SANNY SUSANTI-FKIK.pdf
Transcript of SANNY SUSANTI-FKIK.pdf
PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG DIJUAL DI
PASAR CIPUTAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
DISERTAI KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Oleh:
SANNY SUSANTI
106102003428
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
NAMA : SANNY SUSANTI
NIM : 106102003428
JUDUL : PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG
DIJUAL DI PASAR CIPUTAT DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DISERTAI KOLORIMETRI
MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH.
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Zilhadia M.Si, Apt Dr. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU
NIP. 197308222008012007
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt.
NIP. 195601061985101001
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul
PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG DIJUAL DI
PASAR CIPUTAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
DISERTAI KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh
Sanny Susanti
NIM: 106102003428
Menyetujui,
Pembimbing:
1. Pembimbing I Zilhadia M.Si, Apt ........................
2. Pembimbing II Dr. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU ........................
Penguji:
1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
2. Anggota Penguji I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ........................
3. Anggota Penguji II Sandra Hermanto, M.Si. ........................
4. Anggota Peguji III Lina Elfita, M.Si, Apt. ........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
Tanggal lulus : 23 Agustus 2010
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG DIJUAL DI
PASAR CIPUTAT DENGAN METODE SPKETROFOTOMETRI UV-Vis
DISERTAI KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH
Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka Sanny Susanti
v
ABSTRAK
JUDUL : PENETAPAN KADAR FORMALDEHID PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR CIPUTAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DISERTAI KOLORIMETRI MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH
Tahu merupakan suatu produk makanan terbuat dari kedelai. Tahu memiliki kandungan air yang banyak sehingga mudah ditumbuhi mikroba. Berdasarkan survei telah ditemukan banyak produk tahu yang mengandung formaldehid sebagai pengawetnya. Formaldehid merupakan pengawet yang dilarang pemakaiannya sebagai pengawet makanan karena dapat menyebabkan kanker pada manusia. Telah dilakukan penelitian tentang penetapan kadar formaldehid menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada tahu yang dijual di pasar Ciputat. Proses ekstraksi sampel menggunakan metode destilasi uap. Destilat direaksikan dengan pereaksi Nash. Hasil validasi metode menunjukkan bahwa kurva kalibrasi dengan konsentrasi pada rentang 100 – 300 µg/mL memiliki koefisien korelasi r = 0,9992. Dari perhitungan diperoleh persamaan regresi y = 0,0032x – 0,0079. Metode yang digunakan mempunyai batas deteksi 11,1328 µg/mL, sedangkan batas kuantitasinya 37,1094 µg/mL. Metode analisis ini memiliki presisi kurang dari 2% sedangkan nilai akurasi untuk tahu 98,69% ± 0,4085%. Hasil analisis sampel pasar Ciputat seluruh sampel terdeteksi mengandung formaldehid. Konsentrasi formaldehid yaitu 104,87 µg/mL, 11,21 µg/mL, 1,96 µg/mL, 190,80 µg/mL, 201,98 µg/mL, 10,47 µg/mL, dan 3,31 µg/mL.
Kata kunci : Formaldehid, Spektrofotometri UV-Vis, Tahu, Pereaksi Nash.
vi
ABSTRACT
TITLE : DETERMINATION CONCENTRATION OF FORMALDEHYDE IN TOFU FROM TRADITIONAL MARKET CIPUTAT WITH SPECTROFOTOMETRY UV-Vis METHOD USING COLORIMETRY WITH NASH REAGENT
Tofu is a food product made from soybean. Tofu contain of water and it is very easy to overgrown microbes. Based on a survey, many products of tofu contain of formaldehyde as preservative. Formaldehyde is a preservative that the use is prohibited for food because it can cause cancer in humans. A research on determination concentration of formaldehyde in tofu from traditional market Ciputat using spectrofotometry UV-Vis method has been conducted. Steam distillation has been used for sample extraction process. Distillate was reacted with Nash reagent. The calibration curve with range between 100 – 300 µg/mL has correlation coefficient of the linear regression 0,9992. From calculation, the equation of linear regression was y=0,0032x – 0,0079. The result also showed that this method’s detection limit was 11,1328 µg/mL and the quantitation limit was 37,1094 µg/mL. The precision of this analytical method were lower than 2% for each of the sample, while method’s accuration for tofu was 98,69% ± 0,4085%. Results of sample analysis from Ciputat market, some samples were detected containing formaldehyde. Formaldehyde concentrations are 104,87 µg/mL, 11,21 µg/mL, 1,96 µg/mL, 190,80 µg/mL, 201,98 µg/mL, 10,47 µg/mL, and 3,31 µg/mL.
Keywords: Formaldehyde, Spectrofotometry UV-Vis, Tofu, Nash reagent.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas limpahan nikmat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang
senantiasa mengikuti sunnahnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah ”Penetapan Kadar
Formaldehid Pada Tahu Yang Di Jual Di Pasar Ciputat Dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis Disertai Kolorimetri Menggunakan Pereaksi
Nash”.
Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya
kepada:
1. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Mirzan T
Razzak, M.Eng, APU sebagai pembimbing II, yang dengan sabar
membimbing dan mengajari penulis serta telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran kepada penulis selama ini.
4. Ayahanda tercinta Dasma E. Djunaedi, SE dan Ibunda tersayang Sisyanti
Rasyid, SIP juga Nenek Emik tersayang di Sumedang yang tiada henti
mendoakan penulis, memberikan kasih sayang, semangat dan dukungannya,
baik moral maupun material yang tak terhingga kepada penulis.
5. Untuk kakak-kakak dan adikku tersayang Achmad, Dian dan Farid, Ka Asep
dan istri juga keponakan-keponakan kecilku Naufal dan Farrel meskipun tidak
viii
terjun langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun
tawa kalian memberikan keceriaan di hari-hari penulis.
6. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Untuk para kakak-kakak laboran di Pusat Laboratorium Terpadu, ka Prita dan
ka Pipit di laboratorium pangan yang telah membantu mengoperasikan alat
dan berdiskusi tentang skripsi penulis, juga ka Erni, pak Adi, pak Aris, dll di
laboratorium kimia lantai 3 yang telah membantu dalam jalannya proses
penelitian selama ini.
8. Ka eris yang membantu penulis selama melakukan pekerjaan di laboratorium
farmasi, ka via yang membantu penulis dalam pengurusan surat dan ka nurul
yang menemani berdiskusi.
9. Ayun, Mia, Rahma, Yayah, Wulan, Tri, dan Sarah terimakasih atas
persahabatan yang sudah terjalin selama 4 tahun ini, dan karena semangat
yang terus diberikan kepada penulis.
10. Laukha Mahfudloh dan Yopi Mulyana yang telah berbaik hati menolong
penulis dalam survei, memenuhi kebutuhan penelitian juga berdiskusi dan tak
lupa memberi semangat selalu. Mba Dini yang memberi pesan-pesan khusus
seputar penelitian, Serta teman-teman seperjuanganku Farmasi teofilin yang
lain, khususnya kelas B angkatan 2006. Terimakasih atas tawa ceria dan
penghiburan yang kalian berikan selama ini.
11. Indah, Erma dan Shelvy sebagai teman kosan sejak pertama masuk kuliah,
terimakasih atas kebersamaannya selama ini.
12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada
kekurangan dan jauh dari kesempunaan, kritik dan saran dari para pembaca
diharapkan oleh penulis guna memperbaiki kemampuan penulis kedepannya.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……………………………………. iii LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………. iv ABSTRAK ...................................................................................................... v ABSTRACT ………………………………………………………………. .. vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………... 1 1.2. Perumusan masalah ……………………………………… 3 1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………… 4 1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Formaldehid ……………………………............................ 5
2.1.1. Pengertian Formaldehid …………….……………. 5 2.1.2. Sifat Fisikokimia Formaldehid …………………… 6 2.1.3. Sifat Farmakologi ………………………………… 7 2.1.4. Penggunaan Formalin …………………………….. 10 2.1.5. Dampak Terpapar Formaldehid ………………….. 11 2.1.6. Cara Penyimpanan Formaldehid …………………. 13
2.2. Tahu (Tofu)…………………………………………….... 13 2.2.1. Pengertian Tahu…...……………………………… 13 2.2.2. Tahu Yang Mengandung Formaldehid ...………… 14
2.3. Bahan Tambahan Makanan ……………………………… 15 2.3.1. Peranan Bahan Tambahan Makanan ..................... 15 2.3.2. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan ........... 16
2.4. Destilasi …………………………………………………. 17 2.4.1. Pengertian Destilasi ............................................... 17 2.4.2. Macam Destilasi ..................................................... 18
2.5. Sektrofotometri UV-VIS ………………………………… 21 2.5.1. Pengertian Spektrofotometri .................................. 21 2.5.2. Tipe instrumentasi dari spektrofotometri UV-Vis .. 24
2.6. Validasi Metode …………………………………………. 27 2.6.1. Pengertian Validasi Metode ................................... 27 2.6.2. Parameter Validasi Metode .................................... 28
2.7. Teknik Sampling …………………………………………. 33 2.7.1. Pengertian Teknik Sampling .................................. 33
2.7.2. Teknik Pengambilan Sampel .................................. 34
x
BAB III KERANGKA KONSEP .......................................................... 37 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN …………………………….. 38
4.1. Pengambilan Sampel …………………………………….. 38 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………. 38 4.3. Alat dan Bahan Penelitian ………………………………... 38 4.4. Prosedur Penelitian ………………………………………. 39
4.4.1. Penyiapan Bahan Baku dan Pereaksi ……………. 39 4.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ……... 41 4.4.3. Validasi Metoda...................................................... 41 4.4.4. Analisa sampel pasar …………………………….. 43
BAB V HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN ……………… 45 5.1. Hasil Percobaan ………………………………………….. 45 5.1.1. Panjang gelombang maksimum …….................….. 45 5.1.2. Linearitas dan Kurva kalibrasi …............................. 46 5.1.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ………............. 47 5.1.4. Kecermatan / Akurasi ……………......…………..... 47 5.1.5. Keseksamaan / Presisi ………………………........... 48 5.1.6. Analisis Sampel Pasar ………………………........... 49 5.2. Pembahasan ………………………………………………. 50 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………… 59
6.1. Kesimpulan ………………………………………………... 59 6.2. Saran ……………………………………………………..... 59
DAFTAR PUSTAKA ……………………………...………………….… 60 LAMPIRAN …………………………………………...………………..... 64
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi formaldehid .............. 47
Tabel 2. Hasil uji perolehan kembali formaldehid pada tahu simulasi ....... 47
Tabel 3. Hasil uji presisi formaldehid pada tahu simulasi .......................... 48
Tabel 4. Hasil uji penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat ... 79
Tabel 5. Hasil data uji linearitas larutan standar formaldehid..................... 81
Tabel 6. Data uji batas deteksi, batas kuantitasi formaldehid ..................... 82
Tabel 7. Data uji perolehan kembali formaldehid pada tahu simulasi ........ 83
Tabel 8. Data uji keseksamaan pada tiga konsentrasi formaldehid............. 84
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Serapan optimum formaldehid ............................................... 45
Gambar 2. Kurva kalibrasi formaldehid .................................................. 46
Gambar 3. Grafik hasil analisis tahu pasar Ciputat ................................. 49
Gambar 4. Reaksi perubahan warna pada campuran formaldehid dan
pereaksi Nash............................................................................ 52
Gambar 5. Bahan proses pembuatan tahu.................................................. 64
Gambar 6. Bahan dalam proses analisis tahu dan formaldehid ............... 64
Gambar 7. Kurva absorbsi formaldehid dengan pereaksi Nash ............... 66
Gambar 8. Sampel tahu pasar .................................................................. 74
Gambar 9. Gambar pembuatan tahu simulasi .......................................... 76
Gambar 10. Gambar proses analisis sampel tahu pasar ............................. 78
Gambar 11. Gambar alat yang digunakan dalam proses analisis sampel... 80
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bahan yang digunakan dalam analisis ..................................... 64
Lampiran 2. Perhitungan jumlah sampel yang dianalisis ........................... 65
Lampiran 3. Penentuan panjang gelombang maksimum formaldehid ........ 66
Lampiran 4. Skema bagan kerja .................................................................. 67
Lampiran 5. Sampel tahu pasar Ciputat...................................................... 74
Lampiran 6. Pembuatan tahu simulasi ........................................................ 76
Lampiran 7. Proses analisis sampel ........................................................... 78
Lampiran 8. Penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat .......... 79
Lampiran 9. Alat yang digunakan pada analisis ......................................... 80
Lampiran 10. Uji linearitas dan pembuatan kurva kalibrasi ......................... 81
Lampiran 11. Data penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi................. 82
Lampiran 12. Data uji kecermatan ......................………... ......................... 83
Lampiran 13. Data uji keseksamaan......................………... ........................ 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Formaldehid adalah suatu senyawa kimia yang berbentuk gas dengan rumus
CH2O. Formaldehid merupakan suatu aldehida yang juga disebut metanal.
