FIQIH ANTI MATERIALISME Mawar Monica Desya , Sadari …
Embed Size (px)
Transcript of FIQIH ANTI MATERIALISME Mawar Monica Desya , Sadari …

Volume I (2), 2019 ISSN 2685-8851
167 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
FIQIH ANTI MATERIALISME
Mawar Monica Desya1, Sadari
2
INISA Tambun-Bekasi
Email: [email protected]
Abstrak
Materi merupakan inti dari segala yang ada di muka bumi,
mulai dari manusia yang tercipta dari tanah, malaikat dari cahaya,
iblis dari api, meja dari kayu, guci dari tanah liat dan lain
sebagainya. Namun yang tidak patut dipikirkan adalah materi apa
yang menyebabkan Allah tercipta. Begitulah paham yang
diorasikan oleh tokoh filsuf Karl Marx dari Jerman dengan aliran
Materialism, Kapitalisme, Dan Sosialisme yang bermuara pada
Komunis yang tidak mempercayai akan adanya tuhan dan agama.
Dalam Islam hal tersebut sangat bertolak belakang dengan
syariat, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan ketuhanan.
Materialisme yang secara garis besar dikatakan sebagai
aliran dengan menuhankan benda tanpa percaya adanya tuhan,
dibantah oleh kisah Amr bin Jamuh yang menemukan bahwa
sebuah benda tidak ada apa-apanya dibanding kekuasaan Allah.
Tanpa disadari bahwa tuhan dan agama amat sangat berpengaruh
dalam setiap tatanan kehidupan manusia. Dengan bisa lebih
beriman pada Allah dan mentarbiyahkan hati agar terhindar dari
penyakit hati maka kitapun sebagai seorang muslim akan
mengatakan bahwa paham tersebut adalah tidak sesuai dengan
ajaran agama Islam.
Kata Kunci : Materialisme; Materi; Ketauhidan

Fiqih Anti Materialisme |
168 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Pendahuluan
Pada zaman sekarang bukan suatu hal yang langka ketika
sesorang lebih cenderung lebih mencintai harta, uang, emas dan
lain sebaginya. Karena pada zaman ini dari segi ekonomi
mengalami kenaikan dari segala bidang, seperti segala kebutuhan
menjadi lebih mahal. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat
lebih mengutamakan materi untuk kebutuhan sehari-hari dan
kepuasan pribadi. Seperti contoh lain, kegiatan apapun yang
dilakukan masyarakat saat ini harus berlandaskan materi,
mengharapkan balasan materi, sampai ketika melakukan suatu
kebaikan mengharapkan imbalan yang sepadan. Bisa dikatakan,
”dikit-dikit duit” yang dalam masyarakat kita sering disebut
matre.
Kata matre jika diartikan secara harfiah berasal dari
materi atau materialistis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) materi berarti benda, bahan, atau segala sesuatu yang
nampak. Sedangkan materialistis berarti hal yang bersifat
kebendaan, mengenai benda, harapannya tidak berdasarkan
keinginan.1 Jadi apa-apa yang dikakukan berlandaskan pada suatu
benda. Dengan hal ini terdapat istilah dikalangan masyarakat
yang mengatakan cewek matre, walau bukan hanya perempuan
yang dikatakan matre laki-laki pun bisa dikatakan matre. Dengan
bersikap baik jika ada maunya saja, yakni benda atau materi.
Jika dilihat dari konteks kebendaan maka materialistis
behubungan dengan paham materialisme dalam paham filsafat
modern. Filsafat berasal dari bahasa Yunani philos yang berarti
suka, cinta kecenderungan terhadap sesuatu dan shopia yang
berarti kebijaksanaan. Jadi, philoshopia adalah kecenderungan
pada kebijaksanaan. Bisa dikatakan pula filsafat merupakan
sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan.
Perenungan yang mendalam mengenai sesuatu yang dianggap
atau dinilai bermanfaat bagi kehidupan manusia.2
Dalam Islam-pun filsafat berkembang pada masa
kekuasaan Dinasti Abbasiyah di Baghdad antara tahun 750-1250
M dengan upaya kuat menerjemahkan pemikiran filsafat yunani
ke dalam bahasa Arab juga melahirkan aliran-aliran dalam Islam
yang juga melahirkan filsuf-filsuf muslim. Dalam filsafat Islam
1Armin Martajasa, Cewek Matre Dalam Pandangan Islam, diakses
dari http://www.armin.web.id/2017/03/cewek-matre-arti-islam.html, pada
tanggal 7 april 2018 pukul 20.14 2 Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2010), 80

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
169 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
terdapat beberapa konsepsi pemikiran aliran-aliran Islam, yaitu qadariyah, khawarij, jabariyah, mu‟tajilah dan lain-lain yang
kemudian dibahas dalam ilmu kalam.3
Sedangkan materialism secara bahasa, materialism
berasal dari kata “materi” dan “isme”. Pengertian materi yang
sudah dijelaskan di awal yaitu tentang kebendaan. Sedangkan
isme memiliki arti dan menandakan paham atau ajaran atau
kepercayaan.4 Materialisme merupakan teori dalam filsafat yang
menyatakan bahwa semua hal yang ada dan maujud di alam ini
hanya bisa dimengerti jika substansinya dijelaskan melalui
materi.5
Para ahli filsafat berpendapat bahwa segala yang ada di
bumi ini berasal dari sebuah materi, seperti dalam kimia
disebutkan bahwa atom adalah partikel terkecil. Lebih mudahnya,
materialisme adalah sebuah paham atau aliran atau pandangan
hidup yang berdasarkan kebendaan saja dengan
mengesampingkan hal-hal yang dapat dilihat oleh panca indra.
Bisa dikatakan orang yang memiliki paham materialisme tidak
percaya akan hal ghaib atau metafisik dan juga tidak
mempercayai adanya tuhan, menjadikan alat indra sebagai satu-
satunya cara untuk menggapai ilmu, dan juga bagi yang
berpaham materialisme menggunakan ilmu dalam menetapkan
suatu hukum ketimbang agama.
Pengertian maupun ciri-ciri dari materialisme dapat
disimpulkan bahwa hal tersebut sangat bertolak belakang dengan
ajaran agama terutama ajaran agama Islam. Karena dalam Islam
sungguh jelas diajarkan tentang rukun iman, yakni mengimani
Allah sebagai tuhan kita semua dan juga mengimani segala hal
yang ghaib. Jika kita sebagai manusia tidak mengimani hal ghaib
dan adanya tuhan pasti kita sudah tidak dikatakan sebagai
seorang muslim.
Kesalahan paham materialisme yang lain adalah mereka
berpendapat bahwa hakikat manusia yakni thing, benda materi,
yang dalam hal itu manusia disamakan dengan benda. Hal ini
3Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2010), 43. 4 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Materialism, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Materialisme, padatanggal 7 april 2018 pukul
20.20. 5Yapi Tambayong, Kamus Isme-Isme: Filsafat, Teologi, Seni, Social,
Politik, Hukum, Psikologi, Biologi, Medis (Bandung: Nuansa Cendikia, 2013),
155.

