Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

78
VALIDASI KUESIONER LITTLEARS BERBAHASA INDONESIA PADA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDENGARAN ANAK USIA 0-24 BULAN DENGAN FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Hafidhu Nalendra NIM: 1110103000031 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

Transcript of Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

Page 1: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

VALIDASI KUESIONER LITTLEARS BERBAHASA

INDONESIA PADA PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN PENDENGARAN ANAK USIA 0-24

BULAN DENGAN FAKTOR RISIKO GANGGUAN

PENDENGARAN

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Hafidhu Nalendra

NIM: 1110103000031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M

Page 2: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata-1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 10 September 2013

Hafidhu Nalendra

Page 3: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

iii

VALIDASI KUESIONER LITTLEARS BERBAHASA INDONESIA PADA

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDENGARAN ANAK

USIA 0-24 BULAN DENGAN FAKTOR RISIKO GANGGUAN

PENDENGARAN

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Hafidhu Nalendra

NIM: 1110103000031

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL

dr. Erike Anggraini Suwarsono, MPd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/ 2013 M

Page 4: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul VALIDASI KUESIONER LITTLEARS

BERBAHASA INDONESIA PADA PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN PENDENGARAN ANAK USIA 0-24 BULAN DENGAN

FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN yang diajukan oleh

Hafidhu Nalendra (NIM: 1110103000031), telah diujikan dalam sidang di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 12 September 2013. Laporan

penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 12 September 2013

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL

Pembimbing 1

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL

Pembimbing 2

dr. Erike Anggraini Suwarsono, MPd

Penguji 1

dr. Ibnu Harris Fadillah, SpTHT-KL

Penguji 2

dr. Riva Auda, M.Kes, SpA

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN

Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, SpAnd

Kaprodi PSPD

dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK

Page 5: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan nikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat belajar hingga

tepat pada waktunya penulis harus menuliskan laporan penelitian ini. Penulis

menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penelitian ini

tidak akan pernah terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Prof. DR (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah,

DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan

Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menggali ilmu

di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL selaku pembimbing 1 yang telah

memberikan masukan judul penelitian dan banyak mencurahkan waktu,

pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian

dan menyusun laporan penelitian ini.

4. dr. Erike A. Suwarsono, MPd selaku pembimbing 2 yang telah banyak

mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam

melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.

5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset

yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian di

setiap pertemuan modul Riset.

6. dr. Mohamad Baharuddin, SpOG, MARS dan Ibu Kiki selaku direktur RS

Budi Kemuliaan dan perawat RS Budi Kemuliaan yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk melakukan wawancara kepada pasien di RS Budi

Kemuliaan.

Page 6: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

vi

7. Segenap responden penelitian ini yang telah bersedia diwawancarai mengenai

perkembangan pendengaran pada putra-putrinya.

8. Kedua orang tua tercinta, Bapak Dr. Ir. Eko Sulistyono, MSi dan Ibu Dra. Sri

Laksmini atas dukungan serta saran selama pengerjaan penelitian, limpahan

kasih sayang yang telah diberikan, pengorbanan tanpa pamrih dan doa-doa

panjang yang selalu dipanjatkan. Terimakasih atas segala kebaikan dan

pelajaran hidup yang luar biasa.

9. Kakak dan Adik tersayang: Mas Yoga, Dek Ibril, Dek Mega, dan Dek Faiz.

Terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

10. Teman-teman satu kelompok penelitian: Hana Fadhillah, Ilham Ibrahim

Marpid, Manda Pisilia, dan Fauzan Maulana. Terimakasih atas kerja sama

yang luar biasa selama melakukan penelitian dan penyusunan laporan.

Semoga kerja sama kita dapat berlanjut hingga batas waktu yang tidak

ditentukan.

11. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di PSPD, BEM FKIK, BEMJ

Pendidikan Dokter dan teman-teman lain yang penulis kenal namun tidak

sempat tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis

harapkan. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran di Indonesia. Amiin.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Ciputat, 10 September 2013

Penulis

Page 7: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

vii

ABSTRAK

Hafidhu Nalendra. Program Studi Pendidikan Dokter. Validasi Kuesioner

LittlEARS Berbahasa Indonesia Pada Pertumbuhan dan Perkembangan

Pendengaran Anak Usia 0-24 Bulan dengan Faktor Risiko Gangguan

Pendengaran. 2013

Pendengaran merupakan kunci penting perkembangan bicara dan bahasa anak.

Kuesioner perkembangan pendengaran LittlEARS telah digunakan di 35 negara

untuk memantau pendengaran anak umur 0-24 bulan. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui validitas kuesioner LittlEARS pada anak umur 0-24 bulan

dengan faktor risiko gangguan pendengaran dan untuk mengetahui tingkat

korelasi antara umur dengan skor kuesioner. Penelitian ini merupakan penelitian

analitik korelatif. Responden yang didapatkan berjumlah 32 dengan rentang umur

anak 1-24 bulan. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara ke responden

pada Mei-Agustus 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

consecutive sampling. Uji validitas kuesioner menggunakan croanbach’s alpha

didapatkan nilai alpha sebesar 0,943 dan disimpulkan kuesioner ini valid untuk

mengukur perkembangan pendengaran anak usia 0-24 bulan dengan faktor risiko

gangguan pendengaran. Sedangkan korelasi umur dengan skor diuji dengan

metode Spearman-rho dan didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,893. Korelasi

ini bermakna karena didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05).

Kata kunci : pendengaran, perkembangan anak, kuesioner, validasi

ABSTRACT

Hafidhu Nalendra. Medical Education Study Program. Validation to Indonesian

Version of the LittlEARS Auditory Questionnaire for Auditory Development in

Children with Risk Faktor for Hearing Impairment. 2013

Hearing is an important for speak and language development in children. The

LittlEARS children auditory development questionnaire has been used by 35

countries for monitoring the hearing development in children 0-24 months old.

The aim of this research is to evaluate the validity of the LittlEARS auditory

questionnaire for 0-24 month old children with risk factor for hearing impairment

and to evaluate the correlation between children’s chronological age and

LittlEARS questionnaire’s score. The type of this research is correlation analytic.

This research involves 32 respondents with children’s chronological age ranges

from 1 to 24 months. Data were collected by interviewing respondents on May-

August 2013. Sampling was done with a consecutive sampling technique. Test for

the validity of the questionnaire obtained using croanbach's alpha. The results

showed that the alpha value is 0.943 and concluded this questionnaire valid to

measure the development of hearing children 0-24 months of age with risk factors

for hearing impairment. While the correlation of age with scores tested by the

method of Spearman-rho and the coefficient of correlation is 0.893. This

correlation is significant, with p value 0,000 (p<0,05).

Keywords: hearing, children development, questionnaire, validation

Page 8: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...........................................................................................

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN ...........................................................................

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................

ABSTRAK ........................................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

DAFTAR TABEL ............................................................................................

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

DAFTAR SINGKATAN..................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

1.3 Pertanyaan Penelitian.........................................................................

1.4 Hipotesis............................................................................................

1.5 Tujuan Penelitian ..............................................................................

1.5.1 Tujuan Umum ..........................................................................

1.5.2 Tujuan Khusus ..........................................................................

1.6 Manfaat Penelitian .............................................................................

1.6.1 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti ..............................................

1.6.2 Manfaat Penelitian Bagi Perguruan Tinggi ..............................

1.6.3 Manfaat Penelitian Bagi Masyarakat Umum.............................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Telinga............................................................................

2.1.1 Pembentukan telinga pada usia mudigah 22 hari ....................

2.1.2 Pembentukan telinga pada usia mudigah 6 minggu................

2.1.3 Pembentukan telinga pada usia mudigah 8 minggu.................

2.1.4 Pembentukan telinga pada usia mudigah 10 minggu...............

2.1.5 Pembentukan telinga pada usia mudigah 3 bulan....................

2.1.6 Pembentukan telinga pada usia mudigah 7 bulan....................

2.1.7 Pembentukan telinga pada usia mudigah 8 bulan....................

2.1.8 Perkembangan pembentukan telinga setelah lahir...................

2.1.9 Embriologi Menurut Islam.......................................................

2.2 Fisiologi Pendegaran..........................................................................

2.3 Tumbuh kembang pendengaran dan wicara......................................

2.4 Perkembangan merespons suara........................................................

2.4.1 Respons terhadap suara pada neonatus....................................

2.4.2 Respons terhadap suara pada bayi berusia < 4 bulan...............

2.4.3 Respons terhadap suara pada bayi berusia 4-6 bulan...............

2.4.4 Respons terhadap suara pada bayi berusia 7-9 bulan...............

i

ii

iii

iv

v

vii

viii

xi

xii

xiii

xiv

1

2

3

3

3

3

3

3

3

4

4

5

5

6

7

7

7

8

8

8

11

11

12

14

14

14

14

15

Page 9: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

ix

2.4.5 Respons terhadap suara pada bayi berusia 10-12 bulan...........

2.4.6 Respons terhadap suara pada bayi berusia 13-24 bulan...........

2.4.7 Respons terhadap suara pada anak berusia > 2 tahun................

2.5 Kejadian gangguan pendengaran pada anak di Indonesia...................

2.6 Deteksi dini gangguan pendengaran...................................................

2.7 Faktor risiko kehilangan pendengaran pada bayi dan anak................

2.8 Neonatus risiko tinggi mengalami gangguan pendengaran...............

2.9 Pentingnya Pendengaran Menurut Islam............................................

2.10 Kerangka konsep ...............................................................................

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ..............................................................................

3.2 Waktu Penelitian................................................................................

3.3 Tempat Penelitian .............................................................................

3.4 Populasi Penelitian.............................................................................

3.5 Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel..................................

3.6 Besar Sampel......................................................................................

3.6.1 Perhitungan Besar Sampel.........................................................

3.6.2 Jumlah Sampel yang Diambil....................................................

3.7 Variabel Penelitian.............................................................................

3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi.............................................................

3.8.1 Faktor Inklusi.............................................................................

3.8.2 Faktor Eksklusi.........................................................................

3.9 Cara Kerja...........................................................................................

3.9.1 Alur Penelitian...........................................................................

3.10 Kuesioner Penelitian...........................................................................

3.10.1 Kuesioner LittlEARS............................................................

3.10.2 Kuesioner Karakteristik Responden.....................................

3.11 Pengolahan Data..................................................................................

3.12 Definisi Operasional............................................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Statistik Deskriptif .............................................................................

4.1.1 Karakteristik Responden.........................................................

4.1.2 Sebaran Umur Anak................................................................

4.1.3 Sebaran Skor Kuesioner..........................................................

4.2 Statistik Analitik.................................................................................

4.2.1 Validitas Kuesioner.................................................................

4.2.2 Validitas Butir Pertanyaan......................................................

4.2.3 Uji Korelasi Umur dengan Skor..............................................

4.2.4 Uji Korelasi Jumlah Faktor Risiko dengan Deviasi Skor.......

BAB V DISKUSI DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden.....................................................................

5.2. Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Anak..............................

5.2.1. Infeksi Selama Kehamilan: Infeksi Sitomegalovirus..............

5.2.2. Persalinan Sectio Cesarea........................................................

15

15

15

15

16

20

21

22

23

24

24

24

24

25

25

25

26

26

26

26

27

27

27

27

27

28

29

29

30

30

31

32

32

32

33

34

34

36

36

36

37

Page 10: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

x

5.2.3. Kelahiran Prematur dan Suplementasi Oksigen......................

5.2.4. Riwayat Ikterus.......................................................................

5.2.5. Berat Bayi Lahir Rendah.........................................................

5.2.6. Infeksi Saluran Nafas Atas Rekuren.......................................

5.2.7. Imunisasi Rutin Sesuai Jadwal................................................

5.2.8. Kelainan Kongenital Telinga...................................................

5.3. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner...................................................

5.4. Analisis Korelasi Bivariat...................................................................

5.4.1. Korelasi Umur dengan Skor...................................................

5.4.2. Korelasi Jumlah Faktor Risiko dengan Deviasi Skor..............

5.5. Kuesioner LittlEARS untuk pre-Skrining Gangguan Pendengaran....

5.6. Keterbatasan Penelitian.......................................................................

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ...........................................................................................

6.2 Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

LAMPIRAN ......................................................................................................

DAFTAR RIWAYAT HIDUP..........................................................................

37

38

39

40

40

41

42

43

43

43

44

44

45

45

46

50

64

Page 11: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Bicara.................................................... 13

Tabel 2.2 Perkiraan Adanya Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak 13

Tabel 2.3 Prevalensi Disabilitas Fungsi Tubuh Pada Anak......................... 16

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian.......................................................... 24

Tabel 3.2 Definisi Operasional Penelitian................................................... 29

Tabel 4.1 Karakteristik Responden.............................................................. 30

Tabel 4.2 Croanbach’s alpha........................................................................ 32

Tabel 4.3 Pearson Product Moment dan Corrected item-total correlation. 33

Tabel 5.1 Kadar Ambang Bilirubin Serum yang Membutuhkan Transfusi

Tukar............................................................................................

38

Page 12: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Pembentukan Telinga Dalam dan Pembagiannya

secara Anatomis.........................................................................

5

Gambar 2.2 Embriologi Telinga Saat Mudigah Berusia A. 24 Hari B. 27

Hari C. 4,5 Minggu....................................................................

6

Gambar 2.3 Embriologi Telinga Sampai Mudigah Berusia 6 Minggu.......... 6

Gambar 2.4 Embriologi Telinga Saat Mudigah Berusia 7 Minggu............... 7

Gambar 2.5 Embriologi Telinga Saat Mudigah Berusia 3 Bulan.................. 7

Gambar 2.6 Embriologi Pembentukan Kavum Timpani............................... 8

Gambar 2.7 Anatomi Telinga........................................................................ 9

Gambar 2.8 Pembentukan Aurikula.............................................................. 9

Gambar 2.9 Formasi Arkus Faring Sekitar Leher......................................... 10

Gambar 2.10 Perkembangan Celah dan Kantung Faring Menjadi Kavitas

Timpani, Tuba Auditori, dan Meatus Auditoru Externus..........

