Flail Chest Nninis
-
Upload
abiseka-panji-baskoro -
Category
Documents
-
view
239 -
download
32
Transcript of Flail Chest Nninis
FLAIL CHEST
A. Definisi
Flail chest adalah area thorax yang melayang karena adanya fraktur iga
multiple berurutan >3 dan memiliki garis fraktur >2 (segmented) pada setiap
iganya.
Flail chest dideskripsikan sebagai pergerakan paradoksal pada segmen
di dinding dada yang disebabkan oleh fraktur >3 costae yaitu anterior dan
posterior di setiap iganya. Variasi flail chest meliputi flail (melayang) pada
segmen posterior, anterior, dan juga meliputi sternum dengan iga di tiap sisi
cavum thorax mengalami fraktur.
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Ketidak-stabilan dinding dada
menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan
ekspirasi. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru
masuk kedalam.1
B. Anatomi dan Fisiologi
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu di bagian belakang
pada vertebra thorakalis dan di depan pada sternum. Iga ke 8, 9, 10 menempel
pada costae 7. Iga ke 11 dan 12 mengambang pada otot-otot vertebrae
thorakalis. Dinding dada terdiri dari tulang vertebrae thorakalis 1 sampai 12
costae dan 1 sternum, cartilago costae dan otot.
Kerangka rongga thoraks, meruncing pada bagian atas dan
berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga
yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang
melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago
ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum
menyambung pada tepi bawah sternum.
Dinding Thorax tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang
membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis,
sternum, tulang clavicula, dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk
dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah
intercostalis dan torakalis interna.
Dinding thoraks tersusun dari kutis, subkutis, glandula mammae (pada
wanita), fascia, otot, dan pleura (parietalis dan viseralis). Otot dada terdiri dari
m. pektoralis mayor, m. pektoralis minor, m. intercostalis eksternus, costae, m.
intercostalis internus, m. intercostalis intima, dan m. transverses thorakalis.2
Gambar 1. Anatomi Thoraks
Thorax berfungsi sebagai:
a. Fungsi respirasi, proses inspirasi dan ekspirasi
b. Melindungi organ-organ yang berada di dalam rongga thorax.
Proses inspirasi dilakukan secara aktif. Diafragma menurun akibat
berkontraksi, sehingga meningkatkan dimensi vertikal rongga toraks.
Kontraksi otot-otot antar iga eksternal mengangkat iga-iga untuk memperbesar
rongga toraks dari depan ke belakang dan sisi ke sisi. Tekanan intra pleural
saat inspirasi sebesar 15 cm air.
Proses ekspirasi pasif, diafragma melemas sehingga mengurangi
volume rongga toraks dari ukuran inspirasi. Karena otot antar iga ekstenal
melemas, sangkar iga yang semula terangkat, turun akibat gaya tarik bumi.
Hal ini juga mengurangi volume rongga toraks. Ekspirasi aktif, terjadi
kontraksi otot-otot abdomen yang meningkatkan tekanan intra-abdomen dan
menimbulkan gaya vertikal atas pada diafragma. Hal ini semakin mengurangi
dimensi vertikal rongga toraks lebih banyak dan kontraksi otot antar iga
internal menurunkan ukuran depan ke belakang dan sisi ke sisi dengan
meratakan iga-iga. Tekanan intra pleural saat ekspirasi sebesar 0 – 2 cm air.2
C. Etiologi
Flail chest terjadi karena trauma tumpul yang kuat ke arah dada
sehingga menyebabkan fraktur costae di beberapa tempat. Trauma ini
misalnya seperti kecelakaan lalu lintas maupun jatuh. Meskipun flail chest
menunjukkan adanya daya kinetic sangat kuat yang mengenai dada, namun hal
ini dapat terjadi akibat trauma yang lebih ringan pada pasien dengan kelainan
patologis, seperti osteoporosis, total sternectomy, dan multiple myeloma.
Flail chest juga dapat terjadi karena trauma tembus, misalnya akibat
luka tusuk, luka tikam, maupun luka tembak.3
Fraktur costae dapat terjadi dimana saja disepanjang costae tersebut.