Larutannya tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya ditambah
metanol hingga 15% sebagai stabilisator. (Dir. Jen. POM., 2003 ; Winarno, 2007).
Formaldehid biasa digunakan sebagai pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan
untuk pembersih, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku dalam
konsentrasi <1%, cairan pembalsam atau pengawet mayat (Dreisbach, 1982).
Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan
sejumlah produk pangan yang menggunakan formaldehid sebagai pengawet.
Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan asin,
ikan segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran . (Dir. Jen.
POM, 2003). Penggunaan formaldehid pada bahan makanan oleh produsen
dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin adalah
senyawa antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur bahkan
virus. Selain itu interaksi antara formaldehid dengan protein dalam pangan
menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dan untuk beberapa produk pangan seperti
tahu, mie basah, ikan segar, memang dikehendaki oleh konsumen. Bau yang
ditimbulkan oleh formaldehid menyebabkan lalat tidak mau hinggap.
Penyimpanan yang lebih lama ini sangat menguntungkan bagi produsen maupun
pedagang. Alasan lain penggunaan formaldehid sebagai bahan pengawet makanan
2
adalah tingginya harga solar dan mahalnya harga es balok untuk mengawetkan
ikan saat nelayan melaut. Tetapi bahaya yang ditimbulkan dari konsumsi
formaldehid itu sendiri sangat serius (Suwahono, 2009).
Formaldehid atau formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi
kesehatan manusia. Dampak yang ditimbulkan dari konsumsinya tidak langsung
terlihat tetapi akan terasa bertahun-tahun kedepan setelah kadar formaldehid pada
tubuh terakumulasi. Dosis Fatal formaldehid adalah 60 – 90 mL (Dreisbach,
1982). Ambang batas kadar Formaldehid yang dapat ditolerir oleh tubuh adalah
0,2 miligram per kilogram berat badan. (Anonim, 2006 ; Dir. Jen. POM., 2003 ).
Berdasarkan Peringatan Badan POM No. KH.01.04.53.094 tanggal 24 Juli
2007 tentang Produk Pangan Impor China dan produk pangan dalam negeri yang
Mengandung Bahan Berbahaya, Balai POM di daerah telah mengambil sampel di
beberapa sarana penjualan dan menguji kandungan formaldehid dalam produk-
produk tersebut yang hasilnya positif mengandung formaldehid. Sebelumnya
BPOM mengumumkan bahwa berdasarkan hasil penelitian tahun 2002 terhadap
700 sampel produk makanan yang diambil dari Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan
Lampung, 56% diantaranya mengandung Formaldehid.
Ada 3 dasar hukum yang melarang penggunaan formaldehid. Pertama, UU
No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kedua, formaldehid merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang
penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes)
Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Ketiga, Peraturan Pemerintah RI Nomor 28
Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. (Depkes RI, BPOM
2003).
3
Dengan alasan tersebut maka pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar
formaldehid pada berbagai sampel tahu yang beredar di sekitar pasar Ciputat.
Diduga tahu yang beredar dipasaran menggunakan formaldehid sebagai pengawet
pada pembuatannya. Pasar Ciputat dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel
karena letaknya yang dekat dengan Kampus UIN Syarif Hidayatullah dan
merupakan pasar tradisional besar sehingga penelitian ini dilakukan sebagai
dharma UIN terhadap masyarakat sekitar.
Penetapan kadar formaldehid dilakukan dengan metode spektrofotometri
sinar tampak, dengan menggunakan pereaksi larutan Nash yang mengandung
campuran ammonium asetat, asam asetat glasial, asetil aseton dan air.
Formaldehida dengan adanya asetil aseton dan ammonium asetat akan
berkondensasi membentuk senyawa 2,6-dimetil-3,5-diasetil-1,4-dihidropiridin
yang berwarna kuning dengan disertai fluorosensi hijau dan memberikan serapan
pada daerah cahaya tampak pada panjang gelombang ± 412nm.
1.2. Perumusan Masalah
Pada penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Apakah hasil validasi metode penetapan kadar formaldehid pada tahu
menggunakan Spektrofotometer UV-VIS memenuhi standar yang
disyaratkan?
2. Apakah tahu yang beredar di pasar Ciputat mengandung formaldehid
sebagai bahan tambahan makanan?
4
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya formaldehid
yang digunakan sebagai pengawet dalam pembuatan makanan tahu secara
kuantitatif pada makanan tahu yang dijual di pasar Ciputat. Dan untuk
mengetahui cara kerja penetapan kadar formaldehid dengan metode
spektrofotometri UV-Vis disertai kolorimetri menggunakan pereaksi Nash.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang tahu yang dijual disekitar pasar Ciputat dari aspek kandungan
formaldehid.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Formaldehid
2.1.1. Pengertian Formaldehid
Formaldehid adalah suatu senyawa kimia berbentuk gas dan
baunya sangat menusuk. Formalin mengandung 37 persen formaldehid
dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai
pengawet dan stabilisator (Mulono, H.J. 2005). Formaldehid berbentuk
serbuk atau padatan disebut dengan paraformaldehid. Formalin dan
paraformaldehid dapat melepaskan gas formaldehid (Anonim, 2004).
Formaldehid dalam bentuk formalin biasanya digunakan untuk
mengawetkan spesimen hayati. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh
hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. (Dir. Jen. POM,
2003 ; Norliana, S et al. 2009). Formaldehid sangat sesuai untuk
digunakan sebagai desinfektan hanya dalam situasi yang memang dapat
mempertahankan tingkat keamanan terhadap bahan kimia. Hal ini
dikarnakan penggunaan formaldehid yang memang membutuhkan
keamanan yang tinggi, sebab merupakan bahan yang berbahaya (Fauziah,
2005 ; Norliana, S et al. 2009).
Formaldehida awalnya disintesa oleh kimiawan Rusia Alexander
Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1868.
Formaldehida ditemukan August Wilhelm von Hoffman pada tahun 1868
ketika ia mengalirkan uap methanol dan air di atas spiral platinum yang
6
panas. Namun, fungsinya sebagai disinfektan (pembasmi kuman) baru
ditemukan pada tahun 1888. (Anonim, 2006 ; Dir. Jen. POM, 2003)
2.1.2. Sifat Fisikokimia Formaldehid
Rumus Molekul : CH2O
Nama Kimia : Formaldehyde
Nama lain : Formol , Morbicid , Methanal , Formic aldehyde,
Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene
aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith,
Karsan, Methylene glycol, Paraforin,
Polyoxymethylene glycols, Superlysoform,
Tetraoxymethylene, Trioxane.
Massa molar : 30,03 g/mol
Titik Leleh : - 920C
Titik didih : - 210C
Kelarutan dalam air (g/100 ml): bercampur sempurna
Rumus stuktur :
Formaldehid gas pada suhu ambien mudah terbakar dan meledak
jika dicampur dengan udara pada konsentrasi 7- 73% reaktif pada suhu
ambien, dapat berpolimerisasi pada suhu di bawah 800C. Formalin adalah
larutan formaldehid 37%. Ambang bau formaildehid 0,1—1 ppm
(Fauziah, 2005).
7
Formaldehid bergabung dengan protein dari jaringan sehingga
membuatnya keras dan tidak larut dalam air. Keadaan ini mencegah
pembusukan dari spesimen (Sihombing, 1996).
Suhu tinggi mempercepat volatilisasi atau penguapan formaldehid
dan juga mempercepat pembentukan senyawa formaldehid. Sebenarnya
formaldehid yang terdapat pada cumi kering juga terbentuk akibat proses
pemanasan dan pendidihan. Hal ini menunjukkan bahwa proses memasak
dapat mempercepat produksi formaldehid. Dari hasil data penelitian
penentuan formaldehid pada cumi menggunakan metode HPLC
menunjukan bahwa hasil dari metode HPLC dapat digunakan untuk
menentukan formaldehid dari cumi dan juga produk makanan lainnya
dengan memberi hasil yang memuaskan (Li, 2007).
2.1.3. Sifat Farmakologi
A. Absorpsi
Absorpsi dari saluran pernapasan sangat cepat, absorpsi dari
saluran pencernaan juga cepat, namun absorpsi lambat bila dikonsumsi
dengan makanan. Jika formaldehid dimetabolisme menjadi asam format,
dapat menyebabkan ketidakseimbangan asam basa dan sejumlah efek
sistemik.
Reaksi-reaksi yang terjadi secara alamiah, terdapat di dalam hati.
Methanol yang kadang-kadang disebut sebagai alkohol kayu, sangat
beracun. Jika methanol masuk ke dalam tubuh, senyawa ini cepat diserap
ke aliran darah dan diangkut ke hati untuk dioksidasi menjadi formaldehid.
8
Formaldehid merupakan senyawa yang sangat reaktif. Senyawa ini
menghancurkan daya katalis enzim dan menyebabkan jaringan hati
mengeras. Jika methanol dicerna, terjadi kebutaan sementara atau tetap
karena kerusakan saraf mata (Gosselin, 1976).
B. Ekskresi
Hampir semua jaringan di tubuh mempunyai kemampuan untuk
memecah dan memetabolisme formaldehid. Salah satunya membentuk
asam format dan dikeluarkan melalui urin. Formaldehid dapat dikeluarkan
sebagai CO2 dari dalam tubuh. Tubuh juga diperkirakan bisa
memetabolisme formaldehid bereaksi dengan DNA atau protein untuk
membentuk molekul yang lebih besar sebagai bahan tambahan DNA atau
protein tubuh (Gosselin, 1976).
C. Toksisitas
Menurut WHO maupun US-EPA, Reference dose (RfD) untuk FA
adalah 0.2 mg per kilogram per hari. RfD (istilah versi WHO untuk RfD
adalah acceptable daily intake, ADI) adalah jumlah maksimun suatu zat
asing yang dapat masuk ke dalam tubuh setiap harinya tanpa menimbulkan
efek samping yang merugikan. (Anonim, 2009 ).
Nilai acuan dari WHO untuk masyarakat umum 0,1 ppm. Nilai
acuan dari WHO untuk pajanan pekerjaan 1 ppm selama 5 menit, dengan
tidak lebih dari 8 puncak dalam satu periode bekerja (sampai 8 jam). Efek
iritan dapat terjadi pada konsentrasi 1—3 ppm ke atas. Pajanan terhadap
9
konsentrasi di atas 10 ppm dapat mengakibatkan iritasi yang parah pada
mata dan saluran pernapasan. Batas keselamatan kerja 1 ppm di AS.
Dengan demikian, semua tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
menghindari inhalasi senyawa ini selama penanganannya. NIOSH IDLH:
20 ppm (Fauziah, 2005).
Toksisitas formaldehid telah dievaluasi oleh berbagai organisasi
ternama seperti IARC (International Agency for Research on Cancer),
ATSR (Agency for Toxic Substances and Disease Registry, USA), dan
IPCS (International Programme on Chemical Safety). Aldehid-aldehid
toksik yang bersifat volatil terutama formaldehid telah diklasifikasi oleh
International Agency For Researh On Cancer (IARC) kedalam kelompok
senyawa pertama yang beresiko menyebabkan kanker. Hasil evaluasi
semua organisasi tersebut memberikan kesimpulan yang sama bahwa
formaldehid merupakan suatu karsinogen (dapat menyebabkan kanker).
Status terakhir yang diberikan oleh IARC menunjukan adanya data
epidemiologi terbaru yang merujuk pada kesimpulan bahwa formaldehid
positif dapat menyebabkan kanker saluran pernafasan pada manusia.
Kesimpulan ini merupakan peningkatan dari status sebelumnya pada tahun
1995 (Uzairu, A et al. 2009).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, formaldehid kemungkinan
besar dapat menyebabkan kanker pada manusia dan positif menyebabkan
kanker pada hewan percobaan. Penggunaan bahan tersebut dalam
pengawetan makanan tentu sangat berbahaya dan tidak dapat ditolerir.
Penggunaannya sebagai pengawet dalam produk-produk non-pangan
10
haruslah memperhitungkan segala risiko terpaparnya manusia saat produk
tersebut digunakan (Sihombing, 1996).