10

Gambar 2.11 Skema Lengkap Pembentukan Organ Telinga.......................... 11

Gambar 2.12 Alur UNHS di RSCM............................................................... 18

Gambar 2.13 Diagram Skrining Gangguan Pendengara, HTA 2007............ 19

Gambar 2.14 Kerangka Konsep Penelitian...................................................... 23

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian............................................................ 27

Gambar 4.1 Grafik Histogram Sebaran Umur Anak..................................... 31

Gambar 4.2 Grafik Histogram Sebaran Skor Kuesioner............................... 32

Gambar 4.3 Grafik Scatterplot Usia dan Skor............................................... 34

Page 13: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

xiii

DAFTAR SINGKATAN

AABR : Automated Auditory Brainstem Response

ABR : Auditory Brainstem Response

AEP : Auditory evoked potential

ASSR : Auditory steady state response

BERA : Brainstem Evoked Response Audiometry

BOA : Behavorial Observation Audiometry

CT Scan : Computed Tomography Scan

dB HL : desibell hearing level

dB : desibel

DPOAE : Distortion Product Otoaccoustic emission

EHDI : Early Hearing Detection and Intervention

HTA : Health Technology Assessment

JCIH : Joint Committee on Infant Hearing

kHz : kilo hertz

MRI : Magnetic Resonance Imaging

NICU : Neonatal intensive care unit

OAE : Otoaccoustic emission

RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

UNHS : Universal Newborn Hearing Screening

Page 14: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Informed Consent dan Kuesioner Karakteristik

Responden ..................................................................................... 50

Lampiran 2. Kuesioner Perkembangan Pendengaran Anak LittlEARS ............. 52

Lampiran 3. Analisis SPSS ................................................................................ 54

1. Statistik Deskriptif .................................................................... 54

2. Uji Normalitas Variabel Umur Anak dan Skor ......................... 55

3. Grafik Sebaran Umur Anak ...................................................... 55

4. Grafik Sebaran Skor Kuesioner ................................................ 57

5. Validitas Kuesioner ................................................................... 59

6. Validitas Butir Pertanyaan ........................................................ 59

7. Uji Korelasi Usia dengan Skor .................................................. 60

8. Uji Korelasi Jumlah Faktor Risiko dengan Deviasi Skor ......... 61

9. Frekuensi Faktor-Faktor Risiko ................................................ 61

Page 15: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat indera merupakan alat sensorik seseorang untuk mengenali

lingkungan sekitar. Manfaat alat indera bagi seseorang sangat penting karena

berfungsi untuk keberlangsungan hidupnya. Pendengaran merupakan salah satu

indera yang dibutuhkan oleh seorang anak yang baru lahir. Apabila anak yang

baru lahir tidak memiliki kemampuan mendengar, anak tersebut akan mengalami

gangguan perkembangan, gangguan kognitif serta gangguan afektif.

Di Indonesia, angka kejadian disabilitas bicara dan suara pada kelompok

umur 1-4 tahun adalah 3,0%. Sedangkan prevalensi disabilitas bicara dan suara

pada kelompok umur 5-14 tahun adalah 0,6%. Survei yang dilakukan di 7 provinsi

di Indonesia pada tahun 1994-1996 menunjukan angka kejadian tuli sejak lahir

sebesar 0,1% dari total 19.375 sampel yang diperiksa. Jadi, terdapat 1-2 anak

dengan tuli sejak lahir setiap 1.000 kelahiran hidup.1,2,3

Merujuk pada Guideline of Universal Newborn Hearing Screening yang

dikeluarkan Joint Committe on Infant Hearing (JCIH) tahun 2007, pemeriksaan

pendengaran pada anak harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan harus diterapi

sebelum usia 6 bulan.4 Pemeriksaan pendengaran anak sebelum berusia 6 bulan,

memiliki pengaruh yang sangat baik terhadap kehidupan anak. Itano dkk (1998)

menyatakan, anak dengan gangguan pendengaran yang dideteksi sebelum berusia

6 bulan mengalami perkembangan pendengaran dan bicara yang lebih baik

daripada anak dengan gangguan pendengaran yang dideteksi setelah berusia 6

bulan.5

Kenyataannya di Indonesia, orang tua baru menyadari bahwa anaknya

mengalami gangguan pendengaran saat anak berusia 1-3 tahun. Kenyataan ini

berdasarkan data bahwa di Poliklinik THT-Komunitas RSCM (1992-2006)

didapatkan 3.087 bayi/anak tuli saraf berat bilateral terbanyak saat usia 1-3 tahun

(43,79%) sedangkan hanya 6,41% yang berusia dibawah 1 tahun.3,6

Page 16: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

2

Pemeriksaan otoaccoustic emission (OAE) dan auditory brainstem

response (ABR) digunakan untuk menilai fungsi pendengaran pada bayi baru

lahir. Pemeriksaan OAE lebih ditujukan untuk menilai apakah terdapat gangguan

pendengaran tipe hantaran (conductive hearing loss/CHL). Pemeriksaan OAE

bersama ABR bertujuan untuk menilai apakah terdapat gangguan pendengaran

sensorineural (sensorineural hearing loss/SNHL).

Baku emas skrining gangguan dengar pada neonatus adalah OAE dan

ABR.7

Menurut EHDI (Early Hearing Detection and Intervention) 2007 dan HTA

Indonesia 2010, semua bayi yang lahir di rumah sakit harus dideteksi fungsi

pendengarannya dengan pemeriksaan OAE dan ABR sebelum meninggalkan

rumah sakit. Namun, tidak semua pusat pelayanan kesehatan di Indonesia

memiliki alat untuk pemeriksaan tersebut.

Kuesioner meruapakan alat pemeriksaan yang mudah dan murah.

Kuesioner LitleEARS merupakan alat pemeriksaan pilihan untuk deteksi dini

gangguan pendengaran pada anak. Kuesioner ini berisikan 35 pertanyaan tertutup

tentang perkembangan fungsi pendengaran pada anak dengan usia kurang dari 2

tahun.8 Kuesioner LitleEARS yang dikeluarkan MedEl sudah diterjemahkan

dalam 15 bahasa, sehingga hasil penilaian kuesioner sudah bisa dianggap

universal. Namun kuesioner ini belum pernah secara resmi diterjemahkan ke

Bahasa Indonesia oleh pengembangnya (MedEl) dan juga belum pernah

diadaptasikan untuk penggunannya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Gangguan pendengaran pada anak baru lahir dapat menghambat

perkembangan kognitifnya. Perkembangan kognitif penting bagi anak untuk

meningkatkan kualitas hidupnya. Oleh karena itu, skrining gangguan pendengaran

pada anak harus dilakukan sedini mungkin. Skrining gangguan pendengaran pada

neonatus saat ini menggunakan pemeriksaan OAE dan ABR. Namun, tidak semua

tempat pelayanan kesehatan di Indonesia memiliki peralatan untuk pemeriksaan

ini. Kuesioner LitleEARS telah digunakan di beberapa negara di dunia untuk

menilai perkembangan pendengaran pada anak. Namun belum ada terjemahan

resmi kusioner LitleEARS dalam Bahasa Indonesia.

Page 17: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

3

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Berapa rentang skor kuesioner LitleEARS pada anak usia 0-24 bulan

dengan faktor risiko gangguan pendengaran di Indonesia?

2. Apakah kuesioner perkembangan pendengaran anak LitleEARS dapat

digunakan di Indonesia untuk skrining gangguan pendengaran pada anak

usia 0-24 bulan?

3. Berapa besar korelasi antara usia anak yang berisiko mengalami gangguan

pendengaran dengan skor kuesioner LitleEARS pada anak?

1.4 Hipotesis

1. Rentang skor kuesioner LitleEARS pada anak usia 0-24 bulan dengan

faktor risiko gangguan pendengaran di Indonesia adalah 0-35.

2. Kuesioner LitleEARS dapat digunakan untuk skrining gangguan

pendengaran pada anak usia 0-24 bulan di Indonesia.

3. Terdapat korelasi positif antara usia anak dengan skor kuesioner

LitleEARS pada anak dengan resiko tinggi mengalami gangguan

pendengaran.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memvalidasi kuesioner

LitleEARS di Indonesia sehingga dapat digunakan sebagai instrumen skrining

gangguan pendengaran pada anak berusia kurang dari 24 bulan.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

Mengetahui rentang skor kuesioner LitleEARS pada anak usia

kurang dari 24 bulan dengan faktor risiko gangguan pendengaran.

Mengetahui validitas kuesioner LittlEARS berbahasa Indonesia

pada anak usia 0-24 bulan dengan faktor risiko gangguan

pendengaran

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti

Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menyelesaikan studi pre-

klinik Strata 1 di Program Studi Pendidikan Dokter, UIN Syarif Hidayatullah

Page 18: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

4

Jakarta dan sebagai prasyarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Pendidikan

Dokter. Selain itu juga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk mempelajari

metode penelitian di bidang ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan.

1.6.2 Manfaat Penelitian Bagi Perguruan Tinggi

Bagi perguruan tinggi, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan

ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan, khususnya di bidang neuro-sensory dan

pediatrik.

1.6.3 Manfaat Penelitian Bagi Masyarakat Umum

Bagi masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat untuk mempermudah

pendeteksian gangguan pendengaran pada bayi usia 0-24 bulan.

Page 19: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Telinga

Pembentukan telinga dapat diamati saat mudigah berusia 22 hari berupa

penebalan ektoderm permukaan di kedua sisi rombensefalon. Penebalan ini,

plakoda otika (lempeng telinga), cepat mengalami invaginasi membentuk vesikula

otika (vesikel telinga) atau auditorik (otocyst). Selanjutnya masing-masing vesikel

(kanan dan kiri) bagian ventral menghasilkan sakulus dan duktus koklearis.

Vesikel bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis semisirkularis, dan duktus

endolimfatikus. Bersama-sama, struktur epitel ini membentuk labirin

membranosa.9

2.1.1. Pembentukan Telinga Pada Usia Mudigah 22 Hari

Plakoda otika menjadi vesikula otika.

Muncul ganglion statoakustik (dari saraf kranial VII) yang terpisah

menjadi bagian kokleare (memasok sel sensorik ke organ corti) dan

vestibulare (memasok sel sensorik ke sakulus, utrikulus, dan kanalis

semisirkularis)9

Gambar 2.1. Diagram Pembentukan Telinga Dalam dan Pembagiannya Secara

Anatomis

Vesikula otika

Dorsal

Utrikulus Kanalis Semisirkularis

Duktus endo-

limfatikus

Ventral

Sakulus Duktus Koklearis

Page 20: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

6

2.1.2. Pembentukan Telinga Pada Usia Mudigah 6 Minggu

Muncul kanalis semisirkularis yang akan menjadi organ

keseimbangan (vestibular)

Sakulus di bagian kutub bawah mulai membentuk tubulus (bakal

duktus koklearis)9

Gambar 2.3. Embriologi Telinga Sampai Mudigah Berusia 6 Minggu (E) Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

9

Gambar 2.2. Embriologi Telinga Saat Mudigah Berusia A. 24 Hari B. 27 Hari

C. 4,5 Minggu Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

Page 21: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

7

2.1.3. Pembentukan Telinga Pada Usia Mudigah 8 Minggu

Saat mudigah berusia 8 minggu, duktus koklearis sudah terbentuk 2,5

putaran dan menembus mesenkim di sekitarnya. Mesenkim di sekitar duktus

koklearis adalah bakal tulang rawan pembentuk skala vestibuli dan skala timpani.9

2.1.4. Pembentukan Telinga Pada Usia Mudigah 10 Minggu

Saat mudigah berusia 10 Minggu, skala vestibuli dan skala timpani, yang

merupakan vakuolisasi selubung tulang rawan di sekitar duktus koklearis, sudah

terbentuk.9

2.1.5. Pembentukan Telinga Pada Usia Mudigah 3 Bulan

Saat usia Mudigah 3 Bulan, terbentuk sumbat meatus akustikus

externus.Sumbat meatus akustikus externus (meatal plug) adalah lempeng epitel

solid dari bagian dorsal celah faring pertama.9

Gambar 2.4. Embriologi Telinga Saat Mudigah Berusia 7 Minggu Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

9

Gambar 2.5. Embriologi Telinga Saat Mudigah Berusia 3 Bulan Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

9

Page 22: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

8

2.1.6. Pembentukan Telinga Pada Usia Mudigah 7 Bulan

Sumbat meatus akustius externus luruh, dan ikut membentuk gendang

telinga definitif. Selain dari lapisan epitel ektoderm di dasar meatus akustikus,

gendang telinga juga dibentuk dari lapisan epitel endoderm di kavitas timpani dan

lapisan intermediate jaringan ikat yang membentuk stratum fibrosum.9

2.1.7. Pembentukan Telinga Pada Usia Mudigah 8 Bulan

Jaringan sekitar tulang pendengaran menghilang sehingga kavitas

timpani semakin luas. Sebelumnya, tulang pendengaran ini terbenam

dalam mesenkim longgar.

Ligamentum penopang tulang pendengaran terbentuk dari epitel

endoderm.9

2.1.8. Perkembangan Pembentukan Telinga Setelah Lahir

Epitel kavitas timpani menginvasi tulang prosesus mastoideus yang sedang

terbentuk, dan terbentuklah kantong-kantong udara berlapis epitel (pneumatisasi).

