Manda Pisilia-fkik.pdf

66
VALIDASI KUESIONER LITTLEARS BERBAHASA INDONESIA UNTUK MENILAI TUMBUH KEMBANG PENDENGARAN PADA ANAK USIA 7-12 BULAN DI JAKARTA TAHUN 2013 Laporan penelitian diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Disusun Oleh : Manda Pisilia NIM : 1110103000073 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434H/2013 M

Transcript of Manda Pisilia-fkik.pdf

Page 1: Manda Pisilia-fkik.pdf

VALIDASI KUESIONER LITTLEARS BERBAHASA

INDONESIA UNTUK MENILAI TUMBUH KEMBANG

PENDENGARAN PADA ANAK USIA 7-12 BULAN DI

JAKARTA TAHUN 2013

Laporan penelitian diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Disusun Oleh :

Manda Pisilia

NIM : 1110103000073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434H/2013 M

Page 2: Manda Pisilia-fkik.pdf
Page 3: Manda Pisilia-fkik.pdf
Page 4: Manda Pisilia-fkik.pdf
Page 5: Manda Pisilia-fkik.pdf

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan dengar pada anak merupakan suatu rintangan untuk mencapai

perkembangan dan edukasi yang optimal. Menurut survei di berbagai negara,

sekitar 0,5-5 dari 1000 bayi baru lahir memiliki gangguan dengar sejak kecil. Hal

ini perlu mendapat perhatian yang serius karena kemampuan untuk mendengar

adalah dasar untuk perkembangan bahasa seseorang.1-4

Akan tetapi, pada kenyataannya gangguan dengar yang dialami oleh

seorang anak terlambat untuk dideteksi. Rata-rata gangguan dengar disadari saat

bayi berusia 2-3 tahun. Jika gangguan dengar tidak juga disadari akan menganggu

kemampuan belajar anak tersebut. Anak tersebut akan mengalami keterlambatan

baik bahasa mapun kognitif jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Masalah

interaksi sosial pun akan terganggu karena anak tersebut akan dianggap bodoh

oleh teman sebayanya.3,4,5

Hal ini sebenarnya bisa kita tangani dengan melakukan deteksi dan

tatalaksana dini gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Menurut National

Institutes of Health, the American Academy of Otalaryngology/Head and Neck

Surgery, dan American Academy of Pediatrics (AAP), deteksi dini idealnya

dilakukan sebelum bayi meninggalkan rumah sakit atau paling lambat enam bulan

pertama masa kehidupan. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan kemampuan

komunikasi yang sejajar dengan anak sebayanya saat anak tersebut memasuki usia

sekolah.3,4,6

AAP merekomendasikan auditory brainstem respons (ABR) atau

otoacoustic emission (OAE) maupun kombinasi keduanya sebagai deteksi dini

pendengaran neonatus.7

Akan tetapi, tidak di semua pelayanan kesehatan terdapat

OAE ataupun ABR. Keterbatasan alat deteksi dini serta kurangnya pengetahuan

dan kesadaran orang tua mengenai tumbuh kembang pendengaran anak, diduga

1

Page 6: Manda Pisilia-fkik.pdf

2

merupakan penyebab terlambatnya orang tua membawa anak dengan gangguan

dengar dan bicara ke pusat rujukan terdekat.3

Bentuk lain deteksi dini tumbuh kembang pendengaran pada anak adalah

dengan mengamati perilaku terkait respons pendengaran. Berbagai bentuk model

evaluasi telah dikembangkan sehubungan dengan hal tersebut. Kuesioner LittlEars

pertama kali dikembangkan di Jerman dan dimaksudkan untuk menilai perilaku

terkait respons pendengaran pra verbal pada anak kurang dari 24 bulan. Kuesioner

terdiri dari 35 pertanyaan, berisi jawaban ya atau tidak. Kuesioner

menggambarkan tiga respons pendengaran: reseptif, semantik dan produktif.

LittEars adalah jenis kuesioner yang diisi oleh orang tua dan memiliki banyak

keuntungan sebagai alat pendukung dalam evaluasi pendengaran. Pengamatan dari

orang tua penting saat anak tidak bisa bekerja sama di lingkungan yang tidak biasa

atau terlalu muda untuk tes standar pendengaran. Sampai saat tulisan ini dibuat,

kuesioner ini telah diterjemahkan kedalam 15 bahasa, namun belum diadaptasi ke

dalam bahasa Indonesia. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui peran

kuesioner LittlEars sebagai sarana deteksi dini gangguan dengar anak usia 0-24

bulan.8,9,10

1.2. Rumusan Masalah

- Mengingat keterbatasan ketersediaan alat deteksi dini pendengaran pada

bayi dan anak, perlu adanya suatu alternatif alat bantu dalam mendeteksi

tumbuh kembang pendengaran bayi dan anak.

- Pada penelitian ini akan dilakukan validasi kuesioner LittlEars untuk

mengevaluasi pendengaran pada anak usia 7-12 bulan.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Apakah metode skrining dengan kuesioner LittlEars cukup efektif untuk

mendeteksi tumbuh kembang pendengaran anak usia 7-12 bulan di Indonesia ?

1.4. Hipotesis

Metode skrining dengan kuesioner LittlEars dapat menjadi alat untuk

mendeteksi tumbuh kembang pendengaran pada anak usia 7-12 bulan di

Indonesia.

Page 7: Manda Pisilia-fkik.pdf

3

1.5. Tujuan Penelitian

1.5.1. Tujuan Umum

Memvalidasi kuesioner LittlEars sebagai metode deteksi tumbuh

kembang pendengaran pada anak di Indonesia.

1.5.2. Tujuan Khusus

- Memvalidasi kuesioner LittlEars sebagai metode deteksi tumbuh

kembang pendengaran pada anak usia 7-12 bulan tanpa faktor

risiko gangguan dengar di Jakarta.

- Melihat korelasi antara usia dan total skor kuesioner Littlears pada

anak usia 7-12 bulan tanpa faktor risiko gangguan dengar di

Jakarta.

1.6. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1.6.1. Bagi Kalangan Medis

- Kuesioner LittlEars dapat digunakan dalam deteksi dini gangguan

dengar di Indonesia bagi anak usia dibawah 24 bulan.

- Sebagai acuan penelitian selanjutnya.

1.6.2. Bagi Peneliti

- Menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama pendidikan.

- Menambah pengetahuan tentang proses dan pembuatan laporan

penelitian.

- Menambah pengetahuan peneliti tentang gangguan pendengaran,

dampak, serta pencegahannya pada anak usia dibawah 24 bulan.

1.6.3. Bagi Perguruan Tinggi

- Melaksanakan kegiatan tridarma perguruan tinggi sebagai lembaga

penyelenggara pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi

masyarakat.

- Meningkatkan hubungan kerjasama antara pendidik dan

mahasiswa.

Page 8: Manda Pisilia-fkik.pdf

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Telinga11

Saat mudigah berusia sekitar 22 hari terdapat penebalan ektoderm

permukaan di kedua sisi rombensefalon, ini merupakan petunjuk awal

terbentuknya telinga. Penebalan lempeng telinga cepat mengalami invaginasi dan

membentuk vesikel telinga. Selama perkembangan selanjutnya masing-masing

vesikel terbagi menjadi komponen ventral yang menghasilkan sakulus dan duktus

koklearis, dan komponen dorsal yang membentuk utrikulus, kanalis

semisirkularis, dan duktus endolimfatikus.

Tulang pendengaran muncul selama paruh pertama kehidupan janin,

tulang-tulang ini tetap terbenam dalam mesenkim sampai bulan kedelapan.

Maleus dan inkus berasal dari tulang rawan arkus faring pertama, dan stapes

berasal dari tulang rawan arkus kedua.

Pada awal bulan ketiga, sel-sel epitel dibawah meatus berploriferasi,

membentuk suatu lempeng epitel yang solid disebut sumbat meatus. Pada bulan

ketujuh, sumbat ini luruh dan lapisan epitel di lantai meatus ikut serta membentuk

gendang telinga definitif.

2.2. Anatomi Telinga

Mendengar adalah salah satu indera utama dan seperti melihat penting

untuk peringatan jarak jauh dan komunikasi. Hal ini dapat digunakan untuk

memori, membantu dalam berkomunikasi dan sebagai peringatan terhadap bahaya

tertentu. Mendengar adalah sadar akan getaran yang dirasakan sebagai suara.

Untuk melakukan hal ini, sinyal yang sesuai harus mencapai bagian otak yang

lebih tinggi. Fungsi telinga adalah untuk mengubah getaran fisik ke impuls saraf

untuk diterjemahkan. Seperti mikrofon telinga dirangsang oleh getaran: di

mikrofon getaran ditransduksi ke sinyal listrik, telinga menjadi suatu dorongan

saraf yang pada gilirannya kemudian diproses oleh jalur pendengaran pusat otak.12

Telinga terdiri dari tiga bagian yakni telinga luar, tengah, dan dalam.

Bagian luar dan tengah telinga meyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga

4

Page 9: Manda Pisilia-fkik.pdf

5

dalam yang berisi cairan, untuk memperkuat energi suara. Telinga dalam berisi

dua sistem sensorik yang berbeda yaitu koklea, yang mengandung reseptor-

reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls-impuls saraf, sehingga

kita dapat mendengar; dan aparatus vestibularis, yang penting untuk sensasi

keseimbangan.13

Gambar 2.1: Anatomi telinga

Sumber: Martini, 2012

2.2.1. Telinga Luar

Telinga luar bertugas menyalurkan gelombang suara di udara dan

dipindahkan ke telinga dalam. Struktur telinga luar berupa gabungan dari tulang

rawan yang ditutupi oleh kulit yang memiliki bentuk cukup unik. Liang telinga

memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang disebelah medial.

Telinga luar terdiri dari pinna/daun telinga, meatus auditorius eksternus/saluran

telinga, dan membran timpani/gendang telinga.13,14

Daun telinga atau disebut juga pinna adalah suatu lipatan menonjol tulang

rawan berlapis kulit yang menangkap gelombang suara dan menyalurkan ke

saluran telinga luar. Pinna melindungi bagian awal dari kanal dan berperan dalam

menentukan arah suara. Karena bentuknya, pinna secara parsial menghambat

gelombang suara yang mendekati telinga dari belakang sehingga dapat membantu

membedakan asal suara dari depan atau belakang.13,15,16

Page 10: Manda Pisilia-fkik.pdf

6

Meatus auditorius eksternus atau saluran telinga memiliki pintu masuk

yang dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit yang melapisi saluran mengandung

kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan serumen, suatu sekresi lengket

untuk menjebak partikel kecil asing. Hal ini bertujuan untuk mencegah partikel di

udara mencapai bagian dalam saluran telinga tempat partikel dapat mencederai

membran timpani dan mengganggu proses mendengar.13

Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk

kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran timpani

berbentuk semitransparant dan tipis sehingga perlu perlakuan yang hati-hati jika

dilakukan intervensi. Jika membran timpani bergetar saat terkena gelombang

suara maka ia akan melekuk kedalam dan keluar seiring dengan frekuensi

gelombang suara.13,14,15

2.2.2.Telinga Tengah

Telinga tengah berukuran kecil, merupakan suatu rongga yang berisi udara

di bagian petrous dari tulang temporal. Membran timpani memisahkannya dari

telinga bagian luar, sedangkan dengan telinga bagian dalam dipisahkan oleh

bagian tulang tipis yang terdiri dari dua membran kecil yakni jendela oval dan

jendela bundar. Dinding posteriornya lebih luas dibanding dinding anterior

sehingga berbentuk seperti baji. Dibagian tengah terdapat bagian yang lebih

sempit karena promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo

dari membran timpani.14,17

Telinga tengah berhubungan dengan nasofaring yang merupakan bagian

superior dari laring melalui tuba auditorius atau tuba fariotimpanik atau tuba

eustachius. Bagian lateral tuba eustachius merupakan bagian bertulang sementara

duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Tuba eustachius berfungsi untuk

menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.14,15

Terdapat tiga tulang yang tipis pada telinga tengah. Maleus, melekat pada

permukaan dalam membran timpani. Bagian kepala dari maleus berhubungan

dengan badan dari inkus. Tulang tengah, inkus, melekat pada maleus melalui

ligament minute, dengan demikian jika maleus bergerak inkus juga ikut bergerak.

Stapes, bagian kepalanya berhubungan dengan inkus. Bagian dasar dari stapes

melekat pada jendela oval.15,17,18

Page 11: Manda Pisilia-fkik.pdf

7

2.2.3. Telinga Dalam

Telinga dalam merupakan sistem tubulus bergelung yang sangat kompleks

sehingga disebut sebagai labirin yang terletak dalam tulang temporal. Bagian ini

merupakan lokasi terpenting untuk menentukan apakah telinga seseorang sensitif

terhadap frekuensi dan level suara tertentu. Labirin tulang dan membran memiliki

bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars superior)

berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior)

merupakan organ pendengaran kita. Telinga tengah dibagi menjadi tiga

kompartemen longitudinal berisi cairan.13-18

Kompartemen pertama adalah duktus koklearis atau skala media,

membentuk terowongan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai

ujung. Terdapat cairan yang disebut endolimfe. Endolimfe adalah cairan dengan

konsentrasi elektrolit yang berbeda dengan cairan tubuh pada umumnya karena

satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah

natrium. Diujungnya terdapat helikotrema, tempat bertemunya skala vestibuli dan

skala timpani.13,14,15

Skala vestibuli adalah kompartemen kedua yang merupakan kompartemen

atas. Skala vestibuli mengikuti kontur dalam spiral. Terdapat cairan perilimfe

yang mirip seperi cairan serebrospinal yang mengandung tinggi natrium dan

rendah kalium. Dipisahkan dari telinga tengah oleh jendela oval. Skala timpani

adalah kompartemen terakhir yang merupakan kompartemen bawah. Skala

timpani mengikuti kontur luar dan jenis cairannya seperti pada skala vestibuli,

yakni cairan perilimfe.13,14,15

Membran vestibularis membentuk atap duktus koklearis dan memisahkan

skala vestibuli dengan skala media. Membran basilaris, membentuk lantai duktus

koklearis yang memisahkan skala media dengan skala timpani. Organ korti yang

merupakan reseptor suara mengandung sel rambut berada diatas membran

basilaris. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika mengalami perubahan bentuk

secara mekanis akibat gerakan cairan di telinga dalam. Terdapat dua jenis sel

rambut, sel rambut dalam dan sel rambut luar.13

Sel rambut dalam merupakan sel yang mengubah gaya mekanis suara

(getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang

Page 12: Manda Pisilia-fkik.pdf

8

menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri). Sel rambut dalam

berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan ujung serat-serat saraf aferen

yang membentuk nervus auditorius koklearis. Depolarisasi sel-sel rambut ini (saat

terangkatnya membran basilaris) akan meningkatkan laju pelepasan

neurotransmitter, yang meningkatkan frekuensi lepas muatan di serat aferen.