2.1.4. Penggunaan Formaldehid
A. Penggunaan Formaldehid Yang Benar
Formaldehid biasanya digunakan sebagai pembunuh kuman
sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan
pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada
pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Bahan
untuk pembuatan produk parfum. Bahan pengawet produk kosmetika
dan pengeras kuku. Pencegah korosi untuk sumur minyak. Bahan
untuk insulasi busa. Bahan perekat untuk produk kayu lapis
(plywood). Cairan pembalsam (pengawet mayat). Dalam konsentrasi
yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai
barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci
piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih
karpet (Dir. Jen. POM, 2003).
B. Penggunaan Formaldehid Yang Salah
Penggunaan Formalin yang salah adalah hal yang sangat
disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium,
ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin
11
sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan oleh
produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab.
Beberapa contoh produk yang sering diketahui mengandung formalin
misalnya:
1. Ikan segar : Ikan basah yang warnanya putih bersih, kenyal,
insangnya berwarna merah tua (bukan merah segar), awet sampai
beberapa hari dan tidak mudah busuk.
2. Ayam potong : Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih,
awet dan tidak mudah busuk.
3. Mie basah : Mie basah yang awet sampai beberapa hari dan tidak
mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung
formalin.
4. Tahu : Tahu yang bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah
hancur, awet beberapa hari dan tidak mudah basi.
5. Ikan Asin : ikan yang keringnya merata, awet sampai beberapa
minggu atau bulan dan tidak mudah busuk. (Dir. Jen. POM,
2003).
2.1.5. Dampak Terpapar Formaldehid
Formalin atau formaldehid merupakan bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian formalin pada makanan
dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa
timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah,
mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan
12
peredaran darah (Norliana, S et al. 2009). Efek pada kesehatan manusia
terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang, efek
sampingnya terlihat setelah jangka panjang karena terjadi akumulasi
formalin dalam tubuh. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan
bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga
menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam
tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik
(menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan
fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah,
diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang
disebabkan adanya kegagalan peredaran darah (Gosselin, 1976).
Formaldehid bila menguap di udara, berupa gas yang tidak
berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang
hidung, tenggorokan, dan mata. Dalam tubuh manusia, formaldehid
dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah,
tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau
sampai pada kematian (Anonim, 2006 ; Norliana, S et al. 2009). Beberapa
penelitian yang dilakukan oleh NCI (National Cancer Institute) di Amerika
menunjukkan bahwa para petugas anatomis (pembuat preparat biologi dari
makhluk hidup untuk penelitian) atau yang bekerja di pengawetan mayat,
lebih beresiko terkena kanker otak dan leukemia. Formaldehida juga dapat
membuat “jembatan amin” yang menghubungkan asam amino satu dengan
yang lain, sehingga bisa mengganggu metabolisme sel hidup. Inilah
13
sebabnya formaldehid sangat ampuh membunuh kuman dan sering
digunakan sebagai desinfektan (Windholz, 1983).
2.1.6. Cara Penyimpanan Formaldehid
Formalin yang merupakan 37% formaldehid dalam air sering
digunakan untuk berbagai keperluan. Maka dari itu dibutuhkan
pengetahuan cara penyimpanan formalin yang baik agar menghindari
bahaya yang ditimbulkan. Cara penyimpanan diantaranya adalah disimpan
di lingkungan bertemperatur suhu di atas 150C, tempat penyimpanan harus
terbuat dari baja tahan karat, alumunium murni, polietilen atau poliester
yang dilapisi fiberglass, tempat penyimpanan tidak boleh terbuat dari baja
biasa, tembaga, nikel atau campuran seng dengan permukaan yang tidak
dilindungi/dilapisi, tidak menggunakan bahan alumunium bila temperatur
lingkungan berada di atas 60 derajat Celsius (Dir. Jen. POM, 2003).
2.2. Tahu (Tofu)
2.2.1. Pengertian Tahu
Tahu berasal dari Cina. Metode pembuatan tahu pertama kali
ditemukan oleh Liu An pada tahun 164 SM. Liu An adalah seorang filsuf,
guru, ahli hukum dan ahli politik yang mempelajari kimia dan meditasi
dalam agama Tao. Dia memperkenalkan tahu pada teman-temannya yang
tidak menyantap daging, yaitu para pendeta. Pada masa itu kedelai
termasuk salah satu bahan makanan utama orang-orang kuil
14
(pendeta). Oleh para pendetalah sambil menyebarkan agama Budha, tahu
tersebar ke seluruh dunia (Purwoningsih, 2007).
Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari basil
penggumpalan protein kedelai yang diendapkan dengan batu tahu (CaSO4)
atau dengan asam asetat (CH3COOH). Sehingga kandungan protein dalam
tahu ditentukan oleh kandungan protein pada kedelai yang digunakan.
Kedelai yang biasa digunakan untuk membuat tahu adalah kedelai kuning
atau kedelai hitam. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas
unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan
beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur
ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir
menyamai kadar protein susu skim kering. Dalam perdagangan dikenal 2
jenis tahu, yaitu tahu biasa dan tahu Cina. Kedua jenis tahu ini berbeda
dalam bentuk dan cara pembuatannya. Pada pembuatan tahu Cina, kedelai
direbus terlebih dahulu sebelum direndam dan biasanya mempunyai
ukuran lebih besar. (Suprapti, 2005)
2.2.2. Tahu yang mengandung formaldehid
Tahu yang mengandung formaldehid memiliki ciri yang dapat
dibedakan. Semakin tinggi kandungan formalin, maka tercium bau obat
yang semakin menyengat; sedangkan tahu tidak berformaldehid akan
tercium bau protein kedelai yang khas. Tahu yang berformalin mempunyai
sifat membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), sedangkan tahu tak
15
berformalin jika ditekan akan hancur. Tahu berformalin akan tahan lama,
sedangkan yang tak berformalin paling hanya tahan satu dua hari. Tahu
yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat
penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat
homogen/seragam dan penampakan mengilap. Sedangkan jika memakai
pewarna kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika kita
potong tahunya, maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya tidak
homogen/seragam. Bahkan, ada sebagian masih berwarna putih (Dir. Jen.
POM, 2003).
2.3. Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan-bahan yang
ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan,
pengemasan atau penyimpanan untuk tujuan tertentu.
2.3.1. Peranan Bahan Tambahan Makanan
Peranan BTM pada dasarnya sebagai senyawa yang ditambahkan
dalam bahan pangan untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, tekstur,
atau sifat-sifat penyimpanannya serta untuk mempengaruhi kualitas yang
dikehendaki. BTM digunakan di industri-industri makanan untuk
meningkatkan mutu pangan olahan penggunaan. Bahan tambahan
makanan tersebut hanya dibenarkan jika ditujukan untuk keperluan
mempertahankan nilai gizi makanan, sebagai konsumsi segolongan orang
tertentu yang memerlukan makanan diet, mempertahankan mutu atau
16
kestabilan makanan, sebagai keperluan pembuatan, pengolahan,
penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, pemindahan, atau
pengangkutan, membuat makanan menjadi lebih menarik (Mulono, H.J.
2005).
2.3.2. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan (BTM)
Bahan Tambahan Makanan (BTM) dapat dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu :
1. BTM yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan.
BTM ini dibagi lagi berdasarkan fungsinya dalam pengolahan makanan,
antara lain sebagai anti oksidan; pemanis buatan; pemutih tepung;
pengemulsi dan pengental; pengeras; pewarna serta penyedap rasa dan
aroma.
2. BTM yang tidak sengaja tidak ditambahkan pada makanan.
BTM ini tidak mempunyai fungsi dalam makanan, terdapat secara fisik
sengaja baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan
selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan.
Menurut sumbernya, BTM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Alamiah, seperti lesitin dan asam sitrat.
b) Buatan/ sintetik dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa
dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimis maupun
sifat metabolismenya, seperti asam askorbat.Pada umunya bahan
sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil dan
17
lebih murah. Walaupun demikian terdapat kelemahan yaitu sering
terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat–zat
yang berbahaya bagi kesehatan, kadang bersifat karsinogenik
(Winarno, 1988 ).
2.4. Destilasi
2.4.1. Pengertian Destilasi
Destilasi adalah proses pemisahan komponen dari dua atau lebih
cairan berdasarkan perbedaan kecepatan dan kemudahan menguap masing-
masing komponen. Dalam destilasi, cairan dididihkan sehingga menguap
sehingga menguap, dan uap itu kemudian didinginkan kembali dalam
bentuk cairan. Zat yang memeiliki titik didih paling rendah akan menguap
terlebih dahulu. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada
suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik
didihnya. Metode ini merupakan jenis operasi kimia perpindahan massa,
dan idealnya model destilasi berdasarkan pada hukum Dalton dan Hukum
Raoult, yaitu “jika larutan yang terdiri dari dua komponen yang cukup
mudah menguap dididihkan, maka fase uap yang akan terbentuk akan
mengandung komponen yang lebih menguap dalam jumlah yang relative
banyak dibandingkan dengan fase cair.” Contohnya adalah: larutan
benzene-toulena, larutan n-Heptan dan n-Heksan dan larutan lain yang
sejenis dididihkan.
18
Destilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani pada abad
pertama masehi oleh Hypathia dan Alexandria. Dan Zossimus dan
Alexandria-lah yang dianggap berhasil menggambarkan proses destilasi
secara akurat sekitar abad ke-4, dan dimodernisasi oleh ahlikimia islam
pada masa khalifah Abbasiyah terutama masa Al-Razzi.
2.4.2. Macam-macam destilasi
Berdasarkan ekstraksi secara fitokimia, destilasi dibagi menjadi:
1. Destilasi Uap
Merupakan suatu proses pemisahan yang umumnya dilakukan
untuk bahan yang sangat sensitive terhadap suhu, seperti senyawa
alam aromatik. Karena banyak senyawa organik akan terurai pada
suhu tinggi. Tapi jika yang didestilasi sangat sensitive terhadap panas,
destilasi dengan uap dapat juga dikombinasikan dengan destilasi
dalam vakum.
Aplikasi dari destilasi uap ini adalah untuk pengerjaan minyak
essensial, contohnya parfum. Pada metode ini, uap air dilewatkan
melalui material tumbuhan yang berisi minyak yang diinginkan.
Namun, penggunaan destilasi uap ini hanya digunakan dalam skala
industri karena biaya yang diperlukan sangatlah mahal walaupun hasil
yang didapat akan menghasilkan hasil yang maksimal.
Prinsip Kerja :
Ketel uap dan penyulingan terpisah, ketel uap yang berisi air
dipanaskan dan uapnya dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi
19
bahan baku, partikel minyak terbawa uap dan dialirkan dalam
pendingin kemudian dipisahkan.
2. Destilasi Air
Destilasi air merupakan cara tertua, ditemukan di Negara Mesir
dan India Kuno. Namun, sampai sekarang masih dipakai oleh petani
tradisional. Karena peralatan yang digunakan masih sederhana dan
relative murah, namun hasil yang didapat tidak setinggi/sebagus dari
cara yang lain.
Proses ini menggunakan bunga dan tumbuhan herba yang telah
ditumbuk sempurna. Kemudian ditaruh diatas air dan bau harumnya
disadap.
Prinsip Kerja :
Ketel penyulingan diisi air sampai volume hamper separuh, lalu
dipanaskan, sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan dalam
ketel, bahan baku biasanya yang tidak rusak oleh panas uap air
misalnya bunga atau daun yang mudah bergerak dalam air.
3. Destilasi Uap – Air
Metode ini menggunakan kombinasi uap dan air untuk
membebaskan kotoran minyak yang masuk kedalam kantung aromatik
tumbuhan. Karena panas dan tekanan maka akan berubah bentuk
kedalam intisari cairan tersebut. Proses destilasi ini sangat rumit, dan
harganya pun lebih mahal.
20
Pada proses destilasi ini air dan material ditemukan keduanya
dalam labu yang dipenuhi lubang/jaringan, yang akan digunakan
untuk memisahkan keduanya. Pembakaran langsung merupakan satu
pendekatan yang digunakan dalam dasar destilasi, karena pembakaran
langsung ini menampakkan bagian atas dari labu destilasi. Karena
pembakaran langsung ini material tumbuhan dapat menjadi sangat
panas.
Uap air akan berkontak sendiri, karena adanya pemisahan dari
material tumbuhan dari air, di dalam system ini. Uap air yang
disebabkan dari air dalam labu destilasi akan menjadi terlalu panas
atau kering, dan harus dihindari ketika temperature tidak bisa naik
keatas sehingga akan terbentuk uap jenuh. Destilasi seperti ini,
menghadirkan suatu kasus penyulingan yang khas dengan uap tekanan
rendah dipenuhi. Persiapan material tumbuhan jauh lebih penting
didalam metode destilasi uap dibandingkan didalam destilasi air,
karena uap air hanya akan kontak dengan material sebagai kenaikan
saja.