Kemudian, sebagian besar dari kantong udara mastoid berhubungan langsung

dengan antrum dan kavitas timpani. Perluasan peradangan telinga tengah ke

dalam antrum dan sel udara mastoid adalah penyulit yang sering dijumpai pada

infeksi telinga tengah. 9

Gambar 2.6. Embriologi Pembentukan Kavum Timpani Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

9

Page 23: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

9

Arkus faring pertama dan kedua ikut membentuk telinga. Arkus faring

pertama akan menjadi maleus, inkus, kavitas timpani, aurikula. Arkus faring

kedua ikut membentuk stapes, aurikula.9

Gambar 2.7. Anatomi Telinga Sumber: Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula (2003)

13

Gambar 2.8. Pembentukan Aurikula Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

9

Page 24: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

10

Gambar 2.9. Formasi Arkus Faring Sekitar Leher Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

9

Gambar 2.10. Perkembangan Celah dan Kantung Faring Menjadi Kavitas Timpani,

Tuba Auditori, dan Meatus Auditoru Externus Sumber: Embriologi Kedokteran Langman (2009)

9

Page 25: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

11

2.1.9 Embriologi Menurut Islam

Perkembangan embrio dalam janin mendapat perhatian yang cukup besar

dalam Islam. Hal ini terbukti dengan terdapatnya ayat Al-Quran yang membahas

perkembangan manusia dalam rahim yaitu dari saripati tanah sampai berbentuk

manusia. Penjelasan tersebut terdapat dalam Al-Quran surat Al-Mu’minuun ayat

12-14 yang berbunyi: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari

saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami

jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan

segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu

tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami

menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta Yang

Paling Baik.”11

2.2 Fisiologi Pendengaran

Telinga memiliki fungsi untuk mendengar. Telinga dapat menerima suara

dalam rentang frekuensi 2 sampai 4 kHz. Sedangkan taraf intensitas yang dapat

Gambar 2.11. Skema Lengkap Pembentukan Organ Telinga Sumber: Otolaryngology: Basic Science and Clinical Review (2005)

10

Page 26: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

12

diterima adalah sampai 15 dB. Intensitas bunyi berbanding lurus dengan energi,

sedangkan energi berbanding lurus dengan frekuensi pangkat dua. Oleh karena

itu, suara yang melebihi 4 kHz adalah yang paling berbahaya menimbulkan

trauma akustik.12

Fungsi pendengaran dimulai ketika suara memasuki daun telinga. Pada

saat ini, bunyi masih dihantarkan melalui udara dan dikumpulkan oleh pinna

(liang telinga) dan aurikula (daun telinga). Kemudian, gelombang suara

menggerakkan membran timpani dan dirambatkan ke membrana basalis dan organ

corti melalui maleus, inkus, dan stapes. Pada saat ini, bunyi dihantarkan melalui

zat padat dan cairan endolimfe di telinga dalam. Penghantaran melalui zat padat

ini penting, karena bunyi hanya akan tersalurkan 0,1% energinya bila dirambatkan

dari udara ke cairan. Apabila tidak melalui maleus incus stapes, akan mengurangi

taraf intensitas atau kekuatan bunyi sehingga membuat orang yang berbicara keras

hanya terdengar seperti berbisik pada kita. Telinga tengah mampu

mengkompensasi hal tersebut terutama karena luas membrana timpani 17 kali

lebih besar dari luas basis stapes.13,14

Setelah mencapai di organ corti, gelombang ini membengkokan stereosilia

lalu menimbulkan depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada

serabut-serabut saraf pendengaran yang melekat padanya. Di sinilah gelombang

suara mekanis diubah menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan

melalui saraf kranialis ke-8. Peristiwa listrik pada organ corti dapat diukur dan

dikenal sebagai mikrofonik koklearis. Peristiwa listrik yang berlangsung dalam

neuron juga dapat diukur dan disebut sebagai potensial aksi.13

2.3 Tumbuh Kembang Pendengaran dan Wicara

Koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi

20 minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan telah dapat memberikan

respons terhadap suara yang ada di sekitarnya namun reaksi janin masih bersifat

refleks. Respons terhadap suara berupa refleks aural palpebral yang konsisten

pada janin normal usia 24-25 minggu.22

Kemahiran wicara dan berbahasa pada seseorang hanya dapat tercapai bila

input sensorik auditorik dan output motorik wicara dalam keadaan normal. Tabel

Page 27: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

13

1 dan 2 memaparkan tahapan perkembangan wicara pada anak dan cara

mendeteksi gangguan pendengaran yang dapat dilakukan oleh orang awam.22

Tabel 2.1. Tahapan Perkembangan Bicara

Usia Kemampuan

Neonatus Menangis (reflex vocalization)

Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung (cooing)

Suara seperti berkumur (gurgles)

2 – 3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling)

4 – 6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf hidup (Vowel)

dan huruf mati (konsonan)

Suara berupa ocehan yang bermakna (true babling atau lalling),

seperti “pa...pa, da...da”.

7 – 11 bulan Dapat menggabung kata/suku kata yang tidak mengandung arti,

terdengar seperti bahasa asing (jargon).

Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri (echolalllia).

Memahami arti “tidak”, mengucapkan salam.

Mulai memberi perhatian terhadap nyanyian atau musik

12 – 18 bulan Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek.

Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai arti (true speech)

Usia 12-14 bulan mengerti instruksi sederhana, mununjukkan bagian

tubuh dan nama mainannya

Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-10 kata.

Sumber: Buku Ajar Ilmu Kesehatan; Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher (2007)23

Tabel 2.2. Perkiraan Adanya Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak

Usia Kemampuan Bicara

12 bulan Belum dapat mengoceh

18 bulan Tidak dapat menyebutkan 1 kata yang

mempunyai arti

24 bulan Perbendaharaan kata kurang dari 10 kata

30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata

Sumber: Buku Ajar Ilmu Kesehatan; Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher (2007)23

Page 28: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

14

2. 4 Perkembangan Merespons Suara

2.4.1 Respon Terhadap Suara pada Nenonatus

Pada minggu pertama kehidupan, bayi merespon suara keras dengan

refleks terkejut. Respon ini berupa reflex aural palpebra, perubahan denyut

jantung dan pola pernafasan, sentakan kepala ke belakang, menangis, gerakan

tubuh berupa refleks morro. Respon-respon tersebut tidak terjadi bila dipaparkan

dengan suara yang tenang dan intensitas suara yang rendah. Rangsangan suara

yang dapat menimbulkan refleks ini pada neonatus sampai umur 2 minggu adalah

nada murni dengan rentang frekuensi 500-4000 Hz dan intensitas 85-95 dB.

Pengamatan respon ini bersifat subjektif karena dipengaruhi psikofisiologikal

anak. Sehingga, ambang pendengaran pada neonatus tidak dapat diukur secara

akurat jika menggunakan teknik perilaku.3,15,16

2.4.2 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia Kurang dari 4 Bulan

Saat usia ini, bayi mulai memperhatikan suara dengan diam dan

mendengarkan. Pada usia 4 bulan, bayi merespon suara orang tuanya dengan diam

dan tersenyum bahkan apabila sumber suara tidak terlihat. Respon ini terutama

dijumpai pada suara keras. Respon ini tidak tetap pada suara yang lebih tenang.

Respon ini dapat digunakan untuk memperkirakan ambang dengar pada bayi usia

kurang dari 4 bulan.3,15

2.4.3 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 4-6 Bulan

Saat usia ini, bayi mulai secara nyata dan konsisten menggerakkan kepala

ke sumber suara. Respon ini tidak hanya lebih nyata, tetapi juga terjadi

peningkatan kepekaan karena terjadi pada intensitas suara rendah. Perkiraan

ambang suara pada bayi usia ini memungkinkan untuk dapat dilakukan dengan

teknik perilaku. Perubahan respon terhadap lokalisasi suara yang lebih tepat dapat

terlihat pada bayi yang lebih tua.3,15

Pengarahan kepala oleh bayi ke arah sumber rangsangan suara terkadang

terlambat dan memerlukan pemberian rangsangan suara dengan durasi yang lebih

lama tanpa meningkatkan intensitas suara. Anak pada usia ini mungkin belajar

untuk melokalisasi suara pada arah sumber suara pertama, tetapi kemudian hanya

mengarahkan pada arah suara pertama tersebut dimanapun sumber suara

berikutnya datang.3,15

Page 29: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

15

2.4.4 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 7-9 Bulan

Saat usia ini, anak dapat menentukan lokasi sumber suara berintensitas

rendah secara tepat pada bidang horizontal. Sebagian besar anak masih belum

mampu untuk menentukan lokasi sumber suara pada bidang vertikal. Anak akan

bergerak ke arah orang tuanya yang berada diluat kamar dan mencari sumber

suara yang menarik perhatiannya. Anak juga mulai berceloteh nyaring dan meniru

suara-suara dengan lebih jelas.3,15

2.4.5 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 10-12 bulan

Saat usia ini, anak dapat menentukan lokasi suara dengan intensitas rendah

pada berbagai tempat bila ia tidak terlalu sibuk dengan kegiatan lain. Kemampuan

mengucapkan kata-kata berkembang untuk kata-kata tunggal seperti namanya,

kata tidak, dan objek yang sudah dikenal baik olehnya. Perkembangan vokalisasi

anak sampai usia 12 bulan berupa mencoba berkata-kata dan mengulang beberapa

kata.3,15

2.4.6 Respon Terhadap Suara pada Bayi Berusia 13-24 Bulan

Saat usia ini, anak mampu melokalisasi secara cepat dan mulai dapat

mengantisipasi serta mengamati sumber suara selama uji tingkah laku dilakukan.

Saat usia ini juga terjadi perkembangan pemahaman kata-kata. Pada beberapa

anak usia 18 bulan mulai dapat mengenali beberapa bagian tubuh. Saat usia 2

tahun, anak dapat memungut mainannya ketika terjatuh. Perbendaharaan kata

pada anak berkembang setelah usia 24 bulan. Anak mulai menggabungkan dua

kata secara bersamaan saat berusia 18-21 bulan.3,15

2.4.7 Respon Terhadap Suara pada Anak Berusia Lebih dari 2 Tahun

Saat usia ini anak biasanya akan bereaksi terhadap rangsangan suara yang

pertama diberikan dan akan mengabaikan suara yang diberikan berikutnya. Saat

usia ini, play audiometry dengan ruangan yang luas dapat dicoba untuk

dulakukan. Pada beberapa anak sudah dapat dilakukan pemeriksaan audiometri

nada murni pada usia 3 tahun.3,15

2.5 Kejadian Gangguan Pendengaran pada Anak di Indonesia

Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional 2001, prevalensi disabilitas bicara

dan suara pada kelompok umur 1-4 tahun adalah 3,0 persen. Sedangkan

Page 30: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

16

prevalensi disabilitas bicara dan suara pada kelompok umur 5-14 tahun adalah 0,6

persen.17,18,19

Tabel 2.3. Prevalensi Disabilitas Fungsi Tubuh Pada Anak (dalam Persen)

Jenis disabilitas fungsi tubuh Kelompok Umur

< 1 tahun 1-4 tahun 5-14 tahun

Mental 1,0 3,0 2,4

Sensorik dan nyeri 1,0 1,3 1,8

Bicara dan suara - 3,0 0,6

Kardiovaskular, hematologi,

imunologi, pencernaan

16,7 11,6 5,7

Pencernaan, metabolisme,

endokrin

15,2 19,6 18,1

Urogenital dan reproduksi - 0,1 0,4

Neuromuskuloskeletal dan

pergerakan

- 0,3 0,1

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (2002). Survei Kesehatan Nasional 2001. Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan

Disabilitas.19

2.6 Deteksi Dini Gangguan Pendengaran

Berikut pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendeteksi gangguan

pendengaran dan bahasa pada anak:

a. Otoaccoustic Emission (OAE)

Emisi otoakustik adalah suara dengan intensitas rendah yang dihasilkan

oleh koklea baik secara spontan maupun setelah diberikan stimulus. Emisi

otoakustik dihasilkan oleh gerakan sel-sel rambut luar di telinga dalam.3

Pemeriksaan emisi otoakustik memiliki tujuan utama untuk menilai

koklea, khususnya fungsi sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk:

1) skrining pendengaran, 2) memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam

rentang tertentu, 3) membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan

pendengaran sensorineural, 4) pemeriksaan pada gangguan pendengaran

fungsional (berpura-pura) karena merupakan pemeriksaan yang objektif.3

b. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

Page 31: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

17

BERA merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktifitas listrik)

yang dihasilkan n. VIII, pusat neural, dan traktus di dalam batang otak sebagai

respons terhadap stimulus auditorik. Singkatnya, BERA mengukur auditory

evoked potential (AEP). AEP direkam menggunakan elektroda permukaan

yang terpasang pada kulit kepala. Selain dengan BERA, AEP dapat direkam

dengan electrococcleography (ECohG), middle latency response (MLR), dan

late latency response (LLR) tergantung dari onset munculnya gelombang

setelah pemberian stimulus (masa laten). BERA banyak digunakan untuk

mengukur AEP di klinik, terjadi 10 mdetik pertama setelah pemberian stimulus

dan menggambarkan aktivitas n. VIII sampai batang otak.20,21

Stimulus yang digunakan dalam pemeriksaan BERA berupa click dan

toneburst yang diberikan melalui transducer berupa insert probe, headphone,

dan bone vibrator. Transducer yang paling sering digunakan adalah insert

probe. Click merupakan stimulus dengan onset cepat dan durasi yang sangat

singkat (0,1 ms). Stimulus ini menghasilkan respons pada rerata frekuensi

antara 2.000-3.000 Hz. Sedangkan tone burst merupakan stimulus dengan

durasi singkat namun memiliki frekuensi spesifik (misalnya 500 Hz, 1 KHz, 2

KHz, dan 4 KHz). Setiap satu sesi perekaman diperlukan 1.000-2.000 stimulus

dengan kecepatan sekitar 20 stimulus per detik. Sedangkan pada bayi dapat

diberikan kecepata stimulus yang lebih besar sampai 39 kali per detik.20,21

Keuntungan pemeriksaan BERA antara lain: 1) tidak tergantung perilaku

anak; 2) tidak dipengaruhi pemakaian obat-obatan seperti sedativ atau pelemas

otot; 3) tidak invasif; 4) sensitivitas dan spesifisitas tinggi (sensitivitas 97-

100%, spesifistas 86-96%); 5) tidak dipengaruhi telinga luar maupun telinga

tengah; 6) reliabilitas inter dan intra subyek sangat tinggi. Kekurangan BERA

antara lain: 1) dipengaruhi bising lingkungan; 2) membutuhkan sedasi; 3)

waktu pemeriksaan lama; 4) memerlukan tenaga ahli dan harga alat yang

sangat mahal.20,21

Pemeriksaan BERA dapat digunakan untuk: 1) audiometri objektif; 2)

skrining pendengaran pada bayi; 3) menilai patologi retrokokhlear; 4) pasien

yang tidak kooperatif; 5) monitoring intra operatif; 6) evaluasi perkembangan

batak otak.20,21

Page 32: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

18

c. Behavioral Observation Audiometry (BOA)

Teknik pemeriksaan ini dilakukan pada anak berusia kurang dari 5 bulan.

