonpolar.

Kandungan tokoferol yang tinggi pada fraksi minyak, bahkan lebih tinggi

dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya sebesar 1000 ppm

(Widarta, 2007), dapat mencegah penyakit degeneratif, melalui peningkatan

kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang kurang baik akan meningkatkan

resiko terserang kanker sebesar 30%. Perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat

dihasilkan oleh kehadiran vitamin E. Konsumsi vitamin E yang cukup dapat

bermanfaat dalam pembentukan antibodi. Vitamin E juga berfungsi sebagai

antioksidan yang mampu mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat

karsinogen mencapai target sasaran (sel) sehingga kerusakan sel dapat dihindari

(Khomsan, 2005).

Total tokoferol pada fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi

dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 (Tabel 5),

sedangkan nilai α-tokoferolnya lebih kecil. Hal ini disebabkan konsentrasi

tokoferol di dalam fraksi minyak metode sentrifugal yang digunakan dalam

pengukuran kadar tokoferol terlalu tinggi sehingga mengakibatkan nilai

absorbansi yang terukur sangat besar, bahkan berada di luar kurva standar. Nilai

absorbansi tersebut lebih besar dibandingkan dengan absorbansi yang dihasilkan

oleh larutan standar pada konsentrasi tertinggi sehingga seharusnya diperlukan

tahap pengenceran. Apabila tahap ini dilakukan, mungkin hasil yang diberikan

akan lebih akurat.

Senyawa fenol merupakan senyawa yang cenderung mudah larut dalam air

karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida (Anonim, 2007c). Oleh

karena itu, analisis total fenol hanya dilakukan terhadap fraksi air. Menurut

Winarno (1997), air mampu melarutkan komponen bahan pangan seperti garam,

vitamin larut air, mineral, dan senyawa-senyawa citarasa seperti yang terkandung

dalam teh dan kopi. Komponen lain yang juga ikut terekstrak dalam pelarut air

adalah protein, peptida, dan senyawa fenol.

Pengujian total fenol bertujuan menentukan total senyawa fenolik yang

terkandung dalam sampel. Senyawa fenolik berkaitan dengan aktivitas

antioksidan yang terkandung di dalam suatu bahan. Semakin tinggi kandungan

fenolik, diduga aktivitas antioksidan bahan tersebut juga semakin tinggi (Yulia,

2007). Total fenol yang terkandung pada fraksi air sebesar 210.44 ppm. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6a dan 6b.

Kandungan total fenol pada fraksi air (setara dengan 0.02% bb atau 19%

bk), memungkinkannya untuk memiliki kemampuan sebagai antioksidan

meskipun tidak sebesar efek yang dapat ditimbulkan oleh ekstrak teh hijau.

Menurut Chen dan Han (2000), kandungan senyawa polifenol pada ekstrak teh

hijau sebesar 54.5 – 76.55% (bk). Menurut Shahidi dan Wanasudara (1992),

senyawa fenol terbukti sebagai sumber antioksidan yang efektif, penangkal

radikal bebas dan pengkelat ion-ion logam.

Senyawa polifenol atau flavonoid juga terdapat dalam apel dan telah

terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dengan menekan aktivitas radikal bebas

dalam tubuh. Senyawa glikosida quercetin pada kulit buahnya mampu

mengurangi aktivitas karsinogenik, yaitu dengan menekan aktivitas enzimatik

yang berhubungan dengan beberapa jenis sel tumor. Senyawa golongan fenolik

mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C

dan E (Hernani, 2005).

Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat

kerusakan minyak

Fraksi minyak buah merah tergolong ke dalam jenis minyak yang dapat

mengalami kerusakan. Analisis sifat fisiko-kimia minyak dilakukan terhadap

fraksi minyak buah merah untuk mengetahui derajat kerusakan yang mungkin

terjadi selama proses pengolahan maupun penyimpanan sehingga mempengaruhi

kualitasnya. Analisis sifat fisik minyak yang dilakukan dalam penelitian, yaitu

berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas, sedangkan

analisis kimia yang dilakukan meliputi bilangan penyabunan, bilangan. asam,

bilangan iod, dan bilangan peroksida. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan

hasil pada metode ekstraksi modifikasi 2 karena memiliki beberapa tahapan yang

sama. Hasil analisis terhadap sifat fisiko kimia fraksi minyak buah merah dapat di

pada Tabel 6.

Berat jenis merupakan perbandingan berat dari suatu volume contoh pada

saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis

dipengaruhi oleh jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap. Semakin

panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, berat jenis semakin

besar. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 6 menunjukkan bahwa berat jenis

minyak yang diperoleh, yaitu 0.90 g/ml. Nilai ini mendekati nilai berat jenis

minyak nabati pada suhu 250C secara umum, yaitu sebesar 0.91- 0.92 g/ml

(Lawson, 1995). Namun, menurut Susanti (2006) berat jenis minyak buah merah

hasil ekstraksi metode modifikasi 2 adalah 0.66 g/ml. Nilai berat jenis yang

diperoleh dalam penelitian ini ternyata lebih tinggi dibandingkan nilai berat jenis

yang diperoleh pada penelitian Susanti (2006). Hal ini menandakan bahwa jumlah

panjang rantai karbon dan ikatan rangkap pada fraksi minyak yang digunakan

dalam penelitian lebih banyak dibandingkan pada minyak yang diperoleh pada

metode modifikasi 2 yang berarti, memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih

tinggi.

Tabel 6. Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah

Analisis Metode sentrifugal Metode modifikasi 2a Berat jenis pada 250C (g/ml ) 0.90 0.66 Indeks bias 1.46 1.47 Turbidity point (oC) 58 - Titik cair (oC) 12.5 12.5 Viskositas (cp) 58.50 1.96 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 242.28 262.62 Bilangan iod (g iod/100 g) 71.02 67.77 Asam lemak bebas (%) 0.35 0.09 Bilangan peroksida (mek/kg) 12.80 0.16 a : Sumber Susanti (2006)

Menurut Liestiyani (2000), selain berhubungan dengan jumlah panjang

rantai karbon dan ikatan rangkap, berat jenis juga berkaitan dengan komponen-

komponen lain yang terdapat dalam minyak. Berat jenis minyak yang lebih tinggi

dapat disebabkan adanya kotoran yang terikut dalam minyak pada saat proses

pengepresan. Hal ini menyebabkan minyak semakin berat dan nilai berat jenisnya

semakin tinggi. Menurut Ketaren (1986), kotoran yang ada di dalam minyak

berupa kotoran terlarut (zat warna, mono dan digliserida, asam lemak) dan

kotoran yang tidak terlarut (ampas hasil pengepresan, seperti biji atau partikel

jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral,

dan sejumlah kecil air).

Pada ekstraksi dengan metode sentrifugal, tidak dilakukan pemisahan biji

sebelum pengepresan seperti pada metode modifikasi 2. Hal ini memungkinkan

biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serta serat-serat yang berasal dari

kulit, ikut terekstrak dalam minyak sehingga meningkatkan berat jenisnya.

Keberadaan air dalam jumlah yang cukup tinggi (0.86%) dan adanya mineral

(abu) juga dapat meningkatkan berat jenis minyak.

Menurut Ketaren (1986), indeks bias pada minyak atau lemak merupakan

derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang

cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak digunakan pada pengenalan

unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Nilai indeks bias minyak

akan berkurang dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas. Hal ini berarti

minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi akan mempunyai indeks bias yang

lebih rendah. Menurut Forma (1979), indeks bias akan semakin tinggi dengan

semakin panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Semakin sukar sinar

dibiaskan dalam suatu medium, maka nilai indeks biasnya akan semakin tinggi.

Indeks bias dipengaruhi oleh proses oksidasi, suhu, dan air.

Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 1.46 (Tabel

6). Menurut Susanti (2006), indeks bias pada minyak buah merah hasil metode

modifikasi 2 adalah 1.47. Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian lebih

rendah dibandingkan nilai tersebut meskipun tidak berbeda jauh. Hal ini dapat

dikarenakan kandungan asam lemak bebas yang lebih tinggi pada fraksi minyak

metode sentrifugal, yaitu sebesar 0.35%. Asam lemak bebas yang terdapat dalam

fraksi minyak dapat dikarenakan terjadinya proses hidrolisis minyak.

Turbidity point merupakan suhu dimana minyak berubah menjadi keruh.

Menurut Winarno (1992), besarnya turbidity point tergantung pada keberadaan

asam lemak bebas. Nilai turbidity point yang diperoleh dari penelitian adalah

58oC. Nilai ini tidak bisa dibandingkan dengan hasil pada metode modifikasi 2

karena analisis tersebut tidak dilakukan. Kandungan asam lemak yang lebih tinggi

akan memberikan indeks bias yang lebih tinggi karena sinar semakin sukar

dibiaskan dalam suatu medium. Semakin sukar sinar dibiaskan dalam suatu

medium menunjukkan medium tersebut dapat lebih keruh atau lebih rapat

sehingga nilai turbidity point kemungkinan akan lebih rendah.

Kekeruhan pada minyak juga dipengaruhi oleh proses pemanasan dan

komponen yang terdapat dalam minyak. Fraksi minyak buah merah mengandung

tokoferol yang cukup tinggi. Semakin lama proses pemanasan akan menghasilkan

minyak yang semakin keruh. Hal ini disebabkan panas yang diterima oleh minyak

akan semakin besar sehingga proses oksidasi tokoferol yang terkandung pada

minyak akan semakin cepat. Oksidasi tokoferol dalam jumlah yang sedikit ini

akan mengakibatkan perubahan warna pada minyak menjadi semakin keruh

(Djatmiko dan Widjaja, 1981).

Menurut Ketaren (1986), lemak atau minyak hewani dan nabati tidak

mempunyai titik cair yang tepat, tetapi mencair diantara kisaran suhu tertentu. Hal

tersebut dikarenakan lemak atau minyak tersebut merupakan campuran dari

gliserida dan komponen lainnya. Nilai titik cair yang diperoleh dari penelitian

adalah 12.5oC (Tabel 6). Nilai ini sama dengan nilai titik cair yang dimiliki oleh

minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Menurut Krischenbauer (1960), asam

lemak selalu menunjukkan kenaikan titik cair dengan semakin panjangnya rantai

karbon. Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya semakin tinggi, mempunyai

titik cair yang semakin rendah.

Viskositas adalah gaya hambat yang mempengaruhi kemampuan mengalir

suatu cairan (Muller, 1973). Viskositas perlu diukur untuk mengetahui tingkat

kekentalan suatu minyak. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal yang

diperoleh sebesar 58.5 cp, sedangkan viskositas minyak metode modifikasi

sebesar 1.96 cp. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi

dibandingkan dengan minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Penambahan

air yang dilakukan pada metode modifikasi 2 dapat menurunkan viskositas

minyak sehingga minyak menjadi lebih encer.