Fiqih Anti Materialisme |
170 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
yang menyebabkan kritikan dari paham filsafat lain, yakni paham
eksistensialisme. Paham eksistensialisme mengkritik bahwa
manusia tidak bisa disamakan dengan benda seperti pohon, meja,
dan lain-lain. Materialisme hanya melihat asal manusia berasal
dari hukum-hukum alam, kimia, biologi. Tanpa berfikir manusia
dari sisi lain, seperti manusia mengalami sisi emosional yakni
kecewa, bahagia, menangis dan sebagainya.6 Hal itu yang sangat
membedakan manusia dengan benda lain.
Islam-pun mengkritik adanya pendapat paham
materialisme yang mengatakan manusia tak ada bedanya dengan
benda, yakni manusia adalah sebaik-baiknya ciptaan yang telah
Allah ciptakan.7 Dari segi kedudukan, manusia dijadikan sebagai
khalifah di bumi yang menjadikan para malaikat iri. Kemudian,
manusia dianugerahi selengkap yang tidak dimiliki oleh malaikat
maupun hewan, manusia dianugerahi mempunyai akal dan juga
nafsu untuk merealisasikan tujuan hidupnya.
Materialisme dalam Pandangan Islam
Islam merupakan agama yang sempurna. Banyak aspek
yang bisa dilihat dari kacamata Islam. Materialism jika dilihat
dari pandangan Islam jelas sangat melenceng dari Islam itu
sendiri. Karena Islam sangat bertolak belakang dengan paham
materialism. Adapun hal dapat dikritik dari paham mareialisme
sebagai berikut:
a. Paham Materialism tidak Meyakini Adanya Alam Ghaib
Dalam Islam mengimani atau mempercayai adanya hal
ghaib adalah perkara yang wajib. Allah sudah menjelaskan
bahwasanya jika kita beriman maka kita wajib beriman pada hal
yang ghaib. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah
ayat 3:
بلغيب ويقيمون الصلة وما رزق ناهم ي نفقون الذين ي ؤمنون Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang
gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki
yang Kami anugerahkan kepada mereka.“
6Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Materialism, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Materialisme, padatanggal 7 april 2018 pukul
21.14. 7 QS. at-Tin ayat 4.

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
171 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Pertama, hal ghaib yang wajib diimani adalah Allah. Jelas Allah adalah yang pertama wajib kita imani karena Allah-lah
tuhan semesta alam yang telah menciptakan alam semesta dan
isinya. Mengapa Allah dikatakan sebagai hal yang ghaib? Karena
kata ghaib disini memiliki maksud dapat diartikan dengan yang
tidak dapat disaksikan oleh panca indera, tidak tampak oleh mata,
tidak dapat didengar oleh telinga, namun keberadaannya dapat
dirasakan.8 Allah memang tidak nampak oleh mata kita, namun
bagi kita yang beriman pada Allah kita dapat merasakan
keberadaan Allah. Allah berfirman dalam surat Qaff ayat 16:
ن ون علم ما ت وسوس به نس حبل من إليه أق رب ونن ۥن فسه ۦولقد خلقنا ٱل ٱلوريد
Artinya:“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya“
Dijelaskan juga dalam hadits Nabi Saw yang artinya:
“ Sesungguhnya Allah Swt mengampuni apa yang terlintas dalam
benak umatku, selama ia benar-benar belum terucapkan dan
belum terlaksanakan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam surat Qaff tersebut dijelaskan bahwa Allah lebih
dekat pada kita hambanya melebihi urat lehernya. Lebih dekat ini
dimaksudkan bahwa malaikat sebagai perantara Allah yang selalu
mengikuti manusia dan mencatat amal perbuatan manusia.
Sampai seperti yang diperjelas dalam hadits nabi atas mengenai
niat manusia yang lebih dulu diketahui oleh Allah Swt yang
dengan jelas niat manusia itu berawal dari hati yang orang lain saja tidak tau, namun Allah sudah lebih dulu mengetahui.
Jadi, walaupun Allah ghaib tidak terlihat dan tidak terlihat
oleh mata, namun Allah sangat terasa keberadaannya di setiap
gerak gerik dan diri manusia yang beriman.
Kedua, hal ghaib yang wajib diimani adalah malaikat.
Kita tidak bisa serta merta melihat malaikat. Namun malaikat
Allah ciptakan dan ada disekeliling kita untuk menjalankan tugas
dari Allah untuk mengawasi kita. Seperti contoh, kita percaya
kepada malaikat dengan yakin bahwa apapun yang kita lakukan
8 Makin Tau, Pengertian Beriman Kepada Hal Yang Ghoib, diakses
dari https://www.makintau.com/2015/05/pengertian-beriman-kepada-yang-
ghaib.html, pada tanggal 7 april 2018 pukul 22.17.