Dari keduabelas costae yang ada, tiga costae pertama paling jarang mengalami
fraktur, hal ini disebabkan karena costae tersebut sangat terlindungi. Costae 4-
9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan
memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costae terbawah yakni
costae 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena mobile.1
D. Epidemiologi
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja.4
E. Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada
biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang
melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan
terjadi fraktur costa.1
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur
costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat
terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan
costa tersebut, seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari
depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari
angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling
lemah.1
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan
sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat
mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga
dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi
jantung.1
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest
yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).
Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding
dada pada inspirasi dan ekspirasi.1
Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun
sebagai akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2
masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costae
akan menyebabkan nyeri yang sangat hebat dan akan membuat pasien takut
bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi
lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dinding dada.
Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu
bergerak mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan
menyebabkan gangguan pada venous return dari system vena cava,
pengurangan cardia output, dan penderita jatuh pada kegagalan hemodinamik.
Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini:
1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi
dan bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi
terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk
pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan
respirasi pendelluft.
2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-
paru di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.
3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh
adanya peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase
ini, sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.
4. Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venous return jantung.1
.
Gerakan Paradoksal pada Flail Chest
F. Manifestasi Klinis1,3
1. Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding
dada.
2. Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam,
ekspirasi ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.
3. Sesak nafas
4. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
5. Takikardi
6. Sianosis
7. Pasien menunjukkan trauma hebat
8. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,
ekstremitas).
G. Diagnosis 3,4
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah
waktu kejadian, tempat kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan
penderita selama dalam perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat
trauma yang mengenai dinding dada.
a. Gejala: nyeri dada, sesak nafas
b. Riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
a. Airway
- Look benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur
laring, fraktur trakea
- Listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
- Feel
b. Breathing
- Look pergerakan dinding dada asimetris, warna kulit, memar,
deformitas, gerakan paradoksal, pasien terlihat nyeri saat bernafas,
pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, adanya tanda-tanda
insufisiensi pernafasan berupa nafas cepat
- Listen vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
- Feel krepitasi, nyeri tekan, jika terjadi komplikasi berupa
pneumotoraks didapatkan perkusi hipersonor, jika terjadi
komplikasi berupa hematothoraks didapatkan perkusi redup
c. Circulation
- Tingkat kesadaran
- Warna kulit
- Tanda-tanda laserasi
- Perlukaan eksternal
d. Disability
- Tingkat kesadaran
- Respon pupil
- Tanda-tanda lateralisasi
- Tingkat cedera spinal
e. Exposure
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen standar
- Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat menentukan
jumlah dan tipe costae yang fraktur.
- Pada pemeriksaan foto thoraks pasien dewasa dengan trauma
tumpul toraks, adanya gambaran hematotoraks, pneumothoraks
atau kontusio pulmo menunjukkan hubungan yang kuat dengan
gambaran fraktur costa.
- Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada
costa, maka pada daerah cedera harus dipasang strapping/ balut
tekan yang kuat selama 2-3 minggu.
Gambaran flail chest pada foto rontgen
b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
Dapat ditemukan pada pemeriksaan lab yang berupa analisa gas darah
dengan penurunan PO2.
d. Pulse oksimetri
H. Penatalaksanaan 1,4
1. Primary Survey
a. Airway dengan control servikal
Penilaian Manajemen
1) Perhatikan patensi airway
(inspeksi, auskultasi, palpasi)
2) Penilaian akan adanya
obstruksi
1) Lakukan chin lift dan atau jaw
thrust dengan kontrol servikal
in-line immobilisasi
2) Bersihkan airway dari benda
asing.
3) Memasang airway definitif
intubasi endotrakeal
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian Manajemen
1) Buka leher dan dada
penderita, dengan tetap
memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
2) Tentukan laju dan dalamnya
pernapasan
3) Inspeksi dan palpasi leher dan
thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi
trakhea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-
tanda cedera lainnya.
4) Perkusi thoraks untuk
menentukan redup atau
hipersonor
5) Auskultasi thoraks bilateral
1) Menempatkan os dengan
posisi terlentang atau
dekubitus sehingga segmen
yang mengambang tadi
terletak menempel pada
tempat tidur.