Karena itu telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan bergetar

membran basilaris yang menekuk rambut-rambut sel reseptor maju mundur.13

Sel rambut luar, memendek pada depolarisasi dan memanjang saat

hiperpolarisasi. Perilaku ini disebut sebagai elektromotilitas yang timbul sebagai

respons terhadap perubahan potensial membran.13

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan

kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi

oleh sel-sel rambut. Suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia menutupi

sel-sel rambut ini. Pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium

dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh

gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan

menimbulkan rangsangan pada reseptor.14

2.3. Fisiologi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang

suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah

bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul udara yang berselang-

seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction)

molekul tersebut. Setiap alat yang dapat menghasilkan pola molekul udara tertentu

disebut sebagai sumber suara.13

Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas

(kekuatan, kepekaan, loudness), dan timbre (kualitas, warna nada). Nada suatu

suara ditentukan oleh frekuensi getaran, telinga manusia dapat mendeteksi

gelombang suara dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 Hz. Intensitas suatu

bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara

daerah bertekanan tinggi dan daerah bertekanan rendah. Kualitas suara atau warna

nada bergantung pada frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar disebut

sebagai overtone atau nada tambahan. Setiap sumber suara dapat menghasilkan

Page 13: Manda Pisilia-fkik.pdf

9

warna nada yang berlainan hal inilah yang menyebabkan kita dapat membedakan

sumber gelombang suara.13

Gelombang suara harus disalurkan ke telinga dalam karena di telinga

dalam terletak reseptor-reseptor khusus untuk suara berupa cairan. Proses

mendengar bisa dibagi setidaknya menjadi enam langkah dasar. Pertama,

gelombang suara masuk ke meatus eksternal dan berjalan menuju membran

timpani. Kedua, pergerakkan dari membran timpani menyebabkan getaran pada

tulang-tulang telinga tengah. Permukaan membran timpani dapat mengumpulkan

gelombang suara dengan frekuensi antara 20-20000 Hz. Ketika membran timpani

bergetar; maleus, inkus, dan stapes juga ikut bergetar. Dengan cara ini suara

dikuatkan. Ketiga, pergerakkan dari stapes di jendela oval membuat gelombang

tekanan di perilymph pada skala vestibuli. Keempat, tekanan dari gelombang

mendistorsi membran basilaris ke jendela bundar dari skala timpani. Stapes

menciptakan gelombang tekanan yang berjalan sepanjang perilymph dari skala

vestibuli dan skala timpani untuk mencapai jendela bundar. Kelima, getaran pada

membran basilaris menyebabkan sel rambut bergetar melawan membran tektorial.

Pergerakkan dari sel rambut menyebabkan perubahan lokasi/displacement dari

stereosilia yang membuka kanal ion di membran plasma dari sel rambut,

kemudian terjadi pengeluaran neurotransmitter dan stimulasi saraf sensori.

Keenam, informasi mengenai daerah dan intensitas stimulus dihantarkan ke sistem

saraf pusat ke cabang koklearis saraf kranial ke VIII.13,15

2.4. Gangguan Dengar di Indonesia

Gangguan perkembangan paling umum pada anak berupa gangguan

pendengaran. Di Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen

Kesehatan di 7 provinsi pada tahun 1994-1996 yaitu kejadian gangguan dengar

sebesar 0,1%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 6 RS tahun 2009

menunjukkan bahwa insiden gangguan dengar di Indonesia sekitar 1-2 bayi per

1000 kelahiran.3

Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan deteksi dini pada

setiap bayi baru lahir sebelum bayi tersebut keluar dari rumah sakit. Beberapa

komite nasional seperti National Institutes of Health, American Academy of

Otolaryngology/Head and Neck Surgery, dan American Academy of Pediatrics

Page 14: Manda Pisilia-fkik.pdf

10

telah merekomendasikan bahwa gangguan dengar pada bayi baru lahir

diidentifikasikan, dan kemungkinan untuk diberi perlakuan secara maksimal pada

usia enam bulan pertama. Hal ini karena enam bulan pertama kelahiran

mempunyai kesempatan yang besar untuk mengembangkan kemampuan

dengarnya agar sejajar dengan teman sebaya. Jika bayi terlambat dideteksi dalam

gangguan pendengaran (misalkan baru diketahui saat anak berusia 2 atau 3 tahun)

akan mengalami kesulitan berbicara, berbahasa dan kemampuan kognitif yang

terlambat dibandingkan teman sebayanya.3,5

Gangguan dengar pada anak bisa disebabkan oleh beberapa faktor.

Diantaranya adalah kadar bilirubin yang tinggi, penggunaan obat yang berbahaya

bagi pendengaran, penggunaan ventilasi yang lama, nilai apgar yang rendah,

meningitis, lahir prematur, dan atau lahir dengan berat badan rendah. Infeksi virus

selama masa kehamilan seperti rubella dan cytomegalovirus (CMV), bisa

mengenai bayi yang baru lahir dan berakibat pada gangguan dengar.3,19

Di hampir semua negara di daerah Asia Tenggara, tidak ada usaha yang

serius untuk membentuk program deteksi pendengaran pada bayi baru lahir.

Sebagai contoh di Indonesia, tidak ada program nasional untuk deteksi

pendengaran dan juga tidak ada dukungan dari pemerintah. Namun,beberapa

institusi melaksanakan deteksi pendengaran pada bayi baru lahir.1

Gangguan dengar pada bayi dapat dideteksi dengan dua metode : evaluasi

auditory brainstem response (ABR), atau otoacoustic emission (OAE). Kedua tes

tersebut akurat dan non-invasive. Kemampuan bayi untuk mengkompensasi

gangguan dengar tergantung pada tipe dan tingkat gangguan dengar yang

mengenainya.3

ABR dan OAE adalah uji terhadap integritas struktur jalur pendengaran

tetapi bukan pemeriksaan pendengaran yang sebenarnya. Walaupun ABR dan

OAE normal, pendengaran tidak dapat dipertimbangkan normal sampai anak

cukup matang untuk menjalani behavioral audiometry, sebagai baku emas

evaluasi pendengaran.7

2.5. Skrining Pendengaran

Karena gangguan pendengaran dapat mempunyai dampak yang besar pada

perkembangan anak, dan karena semakin awal gangguan dikenali prognosisnya

Page 15: Manda Pisilia-fkik.pdf

11

adalah semakin baik, identifikasi awal melalui program skrining sangat

dianjurkan. Banyak pusat kedokteran mempunyai program demikian. Beberapa

menggunakan daftar kriteria risiko tinggi untuk memutuskan bayi yang mana yang

di skrining, beberapa pakar menskrinimg semua bayi yang memerlukan perawatan

intensif.19

Tabel 2.1: Faktor risiko yang mengenai neonatus berisiko pada gangguan

pendengaran sensorineural Gangguan sensorineural riwayat keluarga kongenital atau mulai masa anak lambat

Infeksi kongenital diketahui atau dicurigai terkait dengan gangguan pendengaran sensorineural,

seperti toksoplasmosis, sifilis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes

Anomali kraniofasial meliputi kelainan morfologis pinna dan saluran telinga, tidak ada filtrum,

batas rambut rendah

Berat badan kurang dari 1.500 g

Hiperbilirubinemia pada kadar yang melebihi indikasi untuk transfusi tukar

Obat-obatan ototoksik termasuk tetapi tidak terbatas pada aminoglikosida yang digunakan selama

lebih dari 5 hari (misal, gentamisin, tobramisin, kanamisin, streptomisin) dan diuretik lengkung

yang digunakan bersama dengan aminoglikosida

Meningitis bakteria

Depresi berat pada saat lahir, yang dapat meliputi bayi dengan skor Apgar 0-3 pada 5 menit atau

mereka yang gagal memulai pernapasan spontan pada 10 menit atau mereka yang dengan

hipotonia menetap pada umur 2 jam

Ventilasi mekanik yang lama untuk selama 10 hari atau lebih (misal, hipertensi pulmonal

persisten)

Stigmata atau temuan-temuan lain yang terkait dengan sindrom yang diketahui mencakup

kehilangan pendengaran sensorineural (misal, sindrom Waardenburg dan sindrom Usher)

Sumber: Nelson, 2000

Tabel 2.2: Kriteria rujukan untuk penilaian audiologi

Umur (bulan) Pedoman rujukan untuk anak dengan keterlambatan berbicara

12 Ocehan atau imitasi suara tidak berbeda

18 Tidak menggunakan satu kata

24 Perbendaharaan satu-kata ≤ 10 kata

30 Kurang dari 100 kata; tidak ada kombinasi dua kata; tidak dapat dimengerti

36 Kurang dari 200 kata; tidak menggunakan kalimat telegrafis, kejelasan 2%

48 Kurang dari 600 kata; tidak menggunakan kalimat sederhana; kejelasan ≤ 80%

Sumber: Nelson, 2000

Page 16: Manda Pisilia-fkik.pdf

12

Tabel 2.3: Pedoman rujukan untuk anak-anak yang dicurigai kehilangan

pendengaran Umur (bulan) Perkembangan normal

0-4 Harus terkejut terhadap suara yang keras, diam terhadap suara ibu, aktivitas

berhenti sebentar bila suara tersaji pada kadar percakapan

5-6 Harus menempatkan dengan benar suara tersaji pada bidang horizontal, mulai

meniru suara dalam lagu kemampuan berbicara sendiri atau minimal

menyuarakan secara timbal balik dengan orang dewasa

7-12 Harus menempatkan dengan benar suara tersaji pada semua bidang

Harus respon terhadap nama, bahkan ketika diucapkan dengan benar

13-15 Harus menunjuk ke arah suara yang tidak diharapkan atau terhadap obyek yang

dikenal atau orang ketika ditanya

16-18 Harus mengikuti arah yang sederhana tanpa gerak isyarat atau isyarat visual

lainnya; dapat dilatih untuk mencapai ke arah mainan yang menarik pada garis

tengah ketika suara disajikan

19-24 Harus menunjuk ke bagian tubuh ketika ditanya; dari 21-24 bulan, dapat dilatih

untuk melakukan permainan audiometri

Sumber: Nelson, 2000

2.6. Evaluasi Pendengaran

Proses mendengar merupakan suatu mekanisme saraf yang bertanggung

jawab terhadap fenomena-fenomena berikut: menentukan lokalisasi suara,

diskriminasi pendengaran, serta pengenalan terhadap pola suara tertentu. Jika

terjadi gangguan dalam proses mendengar maka harus dilakukan evaluasi dan

diagnosis sedini mungkin. Kepentingan identifikasi dan diagnosis kehilangan

pendengaran telah dipahami secara luas. Bahkan bayi baru lahir dapat dievaluasi

untuk fungsi pendengaran. Setidaknya terdapat dua alasan penting untuk

melakukan evaluasi yaitu untuk mendiagnosis lokasi dan jenis penyakit dan untuk

menilai dampak gangguan pendengaran terhadap proses belajar, interaksi

sosial,dan pekerjaan.14,16,19

Sejak awal 1990, Universal Newborn Hearing Screening (UNHS) telah

mengembangkan secara eksponensial proyek percontohan dibeberapa rumah sakit

untuk menjadi standar perawatan bayi baru lahir di pusat-pusat bersalin.

Persentase deteksi gangguan dengar bayi baru lahir di Amerika Serikat meningkat

dari <3% pada tahun 1993 menjadi 93% pada awal 2005.20,21

Page 17: Manda Pisilia-fkik.pdf

13

Pada tahun 1993, The National Institutes of Health (NIH) dan The Joint

Committee on Infant Hearing, 2007, merekomendasikan bahwa semua bayi baru

lahir dilakukan skrining pendengaran selama enam bulan pertama kehidupan.

Lebih jauh lagi, NIH merekomendasikan untuk lebih memilih model skrining

yang dimulai dengan uji bangkitan emissi otoakustik (evoked otoacoustic

emissions test) dan harus diikuti oleh tes respon batang otak auditori untuk semua

bayi yang gagal uji emisi bangkitan otoakustik.21,22

The Joint Committee on Infant Hearing menyarankan dua instrumen

untuk deteksi dini pendengaran bayi baru lahir yaitu : otoacouatic emissions

(OAEs) atau emissi otoakustik (EOA) dan the automated auditory brainstem

response (ABR) dikenal juga sebagai brainstem auditory evoked potentials

(BAEPs) atau respons batang otak auditoria (ROA). Tujuan dari EHDI adalah

untuk memaksimalkan kemampuan linguistik dan mengembangkan kemampuan

untuk membaca dan menulis anak yang mengalami kesulitan untuk

mendengar.16,19,23,24,25

EOA memiliki sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas 82-87%

sedangkan sensitivitas AABR 99,96% dan spesifisitasnya 98,7%. Bila OAE

dilanjutkan dengan AABR dalam dua tahapan skrining akan memberikan

spesifisitas sebesar 99% dan sensitivitas sebesar 100%. Pemeriksaan EOA pada

kedua telinga menghabiskan waktu (rata-rata) 7 menit, AABR 14 menit sedangkan

ABR konvensional 20 menit.7

2.6.1.Respons Batang Otak Auditoria (ROA)

Uji ROA direkomendasikan sebagai alat deteksi utama pada bayi baru

lahir yang berada di NICU karena bisa menggambarkan fungsi batang otak dan

mendeteksi bayi baru lahir dengan risiko auditory neuropathy spectrum disorder

(ANSD). ROA adalah respon listrik sebagian batang otak dan saraf kedelapan

yang timbul dalam 10 hingga 12 milidetik setelah suatu rangsang pendengaran

ditangkap oleh telinga dalam. Namun, pada ROA terjadi penurunan respon

spesifisitas-frekuensi akibat energi yang disebarkan pada daerah frekuensi untuk

menciptakan ROA yang dapat didengar.9,14,23,24

ROA memakai tiga elektroda yang diletakan di masing-masing mastoid

dan di tengah dahi. Elektroda tersebut akan menghasilkan suatu bentuk

Page 18: Manda Pisilia-fkik.pdf

14

gelombang. Bentuk gelombang ini diberi label I sampai VII ditemukan tahun 1971

oleh Jewett. Daerah saraf kranial kedelapan ditunjukkan oleh gelombang I dan II

dan gelombang III sampai VII berasal dari daerah lebih tinggi di batang otak.