BOA terbatas pada respons yang tidak diinstruksikan dan refleksif. Respon ini

dapat diamati terhadap stimulus berupa suara kompleks (frekuensinya tidak

spesifik) berupa bising, berbicara, atau musik yang dihasilkan suatu alat. Alat

ini dapat berupa alat yang sudah dikalibrasi dan kemudian menggunakan

pengeras suara atau dengan pembuat bising yang tidak terkalibrasi. Respon

yang dihasilkan sangat bervariasi pada bayi, dan biasanya tidak

menggambarkan perkiraan sensitivitas yang baik.22

d. Timpanometri

Teknik ini memberi grafik kemampuan telingan tengah untuk menjalarkan

energi suara (pemasukan, kelenturan) atau menghalangi energi suara

(impedance) sebagai fungsi tekanan udara di saluran telinga luar.22

e. Audiometri bermain (play audiometry)

Teknik pemeriksaan audiometri bermain digunakan pada anak usia 2 tahun

6 bulan sampai 5 tahun. Respon yang diamati pada audiometri permainan

berupa instruksi aktivitas motorik yang disertai permainan, seperti:

menyatukan balok dalam ember; menempatkan cincin pada pasak; atau

penyelesaian teka-teki.22

Gambar 2.12. Alur UNHS di RSCM Sumber: Perbandingan Hasil Pemeriksaan Reflek Akustik Ipsilateral dan ABR untuk Deteksi

Kurang Pendengaran Sensorineural pada Bayi dan Anak (2009)20

Page 33: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

19

Menurut Guideline of Universal Newborn Hearing Screening yang

dikeluarkan Joint Committe on Infant Hearing (JCIH) tahun 2007, pemeriksaan

yang dilakukan untuk skrinning pendengaran pada neonatus di rumah sakit sampai

anak berusia 1 bulan adalah dengan pemeriksaan otoaccoustic emission (OAE)

dan automated auditory brainstem response (AABR).4

Menggunakan beberapa metode tersebut di atas, Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo dan HTA Indonesia (lembaga penilai teknologi kesehatan

Indonesia) mengeluarkan alur skrining pendengaran neonatus universal seperti

yang tercantum pada gambar 2.12 dan 2.13.

Gambar 2.13. Diagram Skrining Gangguan Pendengaran, Konvensi HTA 2007

Sumber: Gambaran Hasil Pemeriksaan Emisi Otoakustik Sebagai Skrining Awal Pendengaran

Bayi Baru Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan dan Balai Pelayanan Kesehatan dr. Pirngadi

Medan (2009)3

OAE

Pass Refer

Faktor risiko?

Tidak Ya

Tidak perlu

ditindaklanjuti

Pemantauan perkembangan bicara

Pemantauan audiologi sekurang-

kurangnya tiap 6 bulan selama 3 tahun Habilitasi sebelum 6

bulan

Usia 3 Bulan:

1. Evaluasi otoskopi

2. Timpanometri

3. DPOAE

4. AABR

Pass Refer

Audiologic assessment

ABR click + tone burst

500Hz atau ASSR

Page 34: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

20

2.7 Faktor Risiko Kehilangan Pendengaran Pada Bayi dan Anak

Program skrinning pendengaran dan bahasa pada bayi dan anak

diprioritaskan pada mereka yang memiliki risiko terhadap gangguan pendengaran.

Pada tahun 2000, Joint Committe on Infant Hearing menetapkan pedoman

regsitrasi risiko tinggi terhadap ketulian sebagai berikut:

Pada bayi 0 - 28 hari

a. Kondisi atau penyakit yang memerlukan perawatan NICU (Noeonatal

ICU) selama 48 jam atau lebih.

b. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindoma tertentu yang

diketahui mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural atau konduktif.

c. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorineural yang

menetap sejak masa anak-anak

d. Anomali kraniofasial termasuk kelainan morfologi pinna atau liang telinga

e. Infeksi intrauterin seperti toksoplasma, rubella, virus cytomegalo, herpes,

sifilis.23

Pada bayi 29 hari – 2 tahun

a. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,

keterlambatan bicara, berbahasa atau keterlambatan perkembangan.

b. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak

masa anak-anak

c. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang

diketahui mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural, konduktif, atau

gangguan fungsi tuba Eustachius

d. Infeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural

termasuk meningitis bakterialis.

e. Infeksi intrauterin seperti toksoplasma, rubella, virus cytomegalo, herpes,

sifilis.

f. Adanya faktor risiko tertentu pada masa neonatus, terutama

hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal

yang membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan

extra-corporeal membrane oxygenation (ECMO).

Page 35: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

21

g. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang

progresif seperti Usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis.

h. Adanya kelainan neurodegeneratif seperti Hunter syndrome, dan kelainan

neuropati sensorimotorik misalnya Friederich’s ataxia, Charrot-Marrie

Tooth syndrome.

i. Trauma kapitis

j. Otitis media yang berulang atau menetap dusertai efusi telinga tengah

minimal 3 bulan.23

Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko tersebut mempunyai

kemungkinan mengalami ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi

yang tidak memiliki faktor risiko. Bila terdapat 3 buah faktor risiko

kecenderungan menderita ketulian diperkirakan 63 kali lebih besar dibandingkan

bayi yang tidak mempunyai faktor risiko tersebut. Pada bayi yang dirawat di

ruangan intensif (ICU), risiko untuk mengalami ketulian 10 kali lipat

dibandingkan dengan bayi normal.23

Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya dapat

mendeteksi sekitar 50% gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang

mengalami gangguan pendengaran tanpa memiliki faktor risiko dimaksud.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka saat ini upaya melakukan deteksi dini

gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program Newborn Hearing

Screening (NHS).23

2.8 Neonatus Risiko Tinggi Mengalami Gangguan Pendengaran

Daftar indikator risiko tinggi untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya

gangguan pendengaran kongenital maupun diidapat pada neonatus adalah sebagai

berikut:

a. Riwayat keluarga gangguan pendengaran sensorineural permanen

b. Anomali telinga dan kraniofasial

c. Infeksi intrauterin berhubungan dengan gangguan pendengara

sensorineural (infeksi toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes,

sifilis)

d. Gambaran fisik atau stigmata lain yang berhubungan dengan gangguan

pendengaran sensorineural, seperti sindrom Down, sindrom Wardenburg

Page 36: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

22

e. Berat lahir kurang dari 1500 gram

f. Nilai Apgar yang rendah (0-3 pada menit kelima, 0-6 pada menit

kesepuluh)

g. Kondisi penyakit yang membutuhkan perawatan di NICU 48 jam

h. Distress pernafasan (misalnya aspirasi mekoneum)

i. Ventilasi mekanik selama 5 hari atau lebih

j. Hiperbilirubinemia pada kadar yang memerlukan transfusi tukar

k. Meningitis bakterial

l. Obat-obatan ototoksik (msialnya gentamisin) yang diberikan lebih dari 5

hari atau digunakan sebagai kombinasi dengan loop diuretic.24

Bayi dengan 1 faktor resiko mempunyai kemungkinan menderita

gangguan pendengaran 10,1 kali dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor

resiko, bayi dengan 2 faktor risiko mempunyai kemungkinan 12,7 kali, sedangkan

bila terdapat 3 faktor risiko maka kemungkinan meningkat menjadi 63,2 kali.

Tetapi, 50% bayi dengan gangguan pendengaran bermakna ternyata tidak

mempunyai faktor resiko tersebut.24

2.9 Pentingnya Pendengaran Menurut Islam

Pentingnya pendengaran bagi manusia terbukti dengan ditemukannya 19

ayat al-Quran yang mengandung kata pendengaran. Bahkan, ada sebuah ayat yang

menjelaskan pentingnya pendengaran bagi seorang manusia yang baru dilahirkan.

Hal tersebut terdapat dalam al-Quran surat An-Nahl ayat 78, “Dan Allah

mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu

pun, dan Dia memberimu pendengaran, pengelihatan dan hati nurani, agar kamu

bersyukur.”11

Ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa saluran, yaitu panca

indera, pikiran yang sehat, berita yang benar, dan intuisi.25

Salah satu panca indera

adalah pendengaran. Sehingga apabila fungsi pendengaran terganggu, maka ilmu

pengetahuan yang diperoleh tidak maksimal. Hal tersebut berkaitan dengan

penemuan Itano dkk bahwa habilitasi pendengaran sebelum usia 6 bulan pada

anak dengan gangguan pendengeran dapat mempengaruhi kemajuan kemampuan

kognitif seorang anak.5

Page 37: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

23

2. 10. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.14. Kerangka Konsep Penelitian

Ada beberapa kemungkinan yang mempengaruhi responden mengisi

kuesioner perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan yang berisiko

mengalami gangguan pendengaran, diantaranya adalah: usia anak, jenis kelamin

anak, pekerjaan responden, tingkat pendidikan responden, rata-rata durasi

interaksi responden dengan anak dalam sehari. Penelitian ini mencari korelasi usia

dengan skor kuesioner, dengan memperhatikan faktor perancu tersebut.

Skrining pendengaran

sesuai guideline UNHS

Anak dengan gangguan

pendengaran

Anak tanpa gangguan

pendengaran

Habilitasi

Perkembangan normal

Pengisian kuisioner LittlEARS

Diduga gangguan

pendengaran

Karakteristik

Responden:

Pekerjaan,

pendidikan, durasi

interaksi dengan

anak.

Karakteristik Anak:

Usia, Jenis kelamin

: Fokus penelitian ini

Anak usia 0-24 bulan berisiko gangguan pendengaran (≥ 1 Faktor Resiko)

Hasil skor kuisioner

Page 38: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

24

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penilitian

Penelitian adalah berupa cross sectional (potong lintang) karena variabel

bebas dan variabel terikat diambil dalam satu waktu. Jenis penelitian ini

merupakan penelitian analitik korelatif karena salah satu tujuan penelitian ini

adalah mencari koefisien korelatif antara usia anak dengan skor kuesioner

LittlEARS. Koefisien korelatif ini nantinya akan menggambarkan apakah terdapat

hubungan searah antara usia anak dengan skor kuesioner LittlEARS dan seberapa

kuat korelasi tersebut. Data yang diambil mencakup karakteristik responden dan

hasil kuisioner perkembangan pendengaran LittlEARS. Kuisioner ini merupakan

kuisioner dengan pertanyaan tertutup.

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu Februari-Agustus 2013

dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Waktu Tempat

Penyusunan proposal dan perizinan 01 Januari 2013 -

21 April 2013

Kampus UIN

Pelaksanaan wawancara 28 April 2013 –

31 Agustus 2013

RS Budi Kemuliaan

dan wilayah sekitar

kediaman penulis

Pengolahan data 01 Agustus 2013-

03 September 2013

Kampus UIN

Penyusunan laporan 17 Agustus 2013-

09 September 2013

Kampus UIN

3.3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Anak RS Budi Kemuliaan, Jakarta. Selain

di RS Budi Kemuliaan, wawancara juga dilakukan di sekitar tempat tinggal

peneliti di Bogor, Tangerang, dan Depok.

3.4. Populasi Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah anak usia 0-24 bulan di Indonesia.

Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak usia 0-24 bulan di Tangerang,

Bogor, Depok, dan RS Budi Kemuliaan Jakarta.

Page 39: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

25

3.5. Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 0-24 bulan yang berisiko

gangguan pendengaran. Cara pemilihan sampel dengan consecutive sampling.

3.6. Besar Sampel

3.6.1. Perhitungan Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian

analitik korelatif.26

Keterangan:

Zα = Deviat baku alfa, Zβ = Deviat baku beta, r = koefisien korelasi

Nilai koefisien korelasi (r) skor LittlEARS dengan usia didapatkat

berdasar penelitian yang dilakukan oleh Geal-Dor sebesar 0,53. Penelitian

tersebut dilakukan pada orang tua dari anak yang dilakukan implantasi koklea.

Penelitian ini melibatkan 42 orang tua dari anak yang dilakukan implantasi koklea

dengan hearing age mencapai 24 bulan.8

Deviat baku alfa didapat dari kesalahan tipe I. Kesalahan tipe I adalah

kesalahan saat menolak hipotesis padahal hipotesis harusnya diterima. Kesalahan

tipe I dua arah dipilih dalam penelitian ini karena penelitian ini tidak mencari

hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Deviat baku

beta didapat dari kesalahan tipe II. Kesalahan tipe II adalah kesalahan saat

menerima hipotesis padahal hipotesis harusnya ditolak. Nilai kesalahan ditetapkan

peneliti, sebesar 10%. Sehingga didapatkan Zα = 1,645 dan Zβ = 1,282.

Page 40: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

26

3.6.2. Sampel yang Diambil

Jumlah sampel yang diambil adalah sejumlah minimal untuk uji korelasi

adalah 27 berdasarkan rumus diatas. Sedangkan untuk uji validitas dan uji

realibilitas, dibutuhkan minimal 30 sampel. Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan

adalah sebanyak 30.

3.7. Variabel Penelitian

Variabel terikat dari penelitian ini adalah skor kuisioner LittlEARS.

Sedangkan variabel bebas penelitian ini adalah usia anak saat pengisian kuisioner

dilakukan.

3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.8.1. Faktor Inklusi

Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah:

Anak usia 0-24 bulan yang datang ke Poli Anak RS Budi Kemuliaan

Responden dengan satu atau lebih faktor risiko gangguan pendengaran,

yaitu:

a. Riwayat ANC tidak rutin

b. Riwayat anak mengalami infeksi saluran nafas atas dengan frekuensi

lebih dari atau sebanyak satu kali dalam sebulan

c. Infeksi intrauterin berhubungan dengan gangguan pendengaran

sensorineural (infeksi toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus,

herpes, sifilis)

d. Berat lahir anak kurang dari 2000 gram

e. Riwayat ikterus pada anak saat baru lahir

f. Usia gestasi <37 minggu

g. Persalinan sectio cesarea

h. Menggunakan alat bantu nafas saat baru lahir, dengan suplementasi

oksigen

i. Imunisasi rutin sesuai jadwal pada anak

j. Konsumsi obat warung atau jamu selama kehamilan

Page 41: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

27

3.8.2. Faktor Eksklusi

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

Anak yang tidak bersedia mengikuti penelitian ini

Anak yang sudah diterapi gangguan pendengarannya

3.9. Cara Kerja

3.9.1. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian

Responden diwawancara untuk mengisi formulir karakteristik responden.

Bila terdapat faktor risiko dan usia sesuai kriteria inklusi, responden diminta

mengisi kuisioner LittlEARS sehingga didapat Skor I. Setelah rentang waktu

minimal 2 minggu, responden diwawancara ulang menggunakan kuesioner

LittlEARS melalui telepon sehingga didapat Skor II.