Liestiyani (2000) menyatakan bahwa viskositas minyak biji jarak

dipengaruhi oleh tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan. Minyak yang

dipres dengan tekanan 4000 psi menghasilkan minyak yang lebih encer.

Kemungkinan, tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan juga berpengaruh

terhadap viskositas minyak buah merah. Tekanan pengepresan dan suhu

pemanasan bahan pada metode modifikasi 2 lebih tinggi dibandingkan pada

metode sentrifugal. Semakin besar tekanan yang digunakan pada saat ekstraksi

memperbesar kemungkinan terputusnya rantai gliserida. Semakin tingginya suhu

pemanasan menyebabkan terjadinya dekomposisi minyak pada saat ekstraksi

sehingga rantai gliserida terurai menghasilkan senyawa dengan bobot molekul

rendah. Senyawa ini menyebabkan minyak menjadi lebih encer .

Penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang diperlukan untuk

menyabunkan 1 g minyak atau lemak (Pike, 2003). Bilangan penyabunan fraksi

minyak yang diperoleh dalam penelitian, sebesar 242.28 mg KOH/ g sampel.

Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan

ekstrak minyak metode modifikasi 2 (Susanti, 2006) sebesar 262.62 mg KOH/g

sampel. Namun, nilai bilangan penyabunan fraksi minyak tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan berdasarkan rancangan

persyaratan mutu minyak buah merah menurut BBIA (2006) sebesar 221 – 230

mg KOH/g sampel. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi minyak yang digunakan

dan ekstrak minyak metode modifikasi 2 tidak sesuai dengan persyaratan mutu

minyak buah merah.

Perbedaan nilai bilangan penyabunan antara fraksi minyak metode

sentrifugal dan metode modifikasi 2 disebabkan adanya perbedaan pada tahapan

ekstraksi yang dapat mempengaruhi jumlah panjang rantai karbon. Pada metode

modifikasi 2, pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi serta adanya

penambahan air bersuhu 80oC dalam tahapan ekstraksinya. Pemanasan dapat

menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan karbon pada asam lemak sehingga

bobot molekul lemak menjadi lebih rendah dan bilangan penyabunan menjadi

lebih tinggi.

Menurut Silam (1998), bilangan penyabunan di dalam minyak dapat turun

atau naik. Hal ini disebabkan di dalam minyak dapat terjadi reaksi seperti

oksidasi, esterifikasi, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi menghasilkan asam lemak

bebas dan senyawa dengan bobot molekul rendah sehingga minyak yang

mengalami oksidasi akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi.

Sedangkan reaksi esterifikasi dan polimerisasi akan menghasilkan senyawa

dengan bobot molekul tinggi sehingga minyak yang mengalami reaksi esterifikasi

dan polimerisasi mempunyai bilangan penyabunan yang lebih rendah.

Bilangan iod merupakan suatu pengukuran terhadap derajat

ketidakjenuhan, yaitu jumlah ikatan rangkap C-C yang berhubungan dengan

jumlah minyak atau lemak. Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod

yang diserap/100 g sampel. Bilangan iod yang dihasilkan tergantung dari jumlah

asam lemak tidak jenuh pada minyak Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan,

semakin banyak iod yang diserap. Oleh karena itu, semakin tinggi bilangan iod,

semakin tinggi pula derajat ketidakjenuhan.. Bilangan iod fraksi minyak yang

diperoleh dalam penelitian sebesar 71.02 g iod/100 g sampel. Hasil ini lebih

rendah jika dibandingkan dengan nilai bilangan iod berdasarkan persyaratan mutu

minyak buah merah menurut BBIA (2006) sebesar 74.9 – 78.3 g iod/100 g lemak.

Namun, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan iod pada minyak

hasil ekstraksi metode modifikasi 2 (sebesar 67.77 g iod/100 g minyak). Hal ini

menunjukkan bahwa mungkin telah terjadi oksidasi lemak pada fraksi minyak

buah merah yang digunakan dalam penelitian tetapi tingkat oksidasinya lebih

kecil dibandingkan pada minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2.

Menurut Pike (2003), asam lemak bebas merupakan persentase dari

kandungan asam lemak spesifik berdasarkan bobotnya. Nilai ini menyatakan

jumlah asam lemak bebas dalam minyak atau lemak yang dihubungkan dengan

proses hidrolisa dan oksidasi lemak atau minyak terkait dengan mutunya.

Semakin tinggi kadar asam yang dikandung minyak, semakin tinggi pula tingkat

kerusakan minyak. Kadar asam lemak bebas (dihitung sebagai asam oleat) pada

fraksi minyak metode sentrifugal yang diperoleh dari hasil analisis sebesar 0.35%.

Berdasarkan rancangan standar persyaratan mutu minyak buah merah yang

dikemukakan oleh BBIA (2006), kandungan asam lemak bebas yang dihitung

sebagai asam oleat maksimum sebesar 0.3%. Bila dibandingkan dengan nilai

tersebut, fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar asam

lemak bebas yang lebih tinggi. Hal ini menandakan bahwa fraksi minyak buah

merah yang digunakan dalam penelitian ini, sudah tidak memenuhi rancangan

persyaratan mutu tersebut.

Kandungan asam lemak bebas pada fraksi minyak metode sentrifugal

ternyata juga lebih tinggi dibandingkan kandungan asam lemak bebas pada

minyak yang diekstraksi dengan metode modifikasi 2. Peningkatan kadar asam

lemak bebas pada fraksi minyak dapat terjadi akibat proses hidrolisis minyak

selama pengolahan dan penyimpanan. Proses hidrolisis yang terjadi pada minyak

dapat disebabkan adanya air, asam, alkali, dan uap air. Kandungan air pada fraksi

minyak metode sentrifugal sebesar 0.86%, sedangkan pada minyak hasil ekstraksi

metode modifikasi 2 sebesar 0.03% (Susanti, 2006). Kandungan air yang lebih

tinggi memungkinkan fraksi minyak metode sentrifugal mengalami proses

hidrolisis yang meningkatkan kadar asam lemak bebas.

Tahap pemotongan daging buah merah sebelum pengukusan juga dapat

meningkatkan kadar asam lemak bebas. Sirait (1998) menjelaskan bahwa proses

perajangan atau pemotongan bahan terutama menjadi bentuk yang lebih halus

dapat memecahkan sel bahan dengan lebih sempurna sehingga kontak antara

minyak dengan uap air pengukusan lebih besar. Selain itu, selama pengukusan

terjadi proses hidrolisa minyak yang dipercepat oleh adanya uap air pengukusan.

Kedua hal tersebut mendukung peningkatan asam lemak bebas pada minyak yang

dihasilkan dari pengepresan.

Kandungan asam lemak bebas yang tinggi juga dapat disebabkan oleh

aktivitas enzim lipase. Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dapat terjadi

pada saat minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selain

pada saat pengolahan dan penyimpanan. Lemak hewani dan nabati yang masih

berada dalam jaringan, umumnya masih mengandung enzim yang dapat

menghidrolisis lemak. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi dapat

disebabkan kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang

dihasilkan oleh kontaminasi mikroba.

Bilangan peroksida merupakan bilangan terpenting untuk menentukan

derajat kerusakan minyak atau lemak. Menurut Wolf (1997), bilangan peroksida

dapat didefinisikan sebagai jumlah milimol peroksida/kg lemak, atau jumlah

miliekivalen O2/kg lemak, atau jumlah mikron O2 aktif/g lemak. Winarno (1990)

menyatakan bahwa bilangan peroksida dapat digunakan sebagai indikator

terhadap ketengikan oksidatif pada minyak atau lemak. Peroksida dapat

ditentukan bila bahan yang mengandung minyak atau lemak, kontak secara

terbuka dengan udara.

Bilangan peroksida yang diperoleh pada fraksi minyak buah merah metode

sentrifugal sebesar 12.80 mek/kg sampel. Nilai tersebut lebih tinggi bila

dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada metode modifikasi 2 (yaitu 0.16

g/ek) dan nilai bilangan peroksida berdasarkan rancangan standar minyak buah

merah yang diusulkan oleh BBIA (yaitu maksimal 10 mek/kg). Dengan demikian,

fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian sudah tidak

memenuhi rancangan syarat mutu tersebut. Hal ini dapat disebabkan fraksi

minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian telah mengalami

penyimpanan dalam waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadinya

pembentukan peroksida yang lebih banyak. Pembentukan peroksida ini dapat

disebabkan adanya cahaya, suasana asam, dan kelembaban udara selama

penyimpanan.

Bilangan peroksida yang tinggi dikarenakan fraksi minyak banyak

mengalami kontak dengan udara sehingga terjadi reaksi oksidasi yang membentuk

senyawa peroksida. Reaksi oksidasi menghasilkan peroksida terjadi pada ikatan

rangkap sehingga bila reaksi yang terjadi semakin banyak, ikatan rangkap yang

terpecah juga semakin banyak sehingga bilangan peroksida semakin tinggi.

Walaupun fraksi minyak mempunyai bilangan peroksida yang lebih tinggi,

tetapi hal ini tidak mengindikasikan bahwa fraksi minyak yang digunakan dalam

penelitian telah rusak. Menurut Christie (1982), bilangan peroksida bukan

merupakan indikator kerusakan minyak yang baik. Hal ini disebabkan peroksida

yang terbentuk bersifat tidak stabil. Kandungan peroksida yang tinggi sebenarnya

tidak menunjukkan bahwa minyak tersebut telah rusak, melainkan hanya suatu

indikator bahwa minyak tersebut akan segera menjadi rusak. Hal ini karena

parameter kerusakan minyak bukan bilangan peroksida itu sendiri, melainkan

terbentuknya senyawa-senyawa seperti aldehid, keton, dan hidrokarbon yang

menyebabkan ketengikan pada minyak.

C. PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER HELA DAN K-562

Proliferasi merupakan pertumbuhan dengan cara multiplikasi bagian

(misalnya jaringan dan sel) secara cepat (Anonim, 2008b), sedangkan

antiproliferasi berhubungan dengan kemampuan suatu senyawa yang bersifat

mencegah atau menghambat proliferasi. Penghitungan % proliferasi sel dilakukan

berdasarkan perbandingan antara jumlah total sel (hidup dan mati) pada sumur

perlakuan yang diberi fraksi minyak, air, dan kontrol positif dengan jumlah total

sel pada sumur kontrol negatif (hanya berisi sel dan media). Hal ini dilakukan

untuk melihat jumlah sel yang berhasil berproliferasi setelah diberikan

penambahan fraksi buah merah. Penghitungan % antiproliferasi dilakukan untuk

melihat efek penghambatan yang diberikan fraksi buah merah terhadap proliferasi

sel. Penghitungan yang didasarkan pada perbandingan jumlah sel yang hidup atau

mati saja, umumnya dilakukan untuk melihat viabilitas sel.