Fiqih Anti Materialisme |
172 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
terdapat malaikat rakib dan atid yang mencatat amal kita yang
kelak akan kita pertanggung jawabkan dihadapan Allah.
Ketiga, hal ghaib yang wajib diimani adalah hari akhir.
Dunia merupakan tempat yang sementara, sedangkan akhirat
adalah tempat yang kekal. Jika di ibaratkan, dunia adalah tempat
bekerja yang dimana kita sedang bekerja mengumpulkan bekal
sebelum kita pulang ke rumah kita. Semakin banyak bekal yang
kita kumpulkan maka semakin senang dan tenang ketika kita
pulang kerumah.
Begitu pula dengan dunia, kita harus mengumpulkan
bekal yakni amal shaleh yang akan kita bawa untuk hari akhirat
kelak, yang amal shaleh kita itu bisa menentukan dimana tempat
kita di akhirat, apakah surga atau neraka.
Dengan mengimani hari akhirat maka kita dapat semakin
termotivasi untuk melakukan amal shaleh.
b. Memposisikan Ilmu Sebagai Pengganti Agama dalam
Peletakan Hukum
Setiap agama pasti memiliki suatu hukum yang mengikat
pengikutnya, guna mencapai sebuah tujuan dari agama itu sendiri
yang salah satunya adalah mendapatkan kebahagiaan di
kehidupan selanjutnya. Hukum-hukum tersebut lebih
berkonsentrasi dalam perbuatan kebaikan dan meninggalkan
keburukan. Dalam Islam sendiri contohnya, Islam mengajarkan
berbuat dan mengajak pada kebaikan juga diperintahkan untuk
menghindari segala sesuatu yang buruk.9 Caranya adalah dengan
penetapan hukum agama, seperti larangan mencuri, larangan
membunuh, dan larangan lainnya. Larangan tersebut memiliki
aturan hukum sendiri, seperti jika seseorang mencuri maka
hukuman-nya adalah potong tangan, jika membunuh maka
hukuman-nya adalah qisas dan sebagainya. Hal ini merupakan
ketetapan Allah dalam agama yang harus ditaati setiap umatnya.
Hal lain tentang sebuah hukum, yakni hukum halal dan
haram. Semuanya sudah diatur dalam Islam. Dalam Islam sudah
memiliki sumber hukum, yaitu:
a) Al-Qur’an
Merupakan jelas kalam atau kalimat yang berasal dari
Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril. Al-Qur‟an memuat berbagai pembahasan, seperti akhlaq,
ibrah, tarikh juga hukum. Dalam hal ini al-Qur‟an dijadikan
sebagai sumber hukum pertama umat muslim. Setiap
9 QS. Lukman ayat 17

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
173 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
permasalahan mengenai hukum, maka al-Qur‟an dapat menjadi dasar penetapan hukum tersebut.
b) Hadits
Merupakan penjelas daripada al-Qur‟an yang berasal dari
perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah Saw yang
merupakan kekasih Allah dimana segala perilakunya bagaikan al-
Qur‟an yang berjalan. Hadits ini dijadikan sumber hukum kedua
dalam Islam.
c) Ijma’ Merupakan hasil keputusan para ulama ketika
menemukan permasalahan pada era sekarang yang dimaknai
hukum dalam al-Qur‟an dan hadist lebih cenderung pada hukum
pada masa terdahulu. Seperti hukum haramnya minum khamr,
jelas bahwa khamr adalah haram. Namun pada masa kini
muncullah narkoba dengan cara kerja yang sama dengan khamr.
Maka para ulama melakukan qiyas dan bersepakat membentuk
hukum baru terhadap narkoba.
Jadi, yang membuat Islam bertolak dengan paham
materialisme dalam segi penetapan hukum adalah penetapan
hukum dalam Islam berlandaskan pada sumber-sumber di atas.
Bertolak belakang dengan paham materialism yang mengatakan
bahwa ilmu merupakan hal yang digunakan dalam penentuan
hukum ketimbang agama. Betul jika ilmu itu merupakan hal
penting, karena tanpa ilmu kita bukanlah apa-apa. Namun bukan
berarti mengesampingkan agama yang setiap individu harus
memiliki agama dan juga agama yang memiliki sumber-sumber
hukum sendiri yang berasal dari Allah dan Rasulullah.
c. Menyamakan Manusia dengan Benda
Hal ini sangat bertolak belakang dengan Islam karena
manusia seperti yang kita ketahui diciptakan oleh Allah dengan
sebaik-baik ciptaan yang jelas berbeda dengan benda yang tidak
memiliki akal dan pikiran. Tidak memiliki rasa, seperti kecewa,
senang, bahagia, sedih dan lainnya. Sedangkan benda atau hewan
hanya bisa terdiam tidak memiliki akal pikiran untuk mengalami
perubahan atau berevolusi menjadi makhluk yang lebih baik lagi.
Sedangkan kebanyakan dari benda hanya mengikuti apa yang
dilakukan oleh subjek-nya.
Larangan Menuhankan Sesuatu
Makna Tuhan dalam KBBI mengartikan sebagai sesuatu
yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang

Fiqih Anti Materialisme |
174 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Maha Kuasa.10
Namun dalam bahasa melayu kata tuhan berasal
dari kata “tuan” yakni yang memiliki kepemilikan, seperti tuan
rumah, tuan tanah dan sebagainya. Jika diartikan dalam bahasa
arab atau dalam konteks agama samawi yakni Islam menuliskan
tuhan menggunakan huruf “T” yang capital yang mengacu pada
kata Allah dan tuhan sama dengan kata Rabb yang artinya
pemilik, penguasa, pengatur, pencipta dan lain sebaginya.11
Menuhankan berarti menjadikan sesuatu sebagai Tuhan,
memuja sesuatu itu bagaikan dia memuja Tuhan. Adapun tujuan
atau manfaat yakni dengan kita mnegimani Tuhan maka kita akan
menggapai tujuan tersebut seperti, menginginkan kebahagiaan,
kedamaian, merasa aman. Namun orang yang mengikuti paham
materialisme ketika mendapatkan kebahgiaan maka kebahagiaan
itu bukanlah kebahagiaan yang hakiki dan kekal melainkan hanya
fatamorgana, ia merasakan namun hanya sesaat.
Konsep menuhankan ini bisa kita lihat dari segi
ketauhidan (ilmu ketuhanan dalam islam) dan juga dari segi
muamalah (tentang sosial). Pandangan dan contoh dari
menuhankan sebagai berikut:
a) Larangan Menuhankan Berdasarkan Ketauhidan
Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan,
tentang bagaimana kita mengenal Allah, bagaimana zat Allah,
bagaimana sifat Allah, bagaimana ketentuan Allah, larangan
mempersekutukan Allah dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kita
dilarang mempersekutukan Allah atau musyrik yaitu menduakan
Allah dengan hal apapun, baik itu benda, seseorang atau apapun
dan musyrik termasuk kedalam dosa besar. Hal ini sangat amat
bertolak belakang dengan paham materialisme yang menjadikan
benda atau materi sebagai landasan mereka.
Tentu jika diukur dalam menggapai kebahagiaan dan
sebagainya adalah dengan menuhankan atau menyembah sesuatu
kecuali Allah maka tidak akan maksimal dan hanya sesaat.
Seperti perkataan Amr bin Jamuh: Demi Allah jika memang engkau Tuhan
Pasti tidak akan terikat bersama bangkai anjing di dalam sumur Segala puji bagi Allah Yang Maha Tinggi dan pemberi karunia Yang memberi rezeki dan menurunkan agama
10
KBBI co.id, arti kata “Tuhan” menurut KBBI, diakses dari
http://googleweblight.com/i?u=http://kbbi.co.id/arti-kata/Tuhan&hl=en-ID,
pada tanggal 12 april 2018 pukul 21.20. 11
Wikipedia, Tuhan, diakses dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tuhan, pada tanggal 12 april 2018 pukul 21.33.

