GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK...

131
GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH PADA PENDERITA KUSTA DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh JUWITA WIJAYANTI NIM: 1112101000042 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK...

Page 1: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH

PADA PENDERITA KUSTA DI KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2017

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh

JUWITA WIJAYANTI

NIM: 1112101000042

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah
Page 3: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Juli 2017 Nama : Juwita Wijayanti, NIM : 1112101000042 GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH PADA PENDERITA KUSTA DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017 xv + 108 halaman, 5 tabel, 4 bagan, 9 grafik, 3 lampiran

ABSTRAK Kusta adalah penyakit menular kronis yang menyebabkan berbagai macam

masalah yang meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis. Indonesia telah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2000, namun masih terdapat wilayah yang memiliki Prevalence Rate > 1/10.000 penduduk yaitu Puskesmas Jombang, Parigi, Pondok Kacang Timur dan Serpong 2.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran faktor host dan lingkungan fisik rumah pada penderita kusta di Kota Tangerang Selatan tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian deskripstif kuantitatif dengan menggunakan desain case series. Sampel penelitian ini adalah seluruh penderita kusta di Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 34 orang dengan menggunakan metode total sampling. Pengumpulan data dengan melakukan pengisian kuesioner, pengukuran dan observasi. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor host pada kejadian kusta mayoritas kelompok usia produktif yaitu 88,2%, jenis kelamin laki-laki sebesar 64,7%, tingkat pendidikan rendah sebesar 76,5 %, tingkat pengetahuan rendah sebesar 55,90%, jenis pekerjaan yaitu buruh/tani sebesar 50%, riwayat kontak berisiko sebesar 14,70%, kebiasaan mandi berisiko sebesar 55,90%, kebiasaan meminjam pakaian berisiko sebesar 64,7%, kebiasaan meminjam handuk berisiko sebesar 61,8% dan kebiasaan membersihkan lantai rumah berisiko sebesar 64,7%. Faktor lingkungan fisik rumah pada penderita kusta paling banyak memiliki suhu rumah berisiko sebesar 67,6%, pencahayaan alami di dalam rumah berisiko sebesar 55,90%, jenis lantai rumah berisiko yaitu 5,9%, luas ventilasi rumah berisiko sebesar 50% dan kepadatan hunian yang berisiko 41,2%.

Oleh karena itu, masyarakat disarankan untuk melakukan deteksi dini dan pengobatan MDT jika menderita kusta, memakai pakaian panjang, menghindari meminjam handuk, mandi minimal 2 kali sehari dan menghindari meminjam pakaian. Selain itu masyarakat juga disarankan untuk membersihkan lantai rumah menggunakan antiseptik, menyesuaikan jumlah penghuni di dalam kamar sesuai dengan syarat rumah yang sehat dan membiasakan diri untuk membuka jendela pada siang hari.

Kata Kunci : Kusta, Host, Lingkungan, case series Daftar Bacaan : 114 (1985-2016)

Page 4: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

iii

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAMS SPECIALISATION ENVIRONMENTAL HEALTH Thesis, July 2017 Name: Juwita Wijayanti, NIM: 1112101000042 DESCRIPTION OF HOST AND PHYSICAL ENVIRONMENT OF HOUSE FACTORS IN LEPROSY IN SOUTH TANGERANG 2017 xv + 108 pages, 5 tables, 4 charts, 9 graphs,3 attachments

ABSTRACT Leprosy is a chronic infectious disease that causes problems that extend to

social, economic, and psychological problems. Indonesia has achieved leprosy elimination in 2000, but there are still areas with Prevalence Rate> 1/10.000 population, those are Jombang Primary Health Care, Parigi, Pondok Kacang Timur and Serpong 2.

This study aims to determine the description of host factors and the physical environment of the house in leprosy patients in South Tangerang 2017. This research is a quantitative descriptive research using case series design. The sample of this research is all of leprosy patient in South Tangerang which amounted to 34 people using total sampling method. Data collection by filling out questionnaires, measurements and observations. The analysis used is univariate analysis.

The result of this research showed that host factor on leprosy is in productive age group is 88,2%, leprosy in male is 64,7%, low level of education is 76,5%, low knowledge level 55,90%, type of work is workers / farmers 50%, 14,70% risky contact, 55,0% risky habit of bathing, 64,7% risky habit of borrowing clothes, 61,8% risky habit of borrowing towels and risk habit of cleaning the floor is 64,7%. Physical environmental of house factors in leprosy at most has house temperature at risk equal to 67,6%, natural lighting in house at risk equal to 55,90%, floor type at risk that is 5,9%, risky house ventilation is 50% and risky room occupancy density of 41,2%.

Therefore, people are advised to do early detection and treatment of MDT if suffering from leprosy, wear long clothes, avoid borrowing towels, bathing at least 2 times a day and avoid borrowing clothes. In addition, people are also advised to clean the floor of the house using antiseptic, adjust the number of occupants in the room in accordance with the requirements of a healthy home and get used to open the window during the day.

Key Words: Leprosy, Host, Environment, Case Series

Reading List: 114 (1985-2016)

Page 5: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah
Page 6: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah
Page 7: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Juwita Wijayanti

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 14 Agustus 1994

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Kampung Peusar Nomor 111 RT. 006 RW. 01

Kelurahan Binong Kecamatan Curug Kabupaten

Tangerang 15810

Mobile : 087889880809

E-mail : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

2000 – 2006 : SD Negeri Binong 2 Tangerang

2006 – 2009 : SMP Negeri 6 Tangerang

2009 – 2012 : SMA Negeri 8 Tangerang

2012 − Sekarang : Peminatan Kesehatan Lingkungan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

PENDIDIKAN INFORMAL

2004 – 2005 : Kursus Bahasa Inggris di Practical Education

Center (PEC) Tangerang

2012 : Tes TOEFL & TOAFL di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

vii

PENGALAMAN ORGANISASI

2010 : Anggota Forum Remaja Islam SMA Negeri 8

Tangerang

2011 : Pemegang Program Keputrian Forum Remaja

Islam SMA Negeri 8 Tangerang

2014 – 2016 : Anggota Divisi Forum dan Silaturahmi

Environmental Health Student Assosoation

(ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 9: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran

Faktor Host dan Lingkungan Fisik Rumah Pada Penderita Kusta di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2017”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Keluarga terkasih, Bapak Sayoeti, T.A., Ibu Supiyanah, A Didi Nurhadi, Teh

Siti Supriyatin dan Nenek Suhaya yang selalu memberikan do’a, kasih sayang,

dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yuli Amran, SKM., MKM. selaku Dosen Pembimbing I yang selalu sabar

dalam memberikan nasihat serta arahan dalam pembuatan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing II yang selalu

memberikan masukan dan arahan dalam pembuatan skripsi ini.

6. Seluruh jajaran Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah

memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kota Tangerang Selatan.

Page 10: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

ix

7. Ibu Dewi Utami Iriani, M. Kes, Ph.D, Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS dan Ibu

Nining Mularsih, M.Epid selaku tim penguji skripsi yang telah memberikan

masukan untuk perbaikan skripsi ini.

8. Sahabat tercinta yaitu Rika Apriyanti, Nurzia Ulhaq, Yulya Elizabeth, Laily

Rachmayanti, Syifa Azkiya, Mariatul Qibtiyah, Riskah Wahyuni, Ayu Savitri,

Evi Luthfiyah dan Ayu Sajida yang selalu menghibur dan mendoakan.

9. Erika Novianti, Sri Widiyastuti, Yola Dwi Putri dan Fatia Gusti Rahma yang

selalu mendengarkan keluh kesah selama menyusun skripsi serta selalu

memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis.

10. Jama’ah kesehatan lingkungan 2012 : Abd, Agus, Isa, Dwi, Jijah, Bella, Mba

Nia, Hanif, Hanun, Isna, Ivan, Dhira, Rani, Yuni, Sarah, Uting, Syifa, Tyas,

Ukhty, Yola, Yolan, Yufa, Destin dan Pude.

11. Teman-teman kesehatan masyarakat angkatan 2012.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini,

oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Jakarta, Juli 2017

Penulis

Page 11: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

x

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i

ABSTRAK .............................................................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ........................................................................ v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5

C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 6

D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

1. Tujuan Umum ........................................................................................... 6

2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7

F. Ruang Lingkup ............................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9

A. Penyakit Kusta .......................................................................................... 9

1. Pengertian Penyakit Kusta ........................................................................ 9

2. Etiologi ..................................................................................................... 9

3. Tanda dan Gejala Penyakit Kusta .......................................................... 10

4. Cara Penularan Penyakit Kusta .............................................................. 10

5. Klasifikasi Penyakit Kusta ..................................................................... 11

6. Masalah yang Timbul Akibat Penyakit Kusta ........................................ 12

7. Pencegahan ............................................................................................. 12

B. Determinan Kusta Menurut Teori Segitiga Epidemiologi...................... 13

1. Host (Pejamu) ......................................................................................... 14

2. Agen ....................................................................................................... 21

Page 12: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

xi

3. Lingkungan ............................................................................................. 21

C. Kerangka Teori ....................................................................................... 24

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................. 25

A. Kerangka Konsep ................................................................................... 25

B. Definisi Operasional ............................................................................... 27

BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 30

A. Desain Penelitian .................................................................................... 30

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 30

C. Populasi dan Sampel .............................................................................. 30

D. Pengumpulan Data ................................................................................. 34

E. Instrumen Penelitian................................................................................... 34

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .................................................... 37

G. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 40

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 42

A. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Host ......................................... 42

1. Umur ....................................................................................................... 42

2. Jenis Kelamin ......................................................................................... 43

3. Tingkat Pendidikan ................................................................................. 43

4. Tingkat Pengetahuan .............................................................................. 44

5. Jenis Pekerjaan ....................................................................................... 46

6. Riwayat Kontak ...................................................................................... 46

7. Personal Hygiene .................................................................................... 47

8. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah ............................................... 48

B. Distribusi Frekuensi Kejadian Kusta Berdasarkan Lingkungan Fisik Rumah ............................................................................................................... 49

1. Suhu Rumah ........................................................................................... 49

2. Pencahayaan Alami di dalam Rumah ..................................................... 49

3. Jenis Lantai ............................................................................................. 50

4. Luas Ventilasi Rumah ............................................................................ 50

5. Kepadatan Hunian Kamar ...................................................................... 50

BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 51

A. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 51

Page 13: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

xii

B. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Faktor Host ............................. 51

1. Umur ....................................................................................................... 51

2. Jenis Kelamin ......................................................................................... 54

3. Tingkat Pendidikan ................................................................................. 56

4. Tingkat Pengetahuan .............................................................................. 59

5. Jenis Pekerjaan ....................................................................................... 66

6. Riwayat Kontak ...................................................................................... 68

7. Personal Hygiene ................................................................................... 70

8. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah ............................................... 78

C. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Faktor Lingkungan Fisik Rumah 79

1. Suhu Rumah ........................................................................................... 80

2. Pencahayaan Alami di dalam Rumah ..................................................... 82

3. Jenis Lantai ............................................................................................. 85

4. Luas Ventilasi Rumah ............................................................................ 87

5. Kepadatan Hunian kamar ....................................................................... 90

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 93

A. Simpulan ................................................................................................. 93

1. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Host ......................................... 93

2. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Lingkungan Fisik Rumah ........ 93

B. Saran ....................................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 96

LAMPIRAN ........................................................................................................ 104

Page 14: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tanda Utama Kusta Pada Tipe PB dan MB………………….... 11

Tabel 2.2 Tanda lain Untuk Menentukan Klasifikasi Kusta……………... 12

Tabel 3.1 Definisi Operasional…………………………………………… 27

Tabel 4.1 Data Kasus Penderita Kusta di Kota Tangerang Selatan Tahun 2016…………………………………………………………....

33

Tabel 5.1 Jumlah Jawaban Benar Per Item Dalam Kuesioner Pengetahuan Penderita Kusta…………………………………..

45

Page 15: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Proses Penularan Penyakit Kusta………...………………….... 11

Bagan 2.2 Segitiga Epidemiologi………………………….……………... 13

Bagan 2.3 Kerangka Teori…..………………………………...…………. 24

Bagan 3.1 Kerangka Konsep……………………………………………... 26

Page 16: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

xv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Distribusi penderita kusta berdasarkan umur di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017……………………….……....

42

Grafik 5.2 Distribusi penderita kusta berdasarkan jenis kelamin di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017……………………………….

43

Grafik 5.3 Distribusi penderita kusta berdasarkan tingkat pendidikan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017…………………………

44

Grafik 5.4 Distribusi penderita kusta berdasarkan tingkat pengetahuan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017……………………........

44

Grafik 5.5 Distribusi penderita kusta berdasarkan jenis pekerjaan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017…………………….................

46

Grafik 5.6 Distribusi penderita kusta berdasarkan riwayat kontak di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017…………………….................

47

Grafik 5.7 Distribusi penderita kusta berdasarkan personal hygiene yang berisiko di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017……………...

47

Grafik 5.8 Distribusi penderita kusta berdasarkan kebiasaan membersihkan lantai rumah di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017……………………...........................................................

48

Grafik 5.9 Distribusi penderita kusta berdasarkan komponen lingkungan fisik rumah yang berisiko di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017……………………...........................................................

49

Page 17: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut laporan WHO, faktor lingkungan berpengaruh secara signifikan

terhadap lebih dari 80% penyakit (Mundiatun dan Daryanto, 2015). Masalah

kesehatan dan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh kondisi

lingkungan yang tidak memadai, baik kualitas maupun kuantitasnya dapat

mengakibatkan berbagai penyakit seperti Diare, ISPA, TB Paru, Malaria dan

Kusta (Ahmadi, 2011).

Penyakit kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae. penyakit ini menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan

tubuh lainnya kecuali susunan syaraf pusat (Kemenkes RI, 2007). Penyakit kusta

diklasifikasikan dalam dua tipe yaitu tipe Pausibasilar (PB) dan tipe Multibasilar

(MB), namun penderita kusta dengan tipe Multi Baciler (MB) dapat menularkan

penyakitnya pada orang lain (Depkes RI, 2007).

Penyakit kusta masih menjadi masalah secara global maupun nasional.

World Health Organization melaporkan jumlah kasus kusta yang terdaftar pada

akhir kuartal pertama tahun 2015 secara global adalah 175.554 kasus dengan

prevalensi 0,31 per 10.000 penduduk. Sedangkan jumlah kasus baru pada tahun

2014 sebesar 213.899 kasus dengan tingkat kasus baru yang terdeteksi 3,78 per

100.000 penduduk (WHO, 2015). Indonesia menempati peringkat ketiga dunia

Page 18: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

2

pada tahun 2013 dengan kasus baru kusta terbanyak setelah India (134.752 kasus)

dan Brasil (33.303 kasus) (Kemenkes RI, 2015).

Indonesia telah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2000 lalu, namun

hingga kini penemuan kasus kusta masih dijumpai di beberapa daerah. Untuk itu,

Kemenkes RI menargetkan agar seluruh provinsi dapat mencapai status eliminasi

kusta pada tahun 2019 (Depkes RI, 2015). Sepanjang tahun 2013, Kementerian

Kesehatan RI mencatat 16.825 kasus kusta baru (Kemenkes RI, 2015). Kemudian

pada tahun 2014, prevalensi kusta di Indonesia sebesar 0,79 per 10.000 penduduk

dengan penemuan kasus baru berada pada angka 6,75 per 100.000 penduduk.

Di Provinsi Banten pada tahun 2012 Prevalence Rate penyakit kusta adalah

7,38 per 100.000 penduduk. Penemuan kasus baru kusta tahun 2013 adalah 6,13

per 100.000 penduduk. Namun provinsi Banten mengalami kenaikan jumlah

penderita dalam kurun waktu 2011-2013 sebanyak 202 kasus (Profil Kesehatan

Provinsi Banten, 2012).

Menurut Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2014), Tangerang

Selatan merupakan wilayah otonomi baru yang cukup banyak ditemukan

penderita kusta. Angka penemuan penderita kusta di kota Tangerang Selatan

tahun 2008 (9 orang); 2009 (20 orang); 2010 (48 orang); 2011 (49 orang); 2012

(73 orang); 2013 (68 orang). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa

penderita kusta di kota Tangerang Selatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun

2013 terus mengalami peningkatan dengan total penderita yang tercatat mencapai

267 penderita. Sementara itu Prevalence rate penyakit kusta di Kota Tangerang

Selatan tahun 2012 (0,81 per 10.000 penduduk); tahun 2013 (0,38 per 10.000

Page 19: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

3

penduduk); tahun 2014 (0,38 per 10.000 penduduk) dan tahun 2015 adalah 0,61

per 10.000 penduduk.

Menurut Kemenkes RI, eliminiasi kusta dicapai jika Prevalence Rate kurang

dari 1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk). Suatu daerah dikatakan

endemik tinggi jika Prevalence Rate >1/10.000 penduduk, dan dikatakan daerah

endemik rendah jika Prevalence Rate <1/10.000 penduduk dengan New Case

Detection Rate (NCDR) <5/100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2012).

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota yang masih ditemukan

kasus kusta. Berdasarkan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, pada tahun

2015 terdapat beberapa wilayah puskesmas yang memiliki angka Prevalence Rate

> 1 per 10.000 penduduk. Wilayah Puskesmas yang memiliki Prevalence Rate > 1

yaitu Puskesmas Jombang dengan Prevalence Rate 1,72 per 10.000 penduduk,

Puskesmas Parigi dengan Prevalence Rate 1,75 per 10.000 penduduk dan

Puskesmas Pondok Kacang Timur dengan Prevalence Rate 2,03 per 10.000

penduduk serta Puskesmas Serpong 2 dengan Prevalence Rate 1,03 per 10.000

penduduk.

Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular yang menimbulkan

berbagai macam dampak. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya dari sisi medis

saja, tapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan

ketahanan nasional (Kemenkes RI, 2012). Menurut Pusat Data dan Informasi

Kemenkes RI tahun 2015, dalam kehidupan sehari-hari penderita dan mantan

penderita kusta sering mendapatkan perlakuan diskriminatif seperti dalam

kesempatan mencari lapangan pekerjaan, beribadah di rumah ibadah,

menggunakan kendaraan umum, mendapatkan pasangan hidup, dan lain-lain.

Page 20: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

4

Susanto, dkk. (2009) menambahkan, penderita kusta maupun mantan

penderita kusta yang mengalami kecacatan biasanya ditolak dan diabaikan

masyarakat bahkan oleh keluarganya sendiri. Selain itu, mereka juga harus

kehilangan pekerjaan. Penderita kusta dianggap sangat berbahaya karena dapat

menularkan penyakit ini kepada orang lain. Padahal penyakit kusta adalah

penyakit yang penularannya paling lambat di antara penyakit menular lainnya.

Stigma inilah yang membuat masyarakat penyandang kusta memilih hidup

berkelompok, atau mengelompokkan diri. Sikap hidup seperti ini malah membuat

permasalahan semakin banyak dan menumpuk.

Mata rantai penularan penyakit kusta dapat diputus melalui intervensi yang

sesuai, dan hal ini dapat dilakukan jika proses terjadinya infeksi penyakit tersebut

diketahui (Kemenkes RI, 2012). Penelitian oleh Purwanto (2013) menunjukkan

bahwa sebanyak 83,20 % penderita kusta berada pada usia produktif. Sementara

itu, penelitian Peter, dkk. (2002) yang menyatakan bahwa kusta lebih sering

terjadi pada pria dibanding wanita dengan perbandingan masing-masing hampir

2:1.

Faktor penting dalam terjadinya kusta adalah adanya sumber penularan dan

sumber kontak, baik dari penderita maupun dari lingkungan (Depkes RI, 2012).

Kuman kusta hidup dengan baik pada lingkungan yang lembab, maka dari itu

faktor lingkungan sangat penting dalam penularan penyakit kusta terutama faktor

lingkungan fisik rumah. Hal ini sejalan dengan literatur yang mengatakan bahwa

persyaratan kesehatan rumah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Sanropie, 1992).

Page 21: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

5

Menurut penelitian Enis (2009) ditemukan bahwa karakteristik rumah yang

berhubungan dengan terjadinya penyakit kusta diantaranya adalah jenis lantai.

Penelitian lain dilakukan oleh Rismawati (2013) yang menunjukkan adanya

hubungan antara suhu rumah, pencahayaan alami di dalam rumah, luas ventilasi

rumah, kepadatan hunian kamar, kebiasaan membersihkan lantai rumah dan

kebiasaan mandi dengan kejadian kusta. Penelitian yang dilakukan oleh

Yuniarasari tahun 2014, variabel yang berhubungan dengan kusta adalah tingkat

pengetahuan, personal hygiene dan jenis pekerjaan. Sementara itu, penelitian

Noorlatifah, dkk. (2010) menunjukkan hubungan antara kondisi fisik rumah,

riwayat kontak, dan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta.

Berdasarkan paparan yang telah disampaikan sebelumnya, penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor host dan lingkungan fisik rumah

pada penderita kusta di kota Tangerang Selatan tahun 2017.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dijelaskan di latar belakang,

diperoleh informasi bahwa jumlah penderita penyakit kusta masih tinggi di Kota

Tangerang Selatan. Hal ini terbukti dengan masih adanya wilayah kerja

Puskesmas yang memiliki Prevalence Rate > 1 per 10.000 penduduk yaitu

Puskesmas Jombang (1,72 per 10.000 penduduk), Puskesmas Parigi (1,75 per

10.000 penduduk), Puskesmas Pondok Kacang Timur (2,03 per 10.000 penduduk)

serta Puskesmas Serpong 2 (1,03 per 10.000 penduduk). Padahal Indonesia telah

mencapai eliminasi kusta pada tahun 2000 lalu. Untuk itu, Kemenkes RI

menargetkan agar seluruh provinsi dapat mencapai status eliminasi kusta pada

tahun 2019.

Page 22: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

6

Faktor yang diduga sebagai pencetus kejadian kusta antara lain umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, riwayat kontak,

personal hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian, kebiasaan

meminjam handuk), kebiasaan membersihkan lantai rumah, suhu rumah,

pencahayaan alami di dalam rumah, jenis lantai, luas ventilasi rumah dan

kepadatan hunian kamar. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan penelitian

tentang gambaran faktor host dan lingkungan fisik rumah pada penderita kusta di

kota Tangerang Selatan tahun 2017.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran faktor host (umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan dan riwayat kontak,

personal hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian,

kebiasaan meminjam handuk) dan kebiasaan membersihkan lantai

rumah) pada penderita kusta di Kota Tangerang Selatan tahun 2017?