Viabilitas sel adalah suatu penentuan sel yang hidup atau dapat pula sel

yang mati (mortalitas) berdasarkan jumlah sel total. Pengukuran viabilitas sel

digunakan untuk mengevaluasi kemampuan hidup atau kematian sel kanker dan

penolakan terhadap organ yang dicangkok (Christensen, 2008). Metode ini

umumnya dilakukan untuk melihat perkembangan sel secara rutin.

Pengujian antiproliferasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas ekstrak

buah merah dalam menghambat proliferasi sel kanker HeLa dan K-562. Pada

pengujian ini, masing-masing fraksi buah merah (fraksi air dan fraksi minyak)

yang digunakan, dibuat dalam tiga konsentrasi berdasarkan dosis konsumsi harian

minyak buah merah yaitu 10, 20, dan 40 µl/ml (Lampiran 1). Fraksi minyak

memerlukan penambahan DMSO (Dimethyl Sulfoxide) dalam pembuatan larutan

uji karena bersifat nonpolar (tidak larut dalam air).

Menurut Skehan (1998), dalam uji kelarutan obat, senyawa yang tidak

larut air harus dilarutkan dalam DMSO dengan konsentrasi antara 0.25 – 1%

sehingga tidak menghambat pertumbuhan sel kanker. DMSO merupakan senyawa

kimia dengan rumus kimia (CH3)2SO. Senyawa ini berupa cairan tidak berwarna

yang larut dalam senyawa polar dan nonpolar. Muir (2007) menyatakan bahwa

DMSO dapat melindungi sel nonkanker sekaligus mempotensialkan aktivitas agen

kemoterapi terhadap sel kanker.

Uji antiproliferasi ini menggunakan senyawa doxorubicin sebagai kontrol

positif antikanker (Lampiran 7). Menurut Anonim (2007a), doxorubicin banyak

digunakan dalam kemoterapi sebagai obat yang dapat berinteraksi dengan DNA.

Menurut Sibuea (1981) dikutip dari Astutik (2007), sel kanker dalam siklus

proliferatif merupakan sel-sel yang sensitif terhadap efek senyawa sitotoksik dan

umumnya obat sitostatika bekerja dengan jalan merusak enzim atau substrat yang

dipengaruhi oleh sistem enzim. Sebagian besar efek pada enzim atau substrat

berhubungan dengan sintesis DNA. Dengan demikian, obat-obat yang toksik dan

bersifat antikanker menghambat sel yang sedang membentuk DNA atau sel yang

sedang membelah.

Pengujian antiproliferasi fraksi minyak dan air buah merah dilakukan

terhadap dua jenis sel kanker, yaitu sel kanker HeLa yang umumnya dibiakkan

dalam bentuk monolayer (sel selapis) dan sel kanker K-562 yang dibiakkan dalam

bentuk suspensi. Jumlah sel HeLa dan K-562 setelah mendapat perlakuan dengan

sampel uji (fraksi minyak dan air buah merah) dihitung dengan metode trypan

blue. Jumlah sel HeLa dan K-562 yang berproliferasi secara berturut-turut dapat

dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 15. Persentase antiproliferasi terhadap

kedua sel dihitung dengan dua alternatif, yaitu berdasarkan kontrol negatif (%

antiproliferasia) dan kontrol positif (% antiproliferasib). Hasil uji antiproliferasi

fraksi air dan minyak buah merah terhadap sel HeLa dan sel K-562 yang dihitung

berdasarkan kontrol negatif secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 13

dan 16, sedangkan hasil uji berdasarkan perhitungan kontrol positif disajikan pada

Gambar 14 dan 17. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 dan

Lampiran 12.

Gambar 12 memperlihatkan bahwa fraksi minyak dan air buah merah

dapat menekan pertumbuhan sel HeLa ditandai dengan adanya penurunan jumlah

sel HeLa dibandingkan dengan kontrol negatif pada tiga konsentrasi uji. Pada

gambar tersebut juga dapat terlihat bahwa jumlah sel HeLa yang hidup, menurun

seiring dengan peningkatan konsentrasi fraksi air buah merah yang diberikan.

Namun untuk sampel fraksi minyak, korelasi tersebut tidak terlihat.

Analisis ragam yang dilakukan terhadap jumlah sel HeLa pada Lampiran

9a, menunjukkan bahwa jenis fraksi buah merah dan perbedaan konsentrasi fraksi

yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel HeLa yang

berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Selain itu, tidak ada interaksi antara

jenis fraksi dan konsentrasi yang berpengaruh nyata terhadap jumlah sel HeLa

yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil tersebut diperkuat dengan

uji Duncan (Lampiran 9b) yang memperlihatkan bahwa jumlah sel HeLa yang

diberi perlakuan fraksi minyak dan air tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat

pada nilai mean kedua fraksi tersebut yang berada pada satu subset. Demikian

pula halnya pada perlakuan konsentrasi. Hasil uji Duncan pada Lampiran 9c

menunjukkan bahwa jumlah sel HeLa pada ketiga taraf konsentrasi tidak berbeda

nyata.

3,1

1,51,7

2,3

1,5 1,41,6

1,2

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

Jum

lah

sel/m

l (x

106 )

10 20 40

Konsentrasi (ul/ml)

fraksi minyak

fraksi air

Gambar 12. Proliferasi sel HeLa pada berbagai konsentrasi fraksi minyak

dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-) dan doxorubicin sebagai kontrol (+).

Aktivitas antiproliferasi merupakan nilai persentase penghambatan

proliferasi sel yang diberikan oleh bahan uji. Semakin tinggi % antiproliferasi

terhadap sel, semakin tinggi pula aktivitas antiproliferasi sampel.

Gambar 13 memperlihatkan bahwa fraksi minyak dan fraksi air buah

merah memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa pada konsentrasi 10,

K(-) K(+)

20, dan 40 µl/ml meskipun penggunaan doxorubicin sebagai kontrol positif

ternyata memberikan aktivitas antiproliferasi yang tinggi.

Berdasarkan Gambar 13, aktivitas antiproliferasi fraksi minyak buah

merah menurun dengan persentase tertinggi sebesar 52% pada dosis 20 µl/ml,

(yang merupakan dosis konsumsi standar), 48% pada dosis 40 µl/ml, dan

persentase terendah sebesar 46% pada dosis 10 µl/ml. Hal ini menunjukkan

bahwa dosis konsumsi standar (20 µl/ml) akan lebih efektif dalam menekan

aktivitas proliferasi sel HeLa dibandingkan dosis ganda (40 µl/ml) maupun

setengah dosis (10 µl/ml), meskipun perbedaannya tidak terlihat ekstrim. Namun,

hal ini tidak menutup kemungkinan pada konsentrasi yang lebih tinggi, aktivitas

antiproliferasi fraksi minyak buah merah akan meningkat lagi.

0

53

46

27

5254

48

62

0

10

20

30

40

50

60

70

% A

ntip

rolif

eras

ia

10 20 40

Konsentrasi (ul/ml)

fraksi minyakfraksi air

Gambar 13. Persentase antiproliferasia sel HeLa pada berbagai konsentrasi

fraksi minyak dan air buah merah.

Aktivitas antiproliferasi fraksi air buah merah terhadap sel HeLa semakin

bertambah seiring dengan peningkatan konsentrasi fraksi, yaitu 27% pada

konsentrasi 10 µl/ml, 54% pada konsentrasi 20 µl/ml, dan 62% pada konsentrasi

40 µl/ml. Hal ini kemungkinan dikarenakan ada zat-zat terlarut dalam fraksi air

yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti senyawa fito-kimia dan

golongan fenolik. Hernani (2005) menyatakan bahwa senyawa fito-kimia dan

K(-) K(+)

senyawa golongan fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi

dibandingkan vitamin C dan E.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 10a menunjukkan bahwa jenis

sampel (fraksi) yang digunakan, yaitu fraksi minyak dan air buah merah, serta

perbedaan konsentrasi fraksi yang diberikan, tidak berpengaruh nyata terhadap %

antiproliferasi pada sel HeLa yang dihitung berdasarkan kontrol negatif pada taraf

signifikansi 0.05. Analisis lanjut menggunakan uji Duncan juga memperlihatkan

tidak adanya perbedaan antara % antiproliferasi sel HeLa oleh fraksi minyak dan

air buah merah (Lampiran 10b) serta konsentrasi yang diberikan (Lampiran

10c) karena semua nilai berada pada subset yang sama. Hasil analisis ragam juga

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi antara jenis fraksi dengan

konsentrasi yang diberikan terhadap % antiproliferasi sel HeLa.

Gambar 14 memperlihatkan persentase antiproliferasi sel HeLa oleh

fraksi buah merah yang dihitung berdasarkan kontrol positif (doxorubicin). Pada

perhitungan, aktivitas antiproliferasi yang diberikan oleh kontrol positif dianggap

sebagai aktivitas tertinggi (100%) yang dapat menghambat proliferasi sel HeLa.

0

10087

50

98 10291

118

0

20

40

60

80

100

120

% A

ntip

rolif

eras

ib

10 20 40

Konsentrasi (ul/ml)

fraksi minyakfraksi air

Gambar 14. Persentase antiproliferasib sel HeLa pada berbagai konsentrasi

fraksi minyak dan air buah merah

Berdasarkan Gambar 14, secara keseluruhan fraksi minyak memiliki

aktivitas antiproliferasi yang mendekati kontrol positif doxorubicin. Aktivitas

K(-) K(+)

antiproliferasi tertinggi fraksi minyak terhadap sel HeLa diberikan pada

konsentrasi 20 µl/ml sebesar 98% dan terendah pada konsentrasi 10 µl/ml sebesar

87%.

Fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel HeLa yang

semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan

(Gambar 14). Pada konsentrasi terendah, aktivitas antiproliferasi fraksi air hanya

setengah dari aktivitas kontrol positif. Namun, aktivitas tersebut dapat melebihi

kontrol positif bahkan 18% lebih tinggi pada konsentrasi 40 µl/ml.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 11a menunjukkan bahwa jenis fraksi,

perbedaan konsentrasi, dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak

berpengaruh nyata terhadap % antiproliferasi terhadap sel HeLa berdasarkan

kontrol positif pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 11b

dan 10c juga memperlihatkan bahwa % antiproliferasi sel HeLa yang diberikan

oleh kedua jenis fraksi dan ketiga taraf konsentrasi yang diberikan, tidak berbeda

nyata pada taraf signifikansi 0.05.

4,9

1,7

2,4

3,1

2,4

1,6 1,9

1,1

0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,55,0

Jum

lah

sel/m

l (x

106 )

10 20 40

Konsentrasi (ul/ml)

fraksi minyakfraksi air

Gambar 15. Proliferasi sel K-562 pada berbagai konsentrasi fraksi

minyak dan air buah merah dengan media tanpa sampel sebagai kontrol (-) dan doxorubicin sebagai kontrol (+).

Sel kanker lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel K-562.

