Flail Chest Nninis

22
FLAIL CHEST A. Definisi Flail chest adalah area thorax yang melayang karena adanya fraktur iga multiple berurutan >3 dan memiliki garis fraktur > 2 (segmented) pada setiap iganya. Flail chest dideskripsikan sebagai pergerakan paradoksal pada segmen di dinding dada yang disebabkan oleh fraktur > 3 costae yaitu anterior dan posterior di setiap iganya. Variasi flail chest meliputi flail (melayang) pada segmen posterior, anterior, dan juga meliputi sternum dengan iga di tiap sisi cavum thorax mengalami fraktur. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam. 1 B. Anatomi dan Fisiologi Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu di bagian belakang pada vertebra thorakalis dan di depan pada sternum. Iga ke 8, 9, 10 menempel

Transcript of Flail Chest Nninis

FLAIL CHEST

A. Definisi

Flail chest adalah area thorax yang melayang karena adanya fraktur iga

multiple berurutan >3 dan memiliki garis fraktur >2 (segmented) pada setiap

iganya.

Flail chest dideskripsikan sebagai pergerakan paradoksal pada segmen

di dinding dada yang disebabkan oleh fraktur >3 costae yaitu anterior dan

posterior di setiap iganya. Variasi flail chest meliputi flail (melayang) pada

segmen posterior, anterior, dan juga meliputi sternum dengan iga di tiap sisi

cavum thorax mengalami fraktur.

Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai

kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Ketidak-stabilan dinding dada

menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan

ekspirasi. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru

masuk kedalam.1

B. Anatomi dan Fisiologi

Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu di bagian belakang

pada vertebra thorakalis dan di depan pada sternum. Iga ke 8, 9, 10 menempel

pada costae 7. Iga ke 11 dan 12 mengambang pada otot-otot vertebrae

thorakalis. Dinding dada terdiri dari tulang vertebrae thorakalis 1 sampai 12

costae dan 1 sternum, cartilago costae dan otot.

Kerangka rongga thoraks, meruncing pada bagian atas dan

berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga

yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang

melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago

ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum

menyambung pada tepi bawah sternum.

Dinding Thorax tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang

membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis,

sternum, tulang clavicula, dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk

dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah

intercostalis dan torakalis interna.

Dinding thoraks tersusun dari kutis, subkutis, glandula mammae (pada

wanita), fascia, otot, dan pleura (parietalis dan viseralis). Otot dada terdiri dari

m. pektoralis mayor, m. pektoralis minor, m. intercostalis eksternus, costae, m.

intercostalis internus, m. intercostalis intima, dan m. transverses thorakalis.2

Gambar 1. Anatomi Thoraks

Thorax berfungsi sebagai:

a. Fungsi respirasi, proses inspirasi dan ekspirasi

b. Melindungi organ-organ yang berada di dalam rongga thorax.

Proses inspirasi dilakukan secara aktif. Diafragma menurun akibat

berkontraksi, sehingga meningkatkan dimensi vertikal rongga toraks.

Kontraksi otot-otot antar iga eksternal mengangkat iga-iga untuk memperbesar

rongga toraks dari depan ke belakang dan sisi ke sisi. Tekanan intra pleural

saat inspirasi sebesar 15 cm air.

Proses ekspirasi pasif, diafragma melemas sehingga mengurangi

volume rongga toraks dari ukuran inspirasi. Karena otot antar iga ekstenal

melemas, sangkar iga yang semula terangkat, turun akibat gaya tarik bumi.

Hal ini juga mengurangi volume rongga toraks. Ekspirasi aktif, terjadi

kontraksi otot-otot abdomen yang meningkatkan tekanan intra-abdomen dan

menimbulkan gaya vertikal atas pada diafragma. Hal ini semakin mengurangi

dimensi vertikal rongga toraks lebih banyak dan kontraksi otot antar iga

internal menurunkan ukuran depan ke belakang dan sisi ke sisi dengan

meratakan iga-iga. Tekanan intra pleural saat ekspirasi sebesar 0 – 2 cm air.2

C. Etiologi

Flail chest terjadi karena trauma tumpul yang kuat ke arah dada

sehingga menyebabkan fraktur costae di beberapa tempat. Trauma ini

misalnya seperti kecelakaan lalu lintas maupun jatuh. Meskipun flail chest

menunjukkan adanya daya kinetic sangat kuat yang mengenai dada, namun hal

ini dapat terjadi akibat trauma yang lebih ringan pada pasien dengan kelainan

patologis, seperti osteoporosis, total sternectomy, dan multiple myeloma.

Flail chest juga dapat terjadi karena trauma tembus, misalnya akibat

luka tusuk, luka tikam, maupun luka tembak.3

Fraktur costae dapat terjadi dimana saja disepanjang costae tersebut.