Prinsip Kerja :
Ketel diisi air sampai batas saringan/langsang. Bahan baku
diletakkan diatas angsang sehingga tidak kontak langsung dengan air
yang mendidih tetapi berhubungan dengan uap air, air yang menguap
akan membawa partikel minyak atsiri dan dialirkan kealat pemisah
(Anonim, 2000)
21
2.5. Spektrofotometri UV-Vis
2.5.1. Pengertian Spektrofotometri
Pada awalnya, spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang
radiasi sinar tampak yang berinteraksi dengan molekul pada panjang
gelombang tertentu dan menghasilkan suatu spektra, yang merupakan hasil
interaksi antara energi radian dengan panjang gelombang atau frekuensi.
Kemudian pengertian ini dikembangkan tidak hanya untuk radiasi sinar
tampak, tapi juga jenis radiasi elektromagnetik yang lain seperti sinar X,
ultraviolet, inframerah, gelombang mikro, dan radiasi frekuensi radio.
Ilmu yang berhubungan dengan pengukuran spektra tersebut dinamakan
spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan
untuk mengukur serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi
elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada
daerah UV-Vis (FI edisi IV, 1995).
Jangkauan panjang gelombang yang tersedia untuk pengukuran
membentang dari panjang gelombang pendek ultraviolet sampai ke garis
inframerah.
Untuk kemudahan pengacuan, daerah spektrum secara garis
besarnya dibagi dalam :
1. Daerah ultraviolet jauh : 100 nm – 190 nm
2. Daerah ultraviolet dekat : 190 nm – 380 nm
3. Daerah cahaya tampak : 380 nm – 780 nm
4. Daerah inframerah dekat : 780 nm – 3000 nm
22
5. Daerah inframerah : 2,5 μm – 40 μm atau 4000 cm-1 –
250 cm-1
Spektrofotometer UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopik
yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (190-380 nm)
dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument
spektrofotometer.
Spektrofotometer UV–Vis merupakan metoda analisa yang
penggunaannya cukup luas, baik untuk analisa kualitatif maupun
kuantitatif. Untuk analisa kuantitatif yang diperhatikan adalah :
a) Membandingkan λ maksimum.
b) Membandingkan serapan (A), daya serap (a), .
c) Membandingkan spektrum serapannya
Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis adalah mengukur jumlah
cahaya yang diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di
dalam larutan. Ketika panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui
larutan, sebagian energi cahaya tersebut akan diserap (diabsorpsi).
Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi
cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi
(A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang
berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometri) ke
suatu point dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorbsi diukur dengan phototube.
23
Spektrofotometri sederhana terdiri dari :
1. Sumber radiasi
Sumber radiasi monokromator kuvet detektor amplifier rekorder 21
Sumber cahaya berasal dari lampu Deutrium (H0) untuk UV
dengan panjang gelombang 180 – 400 nm dan lampu Tungsten
(wolfram) untuk Vis dengan panjang gelombang 400 – 800 nm.
2. Monokromator
Monokromator merupakan alat yang berfungsi sebagai penyeleksi
cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Monokromator akan
memisahkan radiasi cahaya putih yang polikromatis menjadi
cahaya monokromatis (mendekati monokromatis).
3. Kuvet
Pada umumnya spektrofotometri melibatkan larutan, dengan
demikian diperlukan wadah/ sell untuk menempatkan larutan.
4. Detektor
Fungsinya mengubah energi radiasi yang jatuh mengenainya
menjadi suatu besaran yang dapat diukur.
5. Amplifier
Fungsinya untuk memperkuat sinyal listrik.
6. Rekorder
Alat untuk mencatat, dapat berupa gambar/angka-angka.
24
2.5.2. Tipe instrumentasi dari spektrofotometri UV-Vis
1. Single Beam
Pada spektrofotometri UV-Vis tipe single beam absorbsi
berdasarkan pada sinar tunggal dimana sampel akan ditentukan
jumlahnya pada satu panjang gelombang atau fix wave lenght.
Hasil biasanya dibandingkan dengan blangko (biasanya pelarut).
2. Double Beam
Pada spektrofotometri UV-Vis tipe double beam absorbsi biasanya
mempunyai variabel panjang gelombang atau ”multi wave length”.
Hasilnya bisa langsung dibandingkan dengan blangko.
Persyaratan suatu sampel dapat dianalisa menggunakan Spektrofotometri
UV Vis adalah :
1. Bahan mempunyai gugus kromofor
2. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor tapi berwarna
3. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dan tidak berwarna, maka
ditambahkan pereaksi warna (Vis)
4. Bahan tidak mempunyai gugus kromofor dibuat turunannya yang
mempunyai gugus kromofor (UV). (Harmita, 2006)
Dasar dari metoda ini karena adanya perubahan sifat fisikokimia
dari bahan yang diperiksa dengan jalan mengamati sifat serapannya
terhadap energi cahaya atau radiasi elektromagnetik. Spectrum UV-Vis
merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan
25
molekul. REM merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat
gelombang dan partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang maka
beberapa parameter perlu diketahui, misalnya panjang gelombang (λ),
frekuensi, bilangan gelombang, dan serapan (A).
REM mempunyai vektor listrik dan vektor magnet yang bergetar
dalam bidang-bidang yang tegak lurus satu sama lain dan masing-masing
tegak lurus pada arah perambatan radiasi.
Bila suatu cahaya monokromatis atau bukan monokromatis jatuh
pada medium homogen, maka sebagian dari cahaya ini akan dipantulkan,
sebagian akan diabsorbsi dan sisanya akan diteruskan, sehingga dalam hal
ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
IO = Ir + Ia + It
Dimana :
I0 = intensitas cahaya yang datang
Ir = intensitas cahaya yang dipantulkan
Ia = intensitas cahaya yang diserap
It = intensitas cahaya yang diteruskan
Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan
blanko/kontrol, sehingga :
I0 = Ia + It
Dua hukum empiris telah merumuskan tentang intensitas serapan.
Hukum Lambert telah menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak
26
bergantung dari intensitas sumber cahaya. Hukum Beer mengatakan
bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap
(Sudjadi, 1983)
Gabungan dari hukum Lambert-Beer menurunkan secara empiris
hubungan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya
larutan, dan hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat
(Depkes, 1995).
Rumus :
A = log (Io/It) = ε . b . c = a.b.c
Dimana : A = Serapan
Io = Intensitas sinar yang datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Absorptivitas molekuler ( L.mol-1.cm-1) = a x BM
a = Daya serap (L.g-1.cm-1)
b = Tebal larutan / kuvet (cm)
c = Konsentrasi zat (g/L, mg/mL)
Sampel yang sering dianalisis dengan metode spektrofotometer
UV-Vis adalah senyawa organik. Senyawa organik yang dapat
memberikan serapan adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan
auksokrom. Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang
memberikan serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Hampir
semua kromofor mempunyai ikatan rangkap seperti alkena (C=C), C=O, -
NO2, benzene, dan lain-lain.
27
Sedangkan auksokrom adalah gugus fungsional seperti –OH, -NH2,
-X, yaitu gugus yang mempunyai elektron nonbonding dan tidak
mengabsorbsi radiasi pada λ diatas 200 nm, akan tetapi mengabsorbsi
radiasi UV jauh (Harmita, 2006).
Ruang lingkup spektroskopi serapan dapat diperluas dengan
menggunakan reaksi warna, yang seringkali diiringi dengan peningkatan
sensitivitas atau selektivitas. Reaksi warna digunakan untuk memodifikasi
spektrum dari molekul pengabsorbsi sehingga dapat dideteksi pada daerah
visible, dan terpisah dari senyawa pengganggu lain yang memiki serapan
di daerah UV. Selain itu, modifikasi kimia ini dapat digunakan untuk
mengubah molekul yang tidak mengabsorbsi menjadi senyawa turunan
yang stabil yang memiliki serapan yang bermakna.
Panjang gelombang dimana absorbsi spektrum maksimum disebut
panjang gelombang maksimum (λ maks). Pengukuran ditunjukkan untuk
menghitung jumlah senyawa dalam sampel. Jika konsentrasi senyawa
semakin tinggi maka lebih banyak cahaya yang diabsorbsi oleh sampel.
2.6. Validasi Metode
2.6.1. Pengertian Validasi Metode
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk
penggunaanya. (Harmita, 2006)
28
2.6.2. Parameter Validasi Metode
1. Kecermatan (Accuracy)
Kecermatan adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh
dengan hasil sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil
perolehan kembali dari analit yang ditambahkan.
Cara penentuan akurasi dapat dilakukan dengan cara absolute dan cara
audisi. Syarat akurasi yang baik : 98 – 102 %, untuk sampel hayati
(biologis atau nabati) : ±10 %. Beberapa pendapat mangatakan antara
95-105 %, dan beberapa berpendapat antara 80-120 %. Hal ini
dikarenakan semakin kompleks penyiapan sampel dan semakin sulit
metode analisis yang digunakan, maka recovery yang diperbolehkan
semakin rendah atau kisarannya semakin lebar. Perhitungannya sebagai
berikut :
% Perolehan kembali = Kadar hasil analisis x 100%
Kadar sesungguhnya
Dianjurkan untuk melakukan penentuan akurasi dengan 5 konsentrasi
berbeda. (Gandjar, 2009)
2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata – rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel –
sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan
diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien
variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan
29
(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Kriteria seksama
diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau
koefisien variasi 2% atau kurang.
Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
a. Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,……………….xn
maka simpangan bakunya adalah :
SD = √ ( ∑ (x – x )2 )
n – 1
b. Simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) adalah :
KV = SD x 100 % (Harmita, 2006)
x
3. Selektivitas (specificity)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan
adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan
(degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang
mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap
hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang
ditambahkan. Pada metode analisa yang melibatkan kromatografi,
selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).
Pemisahan kromatogram yang baik diperoleh bila nilai resolusinya
lebih besar dari 1,5 (Gandjar, 2009).
30
4. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit
yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan,
keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Penentuan linearitas
dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya
antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering
ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%.
Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah
sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan
koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bx. Untuk
memperoleh nilai a dan b digunakan metode kuadrat terkecil (least
square):
a = (Σyi) (Σxi)2 – (Σxi) (Σyi)
N (Σxi2) – (Σyi2)
b = N(Σxi.yi) - (Σxi) (Σyi)
N (Σxi2) – (Σxi) 2
Linieritas ditentukan berdasarkan nilai koefisien (r)
r = N(Σxy) - (Σx) (Σy)
[ (N (Σx2) – (Σx) 2) (N (Σy2) (Σy)2) ]1/2
31
Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1
bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan
analisis terutama instrument yang digunakan. Parameter lain yang harus
dihitung adalah simpangan baku residual (Sy).
Sy = √ ∑ (y1 – ŷ1)2 di mana ŷ1 = a + bx
N – 2
Sx0 = Sy Sx0 = standar deviasi dari fungsi
b
Vx0 = Sx0 X 100% Vx0 = koefisien variasi dari fungsi
x
Syarat kelinearan garis :
a) Koefisien korelasi (r)
r ≥ 0,9990
b) Jumlah kuadrat sisa masing-masing titik temu (ri) mendekati nol (0)
(ri)2 sekecil mungkin ≈ 0
ri = yi – (b x i + a)
c) Koefisien fungsi regresi
Vx0 ≤ 2,0% (sediaan farmasi)
≤ 5,0% (sediaan biologi)
d) Kepekaan analisis (∆y/∆x)
∆y/∆x = y2 – y1 ≈ y3 – y2 ≈ y4 – y5 ≈ yn – yn-1
X2 – x1 X3 – x2 x4 – x5 xn – xn-1 (Harmita, 2006)
32
5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat
dikuantitasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik
menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Batas
kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama. Pada analisis instrument batas
deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali
lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini
dapat digunakan untuk perhitungan
Q = k x Sb
S1
Keterangan :
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
S1 = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx)
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis
regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan
nilai b pada persamaan garis linier y = a+bx, sedangkan simpangan
baku blangko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x)
33
a. Batas deteksi (Q)
karena k = 3 atau 10
Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka
Q = 3. S y/x
S1
b. Batas kuantitasi (Q)
Q = 10. S y/x
S1 (Harmita, 2006; Gandjar, 2009)
2.7. Teknik Sampling
2.7.1. Pengertian Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian.
Sampel sendiri secara harfiah dapat diartikan sebagai ”contoh”.
Pengambilan sampel perlu dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga
dan biaya, lebih cepat dan lebih mudah, memberi informasi yang lebih
banyak dan dalam, dapat ditangani lebih teliti.
Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi
sasaran. Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti,
sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan
sumber data.Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya
penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang
dapat menggambarkan populasinya.
