FRAKTUR TERBUKA REFERAT

42
REFERAT FRAKTUR TERBUKA PEMBIMBING: dr. Wahyu Sp OT Disusun : Harry Henny Iline Michaela 030.11.138 Rifrita KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD DR. SOESELO SLAWI

description

FRAKTUR

Transcript of FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Page 1: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

REFERAT

FRAKTUR TERBUKA

PEMBIMBING:

dr. Wahyu Sp OT

Disusun :

Harry

Henny

Iline Michaela 030.11.138

Rifrita

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD DR. SOESELO SLAWI

PERIODE JULI 2013 – SEPTEMBER 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Page 2: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Referat dengan judul:

FRAKTUR TERBUKA

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

RSUD dr. Soeselo periode 10 Agustus – 17 Oktober 2015

Disusun oleh:

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Wahyu Sp OT selaku dokter pembimbing Bedah Orthopedi RSUD dr. Soeselo pada tanggal

Slawi,

Mengetahui

dr. Wahyu Sp OT

KATA PENGANTAR

Page 3: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah karena atas rahmat dan karunianya,

penulis akhirnya dapat menyelesaikan referat ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

seluruh staf pengajar di SMF Bedah RSUD DR soeselo Slawi, terutama kepada

dr Wahyu Sp OT selaku pembina kami atas segala waktu dan bimbingan yang telah diberikan

kepada kami. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian referat ini.

Sebagai manusia, penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kesalahan,

sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan masukan yang membangun dari segala

pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini bermanfaat untuk berbagai pihak yang

telah membaca referat ini

Slawi,

Penulis

BAB 1

Page 4: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

PENDAHULUAN

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang

terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi

penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk

dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan

segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit

dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien

fraktur terbuka biasanya mengalami cidera multipel.

Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan area

mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat masuk ke lokasi

fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah

yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka

memiliki hasil kultur yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31%

pasien yang memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan

definitf. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut

dengan penanganan dini.

BAB II

Page 5: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI

Tulang berasal dari embryonic hyaline cartilage yang berawal dari proses yang

dinamakan Osterogenesis. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Matriks

tulang terdiri atas serat-serat kolagen organic yang tertanam pada substansi dasar dan garam

anorganik tulang seperti fosfor dan kalsium. Substansi dasar tulang terdiri dari proteoglikan

yang tersusun dari kondroitin sulfat dan beberapa asam hialuronat yang bersenyawa protein.

Garam-garan tulang berada dalam Kristal kalsium fosfat yang disebut hidroksiapatit.

Persenyawaan kolagen dan Kristal hidroksiapatit bertanggung jawab atas daya regang dan

daya tekan tulang yang besar.1,2

Tulang terbagi atas tiga menurut bentuknya, yaitu:

a. Tulang panjang atau tubulerBentuknya bulat, memanjang, dan bagian tengahnya berlubang seperti pipa. Terdiri

atas epifisis dan diafisis. Contoh tulang panjang seerti tulang femur, tibia, fibula, ulna,

dan humerus

b. Tulang Pendek atau KuboidBentuknya bulat dan pendek. Contoh tulang pendek yaitu tulang vertebra, tulang

karpal.

c. Tulang PipihBentuknya pipih dan terdiri dari lempengan tulang kompak dan tulang spongiosa.

Contoh tulang pipih yaitu tulang scapula, tulang iga dan tulang pelvis.

Tulang panjang terdiri atas epifisis dan diafisis. Diafisis tersusun dari tulang kompak

silinder tebal yang membungkus medulla atau rongga sumsum sentral yang besar dan

terdapat endosteum dan periosteum. Endosteum terdiri dari jaringan ikat areolar vaskular.

Sedangkan periosteum adalah jaringan ikat yang membungkus diafisis. Epifisis merupakan

ujung tulang yang membesar sehingga rongga sumsum dengan mudah bersambungan dan

tersusun dari tulang cancellus interna, yang diselubungi tulang kompak dan dibungkus

kartilago hialin.1

Page 6: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Gambar 1. Struktur Tulang Panjang

Sebelah proksimal dari tiap epifisis terdapat metafisis. Diantaranya terdapat daerah

kartilago yang tumbuh, yaitu lempeng epifisis atau growth plate. Tulang panjang tumbuh

dengan cara mengakumulasi kartilago di lempeng epifisis yang kemudian akan digantikan

oleh osteoblas, dan tulang akan memanjang. Pada akhir usia remaja, kartilago akan habis,

lempeng epifisis akan berfusi dan pertumbuhan tulang akan terhenti.1,2

Tulang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraselular. Sel tersebut adala osteosit,

osteoblas, dan osteoklas. Osteoblas terbentuk dari sel induk yang disebut sel mesenkhimal.

Sel ini juga dapat membentuk jaringan tulang rawan serta berbagai jenis jaringan. Osteoblas

merupakan salah satu produk akhir sel induk mesenkhimal dan akan membentuk osteosit

yaitu komponen sel utama dalam jaringan tulang yang berperan penting dalam pembentukan

matriks tulang dengan cara membantu pemberian nutrisi. Osteoklas merupakan sel fagosit

yang mempunyai kemampuan melisiskan tulang dan merupakan bagian yang penting,

osteoklas berasal dari deretan sel monosit makrofag.