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
175 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Dia-lah Zat yang telah menyelamatkanku Sebelum aku menjadi tawanan di dalam kubur yang gelap Karena jasa Ahmad, sang pemberi petunjuk dan Nabi yang menawan
12
Amr bin Jamuh merupakan sabahat Rasulullah yang pada
awalnya dia hanya menyembah berhala dan agama nenek
moyangnya. Dan pada awalnya pun dia menjadi petinggi dari
kaum bani salamah, yang tanpa ia ketahui kebanyakan dari
kaumnya mengikuti baiat kubro bersama rasulullah untuk
mengutarakan keimanan-nya kepada Allah dan rasulnya.
Termasuk anaknya, Mu‟adz bin Amr bin Jamuh yang mengikuti
sahabat ayahnya yaitu Abdullah bin Amr bin Haram untuk
mengikuti baiat kubro.
Ketika kebanyakan kaumnya pergi untuk melakukan
baiat, Amr bin Jamuh sangat sedih dan kesepian. Setelah baiat
selesai dan rombongan pulang, Amr bin Jamuh merasa senang.
Namun apa yang terjadi? Anak dan sahabat yang dinantikannya
ketika kembali ke Yastrib mengalami perubahan. Tidak menyapa
Amr bin Jamuh, terutama anaknya ketika pulang dari baiat
Mua‟dz bin Amr bin Jamuh tidak ingin menemui ayahnya. Yang
dilakukan Abdullah bin Amr bin Haram dan Mu‟adz bin Amr bin
Jamuh adalah semata-mata keimanan yang sudah melekat pada
dirinya dan ditambah dengan kebencian kepada orang-orang yang masih menyembah berhala, termasuk ayahnya. Seperti yang
sudah diajarkan oleh nenek moyang-nya, ketika mengalami
kesulitan dan kesedihan maka mereka mendatangi berhala-nya
dan berputar-putar mengelilingi berhala tersebut.
Melihat hal itu sekelompok pemuda Bani Salamah yang
sudah masuk Islam makin geram. Akhirnya suatu malam mereka
merencanakan sesuatu yang diikuti juga oleh anaknya yaitu
Mu‟adz bin Amr bin Jamuh. Pada malam itu mereka mengambil
berhala ayahnya dan membuang ke tempat kubangan yang berisi
kotoran manusia. Keesokan harinya Amr bin Jamuh marah
karena tuhan nya hilang dan ditemukan pada tempat yang kotor.
Kemudian dibawalah berhala yang dianggapnya tuhan kerumah
dan disucikan sedemikian rupa.
Para pemuda tidak hanya sampai disitu, setiap malam
setelah itu mereka selalu melakukan hal yang sama terhadap
tuhan dari Amr bin Jamuh. Karena sudah berkali-kali terjadi,
akhirnya Amr bin Jamuh kesal dan berkata: “celakalah dia
(berhala), jika malam ini dia tidak dapat membela dirinya
12
Ali Sami An-Nasyar, Kisah Para Syuhada Di Zaman Nabi Saw
(Jakarta: Lentera, 2003), 112-113.

Fiqih Anti Materialisme |
176 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
sendiri”. Benar saja, malam itu tidak ada reaksi apapun dari
berhalanya sampai Amr bin Jamuh mendapatkan pemahaman
bahwa berhala itu bukanlah tuhan-nya dan akhirnya ia mengimani
adanya Allah dan Muhammad sebagai Rasulullah.
Dari cerita di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dipertuhankan oleh Amr bin Jamuh adalah hanya sebuah benda
yakni patung yang jelas tidak dapat memberikan kenyamanan dan
kedamaian yang diharapkan. Patung adalah benda mati yang
tidak bisa memberikan apapun kecuali Allah. Benar penjelasan
dalam al-Qur‟an bahwasanya Allah-lah satu-satunya tuhan yang
wajib disembah dan menjadi tempat bergantung bukan benda,
materi, juga makhluk.
Kisah Amr bin Jamuh juga mengajarkan kita bahwa benda
tidak bisa melakukan apapun termasuk melindungi dan menjaga
kita yang menyembahnya, bahkan dia tidak dapat melindungi
dan juga memberi selamat pada dirinya sendiri.
Jika kita menuhankan sesuatu selain Allah, maka kita
sebagai muslim dapat dikatakan sebagai orang musyrik yakni
pelaku dari perbuatan syirik, yang dimana syirik tersebut
dikategorikan sebagai dosa paling besar yakni sudah
menyekutukan Allah dengan sesuatu baik materi, benda maupun
makhluk.
b) Larangan Menuhankan Sesuatu Berdasarkan Muamalah
Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang
mengatur hubungan seseorang bersama orang lain, baik seseorang
pribadi maupun badan hukum seperti yayasan dan Negara.
Contoh dari hukum Islam yang berhubungan dengan muamalah
adalah jual beli, sewa menyewa dan juga perserikatan.13
Muamalah bisa dihubungkan dengan hal sosial yang
dalam dijelaskan pada ilmu sosiologi. Sosiologi merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari masyarakat dalam
keseluruhannya dan hubungan antara orang-orang dalam
masyarakat.14
Bisa dikatakan muamalah atau sosiologi membahas
tentang bagaimana hubungan kita terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar. Adapun pandangan muamalah tentang
menuhankan sesuatu bisa kita lihat dari interaksi lingkungan
13
Azyumarzi Azra, “Muamalah”, Dalam Armando, Ensiklopedia
Islam, Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 49. 14
Nuraini Soyomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori &
Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Social, Perubahan Social, &
Kajian-Kajian Strategis (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016 ), 58.