2) Pemberian ventilasi adekuat,
oksigen dilembabkan.
3) Kontrol Nyeri dan membantu
pengembangan dada:
a. Pemberian analgesia
Morphine Sulfate,
Hidrokodon atau kodein
yang dikombinasi dengan
aspirin atau asetaminofen
setiap 4 jam.
b. Blok nervus interkostalis
dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri berat
akibat fraktur costae
4) Stabilisasi area flail chest.
a. Ventilator
b. Stabilisasi sementara
dengan menggunakan
towl-clip traction, atau
pemasangan firm
strapping
c. Pada pasien dengan flail
chest tidak dibenarkan
melakukan tindakan
fiksasi pada daerah flail
secara eksterna, seperti
melakukan splint/bandage
yang melingkari dada,
oleh karena akan
mengurangi gerakan
mekanik pernapasan
secara keseluruhan.
5) Pemasangan WSD sebagai
profilaksis/preventif pada
semua pasien yang dipasang
ventilator.
c. Circulation dengan control perdarahan
Penilaian Manajemen
1) Mengetahui sumber
perdarahan eksternal yang
fatal
2) Mengetahui sumber
perdarahan internal
3) Periksa nadi: kecepatan,
kualitas, keteraturan, pulsus
1) Penekanan langsung pada
sumber perdarahan eksternal
(balut & tekan)
2) Pasang kateter IV 2 jalur
ukuran besar sekaligus
mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin,
paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari
arteri besar merupakan
pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
4) Periksa warna kulit, kenali
tanda-tanda sianosis.
5) Periksa tekanan darah
kimia darah, golongan darah
dan cross-match serta Analisis
Gas Darah (BGA).
3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter
yang sudah dihangatkan
dengan tetesan cepat. Klo os
tidak syok, pemberian cairan
IV harus lebih berhati-hati.
4) Pemasangan kateter urin untuk
monitoring indeks perfusi
jaringan.
d. Disability
- Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
- Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi.
e. Exposure/environment
- Buka pakaian penderita
- Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada
ruangan yang cukup hangat.
2. Tambahan Primary Survey
a. Pasang monitor EKG
b. Kateter urin dan lambung
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
e. Pemeriksaan rontgen standar
f. Lab darah
3. Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi
a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin)
serta awasi tanda-tanda syok.
4. Secondary Survey
a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
b. Pemeriksaan fisik
- Kepala dan maksilofasial
- Vertebra servikal dan leher
- Thorax
- Abdomen
- Perineum
- Musculoskeletal
- Neurologis
- Reevaluasi penderita
5. Terapi Definitif
a. Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah
dengan operatif
b. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
- Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (contoh:
hematotoraks masif, dsb)
- Gagal/sulit weaning ventilator
- Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
- Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
- Menghindari cacat permanen
c. Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak
didapatkan lagi area "flail"
6. Rujuk
a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien
karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang
masih memungkinkan untuk dirujuk.
b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat
rujukan yang dituju.
I. Komplikasi
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya
ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio
paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan
tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan
mekanik pernapasan secara keseluruhan.3
J. Prognosis
Selama ini, pasien dengan flail chest dilaporkan memiliki angka mortalitas
sebesar 5-10% jika pasien sampai di RS dalam keadaan masih hidup. Pasien
yang tidak memerlukan ventilasi mekanis mempunyai statistic yang lebih baik
dan secara keseluruhan mortalitas akan meningkat dengan meningkatnya skor
keparahan luka, umur, dan jumlah costa yang mengalami fraktur.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Davignon K, Kwo J, Bigatello L M. Pathophysiology and Managemet of
the Fail Chest. Minerva Anestesiol. 2004; 70: 193-199.
2. Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap
Penyakit. EGC Penerbit Buku kedokteran. Jakarta.
3. Anonim. Primary Surgery Vol. 2 – Trauma : Thoracic injuries: Flail Chest.
4. Kilic D, Findikcioglu A, Akin S, Akay TH, Kupeli E, Aribogan A, et
al. Factors affecting morbidity and mortality in flail chest:
comparison of anterior and lateral location. Thorac Cardiovasc Surg.
Feb 2011;59(1):45-8. [Medline].