Fraktur Terbuka Os Humerus

download Fraktur Terbuka Os Humerus

of 24

description

pembelajaran mengenai materi bedah tulang

Transcript of Fraktur Terbuka Os Humerus

BAB IPENDAHULUAN

Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Insiden fraktur secara keseluruhan adalah 11,3 dalam 1000 per tahun, pada laki-laki adalah 11, 67 dalam 1000 per tahun, sedangkan pada perempuan 10,65 dalam 1000 per tahun. Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, gangguan fungsi muskuloskeletal, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular.1Tulang merupakan suatu jaringan ikat dengan spesifikasi yang khusus dan bereaksi secara terbatas terhadap suatu keadaan abnormal. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat dibagi menjadi:(2)1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Pada beberapa kasus yang disertai laserasi kecil dan perdarahan, tidak dapat disebut fraktur terbuka. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat:(2,3) Derajat I:- Luka < 1 cm- Kerusakan jaringan tidak berarti, relatif bersih- Fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal Derajat II:- Laserasi > 1 cm- Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi- Ada kontaminasi- Dislokasi fragmen fraktur jelas Derajat III: Luka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan sekitarnya Kontaminasi hebat Fraktur kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi HumerusSecara anatomis, morfologi utama humerus adalah os longum. Humerus (tulang lengan atas), yaitu tulang terbesar pada ekstremitas atas, mengadakan persendian dengan scapula pada sendi glenohumeral dan dengan ulna pada sendi siku. Secara proximal, kaput humerus mengadakan persendian dengan cavitas glenoid scapula.Ujung proximal membentuk caput humeri, suatu tonjolan berbentuk bulat yang sesuai dengan kavitas glenoidalis, yang mengarah ke dorsomedial. Caput terpisah dari corpus humeri oleh collum anatomicum. Sulkus intertuberkular pada ujung proximal humerus memisahkan tuberkulum minus dari tuberkulum majus. Pada bagian distal dari caput humerus, collum anatomicum humerus memisahkan caput dari tuberkulum. Bagian distal caput humerus merupakan colum chirurgicum yang menyempit.

Gambar 2. Anatomi humerus4Di sebelah caudal dari collum anatomicum terdapat tuberculum majus yang mengarah ke lateral dan tonjolan tuberculum minus yang berada di sebelah medial. Di antara kedua tuberculum tadi terdapat sulcus intertubercularis. Ke arah distal tuberculum majus melanjutkan diri menjadi crista tuberculi majoris, dan tuberculum minus membentuk crista tuberculi minoris. Di sebelah distal dari tuberculum majus et minus terdapat collum chirurgicum.4

Pada corpus humeri, di bagian lateral terdapat tuberositas deltidea, dan di bagian dorsal terdapat sulcus spiralis (sulcus nervi radialis) dengan arah dari craniomedial menuju caudolateral. Ujung distal corpus humeri melebar, disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis humeri. Di bagian dorsal dari epicondylus medialis terdapat sulcus nervi ulnaris. Di bagian medial ujung distal humeri terdapat trochlea humeri, yang membentuk persendian dengan ulna, dan bagian lateral terdapat capitulum humeri, yang membentuk persendian dengan radius. Trochlea, capitulum, olecranon, coronoid, dan fossa radialis, bersama-sama membentuk kondilus humerus. Terdapat dua permukaan: kapitulum lateral untuk artikulasi dengan caput radius dan trochlea medial untuk artikulasi dengan nodus trochlear ulna. Bagian superior trochlea secara anterior adalah fosa coronoid, yang menerima prosesus koronoid dari ulna selama flexi penuh sendi siku. Pada bagian posterior, fossa olecranon mengakomodasi olecranon pada ulna selama ekstensi sendi siku. Pada bagian superior kapitulum secara anterior, terdapat fossa radialis yang mengakomodasi bagian pinggir kaput radius pada saat sendi siku fleksi penuh.(2,4)