II.2 HISTOLOGI

Lapisan terluar dari tulang adalah periosteum yaitu membran fibrosa padat yang

terdiri dari jaringan ikat yang tidak teratur yang menutupi permukaan eksternal tulang.

Periosteum terdiri dari dua lapisan, yaitu3:

1. Lapisan fibrosa luar

Lapisan ini terdiri dari sel sel kolagen yang memproduksi fibroblast dan mengandung

serat saraf nosiseptif. Lapisan ini juga kaya akan pembuluh darah dan cabang yang

menembus tulang untuk member nutrisi pada osteosit, atau sel-sel tulang. Cabang

yang tegak lurus masuk ke dalam tulang di sepanjang kanal Volkmann sampai

pembuluh di kanal haversian, saluran utama di tengah tulang kompak.

Page 7: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

2. Lapisan dalam/cambium

Lapisan dalam terdiri dari sel progenitor yang menimbulkan osteoblas, yang

merupakan sel pembuatan tulang. Serat kolagen yang kuat dari cambium menembus

tulang yang menjadi dasar bersama dengan pembuluh darah untuk membentuk serat

Sharpey untuk mengikat.

Jaringan tulang di klasifikasikan menjadi tulang kompak dan tulang spons.

o Struktur Tulang Kompak

Tulang kompak membentuk lapisan luar dan sebagian besar struktur tulang panjang.

Tulang kompak berisi beberapa ruang dan member perlindungan dan dukungan kepada

tulang dan sekitar lapisan luar tulang, dan membantu untuk mengaktifkan tulang panjang

untuk menanggung berat badan serta penggunaan ketika beban diletakkan tungkai, missal

karena pekerjaan fisik yang berat.3

Unit dasar tulan kompak adalah Osteon atau Sistem Haversian. Tiap sistem Haversian

(unit) memiliki struktur silinder yang terdiri dari 4 bagian:

a. Sebuah tabung pusat disebut kanal Haversian, yang berisi pembuluh darah dan

saraf. Kanal Haversian dikelilingi lapisan alternative

b. Lamellae, cincin konsentris matriks yang kuat terbentuk dari garam mineral yaitu

kalsium, fosfat dan serat kolagen. Garam mineral mengakibatkan kekerasan

struktur tulang, dan serat kolagen berkontribusi pada kekuatan tulang.

c. Lakuna, ruang kecil antara lamellae yang mengandung sel tulang (osteocytes).

Lakuna yang dihubungkan bersama-sama disebut kanalikuli

d. Kanalikuli, mempunyai rute dimana nutrisi dapat mencapai osteosit dan produk

limbah dapat dikeluarkan.

Page 8: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Gambar 2. Struktur Tulang Kompak

o Struktur Tulang Spons

Tulang spons tidak termasuk osteon, namun tulang spons terdiri dari kisi teratur

kolom tipis yang disebut trabekula yang menganung lamellae, osteosit, lacuna, dan

kanalikuli. Ruang antara trabekula dan beberapa tulang spons diisi oleh sumsum tulang

merah.3 Pembuluh darah dari periosteum menembus kedalam trabekula memungkinkan

osteosit di trabekula untuk menerima makanan dari darah yang melewati rongga sumsum.

II.3 FISIOLOGI

Osteogenesis (pertumbuha dan perkembangan tulang) merupakan proses

pembentukan tulang dalam tubuh. Karena adanya matriks yang keras dalam tulang, maka

pertumbuhan interstisial, seperti yang terjadi pada kartilago, tidak mungkin terjadi dan tulang

terbentuk melalui penggantian jaringan yang sudah ada. Ada dua jenis pembentukan tulang

yaitu osifikasi intramembranosa dan osifikasi endokondral (intrakartilago). Osifikasi

endokondral terjadi melalui penggantian model kartilago. Sebagian besar tulang rangka

terbentuk melalui proses ini, yang terjadi dalam model kartilago hialin kecil pada janin.1,2

Pada osifikasi endokondral, rangka embrionik terbentuk dari tulang-tulang kartilago

hialin yang terbungkus perikondrium. Pusat osifikasi primer terbentuk pada pusat batang

(diafisis) model kartilago tulang panjang. Sel-sel kartilago (kondrosit) pada area pusat

osifikasi jumlahnya meningkat (berploriferasi) dan ukurannya membesar (hipertrofi). Matriks

kartilago di sekitarnya berkalsifikasi melalui proses pengendapan kalsium fosfat.

Perikondrium yang mengelilingi diafisis di pusat osifikasi berubah menjadi periosteum.

Page 9: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Lapisan osteogenik bagian dalam membentuk kolar tulang dan kemudian mengelilingi

kartilago terkalsifikasi. Kondrosit, yang nutrisinya diputus kolar tulang dan matriks

terkalsifikasi, akan berdegenerasi dan kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan

matriks kartilago. Kuncup periosteal mengandung pembuluh darah dan osteoblas yang masuk

ke dalam spikula kartilago terkalsifikasi melalui ruang yang dibentuk osteoklas pada kolar

tulang. Jika kuncup mencapai pusat, osteoblas meletakkan zat-zat tulang pada spikula

kartilago terkalsifikasi, dan memakai spikula tersebut sebagai suatu kerangka kerja.