Perbandingan jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada berbagai konsentrasi

sampel dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan gambar tersebut, jumlah sel

K(-) K(+)

K-562 yang berproliferasi menurun dengan pemberian kedua jenis fraksi. Jumlah

sel K-562 semakin menurun dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. Hal

ini terlihat pada pemberian fraksi air buah merah.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 13a menunjukkan bahwa jenis fraksi

tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada taraf

signifikansi 0.05. Namun, perbedaan konsentrasi yang diberikan serta adanya

interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi yang diberikan berpengaruh nyata

terhadap jumlah sel K-562 yang berproliferasi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil

uji Duncan pada Lampiran 13b memperlihatkan bahwa jumlah sel K-562 antara

pemberian fraksi air dan minyak tidak memberikan hasil yang berbeda nyata.

Sebaliknya, perbedaan konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah

sel K-562. Fraksi dengan konsentrasi 10 µl/ml memberikan jumlah sel K-562

yang berbeda nyata dengan dua konsentrasi lainnya (Lampiran 13c).

0

66

51

36

51

6861

77

01020304050607080

% A

ntip

rolif

eras

ia

10 20 40

Konsentrasi (ul/ml)

fraksi minyakfraksi air

Gambar 16. Persentase antiproliferasia sel K-562 pada berbagai konsentrasi

fraksi minyak dan air buah merah

Nilai aktivitas antiproliferasi ekstrak buah merah terhadap sel K-562 yang

dihitung berdasarkan kontrol negatif dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar

tersebut menunjukkan fenomena yang tidak jauh berbeda dengan hasil yang

diberikan pada pengujian sampel terhadap sel HeLa, yaitu kedua jenis fraksi

K(-) K(+)

memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker. Berdasarkan gambar

tersebut, aktivitas antiproliferasi fraksi air semakin meningkat seiring dengan

peningkatan konsentrasi yang diberikan.

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 14a, diketahui bahwa

jenis fraksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai % antiproliferasi sel K-562

yang dihitung berdasarkan kontrol negatif pada taraf signifikansi 0.05. Hasil

tersebut diperkuat pula dengan uji lanjut Duncan yang memperlihatkan bahwa

nilai % antiproliferasi fraksi minyak dan air berada pada dua subset yang sama

(Lampiran 14b). Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa konsentrasi dan

interaksinya dengan jenis fraksi berpengaruh nyata terhadap % antiproliferasi sel

K-562 pada taraf signifikansi 0.05. Konsentrasi fraksi yang semakin tinggi

memberikan nilai % antiproliferasi yang semakin tinggi pula, terutama terlihat

pada fraksi air.

0

100

78

55

78

103

93

117

0

20

40

60

80

100

120

% A

ntip

rolif

eras

ib

10 20 40Konsentrasi (ul/ml)

fraksi minyakfraksi air

Gambar 17. Persentase antiproliferasib sel K-562 pada berbagai konsentrasi

fraksi minyak dan air buah merah

Gambar 17 memperlihatkan aktivitas antiproliferasi fraksi minyak dan air

buah merah terhadap sel K-562 yang dihitung berdasarkan kontrol positif. Pada

gambar tersebut, dapat dilihat bahwa aktivitas antiproliferasi fraksi minyak

terhadap sel K-562 meningkat pada konsentrasi 40 µl/ml menjadi 93% aktivitas

K(-) K(+)

kontrol positif. Seperti halnya pada sel HeLa, aktivitas antiproliferasi fraksi air

semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi. Pada konsentrasi 20

dan 40 µl/ml, aktivitas antiproliferasi fraksi air terhadap sel K-562 lebih tinggi

dibandingkan kontrol positif doxorubicin.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 15a menunjukkan bahwa %

antiproliferasi sel K-562 berdasarkan kontrol positif tidak dipengaruhi secara

nyata oleh jenis fraksi pada taraf signifikansi 0.05 tetapi oleh perbedaan taraf

konsentrasi dan interaksinya dengan fraksi pada taraf signifikansi 0.05. Hasil uji

Duncan pada Lampiran 15b memperlihatkan bahwa % antiproliferasi yang

diberikan oleh fraksi minyak dan air tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi

0.05. Hasil uji Duncan pada Lampiran 15c menunjukkan bahwa % antiproliferasi

terhadap sel K-562 yang diberikan pada berbagai konsentrasi tidak berbeda nyata.

Pada fraksi air terlihat adanya fenomena dose response relationship. Dose

response relationship menggambarkan adanya perubahan efek atau respon yang

dialami oleh suatu organisme, dalam hal ini sel kanker, yang disebabkan

perbedaan dosis senyawa kimia yang diberikan (Anonim, 2008a). Pada kedua

jenis sel kanker, HeLa dan K-562, fraksi air memperlihatkan korelasi antara

konsentrasi dan % antiproliferasi yang dihasilkan, yaitu semakin tinggi

konsentrasi, semakin tinggi pula % antiproliferasi yang dihasilkan.

Secara umum, fraksi minyak dan air buah merah memiliki aktivitas

antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Aktivitas antiproliferasi yang

diberikan juga mampu mendekati, bahkan pada fraksi air memiliki aktivitas

antiproliferasi yang dapat melebihi aktivitas kontrol positif antikanker

(doxorubicin), pada konsentrasi 20 dan 40 μl/ml. Hal ini menunjukkan bahwa

kedua fraksi memiliki kemampuan menghambat proliferasi sel kanker yang setara

atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif.

Murakami et al. (1998) menyatakan bahwa pada umumnya, mekanisme

kerja antikanker berdasarkan atas gangguan pada salah satu proses yang esensial,

yaitu menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dengan mengganggu metabolisme

sel kanker. Suatu senyawa bioaktif bersifat sitotoksik umumnya juga bersifat

nukleofilik sehingga dapat memblok reaksi kovalen antara derivat karsinogen

yang elektrofilik dengan DNA.

Penghambatan aktivitas proliferasi sel kanker kemungkinan dikarenakan

terjadinya kematian pada sel tersebut. Doyle dan Padhye (1995) menyatakan

bahwa kematian sel secara umum pada kultur jaringan, terjadi melalui apoptosis

dan nekrosis. Menurut Govan et al. (1995) apoptosis merupakan mekanisme

kematian sel tunggal atau sekelompok sel yang tersebar di antara sel-sel sehat atau

sel kanker. Kematian sel tersebut disebabkan perubahan metabolik di dalam sel.

Perubahan tersebut diakibatkan gangguan yang dialami sel sehingga terjadi

kondensasi sitoplasma dan inti. Proses ini diikuti dengan pecahnya sel yang

menjadi benda apoptotik yang masing-masing dibatasi oleh dinding sitoplasma

yang terpecah. Benda apoptotik tersebut ditelan oleh sel-sel disekelilingnya dan

diikuti penghancuran total. Nekrosis dicirikan dengan terjadinya lisis sebagian

kecil sampai seluruhnya secara tidak terkontrol yang mengakibatkan pelekatan sel

pada lempeng sumur terganggu sehingga mudah terangkat atau terlepas.

Menurut Jansen et al. (1993), sitotoksisitas terhadap sel-sel tumor

disebabkan adanya induksi apoptosis oleh bahan tertentu yang menghambat

proliferasi sel. Senyawa bioaktif pada buah merah yang dianalisis dalam

penelitian ini, yaitu β-karoten, total karoten, α-tokoferol, total tokoferol, dan total

fenol memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan berfungsi pula sebagai

senyawa fito-kimia.

Fraksi minyak buah merah memiliki kandungan antioksidan yang tinggi,

yaitu betakaroten dan α-tokoferol. Kandungan betakaroten pada minyak buah

merah sebesar 636.24 ppm, lebih besar dibandingkan pada fraksi air yang hanya

0.93 ppm (Tabel 5). Budi et al. (2005) menyatakan bahwa proses kerja

betakaroten buah merah sebagai antioksidan untuk menonaktifkan pertumbuhan

kanker melalui proses metabolisme yaitu berinteraksi dengan protein. Hal ini

dapat meningkatkan produksi antibodi, meningkatkan jumlah sel-sel Natural

Killer, serta memperbanyak aktivitas sel-sel T helpers dan limfosit sehingga

menekan radikal bebas, senyawa karsinogen, dan kehadiran sel kanker.

Senyawa bioaktif lain yang terdapat dalam fraksi minyak buah merah

adalah vitamin E. Menurut Papas (2002), penelitian terhadap peran vitamin E

terhadap kanker difokuskan pada α-tokoferol. Penelitian yang telah dilakukan

baru-baru ini, terutama menggunakan kultur sel, menunjukkan bahwa jenis

tokoferol yang lain dan tokotrienol dapat mempengaruhi perkembangan dan

proliferasi beberapa sel kanker. Penelitian lain menunjukkan bahwa α, γ, dan δ-

tokotrienol serta δ-tokoferol mendorong apoptosis pada sel kanker payudara.

Kandungan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah sebesar 22 940.35 ppm

(Tabel 5). Kandungan yang tinggi tersebut merupakan suatu alasan lain yang

melatar belakangi kemampuan fraksi minyak dalam menghambat proliferasi sel

kanker. Menurut Khomsan (2005), senyawa tokoferol (vitamin E) yang

terkandung di dalam minyak buah merah merupakan obat alami untuk mengatasi

pembentukan karsinogen atau menghambat karsinogen mencapai target (sel)

sehingga kerusakan sel akibat kanker dapat dihindari serta menghalangi

pembentukan nitrosamin (komponen kimiawi yang bersifat karsinogen).

Selain antioksidan, fraksi minyak buah merah juga mengandung asam-

asam lemak dengan kandungan lemak sebesar 93.65% (Tabel 4). Khomsan

(2005) juga menyatakan bahwa asam lemak dapat berfungsi sebagai antibiotik dan

antivirus yang dapat melarutkan membran lipida virus sehingga memblokir virus

tersebut. Asam lemak juga dapat memperlambat dan membunuh sel tumor aktif.

Asam oleat (W9) sebanyak 56.2% pada buah merah dapat memblokir senyawa

eicosanoids (senyawa yang menstimulasi pertumbuhan tumor) pada binatang

percobaan. Kandungan W9 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan

pada minyak sawit sebesar 40.95% (Anonim, 2008c).

