Fraktur terbuka

27
BAB I PENDAHULUAN Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. 1 Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat keparahan cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma kecelakaan lalu lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan lunak dan devitalisasi. 1,2 Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan 1

description

Tugas

Transcript of Fraktur terbuka

Page 1: Fraktur terbuka

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di

pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Masalah pada tulang yang

mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi

terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung

maupun tidak langsung. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi

jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan,

bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya

fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.1

Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan

dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga

timbul komplikasi berupa infeksi. Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi

serta tingkat keparahan cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya

gaya yang mengenai tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma

kecelakaan lalu lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan

pada jaringan lunak dan devitalisasi.1,2

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan

yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga

diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa

hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi

yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang,

stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian

antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka biasanya mengalami

cidera multipel. Penanganan dini pada fraktur terbuka sangatlah penting untuk

mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat keadaan tersebut.1,2,3

1

Page 2: Fraktur terbuka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung.

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada

daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang

lebih jauh dari daerah fraktur.1,2

Fraktur secara klinis dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur

terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar

melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa

infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit

(from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma

langsung (from without).1,2

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan

yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga

diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Fraktur

terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal

di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal

kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga

Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukan gambaran

bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada

saat terjadinya fraktur.1,2

2.2. Klasifikasi Fraktur Terbuka

Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :1,2

1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari

fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak

terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi

biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.

2

Page 3: Fraktur terbuka

2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang

hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit

kontaminasi fraktur.

3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit

dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di

sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3

subtipe:

Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun

terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental

atau kominutif yang hebat.

Tipe IIIB : Fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan

kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka,

kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.

Tipe IIIC : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang

memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan

lunak.

Gambar 1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo-Anderson.

2.3. Etiologi Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari pukulan

langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga disebabkan

oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera fraktur terbuka

berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran

luka bisa hanya beberapa milimeter hingga terhitung diameter. Tulang mungkin terlihat

3

Page 4: Fraktur terbuka

atau tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang

dan otot, dan dapat merusak saraf dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini

juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti cidera tipe energi tinggi yang

memutar.1,2,4

2.4. Diagnosis

Anamnesis

Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun trauma

ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Pasien

biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah

bila digerakkan, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan

gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain. Anamnesis harus dilakukan dengan

cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur

terjadi pada daerah lain.1,2

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :

1. Syok, anemia atau pendarahan.

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau

organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen.

3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis.1,2

Pemeriksaan Lokal

a. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat.

Perhatikan posisi anggota gerak.

Keadaan umum penderita secara keseluruhan.

Ekspresi wajah karena nyeri.

Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau fraktur terbuka.

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan.

Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ

lain.

4

Page 5: Fraktur terbuka

Keadaan vaskularisasi.1,2

b. Palpasi (Feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat

nyeri.

Temperatur setempat yang meningkat.

Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

Krepitasi: dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-

hati.

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota

gerak yang terkena.

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah

trauma , temperatur kulit.

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai.1,2

c. Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif

sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita

dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji

pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.1,2,4

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta

gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.

Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan

masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk

pengobatan selanjutnya.1,2

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi

fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka

sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi

5

Page 6: Fraktur terbuka

sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis yang

dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI, tomografi, dan radioisotop scanning.

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur.1,2

Pemeriksaan radiologi dengan foto polos menggunakan prinsip Rule of Two :1,2,3

2 posisi proyeksi (minimal AP dan lateral),

2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi

yang mengalami fraktur,

2 anggota gerak,

2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang.

Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan

tulang belakang,

2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama

biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari

kemudian.

2.5. Penatalaksanaan

Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma. Oleh karena itu sebelum

dilakukan pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan sesuai

dengan prinsip trauma, sebagai berikut:5

Penilaian awal (Primary Survey):5

Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan

prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus

dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi

awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi

keadaan yang dapat menyebabkan kematian.

A: Airway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila

terdapat obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila

dicurigai adanya cedera servikal maka dilakukan pemasangan collar neck.

B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara

keseluruhan daerah thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas

bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas

kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita harus melakukan

6

Page 7: Fraktur terbuka

ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa kantong yang disambung

dengan masker atau pipa endotrakeal.