2. Bagaimana gambaran faktor lingkungan fisik rumah (suhu rumah,

pencahayaan alami di dalam rumah, jenis lantai, luas ventilasi rumah dan

kepadatan hunian kamar) pada penderita kusta di Kota Tangerang

Selatan tahun 2017?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran faktor host dan lingkungan fisik rumah pada

penderita kusta di kota Tangerang Selatan tahun 2017.

Page 23: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

7

2. Tujuan Khusus

a) Diketahuinya gambaran faktor host (umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan dan riwayat kontak,

personal hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian,

kebiasaan meminjam handuk) dan kebiasaan membersihkan lantai

rumah) pada penderita kusta di Kota Tangerang Selatan tahun 2017.

b) Diketahuinya gambaran faktor lingkungan fisik rumah (suhu rumah,

pencahayaan alami di dalam rumah, jenis lantai, luas ventilasi rumah

dan kepadatan hunian kamar) pada penderita kusta di Kota

Tangerang Selatan tahun 2017.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

Pemerintah kota Tangerang Selatan khususnya Dinas Kesehatan kota

Tangerang Selatan dalam menyusun program kebijakan mengenai penyakit

kusta serta melakukan upaya pencegahan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kecacatan akibat kusta di Kota Tangerang Selatan.

2. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan dan informasi keluarga dan penderita tentang

penyakit kusta serta dapat mengiformasikan tentang determinan yang

mempengaruhi kejadian kusta.

Page 24: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

8

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi tentang penyakit kusta

dan juga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian yang

memiliki topik tentang kusta.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor host dan

lingkungan fisik rumah pada penderita kusta di kota Tangerang Selatan tahun

2017. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari 2017 – Maret tahun 2017

di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan desain studi Case Series.

Jenis data yang digunakan adalah data primer. Penelitian ini menggunakan

kuesioner, pengukuran dan observasi pada penderita kusta.

Page 25: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Kusta

1. Pengertian Penyakit Kusta

Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh

kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan

jaringan tubuh lainnya kecuali susunan syaraf pusat (Kemenkes RI, 2007).

Penyakit kusta pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya

menyerang kulit, mukosa (mulut) saluran pernafasan bagian atas, sistem

retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Penyakit kusta adalah salah

satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks.

Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis, tetapi meluas sampai

masalah sosial, ekonomi, dan psikologis (Djuanda, 2007).

2. Etiologi

Penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang

ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini

bersifat tahan asam, bentuk pleomorf lurus, batang ramping dan sisanya

berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan ukuran

panjang 1-8 µm dan diameter 0,25-0,3 µm. Basil ini menyerupai kuman

berbentuk batang yang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora.

Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang

yang utuh, berwarna merah terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil

yang mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented) atau granular. Basil ini

Page 26: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

10

hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak dapat

dikultur dalam media buatan (in vitro) (Zulkifli, 2009).

3. Tanda dan Gejala Penyakit Kusta

Tanda-tanda seseorang menderita kusta adalah kulit timbulnya bercak

putih seperti panu yang semakin lama semakin lebar. Kemudian ada bintil-

bintil kemerahan di kulit, bagian tubuh yang tidak berkeringat, kesemutan

pada anggota badan atau bagian raut muka, muka berbenjol-benjol dan

tegang (Facies leomina) dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi

(Kemenkes RI, 2015).

Gejala yang timbul pada tahap awal yaitu hipopigmentasi,

hiperpigemantasi dan kemerahan pada kulit. Gejala-gejala umum pada

penyakit kusta antara lain reaksi panas dari derajat rendah hingga menggigil,

anoreksia, nausea, kadang-kadang disertai vomitus, cephalgia, kadang

disertai iritasi, orchitis dan pleuritis, kadang disertai nephrosia, nepritis,

hepatosplenomegali dan neuritis (Kemenkes RI, 2015).

4. Cara Penularan Penyakit Kusta

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kuman dapat masuk melalui

kulit yang lecet di bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.

Penularan terjadi jika M. Leprae yang hidup keluar dari tubuh penderita dan

masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini terjadi

dengan kontak yang lama dengan penderita. Tempat masuk kuman kusta ke

dalam tubuh pejamu diperkirakan adalah melalui saluran pernapasan bagian

atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh (Kemenkes RI, 2007).

Page 27: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

11

Berikut adalah bagan penularan penyakit kusta.

Bagan 2.1 Proses Penularan Penyakit Kusta

5. Klasifikasi Penyakit Kusta

Pada tahun 1982, Ahli dari WHO mengembangkan klasifikasi untuk

memudahkan pengobatan penyakit kusta. Dalam klasifikasi ini, pasien kusta

dibagi dalam dua tipe yaitu tipe Pausibasilar (PB) dan tipe Multibasilar

(MB). Klasifikasi ini ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan hasil

pemeriksaan BTA melalui pemeriksaan kerokan jaringan kulit.

Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi kusta adalah sebagai

berikut (WHO, 1997):

Tabel 2.1 Tanda Utama Kusta pada Tipe PB dan MB

Tanda Utama PB MB Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah > 5 Penebalan syaraf tepi disertai gangguan fungsi (mati rasa atau kelemahan otot, di daerah yang dipersarafi saraf yang bersangkutan).

Hanya 1 syaraf Lebih dari 1 syaraf

Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif

Apabila satu dari tanda utama MB ditemukan, maka pasien

diklasifikasikan sebagai kusta MB. Sementara itu, tanda lain yang dapat

dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan klasifikasi penyakit

kusta yaitu:

Mycobacterium leprae

Kejadian Kusta

1. Kulit 2. Saluran pernafasan

Atas

Jaringan/lingkungan yang bersuhu rendah

Page 28: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

12

Tabel 2.2 Tanda Lain untuk Menentukan Klasifikasi Kusta

Tanda Lain PB MB Distribusi Unilateral atau bilateral

asimetris Bilateral simetris

Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilap Batas Bercak Tegas Kurang tegas Mati rasa pada bercak

Jelas Biasanya kurang jelas

Deformitas Proses terjadi lebih cepat

Terjadi pada tahap lanjut

Ciri-ciri khas - Madarosis, hidung pelana, wajah singa (facies leonine), ginekomastia pada laki-laki.

6. Masalah yang Timbul Akibat Penyakit Kusta

Masalah terkait keluarga penderita kusta yaitu mereka takut tertular

sehingga tidak dapat merawat luka penderita kusta, dan sering mengisolasi

penderita kusta. Masalah tersebut mengakibatkan tuna sosial, tuna wisma,

tunakarya dan cenderung melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan

masyarakat (Depkes RI, 2002).

7. Pencegahan

Secara umum, penyakit kusta dapat dicegah dengan terjanganya

kebersihan diri dan lingkungan. Hal ini dikarenakan penyakit kusta diduga

dapat dengan mudah menular melalui penderita kusta apabila disokong oleh

lingkungan dan kebersihan diri yang buruk.

Adapun usaha untuk pemutusan rantai penularan penyakit kusta dapat

dilakukan melalui :

1) Pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) penderita kusta

MDT adalah kombinasi obat yang terdiri dari 2 atau 3 obat, yaitu

dapson dan rifampisin untuk semua pasien, dengan tambahan

Page 29: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

13

clofazimin untuk pasien multibasiler. Kombinasi obat ini membunuh

patogen dan menyembuhkan pasien kusta (WHO, 2017).

2) Isolasi terhadap penderita kusta. Namun hal ini tidak dianjurkan

karena penderita yang sudah berobat tidak akan menularkan

penyakitnya ke orang lain.

3) Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan

penderita kusta.

Dari hasil penelitian di Malawi, tahun 1996 didapatkan bahwa

pemberian vaksinasi BCG satu dosis dapat memberikan perlindungan

sebesar 50%, dengan pemberian dua dosis dapat memberikan perlindungan

terhadap kusta hingga 80%. Namun demikian penemuan ini belum menjadi

kebijakan program di Indonesia dan masih memerlukan penelitian lebih

lanjut, karena penelitian dibeberapa negara memberikan hasil yang berbeda

(Departemen Kesehatan RI, 2006).

B. Determinan Kusta Menurut Teori Segitiga Epidemiologi

Keterkaitan setiap faktor dalam penyakit dapat dianalisis menggunakan

segitiga epidemiologi (Timmreck, 2004). Segitiga epidemiologi dikemukakan

oleh John Gordon dan La Richt pada tahun 1950. Teori ini menjelaskan bahwa

timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama,

yaitu host, agent dan lingkungan (Rajab, 2009).

Bagan 2.2 Segitiga Epidemiologi

Host

Agen

Lingkungan

Page 30: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

14

Berikut adalah penjelasan dari determinan penyakit kusta berdasarkan teori

segitiga epidemiologi.

1. Host (Pejamu)

a. Umur

Menurut Kemenkes RI (2012) kusta diketahui terjadi pada semua

umur yang berkisar antara bayi sampai dengan usia lanjut atau dengan

kata lain kusta dapat menyerang dari umur tiga minggu sampai dengan

umur lebih dari 70 tahun, namun penderita kusta yang terbanyak adalah

pada usia produktif.

Purwanto (2013) yang menunjukkan bahwa sebanyak 83,20 %

penderita kusta berada pada usia produktif. Satu lagi penelitian dengan

hasil yang sama dilakukan di Rumah Sakit Kusta Kediri, mayoritas

penderita kusta adalah usia dewasa dengan persentase 90% (Nabila,

dkk. 2012).

b. Jenis Kelamin

Penelitian yang dilakukan Peter, et.al (2002) yang menyatakan

bahwa terdapat perbedaan jumlah penderita kusta antara pria dan

wanita. Kusta lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita dengan

perbandingan masing-masing hampir 2:1.

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada

masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan

(praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan

meningkatkan kesehatannya. Tingkat pendidikan dianggap sebagai

Page 31: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

15

salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan pengetahuan

seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun kehidupan sosial

(Notoatmodjo, 2005; Budioro, 1997).

Tingkatan pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003

adalah: Pendidikan dasar/rendah (SD – SMP/MTs); Pendidikan

Menengah (SMA/SMK/Sederajat); dan Pendidikan Tinggi (Perguruan

Tinggi).

Dari hasil penelitian oleh Martomijoyo (2014) diperoleh data

sebanyak 29 (80,6 %) responden memiliki tingkat pendidikan rendah (<

SD-SMP) dan setelah dilakukan uji statistik, menunjukkan adanya

hubungan antara faktor pendidikan dengan kejadian penyakit kusta.

Artinya dengan memiliki pendidikan yang rendah akan berisiko lebih

tinggi terjangkit penyakit kusta. Jadi, pendidikan merupakan faktor

yang sangat berperan dalam penyebaran dan penularan penyakit kusta.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah

menerima dan memahami berbagai macam informasi yang diberikan

kepadanya.

d. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,

mulut, telinga dan sebagainya). Secara sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek yang

berbeda-beda (Notoatmodjo, 2005).

Page 32: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

16

Berdasarkan penelitian, pengetahuan yang rendah tentang penyakit

kusta secara tidak langsung dapat menimbulkan stigma yang negatif

terhadap penyakit kusta. Rendahnya pengetahuan tentang penyakit

kusta, mengakibatkan penderita kusta tidak mengetahui akibat buruk

yang ditimbulkan oleh penyakit kusta seperti cacat fisik. Stigma yang

buruk disebabkan karena kecacatan fisik yang tampak jelas pada

penderita kusta inilah yang menyebabkan para penderita dijauhi oleh

masyarakat disekitarnya (Das, 2006).

e. Jenis Pekerjaan

Berdasarkan penelitian Muchtar, dkk (2009) di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RS Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 2002-2003

diperoleh data jenis pekerjaan yang terbanyak adalah petani dengan

persentase 57,5%.

Menurut penelitian Yuniarasari (2014) tentang faktor risiko yang

berhubungan dengan kejadian kusta hasilnya adalah terdapat hubungan

antara jenis pekerjaan dengan kejadian kejadian kusta. Sementara itu

menurut penelitian Norlatifah, dkk. tahun 2010, hasil uji statistik

didapatkan bahwa jenis pekerjaan bukan merupakan faktor risiko

penularan kusta.

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa jenis pekerjaan dibagi

menjadi :1) Pedagang; 2) Buruh/Tani; 3) PNS; 4) TNI/POLRI: 5)

Pensiunan; 6) Wiraswasta dan 7) Ibu Rumah Tangga.

Page 33: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

17

f. Riwayat Kontak

Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan

jelas, penularan di dalam rumah tangga dan kontak/hubungan dekat

dalam waktu yang lama tampaknya sangat berperan dalam penularan

(Chin, 2000).

Menurut Depkes RI (2007) kontak dengan penderita kusta

dikatakan berisiko jika >2 tahun dan tidak berisiko jika kontak terjadi

≤2 tahun. Hasil penelitian Norlatifah, dkk. tahun 2010 menunjukan

bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat

kontak dengan kejadian kusta pada responden. Peluang orang dengan

riwayat kontak serumah tertular penyakit kusta 5,06 kali lebih besar

dibandingkan dengan tidak ada riwayat kontak serumah.

g. Personal Hygiene

Personal hygiene atau kebersihan diri adalah tindakan pencegahan

yang meliputi tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan

serta membatasi menyebarnya penyakit menular, terutama yang

ditularkan secara kontak langsung (Noor, 2006).

Penularan penyakit kusta menurut sebagian ahli melalui saluran

pernafasan dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat), kuman

mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut dan kelenjar keringat

(Mansjoer, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Yudied, dkk. tahun 2007

menyatakan bahwa faktor risiko lingkungan yang berpengaruh yaitu

kondisi sanitasi yang kurang baik meliputi fasilitas sanitasi yang jelek,

Page 34: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

18

kebiasaan masyarakat tidur bersama-sama, memakai pakaian bergatian,

handuk mandi secara bergatian dan buang air besar di kebun juga dapat

memicu terjadinya penularan berbagai macam penyakit yang tidak

menutup kemungkinan penyakit kusta.

1) Kebiasaan Mandi

Personal hygiene atau kebersihan diri adalah tindakan

pencegahan yang meliputi tanggung jawab individu untuk

meningkatkan kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit

menular, terutama yang ditularkan secara kontak langsung (Noor,

2006).

Penularan penyakit kusta belum diketahui secara pasti, tetapi

menurut sebagian ahli melalui saluran pernafasan dan kulit (kontak

langsung yang lama dan erat), kuman mencapai permukaan kulit

melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga melalui

saluran air susu ibu (Mansjoer, 2000).

Menurut penelitian Rismawati (2013) tentang hubungan antara

sanitasi rumah dan personal hygiene dengan kejadian kusta

multibasiler diperoleh bahwa ada hubungan antara kebiasaan mandi

dengan kejadian kusta multibasiler.

Menurut Depdikbud (1986) mandi merupakan upaya perawatan

kulit yang dilakukan dengan cara mandi minimal 2 kali sehari yaitu

pagi dan sore menggunakan air yang bersih. Perawatan kulit

merupakan keharusan yang mendasar (Depdikbud, 1986).

Page 35: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

19

2) Kebiasaan Meminjam Pakaian

Penelitian yang dilakukan oleh Yudied, dkk. tahun 2007

menyatakan bahwa faktor risiko lingkungan yang berpengaruh yaitu

memakai pakaian bergatian dapat memicu terjadinya penularan

berbagai macam penyakit yang tidak menutup kemungkinan

penyakit kusta.

Faktor risiko higiene perorangan yang mempengaruhi terhadap

penularan penyakit kusta diantaranya adalah memakai pakaian

secara bergantian (Entjang, 2000).

3) Kebiasaan Meminjam Handuk

Penelitian yang dilakukan oleh Yudied, dkk. tahun 2007

menyatakan bahwa faktor risiko lingkungan yang berpengaruh yaitu

memakai handuk mandi secara bergatian dapat memicu terjadinya

penularan berbagai macam penyakit yang tidak menutup

kemungkinan penyakit kusta.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Entjang (2000) faktor

risiko higiene perorangan yang mempengaruhi terhadap penularan

penyakit kusta diantaranya adalah penggunaan handuk secara

bergantian.

h. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah

Akumulasi debu, tanah atau kontaminasi mikroba lain pada

permukaan secara estetik tidak menyenangkan sekaligus merupakan

sumber infeksi. Maka membersihkan debu ini menjadi penting untuk

mengurangi jumlah mikroorganisme serta mengupayakan lingkungan

Page 36: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

20

yang bersih (Tietjen, 2004). M. leprae ditemukan pada tanah di sekitar

lingkungan rumah penderita, hal ini dibuktikan dengan salah satu

penelitian menggunakan telapak kaki mencit sebagai media kultur, M.

leprae juga mampu hidup beberapa waktu di lingkungan. Selain itu, M.

leprae juga dapat ditemukan pada debu rumah penderita (Yuniarti,

2011).

i. Vaksinasi BCG

Vaksin BCG merupakan vaksin yang berfungsi meningkatkan

kekebalan tubuh terhadap TBC tetapi menunjukkan adanya

perlindungan yang besar terhadap kusta (Meima, dkk., 2004). Menurut

IDAI (2015) imunisasi BCG diberikan pada usia 2-3 bulan karena pada

bayi usia <2 bulan sistem imun anak belum matang.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baker, dkk. (1993)

menunjukkan bahwa status vaksinasi BCG berhubungan dengan

kejadian kusta semua tipe.

j. Status Ekonomi

Penyakit kusta adalah salah satu manifestasi dari kemiskinan karena

sebagian besar penderita kusta berasal dari golongan ekonomi lemah.

Penyakit kusta jika tidak ditangani dapat menyebabkan cacat, dan hal

tersebut menjadi penghalang bagi pasien kusta untuk menjalani

kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial

ekonominya (Widoyono, 2011).

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran

dalam mewujudkan kondisi kesehatan seseorang. Pendapatan yang

Page 37: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

21

diterima seseorang akan mempengaruhi daya beli terhadap barang-

barang kebutuhan pokok dan barang-barang kebutuhan lainnya seperti

sandang dan papan (Ligia, 2006; Dwi, 2012).

2. Agen

Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H.

Armauer Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat tahan asam,

bentuk pleomorf lurus, batang ramping dan sisanya berbentuk paralel

dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan ukuran panjang 1-8 µm dan

diameter 0,25-0,3 µm. Basil ini menyerupai kuman berbentuk batang yang

gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora. Dengan pewarnaan Ziehl-

Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna merah

terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati bentuknya

terpecah-pecah (fragmented) atau granular. Basil ini hidup dalam sel

terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak dapat dikultur dalam media

buatan (in vitro) (Zulkifli, 2009).

3. Lingkungan

a. Lingkungan Fisik

1) Suhu Rumah

M. Leprae yang bertahan hidup lama dalam temperatur kamar

dapat mempertinggi risiko penularan kusta antar anggota keluarga

yang menderita penyakit kusta. Pertumbuhan optimal kuman kusta

pada suhu 270 - 300 C (Depkes RI, 2012).

Page 38: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

22

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rismawati didapatkan

bahwa ada hubungan antara suhu rumah dengan kejadian kusta

multibasiler (Rismawati, 2011).

2) Pencahayaan Alami di dalam Rumah

Pencahayaan di dalam rumah diukur menggunakan luxmeter.

Pencahayaan minimal yang ada di dalam rumah yaitu 60 lux. Hal ini

ditetapka oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan

Udara Dalam Ruang Rumah.

3) Jenis Lantai

Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang

ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menyatakan bahwa

lantai rumah harus kedap air dan mudah dibersihkan.

Menurut penelitian Enis (2009) ditemukan bahwa karakteristik

rumah yang berhubungan dengan terjadinya penyakit kusta

diantaranya adalah jenis lantai.

4) Luas Ventilasi Rumah

Dampak dari ventilasi yang tidak memenuhi syarat yaitu

pertukaran oksigen didalam rumah dapat berkurang sehingga dapat

menyebabkan penyakit yang dapat menular lewat udara tertular

dengan orang serumah dengan penderita. Dengan adanya ventilasi

serta digunakan sesuai peruntukannya maka sinar matahari serta

udara dapat masuk maka sehingga dapat mencegah pertumbuhan

bakteri (Makinan, 2012)

Page 39: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

23

Hasil penelitian Norlatifah, dkk. (2010) menunjukan bahwa

secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi

fisik rumah dengan kejadian kusta. Rumah responden banyak yang

tidak memiliki ventilasi lebih dari 10% dari luas lantai.

5) Kepadatan Hunian Kamar

Menurut penelitian yang dilakukan Rismawati (2013)

didapatkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian kamar

dengan kejadian kusta multibasiler. Responden dengan kepadatan

hunian kamar tidak memenuhi syarat memiliki risiko 3,231 kali

lebih besar menderita kusta multibasiler bila dibandingkan

responden dengan kepadatan hunian kamar memenuhi syarat.

6) Kelembaban

Menurut Kepmenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999, kelembaban

yang baik yaitu berkisar antara 40 - 70 %. Berdasarkan penelitian

Wicaksono, dkk. (2015) hasil analisis univariat didapatkan bahwa

pada variabel kelembaban, untuk kelompok kasus mayoritas

mempunyai ruangan tidur yang kelembabannya tidak memenuhi

syarat (90%).

Page 40: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

24

C. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan sebelumnya maka

kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan gambaran faktor host dan

lingkungan fisik rumah pada penderita kusta adalah teori trias epidemiologi yang

dikemukakan oleh John Gordon. Berikut ini adalah kerangka teori dari gambaran

faktor host dan lingkungan fisik rumah pada penderita kusta di kota Tangerang

Selatan tahun 2017:

Bagan 2.3 Kerangka Teori

Keterangan

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti

9. Vaksinasi BCG 10. Status Ekonomi

Faktor Host 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Tingkat Pendidikan 4. Tingkat Pengetahuan 5. Jenis pekerjaan 6. Riwayat Kontak 7. Personal Hygiene

a. Kebiasaan Mandi b. Kebiasaan Meminjam Pakaian c. Kebiasaan Meminjam Handuk

8. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah

Kejadian Kusta

Agen Penyakit Kusta

Mycobacterium leprae

Lingkungan Fisik Rumah 1. Suhu Rumah 2. Pencahayaan Alami di dalam Rumah 3. Jenis Lantai 4. Luas Ventilasi Rumah 5. Kepadatan Hunian Kamar

6. Kelembaban

Page 41: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

25

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, riwayat kontak, personal

hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian dan kebiasaan

meminjam handuk), kebiasaan membersihkan lantai rumah, suhu rumah,

pencahayaan alami di dalam rumah, jenis lantai, luas ventilasi rumah dan

kepadatan hunian kamar.