3.10. Kuesioner Penelitian

3.10.1 Kuesioner LittleEARS

Kuisioner LitleEARS merupakan alat pemeriksaan pilihan untuk deteksi

dini gangguan pendengaran pada anak. Kuesioner ini telah diterjemahkan ke

Bahasa Indonesia oleh Penulis beserta tim dan menghasilkan angka crobach’s

alpha sebesar 0,905 dalam uji pendahuluan. Kuisioner ini berisikan 35 pertanyaan

tertutup (ya atau tidak) tentang perkembangan fungsi pendengaran pada anak

dengan usia kurang dari 2 tahun. Skor kuisioner ini dinilai dengan menghitung

jumlah jawaban ya. Apabila anak memiliki pendengaran yang sehat, orang tua

Pengisian kuisioner

karakteristik responden

Pengisian kuisioner

LittlEARS I

Uji Reliabilitas

Uji Validitas

butir

Kesimpulan

Pemilihan responden berdasar

kriteria inklusi dan ekslusi

Pengisian kuisioner LittlEARS

dengan selang >2minggu

Skor I Skor II

Uji Korelasi

Umur

Karakteristik

responden dan Faktor

Risiko

Page 42: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

28

selesai mengisi kuisioner setelah memberikan jawaban ‘tidak’ dalam 6 pertanyaan

berturut-turut.8

3.10.2 Kuesioner Karakteristik Responden

Karakteristik responden diperlukan untuk mengetahui gambaran umum

responden dan untuk menyaring sampel agar sesuai kriteria inklusi dan tidak

mengikutkan yang termasuk dalam kriteria eksklusi. Karakteristik responden ini

perlu untuk mengontrol beberapa variabel perancu dan menentukan apakah

responden termasuk dalam kriteria inklusi.

3.10.2.1. Identitas Anak

Identitas anak ditanyakan langsung ke respoden dan dicatat pada kuesioner

karakteristik responden, dengan rincian pertanyaan sebagai berikut:

Berapa bulan usia anak anda saat ini ?

Anak urutan ke berapa dalam keluarga Anda ?

Apakah berat lahir cukup (>2000 gram) ?

Apakah anak membutuhkan alat bantu nafas saat dilahirkan ?

Apakah anak lahir cukup bulan (≥37 minggu) ?

Apakah anak rutin diimunisasi sesuai jadwal ?

Apakah anak pernah kuning ?

Apakah anak sering pilek (≥ 1 x dalam sebulan) ?

Persalinan secara normal atau cesarean?

3.10.2.2. Identitas Orang Tua

Identitas orang tua ditanyakan langsung ke respoden dan dicatat pada

kuesioner karakteristik responden, dengan rincian pertanyaan sebagai berikut:

Nama

Pendidikan

Kepedulian

Untuk mengukur tingkat kepedulian responden terhadap anak, ditanyakan

berapa lama biasanya responden berinteraksi dengan anak dalam sehari.

Pekerjaan

Riwayat penyakit saat mengandung anak ini

untuk mendapatkan keterangan riwayat penyakit pada ibu saat

Page 43: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

29

mengandung anak, responden ditanyakan: “Saat mengandung anak ini,

apakah ibu menderita penyakit tertentu?”

Riwayat rutin memeriksakan kehamilan ke dokter

3.11. Pengolahan Data

Pengolahan data, analisis statistik dan uji hipotesis dilakukan dengan

program SPSS 17. Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji normalitas data shapiro-wilk, uji korelasi bivariat spearman, uji

reliabilitas croanbach’s alpha dan perhitungan pearson product moment.

3.12. Definisi Operasional

Tabel 3.2. Definisi Operasional Penelitian

Variabel

yang diukur

Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran Skala

Pengukuran

Usia anak Peneliti Wawancara

menggunakan

kuesioner

karakteristik

responden

Menghitung rentang

waktu antara

kelahiran anak

sampai kuisioner

diisi. Output berupa

satuan waktu dalam

bulan, pembulatan

ke bawah.

Numerik

dalam

satuan

bulan

Skor

kuisioner

Little Ears

Peneliti Wawancara

menggunakan

kuisioner

perkembangan

pendengaran

anak

LittlEARS

Jika anak tanpa

gangguan

pendengaran dan ibu

sudah menjawab

‘tidak’ sebanyak 6

kali berturut-turut,

maka pengisian

kuisioner dihentikan.

Skor didapat dengan

menghitung jumlah

jawaban ya.

Numerik

dalam

rentang 0-

35

Page 44: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

30

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan wawancara perkembangan pendengaran menggunakan

kuesioner perkembangan pendengaran anak LittlEARS. Wawancara dilakukan

kepada 32 responden yang memiliki anak dengan kriteria inklusi. Wawancara

dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2013.

4.1 Statistik Deskriptif

4.1.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan wawancara, didapatkan 32 responden dengan karakteristik

yang disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik Persentase

(n=32)

Jenis Kelamin Anak

Laki-Laki 50 % (16)

Perempuan 50 % (16)

Pendidikan Terakhir Responden

SD-SMP 12,5% (4)

SMA 56,3% (18)

D3 12,5% (4)

S1 12,5% (4)

Tidak Menjawab 6,3% (2)

Durasi Responden Berinteraksi dengan Anak dalam Sehari

≥8 jam 67% (21)

<8 jam 33% (11)

Pekerjaan Responden

Ibu Rumah Tangga 37,5% (12)

Karyawan 25% (8)

Pegawai Swasta 15,6% (5)

Wiraswasta 9,4% (3)

Guru 6,3% (2)

Tidak Menjawab 6,3% (2)

Jumlah Faktor Risiko

1 50% (16)

2 37,5% (12)

3 9,4% (3)

4 3,1% (1)

Page 45: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

31

4.1.2. Sebaran Umur Anak

Gambar 4.1. Grafik Sebaran Umur Anak

Umur anak yang menjadi sampel penilitan ini memiliki rentang 1- 24

bulan dengan rerata 10,02 bulan (± 8,004). Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk

menguji normalitas variabel umur karena jumlah sampel kurang dari 50.

Berdasarkan uji Shapiro-Wilk didapatkan bahwa variabel umur bersebaran tidak

normal (P = 0,001).

Page 46: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

32

4.1.3. Sebaran Skor Kuesioner

Gambar 4.2. Grafik Sebaran Skor Kuesioner

Skor kuesioner yang didapat pada penelitian ini memiliki rentang 4-35

dengan rerata 21,78 (± 9,015). Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk menguji

normalitas variabel skor karena jumlah sampel kurang dari 50. Berdasarkan uji

Shapiro-Wilk didapatkan bahwa variabel umur bersebaran normal (P = 0,137).

4.2 Statistik Analitik

4.2.1. Validitas Kuesioner

Croanbach’s alpha digunakan untuk mengukur konsistensi internal

kuesioner. Nilai croanbach’s alpha dari kumpulan data responden kuesioner

penelitian ini adalah 0,943.

Tabel 4.2. Croanbach’s Alpha

Cronbach's

Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

0,943 0,943 35

Page 47: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

33

4.2.2. Validitas Butir Pertanyaan

Tabel 4.3. Pearson Product Moment dan Corrected item-total correlation

Urutan

Pertanyaan

r (kekuatan

korelasi)

Corrected item-Total

Correlation

1 0,360* 0,343

2 0,416* 0,393*

3 - -

4 0,401* 0,378*

5 0,503* 0,472*

6 0,507* 0,471*

7 0,636* 0,606*

8 0,462* 0,421*

9 0,611* 0,578*

10 0,394* 0,348

11 0,488* 0,467*

12 0,488* 0,467*

13 0,533* 0,502*

14 0,358* 0,322

15 0,632* 0,597*

16 0,738* 0,711*

17 0,618* 0,582*

18 0,468* 0,424*

19 0,475* 0,430*

20 0,697* 0,666*

21 0,679* 0,649*

22 0,785* 0,762*

23 0,736* 0,709*

24 0,752* 0,727*

25 0,697* 0,666*

26 0,703* 0,674*

27 0,788* 0,766*

28 0,661* 0,627*

29 0,694* 0,663*

30 0,652* 0,619*

31 0,729* 0,701*

32 0,700* 0,671*

33 0,365* 0,315

34 0,657* 0,628*

35 0,526* 0,484*

Suatu item kuesioner dikatakan valid jika r-hitung lebih besar dari r-tabel.

Nilai r-tabel untuk jumlah responden sebanyak 32 adalah r-tabel dengan derajat

kebebasan 30 (n-2). Nilai r-tabel dengan derajat kebebasan 30 adalah 0,349 untuk

taraf signifikansi 5%. Pada penelitian ini, r-hitung menggunakan nilai pearson

product moment.27

Berdasarkan tabel di atas, semua butir pertanyaan valid pada

taraf signifikansi 5%. Namun, pertanyaan butir 3 tidak dapat diukur validitasnya

karena semua responden menjawab ya.

Page 48: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

34

4.2.3. Uji Korelasi Umur dengan Skor

Uji korelasi yang digunakan adalah uji Spearman. Dari uji Spearman

didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,893 dengan P=0,000. Ini berarti terdapat

korelasi positif antara umur anak dengan jumlah skor kuesioner dengan kekuatan

hubungan sebesar 0,893.

Gambar 4.3. Grafik Scatterplot Usia dan Skor

4.2.4. Uji Korelasi Jumlah Faktor Risiko dengan Deviasi Skor

Deviasi skor adalah selisih antara skor normal dengan skor aktual. Skor

aktual adalah skor yang didapat pada penelitian ini. Sedangkan skor normal

adalah skor kuesioner yang normal berdasarkan usia anak. Skor normal

didapatkan dari persamaan yang diteliti oleh Coninx sebagai peneliti awal

terhadap kuesioner ini. Skor normal dihitung menggunakan persamaan dari

Coninx et.al.28

…………….. (4.1)

Keterangan:

a = skor normal

b = umur (bulan).

Sedangkan deviasi skor dihitung menggunakan persamaan:

……………………………………… (4.2)

Keterangan:

d = deviasi skor, a = skor normal, c = skor aktual.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 5 10 15 20 25 30

Sko

r K

ues

ion

er

Umur (bulan)

Sebaran Skor berdasar Usia

Page 49: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

35

Uji yang digunakan untuk mencari korelasi antara jumlah faktor risiko

dengan deviasi skor adalah uji Spearman. Dari uji spearman didapatkan koefisien

korelasi sebesar 0,006 dengan P=0,974. Ini berarti terdapat korelasi dengan arah

positif antara deviasi skor dengan jumlah faktor risiko dan kekuatan hubungannya

rendah yaitu sebesar 0,006. Namun, korelasi ini tidak bermakna karena P > 0,05

(P = 0,974).

Page 50: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

36

BAB 5

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

5. 1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, responden sebagian besar berpendidikan terakhir

SMA. Tidak ada kesulitan dalam menjawab semua pertanyaan yang ada di

kuesioner ini. Jenis kelamin anak yang menjadi subjek penelitian ini tersebar

merata antara laki-laki dan perempuan. Persebaran jenis kelamin yang merata ini

memperkecil faktor perancu akibat perbedaan proporsi jenis kelamin.

Durasi responden berinteraksi dengan subjek penelitan selama lebih dari

atau sama dengan 8 jam lebih banyak daripada yang kurang dari 8 jam. Durasi

interaksi lebih dari 8 jam dianggap cukup karena melebihi 50% dari durasi bayi

tidak tidur. Karena bayi kurang dari 24 bulan memiliki durasi tidur lebih dari 10

jam.29

Durasi interaksi yang panjang ini penting sebagai indikator bahwa

responden mengamati segala perkembangan subjek penelitian dengan baik.

Sebagian besar responden penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Hal ini sejalan

dengan durasi interaksi, dengan asumsi bahwa ibu rumah tangga memanfaatkan

seluruh waktunya dalam mengurus anak dan mengurus urusan rumah tangga di

rumah.

5. 2. Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Anak

5.2.1. Infeksi Selama Kehamilan: Infeksi Sitomegalovirus

Di Amerika Serikat, 5-15% dari bayi yang terkena infeksi CMV

kongenital menunjukan gejala tuli sensoris dan retardasi mental. Golongan ini

menunjukan gejala bukan pada waktu lahir melainkan pada pemeriksaan

selanjutnya. Sedangkan pada 90% dari bayi dengan infeksi CMV kongenital yang

menunjukan gejala klinis pada saat lahir dan berhasil melewati masa kritis,

mengalami tuli sensoris dan retardasi mental pada pemeriksaan selanjutnya.30

Pada penelitian ini, penulis menanyakan kepada responden apakah terjadi

infeksi intrauterine yang disertai demam dan bintik kemerahan pada trimester

awal kehamilan. Dari 32 responden, terdapat 1 responden yang menjawab

mengalami infeksi intrauterine. Sedangkan, angka kejadian tuli sensoris pada

CMV kongenital adalah 5-15% yang berarti terdapat 1-3 tuli sensoris setiap 20

Page 51: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

37

penderita CMV kongenital atau peluang terjadinya tuli sensoris pada penderita

CMV kongenital adalah sebesar 1/20. Sehingga sangat kecil kemungkinannya

repsonden ini mengalami gangguan pendengaran.

5.2.2. Persalinan Sectio Cesarea

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Smolkin dkk pada 1.653 bayi di

Israel, didapatkan bahwa pada bayi yang dilahirkan dengan sectio cesarea

mengalami kelainan dalam pemeriksaan OAE pertama sebesar 3 kali lebih tinggi

daripada bayi yang dengan persalinan pervaginam. Beberapa faktor yang

menyebabkan kelainan pada pemeriksaan OAE pertama yaitu jenis kelamin laki-

laki, persalinan cesarean (elective and emergency), berat janin rendah berdasar

usia gestasi (small for gestation age/SGA), dan umur bayi 12-23 jam pada

pemeriksaan OAE pertama. Kelaianan pada pemeriksaan OAE tersebut

diperkirakan karena terdapat cairan yang tertahan di telinga tengah yang mungkin

menggangu pendengaran neonatus dengan sectio cesarean.31

Pada penelitian ini, penulis menanyakan langsung ke responden apakah

persalinan pervaginam atau sectio cesarean. Dari 32 responden, 53,1% responden

dilakukan persalinan dengan sectio cesarean. Seperti diketahui bahwa persalinan

dengan sectio cesarean tidak mengurangi fungsi pendengaran pada bayi setelah

24 jam kelahiran. Sehingga pada responden dengan sectio cesarea ini tidak

mengalami gangguan pendengaran karena wawancara dilakukan saat anak berusia

1-24 bulan, sangat jauh dari usia 24 jam.