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
177 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
sekitar. Kita ambil garis besar kasus menuhankan sesuatu dalam hal menuhankan uang contohnya pasti akan merusak
keharmonisan lingkungan sekitar.
Seyogyanya dalam suatu lingkungan menciptakan
lingkungan yang damai, asri, memiliki sikap gotong royong yang
tinggi, bekerja sama, tolong menolong, memiliki loyalitas, dan
tidak bersikap apatis. Ketika semua itu sudah terealisasi dalam
suatu lingkungan, semua itu akan hilang seketika jika diantara
salah satu masyarakat bersikap egois, mementingkan diri sendiri,
juga matre.
Matre disini bisa kita hubungkan dengan paham
materialsme yang menuhankan sesuatu. Seperti melakukan
apapun dalam lingkungan itu mengharapkan imbalan. Seperti
ketika tetangga kita meminta bantuan, yang kita tanyakan adalah
„apa imbalan yang akan saya terima?‟, ketika ada kerja bakti kita
mengeluhkan „ah gak ada uang-nya, males ah‟, juga ketika kita
sudah menolong tetangga kita melakukan sesuatu dan tidak diberi
imbalan maka kita merasa kesal.
Sikap seperti itu yang nantinya akan membuat
kerenggangan diantara masyarakat sekitar. Mengapa tidak?
Karena hal itu juga akan menghilangkan kewajiban-kewajiban
yang harus dimiliki dalam bermasyarakat, yang mengakibatkan
hilangnya keharmonisan dalam masyarakat. Dengan hal itu maka
masyarakat tersebut lebih cenderung apatis atau memiliki sikap
masa bodo dan menjadi masing-masing dalam bermasyarakat.
Maka betul jika dilihat dari segi muammalah melarang
menuhankan sesuatu, karena memiliki dampak buruk terhadap
hubungan manusia dengan manusia yang lain-nya.
a. Larangan Menuhankan Dalam Ekonomi
Menuhankan ekonomi yang dilarang dalam Islam adalah
dengan mengejar kekayaan tanpa memperdulikan urusan akhirat
atau urusan ibadah kepada Allah. Mencari rejeki adalah suatu
kewajiban teutama untuk para laki-laki yang menjadi suami yang
berkewajiban memberi nafkah kepada keluarganya. Hal tersebut
merupakan suatu yang lumrah. Namun dalam Islam sudah
dianjurkan bahwa kita harus memiliki sikap seimbang dalam
mengejar dunia maupun akhirat.
Konteks menuhankan dalam bidang ekonomi adalah lagi-
lagi menduakan Allah dengan memprioritaskan materi ketimbang
Allah.
Materialisme sangat berhubungan erat dengan paham
kapitalisme yang dimana perekonomian suatu wilayah dipegang

Fiqih Anti Materialisme |
178 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
oleh orang-orang kaya saja, yang tidak memikirkan sesame yang
kekurangan. Jika dibandingkan perbedaan ekonomi Islam dan
ekonomi dalam materialism yaitu jika kita bandingkan dengan
zakat. Jika Islam melihat zakat adalah system perekonomian yang
baik yakni dengan mensejahterakan semua kalangan baik yang
kaya maupun miskin terutama miskin dengan manfaat
mendekatkan diri pada Allah dan meyakini jika kita zakat atau
beramal maka harta kita akan bersih dan harta kita akan berkah
berlipat ganda. Namun sebaliknya dengan paham materialsme
yang menganggap bahwa zakat merupakan hal yang sia-sia
dengan kata lain, orang itu sudah mengumpulkan uang dengan
susah payah kemudian dihamburkan dengan memberi orang
miskin yang bisa dibilang sebagai orang kikir.
Namun apakah seorang muslim yang berkerja sebagai
guru ngaji contohnya tidak perlu mengharapkan imbalan atau
gaji. Tentu tidak gaji dalam pekerjaan sudah diatur juga dalam
Islam, bahkan ada salah satu hadits yang mengajakan pemberian
“upah harus diberikan kepada pekerja sebelum keringat pekerja
itu menetes”. Dan dalam hal itu mengharapkan gaji dalam Islam
sebagai maslahat yaitu untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah
tangga. Dengan catatan tidak boleh mengharapkan lebih dan
ikhlas karena Allah.
Tahapan Untuk Menghindari Materialism
Sudah dijelaskan bahwa paham materialism sangat
bertolak belakang dalam Islam, baik dalam masalah ketuhanan
dan muamalah. Paham materialism ini juga memberikan sedikit
banyak kerugian terutama bagi kita umat muslim yang percaya
hanya kepada Allah. Untuk menghindarkan sikap menuhankan
sesuatu, berlaku hanya karena sesuatu hal, ada beberapa cara
yang perlu diperhatikan, diantaranya seperti:
a. Meyakini bahwa semua dari Allah dan kembali kepada Allah
Meyakini adanya Allah merupakan kewajiban kita sebagai
seorang muslim yang merupakan rukun iman yang pertama.
Yakinkan hati kita bahwa Allah itu ada di sekitar kita. Segala
yang ada di langit dan di bumi berasal dari Allah yakni diciptakan
oleh Allah.15
Setelah diyakini akanadanya Allah maka hendaknya
ketika kita melakukan suatu hal harus berdasar kepada Allah
karena hakikatnya segala sesuatu berasal dari Allah dan kembali
15
Qs. At-Thalaq Ayat 12.