Kemudian pada penelitian ini, agen penyakit kusta yaitu bakteri

Mycobacterium leprae tidak diteliti karena penelitian ini lebih cenderung

menjabarkan faktor host dan lingkungan fisik rumah pada penderita kusta.

Vaksinasi BCG tidak diteliti karena vaksin tersebut diberikan pada umur dua

hingga tiga bulan sehingga apabila ditanyakan kepada responden maka

dikhawatirkan akan menimbulkan bias pada penelitian. Selain itu kelembaban

juga tidak diteliti karena iklim pada suatu kota/kabupaten bersifat homogen, maka

dari itu peneliti tidak meneliti kelembaban.

Page 42: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

26

Berikut ini adalah kerangka konsep dari gambaran faktor host dan

lingkungan fisik rumah pada penderita kusta di kota Tangerang Selatan tahun

2017.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Host 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Tingkat Pendidikan 4. Tingkat Pengetahuan 5. Jenis pekerjaan 6. Riwayat Kontak 7. Personal Hygiene

a. Kebiasaan Mandi b. Kebiasaan Meminjam Pakaian c. Kebiasaan Meminjam Handuk

8. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah

Kejadian Kusta

Lingkungan Fisik Rumah 1. Suhu Rumah 2. Pencahayaan Alami di dalam Rumah 3. Jenis Lantai 4. Luas Ventilasi Rumah 5. Kepadatan Hunian Kamar

Page 43: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

27

B. Definisi Operasional

Berikut ini adalah definisi operasional dari gambaran faktor host dan

lingkungan fisik rumah pada penderita kusta di kota Tangerang Selatan tahun

2017.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

1. Umur Lama hidup responden yang terhitung sejak lahir sampai dengan men-derita kusta.

Wawancara Kuesioner 1=Produktif (15-64 tahun) 2=Tidak Produktif (<15 tahun dan >64 tahun) (Kemenkes RI, 2012)

Ordinal

2. Jenis Kelamin

Keadaan yang sesuai dengan kodrat/jenis kelamin berdasarkan keadaan anatomis.

Wawancara Kuesioner 1= Laki-laki 2= Perempuan

Nominal

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan terakhir yang bersifat formal dan berlangsung di sekolah yang ditempuh oleh responden.

Wawancara Kuesioner 1=Rendah (Tidak Sekolah, SD, SMP) 2=Menengah(SMA/SMK/Sederajat) 3=Tinggi (perguruan Tinggi) (Undang-Undang No 20 Tahun 2003)

Ordinal

4. Tingkat Pengetahuan

Sesuatu yang diketahui oleh responden terkait dengan penyakit kusta.

Wawancara Kuesioner 1=Rendah (skor≤ mean/median) 2=Tinggi (skor> mean/median).

Ordinal

5. Jenis pekerjaan

Kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan penghasilan.

Wawancara Kuesioner 1= Pedagang 2= Buruh/Tani 3= PNS 4= TNI/POLRI 5= Pensiunan 6= Wiraswasta 7= Ibu Rumah Tangga (Notoatmodjo, 2012). 8=Lain-lain.

Nominal

6. Riwayat Jumlah waktu Wawancara Kuesioner 1=Berisiko (>2 tahun) Ordinal

Page 44: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

28

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Kontak dalam tahun responden kontak dengan penderita kusta yang serumah sebelum responden dinyatakan menderita kusta.

2=Tidak Berisiko (≤2 tahun) (Depkes RI, 2007).

7. Personal Hygiene

Upaya pencegahan penyakit melalui tindakan membersihkan diri

7a. Kebiasaan Mandi

Tindakan membersihkan diri yang dilakukan responden.

Wawancara Kuesioner 1=Buruk (<2 kali sehari) 2=Baik (≥2 kali sehari) (Depdikbud, 1986).

Ordinal

7b. Kebiasaan Meminjam Pakaian

Tindakan memakai pakaian milik orang lain.

Wawancara Kuesioner 1=Berisiko (jika memiliki kebiasaan meminjam pakaian) 2=Tidak Berisiko (jika tidak memiliki kebiasaan meminjam pakaian) (Entjang, 2000).

Ordinal

7c. Kebiasaan Meminjam Handuk

Tindakan memakai handuk milik orang lain.

Wawancara Kuesioner 1=Berisiko (Jika Memiliki kebiasaan meminjam Handuk) 2=Tidak Berisiko (jika tidak memiliki kebiasaan meminjam handuk) (Entjang, 2000).

Ordinal

8. Kebiasaan Membersih-kan Lantai Rumah

Ada atau tidaknya penggunaan antiseptik pada saat membersihkan lantai rumah

Wawancara Kuesioner 1=Berisiko (Tidak menggunakan antiseptik) 2= Tidak berisiko (menggunakan antiseptik) (Rismawati, 2013).

Ordinal

9. Suhu Rumah Angka yang menunjukkan panas udara (dalam celcius)

Pengukuran Termo-hygro-meter

1=Berisiko (270 C – 300 C) 2=Tidak Berisiko (<270C dan >300C)

Ordinal

Page 45: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

29

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

di dalam rumah diukur menggunakan Thermohygro-meter

(Dinkes RI, 2007)

10. Pencahayaan Alami di dalam Rumah

Intensitas cahaya di dalam rumah responden diukur menggunakan Luxmeter.

Pengukuran Luxmeter 1=Berisiko (<60 lux) 2=Tidak Berisiko (≥60 lux) (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011)

Ordinal

11. Jenis Lantai Jenis bahan yang digunakan sebagai dasar sebuah ruangan.

Wawancara Kuesioner 1= Kedap Air 2=Tidak Kedap Air (Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal).

Ordinal

12. Luas Ventilasi Rumah

Perbandingan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan meteran

Pengukuran Meteran 1=Berisiko (<10%) 2=Tidak Berisiko (≥10%) (Kepmenkes RI No.829/Menkes/ SK/ VII/1999).

Ordinal

13. Kepadatan Hunian Kamar

Perbandingan antara luas lantai kamar dengan jumlah penghuni kamar tersebut.

Pengukuran Meteran 1=Berisiko (<4m2/orang) 2=Tidak Berisiko (≥4m2/orang) (Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999)

Ordinal

Page 46: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

30

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain case

series. Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan

lebih mendalam tentang faktor host dan lingkungan fisik rumah pada penderita

kusta di kota Tangerang Selatan tahun 2017. Selain itu, pendekatan kuantitatif

bertujuan untuk menggambarkan distribusi penderita berdasarkan variabel host

dan lingkungan fisik rumah.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, riwayat kontak, personal

hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian, kebiasaan meminjam

handuk), kebiasaan membersihkan lantai rumah, suhu rumah, pencahayaan alami

di dalam rumah, jenis lantai, luas ventilasi rumah dan kepadatan hunian kamar.

Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadian kusta.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan kota Tangerang Selatan selama bulan Januari -

Maret tahun 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh penderita kusta di 21

wilayah puskesmas yang berada di Kota Tangerang Selatan. Populasi

Page 47: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

31

penelitian ini adalah penderita kusta yang tercatat dalam buku register

kohort kusta padap periode Januari sampai dengan Desember tahun 2016.

Wilayah puskesmas yang menjadi cakupan dalam penelitian adalah

Puskesmas Pondok Jagung, Ciputat, Kampung Sawah, Jombang, Pondok

Aren, Pamulang, Ciputat Timur, Jurangmangu, Keranggan, Parigi, Pondok

Benda, Benda Baru, Situ Gintung, Pondok Ranji, Paku Alam, Pondok

Pucung, Pondok Betung, Pondok Kacang Timur, Serpong 2, Rawa Buntu

dan Sawah Baru.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kusta dengan tipe

MB (multibasiler), penelitian ini hanya meneliti pasien kusta MB karena

sesuai dengan Depkes RI (2005) bahwa sumber penularan penyakit kusta

adalah penderita kusta dengan jenis MB, hal tersebut juga disampaikan oleh

Amirudin (2003). Penderita kusta tipe Multi Baciler (MB) dapat menularkan

penyakitnya pada orang lain karena dalam tubuh penderita terdapat

Mycobacterium leprae (Depkes RI, 2007). Berdasarkan hal tersebut, sampel

penelitian ini adalah penderita kusta tipe MB dan terdaftar pada register

kohort penyakit kusta pada periode Januari sampai dengan Desember tahun

2016.

Adapun untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dilihat tanda-

tanda utama yaitu sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2012)

a. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa

Kelainan kulit dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau

kemerahan (eritema) yang mati rasa (anestesi).

Page 48: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

32

b. Penebalan syaraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi syaraf.

Gangguan fungsi syaraf ini merupakan akibat dari peradangan syaraf

tepi kronis. Gangguan fungsi syaraf ini dapat berupa:

1) Gangguan fungsi sensoris : mati rasa

2) Gangguan fungsi motoris : kelemahan (paresis) atau kelumpuhan

(paralisis) otot

3) Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak

c. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit

skin smear).

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode total

sampling, dengan jumlah kasus yang terdaftar sepanjang tahun 2016 yaitu

sebanyak 65 orang. Sementara itu sampel dapat dikeluarkan jika :

a. Penderita kusta telah pindah rumah saat penelitian berlangsung

b. Penderita kusta telah meninggal dunia

c. Peneliti tidak dapat menemukan rumah penderita

Page 49: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

33

Berikut ini adalah data kasus penderita kusta di Kota Tangerang Selatan

tahun 2016.

Tabel 4.1 Data Kasus Penderita Kusta Di Kota Tangerang Selatan Tahun 2016

No. Puskesmas Jumlah Penderita Kusta

1 Pondok Jagung 2 2 Ciputat 3 3 Kampung Sawah 1 4 Jombang 4 5 Pondok Aren 2 6 Pamulang 8 7 Ciputat Timur 4 8 Jurangmangu 4 9 Keranggan 2 10 Parigi 7 11 Pondok Benda 2 12 Benda Baru 1 13 Situ Gintung 3 14 Pondok Ranji 1 15 Paku Alam 1 16 Pondok Pucung 1 17 Pondok Betung 2 18 Pondok Kacang Timur 5 19 Serpong 2 2 20 Rawa Buntu 3 21 Sawah Baru 7

JUMLAH 65 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2016

Peneliti tidak dapat mengakses keberadaan semua penderita kusta karena

terdapat beberapa alamat penderita kusta yang kurang jelas. Pada data

tersebut, penderita kusta yang memiliki alamat yang jelas terdapat 53 orang.

Dari 53 orang penderita, terdapat 11 orang yang tidak dapat diakses

keberadaannya dan 8 orang yang tidak bersedia untuk menjadi responden,

sehingga sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 orang penderita kusta.

Page 50: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

34

D. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian

kuesioner oleh penderita kusta di Kota Tangerang Selatan yang tercatat dalam

register kohort kusta dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2016.

Selain pengisian kuesioner, pengumpulan data juga dilakukan dengan cara

melakukan pengukuran dengan beberapa alat, yaitu meteran, luxmeter dan

thermohygrometer untuk variabel suhu rumah, pencahayaan alami di dalam

rumah, luas ventilasi rumah dan kepadatan hunian kamar. Kemudian lembar

observasi digunakan untuk melihat jenis lantai rumah penderita kusta.

Pengambilan data didahului dengan pemberian informed consent dan

penjelasan mengenai tujuan penelitian serta petunjuk pengisian kuesioner.

Variabel yang diukur menggunakan kuesioner yaitu umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, riwayat kontak, personal

hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian), kebiasaan meminjam

handuk dan kebiasaan membersihkan lantai rumah.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah kuesioner,

register kohort kusta dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, lembar

observasi, meteran, luxmeter dan thermohygrometer. Pengumpulan data dilakukan

dengan mengisi kuesioner dengan panduan lembar kuesioner, lembar observasi

dan lembar pengukuran untuk variabel tertentu. Instrumen dalam penelitian ini

dijelaskan sebagai berikut:

1. Register kohort penderita kusta di Kota Tangerang Selatan pada periode

bulan Januari sampai dengan Desember 2016.

Page 51: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

35

2. Lembar observasi untuk melihat kondisi jenis lantai rumah responden.

Hasil observasi dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:

a. Kedap air : semen, keramik, ubin dan tegel

b. Tidak kedap air : papan/kayu dan tanah

3. Lembar pengukuran untuk mengukur variabel suhu rumah, pencahayaan

alami di dalam rumah, luas ventilasi rumah dan kepadatan hunian kamar.

Penjelasan dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

a. Suhu rumah

Pengukuran yang dilakukan untuk melihat panas udara di dalam

rumah (dalam celcius) diukur menggunakan alat Thermohygrometer.

Hasil pengukuran dikelompokan dalam dua kategori yaitu:

1) Berisiko : 270 – 300 C

2) Tidak Berisiko : <270 C dan >300 C

Langkah pengukuran suhu rumah adalah sebagai berikut:

1) Siapkan alat yang akan digunakan

2) Cek baterai apakah telah terpasang dengan benar

3) Tunggu beberapa saat hingga angka yang ditunjukan oleh alat

stabil

4) Catat hasil pengukuran

b. Pencahayaan alami di dalam rumah

Pengukuran intensitas cahaya di dalam rumah menggunakan alat

Luxmeter. Hasil pengukuran dikelompokan menjadi dua kategori yaitu:

1) Berisiko : < 60 lux

2) Tidak berisiko : ≥ 60 lux

Page 52: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

36

Langkah pengukuran pencahayaan alami menurut SNI 03-2396-

2001 tentang tata cara perancangan pencahayaan alami pada bsngunan

adalah sebagai berikut:

1) Siapkan alat yang akan digunakan

2) Menandai titik ukur sesuai dengan titik ukur ada gambar

Sumber: SNI 03-2396-2001

Keterangan:

a. Titik ukur utama (TUU), diambil pada tengah kedua dinding

samping, yang berada pada jarak 1/3 dari bidang lubang

cahaya efektif.

b. Titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,5 m dari

dinding samping, yang juga berada pada jarak 1/3 dari lubang

cahaya efektif, dan d adalah ukuran kedalaman ruangan,

diukur mulai dari bidang cahaya efektif hingga pada dinding

seberangnya, atau hingga pada “bidang” batas dalam ruangan

yang hendak dihitung pencahayaannya itu.

3) Hidupkan luxmeter kemudian atur dengan skala tertentu

4) Bawalah alat ke titik pengukuran yang telah ditentukan, setinggi

bidang kerja yaitu 0,75 meter.

Page 53: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

37

5) Bacalah hasil pengukuran setelah menunggu beberapa saat

sehingga didapat nilai yang stabil.

6) Catat hasil pengukuran pada lembar hasil penelitian untuk

intensitas penerangan.

7) Matikan alat setelah selesai melakukan pengukuran.

c. Luas ventilasi rumah

Perbandingan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah diukur

menggunakan rollmeter. Hasil pengukuran di kategorikan menjadi dua

bagian yaitu:

1) Berisiko : <10%

2) Tidak berisiko : ≥10%

d. Kepadatan hunian kamar

Membandingkan luas lantai kamar dengan jumlah penghuni kamar

tersebut diukur menggunakan rollmeter. Hasil pengukuran dikategorikan

menjadi dua yaitu:

1) Berisiko : <4m2 / orang

2) Tidak berisiko : ≥4m2/orang

4. Kuesioner untuk mengukur variabel umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, riwayat kontak,

personal hygiene dan kebiasaan membersihkan lantai rumah.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Kuesioner dikatakan valid jika alat ukur yang ditentukan tepat dapat

mengukur objek yang akan diukur ataupun dapat mengukur apa yang harus

Page 54: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

38

diukur. Sedangkan kuesioner dinilai reliabel jika alat ukur menghasilkan hasil

ukur yang konsisten jika dilakukan pengukuran berkali-kali.

1. Validitas kuesioner

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui item pada kuesioner yang

valid maupun tidak valid sehingga diketahui item kuesioner tersebut dapat

digunakan dalam penelitian atau tidak. Uji validitas untuk jenis pertanyaan

dengan skala Guttman yaitu variabel pengetahuan dan personal hygiene

dilakukan dengan uji validitas isi. Uji validitas ini dilakukan dengan

melihat tanggapan responden terhadap kuesioner yang diberikan oleh

peneliti. Responden pada uji validitas ini adalah 30 penderita kusta yang

berada di Kota Tangerang. Setiap item dalam kuesioner dianggap valid

jika responden dapat langsung menjawab dan memahami item kuesioner

serta mampu mengerjakan item kuesioner sesuai dengan estimasi waktu

yang ditetapkan oleh peneliti. Sementara itu item kuesioner yang tidak

dapat dijawab secara langsung dan melebihi estimasi waktu yang telah

ditetapkan dikeluarkan dari kuesioner.

Hasil uji validitas yang dilakukan oleh peneliti didapatkan empat

pertanyaan yang tidak valid yaitu :

a. Pertanyaan C11

Pertanyaan ini tidak valid karena terdapat empat responden yang

menjawab pertanyaan melibihi estimasi waktu yang ditetapkan dan tiga

responden tidak dapat langsung menjawab pertanyaan tetapi bertanya

kepada peneliti maksud dari pertanyaan tersebut.

Page 55: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

39

b. Pertanyaan C14

Pertanyaan ini tidak valid karena terdapat satu responden yang

menjawab pertanyaan melibihi estimasi waktu yang ditetapkan dan dua

responden tidak dapat langsung menjawab pertanyaan tetapi bertanya

kepada peneliti maksud dari pertanyaan tersebut.

c. Pertanyaan C17

Pertanyaan ini tidak valid karena terdapat tujuh responden yang

menjawab pertanyaan melibihi estimasi waktu yang ditetapkan dan tujuh

responden tidak dapat langsung menjawab pertanyaan tetapi bertanya

kepada peneliti maksud dari pertanyaan tersebut.

d. Pertanyaan C18

Pertanyaan ini tidak valid karena terdapat tiga responden yang

menjawab pertanyaan melibihi estimasi waktu yang ditetapkan dan tiga

responden tidak dapat langsung menjawab pertanyaan tetapi bertanya

kepada peneliti maksud dari pertanyaan tersebut.

2. Reliabilitas kuesioner

Uji reliabilitas dilakukan setelah kuesioner dinyatakan valid.

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus statistik

cronbach alpha dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil

(cronbach alpha). Kuesioner dinyatakan reliabel jika r hasil > r tabel.

Page 56: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

40

G. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah jawaban kuesioner dikumpulkan, penulis melakukan pengolahan

data melalui berapa tahapan, yaitu:

1. Editing, penulis melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner

apakah jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan

konsisten.

2. Coding, penulis merubah data yang berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka yang berguna untuk mempermudah analisis data dan

mempercepat entry data. Setiap jawaban yang tersedia memiliki pilihan

jawaban A dan B. Jawaban A diberi kode 1 dan jawaban B diberi kode 2,

kecuali pada pertanyaan jenis pekerjaan dan riwayat kontak yang tidak

diberi kode. Pada pertanyaan jenis pekerjaan, responden langsung

mengisi sesuai dengan pekerjaan responden sedangkan pada pertanyaan

riwayat kontak responden menjawab dengan angka.

3. Entry data, penulis meng-entry data dari kuesioner dengan program

komputer tertentu.

4. Cleaning data, penulis mengecek kembali data yang sudah dientry

apakah data kesalahan atau tidak.

5. Analisa data, penulis menganalisa data secara statistik untuk

memudahkan interpretasi dan pengujian hipotesis lebih lanjut.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.

Analisis data ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

dalam penelitian ini. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis

distribusi frekuensi. Variabel dengan skala nominal dan ordinal (umur, jenis

Page 57: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

41

kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, riwayat kontak,

kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian, kebiasaan meminjam handuk,

kebiasaan membersihkan lantai rumah, suhu rumah, pencahayaan alami di dalam

rumah, jenis lantai, luas ventilasi rumah dan kepadatan hunian kamar) akan

digunakan nilai frekuensi (%), kemudian data akan disajikan dalam bentuk grafik.

Page 58: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

42

BAB V

HASIL

A. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Host

Pada penelitian ini, komponen host yang diteliti adalah umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, riwayat kontak, personal

hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian, kebiasaan meminjam

handuk) dan kebiasaan membersihkan lantai rumah. Berikut adalah hasil dari

penelitian berupa distribusi kejadian kusta berdasarkan faktor host:

1. Umur

Berikut ini adalah grafik umur penderita kusta di Kota Tangerang

Selatan:

Grafik 5.1 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Umur di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2017

88.2

11.8

0102030405060708090

100

Umur

Pers

enta

se (%

)

Produktif

Tidak Produktif

Page 59: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

43

Berdasarkan grafik 5.1 dapat diketahui bahwa penderita kusta sebagian

besar terdapat pada kategori produktif (15 tahun dan 64 tahun) yaitu 30

orang (88,2%).

2. Jenis Kelamin

Berikut ini adalah grafik distribusi penderita kusta berdasarkan jenis

kelamin :

Grafik 5.2 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota

Tangerang Selatan tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.2 dapat diketahui bahwa penderita kusta paling

banyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 22 orang (64,7%).

3. Tingkat Pendidikan

Berikut ini adalah tingkat pendidikan pada penderita kusta di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2017 :

64.7

35.3

0102030405060708090

100

Jenis Kelamin

Pers

enta

se(%

)

Laki - Laki

Perempuan

Page 60: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

44

Grafik 5.3 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota

Tangerang Selatan tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.3 dapat diketahui bahwa penderita kusta sebagian

besar memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu 76,5%.

4. Tingkat Pengetahuan

Berikut ini adalah tingkat pengetahuan pada penderita kusta di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2017 :

Grafik 5.4 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Kota

Tangerang Selatan tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.4 dapat diketahui bahwa penderita kusta paling

banyak memiliki tingkat pengetahuan rendah (≤ median) yaitu 19 orang

(55,90 %).