C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2

hal: a) Volume darah dan output jantung; b) perdarahan baik perdarahan

luar maupun perdarahan dalam, perdarahan luar harus diatasi dengan balut

tekan.

D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah

satu survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil.

GCS (Glasgow Coma Scale) merupakan suatu metode yang cepat untuk

menentukan tingkat kesadaran pasien dan memprediksi outcome pasien.

E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara

teliti pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri).

Apabila penilaian telah selesai dilakukan, pasien harus kembali dihangatkan

dengan selimut untuk mencegah hipotermia.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip

pengobatan fraktur ada empat (4R), yaitu :1,2,3

Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai

untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengobatan.

Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat

mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi

yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.

Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak

memerlukan reduksi. Angulasi <5º pada tulang panjang anggota gerak bawah

dan lengan atas dan angulasi sampai 10º pada humerus dapat diterima. Terdapat

7

Page 8: Fraktur terbuka

kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada

fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.

Retention; imobilisasi fraktur

Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Berikut adalah tahap-tahap awal penanganan fraktur terbuka, antara lain:1

a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.

b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.

c. Pemberian antibiotik.

d. Lakukan debridement dan irigasi luka.

e. Lakukan stabilisasi fraktur.

f. Pencegahan tetanus.

g. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur.

Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka

menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat diperluas,

jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit,

fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati. Debridement yang adekuat

merupakan tahapan yang penting untuk pengelolaan. Debridement harus dilakukan

sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk fraktur terbuka.

Grade I diperlukan cairan yang bejumlah 1-2 liter, sedangkan grade II dan grade III

diperlukan cairan sebanyak 5-10 liter, menggunakan cairan normal saline.1,2,4

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan

dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi. Pemberian

antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada fraktur terbuka. Untuk

fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan cephalosporin dan

dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.2,4

Tindakan Pembedahan

Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk

mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Metode yang digunakan biasanya

adalah fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.3,4

a. Fiksasi Internal

Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke

posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan

8

Page 9: Fraktur terbuka

pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan

bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di

tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan

disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi

fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman.3,4

b. Fiksasi Eksternal

Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan

untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau

sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat

fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke

sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka

stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.3,4

Perdarahan merupakan penyebab utama timbulnya syok pada pasien trauma.

Perdarahan dapat didefinisikan sebagai hilangnya atau berkurangnya darah dalam

sirkulasi tubuh secara cepat. Umumnya pada pasien dewasa jumlah darah di dalam

tubuh mencapai 7% dari berat badan. Derajat perdarahan diklasifikasikan menjadi 4

kelas berdasarkan gejala klinis yang dapat membantu memprediksi jumlah darah yang

hilang dari dalam tubuh.5

KELAS 1 KELAS 2 KELAS 3 KELAS 4

Kehilangan Darah(mL)

Sampai 750 750 - 1500 1500 - 2000 >2000

Kehilangan Darah(% volume darah)

Sampai 15% 15 – 30% 30 – 40% >40%

Denyut Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi (mm Hg)

Normal / Naik Menurun Menurun Menurun

FrekuensiPernafasan

14 - 20 20 - 30 30 - 40 >35

Produksi Urin (mL/jam)

>30 20 - 30 5 - 15 Tidak ada

9

Page 10: Fraktur terbuka

CNS/ Status Mental

Sedikit Cemas

Agak CemasCemas, bingung

Bingung, lesu (lethargic)

PenggantianCairan

Kristaloid KristaloidKristaloid dan

darahKristaloid dan

darah

Prinsip penanganan syok hipovolemik karena perdarahan pada pasien trauma

adalah menghentikan sumber perdarahan dan mengganti jumlah cairan yang hilang.

Untuk itu pemberian cairan awal secara intravena merupakan hal yang penting untuk

dilakukan. Berikut adalah langkah – langkah resusitasi pasien syok hipovolemik:5

Re-evaluasi ABCDE.

Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan

20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat.

Evaluasi resusitasi cairan:

1. Nilai respon penderita terhadap pemberian cairan awal.

2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin) serta

awasi tanda-tanda syok.

Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan

awal.