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
179 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
kepada Allah, yang artinya jadikan Allah sebagai tujuan hidup kita. Apapun yang kita lakukan hanya semata-mata karena Allah
dan berharap ridha dari Allah bukan karena materi yang memang
bukan tujuan akhir dari setiap prilaku kita. Seperti kalimat yang
tidak asing lagi ditelinga kita yakni kalimat istirja‟, inna lillahi
wa innaa ilaihi raaji‟un yang juga termasuk kedalam ayat al-
Qur‟an ayat 156 yang artinya ”sesungguhnya kami adalah
kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali”.
Jika sudah demikian maka apapun yang kita lakukan akan
berlandaskan Allah dan terhindar dari sikap matre.
b. Ikhlas
Makna ikhlas tidak jauh berbeda dengan yang sudah
diurai diatas, yakni memiliki makna segala yang ada di langit dan
dibumi akan kembali kepada Allah. Karena makna ikhlas akan
berhujung pada kembalinya sesuatu baik itu materi maupun diri
kita kehadapan Allah. Dengan kata lain lillahi ta‟alaapa yang kita
lakukan hanya karna Allah, dan berusaha menjauhi sifat riya‟,
sum‟ah, ujub, sombong dan penyakit hati lainnya.16
Namun jika
kita melakukan perbuatan yang justru tidak berlandaskan kepada
Allah tidaklah disebut ikhlas. Seperti yang Rasulullah jelaskan
dalam hadits nya:
ان ما العم ال بلن يات وان ا لكل امرئ م ا ن وىArtinya : “sesungguhnya semua amalan itu bergantung
pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa
yang di niatkan”
Menutut syekh amr Khalid, didalam bukunya hati
sebening mata air beliau menjelaskan.
“ ada tiga makna ikhlas yang sering diungkapkan oleh
para ulama. Pertama, ikhlas ialah mengkhususkan tujuan semua
perbuatan kepada Allah semata. Kedua, ikhlas adalah melupakan
pandangan manusia, sehingga hanya melihat sang pencipta saja.
Ketiga, ikhlas diartikan dengan tidak memasukkan perbuatan
agar disaksikan orang, tapi memasukan agar amal itu hanya
dilihat oleh Allah saja”17
Makna ikhlas yang saya pahami yakni, ikhlas itu tidak
tertulis karena tidak tertulis maka tidak dapat terbaca. Karena
16
Genta Hidayah, Hari-Hari Bersama Rasulullah (Surabaya: Genta
Hidayah, 2017), 43. 17
Rois Almaududy, Allah Subhanahu Wa Ta‟ala Is Goal Tetap
Bersama Allah, Apapun Yang Terjadi, Teguh Dijalan Allah, Apapun Yang
Dihadapi (Solo: Tiga Serangkai, 2017), 31.

Fiqih Anti Materialisme |
180 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
tidak terbaca, maka tidak dapat terucap. Karena tidak terucap
maka tidak dapat terdengar. Karena tidak terdengar maka tidak
bisa diketahui oleh orang lain melainkan hanya kita dan Allah
yang mengetahui.
Kata ikhlas juga bisa dipahami bagaikan kata ikhlas dalam
surat al-Ikhlas yang berbeda dengan surat an-Nas dan surat al-
Falaq. Mengapa demikian? Pertama, nama surat an-Nas dikutip
dari kata an-Nas yang berarti manusia pada setiap ayat suratnya.
Kedua, nama surat al-Falaq dikutip dari kata al-Falaq yang
terdapat pada ayat pertama dalam surat al-Falaq. Sedangkan, kata
ikhlas dalam surat al-Ikhlas tidak terdapat sama sekali dalam ayat
surat tersebut. Bisa disimpulkan bahwa kata ikhlas itu tidak mesti
ditampakkan.
Seperti yang dikatakan oleh syeikh As-Susiy tentang
ikhlas, “ikhlas itu ialah ketiadaan melihat ikhlas. Karena
barangsiapa menyaksikan keikhlasan di dalam keikhlasan, maka
keikhlasannya membutuhkan keikhlasan”.18
Diketahui dari pengertian di atas, jika kita melakukan
sesuatu karena Allah dan memiliki hati yang ikhlas tanpa
penyakit hati seperti sombong, maka kita tidak akan termakan
oleh paham materialsme dalam filsafat atau kata matre dalam arti
di sekitar kita.
c. Sabar
Kata sabar berasal dari bahasa arab yaitu براص ,يصبر ,صــبر
yang dari segi bahasa artinya menahan dan mencegah. Sedangkan
dari segi istilahnya sabar yakni menahan diri dari sifat
kegundahan dan sikap buruk seperti emosi, juga menahan lisan
dari ucapan yang menyakiti, serta menahan anggota tubuh dari
perbuatan yang tidak terarah.19
Sabar juga termasuk ciri dari pada orang mu‟min atau
orang beriman. Sebagaimana saba nabi Muhammad Saw:
“Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman,
karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan
kenikmatan ia bersyukur karena (ia mengetahui) bahwa hal
tersebut memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah
atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal
tersebut baik baginya” (HR. Muslim).
18
Imam Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya „Ulumuin, Terj. Zeid Husein
Al-Hamid (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 435. 19
Islam Itu Indah, Makna Sabar dan Bersabar, diakses dari
https://googleweblight.com/i?u=https://saputra51.wordpress.com/2011/11/24/
makna-sabar/&hl=en-ID, pada tanggal 15 april 2018 pukul 7.30.