Oleh karena beberapa nervus memiliki kontak dengan humerus, maka nervus-nervus dimaksud dapat mengalami cedera ketika humerus mengalami fraktur: collum chirurgicum, nervus axillaris; sulcus radialis, nervus radialis; humerus distal, nervus medianus; dan epikondilus medial, nervus ulnaris. (4)2.2 Cara Penyembuhan LukaPenyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara alami. Luka akan terisi oleh jaringan granulasi dan lalu ditutup oleh jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar. Luka akan menutup dibarengi dengan kontraksi hebat.(3)Bila luka hanya mengenai epidermis dan sebagian atas dermis, terjadi penyembuhan melalui proses migrasi sel epitel dan kemudian terjadi replikasi/mitosis epitel. Sel epitel baru ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini disebut epitelisasi, yang juga merupakan bagian dari proses penyembuhan luka. Pada penyembuhan jenis ini, kontraksi yang terjadi tidaklah dominan.(3)Cara penyembuhan lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem, yang terjadi bila luka segera diupayakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Sebaiknya dilakukan dalam beberapa jam setelah luka terjadi. Parut yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil.(3)Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan/atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping seperti luka tembak, sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup, yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenali. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian sebaiknya dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7 hari, baru selanjutnya dijahit. Luka akan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan primer tertunda. Jika setelah debridement, luka langsung dijahit, diharapkan terjadi penyembuhan primer.(3)

Gambar Penyembuhan LukaPenyembuhan primer didapat bila luka bersih, tidak terinfeksi, dan dijahit dengan baik: (1) luka; (2) luka dijahit (3); penyembuhan primerPenyembuhan sekunder: (1) luka dibiarkan terbuka; (2) luka terisi jaringan granulasi; (3) terisi penuh jaringan granulasi; (4) granulasi ditutup oeh epitel; (5) proses perupaan kembali disertai pengerutanPenyembuhan primer tertunda atau penyembuhan dengan jahitan tertunda: (1) luka dibiarkan terbuka; (2) setelah beberapa hari ternyata ada granulasi baik tanpa gejala dan tanda infeksi; (3) dipasang jahitan; (4) penyembuhan

Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi perdarahan yang berasal dari pembuluh darah di endostium, kanal Havers pada korteks, dan periostium. Kemudian terjadi proses pembentukan tulang yang disebut osifikasi. Bekas hematom yang berosteoid disebut kalus yang tidak tampak secara radiologis. Kalus akan makin padat dan tampak seperti patahan.(3)Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang pendek) berjalan lebih cepat karena pendarahan yang lebih kaya sehingga nekrosis yang terjadi di pinggir patahan tulang tidak banyak dan kalus interna segera mengisi rongga patah tulang.Penyembuhan patah tulang yang terjadi pada tindakan reduksi dan pascafiksasi metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik. Penyembuhan semacam ini digolongkan penyembuhan per primam. Dengan fiksasi, daerah patahan terlindung dari stress dan tidak ada rangsang yang menimbulkan kalus sehingga setelah bahan osteosintesis dikeluarkan, tulang kurang kuat dibandingkan dengan tulang yang sembuh per sekundam dengan kalus.Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel saraf yang rusak tidak akan pulih karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya regenerasi. Tempat sel yang rusak akan digantikan oleh jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel glia dan membentuk jaringan yang disebut gliosis.(3)Trauma saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma tumpul yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf. Penekanan akan menimbulkan kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya masih utuh, sedangkan tarikan mungkin menyebabkan putusnya serabut dengan kedua ujung terpisah jauh.Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi Waller karena akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di kornu anterior sumsum tulang belakang. Akson yang putus meninggalkan selubung myelin kosong yang lama-kelamaan kolaps atau terisi fibroblast. Akson ini dapat tumbuh baik sampai ke ujungnya di organ akhir bila dalam pertumbuhannya menemukan selubung mielyn yang utuh. Bila dalam pertumbuhannya akson tidak menemukan selubung yang kosong, pertumbuhannya tidak maju, dan akan membentuk tumor atau gumpalan yang terdiri dari akson yang tergulung. Keadaan ini disebut neuroma.Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka yang relatif lebih utuh memberikan prognosis yang lebih baik daripada lesi tarik yang merusak pembuluh nutrisi. Melalui bedah mikro, ujung setiap fasikulus yang terputus dipertemukan kemudian saraf yang terputus disambung dengan menjahit epi dan perineuriumnya. Upaya ini memberikan hasil yang lebih baik.(3)