5.2.3. Kelahiran Prematur dan Suplementasi Oksigen

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robertson dkk pada 1.279

bayi di Kanada dengan usia gestasi ≤ 28 minggu, didapatkan angka kejadian

kehilangan pendengaran permanen (permanent hearing loss) sebesar 3,1%.

Kehilangan pendengaran permanen merupakan komplikasi tersering pada

prematur ekstrim yang dijumpai bersamaan dengan disabilitas lainnya. Selain itu,

suplementasi oksigen jangka panjang pada neonatus juga merupakan penentu

yang signifikan terhadap kejadian kehilangan pendengaran permanen.32

Pada penelitian ini, penulis menanyakan ke responden apakah bayi lahir

cukup bulan. Dari 32 responden, 3 responden menjawab bayi lahir kurang bulan.

Sedangkan untuk suplementasi oksigen, penulis menanyakan ke responden

Page 52: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

38

apakah bayi membutuhkan oksigen saat baru lahir. Dari 32 responden, sebanyak 2

responden menjawab bayi membutuhkan oksigen saat baru lahir. Seperti yang

sudah diketahui bahwa angka kejadian tuli permanen pada bayi prematur adalah

3,1% yang berarti kemungkinan terdapat 1 tuli sensoris setiap 30 bayi prematur.

Sehingga sangat kecil kemungkinannya repsonden ini mengalami gangguan

pendengaran.

5.2.4. Riwayat Ikterus

Ikterus tampak pada neonatus dengan konsentrasi bilirubin serum >5

mg/dl. Neonatus aterm rata-rata mencapai konsentrasi bilirubin serum puncak (5-6

mg/dl) pada hari ketiga dan keempat. Ikterus fisiologis yang memberat terjadi

pada konsentrasi bilirubin serum 7-17 mg/dl. Konsentrasi bilirubin serum ≥ 17

mg/dl pada bayi aterm merupakan suatu ikterus patologis. Penyebab tersering

ikterus neonatorum adalah peningkatan konsentrasi bilirubin indirek. Bilirubin

indirek bersifat neurotoksik bagi bayi.33

Berdasarkan penelitian terhadap 36 neonatus dengan hiperbilirubinemia di

RS Dr. Kariadi pada tahun 2009-2010 yang dilakukan oleh Susanto, didapatkan

bahwa kejadian gangguan pendengaran pada neonatus dengan hiperbilirubinemia

adalah 25%. Pada penelitian terebut, digunakan OAE dan ABR untuk mengetahui

adanya gangguan pendengaran. Faktor risiko gangguan pendengaran pada

neonatus dengan hiperbilirubinemia bukan dari kadar bilirubin indirek ≥ 12

mg/dl,33

melainkan kadar bilirubin serum total yang membutuhkan transfusi tukar4

seperti tabel dibawah.

Tabel 5.1. Kadar Ambang Bilirubin Serum yang Membutuhkan Transfusi Tukar

Umur

Bayi

Total Bilirubin Serum (mg/dl)

Bayi Risiko

Rendaha

Bayi Risiko

Sedangb

Bayi Risiko

Tinggic

0 jamd 16 14 12

24 jamd 19 16,5 15

36 jam 20,8 18 16

48 jam 22,1 19 17

72 jam 24 21 18,5

96 jam 24,8 22,2 19

5 hari 25 22,5 19

6 hari 25 22,5 19 Dimodifikasi dari: Neonatology: Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases, and

Drugs(2006)34

Ketentuan transfusi tukar untuk hiperbilirubinemia berdasar tabel diatas:

Page 53: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

39

a. Bayi risiko rendah adalah bayi sehat dengan usia gestasi ≥ 38 minggu

b. Bayi risiko sedang adalah bayi dengan usia gestasi ≥ 38 minggu disertai

keadaan yang memperberat atau 35-37 6/7 minggu yang sehat

c. Bayi risiko tinggi adalah bayi usia gestasi 35-37 6/7 minggu disertai keadaan

yang memperberat

d. Kadar ambang bilirubin serum bayi umur ≤ 24 jam tidak bisa dipastikan

karena luasnya kemungkinan keadaan klinis dan respons terhadap terapi sinar

e. Keadaan yang memperberat: penyakit hemolitik isoimmune, Defisiensi

G6PD, asfiksi, letargi signifikan, ketidakstabilan suhu, sepsis, asidosis

f. Transfusi tukar diberikan segera bila ditemukan tanda ensefalopati bilirubin

akut (hipertoni, arching, retrocollis, opisthotonos, demam, high-pitched cry)

atau jika total bilirubin serum ≥5mg/dl diatas kadar ambang.

Pada saat wawancara untuk penelitian ini, responden ditanyakan apakah

anak pernah kuning dan dirawat inap dan juga berapa nilai bilirubin saat itu.

Namun, sebagian besar responden yang menjawab anaknya pernah kuning tidak

dapat menyebutkan kadar bilirubin saat perawatan inap diberikan pada anak. Dari

32 responden, 10 responden menjawab anaknya pernah kuning atau ikterus.

Namun, tidak dapat dipastikan ikterus yang dijumpai adalah ikterus fisiologis atau

patologis karena tidak terdapat data kadar bilirubin pada responden. Diketahui

prevalensi hiperbilirubinemia >12 mg/dl pada bayi dengan gajala ikterus adalah

29,3%.35

Sedangkan, angka kejadian gangguan pendengaran pada neonatus

hiperbilirubinemia adalah 25%.33

Sehingga, angka kejadian gangguan

pendengaran pada neonatus ikterus adalah 7,2% yang berarti terdapat 7 neonatus

mengalami gangguan pendegaran dalam 100 neonatus dengan gejala ikterus.

Sehingga sangat kecil kemungkinannya repsonden ini mengalami gangguan

pendengaran.

5.2.5. Berat Bayi Lahir Rendah

Berdasarkan penelitian Botelho dkk, bayi dengan berat lahir rendah (≤

1.500 gram) berisiko 3,2 kali lebih tinggi mengalami gangguan dengar daripada

bayi dengan berat lahir ≥ 1.500 gram. Penelitian tersebut melibatkan 186 bayi.

Tingginya prevalensi gangguan dengar pada populasi tersebut merupakan alasan

Page 54: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

40

pentingnya pemeriksaan fungsi pendengaran dini. Angka kejadian gangguan

pendengaran pada bayi dengan berat lahir rendah adalah 9 dari 93 atau 9,6%.36

Sedangkan pada penelitian ini, penulis menanyakan kepada responden

apakah berat lahir bayi rendah. Dari 32 responden, 3 responden menjawab berat

bayi lahir rendah (<2.000 gram). Sedangkan, angka kejadian gangguan

pendengaran pada bayi berat lahir rendah adalah 9,6% yang berarti hanya terdapat

9 tuli sensoris setiap 100 bayi berat lahir rendah. Sehingga sangat kecil

kemungkinannya repsonden ini mengalami gangguan pendengaran.

5.2.6. Infeksi Saluran Nafas Atas Rekuren

Semakin sering anak mengalami infeksi saluran nafas atas, semakin besar

kemungkinan terjadinya otitis media akut.23

Pada otitis media akut, terjadi tahapan

perjalanan penyakit yaitu oklusi tuba eustachius, hiperemis, supurasi, perforasi,

dan resolusi. Infeksi saluran nafas atas berperan saat terjadi stadium oklusi tuba.

Oklusi tuba pada anak dengan infeksi saluran nafas atas terjadi karena reaksi

peradangan yang menekan tuba eustachius. Otitis media akut akan mengurangi

fungsi telinga tengah dalam menghantarkan suara. Pada stadium perforasi, fungsi

membran timpani sebagai penggerak tulang pendengaran di telinga tengah akan

hilang dan kemudian fungsi telinga tengah sebagai pengamplifikasi suara akan

hilang. Kehilangan fungsi telinga tengah akan menurunkan sensitifitas

pendengaran sebesar 15-20 desibel.14

Pada penelitian ini, penulis menanyakan ke responden apakah anak sering

mengalami infeksi saluran nafas berupa keluhan hidung pilek dengan frekuensi

setiap bulan minimal terjadi sekali. Dari 32 responden, 21,9% responden

menjawab anak sering pilek dengan frekuensi minimal satu bulan sekali. Keluhan

infeksi saluran nafas atas pada responden ini kemungkinan dapat diatasi dengan

pengobatan yang adekuat sehingga tidak menimbulkan otitis media akut dan

penurunan fungsi pendengaran.

5.2.7. Imunisasi Rutin Sesuai Jadwal

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Noorbakhsh dkk terhadap 95 bayi

dengan tuli sensorineural di Iran, ditemukan beberapa penyakit pada bayi dengan

tuli sensorineural yaitu CMV, toksoplasma, mumps, rubella, dan herpes simplex.

Agen infeksius memiliki peran signifikan pada tuli sensorineural idiopatik, tapi

Page 55: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

41

bukan merupakan kausa. Tuli sensorineural yang diinduksi mumps dan rubella

dapat dicegah dengan imunisasi rutin.37

Pada penelitian ini, semua responden melakukan imunisasi rutin pada

anaknya. Hal ini karena responden penelitian ini adalah pasien yang sedang

melakukan kunjungan ke rumah sakit untuk imunisasi.

5.2.8. Kelainan Kongenital Telinga

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak

lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Berdasarkan

patogenesisnya, kelainan kongenital dapat dibedakan menjadi 1) malformasi, 2)

deformasi, 3) Disrupsi, 4) displasia.38

Kelainan kongenital pada telinga jarang menyerang sistem labirin, tapi

sering menyerang telinga luar dan telinga tengah. Hal ini terjadi karena sistem

labirin terbentuk dari jaringan primordial yang berbeda dengan jaringan

primordial untuk telinga tengah dan telinga luar. Primordia jaringan telinga luar

adalah jaringan dari lenkung brankial pertama dan kedua. Sedangkan telinga

tengah dibentuk oleh ujung faring pertama dan mesenkim sekitarnya yang juga

merupakan bagian dari lengkung brankial pertama dan kedua. Kelainan kongenital

pada telinga luar dan tengah sering terjadi bersamaan, dan seringkali juga disertai

dengan kelainan kongenital sistem lain.39

Beberapa kelainan kongenital telinga yang paling sering terjadi dan

berhubungan dengan gangguan pendengaran adalah: mikrotia, stenosis atau

atresia tulang rawan dan/atau tulang liang telinga luar, malformasi tulang

pendengaran, dan pembentukan telinga tengah atau ruang mastoid yang terbatas

atau tidak terbentuk sama sekali.39

Beberapa kelainan kongenital dapat memunculkan manifestasi klinis

berupa gangguan pendengaran. Sindroma kongenital yang berhubungan dengan

gangguan pendengaran diantaranya: 1) sindroma hunter, 2) sindroma

Waardenburg, 3) sindroma Alport, 4) sindroma pandred, 5) sindroma Jervel and

Lange-Nielson, 6) sindroma usher, 7) sindroma charchot-marie-tooth.

Pada penelitian ini, penulis mencari kemungkinan penyebab kelainan

kongenital dengan menanyakan konsumsi obat warung (tanpa resep dokter) atau

jamu pada responden dan rutin cek kehamilan ke dokter (antenatal care rutin).

Page 56: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

42

Konsumsi obat tanpa resep dari dokter dan konsumsi jamu dianggap dapat

menyebabkan malformasi kongenital karena kemungkinan obat atau jamu tersebut

tergolong atau mengandung obat teratogenik. Salah satu obat yang dapat

menyebabkan kelainan pembentukan telinga adalah thalidomide yang dikonsumsi

oleh ibu hamil pada trimester awal.39

Riwayat ANC rutin dianggap mampu

mengurangi kemungkinan terjadinya malformasi kongenital karena saat ANC

dilakukan pemantauan janin dan pemberian suplemen asam folat yang cukup

untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Dari 32 responden, 28,1%

responden menjawab pernah mengkonsumsi obat warung atau jamu selama hamil.

Sedangkan untuk riwayat ANC rutin, sebagian besar responden (96,9%)

menjawab melakukan ANC rutin. Tidak ada data obat apa yang dikonsumsi ibu

selama hamil dalam responden penelitian ini.

5.3. Validitas dan Realibilitas Kuesioner Penelitian

Berdasarkan teori skor-murni klasik, validitas kuesioner mengukur

seberapa jauh suatu kuesioner menghasilkan skor yang mendekati skor-murni.

Validitas kuesioner dianggap sempurna bila skor yang dihasilkan oleh kuesioner

tersebut (skor-tampak) sama dengan skor-murni. Semakin dekat skor-tampak

dengan skor-murni berarti semakin tinggi validitas dan sebaliknya semakin rendah

validitas hasil pengukuran berarti semakin besar perbedaan skor-tampak dari skor-

murni.40

Sedangkan realibilitas menurut teori skor-murni klasik dapat dipahami dari

beberapa interpretasi. Pertama, suatu tes dikatakan realibilitas jika skor-tampak itu

berkorelasi tinggi dengan skor murninya sendiri. Reliabilitas juga dapat

ditafsirkan sebagai seberapa tingginya korelasi antara skor-tampak pada dua tes

yang paralel.40

Pada penelitian ini, uji validitas tiap butir pertanyaan dilakukan dengan

membandingkan r-hitung dari setiap butir pertanyaan dengan r-tabel. Nilai r-

hitung yang digunakan adalah Pearson product moment. Berdasarkan perhitungan

tersebut, semua butir pertanyaan valid untuk ditanyakan pada responden berusia

0-24 bulan dengan faktor risiko gangguan pendengaran. Namun, butir pertanyaan

3 tidak dapat diukur validitasnya karena semua responden menjawab dengan

jawaban yang sama yaitu ya.