Gelombang yang dapat diperoleh secara konsisten pada semua kelompok umur

adalah gelombang I, III, dan V. Waktu terjadinya puncak gelombang setelah

mulainya rangsangan (masa laten) bertambah dan amplitudonya menurun pada

penurunan intensitas atau kekerasan stimulus.9,14,23

Manfaat klinis dari ROA antara lain : membantu dalam mendiagnosis

tumor sudut serebelopontin, membantu pada penyakit Meniere atau pusing non-

Meniere, menetapkan ambang pendengaran pada bayi dan pasien-pasien yang

sukar diperiksa, dan membantu dalam diagnosis sklerosis multiple. Secara spesifik

uji ini lebih baik daripada uji lainnya karena memiliki validitas perkiraan yang

sangat tinggi atau hampir 95%. Pemeriksaan ROA dianjurkan pada pasien dengan

riwayat ketulian dalam keluarga, rubela maternal, anak dengan anomali kepala

dan leher, kadar bilirubin 20 mg/dl atau lebih, berat lahir 1500 gram atau kurang.1

Beberapa keuntungan dari ROA antara lain adalah digunakan sebagai

instrumen pilihan utama pada evaluasi sistem pendengaran, dapat mendeteksi

lebih baik bayi baru lahir dengan neuropati pendengaran, tidak dipengaruhi oleh

sedasi atau anastesi umum, dapat dilakukan dalam kamar operasi bila anak

dianastesi karena suatu hal tertentu.19,25

Beberapa kerugian penggunaan ROA antara lain lebih mahal dari EOA,

membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan EOA, dan

pemeriksaan harus dilakukan di lingkungan yang tenang. Teknik pemeriksaan

dengan ROA cukup kompleks untuk dilakukan dan sulit untuk

menginiterpretasikan hasil pemeriksaan oleh sebab itu diperlukan pengetahuan

lebih bagi operator yang menjalankan pemeriksaan ini dan membutuhkan pasien

atau bayi baru lahir dalam keadaan tidur atau tenang selama pemeriksaan

berlangsung.19,25

Bagi kelompok pediatri ROA umumnya memliki dua penggunaan utama.

Pertama, sebagai uji audiometri yang memberi informasi mengenai kemampuan

sistem auditoria perifer menghantarkan informasi ke saraf pendengaran dan

Page 19: Manda Pisilia-fkik.pdf

15

sesudahnya. Kedua, sebagai diagnosis banding atau pemantau patologi sistem

saraf pusat.19

Uji ROA tidak menilai “pendengaran”. Ia menggambarkan respon listrik

saraf pendengaran yang dapat dikorelasikan pada nilai ambang pendengaran

perilaku, tetapi ROA normal hanya menunjukkan bahwa sistem pendengaran,

sampai pada tingkat otak tengah, adalah responsif terhadap stimulus yang

digunakan. Sebaliknya kegagalan memperoleh ROA menunjukkan gangguan

respon sinkron sistem, tetapi tidak perlu berarti bahwa tidak ada “pendengaran”.

Kadang-kadang respons perilaku terhadap suara adalah normal tetapi ROA tidak

dapat diperoleh (misalnya, penyakit demielinasi neurologis). ROA dapat

digunakan untuk mendengar apakah dan pada tingkat berapakah ada gangguan

sistem pendengaran. Kehilangan pendengaran yang mendadak, progresif, atau

unilateral merupakan petunjuk untuk uji ROA.19

2.6.2. Emissi Otoakustik (EOA)

Emisi otoakustik adalah suatu sinyal akustik rendah yang diproduksi oleh

koklea sebagai respon terhadap stimulasi pendengaran. Emisi berjalan dari koklea

menuju saluran telinga luar melalui saluran telinga tengah. Nantinya emisi akan

dideteksi oleh mikrofon imatur. Dasar dari EOA adalah energi mekanik yang

diproduksi oleh gerakan sel rambut koklea yang sangat kecil, yang diubah menjadi

energi akustik sebagai respon terhadap getaran dari organ di telinga tengah. Sel

rambut koklea sangat rentan terhadap faktor eksternal dan internal. Faktor

eksternal dapat berupa suara berlebihan dan faktor internal dapat berupa bakteri,

virus, serta defek genetik. Untuk memeriksa kekuatan koklea dapat digunakan

emissi otoakustik yang ditimbulkan sementara (transient evoked otoacoustic

emission-(TEOAE)).7,16,19

Keuntungan menggunakan EOA antara lain teknik pemeriksaan yang

sederhana, lebih murah dari ROA dan juga lebih cepat. Sedangkan kekurangan

dari EOA yakni memiliki keterbatasan perhitungan atau penilaian pada sistem

pendengaran, mempunya efek terhadap cairan di telinga tengah, harus dilakukan

di lingkungan yang tenang, secara potensial berefek pada verniks di kanal

telinga.25

Page 20: Manda Pisilia-fkik.pdf

16

Gambar 2.2: Alur skrining pendengaran bayi baru lahir di Indonesia

(Depkes 2010) Sumber: Buku panduan tatalaksana bayi baru lahir di rumah sakit, 2010

Tabel 2.4: Modifikasi tes daya dengar (Depkes 2010)

Umur lebih dari 6 bulan sampai 12 bulan

No. Daftar Pertanyaan Ya Tidak

1. Kemampuan ekspresif

Apakah bayi dapat membuat suara berulang seperti

mamamama, babababa ?

Apakah bayi dapat memanggil mama atau papa, walaupun

tidak untuk memanggil orang tuanya ?

2. Kemampuan reseptif

Pemeriksa duduk menghadap bayi yang dipangku orang

tuanya, bunyikan bel di samping bawah tanpa terlihat bayi,

apakah bayi langsung menoleh ke samping bawah ?

Apakah bayi mengikuti perintah tanpa dibantu gerakan badan,

seperti stop, berikan mainanmu ?

3. Kemampuan visual

Apakah bayi-bayi mengikuti perintah dengan dibantu gerakan

badan, seperti stop, berikan makananmu ?

Apakah bayi secara spontan memulai permainan dengan

gerakan tubuh, seperti pok ame-ame atau cilukba ?

Sumber: Buku panduan tatalaksana bayi baru lahir di rumah sakit, 2010

Page 21: Manda Pisilia-fkik.pdf

17

2.7. Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit, Depkes 201026

Terdapat 217 kasus kematian perinatal di 33 propinsi di Indonesia. Sebesar

142 kasus (78,5%) kematian neonatal dini. Penyebab terbesar kamatian pada

neonatal usia dini adalah gangguan pernapasan (respiratory disorders),

prematuritas, dan sepsis. Tercatat 39 kasus kematian bayi neonatal lanjut (7-28

hari) dengan penyebab tersering sepsis neonatorum (20%). Untuk menurunkan

jumlah kematian neonatal, Health Technology Assessment telah menyusun

beberapa kajian dengan fokus pananganan ibu hamil dan bayi baru lahir serta

memberikan rekomendasi kepada praktisi klinis, manajemen rumah sakit dan

pengambil kebijakan.

Perawatan bayi baru lahir dimulai dengan penilain bayi baru lahir.

Penilaian dilakukan secepatnya setelah bayi baru lahir, bayi diletakkan di atas kain

bersih dan kering yang telah disiapkan pada perut bawah ibu. Segera lakukan

penilaian dengan menjawab 4 pertanyaan:

1. Apakah bayi cukup bulan ?

2. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekoneum ?

3. Apakah bayi menangis ?

4. Apakah tonus otot baik ?

Setelah penilaian lakukan perawatan tali pusat. Pada umumnya tali pusat

diklem dengan forsep bedah segera setelah lahir. Tali pusat diklem dengan jarak

3-4 cm dari perut bayi.

Perawatan bayi baru lahir berikutnya adalah inisiasi menyusui dini.

Refleks hisap yang efektif baru timbul pada bayi dengan usia kehamilan 34

minggu. Oleh sebab itu setelah dikeringkan letakkan bayi baru lahir pada

payudara ibu. Rooming-in dalam 24 jam memperbesar kesempatan untuk terjadi

bonding dan optimalisasi inisiasi menyusui dini.

Setelah IMD lakukan pemberian profilaksis konjungtivitis neonatorum.

Konjungtiva bayi baru lahir steril, namun segera terkolonisasi oleh berbagai

mikroorganisme baik patogen atau nonpatogen. Rendahnya kadar agen

nonbakterial dan protein (lisozim dan imunoglobulin A dan G) dan lapisan film air

mata (tear film) dan alirannya yang baru terbentuk menyebabkan konjungtiva bayi

rentan terinfeksi.

Page 22: Manda Pisilia-fkik.pdf

18

Perawatan berikutnya adalah pemberian profilakss vitamin K1 pada bayi

baru lahir. Permasalahan pada perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK)

adalah terjadinya perdarahan otak dengan angka kematian 10-50% yang umumnya

terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu sampai 6 bulan, dengan akibat

angka kecacatan 30-50%. Faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara

lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu

metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral, obat antikonvulsan, obat

antituberkulosis, sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus, gangguan

fungsi hati, kurangnya asupan vitamin K. HTA merekomendasikan semua bayi

baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitam K1 dengan 1mg dosis tunggal

intramuskular.

2.8. Kuesioner LittlEars8,9,10

Cara yang baik untuk mengidentifikasi gangguan pendengaran anak pada

tahap pre-verbal adalah meminta orang tua atau pengasuh lainnya menilai perilaku

anak dengan menggunakan suatu kuesioner yang terstruktur. Kuesioner LittlEars

berisikan 35 pertanyaan tertutup dengan desain ya / tidak untuk menilai

pendengaran anak berusia 0-24 bulan. Sebagian besar item dilengkapi dengan

contoh-contoh untuk membuat pertanyaan yang lebih tepat. Sebagai contoh,

„apakah anak anda mengikuti perintah sederhana?seperti: kemari !, Lepas

sepatumu !‟. Setiap responden diinstruksikan menjawab “ya” untuk pertanyaan

jika ia telah mengamati respon atau tingkah laku anak mereka minimal satu kali.

Setiap responden juga diinstruksikan menjawab tidak bila ia tidak pernah

mengamati perilaku anaknya satu kalipun.

Kuesioner LittlEars dikembangkan oleh Coninx et al. Nilai dan validitas

kuesioner LittlEars pertama kali didemonstrasikan dalam bahasa Jerman.

Demonstrasi ini memotivasi adaptasi kuesioner ke bahasa lainnya. Setidaknya

kuesioner telah diadaptasi ke 15 bahasa di dunia.

Kuesioner menggambarkan 3 dimensi respon pendengaran : reseptif,

semantik, dan produktif. LittEars adalah jenis kuesioner yang diisi oleh orang tua

dan memiliki banyak keuntungan sebagai alat pendukung dalam evaluasi

pendengaran. Pengamatan dari orang tua penting saat anak tidak bisa bekerja sama

di lingkungan yang tidak biasa atau terlalu muda untuk tes standar pendengaran.

Page 23: Manda Pisilia-fkik.pdf

19

Selain itu juga karena respons pendengaran pada tahap pre-verbal tidak selalu bisa

diamati saat anak datang ke klinik, sedangkan orang tua bisa mengamati dalam

perilaku anak sehari-hari.

2.9. Kajian Dokter Muslim27

Ketika Allah menjelaskan tentang penciptaan manusia maka kata

”as-sam‟u” selalu disebutkan lebih dulu dibanding indera yang lainnya. Hal ini

bermakna bahwa indera pendengaran memiliki nilai dan peran lebih besar

dibanding indera lainnya. Salah satu mukjizat Al-Qur‟an adalah disampaikan oleh

seorang nabi yang „ummi‟ (buta huruf), tidak dapat membaca dan menulis, namun

mampu menghapal dengan mendengar. Tentu saja ini menunjukkan berkat indera

pendengaran Al-Qur‟an dapat disampaikan ke umat manusia. Diantara ayat-ayat

Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang pendengaran adalah:

1. Surat Al Baqarah 2: 07 & 20

ختى عه انه ىقهث عه ى ع عه س ى ح أثصبر ى غشب ن عظى عذاة

Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka

ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.

ن شبء ت انه ى نذ ع ىأثص ثس بر إ ء كم عه انه قدز ش

Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan

mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

2. Surat Al An' Aam 6: 46

تى قم أرأ أخذ إ عكى انه أثصبركى س ختى قهثكى عه

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan

penglihatan serta menutup hatimu.

3. Surat Yunus 10: 31

قم زسقكى ي بء ي انأرض انس هك أي ع انأثصبر انس

Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau

siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan.

4. Surat Al-Nahl 16: 108

أنئك طجع انذ ى عه انه ى قهث ع س ى أثصبر أنئك ى انغبفه

Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah

dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.

Page 24: Manda Pisilia-fkik.pdf

20

5. Surat Maryam 19: 38

ع ى أس أثصز ث و بأت نك و انظبن ضهبل ف ان يج

Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan

mereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang lalai pada

hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata.

Dari Al-Qur‟an dan Al-Hadits dijelaskan bahwa pendengaran adalah organ

tubuh manusia yang pertama kali berfungsi ketika seorang manusia itu lahir.