1. Respon cepat

Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance.

Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian

darah.

Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan.

Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin

masih diperlukan.

2. Respon Sementara

Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian

darah.

Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif

Konsultasikan pada ahli bedah.

3. Tanpa respon

Konsultasikan pada ahli bedah.

Perlu tindakan operatif sangat segera.

10

Page 11: Fraktur terbuka

Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade

jantung atau kontusio miokard.

Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya.

Gambar 2. Respon cepat terhadap pemberian cairan awal.

Gambar 3. Respon transient (sementara) terhadap pemberian cairan awal.

Gambar 4. Tanpa respon terhadap pemberian cairan awal.

2.6. Komplikasi

a. Komplikasi Umum

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan

gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut dapat terjadi dalam 24

jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan

11

Page 12: Fraktur terbuka

metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa

emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.1,2,4

b. Komplikasi Lokal

Komplikasi Dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,

sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut

komplikasi lanjut.1,2,3

Infeksi pada tulang.

Osteomielitis.

Kulit yang melepuh sebagai akibat dari elevasi kulit superfisial karena

edema.

Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh

karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang

menonjol.

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut

terganggu. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu

cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.

Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah

kongesti bagian distal lesi.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot

pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan

neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini

dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat

menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

Kompresi saraf, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis

(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan

identifikasi nervus.

Komplikasi Lanjut

12

Page 13: Fraktur terbuka

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, pemendekan atau

perpanjangan.1,2

2.7. Prognosis

Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan

pada fraktur tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya

penanganan maka prognosis akan buruk.1,2

13

Page 14: Fraktur terbuka

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : IKS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 15 th

Alamat : Dsn. Kunyit, Besakih, Karangasem

Agama : Hindu

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 2 Maret 2015

3.2. Anamnesis

Keluhan utama :

Luka disertai patah tulang pada kaki kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar keluarga dalam keadaan tidak sadar ke UGD RSUD

Klungkung. Pasien dikeluhkan mengalami luka robek sepanjang betis sampai

pergelangan kaki kiri dan patah tulang disertai perdarahan masif setelah

mengalami kecelakaan lalu lintas. Keluarga mengatakan bahwa pasien terpental

dari atas bak truk yang ditumpanginya ketika kendaraan tersebut melewati jalanan

yang berlubang. Dikatakan ketika hendak mendarat, kaki kiri pasien terpelintir

dan mengalami patah tulang karena tidak mampu menopang berat badan pasien.

Pasien langsung dibawa ke UGD RSUD Klungkung dan dalam perjalanannya

kesadaran pasien mulai menurun. Keluarga mengatakan pasien tidak muntah,

keluar darah dari hidung dan telinga tidak ada.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

(-)

Riwayat Penyakit Keluarga

(-)

Riwayat Pribadi dan Sosial

14

Page 15: Fraktur terbuka

Pasien merupakan seorang pelajar SMP, namun dikatakan seringkali bekerja

sebagai buruh angkut pasir untuk membantu ekonomi keluarga. Pasien merupakan

anak terakhir dari 3 bersaudara.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Present :

Kesadaran : Sopor (GCS : E2V2M4 )

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 110 x/ menit

RR : 28 x/mnt

Suhu badan : 36º C

Status general :

Kepala : Cephalhematome (-)

Mata : Anemis -/- , ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor

THT : Otorhea (-), rhinorrhea (-)

Thorax : Simetris (+), jejas (-)

Cor

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V MCL S, kuat angkat (-)

Perkusi : Batas atas jantung ICS II kiri

Batas kanan jantung PSL kanan

Batas kiri jantung MCL kiri ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus belum dapat dievaluasi

Perkusi : Sonor / Sonor

Auskultasi : Vesikuler + / +, Rhonkhi - / - , Wheezing - / -

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-), jejas (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar / lien tidak teraba

15

Page 16: Fraktur terbuka

Perkusi : timpani (+), ascites (-)

Ekstremitas : ~ Status Lokalis

Regio cruris sinistra :

Look : tampak luka terbuka sepanjang ± 25 cm, bone expose (+), tak

tampak sianosis pada bagian distal

Feel : terdapat nyeri tekan, akral hangat, CRT < 2 detik

Move : ROM terbatas

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Foto Rontgen Cruris Sinistra AP/Lateral :