76.5

17.6 5.9

0102030405060708090

100

Tingkat Pendidikan

Pers

enta

se(%

)

Rendah

Menengah

Tinggi

55.9

44.1

0102030405060708090

100

Tingkat Pengetahuan

Pers

enta

se(%

)

Rendah

Tinggi

Page 61: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

45

Berikut ini adalah tabel jumlah jawaban benar pada masing-masing item

dalam kuesioner pengetahuan penderita kusta :

Tabel 5.1 Jumlah Jawaban Benar Per Item Dalam Kuesioner Pengetahuan Penderita Kusta

No. Item Kuesioner Variabel Tingkat Pengetahuan Benar n=34 (%)

Penyebab Penyakit Kusta 1. Apakah penyakit kusta disebabkan oleh

Mycobacterium Leprae ? 22 64,7

Tanda Dan Gejala Penyakit Kusta 2. Kelainan kulit berwarna merah/putih yang mati rasa 26 76,5 3. Kulit yang kering dan retak 16 47,1 4. Kulit melepuh dan nyeri 15 44,1 5. Gangguan gerak anggota badan 17 50 6. Penebalan/pembengkakan pada bercak yang ada di

kulit 14 41,2

7. Organ yang diserang Adalah Kulit, Otot dan Mata 14 41,2 Cara Penularan Penyakit Kusta 8. Penyakit kusta ditularkan melalui saluran pernapasan

bagian atas 14 41,2

9. Penyakit kusta ditularkan melalui transfusi darah dengan penderita kusta 7 20,6

10. Penyakit kusta terjadi akibat kontak kulit langsung yang lama dan erat dengan penderita kusta 17 50

Usia 11. Penyakit kusta menyerang pada usia 15 – 64 tahun 10 29,4 Tempat Penularan Penyakit Kusta 12. Penyakit kusta mudah menyebar di lingkungan yang

lembab jarang terkena sinar matahari 18 52,9

13. Kusta dapat menular pada rumah yang dijaga kebersihannya 9 26,5

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa item kuesioner yang

paling banyak dijawab benar oleh penderita kusta adalah “kelainan kulit

berwarna merah/putih yang mati rasa” yaitu sebanyak 26 orang (76,5%).

Sedangkan item kuesioner yang paling sedikit dijawab benar oleh penderita

kusta adalah “Penyakit kusta ditularkan melalui transfusi darah dengan

penderita kusta” yaitu sejumlah 7 orang (20,6%).

Page 62: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

46

50

14.7 20.6

14.7

0102030405060708090

100

Jenis Pekerjaan

Pers

enta

se(%

)

Buruh/Tani

Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga

Lain-lain

5. Jenis Pekerjaan

Berikut ini adalah jenis pekerjaan pada penderita kusta di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2017 :

Grafik 5.5 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kota

Tangerang Selatan tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.5 dapat diketahui bahwa penderita kusta sebagian

besar memiliki pekerjaan sebagai buruh/tani yaitu 17 orang (50 %).

6. Riwayat Kontak

Berikut ini adalah hasil penelitian berupa riwayat kontak pada penderita

kusta di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017 :

Page 63: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

47

Grafik 5.6 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Riwayat Kontak di Kota

Tangerang Selatan tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.6 dapat diketahui bahwa penderita kusta sebagian

besar memiliki riwayat kontak yang tidak berisiko (≤ 2 tahun) yaitu 29 orang

(85,30 %).

7. Personal Hygiene

Personal hygiene atau kebersihan diri pada penderita kusta di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2017 disajikan dalam grafik berikut ini :

Grafik 5.7 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Personal Hygiene yang

Berisiko di Kota Tangerang Selatan tahun 2017

14.7

85.3

0102030405060708090

100

Riwayat Kontak

Pers

enta

se (%

) Berisiko

Tidak Berisiko

55.9 64.7 61.8

0102030405060708090

100

Personal Hygiene

Pers

enta

se (%

) Kebiasaan Mandi

Kebiasaan MeminjamPakaian

Kebiasaan MeminjamHanduk

Page 64: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

48

a. Kebiasaan Mandi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperlihatkan pada grafik 5.7,

penderita kusta paling banyak memiliki kebiasaan mandi yang buruk

yaitu 19 orang (55,90 %).

b. Kebiasaan Meminjam Pakaian

Berdasarkan grafik 5.7 dapat diketahui bahwa penderita kusta

sebagian besar memiliki kebiasaan meminjam pakaian yang berisiko

yaitu 22 orang (64,70 %).

c. Kebiasaan Meminjam Handuk

Berdasarkan grafik 5.7 tentang distribusi penderita kusta berdasarkan

personal hygiene, dapat diketahui bahwa penderita kusta paling banyak

memiliki kebiasaan meminjam handuk yang berisiko yaitu 21 orang

(61,80 %).

8. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah

Berikut ini adalah hasil penelitian berupa kebiasaan membersihkan lantai

rumah pada penderita kusta di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017 :

Grafik 5.8 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Kebiasaan Membersihkan

Lantai Rumah di Kota Tangerang Selatan tahun 2017

64.7

35.3

0102030405060708090

100

Kebiasaan Membersihkan LantaiRumah

Pers

enta

se(%

)

Berisiko

Tidak Berisiko

Page 65: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

49

Berdasarkan grafik 5.8 dapat diketahui bahwa penderita kusta

sebagian besar memiliki kebiasaan membersihkan lantai yang berisiko

yaitu 22 orang (64,70 %).

B. Distribusi Frekuensi Kejadian Kusta Berdasarkan Lingkungan Fisik

Rumah

Distribusi frekuensi komponen lingkungan fisik rumah yang berisiko pada

penderita kusta di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017 disajikan dalam grafik

berikut ini:

Grafik 5.9 Distribusi Penderita Kusta Berdasarkan Komponen Lingkungan Fisik Rumah

yang Berisiko di Kota Tangerang Selatan tahun 2017

1. Suhu Rumah

Berdasarkan grafik 5.9 dapat diketahui bahwa penderita kusta sebagian

besar memiliki suhu rumah yang berisiko yaitu 23 orang (67,60 %).

2. Pencahayaan Alami di dalam Rumah

Berdasarkan grafik 5.9 tentang distribusi penderita kusta berdasarkan

komponen lingkungan fisik yang berisiko dapat diketahui bahwa penderita

67.6

55.9

5.9

50 41.2

0102030405060708090

100

Lingkungan Fisik Rumah

Pers

enta

se (%

) Suhu

Pencahayaan Alami

Jenis Lantai

Luas Ventilasi

Kepadatan Hunian

Page 66: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

50

kusta paling banyak memiliki pencahayaan alami di dalam rumah yang

berisiko yaitu 19 orang (55,90 %).

3. Jenis Lantai

Berdasarkan grafik 5.9 dapat diketahui bahwa penderita kusta yang

memiliki jenis lantai tidak kedap air yaitu 5,90%.

4. Luas Ventilasi Rumah

Berdasarkan grafik 5.9 dapat diketahui bahwa penderita kusta yang

memiliki luas ventilasi rumah yang berisiko dan tidak berisiko berjumlah

sama yaitu 17 orang (50 %).

5. Kepadatan Hunian Kamar

Berdasarkan grafik 5.9 tentang distribusi penderita kusta berdasarkan

komponen lingkungan fisik yang berisiko dapat diketahui bahwa penderita

kusta yang memiliki kepadatan hunian kamar berisiko yaitu 14 orang (41,20

%).

Page 67: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

51

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. Data alamat penderita kusta yang kurang lengkap menyebabkan peneliti

tidak dapat mengakses seluruh penderita kusta di Kota Tangerang Selatan.

2. Penelitian ini hanya bersifat menggambarkan dan menggali lebih dalam

mengenai karakteristik host dan lingkungan fisik rumah pada penderita

kusta, sehingga tidak dijelaskan hubungan masing-masing faktor dengan

kejadian kusta.

B. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Faktor Host

Distribusi kejadian kusta berdasarkan faktor host yang meliputi faktor umur,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan riwayat

kontak, personal hygiene (kebiasaan mandi, kebiasaan meminjam pakaian,

kebiasaan meminjam handuk) serta kebiasaan membersihkan lantai rumah

dijelaskan pada uraian berikut ini :

1. Umur

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menimbulkan masalah dari

segi medis, sosial, ekonomi dan juga budaya. Penyakit kusta diketahui dapat

menyerang berbagai usia dari bayi sampai usia lanjut (3 minggu – 70 tahun),

dengan kelompok usia terbanyak adalah usia produktif (Rachmat, 2007;

Amirudin, dkk. 2007; Kemenkes RI, 2012). Menurut Kemenkes RI (2010)

usia produktif berkisar antara 15 – 64 tahun. Menurut Noordeen (1994)

Page 68: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

52

insiden kusta yang meningkat sesuai dengan peningkatan usia diduga

disebabkan karena masa inkubasi penyakit kusta yang sangat lama dan

gambaran klinis dari kusta muncul terlambat. Kemungkinan lainnya adalah

kusta pada umur dewasa disebabkan oleh adanya reinfeksi pada individu yang

sebelumnya telah terinfeksi dan mengalami penurunan kekebalan saat

beranjak dewasa.

Pendapat lain diungkapkan oleh Amirudin (2012), usia produktif adalah

usia dimana seseorang memiliki pergaulan atau aktifitas lebih tinggi dibanding

usia tidak produktif. Hal ini memungkinkan seseorang dengan usia produktif

lebih rawan untuk tertular penyakit kusta.

Sedangkan menurut Scollard, dkk. (1994) kusta banyak menyerang pada

usia produktif karena secara teori seseorang yang produktif apalagi memiliki

pekerjaan yang berat dengan gaya hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan

menurunnya daya tahan tubuh orang tersebut, sehingga dapat mempercepat

pertumbuhan bakteri penyebab penyakit kusta. Jadi semakin produktif umur

seseorang maka akan semakin cepat masa inkubasi penyakit kusta.

Sejalan dengan teori yang telah diuraikan di atas, penelitian di Kota

Tangerang Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar penderita kusta

terdapat pada kategori umur produktif yaitu sebanyak 30 orang (88,2%).

Selain itu jika dilihat umur berdasarkan jenis pekerjaan, sebanyak 82,4%

responden pada umur produktif memiliki pekerjaan sebagain buruh/tani yang

merupakan pekerjaan yang membutuhkan energi banyak. Penelitian tersebut

membenarkan teori yang telah dikemukakan oleh Scollard (1994) pada uraian

sebelumnya.

Page 69: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

53

Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian di Kota Tangerang Selatan

dilakukan oleh Purwanto (2013) yang menunjukkan bahwa sebanyak 83,20 %

penderita kusta berada pada usia produktif. Satu lagi penelitian dengan hasil

yang sama dilakukan di Rumah Sakit Kusta Kediri, mayoritas penderita kusta

adalah usia dewasa dengan persentase 90% (Nabila, dkk. 2012).

Ternyata umur tidak selalu berhubungan dengan kejadian kusta hal ini

dibuktikan oleh penelitian Norlatifah (2010) di Kota Tapin yang hasil uji

statistiknya adalah tidak terdapat hubungan antara umur dengan kejadian

kusta. Menurut Noordeen (1994) Hasil penelitian di Jepang, Amerika Serikat,

dan Eropa Utara menunjukkan bahwa prevalensi kusta pada kelompok anak-

anak lebih tinggi daripada dewasa. Hasil berbeda terjadi di Pulau Nauru yang

menunjukkan bahwa penderita kusta ditemukan pada semua kelompok umur

dalam jumlah yang relatif sama. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa kusta

mempunyai masa inkubasi yang cukup bervariasi dan faktor yang menentukan

distribusi umur pada penderita kusta lebih disebabkan oleh lamanya paparan

dari kuman kusta. Hal serupa diungkapkan oleh Hargrave (2010) usia tua

dapat meningkatkan risiko tertular kusta akibat menurunnya sistem imunitas

seluler tubuh.

Berdasarkan uraian di atas, kusta dapat menyerang pada semua umur

terutama umur produktif. Menurut Kemenkes RI (2012) upaya pengendalian

penularan pada penderita Kusta di Indonesia selama ini dengan Vaksin BCG

serta pengobatan MDT pada pasien kusta. Maka dari itu semua kelompok

umur harus mencegah penularan penyakit kusta dengan melakukan vaksin

Page 70: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

54

BCG sejak kecil serta melakukan deteksi dini dan pengobatan MDT jika

terdiagnosa memiliki penyakit kusta.

2. Jenis Kelamin

Menurut Kemenkes RI (2012) kusta dapat menyerang pada laki-laki

maupun perempuan, namun sebagian besar negara di dunia menunjukkan

bahwa laki-laki lebih banyak terserang kusta dibandingkan pada perempuan

(kecuali beberapa negara Afrika). Angka kejadian kusta pada perempuan

rendah kemungkinan adalah karena faktor lingkungan dan sosial budaya. Pada

suatu kebudayaan, akses perempuan ke pelayanan kesehatan sangat terbatas

sehingga adanya kasus kusta pada perempuan tidak terdaftar. Selain itu

perempuan lebih malu jika penyakit yang dideritanya diketahui oleh orang

lain, sehingga perempuan memiliki kecenderungan tidak segera ke pelayanan

kesehatan jika sakit. Hal serupa juga disampaikan oleh Noordeen (1994),

rendahnya angka prevalensi kusta pada perempuan bisa juga disebabkan

karena tidak terdeteksinya penderita kusta perempuan.

Selain itu Noordeen juga mengatakan bahwa tingginya prevalensi kusta

pada laki-laki kemungkinan karena gaya hidup laki-laki yang membuka

peluang untuk terinfeksi. Seperti adanya kecenderungan laki-laki untuk tidak

memakai pakaian di kehidupan sehari-hari, hal ini diyakini meningkatkan

kemungkinan risiko tertular kusta melalui kontak kulit. Rendahnya prevalensi

kusta pada perempuan kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan dan

biologis. Salah satu faktor lingkungan yang berperan dalam penularan kusta

yakni perbedaan kebiasaan gaya berpakaian. Gaya berpakaian wanita timur

Page 71: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

55

yang lebih tertutup dibandingkan laki-laki dapat meminimalkan kesempatan

adanya kontak kulit.

Uraian di atas menyatakan bahwa laki-laki lebih banyak menderita kusta

dibandingkan perempuan. Hal ini juga terjadi pada penelitian di Kota

Tangerang Selatan yaitu kejadian kusta paling banyak terjadi pada jenis

kelamin laki-laki yaitu 22 orang (64,7%). Penelitian yang dilakukan Peter,

et.al (2002) menyatakan bahwa terdapat perbedaan jumlah penderita kusta

antara pria dan wanita. Kusta lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita

dengan perbandingan masing-masing hampir 2:1. Penelitian lain yang

menunjukkan bahwa kusta lebih rendah pada wanita adalah Ali, dkk. (1966);

Doull, dkk. (1945) dan Ranade, dkk. (1995). Kemudian penelitian Patmawati

(2015) juga menunjukkan hasil analisis karakteristik responden pada

kelompok kasus kusta menurut jenis kelamin yaitu laki-laki 86 orang (70,5%)

dan perempuan 36 orang (29,5%). Lebih lanjut, hasil penelitian Nabila, dkk.

(2012) didapatkan jenis kelamin laki-laki sejumlah 90 penderita (75%),

sedangkan perempuan sejumlah 30 penderita (25%).

Sebuah teori lain menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita

kusta karena laki-laki kurang memperhatikan kebersihan diri dibandingkan

dengan perempuan (Varkevisser, 2009). Hal tersebut terbukti pada penelitian

di Kota Tangerang Selatan dimana 73,7% responden laki-laki memiliki

kebiasaan mandi ≤2 kali sehari.

Perempuan tidak selalu lebih banyak menderita kusta dibandingkan laki-

laki. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Yuniarasari (2014) yang hasilnya

adalah penderita kusta lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu 57,7% (30

Page 72: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

56

orang). Penelitian oleh Nurcahyati (2016) juga menunjukkan hasil perempuan

penderita kusta lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebesar

52,7% (29 orang). Muharry (2014) melakukan penelitian di Kecamatan Tirto

Kabupaten Pekalongan, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian kusta. Hasil analisis

yang sama terdapat pada penelitian Yuniarasari (2014).

Berbicara tentang kaitan jenis kelamin dengan kejadian kusta, hal ini tidak

luput dari faktor adat istiadat. Pada awalnya, laki-laki sebagai kepala keluarga

dituntut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, seiring

berjalannya waktu, saat ini sudah banyak wanita yang bekerja dan menjadi

tulang punggung keluarganya (Manyullei, 2012).

Berdasarkan penjelasan di atas, baik laki-laki maupun perempuan

memiliki potensi untuk menderita penyakit kusta. Walaupun pada beberapa

penelitian laki-laki cenderung lebih banyak menderita kusta. Maka dari itu,

masyarakat disarankan untuk memakai pakaian panjang untuk meminimalisasi

kontak kulit dengan penderita kusta serta lebih peduli akan kebersihan diri dan

lingkungan.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada

masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan/praktik untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Tingkat pendidikan dianggap

sebagai salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan pengetahuan

seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan sosial

(Notoatmodjo, 2005; Budioro, 1997). Tingkatan pendidikan menurut Undang-

Page 73: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

57

Undang No 20 Tahun 2003 adalah: Pendidikan dasar/rendah (SD–

SMP/MTs); Pendidikan Menengah (SMA/SMK/Sederajat); dan Pendidikan

Tinggi (Perguruan Tinggi).

Penelitian di Kota Tangerang Selatan, hasilnya adalah sebagian besar

penderita kusta berpendidikan rendah (76,5%). Hasil penelitian oleh

Patmawati, dkk. (2015) menunjukkan bahwa proporsi tingkat pendidikan

responden terbanyak adalah tidak tamat sekolah dasar yaitu 38 (62,3%).

Warsini (2007) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penderita kusta yang

paling banyak adalah pendidikan SD ke bawah sebesar 63,9 %. Tidak hanya

itu, penelitian oleh Martomijoyo (2014) didapatkan data sebanyak 29 (80,6 %)

responden memiliki tingkat pendidikan rendah (< SD-SMP). Ratnawati (2016)

menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan yang bermakna

dengan kejadian penyakit kusta. Tingkat pendidikan merupakan faktor risiko

kejadian penyakit kusta dimana orang yang berpendidikan rendah berpeluang

terjangkit penyakit kusta 4,375 kali lebih besar dibandingkan dengan orang

yang berpendidikan tinggi. Martomijoyo (2014) juga menunjukkan adanya

hubungan antara faktor pendidikan dengan kejadian penyakit kusta. Jadi,

pendidikan merupakan faktor yang sangat berperan dalam penyebaran dan

penularan penyakit kusta. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

semakin mudah menerima dan memahami berbagai macam informasi yang

diberikan kepadanya.

Selain itu pendidikan juga berpengaruh terhadap pencegahan penyakit

kusta. Hal tersebut diungkapkan oleh Notoatmodjo (2005) bahwa pendidikan

berpengaruh terhadap upaya agar masyarakat menjaga kesehatannya. Hal ini

Page 74: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

58

dibuktikan oleh penelitian Setyaningrum (2013) yang menyatakan terdapat

hubungan antara tingkat pendidikan dengan praktik pencegahan penularan

kusta. Selain itu, hal tersebut didukung dengan persentase praktik pencegahan

penyakit kusta yang kurang baik pada responden yang berpendidikan rendah

(28,6%).

Selain penelitian Setyaningrum (2013), penelitian di Kota Tangerang

Selatan menunjukkan hasil yang sejalan. Jika dilihat antara pendidikan dengan

kebiasaan meminjam handuk, sebanyak 81% responden yang memiliki tingkat

pendidikan rendah juga memiliki kebiasaan meminjam handuk yang berisiko.

Data tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi pendidikan maka akan

berpengaruh pula terhadap praktik pencegahan penyakit kusta. Dalam hal ini,

mengurangi kebiasaan meminjam handuk merupakan salah satu upaya

pencegahan penularan penyakit kusta. Seperti yang telah dinyatakan oleh

Entjang (2000) faktor risiko higiene perorangan yang mempengaruhi terhadap

penularan penyakit kusta diantaranya adalah penggunaan handuk secara

bergantian. Hal ini terjadi karena kusta menurut para ahli kusta menular

melalui saluran pernafasan dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat),

kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut dan kelenjar keringat

(Mansjoer, 2000).

Berdasarkan uraian di atas pendidikan merupakan salah satu faktor yang

berperan dalam praktik pencegahan penyakit kusta, oleh karena itu tenaga

kesehatan di Puskesmas setempat diharapkan dapat membantu masyarakat

terutama yang memiliki pendidikan rendah, dalam meningkatkan kesadaran

akan pentingnya pencegahan terhadap penyakit kusta melalui penyuluhan.

Page 75: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

59

Pendidikan kesehatan menjadi faktor yang sangat penting, pendidikan

kesehatan bertujuan untuk membantu individu mengendalikan kesehatannya

dengan memengaruhi, memungkinkan, dan menguatkan keputusan atau

tindakan sesuai dengan nilai dan tujuan mereka dalam hal ini terkait dengan

kesehatan (Maulana, 2009). Didukung oleh literatur yang menyebutkan bahwa

pendidikan kesehatan berperan dalam melakukan intervensi faktor perilaku

sehingga perilaku seseorang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan dikemukan

oleh Green dalam Notoatmodjo (2003).

Kemudian dengan bertambahnya informasi serta pengetahuan masyarakat

melalui pendidikan kesehatan tentang penyakit kusta diharapkan dapat

menghilangkan stigma dalam masyarakat dengan mengubah paham

masyarakat terhadap penyakit kusta serta menurunkan transmisi penyakit

kusta pada tingkat tertentu sehingga kusta tidak menjadi masalah kesehatan

masyarakat. Selain itu menggunakan handuk masing-masing merupakan salah

satu upaya pencegahan penularan penyakit kusta.

4. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu.

Seseorang biasanya mendapatkan pengetahuan setelah orang tersebut

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan biasanya terjadi

melalui panca indera manusia seperti indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Namun sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga.

Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Penelitian

Tamsuri (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan

Page 76: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

60

dan perilaku pasien dalam upaya pencegahan penularan penyakit kusta.