34
2.7.2. Teknik pengambilan sampel dibagi atas 3 kelompok
1.Sampel Acak (Random Sampling / Probability Sampling)
Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasinya
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.
Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah
derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan. Beda penaksiran
parameter populasi dengan statistik sampel, dapat diperkirakan. Besar
sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.
Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu
sebagai berikut :
a. Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi
kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi
anggota sampel. Keuntungannya adalah prosedur mudah dan
sederhana. Kerugiannya adalah membutuhkan daftar seluruh
anggota populasidan biaya transportasi besar.
b. Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Proses pengambilan sampel, setiap urutan dari titik awal yang
dipilih secara random. Keuntungannya adalah perencanaan dan
penggunaannya mudah, sampel tersebar di daerah populasi.
Kerugiannya adalah membutuhkan daftar populasi.
c. Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Populasi dibagi strata-strata (sub populasi), kemudian pengambilan
sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara sampel random
35
sederhana, maupun secara sampel random sistematik.
Keuntungannya adalah taksiran mengenai karakteristik populasi
lebih tepat. Kerugiannya adalah daftar populasi setiap strata
diperlukan.
d. Sampel Random Berkelompok (Cluster Random Sampling)
Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana
sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item
(individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai
sampel. Keuntungannya adalah tidak memerlukan daftar populasi.
Kerugiannya adalah prosedur sulit.
e. Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)
Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat
dua maupun lebih. Keuntungannya adalah biaya transportasi
kurang. Kerugiannya adalah prosedur sulit dan prosedur
pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat.
2. Sampel Non Acak (Non Probability Sample / Selected Sample)
Pemilihan sampel tidak secara random. Cara ini dipergunakan bila
biaya sangat sedikit, hasil yang diminta segera dan tidak memerlukan
ketepatan yang tinggi.
36
Ada 3 cara yang dikenal :
a. Sampel Pertimbangan (Pusposive Sampling)
Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan
penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki
telah ada dalam anggota sampel yang diambil.
b. Sampel Kebetulan (Accidental Sampling)
Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih
dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehenadaki tidak berdasarkan
pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan, asal memenuhi
keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan
sementara saja.
c. Sampel Kuota (Quota Sampling)
Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti saja,
hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu.
Cara ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan
situasi daerah dimana penelitian akan dilakukan.
3. Sampel Penyelidikan (Investigatif Sampel)
Pemilihan sampel diambil secara acak dan dilihat dari nomor registrasi
yang berbeda untuk setiap sampel serta peminatan masyakarakat yang
cukup tinggi terhadap produk tersebut.
(Harmita, 2006 ; Isgiyanto, 2009).
37
BAB III
KERANGKA KONSEP
ALUR PENELITIAN
Formaldehid merupakan zat pengawet yang
berbahaya dan penggunaannya dilarang sebagai bahan pengawet
makanan
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, masih
banyak ditemukan formaldehid pada berbagai produk pangan
yang dijual dipasaran, termasuk produk tahu
Formalin merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam
makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.
Perlu dilakukan penelitian terhadap produk tahu yang beredar di sekitar
pasar Ciputat
Formaldehid akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya pada
kesehatan jika terakumulasi dalam tubuh manusia dan
terlihat setelah jangka waktu yang lama dan berulang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling yaitu investigatif sampel
Penyiapan Alat dan Bahan
Pembuatan Larutan Uji dan Pereaksi
Uji Validasi
Penetapan Kadar dengan Sampel Uji
Uji Kuantitatif dengan Spektrosfotometer UV-Vis
Larutan Uji dari sampel tahu
Larutan baku kerja Formaldehid 100 – 300 ppm dari larutan induk
Pembuatan Tahu dengan kadar formaldehid 100 –
300 ppm
Larutan Baku Induk Formaldehid 6 mg/ml
Uji LOD dan LOQ
Uji Presisi
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Uji Linearitas
Uji Akurasi
Larutan Blanko
38
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Pengambilan Sampel
Sampel berupa produk tahu yang terdiri dari beberapa jenis tahu
yang dijual di pasar Ciputat. Sampel tahu diambil secara acak dengan
menghitung sumber produsen tahu kemudian jumlah sampel yang diuji
dihitung menggunakan rumus populasi. Data perhitungan selengkapnya
terdapat di Lampiran 2.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan laboratorium
pangan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah. Lama
penelitian kurang lebih selama 3 bulan dari bulan Mei hingga Juli 2010.
4.3. Alat dan Bahan Penelitian
4.3.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah labu ukur, labu destilasi, alat destilasi
uap, gelas ukur, erlanmeyer, thermometer, tabung reaksi, kaca arloji,
spatula besi, neraca analitik, alumunium foil, sarung tangan dissposable,
masker, cawan petri, pipet volumetri, waterbath, spektrofotometer UV-
Vis.
39
4.3.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah Formalin (Merck)
Mengandung 37% formaldehid dalam air, Ammonium asetat (Merck),
Asam asetat glacial (Merck), Asetil aseton (Merck), Asam fosfat 10%
(Merck), Kacang kedelai, CaSO4/Sioko, Aquadest.
4.4. Prosedur Penelitian
4.4.1. Penyiapan Bahan Baku dan Pereaksi
1. Pembuatan Larutan Nash
Ditimbang 150 gram ammonium asetat dilarutkan dalam 700 ml
air. Ditambahkan 3 ml asam asetat glasial dan 2 ml asetil aseton.
Ditambahkan aquadest hingga volume tepat 1000 ml. (Anonim,
1995 ; Marliana, 2008)
2. Pembuatan larutan baku induk formaldehid 6 mg/ml
Dipipet formalin (mengandung 37% formaldehid dalam air)
sebanyak 1,1 ml (jika berbentuk larutan), dimasukkan kedalam
labu ukur 200 ml. Kemudian di cukupkan dengan aquadest hingga
garis tanda.
3. Pembuatan larutan baku formaldehid konsentarsi 100 – 300
ppm.
Dari larutan baku induk formaldehid 6 mg/ml, dibuat konsentrasi
100 ppm dengan mengukur 1,7 ml larutan induk di cukupkan
dengan aquadest sampai 100 ml, kemudian dibuat konsentrasi 150
ppm dengan mengukur 2,5 ml larutan induk di cukupkan dengan
40
aquadest sampai 100 ml, lalu dibuat konsentrasi 200 ppm dengan
mengukur 3,3 ml larutan induk di cukupkan dengan aquadest
sampai 100 ml, kemudian dibuat konsentrasi 250 ppm dengan
mengukur 4,2 ml larutan induk di cukupkan dengan aquadest
sampai 100 ml, lalu dibuat konsentrasi 300 ppm dengan mengukur
5 ml larutan induk dicukupkan dengan aquadest sampai 100 ml.
Digunakan labu ukur 100 ml untuk pembuatannya.
4. Pembuatan larutan asam fosfat 10%
Diukur asam fosfat (85%) 11,8 ml dilarutkan dengan air suling
sampai larut dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan
aquadest sampai garis tanda.
5. Pembuatan Tahu Simulasi untuk Penambahan Formaldehid
Dicuci kedelai sebanyak 1 kg, kemudian direndam dengan air
bersih selama kurang lebih 5 - 6 jam. Dicuci kembali kedelai yang
sudah direndam dengan air bersih, lalu ditumbuk atau dihancurkan
kedelai menggunakan blender dengan ditambahkan air hangat
(perbandingan kedelai dan air yaitu 1:2). Dikumpulkan hasil
blender ke suatu wadah lalu dipanaskan hingga membentuk bubur
tetapi tidak sampai mengental. Ditandai dengan gelembung-
gelembung kecil pada suhu 70 - 80˚C. Disaring bubur kedelai
dengan kain saring, dan dibuang ampasnya. Dipanaskan kembali
hasil saringan dan ditambahkan batu tahu/ bubuk sioko/ CuSO4
sebanyak 1 sendok makan per ½ kg kedelai untuk pengendapannya
secara perlahan sambil diaduk pelan sampai terbentuk gumpalan
41
tahu. Didiamkan beberapa menit sampai gumpalan menjadi
banyak. Disiapkan tempat cetak tahu dengan dialaskan kain putih
dan tahu dicetak pada tempatnya lalu lipat kain hingga menutupi
seluruh permukaan adonan tahu. Cetakan ditindih dengan
menggunakan sesuatu yang berat selama 15 menit agar tahu
menjadi mampat. Didiamkan beberapa menit sampai tahu
mengeras.
4.4.2. Penentuan panjang gelombang maksimum.
Dipipet 1 ml larutan formaldehid konsentrasi 150 ppm dimasukkan
kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan air hingga volumenya 10 ml
dan 5 ml pereaksi Nash lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu
37˚C selama 30 menit. Setelah dingin dipindahkan kedalam labu ukur 25
ml secara kuantitatif dan ditepatkan volumenya menggunakan air, dikocok
hingga homogen. Diamati serapannya pada panjang gelombang 400 – 500
nm dengan alat spektrofotometer UV-Vis hingga didapat panjang
gelombang maksimum.
4.4.3. Validasi Metoda
1. Pembuatan Kurva kalibrasi dan Penentuan Linearitas
Dipipet 1 ml larutan formaldehid konsentrasi 100 ppm dimasukkan
kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan air hingga volumenya 10 ml
dan 5 ml pereaksi Nash lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu
37˚C selama 30 menit. Dipindahkan kedalam labu ukur 25 ml secara
42
kuantitatif setelah dingin dan ditepatkan volumenya menggunakan air,
dikocok hingga homogen. Diamati serapannya pada panjang gelombang
400 – 500 nm dengan alat spektrofotometer uv-vis. Dilakukan cara yang
sama untuk konsentrasi 150, 200, 250 dan 300 ppm kemudian dibuat kurva
kalibrasi hingga didapat persamaan linier y=a+bx. Linieritas dari kurva
kalibrasi dilihat dengan menghitung koefisien korelasi (r) dari persamaan
garis regresi linier.
2. Penentuan Batas Deteksi / Limit Of Detection (LOD) dan Batas
Kuantitasi / Limit Of Quantitation (LOQ)
LOD dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi,
dengan rumus :
LOD =
Sedangkan nilai batas kuantitasi (LOQ) diperoleh dengan rumus :
LOQ =
Dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari
persamaan regresi.
3. Uji Kecermatan / Perolehan Kembali (Akurasi)
a. Penyiapan sampel uji tahu simulasi
Ditimbang sampel tahu sebanyak 10 g, dihancurkan dalam lumpang
kemudian ditambahkan formaldehid konsentrasi 125 ppm dan dimasukkan
kedalam labu destilasi. Ditambahkan 100 ml air dan 10 ml asam fosfat
10% kemudian dilakukan destilasi uap menggunakan alat destilasi uap.
Destilat ditampung kedalam erlenmeyer 100 ml yang telah berisi 10 ml air
(ujung pendingin/pipa destilat dicelup kedalam air) dan dilakukan destilasi
43
hingga diperoleh destilat sampai tanda batas, ditutup dengan alumunium
foil dan kocok sampai homogen. Dilakukan cara yang sama pada sampel
tahu yang dicampur formaldehid dengan kadar 175 ppm dan 225 ppm
kemudian dihitung nilai perolehan kembali. Dilakukan 3 kali destilasi
untuk masing-masing konsentrasi sehingga diperoleh 9 destilat dan diukur
serapannya menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis.
b. Perhitungan Nilai UPK
Nilai perolehan kembali dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi
yang diperoleh dari hasil formaldehid ekstraksi tahu simulasi dengan
konsentrasi formaldehid sebenarnya yang ditambahkan pada tahu simulasi
dan dikalikan 100%.
Nilai UPK = Konsentrasi yang diperoleh x 100% Konsentrasi yang sebenarnya
4. Uji Keseksamaan (Presisi)
Selisih dari nilai UPK rata-rata ketiga konsentrasi formaldehid tahu simulasi
dikurangi nilai UPK rata-rata per konsentrasi. Kemudian dihitung nilai
simpangan baku (SD) dan nilai Simpangan baku relatif atau koefisien
variasi (KV) masing-masing konsentrasi.
4.4.4. Analisa sampel pasar secara Kuantitatif
Ekstraksi dan Pengukuran Sampel Pasar
Ditimbang sampel tahu sebanyak 10gram dan dimasukkan kedalam
labu destilasi. Ditambahkan 100 ml air dan 10 ml asam fosfat 10%
kemudian dilakukan destilasi uap menggunakan alat destilasi uap. Destilat
ditampung kedalam labu ukur 100 ml yang telah berisi 10 ml air ( ujung
44
pendingin dicelup) dan dilakukan destilasi hingga diperoleh destilat
sampai tanda batas, kocok sampai homogen. Dipipet 1 ml destilat dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan air hingga
volumenya 10 ml dan 5 ml pereaksi Nash lalu dipanaskan dalam penangas
air pada suhu 37oC selama 30 menit. Dipindahkan kedalam labu ukur 25
ml secara kuantitatif setelah dingin dan ditepatkan volumenya
menggunakan air. Dikocok hingga homogen (Anonim . 1995).