Dalam salah satu hadits, mengajarkan bahwa jika seorang bayi lahir maka

diadzankan dan diiqamatkan di telinganya. Diriwayatkan dari Abi Rafi‟ Maula

Rasulillah SAW. ra.,

ت : قبل ل رأ سهى عه اهلل صه اهلل رس اذ ف اذ عه ث انحس ح ندت خ انصالح ثب فبط رض

ى اهلل غزب انتزيذ داد اث را . ع

Bahwa dia melihat Rasulullah SAW mengadzankan dengan adzan shalat di

telinganya Husein bin Ali, ketika telah dilahirkan oleh Fathimah.

Riwayat Abu Dawud, al-Turmudzy, dan rawi lainnya.

Menurut jamaah : Dianjurkan diadzankan ditelinga kanannya dan diiqamatkan

ditelinga kirinya, dan telah diriwayatkan dalam Kitab Ibnu Sinniy dari Husein bin

„Ali, bahwa nabi SAW bersabda :

ند ي د ن ن ي فأذ ف اذ اقبو ان ف اذ نى انسز او تضز ب انصج

Barang siapa yang anaknya lahir dan diazdankan di telingan kanannya dan

diiqamatkan di telinga kirinya, maka tidak akan dapat diganggu oleh

Ummushshibyaan (syaitan yang diberi tugas menggoda anak yang baru lahir).

Pendengaran juga indera terakhir yang dimatikan oleh Allah SWT.

Sehingga ketika seseorang dalam keadaan sekarat, maka dianjurkan untuk

ditalqinkan, yang artinya dituntun, diingatkan mengucapkan kalimat thayyibah.

Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya:

اهلل اال آلاله ” بقول موتىكم لقنوا

Tuntunlah oleh kamu orang yang hampir mati itu dengan bacaan “Laa ilaaha

Illallaah” (tiada Tuhan selain Allah).

Page 25: Manda Pisilia-fkik.pdf

21

2.10. Kerangka Teori

Gangguan dengar anak 7-12 bulan terjadi karena adanya faktor risiko yang

berasal dari anak (sering pilek, riwayat kuning) dan juga dari orang tua

(pendidikan terakhir orang tua, pekerjaan, dan tingkat kepedulian). Gangguan

dengar merupakan masalah tumbuh kembang yang memiliki beberapa dampak

negatif/kerugian bila terlambat dideteksi dan ditangani secara dini. Kerugian

tersebut diantaranya adalah mengganggu perkembangan bahasa, bicara dan

kognitif anak. Pada kenyataannya orang tua terlambat mengetahui jika anak

Gangguan dengar

anak 7-12 bulan

Masalah tumbuh

kembang

Deteksi dini OAE/ABR

Faktor Risiko

Anak

Pendidikan,

pekerjaan, tingkat

kepedulian

Sering pilek,

riwayat kuning, dll

Orang

tua

Mengganggu

perkembangan

bahasa, bicara,

dan kognitif Memiliki banyak kendala

Keterlambatan deteksi

- Tidak tersedia di semua pelayanan kesehatan

- Kurangnya tenaga profesional

- Belum adanya kebijakan dari pemerintah

Indonesia untuk skrining pendengaran usia dini

- Harga yang tidak terjangkau oleh semua lapisan

masyarakat

Peningkatan angka gangguan

pendengaran dan keterlambatan anak

dalam mengikuti pelajaran di sekolah

Sebagai alternatif:

Kuesioner Littlears

Page 26: Manda Pisilia-fkik.pdf

22

mereka mengalami gangguan pendengaran. Hal ini dapat dikarenakan bayi tidak

melakukan skrining pendengaran saat lahir atau sebelum meninggalkan rumah

sakit. Dua instrumen yang digunakan untuk deteksi dini pendengaran bayi baru

lahir yaitu OAE dan/ ABR, tetapi instrumen ini tidak tersedia di semua pusat

pelayanan kesehatan, selain itu harga yang tidak terjangkau oleh semua lapisan

masyarakat serta belum adanya kebijakan dari pemerintah Indonesia

mengakibatkan keterlambatan deteksi gangguan tumbuh kembang pendengaran

bayi. Jika dibiarkan maka akan mengakibatkan peningkatan angka gangguan

dengar di Indonesia dan tentunya keterlambatan anak dalam mengikuti pelajaran

di sekolah. Solusi untuk masalah deteksi dini pendengaran adalah dengan

digunakannya kuesioner LittlEars sebagai instrumen untuk menilai respon tumbuh

kembang pendengaran anak dibawah 24 bulan.

2.11. Kerangka Konsep

Usia anak Perkembangan

pendengaran anak

Pemantauan dari

orang tua

Page 27: Manda Pisilia-fkik.pdf

23

2.12. Definisi Operasional

Variabel yang

Diukur

Definisi Pengukur Alat Ukur Skala

Pengukuran

Usia anak Rentang waktu antara

kelahiran anak sampai

kuesioner diisi. Output

berupa satuan waktu

dalam bulan, pembulatan

ke bawah.

Peneliti Kuesioner

karakteristik

responden

Numerik

dalam satuan

bulan

Skor kuesioner

LittlEars

Jika anak tanpa

gangguan pendengaran

dan ibu sudah menjawab

„tidak‟ sebanyak 6 kali

berturut-turut, maka

pengisian kuesioner

dihentikan. Skor didapat

dengan menghitung

jumlah jawaban ya.

Peneliti Kuesioner

Perkembangan

Pendengaran

Anak LittlEars

Numerik

dalam rentang

0-35

Jenis kelamin

anak

Jenis kelamin anak Peneliti Kuesioner

karakteristik

responden

Nominal (laki-

laki dan

perempuan)

Pendidikan

responden

Pendidikan terakhir yang

pernah di tempuh oleh

responden

Peneliti Kuesioner

karakteristik

responden

Ordinal:

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. D3/S1

Lama interaksi Durasi rata-rata

responden berinteraksi

dengan anak dalam satu

hari

Peneliti Kuesioner

karakteristik

responden

Numerik

dalam satuan

jam/hari

Page 28: Manda Pisilia-fkik.pdf

24

BAB 3

RANCANGAN PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analitis korelatif

untuk melihat efektivitas instrument kuesioner LittlEars, yang merupakan

jenis kuesioner tertutup. Sedangkan desain yang digunakan adalah desain

penelitian cross sectional.

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai Maret-Juni 2013.

3.3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Budi Kemuliaan Jakarta.

3.4. Populasi

3.4.1. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak dengan usia 7-12

bulan yang tidak memiliki gangguan pendengaran di RS Budi

Kemuliaan Jakarta.

3.4.2. Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah anak dengan usia 7-12 bulan di

Indonesia.

3.5. Sampel Penelitian dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia 7-12 bulan

dengan metode pemilihan sampel yaitu convenience sampling.

3.6. Besar Sampel

3.6.1. Perhitungan Besar Sampel28

N = {

[( ) ( )]}

24

Page 29: Manda Pisilia-fkik.pdf

25

Keterangan :

Zα : derivat baku alfa

Zβ : derivat baku beta

r : korelasi

N = {

[( ) ( )]}

= 7

Untuk kepentingan validasi kuesioner dibutuhkan minimal 30 sampel.

3.6.2. Sampel yang Diambil

Besar sampel minimal yang diambil adalah 30 orang.

3.7. Variabel Penelitian

3.7.1. Variabel Terikat

- Total skor dari kuesioner LittlEars

3.7.2 Variabel Bebas

- Usia anak 7-12 bulan

3.8. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.8.1. Faktor Inklusi

- Semua anak yang datang ke poli anak RS Budi Kemuliaan Jakarta

dengan usia 7-12 bulan

3.8.2. Faktor Eksklusi

- Anak dengan gangguan dengar sejak lahir yang dikonfirmasi

dengan pemeriksaan OAE/ABR

- Anak sering pilek

- Anak dengan riwayat kejang

- Anak dengan riwayat kuning

- Infeksi saat hamil

- Berat lahir kurang dari 2 kg

- Lahir kurang bulan (<36 minggu)

- Orang tua yang tidak bersedia mengisi kuesioner

Page 30: Manda Pisilia-fkik.pdf

26

- Anak dengan gangguan kesehatan sejak lahir yang dikonfirmasi

oleh dokter spesialis

- Orang tua atau pengasuh yang tidak bisa diminta untuk mengisi

kuesioner kedua kalinya

- Waktu interaksi antara pengasuh utama dan anak kurang dari 7 jam

3.9. Cara Kerja

3.9.1. Alur Penelitian

3.9.2. Alat dan Bahan

Kuesioner LittlEars yang diterjemahkan oleh penterjemah

tersumpah dan dievaluasi terjemahan/isi oleh dokter spesialis anak dan

dokter spesialis THT.

Penerjemahan kuesioner oleh penterjemah tersumpah dan dilakukan penafsiran

kembali kedalam bahasa asli untuk cek silang ketepatan terjemahan

Perizinan penelitian

Pengumpulan data

Orang tua anak 7-12 bulan tidak

bersedia mengisi kuesioner

Orang tua anak 7-12 bulan bersedia

mengisi kuesioner (wawancara I)

Input data

Analisis statistik

Wawancara II

Klarifikasi ke dokter anak dan dokter THT

Pengujian awal pada 30 sampel untuk menilai apakah sampel mengerti bahasa

dalam kalimat pertanyaan kuesioner Littlears

Page 31: Manda Pisilia-fkik.pdf

27

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Responden

Pengambilan data sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah

ditetapkan. Data diperoleh berdasarkan hasil jawaban kuesioner. Kemudian diolah

sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memvalidasi kuesioner LittlEars

berbahasa Indonesia. Penelitian dilakukan terhadap 30 ayah/ibu yang memiliki

anak berusia antara 7-12 bulan pada Maret–Juni 2013. Data penelitian ini

diperoleh dari Sub Bagian Poli Anak di RS Budi Kemuliaan Jakarta, dengan

karakteristik seperti tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Statistik deskriptif responden

Variabel Jumlah (N)

Jenis Kelamin

Laki-laki 21

Perempuan 9

Pendidikan responden

SD 0

SMP 4

SMA 10

D3 / S1 16

Dari total 30 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini

responden terbanyak adalah laki-laki dengan persentase 70%. Pendidikan orang

tua terbanyak adalah D3/S1 dengan persentase 53,3%. Rata-rata orang tua

berinteraksi dengan anak per hari adalah 10 jam.

4.2. Sebaran Skor Pendengaran

Untuk menguji normalitas data dilakukan tes normalitas. Jumlah

responden dalam penelitian ini kurang dari 50 buah, oleh karena itu metode uji

yang digunakan adalah Shapiro wilk.29

27

Page 32: Manda Pisilia-fkik.pdf

28

Tabel 4.2 Tes Normalitas

Kolmogorov

Smirnov

Shapiro

Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig

Total skor 0,104 30 0,200 0,947 30 0,136

Berdasarkan tabel diatas normalitas data baik. Didapatkan nilai p dalam

penelitian ini 0,200, karena p > 0,05 dapat disimpulkan data normal.

Untuk melihat sebaran skor pendengaran dan skor rerata dapat diketahui

dari gambar boxplot.

Gambar 4.1 Boxplot sebaran skor pendengaran pada anak usia 7-12 bulan

Pada penelitian ini didapatkan rentang total skor antara 16–29 dengan nilai

rerata 22,63. Berdasarkan teori boxplot bahwa suatu data dikatakan terdistribusi

normal apabila nilai median ada di tengah-tengah kotak, dan tidak ada nilai

ekstrem atau outlier.29

Dari gambar 4.1 dapat disimpulkan maka sebaran skor pada

penelitian ini normal.

Untuk menilai hubungan antara total skor dengan jenis kelamin dilakukan

uji korelasi parsial.

Page 33: Manda Pisilia-fkik.pdf

29

Tabel 4.3 Korelasi Parsial

Control Variables Jenis kalamin Usia

Total_skor Jenis_kelamin Correlation

Significance (2-tailed)

Df

1.000

0

0.107

0.581

27

Usia Correlation

Significance (2-tailed)

Df

0.107

0.581

27

1.000

0

Dari hasil di atas, diperoleh nilai sig > 0,000 yang menunjukkan bahwa

tidak ada korelasi antara total skor-usia dengan jenis kelamin.29

4.3. Validitas dan Reliabilitas

Penelitian ini bertujuan memvalidasi kuesioner LittlEars untuk menilai

kemampuan pendengaran anak. Peneliti ingin mengetahui tingkat kepercayaan/

reliabilitas alat ukur yang digunakan. Cara menilai reliabilitas yang umum

digunakan adalah dengan mencari nilai cronbach’s alpha. Jika nilai cronbach’s

alpha >0,5 maka suatu construct dapat kita katakan reliabel.30

Tabel 4.4 Statistik reliabilitas cronbach‟s alpha

Cronbach‟s

alpha

Cronbach‟s alpha based on

standardized items

Jumlah pertanyaan

0,973 0,975 35

Berdasarkan tabel didapatkan hasil cronbach’s alpha sebesar 0,973, ini

menunjukkan bahwa penelitian ini bersifat reliabel.