Fitriani (2011) menyetujui hal tersebut, Fitriani memberikan contoh apabila

seseorang yang sedang mengalami reaksi kusta mendapat informasi tentang

kusta (penyebab, gejala, penanganan, dan sebagainya), maka pengetahuan

yang didapat akan membawa orang tersebut untuk berpikir dan berperilaku

yang tepat bagaimana cara menghadapi kusta agar kusta tidak menjadi parah

dan tidak menularkan kepada orang lain.

Menyambung literatur yang disampaikan oleh Fitriani (2011), selanjutnya

yang akan di bahas adalah item-item pertanyaan yang terdapat dalam

kuesioner tentang tingkat pengetahuan responden. Item-item tersebut terdiri

dari penyebab penyakit kusta, tanda dan gejala, cara penularan, usia dan

tempat penularan penyakit kusta. Berikut ini adalah rincian dari item tersebut:

a. Penyebab kusta

Penyebab penyakit kusta adalah bakteri dengan nama Mycobacterium

Lepra. Penyakit tersebut menyerang saraf tepi (perifer) dan kulit.

Kerusakan saraf tepi pada penderita kusta dapat menimbulkan cacat dan

kelumpuhan pada tangan, kaki dan wajah (Irianto, 2014). Hasil penelitian

di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa 64,7% responden

menjawab item pertanyaan penyebab penyakit kusta dengan benar. Hal

tersebut membuktikan bahwa pengetahuan responden tentang penyebab

penyakit kusta cukup baik. Apabila penyebab penyakit kusta diketahui,

diharapkan masyarakat juga dapat melakukan pencegahan pertumbuhan

dan penularan bakteri tersebut terutama pada ruang lingkup rumah masing-

masing.

Page 77: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

61

b. Tanda Dan Gejala Penyakit Kusta

Menurut Kemenkes RI (2015) salah satu gejala kusta antara lain adalah

terjadinya penebalan dan pembengkakan pada bercak di kulit tubuh.

Diketahui bahwa responden yang menjawab item pertanyaan tersebut

dengan benar hannya 41,2%. Kusta erat kaitannya dengan faktor

pengetahuan. Ketidaktahuan akan tanda dan gejala penyakit kusta

menyebabkan mereka tidak segera berobat padahal penderita yang belum

menjalani pengobatan dapat menularkan kusta kepada orang lain. Hal

inilah yang biasanya menyebabkan terjadinya ledakan penderita baru di

suatu daerah (Susanto, 2006). Sesuai dengan pernyataan tersebut, menurut

Depkes RI (2012) pasien yang sudah minum obat MDT tidak akan

menularkan penyakitnya kepada orang lain.

Selain itu rendahnya pengetahuan responden tentang kusta berdampak

pada rendahnya kesadaran penderita dalam melakukan perawatan diri.

Responden yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang kusta,

mengakibatkan ketidaktahuan akan akibat buruk yang ditimbulkan oleh

kusta seperti cacat fisik (Kazeem dan Adegun, 2011).

c. Cara penularan

Penularan terjadi jika M. Leprae yang hidup keluar dari tubuh

penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan

ini terjadi dengan kontak yang lama dengan penderita. Tempat masuk

kuman kusta ke dalam tubuh pejamu diperkirakan adalah melalui saluran

pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh

(Kemenkes RI, 2007).

Page 78: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

62

Pada item pertanyaan “Penyakit kusta ditularkan melalui transfusi

darah dengan penderita kusta” hanya 20,6% responden yang mampu

menjawab dengan benar. Rendahnya pengetahuan responden tentang cara

penularan penyakit kusta menyebabkan sulitnya memutus mata rantai

penularan penyakit kusta sehingga pemberantasan kusta sulit tercapai. Hal

tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Harahap (2010) dan

Ranque, dkk. (2007), tujuan utama pemberantasan penyakit kusta adalah

memutus rantai penularan untuk menurunkan insidensi penyakit,

mengobati dan menyembuhkan penderita serta mencegah kecacatan.

d. Usia

Menurut Kemenkes RI (2012) kusta diketahui terjadi pada semua umur

yang berkisar antara bayi sampai dengan usia lanjut atau dengan kata lain

kusta dapat menyerang dari umur tiga minggu sampai dengan umur lebih

dari 70 tahun, namun penderita kusta yang terbanyak adalah pada usia

produktif yaitu kisaran 15 – 64 tahun. Hasil penelitian di Kota Tangerang

Selatan menunjukkan sebanyak 29,4% responden menjawab dengan benar

item pertanyaan usia yang paling banyak diserang penyakit kusta.

Pengetahuan responden tentang umur yang paling banyak diserang

penyakit kusta rendah, sehingga diharapkan semua kelompok umur harus

mencegah penularan penyakit kusta dengan melakukan vaksin BCG sejak

dini serta melakukan deteksi dini dan pengobatan MDT jika terdiagnosa

memiliki penyakit kusta sesuai dengan anjuran Kemenkes RI (2012).

Page 79: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

63

e. Tempat Penularan Penyakit Kusta

Kuman kusta di luar tubuh manusia dapat hidup 24 – 48 jam bahkan

ada yang berpendapat hingga 7 – 9 hari tergantung pada suhu dan cuaca di

luar tubuh manusia tersebut. Kuman kusta hidup pada lingkungan yang

lembab, jadi cahaya matahari harus masuk ke dalam rumah untuk

mematikan kuman kusta (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan penelitian di

Kota Tangerang Selatan, 52,9% responden benar dalam menjawab item

pertanyaan “Penyakit kusta mudah menyebar pada lingkungan yang

lembab dan jarang terkena sinar matahari”. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa pengetahuan responden tentang tempat penularan penyakit kusta

sudah cukup baik. Hal ini berbanding lurus dengan hasil penelitian

lingkungan fisik rumah berupa variabel jenis lantai yang hasilnya sangat

baik yaitu 94,1 % responden memiliki jenis lantai rumah yang kedap air.

Pada penelitian di Kota Tangerang Selatan, rendahnya tingkat pengetahuan

masyarakat tentang kusta terlihat dari banyaknya responden yang tidak

mengetahui tanda dan gejala, cara penularan dan usia yang paling sering

diserang penyakit kusta.

Menurut Susanto (2006) kusta sangat erat kaitannya dengan pengetahuan.

Penderita kusta yang mempunyai pengetahuan rendah biasanya tidak segera

memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan, padahal penderita yang tidak

melakukan pengobatan dapat menularkan kusta kepada orang lain. Kondisi

tersebut mengakibatkan terjadinya ledakan kejadian kusta di masyarakat. Jadi

dapat dikatakan bahwa pengetahuan rendah secara tidak langsung dapat

mengakibatkan ledakan kejadian kusta. Kondisi tersebut terjadi di Kota

Page 80: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

64

Tangerang Selatan. Menurut Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2014),

Tangerang Selatan merupakan wilayah otonomi baru yang cukup banyak

ditemukan penderita kusta. Angka penemuan penderita kusta di kota

Tangerang Selatan tahun 2008 (9 orang); 2009 (20 orang); 2010 (48 orang);

2011 (49 orang); 2012 (73 orang); 2013(68 orang). Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa penderita kusta di kota Tangerang Selatan dari tahun 2008

sampai dengan tahun 2013 terus mengalami peningkatan dengan total

penderita yang tercatat mencapai 267 penderita. Tingkat pendidikan yang

rendah diyakini menjadi penyebab terus meningkatnya penderita kusta di Kota

Tangerang Selatan setiap tahunnya karena berdasarkan penelitian di Kota

Tangerang Selatan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan yang

rendah yaitu 55,90 %.

Penelitian-penelitian lain yang mengungkapkan hasil tingkat pengetahuan

rendah dilakukan oleh Tamsuri (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat 22

responden (50 %) berpengetahuan tidak baik tentang penyakit kusta di

Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk. Hasil penelitian Suwoyo, dkk.

(2010) menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpengetahuan kurang.

Penelitian Tamsuri menunjukkan hasil uji statistik ada hubungan antara

pengetahuan dan perilaku pasien dalam upaya pencegahan penularan penyakit

kusta. Penelitian oleh Muharry (2014) juga menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian kusta.

Seseorang yang berpengetahuan buruk mempunyai risiko 2,464 kali lebih

besar menderita kusta dibandingkan dengan seseorang yang berpengetahuan

baik.

Page 81: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

65

Soemirat (2009) menambahkan, masyarakat dengan pengetahuan tentang

kesehatan yang rendah maka keadaan kesehatan lingkungannya pun buruk

demikian juga status kesehatannya. Apabila dilihat antara tingkat pengetahuan

dengan luas ventilasi rumah pada penelitian di Kota Tangerang Selatan

menunjukkan hasil yang sejalan. Hasil penelitian tersebut adalah 58,8%

responden yang tingkat pengetahuannya rendah memiliki ventilasi rumah yang

berisiko yaitu ≤10% dari luas lantai (Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/

VII/1999). Seperti yang kita ketahui, ventilasi yang berisiko dapat

menghambat pertukaran udara sehingga dapat menularkan penyakit kepada

orang lain melalui udara. Selain itu ventilasi yang baik membuat sinar

matahari dan udara dapat masuk sehingga dapat mencegah pertumbuhan

bakteri (Makinan, 2012).

Berdasarkan penjabaran di atas, petugas kesehatan perlu lebih banyak

melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat ataupun pada penderita.

Sesuai dengan pendapat Mubarak (2011) bahwa pengalaman merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pengalaman yang

didapat dari penyuluhan yang rutin dari petugas kesehatan diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta. Terlebih lagi,

meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang penyebab, tanda dan gejala,

cara penularan dan tempat penularan seharusnya dapat mengurangi penularan

penyakit kusta di masyarakat sehingga pemberantasan penyakit kusta bisa

dicapai.

Page 82: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

66

5. Jenis Pekerjaan

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa jenis pekerjaan dibagi

menjadi :1) Pedagang; 2) Buruh/Tani; 3) PNS; 4) TNI/POLRI: 5)

Pensiunan; 6) Wiraswasta dan 7) Ibu Rumah Tangga. Hasil penelitian di

kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa sebanyak 17 orang (50 %)

penderita kusta memiliki pekerjaan sebagai buruh/tani.

Selain penelitian di Kota Tangerang Selatan, penelitian dari Ellyke

(2012) juga menunjukkan sebagian besar (41,7%) penderita kusta di

Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember bermatapencaharian sebagai

buruh tani. Penelitian lain dilakukan oleh Muchtar, dkk. (2009) dimana pada

penelitian tersebut penderita kusta memiliki jenis pekerjaan yang terbanyak

adalah petani dengan persentase 57,5%.

Penelitian lain yang juga menjukkan hasil yang sama dilakukan oleh

Firmansyah, dkk. (2013) tentang hubungan persepsi penderita tentang

dukungan keluarga dengan keteraturan perawatan dan pengobatan pada

penderita kusta di Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes dimana

mayoritas penderita kusta bekerja sebagai buruh/tani yaitu sebesar 50%.

Seperti yang telah kita ketahui pekerjaan sebagai buruh/tani seringkali

kontak dengan tanah dan juga lingkungan yang kotor, padahal tanah dan

lingkungan kotor merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan

bakteri. Hal ini dibenarkan oleh Amirudin (2012) yang mengatakan bahwa

bakteri kusta atau dikenal dengan Mycrobacterium leprae dapat hidup di

luar tubuh manusia, yaitu pada tanah hingga 46 hari.

Page 83: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

67

Tarmisi, dkk. (2016) menunjukkan bahwa kebersihan individu

masyarakat di Desa Air Panas masih kurang baik. Hal tersebut dipangaruhi

salah satunya oleh jenis pekerjaan masyarakat yang rata-rata sebagai petani

sehingga sering berada pada lingkungan yang kotor dan tidak sehat dan

kesibukan mereka pada pertanian menyebabkan kurangnya perhatian

terhadap kebersihan individu. Kondisi tersebut sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa seseorang dengan pekerjaan yang berat dengan gaya

hidup yang tidak sehat dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh

orang tersebut, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan bakteri penyebab

penyakit kusta (Scollard, 1994).

Kemudian apabila kita membandingkan antara jenis pekerjaan dengan

jenis kelamin, hasilnya adalah sebanyak 72,7% penderita kusta yang

berprofesi sebagai buruh/tani berjenis kelamin laki-laki sedangkan

perempuan hanya 8,3%. Jika dilihat dari perbandingan antara jenis pekerjaan

dengan jenis kelamin, laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih besar

untuk tertular penyakit kusta. seperti yang telah kita ketahui, tingginya

jumlah kusta pada laki-laki kemungkinan karena gaya hidup laki-laki,

seperti adanya kecenderungan laki-laki untuk tidak memakai pakaian di

kehidupan sehari-hari diyakini meningkatkan kemungkinan risiko tertular

kusta melalui kontak kulit (Noordeen, 1994).

Berdasarkan uraian di atas, sebagian besar responden memiliki

matapencaharian sebagai petani dan berjenis kelamin laki-laki. Sesuai

dengan pendapat Noordeen (1994) yang menyatakan bahwa laki-laki lebih

mudah terserang kusta karena kecenderungan untuk tidak memakai pakaian

Page 84: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

68

dalam kehidupan sehari-hari, maka setiap orang harus memakai pakaian

pada keseharian terutama saat beraktifitas di luar rumah, seperti saat bekerja.

Hal tersebut dilakukan untuk memperkecil kemungkinan tertular bakteri

kusta dari kontak kulit.

6. Riwayat Kontak

Riwayat kontak merupakan riwayat seseorang kontak dengan penderita

kusta. Penularan penyakit kusta dapat terjadi melalui kontak langsung yang

lama dan erat melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit

(Depkes RI, 2012). Menurut Depkes RI (2007) kontak dengan penderita kusta

dikatakan berisiko jika >2 tahun dan tidak berisiko jika kontak terjadi ≤2

tahun.

Pernyataan tersebut dibuktikan oleh penelitian Tarmizi, dkk. (2016) yang

menunjukkan bahwa dari 27 responden yang mempunyai riwayat kontak

serumah dengan penderita kusta, 16 responden (76,2 %) diantaranya

mengalami kejadian kusta. Berdasarkan uji statistik, orang dengan riwayat

kontak serumah berisiko tertular penyakit kusta 15,127 kali lebih besar

dibandingkan dengan tidak ada riwayat kontak serumah dan bermakna secara

signifikan.

Lain hal nya dengan hasil penelitian di Kota Tangerang Selatan didapatkan

bahwa sebagian besar penderita kusta memiliki riwayat kontak serumah yang

tidak berisiko (≤ 2 tahun) yaitu 29 orang (85,30 %). Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama

kontak dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Gunem dan

puskesmas Sarang Kabupaten Rembang, dimana sebagian besar responden

Page 85: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

69

tidak memiliki risiko lama kontak dengan anggota keluarga yang menderita

kusta yaitu sebanyak 84,6% (Yuniarasari, 2014). Berdasarkan penelitian

tersebut, banyak responden yang tidak memiliki riwayat kontak dengan

anggota keluarga yang didiagnosa menderita penyakit kusta. Sedangkan

responden yang memiliki anggota keluarga yang dinyatakan menderita kusta

telah mendapatkan pengobatan secara teratur. Depkes RI (2007) menyatakan

bahwa penderita penyakit kusta yang telah minum obat sesuai regimen WHO

tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain. Selain itu Menurut

Fischer, dkk. (2008) selain kontak serumah, kontak sosial memiliki faktor

risiko penularan berkali-kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontak

serumah dengan penderita kusta.

Berbagai literatur memberikan pendapat yang berbeda-beda mengenai

pengaruh kontak terhadap kejadian kusta. maka dari itu, dapat disimpulkan

bahwa orang yang berisiko tertular kusta tidak terbatas pada anggota keluarga

secara langsung hidup di dalam rumah yang sama dengan penderita kusta.

Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa kontak cenderung lebih

sering dan intens serta risiko lebih tinggi pada kelompok yang berada di

rumah yang sama dengan penderita, namun kelompok dengan kontak tetangga

dan kontak sosial tampaknya tidak dapat diabaikan begitu saja (Moet, dkk.

2006).

Teori yang dikemukakan oleh Entjang (2008) bahwa perbaikan personal

hygiene dapat mencegah terjadinya penyakit menular salah satunya penyakit

kusta. Meskipun penyakit kusta yang ditularkan melalui kontak langsung

dengan kulit yang lama serta akibat pergaulan yang rapat dan berulang-ulang,

Page 86: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

70

namun penyakit ini dapat hilang dengan sendirinya jika ada usaha perbaikan

personal hygiene. Maka dari itu, perlu perbaikan kebersihan individu perlu

dilakukan untuk mencegah penularan penyakit kusta. Selain itu deteksi dini

juga disarankan kepada orang yang memiliki riwayat kontak dengan penderita

kusta sesuai dengan pendapat WHO (2010) yang mengungkapkan bahwa

kontak serumah dengan penderita kusta seringkali memunculkan penderita

kusta baru, Untuk itu keluarga dekat penderita kusta direkomendasikan untuk

melakukan pemeriksaan setiap tahun hingga lebih dari 6 tahun.

Selain itu vaksinasi BCG pada kontak serumah merupakan salah satu

upaya pengendalian atau pemutusan rantai penularan kusta. Vaksinasi BCG

adalah vaksin yang menyebabkan peningkatan kekebalan tubuh terhadap

terhadap kusta (Meima, dkk. 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di

Malawi, vaksinasi BCG satu dosis dapat memberikan perlindungan sebesar

50% terhadap kusta, dan dua dosis dapat memberikan perlindungan terhadap

kusta hingga 80%. Akan tetapi, penemuan ini belum menjadi kebijakan

program di Indonesia dan masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut

(Depkes RI, 2007).

7. Personal Hygiene

Menurut Perry (2005) personal hygiene merupakan suatu tindakan untuk

memelihara kebersihan serta kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik

dan psikis. Personal hygiene yang sangat penting diterapkan pada penderita

kusta diantaranya adalah perawatan kulit. Kebersihan ini sangat penting

karena kulit merupakan pertahanan tubuh yang pertama dari kuman penyebab

penyakit. Kulit berfungsi untuk menerima berbagai macam rangsangan dari

Page 87: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

71

luar tubuh serta menjadi pintu masuk utama kuman penyakit ke dalam tubuh.

Bila kulit bersih dan terpelihara, maka dapat terhindar dari berbagai penyakit,

gangguan atau kelainan (Tarwoto, 2006).

Dalam penelitian ini terdapat beberapa komponen personal hygiene yang

dijadikan sebagai variabel penelitian. Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Kebiasaan Mandi

Mandi merupakan salah satu sarana untuk membersihkan kotoran yang

ada di badan, terutama di kulit karena kulit merupakan salah satu aspek

vital yang perlu diperhatikan dalam hygiene perorangan. Kulit merupakan

pembungkus elastik yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari pengaruh

lingkungan sehingga diperlukan perawatan yang cukup agar dapat

mempertahankan fungsinya (Isro’in dan Andarmoyo, 2012).

Menurut Wolf (2004) mandi 2 kali sehari merupakan suatu keharusan

untuk menjaga kenyamanan tubuh. Mandi dapat menyegarkan dan

melepaskan dari rasa gelisah serta terhindar dari bau badan yang kurang

sedap. Selain untuk kenyamanan fisik, mandi juga merupakan kebutuhan

integritas kulit supaya tubuh dapat terhindar dari berbagai macam penyakit

infeksi. Sejalan dengan teori dari Wolf, Soedarto (2009) mengatakan

bahwa memelihara personal hygiene atau kebersihan pribadi dapat

mengurangi terjadinya penularan dan penyebaran penyakit kusta. Praktik

personal hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit

merupakan garis pertahanan pertama untuk melawan infeksi (Potter dan

Perry, 2006).

Page 88: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

72

Sejalan dengan teori tersebut, penelitian Muharry (2014) menyebutkan

bahwa personal hygiene adalah faktor yang berhubungan dengan kejadian

kusta. Variabel kebersihan perorangan dalam penelitian tersebut

diantaranya adalah kebiasaan mandi. Dalam penelitian ini personal

hygiene buruk mempunyai risiko 12,103 kali lebih besar menderita kusta

dibandingkan dengan seseorang yang memiliki kondisi kebersihan

perorangan baik. Penelitian di Kota Tangerang Selatan pun menunjukkan

hasil yang sejalan yakni sebanyak 55,90% penderita kusta memiliki

kebiasaan mandi yang buruk. Winarsih (2013) juga mengungkapkan

bahwa mayoritas responden memiliki personal hygiene buruk sebanyak 33

orang atau 78,6% Hal tersebut tentu semakin menguatkan bahwa

kebiasaan mandi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

kejadian kusta.

Mubarak (2009) menambahkan bahwa personal hygiene yang baik

yaitu dengan cara membiasakan diri untuk mandi minimal 2 kali sehari,

menggunakan sabun yang tidak bersifat iritatif, gunakan sabun keseluruh

tubuh terutama area lipatan kulit, jangan gunakan sabun mandi untuk

wajah dan yang terakhir keringkan tubuh menggunakan handuk setelah

mandi. Personal hygiene yang kurang kurang baik dapat terjadi akibat

beberapa faktor diantaranya adalah faktor usia, tingkat pengetahuan atau

perkembangan individu dan lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan

penelitian di Kota Tangerang Selatan, sebanyak 68,4% penderita kusta

yang pengetahuannya rendah memiliki kebiasaan mandi <2 kali sehari.

Hasil tersebut mendukung pernyataan Mubarak yang mengatakan salah

Page 89: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

73

satu faktor kebersihan diri yang buruk dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan.

Pengetahuan merupakan hal penting dalam membentuk perilaku

seseorang. Infeksi penderita kusta dipengaruhi oleh pengetahuan yang

dimiliki masyarakat karena pengetahuan dapat mempengaruhi personal

hygiene dari penderita kusta tersebut. Pengetahuan yang baik akan

menghasilkan perilaku pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan

yang baik pula (Fitriani, 2011; Perry dan Potter; 2006; Notoatmodjo,

2012). Terbukti dengan hasil penelitian Wibowo dan Wahyuni (2013), dari

69 responden dengan pengetahuan tinggi tentang kusta sebanyak 68 orang

memiliki personal hygiene yang baik.