Pertumbuhan tulang menyebar ke dua arah menuju epifisis. Semua elongasi tulang yang

terjadi selanjutnya adalah hasil dari pembelahan sel-sel kartilago dalam lempeng epifisis

kartilago. 1,2

Gambar 3. Pertumbuhan tulang panjang.2

Pada proses osifikasi desmal, di dalam tulang rawan, terjadi perubahan struktur. Sel

tulang rawan menyerap air, menjadi pucat dan berdegenerasi. Di dalam substansi dasar tulang

rawan terjadi penumpukan materi berkapur. Setelah itu mesenkim tulang yang kaya akan

pembuluh darah tumbuh dari periosteum ke dalam bagian tulang rawan, menguraikan

kartilago yang berdegenerasi, dan membentuk kumpulan mesenkim (sumsum tulang primer).

Dari sum-sum tulang tersebut, sel-sel yang secara kontinu menguraikan tulang rawan

(kondroklas) beserta sel yang membangun atau yang menguraikan tulang (osteoblas dan

osteoklas) berdifirensiasi. Pada penguraian tulang rawan, trabekula atau batang-batang kecil

tetap ada, tempat osteoblas terfiksasi dengan kuat dan dimulainya pelepasan substansi tulang

(osteoid) melalui proses pemisahan. Di dalam tulang rawan, tulang yang terbentuk mula-mula

hanya tersusun atas jala-jala trabekula kecil (spongiosa), yang awalnya bergabung dengan

lapisan tulang periostal yang bertambah padat. 1

Page 10: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Tulang rawan lempeng epifisis memberikan kemungkinan metafisis dan diafisis untuk

bertumbuh memanjang. Pada daerah pertumbuhan ini terjadi keseimbangan antara dua proses

yaitu (1) proses pertumbuhan dan (2) proses kalsifikasi.1,4,5

Pada kedua epifisis, terjadi pertumbuhan tulang rawan yang pesat sehingga elemen

kerangka tidak saja menebal, namun juga memanjang. Kemudian terbentuk empat zona yang

berurutan, yaitu : 2,6

1. Zona resorpsi atau zona pembukaan tulang rawan

2. Zona hipertrofi tulang rawan

3. Zona kolumnar tulang rawan

4. Zona proliferasi atau zona istirahat kartilago

Gambar 4. Ossfikasi tulang panjang.

Pada diafisis bakal tulang, terjadi pengendapan suatu lapisan tulang desmal (tempat

terjadinya penebalan). Kemudian, terbentuk suatu inti tulang diafisis di dalam, melalui

pertumbuhan mesenkim sesudah penguraian tulang rawan. Inti tulang juga terbentuk di

epifisis. Dari lempeng epifisis tulang rawan, pertumbuhan memanjang endokondral tetap

berlangsung.3,7

II.4 FRAKTUR TERBUKA

II.4.1 Definisi

Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan

luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri dan timbul komplikasi berupa infeksi.

Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam dan keluar menembus kulit (from

within) atau dari luar oleh karena tertembus misal oleh peluru atau trauma langsung (from

Page 11: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

without).7 Fraktur terbuka merupakan suatu kondisi keadaan darurat yang memerlukan

penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi.

II.4.2 Epidemiologi

Frekuensi fraktur terbuka bervariasi tergantung faktor geografis dan sosioekonomi,

populasi penduduk, dan trauma yang terjadi. Dari data yang diambil dari Universitas Gajah

Mada didapatkan insidensi fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan

perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 3,64:1 dan untuk kelompok usia mayoritas

pada dekade dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik tergolong tinggi.8

Sedangkan insiden fraktur terbuka di Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit di Skotlandia

mendata sebanyak 21.3 kasus per 100.000 dala setahun. Yang terbanyak adalah fraktur

diafisis pada tibia (21,6%), lalu pada femur (12,1%), radius dan ulna (9,3%), dan humerus

(5,7%). Pada tulan panjang, fraktur terbuka diafiseal (15,3%) lebih sering terjadi disbanding

metafiseal (1,2%).9

II.5 Etiologi

Sachdeva membagi etiologi fraktur menjadi tiga, yaitu cedera traumatik, fraktur

patologik, dan cedera spontan. Cedera traumatik pada tulang bisa disebabkan karena cedera

langsung atau pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan, cedera

tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, dan fraktur yang

disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. Fraktur patologik keadaan

dimana terjadinya fraktur pada tulang akibat proses penyakit dimana trauma minor dapat

menyebabkan fraktur. Fraktur patologik terjadi apabila terdapat tumor tulang baik jinak

maupun ganas, terdapat infeksi pada tulang seperti pada osteomyelitis, dan pada rakhitis.10

Tingkat keparahan cedera fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan

besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bias hanya beberapa millimeter hingga

terhitung diameter. Tulang yang fraktur bias langsung terlihat atau tidak terlihat pada luka.

Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dapat merusak saraf serta

pembuluh darah sekitarnya. Penyebab lain fraktur terbuka selain trauma bias karena

kecelakaan kerja maupun luka tembak.10

II.6 Klasifikasi

Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustilo dan Anderson

yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat kerusakan jaringan

Page 12: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

lunak, konfigurasi fraktur, dan derajat kontaminasi. Klasifikasi Gustilo membagi fraktur

terbuka menjadi tipe I, II, dan III.11

Tabel 1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo & Anderson11

Tipe Luka Fraktur Resiko infeksi

(%)

I Laserasi < 1cm kerusakan

jaringan tidak berarti relative

bersih

Sederhana, dislokasi

fragmen minimal

0-2

II Laserasi > 1cm, tidak ada

kerusakan jaringan yang hebat

atau avulsi, ada kontaminasi

Dislokasi fragmen

jelas

2-5

III Luka lebar >10cm dan rusak

hebat, atau hilangnya jaringan

disekitarnya, kontaminasi hebat

Kominutif, segmental,

fragmen tulang ada

yang hilang

5-50

Gustilo juga membagi tipe III menjadi subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB, IIIC:

Tabel 2. Klasifikasi subtype fraktur terbuka tipe III menurut Gustilo & Anderson1

Tipe Batasan Resiko

infeksi (%)

Resiko

amputasi (%)

IIIA Periostenum masih membungkus fragmen

fraktur dengan kerusakan jaringn lunak yang

luas

5-10 0

IIIB Kehilangan jaringn lunak yang luas,

kontaminasi berat, periostenal striping atau

terjadi bone expose

10-50 16

IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan

repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringn

25-50 42

Page 13: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

lunak

Keterangan :

Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,

walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

Tipe IIIB terjadi pada fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringn lunak, sehingga

tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur

kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy

tanpa memandang luas luka.

Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar kehidupan

bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

Gambar 5. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo & Anderson11

II.7 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan. Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadi trauma

pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat

Page 14: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung, atau kondisi patologis. Setelah

terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah seta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan

tulang yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan

terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat

menghambat suplai darah atau nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan

tulang mengalami nektosis dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini menunjukan

tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga menyebabkan dilatasi kapiler

otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamine pada otot

yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstisial, hal ini

menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapat

menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bias menyebabkan sindroma kompartemen.

Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat merubah jaringan

sekitar seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi kulit hal ini menyebabkan fraktur

terbuka. Fraktur juga menyebabkan terjadinya pergeseran fragmen tulang yang dapat

mempengaruhi mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan pergerakan dan gangguan perfusi

jaringan jika terjadi penyumbatan pembuluh darah oleh emboli lemak dan trombosit yang

terjadi akibat reaksi stress dan memicu pelepasan katekolamin yang disbabkan oleh

peningkatan tekanan sumsum tulang disbanding tekanan kapiler. Faktor-faktor yang

mempengaruhi fraktur yaitu faktor ekstrinsik, adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada

tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan

fraktur, dan faktor intrinsik, yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur, seperti

kapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

Page 15: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan perfusi jaringan

Shock hipovolemik

Gambar 6. Skema terjadinya komplikasi pada fraktur terbuka

Page 16: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

II.8 Manifestasi Klinis

Penderita fraktur terbuka biasanya datang dengan suatu trauma, baik trauma hebat

maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota

gerak. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian, luka tembak

dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan

prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Faktor trauma kecepatan

rendah atau taruma kecepatan tinggi sangat penting dalam menentukan klasifikasi fraktur

terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu sendiri. Penting adanya

deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma, lokasi dan derajat

nyeri serta faktor umur dan kondisi penderita sebelum kejadian, seperti adanya riwayat

hipertensi dan diabetes melitus merupakan faktor yang penting untuk ditanyakan. Apabila

trauma yang menyebabkan fraktur adalah trauma ringan perlu dicurigai adanya lesi

patologi.12

Keluhan umum penderita adalah nyeri, memar, dan pembengkakan merupakan gejala

yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak,

sehingga perlu diperhatikan ada tidaknya deformitas dan krepitasi karena lebih mendukung

terjadinya fraktur. Selain keluhan umum, pada anamnesis juga perlu ditanyakan trauma yang

terjadi merupakan trauma langsung atau trauma tidak langsung serta ada tidaknya luka pada

daerah trauma dan fraktur, penting juga menanyakan mengenai gejala-gejala cedera yang

berkaitan, seperti baal atau hilangnya gerakan, kulit yang pucat atau sianosis, darah dalam

urin, nyeri perut, hilangnya kesadaran untuk sementara, juga tentang riwayat cedera

sebelumnya dan kemungkinan terjadinya fraktur di daerah lain.10,12

II.9 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan generalisata meliputi pemeriksaan ABC penderita, perhatikan apakah

terdapat gangguan pada Airway, Breathing, Circulation and Cervical Injury. Setelah

melakukan pemeriksaan status generalis lanjutkan dengan pemeriksaan status lokalis.

Pemeriksaan lokalis yang harus dilakukan adalah identisifikasi luka secara jelas dan

gangguan neurovaskular bagian distal dan lesi. Pulsasi arteri bagian distal penderita hipotensi

akan melemah dan dapat menghilang sehingga dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular.

Apabila disertai trauma kepala dan tulang belakang maka akan terjadi kelainan sensasi nervus

perifer dari distal lesi, serta perlu dilakukan pemeriksaan kulit untuk kemungkinan terjadinya

kontaminasi.13

Page 17: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Pemeriksaan lokal yang dilakukan, yaitu13:

1. Look (inspeksi)

Pembengkakan, memar, dan deformitas, berupa penonjolan yang abnormal, angulasi,

rotasi, ataupun pemendekan, mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah

apakah kulit itu utuh atau tidak, kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan

fraktur menunjukkan bahwa fraktur tersebut merupakan fraktur terbuka (compound).