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
181 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Salah satu nasihat dari al-Haris al-Muhasibi, yakni seorang ulama yang menonjol di bidang tasawuf pada masanya.
Lahir di Basrah pada tahun 165 H/781 M, kemudian pindah ke
Baghdad hingga ia dewasa dan menjai guru kenamaan di
Baghdad. Al-haris al-Muhasibi juga belajar dan menekuni ilmu
hadits juga fiqih pada ulama terkenal salah satunya yaitu imam
syafi‟i.20
Beliau mengatakan:
”Ketahuilah, sabar bagi iman bak kepala bagi badan.
Jika kepala putus, matilah badan. Jika kau dengar perkataan
yang membuatmu marah, maafkan dan ampunilah. Yang
demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”21
Sudah jelas bahwa sabar merupakan ciri keimanan. Dalam
sabar, bukan hanya ketika mendapatkan suatu musibah melainkan
jika seorang mendapatkan kesenanganpun harus bersabar guna
menghindarkan diri dari sikap takabur, sombong dan tinggi hati.
Selain itu sabar untuk menahan diri dari nafsu, yakni menahan
diri dari perbuatan yang tidak baik. Termasuk perbuatan yang
menjurus pada paham materialism atau bisa dikatakan matre.
Melakukan segala perbuatan karena mengharapkan sebuah
materi.
Allah lah sebagai tujuan akhir kita dalam melakukan
segala perbuatan. Lillahi ta‟alaa hanya untuk Allah. Jika sudah
demikian, apapun hasilnya maka kita akan sabar dan menahan
diri untuk tidak mengharapkan materi atau imbalan melainkan
hanya mengharap pada ridho Allah semata.
d. Tidak Mengungkit Pemberian
Pemberian dari seseorang untuk orang lain banyak
bentuknya, seperti zakat, sedekah juga hibah atau hadiah. Bentuk
tersebut memiliki ketentuan-ketentuan tersendiri, hibah
contohnya hibah memiliki ketentuan tidak diperbolehkannya
mengambil lagi apa yang sudah diberikan kepada orang tua dan
orang lain.
Dalam hal ini mengungkit pemberian bukanlah hal yang
wajar bahkan aneh dalam memberi sesuatu pada seseorang.
Karena akan tergambar landasan orang itu dalam memberi. Atas
dasar ikhlas, atau memberi karena mengharap imbalan, seperti
20
Murid Aswaja NU, Tokoh Sufi (30) Al-Haris Al-Muhasibi, diakses
padahttps://googleweblight.com/i?u=https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/
04/04/tokoh-sufi-30-haris-al-muhasibi/&hl=en-I, pada tanggal 16 april 2018
pukul 22.20. 21
Shalih Al-Syami, Kitab Nasihat, Terj. Muhammad Al-Faiz (Jakarta:
Zaman, 2018), 225.

Fiqih Anti Materialisme |
182 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
dalam filsafat yang ada di dalam faham deontology imperative
hipotesis yang melihat latar belakang orang melakukan suatu
tindakan seperti memberi karena adanya motif atau tujuan lain
atau mengharap imbalan. Jika memang itu dasarnya maka akan
nampak ketika seseorang meminta kembali atau mengungkit
pemberiannya guna memberi peringatan bahwa dia sudah
memberikan itu semua dan biasanya ketika motif atau tujuannya
tidak tercapai, maka bisa dikatakan apa yang dia berikan
bukanlah karena Allah ta‟ala yang artinya tidak ikhlas melainkan
mengharapkan motif tertentu.
Hal tersebut banyak terjadi dalam masyarakat. Namun
bagaimana jika orang mengkiblat pada al-Qur‟an surat ar-
Rahman ayat 60:
ح س ان حس ان ال ال ه ل ج زاء ال Artinya: “tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan
pula”
Tidak ada yang salah ketika kita berkiblat kepada ayat
Allah dengan itu kita berarti mengimani al-Qur‟an. Namun
bagaimana dengan surat ar-Rahman ayat 60 di atas yang merujuk
pada kebaikan akan dibalas kebaikan, yang artinya ketika kita
melakukan kebaikan maka kita akan berharap kebaikan itu akan
kembali pada diri kita. Berbeda halnya dengan paham deontology
imperative kategoris yang bertolak belakang dengan deantology
imperative hipotesis yang mengatakan bahwa tindakan apapun
yang dilakukan karna sesuai hati nurati bukan mengharap suatu
imbalan kembali.
Betul jika paham tersebut mengatakan demikian. Lalu
dengan surat ar-Rahman? Menurut saya tidak masalah pula kita
mengaharapkan suatu kebaikan itu kembali kepada diri kita.
Namun yang perlu diingat adalah kepada siapa pengharapan
kembalinya kebaikan itu kita tujukan kepada Allah ataukah
kepada makhluk yang terlah kita berikan sesuatu. Tentunya
kepada Allah, jika kepada Allah kebaikan itu pasti akan turun
atau kembali kepada diri kita karena Dia lah yang maha pengasih
lagi penyayang.
Namun jika pengharapan itu kita tujukan pada makhluk
maka bersiaplah kita menerima suatu kekecewaan, karena
makhluk tidaklah memiliki daya upaya apapun untuk itu.
Kalaupun diberikan-nya kebaikan kepada kita, tentu berbeda
dengan kebikan yang diberikan Allah kepada kita.

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
183 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Mengungkit pemberian juga dilarang oleh Allah dalam al-Qur‟an dalam surat al-Baqarah ayat 262-264:
ه م ذي ن ي ن فق ون اموال م ف سبي ل الله ث ل ي تبعون م ا ان ف قوا م نا ول أذى ل ال عرف ومغفرة خي ر م ول خوف عل يهم ول ه م يزن ون . ق ول م أجرهم ع ند رب
ن صدقة ي ت ب ع ها أذى والله غن ي حل يم . ي اي ها الذي ن ام ن وا ل ت بطلوا م صدقت كم بلم ن والذى كالذي ي ن فق م اله رئ اء الناس ول ي ؤم ن بالله والي وم
ه كمثل صف وان عليه ت راب فاصابيه وابل ف ت ركه صلدا ل ي قدرون الخر فم ث ل ا كسب وا والله ل ي هد الق وم الءكفرين. على شيء م م
Artinya:“orang yang menginfakkan hartanya di jalan
Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima),
maka mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak
ada rasa takut pada dirinya dan mereka tidak bersedih hati.
Perkataan yang baik dan pemberiaan maaf lebih baik
daripada sedekah yang diiringi tindakan menyakiti. Allah
Mahakaya, Maha penyantun. () Wahai orang-orang beriman!
Jangan lah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima, seperti orang yang
menginfakkan hartanya karena pamer kepada manusia dan dia
tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Perumpamaan
(orang itu) seperti batu licin yang diatasnya terdapat debu,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu licin
itu lagi. Mereka tidak menerima sesuatu apapun dari apa yang
mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang kafir (264).
Bahkan rasulullah juga bersabda yang artinya:
Dari Abu Dzar ra, rasulullah saw bersabda, “pada hari
kiamat, ada tiga orang yang Allah tidak mau berbicara
dengannya, tidak mensucikannya, dan tidak melihatnya, dan bagi
mereka siksa yang sangat pedih; orang yang mengungkit
pemberian, yang sarung atau jubahnya melebihi mata kaki, dan
orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu” (HR.
muslim)
Sudah jelas bahwa mengungkit pemberian merupakan
suatu perbuatan yang tidak memiliki manfaat dan sia-sia juga
dilarang oleh Allah dan juga nabi Muhammad. Maka dengan kita
tidak mengungkit pemberian karena landasan ikhlas karena Allah
maka kita tidak tergolong orang seperti paham materialism.