45
46
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Percobaan
5.1.1. Panjang gelombang maksimum
Gambar 1. Serapan optimum formaldehid
Formaldehid yang diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis
memberikan serapan optimum di daerah panjang gelombang 412,73 nm
dalam pelarut air dan penambahan pereaksi Nash (Ammonium asetat,
Asam asetat glasial dan Asetil aseton). Hasil spektrum serapan larutan
formaldehid lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 7.
5.1.2. Linearitas dan Kurva kalibrasi
300.0 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500.0
0.00
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.00
nm
A
412.73
315.89
Kurva Kalibrasi
0 8
1
1,2
47
Gambar 2. Kurva kalibrasi formaldehid berupa konsentrasi (µg/ml) dibandingkan dengan nilai absorbansi.
Kurva kalibrasi Formaldehid yang dibuat dari lima konsentrasi
formaldehid bertingkat yaitu 100 µg/ml, 150 µg/ml, 200 µg/ml, 250
µg/ml dan 300 µg/ml. Berdasarkan hasil kurva yang didapat
menunjukkan bahwa nilai absorbansi yang dihasilkan meningkat sejajar
dengan peningkatan konsentrasi formaldehid yang dibuat. Dan dari
kurva didapatkan persamaan linier antara konsentrasi dan absorbansi
formaldehid yaitu y=0,0032x-0,0079. Persamaan linier tersebut dapat
digunakan sebagai penentu konsentrasi formaldehid dari absorbansi yang
diperoleh. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10, Tabel 5.
5.1.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Tabel 1. Hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi formaldehid
48
∑ (y - y)² 0,00042294
S(y/x)² 0,00014098
S(y/x) 0,011875
LOD (Limit Of Detection) 11,1328 µg/ml
LOQ (Limit Of Quantitation) 37,1094 µg/ml
Dari data kurva kalibrasi dan liearitas didapat nilai LOD (Limit
Of Detection) atau batas deteksi adalah 11,1328 µg/ml, sedangkan nilai
LOQ (Limit Of Quantitation) atau batas kuantitasi yang didapat adalah
sebesar 37,1094 µg/ml. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
11, Tabel 6.
5.1.4. Kecermatan / Perolehan kembali (Akurasi)
Tabel 2. Hasil uji perolehan kembali formaldehid pada tahu simulasi
C
(µg/ml)
Rata-rata
UPK (%)
Rata-rata UPK
±SD (%)
125 99,14
98,69 ± 0,4085 175 98,59
225 98,36
X = 98,69
Tabel 2 menunjukkan nilai uji perolehan kembali (UPK) atau uji
kecermatan (Akurasi) formaldehid pada tahu buatan dengan konsentrasi
125 µg/ml, 175 µg/ml dan 225 µg/ml. Rata-rata nilai UPK seluruh
konsentrasi sebesar 98,69%. Syarat nilai UPK yang baik adalah ≥ 98%.
49
Maka hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat uji kecermatan. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12, Tabel 7
5.1.5. Keseksamaan (Presisi)
Tabel 3. Hasil uji presisi formaldehid pada tahu simulasi
C (sebenarnya)
(µg/ml)
Rata-rata
UPK (%) (x – x) ((x – x)²) SD KV
125 99,14 0,45 0,2025
0,4086 0,4139%
175 98,54 - 0,15 0,0225
225 98,36 - 0,33 0,1089
X = 98,69 ∑ 0,3339
Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan simpangan baku (SD)
dari data yang diperoleh sebesar 0,4086 dan nilai koefisien variasi (KV)
sebesar 0,4139%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13,
Tabel 8.
5.1.6. Analisis Sampel Pasar
50
0
50
100
150
200
250K
onse
ntr
asi (
µg/
ml)
Grafik Kadar Formaldehid Pasar Ciputat
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7
Gambar 3. Grafik hasil analisis tahu yang dijual di pasar Ciputat
Grafik diatas menunjukkan besar konsentrasi (µg/ml) formaldehid
yang terdapat pada sampel tahu pasar Ciputat yang dianalisis. Masing-
masing sampel memiliki kadar formaldehid yang bervariasi. Kadar
formaldehid tertinggi terdapat pada sampel 5 sebesar 201,98 µg/ml.
Berikutnya sampel 4 sebesar 190,80 µg/ml dan sampel 1 sebesar 104,87
µg/ml. Dan kadar formaldehid terendah terdapat pada sampel 2 sebesar
11,20 µg/ml. Sedangkan pada sampel 3, sampel 7 sebesar, dan sampel 6
dikatakan tidak terdeteksi karena nilai yang di dapat berada dibawah batas
deteksi yang diperoleh. Data selengkapnya pada lampiran 8, tabel 4.
5.2. Pembahasan
51
Tahu dipilih sebagai sampel penelitian ini karena tahu merupakan
makanan tradisional sederhana yang konsumsinya cukup besar setiap
harinya oleh masyarakat karena rasanya enak dan tidak mahal.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling acak dan mencari
tahu asal pabrik pemasok tahu ke pasar Ciputat dan mencatat jumlah
pabriknya sehingga dapat dihitung jumlah sampel yang akan diambil
dengan menggunakan rumus pengambilan sampel populasi (N) diketahui.
Validasi metode dan penetapan kadar formaldehid dilakukan
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan penambahan
pereaksi Nash (Anonim, 1995; Arifin, 2005). Pemilihan metode
spektrofotomentri UV-Vis karena formaldehid memiliki serapan pada
daerah sinar tampak. Daerah sinar tampak yaitu berada pada daerah
380nm-780nm. Metode spektrofotometri UV-Vis merupakan metode
sederhana, tetapi dapat digunakan untuk penentuan kadar dengan
konsentrasi yang kecil. Selain itu metode tersebut memiliki daya
sensitivitas yang baik dalam proses analisis.
Penelitian didahului dengan proses penentuan panjang gelombang
maksimum atau serapan optimum dari larutan formaldehid yang
dilarutkan dengan air dan pereaksi nash menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang 400 – 500 nm.
Menurut literatur, formaldehid memiliki serapan optimum pada 412–
415nm. Setelah di lakukan pengukuran, formaldehid yang dilarutkan
dengan air dan ditambah pereaksi Nash menghasilkan panjang gelombang
maksimum 412,73nm. Panjang gelombang yang diperoleh berada di
52
daerah serapan optimum formaldehid. Pemilihan panjang gelombang
maksimum formaldehid dilakukan agar dapat mengetahui daerah
formaldehid bekerja memberi serapan warna yang dapat diabsorbsi oleh
alat spektrofotometer UV-Vis, sehingga dapat dihasilkan nilai berupa
absorbansi. Selain itu pemilihan panjang gelombang maksimum juga
berfungsi untuk mengetahui selektifitas dan sensitifitas formaldehid, jika
panjang gelombang maksimum yang dihasilkan berada pada daerah
serapan optimum formaldehid sesuai literatur, maka formaldehid yang
digunakan memenuhi syarat penggunaannya untuk analisis. Contoh
spektrum serapan formaldehid dapat dilihat pada lampiran 3, gambar 7.
Larutan formaldehid merupakan larutan yang tidak berwarna.
Syarat senyawa yang dapat diukur serapannya dengan alat
spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa organik yang dapat
memberikan serapan yaitu senyawa yang memiliki gugus kromofor.
Gugus kromofor adalah gugus fungsional tidak jenuh yang memberikan
serapan pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Oleh karena itu pada
proses pengukuran sampel direaksikan dengan pereaksi yang dapat
memberikan spektrum serapan berwarna dengan formaldehid yaitu
pereaksi Nash yang terdiri dari campuran ammonium asetat, asam asetat
glasial dan asetil aseton. Campurannya dengan formaldehid dapat
memberi serapan berwarna kuning terang. Semakin kuning warna larutan
yang didapat maka diperkirakan konsentrasi yang terdapat dalam analit
juga semakin besar.
53
Formaldehid dengan penambahan pereaksi Nash disertai
pemanasan selama 30 menit akan menghasilkan warna kuning yang
mantap, sehingga dapat diukur serapannya menggunakan spektrofotometri
sinar tampak pada panjang gelombang 412 - 415 nm. (Jon, 1980 ; Nash,
1953)
Gambar 4. Reaksi perubahan warna pada campuran formaldehid dan
pereaksi Nash.
Pada proses preparasi sampel, dilakukan proses ekstraksi sampel
dengan cara metode destilasi menggunakan alat destilasi uap. Metode
destilasi uap dilakukan karena formaldehid merupakan senyawa yang
berbentuk gas dan bersifat sangat volatil atau mudah menguap juga
memiliki titik didih dibawah 100°C yaitu 96°C. Destilasi uap diperlukan
untuk menjaga senyawa formaldehid agar tidak rusak, karena destilasi uap
digunakan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak tahan
54
pemanasan atau suhu tinggi. Sampel tahu ditimbang ± 10gram dan
dihancurkan pada lumpang. Kemudian sampel yang telah halus
dimasukkan ke dalam labu destilasi dengan ditambahkan 100 ml aquadest
dan 10 ml asam phospat 10%. Formaldehid yang terdapat dalam tahu akan
terikat dengan protein dalam tahu, maka penambahan asam phospat
ditujukan untuk menghancurkan atau melepaskan ikatan antara
formaldehid dengan protein sehingga formaldehid dapat terpisah dengan
proses destilasi uap. Sampel yang telah siap langsung diekstraksi
menggunakan destilasi uap dengan suhu ± 96°C, labu penampung destilat
terlebih dahulu diisi air 10ml, kemudian ujung pendingin tercelup
kedalam air, hal ini bertujuan untuk menangkap uap formaldehid yang
dihasilkan proses destilasi ke dalam air yang telah ditampung. Setelah
hasil destilat diperoleh 100 ml lalu proses destilasi dihentikan. Sebanyak 1
ml destilat dimasukkan ke tabung reaksi, ditambahkan 9 ml aquadest dan
ditambahkan 5 ml pereaksi Nash (campuran ammonium asetat, asam
asetat glasial, dan asetil aseton) kemudian di vortex selama 1 menit
bertujuan agar campuran destilat-air-pereaksi nash terdispersi sempurna
sehingga warna yang dihasilkan merata, lalu di panaskan diatas penangas
air dengan suhu 37°C selama 30 menit. Larutan sampel akan berubah
menjadi berwarna kuning jika menunjukkan hasil positif. Sampel di
cukupkan 25 ml dengan aquadest dan divortex kembali. Kemudian
dilakukan pengukuran dengan alat spektrofotometer ultraviolet-visibel
pada panjang gelombang 412,73mn. Validasi metode dilakukan dengan
tujuan untuk membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dapat
55
memberikan hasil yang valid. Validasi metode penetapan kadar diawali
dengan melakukan pembuatan kurva kalibrasi dan penentuan linearitas.
Kurva kalibrasi yang dibuat adalah hubungan antara nilai absorbansi dari
analit terhadap konsentrasi dari analit. Nilai yang dihasilkan oleh kurva
kalibrasi dikatakan baik apabila nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1.
Artinya peningkatan nilai absorbansi analit berbanding lurus dan
signifikan dengan peningkatan konsentrasinya. Pada pembuatan kurva
kalibrasi dibuat deret standar formaldehid dari larutan induk formaldehid
konsentrasi 6mg/ml. Konsentrasi yang digunakan sebagai deret standar
formaldehid adalah 5 konsentrasi bertingkat dengan rentang 100, 150,
200, 250 dan 300 ppm (µg/ml). Dihasilkan kurva kalibrasi dengan
persamaan Y = 0,0032x - 0,0079 dan nilai koefisien korelasi (r) = 0,9992,
nilai koefisien variasi fungsi regresi sebesar 0,4139%. Koefisien variasi
fungsi regresi menunjukkan besarnya penyimpangan data yang dihasilkan
dari data yang sebenarnya. Semakin kecil nilai persen koefisien variasi
fungsi maka menunjukkan data yang diperoleh memiliki akurasi yang
tinggi. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, kedua nilai yang
didapat memenuhi persyaratan yaitu syarat nilai koefisien kolerasi (r)
yang baik adalah ≥ 0,9990, sedangkan nilai koefisien variasi fungsi
regresi (Vxo) yang baik adalah sebesar ≤ 2%.