Tampak fraktur tibia 1/3 distal dan fraktur fibula 1/3 medial

3.5. Diagnosis

Fraktur terbuka tibia 1/3 distal + fraktur fibula 1/3 medial + syok hemoragik

3.6. Terapi

IVFD RL loading 3 flash

Drip tramadol 100 mg dalam 500 cc normal saline ~ 30 tetes per menit

Injeksi Ceftriaxon 1 gram

Injeksi tetagam 1 vial

Debridement luka

Imobilisasi fraktur dan pasang bidai

Rujuk RSUP Sanglah

16

Page 17: Fraktur terbuka

BAB IV

PEMBAHASAN

Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-

pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Fraktur atau patah tulang adalah

terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu

fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi

kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.

Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, baik trauma langsung maupun tidak

langsung. Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 15 tahun, mengalami patah

tulang dan luka robek disertai perdarahan pada kaki kiri setelah mengalami kecelakaan

lalu lintas. Dikatakan bahwa kaki kiri pasien tidak mampu menopang berat badannya

setelah pasien terpental dari atas bak mobil truk.

Diagnosis fraktur terbuka dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini ditemukan adanya riwayat trauma

sebelumnya. Dari primary survey didapatkan sebagai berikut:

Airway : Clear, stridor (-), gargling (-)

Breathing : Spontan, RR 28x/menit

Circulation : Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110x/menit, regular,

akral hangat, CRT < 2 detik

Disability : GCS 8 (E2V2M4), pupil isokor, diameter 2mm/2mm reflek

cahaya +/+

Exposure : Pakaian pasien tidak dibuka

Dari pemeriksaan fisik khusus pada bagian cruris sinistra, didapatkan adanya luka

robek sepanjang ± 25 cm, tampak bone expose, tak tampak sianosis pada bagian distal,

adanya nyeri tekan, dan ROM terbatas. Dari pemeriksaan rontgen cruris sinistra

AP/Lateral ditemukan fraktur tibia 1/3 distal dan fraktur fibula 1/3 medial.

Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson dapat dibedakan

menjadi derajat I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC. Pada pasien ini, ditemukan fraktur terbuka

disertai perdarahan yang masif akibat adanya kerusakan pembuluh arteri. Sehingga

pasien ini dapat dikategorikan mengalami fraktur terbuka grade IIIC.

17

Page 18: Fraktur terbuka

Penanganan fraktur secara umum menerapkan prinsip 4R, yaitu Recognition,

Reduction, Retention, dan Rehabilitation. Sedangkan langkah-langkah awal penanganan

fraktur terbuka termasuk debridement luka, pemberian analgetik, antibiotik dan anti

tetanus, serta stabilisasi fraktur. Pasien dengan trauma, khususnya fraktur terbuka

memiliki resiko yang tinggi mengalami syok akibat perdarahan. Derajat perdarahan

diklasifikasikan menjadi 4 kelas berdasarkan gejala klinis yang dapat membantu

memprediksi jumlah darah yang hilang dari dalam tubuh. Penanganan syok pada pasien

trauma sesuai dengan langkah-langkah penanganan syok hipovolemik. Pada pasien ini

ditemukan tanda-tanda syok, untuk itu diberikan cairan awal ringer laktat loading dose

sebanyak 3 flash. Pasien juga diberikan drip tramadol 100 mg dalam 500 cc normal

saline ~ 30 tetes per menit untuk mengurangi rasa nyeri. Injeksi antibiotik ceftriaxon 1

gram dan tetagam 1 vial juga diberikan untuk mencegah infeksi dan tetanus.

Debridement dilakukan untuk membersihkan luka dari kotoran dan jaringan yang sudah

mati sekaligus untuk evaluasi sumber perdarahan dan menghentikan sumber perdarahan

tersebut dilanjutkan dengan imobilisasi fraktur dan pemasangan bidai. Setelah diberikan

cairan awal sebanyak 1500 ml, keadaan pasien mulai menunjukkan respon baik dimana

didapatkan GCS E3V3M5, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110x/menit, respirasi

24x/menit. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Sanglah untuk mendapatkan tindakan

lebih lanjut.

18