2. Feel (palpasi)

Palpasi dilakukan untuk memeriksa temperatur setempat, nyeri tekan, krepitasi,

pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri

dorsalis pedis, arteri tibialis posterior atau sesuai anggota gerak yang terkena, refilling

atau pengisisann arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, serta

pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai. Palpasi juga untuk memeriksa bagian distal dari fraktur

merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Trauma pembuluh darah adalah keadaan

darurat yang memerlukan pembedahan.

3. Movement (pergerakan)

Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting untuk

menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera.

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif

sendi paroksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pemeriksaan

pergerakan harus dilakukan secara hati-hati karena pada penderita dengan fraktur

setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat dan kerusakan pada jaringan lunak

seperti pembuluh darah dan saraf.

II.10 Pemeriksaan Penunjang

1. X-Ray

Dengan pemeriksaan klinis, biasanya sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

Walaupun demikian, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi

serta ekstensi fraktur dengan mengingat rule of twos14:

a. Two views, minimal dua jenis proyeksi (anteroposterior dan lateral) harus diambil.

b. Two joints, sendi yang berada di atas dan di bawah dari fraktur harus difoto.

Page 18: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

c. Two limbs, x-ray pada sisi anggota gerak yang tidak cidera dibutuhkan sebagai

pembanding.

d. Two injuries, trauma keras biasanya menyeabkan cidera lebih dari satu daerah

tulang. Maka dari itu, pada fraktur calcaneum atau femur, penting untuk memfoto

x-ray pada pelvis dan vertebra.

e. Two occasions, beberapa fraktur sulit kelihatan pada hasil foto x-ray pertama

sehingga pemeriksaan ulang x-ray dalam satu atau dua minggu kemudian dapat

menunjukkan lesi yang ada.

2. Pemeriksaan khusus

CT scan dan MRI memperlihatkan hasil yang lebih optimal pada cidera tulang dan

jaringan lunak, namun keduanya sering tidak diperlukan dalam manejemen awal dari fraktur

terbuka.(1) CT scan melihat lebih detail bagian tulang sendi dengan membuat irisan foto lapis

demi lapis. MRI digunakan untuk mengidentifikasi cidera pada tendon, ligament, otot, tulang

rawan, dan tulang.

II.11 Tatalaksana

Pasien dengan fraktur terbuka kemungkinan besar memiliki cidera multipel, maka

dari itu perlu dilakukan penatalaksanaan yang sesuai dengan prinsip penanganan trauma yaitu

penilaian awal (primary survey) yang bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan

sesuai dengan proritas berdasarkan trauma yang dialami.14 Penanganan pasien terdiri dari

evaluasi awal segera serta resusitasi fungsi vital, penanganan trauma, dan identifikasi

keadaan yang mengancam jiwa.

A: Airway, penilaian terhadap patensi jalan napas. Jika terdapat obstruksi jalan napas,

maka harus segera dibebaskan. Apabila dicurigai terdapat kelainan pada vertebra

servikalis maka dilakukan pemasangan collar neck.

B: Breathing, perlu diperhatikan dan dilihat secara menyeluruh daerah toraks untuk

menilai ventilasi pasien. Jalan napas yang bebas tidak menjadikan pasien memiliki

ventilasi yang adekuat. Jika terdapat gangguan kardiovaskuler, respirasi atau

gangguan neurologis, harus dilakukan bantuan ventilasi menggunakan alat pernapasan

berupa bag-valve-mask yang disambung pada reservoir dan dialirkan oksigen.

C: Circulation, kontrol perdarahan meliputi dua hal, yaitu (1) volume darah dan

output jantung; (2) perdarahan, baik dari luar maupun dalam, dengan perdarahan luar

yang harus diatasi dengan balut tekan.

Page 19: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

D: Disability, evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survey awal dengan

menilai tingkat kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale, besar dan reaksi pupil,

serta refleks cahaya.

E: Exposure, untuk melakukan pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh maka

pakaian pasien perlu dilepas, selain itu perlu dicegah terjadinya hipotermi.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif terhadap kasus

fraktur, terdapat prinsip pengobatan 4R15 pada waktu menangani fraktur, yakni sebagai

berikut:

1. Rekognisi, menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadinnya kecelakaan dan

kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan

yang berperan, dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri

menentukan apakah ada kemungkinan fraktur, dan apakah diperlukan permeriksaan

spesifik untuk mencari adanya fraktur. Perkiraan diagnosis fraktur pada tempat

kejadian dapat dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri dan bengkak lokal,

kelainan bentuk, dan ketidakstabilan.

2. Reduksi, adalah reposisi fragmen-fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak

normalnya. Biasanya reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah

jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan

sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalankan

prosedur. Harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetik diberikan

untuk mengurangi nyeri selama tindakan. Lebih baik mengerahkan semua tenaga pada

percobaan pertama yang biasanya dengan cepat akan mencapai reduksi yang

memuaskan daripada melakukannya dengan perlahan-lahan tetapi merusak lebih

banyak jaringan kulit.

3. Retensi, menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan

fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan. Setelah fraktur direduksi, fragmen

tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar

sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau

interna. Sebagai aturan umum, maka fiksasi eksterna yang dipasang untuk

mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan di bawah fraktur.

4. Rehabilitasi, direncanakan segera dan dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan

fraktur untuk mengembalikan kekuatan otot, pergerakan sendi, dan melatih pasien

agar dapat kembali menjalankan aktivitas normal dalam kesehariannya.