Untuk mengetahui kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya

kita dapat melakukan uji validitas. Ada beberapa metode yang digunakan dalam

uji validitas seperti korelasi Pearson Product Moment atau melihat nilai Corrected

Item Total Correlation pada pengujian reliabilitas.31

Page 34: Manda Pisilia-fkik.pdf

30

Tabel 4.5 Nilai validitas dengan Pearson dan Corrected item-total correlation

Urutan

pertanyaan

r (kekuatan

korelasi)

Corrected item-total

correlation

1 . 0,0

2 . 0,0

3 . 0,0

4 . 0,0

5 . 0,0

6 0,030 0,016

7 . 0,00

8 0,528* 0,444

9 0,154 0,043

10 0,086 0,170

11 . 0,0

12 0,265 0,222

13 . 0,0

14 0,578* 0,488

15 0,412 0,329

16 0,178 0,116

17 0,386 0,309

18 0,291 0,195

19 0,257 0,141

20 0,363 0,295

21 0,270 0,173

22 0,482* 0,375

23 0,456 0,352

24 0,692* 0,617

25 0,595* 0,504

26 0,730* 0,663

27 0,561* 0,465

28 0,693* 0,623

29 0,559* 0,463

30 0,431 0,338

31 0,206 0,161

32 . 0,0

33 0,009 0,072

34 . 0,00

35 . 0,00

Page 35: Manda Pisilia-fkik.pdf

31

Nilai validitas tiap item kuesioner didasarkan bila r hitung lebih besar dari

r tabel yaitu 0,3610. Berdasarkan tabel diatas, pertanyaan yang valid adalah

pertanyaan nomer 8, 14, 22, 24, 25, 26, 27, 28, dan 29

4.4. Korelasi dan Regresi

Dengan metode regresi didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.6 Anova

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression

Residual

Total

288,761

178,205

466,967

1

28

29

288,761

6,346

45,371 0.000

Berdasarkan tabel diatas nilai Significancy test homogenity of variences

menunjukkan angka 0,000 (p<0,05). Karena p<0,05, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang

diuji.28

Tabel 4.7 Coefficient

Unstandardized

Coefficients Standardized

Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (constant)

Usia

2.324

2.108

3.050

0.313

0.786

0.762

6.736

0.453

0.000

Variabel dependent : total skor

Tabel 4.8 Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 0,786 0,618 0,605 2,52279

Berdasarkan tabel diatas didapatkan nilai R 0,786, nilai ini menunjukkan

besarnya korelasi variabel. Jadi, terdapat korelasi positif antara umur anak dengan

total skor kuesioner dengan kekuatan hubungan sebesar 0,786. Untuk nilai R

Square didapatkan hasil 0,618. Nilai R Square mengukur seberapa besar

kontribusi atau peran variabel independent (usia) dalam menjelaskan variabel

Page 36: Manda Pisilia-fkik.pdf

32

dependent (total skor). Jadi, usia memiliki kontribusi sebesar 0,618 dalam

menjelaskan total skor.31

Berdasarkan tabel diatas, dapat dibuat persamaan regresi yang dinyatakan

sebagai sebuah fungsi Y=f(x). Dari hasil penelitian didapatkan grafik dan

persamaan regresi sebagai berikut dengan y sebagai total skor dan x sebagai usia:

Grafik 4.1 Kurva regresi linear

Tabel dibawah ini adalah tabel perbandingan total skor kuesioner LittlEars

dalam beberapa bahasa dibandingkan dengan bahasa Indonesia.

Tabel 4.9 Perbandingan total skor kuesioner LittlEars dalam beberapa bahasa

Jerman Hebrew Arabic Spanish Bahasa

Indonesia

Usia anak

7 bulan 18,5 17,7 17,7 17,3 17,1

8 bulan 20,7 19,9 19,6 23,3 19,2

9 bulan 22,8 22,1 21,4 25,0 21,3

10 bulan 25,2 24,3 23,4 26,8 23,4

11 bulan 27,2 26,4 25,2 28,6 25,5

12 bulan 29,3 28,6 27,0 30,3 27,6

y = 2,108x + 2,323

0

5

10

15

20

25

30

35

0 2 4 6 8 10 12 14

Tota

l sko

r

Umur (bulan)

Grafik Regresi Linear

Page 37: Manda Pisilia-fkik.pdf

33

BAB 5

DISKUSI

5.1. Karakteristik Responden

Subjek pada penelitian ini terdiri dari 30 anak, 70% anak laki-laki dan

30% anak perempuan dengan karakteristik yang akan dibahas adalah umur,

pendidikan orang tua, lama orang tua berinteraksi dengan anak per hari dan jenis

kelamin.

Umur subjek yang terlibat dalam penelitian ini antara 7-12 bulan dengan

rerata 9,6 bulan. Rentangan umur ini merupakan rentangan umur yang sesuai

untuk penelitian ini. Total skor dan item pertanyaan yang valid dalam penelitian

ini sesuai dengan perkembangan respon pendengaran anak terhadap usia

berdasarkan teori yang ada.

Saat bayi lahir mereka bersiap untuk menanggapi dan memproses suara.

Namun, saat lahir pendengaran mereka belum sempurna dalam beberapa aspek.

Beberapa aspek seperti frekuensi dan resolusi temporal matang pada bulan

keenam postnatal. Aspek lain dalam pendengaran seperti sensitivitas, intensitas,

dan proses suara yang kompleks berkembang dari bayi sampai masa anak-

anak.32,33,34

Kemampuan respon pendengaran seorang anak berbanding lurus dengan

tingkat usia anak tersebut. Pendengaran adalah salah satu dari 4 aspek kemampuan

fungsional yang kita amati pada penilaian perkembangan anak seperti yang telah

dijelaskan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Keempat aspek

kemampuan fungsional tersebut adalah motorik kasar, motorik halus dan

penglihatan, berbicara, bahasa dan pendengaran serta sosial emosi dan perilaku.

Adanya kekurangan pada salah satu aspek kemampuan tersebut dapat

mempengaruhi aspek yang lain.4 Sebagai contoh, bila seorang anak mengalami

gangguan pendengaran maka ia akan mengalami gangguan pada aspek lain, salah

satunya adalah kemampuan bicara. Proporsi bicara yang tersedia untuk pendengar

adalah prediktor kuat dari pengenalan kata-kata pada gangguan perkembangan

bicara (delay speech).35

33

Page 38: Manda Pisilia-fkik.pdf

34

Perkembangan motorik secara umum dibagi menjadi motorik kasar dan

motorik halus. Perkembangan motorik kasar, yang meliputi kemampuan gerak

tubuh secara keseluruhan, telah ditunjukkan untuk mempengaruhi kemandirian

bayi dan perawatan diri. Misalnya, berjalan tanpa bantuan diikuti dengan

perubahan emosional yang mencerminkan otonomi dan ketegasan, meningkatkan

keterampilan sosial, dan interaksi.36

Kemajuan dalam perkembangan motorik memungkinkan bayi untuk

mengeksplorasi lingkungan mereka, mengembangkan fungsi kognitif, sosial, dan

pengembangan persepsi. Perkembangan motorik yang memadai diperlukan untuk

pengembangan visual-perseptual dan kognitif pada masa bayi. Dengan

peningkatan kemampuan, bayi mampu menjangkau benda-benda baru dan tempat-

tempat baru, meningkatkan kesempatan untuk eksplorasi. Bulan ke-9 merupakan

masa penting bagi perkembangan motorik, karena menandai awal berdiri dan

ketarampilan menggapai sesuatu. Kebanyakan bayi pada usia ini berada pada fase

transisi kemapuan motorik ke tahap yang lebih lanjut.36

Motorik halus dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

mengkoordinasikan penggunaan mata dan tangan bersama-sama dalam pola

gerakan yang tepat dan adaptif. Kebanyakan bayi pada usia 9 bulan mampu

memegang sesuatu lebih baik dan dapat menjepit suatu benda dengan jari

mereka.36

Sosial dan budaya memiliki pengaruh terhadap perkembangan seorang bayi.

Faktor sosial budaya, seperti asal negara, dapat mempengaruhi perkembangan

motorik karena keyakinan dan sikap dapat mendorong atau menghambat beberapa

bentuk perilaku motorik. Misalnya, pada salah satu suku di Afrika, untuk

mendorong keterampilan duduk tegak, bayi diletakkan dalam lubang khusus di

dalam tanah yang telah dibuat untuk membantu mendukung punggung mereka

atau selimut yang terletak di sekitar mereka. Bayi dalam budaya Kipsigis belajar

untuk duduk lebih awal dari bayi berkulit putih di Amerika Serikat, di mana ritual

atau kebudayaan seperti itu tidak dilakukan.36

Erikson mengusulkan teori mengenai perkembangan psikososial. Ia

meyakini bahwa perkembangan psikososial terjadi selama masa hidup manusia

tersebut. Teori Erikson memberikan wawasan baru ke dalam pembentukan

Page 39: Manda Pisilia-fkik.pdf

35

kepribadian yang sehat. Teori ini menekankan aspek sosial dan emosional

pertumbuhan. Kepribadian anak-anak berkembang menanggapi perubahan

lingkungan sosialnya. Hal yang sama berlaku pula pada keterampilan mereka

untuk melakukan interaksi sosial. Teori Erikson mencakup delapan tahap. Pada

setiap tahap, sebuah konflik sosial atau krisis terjadi. Konflik sosial ini

membutuhkan solusi yang memuaskan baik secara pribadi maupun sosial. Erikson

percaya bahwa setiap tahap harus diselesaikan sebelum seorang anak bisa naik ke

tahap berikutnya.37

Selama 18 bulan pertama kehidupan, anak-anak belajar pada tahap trust or

mistrust terhadap lingkungan mereka. Untuk mengembangkan kepercayaan,

mereka harus merasakan kasih sayang, kehangatan, perhatian penuh dari orang

sekitar. Mereka membutuhkan seseorang yang dapat memahami sinyal yang

mereka berikan. Ketika bayi tertekan atau bersedih, mereka perlu dihibur. Jika

mereka mendapat hal tersebut maka mereka akan mengembangkan rasa percaya

diri dan percaya bahwa dunia atau lingkungan sekitarnya aman dan dapat

diandalkan.37

Perkembangan kognitif mengacu pada pertumbuhan progresif dan

berkelanjutan dari segi persepsi, memori, imajinasi, dan akal, ini merupakan

hubungan intelektual dari satu adaptasi biologi terhadap lingkungan. Menurut

Piaget, perkembangan kognitif didasarkan terutama pada empat faktor:

kematangan, pengalaman fisik, interaksi sosial, dan perkembangan umum

terhadap keseimbangan. Ada empat tahap kognitif perkembangan yang

dikategorikan oleh Piaget, sensorimotor (lahir sampai 2 tahun), praoperasional

(2-7 tahun), konkrit (7-11 tahun), formal (11-15 tahun). Pada tahap sensorimotor

anak benar-benar refleksif dan bereaksi terhadap rangsangan yang berasal dari

lingkungan. Hasil masukan sensorik misalnya, anak mengisap dalam menanggapi

rangsangan pada wajah atau pipi karena mereka sebelumnya terbiasa dengan

refleks asi. Melalui paparan berulang, anak belajar bahwa botol menyediakan

nutrisi dan mulai menghisap bila melihat botol. Anak itu kemudian mulai untuk

mengambil peran lebih aktif saat makan dan upaya untuk memegang botol dan

kemudian menyuapi diri sendiri. Piaget membagi tahap sensorimotor, menjadi 6

fase. Dua di antaranya adalah, reaksi melingkar sekunder (4-8 bulan): pola input-

Page 40: Manda Pisilia-fkik.pdf

36

output (skema) menjadi lebih kompleks. Seorang anak dapat menempatkan

mainan di mulutnya berulang kali untuk memicu respons di lingkungan.

Koordinasi reaksi (8-12 bulan): perilaku yang disengaja jelas terlihat dalam tahap

ini. Seorang anak juga akan menggabungkan skema untuk mencapai efek yang

diinginkan. Seorang anak akan meniru perilaku orang lain. Seorang anak akan

menyadari bahwa benda memiliki sifat-sifat tertentu (misalnya, mainan

digerakkan, bola dilemparkan).37

Pendidikan orang tua terbanyak adalah D3/S1 dengan persentase 53,3% dan

terendah adalah SMP dengan persentase 13,3%. Hal ini menjelaskan kuesioner

LittlEars pada penelitian ini dapat digunakan pada orang tua dengan tamatan SMP

sampai D3/S1. Tidak ada kesulitan bagi orang tua dalam mengisi kuesioner karena

kalimat yang ada pada kuesioner mudah dimengerti oleh orang tua dan adanya

contoh untuk memperjelas maksud dari setiap pertanyaan yang diajukan.

Jumlah orangtua yang berpendidikan menengah dan tinggi lebih banyak

daripada yang berpendidikan rendah. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran yang

lebih tinggi dalam memantau perkembangan anak. Kesadaran orangtua akan

pentingnya deteksi dini gangguan pendengaran dan intervensi segera sangat

mempengaruhi keberhasilan program skrining.38,39,40

Skrining pendengaran bayi secara bertahap menjadi isu global di negara

yang memiliki dampak yang cukup merugikan dari bidang kesehatan dan

sosioekonomi.41

Lebih dari dua dekade belakangan ini dua pertiga penderita

gangguan pendengaran tinggal di negara berkembang dan 25% diantaranya

memiliki onset sejak kecil. Secara global, gangguan pendengaran menduduki

urutan disabilitas ketiga. Estimasi insiden 2-4 bayi dari 1.000 kelahiran. Sebagai

rangsangan pendengaran yang memadai pada anak, usia dini merupakan dasar

untuk perkembangan bicara secara optimal dan perkembangan bahasa. Semua

cacat sensori di usia dini seperti gangguan pendengaran yang berasal dari

kelahiran atau pada periode neonatal memerlukan perhatian khusus.42,43

Namun karena skrining pendengaran bayi baru lahir tidak universal

diterapkan di banyak daerah, gangguan pendengaran pada anak-anak dideteksi

terlambat di negara berkembang.44

Keterlambatan melakukan deteksi dini dan

intervensi pendengaran (EHDI) dalam tahun pertama kehidupan yang terutama

Page 41: Manda Pisilia-fkik.pdf

37

terjadi di negara berkembang memiliki konsekuensi yang dapat merugikan

terhadap kemampuan anak, seperti kemampuan berbicara, bahasa, perkembangan

kognitif dan psikososial dan selanjutnya berdampak pada pendidikan dan

perkembangan pengetahuan lanjutan.42,43,45

Individu dengan gangguan

pendengaran akan merasakan menjadi seorang pengangguran, memiliki tingkat

edukasi yang lebih rendah, dan akan mempengaruhi pendapatan keluarga.46

Lama orang tua berinteraksi dengan anak sangat penting karena berpengaruh

dengan hasil pengamatan orang tua terhadap kemampuan respon pendengaran

anak tersebut. Selain itu, berdasarkan penelitian terdahulu orang tua yang

mempunyai pola hubungan dengan anak yang cukup baik dalam berinteraksi

dengan anak menyebabkan perkembangan anak mempunyai pencapaian yang

baik. Pola hubungan orangtua-anak yang positif dengan memberikan perhatian

dan kasih sayang, merupakan stimuli yang penting bagi perkembangan awal si

anak. Bahkan bermain dan kasih sayang merupakan “makanan” yang penting

untuk perkembangan anak.47

Lama orang tua berinteraksi dengan anak akan

mempengaruhi tingkat kemampuan pendengaran anak. Variasi suara yang didapat

pada usia dini akan menjadi stimuli dan memori bagi perkembangan pendengaran

anak.