BAB IIIPEMBAHASAN

A. DEFINISIFraktur terbuka os humerus adalah fraktur yang berlokasi pada os humerus dan mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dimana dapat terbentuk dari dalam maupun dari luar.(1)

B. KLASIFIKASITerdapat beberapa system pengkalsifikasian fraktur terbuka; namun yang lazim dipakai hingga saat ini adalah menurut klasifikasi Gustillo:(5)

Gambar. Klasifikasi Gustillo(5)

Gambar. Tipe fraktur terbuka(3)

Fraktur humerus dapat dibagi atas:(6)1. Fraktur kolum humeri2. Fraktur tuberositas mayor3. Fraktur korpus humeri4. Fraktur suprakondilus5. Fraktur kondilus (biasanya lateral)6. Fraktur epikondilus (biasanya medial)

Tungkai humerus biasanya retak di sepertiga medial, baik karena keseleo atau dari kekerasan secara langsung. Fraktur pada orang dewasa dapat terjadi pada berbagai umur, tapi kadang-kadang pula pada anak-anak. Pada umumnya fraktur batang humerus tidak memerlukan pembedahan. (6)Fraktur 1/3 medial humerus memiliki angka kekerapan sebesar 3% dari semua jenis fraktur. Fraktur tersebut seringkali ditangani tanpa operasi oleh karena efek internal splinting dari septa intermuskular.(7)Fraktur diafisis transversal memperlihatkan masalah yang unik oleh karena jenis ini lebih sulit dikontrol dibandingkan fraktur oblique spiral. Pada fraktur spiral 1/3 distal, nervus radialis berada dalam resiko dimana nervus tersebut berada di daerah distal dalam sulcus spiralis. Untuk alasan ini, fungsi nervus radialis harus diperiksa dengan saksama dan diperhatikan (fraktur Holstein-Lewis). Pada manajemen trauma, fraktur 1/3 medial humerus dextra bersifat prediktif untuk adanya suatu cedera hepar.(7)Fraktur pada collum chirurgicum humerus secara khusus sering terjadi pada pasien lanjut usia dengan osteoporosis. Cedera biasanya oleh karena jatuh dengan energi kecil dimana tenaga disalurkan naik ke lengan atas dari anggota gerak yang ekstensi. Fraktur transversal pada korpus humerus seringkali disebabkan oleh tumbukan langsung pada lengan atas. Fraktur pada bagian distal humerus; dekat pada crista suprakondiler, merupakan sebuah fraktur suprakondiler. (8)

C. DIAGNOSIS FRAKTUR

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi mukuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang dan gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosa fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. Pada pemeriksaan fisik dilakukan 3 hal penting; yakni inspeksi/look: deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi/feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologi dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian di atas dan di bawah cedera, daerah yang mengalami nyeri dan krepitasi.

Gambar. Pemeriksaan saraf perifer ekstremitas superior(9)

Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi: pulsasi arteri, warna kulit, CRT, sensasi. Pemeriksaan gerakan/moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah tindakan.(1)