Secara keseluruhan, kandungan karoten dan tokoferol pada fraksi air buah

merah jauh lebih rendah dibandingkan pada fraksi minyak. Namun, berdasarkan

Gambar 13 dan Gambar 16, fraksi air memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap

sel kanker yang lebih tinggi dibandingkan fraksi minyak, dimulai pada

konsentrasi 20 ul/ml dan 40 ul/ml. Hal ini dapat disebabkan adanya jenis fito-

kimia lain selain karotenoid dan tokoferol, yang bersifat polar, mungkin dari

golongan fenol atau flavonoid. Hasil analisis total fenol terhadap sampel fraksi air

buah merah (Tabel 5), menunjukkan bahwa kandungan total fenol pada fraksi air

buah merah sebesar 210.44 ppm. Menurut Hernani (2005), senyawa golongan

fenolik mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan

vitamin C dan E. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100x lebih

efektif dibandingkan dengan vitamin C dan 25x lebih efektif dibandingkan

vityamin E. Oleh karena itu, efek antiproliferasi yang diberikan terhadap sel

kanker akan lebih tinggi. Mukhopadhyay (2000) menjelaskan bahwa polifenol

memiliki kemampuan berikatan dengan metabolit lain (protein, lemak, dan

karbohidrat) membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga menghambat

mutagenesis dan karsinogenesis. Polifenol mempunyai sifat antioksidatif dan

antitumor.

Fito-kimia sudah terbukti dapat mencegah timbulnya kanker kolon,

payudara, usus dan lambung. Isoflavon yang banyak terdapat pada kedelai,

ginseng, buah dan sayur dapat menurunkan risiko terhadap kanker payudara.

Senyawa fenolik kurkumin dari kunyit dan polifenol katekhin dari teh bersifat

protektif terhadap kanker lambung dan usus (Amelia, 2002). Fitokimia lainnya,

seperti senyawa flavonoid (termasuk golongan polifenol) telah terbukti secara in

vitro mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan, menghambat

penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi oksidasi nitrit yang

dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah dan juga menghambat pertumbuhan

sel kanker (Karyadi, 2007).

Faktor lain yang mempengaruhi proliferasi adalah pH lingkungan. Hasil

pengukuran pH terhadap kedua jenis fraksi menunjukkan bahwa pH fraksi air

buah merah sebesar 6.13 sedangkan pH fraksi minyak sebesar 6.91. Freshney

(1992) menyatakan bahwa pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4. Bila pada proses

pembiakan sel, pH media lebih rendah dari 7, pertumbuhan sel biasanya

terhambat. Namun, media kultur telah dilengkapi dengan buffer HEPES yang

berfungsi mempertahankan pH lingkungan kultur sehingga tetap berkisar 7.4.

Kelarutan fraksi minyak dalam media kultur merupakan satu hal lain yang

perlu dipertimbangkan sebagai alasan rendahnya % antiproliferasi yang diberikan

terhadap sel kanker bila dibandingkan dengan fraksi air (secara umum). Media

pertumbuhan (DMEM/F12) yang digunakan merupakan media yang bersifat

polar, sedangkan fraksi minyak bersifat nonpolar. Senyawa yang bersifat nonpolar

akan lebih larut dalam pelarut nonpolar. Oleh karena itu, fraksi minyak mungkin

tidak larut secara sempurna dalam media, meskipun fraksi minyak telah diberi

penambahan DMSO sebagai pelarut yang akan membantu kelarutannya dalam

media. Hal ini menyebabkan kontak antara fraksi minyak dengan sel lebih

terhambat dan aktivitas antiproliferasinya secara in vitro menjadi lebih rendah

dibandingkan dengan fraksi air yang bersifat lebih polar.

66

53 5146

51 52

61

48

0

10

20

30

40

50

60

70

% A

ntip

rolif

eras

i

kontrolpositif

10 20 40

Konsentrasi (ul/ml)

K-562

HeLa

Gambar 18. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada berbagai

konsentrasi fraksi minyak buah merah

66

53

36

27

68

54

77

62

0

10

20

30

40

50

60

70

80

% A

ntip

rolif

eras

i

kontrolpositif

10 20 40

Konsentrasi (ul/ml)

K-562HeLa

Gambar 19. Persentase antiproliferasi sel K-562 dan sel Hela pada

berbagai konsentrasi fraksi air buah merah

Gambar 18 dan 19 secara keseluruhan menunjukkan bahwa sel K-562

lebih dapat dihambat oleh kedua jenis fraksi buah merah dibandingkan dengan sel

HeLa meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai %

antiproliferasi kedua fraksi yang secara umum lebih tinggi terhadap sel K-562.

Menurut Ananta (2000), hal tersebut dapat disebabkan sifat dari sel HeLa yang

monolayer mengandung kolagen yang berperan sebagai penguat struktur sel. Sel

HeLa dapat berproliferasi pada dinding dasar media sehingga strukturnya menjadi

lebih kuat dan kurang dapat dihambat oleh senyawa-senyawa antiproliferatif

tertentu. Berbeda halnya dengan sel K-562, pertumbuhannya tidak membutuhkan

penguat struktur sel untuk menempel pada dasar media.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis proksimat, diperoleh kadar air (basis basah) untuk

fraksi minyak dan air berturut-turut adalah 0.86 dan 98.92%, kadar abu (basis

kering) sebesar 0.03 dan 11.92%, kadar lemak (basis kering) 93.65 dan 38.24%,

kadar protein (basis kering) sebesar 0.08 dan 42.88%, serta kadar karbohidrat

(basis kering) sebesar 6.22 dan 21.96%.

Fraksi minyak mengandung total karoten sebesar 4 505.43 ppm dengan

kandungan β-karoten sebesar 636.24 ppm. Fraksi air mengandung total karoten

sebesar 1.11 ppm dengan β-karoten sebesar 0.93 ppm. Nilai total tokoferol untuk

fraksi minyak adalah 22 940.35 ppm dengan kandungan α-tokoferol sebesar

481.48 ppm. Fraksi air memiliki total tokoferol sebesar 1836.03 ppm dengan α-

tokoferol sebesar 110 ppm. Fraksi minyak buah merah mengandung senyawa

karotenoid dan tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air.

Berdasarkan analisis fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan

derajat kerusakan minyak, diperoleh nilai titik cair sebesar 12.5oC, berat jenis 0.90

g/ml, turbidity point 58.0oC, indeks bias sebesar 1.46, nilai bilangan peroksida

sebesar 12.80 mg ekivalen/kg, bilangan penyabunan 242.28 mg KOH/g sampel,

bilangan iod 71.02 g iod/100 g lemak, dan asam lemak bebas sebesar 0.35%.

Hasil uji pengaruh ekstrak buah merah terhadap proliferasi sel kanker

secara in vitro menunjukkan bahwa kedua jenis fraksi buah merah mempunyai

aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Aktivitas

antiproliferasi kedua fraksi dapat mendekati bahkan melebihi aktivitas yang

dimiliki oleh kontrol positif (doxorubicin) pada konsentrasi yang semakin tinggi.

Hasil analisis ragam dan uji Duncan menunjukkan bahwa jenis fraksi, perbedaan

konsentrasi, serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap

jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel HeLa. Jenis sampel juga tidak

berpengaruh nyata terhadap jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel K-562.

Namun, jumlah sel dan nilai %antiproliferasi sel K-562 dipengaruhi secara nyata

oleh perbedaan konsentrasi serta interaksi antara jenis fraksi dan konsentrasi.

Peningkatan konsentrasi sampel yang diberikan, yaitu 10, 20, dan 40 µL/mL

menyebabkan penurunan jumlah sel dan peningkatan nilai %antiproliferasi

terhadap sel K-562.

B. SARAN

Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian aktivitas

antiproliferasi fraksi minyak dan air buah merah terhadap sel kanker secara in

vivo untuk melengkapi bukti ilmiah yang mendukung kemampuan ekstrak buah

merah dalam melawan kanker. Selain itu, pengujian terhadap sel kanker jenis lain

seperti sel kanker Caco2, sel kanker payudara, prostat, dan lain sebagainya perlu

dilakukan karena kemungkinan aktivitas yang diberikan akan berbeda. Pada

pengukuran total tokoferol, sebaiknya dilakukan tahap pengenceran sampel

sehingga nilai yang dihasilkan akan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA Ade 2007. Kampanye Deteksi Dini Kanker Pada Anak www.koalisi.org/

TopikYouth.htm [23 Juli 2007] Agustinisari I. 1998. Pengaruh Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Segar

dan Bertunas terhadap Proliferasi Beberapa Alur Sel Kanker dan Normal. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Amelia. 2002. Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker.

http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1100397943&2 [ 20 Juli 2007].

Ananta E. 2000. Pengaruh Ekstrak Cincau Hijau (Cyclea barbata L. Miers)

terhadap Proliferasi Alur Sel Kanker K-562 dan HeLa. Skripsi. Fakultas Teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anonim. 2006. HeLa Cell Culture. http://www.microscopyu.com/galleries/

dicpHasecontrast/helapclarge.html [5 Desember 2006]. ________. 2007a. Doxorubicin. http://en.wikipedia.org/wiki/doxorubicin. [30 Juli

2007]. ________. 2007b. Trypan blue. http://en.wikipedia.org/wiki/trypan_blue [30 Juli

2007]. . 2007c. Fenol. . http://en.wikipedia.org/wiki/fenol [2 Desember 2007] . 2008a. Dose Response Relationship. http://en.wikipedia.org/wiki/dose

response_relationship [24 Januari 2008] ________ . 2008b. Proliferation. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/

proliferation/ [ 1 Februari 2008] _________. 2008c. Antara Minyak Sawit, Zaitun, dan VCO.

http://www.kaskus.us/ [1 Februari 2008] AOAC (Association of Official Agricultural Chemists). 1995. AOAC Official

Methods of Analysis 926.12. Moisture and Volatile Matter in Oils and Fats. Vol 2 (41) : 1 – 1. Washington DC.

______________________________________________. 1995. AOAC Official

Methods of Analysis 960.52. Microchemical Determination of Nitrogen. Vol 2 (12) : 7 - 7. Washington DC.

Apriyantono A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati, dan S Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Astutik TP. 2007. Aktivitas Antiproliferasi Subfraksi B1 dari Fraksi Etil Asetat

Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

ATCC (American Type Culture Collection) 2006. Catalogue of Cell Lines and

Hybridomas. 7th American Type Collection.http://www.lgcpromochem-atcc.com/common/cellbiology/ [5 Desember 2006].

Ball GFM. 2000. Fat Soluble Vitamins Assay in Food Analysis. Elsevier Science

Publish.Co.Inc., New York. Bauernfeind JC, CR Adams, dan WL Marusich. 1981. Carotenes and vitamin A

precursor in animal feed. Di dalam: JC Bauernfeind. Ed. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursors. Academic Press Inc., New York

BBIA (Balai Besar Industri Agro). 2006. Kajian Teknis Standar Buah Merah.

Laporan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan BBIA, Jakarta. Belitz HD dan W Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. Budi IM. 2002. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai Jenis

Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Hasil Ekstraksi Secara Tradisional di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya. Tesis. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Budi IM dan FR Paimin. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Budi IM, R Hartono dan I Setyonova. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah Merah .

Penebar Swadaya, Jakarta. Chen J dan C Han. 2000. The protective effect of tea on cancer: human evidence.

Di dalam: WR Bidlack, ST Omaye, MS Meskin, dan DKW Tophan. Phytochemicals as Bioactive Agents. Technomic Publ. Co. Inc, Lancaster.