Variasi alami dalam tinggi rendahnya suara (pitch) saat berbicara

mengungkapkan pentingnya informasi linguistik dan emosional yang disampaikan

bagi pendengar. Bayi berusia 7 bulan sebaiknya lebih disajikan dengan kata-kata

yang diucapkan dengan emosi yang berisi senang, marah, atau netral prosodi.

Pada usia ini wilayah pemrosesan suara diaktifkan lebih dalam untuk menanggapi

perubahan emosi daripada menanggapi prosodi netral (perubahan nilai pitch

selama pengucapan kalimat dilakukan atau pitch sebagai fungsi waktu), serta

korteks frontal inferior kanan, yang berhubungan dengan persepsi emosi. Jadi

variasi dalam nada suara, terkadang harus lebih dipertajam ketika

mengekspresikan emosi, hal ini dapat membantu bayi untuk memahami aspek

penting pembicaraan.48

Dalam penelitian ini, rerata orang tua berinteraksi dengan anak adalah 10

jam per hari dengan minimum waktu orang tua berinteraksi 7 jam per hari.

Pekerjaan orang tua yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga membuat waktu

Page 42: Manda Pisilia-fkik.pdf

38

untuk menemani anak lebih lama. Dengan begitu orang tua dapat lebih

memperhatikan kemampuan perkembangan anak diantaranya adalah

perkembangan respon pendengaran.

Perbedaan gender dalam hasil keluaran kesehatan dan perkembangan

mungkin berhubungan dengan perbedaan gender dalam mengembangkan sistem

saraf dan imunologi. Tingkat testosteron yang tinggi saat prenatal mengurangi

perkembangan ukuran kelenjar timus, dan hasilnya berpengaruh terhadap sistem

kekebalan tubuh pada janin laki-laki dan neonatus. Selain itu, tingkat testosteron

yang tinggi saat perinatal berhubungan dengan lateralisasi yang lebih besar pada

otak, korpus kallosum yang lebih kecil, dan penurunan konektivitas

interhemispher pada anak laki-laki. Kemampuan otak laki-laki melebihi otak

perempuan dalam hal visuospatial, sedangkan otak perempuan lebih baik dalam

kemampuan verbal dan linguistik. Fungsi bahasa lebih asimetris pada otak laki-

laki, dan hasilnya adalah kemampuan motorik halus dan bahasa yang lebih rendah

pada laki-laki.49

Perbedaan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kecepatan dalam

merespon sebuah suara. Estrogen mempengaruhi bagian otak tertentu, sehingga

anak perempuan lebih cepat merespon terhadap suara yang diberikan daripada

anak laki-laki.50

Hal ini berhubungan dengan suatu kepercayaan yang berkembang

di masyarakat bahwa anak perempuan dianggap memiliki kemampuan mendengar

yang lebih baik daripada anak laki-laki.

Pengenalan suara yang baik tergantung pada kemampuan pendengar untuk

mengumpulkan suara sasaran dari fragmen yang terjadi di daerah spektral dan

temporal yang memiliki karakteristik dimana sinyal untuk rasio kebisingan/suara

relatif tinggi.51

Stimulasi akustik dikenal untuk menginduksi aktivitas saraf di jalur

pendengaran. Jalur ini terdiri dari saraf pendengaran, berbagai inti di batang otak,

otak tengah, dan thalamus, dan beberapa daerah kortikal di permukaan superior

dari lobus temporal. Namun suara juga dapat mengaktifkan neuron di daerah

otak lainnya, seperti korteks frontal, striatum, hippocampus, dan amygdala. Dalam

beberapa kasus, rangsangan suara terbukti terlibat di wilayah nonauditory yang

bermakna atau dimasukkan ke dalam tugas yang memerlukan fungsi kognitif

Page 43: Manda Pisilia-fkik.pdf

39

biasanya ditempatkan ke lokasi perekaman (memori, proses emosional,

perencanaan motorik).52

5.2. Sebaran Skor Pendengaran

Dari hasil output terlihat bahwa median terletak agak ke atas kotak,

whisker relatif simetris, dan tidak terdapat data outlier atau ekstrim. Menurut data

yang ditampilkan boxplot, distribusi total skor normal. Dengan metode statistik

deskriptif didapatkan hasil rata-rata skor pendengaran yaitu 22,63. Total skor

maksimal adalah 29 dan total skor minimal adalah 16. Tidak ada sebaran skor

pendengaran yang abnormal jika dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan orang

tua. Faktor psikologis responden seperti kecemasan akan adanya gangguan

pendengaran pada bayi yang diasuh akan sangat mempengaruhi hasil kuesioner

karena pemeriksaan ini bersifat subjektif.53,38

Menilai kenormalan distribusi total skor terhadap usia dapat kita lihat dari

skewness dan kurtosis. Ukuran skewness adalah -0,123. Rasio skewness adalah

-0,123/0,427 = -0,288 ini menunjukkan bahwa data berdistribusi normal karena

berada diantara -2 sampai dengan 2. Ukuran kurtosis -1,045. Rasio kurtosis adalah

-1,045/0,833 = -1,254, karena rasio kurtosis berada diantara -2 sampai dengan 2,

data berdistribusi normal. Pada kelompok penelitian ini nilai rerata (22,63) bisa

untuk menggambarkan populasi kemampuan untuk mengurutkan informasi.

5.3. Validitas dan Reliabilitas

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang dipakai sebagai instrumen pada

penelitian ini dapat digunakan di Indonesia kita harus memeriksa tingkat validitas

dan reliabilitasnya. Pertanyaan pada kuesioner harus mampu untuk

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut dengan kata

lain kita harus mengetahaui ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan

fungsi ukurnya, untuk mengetahuinya kita dapat melakukan uji validitas. Ada

beberapa metode yang digunakan dalam uji validitas salah satunya dengan

korelasi Pearson Product Moment. Nilai validitas juga dapat dilihat dari

Corrected Item Total Correlation pada pengujian reliabilitas.30,31

Interpretasi uji validitas bila menggunakan metode korelasi Pearson

Product Moment adalah dengan melihat nilai r (kekuatan korelasi). Sangat lemah

Page 44: Manda Pisilia-fkik.pdf

40

jika r bernilai 0,00-0,199, lemah jika r bernilai 0,20-0,399, sedang jika r bernilai

0,40-0,599, kuat jika r bernilai 0,60-0,799, dan sangat kuat jika r bernilai 0,80-

1,00.

Dengan metode Pearson, didapatkan hasil 11 item pertanyaan tidak dapat

dinilai karena semua responden menjawab dengan jawaban yang sama (ya/tidak).

Terdapat 3 item pertanyaan dengan nilai validitas kuat (pertanyaan nomer urut 24,

26, dan 28). Untuk tingkat kekuatan korelasi sedang ada 9 item pertanyaan

(pertanyaan nomer urut 8, 14, 15, 22, 23, 25, 27, 29, 30).

Jika kita ingin mengetahui validitas dengan melihat nilai Corrected Item

Total Correlation maka didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Instrumen

dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel. Nilai r tabel adalah

0,3610 (dengan degree of freedom = n-k, dalam hal ini 30-2 atau df 28 dan satu

daerah sisi pengujian dengan alpha 0,05). Dari analisis output pada uji reliabilitas,

pertanyaan yang valid adalah pertanyaan nomer 8, 14, 22, 24, 25, 26, 27, 28, dan

29. Untuk pertanyaan lain tidak valid karena untuk pertanyaan 30 sampai 35

hampir semua responden menjawab tidak dan sisanya tidak valid karena hampir

semua responden menjawab ya. Berikut adalah tabel pertanyaan valid dari yang

tertinggi sampai terendah:

Tabel 5.1 Urutan nilai validitas dengan metode corrected item-total correlation

No. Nomor urut pertanyaan Nilai validitas

1 26 0,633

2 28 0,623

3 24 0,617

4 25 0,504

5 14 0,488

6 27 0,465

7 29 0,463

8 8 0,444

9 22 0,375

Untuk mengetahui konsistensi dari jawaban seseorang kita dapat

melakukan uji reliabilitas. Salah satu metode yang sering digunakan adalah

Cronbach’s alpha. Dengan metode statistik reliabilitas didapatkan hasil

cronbach’s alpha sebesar 0,973. Berdasarkan teori yang disampaikan oleh

Page 45: Manda Pisilia-fkik.pdf

41

Danang Sunyoto dalam Analisis Validitas dan Asumsi Klasik dijelaskan bahwa

penelitian dikatakan reliabel jika nilai cronbach’s alpha >0,5. Dalam penelitian ini

nilai alpha 0,973 angka ini lebih besar dari 0,5 maka dapat disimpulkan bahwa

penelitian bersifat reliabel.30

5.4. Korelasi dan Regresi

Korelasi adalah pengukuran hubungan antarvariabel. Mengukur derajat

hubungan dengan metode korelasi yaitu koefisien korelasi r. Dalam hal ini,

dengan tegas dinyatakan bahwa dalam analisis korelasi tidak mempersoalkan

apakah variabel yang satu tergantung pada variabel yang lain atau sebaliknya.

Korelasi antara total skor sebagai variabel dependent dan usia sebagai variabel

independent didapatkan hasil sebesar 0,786. R square adalah sama dengan

koefisien determinasi R kuadrat yang menunjukkan variasi keragaman total skor

yang dapat diterangkan oleh variasi variabel usia, atau dapat diartikan bahwa

0,618 dari variabel tak bebas (total skor) dipengaruhi oleh variabel bebas (usia).

Jika dilihat dari hubungan antara total skor dan usia terdapat dua

responden yang letaknya paling jauh dari garis linear jika dibandingkan dengan 28

responden lain. Tetapi, jika kita bandingkan dengan penelitian terdahulu total skor

kedua responden masih terletak dalam batas total minimum (minimum value) dari

total yang diharapkan (expected value). Angka ini menguatkana pernyataan bahwa

responden dalam penelitian ini memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya, baik kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Dan tidak terdapat

responden yang mengalami keterlambatan respon pendengaran sesuai usia

masing-masing.

Jika kita perhatikan tabel perbandingan total skor dalam beberapa bahasa,

terdapat perbedaan 0,2–1,8 point antara kuesioner LittlEars dalam bahasa

Indonesia dengan kuesioner LittlEars dalam bahasa asing. Hal ini dapat

disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah pengaruh sosio ekonomi.

Seperti yang telah dijelaskan dalam tumbuh kembang anak IDAI bahwa penelitian

di Eropa dan Indonesia menunjukkan bahwa anak kelompok sosial ekonomi baik

mempunyai ukuran tumbuh kembang lebih tinggi dibandingkan dengan anak

keluarga ekonomi menengah kebawah. Karena Indonesia adalah contoh negara

berkembang dalam tabel perbandingan total skor diatas, maka jika dibandingkan

Page 46: Manda Pisilia-fkik.pdf

42

dengan total skor lain, nilai total skor bahasa sedikit dibawah total skor negara

maju seperti Jerman dan Spanyol.4

Jika dianalisa maka total skor yang didapat sesuai dengan standar

perkembangan pendengaran anak yang dibuat oleh IDAI. Bila anak telah

mencapai usia 7-12 bulan maka anak tersebut terkejut terhadap suara keras

memutar kepala dengan cepat dan mengidentifikasi sumber bunyi dengan tepat,

mulai meniru suara dalam lagu kemampuan berbicara sendiri atau minimal

menyuarakan secara timbal balik dengan orang dewasa dan respon terhadap nama.

Perkembangan respon pendengaran ini diikuti dengan perkembangan bicara dan

bahasa. Jika anak telah mencapai usia 7-12 bulan maka anak tersebut dapat

menggabungkan kata/suku kata yang tidak mengandung arti, seperti bahasa asing

(jargon); usia 10 bulan mampu meniru suara (echolalia), mengerti kata perintah

sedehana: kesini, mengerti nama objek sederhana: sepatu, cangkir.4

Kegiatan skrining bayi baru lahir di wilayah Asia Pasifik sangat penting

sejak lahir ada sekitar 68 juta bayi lahir di dunia, dari jumlah tersebut, sekitar

85% lahir di lima negara (China, India, Indonesia, Bangladesh, Paskistan), yang

belum menyelenggarakan skrining bayi baru lahir untuk setengah atau lebih dari

populasi bayi mereka.54

Skrining adalah aplikasi sistemik tes atau penyelidikan, untuk

mengidentifikasi individu yang berisiko cukup untuk mendapatkan keuntungan

dari penyelidikan lebih lanjut atau tindakan preventif langsung. Prinsip-prinsip

etika untuk skrining pendengaran pada bayi baru lahir, terdiri dari otonomi orang

tua (kewajiban untuk menghormati pengambilan keputusan kapasitas orang tua

untuk memilih atau menolak skrining), non-maleficence (kewajiban untuk

menghindari menyebabkan kerugian bagi orang tua atau anak), beneficence

(kewajiban untuk bertindak untuk kepentingan orang tua dan anak, dan untuk

menyeimbangkan manfaat terhadap resiko), justice (kewajiban keadilan dalam

distribusi manfaat dan risiko, dan untuk menjamin akses yang adil dalam

skrining).55,56

Program skrining memiliki potensial yang besar untuk memungkinkan

identifikasi dan intervensi gangguan pendengaran yang efektif dan dapat menjadi

jalan keluar sebagai solusi dari efek merugikan bagi individu dan masyarakat

Page 47: Manda Pisilia-fkik.pdf

43

terkait gangguan pendengaran. Diperlukan peningkatkan kesadaran diantara

pembuat kebijakan, tenaga kesehatan profesional, dan masyarakat umum, serta

peran penting dari sarana deteksi dini dan intervensi dini dalam penanganan kasus

gangguan pendengaran pada anak-anak.57

Berdasarkan penjelasan diatas didapatkan hasil bahwa kuesioner LittlEars

dapat digunakan sebagai instrument pengukuran pendengaran anak usia 7-12

bulan di Jakarta.