Berdasarkan uraian di atas, kebiasaan mandi yang buruk dapat

menimbulkan risiko untuk tertular kusta. Oleh karena itu, perbaikan

kebersihan diri harus ditingkatkan untuk mencegah penularan penyakit

kusta dengan cara membiasakan diri untuk mandi minimal 2 kali sehari

serta keringkan tubuh menggunakan handuk setelah mandi.

b. Kebiasaan Meminjam Pakaian

Menurut Irianto (2007), pakaian banyak menyerap keringat yang

dikeluarkan oleh kulit. Pakaian bersentuhan langsung dengan kulit

sehingga apabila pakaian yang kotor dan basah karena keringat makan

akan menjadi tempat berkembangnya bakteri di kulit. Selain itu pakaian

yang basah oleh keringat akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Seperti

yang telah kita ketahui kuman kusta dapat masuk ke dalam tubuh pejamu

melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit

Page 90: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

74

(Kemenkes RI, 2007). Maka dari itu, penularan penyakit kusta yang

ditularkan melalui kontak kulit sangat erat kaitannya dengan kebiasaan

meminjam pakaian, karena pakaian bersentuhan langsung dengan kulit

ketika dipakai.

Menjaga kebersihan diri (personal hygiene) untuk mencegah penyakit

tersebut sangat diperlukan mengingat seperti yang telah disampaikan

sebelumnya bahwa penyakit kusta dapat menular melalui kontak langsung

yang lama dan erat melalui permukaan kulit dan kelenjar keringat (Depkes

RI, 2006).

Salah satu upaya kebersihan diri yang dapat dilakukan agar terhindar

dari penyakit kusta yaitu dengan cara menjadi kebersihan kulit. Dalam

kaitannya dengan kebersihan badan, pakaian juga memiliki peran penting

dalam mencegah penularan suatu penyakit, terutama penyakit kulit. Untuk

itu penggantian pakaian secara rutin harus dilakukan dan tidak dianjurkan

untuk bertukar pakaian dengan orang lain, terutama mereka yang memiliki

riwayat penyakit kulit menular (Sjamsunir, 1978). Rudolph (2008)

memiliki pandangan yang sama yakni hindari bertukar pakaian dengan

orang lain untuk mencegah penularan penyakit kusta.

Penelitian yang meneliti tentang kebiasaan meminjam pakaian

dilakukan oleh Susanti, dkk. (2016), dari 64 orang yang menderita kusta,

terdapat 37 orang (57,8 %) yang mempunyai personal hygiene buruk.

Salah satu item yang di ditanyakan pada kuesioner adalah kebiasaan

meminjam pakaian pada responden. Simunati (2013) juga menunjukkan

Page 91: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

75

hasil yang sejalan yaitu mayoritas responden (66%) tidak menjaga

kebersihan tubuh dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian di Kota Tangerang Selatan, penderita

kusta sebagian besar memiliki kebiasaan meminjam pakaian yang berisiko

yaitu 22 orang (64,70 %). Apabila dilihat dari kebiasaan meminjam

pakaian dengan tingkat pendidikan, 61,5% responden yang mempunyai

kebiasaan meminjam pakaian berisiko berpendidikan rendah. Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa tindakan seseorang dalam pencegahan

penyakit dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.

Menurut Wahit (2012) tindakan kebersihan diri salah satunya dapat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Jadi dapat disimpulkan

bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula

kemampuan mereka dalam menyerap informasi yang diterima, sehingga

informasi tersebut dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari hari

yang terwujud dalam tindakan pencegahan penularan penyakit kusta.

Tindakan pencegahan penularan penyakit kusta yang baik maka risiko

penularan penyakit kusta pun semakin berkurang. Demikian pula yang

disampaikan oleh Riyanto dan Budiman (2013) dimana pendidikan adalah

faktor yang mempengaruhi proses belajar seseorang. Semakin tinggi

pendidikan maka semakin mudah orang tersebut dalam menerima dan

memahami informasi yang didapatnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, kebiasaan meminjam pakaian yang

berisiko kemungkinan dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan yang

rendah pada responden. Maka dari itu, masyarakat diharapkan dapat

Page 92: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

76

meningkatkan perilaku menjaga kebersihan individu dalam mencegah

penularan penyakit kusta, salah satu diantaranya dengan cara menghindari

kebiasaan menggunakan pakaian secara bergantian dengan orang lain.

c. Kebiasaan Meminjam Handuk

Pemakaian handuk yang tidak terpisah merupakan salah satu faktor

hygiene perorangan yang dapat memengaruhi penularan kusta

(Faturrahman, 2010). Rudolph (2008) juga mengatakan bahwa salah satu

tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan penularan penyakit kusta

antara lain dengan tidak memakai peralatan mandi milik orang lain.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Lita (2005), menurut Lita handuk

sebaiknya tidak boleh dipakai secara bersama-sama karena dapat dengan

mudah menularkan bakteri dari penderita ke orang lain. Apabila handuk

tidak pernah dijemur dibawah terik matahari atau tidak dicuci dalam

jangka waktu yang lama maka kemungkinan jumlah bakteri yang ada pada

handuk semakin banyak dan berisiko untuk menularkan penyakit kepada

orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian di Kota Tangerang tentang distribusi

penderita kusta berdasarkan personal hygiene, dapat diketahui bahwa

penderita kusta paling banyak memiliki kebiasaan meminjam handuk yang

berisiko yaitu 21 orang (61,80 %). Menurut penelitian Tarmizi, dkk (2016)

kebiasaan masyarakat di Desa Air Panas yang menjadi responden dalam

penelitian tersebut sering menggunakan handuk secara bergantian dengan

anggota keluarga yang lain. Hal itu sangat memungkinkan untuk menjadi

sarana penularan kuman kusta.

Page 93: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

77

Kebiasaan meminjam handuk yang dalam penelitian ini digolongkan

sebagai perilaku personal hygiene, erat kaitannya dengan tingkat

pengetahuan seseorang. Teori determinan perilaku kesehatan dari

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) menyimpulkan bahwa salah

satu hal yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan. Informasi yang

diperoleh individu dapat membangun sikap dan persepsi sebagai dasar

untuk bertindak.

Teori dari Lawrence Green dibuktikan oleh penelitian di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2017. Dapat diketahui bahwa 57,1% penderita

kusta di Kota Tangerang Selatan yang memiliki pengetahuan rendah

memiliki kebiasaan meminjam handuk anggota keluarga lain. Hal ini tentu

semakin memperkuat bahwa tingkat pengetahuan mempengaruhi perilaku

seseorang untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap penularan

penyakit kusta. Sejalan dengan penelitian di Kota Tangerang Selatan,

penelitian Tamsuri (2010) menunjukkan hasil terdapat hubungan antara

pengetahuan dan perilaku pasien dalam upaya pencegahan penularan

penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas Tanjunganom Kabupaten

Nganjuk.

Berdasarkan uraian yang telah dibahas sebelumnya, diketahui bahwa

kebiasaan menggunakan handuk secara bersama-sama dapat menyebabkan

penularan penyakit kusta kepada orang lain. Oleh karena itu, masyarakat

diharapkan dapat menghindari penggunaan handuk secara bergantian

dengan anggota keluarga lain untuk meminimalisasi risiko penularan

penyakit kusta. Sesuai dengan pernyataan Entjang (2000) bahwa personal

Page 94: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

78

hygiene dapat mencegah terjadinya penyakit menular. Penyakit kusta dapat

hilang dengan sendirinya jika ada usaha perbaikan personal hygiene.

Tubuh yang terjaga kebersihannya akan terlindungi dari kuman penyebab

penyakit.

8. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah

Menurut Depkes RI (2006) jenis lantai dengan plester yang retak atau

berdebu serta tidak kedap air berpotensi terhadap keberadaan bakteri M.

Leprae. Kuman kusta mampu hidup di luar tubuh manusia dan dapat

ditemukan pada tanah atau debu di sekitar lingkungan rumah penderita. Di

luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat

bertahan sampai 9 hari. Oleh karena itu, membersihkan lantai dengan

antiseptik menjadi hal yang sangat penting karena dapat mengurangi potensi

keberadaan kuman kusta di lantai rumah.

Pelczar dan Chan (2005) mengungkapkan bahwa antiseptik merupakan

suatu bahan yang menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan

mencegah pertumbuhan atau menghambat aktivitas metabolism

mikroorganisme. Diketahui bahwa antiseptik mengandung bahan fenol,

dimana fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang telah digunakan

dalam jangka waktu yang panjang. Germisidal adalah kemampuan suatu

senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu

tertentu (Campbell, 2004).

Suatu literatur menyebutkan bahwa akumulasi debu, tanah atau

kontaminasi mikroba lain pada permukaan secara estetik tidak menyenangkan

dan juga merupakan sumber infeksi. Membersihkan debu dalam hal ini

Page 95: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

79

menjadi penting untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat

menularkan penyakit serta mengupayakan lingkungan yang bersih (Tietjen,

2004). Penggunaan antiseptik adalah penting untuk optimalisasi pengurangan

mikroorganisme.

Penelitian terhadap pasien rawat jalan kusta Poliklinik Kusta RSUD

Tugurejo dilakukan oleh Rismawati (2013) yang menunjukkan bahwa 80%

pasien tidak membersihkan lantai dengan antiseptik. Kemudian berdasarkan

hasil penelitian, penderita kusta di Kota Tangerang Selatan sebagian besar

memiliki kebiasaan membersihkan lantai yang berisiko yaitu 64,70 %. Selain

itu apabila dilihat antara kebiasaan membersihkan lantai rumah dengan jenis

lantai, didapatkan hasil sebanyak 90,9% responden yang memiliki laintai

kedap air, memiliki kebiasaan membersihkan lantai yang berisiko.

Berdasarkan penjelasan di atas, perlu adanya usaha untuk mengupayakan

lingkungan yang bersih dengan cara membersihkan lantai rumah

menggunakan antiseptik. Selain itu, masyarakat juga perlu diberi informasi

tentang pentingnya antiseptik dalam membersihkan lantai rumah.

C. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Faktor Lingkungan Fisik Rumah

Faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis

lingkungan salah satunya adalah konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan. Menurut WHO, rumah yang terlalu sempit dapat

mengakibatkan penyakit bagi para penghuni. Seharusnya rumah dapat memenuhi

persyaratan teknis dan hygiene yaitu tidak terlalu padat penghuni, keadaan

ventilasi baik, pencahayaan cukup, kelembaban rumah memenuhi syarat dengan

Page 96: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

80

ketentuan jenis lantai dan dinding rumah kedap air serta atap rumah dalam

keadaan baik agar tidak terjadi kebocoran (Dirjen P2PL, 2005).

Menurut penelitian dari Muharry (2014) menunjukkan bahwa penyebab

penyebaran penyakit kusta adalah lingkungan fisik rumah. Seseorang yang

memiliki lingkungan fisik rumah buruk mempunyai risiko 10,532 kali lebih besar

menderita kusta dibandingkan dengan seseorang yang memiliki lingkungan fisik

rumah baik.

1. Suhu Rumah

M. Leprae bertahan hidup lama dalam temperatur kamar dapat

mempertinggi risiko penularan kusta antar anggota keluarga yang menderita

penyakit kusta. Pertumbuhan optimal kuman kusta pada suhu 270 - 300 C

(Depkes RI, 2012). Jika suhu di dalam rumah terlalu pengap maka rumah

tersebut berpotensi menyebarkan kuman kusta (Depkes RI, 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian di Kota Tangerang Selatan

mendapati bahwa mayoritas penderita kusta memiliki suhu rumah yang

berisiko (suhu rumah 270 – 300 C) yaitu 23 orang (67,60 %). Sejalan dengan

penelitian ini, Rismawati (2013) memperoleh hasil bahwa ada hubungan

antara suhu rumah dengan kejadian kusta. Responden dengan suhu rumah

berisiko memiliki risiko 4,295 kali lebih besar menderita kusta bila

dibandingkan responden dengan suhu rumah tidak berisiko. Penelitian lain

yang menunjukkan hasil yang sama dilakukan oleh Faturahman (2011) yang

menunjukkan adanya hubungan antara suhu rumah dengan kejadian kusta di

Kabupaten Cilacap.

Page 97: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

81

Lain halnya dengan penelitian Ellyke (2012) yang menunjukkan bahwa

suhu tidak berhubungan dengan kejadian kusta di Kecamatan Jenggawah

Kabupaten Jember. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuniarasari (2014)

yang hasilnya tidak terdapat hubungan antara suhu dan kejadian kusta di kerja

Puskesmas Gunem dan Puskesmas Sarang Kabupaten Rembang.

Suhu rumah bukan menjadi variabel berdiri sendiri yang berperan dalam

penularan penyakit kusta karena menurut Depkes RI (2006) suhu didalam

rumah dipengaruhi oleh jumlah penghuni di dalam rumah dan luas rumah

yang ditempati. Ketidakseimbangan antara jumlah penghuni dalam rumah dan

luas rumah akan mengakibatkan peningkatan suhu di dalam rumah dan

keadaan ini dapat menularkan penyakit kusta. Penelitian di Kota Tangerang

Selatan mendukung pernyataan tersebut, hasil analisis menunjukkan bahwa

dari responden yang memiliki suhu rumah berisiko, sebanyak 64,3% memiliki

kepadatan hunian rumah yang berisiko (<4 m2 per orang). Kondisi tersebut

tentu semakin memperkuat pernyataan bahwa pengingkatan suhu di rumah

adalah akibat jumlah penghuni di dalam rumah.

Suhu rumah yang berisiko ditambah dengan kepadatan hunian yang

berisiko pula tentu merupakan kondisi yang sangat mengkhawatirkan karena

pada keadaan tersebut penyakit kusta dapat dengan mudah ditularkan kepada

orang lain. Hal tersebut dikuatkan oleh literatur yang mengatakan bahwa

jumlah penghuni di dalam ruangan akan berpengaruh terhadap kadar oksigen,

uap air dan juga suhu ruangan tersebut. Kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat akan mengganggu pertukaran udara bersih di dalam ruangan

sehingga kebutuhan akan udara bersih tidak terpenuhi. Semakin banyak

Page 98: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

82

jumlah penghuni ruangan maka semakin cepat udara di dalam ruangan

menjadi tercemar dan timbulnya bakteri di ruangan tersebut (Suharmadi,

1995).

Suyono (1985) menambahkan bahwa semakin banyaknya penghuni di

dalam ruangan maka kadar oksigen bebas menurun sebanyak 0,04% sehingga

sistem imun penghuninya menurun. Selain itu ruangan sempit membuat nafas

menjadi sesak dan mudah tertular penyakit dari anggota keluarga lain.

Berdasarkan penjabaran mengenai pengaruh suhu rumah terhadap kejadian

kusta, menyesuaikan jumlah penghuni di dalam rumah sesuai dengan syarat

rumah yang sehat menjadi sangat penting untuk dilakukan, mengingat hal

tersebut dilakukan untuk mewujudkan suhu di dalam rumah yang sesuai

dengan standar kesehatan sehingga kuman kusta tidak mudah berkembang di

dalam rumah dan penularan penyakit kusta pun dapat diatasi.

2. Pencahayaan Alami di dalam Rumah

Kuman kusta di luar tubuh manusia dapat hidup 24 – 48 jam bahkan ada

yang berpendapat hingga 7 – 9 hari tergantung pada suhu dan cuaca di luar

tubuh manusia. Jadi, sinar matahari harus masuk ke dalam rumah dan jangan

sampai terdapat tempat yang lembab di dalam rumah karena semakin panas

cuaca makan kuman kusta juga akan lebih cepat mati (Kemenkes RI, 2015).

Menyambung pernyataan dari Kemenkes RI, Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman

Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan pencahayaan alami di

dalam rumah agar tidak menjadi tempat berkembangnya kuman kusta minimal

60 lux.

Page 99: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

83

Efek negatif dari pencahayaan alami di dalam rumah yang kurang

dijelaskan oleh Amirrudin, dkk. (2003). Kurangnya cahaya yang masuk ke

dalam rumah menyebabkan kelembaban yang tinggi. Kondisi ini merupakan

media tumbuh yang baik bagi kuman kusta dan mikroorganisme lainnya.

Kelembaban tinggi menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering

sehingga kurang efektif dalam menghalangi mikroorganisme.

Berdasarkan penelitian di Kota Tangerang Selatan, sebagian besar

responden memiliki pencahayaan alami di dalam rumah <60 lux, yang artinya

pencahyaan tersebut tidak memenuhi syarat atau berisiko menjadi tempat

untuk tumbuhnya bakteri kusta. Persentase responden dengan pencahyaan

alami di dalam rumah yang berisiko adalah sebesar 55,90 %. Penelitian

Nurcahyati, dkk. (2016) menunjukkan hasil yang sejalan yaitu mayoritas

responden yang mengalami kusta mempunyai lingkungan dengan kondisi

yang tidak baik, salah satunya pencahayaan alami di dalam rumah.

Penelitian yang juga sejalan dilakukan oleh Patmawati (2015) diketahui

bahwa tingkat pencahayaan rumah responden yang kurang dari 60 lux ( tidak

memenuhi syarat) sebanyak 83 orang (70,3%) dan hasil uji statistik

memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara pencahayaan rumah dengan

kejadian penyakit kusta.

Selain itu, berdasarkan penelitian Faturahman (2011) yang dilakukan pada

70 sampel di Kabupaten Cilacap bahwa pencahayaan rumah yang tidak

memenuhi syarat berisiko 6 kali lebih besar untuk terjadinya kusta

dibandingkan ruangan yang pencayahaannya baik. Tingkat pencahayaan pada

rumah penderita kusta dimana sinar matahari tidak dapat langsung masuk dan

Page 100: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

84

menyinari ruangan, disebabkan karena sebagian besar rumah mempunyai

jendela dan ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Keterkaitan antara

pencahayaan alami di dalam rumah dengan ventilasi juga dibuktikan oleh

penelitian di Kota Tangerang Selatan, dari seluruh responden yang

pencahayaan alami di dalam rumahnya berisiko, 64,7% diantaranya memiliki

ventilasi rumah yang berisiko pula.

Hasil penelitian yang menunjukkan adanya kaitan antara pencahayaan

alami di dalam rumah dengan ventilasi didukung oleh literatur yang

dikemukakan oleh Susanta (2001) yang menyatakan bahwa salah satu fungsi

ventilasi adalah sebagai jalan masuk sinar ultraviolet ke dalam ruangan

dimana seperti yang telah diketahui bahwa M. leprae dapat terbunuh oleh

sinar ultraviolet. Hal yang sama dinyatakan oleh Makinan (2012), menurut

beliau ventilasi yang memenuhi syarat membuat sinar matahari dan udara

dapat masuk sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri (Makinan, 2012).

Namun penelitian oleh Ratnawati (2016) menunjukkan hasil yang bertolak

belakang dimana pencahayaan rumah tidak memiliki hubungan yang

bermakna dengan kejadian kusta. Sebenarnya semua cahaya pada dasarnya

dapat mematikan, namun tergantung pada jenis dan lama cahaya tersebut

menyinari ruangan (Notoatmodjo, 2003a), jadi hal tersebut memungkinkan

adanya hasil penelitian yang bertolak belakang.

Berdasarkan penjabaran di atas, mayoritas responden di Kota Tangerang

Selatang mempunyai pencahayaan alami di dalam rumah yang berisiko (<60

lux). Oleh karena itu, membuka jendela pada siang hari menjadi penting sesuai

dengan teori yang dikemukakan Susanta (2001) yang menyatakan bahwa

Page 101: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

85

kondisi ventilasi terbuka pada siang hari membuat udara dapat mengalir

sehingga tidak pengap dan lembab. Seperti yang telah diketahui udara yang

pengap dan lembab merupakan kondisi yang baik untuk perkembangan kuman

kusta.

3. Jenis Lantai

Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang ketentuan

persyaratan kesehatan rumah tinggal menyatakan bahwa lantai rumah harus

kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai yang memenuhi syarat kesehatan

adalah lantai yang terbuat dari semen/tegel/ubin/keramik dan tidak rusak

kondisinya. Amirudin (2012) juga mengatakan bahwa jenis bahan bangunan

rumah akan mempengaruhi jumlah debu dalam rumah, Mycrobacterium

leprae juga dapat bertahan hidup ditanah hingga 46 hari.

Menurut Sanropie, dkk. (1989), lantai memiliki kemungkinan lebih besar

dalam untuk lebih cepat kotor dibandingkan dengan permukaan bangunan

lain, seperti langit-langit dan dinding. Telah terbukti bahwa dengan

membunuh kuman-kuman yang terdapat di lantai dan semua permukaan dapat

menurunkan kemungkinan infeksi melalui luka terbuka yang ada di

permukaan tubuh. Menurut beliau juga, lantai tanah sebaiknya tidak

digunakan lagi karena bila musim hujan akan lembab sehingga dapat

menimbulkan penyakit terhadap penghuninya. Karena itu perlu dilapisi

dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik.

Jenis lantai dengan plester yang retak atau berdebu serta tidak kedap air

berpotensi terhadap keberadaan bakteri M. Leprae. Kuman kusta mampu

hidup di luar tubuh manusia dan dapat ditemukan pada tanah atau debu di

Page 102: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

86

sekitar lingkungan rumah penderita. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi

tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari (Depkes RI,

2006). Oleh karena itu meskipun jenis lantai kedap air menjaga kebersihan

lantai dan memilihara dari kerusakan tetap perlu dilakukan.

Suatu penelitian di Kota Tangerang Selatan menunjukkan hasil yang

bertolak belakang. Diketahui bahwa sebagian besar responden kusta yang

memiliki jenis lantai kedap air yaitu 94,1%. Penelitian lain terkait jenis lantai

dilakukan oleh Rismawati (2013) terhadap pasien rawat jalan kusta Poliklinik

Kusta RSUD Tugurejo yang menunjukkan bahwa hanya 45% pasien kusta

memili kondisi rumah dengan lantai tidak kedap air sedangkan 55% lainnya

memiliki lantai rumah yang kedap air. Hasil penelitian Rismawati (2013) juga

menunjukkan bahwa jenis lantai tidak berhubungan dengan kejadian kusta.

Selain faktor jenis lantai, ternyata kebiasaan membersihkan lantai rumah

pun menjadi salah satu faktor yang perlu di pertimbangkan. Penelitian yang

menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan membersihkan lantai rumah

dengan menggunakan antiseptik di lakukan oleh Rismawati (2016). Hasil

serupa juga diperoleh dari hasil penelitian di Kota Tangerang Selatan yaitu

dari seluruh responden yang memiliki lantai kedap air 90,9% diantaranya

memiliki kebiasaan membersihkan lantai yang berisiko yaitu membersihkan

lantai tidak menggunakan antiseptik.