Page 57: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

43

Sedangkan untuk menilai validitas dan reliabilitas kuesioner, dilakukan

dengan uji croanbach’s alpha. Nilai croanbach’s alpha lebih dari 0,70

menunjukan validitas yang baik.41

Berdasarkan uji croanbach’s alpha pada

kuesioner ini, didapat nilai alpha sebesar 0,943. Ini berarti validitas dan reliabilitas

kuesioner ini baik karena nilai alpha diatas 0,700. Pada kumpulan data ini terdapat

beberapa skor yang menyimpang cukup jauh dari skor normalnya berdasarkan

umur anak yang dihitung menggunakan persamaan 4.1. Skor yang menyimpang

ini, sudah dilakukan wawancara ulang dengan hasil yang tidak jauh berbeda

dengan wawancara pertama. Responden dengan penyimpangan yang cukup jauh

di atas nilai normal ini sebagian besar menjawab ya pada butir pertanyaan yang

mengukur kemampuan reseptif, bukan ekspresif. Hal ini terjadi karena terdapat

variasi yang besar dari individu dalam kecepatan perkembangan dan cara

belajarnya.42

5.4. Analisis Korelasi Bivariat

5.4.1. Korelasi umur dengan skor

Korelasi umur anak dengan skor pada populasi sampel didapatkan

hubungan positif dengan kekuatan sebesar 0,893 (p=0,000). Ini berarti, setiap

peningkatan umur terjadi peningkatan skor. Hal ini diduga karena pada responden

penelitian ini tidak mengalami gangguan pendengaran. Hal ini karena angka

kejadian gangguan pendengaran pada kelompok masing-masing faktor risiko

adalah kecil (<10%) sehingga sampel pada penelitian ini tidak menjangkau angka

kejadian yang kecil tersebut.

5.4.2. Korelasi jumlah faktor risiko dengan deviasi skor

Uji korelasi jumlah faktor risiko dengan deviasi digunakan untuk

mengetahui bagaimana kekuatan hubungan jumlah faktor risiko dengan

penurunan skor dari skor normal. Skor normal dihitung menggunakan persamaan

4.1 yang didapatkan dari penelitian awal kuesioner ini di Jerman. Uji korelasi

yang digunakan adalah uji Spearman-rho karena jumlah faktor risiko adalah

variabel yang bersifat ordinal. Berdasarkan uji spearman, korelasi antara jumlah

faktor risiko dengan skor tidak bermakna. (P>0,05). Korelasi ini tidak bermakna

karena sampel dalam penelitian ini kemungkinan tidak mengalami gangguan

pendengaran. Hal ini diduga karena, angka kejadian gangguan pendengaran pada

Page 58: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

44

masing-masing faktor risiko adalah kecil (<10%) sehingga sampel pada penelitian

ini tidak menjangkau sebagian kecil tersebut.

5.5. Kuesioner LittlEARS untuk Pre-Skrining Gangguan Pendengaran

Skrining untuk gangguan pendengaran hanya menunjukan ada/tidak

adanya respons terhadap rangsangan dengan intensitas tertentu pada pendengaran

seseorang neonatus dan tidak mengukur beratnya gangguan pendengaran ataupun

membedakan tuli konduktif atau sensorineural. Syarat skirining pendengaran

neonatus diantaranya adalah mudah dan cepat dikerjakan, tidak invasif, tidak

mahal, dapat mengidentifikasi semua bayi dengan gangguan pendengaran

bilateral, nilai false positif ≤ 3%, false negatif 0% dan angka refer (rujuk) untuk

uji audiologik formal setelah skrining tidak boleh melebihi 4%.24

Pada penelitian ini, tidak didapatkan nilai false positif dan false negatif

karena tidak dilakukan uji diagnostik pada penelitian ini. Sehingga, kuesioner

perkembangan pendengaran anak LittlEARS tidak dapat digunakan untuk skrining

gangguan pendengaran. Namun, kuesioner littlears dapat digunakan untuk

mengukur perkembangan pendengaran dan bicara pada anak. Sehingga apabila

skor kuesioner seseorang anak barada dibawah nilai normal berdasarkan umurnya,

anak tersebut dapat dicurigai mengalami gangguan pendengaran dan harus

diperiksa lebih lanjut. Dengan kata lain, kuesioner littlears berbahasa Indonesia

dapat digunakan untuk skrining awal (pre-skrining) gangguan pendengaran pada

anak usia 0-24 bulan.

5.6. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Jumlah sampel setiap faktor risiko sedikit sehingga tidak menjangkau

sampel yang mengalami gangguan pendengaran

Kriteria inklusi untuk masing-masing faktor risiko terlalu luas. Misalkan

pada kriteria inklusi bayi dengan berat lahir rendah, ambang batas

penelitian ini adalah 2000 gram sedangkan menurut literatur adalah 1500

gram. Akibatnya, pada penelitian ini tidak menjangkau populasi yang

benar-benar berisiko mengalami gangguan pendengaran.

Page 59: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

45

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

Rentang Skor Kuesioner Litlears pada anak umur 1-24 bulan dengan

faktor risiko gangguan pendengaran adalah 4-35.

Kuesioner perkembangan pendengaran anak LitleEARS dapat digunakan

untuk mengetahui perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan

dengan faktor risiko gangguan pendengaran karena memiliki validitas dan

reliabilitas yang baik (alpha = 0,943).

Kuesioner perkembangan pendengaran anak LitleEARS dapat digunakan

untuk skrining awal (pre-screening) gangguan pendengaran karena valid

untuk pengukuran perkembangan pendengaran anak. Kuesioner ini tidak

dapat digunakan untuk skrining gangguan pendengaran karena belum

memenuhi syarat uji skrining.

Korelasi antara usia anak dengan skor kuesioner pada anak dengan risiko

gangguan pendengaran adalah positif dengan kekuatan sebesar 0,893

(p=0,000).

Korelasi jumlah-faktor-risiko dengan deviasi skor didapatkan hasil yang

tidak bermakna (p>0,05) sehingga korelasi jumlah-faktor-risiko dengan

deviasi skor tidak dapat disimpulkan.

6.2. Saran

Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan uji diagnostik dengan desain

cohort pada kuesioner ini agar dapat ditentukan apakah kuesioner ini dapat

digunakan untuk skrining gangguan pendengaran pada anak dengan faktor

risiko gangguan pendengaran. Uji diagnostik dilakukan dengan baku emas

OAE dan ABR sesuai alur skrining. Faktor risiko tidak hanya didapat

melalui wawancara melainkan dari hasil pengukuran.

Butir pertanyaan nomor 3 perlu diteliti lebih lanjut karena tidak ada variasi

jawaban dari responden pada penelitian ini.

Page 60: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

46

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarmin H. Pencegahan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di Indonesia.

Available at: http://www.discoverbetterhearing.com/downloads/newsletter/thsc-

edisi-4-2006.pdf. Diakses pada 16 Januari 2013 pukul 14.58 WIB; 2006.

2. Bashiruddin J. Newborn Hearing Screening in Six Hospitals in Jakarta and

Surroundings. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009; 59(2):51-4.

3. Trihandani O. Tesis: Gambaran Hasil Pemeriksaan Emisi Otoakustik Sebagai

Skrining Awal Pendengaran Bayi Baru Lahir di RSUP H. Adam Malik Medan dan

Balai Pelayanan Kesehatan dr. Pirngadi Medan. Medan: Universitas Sumatera

Utara; 2009.

4. Joint Comitte on Infant Hearing. Year 2007 Position Statement: Pinciples and

Guidelines for Early Hearing Detection and Intervention Programs. Pediatrics.

2007 Oct;120(4):898-921.

5. Itano YC, Sedey AL, Coulter DK, Mehl AL. Language of Early- and Later-

identified Children With Hearing Loss. Pediatrics. 1998 Nov;102(5):1161-71.

6. Suwento R. Skrining Pendengaran Bayi Baru Lahir. PKGTK Sub Dep THT

Komunitas. Bagian THT-KL FKUI-RSCM. Dalam: Kumpulan Abstrak KONAS

Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia XIV. Surabaya; 2007.

7. Fatmawaty, Gunardi H, Suwento R, Latief A, Suradi R, Mangunatmadja I. The

Role of Hearing Capability Test as a Screening Test for Possibility of Hearing

Disorder in Children With Speech Delay. Pediatrica Indonesiana. 2007;46(11-12):

255-9.

8. Geal-Dor M, Jbarah R, Meilijson S, Adelman C, Levi H. The Hebrew and the

Arabic version of the Little Ears Auditory Questionnaire for the Assessment of

Auditory Development: Results in Normal Hearing Children and Children With

Cochlear Implants. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2011;75:1327–32.

9. Langman J, Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: EGC; 2009.

10. Van de Water, Thomas R, Staeker, Henrich. Otolaryngology: Basic Science and

Clinical Review. New York: Thieme; 2005.

11. Al-Quran

Page 61: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

47

12. Boies LR, Adams GL, et. al. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta:

EGC; 1997.

13. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC; 2003

14. Guyton AC, Hall JE. The Sense of Hearing in Textbook of Medical Physiology.

Philadelphia: Elsevier Inc; 2006: 651-62.

15. Bellman S, Vanniasegaram I. Testing Hearing in Children. In: Scott-Brown’s

Otolaringology. Pediatric Otolaryngology. Vol 6. Ed. 6th

. London: Butterworth-

Heinemann; 1997: 1-16.

16. Feldman AS, Grimes CT. Audiologi. Dalam: Ballenger J.J. Penyakit Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid Dua. Alih bahasa: Staf ahli THT

RSCM-FKUI. Jakarta: Binarupa Aksara. H; 1997: 273-304.

17. Irwanto, Suryawan A, Narendra MB. Naskah Lengkap Continuiting Education

Ilmu Kesehatan Anak XXXVI, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI:

Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: SMF IKA RSU Dr Soetomo;

2006.

18. Azwar A. Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015 Bidang

Kesehatan. Jakarta: Bappenas, Kelompok Kerja Penyusunan PNBAI 2015.

Available at www.bappenas.go.id/get-file-server/node/334/. Diakses pada 14

Januari 2013, 06.46 WIB; 2006.

19. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Survei

Kesehatan Nasional 2001. Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002.

20. Budiwan A. Tesis: Perbandingan Hasil Pemeriksaan Reflek Akustik Ipsilateral

dan Auditory Brainstem Response untuk Deteksi Kurang Pendengaran

Sensorineural pada Bayi dan Anak. Semarang: Program Pasca Sarjana Magister

Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kesehatan

THT-KL, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2009.

21. Herwanto Y. Brainstem Evoked Response Audiometry. Medan: Departemen THT-

KL FK USU/RSUP H. Adam Malik; 2010.

22. Haddad J. Hearing Loss, Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th

ed.

Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004.

23. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Hafil AF, Cahyono A, et.al.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.

Jakarta: Penerbit FKUI; 2007.

Page 62: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

48

24. Rundjan L, Amir I, Suwento R, Mangunatmadja I. Skrining Gangguan

Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri. 2005;6(4):149-54.

25. Hidayat N. Filsafat Ilmu: Islam vs Barat. Available at:

http://www.hidayatullah.com/read/2013/08/20/5942/filsafat-ilmu-islam-vs-

barat.html. Diakses pada 23 September 2013 pukul 20.00 WIB; 2013.

26. Dahlan MS. Seri Evidence Based Medicine 1, Edisi 4: Statistik untuk Kedokteran

dan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.

27. Sunyoto D, Setiawan A. Analisis Reliabilitas dan Validitas dalam Buku Ajar:

Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013: 54-78.

28. Coninx F, Weichbold V, Tsiakpini L. The LittlEARS®

Auditory Questionnaire.

Innsbruck: MED-EL; 2003.

29. Needlman RD. Pertumbuhan dan Perkembangan. Dalam: Wahab AS. (ed) Ilmu

Kesehatan Anak Nelson Vol 1 Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000: 45-60.

30. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, Merdjani A, Syoeib AA,

et.al. Sitomegalovirus dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta:

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012: 276-91.

31. Smolkin T, Mick O, Dabbah M, Blazer S, Geakovsk G, Gabay N, et.al. Birth by

Cesarean Delivery and Failure on First Otoacoustic Emissions Hearing Test.

Pediatrics. 2012 July;130(1):95-100.

32. Robertson CMT, Howarth TM, Bork DLR, Dinu IA. Permanent Bilateral Sensory

and Neural Hearing Loss of Children After Neonatal Intensive Care Because of

Extreme Prematurity: A Thirty-Year Study. Pediatrics. 2009 May;123(5):797-807.

33. Susanto. Tesis: Risiko Gangguan Pendengaran Pada Neonatus

Hiperbilirubinemia. Semarang: Universitas Dipenogoro; 2010.

34. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FB. Hyperbilirubinemia, Indirect

(Unconjugated Hyperbilirubinemia) in Neonatology: Management, Procedures,

On-Call Problems, Diseases, and Drugs. USA: The McGraw-Hill Companies,

Inc; 2009: 498-508.

35. Widyastuti. Tesis: Perbandingan Peningkatan Kembali Kadar Bilirubin Serum

Setelah Fototerapi Tunggal dengan Fototerapi Ganda. Medan: Universitas

Sumatera Utara; 2011.

36. Botelho FA, Bouzada MCF, Resende LM, Silvia CFX, Oliviera EA. Prevalence of

Hearing impairment in Children at Risk. Braz J Otorhinolaryngol. 2010;76(6):

739-44.

37. Noorbakhsh S, Farhadi M, Tabatabaei A, Mohamadi S, Jomeh E. Infection in

Childhood Sensory Hearing Loss. Saudi Med J. 2008 Oct; 29(10): 1470-4.

38. Indrasanto E, Effendi SH. Pendekatan diagnosis kelainan bawaan menurut

klasifikasi European Registration of Congenital Anomalies (EUROCAT). Dalam:

Page 63: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

49

Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008: 41-

70.

39. Feldman AS, Grimes CT. Kelainan Kongenital Telinga. Dalam: Ballenger J.J.

Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid Dua. Alih bahasa:

Staf ahli THT RSCM-FKUI. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997: 485-94.

40. Azwar S. Realibilitas dan Validitas. Edisi IV, Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit

Pustaka Pelajar; 2012.

41. Nunnally JC, Bernstein IH. The Assessment of Realibility, in: J. Vaicunas, B.

Bertram (ed). Psychometric Theory. USA: McGraw-Hill Inc; 1994: 264-5.

42. Soetjiningsih. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Dalam: Narendra MB,

Sularyo TS, Soetjiningsih, et.al. (ed). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Buku

Ajar I. Jakarta: IDAI; 2010: 86-94.