D. TATALAKSANA1. Pedoman Umum Terapi(6)Fraktur terbuka merupakan suatu kedaruratan bedah yang harus ditangani secepat mungkin: 1. Terapi luka, 2. Terapi fraktur. Khusus pada fraktur terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik infeksi sistemik maupun lokal pada tulang yang bersangkutan. Empat hal penting yang perlu adalah antibiotik profilaksis, debridement urgent pada luka dan fraktur, stabilisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif.(1)Penanganan fraktur terbuka makin menjadi tantangan untuk operasi ortopedik. Dibalik perkembangan teknologi dan teknik operasi, angka kejadian infeksi dan non-union masih menjadi masalah. Kontaminasi pada saat fraktur disebut luka terkontaminasi pada 6-12 jam pertama, misalnya organisme terdapat di dalam luka bersamaan dengan bahan-bahan asing di permukaan kulit. Setelah 12 jam, kontaminan ini masuk ke dalam jaringan sehingga luka ini disebut luka terinfeksi.(6)Pemberian antibiotik sejak dini merupakan hal yang penting pada kasus ini, dan apabila disertai dengan irigasi dan debridement, maka kejadian infeksi dapat dikurangi dengan drastis. Intervensi operasi harus dilaksanakan sesegera mungkin, namun aturan klasik 6 jam tampaknya tidak lagi disokong oleh berbagai literatur. Semua fraktur terbuka harus ditambahkan tatalaksana untuk resiko kontaminasi Clostridium tetani. Pada saat memungkinkan, penutupan luka secara dini dapat pula menurunkan angka infeksi, yang terutama disebabkan oleh organisme nosokomial. Stabilisasi skeletal secara dini sangat dibutuhkan, yang mana dapat disertai fiksasi eksterna yang temporer. Prinsip-prinsip ini dapat membantu ahli bedah untuk memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien dan membantu mereka dalam usaha untuk segera kembali menjalani aktivitas seperti biasa.(5)Terapi stadium pertama:(6,10)1. Meliputi metode penghentian perdarahan, yaitu dengan kain yang bersih untuk membungkus luka, membalut luka secara ketat dengan pembalut khusus atau tourniquet, mengencangkan pembalut elastik pada ujung anggota gerak. Hal ini tidak boleh dilakukan lebih dari 45 menit. Jika sirkulasi darah terhambat lebih lama, maka dapat timbul iskemia dan gangrene jaringan.2. Merawat syok; hentikan perdarahan di tempat kejadian, gunakan bidai, pertahankan kepala penderita di bawah, jaga supaya tubuh tetap hangat, suntikkan obat untuk mengurangi nyeri, dan memberikan keyakinan memegang peranan penting dalam mencegah syok3. Membawa penderita ke rumah sakit; lakukan pemeriksaan secara seksama, atasi syok, jaga supaya tubuh tetap hangat, hilangkan nyeri dengan morfin, gantikan darah yang hilang dengan transfusi, berikan infuse glukosa 5% hingga darah tersedia, dapat juga digunakan plasma ekspander4. Lakukan pemeriksaan sinar-X untuk menilai keadaan cedera. 5. Antibiotik. Terapi antibiotik untuk fraktur terbuka harus secara langsung dilakukan, idealnya adalah 3 jam setelah terjadi luka. Resiko infeksi terlihat menurun 6 kali lipat melalui tindakan ini. Fraktur tipe I & II dengan kecenderungan infeksi bakteri gram-positif, maka sefalosporin dapat diberikan dengan alternatif fluoroquinolon. Fraktur tipe III biasanya dapat ditambahkan gentamisin. Tipe ini biasanya terkontaminasi organisme gram-negatif, dan pada kasus luka yang terkontaminasi tanah, diperlukan penanganan antibiotik tambahan untuk bakteri anaerob. Biasanya diberikan penicillin untuk infeksi Clostridial. Namun, ahli bedah juga harus memikirkan tentang infeksi nosokomial misalnya oleh Stafilokokus aureus dan Pseudomonas. Durasi pemberian antibiotik antara 1-3 hari apabila luka bersih dan tidak terkontaminasi tanah. Namun sebaiknya diberikan hingga luka menutup.(6,10)