Christensen E. 2008. What is Cell Viability. http://www.wisegeek..com/ [1

Februari 2008]. Christie WW. 1982. Lipid Analysis 2nd Ed. Pergamen Press, London. Damodaran S. 1997. Food proteins: an overview. Di dalam: S Damodaran dan A

Paraf. Eds. Food Proteins and Their Aplication. Marcel Dekker, New York.

Dionisi F, J Prodolliet dan E Tagliaferri. 1995. Assessment of Olive Oil Adulteration by Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography/Amperometic Detection of Tocopherols and Tocotrienols. J. Am. Oil. Chem. Soc. 72: 1505 – 1511.

Djatmiko B dan Widjaja. 1981. Minyak dan Lemak. Fakultas Teknologi Pertanian

IPB, Bogor. Doyle MP dan NV Padhye. 1995. Escherichia coli. Marcell Dekker, New York. Elson CE dan SG Yu. 1994. The Chemoprevention of Cancer by Mevalonate,

Derived Constituents of Fruit and Vegetables. J. Nutr. 124:607-614. Ensminger, Konlade dan Robson. 1983. Food And Nutrition Encyclopedia. Regus

Press, California. Farlex. 2008. Cooking. http://www.encyclopedia2.thefreedictionary.com/cooking

+basic+topics [4 Januari 2008]. FDA (Food and Drugs Administration). 2007. Doxorubicin official FDA

information, side effects, and uses. http://www.drugs.com/pro/ doxorubicin/ html [30 Juli 2007].

Fessenden RJ dan JS Fessenden. 1992. Kimia Organik. Airlangga, Jakarta. Freshney IR. 1985. Culture of Animal Cell: A Manual of Basic Technique. Alan

R. Liss, New York. ____________.1992. Culture of Animal Cell. John Milley and Sons Co., New

York. ____________.1994. Culture of Animal Cell. 3th Ed. John Milley and Sons Co.,

New York. Gan S dan Nafrialdi. 1989. Antikanker dan Imunosupresan. Di dalam: S Gan. Ed.

Farmakologi dan Terapi. Hal. 686 -701. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Giamalva DH, DF Church dan WA Pryor. 1985. A Comparison of The Rates of Ozonation of Biological Antioxidants and Oleate and Linoleate Esters. Biochem. Biophys. Res. 133 : 1615 – 1623.

Giese AC. 1979. Cell Physiology. W.B. Sanders Co., Philadelphia. Govan DT, PS Cadt, PS Macfarlane dan R Calleander. 1995. Pathology

Illustrated. Churchil Living Stone, New York. Guyton AC. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokomia. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Harris RS dan E Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.

Penerbit ITB, Bandung. Hernani 2005. Dapatkah buah merah diganti dengan tanaman antioksidan

lainnya?. Majalah Plus+ Vol. 1.hlm 40-43 Huang MT dan T Ferraro. 1992. Phenolic Compounds in Food and Cancer

Prevention. American Chemical Society, Washington. Hudson BJF. 1990. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Irawan D. 2006. Mengenal Buah Merah yang Semakin Populer. http://www

Waspada.co.id/Serba serbi/htm [5 Desember 2006] Irwan B. 1996. Intervensi Sayur dan Buah Pembawa Vitamin C dan E untuk

Meningkatkan Proliferasi Sel Limfosit dan Aktivitas Sel Natural Killer Populasi Buruh Pabrik di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iwashaki F dan M Murakoshi. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Market.

J. Inform. 3 (2) : 210 – 217. Jacobs MB. 1951. The Chemical Analysis of Foods and Foods Products. D Van

Nostrand Company Inc., New York. Jadav SJ, SS Nimbalkar, AD Kulkarni, dan DL Madhavi. 1996. Lipid oxidation in

biological and food systems. Di dalam: DL Madhavi, SS Desphande, dan DK Salunkhe. Eds. Food Antioxidants: Technological, Toxicological, and Health Perspectives. Marcel Dekker, Inc, New York.

Jamieson GS. 1964. Vegetable Fats and Oils. Reinhold Publishing Coorporation,

New York. Jansen O, A Scheffer dan D Kabelitz. 1993. In Vitro Effects of Mistletoe Extracts

and Mistletoe Lectins. Cytotoxicity Toward Tumor Cell Due to Induction of Programmed Cell Death (Apoptosis). Arzneimittelforschung. 43 (11) : 1221 – 1227.

Johnherf. 2007. Tanaman Obat Asli Milik Masyarakat Bangsa dan Negara RI.

http://johnherf.wordpress.com. [23 November 2007] Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kimball JW. 1990. Biology. Erlangga, Jakarta.

Khomsan, A. 2005. Kanker vs buah merah. Di dalam: Plus+ Vol. 1 Hlm 21-22. Krinsky NI. 1988. Mechanism of Action of Biological Antioxidants. Society for

Experimental Biology and Medicine, Boston. Krischenbauer. 1960. Fat and Oil : An Outline of Their Chemistry and

Technology. Reinhold Publishing Co., New York. Lawson H. 1995. Food Oils and Fats: Technology, Utilization, and Nutrition.

Chapman and Hall, New York. Lewin B. 1990. Genes IV. Cell Press, Cambridge. Lewis WH. 1977. Medical Botany. A Willey Interscience Publ., New York. Liestiyani O. 2000. Pengaruh Suhu Pemanasan Biji Jarak, Waktu, dan Tekanan

Pengempaan Dingin terhadap Mutu Minyak Biji Jarak (Ricinus communis L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Machlin LJ. 1991. Vitamin E. Di dalam: L.J Machlin. Handbook of Vitamins.

Marcell Dekker Inc., New York. Malole MBM. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Pusat Antar Universitas,

Institut Pertanian Bogor, Bogor. McAteer JA dan J Davis. 1994. Basic cell culture technique and the maintenance

of cell lines. Di dalam: J Davis. Ed. Basic Cell Culture: A Practical Approach, IRL Press, New York.

Meiriana Y. 2006. Pengaruh Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.)

terhadap Aktivitas Proliferasi Sel Limfosit Manusia secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Muchtadi D. 2000. Sayur-sayuran sebagai Sumber Serat dan Antioksidan

Mencegah Penyakit Degeneratif. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mueller SC, Y Yeh dan WT Chen. 1992. Tyrosine Phosphorylation of Membrane

Protein Mediates Cellular Invasion by Transformed Cells. J. Cell Biol. 119: 1309-1325.

Muir M. 2007. DMSO: Many Uses, Much Controversy. http://www.dmso.org/

articles/information/pmuir.htm [10 Maret 2007] Mukhopadhyay M. 2000. Natural Extracts Using Super Critical Carbondioxide.

CRC Press, New York.

Muller HG. 1973. An Introduction to Food Rheology. William Heinemann Ltd., London.

Murakami A, H Ohigashi dan K Koshimizu. 1996. Antitumor Promotion with

Food Phytochemicals: Astrategy for Cancer Chemoprevention. Biosci. Biotech. Biochem. 60: 1-8.

Murakami A, H Morita, R Safitri, A Ramlan, K Koshimizu dan H Higashi. 1998.

Screening for In Vitro Anti Tumour-Promoting Activities of Edible Plants from Indonesia. J. Cancer Detection and Prevention.. 22 (6) : 516 – 525.

Nakatani N. 1993. Natural antioxidant from spices. Di dalam: MT Huang, CT Ho

dan CY Lee. Phenolics Compounds in Food and Their Effects in Health II. ACS. Symposium Series 507. American Chemical Society, Washington.

Nielsen SS. 2003. Food Analysis. Marcel Dekker, New York. Papas AM. 2002. Beyond α-tocopherol: the role of the other tocopherol and

tocotrienols. Di dalam: MS Meskin, WR Bidlack, AJ Davies dan ST Omaye. Eds. Phytochemicals in Nutrition and Health. CRC Press, London

Parker. 1992. Ekstraksi karotenoid dari minyak sawit. Di dalam G Efendi. Teknik

Mikroenkapsulasi Provitamin A dari Minyak Sawit Merah dengan Metode Koaservasi Kompleks. Skripsi S1 Fateta, IPB. Bogor.

Parkin. 2002. Cancer Statistic Rate. http://www.globalcancerstatistics/htm [5

Desember 2006] Patterson HBW. 1983. Hydrogenation of Fats and Oils. Elsevier Applied Science,

London Pike OA. 2003. Fat characterization. Di dalam: SS Nielsen. Food Analysis. 3th ed.

Kluwer Academic, New York. Pomeranz Y dan EM Cliffton. 1971. Food Analysis, Theory and Practice. AVI

Publ. Co.Inc., Westport, Connecticut. Priosoeryanto BP. 1994. Morfological and Cell Biological Studies of Tumors in

Domestic Animals. Disertasi.University of Miyazaki. Roitt ZM. 1991. Essential Immunology. Black Well Scientific Publ., London. Sadsoeitoeboen MJ. 1999. Pandanaceae: Aspek Botani dan Etnobotani Dalam

Kehidupan Suku Arfak di Irian Jaya. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Schunack W, K Mayer dan M Haake. 1990. Senyawa Obat. Edisi 2. Terjemahan Wattimena dan S. Soebito. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Sclesingerman, A. 2003. Welcome to America: the land of fat.

http://hypertextbook.com/facts/2003/AlexSclessingerman.shtml [30 Juli 2007]

Shahidi F dan PKJ Wanasudara. 1992. Phenolic antioxidants. Di Dalam: WR

Bidlack dan W Wang 2000. Designing Functional Foods to Enhance Health. Technomic Publ. Co., Inc.,Lancaster, Basel.

Shahidi F. 1997. Natural Antioxidants: Chemistry, Health, Effects, and

Application. AOCS Press, Illinois Shamsuddin AM. 1995. Inositol Phosphates Have Novel AntiCancer Function. J.

Nutr.125: 7255-7325. Sheffy BE dan RD Schultz. 1978. Influence of Vitamin E and Selenium on The

Immune Response Mechanism. Cornell Vet. 68: 89-93. Sherly. 1998. Ekstraksi Minyak dari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) dan

Komposisi Asam Lemaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Shetty K, OF Curtis, RE Levin, R Witkowsky dan W Ang. 1995. Prevention of

Vitrification Associated with In Vitro Shoot Culture of Oregano (Origanum vulgore) by Pseudomonas spp. Plant Physiol. 147 : 447 – 451.

Silalahi J dan N Hutagalung. 2008. Komponen–Komponen Bioaktif Makanan dan

Pengaruhnya terhadap Kesehatan. http://www.tempointeraktif.com/ medika/arsip/062002/pus-3.htm-jansen [18 Januari 2008]

Silam. 1998. Ekstraksi Minyak Biji Karet (Hevea Brasiliensis) dengan Alat

Pengempa Berulir (expeller) dan Karakteristik Mutu Minyaknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Sirait SD. 1981. Mempelajari Pengaruh Perlakuan Pendahuluan pada Pengepresan

Biji Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Rendemen dan Mutu Minyak yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor

SNI (Standar Nasional Indonesia). 1998. 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan

Lemak Pangan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Southgate DAT. 1976. Determination of Food Carbohydrate. Applied Science

Pub., London.