Page 20: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Ketika fraktur terbuka siap untuk ditangani, luka pertama kali diinspeksi secara

menyeluruh, apabila terdapat perdarahan eksternal segera di stop dan jika terkontaminasi

maka segera dibersihkan. Kemudian, luka difoto untuk dokumentasi cidera yang baru terjadi,

lalu luka ditutup dengan dressing yang dibasahi dengan normal saline. Pasien diberikan

antibiotik yang biasanya co-amoxiclav atau cefuroxime, tapi clindamycin dipakai jika pasien

alergi terhadap penicillin. Juga diberikan profilaksis tetanus toxoid jika sebelumnya telah

diimunisasi atau antiserum jika belum diimunisasi. Bagian yang cidera lalu dibidai sampai

pembedahan siap dilakukan. Sirkulasi dan status neurologis bagian distal dari fraktur harus

dicek secara berkala, terutama setelah maneuver reduksi fraktur telah dilakukan.14

Tatalaksana ditentukan dari tipe fraktur, karakteristik dari kerusakan jaringan lunak

(termasuk ukuran luka) dan derajat kontaminasi. Biasanya banyak digunakan klasifikasi

fraktur terbuka dari Gustilo. Semua fraktur terbuka, sesimpel apapun kelihatannya harus

dianggap telah terkontaminasi. Penting bagi kita untuk mencegah fraktur tersebut mengalami

infeksi, berikut merupakan tahapan tindakan operatif untuk fraktur terbuka.14

1. Debridement

Tujuan debridement adalah menjadikan luka bersih dari benda asing dan jaringan

mati, menyisakan daerah untuk operasi yang bersih serta jaringan yang memiliki perdarahan

yang baik. Dressing yang sebelumnya digantikan dengan sterile pad dan kulit di

sekelilingnya dibersihkan. kemudian pad dilepaskan dan luka diirigasi dengan normal saline.

Luka kemudian ditutup lagi dan operasi disiapkan.14,16

Penanganan fraktur terbuka terdiri dari eksisi pinggir luka seperlunya sehingga

meninggalkan pinggiran jaringan sehat. Kemudian pembersihan luka secara teliti

membutuhkan eksposur luka yang adekuat, eksposur luka dapat dilakukan melalui ekstensi

luka dengan cara yang aman yakni mengikuti garis pada insisi fasciotomy untuk menghindari

kerusakan pada cabang pembuluh darah yang menyuplai darah pada area kulit yang bisa

digunakan sebagai flap untuk menutup fraktur yang terekspos.14,16

Lalu, penilaian permukaan fraktur tidak dapat dilakukan dengan adekuat tanpa

mengekstraksi tulang di dalam luka. Cara yang paling sederhana adalah dengan menekuk

eksremitas pada posisi dimana bagian tersebut menerima benturan saat cidera terjadi

sehingga permukaan fraktur akan terekspos melalui luka tanpa kerusakan tambahan pada

jaringan lunak.14

Page 21: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Gambar 7. Lokasi insisi untuk menghindari kerusakan pada cabang pembuluh darah (kiri);

debridement bisa dilakukan jika fraktur dapat dilihat secara jelas sehingga pengeluaran

fraktur dilakukan (kanan)

Selanjutnya, dilakukan pembersihan jaringan mati karena sisa jaringan mati bertindak

sebagai medium terhadap perkembangbiakan bakteri. Semua benda asing dan debris

dibersihkan dengan eksisi atau dicuci dengan menggunakan normal saline. Jangan

menginjeksikan cairan ke dalam celah luka kecil untuk membersihkan luka karena ini hanya

akan membuat kontaminan semakin terdorong ke dalam. Sekitar 6 - 12 L saline diperlukan

untuk mengirigasi dan membersihkan fraktur terbuka pada tulang panjang.14

2. Penanganan fraktur

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

tulang. Stabilisasi fraktur penting dalam mengurangi terjadinya infeksi, meminimalisir

trauma yang berlangsung, dan membantu penyembuhan jaringan lunak. Metode fiksasi

bergantung pada derajat kontaminasi, lama waktu cidera terjadi sampai operasi dilakukan dan

jumlah dari kerusakan jaringan lunak. Jika tidak ada kontaminasi yang tampak dan penutupan

luka definitive dapat dilakukan saat debridement, fraktur terbuka dalam semua grade dapat

ditatalaksana seperti cidera tertutup, dimana fiksasi internal atau eksternal dapat dilakukan

tergantung dari karakteristik individual dari fraktur dan luka. Jika penutupan luka terlambat

dilakukan, maka fiksasi eksternal lebih aman.14,16

Fiksasi eksternal dapat diganti dengan fiksasi internal pada saat penutupan luka

definitive jika (1) penundaan penutupan luka kurang dari 7 hari; (2) kontaminasi pada luka

tidak tampak dan; (3) fiksasi internal dapat mengontrol fraktur sebaik fiksator eksternal.14

Page 22: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Fiksasi internal, yakni dengan cara fragmen-fragmen tulang direposisi ke posisi

normal kemudian fiksasi dengan skrup khusus atau dengan menggunakan pelat logam ke

permukaan luar tulang. Indikasinya adalah (1) fraktur yang tidak bisa direduksi kecuali

dengan operasi; (2) fraktur yang tidak stabil dan cenderung untuk mengalami re-displace

setelah reduksi dilakukan; (3) fraktur yang penyatuannya lambat dan sulit, contohnya fraktur

kolumn femur; (4) fraktur patologis dimana penyakit tulang menghambat penyembuhan.14

Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk

menahan tulang agar tetap berada dalam satu garis lurus, dengan menggunakan kawat atau

skrup yang ditempatkan di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang

direposisi. Pin atau skrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat

ini merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.