Penelitian oleh Faturahman (2011) juga menunjukkan hasil yang berbeda

yaitu terdapat hubungan antara jenis lantai dengan kejadian kusta. Penelitian

lain dilakukan oleh Nurcahyati (2016) yang menunjukkan bahwa mayoritas

responden yang mengalami kusta mempunyai lingkungan dengan kondisi

Page 103: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

87

yang tidak baik, antara lain mempunyai rumah dengan lantai yang tidak kedap

air. Penelitian oleh Ratnawati (2016) pun mengungkapkan hal yang sama

dimana kondisi lantai rumah memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian penyakit kusta. Orang yang tinggal di dalam rumah dengan lantai

yang tidak memenuhi syarat kesehatan 8,846 kali lebih berpeluang tertular

penyakit kusta dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan kondisi lantai

rumah yang sehat.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa penelitian menunjukkan

adanya hubungan antara jenis lantai dengan kejadian kusta, adapula yang

menujukkan hasil sebaliknya. Selain faktor jenis lantai, ternyata kebiasaan

membersihkan lantai rumah pun menjadi salah satu faktor yang perlu di

pertimbangkan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan untuk menjaga

kebersihan lingkungan rumah terutama kebersihan lantai. Misalnya selalu

membersihkan lantai rumah dengan menggunakan antiseptik.

4. Luas Ventilasi Rumah

Ventilasi merupakan usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang

menyenangkan dan menyehatkan bagi kehidupan manusia. Penilaian luas

ventilasi rumah diukur dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan

luas lantai rumah. Secara umum menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/

VII/1999 luas ventilasi yang memenuhi syarat adalah ≥10% dari luas lantai.

Ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki dampak buruk yaitu

pertukaran udara ataupun oksigen yang terdapat di dalam rumah menjadi

berkurang sehingga dapat menyebabkan penyakit yang dapat menular lewat

udara dapat ditularkan dengan mudah kepada orang yang serumah dengan

Page 104: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

88

penderita. Ventilasi yang memenuhi syarat membuat sinar matahari dan udara

dapat masuk sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri (Makinan, 2012).

Hal yang sama dikemukakan oleh Susanta (2001) yang menyatakan bahwa

kondisi ventilasi yang berada dalam keadaan terbuka pada siang hari

merupakan syarat yang menentukan kualitas udara. Ventilasi terbuka membuat

udara dapat mengalir sehingga tidak pengap dan lembab. Seperti yang telah

diketahui udara yang lembab berpotensi sebagai tempat hidup

mikroorganisme. Mikroorganisme yang berada di udara diduga sebagai

penyebab gejala berbagai penyakit antara lain penyakit kulit. Kuman di udara

dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara salah satunya dari

debu yang berterbangan. Ruangan yang kotor akan berisi udara yang banyak

mengandung mikroorganisme. Agar pertukaran udara dalam ruangan berjalan

dengan baik, perlu dibuat ventilasi silang. Fungsi ventilasi lainnya adalah

sebagai jalan masuk sinar ultraviolet ke dalam ruangan dimana seperti yang

telah diketahui bahwa M. leprae dapat terbunuh oleh sinar ultraviolet.

Penelitian yang juga memperlihatkan pengaruh ventilasi terhadap kejadian

kusta dilakukan di Kota Tangerang Selatan yang hasilnya adalah responden

yang memiliki luas ventilasi rumah yang berisiko adalah sebanyak 50 %.

Kemudian penelitian Norlatifah, dkk. (2010) menunjukan bahwa secara

statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi fisik rumah dengan

kejadian kusta. Rumah responden banyak yang tidak memiliki ventilasi lebih

dari 10% dari luas lantai. Sejalan dengan penelitian tersebut Nurcahyati, dkk.

(2016) menunjukkan bahwa mayoritas responden yang mengalami kusta

mempunyai lingkungan dengan kondisi yang tidak baik, salah satunya adalah

Page 105: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

89

ventilasi yang berisiko. Penelitian oleh Rismawati (2013) juga menunjukkan

adanya hubungan antara luas ventilasi dengan kejadin kusta.

Penelitian lain yang menyatakan hasil yang sama dilakukan oleh

Patmawati (2015) yang mengatakan bahwa ventilasi yang tidak memenuhi

syarat merupakan faktor risiko kejadian kusta. Hasil penelitian di Kabupaten

Poliwali Mandar menunjukkan bahwa responden yang mempunyai rumah

dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko mengalami

kusta 3,4 kali lebih tinggi daripada responden yang mempunyai rumah dengan

ventilasi memenuhi syarat.

Teori dari Makinan (2012) dan Susanta (2001) yang mengatakan bahwa

ventilasi dapat mempengaruhi masuknya cahaya matahari ke dalam rumah di

dukung oleh hasil penelitian di Kota Tangerang. Dari seluruh responden yang

memiliki luas ventilasi rumah yang berisiko 57,9% diantaranya memiliki

pencahayaan alami di dalam rumah <60 lux. Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang

Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan pencahayaan

alami di dalam rumah agar tidak menjadi tempat berkembangnya kuman kusta

minimal 60 lux. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari seluruh responden yang

memiliki ventilasi berisiko 57,9% diantaranya memiliki pencahyaan alami di

dalam rumah yang berisiko untuk media tumbuhnya kuman kusta. Kesimpulan

ini menunjukkan bahwa luas ventilasi menentukan jumlah cahaya matahari

yang dapat masuk ke dalam rumah.

Berdasarkan penjabaran tersebut, masyarakat diharapkan untuk

membiasakan diri untuk selalu membuka jendela ataupun ventilasi yang

Page 106: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

90

berada di rumah. Sesuai dengan pendapat Susanta (2001) yang menyatakan

bahwa kualitas udara ditentukan oleh kondisi ventilasi yang terbuka sehingga

udara dapat mengalir dan tidak pengap serta lembab, dimana udara lembab

dapat menjadi tempat hidup M. Leprae.

5. Kepadatan Hunian kamar

Kepadatan hunian ruang tidur adalah perbandingan antara luas ruang tidur

dengan jumlah individu yang menempati ruang tidur tersebut (Keman, 2005).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999

tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas kamar tidur minimal 8 m2 dan

tidak dianjurkan untuk ditempati lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur.

Artinya kepadatan hunian kamar tidur tidak memenuhi syarat jika <4 m2 per

orang.

Suyono (1985) mengungkapkan dampak negatif dari kepadatan hunian

kamar yang tidak memenuhi syarat. Menurut Suyono, semakin banyaknya

penghuni di dalam ruangan maka kadar oksigen bebas dalam ruangan

menurun sebanyak 0,04% sehingga sistem imun penghuninya menurun,

ruangan yang sempit membuat nafas menjadi sesak dan mudah tertular

penyakit dari anggota keluarga lain.

Penelitian di Kota Tangerang Selatan menemukan hasil yang kurang baik

karena terdapat 41,20% responden yang memiliki kepadatan hunian kamar

yang berisiko. Kepadatan hunian kamar yang berisiko pada penelitian tersebut

adalah kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat yaitu <4 m2 per orang

sesuai yang telah dijelaskan oleh Menteri Kesehatan RI

No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Page 107: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

91

Penelitian oleh Nurcahyati, dkk. (2016) menunjukkan adanya hubungan

antara kepadatan hunian dengan kejadian kusta di Kecamatan Konang dan

Kecamatan Geger. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang

dilakukan oleh Tarmizi (2016) dan penelitian oleh Kora (2016) di Kabupaten

Maluku Tenggara Barat yang menyatakan bahwa responden yang mempunyai

hunian yang padat memiliki peluang untuk mengalami kejadian kusta 6 – 7

kali lebih tinggi daripada responden dengan hunian yang memenuhi syarat.

Penelitian oleh Rismawati (2013) menunjukkan hasil yang sama yaitu ada

hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian kusta.

Hasil penelitian Tarmizi (2016) kebanyakan responden memiliki status

sosial dan ekonomi rata-rata rendah. Didapatkan bahwa satu rumah dihuni

oleh keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, anak-anak dan bahkan cucu.

Akibatnya terjadilah kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dan

menyebabkan tingginya risiko peneluran penyakit infeksi dalam hal ini

penyakit kusta.

Akan tetapi pada penelitian Ellyke (2012) menyatakan bahwa dari hasil uji

statistik disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kejadian kusta dengan

kepadatan hunian di Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Kepadatan

hunian tidak berhubungan dengan penyakit kusta, Hal ini diduga karena pada

penelitian tersebut semua responden (100%) suhu di dalam kamar tidurnya

memenuhi syarat. Seperti yang telah diketahui sebelumya bahwa M. Leprae

dapat tumbuh dengan optimal pada suhu 270 - 300 C. Namun pada penelitian

tersebut seluruh responden memiliki suhu kamar yang memenuhi syarat

dimana kuman kusta tidak dapat berkembang pada suhu tersebut.

Page 108: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

92

Apabila melihat pengaruh kepadatan hunian dan suhu rumah terhadap

kejadian kusta di Kota Tangerang Selatan, didapatkan dari seluruh responden

yang memiliki kepadatan hunian berisiko 64,3% diantaranya memiliki suhu

rumah yang berisiko pula. Hal tersebut dikuatkan oleh literatur yang

mengatakan bahwa jumlah penghuni di dalam ruangan akan berpengaruh

terhadap kadar oksigen, uap air dan juga suhu ruangan tersebut. Kepadatan

hunian yang tidak memenuhi syarat akan mengganggu pertukaran udara bersih

di dalam ruangan sehingga kebutuhan akan udara bersih tidak terpenuhi.

Semakin banyak jumlah penghuni ruangan maka semakin cepat udara di

dalam ruangan menjadi tercemar dan timbulnya bakteri di ruangan tersebut

(Suharmadi, 1995).

Tentunya hasil tersebut membuktikan bahwa kepadatan hunian berpotensi

untuk mempengaruhi suhu ruangan. Kepadatan hunian yang tidak memenuhi

syarat ditambah dengan suhu rumah yang optimal untuk perkembangbiakan

kuman kusta tentu dapat meningkatkan kemungkinan munculnya penderita

kusta baru dan juga terjadinya penularan penyakit kusta.

Berdasarkan uraian di atas, penderita kusta memiliki kepadatan hunian

yang berisiko. Masyarakat sebaiknya bisa melakukan usaha pengendalian,

yaitu dengan cara mengatur jumlah anggota keluarga yang tidur di dalam satu

kamar sesuai dengan standar rumah sehat untuk menghindari terjadinya

kepadatan hunian agar risiko kejadian penyakit kusta dapat dikurangi. Selain

itu, anggota keluarga yang menderita penyakit sebaiknya tidur terpisah dengan

anggota keluarga lain.

Page 109: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

93

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran faktor host dan lingkungan

fisik rumah pada penderita kusta di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017 dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Host

Kejadian Kusta mayoritas terjadi pada kelompok usia produktif dengan

persentase sebesar 88,2%. Kejadian kusta sebagian besar terjadi pada jenis

kelamin laki-laki sebesar 64,7%. Tingkat pendidikan pada penderita kusta

paling banyak adalah pendidikan rendah sebesar 76,5 %. Tingkat pengetahuan

pada penderita kusta paling banyak adalah pengetahuan rendah yaitu sebesar

55,90%. Jenis pekerjaan yang ditekuni penderita kusta paling banyak yaitu

buruh/tani sebesar 50%. Penderita kusta yang memiliki riwayat kontak yang

berisiko sebesar 14,70 %. Penderita kusta yang memiliki kebiasaan mandi

yang berisiko sebesar 55,90%. Penderita kusta yang memiliki kebiasaan

meminjam pakaian yang berisiko yaitu sebesar 64,7%. Penderita kusta yang

memiliki kebiasaan meminjam handuk yang berisiko yaitu sebesar 61,8%.

Penderita kusta yang kebiasaan membersihkan lantai rumah yang berisiko

yaitu sebesar 64,7%.

2. Distribusi Kejadian Kusta Berdasarkan Lingkungan Fisik Rumah

Penderita kusta paling banyak memiliki suhu rumah yang berisiko yaitu

sebesar 67,6%. Penderita kusta paling banyak memiliki pencahayaan alami di

Page 110: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

94

dalam rumah yang berisiko yaitu sebesar 55,90%. Penderita kusta memiliki

jenis lantai rumah yang berisiko yaitu 5,9%. Penderita kusta yang memiliki

luas ventilasi rumah yang berisiko yaitu sebesar 50%. Penderita kusta yang

memiliki kepadatan hunian yang berisiko 41,2%.

B. Saran

1. Bagi Puskesmas

a. Menggiatkan penyuluhan tentang penyakit kusta kepada masyarakat

ataupun pada penderita. Penyuluhan yang rutin diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan sehingga masyarakat dapat meningkatkan

usaha pencegahan penularan penyakit kusta.

b. Bekerjasama dengan masyarakat dan stakeholder untuk melakukan

penemuan pasien secara aktif melalui kegiatan kunjungan pasien dan

pemeriksaan kontak, Rapid Village Survey (RVS), Chase Survey,

Pemeriksaan Sekolah Dasar, Leprosy Elimination Campaign (LEC)

dan Special Action Program for Elimination Leprosy (SAPEL).

c. Mencatat data nama dan alamat rumah penderita kusta secara lengkap

agar mudah untuk melakukan kunjungan ke rumah penderita tersebut.

2. Bagi Masyarakat

a. Melakukan deteksi dini dan pengobatan MDT jika terdiagnosa

memiliki penyakit kusta.

b. Mengurangi risiko penularan kusta dengan cara memakai pakaian

panjang, menghindari penggunaan handuk secara bersama-sama,

mandi minimal 2 kali sehari dan menghindari kebiasaan menggunakan

pakaian secara bergantian dengan orang lain.

Page 111: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

95

c. Meningkatkan usaha mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat

dengan cara membersihkan lantai rumah menggunakan antiseptik,

menyesuaikan jumlah penghuni di dalam kamar sesuai dengan syarat

rumah yang sehat dan membiasakan diri untuk membuka jendela pada

siang hari. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk mengurangi potensi

perkembangan kuman kusta di dalam lingkungan rumah.

3. Bagi Peneliti Lain

Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian yang menjelaskan

tentang hubungan masing-masing faktor dengan kejadian kusta, termasuk

faktor status vaksinasi BCG, status ekonomi dan kelembaban rumah.

Diketahuinya hubungan masing-masing faktor dengan kejadian kusta

diharapkan dapat memutus penularan penyakit kusta. Seperti yang telah

diketahui mata rantai penularan penyakit kusta dapat diputus melalui

intervensi yang sesuai.

Page 112: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

96

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, UF. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:

Rajawali Pers. Ali, PM and Prasad KVN. 1966. Contact surveys in leprosy. Lepr Rev 37: 173–

182. Amirudin MD, Hakim Z, Darwis E. 2003. Diagnosis Penyakit Kusta. Dalam:

Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SR, dkk., Kusta, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Amirudin, MD. 2012. Penyakit Kusta Sebuah Pendekatan Klinis. Makassar: Brilian International.

Baker, DM., JS Nguyen Van Tam., SJ Smith. 1993. Protective Efficacy of BCG Vaccine Against Leprosy in Southern Malawi. Epidemiology Infection Volume 111 February 1993.

Budioro. 1997. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang: FKM UNDIP. Campbell, J. B. Reece, L. G dan Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.

Jakarta: Erlangga. Chin , James. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Terjemahan oleh I

Nyoman Kandun. Jakarta : Infomedika. Darmaputra, IN, Fauzi N, dan Agusni, I. 2009. Kecacatan pada Penderita Kusta

Baru di Divisi Kusta URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode 2004-2006. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 21/No. 1/April 2009. Hal. 9-17.

Das, V. 2006. Stigma, Contagion, Defect: Issues in the Antropology of Public Health.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Pengendalian Kusta. Jakarta: Depkes RI.

Depdikbud. 1986. Tuntutan Pendidikan Kesehatan Perbadi. Jakarta. Depkes RI. 2005. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta :

Depkes RI dan Ditjen PPM &PL. Depkes RI. 2006. Buku pedoman nasional pemberantasan penyakit kusta. Edisi

18. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta :

Depkes RI.. Depkes RI. 2012. Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta :

Depkes RI Depkes RI. 2015. Menkes Canangkan Resolusi Jakarta Guna Hilangkan Stigma

dan Diskriminasi Kusta. Online. Tersedia: http://www.depkes.go.id/article/view/15012700001/menkes-canangkan-resolusi-jakarta-guna-hilangkan-stigma-dan-diskriminasi-kusta.html#sthash.AUT8vtzv.dpuf diakses pada 18 Juli 2016.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2014. Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005, Penilaian Rumah Sehat, Semarang: DKP Jateng

Page 113: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

97

Dinas Keshatan Kota Tangerang. 2011. Analisa Situasi Program Pemberantasan Penyakit Kusta Kota Tangerang Tahun 2011. Tangerang: Dinas Kesehatan Kota Tangerang.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Ditjen PP&PL Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta :FKUI. Doull, JA, Guinto RC and Rodriguez JN, Bancroft H. 1945. Risk of Attack in

Leprosy in Relation to Age at Exposure. Am J Trop Med 25: 435–439. Dwi, S., Sri N., Isnani Z.A. 2012. Faktor Risiko Multidrug Resistant Tuberculosis

(MDR-TB). Jurnal Kemas, 8 (1): 60-66 Enis Gancar, 2009, Hubungan Karakteristik Rumah dengan Kejadian Kusta pada

Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang, Skripsi : Universitas Diponegoro Semarang.

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Faturahman, Yuldan. 2011. Prossiding seminar nasional faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan penyakit kusta di Kabupaten Cilacap. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi Press.

Firmasyah, Andry., Edi Soesanto dan Ernawati. 2013. Hubungan Persepsi Penderita Tentang Dukungan Keluarga Dengan Keteraturan Perawatan Dan Pengobatan Pada Penderita Kusta Di Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Fikkes UMS Volume 6 Nomor 2 Tahun 2013.

Fischer, dkk. 2008. The spatial distribution of leprosy in four villages in Bangladesh:An observational study. The Netherlands: University Medical Center Rotterdam.

Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Harahap, Maruli. 2010. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hargrave, J., Wallace, T., Lush, D. 2010. Guidelines for The Control of Leprosy

in The Northern Territory, 3rd edition, Departement of Health and Families www.nt.gov.au/health/cdc. Online. Diakses pada 09 Mei 2017.

IDAI. 2015. Melengkapi/Mengejar Imunisasi Bagian II. Online. Tersedia: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/melengkapi-mengejar-imunisasi-bagian-ii diakses pada 27 Juni 2017 pukul 21:52.

Irianto, K. 2007. Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung CV Yrama Widya. Irianto, K. 2014. Bakteriologi, Mikologi & Virology Panduan Medis &Klinis.

Jakarta: Alfabeta. Isro’in, L. Dan Andarmoyo, S. 2012. Personal Hygiene Konsep, Proses Dan

Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan. Yogyakarta Graha Ilmu. Johnson, Christopher M. 2007. Cutting Edge: A Common Polymorphism Impairs

Cell Sur- face Trafficking and Functional Responses of TLR1 but Protects against Leprosy. The Journal of Immunology, 178(12): 7520-7524.

Kazeem, O and Adegun, T. 2011. Leprosy Stigma: Ironing out the creases. Lepr Rev. Vol. 82, 103-108.

Keman, Soedjajadi . 2005. Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Jurnal Kesehatan Lingkungan.

Page 114: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

98

Kemenkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta : Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan.

Kemenkes RI. 2007. Pedoman nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2012. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kemenkes RI. 2015. Hari Kusta Sedunia 2015: Hilangkan Stigma! Kusta Bisa Sembuh Tuntas. Online. Tersedia: http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=15012300020 diakses pada 30 Desember 2015

Kemenkes RI. 2015. Infodatin Kusta. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangerang Selatan. 2016. Tata Kawan Kumuh Tanpa Menggusur. Online. Tersedia: http://tangselpos.co.id/2016/07/21/tata-kawasan-kumuh-tanpa-menggusur/ diakses pada 30 Juni 2017 pukul 20;52.

Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal.

Ligia, RS Kerr-Pontes. 2006. Socioeconomic, environmental, and behavioural risk factors for leprosy in North-east Brazil: results of a case– control study. Int. J. Epidemiol., 35(4): 994- 1000

Lita, S. 2005. Perilaku Santri Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumu Qur’an Stabat. Medan: USU press.

Lubis, Arfan dan Sutopo. 2003. Kusta: Suatu Tinjauan Teoritis. Jurnal.Vol.4 no.1 Makinan, A. 2012. Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah Penderita Kusta Di

Wilayah Puskesmas Nuangan Kecamatan Nuangan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. (Online), http://ejurnal.fikk.ung.ac.id/index.php/PHJ/article/view/183 diakses pada 20 Mei 2017

Mansjoer, Arief. 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas.

Manyullei, Syamsuar., dkk. 2002. Gambaran Faktor Yang Berhubungan Dengan Penderita Kustadi Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Indonesian Journal of Public Health Vol. 1 No. 1 : 10 – 17 Juli 2012.

Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. Meima, Abraham, W. Cairns S, Smith, Gerrit J. Van Oortmassen, Jan

H.Richardus, J. Dik F. Habbema. 2004. The Future Incidence of Leprosy: a Scenario Analysis. Bulletin of the World Health Organization, Volume 82 No 5, hlm. 373-380.

Moet, F.J, Pahan D, Schuring R.P, Oskam L, Richardus J.H. 2006. Physical Distance,Genetic Relationship, Age and Leprosy Classifi cation are Independent Risk Factors for Leprosy in Contacts of Patients with Leprosy. Journal Infectious Disease 193 (3): 346-53.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2009. Buku Ajar Keperawatan Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak, Wahit. 2011. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Page 115: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

99

Muchtar, SV, Amiruddin, MD, dan Yogi, Y. 2009. Lepromin Test pada Penderita Kusta. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 21/No. 1/April 2009. Hal. 18-24.

Muharry, Andy. 2014. Faktor Risiko Kejadian Kusta. Jurnal Kesehatan Masyarakat 9 (2) (2014) 174-182.