6. ATSLuka yang terkontaminasi dengan kotoran, saliva, atau feses; luka tusukan, termasuk injeksi non-steril; luka tembak; frostbite; avulsi; dan crush injuries harus mendapat pertimbangan akan adanya Clostridium tetani, bakteri gram positif anaerobik yang bertanggung jawab atas infeksi tetanus. Profilaksis dan terapi tetanus harus dipikirkan untuk setiap pasien dengan fraktur terbuka. Di Amerika Serikat, oleh Center for Disease Control and Prevention telah direkomendasikan imunisasi tetanus via tetanus toksoid pada usia 2,4, dan 6 bulan, 12-18 bulan, 5 tahun, 11-12 tahun, dan kemudian setiap interval 10 tahun untuk mempertahankan status imun. Pada beberapa pasien yang datang dengan fraktur terbuka namun belum menjalani imunisasi lengkap tetanus atau belum mendapat booster dalam 5 tahun terakhir, kepada mereka harus diberikan booster tetanus toksoid. Apabila luka terlihat cenderung mengalami kontaminasi oleh Clostridium tetani, maka tetanus toksoid harus dikombinasikan dengan human tetanus immune globulin (HTIG) sebanyak 200-250 IU. Selain itu, apabila selama 10 tahun terakhir pasien belum mendapat booster tetanus atau pasien sementara memiliki status immunocompromised, maka baik tetanus toksoid maupun HTIG harus diberikan. HTIG dapat memberikan proteksi infeksi kepada pasien selama kurang lebih 3 minggu. (10)

Fraktur pada humerus dapat sembuh dengan mudah .Fraktur ini tidak membutuhkan reduksi dengan sempurna ataupun imobilisasi; beratnya lengan beserta gips luarnya biasanya cukup untuk menarik fragmen sehingga menjajar. Gips yang menggantung dipasang dari bahu sampai pergelangan tangan dengan siku yang berfleksi 90 derajat dan bagian lengan bawah tergantung pada kain gendongan yang melingkar pada leher pasien.(2)

Gambar. Reduksi pada fraktur humerus

Setelah disiapkan secara seksama, penderita dibawa ke kamar operasi.

2. Terapi Operatif: a. Debridement Setelah dianestesi, kulit di sekitar luka dibersihkan dengan air sabun atau yodium. Keluarkan semua benda asing dari dalam luka, otot-otot yang hancur dieksisi, buang sobekan periosteum yang longgar. Setiap kantong di dalam luka harus dibuka. Setelah itu luka disiram dengan cairan garam fisiologis, lalu eksisi sekeliling pinggir luka dengan batas pinggir 1/6 inci.(6)Akan tetapi, kecenderungan untuk mengeksisi jaringan seminimal mungkin harus dihindari mengingat tingkat kontaminasi yang tinggi pada luka ini, terutama pada tipe III. Salah satu pemeriksaan penting dalam proses debridement adalah vaskularisasi pada jaringan yang terkena kerusakan maupun jaringan sehat di sekitarnya. Pengetahuan tentang pola vaskular sangat penting untuk menghindari komplikasi.(10)Irigasi, yang dilakukan dengan debridement, bersifat mutlak dan krusial dalam penanganan fraktur terbuka. Protokol yang lazim digunakan adalah irigasi sebanyak 3 L untuk fraktur terbuka tipe 1, 6 L untuk tipe II, dan 9 L untuk tipe III. Pemberian aditif (misalnya antibiotik) untuk irigasi masih menjadi kontroversi. (10)

b. Stabilisasi Skeletal(10)