Fiqih Anti Materialisme |
184 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Penutup
Sebagai seorang yang beriman, mengimani Allah
termasuk perkara yang ghaib merupakan suatu kewajiban.
Melainkan bukan menuhankan sesuatu atas Allah baik itu benda,
materi makhluk yang sifat-nya tidak hakiki. Namun ada
sekelompok orang berpaham materialism dengan arti tidak
menuhankan benda dan tidak percaya akan hal ghaib, juga
menjadikan agama sebagai nomor kesekian dalam mengambil
perkara hukum. Bahkan Karl Mark seorang filsuf dari jerman
yang mengatakan agama merupakan alasan mengapa para buruh
tidak bisa menjadi kaya. Hal itu sangat bertolak belakang dalam
Islam.
Kemudian paham materialism dalam pandangan Islam
tentang ketuhanan yang mendekatkan kepada syirik atau
mempersekutukan Allah. Belum lagi dalam soal muamalah dan
ekonomi yang justru sangat bersebrangan dengan Islam.
Dalam segi ekonomi yang lebih condong dalam paham
ini, yakni dengan menggebu-gebu untuk mengejar materi.
Apapun yang diperbuat karna menginginkan sesuatu atau
imbalan. Serta bertujuan memperkarya diri, jika sudah kaya maka
akan menguasai perekonomian yang sering dikenal dengan
kapitalisme yakni perekonomian bangsa atau daerah dipegang
oleh orang-orang kaya atau yang mempunyai banyak uang.
Kedua paham ini (materialism dan kapitalisme) akan berujung
pada paham komunis yang tidak mempercayai akan agama, akan
tuhan. Oleh karena itu Islam sangat kontra dengan paham
tersebut.
Adapun langkah yang dilakukan untuk menghindari
paham materialism dalam pola pikir kita yakni dengan kembali
kepada Allah bertawakal kepada, menambah keimanan kita
kepada Allah, meyakini bahwa apa yang ada di langit dan di bumi
merupakan hasil karya Allah Swt selain itu tanamkan dalam hati
kita kesabaran, sabar dalam menerima apapun yg Allah berikan
juga sabar menerima balasan apapun entah baik atau buruk atas
kebaikan yang sudah kita lakukan. Selanjutnya ikhlas ketika
melakukan sesuatu hanya karena Allah yang terakhir adalah
berusaha untuk tidak mengungkit pemberian.

| Mawar Monica Desya1, Sadari2
185 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
Mengapa harus dengan langkah demikian, karena jika kita sudah yakin adanya Allah dan semuanya akan kembali pada
Allah kita akan sabar menghadapi apa yang Allah berikan kepada
kita. Jika kita sudah bisa bersabar maka kita akan bisa ikhlas atas
apa yang terjadi pada kita meskipun buruk sekalipun. Jika sudah
yakin pada Allah, sabar dan ikhlas maka kita tidak akan
mengungkit pemberian yang sudah kita berika kepada penerima
sebagaimana yang sudah Allah jelaskan dalam surat al-Baqarah
ayat 262-264.
Daftar Pustaka
Al-Ghazali, Imam, Mukhtashar Ihya „Ulumuin, Terj. Zeid Husein
Al-Hamid, Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Almaududy, Rois, Allah Subhanahu Wa Ta‟ala Is Goal Tetap
Bersama Allah, Apapun Yang Terjadi, Teguh Dijalan
Allah, Apapun Yang Dihadapi, Solo: Tiga Serangkai,
2017.
Al-Syami, Shalih, Kitab Nasihat, Terj. Muhammad Al-Faiz,
Jakarta: Zaman, 2018.
An-Nasyar, Ali Sami, Kisah Para Syuhada Di Zaman Nabi Saw.
Jakarta: Lentera, 2003.
Azra, Azyumarzi, “Muamalah”, Dalam Armando, Ensiklopedia
Islam, Jilid. 5, Jakarta: 2005.
Hidayah, Genta, Hari-Hari Bersama Rasulullah. Surabaya: Genta
Hidayah, 2017.
Indah, Islam Itu. 2011. Makna Sabar Dan Bersabar, diakses dari
https://googleweblight.com/i?u=https://saputra51.wordpress.com/
2011/11/24/makna-sabar/&hl=en-ID, pada tanggal 15
april 2018 pukul 7.30
KBBI co.id. arti kata “Tuhan” menurut KBBI, diakses dari
http://googleweblight.com/i?u=http://kbbi.co.id/arti-
kata/Tuhan&hl=en-ID, pada tanggal 12 april 2018 pukul
21.20
Martajasa, Armin, Cewek Matre Dalam Pandangan Islam,
diakses dari http://www.armin.web.id/2017/03/cewek-
matre-arti-islam.html, pada tanggal 7 april 2018 pukul
20.14.
Murid Aswaja, Tokoh Sufi (30) Al-Haris Al-Muhasibi, diakses
padahttps://googleweblight.com/i?u=https://wakidyusuf.w
ordpress.com/2017/04/04/tokoh-sufi-30-haris-al-

Fiqih Anti Materialisme |
186 | Zhafir |Journal of Islamic Economics, Finance, and Banking
muhasibi/&hl=en-I, pada tanggal 16 april 2018 pukul
22.20.
Soyomukti, Nuraini, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori
& Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Social,
Perubahan Social, & Kajian-Kajian Strategis.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Syam, Nina W, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi,
Bandung: Simbiosa, 2010.
Tambayong, Yapi. 2013. Kamus Isme-Isme: Filsafat, Teologi,
Seni, Social, Politik, Hukum Psikologi, Biologi, Media.
Bandung : Nuansa Cendikia.
Tau, Makin, Pengertian Beriman Kepada Hal Yang Ghoib,
diaksesdarihttps://www.makintau.com/2015/05/pengertia
n-beriman-kepada-yang-ghaib.html, pada tanggal 7 april
2018 pukul 22.17
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Materialism, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Materialisme, padatanggal 7 april
2018 pukul 20.20.
Wikipedia, Tuhan, diakses dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tuhan, pada tanggal 12
april 2018 pukul 21.33.