Setelah didapat kurva kalibrasi yang memenuhi persyaratan
analisis, kemudian data yang didapat diolah dan dilanjutkan dengan
menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ). Batas
deteksi merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih
56
dapat dideteksi (Harmita, 2006). Hasil percobaan didapat nilai LOD
sebesar 11,1328 µg/ml. Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil
analit dalam sampel yang masih dapat ditentukan dengan metode yang
digunakan dan memenuhi criteria cermat dan seksama. Nilai LOD dapat
digunakan sebagai acuan dalam pemilihan konsentrasi sampel pada
pengujian selektivitas (Harmita, 2006). Dari data hasil percobaan
diperoleh nilai LOQ sebesar 37,1094 µg/ml.
Lalu dilanjutkan dengan uji kecermatan (uji akurasi). Akurasi
merupakan kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil
sebenarnya dan dinyatakan dalam persen perolehan kembali (UPK).
Dilakukan pengukuran dari 3 konsentrasi berbeda formaldehid yaitu 125
µg/ml, 175 µg/ml, dan 225 µg/ml yang dimasukkan kedalam sampel tahu
buatan. Kemudian tahu diekstraksi dengan metode destilasi uap untuk
memisahkan formaldehid dari tahunya hingga dihasilkan destilat sebanyak
100 ml dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer uv-vis
dengan 3 kali pengulangan. Dari percobaan 3 konsentrasi berbeda
formaldehid pada tahu buatan diperoleh rata-rata persen nilai UPK tiap
konsentrasi pertama sebesar 99,14% untuk konsentrasi 125 µg/ml, yang
kedua sebesar 98,59% untuk konsenrasi 175 µg/ml dan yang ketiga
98,36% untuk konsentrasi 225 µg/ml. Rata-rata persen nilai UPK seluruh
konsentrasi yaitu sebesar 98,69% dengan nilai simpangan baku (SD)
sebesar 0,4086 sedangkan syarat uji perolehan kembali nilai UPK rata-
rata berkisar 98 – 102% telah terpenuhi. Seluruh data yang diperoleh
memenuhi syarat uji akurasi sehingga data yang diperoleh dapat dikatakan
57
memberi hasil uji akurasi yang baik dan metode analisis dapat bekerja
cukup akurat dan memberi hasil yang baik untuk pengukuran sampel
pasar selanjutnya.
Uji selanjutnya yang dilakukan sebagai pendukung proses validasi
metode yaitu uji keseksamaan. Uji keseksamaan atau uji presisi
merupakan ukuran derajat kesesuaian antara hasil individual dari rata-rata
jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang
diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2006). Hasil percobaan
yang dilakukan didapat nilai koefisien variasi sebesar 0,4139% dan nilai
simpangan baku (SD) sebesar 0,4086. Syarat uji keseksamaan yaitu
menghasilkan nilai koefisien variasi ≤ 2%.
Maka dapat dilihat bahwa semua hasil uji hasil yang didapat
memenuhi syarat sebagai parameter uji dari validasi metode penetapan
kadar formaldehid pada tahu. Sehingga metode yang digunakan dapat
dikatakan valid dan dapat memberikan hasil yang baik dalam pengukuran
sampel selanjutnya.
Jika kandungan dalam tubuh tinggi, formaldehid akan bereaksi
secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan kerusakan
pada organ tubuh Penemuan di bidang patologi menunjukkan bila bahan
ini terhirup dapat menyebabkan nekrosis atau kematian sel yang
disebabkan oleh kerusakan sel secara akut pada membran mukosa. Selain
58
itu, ditemukan perubahan degeneratif pada hati, ginjal dan otak
(Dreisbach, 1971).
Hasil penetapan kadar dari seluruh sampel yang diperiksa
menghasilkan data absorbansi. Kadar formaldehid dihitung menggunakan
persamaan linier yang didapat dari kurva kalibrasi yaitu Y=0,0032x-
0,0079. Dari sampel pertama diperoleh rata-rata absorbansi sampel setelah
3 kali pengukuran sebesar 0,3277 dan kadar formaldehid yang ditafsirkan
sebesar 104,879µg/ml. Sampel kedua diperoleh rata-rata nilai absorbansi
sebesar 0,0279 dan kadar formaldehid yang terkandung sebesar 11,2083
µg/ml. Sampel ketiga memiliki nilai rata-rata absorbansi sebesar 0,0010
dan dikatakan tidak terdeteksi adanya formaldehid karena nilai yang
diperoleh berada dibawah batas deteksi sehingga ketepatannya diragukan.
Sampel keempat diperoleh nilai rata-rata absorbansi sebesar 0,6026 dan
konsentrasi formaldehid sebesar 190,8021 µg/ml. Sampel kelima
memiliki rata-rata nilai absorbansi sebesar 0,6384 dan kadar formaldehid
sebesar 201,9896 µg/ml. Sampel keenam memiliki rata-rata nilai
absorbansi sebesar 0,0256 dan dikatakan tidak terdeteksi adanya
formaldehid. Sampel ketujuh memiliki rata-rata nilai absorbansi sebesar
0,0027 dan dikatakan tidak terdeteksi adanya formaldehid.
Dari penentuan kadar masing-masing sampel tahu pasar, dapat
dilihat bahwa semua tahu yang analisis mengandung formaldehid dengan
kadar berbeda tiap ml nya. Kadar formaldehid terbesar yaitu pada sampel
kelima sebesar 201,9896 µg/ml, sedangkan kadar formaldehid terrendah
yaitu sampel kedua sebesar 11,2083 µg/ml.
59
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Uji linearitas pada rentang konsentrasi 100 - 300 µg/mL memberikan
nilai koefisien korelasi (r) 0,9992 dan nilai koefisien variasi fungsi
sebesar 0,4139 % dengan batas deteksi (LOD) formaldehid 11,1328
µg/mL dan batas kuantitasi (LOQ) 37,1094 µg/mL. Rata-rata persen
perolehan kembali yang dihasilkan pada konsentrasi 125 µg/mL, 175
µg/mL dan 225 µg/mL adalah 98,69±0,4085%. Dari hasil tersebut,
dapat disimpulkan bahwa metode penetapan kadar formaldehid pada
produk dengan metode spekrtofotometri UV-Vis terbukti memiliki nilai
validitas yang cukup baik.
2. Sampel tahu pasar yang diperiksa beberapa mengandung formaldehid
sebagai pengawetnya. Kadar terbesar adalah sampel 5 sebesar
201,9896µg/ml, sedangkan kadar terendah adalah sampel 2 yaitu sebesar
11,2083µg/ml.
6.2. Saran
Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan analisis penetapan kadar
formaldehid dalam produk makanan tahu ataupun produk makanan lainnya
yang beredar dipasar Ciputat dengan menggunakan metode lainnya seperti
GC-MS atau HPLC.
60
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 1995. Jurnal Association Of Official Analytical Chemests. Chap 47:548
Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Anonim. 2004. Guidelines: Formaldehyde. Environmental and Occupational Health and Safety Services. Newark: University Of Medicine Dentistry Of New Jersey.
Anonim, 2006. IAEC Monographs on the Evaluation of Carsinogenic Risks to Humans Vol 88. World Health Organization International Agency For Reasearch On Cancer.
Arifin, Zainal dkk. 2005. Deteksi Formalin Dalam Ayam Broiler Dipasaran. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.
Dir. Jen. POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 259-260; 676.
Dir. Jen. POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 1157
Dir. Jen. POM. 2001. Kodeks Makanan Indonesia Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 630, 665-669
Dir. Jen. POM. 2003. Formalin. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal: 3-20
Dreisbach, Robert H. 1982. Hand Book Of Poisoning. Washington: University Of Washington. Hal: 200-201
61
Doyle ME et al. Food Safety. New York-Basel-Hongkong: Marcel Dekker, Inc. 1993.
Fauziah, Munayah. 2005. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC. Hal: 104. Terjemahan Dari Safe Management Of Wastes From Health Care Activities. 1999. Pruss, A. WHO.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal: 18-19;199;456-474
Gosselin ER et al. Clinical Toxicology of Commercial Products: Acute Poisoning,
4th ed. Baltimore: The Williams and Wilkins Co, 1976, p. 166–67.
Harmita. 2006. Analisa Fisikokimia .UI Press. Jakarta. 2006;17, 144-152.
Isgiyanto, Awal. 2009. Teknik Pengambilan Sampel. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Hal: 80-81.
Jon Compton, Bruce, et al. 1980. Jurnal of The mechanism of the reaction of the Nash and the Sawicki aldehyde reagent. Department of Chemistry, McGill University, 801 Sherbrooke St. W., Montreal, P.Q., Canada H3A 2K6.
Li, Jianrong, et al. 2007. Jurnal of Determination of formaldehyde in squid by high-performance liquid chromatography. College of Food Science, Biotechnology and Environmental Engineering, Zhejiang Gongshang University, Food Safety Key Lab of Zhejiang Province, Hangzhou, China, 310035
Marliana, Herci. 2008. Optimasi Pereaksi. Skripsi FMIPA UI. Jakarta: UI. Hal: 5-
16 Mulono, H.J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Universitas Airlangga.
Hal: 134-155
62
Nash, T. 1953. Jurnal of The Colorimetric Estimation of Formaldehyde by Means
of the Hantzsch Reaction. Air Hygiene Laboratory, Public Health Laboratory Service, Colindale Avenue, London, N.W. 9.
Norliana, S et al. 2009. The Health Risk of Formaldehyde to Human Beings. Malaysia: University Putra Malaysia, Faculty of Food Science and Technology.
Pujaatmaka, Dr. A. Handayani dan Ir. L Setiono. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik edisi 4. Jakarta: EGC. Hal: 4-9
Purwoningsih, Eko. 2007. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Bekasi: Ganeca Exact. Hal: 5-7
Reynold, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, 28th ed. London: The Pharmaceutical Press. Hal: 563 – 564
Sihombing, Marice. 1996. Kandungan Zat Gizi Tahu Yang Direndam Dalam Formalin. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia Ed:24. Hal: 173-174
Sihombing, Marice dan Geertruida Sihombing. 1996. Nilai Biologik Tahu Yang Direndam Dalam Formalin. Cermin Dunia Kedokteran No:111. Hal: 17-19.
Suprapti, Ir. M. Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 11
Suwahono, S.Pd, et al.2009 Jurnal Analisis Kualitatif Adanya Formaldehid Pada Mie Basah. Semarang: IAIN Walisongo.
Terelak, K et al. 2003. Pilot Plant Formaldehyde distillation Experiments and Modelling. Poland: Institute of Heavy Organic Synthesis “Blachownia”
63
Tunhun, Dusadee et al. Detection of Illegal Addition of Formaldehyde to Fresh Fish. Thailand: The Kasetsart University Research and Development Institute.
Uzairu, A et al. 2009. Formaldehyde Levels In Some Manufactured Reguler Foods In Makurdi, Benue State, Nigeria. (Jurnal Of Applied Sciences in Environmental Sanitation, V N 211-214)
Windholz, Martha, et al. The Merck Index, 10th ed. Merck&Co, Inc. New York, USA. 1983. Hal: 604-605
Winarno, F.G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal: 214, 224-225
Winarno, F.G.,Sulistyowati, Titi. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1994; 104-105, 108.
64
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bahan yang digunakan dalam analisis
Kedelai CaSO4 / Sioko
Gambar 5. Bahan dalam proses pembuatan tahu
Formaldehid Asam Phospat
Ammonium Asetat Asetil Aseton Asam Asetat Glasial
Gambar 6. Bahan dalam proses analisis tahu dan formaldehid
65
Lampiran 2. Perhitungan jumlah sampel yang dianalisis
Terdapat 7 pabrik utama pemasok tahu ke Pasar Ciputat
Menggunakan Rumus Sampling populasi (N) diketahui (Isgiyanto, 2009)
N= 7
Z²1-α/2 = 1,96
d = 0,1
P = 0,25
n = ??
n = N Z²1-α/2 P(1-P) Nd²+ Z²1-α/2 P(1-P) = 7 (1,96)² (0,25) (1-0,25) = 6,3799 ∞ 6 sampel 7 (0,1)²+(1,96)²(0,25)(1-0,25)
Dari perhitungan didapat 6 sampel yang harus diperiksa, karena hanya
terdapat 7 pabrik utama, maka dapat diperiksa seluruhnya, yaitu 1 sampel
dari tiap pabrik.