5.5. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain:

5.5.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang meneliti

variabel terikat dan variabel bebas pada waktu yang sama sehingga tidak

bisa memberikan penjelasan yang pasti tentang adanya hubungan sebab

akibat. Hasil yang didapatkan hanya menunjukkan variabel dalam satu

waktu tertentu. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmungkinan peneliti untuk

mengikuti jangka waktu penelitian jika peneliti melakukan study cohort

atau case control.

5.5.2. Asal Populasi

Peneliti hanya mengambil sampel dari satu rumah sakit saja,

sehingga ada kemungkinan yang tidak terhindarkan untuk terjadinya bias

saat pemilihan, informasi yang didapatkan, serta faktor perancu.

5.5.3. Tidak Dapat Meneliti Faktor Lain

Selain menggunakan kuesioner, masih banyak pemeriksaan yang

dapat dilakukan untuk mendiagnosis fungsi pendengaran seorang anak

seperti pemeriksaan OAE dan ABR. Namun tidak dapat dinilai karena

keterbatasan faslitas yang tersedia.

Page 48: Manda Pisilia-fkik.pdf

44

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kuesioner LittlEars berbahasa Indonesia dapat digunakan untuk mendeteksi

tumbuh kembang pendengaran anak usia 7-12 bulan di Jakarta. Oleh karena nilai

alpha 0,973 maka disimpulkan kuesioner ini valid.

Untuk korelasi antara total skor LittlEars dan usia sebesar 0,786 dengan

nilai p 0,000.

6.2. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan :

1. Perlu dilakukan penelitian korelasi antara kuesioner LittlEars dengan

pemeriksaan objektif yaitu dengan OAE/ABR

2. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada beberapa tempat dengan

kebudayaan dan pendidikan yang berbeda di Indonesia

44

Page 49: Manda Pisilia-fkik.pdf

45

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Newborn and Infant Hearing Screening.

Outcome of a WHO Informal Consultation Held at WHO Headquarters,

Geneva, Switzerland, 09-10 November 2009

2. Ptok, M. Early Detection of Hearing Impairment in Newborns and Infants.

Deutsches Arzteblatt International. 2011; 108(25): 426-31. Diunduh dari

http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3139414 pada tanggal 13 Januari

2013

3. Bashiruddin, J. Newborn Hearing Screening in Six Hospitals in Jakarta

and Surroundings. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume 59, Nomor 2,

Februari 2009

4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 1. Jakarta:

Sagung Seto. 2002

5. National Institute on Deafness and Other Communication Disorder

(NIDCD). Newborn Hearing Screening. National Institutes of Health.

2010. Diunduh dari http://nidcd.nih.gov pada tanggal 13 Januari 2013

6. Anderson, K. L., et al. American Academy of Audiology Childhood

Hearing Screening Guidelines. September 2011; 1-58. Diunduh dari

http://cdc.gov/ncbddd/hearingloss/documents pada tanggal 13 Januari 201

7. Rundjan L, Amir I, Suwento R, Mangunatmadja I. 2005. Skrining

Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi. Sari Pediatri, Vol.

6, No. 4, Maret 2005: 149-54

8. Obrycka, A., Garcia, J-L. P., Pankowska, A., Lorens, A., Skarzynski, H.

Production and Evaluation of a Polish Version of The LittlEars

Questionnaire for The Assessment of Auditory Development in Infants.

International Journal of Pediatric Otolaryngology 73. 2009: 1035-1042.

Diunduh dari http://elsevier.com/locate/ijporl pada tanggal 13 Januari 2013

9. Geal-Dor, M., Jbarah, R., Meilijson, S., Adelman, C., Levi, H. The

Hebrew and The Arabic Version of The LittlEars Auditory Questionnaire

for The Assessment of Auditory Development: Results in Normal Hearing

Children and Children with Cochlear Implants. International Journal of

Pediatric Otolaryngology 75. 2011: 1327-1332. Diunduh dari

http://elsevier.com/locate/ijporl pada tanggal 13 Januari 2013

10. Spitzer, J. B., Zavala, J. S. Development of Spanish Version of The

LittlEars Parental Questionnaire for Use in The United States and Latin

America. Audiology Research. 2011: 23-29. Diunduh dari

http://audiologyresearch.org pada tanggal 13 Januari 2013

45

Page 50: Manda Pisilia-fkik.pdf

46

11. Sadler, T. W. Langman Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta : EGC.

2009

12. Alberti, P. W. The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing.

Canada: University of Toronto; 53-62. Diunduh dari http://who.int pada

tanggal 13 Januari 2013

13. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC.

2011

14. Boeis, L. R., Adams, G. L., Higler, P. A. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT.

Edisi 6. Jakarta : EGC. 1997

15. Martini, F., Nath, J., Bartholomew, E. Fundamental of Anatomy and

Physiology. Ninth Edition. USA : Benjamin Cummings. 2012

16. Van De Water, T.R., Staecker, H. Otolaryngology Basic Science and

Clinical Review. New York: Thieme. 2005

17. Tortora, G. J., Derrickson, B. H. Principles of Anatomy and Physiology

12th Edition Volume 1. United Stated: John Wiley & Sons. 2009: 620-633

18. Guyton, A. C., Hall, J. E. Textbook of Medical Physiology. Eleventh

Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2006

19. Behrman, W., Kliegman, R., Arvin, A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi

15. Volume 3. Jakarta : EGC. 2000

20. Abla Ghanie. Skrining Pendengaran pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit

Mohammad Hoesin Palembang. Palembang: Departemen Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya; 2010. Diunduh dari

http://eprints.unsri.ac.id/id/eprint/864 pada tanggal 18 Maret 2012

21. Johnson, J. L., White, K. R., Widen, J. E., Gravel, J. S., James, M.,

Kennaller, T., et al. A Multicenter Study to Examine the Efficacy of the

Otoacoustic Emission/Automated Auditory Brainstem Response Newborn

Hearing Screening Protocol: Introduction and Overview of the Study.

American Journal of Audiology. Vol 14, Desember 2005: S178-S185.

Diunduh dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16489862 pada tanggal 18

Maret 2012

22. Bagatto, M.P. Application of The University of Western Ontario Pediatric

Audiological Monitoring Protocol (UWO PedAMP). Audiology Practices

Vol.3, No.4; 41-46. Diunduh dari

http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22194316 pada tanggal 18 Maret 2012

Page 51: Manda Pisilia-fkik.pdf

47

23. Berg, A. L., Prieve, B. A., Serpanos, Y. C., Wheaton, M. A. Hearing

Screening in a Well-Infant nursery: Profile of Automated ABR-Fail/OAE-

Pass. Official Journal of The American Academy of Pediatrics. 2011: 269-

274. Diunduh dari http://pediatrics.aappublications.org pada tanggal 18

Maret 2012

24. Joint Committee on Infant Hearing: Official Journal of The American

Academy of pediatrics. Year 2007 Position Statement: Principles and

Guidelines for Early Hearing Detection and Intervention Programs.

Pediatrics 2007; 120-898. diunduh dari

http://pediatrics.aappublications.org/content/120/4/898.full.html pada

tanggal 13 Januari 2013

25. Choo D, Meinzen-Derr J. Universal Newborn Hearing Screening in 2010.

Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg. Oktober 2010; 18(5): 399-404.

Diunduh dari http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20808221 pada tanggal 13

januari 2013

26. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit. Direktorat

Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI. 2010

27. Al-Qur‟an

28. Dahlan, Sopiyudin. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:

Salemba Medika. 2009

29. Dahlan, Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:

Salemba Medika. 2009

30. Sunyoto, Danang. Analisis Validitas dan Asumsi Klasik. Jakarta: Gava

Medika. 2012

31. Wijaya, Tony. Cepat Menguasai SPSS 20 untuk Olah Data dan

Interpretasi Hasil. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. 2012

32. Werner, Lynne. Infant Auditory Capabilities. Current Opinion in

Otalaringology and Neck Surgery 2002 Lippincott Williams and Wilkins,

Inc., 10:398-402. Diunduh dari

http://faculty.washington.edu/lawerner/IHL/page11/files/werner02.pdf

pada tanggal 29 Agustus 2013

33. Graven, Stanley., Browne, Joy. Auditory Development in the Fetus and

Infant. Elsevier, Inc. 2008. Diunduh dari http://wonderbabies.co.org pada

tanggal 28 Agustus 2013

34. Proctor, Rosalyn., Compton, Mary. Perceptual Development.2004.

diunduh dari http://center.uncg.edu/content/v2/m3/m3_learner.pdf pada

tanggal 28 Agustus 2013

Page 52: Manda Pisilia-fkik.pdf

48

35. Kidd, Gary R., Humes, Larry, R. Effects of Age and Hearing Loss on the

Recognition Words in Isolation and in Sentence. Acoustical Society of

America. 2012: 1434-48

36. Barroso, Rosa M A., Schapiro, Lauren., Liang, Weilang., et al. Motor

Development in 9-Month-Old Infant in Relation to Cultural Differences

and Iron Status. Wiley Periodicals, Inc. Dev Psychobiol. 2011: 53(2): 196-

210

37. Bartolotta, Theresa E., Shulman, Brian B. Child Development. Jones and

Barlett Publishers. 35-53

38. Andriani, Rini., Sekartini, Rini., Suwento, Ronny., et al. Peran Instrumen

Modifikasi Tes Daya Dengar sebagai Alat Skrining Gangguan

Pendengaran pada Bayi Risiko Tinggi Usia 0-6 Bulan. Sari Pediatri Vol

12, No. 3, Oktober 2010: 174-83

39. Prince CB, Miyashiro L, Weirather Y, Heu P, Aghova L. Epidemiology of

Early Hearing Loss Detection in Hawaii. Pediatrics. 2006;111:1202-6

40. Olusanya BO, Parker S. Community-based Infant Hearing Screening in a

Developing Country: Parental Uptake of Follow-up Services. BMC Public

Health 2009;9:66

41. Olusanya, B O., Luxon, L M., Wirz S L. Infant Hearing Screening: Route

to Informed Choice. Arch Dis Child 2004;89:1039-1040. . Diunduh dari

http://adc.bmj.com pada tanggal 30 Agustus 2013

42. Olusanya, Bolajoko., Swenapoel, De W., Chapchap, Monica J., Castillo,

Salvador J., et al. Progress Towards Early Detection Services for Infants

with Hearing Loss in Developing Countries. BMC Health Services

Research. 31 January 2007. 1-15. Diunduh dari

http://biomedcentral.com/1472-6963/7/14 pada tanggal 30 Agustus 2013

43. Kang, Min Young., Jeong, Sung Wook., Kim, Lee Suk. Changes in the

Hearing Tresholds of Infants Who Failed the Newborn Hearing Screening

Test and in Infants Treated in the Neonatal Intensive Care Unit. Clinical

and Experimental Otorhinolaryngology. Vol 5. April 2012: 532-36.

Diunduh dari http://dx.doi.org/10.3342.cei.2012.5.S1.S32 pada tanggal 30

Agustus 2013

44. Samelli, Alessandra G., Rabelo, Camila M., Vespasiano, Ana P.

Development and Analysis of a Low-cost Screening Tool to Identify and

Classify Hearing Loss in Children: a Proposal for Developing Countries.

Clinics. 2011;66(11): 1943-48. Diunduh dari

http://creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/ pada tanggal 30 Agustus

2013

Page 53: Manda Pisilia-fkik.pdf

49

45. Tobe, Ruoyan Gai., Mori, Rintaro., Huang, Lihui., et al. Cost-Effectiveness

Analysis of a National Neonatal Hearing Screening Program in China:

Conditions for the Scale-up. Plos One. Januari 2013. Volume 8(1):

e51990: 1-9. Diunduh dari http://plsone.org pada tanggal 30 Agustus 2013

46. Liang, Qi., Mason, Brendan. Enter the Dragon-China’s Journey to the

Hearing World. Cochlear Implants International. 2013. Vol 14:26-31

47. Ariani, Tutu A. Korelasi Pola Hubungan Orangtua Anak dan

Keberfungsian Keluarga dengan Perkembangan Anak Usia Prasekolah.

Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret 2009. Diunduh

dari http://eprints.uns.ac.id/8770/1/149311608201002341.pdf pada tanggal

29 Agustus 2013

48. Deroche, Mickael L D., Zion, Daniele J., Schurman, Jaclyn R., et al.

Sensitivity of School-Aged Children to Pitch-Related Cues. Journal

Acoustical Society of America 131 (4). 2012: 2938-47

49. Cho, June., Davis, Diane Holditch., Miles, Margareth S. Effects of Gender

on the Health and Development of Medically At-Risk Infants. J Obstet

Gynecol Neonatal Nurs. September 2010: 39(5): 536-49

50. Krizman, Jennifer., Skoe, Erika., Kraus, Nina. Sex Differences in Auditory

Subcortical Function. Iternational Federation of Clinical

Neurophysiology. Elsevier. 2012:590-97. Diunduh dari

http://elsevier.com/locate/clinhp pada tanggal 30 Agustus 2013

51. Hall, Joseph W., Buss, Emily., Grose, John H., Roush, Patricia. Effect of

Age and Hearing Impairment on the Ability to Benefit from Temporal and

Spectral Modulation. Ear Hear. 2012: 33(3): 340-48

52. Langers, Dave., Melcher Jennifer. Hearing Without Listening: Functional

Connectivity Reveals the Engagement of Multiple Nonauditory Networks

During Basic Sound Processing. Brain Connectivity. Mary Ann Liebert,

Inc.2011. Volume 1(3): 233-45

53. Newton VE, Macharia I, Mugwe P, Ototo B, Kan SW. Evaluation of the

Use of a Questionnaire to Detect Hearing Loss in Kenyan Pre-school

Children. Int J Pediatr Otorhinolaryngology 2001;57:229-34

54. Padilla, Carmencita D., L, Bradford., Jr, Therrel. Consolidating Newborn

Screening Efforts in the Asia Pacific Region. Networking and Shared

Education. Springer-Verlag 2012. J Community Genet 3:35-

55. Olusanya, B O., Luxon, L M., Wirz, S L. Ethical Issues in Screening for

Hearing Impairment in Newborn in Developing Countries. J Med Ethics

2006;32:588-591. Diunduh dari http://jmedethics.com pada tanggal 30

Agustus 2013

Page 54: Manda Pisilia-fkik.pdf

50

56. Gray, J A M. New Concepts in Screening. British Journal General Practice.

April 2004, 54, 292-98

57. Skarzynski, Henryk., Piotrowska, Anna. Prevention of Communication

Disorders-Screening Pre-school and School Age Children For problems

with hearing, Vision and Speech: European Consensus Statement. Med Sci

Monit. 2012; 18(4): SR 17-21. Diunduh dari

http://medscimonit.com/fulltxt.php?ICID-882603 pada tanggal 30 Agustus

2013

Page 55: Manda Pisilia-fkik.pdf

51

LAMPIRAN

Lembar Penjelasan dan Pernyataan (Informed Consent) Responden

Adaptasi Kuesioner LittlEars Berbahasa Indonesia

Untuk Perkembangan Pendengaran Anak Usia 0-24 Bulan

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Daftar pertanyaan (kuesioner) ini bertujuan untuk mengadaptasikan

kuesioner perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan di Indonesia dan

mengetahui rentang skor normal pada berbagai usia anak. Hasil dari kuesioner ini

hanya semata-mata untuk data penyusunan skripsi kami mengenai adaptasi

kuesioner perkembangan pendengaran pada anak usia 0-24 bulan di Indonesia.