Stabilisasi dini akan melindungi jaringan lunak di sekitar zona luka dengan cara mencegah kerusakan tambahan akibat pergerakan dari fragmen patahan. Ini juga akan memperbaiki panjang, alignment, dan rotasi semua prinsip vital dari fiksasi fraktur. Traksi skeletal, fiksasi eksternal, dan plate and screw intrameduler. Pilihannya bergantung pada tulang yang patah dan lokasi fraktur (intraartikular, metafisis, diafisis), luasnya cedera jaringan lunak dan derajat kontaminasi, dan status fisiologis pasien.Fiksasi eksterna adalah metode yang berguna bagi ahli bedah untuk penanganan fraktur terbuka akut. Indikasi fiksasi eksterna adalah fraktur terbuka dengan kontaminasi berat dengan kerusakan jaringan lunak yang ringan, cedera tipe IIIA.Fiksasi dengan menggunakan plate umumnya diindikasikan untuk fraktur ekstremitas atas dan fracture periartikuler. Tingkat infeksi yang tinggi dilaporkan untuk fiksasi plate pada fraktur terbuka.c. Penutupan LukaPilihan untuk penutupan luka pada penanganan fraktur terbuka termasuk penutupan primer pada kulit, split-thickness skin grafting, dan penggunaan flap otot lokal maupun bebas. Waktu untuk penutupan luka dapat terbagi menjadi, immediate closure, early closure, dan delayed closure. Immediate adalah penutupan pada saat intervensi operatif inisial; early adalah penutupan dalam 24-72 jam cedera; dan pada delayed setelah lebih dari 3 hari cedera. Umumnya early closure banyak dipilih untuk menghindari infeksi nosokomial (Pseudomonas sp), namun literature saat ini telah banyak yang menganjurkan immediate closure bila kriteria terpenuhi (untuk tipe I, II & IIIA selektif ).(10)

Terapi-terapi tersebut di atas diberikan jika penderita datang dalam tempo 12 jam post-trauma. Jika penderita datang terlambat dan luka telah terinfeksi, maka prosedur di atas tidak dapat dipergunakan. Hanya kotoran dan debu dari dalam luka dikeluarkan, dibersihkan dan dibalut. Tulang direduksi sejauh mungkin, dan diplester dengan plester gips paris. Plester ini dibuka tiap bulan hingga fraktur menyembuh.(6)Setelah itu lakukan reduksi fraktur dan tutupi luka. Sedapat mungkin, hindari fiksasi interna pada luka. Kemudian gunakan bidai plester paris dan diterapi sebagai fraktur tertutup.(6)

BAB IVKESIMPULAN

Fraktur terbuka os humerus merupakan fraktur dimana os humerus memiliki hubungan dengan dunia luar. Terbagi menjadi 3 tipe sesuai dengan derajat kerusakan dan tingkat kontaminasinya. Tatalaksana berupa metode penghentian perdarahan, penilaian neurovaskular, merawat syok, anti nyeri, antibiotik profilaksis, ATS, debridement urgent pada luka dan fraktur, stabilisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif.

REFERENSI

1. Maharta A R Gede, Maliawan Sri, Kawiyana S Ketut. Manajemen fraktur pada trauma musculoskeletal. [serial online] [cited 2013 Des 15] Available from:URL: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4939/37292. Sumpengan Rony. Humeral shaft fracture. [serial online] [cited 2013 Des 15] Available from:URL: http://www.artikelkedokteran.com/1336/referat-fraktur-humerus.html3. Sjamsuhidajat R, de Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2008. hal 356, 987-84. Moore L Keith, Agur Anne. Essensial clinical anatomy. 3rd Edition. New York: Lippincott Willian & Wilkins; 2007. p. 408-95. Fowler T, Taylor Benjamin, William Bryan. Open fracture and timing for closure: a review. [serial online] 2010 May 20 [cited 2013 Des 15] Available from:URL: http://www.upoj.org/site/files/v20/v20_08.pdf6. Sachdeva R K. Catatan ilmu bedah. Edisi 5. Jakarta: Hipokrates; 1974. hal 97-87. Townsend M Courtney, Beauchamp R D, Evers B M, Mattox L K. Buku Saku Ilmu Bedah. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2010. hal 4728. Heinz Feneis, Wolfgang Dauher. Pocket atlas of human anatomi. 4th Edition. New York: Thieme; 2000. p. 152-39. Fildes J, Meredith JW. Advanced trauma life support for doctors. 7th ed. Chicago: American college of surgeons committee on trauma; 2004. hal. 23710. Cross William, Swiontkowski Mark. Treatment principles in the management of open fractures. [serial online] 2008 Des [cited 2013 Des 15] Available from:URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2740354/

20