Indikasinya adalah untuk penanganan fraktur yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka) atau dengan kontaminasi yang berat; (2) fraktur

disekitar sendi dimana fiksasi internal dapat dilakukan namun jaringan lunaknya terlalu

bengkak untuk bisa dilakukan pembedahan secara aman, sehingga pemasangan fiksator

eksternal memberikan stabilitas sampai kondisi lunak membaik; (3) fraktur pada pasien tidak

stabil yang tidak bisa mentolerir kehilangan darah.14,16

Page 23: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Gambar 8. Pemasangan skrup dan pelat pada fiksasi internal (kiri); fiksasi eksternal

pada fraktur (tengah dan kanan)

3. Penutupan luka

Fraktur terbuka harus diobati dalam waktu periode emasnya (6-8 jam mulai dari

terjadinya kecelakaan). Dapat dilakukan split thickness skin-graft atau local-distant

flap(1,3) serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada

luka yang dalam. Pada luka yang lebih berat atau Gustilo grade yang lebih lanjut (III),

dilakukan stabilisasi fraktur segera dan penutupan luka.

Page 24: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Gambar 9. Penutup luka yang terbaik adalah kulit atau otot

4. Pemberian antibiotik profilaksis

Pada kebanyakan kasus, co-amoxiclav (1,2g / 8jam) atau cefuroxime(1,5g /

8jam) (atau clindamycin (600mg / 6 jam) jika terdapat alergi penisilin) diberikan

secepatnya. Pada saat dilakukan debridement, gentamicin (1,5 mg/kgBB)

ditambahkan ke dosis kedua dari antibiotik pertama. Kedua antibiotik memberikan

profilaksis melawaan bakteri Gram positif dan Gram negative yang telah memasuki

luka saat cidera terjadi. Selanjutnya, hanya co-amoxiclav atau cefuroxime (atau

clindamycin) yang terus diberikan.14,17

Karena luka grade I Gustilo bisa ditutup saat debridement, profilaksis

antibiotik tidak perlu diberikan lebih dari 24 jam. Pada fraktur grade II dan IIIA-C

biasanya terdapat penundaan penutupan luka, dan karena luka yang ada sekarang telah

berada pada lingkungan rumah sakit, ada data yang menyebutkan bahwa infeksi pada

fraktur terbuka banyak disebabkan oleh hospital-acquired bacteria dan tidak tumbuh

saat cidera terjadi, gentamicin dan vancomycin (1g) (atau teicoplanin (800mg))

diberikan saat penutupan luka definitif. Total waktu penggunaan antibiotic untuk

fraktur-fraktur ini tidak boleh lebih dari 72 jam.17

Tabel 3. Antibiotik untuk fraktur terbuka17

Grade I Grade II Grade IIIA Grade IIIB/C

As soon as

possible

(within 3

co-amoxiclav co-amoxiclav co-amoxiclav co-amoxiclav

Page 25: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

hours of

injury)

At

debridement

co-amoxiclav and

gentamicin

co-amoxiclav and

gentamicin

co-amoxiclav and

gentamicin

co-amoxiclav

and

gentamicin

At definitive

fracture cover

Wound cover is

usually

possible at

debridement;

delayed closure

unnecessary

Wound cover is

usually

possible at

debridement.

If delayed,

gentamicin

and vancomycin

(or

teicoplanin) at the

time

of cover

Wound cover is

usually

possible at

debridement.

If delayed,

gentamicin

and vancomycin (or

teicoplanin) at the

time

of cover

Gentamicin and

vancomycin (or

teicoplanin)

Continued

prophylaxis

Only co-

amoxiclav

continued after

surgery

Only co-amoxiclav

continued between

procedures and

after final

surgery

Only co-amoxiclav

continued between

procedures and after

final

surgery

Only co-

amoxiclav

continued

between

procedures and

after final

surgery

Maximum

period

24 hours 72 hours 72 hours 72 hours

Page 26: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Tetanus

disebabkan oleh infeksi dari Clostridium tetani yang merupakan bakteri anaerob yang

menghasilkan toksin yang dapat menjurus pada terjadinya spasme otot yang

mengancam jiwa. Pemberian vaksin tetanus pada kasus luka traumatik (1) melakukan

irigasi dan debridement sesuai indikasi (2) memperoleh riwayat imunisasi pasien (3)

pemberian tetanus toxoid jika booster terakhir diberikan lebih dari 10 tahun atau jika

riwayat vaksinasi tidak ada/jelas (4) memberikan imunoglobulin tetanus pada pasien

dengan imunisasi primer inkomplit.