Spector WG dan TD Spector. 1993. Pengantar Patologi Umum. Terjemahan Soetjipto N.S. Gajah Mada, Universitas Press, Yogyakarta.

Stahl W dan H Sies. 1996. Biological activity of carotenoids and their

bioavailability in human organism. Di dalam : JT Kumpulainen dan JT Solanen. Eds. Natural Antioxidant and Food Quality in Atherosclerosis and Cancer Prevention. The Royal Society of Chemistry, Cambridge.

Starr, T dan Starr, C. 1989. Biology: the unity and diversity of life.

http://hypertextbook.com/facts/1998/LanNaLee.shtml [30 Juli 2007] Starvic B dan TS Matula. 1992. Flavonoids in foods: their significance for

nutrition and health. Di dalam: ASH Ong dan L Parker. Eds. Lipid Soluble Antioxidants:Biochemistry and Clinical Application. Birkhauser Verlag, Barel.

Stephen A dan J Cummings. 1980. Mechanism of Action of Dietary Fibre in The

Human Color. Nature 284: 283-284. Susanti. 2006. Karakterisasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoides Lam.) dan

Uji Biologis terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Taylor JK, T Levy, ER Suh dan G Traber. 1997. Activation of Enhancer

Elements by The Homeobox Gene Cdx2 is Cell Line Specific. http://www.Nucleicacidsresearch/htm [19 Januari 2006]

Temin HM, RWJr Pierson dan NC Dulak. 1972. The Role of Serum in The

Control of Avian and Mammalian Cells in Culture. Di dalam: GH Rothblat dan VJ Cristavalo. Eds. Growth Nutrition and Metabolism of Cell Culture. Academic Press, New York.

Thung H. 2005. Biarlah Emas Merah Jadi Berkat Bagi Masyarakat Papua. Di

dalam: Plus+ Vol. 1. Hlm 33. Uripi V. 2005. Sari Buah Merah Pengendali Zat Radikal Bebas. Di dalam: Plus+

Vol. 1. Hlm 25 – 26. Wahyuni L. 2000. Mempelajari Pengaruh Suhu Pemanasan Oven, Waktu dan

Tekanan Pengempaan terhadap Rendemen Mutu Minyak Kulit Biji Jambu Mete. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Walum E, K Stenberg dan D Jansen. 1990. Understanding Cell Toxicology. Ellis

Horward, New York. Widarta IWR. 2007. Jadikan Minyak Sawit Merah Sebagai Pangan Fungsional.

http://www.balipost.co.id/ [1 Februari 2008].

Winarno FG. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. .1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia, Jakarta. .1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia, Jakarta ___________.1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Institut Pertanian

Bogor, Bogor. Wolf JP. 1997. Analysis and determination of Lipid. Di dalam: J.L. Multon, ed.

Analysis of Food Constituent. Willey-VCH, New York. Wong ML, RE Tims dan EM Goh. 1988. Colorimetric Determination of Total

Tocopherol in Palm Oil, Olein, and Stearin. Journal American Oil Chemical Society (65): 2

Yulia O. 2007. Pengujian Kapasitas Antioksidan Ekstrak Polar, Nonpolar, Fraksi

Protein, dan Nonprotein Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi fraksi buah merah

Konsumsi normal minyak buah merah per hari = 10 mL Konsumsi tersebut masuk ke dalam 5 liter darah sehingga konsentrasinya menjadi: 10 mL /5000 mL = 1/500 ( ml

ml ) Konsentrasi tersebut disesuaikan dengan konsentrasi fraksi di dalam sumur, sehingga:

V1 x M1 = V2 x M2

1000µl x 1/500 ( mlml ) = 100µL x M2

M2 = 0,02 ( mlml )

= 20 ( mlLμ ) (dosis normal) K2

Keterangan: V1 = volume total sumur M1 = konsentrasi fraksi dalam sumur V2 = volume fraksi yang ditambahkan dalam sumur M2 = konsentrasi fraksi yang ditambahkan dalam sumur (larutan stok)

Pengenceran fraksi dibuat dalam tiga tingkatan (v/v) berdasarkan dosis normal, yaitu: K1 = 0.5 x dosis normal = 0.5 x 0,02 ml

ml = 0,01 mlml = 10 ml

K2 = 1 x dosis normal = 1 x 0,02 mlml = 0,02 ml

ml = 20 mlLμ

K3 = 2 x dosis normal = 2 x 0,02 mlml = 0,04 ml

ml = 40 mlLμ

Konsentrasi fraksi dalam sumur:

K1 = 10 mlLμ x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 1 µl dalam 1 ml = 1 µl/ml

K2 = 20 mlLμ x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 2 µl dalam 1 ml = 2 µl/ml

K3 = 40 mlLμ x 100 µl x 1ml/ 1000µl = 4 µl dalam 1 ml = 4 µl/ml

Lampiran 2. Rancangan pemetaan sampel pada lempeng kultur bersumur 24 buah

A B C D E F

Keterangan perlakuan sumur:

A1, B1, C1 = kontrol negatif D1, E1, F1 = kontrol positif A2, A3, A4 = fraksi air 10 μL/mL B2, B3, B4 = fraksi air 20 μL/mL C2, C3, C4 = fraksi air 40 μL/mL D2, D3, D4 = fraksi minyak 10 μL/mL E2, E3, E4 = fraksi minyak 20 μL/mL F2, F3, F4 = fraksi minyak 40 μL/mL

1

2

3

4

Lampiran 2. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium) ( di file Lampiran 2)

Lampiran 3. Kandungan media DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium)

Lampiran 4a. Rekapitulasi data analisis físiko-kimia ekstrak buah merah

Jenis Analisis Fraksi minyak Fraksi air

ul 1 ul 2 ul 3 Rataan ul 1 ul 2 ul 3 Rataan Kadar air (%bk) 1.03 0.69 0.87 0.86 8828.57 8749.56 9900 9159.38Kadar abu (%bk) 0.04 0.02 0.03 0.03 12.5 13.27 10.00 11.92 Kadar protein (%bk) 0.06 0.09 0.07 0.08 34.82 39.82 54.00 42.88 Kadar lemak (%bk) 93.64 93.65 93.67 93.65 46.43 36.28 32.00 38.24 Kadar karbohidrat (%bk) 6.25 6.24 6.17 6.22 6.25 10.71 5 21.96 Total karoten (ppm) 4506.80 4494.02 4515.47 4505.43 1.19 0.99 1.15 1.11 β-karoten (ppm)* 636.24 - - 636.24 0.93 - - 0.93 Total tokoferol (ppm) 23260.78 23157.89 22402.38 22 940.35 2096.03 1561.97 1850.08 1836.03α-tokoferol (ppm)* 481.48 - - 481.48 1.10 - - 1.10 Total fenol (ppm) - - - - 210.44 215.93 204.95 210.44

* : hasil pengujian Balai Pasca Panen Lampiran 4b. Rekapitulasi data analisis sifat fisiko-kimia minyak/lemak

terhadap fraksi minyak buah merah

Analisis Fraksi minyak

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Rata-rata Berat jenis (g/ml) 0.90 0.91 0.90 0.90 Indeks bias 1.46 1.47 1.45 1.46 Turbidity point (oC) 59.00 57.00 58.00 58.00 Titik cair (oC) 13.00 12.00 12.50 12.50 Viskositas (Cp) 58.5 58.5 58.5 58.5 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 243.64 237.83 245.34 242.28 Bilangan iod (g iod/100g) 65.03 72.83 75.19 71.02 Asam lemak bebas (%) 0.35 0.35 0.34 0.35 Bilangan peroksida (mek/kg) 13.37 12.14 12.89 12.80

85

Lampiran 5a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar α-tokoferol dan sampel

Sampel Bobot tokoferol (ug) absorbansi Larutan standar 0 0

40 0.12 80 0.206 120 0.288 160 0.346 200 0.37

Fraksi minyak 309.37 (w = 13.3 mg) 0.623 305.68 (w = 13.2 mg) 0.616 277.79 (w = 12.4 mg) 0.563

Fraksi air 47.79 (w = 22.8 mg) 0.126 19.37 (w = 12.4 mg) 0.072 48.84 (w = 26.4 mg) 0.128

Lampiran 5b. Kurva standar tokoferol

y = 0.0019x + 0.0352R2 = 0.958

0.0

0.1

0.1

0.2

0.2

0.3

0.3

0.4

0.4

0.5

0 50 100 150 200 250

konsentrasi (ug)

abso

rban

si

Contoh perhitungan, misalkan untuk fraksi minyak dengan w = 12.4 mg

y = 0.0019x + 0.0352

0.563 = 0.0019x + 0.0352

0.5278 = 0.0019x

x = 277.79

Total tokoferol = sampelgram

darskurvapersamaandaritokoferolbobot tan

= gg

0124.079.277 μ

= 22402.38 ppm

89

y = 0.0182x + 0.0187R2 = 0.9764

00.050.1

0.150.2

0.250.3

0.350.4

0.450.5

0 5 10 15 20 25 30

konsentrasi

abso

rban

si

Lampiran 6a. Data konsentrasi dan absorbansi larutan standar asam tanat dan sampel untuk total fenol

Sampel konsentrasi (ppm) absorbansi

Larutan standar 0 0 5 0.108

10 0.21 15 0.31 20 0.414 25 0.432

Fraksi air (FP 100)

210.44 0.057215.93 0.058 204.95 0.056

Lampiran 6b. Kurva standar total fenol Contoh perhitungan : y = 0.0182x + 0.0187 0.057 = 0.0182x + 0.0187 0.0383 = 0.0182x x = 2.1044 ppm (faktor pengenceran 100x) Konsentrasi total = X x FP = 2.1044 x 100 = 210.44 ppm

90

Lampiran 7. Perhitungan dosis kontrol positif doxorubicin

Asumsi:

• Perhitungan didasarkan pada bobot tubuh rata-rata manusia menurut

Schlessingerman (2003), yaitu 70 kg dengan tinggi badan 175 cm.