Maka dengan segala kerendahan hati kami mohon kesediaan

Bapak/Ibu/Saudara/i mengisi daftar pertanyaan (kuesioner) dengan lengkap dan

betul-betul menggambarkan kondisi yang ada dan bersedia untuk mengisi kembali

kuesioner ini dalam rentang 2 minggu sampai 1 bulan. Kerahasiaan hasil

kuesioner ini sangat terjaga dan hanya digunakan untuk menyelesaikan studi kami

pada Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jika Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia untuk menjadi responden untuk

kuesioner ini silahkan bertanda tangan di bawah ini. Terima Kasih atas waktu

yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i luangkan untuk mengisi kuesioner ini.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Pewawancara, Responden,

Lampiran 1

Kuesioner Littlears

51

Page 56: Manda Pisilia-fkik.pdf

52

(Lanjutan)

Keterangan Responden Penelitian

Tanggal:

Nama Anak:

Tanggal Lahir Anak:

Usia:

Nama Orang Tua/Wali:

Nomor yang bisa dihubungi. Rumah :

Hp :

Pekerjaan Orang Tua/Wali:

Pendidikan Orang Tua/Wali:

Lama berinteraksi dengan anak (jam/hari):

Riwayat selama kehamilan: - Rutin cek ke dokter (ya/tidak)

- Konsumsi obat/jamu (ya/tidak)

- Sakit selama kehamilan (ya/tidak)

- Riwayat infeksi selama kehamilan (ya/tidak)

Riwayat kelahiran : - Lahir cukup bulan, ≥37 minggu (ya/tidak)

- Berat lahir > 2kg (ya/tidak)

- Normal/tidak

- Perlu alat bantu nafas (ya/tidak)

- Riwayat kuning (ya/tidak)

Riwayat anak: - Imunisasi rutin sesuai jadwal (ya/tidak)

- Anak sering pilek (ya/tidak)

Page 57: Manda Pisilia-fkik.pdf

53

No. Respon Auditori Jawaban Contoh 1 Apakah anak Anda merespon

suara yang sudah lazim? ( ) Ya ( ) Tidak

Tersenyum; melihat ke arah sumber; berbicara dengan mimik

2 Apakah anak Anda mendengar orang lain yang sedang berbicara?

( ) Ya

( ) Tidak Mendengar; menunggu dan mendengar; melihat ke arah orang yang berbicara untuk waktu yang lama

3 Ketika seseorang berbicara, apakah anak Anda menoleh ke arah pembicara?

( ) Ya ( ) Tidak

4 Apakah anak Anda tertarik dengan mainan yang mengeluarkan suara atau bunyi?

( ) Ya ( ) Tidak

Mainan yang diremas berbunyi kertak- kertuk

5 Apakah anak Anda mencari orang yang berbicara yang tidak terlihat olehnya?

( ) Ya ( ) Tidak

6 Apakah anak Anda mendengarkan ketika radio/pemutar CD/pemutar kaset dimainkan?

( ) Ya ( ) Tidak

Mendengar: menoleh ke arah suara, memperhatikan, tertawa atau bernyanyi/berbicara “mengikuti suara”

7 Apakah anak Anda merespon suara yang jauh?

( ) Ya ( ) Tidak

Ketika di panggil di ruang lain

8 Apakah anak Anda berhenti menangis ketika Anda berbicara dengannya walaupun ia tidak melihat Anda?

( ) Ya ( ) Tidak

Anda mencoba membuat nyaman sang anak dengan suara lembut atau lagu tanpa adanya kontak mata

9 Apakah anak Anda merespon dengan ketakutan (kegelisahan) ketika mendengar suara marah?

( ) Ya ( ) Tidak

Menjadi sedih dan mulai menangis

10 Apakah anak Anda “mengenali” tanda-tanda akustik?

( ) Ya ( ) Tidak

Kotak musik menjelang tidur; nina bobo; air mengalir dalam tabung

11 Apakah anak Anda mencari sumber suara yang berada di kiri, kanan, atau belakangnya?

( ) Ya ( ) Tidak

Anda memanggil atau mengucapkan sesuatu, anjing menggonggong, dll. Dan anak Anda mencari dan menemukan sumber suara 12 Apakah anak Anda bereaksi

ketika nama dipanggil? ( ) Ya ( ) Tidak

13 Apakah anak Anda mencari sumber suara yang berada di atas adau bawahnya?

( ) Ya ( ) Tidak

Jam dinding, atau sesuatu yang jatuh di lantai

14 Ketika anak Anda sedih atau murung, bisakah ia ditenangkan atau dipengaruhi dengan musik?

( ) Ya ( ) Tidak

15 Apakah anak Anda mendengarkan di telepon dan apakah ia tampak mengetahui adanya orang yang sedang berbicara?

( ) Ya ( ) Tidak

Ketika nenek atau ayah menelpon, sang anak mengambil alat penerima dan “mendengarkan”

16 Apakah anak Anda merespon musik dengan gerakan ritmik?

( ) Ya ( ) Tidak

Sang anak menggerakkan lengan/kaki sesuai dengan alunan musik

17 Apakah anak Anda mengetahui bahwa suara tertentu berhubungan dengan objek atau kejadian tertentu?

( ) Ya ( ) Tidak

Sang anak mendengar suara pesawat dan melihat ke arah langit. Atau mendenga mobil dan melihat ke arah jalan.

18 Apakah anak Anda merespon dengan sesuai terhadap ucapan pendek atau sederhana?

( ) Ya ( ) Tidak

“Berhenti!” “Yekh!” “Jangan!”

(Lanjutan)

Page 58: Manda Pisilia-fkik.pdf

54

(Lanjutan)

Nilai total = semua pertanyaan yang dicentang “ya”

No. Respon Auditori Jawaban Contoh 19 Apakah anak Anda merespon kata

“jangan” dengan menghentikan kegiatannya saat itu?

( ) Ya ( ) Tidak

Kata “jangan, jangan” – yang diucapkan dengan intonasi kuat meski si anak tidak melihat anda (!) – sangatlah efektif

20 Apakah anak Anda mengetahui nama anggota keluarganya?

( ) Ya ( ) Tidak

Mana – ayah, ibu, mark,...

21 Apakah anak Anda menirukan suara ketika ditanya?

( ) Ya ( ) Tidak

“aaa”, “ooo”, “iii”

22 Apakah anak Anda mengikuti perintah sederhana?

( ) Ya ( ) Tidak

“ke sini”; “lepas sepatumu”

23 Apakah anak Anda mengerti perintah sederhana?

( ) Ya ( ) Tidak

“Mana perutmu ibumu?”; “mana ayah?”

24 Apakah anak Anda membawakan barang yang diminta?

( ) Ya ( ) Tidak

“ambilkan saya bola dan lain-lain”

25 Apakah anak Anda meniru suara atau kata-kata yang Anda ucapkan?

( ) Ya ( ) Tidak

“ucapkan: guk, guk”; katakan:m-o-b-i-l

26 Apakah anak Anda menghasilkan suara yang sama dengan mainan?

( ) Ya ( ) Tidak

“Brum” untuk mobil, “moo” untuk sapi.

27 Apakah anak Anda mengetahui suara tertentu yang muncul dari binatang tertentu?

( ) Ya ( ) Tidak

Guk guk = anjing, meong = kucing, kukuruyuk = suara ayam jantan muda/ayam jantan

28 Apakah anak Anda mencoba meniru suara di sekelilingnya?

( ) Ya ( ) Tidak

Suara binatang, suara alat-alat rumah tangga, suara sirine mobil polisi

29 Apakah anak Anda mengulang rangkaian suku kata pendek dan panjang dengan benar?

( ) Ya ( ) Tidak

“la-la-laa”

30 Apakah anak Anda memilih benda yang benar dari sekumpulan benda ketika ditanya?

( ) Ya ( ) Tidak

Anda memainkan mainan berbentuk hewan dan menanyakan “kuda”; Anda memainkan bola warna-warni dan menanyakan “bola warna merah”

31 Apakah anak Anda mencoba ikut menyanyikan lagu ketika mendengar sebuah lagu?

( ) Ya ( ) Tidak

“sajak anak-anak”

32 Apakah anak Anda mengulang kata tertentu ketika diminta?

( ) Ya ( ) Tidak

“katakan halo pada nenek”

33 Apakah anak Anda suka mendengarkan dongeng?

( ) Ya ( ) Tidak

Dari buku atau dari buku gambar

34 Apakah anak Anda mengikuti perintah yang rumit?

( ) Ya ( ) Tidak

“lepas sepatumu dan kesinilah”

35 Apakah anak Anda mencoba menyanyikan lagu-lagu tertentu?

( ) Ya ( ) Tidak

Nina bobo

Page 59: Manda Pisilia-fkik.pdf

55

Lampiran 2

Hasil Data Uji Statistik

A. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

VAR00036 .104 30 .200* .947 30 .136

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

B. Uji Sebaran Skor Pendengaran

Descriptives

Statistic Std. Error

VAR00036 Mean 22.6333 .73263

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 21.1349

Upper Bound 24.1317

5% Trimmed Mean 22.6481

Median 23.0000

Variance 16.102

Std. Deviation 4.01277

Minimum 16.00

Maximum 29.00

Range 13.00

Interquartile Range 7.25

Skewness -.123 .427

Kurtosis -1.045 .833

Page 60: Manda Pisilia-fkik.pdf

56

(Lanjutan)

Page 61: Manda Pisilia-fkik.pdf

57

C. Uji Korelasi Parsial

Correlations

Control Variables jenis_kelamin usia

total_skor jenis_kelamin Correlation 1.000 .107

Significance (2-tailed) . .581

df 0 27

Usia Correlation .107 1.000

Significance (2-tailed) .581 .

df 27 0

D. Uji Validitas

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

VAR00001 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00002 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00003 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00004 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00005 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00006 21.6667 16.092 -.016 .771

VAR00007 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00008 21.8667 14.464 .444 .752

VAR00009 21.9000 15.748 .043 .776

VAR00010 21.7667 16.461 -.170 .782

VAR00011 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00012 21.6667 15.747 .222 .765

VAR00013 21.6333 16.102 .000 .769

VAR00014 22.0000 14.069 .488 .748

VAR00015 21.8000 14.993 .329 .759

VAR00016 21.7000 15.803 .116 .768

VAR00017 21.7667 15.151 .309 .760

VAR00018 21.8333 15.316 .195 .766

(Lanjutan)

Page 62: Manda Pisilia-fkik.pdf

58

VAR00019 21.9667 15.344 .141 .771

VAR00020 21.7333 15.306 .295 .761

VAR00021 21.8333 15.385 .173 .767

VAR00022 22.1333 14.395 .375 .756

VAR00023 22.2667 14.547 .352 .758

VAR00024 22.1000 13.541 .617 .739

VAR00025 22.1667 13.937 .504 .747

VAR00026 22.1667 13.385 .663 .735

VAR00027 22.1667 14.075 .465 .750

VAR00028 22.3000 13.666 .623 .739

VAR00029 22.2000 14.097 .463 .750

VAR00030 22.4000 14.800 .338 .758

VAR00031 22.6000 15.834 .161 .766

VAR00032 22.6333 16.102 .000 .769

VAR00033 22.5667 16.185 -.072 .774

VAR00034 22.6333 16.102 .000 .769

VAR00035 22.6333 16.102 .000 .769

E. Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.973 .975 2

F. Uji Korelasi dan Regresi

Correlations

total_skor usia

Pearson Correlation total_skor 1.000 .786

usia .786 1.000

Sig. (1-tailed) total_skor . .000

usia .000 .

N total_skor 30 30

usia 30 30

(Lanjutan)

Page 63: Manda Pisilia-fkik.pdf

59

Model Summary

R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

.786 .618 .605 2.523

The independent variable is usia.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 288.761 1 288.761 45.371 .000

Residual 178.205 28 6.364

Total 466.967 29

The independent variable is usia.

Coefficients

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

usia 2.108 .313 .786 6.736 .000

(Constant) 2.324 3.050 .762 .453

(Lanjutan)

Page 64: Manda Pisilia-fkik.pdf

60

(Lanjutan)

Page 65: Manda Pisilia-fkik.pdf

61

Lampiran 3

Riwayat Penulis

Identitas

Nama : Manda Pisilia

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Maret 1992

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cipinang Kebembem I No. 29, Jakarta Timur

e-Mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

- 1997-1998 : TK Pertiwi III Cipinang

- 1998-2004 : SD Negeri Cipinang 01 Pagi, Kuda Laut

- 2004-2007 : SMP Negeri 92 Jakarta

- 2007-2010 : SMA Negeri 8 Jakarta

- 2010-sekarang : Pend. Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 66: Manda Pisilia-fkik.pdf

62