Dari keduabelas costae yang ada, tiga costae pertama paling jarang mengalami

fraktur, hal ini disebabkan karena costae tersebut sangat terlindungi. Costae 4-

9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan

memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costae terbawah yakni

costae 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena mobile.1

D. Epidemiologi

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa

kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor

implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau

tidak disengaja.4

E. Patofisiologi

Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah

depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada

biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang

melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan

terjadi fraktur costa.1

Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur

costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat

terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan

costa tersebut, seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari

depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari

angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling

lemah.1

Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan

sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat

mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga

dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi

jantung.1

Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan

gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di

bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan

menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest

yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).

Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding

dada pada inspirasi dan ekspirasi.1

Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun

sebagai akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2

masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costae

akan menyebabkan nyeri yang sangat hebat dan akan membuat pasien takut

bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi

lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dinding dada.

Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu

bergerak mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan

menyebabkan gangguan pada venous return dari system vena cava,

pengurangan cardia output, dan penderita jatuh pada kegagalan hemodinamik.

Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini:

1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi

dan bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi

terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk

pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan

respirasi pendelluft.

2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-

paru di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.

3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh

adanya peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase

ini, sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.

4. Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venous return jantung.1

.

Gerakan Paradoksal pada Flail Chest

F. Manifestasi Klinis1,3

1. Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding

dada.

2. Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam,

ekspirasi ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.

3. Sesak nafas

4. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan

5. Takikardi

6. Sianosis

7. Pasien menunjukkan trauma hebat

8. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,

ekstremitas).

G. Diagnosis 3,4

1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah

waktu kejadian, tempat kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan

penderita selama dalam perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat

trauma yang mengenai dinding dada.

a. Gejala: nyeri dada, sesak nafas

b. Riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada

2. Pemeriksaan fisik

a. Airway

- Look benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur

laring, fraktur trakea

- Listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor

- Feel

b. Breathing

- Look pergerakan dinding dada asimetris, warna kulit, memar,

deformitas, gerakan paradoksal, pasien terlihat nyeri saat bernafas,

pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, adanya tanda-tanda

insufisiensi pernafasan berupa nafas cepat

- Listen vesikular paru, suara jantung, suara tambahan

- Feel krepitasi, nyeri tekan, jika terjadi komplikasi berupa

pneumotoraks didapatkan perkusi hipersonor, jika terjadi

komplikasi berupa hematothoraks didapatkan perkusi redup

c. Circulation

- Tingkat kesadaran

- Warna kulit

- Tanda-tanda laserasi

- Perlukaan eksternal

d. Disability

- Tingkat kesadaran

- Respon pupil

- Tanda-tanda lateralisasi

- Tingkat cedera spinal

e. Exposure

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen standar

- Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat menentukan

jumlah dan tipe costae yang fraktur.

- Pada pemeriksaan foto thoraks pasien dewasa dengan trauma

tumpul toraks, adanya gambaran hematotoraks, pneumothoraks

atau kontusio pulmo menunjukkan hubungan yang kuat dengan

gambaran fraktur costa.

- Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada

costa, maka pada daerah cedera harus dipasang strapping/ balut

tekan yang kuat selama 2-3 minggu.

Gambaran flail chest pada foto rontgen

b. EKG

c. Monitor laju nafas, analisis gas darah

Dapat ditemukan pada pemeriksaan lab yang berupa analisa gas darah

dengan penurunan PO2.

d. Pulse oksimetri

H. Penatalaksanaan 1,4

1. Primary Survey

a. Airway dengan control servikal

Penilaian Manajemen

1) Perhatikan patensi airway

(inspeksi, auskultasi, palpasi)

2) Penilaian akan adanya

obstruksi

1) Lakukan chin lift dan atau jaw

thrust dengan kontrol servikal

in-line immobilisasi

2) Bersihkan airway dari benda

asing.

3) Memasang airway definitif

intubasi endotrakeal

b. Breathing dan ventilasi

Penilaian Manajemen

1) Buka leher dan dada

penderita, dengan tetap

memperhatikan kontrol

servikal in-line immobilisasi

2) Tentukan laju dan dalamnya

pernapasan

3) Inspeksi dan palpasi leher dan

thoraks untuk mengenali

kemungkinan terdapat deviasi

trakhea, ekspansi thoraks

simetris atau tidak, pemakaian

otot-otot tambahan dan tanda-

tanda cedera lainnya.

4) Perkusi thoraks untuk

menentukan redup atau

hipersonor

5) Auskultasi thoraks bilateral

1) Menempatkan os dengan

posisi terlentang atau

dekubitus sehingga segmen

yang mengambang tadi

terletak menempel pada

tempat tidur.