5. Aftercare

Di ruang perawatan setelah operasi selesai dilakukan, ekstremitas ditinggikan dan

sirkulasi darah diobservasi.(1) Pemberian antibiotik dapat diteruskan namun maksimal

pemberiannya hanya sampai 72 jam pada tipe fraktur yang lebih berat.17

II.12 Amputasi

Indikasi absolut dilakukannya amputasi adalah gangguan anatomis komplit dari saraf

tibialis dan iskemia yang lebih dari 6 jam. Indikasi relatifnya adalah polytrauma serius,

trauma kaki ipsilateral berat, penanganan yang berlarut-larut untuk bisa terjadi penutupan

jaringan lunak dan rekonstruksi tulang. Jika terdapat satu indikasi absolut atau dua dari tiga

indikasi relative maka amputasi diindikasikan untuk dilakukan.16

Mangled Extremity Severity Score (MESS) merupakan sebuah sistem klasifikasi yang

banyak digunakan sebagai pertimbangan dilakukannya amputasi. Dimana skor 7 atau lebih

mengarah pada kebutuhan untuk pelaksanaan amputasi.17

Page 27: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

Gambar 10. Tabel MESS

II.13 Komplikasi

a. Umum

Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat terjadi

dalam 24 jam pertama setelah trauma dan setelah beberapa hari kemudian

dapat terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme.

Komplikasi umum yang lain dapat berupa emboli lemak, thrombosis vena

dalam, infeksi tetanus atau gas gangrene.14

b. Komplikasi lokal dini

Yakni komplikasi yang terjadi dalam 1 minggu pertama pasca trauma,

komplikasi pada waktu ini dapat mengenai tulang, otot, jaringan lunak, sendi,

pembuluh darah, saraf, organ viseral maupun timbulnya sindrom

kompartemen atau nekrosis avaskuler.14

c. Komplikasi lokal lanjut

Yakni komplikasi yang terjadi lebih dari 1 minggu pasca trauma. Dapat berupa

komplikasi pada tulang, osteomyelitis kronis, kekakuan sendi, degenerasi

sendi, maupun nekrosis pasca trauma. Dalam penyembuhan fraktur dapat juga

terjadi komplikasi berupa infeksi, nonunion, delayed union, dan malunion.14

Page 28: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

II.14 Prognosis

Semua fraktur terbuka merupakan kasus kegawatdaruratan. Dengan terbukanya barier

jaringan lunak, maka fraktur tersebut terancam mengalami proses infeksi. Selama 6 jam sejak

fraktur terjadi, luka masih dalam periode emas penyembuhannya, dan setelah periode tersebut

luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karenanya, penanganan fraktur terbuka harus

dilakukan sebelum periode emas terlampaui agar sasaran penanganannya tercapai.

Page 29: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Sloane E. Sistem Rangka. Veldman J editor. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Edisi bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2003.

2. Rasjad C. Fraktur Epifisis. Pengantar Ilmu Bedah. 3rd ed. Cetakan kelima. Jakarta: Yarsif. 2007.

3. Ovalle K. Nahirney P. Netter’s Essential Histology. 2nd ed. Elsevier Sanders. 2013.4. Corwin EJ. Kontrol Terintegrasi dan Disfungsi. Subekti EB editor. Buku Saku

Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2009.5. Cameron JR, Skofronick JG, Grant RM. Fisika Tulang : Komposisi Tulang.

Chairunnisa editor. Fisikia Tubuh Manusia. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2006.6. Rohen JW, Drecoll EL. Lempeng Mudigah dan Perkembangan Tumbuh Embrio.

Dany F editor. Embriologi Fungsional : Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2003

7. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi: Struktur dan Fungsi Tulang. 3 rd ed. Jakarta: Yarsif. 2008; 317-478

8. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (Update 2012 May, 27). Available from http://orthopedics.about.com/cs/brokenbones/g/openfracture.htm. Accessed 2015 Aug 24.

9. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of Open Fracture. Court-Brown CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of Open Fractures. London: Martin Dunitz, 25-35

10. Solomon L, Varwick D, Nayagam S. Principle of fracture. In: Nayagam S, editor. Apley’s system of orthopaedics and fractures 9th ed. United States: Crc Press;2010.p.672-88.

11. Gustilo RB, Anderson JT. Prevention of infection in the treatment of one thousand

and twenty-five open fractures of long bones; retrospective and prospective analyses.

J Bone Joint Surg Am 1976;58:453-8.

12. Townsmen Cm, Beaucham RD, Evers Bm, Mattox K. Sabiston text book of surgery:

Trauma and critical care. 12th ed. Canada: Elsevier;2012.p.500.

13. Chapman MW. Open fractures in Chapman’s orthopaedic surgery. 3rd ed. Lippincott

Williams & Wilkins;2001

14. Nayagam S. Principles of fractures. In: Warwick D and Nayagam S (eds) Apley’s

System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition. London: Hodder Arnold; 2010. p.

687-732.

15. Carter, A. Michael. Fraktur dan Dislokasi. Dalam: Price and Wilson, Patofisiologi

Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. p. 1187-91.

Page 30: FRAKTUR TERBUKA REFERAT

16. Marshall ST, Browner BD. Emergency Care of Musculoskeletal Injuries. In:

Townsend CM, Beauchamp RD, Evers B, Mattox K (eds) Sabiston textbook of

surgery : the biological basis of modern surgical practice, 19th ed. Canada: Elsevier

Sauders; 2012. p. 482-504.

17. Nanchahal J, Nayagam S, Khan U, Moran C, Barrett S, Sanderson F, et al. Standards

for the Management of Open Fractures of the Lower Limb. British Orthopaedic

Association and British Association of Plastic, Reconstructive and Aesthetic

Surgeons, 2009.