Mukono, H.J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan: Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

Mundiatun dan Daryanto. 2015. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gava Media.

Nabila, Annisa Qoyyum., dkk. 2012. Profil Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Periode Januari 2010 Sampai Desember 2010. Jurnal Saintika Medika ISSN: 0216-759X Volume 8 No 2 Desember 2012

Noordeen, SK. 1994. The Epidemiology of Leprosy. In: Hasting RC. Leprosy. Churchil Livingstone. Edinburg.

Norlatifah, dkk. 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah, Sarana Air Bersih Dan Karakteristik Masyarakat Dengan Kejadian Kusta di Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 4 No. 3, September 2010 : 144 – 239.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsipDasar.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003a. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurcahyati, Sri., Basuki, Hari. Dan Arief Wibowo. 2016. Sebaran Kasus Kusta Baru Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Di Kecamatan Konang Dan Geger Kabupaten Bangkalan. Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 1 Tahun 2016 P-ISSN 2355-6498.

Patmawati, dkk. 2015. Faktor Risiko Lingkungan dan Perilaku Penderita Kusta di Kabupaten Polewali Mandar. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 43, No. 3, September 2015 : 207-212.

Pelczarm, M.J., dan Chan, E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah

Peter, E.S., dkk. 2002. Male-Female (Sex) Diff erences in Leprosy Patients in South Eastern Nigeria: Female Present Late for Diagnosis and Treatment and Have Higher Rates of Deformity.73:262-267.

Perry dan Potter. 2006. Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012. Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

Page 116: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

100

Rachmat, H. 2007. Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Amirudin, MD., Hakim, Z. dan Darwis E. 2007. Diagnosis Penyakit Kusta. Dalam Daili ES dkk editor. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

Raharjati, E. G. 2009. Hubungan Karakteristik Rumah dengan Kejadian Kusta (MorbusHansen) pada Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Online. Tersedia: http://eprints.undip.ac.id/30630/1/3716.pdf diakses pada 21 Mei 2017.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ranade, MG and Joshi GY. 1995. Long-term follow-up of families in an endemic area. Indian J Lepr 67: 411–425.

Ranque, B., Nguyen V.T, Vu H.T, Nguyen T.H, Nguyen N.B, Pham X.K. 2007. Age is an Important Risk Factor for Onset and Sequelae of Reversal Reactions in Vietnamese Patients with Leprosy. Clinical Infectious Disease Vol. 44 No. 1. Maret 2007

Ratnawati. (2008). Hubungan Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Tingkat Kepatuhan Berobat Pasien Kusta di Puskesmas Kabupaten Blora. Jurnal Undip, Semarang.

Ratnawati, Riska. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Risiko Kejadian Penyakit Kusta (Morbus Hansen). Jurnal Tunas-Tunas Riset Kesehatan Volume VI Nomor 3, Agustus 2016

Rismawati, Dwina. 2013. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kusta MB. UJPH 2 (1) Unnes Journal of Public Health. Online. Tersedia: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph diakses pada 09 Juni 2015.

Riyanto, A dan Budiman. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Rudolph, Abraham. 2008. Buku Ajar Pediatrik. Jakarta: Salemba Medika. Sanropie, Djasio., Seoemini, Marlina, N., Poerwanto, P.,Wardoyo, Hernady, S.,

Prihatin, PE., Asmawidjaja, T., Sancoko., H., Sutena, M., Masra, F., Nerawati, ATD. 1989. Komponen Sanitasi Rumah Sakit Untuk Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Sanropie D. (1992). Pedoman Bidang Studi Perencanaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Scollard, DM, Adams LB, Gillis TP, Krahenbuhl JL, Truman RW, Williams DL. The continuing challenges of Leprosy. Clin. Microbial. Rev 2006; 19 (2): 338-381.

Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia.Jakarta: Sagung Seto. Soemirat, J. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press. Soemirat, J. 2011. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press:

Yogyakarta. Sjamsunir, Adam. 1978. Hygiene Perseorangan, Jakarta:Bhatara Karya Aksara. Suharmadi. 1985. Perumahan Sehat. Bandung: Sekolah Pembantu Penelik

Hygiene, Depkes RI.

Page 117: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

101

Sulidah. 2016. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terkait Kusta Terhadap Perlakuan Diskriminasi Pada Penderita Kusta. Jurnal Medika Respati Vol XI Nomor 3 Julil 2016 ISSN : 1907 - 3887 53.

SNI 03-2396- 2001 Tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada Bangunan Gedung.

Susanto, N. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecacatan Penderita Kusta (Kajian di Kabupaten Sukoharjo). Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Susanto. 2009. Penderita Kusta Di Indonesia Meningkat Tajam. http/www.eng.suaramedia.com/4834-rjenderita-kusta-di-indonesia-meningkat-taiam. Diakses 06 September 2016.

Suyono. 1985. Pokok Bahasan Modul Perumahan Dan Pemukiman Sehat. Jakarta:Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI.

Tamsuri, Anas. 2010. Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk. Jurnal AKP No. 2 Edisi 1 9 Juli – 31 Desember 2010.

Tarwoto, Wartonah. 2006. Keperawatan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Tietjen, Linda. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Timmreck, Thomas. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: EGC. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Varkevisser, CM., Lever, P. 2009. Gender and Leprosy: Case Studies in

Indonesia, Nigeria, Nepal and Brazil. Lepr. Rev. (2009) 80. pp. 65-75. Vinay, Kulkarni. 2009. Human Immunodeficiency Virus and Leprosy Coinfection

in Pune, India. J. Clin. Microbiol., 47(9): 2998-2999. Warsini, S. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penularan Kusta pada

Kontak Serumah di Propinsi DIY dan Kabupaten Klaten. Tesis. Yogyakarta : Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

WHO. 1973. Standard Classification of Occupation. Online. Tersedia: http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---dcomm/---publ/documents/publication/wcms_172572.pdf diakses pada 18 Januari 2017.

WHO. 1997. MDT Question and Answers. Action Programme fot The Elimination of Leprosy.

WHO. 2010. Global Leprosy Situation 2010. Weekly Epidemiological Record No. 35, 337-338.

WHO. 2015. Global Leprosy Update, 2014: Need For Early Case Detection. Online. Tersedia: http://www.who.int/wer/2015/wer9036.pdf?ua=1 diakses pada 30 Desember 2015

WHO. 2015. Leprosy. Online. Tersedia: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs101/en/ diakses pada 30 Desember 2015.

WHO. 2017. Leprosy. Online. Tersedia: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs101/en/ diakses pada 27 Juni 2017 pukul 20:34.

Page 118: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

102

Wibowo, Edi dan Wahyuni. 2013. Pengetahuan Penyakit Kusta Meningkatkan Perilaku Personal Hygiene Pada Penderita Kusta Di Puskesmas Padas Kabupaten Ngawi. Jurnal Infokes Volume 3 No. 2 Agustus 2013.

Wolf, W. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Penerbit Gunung Agung. Jakarta.

World Health Organization. 2013. Prevalence of Leprosy. Online. Tersedia: http://www.who.int/lep/sotuation/prevalence/en/index.html diakses pada 09 Juni 2015.

Yudied dkk, 2008, Kajian Pengendalian Potensial Faktor Risiko Penularan Penyakit Kusta dan Intervensinya di Puskesmas Pragaan Kabupaten Sumenep Tahun 2007, Buletin Human Media Volume 03 Nomor 03 September 2008.

Yuniarasari, Yessita. 2014. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kusta. Unnes Journal of Public Health 3 (1) (2014).

Yuniarti Arsyad, dkk, 2011, Perbandingan Titer Antibodi Anti Phenolic Glycolipid-1 Pada Narakontak Serumah dan Narakontak Tidak serumah Penderita Kusta Tipe Multibasiler di Daerah Endemik Kusta Kabupaten Majene Sulawesi Barat, (Online), (http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/328431b90bce17969050e0d5f3df0480.pdf), diakses tanggal 18 November 2016.

Zulkifli. 2009. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Online. Tersedia: http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf diakses pada 09 Juni 2015.

Page 119: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

103

LAMPIRAN

Page 120: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

104

LAMPIRAN

Lampiran 1

GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH PADA PENDERITA KUSTA DI KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2017

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Saya Juwita Wijayanti, mahasiswa semester 10 Peminatan Kesehatan

Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian

“Gambaran Faktor Host dan Lingkungan Fisik Rumah Pada Penderita Kusta di

Kota Tangerang Selatan Tahun 2017”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

karakteristik penderita kusta di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017. Peneliti

berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk penderita kusta maupun

masyarakat secara umum berupa informasi karakteristik kusta.

Peneliti mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut

berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara mengisi kuesioner yang peneliti

berikan. Bapak/Ibu/Saudara/i berhak untuk menerima ataupun menolak

keikutsertaan dalam penelitian ini. Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/I berikan

akan dirahasiakan oleh peneliti, selain itu Bapak/Ibu/Saudara/i dapat memperoleh

hasil dari penelitian ini dengan menghubungi nomor telepon (087889880809).

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Lampiran 2

Dengan ini, saya BERSEDIA ikut serta dalam penelitian ini.

Jakarta, … / ………………………….. 2017

Peneliti Informan

Juwita Wijayanti …………………………

Page 121: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

105

KUESIONER GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH

PADA PENDERITA KUSTA DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017

• Bacalah setiap pertanyaan dan jawaban secara seksama • Beri tanda silang (X) pada kolom jawaban yang tersedia

A. KETERANGAN PENGUMPUL DATA A1 Nama Pengumpul Data A2 Tanggal Pengumpulan Data B. KARAKTERISTIK RESPONDEN B1 Nomor Responden B2 Nama Responden B3 Umur (Saat penelitian dilakukan) B4 Umur (Saat didiagnosis penyakit kusta) B5 Jenis Kelamin

B6 Pendidikan Terakhir

1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan Tinggi

C. PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT KUSTA

No. Pertanyaan Koding (Diisi

Peneliti) Penyebab Penyakit Kusta

C1 Apakah penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium Leprae? a. Ya b. Tidak

Tanda Dan Gejala Penyakit Kusta

C2 Kelainan kulit berwarna merah/putih yang mati rasa a. Ya b. Tidak

C3 Kulit yang kering dan retak a. Ya b. Tidak

C4 Kulit melepuh dan nyeri a. Ya b. Tidak

C5 Gangguan gerak anggota badan a. Ya b. Tidak

C6 Penebalan/pembengkakan pada bercak yang ada di kulit a. Ya b. Tidak

C7 Organ yang diserang adalah kulit, otot dan mata a. Ya b. Tidak

Page 122: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

106

Cara Penularan Penyakit Kusta

C8 Penyakit kusta ditularkan melalui saluran pernapasan bagian atas a. Ya b. Tidak

C9 Penyakit kusta ditularkan melalui transfusi darah dengan penderita kusta a. Ya b. Tidak

C10 Penyakit kusta terjadi akibat kontak kulit langsung yang lama dan erat dengan penderita kusta a. Ya b. Tidak

Usia

C11 Penyakit kusta kebanyakan menyerang pada usia 15 – 64 tahun a. Ya b. Tidak

Tempat Penularan Penyakit Kusta

C12 Penyakit kusta mudah menyebar di lingkungan yang lembab jarang terkena sinar matahari a. Ya b. Tidak

C13 Kusta dapat menular pada rumah yang dijaga kebersihannya a. Ya b. Tidak

D. JENIS PEKERJAAN D1 Apa pekerjaan Anda? ….

E. RIWAYAT KONTAK E1 Berapa lama anda kontak dengan penderita kusta yang

serumah sebelum dinyatakan menderita kusta? …. tahun.

F. PERSONAL HYGIENE F1 Apakah Anda mandi dua kali (atau lebih) dalam sehari

a. Ya b. Tidak

F2 Apakah Anda memiliki kebiasaan meminjam pakaian kepada anggota keluarga lain? a. Ya b. Tidak

F3 Apakah Anda memiliki kebiasaan meminjam handuk kepada anggota keluarga lain? a. Ya b. Tidak

G. KEBIASAAN MEMBERSIHKAN LANTAI RUMAH G1 Apakah anda memakai antiseptik pada saat membersihkan

lantai rumah? a. Ya b. Tidak

H. JENIS LANTAI H1 Apa jenis lantai yang Anda gunakan di rumah Anda?

a. Semen/ubin/keramik b. Papan/kayu/tanah

Page 123: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

107

LEMBAR PENGUKURAN GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH

PADA PENDERITA KUSTA DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017

No. Variabel Hasil Pengamatan Keterangan

1. Suhu Rumah 1 2 3 Rata-rata

2. Pencahayaan Alami di dalam Rumah

1 2 3 Rata-rata

3. Luas Ventilasi Rumah Luas

Ventilasi Luas Lantai

4. Kepadatan Hunian Kamar p l L Penghuni

LEMBAR OBSERVASI GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH PADA

PENDERITA KUSTA DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017

No. Variabel Hasil Pengamatan Keterangan

1. Jenis Lantai a. Semen b. Keramik c. Papan/kayu d. Tanah

Page 124: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

108

Lampiran 2

OUTPUT SPSS

1. Umur kel_umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Produktif 30 88.2 88.2 88.2

tidak produktif 4 11.8 11.8 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_umur * jenis pekerjaan Crosstabulation

jenis pekerjaan

Total buruh/tani Wiraswasta IRT lain-lain

kel_umur produktif Count 14 5 6 5 30

% within jenis pekerjaan 82.4% 100.0% 85.7% 100.0% 88.2%

tidak produktif

Count 3 0 1 0 4

% within jenis pekerjaan 17.6% .0% 14.3% .0% 11.8%

Total Count 17 5 7 5 34

% within jenis pekerjaan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

2. Jenis Kelamin

jenis kelamin penderita kusta

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 22 64.7 64.7 64.7

Perempuan 12 35.3 35.3 100.0

Total 34 100.0 100.0

jenis kelamin penderita kusta * kebiasaan mandi Crosstabulation

kebiasaan mandi

Total ya tidak

jenis kelamin penderita kusta

Laki-Laki Count 8 14 22

% within kebiasaan mandi 53.3% 73.7% 64.7%

Perempuan Count 7 5 12

% within kebiasaan mandi 46.7% 26.3% 35.3% Total Count 15 19 34

% within kebiasaan mandi 100.0% 100.0% 100.0%

Page 125: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

109

3. Tingkat Pendidikan

kel_didik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 26 76.5 76.5 76.5

Sedang 6 17.6 17.6 94.1

Tinggi 2 5.9 5.9 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_didik * kebiasaan meminjam handuk Crosstabulation

kebiasaan meminjam handuk

Total ya tidak

kel_didik Rendah Count 17 9 26

% within kebiasaan meminjam handuk 81.0% 69.2% 76.5%

Sedang Count 3 3 6

% within kebiasaan meminjam handuk 14.3% 23.1% 17.6%

Tinggi Count 1 1 2

% within kebiasaan meminjam handuk 4.8% 7.7% 5.9%

Total Count 21 13 34 % within kebiasaan meminjam handuk 100.0% 100.0% 100.0%

4. Tingkat Pengetahuan

kel_tahuu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 19 55.9 55.9 55.9

tinggi 15 44.1 44.1 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_tahuu * kel_venti Crosstabulation

kel_venti

Total Berisiko Tidak Berisiko

kel_tahuu rendah Count 10 9 19

% within kel_venti 58.8% 52.9% 55.9%

tinggi Count 7 8 15

% within kel_venti 41.2% 47.1% 44.1% Total Count 17 17 34

% within kel_venti 100.0% 100.0% 100.0%

Page 126: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

110

5. Jenis Pekerjaan jenis pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid buruh/tani 17 50.0 50.0 50.0

Wiraswasta 5 14.7 14.7 64.7

IRT 7 20.6 20.6 85.3

lain-lain 5 14.7 14.7 100.0

Total 34 100.0 100.0

jenis pekerjaan * jenis kelamin penderita kusta Crosstabulation

jenis kelamin penderita kusta

Total Laki-Laki Perempuan

jenis pekerjaan buruh/tani Count 16 1 17

% within jenis kelamin penderita kusta 72.7% 8.3% 50.0%

Wiraswasta Count 4 1 5

% within jenis kelamin penderita kusta 18.2% 8.3% 14.7%

IRT Count 0 7 7

% within jenis kelamin penderita kusta .0% 58.3% 20.6%

lain-lain Count 2 3 5

% within jenis kelamin penderita kusta 9.1% 25.0% 14.7%

Total Count 22 12 34 % within jenis kelamin penderita kusta 100.0% 100.0% 100.0%

6. Riwayat Kontak kel_rikon

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 5 14.7 14.7 14.7

Tidak Berisiko 29 85.3 85.3 100.0

Total 34 100.0 100.0 7. Personal Hygiene

a. Kebiasaan Mandi Klpk_mandi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Buruk 19 55.9 55.9 55.9

Baik 15 44.1 44.1 100.0

Total 34 100.0 100.0

Page 127: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

111

kel_tahuu * kebiasaan mandi Crosstabulation

kebiasaan mandi

Total ya tidak

kel_tahuu

rendah Count 6 13 19

% within kebiasaan mandi 40.0% 68.4% 55.9%

tinggi Count 9 6 15

% within kebiasaan mandi 60.0% 31.6% 44.1% Total Count 15 19 34

% within kebiasaan mandi 100.0% 100.0% 100.0%

b. Kebiasaan Meminjam Pakaian

kel_pakai

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 22 64.7 64.7 64.7

Tidak Berisiko 12 35.3 35.3 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_pakai * kel_didik Crosstabulation

kel_didik

Total Rendah Sedang Tinggi

kel_pakai Berisiko Count 16 4 2 22

% within kel_didik 61.5% 66.7% 100.0% 64.7%

Tidak Berisiko Count 10 2 0 12

% within kel_didik 38.5% 33.3% .0% 35.3% Total Count 26 6 2 34

% within kel_didik 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

c. Kebiasaan Meminjam Handuk kel_handuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 21 61.8 61.8 61.8

Tidak Berisiko 13 38.2 38.2 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_tahuu * kebiasaan meminjam handuk Crosstabulation

kebiasaan meminjam handuk

Total ya tidak

kel_tahuu rendah Count 12 7 19

% within kebiasaan meminjam handuk 57.1% 53.8% 55.9%

Page 128: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

112

tinggi Count 9 6 15

% within kebiasaan meminjam handuk 42.9% 46.2% 44.1%

Total Count 21 13 34 % within kebiasaan meminjam handuk 100.0% 100.0% 100.0%

8. Kebiasaan Membersihkan Lantai Rumah Kel_Bshlantai

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 22 64.7 64.7 64.7

Tidak Berisiko 12 35.3 35.3 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_lantai * kel_bshltai Crosstabulation

kel_bshltai

Total Berisiko Tidak Berisiko

kel_lantai Kedap Air Count 20 12 32

% within kel_bshltai 90.9% 100.0% 94.1%

Tidak Kedap Air Count 2 0 2

% within kel_bshltai 9.1% .0% 5.9% Total Count 22 12 34

% within kel_bshltai 100.0% 100.0% 100.0%

9. Suhu Rumah kel_suhu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 23 67.6 67.6 67.6

tidak berisiko 11 32.4 32.4 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_suhu * kel_padat Crosstabulation

kel_padat

Total Berisiko Tidak Berisiko

kel_suhu Berisiko Count 9 14 23

% within kel_padat 64.3% 70.0% 67.6%

tidak berisiko Count 5 6 11

% within kel_padat 35.7% 30.0% 32.4% Total Count 14 20 34

% within kel_padat 100.0% 100.0% 100.0%

Page 129: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

113

10. Pencahayaan Alami di dalam Rumah

kel_chya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 19 55.9 55.9 55.9

Tidak Berisiko 15 44.1 44.1 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_chya * kel_venti Crosstabulation

kel_venti

Total Berisiko Tidak Berisiko

kel_chya Berisiko Count 11 8 19

% within kel_venti 64.7% 47.1% 55.9%

Tidak Berisiko Count 6 9 15

% within kel_venti 35.3% 52.9% 44.1% Total Count 17 17 34

% within kel_venti 100.0% 100.0% 100.0%

11. Jenis Lantai kel_lantai

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kedap Air 32 94.1 94.1 94.1

Tidak Kedap Air 2 5.9 5.9 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_lantai * kel_bshltai Crosstabulation

kel_bshltai

Total Berisiko Tidak Berisiko

kel_lantai Kedap Air Count 20 12 32

% within kel_bshltai 90.9% 100.0% 94.1%

Tidak Kedap Air Count 2 0 2

% within kel_bshltai 9.1% .0% 5.9% Total Count 22 12 34

% within kel_bshltai 100.0% 100.0% 100.0%

12. Luas Ventilasi Rumah kel_venti

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 17 50.0 50.0 50.0

Tidak Berisiko 17 50.0 50.0 100.0

Total 34 100.0 100.0

Page 130: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

114

kel_venti * kel_chya Crosstabulation

kel_chya

Total Berisiko Tidak Berisiko

kel_venti Berisiko Count 11 6 17

% within kel_chya 57.9% 40.0% 50.0%

Tidak Berisiko Count 8 9 17

% within kel_chya 42.1% 60.0% 50.0% Total Count 19 15 34

% within kel_chya 100.0% 100.0% 100.0%

13. Kepadatan Hunian Kamar

kel_padat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Berisiko 14 41.2 41.2 41.2

Tidak Berisiko 20 58.8 58.8 100.0

Total 34 100.0 100.0

kel_padat * kel_suhu Crosstabulation

kel_suhu

Total Berisiko tidak berisiko

kel_padat Berisiko Count 9 5 14

% within kel_padat 64.3% 35.7% 100.0%

Tidak Berisiko Count 14 6 20

% within kel_padat 70.0% 30.0% 100.0% Total Count 23 11 34

% within kel_padat 67.6% 32.4% 100.0%

Page 131: GAMBARAN FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN FISIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35969/1/Juwita Wijayanti-FKIK.pdf · ii universitas islam negeri syarif hidayatullah

115

Lampiran 3 Hasil Observasi

Jenis Lantai Rumah Pada Penderita Kusta

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Gambar di atas merupakan gambaran hasil observasi jenis lantai di rumah

penderita kusta di Kota Tangerang Selatan. Gambar 1 dan gambar 2 merupakan

lantai rumah penderita kusta berupa semen, sedangkan gambar 3 merupakan jenis

lantai keramik.