2) Pemberian ventilasi adekuat,

oksigen dilembabkan.

3) Kontrol Nyeri dan membantu

pengembangan dada:

a. Pemberian analgesia

Morphine Sulfate,

Hidrokodon atau kodein

yang dikombinasi dengan

aspirin atau asetaminofen

setiap 4 jam.

b. Blok nervus interkostalis

dapat digunakan untuk

mengatasi nyeri berat

akibat fraktur costae

4) Stabilisasi area flail chest.

a. Ventilator

b. Stabilisasi sementara

dengan menggunakan

towl-clip traction, atau

pemasangan firm

strapping

c. Pada pasien dengan flail

chest tidak dibenarkan

melakukan tindakan

fiksasi pada daerah flail

secara eksterna, seperti

melakukan splint/bandage

yang melingkari dada,

oleh karena akan

mengurangi gerakan

mekanik pernapasan

secara keseluruhan.

5) Pemasangan WSD sebagai

profilaksis/preventif pada

semua pasien yang dipasang

ventilator.

c. Circulation dengan control perdarahan

Penilaian Manajemen

1) Mengetahui sumber

perdarahan eksternal yang

fatal

2) Mengetahui sumber

perdarahan internal

3) Periksa nadi: kecepatan,

kualitas, keteraturan, pulsus

1) Penekanan langsung pada

sumber perdarahan eksternal

(balut & tekan)

2) Pasang kateter IV 2 jalur

ukuran besar sekaligus

mengambil sampel darah

untuk pemeriksaan rutin,

paradoksus. Tidak

diketemukannya pulsasi dari

arteri besar merupakan

pertanda diperlukannya

resusitasi masif segera.

4) Periksa warna kulit, kenali

tanda-tanda sianosis.

5) Periksa tekanan darah

kimia darah, golongan darah

dan cross-match serta Analisis

Gas Darah (BGA).

3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter

yang sudah dihangatkan

dengan tetesan cepat. Klo os

tidak syok, pemberian cairan

IV harus lebih berhati-hati.

4) Pemasangan kateter urin untuk

monitoring indeks perfusi

jaringan.

d. Disability

- Menilai tingkat kesadaran memakai GCS

- Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi

tanda-tanda lateralisasi.

e. Exposure/environment

- Buka pakaian penderita

- Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada

ruangan yang cukup hangat.

2. Tambahan Primary Survey

a. Pasang monitor EKG

b. Kateter urin dan lambung

c. Monitor laju nafas, analisis gas darah

d. Pulse oksimetri

e. Pemeriksaan rontgen standar

f. Lab darah

3. Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi

a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal

b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin)

serta awasi tanda-tanda syok.

4. Secondary Survey

a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma

b. Pemeriksaan fisik

- Kepala dan maksilofasial

- Vertebra servikal dan leher

- Thorax

- Abdomen

- Perineum

- Musculoskeletal

- Neurologis

- Reevaluasi penderita

5. Terapi Definitif

a. Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah

dengan operatif

b. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:

- Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (contoh:

hematotoraks masif, dsb)

- Gagal/sulit weaning ventilator

- Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)

- Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)

- Menghindari cacat permanen

c. Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak

didapatkan lagi area "flail"

6. Rujuk

a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien

karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang

masih memungkinkan untuk dirujuk.

b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita

selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat

rujukan yang dituju.

I. Komplikasi

Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya

ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio

paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan

tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan

splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan

mekanik pernapasan secara keseluruhan.3

J. Prognosis

Selama ini, pasien dengan flail chest dilaporkan memiliki angka mortalitas

sebesar 5-10% jika pasien sampai di RS dalam keadaan masih hidup. Pasien

yang tidak memerlukan ventilasi mekanis mempunyai statistic yang lebih baik

dan secara keseluruhan mortalitas akan meningkat dengan meningkatnya skor

keparahan luka, umur, dan jumlah costa yang mengalami fraktur.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Davignon K, Kwo J, Bigatello L M. Pathophysiology and Managemet of

the Fail Chest. Minerva Anestesiol. 2004; 70: 193-199.

2. Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap

Penyakit. EGC Penerbit Buku kedokteran. Jakarta.

3. Anonim. Primary Surgery Vol. 2 – Trauma : Thoracic injuries: Flail Chest.

4. Kilic D, Findikcioglu A, Akin S, Akay TH, Kupeli E, Aribogan A, et

al. Factors affecting morbidity and mortality in flail chest:

comparison of anterior and lateral location. Thorac Cardiovasc Surg.

Feb 2011;59(1):45-8. [Medline].