66
Lampiran 3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Formaldehid
Spectrum: FORMALIN Comment: Panjang gelombang max formalin Threshold: 0.1000 Abscissa units: nm Ordinate units: A No. Abscissa Ordinate Type ------------------------------------- 1 412.73 0.6555 Peak 2 315.89 0.1874 Peak 3 311.93 1.3908 Peak 4 305.87 6.6468 Peak 1 321.36 -0.941 Base 2 314.25 -0.000 Base 3 309.27 -0.713
Gambar 7. Kurva absorbsi formaldehid dengan pereaksi nash
Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\FORMALIN.SP
Description: Panjang gelombang max formalin
Date Created: Mon May 03 14:05:05 2010
Data Interval: 1.0000 nm
Instrument Model: Lambda 25
Scan Speed: 240.00 nm/min
Slit Width: 1.0000 nm
Smooth Bandwidth: 6.00 nm
Time: 2:05:05 PMDate: 3/5/2010
300.0 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500.0 0.00
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.00
nm
A
412.73
315.89
67
Lampiran 4. Skema bagan kerja
a. Skema bagan pembuatan larutan pereaksi
Larutan Pereaksi
Larutan Nash Larutan Asam Fosfat 10%
150 gram ammonium asetat dilarutkan dengan
700 ml air
Ditambah 3 ml asam asetat glasial
2 ml asetil aseton
Ad dengan air hingga 1000 ml
Diukur asam fosfat (85%) sebanyak 11,8
ml
Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan di ad dengan aquades
hingga tanda batas
68
b. Skema Pembuatan larutan baku
Larutan Baku
Larutan baku kerja Larutan blanko Larutan baku induk formaldehid 6
mg/ml
Ditimbang 1,2 g (padatan) atau 1,1ml
(cairan) formalin
Di ad kan dengan aquadest pada labu
ukur 200 hingga tanda batas
Kocok hingga homogen
Dibuat larutan baku konsentrasi 100 ppm – 300 ppm dari larutan
baku induk
1,7 ml di ad 100ml aquadest dalam labu
100ml (100 ppm)
2,5 ml di ad 100ml aquadest dalam labu
100ml (150 ppm)
Setelah dingin dimasukkan kedalam labu ukur 25ml secara
kuantitatif. Volume ditepatkan hingga
batas tanda
Dipanaskan dalam penangas air suhu
37oC selama 30 menit
Dimasukkan 10ml air + 5ml pereaksi Nash
ke dalam tabung reaksi bertutup
Kocok hingga homogen
5 ml di ad 100ml aquadest dalam labu
100ml (300 ppm)
4,2 ml di ad 100ml aquadest dalam labu
100ml (250 ppm)
3,3 ml di ad 100ml aquadest dalam labu
100ml (200 ppm)
69
c. Skema pembuatan tahu dengan penambahan formalin
Kacang Kedelai
Dimasak sampai mengental
Kacang kedelai dihancurkan dengan
blender
Direndam dengan air bersih
Disortasi kemudian ditimbang ½ kg
Dicuci berkali-kali dengan air bersih
Dicuci kembali dan ditiriskan
Perbandingan air dan kedelai yaitu 2:1 pada blender
Hasil blender berupa air kedelai yang masih
berampas
Hasil saringan diendapkan dengan batu tahu / CuSO4
Dicetak pada cetakan tahu
Disaring dangan kain saring
Ampas dibuang
Tahu
Tahu dibagi 3 bagian
+ formalin 125 ppm
+ formalin 175 ppm
+ formalin 255 ppm
70
d. Skema pembuatan larutan tahu formalin
Tahu formalin Ditimbang tahu sebanyak 10mg
Dimasukkan kedalam labu
destilasi
Ditambahkan formaldehid
konsentrasi 125 ppm
Dihancurkan hingga halus
+ 100 ml air dan 10 ml asam fosfat 10%
destilasi uap
Hasil destilat ditutup rapat dan kocok
homogen, perlakuan sama untuk konsentrasi lainnya yaitu 175 dan
225 ppm.
Destilat ditampung kedalam erlenmeyer 100 ml yang telah
berisi 10 ml air (ujung pendingin harus tercelup)
71
e. Skema penentuan panjang gelombang maksimum
Dipipet sejumlah larutan (1ml)
formaldehid dengan kadar formaldehid
150 ppm
Dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup
Setelah dingin masukkan ke labu
ukur 25 ml + aquadest hingga
tanda batas
Panaskan dalam penangas air pada
suhu 37˚C selama 30 menit
Tambahkan air hingga volumenya
10 ml dan 5 ml pereaksi Nash
Kocok homogen Amati serapannya pada panjang gelombang maksimum
72
f. Skema pembuatan kurva kalibrasi
Setelah dingin masukkan ke labu
ukur 25 ml + aquadest hingga
tanda batas
Panaskan dalam penangas air pada
suhu 37˚C selama 30 menit
Kocok homogen Amati serapannya pada panjang gelombang maksimum
Lakukan hal yang sama pada kadar formaldehid 150
ppm, 200 ppm, 250 ppm, 300 ppm
Dipipet sejumlah larutan (1ml)
formaldehid dengan kadar formaldehid
100 ppm
Dimasukkan kedalam tabung reaksi bertutup
Tambahkan air hingga volumenya
10 ml dan 5 ml pereaksi Nash
73
g. Skema analisa sampel pasar secara kuantitatif
Analisa Kuntitatif
Ditimbang 10 g sampel kedalam labu
destilasi
Destilasi Uap
100 ml air dan 10 ml asam fosfat 10%
Panaskan dalam penangas air pada
suhu 37oC selama 30 menit
Setelah dingin pindahkan kedalam labu ukur 25 ml
secara kuantitatif dan tepatkan volumenya
menggunakan air , kocok hingga homogen
Tambahkan air hingga volumenya
10 ml dan 5 ml pereaksi Nash
Dipipet sejumlah destilat dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi
bertutup
Destilat ditampung kedalam labu ukur 100 ml yang telah
berisi 10 ml air (ujung pendingin harus tercelup)
Periksa dengan alat spektrofotometer
Uv-Vis
74
Lampiran 5. Sampel tahu pasar Ciputat
Bentuk : segi empat, besar
Warna : putih kekuningan
Kekenyalan : kenyal
Bau : tercium bau formaldehid
Kepadatan : padat keras
Sampel 1. Tahu TOP
Bentuk : segi empat, kecil
Warna : putih
Kekenyalan : kenyal
Bau : tercium bau kedelai
Kepadatan : padat
Sampel 2. Tahu JM
Bentuk : segi empat, besar
Warna : putih
Kekenyalan : kenyal
Bau : bau kedelai
Kepadatan : agak lembek
Sampel 3. Tahu NS
75
Bentuk : Segi empat, besar
Warna : Putih agak kekuningan
Kekenyalan : kenyal
Bau : tercium bau formaldehid
Kepadatan : sangat padat
Sampel 4. Tahu ARN
Bentuk : segi empat, besar
Warna : putih agak kekuningan
Kekenyalan : kurang kenyal
Bau : tercium bau formaldehid
Kepadatan : sangat padat
Sampel 5. Tahu BNS
Bentuk : segi tiga, kecil
Warna : coklat
Kekenyalan : kurang
Bau : bau tengik
Kepadatan : keras
Sampel 6. Tahu SS
Bentuk : segi empat, kecil
Warna : kuning tak merata
Kekenyalan : agak kenyal
Bau : tercium bau kedelai
Kepadatan : agak lembek
Sampel 7. Tahu DS
Gambar 8. Sampel tahu pasar
76
Lampiran 6. Pembuatan tahu simulasi
Kedelai Setelah direndam, diblender Diblender dengan air 2:1
Hasil blender dimasak Disaring dengan kain putih Hasil berupa susu kedelai
Ampas kedelai diperas Bubuk sioko dilarutkan air Dicampur kedalam susu kedelai
77
Proses penggumpalan Cetakan tahu dan kain putih Adonan tahu dituang
Tahu dicetak Kain dilipat dalam cetakan Diberi pemberat hingga mampat
Hasil tahu buatan
Gambar 9. Gambar pembuatan tahu simulasi
78
Lampiran 7. Proses analisis sampel
Sampel tahu dihaluskan sampel dimasukkan labu hasil destilat tahu
destilasi + air + as fosfat 10%
1ml destilat dalam tabung reaksi setelah ditambahkan preaksi nash
+ 9 ml aquadest (contoh sampel mengandung formaldehid)
Gambar 10. Gambar proses analisis sampel tahu pasar
79
Lampiran 8. Penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat
Tabel 4. Hasil uji penetapan kadar formaldehid pada tahu pasar Ciputat
Sampel Berat sampel
(gram) Absorbansi
Kadar
(ppm)
Kadar
(rata-rata) Kadar rata-rata
Sampel 1
10,003 0,3146 100,7812
104,8749 104,8749 10,003 0,3510 112,1562
10,003 0,3175 101,6875
Sampel 2
10,001 0,0279 11,1875
11,2083 11,2083 10,001 0,0274 11,0312
10,001 0,0286 11,4062
Sampel 3
10,008 0,0000 -
- Dianggap
tidak terdeteksi 10,008 0,0021 3,1250
10,008 0,0009 2,7500
Sampel 4
10,003 0,6113 193,5000
190,8021 190,8021 10,003 0,5918 187,4062
10,003 0,6049 191,5000
Sampel 5
10,006 0,6334 200,4062
201,9896 201,9896 10,006 0,6387 202,0625
10,006 0,6433 203,5000
Sampel 6
10,001 0,0247 10,1875
- Dianggap
tidak terdeteksi 10,001 0,0230 9,6562
10,001 0,0291 11,5625
Sampel 7
10,004 0,0021 3,1250
- Dianggap
tidak terdeteksi 10,004 0,0040 3,7187
10,004 0,0020 3,0937
80
Lampiran 9. Alat yang digunakan
Destilasi Uap Spektrofotometer Uv-Visible
Water bath / Penangas air
Blender & Cetakkan Tahu Alat-alat gelas Timbangan Analitik
Alumunium Foil Pipet Volume Vortex
Gambar 11. Gambar alat yang digunakan dalam proses analisis sampel
81
Lampiran 10. Uji Linearitas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi
Tabel 5. Hasil Data Uji Linearitas Larutan Standar Formaldehid
Konsentrasi (µg/mL) Absorbansi (A)
100 0,3113
150 0,4523
200 0,6354
250 0,7937
300 0,9562
Keterangan :
Persamaan regresi : Y = 0,0032 x – 0,0079
Koefisien korelasi (r) : 0,9992
Panjang gelombang : 412,73 nm
82
Lampiran 11. Data Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Tabel 6. Data penentuan batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien variasi fungsi Formaldehid
S(y/x)² = = = 0,00014098
S(y/x) = = = 0,011875
LOD = = = 11,1328 µg/ml
LOQ = = = 37,1094 µg/ml
Konsentrasi
µg/ml(ppm)
Absorbansi
(A) / y y’ y – y’ (y – y’)²
100 0,3113 0,3121 - 0,0008 0,00000064
150 0,4523 0,4721 - 0,0198 0,00039204
200 0,6354 0,6321 0,0033 0,00001089
250 0,7937 0,7921 0,0016 0,00000256
300 0,9562 0,9521 0,0041 0,00001681
Jumlah 0,00042294
83
Lampiran 12. Data Uji Kecermatan / Perolehan Kembali (Akurasi)
Tabel 7. Data uji perolehan kembali Formaldehid pada tahu simulasi
C
(µg/ml)
Absorban
(A)
C diperoleh
(µg/ml)
UPK
(%)
Rata-rata
UPK (%)
Rata-rata
UPK±SD (%)
125
0,3876 123,59 98,87
99,14
98,69 ± 0,4085
0,3904 124,47 99,57
0,3880 123,72 98,97
175
0,5452 172,84 98,77
98,59 0,5443 172,56 98,61
0,5423 172,22 98,41
225
0,6986 220,78 98,12
98,36 0,7024 221,96 98,65
0,6999 221,18 98,3
X = 98,69
84
Lampiran 13. Data Uji Keseksamaan (Presisi)
Tabel 8. Data uji keseksamaan pada tiga konsentrasi Formaldehid
C (µg/mL)
Absorban
(A)
C diperoleh (µg/mL)
UPK
(%)
Rata-rata
UPK
(%)
(x – x) ((x – x)²)
125
0,3876 123,59 98,87
99,14 0,45 0,2025 0,3904 124,47 99,57
0,3880 123,72 98,97
175
0,5452 172,84 98,77
98,59 - 0,15 0,0225 0,5443 172,56 98,61
0,5423 172,22 98,41
225
0,6986 220,78 98,12
98,36 - 0,33 0,1089 0,7024 221,96 98,65
0,6999 221,18 98,3
∑ 0,3339
SD = √ ( ∑ (x – x )2 ) = √0,3339 = √0,16695 = 0,4086 n – 1 2
KV = SD x 100% = 0,4085 x 100% = 0,413922383% = 0,4139% X 98,69