• Jumlah darah manusia dengan bobot tubuh rata-rata 70 kg adalah sekitar 5

L (Starr dan Starr, 1989)

• Dosis minimal doxorubicin berdasarkan FDA (2007) adalah 30 mg/m2

Luas permukaan tubuh manusia 70 kg dengan tinggi 175 cm dihitung dengan

rumus Mosteller, yaitu:

m2 = 3600

)()( kgbadanberatxcmtinggi = 3600

70175 x = 1,8447 m2

Konsentrasi doxorubicin dalam sumur = 1,8447 m2 x 70 kg/5 L

= 11,1111 mg/L

= 0,0111 mg/ml

V1 x M1 = V2 x M2

1 ml x 0,0111 mg/ml = V2 x 2 mg/ml

V2 = 5,55 X 10-3 ml = 5,55 μl 6 μl (pembulatan)

Keterangan: V1 = volume total sumur M1 = konsentrasi doxorubicin dalam sumur V2 = volume doxorubicin yang ditambahkan dalam sumur M2 = konsentrasi stok doxorubicin

91

Lampiran 8. Data hasil perhitungan sel Hela dengan metode trypan blue

Sampel ulangan ∑ sel/ml (x104)

% Proliferasi

% Antiproliferasia

% Antiproliferasib

1 355.56 100 100.00 100.00 kontrol negatif 2 244.44 100 100.00 100.00

3 344.44 100 100.00 100.00 Rata-rata 314.81 100.00 0.00 100.00

1 272.22 86.47 0.00 0.00 kontrol positif 2 138.89 44.12 0.00 0.00

3 33.33 10.59 0.00 0.00 Rata-rata 148.15 47.06 52.94 0.00

1 116.67 37.06 118.89 118.89 fraksi minyak 10 uL/mL 2 222.22 70.59 55.55 55.55

3 172.22 54.71 85.55 85.55 Rata-rata 170.37 54.12 45.88 86.66

1 105.56 33.53 125.56 125.56 fraksi minyak 20 uL/mL 2 166.67 52.94 88.89 88.89

3 183.33 58.24 78.88 78.88 Rata-rata 151.85 48.24 51.76 97.78

1 250.00 79.41 38.89 38.89fraksi minyak 40 uL/mL 2 105.56 33.53 125.56 125.56

3 133.33 42.35 108.90 108.90 Rata-rata 162.96 51.76 48.24 91.12

1 238.89 75.88 45.56 45.56 fraksi air 10 uL/mL 2 303.33 96.35 6.89 6.89

3 150.00 47.65 98.89 98.89 Rata-rata 230.74 73.29 26.71 50.45

1 200.00 63.53 68.89 68.89 fraksi air 20 uL/mL 2 177.78 56.47 82.23 82.23

3 55.56 17.65 155.55 155.55 Rata-rata 144.45 45.88 54.12 102.22

1 172.22 54.71 85.55 85.55 fraksi air 40 uL/mL 2 83.33 26.47 138.89 138.89

3 100.00 31.77 128.88 128.88 Rata-rata 118.52 37.65 62.35 117.77

a : Dihitung berdasarkan kontrol negatif b : Dihitung berdasarkan kontrol positif

92

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: jumlah sel/ml (10e4)

80419.105a 6 13403.184 3.316 .030776197.760 1 776197.760 192.040 .000

36.267 1 36.267 .009 .92612758.053 2 6379.026 1.578 .2418476.086 2 4238.043 1.049 .376

56585.835 14 4041.845854291.361 21137004.940 20

SourceCorrected ModelInterceptsampelkonsentrsampel * konsentrErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .587 (Adjusted R Squared = .410)a.

jumlah sel/ml (10e4)

Duncana,b,c

9 161.72899 164.56783 314.8133

.943 1.000

sampelminyakairkontrol negatifSig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 4041.845.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

Lampiran 9a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel HeLa Lampiran 9b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel

HeLa Lampiran 9c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel

HeLa jumlah sel/ml (10e4)

Duncana,b,c

6 140.74006 148.15006 200.55503 314.8133

.188 1.000

konsentrasi0,040,020,010Sig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 4041.845.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

93

Lampiran 10a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel HeLa

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: % antiproliferasi

8114.247a 6 1352.374 3.822 .01825065.737 1 25065.737 70.835 .000

3.660 1 3.660 .010 .9201287.336 2 643.668 1.819 .198855.218 2 427.609 1.208 .328

4954.068 14 353.86248876.511 2113068.315 20

SourceCorrected ModelInterceptsampelkonsentrsampel * konsentrErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .621 (Adjusted R Squared = .458)a.

Lampiran 10b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap %

antiproliferasia pada sel HeLa % antiproliferasi

Duncana,b,c

3 .00009 47.72489 48.6267

1.000 .938

sampelkontrol negatifairminyakSig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 353.862.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

Lampiran 10c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel HeLa

% antiproliferasi

Duncana,b,c

3 .00006 36.29336 52.94056 55.2934

1.000 .159

konsentrasi00,010,020,04Sig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 353.862.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

94

Lampiran 11a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel HeLa

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: %antiprol

7864.559a 6 1310.760 1.038 .442166954.800 1 166954.800 132.234 .000

4593.276 2 2296.638 1.819 .19813.073 1 13.073 .010 .920

3049.923 2 1524.962 1.208 .32817676.034 14 1262.574

204390.307 2125540.593 20

SourceCorrected ModelInterceptkonsentrsampelkonsentr * sampelErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .308 (Adjusted R Squared = .011)a.

Lampiran 11b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa

% Antiproliferasi

Duncana,b,c

9 90.14789 91.85223 100.0000

.672

sampelairminyakkontrol positifSig.

N 1Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1262.574.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

Lampiran 11c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel HeLa

% Antiproliferasi

Duncana,b,c

6 68.55506 100.00003 100.00006 104.4450

.170

konsentrasi0,010,02kontrol positif0,04Sig.

N 1Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1262.574.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

95

Lampiran 12. Data hasil perhitungan sel K-562 dengan metode trypan blue

Sampel ulangan ∑ sel/ml (x104)

% Proliferasi

% Antiproliferasia

% Antiproliferasib

1 533.33 100 0 100.00 kontrol negatif 2 433.33 100 0 100.00

3 500.00 100 0 100.00 Rata-rata 488.89 100.00 0.00 100.00

1 166.67 34.09 65.91 0.00 kontrol positif 2 200.00 40.91 59.09 0.00

3 133.33 27.27 72.73 0.00 Rata-rata 166.67 34.09 65.91 0.00

1 283.33 57.95 42.05 63.80 fraksi minyak 10uL/mL 2 183.33 37.5 62.5 94.83

3 250.00 51.14 48.86 74.13 Rata-rata 238.89 48.86 51.14 77.59

1 216.67 44.32 55.68 84.48 fraksi minyak 20 uL/mL 2 233.33 47.73 52.27 79.31

3 266.67 54.55 45.45 68.96 Rata-rata 238.89 48.87 51.13 77.58

1 200.00 40.91 59.09 89.65fraksi minyak 40 uL/mL 2 183.33 37.5 62.5 94.83

3 183.33 37.5 62.5 94.83 Rata-rata 188.89 38.64 61.36 93.10

1 333.33 68.18 31.82 48.28 fraksi air 10 uL/mL 2 316.67 64.77 35.23 53.45

3 283.33 57.95 42.05 63.80Rata-rata 311.11 63.63 36.37 55.18

1 166.67 34.09 65.91 100.00 fraksi air 20 uL/mL 2 133.33 27.27 72.73 110.35

3 166.67 34.09 65.91 100.00 Rata-rata 155.56 31.82 68.18 103.45

1 166.67 34.09 65.91 100.00fraksi air 40 uL/mL 2 66.67 13.64 86.36 131.03

3 100.00 20.45 79.55 120.69 Rata-rata 111.11 22.73 77.27 117.24

a : Dihitung berdasarkan kontrol negatif b : Dihitung berdasarkan kontrol positif

96

Lampiran 13a. Hasil analisis ragam faktorial untuk jumlah sel K- 562 Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: jumlah sel/ml (10e4)

278857.201a 6 46476.200 34.111 .0001481474.074 1 1481474.074 1087.331 .000

47807.154 2 23903.577 17.544 .0003950.123 1 3950.123 2.899 .111

23363.895 2 11681.948 8.574 .00419074.815 14 1362.487

1585546.111 21297932.016 20

SourceCorrected ModelInterceptkonsentrsampelkonsentr * sampelErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .936 (Adjusted R Squared = .909)a.

Lampiran 13b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap jumlah sel K-562

jumlah sel/ml (10e4)

Duncana,b,c

9 192.59339 222.22113 488.8867

.208 1.000

sampelairminyakkontrol negatifSig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1362.487.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

Lampiran 13c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap jumlah sel K-562 jumlah sel/ml (10e4)

Duncana,b,c

6 150.00006 197.22336 274.99833 488.8867

.067 1.000 1.000

konsentrasi0,040,020,010Sig.

N 1 2 3Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1362.487.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean of thegroup sizes is used. Type I error levels are notguaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

97

Lampiran 14a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasia terhadap sel K- 562

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: %antiprol

11667.267a 6 1944.545 46.853 .00035802.093 1 35802.093 862.640 .000

165.438 1 165.438 3.986 .0661999.984 2 999.992 24.094 .000977.537 2 488.769 11.777 .001581.041 14 41.503

63394.155 2112248.309 20

SourceCorrected ModelInterceptsampelkonsentrsampel * konsentrErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .932)a.

Lampiran 14b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap %

antiproliferasia pada sel K-562 %antiprol

Duncana,b,c

3 .00009 54.54449 60.6078

1.000 .144

sampelkontrol negatifminyakairSig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 41.503.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

Lampiran 14c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasia pada sel K-562

%antiprol

Duncana,b,c

3 .00006 43.75176 59.65836 69.3183

1.000 1.000 1.000 1.000

konsentrasi00,010,020,04Sig.

N 1 2 3 4Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 41.503.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizesis used. Type I error levels are not guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

98

Lampiran 15a. Hasil analisis ragam faktorial untuk % antiproliferasib terhadap sel K- 562

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: % Antiproliferasi

7645.722a 6 1274.287 13.336 .000157313.622 1 157313.622 1646.333 .000

4603.863 2 2301.931 24.090 .000380.696 1 380.696 3.984 .066

2250.111 2 1125.055 11.774 .0011337.755 14 95.554

175933.795 218983.478 20

SourceCorrected ModelInterceptkonsentrsampelkonsentr * sampelErrorTotalCorrected Total

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .851 (Adjusted R Squared = .787)a.

Lampiran 15b. Hasil uji Duncan untuk jenis sampel (fraksi) terhadap % antiproliferasib pada sel K-562

% Antiproliferasi

Duncana,b,c

9 82.75789 91.9556 91.95563 100.0000

.144 .198

sampelminyakairkontrol positifSig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 95.554.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.400.a.

The group sizes are unequal. The harmonic meanof the group sizes is used. Type I error levels arenot guaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

Lampiran 15c. Hasil uji Duncan untuk konsentrasi sampel terhadap % antiproliferasib pada sel K-562

% Antiproliferasi

Duncana,b,c

6 66.38176 90.51673 100.0000 100.00006 105.1717

1.000 .155 .426

konsentrasi0,010,02kontrol positif0,04Sig.

N 1 2 3Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 95.554.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.800.a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean of thegroup sizes is used. Type I error levels are notguaranteed.

b.

Alpha = .05.c.

99