Page 64: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

50

LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Informed Consent dan Kuesioner Karakteristik Responden

Lembar Penjelasan dan Pernyataan (Informed Consent) Responden

Adaptasi Kuesioner LittlEARS Berbahasa Indonesia

Untuk Perkembangan Pendengaran Anak Usia 0-24 Bulan

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Daftar pertanyaan (kuesioner) ini bertujuan untuk mengadaptasikan

kuesioner perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan di Indonesia dan

mengetahui rentang skor normal pada berbagai usia anak. Hasil dari kuesioner ini

hanya semata-mata untuk data penyusunan skripsi kami mengenai adaptasi

kuesioner perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan di Indonesia.

Maka dengan segala kerendahan hati kami mohon kesediaan

Bapak/Ibu/Saudara/i mengisi daftar pertanyaan (kuesioner) dengan lengkap dan

betul-betul menggambarkan kondisi yang ada dan bersedia untuk mengisi kembali

kuesioner ini dalam rentang 2 minggu sampai 1 bulan. Kerahasiaan hasil

kuesioner ini sangat terjaga dan hanya digunakan untuk menyelesaikan studi kami

pada Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jika Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia untuk menjadi responden untuk

kuesioner ini silahkan bertanda tangan di bawah ini. Terima Kasih atas waktu

yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i luangkan untuk mengisi kuesioner ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pewawancara, Responden,

_____________________ _____________

Page 65: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

51

(lanjutan)

Keterangan Responden Penelitian

Tanggal:

Nama Anak:

Tanggal Lahir Anak:

Usia:

Nama Orang Tua/Wali:

Nomor yang bisa dihubungi. Rumah :

Hp :

Pekerjaan Orang Tua/Wali:

Pendidikan Orang Tua/Wali:

Lama menemani anak (jam/hari):

Anak ke:

Lama berinteraksi dengan anak (jam/hari):

Riwayat selama kehamilan: - Rutin cek ke dokter (ya/tidak)

- Konsumsi obat/jamu (ya/tidak)

- Sakit selama kehamilan (ya/tidak)

- Riwayat infeksi selama kehamilan (ya/tidak)

Riwayat kelahiran : - Lahir cukup bulan, ≥37 minggu (ya/tidak)

- Berat lahir > 2kg (ya/tidak)

- Normal/tidak

- Perlu alat bantu nafas (ya/tidak)

- Riwayat kuning (ya/tidak)

Riwayat anak: - Imunisasi rutin sesuai jadwal (ya/tidak)

- Anak sering pilek (ya/tidak)

Page 66: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

52

Lampiran 2: Kuesioner Perkembangan Pendengaran Anak LittlEARS

No. Respon Auditori Jawaban Contoh

1 Apakah anak Anda merespon suara yang sudah lazim?

( ) Ya ( ) Tidak

Tersenyum; melihat ke arah sumber; berbicara dengan mimik

2 Apakah anak Anda mendengar orang lain yang sedang berbicara?

( ) Ya ( ) Tidak

Mendengar; menunggu dan mendengar; melihat ke arah orang yang berbicara untuk waktu yang lama

3 Ketika seseorang berbicara, apakah anak Anda menoleh ke arah pembicara?

( ) Ya ( ) Tidak

4 Apakah anak Anda tertarik dengan mainan yang mengeluarkan suara atau bunyi?

( ) Ya ( ) Tidak

Mainan yang diremas berbunyi kertak-kertuk

5 Apakah anak Anda mencari orang yang berbicara yang tidak terlihat olehnya?

( ) Ya ( ) Tidak

6 Apakah anak Anda mendengarkan ketika radio/pemutar CD/pemutar kaset dimainkan?

( ) Ya ( ) Tidak

Mendengar: menoleh ke arah suara, memperhatikan, tertawa atau bernyanyi/berbicara “mengikuti suara”

7 Apakah anak Anda merespon suara yang jauh?

( ) Ya ( ) Tidak

Ketika dipanggil di ruang lain

8 Apakah anak Anda berhenti menangis ketika Anda berbicara dengannya walaupun ia tidak melihat Anda?

( ) Ya ( ) Tidak

Anda mencoba membuat nyaman sang anak dengan suara lembut atau lagu tanpa adanya kontak mata

9 Apakah anak Anda merespon dengan ketakutan (kegelisahan) ketika mendengar suara marah?

( ) Ya ( ) Tidak

Menjadi sedih dan mulai menangis

10 Apakah anak Anda “mengenali” tanda-tanda akustik?

( ) Ya ( ) Tidak

Kotak musik menjelang tidur; nina bobo; air mengalir dalam tabung

11 Apakah anak Anda mencari sumber suara yang berada di kiri, kanan, atau belakangnya?

( ) Ya ( ) Tidak

Anda memanggil atau mengucapkan sesuatu, anjing menggonggong, dll. Dan anak Anda mencari dan menemukan sumber suara tersebut

12 Apakah anak Anda bereaksi ketika nama dipanggil?

( ) Ya ( ) Tidak

13 Apakah anak Anda mencari sumber suara yang berada di atas atau bawahnya?

( ) Ya ( ) Tidak

Jam dinding, atau sesuatu yang jatuh di lantai

14 Ketika anak Anda sedih atau murung, bisakah ia ditenangkan atau dipengaruhi dengan musik?

( ) Ya ( ) Tidak

15 Apakah anak Anda mendengarkan di telepon dan apakah ia tampak mengetahui adanya orang yang sedang berbicara?

( ) Ya ( ) Tidak

Ketika nenek atau ayah menelpon, sang anak mengambil alat penerima dan “mendengarkan”

16 Apakah anak Anda merespon musik dengan gerakan ritmik?

( ) Ya ( ) Tidak

Sang anak menggerakkan lengan/kaki sesuai dengan alunan musik

17 Apakah anak Anda mengetahui bahwa suara tertentu berhubungan dengan objek atau

( ) Ya ( ) Tidak

Sang anak mendengar suara pesawat dan melihat ke arah langit. Atau mendenga mobil dan melihat ke arah

Page 67: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

53

kejadian tertentu? jalan.

18 Apakah anak Anda merespon dengan sesuai terhadap ucapan pendek atau sederhana?

( ) Ya ( ) Tidak

“Berhenti!” “Yekh!” “Jangan!”

19 Apakah anak Anda merespon kata “jangan” dengan menghentikan kegiatannya saat itu?

( ) Ya ( ) Tidak

Kata “jangan, jangan” – yang diucapkan dengan intonasi kuat meski si anak tidak melihat anda (!) – sangatlah efektif

20 Apakah anak Anda mengetahui nama anggota keluarganya?

( ) Ya ( ) Tidak

Mana – ayah, ibu, mark,...

21 Apakah anak Anda menirukan suara ketika ditanya?

( ) Ya ( ) Tidak

“aaa”, “ooo”, “iii”

22 Apakah anak Anda mengikuti perintah sederhana?

( ) Ya ( ) Tidak

“ke sini”; “lepas sepatumu”

23 Apakah anak Anda mengerti perintah sederhana?

( ) Ya ( ) Tidak

“Mana perutmu ibumu?”; “mana ayah?”

24 Apakah anak Anda membawakan barang yang diminta?

( ) Ya ( ) Tidak

“ambilkan saya bola dan lain-lain”

25 Apakah anak Anda meniru suara atau kata-kata yang Anda ucapkan?

( ) Ya ( ) Tidak

“ucapkan: guk, guk”; katakan:m-o-b-i-l

26 Apakah anak Anda menghasilkan suara yang sama dengan mainan?

( ) Ya ( ) Tidak

“Brum” untuk mobil, “moo” untuk sapi.

27 Apakah anak Anda mengetahui suara tertentu yang muncul dari binatang tertentu?

( ) Ya ( ) Tidak

Guk guk = anjing, meong = kucing, kukuruyuk = suara ayam jantan muda/ayam jantan

28 Apakah anak Anda mencoba meniru suara di sekelilingnya?

( ) Ya ( ) Tidak

Suara binatang, suara alat-alat rumah tangga, suara sirine mobil polisi

29 Apakah anak Anda mengulang rangkaian suku kata pendek dan panjang dengan benar?

( ) Ya ( ) Tidak

“la-la-laa”

30 Apakah anak Anda memilih benda yang benar dari sekumpulan benda ketika ditanya?

( ) Ya ( ) Tidak

Anda memainkan mainan berbentuk hewan dan menanyakan “kuda”; Anda memainkan bola warna-warni dan menanyakan “bola warna merah”

31 Apakah anak Anda mencoba ikut menyanyikan lagu ketika mendengar sebuah lagu?

( ) Ya ( ) Tidak

“sajak anak-anak”

32 Apakah anak Anda mengulang kata tertentu ketika diminta?

( ) Ya ( ) Tidak

“katakan halo pada nenek”

33 Apakah anak Anda suka mendengarkan dongeng?

( ) Ya ( ) Tidak

Dari buku atau dari buku gambar

34 Apakah anak Anda mengikuti perintah yang rumit?

( ) Ya ( ) Tidak

“lepas sepatumu dan kesinilah”

35 Apakah anak Anda mencoba menyanyikan lagu-lagu tertentu?

( ) Ya ( ) Tidak

Nina bobo

Nilai total = semua pertanyaan yang dicentang “ya”

(lanjutan)

Page 68: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

54

Lampiran 3. Analisis SPSS

1. Statistik Deskriptif

Descriptives

Statistic Std. Error

Usia (Bulan) Mean 10.25 1.415

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 7.36

Upper Bound 13.14

5% Trimmed Mean 10.02

Median 7.50

Variance 64.065

Std. Deviation 8.004

Minimum 1

Maximum 24

Range 23

Interquartile Range 15

Skewness .514 .414

Kurtosis -1.307 .809

skor Mean 21.78 1.594

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 18.53

Upper Bound 25.03

5% Trimmed Mean 21.99

Median 23.00

Variance 81.273

Std. Deviation 9.015

Minimum 4

Maximum 35

Range 31

Interquartile Range 17

Skewness -.257 .414

Kurtosis -1.024 .809

Page 69: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

55

(lanjutan)

2. Uji Normalitas Variabel Umur Anak dan Skor

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Usia (Bulan) .171 32 .018 .871 32 .001

skor .135 32 .148 .949 32 .137

a. Lilliefors Significance Correction

3. Grafik Sebaran Umur Anak

Page 70: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

56

(lanjutan)

Page 71: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

57

(lanjutan)

4. Grafik Sebaran Skor Kuesioner

Page 72: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

58

(lanjutan)

Page 73: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

59

(lanjutan)

5. Validitas Kuesioner

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.943 .943 35

6. Validitas Butir Pertanyaan

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

butir1 19.81 80.157 .343 .943

butir2 19.84 79.491 .393 .943

butir4 19.84 79.555 .378 .943

butir5 19.94 78.060 .472 .942

butir6 20.00 77.613 .471 .942

butir7 20.03 76.418 .606 .941

butir8 20.06 77.673 .421 .943

butir9 20.06 76.448 .578 .941

butir10 20.09 78.152 .348 .943

butir11 19.84 79.168 .467 .943

butir12 19.84 79.168 .467 .943

butir13 19.94 77.867 .502 .942

butir14 19.94 79.028 .322 .943

butir15 20.19 75.835 .597 .941

butir16 20.22 74.822 .711 .940

butir17 20.19 75.964 .582 .941

butir18 20.16 77.362 .424 .943

butir19 20.31 77.190 .430 .943

butir20 20.25 75.161 .666 .940

butir21 20.13 75.597 .649 .941

butir22 20.31 74.351 .762 .940

butir23 20.28 74.789 .709 .940

Page 74: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

60

(lanjutan)

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

butir24 20.44 74.964 .727 .940

butir25 20.25 75.161 .666 .940

butir26 20.41 75.281 .674 .940

butir27 20.34 74.362 .766 .939

butir28 20.34 75.523 .627 .941

butir29 20.31 75.190 .663 .941

butir30 20.41 75.733 .619 .941

butir31 20.31 74.867 .701 .940

butir32 20.44 75.415 .671 .940

butir33 20.38 78.242 .315 .944

butir34 20.53 76.257 .628 .941

butir35 20.34 76.749 .484 .942

7. Uji Korelasi Usia dengan Skor

Correlations

Usia (Bulan) skor

Spearman's rho Usia (Bulan) Correlation Coefficient 1.000 .893**

Sig. (2-tailed) . .000

N 32 32

skor Correlation Coefficient .893** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 32 32

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 75: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

61

(lanjutan)

8. Uji Korelasi Jumlah Faktor Risiko dengan Deviasi Skor

Correlations

Deviasi Skor

Jumlah Faktor

Risiko

Spearman's rho Deviasi Skor Correlation Coefficient 1.000 .006

Sig. (2-tailed) . .974

N 32 32

Jumlah Faktor Risiko Correlation Coefficient .006 1.000

Sig. (2-tailed) .974 .

N 32 32

9. Frekuensi Faktor-Faktor Risiko

ANC tidak rutin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 31 96.9 96.9 96.9

Ya 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Konsumsi obat warung/jamu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 23 71.9 71.9 71.9

Ya 9 28.1 28.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Page 76: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

62

(lanjutan)

Infeksi Intrauterine

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 31 96.9 96.9 96.9

Ya 1 3.1 3.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Premature

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 29 90.6 90.6 90.6

ya 3 9.4 9.4 100.0

Total 32 100.0 100.0

Berat lahir <2000 gr

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 29 90.6 90.6 90.6

ya 3 9.4 9.4 100.0

Total 32 100.0 100.0

persalinan SC

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 15 46.9 46.9 46.9

ya 17 53.1 53.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Page 77: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

63

(lanjutan)

Perlu alat bantu nafas saat dilahirkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 30 93.8 93.8 93.8

ya 2 6.3 6.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

Riwayat kuning

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 22 68.8 68.8 68.8

ya 10 31.3 31.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

imunisasi tidak rutin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 32 100.0 100.0 100.0

Anak sering pilek

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak 25 78.1 78.1 78.1

ya 7 21.9 21.9 100.0

Total 32 100.0 100.0

Page 78: Hafidhu Nalendra-fkik.pdf

64

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Hafidhu Nalendra

TTL : Bogor, 27 April 1992

Alamat : Tm Pagelaran, Blok D3/14, Kelurahan Padasuka, Kecamatan

Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kode Pos 16610

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan:

1996-1998 : RA Darul Ihya, Ciomas, Bogor

1998-2004 : SD Negeri Panaragan 1 Bogor

2004-2007 : SMP Negeri 1 Bogor

2007-2010 : SMA Negeri 1 Bogor

2010-sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta